teknologi produksi laminasi

24
1. Pendahuluan Mengenai Kayu Laminasi Menurut Wardhani (1999) dan Marutzky (2002), kayu lamina atau gluelam adalah papan yang direkat dengan lem tertentu secara bersama-sama dengan arah serat paralel menjadi satu unit papan. Fakhri (2002) menambahkan bahwa kayu laminasi terbuat dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Manik (1997) menjelaskan bahwa tujuan dasar pembuatan kayu lamina adalah untuk menciptakan suatu rancang bangun konstruksi dari kayu utuh yang kering sempurna dan mudah mendapatkan bahan dasarnya. Kayu lamina banyak digunakan untuk konstruksi bangunan seperti hanggar, aula, gedung olahraga, perabot rumah tangga dan alat-alat olahraga. Pada awalnya gluelam dibuat dari kayu pinus atau kayu konifer lain. Namun sekarang hampir semua jenis kayu dapat dibuat menjadi gluelam. Proses pembuatannya sangat sederhana. Pertama-tama adalah penentuan dimensi yang tergantung dari tujuan penggunaan. Tebal lapisan (layer) biasanya 20–45 mm. Setelah dikeringkan sampai pada kadar air 10%, lapisan tadi dilaburi lem pada kedua sisinya lalu diberi tekanan (Marutzky 2002). Menurut Manik (1997) ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas kayu lamina antara lain adalah bahan baku, persyaratan bahan baku adalah memiliki kerapatan serat 1

Upload: theagungscribd

Post on 17-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

TEKNOLOGI TEKNIK

TRANSCRIPT

1. Pendahuluan Mengenai Kayu Laminasi

Menurut Wardhani (1999) dan Marutzky (2002), kayu lamina atau gluelam adalah papan yang direkat dengan lem tertentu secara bersama-sama dengan arah serat paralel menjadi satu unit papan. Fakhri (2002) menambahkan bahwa kayu laminasi terbuat dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan konstruksi. Manik (1997) menjelaskan bahwa tujuan dasar pembuatan kayu lamina adalah untuk menciptakan suatu rancang bangun konstruksi dari kayu utuh yang kering sempurna dan mudah mendapatkan bahan dasarnya. Kayu lamina banyak digunakan untuk konstruksi bangunan seperti hanggar, aula, gedung olahraga, perabot rumah tangga dan alat-alat olahraga.Pada awalnya gluelam dibuat dari kayu pinus atau kayu konifer lain. Namun sekarang hampir semua jenis kayu dapat dibuat menjadi gluelam. Proses pembuatannya sangat sederhana. Pertama-tama adalah penentuan dimensi yang tergantung dari tujuan penggunaan. Tebal lapisan (layer) biasanya 2045 mm. Setelah dikeringkan sampai pada kadar air 10%, lapisan tadi dilaburi lem pada kedua sisinya lalu diberi tekanan (Marutzky 2002).Menurut Manik (1997) ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas kayu lamina antara lain adalah bahan baku, persyaratan bahan baku adalah memiliki kerapatan serat dan berat jenis yang berdekatan. Selain itu juga lem yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaan kayu lamina. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bentuk sambungan, proses leman dan pengempaan. Hal ini akan mempengaruhi kualitas kayu lamina. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang memenuhi standar sebelum kayu lamina digunakan, terutama apabila tujuan penggunaan adalah untuk struktural.Menurut Manik (1997), keunggulan teknologi laminasi sebagai berikut:a. Pengadaan material di pasaran mudah karena ketebalan papan pelapis yang digunakan maksimum 2 cm, panjang pelapis tidak dibatasi.b. Penggunaan material kayu lebih efisien, penyediaan kayu akan lebih cepat dan murah karena potongan kayu yang tipis (sampai 5 mm), pendek, serta ada cacatnya masih bisa digunakan untuk membuat konstruksi.c. Sedikit menggunakan bahan pengikat mekanis dengan dimensi lebih kecil dan bersifat hanya menyatukan permukaan bidang leman.d. Mudah dilakukan pemeriksaan cacat karena dimensi bahan baku penyusun laminasi lebih kecil dan tipis. Mudah dalam pemilihan bahan penyusun laminasi yang baik tanpa cacat.e. Kekedapan dapat terjamin, konstruksi rigit atau kaku, perubahan dimensi kayu dapat teratasi dengan pengaturan arah serat kayu yang efektif.f. Perlindungan berganda dapat dilaksanakan, kayu yang kering dan dijenuhkan (kayu oven) akan lebih tahan terhadap kerusakan, dan sifat lapisan lem yang diciptakan khusus juga merupakan perlindungan terhadap kerusakan pula.

Struktur kayu lamina memiliki beberapa kelebihan dibanding kayu gergajian yang solid, yakni ukuran dapat dibuat lebih tinggi, lebih lebar, bentangan yang lebih panjang, bentuk penampang lengkung (curved) dan konfigurasi bentuk lonjong dapat difabrikasikan dengan mudah. Mutu kayu lebih rendah dapat digunakan pada daerah tegangan rendah. Pengeringan awal tiap lapisan kayu dapat mengurangi perubahan bentuk, serta reduksi kekuatan akibat adanya cacat kayu (misalnya mata kayu) menjadi lebih acak di sepanjang volume balok (Falk & Colling 1995; Blass et al.1995 dalam Fakhri 2003).Namun Wirjomartono (1958) dalam Nurleni (1993) menyatakan bahwa balok laminasi mempunyai beberapa kekurangan :a. Persiapan pembuatan kayu berlapis majemuk ummnya memerlukan biaya yang lebih besar dari konstruksi biasa.b. Karena baik buruknya bergantung kepada kekuatan sambungannya, maka pembuatannya memerlukan alat-alat khusus dan orang-orang ahli.c. Kesukaran-keaukaran pengangkutan untuk yang besar seperti perlengkungan dan sebagainya.

2. Penggunaan Balok Laminasi

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada: Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok penopang dan decking. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

3. Bahan Baku Balok Laminasi

Bahan baku pembuatan balok laminasi pada awalnya hanya berasal dari kayu namun belakangan bahan-bahan lain seperti batang kelapa dan bambu juga dicoba untuk pembuatan balok laminasi. Gabungan antara kayu dan batang kelapa atau kayu dan bambu juga telah diteliti. Bahan baku lain yang sangat penting dalam pembuatan balok laminasi adalah perekat. Balok laminasi yang dibuat dalam skala industri umumnya menggunakan perekat jenis eksterior.Balok laminasi dapat dibuat dari berbagai jenis kayu. Selain dari kayu berukuran besar, balok laminasi juga dapat dibuat dari potongan-potongan sisa penggergajian kayu atau dari kayu berdiameter kecil. Jenis-jenis kayu kurang dikenal (lesser known species) juga telah diteliti untuk melihat kemungkinannya sebagai bahan baku pembuatan balok laminasi. Penelitian pembuatan balok laminasi juga dilakukan dengan menggabungkan antara satu jenis kayu dengan jenis lainnya.Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air < 16%) maupun kondisi basah (kadar air 16%) (APA 2003). Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF), resorcinolformaldehyde(RF),Phenolresorcinol formaldehyde (PRF), isocyanate dan melamin formaldehyde (MF). PRF adalah perekat yang paling umum digunakan dalam pembuatan balok laminasi, namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan memenuhi persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al. 1999).

4. Proses Pembuatan Balok Laminasi

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al. (1999) menyatakan bahwa pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan. Balok laminasi yang dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan ikatan perekat dalam kinerja struktural.Prosespembuatan balok laminasi terdiri atas : pembuatan lamina, pengeringan dan pemilahan, penyambungan ujung lamina, perekatan permukaan, dan penyelesaian akhir (finishing) dan pabrikasi. Jika balok laminasi akan digunakan pada kondisi lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan. Tahap akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

4.1. Pembuatan LaminaKayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000).

4.2. Pengeringan dan Pemilahan LaminaLamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam dry kiln. Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan tiap lamina maksimum 5% berdasarkan standar American National Standards Institute (ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 715%.Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 818% (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas et al. 1996; Yanti 1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005).Pemilahan standar yang dipublikasikan oleh asosiasi pemilahan kayu regional menjelaskan karakteristik alami dan cacat-cacat permesinan yang diperbolehkan dalam berbagai mutu kayu.Standar pembuatan untuk balok laminasi menjelaskan kombinasi mutu kayu yang penting untuk nilai desain spesifik. Dua tipe pemilahan kayu yang digunakan untuk lamina yaitu pemilahan visual dan penilaian-E (E-rating) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al.1999).Pada proses produksi skala laboratorium pemilahan lamina dilakukan dengan menggunakan mesin pemilah kayu (MPK) Panter seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin (2000), Rostina (2001) dan Abdurachman dan Hadjib (2005).Begitu juga dengan penelitian Moody et al. (1993) dan Janowiak et al. (1995) menggunakan pemilahan masinal untuk menentukan kekakuan lamina yang akan dipakai dalam menyusun komposisi balok yang dibuat. Cara ini dapat meningkatkan kekuatan balok laminasi yang dihasilkan. Lam dan Prion (2003) menyatakan bahwa secara khusus lamina dengan kekakuan yang lebih tinggi dan kualitas yang lebih baik digunakan pada laminasi bagian luar dalam penyusunan elemen balok untuk memaksimalkan efisiensinya.Sementara itu, dari hasil penelitiannya Hernandez dan Moody (1996) menyatakan bahwa jenis, kelompok jenis dan negara asal kayu memiliki pengaruh yang kecil pada sifat-sifat kekuatan balok laminasi. Penggunaan kualitas mekanis bagian luar sebagai indikator sifat-sifat kekuatan lentur merupakan cara yang efektif untuk mengelompokkan balok laminasi.

4.3. Penyambungan Ujung LaminaUntuk membuat balok laminasi dengan panjang melebihi kayu gergajian yang umumnya tersedia harus dilakukan dengan menyambung ujung lamina sampai panjang yang ditentukan. Sambungan ujung yang umum adalah finger joint dengan panjang kira-kira 28 mm (1,1 in). Bentuk- bentuk lain dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan kekuatan spesifik dan daya tahan (Moody et al. 1999).Sebelum pembuatan, ujung lamina diperiksa untuk memastikan bahwa tidak ada mata kayu atau hal-hal lain yang akan dapat mengurangi kekuatan sambungan.Sambungan kemudian dibuat pada kedua ujung lamina dengan menggunakan pisau khusus dan selanjutnya diberi perekat.Sambungan pada potongan lamina yang berdekatan dipasangkan dan perekat dimatangkan dengan pemberian tekanan pada kedua ujung lamina.Sebagian besar menggunakan sistem pematangan frekuensi radio kontinyu (continuous radio-frequency curing system) yang menghasilkan panas dengan cepat dan mengeraskan perekat dalam beberapa detik (Moody et al. 1999).

4.4. Perekatan PermukaanPenyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glue extruder (Moody et al. 1999).Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam pemberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil penelitian Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.4.5. Penyelesaian Akhir (Finishing) dan PabrikasiSetelah balok laminasi dikeluarkandari sistem pengempaan, permukaan lebardiketam untuk menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dibawa (portable) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).Tahap selanjutnya dalam proses pembuatan adalah pabrikasi, dimana dilakukan pemotongan akhir, pelubangan, penambahan sambungan dan pemberian penutup jika dipersyaratkan. Penutup ujung, penutup permukaan, cat dasar dan pembungkusan dengan kertas tahan air atau plastik membantu untuk menstabilkan kadar air balok laminasi antara waktu pembuatan dan pemasangannya. Tingkat kepentingan perlindungan bergantung pada penggunaan akhir yang ditetapkan (Moody et al. 1999).

5. Teknologi Produksi Laminasi

5.1. Pengeringan MaterialPengeringan material baik kayu maupau bambu adalah suatu proses alami muapun buatan yang bertujuan untuk mengeluarkan sebagian air yang terkandung dalam struktur kayu sehingga mempunyai kadar air sesuai yang dikehendaki yaitu antara 12% sampai dengan 20% (BKI, 1996). Selain itu, proses pengeringan dimaksudkan untuk menstabilkan kandungan air dalam kayu agar merata shingga dapat mengurangi terjadinya perubhan bentuk yang sangat besar.Pengeringan secara alami dapat dilakukan dengan cara diangin-anginkan di alam bebas dengan menyusun papan yang akan dikeringkan dengan cara disandarkan di suatu tempat atau dengan menyusun papan secara berlapis di atas landasan yang berada sekitar 30 cm di atas tanah (Sunaryo, 2000).Pengeringan buatan merupakan hasil perkembangan teknologi untuk meningkatkan jumlah material yang berkualitas tinggi dari hasil pengeringan. Pengeringan buatan ini dilakukan dengan memasukkan kayu ke dalam suatu ruangan dan selanjutnya dihembuskan udara panas.

5.2. Teknologi Pengolahan BambuBambu jenis betung mempunyai diameter yang dapat mencapai 20 cm dengan tebal dinding antara 1sampai 3 cm (Morisco,1999). Pada bambu jenis ini pembelahannya sebaiknya dilakukan ketika masih basah sebab jika telah kering akan lebih sulit dilakukan. Pembelahan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu manual atau menggunakan alat bantu. Untuk keperluan industri akan lebih menguntungkan menggunakan alat bantu (Fangchun, 2000).Teknik pembelahan menggunakan mesin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Teknik pembelahan bambu dengan menggunakan alat bantu

5.3. Teknologi Pengolahan KayuBahan kayu untuk perkapalan harus mempunyai sifat tertentu yang lebih baik bila dibandingkan dengan kayu untuk penggunaan umum. Hal tersebut dikarenakan kapal berada dalam air dan akan mendapatkan gaya hidrostatik dari ombak (Sunaryo, 2000). Untuk itu kayu yang digunakan dalam perkapalan harus awet, kuat, mempunyai massa jenis tertentu, dan kelembaban tertentu.Dalam penggergajian kayu gelondongan umum dapat didapat kayu papan dan balok. Sedangkan untuk mendapatkan papan dapat dilakukan dengan dua cara, hal ini bila dilihat dari dekoratif serat kayu yang dihasilka. Dua cara penggergajian antara lain: penggergajian lurus atau penggergajian umum dilakukan dimana hasil penggergajian mendapatkan arahserat tangensial dan sedikit arah radial (flat sawn) dan penggergajian dimana hasil penggergajian akan mendapat motif serat arah radial.Sistem penggergajian yang sesuai digunakan dalam pembuatan konstruksi kapal adalah sistem penggergajian perempatan, karena memiliki keuntungan diantaranya, kemungkinan berubah bentuk papan, kembang atau susut kayu relatif kecil sekitar 5% (Sunaryu dkk, 2000); mudah dibentuk karena susunan seratnya; tidak akan terjadi puntiran dan pergeseran; pada saat dilakukan pengeringan kemungkinan terjadinya cacat permukaan relatif kecil; sangat baik untuk konstruksi membujur; daya rekat terhadap lem sangat baik karena timbul pori-pori.Proses penyerapan kayu dilakukan setelah kayu dikeringkan dan dipotong sesuai dengan ukuran ditambah dengan perkiraan reduksi kayu. Agar mendapatkan standarisasi produk maka tebal papan harus sama dengan tebal bambu yaitu 10 cm. Sedangkan lebar papan disesuaikan dengan lebar balok yang hendak direparasi ditambah kira-kira 2- 5 mm untuk kebutuhan toleransi dalam pematangan dimensi (Tarkono, 2004).Langkah pertama pembuatan bilah bambu adalah melakukan pengetaman permukaan. Pengetaman hanya dilakukan pada satu sisi. Sedangkan sisi yang lain dikerjakan setelah tahap pegetaman ketebalan dilakukan. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mempermudah mendapatkan ukuran lebar dari bilah bambu. Diantara standar produksi yang ditetapkan dalam teknologi produksi laminasi adalah ukuran masing-masing lapisan. Tebal minimal dari laminasi adalah 5 mm dan maksimal adalah 20 mm (BKI , 1996). Adapun lebar lapisan tidak diberi batasan, namun untuk mencapai standar dan mengingat keterbatasan lebar dan tebal yang dihasilkan maka ditetapkan ukuran lebar bilah harus sama.

5.4. Proses PengelemanAda bebarapa jenis lem yang dapat digunakan suntuk laminasi, tergantung dari sejauh mana tingkat kepercayaan pengguna terhadap produk perusahaan pembuat perekat. Lem kayu jenis resorcinol phenol formaldehyde adhesive adalah salah satu perekat yang dapat digunakan sebagai kebutuhan bidang perkapalan. Resorcinol phenol formaldehyde adhesive mempunyai kemampuan rekat yang cukup tinggi serta tahan terhadap air dan segala cuaca. Adhesive ini digunakn untuk kayu dengan sistem pengeleman kempa dingin (cold press) atau menggunakan klem (Chugg, 1964).Dalam penggunaannya harus dicampur dengan pengeras jenis HRP 1, dengan komposisi pencampuran dibuat 1 : 1. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penggunaan di lapangan (Bachtiar Fauzi, 2004). Pengadukan campuran lem hanya membutuhkan waktu 3 sampai 5 menit. Waktu pengeringan lem relatif singkat dibandingkan dengan jenis yang lain. Lem ini hanya membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 5 jam tergantung suhu ruang-an tempat bekerja. Jika campuran antara RPA 401 dan HRD 1 telah rata maka lem tersebut sudah dapat digunakan untuk pengelaman. Pada saat membuat campuran hendaknya mempertimbangkan luas yang hendak dilem, sebab jika terlalu banyak dan mengalami kelebihan maka dalam waktu 4 jam lem telah berubah menjadi gel (Bachtiar, 2004).

6. Laminasi Kayu dengan Bambu

Proses ini merupakan penggabungan antara papan bambu dengan kayu. Berdasarkan teori penyusunan lapisan harus berpedoman material yang memiliki kekuatan tinggi diletakkan di luar dan yang memiliki kekuatan lebih rendah ditempatkan dibagian dalam. Namun ada satu alasan yang kuat sehingga penelitian dapat mengubah posisi susunan lapisan. Alasan yang mendasar adalah masalah keawetan material. Jika bambu diletakkan di luar maka proses kerusakan material akan berjalan lebih cepat sehingga akan merugikan konstruksi. Jika papan bambu masih terdapat sisa lem yang berlum terbuang dalam proses pngetaman maka harus dibersihkan. Tujuannya adalah pada saat pengeleman dengan papan lainnya proses peresapan lem akan lebih sempurna, dengan denikian sifat adhesinya akan lebih kuat.Penempatan sambungan papan bambu diusahakan tidak beraturan (tidak segaris). Penempatan sambungan yang demikian akan lebih kuat dibandingkan dengan yang segaris. Papan dari kedua jenis material diberi lem masing-masing permukaan dan disusun sedemikian rupa di atas meja kemudian dilakukan pengepresan dari atas ke bawah. Untuk menghindari bergesernya antara lapisan yang satu dengan yang lain maka harus dibuatkan tempat atau dijepit kiri kanan sehingga permukaannya akan tetap rata (Tarkono, 2004).

7. Engineered Wood Flooring

Engineered wood flooring saat ini menjadi salah satu tipe lantai favorit untuk ruangan di dalam rumah karena lantai kayu jenis ini mudah pemasangan dan perawatannya. Akan tetapi proses produksinya tidak sesederhana proses pemasangannya. Bagian penting wood flooring terdiri dari lapisan dasar yang berupa lapisan vinir tebal 3-6 mm dan disusun menyilang hingga didapatkan ketebalan yang dibutuhkan (8-15 mm). Dan lapisan paling atas berupa vinir tipis (0,5-3 mm) sebagai lapisan estetik. Dengan bahan dasar dari kayu gelondongan, pabrik engineered wood floor akan mulai mengupas atau membelah log tersebut menjadi vinir, mirip dengan proses pembuatan papan buatan. Pekerjaan yang sangat penting pada langkah ini adalah pengeringan vinir sebelum dilapis menjadi lapisan dasar engineered flooring.

Gambar 2. Mesin Pengering Vinir

Lembaran-lembaran vinir tersebut disusun berjajar di atas meja kerja mesin pengering yang bergerak menuju ruang oven mesin tersebut. Dengan kecepatan tertentu, vinir tersebut sudah kering ketika keluar dari oven pada ujung mesin yang lain. Karena vinir tipis dan dengan kelembaban udara di Indonesia yang rata-rata mencapai 70-85% maka diperlukan sebuah ruangan besar untuk menyimpan vinir yang kering tersebut sebelum dilapis menjadi base layer. Ruangan itu biasa disebut conditioning room dengan suhu dan kelembaban yang stabil dan gerakan udara yang kecil juga sehingga vinir tidak berubah bentuk. Setelah disimpan minimal 24 jam di dalam conditioning room vinir baru diproses selanjutnya di ruang pelapisan. PressingLembaran-lembaran vinir disusun untuk mendapatkan lebar dan panjang tertentu lalu diolesi lem khusus dan dilakukan pengepresan dengan mesin press dingin atau hotpress, tergantung jenis lem dan jenis flooring yang sedang diproduksi. Lapisan akhir bisa dilakukan bersamaan atau secara terpisah.

Setelah lem mengering, lembaran-lembaran dibelah dan dipotong menjadi ukuran lebar dan panjang yang benar, setelah itu proses finishing baru dilakukan. FinishingRata-rata metode finishing yang digunakan untuk engineered flooring adalah tipe roller coater atau curtain coater yang menggunakan bahan finishing jenis UV (Ultraviolet) yang bersifat tahan gores dan cepat kering. Konfigurasi mesin ini sangat panjang dengan meja kerja rolling. Setelah diamplas dasar hingga halus, benda kerja memasuki mesin pertama yang akan melapisi dengan bahan dasar finishing. Pada saat benda kerja tersebut keluar dari mesin ini sudah bisa langsung diamplas sebagai persiapan untuk lapisan selanjutnya. Pada line mesin finishing untuk lapisan kedua, lokasi kerja lebih tertutup dan terlindungi dari kotoran ataupun debu. Ketika benda kerja keluar dari mesin ini bisa langsung dipacking, tentunya setelah dicek oleh QC pabrik. Dibandingkan dengan pabrik furniture biasa yang membuat kursi atau meja, proses pembuatan engineered flooring lebih sederhana namun diperlukan mesin dan teknologi yang lebih baik. Lebih banyak proses mesin (hingga 80%) daripada proses manual. Kecepatan produksinya pun sangat tinggi karena hampir semuanya dikerjakan dengan mesin.

8. Penggunaan Laminasi Kayu pada Konstruksi

Adanya kemampuan memproduksi kayu bermutu dan berukuran seragam digabung dengan kemajuan teknik laminasi maka berkembang pesatlah konstruksi kayu di luar negeri. Melihat selama ini penelitian tentang kayu di Indonesia masih berkutat pada perhitungan baut dan semacamnya itu, yang mana kayunya mengandalkan produk alam. Jika hanya seperti itu progressnya maka tidak akan dapat mengejar ketertinggalan dengan luar negeri.

Gambar 3. LeMay Car Museum, Tacoma, Washington

Gambar 4. Detail konstruksi kayu dengan teknik laminasi di USAStruktur di atas dibuat dari kayu kecil-kecil yang dirangkai jadi satu memakai adhesive (lem). Ternyata konstruksi kayu dengan teknik laminasi tidak terbatas pada bangunan gedung seperti gambar di atas. Di Norwegia telah digunakan untuk bangunan jembatan, bahkan telah didesain dapat dilalui kendaraan tank tempur.

Gambar 5. Jembatan Kayu Sungai Rena di Norwegia, bentang 45 m

Gambar 6. Penampang tengah jembatan kayu sungai RenaStruktur kayu di Swedia adalah seperti halnya struktur dari material yang lain, jadi peralatan yang digunakan untuk proses konstruksinya juga tidak main-main seperti yang dipakai pada struktur baja.

Gambar 7. Erection tahap pertama modul jembatan kayu laminasiJika diperhatikan bahwa modul-modul struktur kayunya adalah persis seperti modul-modul pada struktur baja. Cara penyambungan tiap-tiap elemen memakai insert-steel, seperti sambungan baja, hanya saja tentu bagian yang terlemah adalah bagian kayu, sehingga dimensinya ditentukan oleh kekuatan kayu. Untuk konstruksi seperti ini, penggunaan teknologi adhesive sudah bukan sesuatu yang asing lagi.

Gambar 8. Proses erection jembatan kayu sungai RenaTernyata untuk deck-nya atas digunakan pelat beton precast (tebal 130 mm). Memang untuk lantai maka bahan material yang paling cocok saat ini adalah beton, mantap dan cukup kuat. Menarik struktur gabungan kayu dan beton, dimana kayu disini menjadi struktur utama. Perhatikan cara pemasangan lantai precastnya sebagai berikut.

Gambar 9. Pemasangan lantai precast di atas jembatan kayu.Jika melihat tulangan di atas deck precast tersebut, maka itu mestinya tulangan geser yang di atasnya akan dicor beton lagi, semacam topping begitu. Jadi total tebal beton precast dan cast-in-situ adalah sebesar 310 mm.Hal menarik yang perlu dilihat adalah detail sambungan precast deck ke elemen kayu laminasi bagian atas. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa sistem sambungan precast deck dan kayu adalah tidak menyatu, mereka bisa bergeser. Ini penting untuk antisipasi kembang susut kedua bahan yang berbeda.

Gambar 10. Detail sambungan precast deck dan kayu laminasi atas.Perhatikan ada bagian yang dapat menyebabkan precast deck berdeformasi tidak sama dengan kayunya. Jadi ketika terjadi kembang susut pada deck, tidak menyebabkan timbulnya tegangan akibat efect restraint pada rangka kayu. Akhirnya ketika sudah jadi maka tidak akan mengira kalau jembatan yang dapat dilalui oleh kendaraan tank tempur tersebut adalah dibuat dari kayu.

Gambar 11. Jembatan kayu sungai Rena, Norwegia, saat peresmian Agustus 2006

17