karakteristik balok laminasi (glulam) kayu … · dan balok laminasi dengan tebal 1,5cm (balok...
TRANSCRIPT
KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)
KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)
HUSNUL SUSANTO
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)
KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)
HUSNUL SUSANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan
ANITA FIRMANTI
Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang
cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut
kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari
hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya
memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan
kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang
biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan
lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan
bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003
Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm
dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh
lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran
penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang
memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian
terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat
labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS
2342003
Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm
15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok
laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3
dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata
kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)
memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas
pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499
dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803
dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan
7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-
rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai
rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal
1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424
kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki
nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata
keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2
Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm
15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi
panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE
MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok
laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003
Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal
(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan
laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash
tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik
adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm
Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis
SUMMARY
HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made
from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA
KARLINASARI and ANITA FIRMANTI
The use of wood for structural purposes requires a large dimension and
long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a
lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of
small diameter and generally have inferior properties such as defects content
natural durability and strength compared to wood from natural forests One
common way to get the wood to the desired dimension is the lamination
technique One of the laminate product used as a structural material is laminated
timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness
from eucalyptus wood
Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study
Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to
determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed
at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin
The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The
physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard
JAS 2342003
The physical properties of glulam timber of moisture content was in
average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to
glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B
composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by
2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were
252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0
for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity
(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and
563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams
were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and
glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842
kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C
Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in
compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water
not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber
(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in
compliance with JAS standards 234 2003
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)
KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)
HUSNUL SUSANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
RINGKASAN
HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan
ANITA FIRMANTI
Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang
cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut
kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari
hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya
memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan
kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang
biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan
lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan
bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003
Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm
dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh
lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran
penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang
memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian
terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat
labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS
2342003
Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm
15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok
laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3
dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata
kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)
memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas
pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499
dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803
dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan
7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-
rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai
rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal
1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424
kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki
nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata
keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2
Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm
15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi
panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE
MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok
laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003
Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal
(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan
laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash
tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik
adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm
Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis
SUMMARY
HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made
from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA
KARLINASARI and ANITA FIRMANTI
The use of wood for structural purposes requires a large dimension and
long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a
lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of
small diameter and generally have inferior properties such as defects content
natural durability and strength compared to wood from natural forests One
common way to get the wood to the desired dimension is the lamination
technique One of the laminate product used as a structural material is laminated
timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness
from eucalyptus wood
Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study
Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to
determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed
at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin
The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The
physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard
JAS 2342003
The physical properties of glulam timber of moisture content was in
average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to
glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B
composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by
2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were
252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0
for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity
(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and
563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams
were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and
glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842
kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C
Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in
compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water
not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber
(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in
compliance with JAS standards 234 2003
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
RINGKASAN
HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan
ANITA FIRMANTI
Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang
cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut
kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari
hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya
memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan
kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang
biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan
lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan
bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003
Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm
dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh
lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran
penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang
memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian
terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat
labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS
2342003
Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm
15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok
laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3
dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata
kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)
memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas
pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499
dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803
dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan
7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-
rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai
rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal
1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424
kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki
nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata
keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2
Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm
15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi
panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE
MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok
laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003
Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal
(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan
laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash
tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik
adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm
Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis
SUMMARY
HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made
from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA
KARLINASARI and ANITA FIRMANTI
The use of wood for structural purposes requires a large dimension and
long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a
lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of
small diameter and generally have inferior properties such as defects content
natural durability and strength compared to wood from natural forests One
common way to get the wood to the desired dimension is the lamination
technique One of the laminate product used as a structural material is laminated
timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness
from eucalyptus wood
Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study
Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to
determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed
at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin
The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The
physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard
JAS 2342003
The physical properties of glulam timber of moisture content was in
average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to
glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B
composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by
2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were
252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0
for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity
(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and
563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams
were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and
glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842
kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C
Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in
compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water
not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber
(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in
compliance with JAS standards 234 2003
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424
kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki
nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata
keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki
nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2
Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm
15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi
panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE
MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok
laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003
Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal
(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan
laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash
tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik
adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm
Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis
SUMMARY
HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made
from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA
KARLINASARI and ANITA FIRMANTI
The use of wood for structural purposes requires a large dimension and
long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a
lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of
small diameter and generally have inferior properties such as defects content
natural durability and strength compared to wood from natural forests One
common way to get the wood to the desired dimension is the lamination
technique One of the laminate product used as a structural material is laminated
timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness
from eucalyptus wood
Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study
Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to
determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed
at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin
The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The
physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard
JAS 2342003
The physical properties of glulam timber of moisture content was in
average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to
glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B
composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by
2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were
252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0
for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity
(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and
563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams
were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and
glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842
kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C
Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in
compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water
not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber
(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in
compliance with JAS standards 234 2003
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
SUMMARY
HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made
from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA
KARLINASARI and ANITA FIRMANTI
The use of wood for structural purposes requires a large dimension and
long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a
lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of
small diameter and generally have inferior properties such as defects content
natural durability and strength compared to wood from natural forests One
common way to get the wood to the desired dimension is the lamination
technique One of the laminate product used as a structural material is laminated
timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness
from eucalyptus wood
Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study
Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to
determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed
at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin
The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The
physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard
JAS 2342003
The physical properties of glulam timber of moisture content was in
average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to
glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B
composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by
2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were
252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0
for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity
(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and
563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams
were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and
glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842
kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C
Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in
compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water
not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber
(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in
compliance with JAS standards 234 2003
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
The commonly damage appearing from glulam after bending testing were
horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage
that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best
glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)
Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical
properties
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)
Nama Mahasiswa Husnul Susanto
NIM E24070028
Program Studi Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT
NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc
NIP 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi
(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-
benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Bogor Januari 2013
Husnul Susanto
NIM E24070028
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari
ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan
anak ketiga dari lima bersaudara
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI)
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan
Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan
Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek
Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing
oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
KATA PENGANTAR
Assalamursquoalaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan
Wassalamursquoalaikum Wr Wb
Bogor Januari 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada
1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi
2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya
3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo
Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif
4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah
membantu dalam penelitian ini
5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini
6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas
kebersamaannya selama ini
7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya
selama ini
8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan
semangat dalam menyelesaikan studi
9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat
dalam menyelesaikan studi selama di IPB
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN v
I PENDAHULUAN
11 Latar belakang 1
12 Tujuan 2
13 Manfaat 2
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok laminasi 3
22 Sifat fisis 4
221 Kadar air 5
222 Kerapatan 5
223 Berat jenis 5
23 Sifat mekanis 6
231 Modulus of Elasticity (MOE) 6
232 Modulus of Rupture (MOR) 6
24 Bahan yang digunakan 7
241 Kayu ekaliptus 7
242 Perekat 7
243 Perekat isosianat 8
244 Lamina 9
III METODOLOGI
31 Waktu dan tempat 12
32 Alat dan bahan 12
33 Metode pembuatan glulam 12
331 Pembuatan contoh uji 12
332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13
333 Penyusunan lamina 13
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
ii
334 Perekatan 14
335 Pengempaan 14
336 Pengkondisian dan finishing 14
34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15
341 Kadar air 15
342 Kerapatan 15
343 Delaminasi 15
344 Pengujian MOE dan MOR 16
345 Keteguhan rekat 17
35 Analisis Data 18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19
42 Sifat fisis dan mekanis 19
421 Kadar air 21
422 Kerapatan 22
423 Delaminasi 22
423 Kekakuan lentur (MOE) 23
424 Kekuatan lentur (MOR) 24
425 Keteguhan rekat 25
426 Pola kerusakan balok laminasi 26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan 27
52 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 31
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
iii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Penampang melintang balok laminasi 14
2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16
3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
iv
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nilai rata-rata MOE lamina 19
2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32
2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33
3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34
4 Data analisis statistik 35
5 Data uji lanjut Duncan 36
6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
I PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki
nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan
pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku
untuk pembuatan kertas
Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah
dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu
yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang
cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat
dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis
itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi
dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam
Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan
struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka
jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam
Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan
bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll
Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan
dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara
yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah
dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai
bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah
balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan
arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat
pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya
(Moody et al 1999)
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
2
12 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis
lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada
balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina
13 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat
dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
3
II TINJAUAN PUSTAKA
21 Balok Laminasi
Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)
merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari
dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama
lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al
1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah
produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu
dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang
diinginkan
Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang
tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat
dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum
laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara
25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)
Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi
pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan
vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi
(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing
memiliki beberapa variasi
Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan
bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian
serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural
pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan
Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa
keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan
dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam
memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan
yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk
Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang
efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas
menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
4
Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga
memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang
diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan
meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok
laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian
dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua
tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk
akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam
desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan
(Moody et al 1999)
Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk
rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)
menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari
bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada
sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok
laminasi yang dapat dibuat antara lain
1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok
bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan
kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi
2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok
penopang dan decking
3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan
penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat
dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional
22 Sifat Fisis
Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai
bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan
penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al
2003)
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
5
221 Kadar Air
Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi
kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering
maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat
kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air
dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-
sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar
bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)
Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau
sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan
Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-
15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan
pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18
(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998
Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)
222 Kerapatan
Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun
horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki
kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor
biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang
umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi
sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas
sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu
selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)
223 Berat Jenis
Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting
Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan
kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau
berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya
dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
6
satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan
dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)
23 Sifat Mekanis
Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar
yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada
besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu
menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda
aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya
adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)
231 Modulus of Elastisity (MOE)
Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk
menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat
ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai
batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan
kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara
(Tsoumis 1991)
232 Modulus of Rupture (MOR)
Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan
mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka
benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini
menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of
Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)
24 Bahan yang Digunakan
241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)
Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae
subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara
alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian
300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang
sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat
bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
7
Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu
ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan
kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan
(Dephut 1994)
242 Perekat
Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi
persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)
Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan
struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde
(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)
PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok
laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi
persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al
1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan
menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung
maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior
maupun eksterior (CWC 2000)
Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau
film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini
sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa
panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan
Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan
terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu
tinggi (Marra 1992 Vick 1999)
Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di
beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan
PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan
sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang
berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang
mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada
suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
8
Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada
balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989
Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas
dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan
struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian
adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF
(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib
2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas
dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari
2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)
Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian
Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol
formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum
setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian
bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada
satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)
243 Perekat Isosianat
Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)
yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang
mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang
memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)
Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan
kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika
berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric
methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan
dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-
produk kayu komposit
Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya
rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu
Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk
memproduksi papan partikel eksterior
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
9
Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang
dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan
suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran
terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan
tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)
Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi
cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan
Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio
dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan
kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan
terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)
244 Lamina
Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa
pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk
membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang
dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan
ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari
pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian
akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi
lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap
akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama
pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)
Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran
standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih
bervariasi (CWC 2000)
Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan
dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan
pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik
menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina
dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
10
menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa
penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan
lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina
2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)
Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan
merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk
memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam
pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan
akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat
kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)
Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang
paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping
bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini
perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem
pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous
hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses
perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses
perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan
ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat
yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)
Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya
menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2
dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian
Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan
lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama
waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan
ketebalan balok laminasi
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar
diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk
meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil
daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau
diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan
Hernandez 1997 Moody et al 1999)
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
11
III METODOLOGI
31 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu
Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari
2012 hingga April 2012
32 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin
serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu
selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa
dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan
moisture meter dan kaliper
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat
dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan
adalah perekat isosianat
33 Metode Pembuatan Glulam
331 Pembuatan Contoh Uji
Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut
ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong
ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah
ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan
tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina
dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai
dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta
jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah
a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah
b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah
c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
12
Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang
untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah
6cm x 8cm x 120cm
332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi
Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode
defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan
mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi
MOE
dimana
MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)
P beban standar (kg)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi yang terjadi akibat beban P
b lebar penampanng (cm)
h tebal penampang (cm)
333 Penyusunan Lamina
Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya
yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya
adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi
dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang
memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok
laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
13
8cm 8cm 8cm
6cm 6cm 6cm
Glulam A Glulam B Glulam C
(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)
Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi
334 Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan
sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan
kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai
rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan
permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem
pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada
kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2
335 Pengempaan
Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi
perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu
ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2
336 Pengkondisian dan finishing
Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu
yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini
bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing
dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa
dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk
memperoleh ukuran yang diperlukan
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
14
34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis
341 Kadar Air
Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu
ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan
dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji
dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat
konstan Kadar air dihitung dengan rumus
KA=
dimana
KA = kadar Air
BA = berat awal
BKT = berat kering tanur
342 Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok
laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji
serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai
volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus
dimana = kerapatan (gcm3)
B = berat contoh uji kering udara (g)
v = volume contoh uji kering udara (cm3)
343 Delaminasi
Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air
dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi
dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan
merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya
contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
15
Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji
dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan
merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji
dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam
Rasio delaminasi dapat dihitung dengan
Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung
jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung
344 Pengujian MOE dan MOR
Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan
lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE
menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan
MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan
contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM
instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS
2342003 seperti Gambar 2
Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
16
5cm
Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus
dimana
P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)
L jarak sangga (cm)
Δy defleksi (cm)
ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)
b lebar contoh uji (cm)
h tebal contoh uji (cm)
345 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji
secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji
mengalami kerusakan
05cm
05cm
Garis rekat 5cm
Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
17
Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus
Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)
luas area yang direkat (cmsup2)
346 Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji
Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini
menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut
Keterangan
Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam
micro nilai tengah populasi sebenarnya
ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
i jumlah perlakuan
j jenis glulam
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
18
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus
Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai
modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai
MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses
pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam
balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok
laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina
Ukuran tebal
lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)
SD
Rata-rata Minimum Maksimum
1cm 35 1558 1192 1880 175
15cm 25 1527 1012 2059 290
2cm 18 1357 908 1630 200
Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel
Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE
paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan
MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan
tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah
1357 x10⁴kgfcmsup2
42 Sifat Fisis dan Mekanis
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan
kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu
Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan
kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu
tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan
lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat
kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian
sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003
Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
19
kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut
Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)
Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis dan
mekanis
Tipe glulam Standar JAS
2342003 GA GB GC
KA () 13726 12822 1322 Maks 15
(016) 039) (037)
ρ (gcmsup3) 065 063 056 -
(0048) (0022) (0026)
DD () 499 803 0 Maks 10
(018) (022) (0)
DP () 252 459 7386 Maks 5
(219) (1054) (709)
MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2
(053) (317) (251)
MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2
(107) (255) (154)
KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2
(2496) (3233) (1565)
Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture
KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung
menyatakan nilai SD
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
20
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu
ekaliptus
Sifat fisis mekanis Tipe Glulam
Nilai P
(α=5)
GA GB GC
KA () 1372 1282 1322 0003
Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006
DD () 499 803 0 0000
DP () 252 459 7386 0000
MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036
MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)
KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)
KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina
2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of
Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =
signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis
mekanis yang tidak berbeda nyata
421 Kadar Air
Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh
berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan
ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm
15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA
berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai
KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003
mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga
ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat
Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok
laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki
kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm
Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan
kadar air glulam ketebalan 2cm
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
21
Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya
pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air
mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu
tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan
mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air
semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)
422 Kerapatan
Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok
laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara
061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B
dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065
gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan
lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai
rata-rata 057 gcm
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan
hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan
yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai
kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm
Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm
memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon
dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam
423 Delaminasi
Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm
nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520
uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah
masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan
2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan
7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang
disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi
dingin yang sesuai standar
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
22
Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3
pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata
delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5
menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan
15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam
ketebalan 2cm
Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik
pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai
rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan
(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata
dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm
Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan
pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap
kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada
balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi
dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses
pengujian selesai dilaksanakan
Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat
dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi
sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat
yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim
Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan
perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya
kelembaban dan panas yang tinggi
424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)
Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban
tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan
hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴
kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE
glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴
kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
23
lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-
rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum
adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang
memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas
Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok
laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi
dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi
tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu
kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan
Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan
MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur
dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi
Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan
1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam
ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm
Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran
lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau
serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada
penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam
juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya
425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)
Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban
lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al
2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm
berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR
glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata
424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara
256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003
yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu
eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
24
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm
memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi
ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi
kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan
semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang
diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang
mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu
dan serat miring
Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat
kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah
serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat
Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan
sejajar serat
Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan
tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga
uji lanjut tidak perlu dilakukan
426 Keteguhan Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam
pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser
pada kayu lamina yang direkat
Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal
lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2
keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2
dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina
2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar
JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh
karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm
dan 2cm memenuhi standar
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm
dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg
lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
25
adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar
zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan
waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)
dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis
perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan
penggunaan produk
Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5
(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat
setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan
427 Pola Kerusakan Balok Laminasi
Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah
pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser
horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya
Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat
miring dan tarik terbelah
Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu
yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik
sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah
(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser
horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)
bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang
dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi
Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih
baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini
diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut
Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung
kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan
berbanding lurus (Bowyer et al 2003)
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
26
V KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus
(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003
sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi
standar
2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu
ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE
tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar
3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian
tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik
regas
4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat
fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan
lamina penyusun 15cm dan 2cm
52 Saran
1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang
optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas
rekatannya
2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat
tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan
perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua
jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100
Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu
laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33
httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608
010 5-7k [21 November 2012]
Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)
NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van
Nostrand Reinhold Company New York
Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood
Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press
[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to
the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa
Canadian Wood Council
Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)
dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website
httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september
2012]
Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu
mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema
canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82
Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column
joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di
dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of
tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood
ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
28
Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis
balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural
Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC
Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287
Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di
dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New
York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102
Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis
kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23
385-397
Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New
York Van Nostrand Reinhold
Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski
S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers
andUsersWisconsin PFS Research Foundation
Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam
Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA
Forest Service Forest Products Laboratory
Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu
[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor
Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker
Inc
Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina
terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis
(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]
Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
29
Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan
lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor
Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam
Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon
Wiley amp Sons Ltd
Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams
American Society of Agricultural Engineers 39 203-209
Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus
dan eucalytus Duta Rimba 15113-114
Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and
Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA
Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120
Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties
UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold
Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook
Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct
Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924
Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap
keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa
(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor
Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam
from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on
Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)
Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites
Symposium Oregon 2002 hlm 104-111
Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis
balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
30
LAMPIRAN
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
32
Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)
No Tebal Lamina
1cm 15cm 2cm
1 1771 1231 1215
2 1290 1917 1353
3 1842 1554 909
4 1762 1559 1510
5 1748 1400 1202
6 1446 1470 1500
7 1635 1568 1499
8 1193 1330 1294
9 1646 1038 1371
10 1444 1661 1555
11 1297 1542 1497
12 1400 1774 1478
13 1629 2012 1114
14 1540 1013 1631
15 1464 1317 995
16 1610 1168 1437
17 1588 1924 1371
18 1525 1205 1506
19 1405 1425 Rata-Rata = 1357
20 1659 1813 Maks= 1631
21 1435 1589 Min= 909
22 1658 2060 SD= 200
23 1616 1516
24 1329 1352
25 1756 1773
26 1667 Rata-Rata = 1528
27 1732 Maks= 2060
28 1752 Min= 1013
29 1501 SD= 290
30 1343
31 1500
32 1723
33 1310
34 1881
35 1485
Rata-Rata = 1559
Maks= 1881
Min= 1193
SD= 176
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
33
Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan
delaminasi air panas dan dingin)
Tipe
Glulam Ulangan
Kadar Air
() Kerapatan
(gcmsup3)
Delaminasi ()
Panas Dingin
Glulam
A (1cm)
1 1379 063 2359 481
2 1375 061 2690 509
3 1367 062 2822 526
4 1393 073 2352 484
5 1349 066 2382 496
Rata-rata 1373 065 2521 499
SD 017 005 220 019
Glulam
B
(15cm)
1 1287 065 5476 788
2 1237 061 4913 788
3 1331 063 3349 839
4 1308 065 3604 790
5 1248 061 5611 813
Rata-rata 1282 063 4591 804
SD 040 002 1054 022
Glulam
C (2cm)
1 1294 053 6638 000
2 1342 055 8187 000
3 1379 059 7922 000
4 1305 056 6674 000
5 1290 06 7508 000
Rata-rata 1322 057 7386 000
SD 038 003 709 000
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
34
Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR
keteguhan rekat)
Tipe
Glulam Ulangan
MOE
(x10⁴ kgfcmsup2)
MOR
(kgfcmsup2)
Keteguhan Rekat
(kgcmsup2)
Glulam
A
(1cm)
1 985 697 7217
2 1016 561 8016
3 945 637 12934
4 1091 458 11975
5 991 454 9069
Rata-rata 1006 561 9842
SD 054 107 2497
Glulam
B
(15cm)
1 365 291 6128
2 620 215 13655
3 935 567 10456
4 1179 805 5871
5 611 241 9006
Rata-rata 741 424 9023
SD 317 255 3234
Glulam
C
(2cm)
1 349 256 7606
2 595 271 7477
3 982 601 10635
4 408 228 6782
5 480 278 7007
Rata-rata 563 327 7901
SD 251 154 1565
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
35
Lampiran 4 Data analisis statistik
Sumber
Keragaman
DF Kadar Air Kerapatan
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 2053 9416 0003 0019 8067 0006
Within Groups 12 1308 0014
Total 14 3361 0043
Sumber
Keragaman
DF Delaminasi
Panas
Delaminasi Dingin
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 596044
4
53798 0000 164612 29107
18
0000
Within Groups 12 664756 0339
Total 14 662520
0
164951
Sumber
Keragaman
DF MOE MOR
ss f sig ss f sig
Between
Grops
2 4955337
678263
4463 0036 138476
363
2068 0169
Within Groups 12 6662313
582028
401719
597
Total 14 1161765
126029
1
540195
960
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
36
Sumber
Keragaman
DF Ketegutan Rekat
Ss f sig
Between
Grops
2 949499 0744 0496
Within Groups 12 7655052
Total 14 8604551
Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
37
Lampiran 5 Uji lanjut Duncan
Ketebalan
Lamina
N Kadar Air Kerapatan
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 1 2
1cm 5 13726000 06500
15cm 5 12822000 06300
2cm 5 13220000 05660
Sig 058 1000 0378 1000
Ketebalan
Lamina
N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas
Subset for alpha =05 Subset for alpha =05
1 2 3 1 2 3
1cm 5 252100 499180
15cm 5 803620 459060
2cm 5 73858
0
00000
Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Ketebalan
Lamina
N MOE
Subset for alpha =05
1 2
1cm 5 10051433400
15cm 5 7413787200 7413787200
2cm 5 5626466400
Sig 0102 0254
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i
38
Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi
Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)
Kerusakan tarik regas (brash tension)
i
i