karakteristik balok laminasi (glulam) kayu … · dan balok laminasi dengan tebal 1,5cm (balok...

55
KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM) KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST. Blake) HUSNUL SUSANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: voque

Post on 23-Mar-2019

249 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)

KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)

HUSNUL SUSANTO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)

KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)

HUSNUL SUSANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

RINGKASAN

HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan

ANITA FIRMANTI

Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang

cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut

kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari

hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya

memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan

kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang

biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan

lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan

bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003

Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm

dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh

lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran

penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang

memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian

terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat

labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS

2342003

Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm

15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok

laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3

dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata

kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)

memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas

pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499

dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803

dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan

7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-

rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai

rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal

1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424

kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki

nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata

keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2

Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm

15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi

panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE

MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok

laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003

Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal

(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan

laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash

tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik

adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm

Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis

SUMMARY

HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made

from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA

KARLINASARI and ANITA FIRMANTI

The use of wood for structural purposes requires a large dimension and

long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a

lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of

small diameter and generally have inferior properties such as defects content

natural durability and strength compared to wood from natural forests One

common way to get the wood to the desired dimension is the lamination

technique One of the laminate product used as a structural material is laminated

timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness

from eucalyptus wood

Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study

Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to

determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed

at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin

The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The

physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard

JAS 2342003

The physical properties of glulam timber of moisture content was in

average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to

glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B

composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by

2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were

252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0

for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity

(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and

563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams

were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and

glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842

kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C

Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in

compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water

not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber

(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in

compliance with JAS standards 234 2003

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

KARAKTERISTIK BALOK LAMINASI (GLULAM)

KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus urophylla ST Blake)

HUSNUL SUSANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

RINGKASAN

HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan

ANITA FIRMANTI

Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang

cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut

kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari

hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya

memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan

kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang

biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan

lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan

bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003

Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm

dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh

lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran

penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang

memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian

terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat

labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS

2342003

Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm

15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok

laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3

dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata

kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)

memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas

pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499

dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803

dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan

7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-

rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai

rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal

1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424

kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki

nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata

keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2

Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm

15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi

panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE

MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok

laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003

Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal

(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan

laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash

tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik

adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm

Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis

SUMMARY

HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made

from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA

KARLINASARI and ANITA FIRMANTI

The use of wood for structural purposes requires a large dimension and

long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a

lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of

small diameter and generally have inferior properties such as defects content

natural durability and strength compared to wood from natural forests One

common way to get the wood to the desired dimension is the lamination

technique One of the laminate product used as a structural material is laminated

timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness

from eucalyptus wood

Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study

Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to

determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed

at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin

The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The

physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard

JAS 2342003

The physical properties of glulam timber of moisture content was in

average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to

glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B

composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by

2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were

252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0

for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity

(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and

563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams

were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and

glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842

kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C

Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in

compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water

not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber

(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in

compliance with JAS standards 234 2003

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

RINGKASAN

HUSNUL SUSANTO Karaktristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Dibimbing Oleh LINA KARLINASARI dan

ANITA FIRMANTI

Penggunaan kayu untuk keperluan struktural membutuhkan dimensi yang

cukup besar dan bentang yang panjang dan persyaratan tertentu menyangkut

kekuatannya Di lain pihak kayu yang banyak tersedia saat ini adalah kayu dari

hutan tanaman dengan jenis-jenis cepat tumbuh berdiameter kecil dan umumnya

memiliki sifat yang inferior seperti kandungan cacat keawetan alami dan

kekuatannya dibandingkan dengan kayu dari hutan alam Salah satu cara yang

biasa dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

sifat fisis dan mekanis kayu dengan mendesain balok laminasi dengan 3 ketebalan

lamina dari jenis kayu ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake) untuk dijadikan

bahan konstruksi kayu berdasarkan JAS 2342003

Tebal lamina penyusun balok laminasi yang digunakan adalah 1cm 15cm

dan 2cm dengan lebar 8cm dan panjang 110cm Sebelum digunakan seluruh

lamina dipilah untuk menentukan Modulus of Elasticity (MOE) Ukuran

penampang balok laminasi adalah 6 cm x 8 cm dengan menempatkan lamina yang

memiliki nilai MOE rendah pada bagian dalam dan MOE tertinggi pada bagian

terluar balok laminasi Perekat yang dipakai adalah perekat isosianat dengan berat

labur 280gmsup2 untuk kedua permukaannya Standar pengujian mengacu pada JAS

2342003

Sifat fisis dari balok laminasi dari jenis kayu ekaliptus dengan tebal 1cm

15cm dan 2cm memiliki nilai rata-rata kadar air 1373 Kerapatan balok

laminasi dengan tebal 1cm (balok laminasi A) memiliki nilai rata-rata 065 gcmsup3

dan balok laminasi dengan tebal 15cm (balok laminasi B) memiliki nilai rata-rata

kerapatan 063 gcmsup3 serta balok laminasi dengan tebal 2cm (balok laminasi C)

memiliki nilai rata-rata kerapatan 057gcmsup3 Nilai delaminasi air dingin dan panas

pada balok laminasi dengan ketebalan 1cm memiliki nilai rata-rata rata 499

dan 2520 dan balok laminasi dengan ketebalan 15cm masing-masing 803

dan 4590 serta balok laminasi dengan ketebalan masing-masing 0 dan

7386 Sifat mekanis dari balok laminasi dengan tebal 1cm memiliki nilai rata-

rata MOE 1006x10⁴ kgfcmsup2 balok laminasi dengan tebal 15cm memiliki nilai

rata-rata MOE 742x10⁴ kgfcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata MOE 563x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOR balok laminasi dengan tebal

1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424

kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki

nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata

keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2

Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm

15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi

panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE

MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok

laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003

Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal

(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan

laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash

tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik

adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm

Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis

SUMMARY

HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made

from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA

KARLINASARI and ANITA FIRMANTI

The use of wood for structural purposes requires a large dimension and

long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a

lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of

small diameter and generally have inferior properties such as defects content

natural durability and strength compared to wood from natural forests One

common way to get the wood to the desired dimension is the lamination

technique One of the laminate product used as a structural material is laminated

timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness

from eucalyptus wood

Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study

Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to

determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed

at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin

The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The

physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard

JAS 2342003

The physical properties of glulam timber of moisture content was in

average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to

glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B

composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by

2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were

252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0

for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity

(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and

563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams

were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and

glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842

kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C

Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in

compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water

not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber

(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in

compliance with JAS standards 234 2003

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

1cm 15cmdan 2cm masing-masing memiliki nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 424

kgfcmsup2 327 kgfcmsup2 Nilai keteguhan rekat balok laminasi tebal 1cm memiliki

nilai rata-rata 9842 kgcmsup2 balok laminasi tebal 15cm memiliki nilai rata-rata

keteguhan rekat 9023 kgcmsup2 dan balok laminasi dengan tebal 2cm memiliki

nilai rata-rata keteguhan rekat 7901 kgcmsup2

Kadar air dan delaminasi dingin balok laminasi dengan ketebalan 1cm

15cm dan 2cm telah memenuhi standar JAS2003 sementara pada uji delaminasi

panas tidak ada satu balok laminasi pun yang memenuhi standar Untuk MOE

MOR dan keteguhan rekat semua jenis balok laminasi (kecuali MOE balok

laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm) telah memenuhi standar JAS2003

Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser horizontal

(horizontal shear) kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan

laminanya Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas (brash

tension) akibat adanya serat miring dan tarik terbelah Balok laminasi terbaik

adalah balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm

Kata Kunci balok laminasi tebal lamina kayu ekaliptus dan sifat fisis mekanis

SUMMARY

HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made

from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA

KARLINASARI and ANITA FIRMANTI

The use of wood for structural purposes requires a large dimension and

long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a

lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of

small diameter and generally have inferior properties such as defects content

natural durability and strength compared to wood from natural forests One

common way to get the wood to the desired dimension is the lamination

technique One of the laminate product used as a structural material is laminated

timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness

from eucalyptus wood

Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study

Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to

determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed

at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin

The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The

physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard

JAS 2342003

The physical properties of glulam timber of moisture content was in

average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to

glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B

composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by

2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were

252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0

for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity

(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and

563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams

were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and

glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842

kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C

Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in

compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water

not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber

(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in

compliance with JAS standards 234 2003

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

SUMMARY

HUSNUL SUSANTO Characteristics of Glue laminated timber (glulam) made

from eucalyptus wood (Eucalyptus urophylla ST Blake) Supervised By LINA

KARLINASARI and ANITA FIRMANTI

The use of wood for structural purposes requires a large dimension and

long span as well as specific requirements of high strength On the other hand a

lot of wood available today is wood from plantations with fast growing species of

small diameter and generally have inferior properties such as defects content

natural durability and strength compared to wood from natural forests One

common way to get the wood to the desired dimension is the lamination

technique One of the laminate product used as a structural material is laminated

timber The aim of the study was glulam composed by three laminas thickness

from eucalyptus wood

Three laminas 1cm 15cm 2cm thickness were prepared in this study

Each laminae was tested by non destructive evaluation of deflection method to

determine Modulusof Elasticity (MOE) The highest MOE of laminae was placed

at the outside of glulam then between laminas were glued by isocyanate resin

The dimension of glulam was (8 x 6 x 110) cm in thick width and length The

physical and mechanical properties of glulam were evaluated refering to standard

JAS 2342003

The physical properties of glulam timber of moisture content was in

average value of 1337 The density mean of glulam timber were 065gcmsup3 to

glulam A composed by 1cm thickness of laminae 063gcmsup3 to glulam B

composed by 15cm thickness of laminae 056gcmsup3 to glulam C composed by

2cm thickness of laminae Delamination properties of hot and cold water were

252 and 499 for glulam A 459 and 803 for glulam B 7386 and 0

for glulam C The average value of mechanical properties Modulus of Elasticity

(MOE) were 1006x10⁴ kgfcmsup2 for glulam A 742x10⁴ kgfcmsup2 for glulam B and

563x10⁴ kgfcmsup2 for glulam C The Modulus of Rupture (MOR) of glulam beams

were 561 kgfcmsup2 424 kgfcmsup2 and 327 kgfcmsup2 for glulam A glulam B and

glulam C respectively Average value of shear strength properties were 9842

kgcmsup2 for glulam A 9023 kgcmsup2 for glulam B 7901 kgcmsup2 for glulam C

Moisture content and delamination on cold water glulam timber were in

compliance with JAS standards 234 2003 while the delamination on heat water

not fullfill to meet the standards The MOE and MOR values the glulam timber

(except MOE laminated timber with a thickness of 15 cm and 2 cm) were in

compliance with JAS standards 234 2003

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

The commonly damage appearing from glulam after bending testing were

horizontal shear It was found in the line of adhesive and its lamina Other damage

that occurs was due to the fiber tensile brash tension and pull apart The best

glulam of eucalyptus good was glulam compose of by the thicks laminae (1cm)

Keywords glulam laminae thickness eucalyptus wood mechanical and physical

properties

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)

Nama Mahasiswa Husnul Susanto

NIM E24070028

Program Studi Teknologi Hasil Hutan

Menyetujui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop Dr Ir Anita Firmanti MT

NIP 19731126199802 2 001 NIP 19600615 198703 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan MSc

NIP 19660212 199103 1 002

Tanggal Lulus

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ldquoKarakteristik Balok laminasi

(Glulam) Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum

pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor Januari 2013

Husnul Susanto

NIM E24070028

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa Aceh pada tanggal 8 November 1989 dari

ayah Drs H Wagiran Susanto MM dan ibu Hj Sri Dariati Penulis merupakan

anak ketiga dari lima bersaudara

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 01 Langsa pada tahun 1995

kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 03 Langsa

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Langsa dan pada tahun yang sama

penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI)

Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB penulis aktif di

sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan

(HIMASILTAN) sebagai Anggota Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan

Kayu (RDBK) tahun 2009-2010 anggota divisi Olahraga dan Seni Budaya Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2008-2009 Wakil Ketua Ikatan

Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) tahun 2009-2010 dan anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB Selain itu penulis juga melakukan Praktek

Kerja Lapang di CV Madani pada tahun 2011

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Karakteristik Balok Laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing

oleh Dr Lina Karlinasari SHut MSc FTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

KATA PENGANTAR

Assalamursquoalaikum Wr Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun

skripsi yang berjudul ldquoKarakteristik Balok laminasi (Glulam) Kayu Ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake)rdquo

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan skripsi Penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan Penulis juga berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

membutuhkan

Wassalamursquoalaikum Wr Wb

Bogor Januari 2013

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan

selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan Untuk itu ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada

1 Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta

dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat

bagi penulis dalam menyelesaikan studi

2 Dr Lina Karlinasari SHut MScFTrop dan Dr Ir Anita Firmanti MT

selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya

3 Dr Ir Agus Hikmat MSc sebagai dosen penguji dan Dr Ir Naresworo

Nugroho MSc selaku ketua sidang ujian koprehensif

4 Teman-teman seperjuangan Departemen Hasil Hutan angkatan 44 yang telah

membantu dalam penelitian ini

5 Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini

6 Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas

kebersamaannya selama ini

7 Keluarga Besar Asrama Mahasiswa Aceh Leuser atas kebersamaannya

selama ini

8 Sahabat terbaik saya M Fahrul Riza yang telah memberikan motivasi dan

semangat dalam menyelesaikan studi

9 Rahma Fitri yang selalu memberikan dukungan motivasi dan semangat

dalam menyelesaikan studi selama di IPB

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain

yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN v

I PENDAHULUAN

11 Latar belakang 1

12 Tujuan 2

13 Manfaat 2

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok laminasi 3

22 Sifat fisis 4

221 Kadar air 5

222 Kerapatan 5

223 Berat jenis 5

23 Sifat mekanis 6

231 Modulus of Elasticity (MOE) 6

232 Modulus of Rupture (MOR) 6

24 Bahan yang digunakan 7

241 Kayu ekaliptus 7

242 Perekat 7

243 Perekat isosianat 8

244 Lamina 9

III METODOLOGI

31 Waktu dan tempat 12

32 Alat dan bahan 12

33 Metode pembuatan glulam 12

331 Pembuatan contoh uji 12

332 Pemilahan lamina berdasarkan metode defleksi 13

333 Penyusunan lamina 13

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

ii

334 Perekatan 14

335 Pengempaan 14

336 Pengkondisian dan finishing 14

34 Pengujian sifat fisis dan mekanis 15

341 Kadar air 15

342 Kerapatan 15

343 Delaminasi 15

344 Pengujian MOE dan MOR 16

345 Keteguhan rekat 17

35 Analisis Data 18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai kekakuan lamina kayu ekaliptus 19

42 Sifat fisis dan mekanis 19

421 Kadar air 21

422 Kerapatan 22

423 Delaminasi 22

423 Kekakuan lentur (MOE) 23

424 Kekuatan lentur (MOR) 24

425 Keteguhan rekat 25

426 Pola kerusakan balok laminasi 26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan 27

52 Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 31

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

iii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Penampang melintang balok laminasi 14

2 Pola pembebanan pengujian MOE dan MOR 16

3 (a) Bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat 17

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Nilai rata-rata MOE lamina 19

2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminas kayu ekaliptus 20

3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi kayu ekaliptus 21

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

v

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Nilai MOE defleksi lamina penyusun balok laminasi 32

2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi 33

3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi 34

4 Data analisis statistik 35

5 Data uji lanjut Duncan 36

6 Contoh pola kerusakan balok laminasi 37

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

I PENDAHULUAN

11 Latar Belakang

Kayu ekaliptus merupakan salah satu kayu cepat tumbuh yang memiliki

nilai ekonomi cukup tinggi Kayu ini sering digunakan untuk keperluan

pembuatan kayu gergajian finir timber plywood furniture dan bahan baku

untuk pembuatan kertas

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu tersebut berbagai usaha telah

dilakukan diantaranya adalah dengan membangun hutan tanaman Namun kayu

yang berasal dari hutan tamanan pada umumnya adalah jenis kayu-kayu yang

cepat tumbuh (fast growing species) dengan waktu panen yang singkat

dibandingkat waktu panen kayu dari hutan alam Kayu yang dihasilkan dari jenis

itu umumnya memiliki diameter yang kecil dengan kandungan cacat yang tinggi

dan keawetan yang rendah dibandingkan dengan kayu dari hutan alam

Pada awalnya kayu cepat tumbuh bukan digunakan untuk keperluan

struktural namun mengingat produksi kayu dari hutan alam semakin terbatas maka

jenis-jenis ini pun diharapkan dapat menggantikan peranan kayu dari hutan alam

Penggunaan kayu sebagai bahan struktural diantaranya adalah untuk keperluan

bahan bangunan kuda-kuda rangka jembatan dll

Untuk berbagai keperluan struktural tersebut sangatlah dibutuhkan

dimensi kayu yang cukup besar dengan bentang yang panjang Salah satu cara

yang dilakukan untuk mendapatkan kayu dengan dimensi yang diinginkan adalah

dengan teknik laminasi Salah satu produk laminasi yang biasa digunakan sebagai

bahan struktural adalah balok laminasi Balok laminasi pada dasarnya adalah

balok yang tersusun dari sejumlah papan atau kayu gergajian (lamina) dengan

arah serat satu sama lain yang direkat atau diikat oleh perekat baut atau alat

pengikat lainnya berbentuk lurus atau melengkung tergantung peruntukannya

(Moody et al 1999)

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

2

12 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisis dan mekanis

lentur balok laminasi kayu ekaliptus dan menguji karakeristik perekatan pada

balok laminasi berdasarkan tiga ketebalan lamina

13 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

kekuatan balok lamina menggunakan bahan baku dari kayu ekaliptus Dan dapat

dijadikan alternatif lain dalam penggunaan bahan baku kayu

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

3

II TINJAUAN PUSTAKA

21 Balok Laminasi

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued laminated timber)

merupakan salah satu produk kayu rekayasa tertua Balok laminasi terbuat dari

dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama

lain berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al

1999) Serrano (2003) mengatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah

produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina diatas satu

dengan lainnya dan merekatkannya sehingga membentuk penampang balok yang

diinginkan

Glulam (glued laminated timber) merupakan produk rekayasa kayu yang

tertua dibuat dari dua atau lebih lapisan kayu yang disebut dengan laminasi diikat

dengan perekat dan laminasi disusun dengan arah sejajar serat Ketebalan maksimum

laminasi yang diijinkan adalah 50 mm (2 inchi) dan bisanya ketebalan laminasi antara

25-50 mm (1-2 inchi) (Stark et al 2010)

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi

pembebanan balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan

vertikal Sementara itu menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi

(glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing

memiliki beberapa variasi

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al(1999) menyatakan

bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian

serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran bentuk arsitektural

pengeringan penampang lintang (cross section) efesiensi dan ramah lingkungan

Sementara penggunaan Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa

keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan

dan kekakuan memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam

memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan

yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk

Sedangkan menurut CWC (2000) dinyatakan bahwa laminasi adalah cara yang

efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas

menjadi elemen struktur yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

4

Disamping kelebihan yang disebutkan diatas balok laminasi juga

memiliki beberapa kekurangan Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang

diperlukan maka proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan

meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian Pembuatan balok

laminasi memerlukan peralatan khusus perekat fasilitas pabrik dan keahlian

dalam pembuatannya dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian Semua

tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk

akhir yang berkualitas tinggi Faktor yang harus dipertimbangkan diawal dalam

desain balok laminasi berukuran besar lurus atau lengkung adalah penanganan

(Moody et al 1999)

Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk

rangka balok kolom dan kuda-kuda CWC (2000) Moody dan Hernandez (1997)

menyatakan bahwa balok laminasi biasa digunakan pada sistem atap dari

bangunan-bangunan komersial balok laminasi juga semakin digunakan pada

sistem atap dan lantai rumah Pada umumnya beberapa penggunaan balok

laminasi yang dapat dibuat antara lain

1 Bangunan-bangunan komersial dan rumah sebagai balok persegi balok

bubungan dan lengkung kuda-kuda balok untuk konstruksi rumah bangunan

kayu bertingkat lengkungan kubah dan tiang konstruksi

2 Jembatan untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok

penopang dan decking

3 Penggunaan struktur lain untuk tower transmisi listrik tonggak listrik dan

penggunaan lainnya untuk memenuhi persyaratan ukuran yang tidak dapat

dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional

22 Sifat Fisis

Sifat-sifat kekuatan kayu adalah penting apabila kayu digunakan sebagai

bahan bangunan atau konstruksi Sifat fisis dan mekanis kayu memegang peranan

penting karena kedua sifat tersebut menentukan kekuatan kayu (Bowyer et al

2003)

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

5

221 Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan

dalam persen terhadap Berat Kering Tanur (BKT) Kadar air ini mempengaruhi

kekuatan kayu Jika terjadi penurunan kadar air atau kayu tersebut mengering

maka kekuatan kayu akan meningkat Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat

kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada dibawah titik jenuh serat Air

dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-

sama menentukan kadar air kayu Dalam satu jenis pohon kadar air segar

bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Bowyer et al 2003)

Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau

sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan

Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7-

15 Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan

pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara antara 8-18

(Sinaga dan Hadjib 1989 Malik dan Santoso 1995 Yanti 1998 Ginoga 1998

Rostina 2001 Shedlauskas et al 1996)

222 Kerapatan

Menurut Tsoumis (1991) kerapatan bervariasi pada arah vertikal maupun

horizontal Pada arah vertikal bagian kayu yang posisinya lebih tinggi memiliki

kerapatan yang rendah Hal ini diakibatkan karena faktor mekanis dan faktor

biologis Pada arah horizontal kerapatan dipengaruhi oleh umur Kayu yang

umurnya lebih muda memiliki kerapatan lebih rendah Kerapatan mempengaruhi

sifat-sifat higroskopisitas penyusutan dan pengembangan sifat mekanis panas

sifat akustik kelistrikan dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu

selanjutnya (pengolahan pengeringan dll)

223 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting

Kebanyakan sifat mekanik kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan

kerapatan Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau

berat per satuan volume Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya

dengan semua tipe bahan Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

6

satuan volume Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan

dengan kerapatan air (1 gcmsup3) (Bowyer et al 2003)

23 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu merupakan ukuran ketahanan kayu terhadap gaya luar

yang cenderung merubah bentuk benda Ketahanan kayu tersebut tergantung pada

besarnya gaya dan cara pembebanan (tarik tekan geser pukul) Kayu

menunjukan perbedaan sifat mekanis dalam arah pertumbuhan yang berbeda

aksial radial dan tangensial) (Tsoumis 1991) Sifat mekanis yang diuji umumnya

adalah MOE (Modulus of Elastisity) dan MOE (Modulus of Rupture)

231 Modulus of Elastisity (MOE)

Sifat kekakuan merupakan ukuran kemampuan suatu benda untuk

menahan perubahan bentuk atau lenturan yang terjadi akibat pembebanan Sifat

ini dinyatakan dengan Modulus of Elasticity (MOE) dan hanya berlaku sampai

batas proporsi saja (Bowyer et al 2003) Nilai MOE rendah akan meningkatkan

kecepatan suara kapasitas sound damping dan koefisien absorbsi suara

(Tsoumis 1991)

232 Modulus of Rupture (MOR)

Bila pemberian beban telah melewati batas proporsi maka benda akan

mengalami perubahan bentuk yang tetap Jika pembebanan diteruskan maka

benda akan mengalami kerusakan dan lama-kelamaan akan patah Keadaan ini

menyatakan ukuran kekuatan benda yang bisa dinyatakan dengan Modulus of

Rupture (MOR) (Bowyer et al 2003)

24 Bahan yang Digunakan

241 Kayu Ekaliptus (Eucalyptus urophylla ST Blake)

Eucalyptus urophylla ST Blake termasuk anggota famili Myrtaceae

subgenus Symphyomyrtus merupakan salah satu jenis pohon yang tumbuh secara

alami di Indonesia Eucalyptus urophylla tumbuh pada daerah dengan ketinggian

300 ndash 3000 m di atas permukaan laut Jenis Ekaliptus termasuk jenis yang

sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya Tanaman ini dapat

bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

7

Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada waktu muda Kayu

ekaliptus mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu

gergajian konstruksi finir plywood furniture dan bahan pembuatan pulp dan

kertas Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan

(Dephut 1994)

242 Perekat

Perekat yang digunakan dalam pembuatan balok laminasi harus memenuhi

persyaratan untuk pemakaian pada kondisi kering (kadar air gt16) (APA 2003)

Vick (1999) menyatakan bahwa perekat yang dapat digunakan untuk keperluan

struktural eksterior adalah phenol formaldehyde (PF) resorcinol formaldehyde

(FR) phenol resorcinol (PRF) isocyanate dan melamin formaldehyde (MF)

PRF adalah perekat yang paling umum digunakan unutk pembuatan balok

laminasi namun perekat lain yang telah dievaluasi dan dibuktikan menuhi

persyaratan baik kinerja maupun daya tahannya dapat digunakan (Moody et al

1999) Semetara itu dilaporkan semua balok laminasi di Kanada dibuat dengan

menggunakan perekat tahan air (water proof) baik untuk penyambungan ujung

maupun perekatan permukaan lamina sehingga sesuai untuk penggunaan initerior

maupun eksterior (CWC 2000)

Perekat PF dipasarkan dalam tiga bentuk dasar yaitu cairan serbuk atau

film Sementara itu perekat RF dibuat dalam bentuk cairan Kedua perekat ini

sama-sama memiliki garis rekat berwarna merah gelap PF matang dalam kempa

panas pada suhu 120deg-150degC sedangkan RF biasa matang pada suhu ruangan

Kedua perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi sangat tahan

terhadap air dan udara lembab serta lebih tahan dibandinkan kayu terhadap suhu

tinggi (Marra 1992 Vick 1999)

Resorcinol merupakan bahan kimia yang tahan dan hanya di produksi di

beberapa negara sehingga merupakan faktor penentu dalam biaya perekat RF dan

PRF (Pizzi 1994) Dengan kesamaan reaksi kimia dimungkinkan penggabungan

sifat-sifat resin phenol dan resorcinol untuk menghasilkan resorcinol yang

berbiaya rendah atau phenol yang lebih cepat matang Hasilnya perekat PRF yang

mempunyai biaya yang lebih rendah karena berbasis phenol dan matang pada

suhu ruangan karena gugus ujung resorcinol (Marra 1992)

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

8

Beberapa penelitian melaporkan penggunaan polivinil asetat (PVA) pada

balok laminasi non struktural untuk keperluan interior (Sinaga dan Hadjib 1989

Wardhani 1999 Anshari 2006) Untuk keperluan semistruktural eksterior terbatas

dilaporkan penggunaan polyurethane (Wijaya 2001) Sedangkan untuk keperluan

struktur eksterior jenis-jenis perekat yang dilaporkan dalam beberapa penelitian

adalah perekat PF (Darmayanti 1998 Yanti 1998 Penrangin-angin 2000) PRF

(Karnasudirdja 1989 Wong et al 2002 Hadi et al 2005 Abdurrahman dan Hadjib

2005) dan MF (Moody et al 1999) Untuk keperluan struktural eksterior terbatas

dilaporkan penelitian menggunakan epoxy (Rostina 2001 Imron 2005 Anshari

2006) dan melamin urea formaldehyde (MUF) (Amwila 1993)

Perekat lain juga terus dikembangkan seperti dilaporkan dalam penelitian

Malik dan Santoso (2005) dengan menggunakan perekat lignin resorcinol

formaldehyde (LRF) dan tannin formaldehyde (TRF) walaupun hasilnya belum

setara dengan perekat PRF Berat labur yang digunakan dalam beberapa penelitian

bervariasi pada umumnya berkisar antara 170-470 gmsup2 dengan pelaburan pada

satu permukaan (single spread) dan dua permukaan (double spread)

243 Perekat Isosianat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (-N=C=O)

yang tinggi Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang

mengandung radikal ini tidak hanya memiliki ikatan kovalen dengan bahan yang

memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992)

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan

kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika

berhubungan dengan basa kuat asam mineral dan air Perekat polymeric

methylene diphenyl diisosianate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan

dengan kayu sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk-

produk kayu komposit

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatifitasnya

rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992) Sementara itu

Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk

memproduksi papan partikel eksterior

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

9

Keuntungan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang

dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama dapat digunakan

suhu pengempaan yang lebih rendah siklus pengempaan lebih cepat lebih toleran

terhadap kadar air flakes energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan

tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992)

Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi

cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan

Perekat matang pada suhu kamar suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi ratio

dan memerlukan tekanan yang tinggi Perekat ini memiliki kekuatan basah dan

kering yang tinggi sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan

terhadap kondisi basah dan kering yang berulang (Vick 1999)

244 Lamina

Moody dan Hernandez (1997) dan Moody et al (1999) menyatakan bahwa

pembuatan balok laminasi harus mengikuti standar nasional yang diakui untuk

membuktikan kebenaran nilai desain rekayasa yang ditentukan Balok laminasi yang

dibuat dengan benar akan menunjukkan keseimbangan antara kualitas kayu dan

ikatan perekat dalam kinerja struktural Proses pembuatan balok laminasi terdiri dari

pembuatan lamina pengeringan dan pemilahan perekatan permukaan penyelesaian

akhir (finishing) dan pabrikasi Jika balok laminasi digunakan pada kondisi

lingkungan dengan kadar air tinggi maka perlu diberi perlakuan pengawetan Tahap

akhir yang penting dalam menjamin mutu balok laminasi adalah perlindungan selama

pemindahan dan penyimpanan (Moody dan Hernandez 1997 Moody et al 1999)

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai Sebagai contoh ukuran

standar tebal lamina adalah 38 cm dan 19 cm dengan ukuran lebar yang lebih

bervariasi (CWC 2000)

Lamina perlu dikeringkan secara tepat untuk meminimalkan perubahan

dimensi dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya Biasanya dilakukan dengan

pengeringan di dalam kilang pengering (Moody et al 1999) Kebanyakan pabrik

menggunakan lamina dengan kadar air 12 atau sedikit lebih rendah (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999) Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina

dikeringkan pada kadar air dengan kisaran yang ditentukan pada umumnya

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

10

menggunakan lamina dengan kadar air yang berkisar antara 7-15 Beberapa

penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan pada umumnya menggunakan

lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8-18 (Yanti 1998 Rostina

2001 Malik dan Santoso 2005 Abdurachman dan Hadjib 2005)

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan

merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi Untuk

memperoleh permukaan yang bersih sejajar dan dapat direkat lamina harus diketam

pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan Hal ini menjamin susunan

akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata Perekat

kemudian dilaburkan dengan menggunakan glued extruder (Moody et al 1999)

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan Metode yang

paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping

bads) Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik Dengan proses ini

perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam Beberapa sistem

pengempaan automatis yang termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous

hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses

perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit Setelah proses

perekatan permukaan selesai perekat diharapkan mencapai 90 atau lebih kekuatan

ikatannya Selama beberapa hari berikutnya pematangan berlanjut tetapi pada tingkat

yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernanadez 1997 Moody et al 1999)

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya

menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kgcmsup2

dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam Dari hasil penelitian

Anshari (2006) tekanan kempa sebesar 06 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan

lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi Besarnya tekanan kempa dan lama

waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu jenis perekat dan

ketebalan balok laminasi

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan permukaan lebar

diketam menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk

meratakan sisi lamina agar balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil

daripada ukuran nominal laminanya Dua permukaan lainnnya dapat diketam atau

diamplas menggunakan peralatan yang mudah dipindahkan (portable) (Moody dan

Hernandez 1997 Moody et al 1999)

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

11

III METODOLOGI

31 Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu

Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor Penelitian ini berlangsung selama empat bulan dari bulan Januari

2012 hingga April 2012

32 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin gergaji mesin

serut dan mesin amplas Kilang pengering digunakan untuk mengeringkan kayu

selama 2 minggu Alat-alat lainnya adalah wadah plastik pengaduk kape kempa

dingin deflektometer UTM Instron tipe 3369 oven water bath timbangan

moisture meter dan kaliper

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat

dengan perkiraan umur pohon tersebut 10-12 tahun Perekat yang digunakan

adalah perekat isosianat

33 Metode Pembuatan Glulam

331 Pembuatan Contoh Uji

Papan yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut

ukuran yang telah ditentukan Papan-papan yang ukurangnya 15m dipotong

ujungnya lalu dibelah menjadi lamina dengan beberapa ukuran lebar yang telah

ditentunkan Pembelahan dilakukan secara acak sehingga penampang radial dan

tangensial tidak menjadi perhatian utama dalam penelitian ini Selanjutnya lamina

dikeringkan selama 7 hari untuk memperoleh nilai kadar air (KA) yang sesuai

dengan standar JAS 2342003 sebesar 16 Ukuran lamina yang dibuat serta

jumlahnya untuk jenis kayu ekaliptus adalah

a 2cm x 8cm x 120cm sebanyak 15 buah

b 15cm x 8cm x 120cm sebanyak 20 buah

c 1cm x 8cm x 120cm sebanyak 30 buah

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

12

Setiap laminanya diukur dimensinya (panjang lebar tebal) dan ditimbang

untuk menetukan kerapatannya Ukuran akhir balok laminasi yang dibuat adalah

6cm x 8cm x 120cm

332 Pemilahan Lamina Berdasarkan Metode Defleksi

Prinsip yang dipakai untuk mengukur kekakuan kayu pada metode

defleksi yaitu dengan memberikan suatu beban uji yang tetap pada kayu dan

mengukur lenturan (defleksi) yang terjadi

MOE

dimana

MOE modulus elastisitas (kgf cmsup2)

P beban standar (kg)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi yang terjadi akibat beban P

b lebar penampanng (cm)

h tebal penampang (cm)

333 Penyusunan Lamina

Lamina yang telah dipilah dikelompokkan berdasarkan nilai MOE-nya

yang disusun menurut susunan yang telah ditetapkan Prinsip penyusunannya

adalah dengan menempatkan lamina yang memliki nilai MOE yang lebih tinggi

dibagian luar balok laminasi yang akan dibuat Sementara itu lamina yang

memiliki nilai MOE yang lebih rendah ditempatkan dibagian dalam balok

laminasi Gambar 1 menunjukkan penampang balok laminasi

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

13

8cm 8cm 8cm

6cm 6cm 6cm

Glulam A Glulam B Glulam C

(3x2 cm) (4x 15 cm) (6x 1cm)

Gambar 1 Penampang melintang balok laminasi

334 Perekatan

Perekat yang digunakan adalah isosianat kemudian perekat disiapkan

sesuai dengan standar dan teknik yang telah ditentukan Sebelum diaplikasikan

kedua komponen perekat atau resin dan hardener dicampur dan diaduk sampai

rata dengan perbandingan 10015 (berdasarkan berat) Sebelum proses perekatan

permukaan lamina harus dibersihkan dari segala kotoran Seluruh sistem

pelaburan perekatan dilakukan dengan menggunakan kape dan dilaburkan pada

kedua ujung permukaan (double spread) dengan berat labur 280 gmsup2

335 Pengempaan

Pengempaan dilakukan dengan menempatkan lamina yang telah di laburi

perekat pada alat kempa dingin dengan lama waktu pengempaan 3 jam pada suhu

ruangan Tekanan kempa yang digunakan sebesar 8-14 kgfcmsup2

336 Pengkondisian dan finishing

Balok laminasi yang telah selesai dikempa dikondisikan selama satu minggu

yaitu dengan cara diklem di tempat terbuka sebelum dilakukan pengujian Hal ini

bertujuan untuk menyesuaikan kondisi glulam dengan kondisi lingkungan Finishing

dilakukan dengan penyerutan bagian lebar glulam untuk membersihkan perekat sisa

dari pengempaan dan pemotongan bagian sisi dan ujung balok laminasi untuk

memperoleh ukuran yang diperlukan

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

14

34 Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis

341 Kadar Air

Contoh uji yang telah dipotong-potong dengan ukuran 5cm pada salah satu

ujung balok laminasi Untuk pengukuran kadar air ditimbang lalu dikeringkan

dalam oven pada suhu 100 + 2degC selama 24 jam selanjutnya contoh uji

dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit untuk mendapatkan berat

konstan Kadar air dihitung dengan rumus

KA=

dimana

KA = kadar Air

BA = berat awal

BKT = berat kering tanur

342 Kerapatan

Kerapatan dihitung dengan menggunakan contoh uji dari setiap balok

laminasi sebelum dimasukan kedalam oven kemudian ditimbang berat contoh uji

serta diukur dimensinya (panjang lebar dan tebal) untuk mendapatkan nilai

volumenya Kerapatan dihitung dengan rumus

dimana = kerapatan (gcm3)

B = berat contoh uji kering udara (g)

v = volume contoh uji kering udara (cm3)

343 Delaminasi

Uji delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air

dingin dan air mendidih Contoh uji dipotong dari bagian ujung balok laminasi

dengan ukuran yang telah ditentukan Perendaman air dingin dilakukan dengan

merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam Selanjutnya

contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 40 plusmn 3degC selama 18 jam

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

15

Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji

dalam air mendidih (plusmn100degC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan

merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam Setelah itu contoh uji

dikeringkan dalam oven pada suhu 70 plusmn 3degC selama 18 jam

Rasio delaminasi dapat dihitung dengan

Rasio delaminasi () = jumlah panjang delaminasi pada kedua ujung

jumlah panjang garis rekat pada kedua ujung

344 Pengujian MOE dan MOR

Pengujian MOE dan MOR dilakukan untuk mengetahui nilai kekakuan

lentur (MOE) dan kekuatan lentur (MOR) balok laminasi Besarnya nilai MOE

menandakan bahwa suatu bahan bersifat kaku (susah dilenturkan) sedangkan

MOR adalah nilai besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan

contoh uji patah (Noermalicha 2001) Pengujian ini menggunakan mesin UTM

instron tipe 3369 Pola pembebanan pada pengujian sesuai dengan standar JAS

2342003 seperti Gambar 2

Gambar 2 Pengujian MOE dan MOR

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

16

5cm

Nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan rumus

dimana

P beban maksimum pada saat kayu rusak (kgf)

L jarak sangga (cm)

Δy defleksi (cm)

ΔP selisih antara beban atas dan bawah (kgf)

b lebar contoh uji (cm)

h tebal contoh uji (cm)

345 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan

pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji

secara vertikal (Gambar 3) Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji

mengalami kerusakan

05cm

05cm

Garis rekat 5cm

Gambar 3 (a) bentuk contoh uji keteguhan rekat (b) pengujian keteguhan rekat

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

17

Keteguan rekat dihitung dengan menggunakan rumus

Keteguhan rekat (kgcmsup2) = Beban maksimum (kg)

luas area yang direkat (cmsup2)

346 Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

Dengan ketebalan lamina sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf Uji

Duncan dilakukan apabila menunjukkan hasil yang nyata Pengolahan data ini

menggunakan software SPSS 130 dan Microsoft Office Excel 2010 Rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut

Keterangan

Yij nilai respon dari unit percobaan terhadap jenis perlakuan glulam

micro nilai tengah populasi sebenarnya

ij galat percobaan dari perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j

i jumlah perlakuan

j jenis glulam

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

18

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

41 Nilai Kekakuan Lamina Kayu Ekaliptus

Pemilahan lamina menggunakan metode defleksi menghasilkan nilai

modulus elastisitas (MOE) yang digunakan untuk pengelompokkan lamina Nilai

MOE pada setiap lamina digunakan untuk penyusunan lamina dalam proses

pembuatan balok laminasi Nilai MOE yang terkecil diletakkan pada bagian dalam

balok laminasi serta nilai MOE tertinggi diletakkan pada bagian luar balok

laminasi Nilai rata-rata MOE pada setiap tebal lamina dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai rata-rata MOE lamina

Ukuran tebal

lamina N MOE (x 10⁴ kgfcmsup2)

SD

Rata-rata Minimum Maksimum

1cm 35 1558 1192 1880 175

15cm 25 1527 1012 2059 290

2cm 18 1357 908 1630 200

Ket MOE= Modulus of Elasticity SD= standar deviasi n= jumlah sampel

Berdasarkan Tabel 1 lamina dengan tebal 1cm memiliki nilai rataan MOE

paling tinggi dibandingkan dengan lamina tebal 15cm dan 2cm Nilai rataan

MOE untuk lamina dengan tebal 1cm adalah 1558 x 10⁴kgfcmsup2 lamina dengan

tebal 15cm adalah 1527 x 10⁴kgfcmsup2 dan lamina dengan tebal 2cm adalah

1357 x10⁴kgfcmsup2

42 Sifat Fisis dan Mekanis

Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar kayu yang menentukan kekuatan

kayu Sifat fisis sangat penting diketahui sebelum menentukan kekuatan kayu

Pengujian sifat fisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah kadar air dan

kerapatan Sifat mekanis merupakan sifat yang sangat menentukan kekuatan kayu

tersebut untuk dijadikan bahan kosntruksi adalah sifat kekakuan dan kekuatan

lentur maksimum kayu Sifat mekanis yang diuji dalam penelitian ini adalah sifat

kekakuan lentur (MOE) keteguhan patah (MOR) dan keteguhan rekat Pengujian

sifat fisis dan mekanis ini dilakukan dengan menggunakan standar JAS 2342003

Berikut ini adalah rangkuman nilai rata-rata sifat fisis mekanis balok laminasi

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

19

kayu ekaliptus (Tabel 2) dan rangkuman hasil analisis sidik ragam serta uji lanjut

Duncan balok laminasi kayu ekaliptus (Tabel 3)

Tabel 2 Nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis dan

mekanis

Tipe glulam Standar JAS

2342003 GA GB GC

KA () 13726 12822 1322 Maks 15

(016) 039) (037)

ρ (gcmsup3) 065 063 056 -

(0048) (0022) (0026)

DD () 499 803 0 Maks 10

(018) (022) (0)

DP () 252 459 7386 Maks 5

(219) (1054) (709)

MOE (x10⁴ kgfcmsup2) 1006 742 563 Min 75 kgfcmsup2

(053) (317) (251)

MOR (kgfcmsup2) 561 424 327 Min 300 kgfcmsup2

(107) (255) (154)

KR (kgcmsup2) 9842 9023 7901 Min 54 kgcmsup2

(2496) (3233) (1565)

Ket GA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC= glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air ρ= kerapatan MOE= Modulus of Elasticity MOR= Modulus of Rupture

KR= keteguhan rekat DD=delaminasi dingin DP= delaminasi panas angka dalam kurung

menyatakan nilai SD

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

20

Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan balok laminasi (glulam) kayu

ekaliptus

Sifat fisis mekanis Tipe Glulam

Nilai P

(α=5)

GA GB GC

KA () 1372 1282 1322 0003

Kerapatan(gcmsup3) 065 063 056 0006

DD () 499 803 0 0000

DP () 252 459 7386 0000

MOE (x 10⁴ kgfcmsup2) 1005 741 562 0036

MOR (kgfcmsup2) 561 423 326 0169 (NS)

KR (kgfcmsup2) 9842 9023 7901 0496 (NS)

KetGA= glulam tebal lamina 1cm GB= glulam tebal lamina 15cm GC=glulam tebal lamina

2cm KA= kadar air DD= delaminasi dingin DP= delaminasi panas MOE= Modulus of

Elasticity MOR= Modulus of Rupture KR= keteguhan rekat P= probabilitas = taraf nyata =

signifikan NS= tidak signifikan garis tebal horizontal menunjukkan nilai rata-rata sifat fisis

mekanis yang tidak berbeda nyata

421 Kadar Air

Pengujian kadar air terhadap 3 jenis glulam memiliki nilai yang tidak jauh

berbeda Balok laminasi yang dibuat terdiri dari 3 macam ketebalan dengan

ukuran lebar dan tebalnya 6 x 8cm dengan ketebalan lamina penyusun 1cm

15cm dan 2cm Glulam A untuk lamina penyusun 1cm memiliki nilai KA

berkisar 1349 - 1379 Glulam B dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai

KA berkisar 1237 - 1331 sementara itu untuk glulam C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai KA berkisar 1290 - 1379 Standar JAS 2342003

mensyaratkan kadar air maksimum untuk balok laminasi adalah 15 sehingga

ketiga jenis glulam ini memenuhi syarat

Berdasarkan pengujian analisis sidik ragam pada Tabel 3 taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata kadar air balok

laminasi Uji lanjut Duncan menyatakan ketebalan lamina memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar air kayu Glulam dengan ketebalan lamina 1cm memiliki

kadar air yang berbeda nyata dengan glulam dengan ketebalan 15cm dan 2cm

Sedangkan kadar air glulam dengan ketebalan 15cm tidak berbeda nyata dengan

kadar air glulam ketebalan 2cm

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

21

Kadar air balok laminasi juga dipengaruhi oleh kadar air lamina penyusunnya

pada penelitian ini kadar air udara pada tiap lamina sebesar 12 Kadar air

mempengaruhi sifat kekuatan kayu pengembangan dan penyusutan Perubahan kadar

air di atas titik jenuh serat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti pada kayu

tersebut Namun sebaliknya perubahan kadar air di bawah titik jenuh serat akan

mempengaruhi keteguhan pengembangan dan penyusutan dimensi kayu Kadar air

semakin rendah pada umumnya kayu akan bertambah kuat (Bowyer et al 2003)

422 Kerapatan

Berdasarkan hasil pengujian kerapatan contoh uji diperoleh kerapatan balok

laminasi A dengan ketebalan laminasi 1cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara

061 - 073 gcmsup3 dengan nilai rata-rata 065 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi B

dengan ketebalan lamina 15cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 061 ndash 065

gcmsup3 dengan nilai rata-rata 063 gcmsup3 Kerapatan balok laminasi C dengan ketebalan

lamina 2cm memiliki nilai kerapatan berkisar antara 053 - 060 gcmsup3 dengan nilai

rata-rata 057 gcm

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

terdapat perbedaan nilai yang nyata untuk nilai rata-rata kerapatan balok laminasi dan

hasil uji lanjut Duncan Nilai kerapatan glulam ketebalan 2cm memiliki kerapatan

yang berbeda nyata dengan glulam ketebalan 1cm dan 15cm sedangkan nilai

kerapatan glulam 1cm tidak berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm

Berdasarkan nilai rata-rata diatas balok laminasi dengan ketebalan 2cm

memiliki nilai kerapatan terendah yang hal ini dapat disebabkan oleh umur pohon

dan kondisi tempat dari kayu eucalyptus tersebut yang beragam

423 Delaminasi

Tabel 2 menunjukkan hasil pengujian delaminasi pada ketebalan lamina 1cm

nilai rata-rata pada air dingin dan air panas adalah masing-masing 499 dan 2520

uji delaminasi pada ketebalan lamina 15cm nilai rata-rata air dingin dan panas adalah

masing-masing 803 dan 4590 dan nilai uji delaminasi pada lamina ketebalan

2cm memiliki nilai rata-rata air dingin dan air panas adalah masing-masing 0 dan

7386 Berdasarkan standar JAS 2342003 nilai delaminasi dingin dan panas yang

disyaratkan masing-masing adalah 10 dan 5 sehingga hanya uji delaminasi

dingin yang sesuai standar

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

22

Berdasarkan nilai rata-rata delaminasi dingin hasil analisis sidik Tabel 3

pada taraf nyata 5 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata

delaminasi dingin pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan pada Lampiran 5

menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan

15cm dan 2cm sedangkan glulam ketebalan 15cm berbeda nyata dengan glulam

ketebalan 2cm

Sedangkan pada nilai rata-rata delaminasi panas hasil uji analisis sidik

pada taraf nyata 5 juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai

rata-rata delaminasi panas pada setiap balok laminasi Uji lanjut Duncan

(Lampiran 5) menunjukkan balok laminasi ketebalan 1cm sangat berbeda nyata

dengan balok laminasi ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm berbeda nyata dengan balok laminasi ketebalan 2cm

Pada Tabel 3 diatas terlihat perbedaan nilai rata-rata yang sangat signifikan

pada balok laminasi hal ini diduga perekat isosianat sangat rentan terhadap

kondisi yang sangat ekstrim sehingga rusaknya perekat yang digunakan pada

balok laminasi uji delaminasi panas sedangkan pada balok laminasi delaminasi

dingin tidak ada satu pun perekat yang terlepas atau rusak pada saat proses

pengujian selesai dilaksanakan

Berdasarkan nilai delaminasi dingin diketahui bahwa perekat isosianat

dapat digunakan untuk pemakaian interior atau kontruksi yang terlindungi

sedangkan berdasarkan nilai delaminasi panas diketahui bahwa perekat isosianat

yang digunakan ternyata belum mampu bertahan terhadap kondisi yang ekstrim

Vick (1999) menyatakan bahwa uji delaminasi merupakan indikator ketahanan

perekat terhadap adanya tekanan pengembangan dan penyusutan akibat adanya

kelembaban dan panas yang tinggi

424 Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity MOE)

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban

tanpa terjadi perubahan permanen atau dapat kembali ke bentuk semula Berdasarkan

hasil pengujian nilai MOE glulam dengan tebal lamina 1cm berksiar antara 945 x 10⁴

kgfcmsup2 - 1090 x 10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata- rata 1006 x 10⁴ kgfcmsup2 nilai MOE

glulam dengan tebal lamina 15cm berkisar antara 365 x 10⁴ kgfcmsup2 - 1179 x10⁴

kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 742 x10⁴ kgfcmsup2 Nilai MOE glulam dengan tebal

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

23

lamina 2cm berkisar antara 349 x10⁴ kgfcmsup2 - 981 x10⁴ kgfcmsup2 dengan nilai rata-

rata 563 x10⁴ kgfcmsup2 Standar JAS 234 2003 mensyaratkan nilai MOE minimum

adalah sebesar 75 x 10⁴ kgfcmsup2 Hanya glulam dengan ketebalan lamina 1cm yang

memenuhi standar seperti terlihat pada Tabel 2 diatas

Ketebalan lamina yang digunakan mempengaruhi kelenturan balok

laminasi terhadap beban yang diberikan dibandingkan dengan balok laminasi

dengan ketebalan 15cm dan 2cm Selain itu sifat kelenturan balok laminasi

tergantung dari mutu lamina-lamina penyusun glulam tersebut semakin tinggi mutu

kayu lamina penyusun glulam maka semakin tinggi kekuatan glulam yang dihasilkan

Lamina yang memiliki nilai MOE yang paling tinggi diletakkan pada bagian luar dan

MOE lamina yang paling kecil diletakkan pada bagian dalam agar kekuatan lentur

dan kekuatan lentur glulam semakin meningkat

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf nyata 5

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOE balok laminasi

Uji lanjut Duncan pada lampiran 5 menunjukkan nilai MOE dari glulam ketebalan

1cm berbeda nyata dengan glulam ketebalan 15cm dan 2cm sedangkan glulam

ketebalan 15cm tidak berbda nyata dengan glulam ketebalan 2cm

Herawati (2007) menyatakan bahwa nilai MOE tidak dipengaruhi oleh ukuran

lebar lamina tetapi lebih pada kondisi lamina terutama adanya cacat mata kayu atau

serat miring Selain dipengaruhi oleh sifat-sifat kayunya kualitas perekatan pada

penelitian yang dilakukan juga diduga oleh proses pengempaan Kekuatan glulam

juga ditentukan dari proses pembuatannya dan sistem perekatannya

425 Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture MOR)

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban

lentur maksimum sampai saat benda tersebut mengalami kerusakan (Bowyer et al

2003) Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR glulam dengan tebal lamina 1cm

berkisar antara 454 ndash 697 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 561 kgfcmsup2 nilai MOR

glulam dengan tebal 15 cm berkisar antara 215-805 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata

424 kgfcmsup2 sedangkan nilai MOR glulam dengan tebal lamina 2cm berkisar antara

256-601 kgfcmsup2 dengan nilai rata-rata 327 kgfcmsup2 Mengacu pada JAS 234 2003

yang mengisyaratkan nilai MOR minimum 300 kgfcmsup2 maka glulam dari jenis kayu

eucalyptus dengan ketebalan lamina 1 cm 15 cm dan 2 cm memenuhi standar

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

24

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat balok laminasi dengan ketebalan 1cm

memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan balok laminasi

ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi

kelenturan dan kekuatan dari balok laminasi Dari pengujian yang dilakukan

semakin tipis lamina yang digunakan maka semakin tinggi nilai MOR yang

diperoleh Green (1999) dalam Herawati (2007) mengatakan banyak faktor yang

mempengaruhi sifat kekuatan bahan antara lain kerapatanberat jenis kayu mata kayu

dan serat miring

Mata kayu sehat dapat meningkatkan keteguhan tekan tegak lurus serat

kekerasan dan keteguhan geser tetapi mata kayu yang menyebabkan perubahan arah

serat cenderung memperlemah sifat keteguhan lentur tekan dan tarik sejajar serat

Sedangkan miring serat dapat memperlemah sifat keteguhan lentur tarik dan tekan

sejajar serat

Hasil analisis statistik sidik ragam (Tabel 3) pada taraf nyata 5 menyatakan

tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai rata-rata MOR balok laminasi sehingga

uji lanjut tidak perlu dilakukan

426 Keteguhan Rekat

Pengujian keteguhan rekat dilakukan untuk melihat kinerja perekat dalam

pembuatan balok laminasi Keteguhan rekat diketahui dengan melakukan uji geser

pada kayu lamina yang direkat

Berdasarkan hasil pengujian keteguhan rekat balok laminasi dengan tebal

lamina 1cm berkisar antara 7216-12934 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 9842 kgcmsup2

keteguhan rekat dengan tebal almina 15cm berkisar antara 5871-13655 kgcmsup2

dengan nilai rata-rata 9023 kgcmsup2 dan nilai keteguhan rekat dengan tebal lamina

2cm berkisar antara 6781-10634 kgcmsup2 dengan nilai rata-rata 7901 kgcmsup2 Standar

JAS 234 2003 yang mensyaratkan nilai keteguhan rekat minimum 540 kgcmsup2 oleh

karena itu glulam dari jenis kayu eucalyptus dengan ketebalan lamina 1cm 15cm

dan 2cm memenuhi standar

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai keteguhan rekat glulam ketebalan 1cm

memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingakan dengan glulam ketebalan 15cm

dan 2cm Sedangkan glulam ketebalan 15cm memiliki nilai keteguhan rekat yg

lebih tinggi dibandingkan dengan glulam ketebalan 2cm Hal ini disebabkan

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

25

adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan rekat antara lain kadar

zat ekstraktif kayu keadaan permukaan yang direkat kadar air kayu tekanan dan

waktu kempa (Tahir et al 1988 dalam Sugiarti 2010) Ruhendi dan Hadi (1997)

dalam Imron (2005) menyatakan bahwa kesesuaian jenis bahan yang direkat jenis

perekat dan metode perekatan akan menentukan keberhasilan pemenuhan

penggunaan produk

Berdasarkan hasil pengujian analisis sidik ragam pada taraf nyata 5

(Tabel 3) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dari nilai keteguhan rekat

setiap balok laminasi sehingga uji lanjut tidak perlu dilakukan

427 Pola Kerusakan Balok Laminasi

Pengamatan terhadap pola kerusakan balok laminasi dilakukan setelah

pengujian MOR Rata-rata pola kerusakan yang terjadi yaitu kerusakan geser

horizontal kerusakan ini berupa kerusakan pada garis rekat dan laminanya

Kerusakan lainnya yang terjadi adalah kerusakan tarik regas akibat adanya serat

miring dan tarik terbelah

Pola kerusakan yang disampaikan mengacu pada pola kerusakan pada kayu

yang mengalami lenturan dalam Bodig dan Jayne (1982) yang terdiri atas tarik

sederhana (simple tension) tarik serat miring (tension cross-grain) tarik terbelah

(splintering tension) tarik regas (brash tension) tekan (compression) dan geser

horizontal (horizontal shear) Kerusakan berupa tarik sederhana (simple tension)

bukan merupakan tipe kerusakan yang biasa terjadi namun kadang-kadang

dijumpai pada kayu yang memiliki kerapatan tinggi

Dari pola kerusakan yang terjadi balok laminasi dengan ketebalan 1cm lebih

baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan ketebalan 15cm dan 2cm Hal ini

diduga ketebalan lamina sangat mempengaruhi kualitas dari balok laminasi tersebut

Pada umumnya jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi cenderung

kekuatannya semakin meningkat karena kerapatan dan kekuatan lentur suatu bahan

berbanding lurus (Bowyer et al 2003)

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

26

V KESIMPULAN DAN SARAN

51 Kesimpulan

1 Sifat fisis kadar air dan delaminasi air dingin balok laminasi kayu ekaliptus

(Eucalyptus urophylla ST Blake) telah memenuhi standar JAS 2342003

sementara untuk uji delaminasi air panas tidak satupun yang memenuhi

standar

2 Sifat mekanis lentur MOE MOR dan keteguhan rekat balok laminasi kayu

ekaliptus memenuhi standar glulam JAS 2342003 sementara untuk MOE

tebal lamina 15cm dan 2cm tidak memenuhi standar

3 Pola kerusakan balok laminasi umumnya terlihat pada zona tarik dan bagian

tengah balok laminasi dengan tipe kerusakan geser horizontal dan tarik

regas

4 Secara umum balok laminasi dengan lamina penyusun 1cm memiliki sifat

fisis dan mekanis lebih baik dibandingkan dengan balok laminasi dengan

lamina penyusun 15cm dan 2cm

52 Saran

1 Perlu penelitian lebih lanjut unutk menentukan besar tekanan kempa yang

optimal untuk kayu ekaliptus sehingga dapat memperbaiki kualitas

rekatannya

2 Penelitian selanjutnya juga disarankan unutk mencoba jenis-jenis cepat

tumbuh yang lain dengan tipe penyusunan lamina yang lebih beragam dan

perekat lain yang lebih tahan terhadap kelembaban dan panas yang tinggi

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

27

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman Hadjib N 2005 Kekuatan dan kekakuan balok lamina dari dua

jenis kayu kurang dikenal Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23 87-100

Anshari B 2006 Pengaruh variasi tekanan kempa terhadap kuat lentur kayu

laminasi dari kayu meranti dan keruing Dimensi Teknik Sipil 8 25-33

httppuslitpetraacid~puslitjournalsarticlephpPublishedlD=CIV0608

010 5-7k [21 November 2012]

Amwila AY 1993 Peningkatan nilai kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L)

NIELSEN) melalui pembuatan kayu lamina [tesis] Bogor Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Bodig J Jayne BA 1982 Mechanics of Wood and Wood Composites Van

Nostrand Reinhold Company New York

Bowyer JL Shmulsky R dan Haygreen JG 2003 Forest Products and Wood

Science - An Introduction Fourth edition Iowa State University Press

[CWC] Canadian Wood Council 2000 Wood Reference Handbook A guide to

the architectural use of wood in building construction Ed ke-4 Ottawa

Canadian Wood Council

Darmayanti K 1998 Pengaruh jenis perekat dan ketebalan lamina terhadap sifat

fisis dan mekanis balok laminasi campuran kayu kelapa (Cocos nucifera)

dan meranti merah (Shorea spp) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

[Dephut] Departemen Kehutanan 1994 Jenis Kayu Eucalyptus Website

httpwwwdephutgoidindexphpq=idtaxonomyterm291 [26 september

2012]

Ginoga B 1998 Mutu dolok berat jenis dan kekuatan balok lamina kayu

mangium (Acacia mangium Willd) dan kayu sungkai (Peronema

canescens Jack) Buletin Penelitian Hasil Hutan 1679-82

Hadi M Subiyanto B Firmanti A Komatsu K Yuwasdiki S 2005 Beam column

joint of Acacia mangium-Albizia falcataria glulam with bolt fasteners Di

dalam Wahyu D editor Towards ecology and economy harmonization of

tropical forest resources Proceedings of the 6th International Wood

ScienceSymposium Bali 29-31 Agu 2005 Bali LIPI-JSPS hlm 138-144

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

28

Herawati E 2007 Krakteristik Glulam dari Kayu Berdiameter Kecil [tesis]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Imron 2005 Pengaruh jumlah lamina bambu betung terhadap sifat fisis mekanis

balok laminasi kayu sengon dengan sambungan pasak [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation 2003 Japanese Agricultural

Standard for Glued Laminated Timber no 234 Tokyo JPIC

Karnasudirdja S 1989 Kekuatan kayu lamina yang dibuat dari tiga jenis kayu

Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 281-287

Lam F Prion HGL 2003 Engineered wood products for structural purposes Di

dalam Thelandersson S Larsen HJ editor Timber Engineering New

York Jhon Wiley amp Sons Ltd hlm 81-102

Malik J Santoso A 2005 Keteguhan lentur statis balok lamina dari tiga jenis

kayu limbah pembalakan hutan tanaman Jurnal Penelitian Hasil Hutan 23

385-397

Marra AA 1992 Technology of Wood Bonding Principles in Practice New

York Van Nostrand Reinhold

Moody RC dan Hernandez R 1997Glued-laminated timber Di dalam Smulski

S editor Engineered Wood Products A Guide for Specifiers Designers

andUsersWisconsin PFS Research Foundation

Moody RC Hernandez R Liu JY 1999 Glued structural members Di dalam

Wood Handbook Wood as an Engineering Material Madison WI USDA

Forest Service Forest Products Laboratory

Noermalicha 2001 Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu

[Tesis] Bogor Institut Pertanian Bogor

Pizzi A 1994 Advanced Wood Adhesives TechnologyNew York Marcel Dekker

Inc

Perangin-angin B 2000 Pengaruh kombinasi kekakuan lentur dan jumlah lamina

terhadap kekuatan balok laminasi kayu kaya (Khaya senegalensis

(Desr)A Juss) dan kayu bipa (Pterygota alata (Roxb) R Br) [skripsi]

Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

29

Rostina T 2001 Pengaruh jumlah lapisan dan komposisi kekakuan bahan papan

lamina terhadap keteguhan lentur statis balok laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera Linn) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor

Serrano E 2003Mechanical performance and modelling of glulamDi dalam

Thelandesson S Larsen HJ editorTimber Engineering New York Jhon

Wiley amp Sons Ltd

Shedlauskas JP et al 1996 Efficient use of red oak for glued-laminated beams

American Society of Agricultural Engineers 39 203-209

Sinaga M Hadjib N 1989 Sifat mekanis kayu lamina gabungan dari kayu pinus

dan eucalytus Duta Rimba 15113-114

Stark NM Zhiyang C Charles C 2010 Glulam Timber Di dalam Wood and

Handbook Wood as Engineering Material Madison Wisconsin USDA

Forest Service Forest Product Laboratory hlm 1117-1120

Tsoumis G 1991 Science and Technology of WoodStructure Properties

UtilizationNew York Van Nostrand Reinhold

Vick CB 1999 Adhesive bonding of wood material Di dalam Wood Handbook

Wood as an Engineering Material Madison WI USDA ForestProduct

Service Forest Products Laboratory hlm 91 ndash 924

Wijaya A 2001 Pengaruh variasi kerapatan papan dan jenis perekat terhadap

keteguhan rekat dan persentase kerusakan papan laminasi kayu kelapa

(Cocosnucifera L) [skripsi] Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Bogor

Wong ED Tan YE Yang P Cheong PJ 2002 Production of structural glulam

from tropical hardwood Evaluation of bonding integrity based on

Malaysian structural glulam standards (MS 7581981 and MS 758 2001)

Di dalam Proceedings of the 6th Pacific Rim Bio-Based Composites

Symposium Oregon 2002 hlm 104-111

Yanti N 1998 Pengaruh kombinasi sudut sambungan terhadap sifat mekanis

balok laminasi kayu agatis (Agathis loranthifolia Salisb) [skripsi] Bogor

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

30

LAMPIRAN

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

32

Lampiran 1 Nilai MOE Defleksi lamina penyusun balok laminasi (glulam)

No Tebal Lamina

1cm 15cm 2cm

1 1771 1231 1215

2 1290 1917 1353

3 1842 1554 909

4 1762 1559 1510

5 1748 1400 1202

6 1446 1470 1500

7 1635 1568 1499

8 1193 1330 1294

9 1646 1038 1371

10 1444 1661 1555

11 1297 1542 1497

12 1400 1774 1478

13 1629 2012 1114

14 1540 1013 1631

15 1464 1317 995

16 1610 1168 1437

17 1588 1924 1371

18 1525 1205 1506

19 1405 1425 Rata-Rata = 1357

20 1659 1813 Maks= 1631

21 1435 1589 Min= 909

22 1658 2060 SD= 200

23 1616 1516

24 1329 1352

25 1756 1773

26 1667 Rata-Rata = 1528

27 1732 Maks= 2060

28 1752 Min= 1013

29 1501 SD= 290

30 1343

31 1500

32 1723

33 1310

34 1881

35 1485

Rata-Rata = 1559

Maks= 1881

Min= 1193

SD= 176

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

33

Lampiran 2 Nilai pengujian sifat fisis balok laminasi (kadar air kerapatan

delaminasi air panas dan dingin)

Tipe

Glulam Ulangan

Kadar Air

() Kerapatan

(gcmsup3)

Delaminasi ()

Panas Dingin

Glulam

A (1cm)

1 1379 063 2359 481

2 1375 061 2690 509

3 1367 062 2822 526

4 1393 073 2352 484

5 1349 066 2382 496

Rata-rata 1373 065 2521 499

SD 017 005 220 019

Glulam

B

(15cm)

1 1287 065 5476 788

2 1237 061 4913 788

3 1331 063 3349 839

4 1308 065 3604 790

5 1248 061 5611 813

Rata-rata 1282 063 4591 804

SD 040 002 1054 022

Glulam

C (2cm)

1 1294 053 6638 000

2 1342 055 8187 000

3 1379 059 7922 000

4 1305 056 6674 000

5 1290 06 7508 000

Rata-rata 1322 057 7386 000

SD 038 003 709 000

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

34

Lampiran 3 Nilai pengujian sifat mekanis balok laminasi (MOE MOR

keteguhan rekat)

Tipe

Glulam Ulangan

MOE

(x10⁴ kgfcmsup2)

MOR

(kgfcmsup2)

Keteguhan Rekat

(kgcmsup2)

Glulam

A

(1cm)

1 985 697 7217

2 1016 561 8016

3 945 637 12934

4 1091 458 11975

5 991 454 9069

Rata-rata 1006 561 9842

SD 054 107 2497

Glulam

B

(15cm)

1 365 291 6128

2 620 215 13655

3 935 567 10456

4 1179 805 5871

5 611 241 9006

Rata-rata 741 424 9023

SD 317 255 3234

Glulam

C

(2cm)

1 349 256 7606

2 595 271 7477

3 982 601 10635

4 408 228 6782

5 480 278 7007

Rata-rata 563 327 7901

SD 251 154 1565

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

35

Lampiran 4 Data analisis statistik

Sumber

Keragaman

DF Kadar Air Kerapatan

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 2053 9416 0003 0019 8067 0006

Within Groups 12 1308 0014

Total 14 3361 0043

Sumber

Keragaman

DF Delaminasi

Panas

Delaminasi Dingin

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 596044

4

53798 0000 164612 29107

18

0000

Within Groups 12 664756 0339

Total 14 662520

0

164951

Sumber

Keragaman

DF MOE MOR

ss f sig ss f sig

Between

Grops

2 4955337

678263

4463 0036 138476

363

2068 0169

Within Groups 12 6662313

582028

401719

597

Total 14 1161765

126029

1

540195

960

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

36

Sumber

Keragaman

DF Ketegutan Rekat

Ss f sig

Between

Grops

2 949499 0744 0496

Within Groups 12 7655052

Total 14 8604551

Keterangan DF degree of freedom SS sum of square berbeda nyata tidak berbeda nyata

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

37

Lampiran 5 Uji lanjut Duncan

Ketebalan

Lamina

N Kadar Air Kerapatan

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 1 2

1cm 5 13726000 06500

15cm 5 12822000 06300

2cm 5 13220000 05660

Sig 058 1000 0378 1000

Ketebalan

Lamina

N Delaminasi Dingin Delaminasi Panas

Subset for alpha =05 Subset for alpha =05

1 2 3 1 2 3

1cm 5 252100 499180

15cm 5 803620 459060

2cm 5 73858

0

00000

Sig 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Ketebalan

Lamina

N MOE

Subset for alpha =05

1 2

1cm 5 10051433400

15cm 5 7413787200 7413787200

2cm 5 5626466400

Sig 0102 0254

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

38

Lampiran 6 Pola kerusakan balok laminasi

Kerusakan geser horizontal (horizontal shear)

Kerusakan tarik regas (brash tension)

i

i

i

i

i