teknik pemodelan transportasi untuk perencanaan kota
TRANSCRIPT
SEMINARPENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
(Continuing Professional Development)AHLI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Ibnu SyabriSekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB
Hotel Ambhara, 6-7 Oktober 2016Jakarta
Teknik Pemodelan Transportasiuntuk Perencanaan Kota
Outline
• Mobilitas Perkotaan: Key Issues• Model Angkutan Barang Perkotaan• Model Angkutan Penumpang
Key Issues
Konektifitas dan logistikmenjadi kunci
perencanaan strukturruang kota, terutamadalam mewujudkan
efisiensi mobilitas wargadan mobilitas komoditi
perkotaan.
“ It is widely accepted that cities of the futuremust become more sustainable, and that thetransportation sector has a major role to playin this regard. The idea of paradigm shift inurban transport is gaining currency (becomesmore popular and respectable) in many partof the world, not only to de-carbonize its fuelsupply but also to create cleaner,economically viable, and socially just cities ofthe future”(Remark from Robert Cervero, in PlanoCosmo 2 International Conference,2013)
Sustainable mobility?
• Challenges:– Urban areas (approximately 55 % of Indonesia‘s population live in urban
areas) face exceptional transport and mobility challenges.– As Income increases, demands for urban mobility are also increasing
Pendahuluan (1):Pertumbuhan Kendaraan Bermotor dan Kondisi Lalin diIndonesia
• The world is becoming more and more urban.• By 2050 – 85.9 % of the population in the developed world and 64.1% of the
developing countries will live in an ‘urbanized’ environment
• Socio-economic transition = larger and denser urban regions with intensive use oftransport networks
Traffic Congestion in Indonesia
Rapid increasing of private automobile (11,26% each year)Slow development of road infrastructure (0,01% each year)
(Jakarta Post, 2012)
Source: Kompasiana (2013)Source: Kompasiana (2012)
Model Mobilitas Komoditi:City Logistics System
Mobilitas Komoditi: Angkutan barang
Permasalahan dan Pola Angkutan Barang
Permasalahan Terkait:1. Fixed Facility Network2. Mobile Subject Network3. Auxiliary Networks4. Regulatory Networks
City Logistics SystemEffisien mobi
• The idea of city logistics is to develop urbanlogistics system that is effective and efficient aswell as environmentally friendly (Taniguchi et al.,2012).
• “The process for totally optimising the logisticsand transport activities with the support ofadvanced information systems in urban areasconsidering the traffic environment, itscongestion, safety and energy savings within theframework of a market economy”. (amongothers, Taniguchi et al., 2012).
Urban Logistics System in DKI Jakarta
Outside of the city Inside of the city
South Jakarta (21%)
West Sumatera (1,61%
Jambi (2,81%)
North Sumatera (13,42%)
South Sumatera (0,57%)
Lampung (16,67%)
West Java (3,57%)
Central Java (16,72%)
DI Yogyakarta (0,99%)
Imports(16,84%)
East Java (12,96%)
Bali (8,84%)
West Kalimantan (4,29%)
Banten (0,70%)
East Jakarta (29%)
Central Jakarta(11%)
West Jakarta (22%)
North Jakarta(17%)
Kramat JatiMarket
CipinangMarket
Kepedulian pada mobilitas perkotaan yang berkelanjutan dengan solusi inovatif.
A Model of City Logistics
Outside of the city Inside of the city
West Jakarta
West Sumatera
Jambi
North Sumatera
South Sumatera
Lampung
West Java
Central Java
DI Yogyakarta
Imports
East Java
Bali
West Kalimantan
BantenSouth Jakarta
East Jakarta
Central Jakarta
North Jakarta
UCC 1
UCC 2
UCC 3
UCC 4
Elements of citylogistics
City logistics Suggested
City logistics system Single-tire city logistics system
Fundamental conceptof city logistics
Consolidation and coordination
Initiatives of citylogistics
Public logistics terminal andcooperative freight transportationsystem
These arrangements are intended so that the supply chain become effective and efficient supply chain, also intended toreduce the number of vehicles and use low-emission vehicles that enter the city. The reduction of the number of vehiclesenvironmentally –friendly vehicles will reduce traffic congestion and pollution.
Langkah Penyelesaian Permasalahan
Fungsikonsolidasi
Model citylogistics
Meningkatkantingkat
pelayanan
Fungsikoordinasi
Sistemtransportasi
barangkooperatif
Kebijakanpersediaan
Peruteankendaraan
Penugasanrute
Ketersediaanyang rendah
Kemacetan
Permasalahan Solusi yang diusulkan Penyelesaian
Satu tingkat PembangunanUCC
Penentuanlokasi
Sistem citylogistics
Model Mobilitas Penumpang:Pembangunan Berbasis Transit, Tidak
Bermotor, dan Inklusif
Modalitas Transportasi yangBerkelanjutan
• Pro-transit• Pro-walking• Pro-cycling
Memperluas pilihan dan peningkatan layananpergerakan/perjalanan dan sekaligusmengurangi/meniadakan subsidi dan insentif terhadappenggunaan kendaraan bermotor.Underlying Methods: Activity-Based Travel DemandModelsModels: Road Pricing, TOD
Model TOD: Alternatif PerbaikanMobilitas Penduduk Perkotaan
Definisi dan Konsep Pengembangan Kawasan BerbasisTransit (TOD) Konsep TOD menghadirkan penataan kawasan yang bersifat
multifungsi lahan (mixed use) dan terintegrasi dengan jaringanangkutan umum --- Calthrope, 1993.
TOD adalah suatu bentuk kota (urban form) dengan ciri-cirikepadatan bangunan kawasan tinggi (high density), compact &mixed land serta menyediakan transportasi umum massal yangefisien dan berkualitas tinggi serta menyediakan lingkungan pejalankaki yang ideal. --- Carvero, 2010.
Sketsa Penerapan TOD di Kawasan StasiunSumber : Calthrope, 1993
Tujuan :Memusatkan pekerjaan, perumahan,jasa dan tingkat kenyamanan di sekitarfasilitas jaringan angkutan umum yang
utama, khususnya stasiun kereta api---- Renne (2005) dalam Curtis et al (2009)
--- © Institute for Transportation Development Policy (ITDP) , 2014.
Definisi dan Konsep Pengembangan KawasanBerbasis Transit (TOD) yang Inklusif
TIGA Karakteristik Utama1. Hubungan yang terintegrasi
antara penataan fungsi lahan dalam suatukawasan dengan angkutan umum (terutamasimpul pergerakan). Terwujud dalamkemudahan akses angkutan dan pelayananbaik
2. Konsep perencanaankawasan bersifat compact,multiguna lahan, serta penataanlingkungan yang mendorong pergerakanuntuk berjalan kaki, bersepeda danpenggunaan angkutan umum
3. Konsep PembangunanPerkotaan yang Inklusif (noone left behind)
Lima Prinsip Utamaa. Kepadatan (Density)
Memenuhi kapasitas MRT
b. Keragaman (Diversity)keberagaman pemanfaatan lahan dan tingkatannyaper luas wilayah, luas lantai atau lapangan pekerjaan
c. Desain (Design)Desain kawasan terpadu dan terintegerasi satusama lain
d. Aksesibilitas Tujuan(Destination Accessibility)Kemudahan mencapai tujuan baik lokalmaupun regional
e. Jarak ke Sistem AngkutanUmum (Distance to Transit)Kedekatan antara lokasi ke simpul angkutanumum
Ewing & Cervero, 2010
TOD dan Rencana PengembanganSAUMKonsep transit oriented development (TOD) atau pengembangan kawasan berbasis
transit semakin banyak muncul seiring dengan semakin intensifnya pengembangankawasan terpadu dan sistem angkutan umum massal di kota-kota besar di Indonesia.
Pengembangan kawasan dengan konsep TOD bertujuan untuk meminimalkan pergerakandengan kendaraan bermotor karena penduduk yang tinggal di kawasan berkonsep TOD dapatbekerja dan/atau melakukan aktivitas lain dalam kawasan dengan berjalan kaki.
DKI Jakartaberencana membangun rumah susun disekitar Stasiun Kampung Bandan,Jakarta Utara, dan Manggarai, JakartaSelatan dengan konsep TOD berbasiskereta. Termasuk di beberapa titiksepanjang koridor LRT Jakarta.
Kereta Cepat Jakarta - BandungPembangunan kereta cepat Jakarta –Bandung akan menerapkan konsep TODdi setiap stasiunnya dan akandiintegrasikan dengan sistem angkutanumum massal berbasis kereta di Prov.DKI Jakarta, Kab. Karawang, Kab.Bandung Barat, dan Kab. Bandung.
Kota Bogorterdapat investasi TOD Sukaresmi,Rancamaya yang akan digulirkan seiringdengan pengembangan jaringan busTranspakuan, LRT dalam kota, dan parkir.
Bogor Rayaterdapat penawaran potensi investasiTOD di Susukan, Sentul, StadionPakansari, situ front city, dan porostengah timur atau Jalur Puncak 2commuter line Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). Beberapa Kota Besar di Indonesia yang Telah
Merencanakan Sistem Angkutan Umum berbasis TOD
© Puspita Dirgahayani | 2016
Tinjauan Dasar Hukum Pengembangan Kawasan TOD di IndonesiaPerbandingan antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Bandung
DKI JAKARTA
BANDUNG
Dasar Hukum Perda No.1/2012 ttg RTRW DKI Jakarta 2010 – 2030 Perda No. 1/2014 ttg RDTR dan PZ Pergub No. 182/2012 ttg Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor
MRT Jakarta Tahap 1 Pergub No. 175/2015 tentang Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan
NIlai Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Dasar Hukum Perda No. 18/2011 tentang RTRW Kota Bandung 2011 - 2031 Perda No. 10/2015 tentang RDTR dan PZ Kota Bandung Perwal No. 1073/2015 tentang Tata Cara Pembinaan, Pengawasan
dan Diskresi dalam Penyelenggaraan Bangunan Gedung
DefinisiKawasan terpadu dari berbagaikegiatan fungsional kota denganfungsi penghubung lokal danantar lokal
Definisi Tidak disebutkan definisi TOD
secara eksplisit. Penjelasan Perda No. 18/2011,
pola jaringan transportasi untukmendukung konseppengembangan TOD, yaitu:pengembangan pola ruangcampuran (mixed use) dalamjarak radius 600 m dari titikTOD.
Masterplan Transportasi KotaBandung: Kawasan lokasi TODadalah sebuah kawasan yangterpadu, dan merupakankawasan mixed used
Prinsip Pengembangan TODPasal 7, 9, 81, dan 84 Perda No. 1/2012:a. Pengembangan pusat kegiatan pada simpul angkutan umum massal dengan pendekatan
perencanaan berskala regional dan/atau kota yang mengutamakan kekompakan denganpenataan kegiatan transit;
b. Perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan beragam dancampuran;
c. Pengembangan yang mampu memicu/mendorong pembangunan area sekitar pusat transitbaik berupa pembangunan penyisipan (infill development), revitalisasi maupun bentukpenataan/perencanaan;
d. Kawasan TOD juga merupakan bagian dari strategi pengembangan kawasan permukiman dimana kawasan tersebut dikembangkan terutama dengan metode konsolidasi lahan gunapembangunan perumahan vertikal khususnya rumah susun sederhana;
e. Pembentukan lingkungan yang lebih memprioritaskan kebutuhan pejalan kaki danpesepeda dengan menyediakan sistem prasarana pedestrian dan sepeda (di mana jalurprioritas akan diatur dalam Peraturan Gubernur);
f. Pendekatan desain dengan menguatamakan kenyamanan kehidupan pada ruang publikdan pusat lingkungan serta mempertahankan ruang terbuka hijau;
Prinsip Pengembangan TODKegiatan yang dikembangkan di sekitar titik TOD palingsedikit meliputi komersial, hunian, pelayanan umum,ruang terbuka hijau, dan lain-lain.
DKI JAKARTA
BANDUNG
Kategori KawasanUntuk Kawasan TOD Koridor MRT Tahap 1:1. Regional Urban Core (R) untuk Stasiun
Lebak Bulus, Blok M, dan Dukuh Atas;2. Urban Center (U1) untuk Stasiun
Fatmawati, Cipete, Senayan, Istora,Bendungan Hilir, Setiabudi, danBundaran HI;
3. Urban Neighborhood (U2) untukStasiun Haji Nawi, Blok A, danSisingamangaraja.
Kategori KawasanBelum ada
Lokasi Kawasan TOD Definitifa. Perda No. 1/2012 pasal 19 dan 156: Kawasan Dukuh Atas, Manggarai,
Harmoni, Senen, Jatinegara, Blok M, dan Grogol.b. Perda No. 1/2014: kawasan TOD tambahan, yaitu Kawasan Segitiga Emas
Setiabudi, Kawasan Terminal Pulo Gebang (yang terintegrasi dengan KawasanSentra Primer Timur).
c. Pergub No. 182/2012: kawasan dalam radius 350 m dari 13 titik stasiun MRT(Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Haji Nawi, Blok A, Blok M,Sisingamangaraja, Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas,dan Bundaran Hotel Indonesia)
Lokasi Kawasan TOD Definitif Dalam RTRW Kota Bandung 2011 – 2031 disebutkan
rencana pembangunan terminal terpadu di PPKGedebage (Terminal Tipe A)
Dalam RDTR Kota Bandung: kawasan TOD termasukkawasan yang memperoleh TPZ bonus dalam bentukpelampauan KLB dengan definisi kawasan terpadukompak dengan pengembangan konsep TOD.
Lampiran IX Peraturan Walikota No. 1175/2015tentang Rencana Induk Transportasi: Peta RencanaPenempatan Lokasi TOD
Pemerintah Kota Bandung melalui paparan Januari2016 telah melakukan penentuan lokasi TOD untukkoridor II LRT (Cimindi – Gedebage) yang terhubungdengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung
Penentuan Kawasan TODPusat kegiatan, stasiun, shelter danterminal angkutan umum massal yangterintegrasi dengan daerah sekitarnya.
Penentuan Kawasan TODDi sekitar terminal/stasiun/shelter di mana:a. terdapat perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih);b. kawasan dengan nilai ekonomi tinggi atau yang diprediksi akan
memiliki nilai ekonomi tinggi; danc. kawasan yang direncanakan atau ditetapkan sebagai pusat
kegiatan.
DKI JAKARTA
BANDUNG
CatatanRTRW dan RDTR akandirevisi dalam waktudekat, salah satunyadisebabkan oleh sudahadanya keputusandefinitif terkaitpengembangan sistemkereta ringan (light railtransit), dll.
Peraturan Pemanfaatan Pengendalian Ruang Pasal 310 Perda ttg RDTR: TPZ bonus dan TPZ transfer (pengalihan)
dalam bentuk peningkatan/pelampauan luas lantai (KLB) salahsatunya untuk kawasan terpadu kompak dengan pengembangankonsep TOD.
Pasal 313 Perda ttg RDTR: pengalihan hak membangun berupa luaslantai dari satu persil ke persil lain dengan zona yang sama dalamkawasan TOD diperkenankan tidak dalam satu blok.
Penentuan kompensasi pelampauan KLB dilakukan berdasarkankajian teknis tim pengkaji dan rekomendasi BKPRD.
Peraturan Pemanfaatan Pengendalian Ruang Pemberian pelampauan KLB dengan kompensasi yang dapat berupa
penyediaan fasilitas publik, seperti penyediaan lahan dan/atau membangunRTH publik, rumah susun sewa, waduk atau situ, atau menyediakaninfrastruktur, prasarana (ducting), jalur pejalan kaki, jalur sepeda yangterintegrasi dengan angkutan umum.
Fasilitas publik tersebut harus berada di dalam wilayah Provinsi DKI Jakartadan mampu berkontribusi pada penyelesaian masalah-masalah DKI Jakarta.Bentuk kompensasi tersebut disesuaikan dengan prioritas DKI Jakarta dandiserahkan kepemilikannya kepada Pemerintah DKI Jakarta.
Larangan untuk membangun dengan kepadatan tinggi sesuai rencana tataruang pada Kawasan Pembangunan Berorientasi Angkutan Massal sebelumrencana jaringan pelayanan angkutan massal terealisasi.
CatatanRTRW sedang dalam proses revisi
Mekanisme Pengelolaan Pengawasan TODBelum ada
Mekanisme Pengelolaan Pengawasan TODBelum ada
Potensi TOD: Contoh di Kota BandungAspek regulasi terkait perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang beserta implementasinyamenentukan sejauh mana pengembangan kawasan terbangun yang ada di Kota Bandung sudah
mengarah pada pengembangan TOD.
Untuk Cekungan Bandung, Kawasan Cikadupateh dan Gedebage memiliki potensi untukdikembangkan sebagai kawasan TOD.- Kawasan Cikadupateh dapat diterapkan TOD tanpa syarat- Kawasan Gedebage dapat diterapkan TOD dengan membertibkan KLB, KDB dll
Sumber: Wisyahari dan Natalivan, 2014.
Evaluasi Kawasan Stasiun Bandung dan Stasiun Kiaracondong dengan prinsip 3D(Density, Diversity dan Design)
Stasiun Bandung- Kepadatan rendah- Konektivitas cukup baik- Keberagaman tinggi- Design cukup baik- Responden lebih memilih berjalan
kaki hingga 400 m menuju stasiun
Stasiun Kiaracondong- Kepadatan sangat tinggi- Konektivitas menengah- Keberagaman menengah- Design tidak baik untuk pejalan kaki sulit- Responden lebih memilih moda
pengumpan (feeder) menuju stasiunwalau jarak hanya 200 m
Sumber: Sari, Wibowo, dan Weningtyas , 2015.
Pertimbangan Karakteristik Kota dalam Penerapan TOD
Terdapat permasalahan pelaksanaan TOD :1. Aktivitas perkotaan tersebar; tidak terkonsentrasi pada beberapa wilayah2. Sebagian besar kota dikembangkan dengan private car oriented (aktivitas
perkotaan ada di jalan-jalan utama; pembangunan jalan lingkar dan jalan toldalam kota)
3. Kawasan terminal (kereta api, bus, dan angkutan kota) tidak terletak di pusatkegiatan.
Panduan TOD yang ada sekarang sulit diterapkan pada kawasan perkotaanyang sudah terbangun karena;
1. Pendekatan panduan TOD adalah restrukturisasi kawasan perkotaan(sesuatu hal yg sulit dan sangat mahal utk diterapkan)
2. Fokus panduan TOD lebih pada mengembangkan kawasan terminal sebagaipusat aktivitas ekonomi dan sosial bukan pada integrasi pusat-pusat aktivitasdengan kawasan terminal
Kota-kota di Indonesia yang memiliki rencana pembangunan Sistem AngkutanUmum Cepat Masal (Mass Rapid Transit atau MRT) masih memiliki pandangan
yang berbeda-beda terkait pentingnya TOD untuk keefektifan MRT
Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana TataBangunan dan Lingkungan (RTBL)- Terdapat arahan prinsip penataan sirkulasi dan jalur penghubung
dengan prinsip pergerakan transitu, yaitu integrasi desain kawasan yangberorientasi pada aktivitas transit/ TOD.
- Belum ada pedoman untuk mengatur hal tersebut
PAYUNG HUKUM TOD DITINGKAT PUSAT MASIH
BERSIFAT GENERIK
Kekosongan Dasar Hukum
Pada tahun 2016 ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) sedangdalam proses menyusun pedoman TOD yang akan menjadi acuan dalam
melakukan penataan ruang, meliputi perencanaan, pemanfaatan ruang, danpengendalian ruang, khususnya di kawasan transit.
Relativitas Delineasi Kawasan TODSecara teori, kawasan TOD dapat dikembangkan hingga radius 800 m dari simpul transit.
Besaran radius tersebut didasarkan pada jarak berjalan kaki (walkability). Namun di Indonesia,kemungkinan besar akan lebih kecil.
Perempuan mau berjalan <500 m. Untukbelanja. Lebih dari 2 orang teman(rombongan)
Laki-laki mau berjalan >800 m. Untukkesehatan. Sendiri
Jarak tempuh hingga 600 m, karean tidaktersedia jalur pejalan kaki yang aman dannyaman
Waktu tempuh rata rata untuk berjalankaki maksimal 15 menit
Stasiun Depok BaruSumber: Mauliawati dan Natalivan, 2013.
Keberhasilan pengembangan kawasan TOD bergantung pada kemauan masyarakatmenggunakan angkutan umum dan faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
59,9 % jarang menggunakan kereta api32,7% sering menggunakan kereta api7,4% tidak pernah menggunakan
Keterjangkauan biaya (affordability)Ketersediaan angkutan lain (accessibility)Kesesuaian rute, jadwal, dan tujuanSepeda motor menjadi kompetitor utama (50%)
KRL JabodetabekSumber: Dirgahayani dan Situngkir, 2015.
Pengelolaan kawasan TOD memerlukan kesamaan persepsi dan koordinasi antar pemangku kepentingan(stakeholder) dalam prinsip density, diversity dan design.
Mayoritas stakeholder termasuk sektor swasta menilai positif terhadap pengembangan kawasanberbasis TOD. Tantangan terbesar adalah penguasaan lahan (adanya spekulasi lahan dan penguasaanlahan ilegal)
Peta Persepsi dan Aksi Stakeholders terhadap Penguasaan Lahan untuk Implementasi TOD di Kawasan Stasiun ManggaraiSumber: Dirgahayani, Syabri, dan Waluyo, 2015.
Aksesibilitas vs LVCPelibatan pihak swasta dalam penguasaan lahan, penyediaan sistem angkutan umum berbasis rel danjuga pembangunan di kawasan TOD memerlukan instrumen insentif dan disinsetif. Land value capture
(LVC) adalah sumber pembiayaan alternatif untuk hal tersebut.
Tufail dan Dirgahayani (2015) melakukan analisishubungan antara aksesibilitas & pola nilai lahan(berdasarkan NJOP & harga pasar) di sekitarkawasan stasiun Gedebage yang akandikembangkan menjadi kawasan TOD.
Aksesibilitas belum menjadi faktor yangdapat memberikan daya tarik tambahanbagi suatu lokasi, sehingga meningkatkannilai lahannya, baik melalui indikator NJOPmaupun harga pasar.
Pola Nilai Lahan berdasarkan NJOP dan Harga Pasar di Kawasan Stasiun GedebageSumber: Tufail dan Dirgahayani, 2015.
Keberadaan rencana Sistem Angkutan Umum Cepat Massal seperti KCJB, LRT Jakarta, LRT Jabodetabek,TransJakarta BRT telah dipertimbangkan oleh pengembang dalam mengembangkan suatu kawasan
properti sebagai salah satu daya tarik pasar. Dari yang sebelumnya, lebih menonjolkan akses terhadapjaringan jalan, seperti jalan tol atau flyover dalam memasarkan produknya.
Pergeseran preferensi ini perlu dimanfaatkandan diarahkan oleh Pemerintah baik pusat
maupun daerah sehingga terjadi sinergi antarapengembangan properti dan sistem angkutanumum cepat massal dalam konteks TOD yang
tepat. Tidak semata untuk peningkatanintensitas pengembangan properti tetapi juga
menciptakan mutual benefit terhadapkeberlanjutan finansial sistem angkutan itu
sendiri dan terciptanya penataan ruang kotayang berkelanjutan.
END