tekhnik instrumentasi pada cranio cervical junction no name

12
Tekhnik Instrumentasi Pada Persimpangan Craniocervical Pendahuluan Fiksasi craniocervical junction telah banyak digunakan sebagai penanganan terhadap berbagai kondisi patologis yang menimbulkan ketidakstabilan. Teknik operasi awal untuk menstabilkan persimpangan craniocervical yang terlibat adalah dengan pemasangan instrumentasi eksternal yang membantu fusi. Fusi jenis ini bersifat efektif tetapi membutuhkan imobilisasi berkepanjangan dengan rompi halo. Selain Itu terdapat tekhnik instrumentasi internal yang menyediakan stabilitas langsung dan memungkinkan pasien untuk lepas dari penggunaan rompi halo berkepanjangan untuk mencapai tingkat fusi yang lebih tinggi. Salah Satu instrumentasi interna yang sering digunakan adalah dengan pemasangan tongkat fiksasi yang dibengkokan dan difiksasikan ke daerah craniocervical dengan menggunakan kabel sublaminar (Gbr.1). Gambar 1. Contoh pemasangan Fusi Internal, dan berbagai contoh kondisi patologis yang mampu menimbulkan ketidak stabilan persimpangan cranio cervical. Secara klasik instrumentasi yang sering dilakukan dengan cara menghubungkan kawat sublaminar dan memfisasikannya ke suboksipital. Kesulitan yang sering terjadi dalam pemasangan instrumentasi berhubungan dengan posisi alat instrumentasi menyebabkan perkembangan alat untuk fusi occipitocervical berupa plate dan alat instrumentasi berbasis sekrup. Plate dan alat instrumentasi berbasis sekrup secara signifikan memiliki 1

Upload: oskar-ady-widarta

Post on 18-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pemasangan instrumentasi pada cranio cervical

TRANSCRIPT

Tekhnik Instrumentasi Pada Persimpangan Craniocervical

Pendahuluan

Fiksasi craniocervical junction telah banyak digunakan sebagai penanganan terhadap berbagai kondisi patologis yang menimbulkan ketidakstabilan. Teknik operasi awal untuk menstabilkan persimpangan craniocervical yang terlibat adalah dengan pemasangan instrumentasi eksternal yang membantu fusi. Fusi jenis ini bersifat efektif tetapi membutuhkan imobilisasi berkepanjangan dengan rompi halo. Selain Itu terdapat tekhnik instrumentasi internal yang menyediakan stabilitas langsung dan memungkinkan pasien untuk lepas dari penggunaan rompi halo berkepanjangan untuk mencapai tingkat fusi yang lebih tinggi. Salah Satu instrumentasi interna yang sering digunakan adalah dengan pemasangan tongkat fiksasi yang dibengkokan dan difiksasikan ke daerah craniocervical dengan menggunakan kabel sublaminar (Gbr.1).

Gambar 1. Contoh pemasangan Fusi Internal, dan berbagai contoh kondisi patologis yang mampu menimbulkan ketidak stabilan persimpangan cranio cervical.

Secara klasik instrumentasi yang sering dilakukan dengan cara menghubungkan kawat sublaminar dan memfisasikannya ke suboksipital. Kesulitan yang sering terjadi dalam pemasangan instrumentasi berhubungan dengan posisi alat instrumentasi menyebabkan perkembangan alat untuk fusi occipitocervical berupa plate dan alat instrumentasi berbasis sekrup. Plate dan alat instrumentasi berbasis sekrup secara signifikan memiliki keuntungan lebih dikarenakan lebih kaku dibandingkan cara klasik sebelumnya dengan menggunakan kawat sublaminar. Grob et al melaporkan penggunaan plate dan sekrup transarticular atau subaxial sekrup, lateral mass memiliki hasil fusi craniocervical dengan hasil yang sangat baik.

Pemilihan Pasien

Berbagai macam kondisi patologi mempengaruhi persimpangan craniocervical termasuk kelainan bawaan, trauma, tumor, dan kondisi degeneratif seperti rheumatoid arthritis. (Gambar 1 dan 2). Gejala klinis yang timbul akibat penyakit penyakit yang menyebabkan ketidakstabilan di persimpangan craniocervical dapat bervariasi dari nyeri, myelopathy, dan kecacatan yang progresif. Hasil instrumentasi craniocervical dapat menimbulkan kerugian berupa kehilangan gerak fungsional yang signifikan, oleh karena itu semua tindakan bedah dan pemasangan instrumentasi harus dipertimbangkan dengan seksama.Secara fisiologis, rotasi dari cervical hingga 56 derajat terjadi di persimpangan C1 C2 dan 8 derajat pada persimpangan occipital dan tulang atlas. Daerah persimpangan craniocervical juga bertanggung jawab terhadap rotasi secara sagital terhadap gerakan fleksi dan ekstensi.Dalam tindakan pemasangan instrumentasi, bila memungkinkan pemasangan alat instrumentasi hanya dibatasi pada tulang C1 C2, tanpa memfiksasi tulang occipital, hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan kemampuan rotasi dari cervical dan fleksi dan ekstensi dari tulang cervical. Instrumentasi craniocervical diperlukan ketika ketidakstabilan melibatkan segmen occipital dan tulang atlas dan ketika instrumentasi C1-2 tidak dapat dilakukan. Sebuah dekompresi ventral transoral mungkin diperlukan dalam hubungannya dengan instrumentasi craniocervical.

Gambar 2. Contoh kasus basilar invaginasi dimana os odontoid menimbulkan penekanan terhadap spinal cord

Indikasi :1. Occipitoatlantal instability :a. Cranial settling, basilar invaginationb. Dislokasi Occipitoatlantalc. Destruksi occipitoatlantal joints2. Atlantoaxial instability dengan ketidakmampuan untuk fiksasi C1, C2, atau keduanyaKontra Indikasi :1. Osteoporosis Berat (kontra indikasi relatif)2. Permukaan tulang untuk pemasangan alat yang destruksi (occiput, C1, C2)

Persiapan Preoperative

Pemasangan fusi harus diusahakan sependek mungkin namun mencakup semua segmen yang patologis. Jika ditemukan ketidakstabilan subaxial tambahan, fusi mungkin harus diperluas untuk menyertakan tulang belakang leher yang lebih rendah. Jika stabilisasi tulang belakang leher yang lebih rendah perlu dilakukan, seperti pada kasus osteoporosis parah dan rematik arthritis, terutama dengan kyphotic deformitas, mungkin perlu dipertimbangkan untuk melakukan instrumentasi hingga menyertakan persimpangan cervicothoracic dan memperluas fusi hingga vertebra tulang belakang dada bagian atas (upper thorasik). Studi pencitraan termasuk foto polos fleksi / ekstensi penting dilakukan dalam menilai kesejajaran (alignment) sagital pasien secara keseluruhan. Traksi servikal pra operasi dapat dilakukan untuk pasien pasien dengan deformitas servikal.

Prosedur Operatif

PositioningPasien ditempatkan dalam posisi tertelungkup (prone). Pada pasien pasien yang dicurigai terdapat ketidak stabilan tulang belakang cervical, kesejajaran (alignment) servikal diperiksa dengan menggunakan fluoroskopi atau dilakukan foto polos x ray setelah pasien diposisikan telungkup bahkan jika diperlukan, reduksi tertutup dapat dilakukan. Dalam melakukan tindakan hal yang paling kita perhatikan adalah posisi netral terhadap persimpangan craniocervical. Kesejajaran (alignment) cervical harus lah tetap terjamin dan memungkinkan pasien untuk melihat lurus ke depan dengan nyaman setelah operasi. Fleksi yang berlebihan dapat menyebabkan kesulitan untuk menelan dan mempertahankan tatapan ke depan. Status neurologis dapat dimonitor menggunakan pemantauan elektrofisiologi termasuk somatosensori evoked potensial (SEP) dan motorik evoked potensial (MEP). setiap perubahan di SEP atau MEP pemantauan setelah pasien diposisikan mungkin menunjukkan perlu reposisi.

1. Posisi tengkurap2. Leher sedikit menekuk keposisi netral dan kepala netral. Memposisikan kepalasangatlah penting untuk tindakan fusi occipitocervical dari operasi servikal lainnya hal ini dikarenakan posisi kepala pasien akan tetap untuk sisa hidupnya. Jika tetap menjadi ekstensi, pasien akan memiliki kesulitan besar melihat kebawah, dan mengalami kesulitan besar terhadap aktivitas hidup sehari-hari, seperti berpakaian dan kebersihan pribadi (aktifitas mandi, cuci, kakus (MCK)). Jika tetap menjadi fleksi, dapat berkembang nyeri leher kronis dan sakit punggung kronis dari keharusan untuk terus melakukan hyperextensi leher dan kepala untuk melihat lurus ke depan. Dalam beberapa kasus, kondisi fleksi yang tetap dapat menyebabkan disfagia.3. Pemantauan somatosensorievoked potensial 4. Pemantauan fluoroskopi secara lateral (C-arm) 5. Fiksasi kepala secara rigid (halo brace atau Mayfield)6. Traksi untuk mengurangi penekanan oleh tulang tengkorak7. Ccomputed tomography (CT) dengan rekonstruksi angiografi pre operasi untuk menilai ketebalan puncak oksipital dan integritas tulang servikal dan untuk menyingkirkan anomaly arteri vertebralis

ApproachDilakukan sebuah sayatan posterior garis tengah. Bagian tulang Oksipital; cincin posterior atlas, bagian posterior C2; prosesus spinosus, arkus vertebrae, dan lateral mass pada bagian cervical bawah dilakukan diseksi sampai dengan lapisan subperiosteally yang direncanakan untuk dilakukan fusi terekspose(bahkan dapat diperluas hingga ekspose C4 C5). Pada bagian C1 kita harus memliki perhatian khusus terhadap a. vertebralis C1 untuk menghindari cedera pada arteri vertebralis lateral dekat lengkungan C1. Sumber perdarahan besar lainnya yang perlu diperhatikan adalah pleksus vena besar di sekitar arteri vertebralis pada craniocervical junction untuk mengurangi resiko kehilangan darah. Paparan lateral terhadap tulang oksiput lebih baik tidak kurang dari 4 cm terutama dari titik inion. Dekompresi dari kanalis spinalis dilakukan jika diperlukan. Graft tulang dari krista iliaka posterior diambil secara terpisah.

InstrumentasiBeberapa sistem instrumentasi tersedia untuk fiksasi instrument pada craniocervical junction. Sistem yang ada dapat berupa pemasangan instrument yang melibatkan midline oksipital plate, Y -plate, atau rod - plate(Gambar 3). Tulang occipital pada bagian midline akan lebih tebal dibandingkan tulang occipital bagian lateral. Bagian lateral oksipital memiliki ketebalan kurang dari 5 mm. Tulang oksipital bagian tengah dan central merupakan bagian yang paling tebal, hal ini memungkinkan untuk pemasangan sekrup superior dengan risiko yang lebih kecil untuk terjadiunya robeknya dura saat dilakukan pemasangan instrumentasi.

Gambar 3. Model instrumentasi Saw Bone

Awalnya, dilakukan bor dril dengan bor berdiameter 2,5 mm yang pada awalnya dilakukan sedalam 6 mm dan dilanjutkan secara perlahan hingga 2 mm sampai dirasakan telah menembus sisi posterior dilanggar. Dilakukan pemasangan sekrup bicortical (lebih disukai karena sekrup bicortical memiliki kekuatan penarikan 50% lebih besar dari unicortical dengan kepanjangan yang sama), meskipun sekrup unicortical yang dipasang secara sentral dapat juga memungkinkan bila dipasang dengan kedalaman minimal 8 mm (Gambar 4). Panjang sekrup sisi oksipital biasanya 10 mm. Pada sudut craniocervical kadangkala dibutuhkan drill atau sekrup yang bersifat fleksible agar instrumentasi dapat dilakukan tegak lurus terhadap tulang oksipital. (Gbr. 5). Pondasi paling baik adalah dengan menghubungkan antara sekrup ke transarticular C1-2 atau lateral mass yang terpasang pada sisi subaxial (Gbr. 6 dan Gbr. 7). Sekrup Polyaxial dapat ditempatkan sesuai dengan teknik standar dengan membentuk rod penghubung sesuai dengan kontur dan sehingga memfiksasi baik sekrup lateral mass dan oksipital plate. Daerah oksipital lateral dan lateral mass yang terpaksa dibuang dapat diganti dengan autograft. Cara alternative lain dengan menempatkan strip tulang corticocancellous antara oksiput dan C2.Beberapa tekhnik instrumentasi yang dapat dilakukan antara lain : Y- plate instrumentation Fiksasi Transarticular C1 C2 Oksipital screw plate Oksipital screw plate dilanjutkan dengan lateral mass screw Occipito cervical wiring dengan pemasangan threaded Steinmann pin Sekrup transarticular occipitoatlantal

Gambar 6. Instrumentasi cranicervical pada foto polos leher lateral dan AP

Gambar 7. Penampakan intra operative pemasangan instrumentasi craniocervical

Gambar 8. Pemasangan Y-plate, ilustrasi, intra operative, radiografi post operasi

Gambar 9. C1 C2 sekrup trans articular, radiografi post operasi

Gambar 10. Occipital screw plate device dengan konektor, radiologi post op

Gambar 11. Pemasangan lateral mass screw

Gambar 12. Occipito cervical wiring dengan pemasangan threaded Steinmann pin

Gambar 13. Sekrup transarticular occipitoatlantal

Post Operative Management

Instrumentasi craniocervical umumnya memiliki toleransi dengan baik terhadap tingkat fusi dengan angka keberhasilan fusi dengan sekrup dan plate adalah 95 sampai 100%. Studi biomekanik menunjukkan sekrup dan pelat konstruksi secara umum lebih kaku dan memberikan kekuatan dibandingkan kawat sublaminar dan sistem rod, terutama dalam memberikan fiksasi posisi tengkorak. Instrumentasi kaku telah terbukti meniadakan kebutuhan untuk orthosis eksternal (fiksasi eksternal) secara tetap serta bertahap meningkatkan tingkat fusi. Tingkat fusi secara signifikan dapat menunjukkan peningkatan bahkan dalam kaitannya dengan patologi yang mendasari. Bahkan pasien rheumatoid arthritis dan pasien yang menjalani terapi kortikosteroid secara kronis yang umumnya memiliki kadar penyembuhan yang kurang baik telah menunjukkan tingkat fusi tinggi dengan fiksasi occipitocervical fiksasi. Komplikasi dapat terjadi pada 30% dari pasien (Tabel 2). Komplikasi dini terjadi pada 15% pasien dan termasuk infeksi pada bekas luka (5%), infeksi daerah cangkok tulang (bone graft) (5%), dan komplikasi medis umum (5%) yang paling umum pneumonia. Komplikasi langsung berhubungan dengan operasi jarang terjadi. Namun cedera arteri vertebral akibat instrumentasi atau pemaparan mungkin terjadi. Kesulitan menelan mungkin terjadi jika pasien tetap dalam posisi craniocervical yang tertekuk. Sebuah penutupan luka teliti diperlukan, terutama jika ditemukan kebocoran LCS terlihat pada saat pemasangansekrup oksipital. Komplikasi akhir yang sangat jarang terjadi antara lain termasuk pseudarthrosis, kegagalan instrumentasi, dan degenerasi vertebrae pada level yang berdekatan (Gbr. 13).

Gambar 13. Contoh kegagalan instrumentasi dan table komplikasi yang sering terjadi

Kesimpulan

Teknik instrumentasi modern untuk fusi occipitocervical, termasuk plate - screw, rod - screw, dan trans articular screw,dapat memberikan fiksasi kaku dan menghindari penggunaan kawat sublaminar dan instrumentasi lain yang dapat mencederai kanalis spinalis. Teknik-teknik ini adalah pilihan yang sangat baik untuk pasien yang memiliki beberapa atau lamina yang retak atau destruksi yang menghalangi fiksasi dengan kabel. Fusi dapat direstrukturisasi semata-mata untuk segmen yang terlibat ataupun meluas kesegmen dibawahnya. Metode ini secara teknis menuntut, membutuhkan presisi operasi, dan keahlian yang mumpuni dengan beberapa teknik fiksasi.1