tekan pertumbuhan kasus aids dengan obat lokal

3
Tekan Pertumbuhan Kasus AIDS Dengan Obat lokal Keberhasilan program pencegahan merupakan kunci rendahnya angka prevelansi HIV/AIDS di Kuba. Di samping itu, obat- obatan yang diproduksi di dalam negeri dan sistem pelayanan pengobatan yang baik turut menekan pertumbuhan kasus AIDS. Demikian diungkapkan Deputi Direktur Institut Penyakit Tropikal Kuba Prof Jorge Perez, usai memberikan ceramah mengenai pelayanan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS di Kuba, di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, kemarin (7/11/02). Menurut Perez, Kuba telah memulai penelitian tentang HIV/AIDS sejak 1983, sebelum kasus pertama HIV/AIDS di Kuba terdeteksi pada 1985. Sejak itu, langkah-langkah pencegahan terus dilakukan. “Pencegahan juga diarahkan pada pasien hemofilia agar terhindar dari penularan melalui transfusi darah,’ kata Perez. Pasien hemofilia, lanjutnya, adalah salah satu target pencegahan di Kuba. Itulah sebabnya angka penderitaq HIV/AIDS yang tertular melalui transfusi darah, khususnya pasien hemofilia di Kuba sangat rendah. “Di negara-negara tetangga kami, seperti Brazil, angka penderita HIV/AIDS yang tertular melalui transfusi darah kepada pasien hemofilia cukupn tinggi. Sebab, negara-negara tersebut tidak mengarahkan pencegahan penularan pada pasien hemofilia.’ Prevalensi HIV di Kuba 17 kali lebih rendah dibanding rata- rata di negara Amerika latin lainnya, yang mencapai satu per 200 penduduk dewasa. Dia mengatakan 100% penderita AIDS di Kuba mendapatkan perawatan rumah sakit atau pusat-pusat layanan kesehatan nlainnya,n sedangkan penderita HIV diberi obat antiretroviral dan obat-obat terkait lain setiap satu bulan sekali. “Pemberian dosis satu bulan bertujuan untuk mempermudah monitoring penderita. Kami harus memastikan obat benar-benar diminum dan secara berkala penderita HIV diperiksa kemajuan pengobatannya,” ujar Perez. Produksi sendiri

Upload: muhammad-nizar

Post on 13-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: Tekan Pertumbuhan Kasus AIDS Dengan Obat Lokal

Tekan Pertumbuhan Kasus AIDS Dengan Obat lokal

Keberhasilan program pencegahan merupakan kunci rendahnya angka prevelansi HIV/AIDS di Kuba. Di samping itu, obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri dan sistem pelayanan pengobatan yang baik turut menekan pertumbuhan kasus AIDS.

Demikian diungkapkan Deputi Direktur Institut Penyakit Tropikal Kuba Prof Jorge Perez, usai memberikan ceramah mengenai pelayanan pengobatan bagi penderita HIV/AIDS di Kuba, di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, kemarin (7/11/02).

Menurut Perez, Kuba telah memulai penelitian tentang HIV/AIDS sejak 1983, sebelum kasus pertama HIV/AIDS di Kuba terdeteksi pada 1985. Sejak itu, langkah-langkah pencegahan terus dilakukan. “Pencegahan juga diarahkan pada pasien hemofilia agar terhindar dari penularan melalui transfusi darah,’ kata Perez.

Pasien hemofilia, lanjutnya, adalah salah satu target pencegahan di Kuba. Itulah sebabnya angka penderitaq HIV/AIDS yang tertular melalui transfusi darah, khususnya pasien hemofilia di Kuba sangat rendah. “Di negara-negara tetangga kami, seperti Brazil, angka penderita HIV/AIDS yang tertular melalui transfusi darah kepada pasien hemofilia cukupn tinggi. Sebab, negara-negara tersebut tidak mengarahkan pencegahan penularan pada pasien hemofilia.’

Prevalensi HIV di Kuba 17 kali lebih rendah dibanding rata-rata di negara Amerika latin lainnya, yang mencapai satu per 200 penduduk dewasa.

Dia mengatakan 100% penderita AIDS di Kuba mendapatkan perawatan rumah sakit atau pusat-pusat layanan kesehatan nlainnya,n sedangkan penderita HIV diberi obat antiretroviral dan obat-obat terkait lain setiap satu bulan sekali.

“Pemberian dosis satu bulan bertujuan untuk mempermudah monitoring penderita. Kami harus memastikan obat benar-benar diminum dan secara berkala penderita HIV diperiksa kemajuan pengobatannya,” ujar Perez.

Produksi sendiri

Untuk pengobatan HIV/AIDS, jelas Perez, Kuba telah memproduksi sendiri beberapa jenis obat antretrovirol, yakni AZT (zidovudine), D4T (stavudine), 3TC (lamivudine), DDI (didanoside) dan crixivan (indinavir).

Perez menegaskan, memproduksi obat sendiri menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan pengobatan HIV/AIDS dan penyakit lain. “Jika tidak memproduksi obat sendiri, kita menjadi rentan terhadap permainan harga perusahaan-perusahaan farmasi asing. Dengan memproduksi obat, kita bisa mendapatkan harga lebih murah,” ujarnya.

Lebih lanjut Perez mengatakan ilmuwan-ilmuwan Kuba saat ini sedang mengembangkan penelitian mengenai vaksin pencegah dan terapi

Page 2: Tekan Pertumbuhan Kasus AIDS Dengan Obat Lokal

HIV/AIDS. “Penelitian mengenai vaksin pencegah sudah dimulai sejak 1998. Diharapkan penelitian ini bisa menghasilkan vaksin yang bisa menetralisasi virus dan menghancurkannyan sedini mungkin.”

Sementara itu, Direktur Utama RSKD dr Syamsuridjal Djauzzi mengatakan Indonesia bisa mengadopsi pengetahuan ilmuwan-ilmuwan kuba yang berkaitan dengan pengembangan obat-obatan. “Jika memungkin kan, kita mencoba mendatangkan teknisi (bidang biomolekuler) mereka. Sebab, itu yang belum kita miliki,” ungkapnya.

Selain itu, kata Syamsu,n Kuba dapat dijadikan salah satu alternatif pemasok obat-obat antretroviral. “Jenis obat antiretroviral yang mereka produksi cukup lengkap dan menurut mereka harganyapun kompetitif.”

Keberhasilan ARV dalam menekan jumlah penderita HIV/AIDS juga diakui dokter spesialis penyakit dalam, Zubairi Djoerban, pada pertemuan bulanan Odha, Keluarga dan Tenaga Kesehatan, di Sekretariat Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, beberapan waktu lalu.,

Dalam pertemuan bertemakan Pengalaman Menggunakan Obat AIDS itu, Zubairi mengatakan ARV terbukti efektif menekan jumlah virus HIV dalam tubuh penderita. Dengan menjalani terapi antiretroviral, penderita HIV/AIDS bahkan berpeluang memunyai keturunan yang bebas HIV.

“Bahkan, jumlah virus yang dapat diketahui melalui monitoring viral load (VL) pada pasien yang menjalani terapi ARVm bisa mencapai nol atau tidak lagi,” ujar ketua pelaksana harian Pokdisus AIDS FKUI/RSUPN-CM tersebut.Namun, lanjut Zubairi, monitoring VL, hanya bisa mendeteksi virus HIV bebas, sedangkan yang bergabung dengan leukosit (sel darah putih) atau menempel pada sperma tidak terditeksi. Hal ini menyebabkan pasien HIV/AIDS yang menunjukkan angka VL nol belum bisa dikatakan terbebas dari HIV.

Melihat kondisi ini, Zubairi menyarankan, meski VL menunjukkan tidak adanya HIV, penderita HIV/AIDS harus tetap berhati-hati agar tidak menularkan virus HIV.

SUMBER : MEDIA INDONESIA, JUMAT 8 NOVEMBER 2002