tinjauan pustaka aids
TRANSCRIPT
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 1/28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Definisi AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) menurut US
Centers' for Diseases Control (CDC) yang disetujui para ahli yang mengikuti
Second Meeting of the WHO Collaborating Centers in AIDS di Geneva tanggal 16
-18 Desember 1985 (telah direvisi dalam tahun 1987) adalah sebagai berikut [1]:
− Suatu penyakit yang menunjukkan adanya defisiensi imunoseluler,
misalnya sarkoma Kaposi atau satu atau lebih penyakit oportunistik yang di
diagnosis dengan cara yang dapat dipercaya.
− Tidak adanya sebab-sebab immunodefisiensi seluler lainnya (kecuali
infeksi HIV).
ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah suatu retrovirus yang sejak tahun 1986 disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV) atas rekomendasi dari International
Committee on Toxonomy of Viruses (lihat Gambar 1. Anatomi virus HIV).
Nama ini mengganti nama lama, yaitu Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV) yang diberikan oleh L. Montagnier dan Institut Pasteur di Paris dan Human
T-Lymphocyte Virus Type III (HTLV-III) yang diberikan oleh R. Gallo dari US
National Cancer Institute [1].
Gambar 1. Anatomi virus HIV (dikutip dari [1])
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 2/28
Di Afrika Barat dan Eropa Barat telah ditemukan pula suatu retrovirus lain,
yakni HIV-2 yang juga dapat menyebabkan AIDS. Virus ini mempunyai perbedaan
cukup banyak dengan HIV-1, baik genetik maupun antigenetik, sehingga tidak
bisa dideteksi dengan tes serologik yang biasa dipakai. HIV-2 ternyata mempunyai
banyak persamaan dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang terdapat
pada kera, termasuk kera Macacus di Indonesia dan kera hijau di Afrika. [1].
PATOGENESIS
Bila virus HIV masuk ke dalam tubuh, HIV akan menyerang sel darah
putih, yakni limfosit T4 yang mempunyai peranan penting sebagai pengatur sistem
imunitas. HIV mengadakan ikatan dengan CD4 receptor yang terdapat pada
permukaan limfosit T4. Kini diketahui bahwa virus ini juga dapat langsung merusak
sel-sel tubuh lainnya yang mempunyai CD4 antara lain sel glia yang terdapat di
otak, makrofag dan sel Langerhans di kulit, saluran pencernaan dan saluran
pernapasan. Suatu enzim, reverse transkriptase mengubah bahan genetik virus
(RNA) menjadi DNA yang bisa berintegrasi dengan sel dari hospes [2].
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik
virus. Infeksi oleh HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung
seumur hidup (lihat Gambar 2. Mekanisme virus HIV).
Gambar 2. Mekanisme virus HIV (dikutip dari [1])
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 3/28
Masa inkubasi diperkirakan 5 tahun atau lebih. Diperkirakan bahwa sekitar
25% dari orang yang terinfeksi akan menunjukkan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama. Sekitar 50% dari yang terinfeksi dalam 10 tahun pertama akan mendapat
AIDS [2].
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala
AIDS [1]:
1. Tahap 1: Periode Jendela
- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV
dalam darah.
- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat.
- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini.
- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 4-8 minggu setelah
terinfeksi.
2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
- HIV berkembang biak dalam tubuh.
- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa
sehat.
- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah
terbentuk antibody terhadap HIV.
-Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)
- Sistem kekebalan tubuh semakin turun.
- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan
kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan
tubuhnya.
4. Tahap 4: AIDS
- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.
- Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya AIDS pada orang yang
seropositif belum diketahui dengan jelas adalah menurunnya limfosit T4 di bawah
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 4/28
200 per ml yang berarti mempunyai prognosis yang buruk. Diperkirakan bahwa
infeksi HIV yang berulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempunyai
peranan penting.
CDC Atlanta menetapkan klasifikasi infeksi pada orang dewasa sebagai berikut
[1]:
1. group I Infeksi akut (penyakit flu)
2. group II Infeksi simptomatik
3. group III Limfadenopati generalisata menetap
4. group IV Penyakit lainnya
− subgroup A Penyakit konstitusional (demam, diare, berat badan
menurun)
− subgroup B Penyakit saraf (ensefalitis)
− subgroup C Penyakit infeksi sekunder (Pneumocystis carinii,
Cytomegalovirus, Salmonella, dan lainnya)
− subgroup D Kanker sekunder (Kaposi sarcoma dan Non-Hodgkin
lymphoma)
− subgroup E Kondisi lainnya
MANIFESTASI KLINIS
Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika
Tengah, 22–24 Oktober 1985 telah disusun suatu definisi klinik AIDS untuk
digunakan oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik
laboratorium.
Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3. Manifestasi
klinis HIV) [1]:
1. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi
yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya.
− Gejala mayor :
− Penurunan berat badan lebih dari 10%
− Diare kronik lebih dari 1 bulan
− Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten)
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 5/28
− Gejala minor :
− Batuk lebih dari 1 bulan
− Dermatitis pruritik umum
− Herpes zoster rekurens
− Candidiasis orofaring
− Limfadenopati umum
− Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif
2. AIDS dicurigai pada anak (bila terdapat paling sedikit dua gejala
mayor dan dua gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi
yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya.− Gejala mayor :
− Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal
− Dian kronik lebih dari 1 bulan
− Demam lebih dari 1 bulan
− Gejala minor :
− Limfadenopati umum
−Candidiasis orofaring
− Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).
− Batuk persisten
− Dermatitis umum
− Infeksi HIV maternal
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 6/28
Gambar 3. Manifestasi klinis HIV (dikutip dari [1])
Klasifikasi klinis penyakit terkait dengan HIV diusun untuk digunakan pada
pasien yang sudah didiagnosis secara pasti bahwa terinfeksi HIV (lihat Tabel 1.
Menentukan stadium klinis HIV dan Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut
diduga infeksi HIV).
Tabel 1. Menentukan stadium klinis HIV (dikutip dari [1])
Stadium 1. Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata
Persisten
Stadium 2. Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3. Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 7/28
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1
bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni
kronis (<50.000/ml)
Stadium 4. Sakit beratSindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
Infeksi mikobakteria non-TB meluas DEPKES RI – Pedoman
Nasional Terapi Antiretroviral edis II – 2007 11
Lekoensefalopati mutlifokal progresif (PML)
Peniciliosis, kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis
meluas (histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis)
Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin* (Gangguan fungsi
neurologis dan tidak sebab lain sering kali membaik dengan
terapi ARV)
Kanker serviks invasive*
Leismaniasis atipik meluas
Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIVKondisi dengan tanda* perlu diagnosis dokter yang dapat diambil dari rekam medis RS
sebelumnya.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 8/28
Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV (dikutip dari [1])
Keadaan Umum
Kehilangan berat-badan >10% dari berat badan dasar
Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral
>37,5OC) yang lebih dari satu bulan
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
Limfadenopati meluas
Kulit
PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi
HIV. Beberapa kelainan seperti
kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi
pada ODHA tapi tidak selalu
terkait dengan HIV
Infeksi
Infeksi jamur Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis vagina kambuhan
Infeksi viral Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis vagina kambuhan
Gannguan pernafasan Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis vagina kambuhan
Gangguan neurologis Nyeri kepala yang semakin
parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif
PENGOBATAN
Sebelum mendapat terapi ARV, harus dipersiapkan secara matang dengan
konseling kepatuhan sehingga dapat dimengerti benar akan manfaat, cara
penggunaan, efek samping obat, tanda-tanda bahaya dan lain sebagainya yang
terkait dengan ARV [5].
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 9/28
Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang
dapat dipercaya untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV,
dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV.
Jika tidak terdapat saran pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat diperkirakan
dari jumlah limfosit total yang sudah dapat dikerjakan di banyak laboratorium pada
umumnya.
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif
(
Highly Active Antiretroviral Therapy a
tau HAART). Terapi ini telah sangat
bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah
ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor
. Pilihan terbaik
HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat yang terdiri dari paling
sedikit dua macam bahan antiretrovirus (lihat Tabel 4. Indikasi pemberian ARV
pada dewasa, Tabel 5. Jenis dan dosis ARV, Tabel 6a. Regimen yang dianjurkan
untuk terapi lini pertama, dan Tabel 6b. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial).
Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse
transcriptase inhibitor
(NRTI) dengan protease inhibitor
, atau dengan non-
nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). [13,14].
NRTI bekerja Reverse transkripstase (RT) mengubah RNA virus menjadi
DNA proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus
golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini
menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada
sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI
harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk
komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat dengan
steatosis [5]. NNRT merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers
transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim
dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI
dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan
obat lain.
Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif
HIV – protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 10/28
penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan
polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat
maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak
virulen.
Tabel 4. Indikasi pemberian ARV pada dewasa (dikutip dari [2])
Stadium klinis
(WHO)
Tidak tersedia tes
CD4
Tersedia tes CD4
I atau II Tanpa ARV CD4 < 200 sel/mm3
III ARV Disarankan jika
CD4 200-350
sel/mm3
IV ARV ARV tanpa
memandang CD4
Tabel 5. Jenis dan dosis ARV (dikutip dari [2])
Golongan / Nama Obat Dosis
Nucleoside RTI
Abacavir (ABC) 300 mg tiap 12 jam atau 400
mg sekali sehari
Didanosine (DDI) 250 mg sekali sehari jika BB <60 Kg
250 mg sekali sehari bila
diberikan bersama TDF
Lamivudin (3TC) 150 mg setiap 12 jam, atau 300
mg sekali sehari
Stavudin (D4T) 40 mg setiap 12 jam atau 30
mg setiap 12 jam bila BB < 60
KgZidovudin (ZDV / AZT) 300 mg setiap 12 jam
Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari
Non Nucleoside RTI
Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari
Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari 14 hari
pertama, kemudian 200 mg
setiap 12 Jam
Protease Inhibitor
Indinavir (IDV) 800 mg/100 mg setiap 12 jam
Lopinavir (LPV) 400 mg/100 mg setiap 12 jam,
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 11/28
(533 mg/133 mg setiap 12 jam
bila dikombinasikan dengan
EFV atau NVP)
Nelvinafir (NFV) 1250 mg setiap 12 jamSaquinavir (SQV) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam
atau 1600 mg/200 mg sekali
sehari
Ritonavir (RTV) Kapsul 100 mg, larutan oral
400 mg/5 ml
Tabel 6. Regimen yang dianjurkan untuk terapi lini pertama
Dianjurkan (AZT or TDF) + (3TC or FTC) +(EFV or NVP)
Alternatif ABC or d4T) + (3TC or FTC) +
(EFV or NVP)
Triple NRTI - Indikasi: wanita dengan CD4 >
250/mm3, koinfeksi hepatitis,
reaksi berat terhadap NVP atau
EFV atau infeksi HIV-2
- Jenis : AZT/3TC/ABC or
AZT/3TC/TDF
Tidak direkomendasikan Monoterapi and dual terapi
(kecuali untuk PPP and PMTCT),
D4T/AZT, D4T/DDI,
3TC/FTC, TDF/3TC/ABC,
TDF/3TC/DDI,TDF/DDI/NNRTI
Tabel 6b. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial (dikutip dari [5])
Kolom A Kolom B
Lamivudin+zidovudin Evafirenz
Lamivudin+didanosin
Lamivudin+stavudin
Lamivudin+zidovudin Nevirapine
Lamivudin+stavudin
Lamivudin+didanosin
Lamivudin+zidovudin Nelvinafir
Lamivudin+stavudin
Lamivudin+didanosin
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 12/28
Terapi HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya
jumlah virus dalam darah), tetapi tidak menyembuhkan dari HIV ataupun
menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap
HAART dan gejalanya kembali setelah terapi dihentikan (lihat Tabel 7. Efek
samping ARV dan Tabel 8. Toksisitas ARV) [6].
Tanpa terapi HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi
dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan
selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9 bulan. Penerapan
HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun.
Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus
adalah alasan utama kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART [1].
Tabel 7. Efek samping ARV (dikutip dari [6])
Golongan obat / nama obat Efek samping
NRTI
Lamivudine (3TC) Toksisitas rendah, asidosis
laktat dengan steatosis hepatitis
Stavudine (d4T) Pankreatitis, neuropati perifer,
asidosis laktat dengan steatosis
hepatitis, lipoatrofi
Zidovudine (ZDV atau AZT) Anemia, neutropenia,
intoleransi gastrointestinal,
sakit kepala, sukar tidur,
miopati, asidosis laktat dengan
steatosis hepatitis
Insufisiensi fungsi ginjal
Didanosin (ddI) Pankreatitis, neuropati perifer,
mual, diare, asidosis laktat
dengan steatosis hepatitis
(jarang)
Tenofovir (TDF) Insufisiensi ginjal
NNRTI
Efavirenz (EFV)
Gejala SSP seperti pusing,
mengantuk, sukar tidur,
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 13/28
bingung, halusinasi, agitasi
peningkatan kadar
transaminase, ruam kulit
Nevirapine (NVP) Peningkatan kadar,
aminotransferase serum
hepatitis, toksisitas hati yang
mengancam jiwa
PI
Lopinavir + ritonavir (LPV/r) Intoleransi gastrointestinal,
mual, muntah, peningkatan
enzim transaminase,
hiperglikemia, pemindahan
lemak dan abnormalitas lipid
Tabel 8. Toksisitas ARV (dikutip dari [6])
Toksisitas hematologi Anemia, neutropenia yang
sering disebabkan oleh AZT
Disfungsi mitokondria Sering disebabkan oleh obat
NRTI, termasuk asidosisi
laktat, hepatotoksik,
pankreatitis, neuropati
periferal, lipoatropi dan miopati
Toksisitas renal Nefroliatiasis dan disfungsi
tubular renal
Abnormalitas metabolic Umumnya dengan Pis.
Hiperlipidemia, akumulasi
lemak, resistensi insulin,
diabetes dan osteopenia
Reaksi alergi Ruam kulit dan reaksi
hipersensitivitas, sering pada
NNRTI, pada beberapa NRTI
seperti ABC dan pada beberapa
PI
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 14/28
Pembahasan obat ARV sebagai berikut [1]:
1. Lamivudin
Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin
dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin
bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat
polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja,
namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi
hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.
Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai
dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara
luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya
sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine.
Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan
penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ).
Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.
Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila
perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1
tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).
Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST
dapat terjadi pada 30-40% pasien.
2. ZidovudinMekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT)
HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase
virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi.
Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan
menghambat reaksi reverse transcriptase.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 15/28
Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim
reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog
nukleosida lainnya.
Spektrum aktivitas : HIV(1&2)
Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti
lamivudin dan abakafir)
Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika
diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat
yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat
baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami
glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.
Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup
5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari
Efek samping : anemia, neotropenia, sakit kepala, mual. Zidovudin dapat
menyebabkan penyakit darah, termasuk granulocytopenia (kelainan darah yang
parah ditandai oleh penurunan tajam jenis tertentu yang disebut sel-seldarah
putih granulosit) dan anemia parah yang membutuhkan transfusi darah.
3. Didanosin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi : Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reverse
transcriptase.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti
HIV lainnya.Farmakokinetik : Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet
kunyah, buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum
dalam keadaan puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk
system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam
urin.
Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal
atau terbagi.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 16/28
Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati perifer.
4. Zalsitabin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi : Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada reverse
transcriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang
tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya
(bukan zidanudin).
Farmakokinetik : Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau
MALOX TC akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi
penetrasi ke ssp lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat
dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan
ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.
Dosis : Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam)
Efek samping : Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.
5. Stavudin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukkan rantai DNA virus.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.
Spektrum aktivitas : HIV tipe 1 dan 2
Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan denganantiHIV lainnya.
Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara
karbon 2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular
menjadi triposfat yang menghambat transcriptase reverse dan menghentikan
rantai DNA.
Dosis : Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).
Efek samping : Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 17/28
6. Lamivudin
Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi
silang dengan didanosin dan zalsitabin.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV.
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan
anti HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan
bergantung pada ekskresi ginjal.
Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x
sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin
atau abakavir.
Efek samping : Sakit kepala dan mual.
7. Emtrisitabin
Mekanisme kerja : Merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah
kebentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya sama dengan
lamivudin.
Resistensi : Resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin.
Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.
Dosis : Per oral 1x sehari 200 mg kapsul.
Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .
8. Abakavir
Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukan rantai DNA virusResistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ).
Indikasi : Infeksi HIV.
Dosis : Per oral 600mg / hari ( 2 tablet 300 mg ).
Efek samping : Mual ,muntah, diare,reaksi hipersensitif ( demam,malaise,ruam),
ganguan gastro intestinal.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 18/28
9. Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase
inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam
kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus
melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi
hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu
tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk
aktif lebih sempurna.
Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan
HBV.
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh
dikombinasi dengan lamifudin dan abakafir.
Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.
Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.
10. Nevirapin
Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1
RT.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.
Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 ).
Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama
NRTI.
Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per
hari ), kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan
enzim hati.
11. Delavirdin
Mekanisme kerja : Sama dengan devirapin.
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan
nefirapin dan efavirens.
Spektrum aktivitas : HIV tipe 1.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 19/28
Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.
Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam
bentuk tablet 100mg.
Efek samping : Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.
12.Efavirenz
Mekanisme kerja : Sama dengan neviravin
Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 100,179,181.
Spektrum aktivitas : HIV 1
Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama
NRTI dan NtRTI.
Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur
untuk mengurangi efek samping SSP nya.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam
.
13. Sakuinavir
Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV
protease peptidomimetic inhibitor.
Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease
terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan
beberapa PI seperti ritonavir).
Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau
1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan
makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.Efek samping
diare, mual, nyeri abdomen.
14. Ritonavir
Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease
kodon 82.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 20/28
Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI
seperti sakuinavir ).
Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan
makanan )
Efek samping : Mual, muntah , diare.
15. Indinavir
Mekanisme kerja :Sama dengan sakuinavir.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam
keadaan perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat
ini tersedia dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.
Efek samping : Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal.
16. NelfinavirMekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
Resistensi : Terhadap nelfinavir disebabkan terutama oleh mutasi.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5
tablet 250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.
Efek samping : Diare, mual, muntah.
17. AmprenavirMekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.
Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada protease
kodon 50.
Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama
atau tanpa makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.
Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.
18. Lopinavir
Mekanisme kerja : Sama dengan sakuanavir.
Resistensi : Mutasi yang menyebabkan resistensi terhdap lopinavir belum
diketahui hingga saat ini.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 21/28
Spektrum aktivitas : HIV (tipe 1dan 2)
Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul
mengandung 133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan
dengan makanan.
Efek samping : Mual, muntah, peningkatan kadar koleterol dan
trigliserida,peningkatan y-GT.
19. Atazanavir
Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.
Spectrum Aktivitas : HIV tipe 1 dan 2.
Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.
Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan
bersama dengan makanan.
Efek samping : Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG atau jarang.
Ada pendapat mengatakan bahwa hanya vaksin yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan
lainnya sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien
tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun
penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin [5].
Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha
mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk
memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik
untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika
menangani infeksi HIV atau AIDS.Vaksinasi hepatitis
A dan B disarankan bagi yang belum terinfeksi virus ini
dan dalam berisiko terinfeksi. Penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan, misalnya pada pneumonia
pneumosistis
, toksoplasmosis
dan kriptokokus meningitis
.
Prinsip umum dalam penggantian ARV tunggal karena toksisitas harus
melibatkan obat dari kelas ARV yang sama. Jika ARV yang menyebabkan
toksisitas dalam rejimen yang digunakan bisa teridentifikasi, maka ARV tersebut
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 22/28
bisa diganti dengan ARV lain yang tidak memiliki toksisitas atau efek samping
yang sama. Bagi toksisitas yang bisa mengancam jiwa, mungkin tidak bisa
dipastikan ARV pengganti yang optimal dari kelas terapi yang sama (lihat Tabel 9.
Toksisitas pada rejimen ARV lini pertama dan anjuran obat pengganti). Misalnya
dalam kasus terapi dengan NVP yang bisa menyebabkan Stevens-Johnson
Syndrome, substitusi dengan NNRTIs yang lain tidak direkomendasikan karena
potensial untuk terjadi toksisitas spesifik yang lain. Dalam hal ini perlu dilakukan
penggantian ke triple NRTI regimen yaitu penggantian NVP dengan ABC atau TDF
jika pada asalnya komponen NRTI dalam regimen teresbut adalah AZT atau 3TC.
Bisa juga dilakukan penggantian NVP dengan PIs. Tapi jika diganti dengan PI,
harus diwaspadai bahwa tidak ada rejimen lain yang direkomendasi jika terjadi
kegagalan terapi PI [6].
Tabel 9. Toksisitas pada rejimen ARV lini pertama dan anjuran obat pengganti
(dikutip dari [1])
Rejimen Toksisitas Obat pengganti
AZT / 3TC / NVP Intoleransi GI yang
persisten oleh
karena AZT /toksisitas
hematologis yang
berat,
Ganti AZT dengand4T
Hepatotoksis berat
oleh karena NVP
Ganti NVP dengan
EFV (kalau hamil
ganti dengan NFV,
LPV/r atau ABC)
Ruam kulit berat
karena NVP (tetapi
tidak mengancam
jiwa),
Ganti NVP dengan
EFV
Ruam kulit berat
yang mengancam
jiwa (Stevens-
Johnson syndrome)
oleh karena NVP
Ganti NVP dengan
PI
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 23/28
AZT / 3TC / EFV Intoleransi GI yang
persisten oleh
karena AZT /
toksisitas
hematologis yang
berat,
Ganti AZT dengan
d4T
Toksisitas susunan
saraf pusat menetap
oleh karena EFV
Ganti EFV dengan
NVP
d4T / 3TC / NVP Neuropati oleh
karena d4T atau
Pankreatitis,
Ganti d4T dengan
AZT
Lipoatrofi oleh
karena d4T,
Ganti d4T dengan
TDF atau ABC
Hepatotoksik berat
oleh karena NVP
Ganti NVP dengan
EFV (kalau hamil
ganti dengan NFV,
LPV/r atau ABC)
Ruam kulit berat
oleh karena NVP
(tetapi tidak
mengancam jiwa),
Ganti NVP dengan
EFV
Ruam kulit berat
yang mengancam
jiwa oleh karena
NVP (Stevens-
Johnson syndrome)
Ganti NVP dengan
PI
d4T / 3TC / EFV Neuropati oleh
karena d4T atau
pankreatitis,
Ganti d4T dengan
AZT
Lipoatrofi oleh
karena d4T,
Ganti d4T dengan
TDF atau ABC
Toksisitas susunan
saraf pusat menetap
oleh karena EFV
Ganti EFV dengan
NVP
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 24/28
PENCEGAHAN
Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa
Negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia untuk dilaksanakan
secara sekaligus, yaitu [9]:
- Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
- Program penyuluhan sebaya
- Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
- Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotik
- Program pendidikan agama
- Program layanan pengobatan penyakit menular seksual
- Program promosi kondom di tempat lokalisasi pelacuran dan panti pijat
- Pelatihan keterampilan hidup
- Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling
- Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak
- Integrasi program pencegahan, pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk
penderita AIDS
- Program pencegahan penularan dari ibu ke anak dengan pemberian obat
ARV
Penelitian telah membuktikan efektifitas profilaksis kotrimoksasol (lihat
Tabel 10. Kriteria memulai dan menghentikan kortimoksasol dan Tabel 11.
Rangkuman anjuran terapi kortimoksasol profilaksis) dalam menurunkan angka
kematian dan kesakitan dari berbagai tingkat latar belakang resisten terhadap
kotrimoksasol dan revalensi malaria. Oleh karena itu dianjurkan bagi semua
penderita HIV dewasa dan remaja yang memenuhi kriteria klinik dan imunitasuntuk terapi ARV harus pula diberi profilaksis kotrimoksasol untuk mencegah
serangan PCP (pneumonia Pneumocystis jiroveci) dan toksoplasmosis [5].
Dosis yang digunakan adalah satu tablet forte atau dua tablet dewasa sekali
sehari. Dosis harian total adalah 960 mg (800 mg
sulfametoksasol [SMZ] + 160 mg trimetoprim [TMP]).
Perempuan yang memenuhi kriteria untuk terapi kotrimoksasol profilaksis
harus meneruskannya selama kehamilannya. Bila seorang perempuan perlu terapi
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 25/28
kotrimoksasol profilaksis, harus segera dimulai tanpa memandang umur
kehamilannya. Ibu menyusui pun harus tetap minum kotrimoksasol.
Tabel 10. Kriteria memulai dan menghentikan kortimoksasol (dikutip dari [1])
Infeksi oportunistik CD4 untuk
memulai
profilaksis
primer
Pilihan
obat
CD4 untuk
menghentikan
profilak-sis
primer [b]
CD4 untuk
menghentikan
profilaksis
sekunder [b]
PCP <200/mm3 TMP-SMX
1 tab forte/
hari
>200 mg/mm3 >200 mg/mm3
Toksoplasmosis <200/mm3 TMP-SMX
1 tab forte/
hari
>200 mg/mm3 >200 mg/mm3
Meningi-tis
kriptokokal
Tidak ada
indikasi
Flukonazole >100 mg/mm3 >100 mg/mm3
Kandidosis oral dan
esofageal
Tidak ada
indikasiKeterangan:
[a] Kotrimoksasol profilaksis dapat dimulai dalam dua konteks berbeda. ”profilaksis klasik,
yaitu untuk mencegah PCP dan toksoplasmosis, dianjurkan keapda semua ODHA dengan
stadium klini 2-3 dan 4 atau dengan CD4 < 200/mm3. Bila pencegahan ditujukan juga
untuk mencegah kematian dan kesakitan infeksi bakterial dan malaria juga maka dianjurkan
pada ODHA dewasa dengan CD4 < 350 /mm3 atau stadium klini 2, 3 dan 4.
[b] Dihentikan apabila dua kali berturut-turut hasil tes CD4 seperti dalam tabel di atas, sudah
mendapat terapi ARV lebih dari 6 bulan lamanya dengan kepatuhan yang tinggi. Profilaksis
harus diberikan kembali apabila jumlah CD4 turun di bawah tingkat awal.
Tabel 11. Rangkuman anjuran terapi kortimoksasol profilaksis (dikutip dari [2])
Saat memberikan
dosis pertama
kotrimoksasol
Tidak ada tes CD4 Tersedia tes CD4
Stadium klinis 2,
3, 4 (termasuk
semua pasien
dengan TB)
Semua stadium
klinis dan CD4
<200/mm3 Atau
Stadium klinis 3
atau 4 tanpa meman
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 26/28
-dang jumlah CD4*
Terapi kotrimoksasol
profilaksis sekunder
Profilaksis sekunder ditujukan untuk
mencegah kekambuhan dianjurkan bagi
ODHA yang baru sembuh setelah
pengobatan pneumonia Pneumocystis
jiroveci dengan (PCP)
Saat mengawali
kotrimoksasol
sehubungan dengan
inisiasi terapi ARV
Mulai profilaksis kotrimoksasol terlebih
dulu. Mulai terapi ARV 2 minggu
kemudian bila ODHA sudah dapat
menerima kotrimoksasol dengan baik dan
tidak ada gejala alregi (ruam,
hepatotoksis)†*Pilihan 2: Semua stadium klinis dan CD4 <350/mm3 di mana tujuan kotrimoksasol profilaksis
adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan infeksi bakterial dan
malaria, di samping PCP dan toksoplasmosis.
†Hal ini akan membantu untuk membedakan efek samping dari ARV dan kotrimoksasol yang
serupa (terutama bila memulai paduan ARV yang mengandung NVP).
Kepatuhan berobat terhadap ART sebesar 95% atau lebih diharapkan
dapat menekan virus HIV dan mencegah resistensi obat karena
perkembangbiakan virus yang mutan. Pengukuran kepatuhan dibagi menjadi
pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung adalah
pengukuran biologis dan observasi klinikus. Pengukuran tidak langsung adalah
laporan diri (self report), perhitungan jumlah pil (pil counts), tepatnya waktu
kunjungan, tepat dosis, frekuensi.
Program pencegahan penularan HIV ibu ke anak dengan pemberian obat
RV penting untuk mendapat perhatian besar. Efektifitas penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 10-30%. Artinya dari ibu yang terinfeksi 100%, ada 10-30 bayi yang
akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi saat proses melahirkan, dan sebagian
kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air susu ibu [2].
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kematian [1].
PROGNOSIS
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 27/28
Mortalitas pada penderita AIDS yang sudah sakit lebih dari 5 tahun mendekati
100%. Survival penderita AIDS rata-rata ialah 1– 2 tahun [2].
DAFTAR PUSTAKA
1. Surya A, Ginting G, Pulungsih SP, Wardana HW. Panduan tatalaksana
klinis infeksi HIV pada orang dewasa. Dalam: Aditama TY. Pedoman Nasional
Terapi Antiretroviral. Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007.hlm15.
2. Djoerban Z, Djauzi S. AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid III. Jakarta: FKUI, 2007.hlm.1825.
5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 28/28
3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV Jilid II. Jakarta: FKUI, 2007.hlm.998.
4. Nasronudin. Infeksi jamur. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV
Jilid III. Jakarta: FKUI, 2007.hlm. 1815.
5. Merati TP, Somia IKA, Utama S. Penatalaksanaan AIDS pada orang
dewasa dengan kegagalan terapi kombinasi ARV lini pertama di fasilitas
kesehatan dengan sumber daya terbatas. Diunduh dari
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:C2MCnx0tnWAJ:www.sandarmais.org/files/ Kasus%2520HIV
%2520Substitusi
%2520Lini.pdf+penatalaksanaan+AIDS+pada+orang+dewasa+dengan+kegagal
an+terapi+merati, pada Agustus 2011.
6. Ramadian O, Ristriawan E. Pengaruh efek samping ARV terhadap adherens
ODHA di layanan terpadu HIV RSCM. Diunduh dari
http://www.aidsindonesia.or.id/download/ ARV-RSCM.pdf, pada Agustus
2011.
7. Zubaidi Y. Tuberkulostatik dan leprostatik. Dalam: Ganiswara SG (editor
utama). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.hlm.597.
8. Bahry B, Setyabudi B. Obat jamur. Dalam: Ganiswara SG (editor utama).
Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.hlm.560.
9. Juwono R. Petunjuk pencegahan dan penularan HIV. Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/ files/cdk/files/cdk _075_aids.pdf , pada Agustus 2011.