tinjauan pustaka aids

28
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI De fi ni si AI DS (  Acquire d Immun odeficien cy Syndro me) me nur ut US Centers' for Diseases Control (CDC) yang disetujui para ahli yang mengikuti Second Meeting of the WHO Collaborating Centers in AIDS di Geneva tanggal 16 -18 Desember 1985 (telah direvisi dalam tahun 1987) adalah sebagai berikut [1]: Su at u pe nyakit yang menu nju kk an adanya de fis iensi imunos eluler, misalnya sarkoma Kapos i atau satu atau lebih penyakit oportunistik ya ng di diagnosis dengan cara yang dapat dipercaya. Tid ak ada nya sebab-seba b immuno def isie nsi selul er lain nya (kecu ali infeksi HIV). ETIOLOGI Pen yeb ab AIDS ada lah sua tu retr ovir us yan g seja k tah un 19 86 dis ebu t  Huma n Immun odeficien cy Virus (HIV) atas re kome ndas i da ri  Internatio nal Committee on Toxonomy of Viruses (lihat Gambar 1. Anatomi virus HIV).  Nama ini mengganti nama lama, yaitu Lymphaden opathy Asso ciated Virus (LAV) yang d iberikan oleh L. Montagnier dan Institut Pasteur di Paris dan Human T-Lym phocyt e Viru s Ty pe III (HTL V-III) y ang diberik an ole h R. Gallo dari US  National Cance r Institu te [1]. Gambar 1. Anatomi virus HIV (dikutip dari [1])

Upload: dayoe-thegunners

Post on 18-Jul-2015

135 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 1/28

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Definisi AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) menurut US 

Centers' for Diseases Control  (CDC) yang disetujui para ahli yang mengikuti

Second Meeting of the WHO Collaborating Centers in AIDS di Geneva tanggal 16

-18 Desember 1985 (telah direvisi dalam tahun 1987) adalah sebagai berikut [1]:

− Suatu penyakit yang menunjukkan adanya defisiensi imunoseluler,

misalnya sarkoma Kaposi atau satu atau lebih penyakit oportunistik yang di

diagnosis dengan cara yang dapat dipercaya.

− Tidak adanya sebab-sebab immunodefisiensi seluler lainnya (kecuali

infeksi HIV).

ETIOLOGI

Penyebab AIDS adalah suatu retrovirus yang sejak tahun 1986 disebut

 Human Immunodeficiency Virus (HIV) atas rekomendasi dari  International 

Committee on Toxonomy of Viruses (lihat Gambar 1. Anatomi virus HIV).

 Nama ini mengganti nama lama, yaitu Lymphadenopathy Associated Virus

(LAV) yang diberikan oleh L. Montagnier dan Institut Pasteur di Paris dan Human

T-Lymphocyte Virus Type III (HTLV-III) yang diberikan oleh R. Gallo dari US

 National Cancer Institute [1].

Gambar 1. Anatomi virus HIV (dikutip dari [1])

Page 2: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 2/28

 

Di Afrika Barat dan Eropa Barat telah ditemukan pula suatu retrovirus lain,

yakni HIV-2 yang juga dapat menyebabkan AIDS. Virus ini mempunyai perbedaan

cukup banyak dengan HIV-1, baik genetik maupun antigenetik, sehingga tidak 

 bisa dideteksi dengan tes serologik yang biasa dipakai. HIV-2 ternyata mempunyai

 banyak persamaan dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang terdapat

 pada kera, termasuk kera Macacus di Indonesia dan kera hijau di Afrika. [1].

PATOGENESIS

Bila virus HIV masuk ke dalam tubuh, HIV akan menyerang sel darah

 putih, yakni limfosit T4 yang mempunyai peranan penting sebagai pengatur sistem

imunitas. HIV mengadakan ikatan dengan CD4 receptor yang terdapat pada

 permukaan limfosit T4. Kini diketahui bahwa virus ini juga dapat langsung merusak 

sel-sel tubuh lainnya yang mempunyai CD4 antara lain sel glia yang terdapat di

otak, makrofag dan sel Langerhans di kulit, saluran pencernaan dan saluran

 pernapasan. Suatu enzim, reverse transkriptase mengubah bahan genetik virus

(RNA) menjadi DNA yang bisa berintegrasi dengan sel dari hospes [2].

Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik 

virus. Infeksi oleh HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung

seumur hidup (lihat Gambar 2. Mekanisme virus HIV).

Gambar 2. Mekanisme virus HIV (dikutip dari [1])

Page 3: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 3/28

 

Masa inkubasi diperkirakan 5 tahun atau lebih. Diperkirakan bahwa sekitar 

25% dari orang yang terinfeksi akan menunjukkan gejala AIDS dalam 5 tahun

 pertama. Sekitar 50% dari yang terinfeksi dalam 10 tahun pertama akan mendapat

AIDS [2].

Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala

AIDS [1]:

1. Tahap 1: Periode Jendela

- HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV

dalam darah.

- Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat.

- Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini.

- Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 4-8 minggu setelah

terinfeksi.

2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:

- HIV berkembang biak dalam tubuh.

- Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa

sehat.

- Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah

terbentuk antibody terhadap HIV.

-Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan

tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).

3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala)

- Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

- Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan

kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.- Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan

tubuhnya.

4. Tahap 4: AIDS

- Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.

- Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya AIDS pada orang yang

seropositif belum diketahui dengan jelas adalah menurunnya limfosit T4 di bawah

Page 4: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 4/28

 

200 per ml yang berarti mempunyai prognosis yang buruk. Diperkirakan bahwa

infeksi HIV yang berulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempunyai

 peranan penting.

CDC Atlanta menetapkan klasifikasi infeksi pada orang dewasa sebagai berikut

[1]:

1. group I Infeksi akut (penyakit flu)

2. group II Infeksi simptomatik 

3. group III Limfadenopati generalisata menetap

4. group IV Penyakit lainnya

− subgroup A Penyakit konstitusional (demam, diare, berat badan

menurun)

− subgroup B Penyakit saraf (ensefalitis)

− subgroup C Penyakit infeksi sekunder (Pneumocystis carinii,

Cytomegalovirus, Salmonella, dan lainnya)

− subgroup D Kanker sekunder (Kaposi sarcoma dan Non-Hodgkin

lymphoma)

− subgroup E Kondisi lainnya

MANIFESTASI KLINIS

Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika

Tengah, 22–24 Oktober 1985 telah disusun suatu definisi klinik AIDS untuk 

digunakan oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik 

laboratorium.

Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3. Manifestasi

klinis HIV) [1]:

1. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala

mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi

yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya.

− Gejala mayor :

− Penurunan berat badan lebih dari 10%

− Diare kronik lebih dari 1 bulan

− Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten)

Page 5: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 5/28

 

− Gejala minor :

− Batuk lebih dari 1 bulan

− Dermatitis pruritik umum

− Herpes zoster rekurens

− Candidiasis orofaring

− Limfadenopati umum

− Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif 

2. AIDS dicurigai pada anak (bila terdapat paling sedikit dua gejala

mayor dan dua gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi

yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya.− Gejala mayor :

− Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal

− Dian kronik lebih dari 1 bulan

− Demam lebih dari 1 bulan

− Gejala minor :

− Limfadenopati umum

−Candidiasis orofaring

− Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).

− Batuk persisten

− Dermatitis umum

− Infeksi HIV maternal

Page 6: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 6/28

 

Gambar 3. Manifestasi klinis HIV (dikutip dari [1])

Klasifikasi klinis penyakit terkait dengan HIV diusun untuk digunakan pada

 pasien yang sudah didiagnosis secara pasti bahwa terinfeksi HIV (lihat Tabel 1.

Menentukan stadium klinis HIV dan Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut

diduga infeksi HIV).

Tabel 1. Menentukan stadium klinis HIV (dikutip dari [1])

Stadium 1. Asimptomatik 

Tidak ada penurunan berat badan

Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata

Persisten

Stadium 2. Sakit ringan

Penurunan BB 5-10%

ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhir 

Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)

Ulkus mulut berulang

Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)

Dermatitis seboroik 

Infeksi jamur kuku

Stadium 3. Sakit sedang

Penurunan berat badan > 10%

Page 7: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 7/28

 

Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1

 bulan

Kandidosis oral atau vaginal

Oral hairy leukoplakia

TB Paru dalam 1 tahun terakhir 

Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)

TB limfadenopati

Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut

Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni

kronis (<50.000/ml)

Stadium 4. Sakit beratSindroma wasting HIV

Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang

Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.

Kandidosis esophageal

TB Extraparu*

Sarkoma kaposi

Retinitis CMV*

Abses otak Toksoplasmosis*

Encefalopati HIV

Meningitis Kriptokokus*

Infeksi mikobakteria non-TB meluas DEPKES RI – Pedoman

 Nasional Terapi Antiretroviral edis II – 2007 11

Lekoensefalopati mutlifokal progresif (PML)

Peniciliosis, kriptosporidiosis kronis, isosporiasis kronis, mikosis

meluas (histoplasmosis ekstra paru, cocidiodomikosis)

Limfoma serebral atau B-cell, non-Hodgkin* (Gangguan fungsi

neurologis dan tidak sebab lain sering kali membaik dengan

terapi ARV)

Kanker serviks invasive*

Leismaniasis atipik meluas

Gejala neuropati atau kardiomiopati terkait HIVKondisi dengan tanda* perlu diagnosis dokter yang dapat diambil dari rekam medis RS

sebelumnya.

Page 8: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 8/28

 

Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV (dikutip dari [1])

Keadaan Umum

Kehilangan berat-badan >10% dari berat badan dasar 

Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral

>37,5OC) yang lebih dari satu bulan

Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan

Limfadenopati meluas

Kulit

PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi

HIV. Beberapa kelainan seperti

kutil genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi

 pada ODHA tapi tidak selalu

terkait dengan HIV

Infeksi

Infeksi jamur Kandidosis oral*

Dermatitis seboroik 

Kandidosis vagina kambuhan

Infeksi viral Kandidosis oral*

Dermatitis seboroik 

Kandidosis vagina kambuhan

Gannguan pernafasan Kandidosis oral*

Dermatitis seboroik 

Kandidosis vagina kambuhan

Gangguan neurologis Nyeri kepala yang semakin

 parah (terus menerus dan tidak 

 jelas penyebabnya)

Kejang demam

Menurunnya fungsi kognitif 

PENGOBATAN

Sebelum mendapat terapi ARV, harus dipersiapkan secara matang dengan

konseling kepatuhan sehingga dapat dimengerti benar akan manfaat, cara

 penggunaan, efek samping obat, tanda-tanda bahaya dan lain sebagainya yang

terkait dengan ARV [5].

Page 9: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 9/28

 

Pemantauan jumlah sel CD4 di dalam darah merupakan indikator yang

dapat dipercaya untuk memantau beratnya kerusakan kekebalan tubuh akibat HIV,

dan memudahkan kita untuk mengambil keputusan memberikan pengobatan ARV.

Jika tidak terdapat saran pemeriksaan CD4, maka jumlah CD4 dapat diperkirakan

dari jumlah limfosit total yang sudah dapat dikerjakan di banyak laboratorium pada

umumnya.

Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat

aktif  

 

(

 

 Highly Active Antiretroviral Therapy a

 

tau HAART). Terapi ini telah sangat

 bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah

ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor 

 

. Pilihan terbaik 

HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat yang terdiri dari paling

sedikit dua macam bahan antiretrovirus  (lihat Tabel 4. Indikasi pemberian ARV

 pada dewasa, Tabel 5. Jenis dan dosis ARV, Tabel 6a. Regimen yang dianjurkan

untuk terapi lini pertama, dan Tabel 6b. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial).

Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse

transcriptase inhibitor  

 

(NRTI) dengan protease inhibitor 

 

, atau dengan non-

nucleoside reverse transcriptase inhibitor  

 

(NNRTI). [13,14].

 NRTI bekerja Reverse transkripstase (RT) mengubah RNA virus menjadi

DNA proviral sebelum bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus

golongan ini bekerja pada tahap awal replikasi HIV, obat obat golongan ini

menghambat terjadinya infeksi akut sel yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada

sel yang telah terinfeksi HIV. Untuk dapat bekerja, semua obat golongan NRTI

harus mengalami fosforilasi oleh enzim sel hospes di sitoplasma. Yang termasuk 

komplikasi oleh obat obat ini adalah asidosilaktat dan hepatomegali berat dengan

steatosis [5]. NNRT merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim revers

transcriptase dengan cara berikatan ditempat yang dekat dengan tempat aktif enzim

dan menginduksi perubahan konformasi pada situs akif ini. Semuasenyawa NNRTI

dimetabolisme oleh sitokrom P450 sehingga cendrung untuk berinteraksi dengan

obat lain.

Semua PI bekerja dengan cara berikatan secara reversible dengan situs aktif 

HIV – protease.HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan

Page 10: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 10/28

 

 penglepasan poliprotein virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya penglepasan

 polipeptida prekusor virus oleh enzim protease sehingga dapat menghambat

maturasi virus, maka sel akan menghasilkan partikel virus yang imatur dan tidak 

virulen.

Tabel 4. Indikasi pemberian ARV pada dewasa (dikutip dari [2])

Stadium klinis

(WHO)

Tidak tersedia tes

CD4

Tersedia tes CD4

I atau II Tanpa ARV CD4 < 200 sel/mm3

III ARV Disarankan jika

CD4 200-350

sel/mm3

IV ARV ARV tanpa

memandang CD4

Tabel 5. Jenis dan dosis ARV (dikutip dari [2])

Golongan / Nama Obat Dosis

Nucleoside RTI

Abacavir (ABC) 300 mg tiap 12 jam atau 400

mg sekali sehari

Didanosine (DDI) 250 mg sekali sehari jika BB <60 Kg

250 mg sekali sehari bila

diberikan bersama TDF

Lamivudin (3TC) 150 mg setiap 12 jam, atau 300

mg sekali sehari

Stavudin (D4T) 40 mg setiap 12 jam atau 30

mg setiap 12 jam bila BB < 60

KgZidovudin (ZDV / AZT) 300 mg setiap 12 jam

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari

Non Nucleoside RTI

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

 Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari 14 hari

 pertama, kemudian 200 mg

setiap 12 Jam

Protease Inhibitor

Indinavir (IDV) 800 mg/100 mg setiap 12 jam

Lopinavir (LPV) 400 mg/100 mg setiap 12 jam,

Page 11: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 11/28

 

(533 mg/133 mg setiap 12 jam

 bila dikombinasikan dengan

EFV atau NVP)

 Nelvinafir (NFV) 1250 mg setiap 12 jamSaquinavir (SQV) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam

atau 1600 mg/200 mg sekali

sehari

Ritonavir (RTV) Kapsul 100 mg, larutan oral

400 mg/5 ml

Tabel 6. Regimen yang dianjurkan untuk terapi lini pertama

Dianjurkan (AZT or TDF) + (3TC or FTC) +(EFV or NVP)

Alternatif ABC or d4T) + (3TC or FTC) +

(EFV or NVP)

Triple NRTI - Indikasi: wanita dengan CD4 >

250/mm3, koinfeksi hepatitis,

reaksi berat terhadap NVP atau

EFV atau infeksi HIV-2

- Jenis : AZT/3TC/ABC or 

AZT/3TC/TDF

Tidak direkomendasikan Monoterapi and dual terapi

(kecuali untuk PPP and PMTCT),

D4T/AZT, D4T/DDI,

3TC/FTC, TDF/3TC/ABC,

TDF/3TC/DDI,TDF/DDI/NNRTI

Tabel 6b. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial (dikutip dari [5])

Kolom A Kolom B

Lamivudin+zidovudin Evafirenz

Lamivudin+didanosin

Lamivudin+stavudin

Lamivudin+zidovudin Nevirapine

Lamivudin+stavudin

Lamivudin+didanosin

Lamivudin+zidovudin Nelvinafir  

Lamivudin+stavudin

Lamivudin+didanosin

Page 12: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 12/28

 

Terapi HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya

 jumlah virus dalam darah), tetapi tidak menyembuhkan dari HIV ataupun

menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap

HAART dan gejalanya kembali setelah terapi dihentikan (lihat Tabel 7. Efek 

samping ARV dan Tabel 8. Toksisitas ARV) [6].

Tanpa terapi HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi

dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan

selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9 bulan. Penerapan

HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun.

Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus

adalah alasan utama kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari

 penerapan HAART [1].

Tabel 7. Efek samping ARV (dikutip dari [6])

Golongan obat / nama obat Efek samping

NRTI

Lamivudine (3TC) Toksisitas rendah, asidosis

laktat dengan steatosis hepatitis

Stavudine (d4T) Pankreatitis, neuropati perifer,

asidosis laktat dengan steatosis

hepatitis, lipoatrofi

Zidovudine (ZDV atau AZT) Anemia, neutropenia,

intoleransi gastrointestinal,

sakit kepala, sukar tidur,

miopati, asidosis laktat dengan

steatosis hepatitis

Insufisiensi fungsi ginjal

Didanosin (ddI) Pankreatitis, neuropati perifer,

mual, diare, asidosis laktat

dengan steatosis hepatitis

(jarang)

Tenofovir (TDF) Insufisiensi ginjal

NNRTI

Efavirenz (EFV)

 

Gejala SSP seperti pusing,

mengantuk, sukar tidur,

Page 13: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 13/28

 

 bingung, halusinasi, agitasi

 peningkatan kadar 

transaminase, ruam kulit

 Nevirapine (NVP) Peningkatan kadar,

aminotransferase serum

hepatitis, toksisitas hati yang

mengancam jiwa

PI

Lopinavir + ritonavir (LPV/r) Intoleransi gastrointestinal,

mual, muntah, peningkatan

enzim transaminase,

hiperglikemia, pemindahan

lemak dan abnormalitas lipid

Tabel 8. Toksisitas ARV (dikutip dari [6])

Toksisitas hematologi Anemia, neutropenia yang

sering disebabkan oleh AZT

Disfungsi mitokondria Sering disebabkan oleh obat

 NRTI, termasuk asidosisi

laktat, hepatotoksik,

 pankreatitis, neuropati

 periferal, lipoatropi dan miopati

Toksisitas renal Nefroliatiasis dan disfungsi

tubular renal

Abnormalitas metabolic Umumnya dengan Pis.

Hiperlipidemia, akumulasi

lemak, resistensi insulin,

diabetes dan osteopenia

Reaksi alergi Ruam kulit dan reaksi

hipersensitivitas, sering pada

 NNRTI, pada beberapa NRTI

seperti ABC dan pada beberapa

PI

Page 14: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 14/28

 

Pembahasan obat ARV sebagai berikut [1]:

1. Lamivudin

Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin

dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin

 bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat

 polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja,

namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi

hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.

Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.

Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).

Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai

dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara

luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya

sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine.

Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan

 penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ).

Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.

Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila

 perlu ditingkatkan hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1

tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1 tahun pada pasien yang HBe(+).

Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST

dapat terjadi pada 30-40% pasien.

2. ZidovudinMekanisme kerja : target zidovudin adalah enzim reverse transcriptase (RT)

HIV. Zidovudin bekerja dengan cara menghambat enzim reverse transcriptase

virus, setelah gugus asidotimidin (AZT) pada zidovudin mengalami fosforilasi.

Gugus AZT 5’- mono fosfat akan bergabung pada ujung 3’ rantai DNA virus dan

menghambat reaksi reverse transcriptase.

Page 15: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 15/28

 

Resistensi : Resistensi terhadap zidovudin disebabkan oleh mutasi pada enzim

reverse transcriptase. Terdapat laporan resisitensi silang dengan analog

nukleosida lainnya.

Spektrum aktivitas : HIV(1&2)

Indikasi : infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya(seperti

lamivudin dan abakafir)

Farmakokinetik : obat mudah diabsorpsi setelah pemasukan oral dan jika

diminum bersama makanan, kadar puncak lebih lambat, tetapi jumlah total obat

yang diabsorpsi tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar otak darah sangat

 baik dan obat mempunyai waktu paruh 1jam. Sebagian besar AZT mengalami

glukuronidasi dalam hati dan kemudian dikeluarkan dalam urine.

Dosis : Zidovudin tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg, tablet 300 mg dan sirup

5 mg /5ml disi peroral 600 mg / hari

Efek samping : anemia, neotropenia, sakit kepala, mual. Zidovudin dapat

menyebabkan penyakit darah, termasuk granulocytopenia (kelainan darah yang

 parah ditandai oleh penurunan tajam jenis tertentu yang disebut sel-seldarah

 putih granulosit) dan anemia parah yang membutuhkan transfusi darah.

3. Didanosin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

 pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Resistensi terhadap didanosin disebabkan oleh mutasi pada reverse

transcriptase.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, terutama infeksi HIV tingkat lanjut, dalam kombinasi anti

HIV lainnya.Farmakokinetik : Karena sifat asamnya, didanosin diberikan sebagai tablet

kunyah, buffer atau dalam larutan buffer. Absorpsi cukup baik jika diminum

dalam keadaan puasa; makanan menyebabkan absorpsi kurang. Obat masuk 

system saraf pusat tetapi kurang dari AZT. Sekitar 55% obat diekskresi dalam

urin.

Dosis : tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngal

atau terbagi.

Page 16: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 16/28

 

Efek samping : diare, pancreatitis, neuripati perifer.

4. Zalsitabin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

 pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada reverse

transcriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang

tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya

(bukan zidanudin).

Farmakokinetik : Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau

MALOX TC akan menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi

 penetrasi ke ssp lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat

dimetabolisme menjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan

ekskresi utama meskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.

Dosis : Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam)

Efek samping : Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.

5. Stavudin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

 pembentukkan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.

Spektrum aktivitas : HIV tipe 1 dan 2

Indikasi : Infeksi HIV terutama HIV tingkat lanjut, dikombinasikan denganantiHIV lainnya.

Farmakokinetik : Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara

karbon 2’ dan 3’ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular 

menjadi triposfat yang menghambat transcriptase reverse dan menghentikan

rantai DNA.

Dosis : Per oral 80 mg/hari (1 kapsul 40 mg, setiap 12 jam).

Efek samping : Neuropati periver, sakit kepala, mual, ruam.

Page 17: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 17/28

 

6. Lamivudin

Mekanisme kerja : Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara

menghentikan pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensi

silang dengan didanosin dan zalsitabin.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ) dan HBV.

Indikasi : Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan

anti HIV lainnya (seperti zidovudin,abakavir).

Farmakokinetik : Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan

 bergantung pada ekskresi ginjal.

Dosis : Per oral 300 mg/ hari ( 1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg 1x

sehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan dengan zidovudin

atau abakavir.

Efek samping : Sakit kepala dan mual.

7. Emtrisitabin

Mekanisme kerja : Merupakan derivate 5-fluorinatedlamivudin. Obat ini diubah

kebentuk triposfat oleh ensim selular. Mekanisme kerja selanjutnya sama dengan

lamivudin.

Resistensi : Resistensi silang antara lamivudin dan emtrisitabin.

Indikasi : Infeksi HIV dan HBV.

Dosis : Per oral 1x sehari 200 mg kapsul.

Efek samping : Nyeri abdomen, diare, sakit kepala, mual dan ruam .

8. Abakavir 

Mekanisme kerja : bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan

 pembentukan rantai DNA virusResistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 184,65,74 dan 115.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ).

Indikasi : Infeksi HIV.

Dosis : Per oral 600mg / hari ( 2 tablet 300 mg ).

Efek samping : Mual ,muntah, diare,reaksi hipersensitif ( demam,malaise,ruam),

ganguan gastro intestinal.

Page 18: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 18/28

 

9. Tenofovir disoproksil fumarat merupakan nukleutida reverse transcriptase

inhibitor pertama yang ada untuk terapi infeksi HIV-1. Obat ini digunakan dalam

kombinasi dengan obat anti retrovirus lainnya. Tidak seperti NRTI yang harus

melalui tiga tahap fosforilase intraselular untuk menjadi bentuk aktif, NtRTi

hanya membutuhkan dua tahap fosforilase saja. Diharapkan berkurangnya satu

tahap fosforilase obat dapat bekerja lebih cepat dan konversinya menjadi bentuk 

aktif lebih sempurna.

Mekanisme kerja : Bekerja pada HIV RT ( dan HBV RT ) dengan cara

menghentikan pembentukan rantai DNA virus.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 65.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 dan 2 ), serta berbagai retrovirus lainnya dan

HBV.

Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan evafirens, tidak boleh

dikombinasi dengan lamifudin dan abakafir.

Dosis : Per oral sehari 300 mg tablet.

Efek samping : Mual, muntah, Flatulens, dan diare.

10. Nevirapin

Mekanisme kerja : Bekerja pada situs alosterik tempat ikatan non subtract HIV-1

RT.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT.

Spektrum aktivitas : HIV ( tipe 1 ).

Indikasi : Infeksi HIV-1 dalam kombinasi dengan anti-HIV,lainnya terutama

 NRTI.

Dosis : Per oral 200mg /hari selama 14 hari pertama ( satu tablet 200mg per 

hari ), kemudian 400mg / hari ( 2 x 200 mg tablet ).Efek samping : Ruam, demam, fatigue, sakit kepala, somnolens dan peningkatan

enzim hati.

11. Delavirdin

Mekanisme kerja : Sama dengan devirapin.

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT. Tidak ada resistensi silang dengan

nefirapin dan efavirens.

Spektrum aktivitas : HIV tipe 1.

Page 19: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 19/28

 

Indikasi : Infeksi HIV-1, dikombinasi dengan anti HIV lainnya terutama NRTI.

Dosis : Per oral 1200mg / hari ( 2 tablet 200mg 3 x sehari ) dan tersedia dalam

 bentuk tablet 100mg.

Efek samping : Ruam, penningkatan tes fungsi hati, menyebabkan neutropenia.

12.Efavirenz

Mekanisme kerja : Sama dengan neviravin

Resistensi : Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 100,179,181.

Spektrum aktivitas : HIV 1

Indikasi : Infeksi HIV- 1, dalam kombinasi dengan antiHIV lainnya terutama

 NRTI dan NtRTI.

Dosis : Peroral 600mg/hari (1Xsehari tablet 600mg), sebaiknya sebelum tidur 

untuk mengurangi efek samping SSP nya.

Efek samping : Sakit kepala, pusing, mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan ruam

.

13. Sakuinavir 

Mekanisme kerja : Sakuinavir bekerja pada tahap transisi merupakan HIV

 protease peptidomimetic inhibitor.

Resistensi :Terhadap sakuinavir disebabkan oleh mutasi pada enzim protease

terjadi resistensi silang dengan PI lainnya.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2)

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lain ( NRTI dan

 beberapa PI seperti ritonavir).

Dosis : Per oral 3600mg / hari (6 kapsul 200mg soft kapsul 3 X sehari ) atau

1800mg / hari (3 hard gel capsule 3 X sehari), diberikan bersama dengan

makanan atau sampai dengan 2 jam setelah makan lengkap.Efek samping

 

diare, mual, nyeri abdomen.

14. Ritonavir 

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap ritonavir disebabkan oleh mutasi awal pada protease

kodon 82.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Page 20: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 20/28

 

Indikasi :Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya (NRTI dan PI

seperti sakuinavir ).

Dosis : Per oral 1200mg / hari (6 kapsul 100mg, 2 X sehari bersama dengan

makanan )

Efek samping : Mual, muntah , diare.

15. Indinavir 

Mekanisme kerja :Sama dengan sakuinavir.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.

Dosis : Peroral 2400mg / hari (2 kapsul 400mg setiap 8jam, dimakan dalam

keadaan perut kosong, ditambah dengan hidrasi(sedikitnya 1.5L air / hari). Obat

ini tersedia dalam kapsul 100,200, 333,dan 400mg.

Efek samping : Mual, hiperbilirubinemia, batu ginjal.

16. NelfinavirMekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap nelfinavir disebabkan terutama oleh mutasi.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 2250 mg / hari (3 tablet 250mg 3 X sehari) atau 2500mg / hari (5

tablet 250mg 2 X sehari )bersama dengan makanan.

Efek samping : Diare, mual, muntah.

17. AmprenavirMekanisme kerja : Sama dengan sakuinavir.

Resistensi : Terhadap amprenavir terutama disebabkan oleh mutasi pada protease

kodon 50.

Spektrum aktivitas : HIV (1 & 2 )

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.Dosis : Per oral 2400mg/ hari (8kapsul 150 mg 2 X sehari, diberikan bersama

atau tanpa makanan, tapi tidak boleh bersama dengan makanan.

Efek samping : Mual, diare, ruam, parestesia per oral / oral.

18. Lopinavir 

Mekanisme kerja : Sama dengan sakuanavir.

Resistensi : Mutasi yang menyebabkan resistensi terhdap lopinavir belum

diketahui hingga saat ini.

Page 21: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 21/28

 

Spektrum aktivitas : HIV (tipe 1dan 2)

Indikasi : Infeksi HIV dalam kombinasi dengan anti HIV lainnya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 1000mg / hari(3kapsul 166.6mg 2 X sehari, setiap kapsul

mengandung 133.3mg lopinavir + 33.3mg ritonavir), diberikan bersamaan

dengan makanan.

Efek samping : Mual, muntah, peningkatan kadar koleterol dan

trigliserida,peningkatan y-GT.

19. Atazanavir 

Mekanisme Kerja : Sama dengan sakuinavir.

Spectrum Aktivitas : HIV tipe 1 dan 2.

Indikasi : Infeksi HIV, dalam kombinasi dengan HIV lainnya seperti NRTI.

Dosis : Per oral 400 mg per hari (sekali sehari 2 kapsul 200 mg), diberikan

 bersama dengan makanan.

Efek samping : Hiperbilirubinemia, mual, perubahan EKG atau jarang.

Ada pendapat mengatakan bahwa hanya vaksin yang sesuai untuk menahan

epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan

lainnya sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien

tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20 tahun

 penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin [5].

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha

mengurangi efek samping obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk 

memudahkan pemakaian, dan penentuan urutan kombinasi pengobatan terbaik 

untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa

langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika

menangani infeksi HIV atau AIDS.Vaksinasi hepatitis 

 

A dan B disarankan bagi yang belum terinfeksi virus ini

dan dalam berisiko terinfeksi. Penekanan daya tahan tubuh yang besar juga

disarankan mendapatkan terapi pencegahan, misalnya pada pneumonia

 pneumosistis

 

, toksoplasmosis 

 

dan kriptokokus meningitis

 

.

Prinsip umum dalam penggantian ARV tunggal karena toksisitas harus

melibatkan obat dari kelas ARV yang sama. Jika ARV yang menyebabkan

toksisitas dalam rejimen yang digunakan bisa teridentifikasi, maka ARV tersebut

Page 22: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 22/28

 

 bisa diganti dengan ARV lain yang tidak memiliki toksisitas atau efek samping

yang sama. Bagi toksisitas yang bisa mengancam jiwa, mungkin tidak bisa

dipastikan ARV pengganti yang optimal dari kelas terapi yang sama (lihat Tabel 9.

Toksisitas pada rejimen ARV lini pertama dan anjuran obat pengganti). Misalnya

dalam kasus terapi dengan NVP yang bisa menyebabkan Stevens-Johnson

Syndrome, substitusi dengan NNRTIs yang lain tidak direkomendasikan karena

 potensial untuk terjadi toksisitas spesifik yang lain. Dalam hal ini perlu dilakukan

 penggantian ke triple NRTI regimen yaitu penggantian NVP dengan ABC atau TDF

 jika pada asalnya komponen NRTI dalam regimen teresbut adalah AZT atau 3TC.

Bisa juga dilakukan penggantian NVP dengan PIs. Tapi jika diganti dengan PI,

harus diwaspadai bahwa tidak ada rejimen lain yang direkomendasi jika terjadi

kegagalan terapi PI [6].

Tabel 9. Toksisitas pada rejimen ARV lini pertama dan anjuran obat pengganti

(dikutip dari [1])

Rejimen Toksisitas Obat pengganti

AZT / 3TC / NVP Intoleransi GI yang

 persisten oleh

karena AZT /toksisitas

hematologis yang

 berat,

Ganti AZT dengand4T

Hepatotoksis berat

oleh karena NVP

Ganti NVP dengan

EFV (kalau hamil

ganti dengan NFV,

LPV/r atau ABC)

Ruam kulit berat

karena NVP (tetapi

tidak mengancam

 jiwa),

Ganti NVP dengan

EFV

Ruam kulit berat

yang mengancam

 jiwa (Stevens-

 Johnson syndrome)

oleh karena NVP

Ganti NVP dengan

PI

Page 23: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 23/28

 

AZT / 3TC / EFV Intoleransi GI yang

 persisten oleh

karena AZT /

toksisitas

hematologis yang

 berat,

Ganti AZT dengan

d4T

Toksisitas susunan

saraf pusat menetap

oleh karena EFV

Ganti EFV dengan

 NVP

d4T / 3TC / NVP Neuropati oleh

karena d4T atau

Pankreatitis,

Ganti d4T dengan

AZT

Lipoatrofi oleh

karena d4T,

Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Hepatotoksik berat

oleh karena NVP

Ganti NVP dengan

EFV (kalau hamil

ganti dengan NFV,

LPV/r atau ABC)

Ruam kulit berat

oleh karena NVP

(tetapi tidak 

mengancam jiwa),

Ganti NVP dengan

EFV

Ruam kulit berat

yang mengancam

 jiwa oleh karena

 NVP (Stevens-

 Johnson  syndrome)

Ganti NVP dengan

PI

d4T / 3TC / EFV Neuropati oleh

karena d4T atau

 pankreatitis,

Ganti d4T dengan

AZT

Lipoatrofi oleh

karena d4T,

Ganti d4T dengan

TDF atau ABC

Toksisitas susunan

saraf pusat menetap

oleh karena EFV

Ganti EFV dengan

 NVP

Page 24: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 24/28

 

PENCEGAHAN

Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di beberapa

 Negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia untuk dilaksanakan

secara sekaligus, yaitu [9]:

- Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda

- Program penyuluhan sebaya

- Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik 

- Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotik 

- Program pendidikan agama

- Program layanan pengobatan penyakit menular seksual

- Program promosi kondom di tempat lokalisasi pelacuran dan panti pijat

- Pelatihan keterampilan hidup

- Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling

- Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak 

- Integrasi program pencegahan, pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk 

 penderita AIDS

- Program pencegahan penularan dari ibu ke anak dengan pemberian obat

ARV

Penelitian telah membuktikan efektifitas profilaksis kotrimoksasol (lihat

Tabel 10. Kriteria memulai dan menghentikan kortimoksasol dan Tabel 11.

Rangkuman anjuran terapi kortimoksasol profilaksis) dalam menurunkan angka

kematian dan kesakitan dari berbagai tingkat latar belakang resisten terhadap

kotrimoksasol dan revalensi malaria. Oleh karena itu dianjurkan bagi semua

 penderita HIV dewasa dan remaja yang memenuhi kriteria klinik dan imunitasuntuk terapi ARV harus pula diberi profilaksis kotrimoksasol untuk mencegah

serangan PCP (pneumonia Pneumocystis jiroveci) dan toksoplasmosis [5].

Dosis yang digunakan adalah satu tablet forte atau dua tablet dewasa sekali

sehari. Dosis harian total adalah 960 mg (800 mg

sulfametoksasol [SMZ] + 160 mg trimetoprim [TMP]).

Perempuan yang memenuhi kriteria untuk terapi kotrimoksasol profilaksis

harus meneruskannya selama kehamilannya. Bila seorang perempuan perlu terapi

Page 25: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 25/28

 

kotrimoksasol profilaksis, harus segera dimulai tanpa memandang umur 

kehamilannya. Ibu menyusui pun harus tetap minum kotrimoksasol.

Tabel 10. Kriteria memulai dan menghentikan kortimoksasol (dikutip dari [1])

Infeksi oportunistik CD4 untuk 

memulai

 profilaksis

 primer 

Pilihan

obat

CD4 untuk 

menghentikan

 profilak-sis

 primer [b]

CD4 untuk 

menghentikan

 profilaksis

sekunder [b]

PCP <200/mm3 TMP-SMX

1 tab forte/

hari

>200 mg/mm3 >200 mg/mm3

Toksoplasmosis <200/mm3 TMP-SMX

1 tab forte/

hari

>200 mg/mm3 >200 mg/mm3

Meningi-tis

kriptokokal

Tidak ada

indikasi

Flukonazole >100 mg/mm3 >100 mg/mm3

Kandidosis oral dan

esofageal

Tidak ada

indikasiKeterangan:

[a] Kotrimoksasol profilaksis dapat dimulai dalam dua konteks berbeda. ”profilaksis klasik,

yaitu untuk mencegah PCP dan toksoplasmosis, dianjurkan keapda semua ODHA dengan

stadium klini 2-3 dan 4 atau dengan CD4 < 200/mm3. Bila pencegahan ditujukan juga

untuk mencegah kematian dan kesakitan infeksi bakterial dan malaria juga maka dianjurkan

 pada ODHA dewasa dengan CD4 < 350 /mm3 atau stadium klini 2, 3 dan 4.

[b] Dihentikan apabila dua kali berturut-turut hasil tes CD4 seperti dalam tabel di atas, sudah

mendapat terapi ARV lebih dari 6 bulan lamanya dengan kepatuhan yang tinggi. Profilaksis

harus diberikan kembali apabila jumlah CD4 turun di bawah tingkat awal.

Tabel 11. Rangkuman anjuran terapi kortimoksasol profilaksis (dikutip dari [2])

Saat memberikan

dosis pertama

kotrimoksasol

Tidak ada tes CD4 Tersedia tes CD4

Stadium klinis 2,

3, 4 (termasuk 

semua pasien

dengan TB)

Semua stadium

klinis dan CD4

<200/mm3 Atau

Stadium klinis 3

atau 4 tanpa meman

Page 26: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 26/28

 

-dang jumlah CD4*

Terapi kotrimoksasol

 profilaksis sekunder 

Profilaksis sekunder ditujukan untuk 

mencegah kekambuhan dianjurkan bagi

ODHA yang baru sembuh setelah

 pengobatan pneumonia Pneumocystis

 jiroveci dengan (PCP)

Saat mengawali

kotrimoksasol

sehubungan dengan

inisiasi terapi ARV

Mulai profilaksis kotrimoksasol terlebih

dulu. Mulai terapi ARV 2 minggu

kemudian bila ODHA sudah dapat

menerima kotrimoksasol dengan baik dan

tidak ada gejala alregi (ruam,

hepatotoksis)†*Pilihan 2: Semua stadium klinis dan CD4 <350/mm3 di mana tujuan kotrimoksasol profilaksis

adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan infeksi bakterial dan

malaria, di samping PCP dan toksoplasmosis.

†Hal ini akan membantu untuk membedakan efek samping dari ARV dan kotrimoksasol yang

serupa (terutama bila memulai paduan ARV yang mengandung NVP).

Kepatuhan berobat terhadap ART sebesar 95% atau lebih diharapkan

dapat menekan virus HIV dan mencegah resistensi obat karena

 perkembangbiakan virus yang mutan. Pengukuran kepatuhan dibagi menjadi

 pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran langsung adalah

 pengukuran biologis dan observasi klinikus. Pengukuran tidak langsung adalah

laporan diri (self report), perhitungan jumlah pil (pil counts), tepatnya waktu

kunjungan, tepat dosis, frekuensi.

Program pencegahan penularan HIV ibu ke anak dengan pemberian obat

RV penting untuk mendapat perhatian besar. Efektifitas penularan HIV dari ibu ke

 bayi adalah 10-30%. Artinya dari ibu yang terinfeksi 100%, ada 10-30 bayi yang

akan tertular. Sebagian besar penularan terjadi saat proses melahirkan, dan sebagian

kecil melalui plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi melalui air susu ibu [2].

KOMPLIKASI 

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kematian [1].

PROGNOSIS

Page 27: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 27/28

 

Mortalitas pada penderita AIDS yang sudah sakit lebih dari 5 tahun mendekati

100%. Survival penderita AIDS rata-rata ialah 1– 2 tahun [2].

DAFTAR PUSTAKA

1. Surya A, Ginting G, Pulungsih SP, Wardana HW. Panduan tatalaksana

klinis infeksi HIV pada orang dewasa. Dalam: Aditama TY. Pedoman Nasional

Terapi Antiretroviral. Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2007.hlm15.

2. Djoerban Z, Djauzi S. AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV Jilid III. Jakarta: FKUI, 2007.hlm.1825.

Page 28: Tinjauan Pustaka Aids

5/16/2018 Tinjauan Pustaka Aids - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tinjauan-pustaka-aids 28/28

 

3. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV Jilid II. Jakarta: FKUI, 2007.hlm.998.

4. Nasronudin. Infeksi jamur. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV

Jilid III. Jakarta: FKUI, 2007.hlm. 1815.

5. Merati TP, Somia IKA, Utama S. Penatalaksanaan AIDS pada orang

dewasa dengan kegagalan terapi kombinasi ARV lini pertama di fasilitas

kesehatan dengan sumber daya terbatas. Diunduh dari

http://docs.google.com/viewer?

a=v&q=cache:C2MCnx0tnWAJ:www.sandarmais.org/files/ Kasus%2520HIV

%2520Substitusi

%2520Lini.pdf+penatalaksanaan+AIDS+pada+orang+dewasa+dengan+kegagal

an+terapi+merati, pada Agustus 2011.

6. Ramadian O, Ristriawan E. Pengaruh efek samping ARV terhadap adherens

ODHA di layanan terpadu HIV RSCM. Diunduh dari

http://www.aidsindonesia.or.id/download/ ARV-RSCM.pdf, pada Agustus

2011.

7. Zubaidi Y. Tuberkulostatik dan leprostatik. Dalam: Ganiswara SG (editor 

utama). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.hlm.597.

8. Bahry B, Setyabudi B. Obat jamur. Dalam: Ganiswara SG (editor utama).

Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.hlm.560.

9. Juwono R. Petunjuk pencegahan dan penularan HIV. Diunduh dari

http://www.kalbe.co.id/ files/cdk/files/cdk _075_aids.pdf , pada Agustus 2011.