makalah aids
TRANSCRIPT
Laporan Kasus 4
Kasus 4
Tn. A usia 35 th, Tb 170 cm, BB saat ini 50 Kg, mengeluh lemah, lemas tidak bergairah,
diare 40 hari, sering mendadak mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai suatu ketika
hanya karena flu tersebut Tn. A nyaris pinsan. Hasil pemeriksaan lababoratorium didapatkan
nilai ELISA WESTERN BLOT (+), Neutropenia, Anemia normositik normokrom, Limfosit
CD4+ 180 sel/µl.
STEP 1
Pertanyaan:
1. Anemia normositik normokrom (Fitri R.)
2. Neutropenia (Hilma Z.)
3. ELISA (Haeni)
4. Western Blot (Haeni)
5. Limfosit CD4+ 180 sel/µl (Gian)
Jawaban:
1. Himas : “Anemia normositik normokrom adalah kekurangan darah dalam jumlah dan
ukuran yang normal.”
2. Hasymi: “Neutropenia adalah penurunan sel darah putih dalam darah.”
Hera: “Netropenia jumlahnya yaitu 500 µl darah.”
3. Ike: “ELISA untuk mengetahui orang tersebut mempunyai antibody HIV.”
Gian: “ELISA bisa dilakukan setelah 12 hari. Selain itu ada lagi pemeriksaan cepat HIV
yang dapat dilakukan walaupun sebelum 12 hari. Dilakukan pemeriksaan PCR yang
dilakukan jika ELISA dan Westren Blot tidak memberikan hasil yang pasti.”
4. Indri: “Western Blot adalah pemeriksaan yang dilakukan setelah hasil ELISA
menunjukan hasil positif selama 2 kali.”
5. Ferdi: “Limfosit CD4+ adalah sel darah putih.”
STEP 2
1. Mengapa AIDS menyebabkan anemia? (Indra)
2. Apakah AIDS dapat merusak kulit? (Helvi)
3. Mengapa AIDS dapat menyebabkan diare sampai 40 hari dan sering flu sampai mau
pingsan? (Ita)
4. Mekanisme HIV menginfeksi tubuh? (Hilma)
5. Tanda dan gejala AIDS? (Helvi)
6. Apa penyebab dari HIV? (Haeni)
7. Bagaimana penularan dan cara pencegahan HIV? (Haeni)
8. Bagaimana pemberian antiviral untuk penderita AIDS? (Gian)
9. Bagaimana aspek nutrisi bagi penderita AIDS? (Hasymi)
10. Pemeriksaan diagnostic apa yang lebih spesifik? (Hera)
11. Apa sajakah universal precaution untuk penderita AIDS? (Ike)
12. Cara perkembangbiakan virus HIV? (Ferdi)
13. Dari manakah asal muasal virus HIV? (Himas)
14. Apakah penderita HIV bisa sembuh? Bagaimana pengobatannya? (Fitri R.)
15. Asuhan keperawatan untuk klien dengan AIDS? (Indri)
16. Apa komplikasi yang akan terjadi pada penderita? (Ita)
17. Bagaimanakah perjalanan HIV sampai menjadi AIDS? (Gian)
18. Predisposisi dan presipitasi? (Ita)
19. Aspek etik dan legal pada penderita AIDS? (Himas)
20. Konseling pada penderita AIDS dan keluarga? (Indri)
Step 3 dan 4
1. Gian : “HIV masuk ke dalam tubuh menempel di sel darah putih menyerang limfosit
T sel akan dirusak dan digantikan dengan substansi virus sel lisis anemia.”
2. Ferdi : “HIV menyerang banyak sistem salah satunya menyerang sistem integument.”
Gian : “ Kulit merupakan sistem imunologi yang terluar dan pertama diserang virus
sehingga akan rusak.”
3. Himas : “Virus bisa masuk ke berbagai system, salah satunya gastrointestinal. Ketika
virus masuk ke lambung, Lambung merespon dengan meningkatkan asam lambung.
Virus tidak tahan dengan keadaan lambung yang terlalu asam. Kemudian virus mati dan
tubuh mengeluarkan virus dari tubuh melalui feses dan timbulah diare, namun efek yang
lain tubuh juga merasa mual dan muntah karena peningkatan asam lambung.”
Gian : “Imun menurun bakteri masuk ke usus diare.”
4. Himas : “Virus HIV masuk ke dalam tubuh menyerang limfosit T virus berkembang
biak mengifeksi tubuh aids.”
5. Haeni : ”Lemah, lemas, diare.”
Gian : “Demam dimalam hari > 380 , berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfa
diketiak, leher, dan lipatan paha.
Indri : “Mudah terserang penyakit.”
Himas : “Kesadaran menurun, demam berkepanjangan sampai 2 minggu, mengeluarkan
sputum berwarna hijau.”
Ikeu : “Kulit terdapat lesi berupa benjolan.”
6. Haeni : ”Penyebabnya yaitu virus HIV.”
Himas : “Virus HIV- 1 kelompok M subtipe B yang ada di daerah Afrika dan Asia.”
7. Hilma : “Penularannya melalui seks bebas, transfuse darah, ibu yang mederita HIV dan
menularkannya ke janin.”
Haeni : “Penularannya melalui darah penderita masuk ke luka orang lain.”
Ferdi : “Penularannya melalui ASI ibu kepada anaknya.”
Hasymi : “Pencegahan melalui menghindari seks bebas, hindari pemakaian jarum suntik
bersamaan.”
Himas : “Pencegahannya melalui penggunaan kondom dan pola hidup bersih dan sehat.”
8. LO
9. LO
10. LO
11. Hasymi : “Universal Precaution pada pasien aids yaitu cuci tangan sebelum melakukan
tindakan, memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti, sarung tangan, masker, gown.”
Gian : “Universal Precaution pada pasien aids jangan lupa juga memakai sepatu.”
Himas : “Universal Precaution pada pasien aids yaitu sterilisasi alat-alat, mematahkan
jarum suntik setelah dipakai atau jangan memakai jarum suntik berulang-ulang.”
12. LO
13. Himas : “Asal mula aids yaitu dari kera hijau di daerah afrika. Kera tersebut homo dan
melakukan hubungan seksual. Kemudian virus yang berasal dari kera tersebut bermutasi
dan dapat menginfeksi manusia.”
14. Gian : “Sampai saat ini aids belum bias disembuhakan. Pengobatannya yaitu dengan
minum obat secara teratur namun obat tersebut harganya mahal.”
15. LO
16. LO
17. LO
18. LO
19. LO
20. LO
Main Map
Learning Objective (LO)
1. Konsep kekebalan tubuh (Limfosit CD4+)
2. Mekanisme penurunan kekebalan tubuh (Konsep AIDS, Asal mula, Penyebab,
Patofisiologi, Komplikasi, Predisposisi & Presipitasi).
3. Klasifikasi klinis pasien AIDS (Perjalanan HIV sampai AIDS, cara perkembangbiakan
HIV)
4. Aspek Nutrisi.
5. Pengkajian, Diagnosa, Pengobatan dan pemberian antiviral, asuhan keperawatan.
6. Pemeriksaan diagnostik.
7. Universal Precaution.
8. Konseling.
AIDS
Predisposisi & presipitasi
Universal Precaution
Aspek Nutrisi
Penyebab
Tanda & Gejala
Patofisiologi
Asuhan Keperawatan
Komplikasi
Asal Mula
Mekanisme HIVPemeriksaan Diagnostik
Penularan & Pencegahan
Pengobatan
Etik & Legal
Konseling
9. Apek etik dan legal.
STEP 7 (Reporting)
1. KONSEP DASAR SISTEM IMUN
Imunitas adalah respon protektif tubuh terhadap benda asing atau mikroorganisme yang
menginvasinya. Ilmu tentang penyakit yang terjadi akibat disfungsi dalam sistem imun disebut
imunopatologi. Pada hakekatnya system imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sum-sum tulang
dan jaringan limfoid yang mencakup kelenjar timus, limfe, lien, tonsil serta adenoid. Diantara
sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T).
Kedua jenis sel ini berasal dari limfoblas yang dibuat dalam sumsum tulang. Limfosit B
mencapai maturitasnya dalam sumsum tulang dan kemudian memasuki sirkulasi darah,
sedangkan limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke kelenjar timus, tempat sel-sel tersebut
mencapai maturitasnya menjadi beberapa jenis sel yang dapat melaksanakan fungsi yang
berbeda.
Struktur yang signifikan lainnya adalah kelenjar limfe, lien, tonsil, dan adenoid.
Kelenjar limfe tersebar di seluruh tubuh menyingkirkan benda asing dari system limfe sebelum
benda asig tersebut memasuki aliran darah dan juga sebagai pusat untuk proliferase sel imun.
Lien tersusun dari pulpa rubra dan alba yang bekerja sebagai saringan. Pulpa rubra merupakan
lokasi tempat sel-sel darah merah yang tua mengalami cedera dan lalu dihancurkan. Pulpa alba
mengandung kumpulan limfosit. Tonsil dan adenoid serta jaringan limfatik mukoid lainnya ,
mempertahankan tubuh terhadap serangan mikroorganisme.
Sumsum tulang
Limfoblas
Gambar 1.1 Perkembangan sel-sel imun
Sistem imun terdiri dari system imun nonspesifik (alami) dan imun spefisik (di dapat).
Imunitas nonspesifik ditemukan pada saat lahir, sedangkan imunitas spesifik terbentuk sesudah
lahir.
Imunitas Nonspesifik (Alami)
Imunitas nonspesifik (alami) merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
serangan berbagai mikroorganisme tanpa perlu mengenali komposisi mikroorganisme tersebut.
Pertahanan ini mencakup sawar (barier) fisik dan kimia, sel-sel darah putih, dan inflamasi. Sawar
fisik, mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen
dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama
respon bersin dan batuk yang bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran napas atas dari
mikroorganisme pathogen sebelum mikrooranisme tersebut menginvasi tubuh dilanjut. Sawar
kimia seperti getah lambung yang asam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi
dalam secret kelenjar sebaseas serta lakrimaris, bekerja dengan cara nonspesifik untuk
menghancurkan bakteri dan jamur yang menginfeksi tubuh.
Sel darah putih turut serta dalam imun humoral atau seluler. Neutrofil merupakan sel
pertama yang tiba di tempat inflamasi. Eusinofil dan basofil akan meningkat jumlahnya pada saat
terjadi reaksi alergi dan respon terhadap stress. Glanulosit akan memerangi serbuan benda asing
dengan melepaskan mediator sel, seperti histamine, bradikinin, serta progtaglanin serta akan
menelan benda asing tersebut. Leukosit nonglanuler mencakup monosit dan makrofag da
Maturasi sumsum tulangTimus
Antibodi
Sel plasmaSel memori
Limfosit B
Sel supresor T
Limfosit T
Sel helper T
IgG, IgA, IgM, IgD, IgE
Respon humoral Respon seluler
Sel T sitotoksik
Sel regulator T Sel efektor T
limfosit. Monosit berfungsi sebagai sel-sel fagosit (menelan, mencerna dan menghancurkan
benda asing).
Imunitas Spesifik (Di dapat)
Terdiri atas pertahanan humoral dan pertahanan seluler. Pertahanan humoral mencakup
komplemen dan interferon. Komplemen mengaktifkan pagosit dan membantu lisis bakteri dan
parasit dengan jalan opsonisasi (mengenal). Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan
berbagai sel manusia yang mengandung nucleus dan dilepas sebagai respon infeksi virus.
Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan sel efektor 1 dan sel efektor 2 yang dapat
dibedakan atas dasar jenis-jenis sitokin yang diproduksinya. Pertahanan seluler mencakup sel T
CD4+ (TH 1 dan TH 2), sel CD8+ (sititoksit T limfosit) dan sel TS (T supresor) atau sel TR (T
regulator).
Limfosit CD4+ adalah sel yang menbantu mengaktivasi sel B, killer sel, dan makrofag
saat terdapat antigen khusus.
2. MEKANISME PENURUNAN KEKEBALAN TUBUH
Bagaimana HIV merusak sistem kekebalan tubuh.
1. HIV yang ada di dalam darah , sperma atau cairan vagina masuk ke dalam aliran
pembuluh darah seseorang, kemudian HIV menyerang sistem pertahanan tubuh (sel darah
putih).
2. Setelah beberapa tahun, jumlah HIV akan terus bertambah sehingga sistem pertahanan
tubuh semakin rusak.
3. Akibatnya, tubuh tidak mampu lagi menangkal serangan penyakit, bahkan penyakit
ringan sekalipun, sampai akhirnya pasien meninggal.
Asal mula HIV
Virus HIV diyakini berasal dari kelompok Simpanse di Kamerun. Sebuah penelitian
mengatakan asal muasal virus HIV ditemukan dari simpanse liar di kawasan selatan
Kamerun.Virus itu disebut SIVcpz (Simian Immunodeficiency Virus dari simpanse) diduga
menjadi sumber, tapi sejauh ini virus ini hanya ditemukan pada hewan peliharaan. Namun,
sebuah tim peneliti internasional telah mengidentifikasi penghasil alami virus SIVcpz pada
hewan yang hidup di alam liar. Diduga, virus ini menyebar pertama kali pada para pemburu
simpanse. Kasus pertama ditemukan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930..
Gejala Awal HIV
Pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti flu
dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu pertama setelah
kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan
dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala ini
biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul gejala.
Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang,
penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah
kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara
cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul
atau terus menerus
Penyebab
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang termasuk famili
lentivirus. Jenis retrovirus memiliki kemampuan untuk menggunakan RNAnya dan DNA sel
induk untuk membuat DNA virus baru dan terkenal pula karena masa inkubasi yang lama.
Seperti retrovirus lain, HIV menginfeksi tubuh, memiliki masa inkubasi yang lama (masa laten
klinis) dan pada akhirnya menimbulkan tanda dan gejala AIDS. HIV menyebakan kerusakan
parah pada system imun dan menghancurkannya. Ini dilakukan dengan menggunakan DNA
limfosit CD4+ untuk bereplikasi. Proses inilah yang menghancurkan limfosit CD4+.
- HIV terdapat didalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam
darah, air mani atau cairan vagina.
- Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu
kira-kira 5 sampai 10 tahun.
- Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui
hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah atau pemakaian jarun suntik secara
bergantian.
Patofisiologi
Virus HIV
Tertangkap sel dendrite pada mukosa & kulit
Membuat jalur ke nodus limfa
Menginfeksi sel
Masuk ke DNA
Menginfeksi paru-paru HIV terikat dengan membrane sel T4 helper Eksudat
HIV menginjeksikan 2 utas benang RNA Ganguan Inhalasi & ekhalasi ke dalam T4 helperJalan nafas terganggu
Enzim reverse transcriptase aktifMetabolism Suplai O2 res.bersihn sel nafas tak HIV memprogram ulang materi genetic Difusi O2 efektif dari sel T4 yang terinfeksi ATP t’ganggu double-stranded DNA Kelemahan hipoksia (DNA utas ganda) terbentuk Intoleran Sesak T4 terinfeksi di aktifkan Aktivitas Nafas
Replikasi serta pembentukan tunas HIV Resiko pola dan sel T4 dihancurkan Nafas tak
Efektif HIV yang baru dibentuk
Sal. Pencernaan Dilepas ke plasma darah & menyebar
Mukosa Bakteri Menginfeksi sel CD4+ yang lainnya T’iritasi mudah masuk CD4+ Pelepasan Imun tak ada As. Amino Kekebalan tubuh peristaltik Metabolism CD4+ < 220 sel / µl sel rentan Protein absobsi absorbsi air nutrisi Virus lain masuk sel malignan BB < normal diare TBC Resiko Infeksi Virus influenza Resiko Kanker Ketidak seimbangan Gangguan Anemia inflamasi nutrisi < keb K’seimbangn
Cairan IL-1 & elektrolit
Hipotalamus
Resiko gangguan Termogulasi Demam Set temperature
Komplikasi
1. Lesi oral.
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan
dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan
siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
6. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. Pendengaran :
otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
Predisposisi dan presipitasi
Presipitasi : Virus HIV
Predisposisi : Stress, Imunitas menurun
3. KLASIFIKASI KLINIS
Perkembangan Penyakit
Infeksi HIV ditandai dalam tiga fase: penyakit primer akut, penyakit kronis asimtomatis
dan penyakit kronis simtomatis.
1. Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal
tersebut berakibat terjadinya peningkaan jumlah virus secara cepat di dalam plasma, biasanya
lebih dari 1 juta kopi/ml. Fase ni disertai dengan penyebaran HIV ke oragan limfoid, saluran
cerna dan saluran genitalia. Setelah mencapai puncak viremia jumlah virus atau viral load
menurun bersamaan dengan berkembangnya respon imunitas seluler pada pejamunya.
Puncak viral load dan perkembangan respon imunitas seluler berhubungan dengan kondisi
penyakit yang simtomatik pada 60 hingga 90% pasien. Penyakit ini muncul dalam kurun
waktu 3 bulan setelah infeksi. Penyakit ini menyerupai ‘glandular fever’ like illness dengan
ruam, demam, nyeri kepala malaise dan limfadenopati luas. Gambaran sindrom retroviral
akut seperti di bawah menunjukkan prognosis jelek :
- Penyakit primer simtomatik
- Penyakit primer yang lebih lama
- Gejala-gejala neurologis
- Munculnya kadidiasis oral
- tanda dan gejala yang lebih banyak
- keluhan yang lebih berat
Sementara itu tingginya puncak viral load selama infeksi primer tidak
menggambarkan perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnya keluhan yang
menandakan prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontan dalam 14 hari.
2. Infeksi HIV asimtomatis/ dini
Dengan menurunnya penyakit primer kebanyakan pasien mengalami masa
asimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus berlanjut, dan
terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami limfadenopati generalisata
persisten sejak terjadinya serokonfversi akut (dikenal dengan limfadenopati pada dua lokasi
non-contiguous dengan sering melibatkan rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal)
Kompliksai dermatologis biasa terjadi seperti, dermatitis sebboroik terutama pada garis
rambut atau lipatan nasolabial, dan munculnya atau memburuknya psoriasis. Kondisi yang
berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purputa trombositopeni idiopatik, polimiositis,
sindrom Guillain-Barre dan Bell’s palsy dapat juga muncul pada stadium ini.
3. Infeksi Simtomatik/ antara
Komplikasi dermatologis, oral dan konstitusional lebih sering terjadi pada fase ini.
Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau serius, komplikasi ini dapat menyulitkan
pasien. Penyakit kulit seperti herpes zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik,
moluskum kontagiosum, dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui
sebabnya, sering dan mungkin resisten pengobatan standar. Kutil sering muncul baik pada
kulit maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi.
Sariawan sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral, hairy
leukoplakia oral, dan eritema ginggivalis linier. Gingivitis ulesartiv nekrotik akut, merupakan
komplikasi oral yang sulit diobati.
Gejala konstitusional yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya berat
badan, kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadi dan
menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang sering terjadi. Nefropati
HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.
Siklus Hidup HIV
Sel induk yang terinfeksi HIV mempunyai masa hidup yang amat pendek, karena HIV
terus menerus menggunakan sel ini untuk bereplikasi. Sebanyak 10 juta virion (virus individual)
akan diproduksi tiap harinya. HIV pertama menyerang atau tertangkap sel dendritik di membran
mukosa dan kulit dalam 24 jam pertama setelah pajanan. Sel-sel yang terinfeksi ini kan menuju
kelenjar getah bening dan akhirnya ke darah perifer dalam 5 hari setelah pajanan, di mana
reoplikasi virus menjadi sangat pesat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu
binding and entry, reverse transcription,replikasi, budding, dan maturasi.
Type HIV
Ada dua tipe HIV yang menyebabkan AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi
secara pesat karena tingkat replikasinya tinggi. Berbagai variasi subtipe HIV-1 telah ditemukan
di daerah geografis spesifik dan kelompok resiko tinggi tertentu. Seseorang dapat terinfeksi
dengan subtipe yang berbeda. Berikut adalah berbagi subtipe HIV1 dan distribusi geografisnya :
Subtype A: Afrika TengahC
Subtype B: Amerika Selatan, Brazil, U.S.A., Thailand
Subtype C: Brazil, India, Afrika Selatan
Subtype D: Afrika Tengah
Subtype E: Thailand, Republik Afrika Tengah
Subtype F: Brazil, Romania, Zaire
Subtype G: Zaire, Gabon, Thailand
Subtype H: Zaire, Gabon
Subtype O: Cameroon, Gabon
Subtype C saat ini merupakan penyebab lebih dari 50% infeksi Hiv baru di seluruh dunia.
4. ASPEK NUTRISI
Gejala klinis dan keterkaitannya dengan HIV/ AIDS
1. Anoreksia dan Disfagia
Untuk mengatasi anoreksia pasien harus diberika makanan meski tidak berselera.
Makanan harus berpariasi dan disukai dengan porsi yang lebih kecil tapi sering,
makan kapanpun saat ingin dan tidak terlalu kaku terhadap jadwal makan. Berikan
minum terutama setelah makan atau diantara waktu makan tapi tidak terlalu banyak
sebelum makan. Ciptakan makanan yang mengundang selera dan hindari makanan
yang menghasilkan gas seperti kubis, brokoli. Jaga kebersihan mulut sebelum makan.
Lakukan latihan ringan yang disukai. Hindari alcohol larena mengurangi nafsu makan
dan membuat tubuh lemah.
Untuk mengatasi disfagia, berikan makanan yang lembut, banyak mengandung
cairan, menggunakan sedotan untuk minum, mengunyah potongan kecil makanan
untuk mengurangi disfagia dan nyeri mulut.
2. Diare
Pada pasien diare, asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi meliputi :- Pemeberian cairan yang adekuat, lebih dari 8 gelas sehari meliputi cairan rehidrasi
oarl, jus buah, cairan oralit, dll- Makanan diberkan secar lunak dan berair
- Untuk menggantikan kehilangan mineral, makan banyak sayur dan buah lunak terutam pisang, mangga, papaya, semangka, labu, jus, kentang, dan wortel
- Mengonsumsi makanan yang mengandung serat terlarut misalnya nasi, maizena, roti putih, mie, dan kentang.
- Mengupas dan memasak sayur serta buah agar ditoleransi lebih baik
- Mengonsumsi makanan yang hangat, tidak terlalu panas atau dingin
- Menghindari konsumsi makanan yang mengandung lemak karena menyababkan
diare dan dapat memperburuk nausea.
(FAO-WHO, 2002)
3. Sesak Nafas
Jika kebutuhan makanan yang tidak terpenuhi dalam sehari dapat membuat
pasien menjadi lemah sehingga perlu diberikan makanan tambahan dalam bentuk
formula. Makanan dapat diberikan dalam posisi pasien setengah tidur agar asupan O2
ke paru lebih optimal. (Dirjen Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003)
4. Demam
Menyebabkan kehilangan kalori dan cairan, untuk itu diberikan makanan lunak
dalam porsi kecil tapi sering dengan jumlah lebih dari biasanya dan minum air 2 liter
atau 8 gelas sehari. (Dirjen Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003)
5. Penurunan Berat Badan
Pasien yang berat badannya menurun secara drastic harus dicari penyebabnya.
Bila pasien tidak bias makan secara oral maka penggantinya harus diberikan secara
enternal. Makanan yang dianjurkan adalah tinggi kalori-tinggi protein secara bertahap
dengan porsi kecil tapi sering serta padat kalori dan rendah serat. (Dirjen
Pewmberantasan Penyakit Menular, 2003)
Peningkatan berat badan bias dicapai dengan cara:
- Makan lebih banyak sumber karbohidrat
- Meningkatkan asupan kacang-kacangan, produk kedelai, biji matahari, dll
- Mengonsumsi daging, ikan, dan telur sesering mungkin
- Makan kudapan diantara waktu makan, sebaiknya yang bersumber dari kacang,
yoghurt, wortel, buah, keripik singkong, dan sandwich kacang tanah.
- Tambahkan susu bubuk pada makanan, misalnya sereal.
- Tambahkan gula, madu, selai atau sirup pada makanan.
(FAO-WHO, 2002)
Bahan makanan dianjurkan di konsumsi penderita AIDS.
1. Tempe atau produknya mengandung protein dan B12.
2. Kelapa & produknya, kebutuhan lemak sekaligus sumber energi mengandung MCT
mudah diserap
3. Wortel mengandung beta-karoten, meningkatkan daya tahan tubuh & membentuk CD4+.
Bersama vitamin E dan C berfungsi sebagai anti radikal bebas.
4. Kembang kol tinggi Zn, Fe, Mn, Se, mencegah kekurangan zat gizi mikro & membentuk
CD4+.
5. Sayuran hijau dan kacang-kacangan mengandung B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainnya
untuk cegah anemia & membentuk CD4+
6. Alpukat mengandung lemak tinggi sebagai anti oksidan dan menurunkan LDL serta
menghambat replikasi virus HIV.
5. PENGKAJIAN, DIAGNOSA, INTERVENSI
Pengkajian
1. Biodata
Nama : Tn. A
Umur : 35 tahun
2. Keluhan Utama : lemah, lemas tak bergairah
a. Sistem pernapasan : flu berat
b. Sistem kardiovaskuler : -
c. Sistem gastrointestinal : diare 40 hari
d. Sistem genitourinaria : -
e. Sistem musculoskeletal : -
f. Kulit : -
g. Sistem neurosensory : nyaris pingsan
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat alergi : -
b. Riwayat penyakit keturunan : -
c. Riwayat penggunaan obat : -
d. Riwayat infeksi : -
e. Imunisasi : -
f. Kelainan/Penyakit autoimun : -
4. Pemeriksaan Fisik : -
5. Pemeriksaan Diagnostik : ELISA WESTERN BLOT(+),
Neutropenia,
Anemia normositik normokrom,
Limfosit CD4+ 180 sel/µl.
6. Pengkajian Psikososial Spiritual Cultural
a. Psikologis : -
b. Spiritual : -
c. Sosial Kultural : -
Analisis Data
Data Fokus Etiologi Masalah
Ds :
Diare 40 hari
Do :-
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk
Masuk ke saluran pencernaan
Bakteri mudah
masuk
Tubuh
Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit
mengkompensasi dengan asam
lambung
Peristaltik
Absorbs air
Diare
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
Ds : -
Do :
Tb 170 cm
BB 50 Kg
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk
Masuk ke saluran pencernaan
Mukosa teriritasi
Pelepasan asam
amino
Metabolism protein
BB < normal
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang dari kebutuhan
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
Ds :
Lemah
Lemas
Tidak bergairah
Do :-
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk (virus influenza)
Menginfeksi paru-
paru
Intoleransi
Aktivitas
Eksudat
Gangguan jalan
nafas
O2 kurang
Metbolisme sel
ATP
Kelemahan
Intoleransi aktifitas
Ds : -
Do: -
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk (virus influenza)
Menginfeksi paru-
paru
Eksudat
Inhalasi dan ekhalasi terganggu
Bersihan jalan
nafas terganggu
Resiko bersihan
jalan nafas tak
efektif
Ds : -
Do: -
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk (virus influenza)
Menginfeksi paru-
paru
Eksudat
Resiko pola nafas
tak efektif
Gangguan jalan nafas
Suplai O2
Difusi O2
terganggu
Hipoksia
Sesak nafas
Pola nafas tak efektif
Ds : -
Do: -
Virus HIV
Tertangkap sel dendrite
pada mukosa & kulit
Membuat
jalur ke nodus limfa
Menginfeksi sel
Masuk ke DNA
HIV terikat dengan
membranesel T4 helper
T4 terinfeksi di aktifkan
Replikasi
serta pembentukan
tunas HIV dan sel T4
dihancurkan
Resiko Infeksi
HIV yang baru dibentuk
Dilepas ke
plasma darah & menyebar
Menginfeksi
sel CD4+ yang lainnya
CD4+
Kekebalan
tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk
Resiko Infeksi
Ds : -
Do: -
Kekebalan tubuh
CD4+ < 220 sel / µl
Virus lain masuk (virus influenza)
Inflamasi
IL-1
Merangsang hipotalamus
Set temperature
Demam
Resiko gangguan
termogulasi
Resiko gangguan
termogulasi
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan menurunnya absorbs
air yang ditandai dengan diare selam 40 hari.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
metabolisme air yang ditandai dengan TB = 170 cm, BB = 50 kg.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sel yang ditandai
dengan lemas, lemah tak bergairah.
4. Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan adanya eksudat.
5. Resiko pola nafas tak efektif berhubungan dengan menurunnya suplai O2
6. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan kekebalan tubuh.
7. Resiko gangguan termoregulasi tubuh berhubungan dengan meningkatnya set
temperature.
Intervensi
DIAGNOSA
KEPERAWATANTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
berhubungan dengan
menurunnya absorbs
air yang ditandai
dengan diare selam
40 hari.
Tujuan jangka pendek:
1. Meningkatkan
absopsi air.
2. Mengembalikan
kebiasaan defekasi.
Tujuan jangka panjang:
1. Kebutuhan cairan
dan elektrolit yang
seimbang.
1. Pertahankan
masukan cairan
sedikitnya 3
liter, kecuali
jika ada
kontraindikasi.
2. Kaji kebiasaan
normal klien.
3. Berikan
antispasmodik
antikolinergis
atau obat sesuai
ketentuan
4. Dapatkan kultur
feses dan
berikan terapi
antimikroba
1. Mencegah
hipovolemia
2. Memberikan
dasar untuk
evaluasi
3. Menurunkan
spasme dan
mortilitas usus
4. Mengidentifikasi
organism
patogenik.
sesuai
ketentuan.
5. Pantau tanda
dan gejala
dehidrasi.
5. Kehilangan cairan
mengakibatkan
penurunan
volume sirkulasi
yang
menimbulkan
takikardia, kulit
dan membrane
mukosa kering,
turgor kulit buruk,
dan haus. Deteksi
memungkinkan
pengobatan dini.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
berhubungan dengan
penurunan
metabolisme air
yang ditandai dengan
TB = 170 cm, BB =
50 kg.
Tujuan jangka pendek:
1. Perbaikan status
nutrisi.
2. Adanya
peningkatan berat
badan.
Tujuan jangka panjang:
1. Kebutuhan nutrisi
seimbang.
1. Kaji malnutrisi
dengan
mengukur BB
dan TB.
2. Hindari
makanan
berlemak atau
gorengan,
sayuran mentah,
dan berikan
makanan sedikit
tetapi sering.
3. Batasi cairan 1
jam sebelum
makan dan pada
saat makan.
1. Memberikan
pengukuran
objektif terhadap
nutrisi.
2. Mencegah
perangsangan
usus dan distensi
abdomen serta
meningkatkan
nutrisi yang
adekuat.
3. Mengurangi
kekenyangan.
Intoleransi aktivitas Tujuan jangka pendek: 1. Memantau 1. Memberikan data
berhubungan dengan
penurunan
metabolisme sel
yang ditandai dengan
lemas, lemah tak
bergairah.
1. Mengurangi rasa
lemas, lemah tak
bergairah.
Tujuan jangka panjang:
1. Aktivitas kembali
normal.
kegiatan klien
sehari-hari.
2. Berikan terapi
seperti relaksasi
dan imajinasi
terbimbing.
3. Pemberian
ekogen sesuai
dengan
ketentuan.
4. Membantu klien
menyusun
rutinitas harian.
objektif tentang
intoleransi
aktivitas.
2. Mengurangi rasa
cemas yang
ditimbulkan dari
kelemahan dan
keadaan mudah
letih.
3. Meningkatkan
toleransi klien
terhadap aktivitas
dan mengurangi
keadaan mudah
lemah karena
anemia
4. Untuk menjaga
keseimbanagn
antara aktivitas
dan istirahat
karena klien
mungkin tidak
mampu
mempertahankan
aktivitas yang
lazim karena
kelemahan.
Resiko bersihan
jalan nafas tak
efektif berhubungan
dengan virus
Tujuan jangka pendek:
1. Mengurangi resiko
bersihan jalan tak
efektif.
1. Kaji tanda dan
gejala
perubahan status
pernapasan.
1. Menunjukan
fungsi pernapasan
abnormal.
influenza. 2. Mengurangi
eksudat.
Tujuan jangka panjang:
1. Bersihan jalan
nafas efektif
2. Dapatkan
sampel sputum
untuk apus
kultur, lalu
berikan terapi
antimikrobial
sesuai dengan
ketentuan.
3. Berikan
perawatan paru
(batuk, nafas
dalam, drainase
postural, fibrasi)
setiap 2 sampai
4 jam.
2. Membantu dalam
identifikasi
organisme
patogenik.
3. Mencegah stasis
sekresi dan
meningkatkan
bersihan jalan
nafas.
Resiko pola nafas tak
efektif berhubungan
dengan menurunnya
suplai O2
Tujuan jangka pendek:
1. Mengurangi resiko
pola nafas tak
efektif
2. Meningkatkan
suplai O2.
Tujuan jangka panjang:
1. Pola nafas efektif.
1. Pantau frekuensi
dan pola
pernapasan
klien.
2. Pemeriksaan
darah.
3. Penghisapan
lender.
1. Untuk mengetahui
adanya keadaan
yang abnormal.
2. Untuk mengethaui
saturasi oksigen.
3. Mencegah
hipoksia.
Resiko terhadap
infeksi berhubungan
dengan penurunan
kekebalan tubuh.
Tujuan jangka pendek:
1. Mengurangi resiko
infeksi.
2. Meningkatkan
kekebalan tubuh
Tujuan jangka panjang:
1. Tidak ada infeksi.
1. Memantau
tanda-tanda dan
gejala infeksi.
2. Ajarkan klien
tentang perlunya
1. Deteksi dini
terhadap infeksi
penting untuk
melakukan
tindakan
selanjutnya.
2. Berikan deteksi
dini terhadap
melaporkan
kemungkinan
infeksi.
3. Pantau hasil
laboratorium
yang
menunjukan
infeksi, seperti
hitung leukosit
dan deferensial.
4. Informasikan
pada klien cara
untuk mencegah
infeksi.
infeksi.
3. Peningkatan sel
darah putih
dikaitkan dengan
infeksi.
4. Memininalkan
pemajanan pada
infeksi dan
penularan HIV
pada orang lain.
Resiko gangguan
termoregulasi tubuh
berhubungan dengan
meningkatnya set
temperature.
Tujuan jangka pendek:
1. Menurunkan suhu
tubuh.
Tujuan jangka panjang:
1. Suhu tubuh stabil.
1. Kaji suhu tubuh
klien.
2. Memberikan
antipiretik
sesuai dengan
anjuran dokter.
3. Berikan kompes
air hangat.
1. Untuk
mengetahui
status suhu tubuh
klien.
2. Untuk
menurunkan
suhu tubuh klien
dan kembali
normal.
3. Akibat
vasodilatasi sel,
kulit dapat
mengeluarkan
panas dari tubuh.
Pemberian Antiretroviral (ARV)
Tujuan pemberian ARV
ARV diberikan pada klien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :
1. Menghentikan replikasi HIV
2. Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opportunistic
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
Cara kerja ARV
Obat-obatan ARV yang beredar saat ini sebagian besar bekerja berdasarkan siklus
replikasi HIV. Jenis obat ARV mempunyai target yang berbeda pada siklus replikasi HIV
yaitu :
1. Entry (saat masuk)
HIV masuk kedalam selT untuk merusak. HIV mula-mula melekat pada sel, kemudian
menyatukan membrane luarnya dengan membrane luar sel. Enzim reverse transcriptase
dapat dihalangi oleh obat AZT, ddC, 3TC, dan D4T, enzim integrase mungkin dihalangi
oleh obat yang sekarang sedang dikembangkan, enzim protease mungkin dapat dihalangi
oleh obat Saquinavir, Ritonivir, dan Indinivir.
2. Early Replication.
Sifat HIV adalah mengambil alih mesin genetic selT. Setelah bergabung dengan sebuah
sel, HIV menaburkan bahan genetic 11 kedalam sel. Disini HIV mengalami masalah
dengan kode genetiknya yang tertulis dalam bentuk yang disebut RNA, sedangkan
manusia kode genetic tertulis dalam DNA. Untuk mengatasinya, HIV membuat enzim
reverse trancritase (RT) yang menyalin RNA nya kedalam DNA. Obat NuceloseRT
inhibitor (Nukees) menyebabkan terbentuknya enzim reverse transcriptase yang cacat.
Golongan non-nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk mengikat enzim
reverse trancriptase sehingga membuat enzim tersebut tidak berfungsi.
3. Late Replication
HIV harus menggunting sel DNA untuk kemudian memasukan DNA nya sendiri kedalam
guntingan tersebut dsan menyambung kembali helaian DNA tersebut. Alat penyambung
itu adalah enzim integrase, maka obat integrase inhibitors diperlukan untuk menghalangi
penyambungan ini.
4. Assembly (perakitan/ penyatuan)
Begitu HIV mengambil alih bahan genetic sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai
potongan sebagai bahan untuk membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong dalam ukuran
yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada fase ini, obat jenis protease
inhibitors doperlukan untuk menghalangi terjadinya penyambungan ini.
Nama
Obat
Jen
is
Ob
at
Kemung
kinan
Efek
Samping
Petunjuk Penggunaan Obat
Pembe
rian
Obat
Keterangan
AZT RT
I
Mual,
muntah,
sakit
kepala,
susah
tidur,
nyeri
otot
Mulai dengan dosis kecil lalu
dinaikan selama 2 minggu.
Jangan minum obat larut malam.
2-3
kali/
hari
Diminumse
belum
makan, bila
mual
minum
sesudah
makan.
ddC RT
I
Luka
dimulut,
kelainan
saraf
tepi,
radang
pankreas.
Tidak ada 3 kali/
hari
Dapat
diminum
dengan/
tanpa
makanan.
Ddi RT
I
Mencret,
radang
pankreas.
Harus diminum sewaktu perut
kosong.
2 kali/
hari
Harus
diminum
sewaktu
perut
kosong.
D4T RT
I
Sakit
kepala,
diare,
Tidak ada 2
kali/ha
ri
Dapat
diminum
dengan atau
panas. tanpa
makanan.
3TC RT
I
Sakit
kepala,
lesu,
sulit
tidur,
neutrope
nia.
Tidak ada 2 kali/
hari
Dapat
diminum
dengan atau
tanpa
makanan.
Nevira
pine
RT
I
Kelainan
hati,
bercak
merah
pada
kulit.
Bercak merah dapat diobati dengan
antihistamin.
2kali/
hari
Paling baik
diminum
waktu
makan
Delavir
dine
RT
I
Lesu,
mual,
diare,
kelainan
hati,
bercak
merah
pada
kulit,
panas.
Bercak merah dapat diobati dengan
anti histamine dengan pengawasan
dokter.
Hindari makanan berlemak
3 kali/
hari
Harus
diminum
sewaktu
perut
kosong
Saquini
vir
PI Diare
dan
mual.
Minum sewaktu makan untuk
meningkatkan absorbsi
Pertimbangkan obat lain bila diare
Jangan minum antihistamin kecuali
dengan pengawasan dokter.
2-3
kali/
hari
Harus
diminum
sewaktu
makan,
terutama
saat
mengonsu
msi
makanan
tinggi
protein dan
lemak.
Ritoniv
ir
PI Mual,
diare,
lemah,
muntah,
anoreksi
a, mati
rasa, atau
geli
sekitar
mulut.
Tidak ada 2 kali/
hari
Harus
diminum
sewaktu
makan,
terutama
saat
mengonsu
msi
makanan
tinggi
protein dan
lemak.
Indinivi
r
PI Mual,
kelainan
hati, batu
ginjal.
Jangan makan 1 jam sebelum dan 2
jam sesudah minum obat.
Banyak minum iair sepanjang hari
untuk mencegah batu ginjal
Jangan minum antihistamin kecuali
dengan pengawasan dokter.
3 kali/
hari
Harus
diminun
sewaktu
perut
kosong
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ELISA
ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibodi yang dibuat
tubuh terhadap virus HIV. Antibodi tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke 2, atau
bahkan setelah minggu ke 12 setelah terpapar virus HIV. Kerena alasan inilah maka para ahli
menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah minggu ke 12 sesudah melakukan aktivitas
seksual berisiko tinggi atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat
dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing.
Saat ini telah tersedia Tes HIV Cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip
dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur. Hasil
positif pada ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih
diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Blot atau IFA, untuk mengkonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi walaupun ELISA menunjukkan hasil positif, masih ada dua
kemungkinan, orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi
HIV.
Western Blot
Sama halnya dengan ELISA, Western Blot juga mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Western blot menjadi tes konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih
spesifik, sehingga kasus 'yang tidak dapat disimpulkan' sangat kecil. Walaupun demikian,
pemeriksaan ini lebih sulit dan butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
IFA
IFA atau indirect fluorescent antibody juga merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA
positif. Seperti halnya dua pemeriksaan diatas, IFA juga mendeteksi antibodi terhadap HIV.
Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya sangat mahal.
RIFA
RIFA atau radioimunopresipitation assay merupakan suatu tes yang lebih spesifik dan
sensitif daripada Western Blot, dimana cara kerjanya lebih mendeteksi protein HIV daripada
antibody.
PCR Test
PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan
virus HIV di dalam darah. Tes ini dapat dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah
terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu,
biasanya hanya dilakukan jika uji antibodi diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu,
PCR test juga dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screening test) darah atau organ yang
akan didonorkan.
7. UNIVERSAL PRECAUTION
Universal precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan
oleh seluruh petugas kesehatan untuk semua pasien suatu saat pada semua pelayanan dalam
rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Universal precaution meliputi:
1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai.
2. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang.
3. Pemakaian alat pelindung untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang
lain.
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan.
6. Desinfeksi dan sterilisasi umtuk alat yang digunakan berulang.
7. Pengelolaan linen.
Pelaksanaan universal precaution:
1. Mencuci tangan.
Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan.
Mencuci tangna dengan cara memakai sabun dan air mengalir atau gunakan alcohol jika
tidak ada air mengalir, lalu keringkan tangna dengan handuk sekali pakai.
2. Pemakaian alat pelindung diri.
a. Sarung tangan.
b. Pelindung wajah (masker, kacamata, helm).
c. Penutup kepala.
d. Gaun pelindung.
e. Sepatu pelindung.
Indikasi pemakaian alat pelindung diri yaitu tidak semua alat pelindung diri dipakai
tergantung pada jenis tindakan yang akan dilakukan.
3. Pengelolaan alat kesehatan.
a. Dekontamisasi.
Adalah merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung
tangan yang tercemar. Setelah digunakan, alat harus direndam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
b. Pencucian alat.
Setelah dekontaminasi dilakukan penbersihan yaitu dengan pencucian alat
kesehatan. Cuci dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan.
c. Desinfeksi dan Sterilisasi.
Suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat
kesehatan kecuali endospora bakteri.
8. KONSELING
Kenyataan bahwa manifestasi klinis penyakit ini begitu membahayakan kehidupan,
belum ditemukan obatnya, dan penyakit ini dapat menular ke orang lain memperparah stigma
negatif yang ada pada masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap HIV/AIDS sangat
menular dan bahkan bersentuhan dengan penderita dapat menularkan HIV dan HIV/AIDS selalu
berkaitan dengan perilaku yang tidak benar sehingga penderita AIDS dikucilkan dan
didiskriminasi.
Adanya stigma dalam masyarakat ini menimbulkan masalah psikosial yang rumit bagi
penderita AIDS. Pengucilan penderita dan diskriminasi tidak jarang membuat penderita AIDS
tidak mendapatkan hak-hak asasinya. Begitu luasnya masalah sosial yang berkaitan dengan
stigma ini, karena diskriminasi terjadi di berbagai pelayanan masyarakat bahkan tidak jarang
dalam pelayanan kesehatan sendiri.
Stigma-stigma negatif pada masyarakat ini membuat penderita atau keluarga menjadi
malu dan takut. Keluarga jadi malu untuk memeriksakan anggota keluarga yang menderita AIDS
diri ke rumah sakit atau pusat-pusat pelayanan kesehatan, begitu pula dengan penderitanya
sendiri, jadi malu untuk memeriksakan dirinya sendiri. Imbasnya, mereka yang berpotensi
tertular virus ini pun menjadi enggan memeriksakan diri pula, merasa lebih baik tidak tahu sama
sekali daripada tahu dan kemudian dipandang negatif dan dikucilkan oleh masyarakat.
Beban psikososial yang dialami seorang penderita AIDS adakalanya lebih berat daripada
beban fisiknya. Beban yang diderita pasien AIDS baik karena gejala penyakit yang bersifat
organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa cemas, depresi, kurang percaya diri,
putus asa, bahakn keinginan untuk bunuh diri. Kalau sudah begini, upaya mengantisipasi
perkembangan HIV/AIDS mengalami kendala yang cukup berat dan tentunya menghambat
upaya-upaya pencegahan dan perawatan.
Keterlibatan berbagai pihak diharapkan mampu mengatasi permasalahan psikososial.
Pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebarluaskan. Kenyataan bahwa dalam era obat
antiretroviral, AIDS sudah menjadi penyakit kronik yang dapat dikendalikan juga perlu
dimasyarakatkan karena konsep tersebut dapat memberi harapan pada masyarakat dan penderita
HIV/AIDS bahwa penderita AIDS dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik dan berfungsi
di masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan
(tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik
pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat
dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada
penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan
dapat membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress,
depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. (Susiloningsih)
Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS sangatlah
besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehinggan
pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang
tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk
konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre
dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting
untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara
tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien.
Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan
demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah
hasil tersebut positif atau negatif.
Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan
diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem
pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika
memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi
pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian
dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada
keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS,
sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita.
Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat.
Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus
disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga
perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri
dan beri penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain
dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.
9. ASPEK ETIK DAN LEGAL
Non- Maleficence
1. Terpenuhi prinsip ini saat petugas kesehatan tidak melakukan sesuatu yang
membahayakan bagi pasien (do no harm) disadari atau tidak disadari.
2. Perawat juga harus melinduni diri dari bahaya pada mereka yang tidak mampu
melindungi dirinya sendiri, seperti anak kecil, tidak sadar, gangguan mental, dll.
Respect for Autonomy
1. Hak untuk menentukan diri sendiri, kemerdekaan, dan kebebasan.
2. Hak pasien untuk menentukan keputusan kesehatan untuk dirinya.
3. Otonomy bukan kebebasan absolut tetapi tergantung kondisi. Keterbatasan muncul saat
hak, kesehatan atau kesejahteraan orang lain terganggu.
Beneficence
1. Tujuan utama tim kesehatan untuk memberikan sesuatu yang terbaik untuk pasien.
2. Perawatan yang baik memerlukan pendekatan yang holistic pada pasien, meliputi
menghargai pada keyakinan, perasaan, keinginan juga pada keluarga dan orang yang
berarti.
Justice
Termasuk fairness dan equality
.