tata krama pada masyarakat jawa

26
TATA KRAMA TERHADAP ORANG TUA/ YANG DTUAKAN 1. Bertutur bahasa dengan bahasa yang halus dan baik , Dalam tatakrama Jawa, khusunya bertutur bahasa dengan orang tua yang lebih dituakan berbeda dengan sebayanya. Tata krama, etika, atau sopan santun yang dimiliki oleh Suku Jawa tidak terlepas dari sifat-sifat halus dan kasar. Etika antara manusia dengan sesamanya dibedakan antara yang muda dengan yang tua seperti, anak dengan orang tua, kakak dengan adik, murid dengan guru, atasan dengan bawahan, dengan yang sebaya dan sebagainya. Adanya penegelompokan tatanan dalam berinteraksi tersebut mengharuskan manusia Jawa untuk berprilaku atau berbicara dengan melihat posisi, peranan, serta kedudukan dirinya dan posisi lawan. Tata krama Suku Jawa tidak hanya tampak pada tatanan bahasa yang digunakan, tetapi juga pada gerakan tubuh, dari isyarat gerakan tubuh maupun tatanan bahasa yang digunakan dapat diketahui dengan siapa seseorang berhadapan. Tata krama yang sangat menonjol pada keluarga Jawa adalah dalam percakapan sehari-hari dan bahasa yang digunakan. 1 (Sumber gambar : eprttx.blogspot.com 320 × 240 diakses pada 27 Mei 2014 ( Sumber gambar : dzone17.blogspot.com 548 × 411,

Upload: tia-mizaqi

Post on 03-Dec-2015

714 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

mengenai tata krama di pulau jawa yang mulai di tinggalkan

TRANSCRIPT

TATA KRAMA TERHADAP ORANG TUA/ YANG DTUAKAN

1. Bertutur bahasa dengan bahasa yang halus dan baik

,

Dalam tatakrama Jawa, khusunya bertutur bahasa dengan orang tua yang lebih

dituakan berbeda dengan sebayanya. Tata krama, etika, atau sopan santun yang dimiliki oleh

Suku Jawa tidak terlepas dari sifat-sifat halus dan kasar. Etika antara manusia dengan

sesamanya dibedakan antara yang muda dengan yang tua seperti, anak dengan orang tua,

kakak dengan adik, murid dengan guru, atasan dengan bawahan, dengan yang sebaya dan

sebagainya. Adanya penegelompokan tatanan dalam berinteraksi tersebut mengharuskan

manusia Jawa untuk berprilaku atau berbicara dengan melihat posisi, peranan, serta

kedudukan dirinya dan posisi lawan.

Tata krama Suku Jawa tidak hanya tampak pada tatanan bahasa yang digunakan,

tetapi juga pada gerakan tubuh, dari isyarat gerakan tubuh maupun tatanan bahasa yang

digunakan dapat diketahui dengan siapa seseorang berhadapan. Tata krama yang sangat

menonjol pada keluarga Jawa adalah dalam percakapan sehari-hari dan bahasa yang

digunakan.

Tata krama ini tidak hanya tampak pada tiga jenis bahasa yang digunakan yakni

Ngoko, krama alus dan krama inggil. Tata krama ini juga diwujudkan dalam gerakan dan

bahasa tubuh merupakan isyarat yang dipahami secara universal. Dengan melihat dari

kejauhan saja kita bisa tahu posisi seseorang terhadap orang lainnya dari gesture atau gerak

badannya cara berbicaranya. Tata krama yang menonjol dalam keluarga Jawa adalah adanya

perbedaan dalam percakapan sehari-hari dengan keragaman bahasa yang digunakan.

1

(Sumber gambar : eprttx.blogspot.com 320 × 240 diakses pada 27 Mei 2014 pukul 15:40 WIB

( Sumber gambar : dzone17.blogspot.com 548 × 411, diakses pada 26 Mei 2014 pukul 16:40 WIB

Ngoko yaitu bahasa yang di gunakan sehari hari dengan lawan bicara orang yang

sepadan atau yang lebih muda.

Krama (kromo) yaitu bahasa yang di gunakan ketika lawan bicaranya orang yang

lebih tua atau orang yang lebih di hormati. Dan yang ketiga adalah krama alus, yaitu bahasa

yang di gunakan oleh kalangan tengah atau terutama dalam kraton atau kasultanan dan atau di

gunakan kepada orang yang sangat di hargai atau petinggi. Sebagai masyarakat jawa tentu

harus mengetahui apa - apa saja jenis ketiga bahasa itu, karena dalam adat jawa tidak boleh

seseorang itu meninggikan “ngajeni” diri sendiri. Krama inggil adalah bahasa yang

digunakan untuk menghormati seseorang yang diajak bicara, termasuk juga di dalamnya dari

tingkah laku, cara duduk, raut muka, pandangan, dan lain sebagainya. Umumnya tata krama

Jawa diajarkan sejak kecil sehingga dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak akan

dilupakan sampai seseorang tua. Tentu saja dalam penggunaannya, tata krama Jawa sangat

fleksibel mengikuti keadaan yang ada pada saat seseorang berada di suatu tempat dan

kondisi.

Namun sayangnya tata krama Jawa ini mulai luntur dan tidak lagi diajarkan dengan

baik kepada generasi muda. Generasi muda yang mengaku orang Jawa sudah jarang yang

mengerti mengenai hakekat dan makna tata krama Jawa. Orang Jawa yang lahir di luar

komunitas Jawa, misalnya di Jakarta atau di luar pulau bahkan hampir tidak bisa berbahasa

Jawa. Padahal esensi tata krama Jawa itu ada pada bahasanya. Olah gerak tubuh yang baik,

sikap yang sopan tidak akan lengkap dan bermakna tanpa bahasa yang halus dan sopan. Oleh

karena itu perlu adanya gerakan untuk kembali memahami hakekat tata krama dan budaya

Jawa sebagai sebuah jati diri.

Akhir - akhir ini juga terlihat bahwa kebanyakan orang tua di kalangan masyarakat

Jawa tidak lagi mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa Jawa yang baik tapi justru

menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan bahasa ibu mereka tak di ajarkan. Solusi agar

bertutur sopan sesuai dengan adat masyarakat Jawa yang perlu dipertahankan adalah dengan

yang pertama, dari pihak keluarga, karena keluarga merupakan tempat yang pertama dan

utama dalampembentukan jati diri maupun kepribadian seseorang. Di dalam keluargalah

seorang anak dikenalkan berbagai aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik. Seorang anak dari

keluarga yang beretika baik akan memiliki budaya kesopanan dengan baik pula, dan begitu

pula sebaliknya.

2

2. Berpamitan ketika berpergian.

(Sumber gambar : www.solopos.com 640x 444, diakses pada 29 Mei 2014 pukul 19:30 WIB)

Berpamitan menjadi tata krama yang sangat dijunjung tinggi dalam adat masyarakat

Jawa. Orang yang tidak berpamitan saat meninggalkan suatu tempat, bisa-bisa dibilang “tak

punya sopan”. Dalam keluarga muslim, jamak disampaikan ucapan assalamualaikum

sebelum pergi atau saat datang/bertamu ke suatu rumah.

Sudah seharusnya berpamitan saat hendak pergi dari suatu tempat di mana kita masih

meninggalkan orang lain di sana. Entah itu keluarga di rumah, atasan atau rekan di kantor,

bahkan teman-teman di tempat nongkrong. Berpamitan menjadi sangat penting saat kita

bertamu.

Datangnya kebudayaan dari barat sangat mempengaruhi nilai-nilai tradisional bangsa

Indonesia, sehingga semakin lama nilai tradisional Negara kita sendiri semakin pudar. Para

remaja Indonesia kian mengikuti dan mencontoh kebudayaan luar negeri dan melupakan

nilai-nilai tradisional Negara sendiri, seperti contohnya kesopanan dalam berpamitan ini, baik

kepada orang tua sendiri, orang yang dituakan maupun sebaya.

Solusinya agar tetap tubuh tata krama ini adalah dengan kesadaran diri serta

bimbingan intensif orang tua, pandai dalam memilih teman di lingkungan juga menjadi

pendorong besar agar seorang anak agar tata krama dan nilai sopan santunnya tetap terjaga.

Karena tidak heran zaman saat ini, anak muda bangsa ini lebih terpengaruh pada pergaulan

bebas yang tak bermoral dan beretika, menduakan norma-norma kesopanan serta kurang ilmu

agamanya.

3

Inilah yang harus kita benahi, belajar menjadi seorang yang dewasa dalam menyikapi

sesuatu, tau posisi dan kedudukan dengan siapa kita berbicara dan berinteraksi. Karena

sebaik-baik manusia adalah yang sempurna akhlaknya. Subhanallah.

3. Bila melintas di depannya, mengucapkan permisi sambil agak membukukkan badan

Dalam tata krama Jawa, ada etika dan sopan santun yang harus dipenuhi. Ini tidak

terlepas dari sifat halus dan kasar. Tata krama Jawa mengatur semua hubungan mencakup

antara manusia dengan Tuhan, manuia dengan lingkungan dan manusia dengan manusia yang

lainnya. Etika yang ada antara manusia dan manusia dibedakan dalam tata krama Jawa.

Antara orang muda kepada orang tua memiliki etika tersendiri, berbeda dengan etika yang

ada antar orang yang sebaya atau antara orang yang lebih tua ke orang yang lebih muda.

Dengan pengelompokan ini membuat manusia Jawa diharuskan berbicara dan berperilaku

dengan melihat posisi, peran serta kedudukan dirinya di hadapan orang lain.

Salah satu contoh sederhana dalam mengormati orang yang lebih tua ataupun sesama

manusia dalah dengan membungkukkan badan ketika melewati orang yang sedang

berbincang atau mengobrol. Ini mencirikan bagaimana cara kita menghormati seseorang baik

yang kita kenal maupun tidak kita kenal.

Namun pada saat ini, sudah jarang sekali ditemukan anak muda yang

membungkukkan badannya ketika melewati orang tua yang sedang berbicara, mereka lebih

acuh, lewat hanya lewat tanpa mengucapkan permisi maupun salam tanda hormat pada yang

lebh tua, lebih-lebih salim tehadap orang yang dituakan tersebut.

4

(Sumber gambar : cahayasukacitaz.blogspot.com diakses pada 26 Mei 2014 pukul 20:20 WIB)

Apa penyebab dan dampaknya, penyebab mungkin bervariasi, mungkin saja

pendidikan budi pekertinya di sekolah dulu tidak maksimal, hanya hapal secara teori namun

prakteknya dilingkungan tidak dilakukan. Mungkin juga kurangnya pengawasan serta

kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya, karena tidak lain, tidak bukan, orang tua

adalah contoh bagi anaknya. Bila orang tua mengajarkan yang kurang baik, kemungkinan

anak meniru itu besar. Dampaknya, seperti yang dijelaskan diatas. Lunturnya tata krama dan

norma sopan santun pemuda-pemudi saat ini. Nantinya anak akan menjadi oarang yang tak

tau sopan santun, dikucilkan, banyak yang memusuhi dan yang pailing parah bila banyak

terjadi pada pemuda masa kini, hilangnya citra bangsa ini sebagai bangsa yang menjunjung

norama sopan-santun, dan hanya dijadikan semboyan tanpa aksi yang nyata.

Solusi yang diberikan yakni, yang pertama diberitahukan oarang tua agar selalu yang

pertama ditanamkan dalam mendidik anak adalah ilmu agama dan budi pekerti, karena

seoarang yang benar akhlaknya akan benar pula hidupnya. Saat ini orang tua lebih

mendahulukan anaknya untuk di les privat mata pelajaran umum, sedang agamanya jarang

sekali. Kurangnya sosok Uswatun Hasanah pada diri orang tua juga menjadi berpengaruh

pada perkembangan sopan-santun anak, karena sekarang ini, orang tua lebih suka

menyibukkan dirinya dengan pekerjaan ketimbang dengan anaknya, sedang anak di rumah

malah di urus oleh asisten rumah tangga.

Agar tata krama di kalangan generasi muda tetap terjaga dengan baik maka orang tua,

guru atau yang dituakan harus selalu menanamkan nilai-nilai tata krama tersebut di samping

memberi contoh langsung.

5

4. Menghormati guru dengan mendengarkan dengan baik saat sedang memberi penjelasan di kelas.

Dalam tata krama masyarakat Jawa dikenal ungkapan ”Guru, ratu, wong atau karo”.

Inimengandung arti bahwa guru, menurut urutan kata-katanya, adalah orang yang pertama-

tama harus dihormat, kemudian berturut-turut raja dan orang tua. Agaknya ini tidaklah

berlebihan, karena gurulah yang memberikan pengetahuan, kepandaian, ketrampilan sebagai

bekal hidup. Setiap guru selalu dengan ikhlas berusaha agar anak didiknya menjadi orang

yang berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Guru merupakan sosok sangat berpengaruh dalam hidup kita, karena sampai

kapanpun umur dan tingginya pendidikan kita, beliaulah yang mempunyai jasa besar dalam

kehidupan kita. Sosoknya sangat hormati, sampai-sampai guru dijuluki sebagai “pahlawan

tanpa tanda jasa”. Jika ada salah satu murid yang sudah lulus dari sekolah dan ia sudah

menjadi orang yang sukses, ia tidak boleh melupakan jasa para gurunya. Jadi, patutlah kita

berterima kasih kepada guru dan tak lupa kita juga harus pandai-pandai bersyukur pada Allah

SWT .Karna Allah-lah yang memberi kita otak untuk menerima berbagai bentuk pendidikan

baik dalam bidang akademik maupun non akademik yang disampaikan oleh guru.

Kita sebagai seorang pelajar wajib untuk beradab pada guru, karena beliau yang

memberi kita ilmu yang bermanfaat. Jadi , kita harus selalu berlaku penuh sopan santun pada

guru, baik ketika kita sedang berkata dan bertanya pada guru, tidak memotong

6

(Sumber gambar : www.ipabionline.com 400 × 236diakses pada 27 Mei 2014 pukul 19:30 WIB)

(Sumber gambar : 3sobatman.blogspot.com diakses pada 27 Mei 2014 pukul 19:40 WIB)

pembicaraannya ketika beliau sedang menerangkan tentang pelajaran, dan selalu

menghormati beliau dimana dan kapanpun. Meskipun, terkadang guru membuat kita jengkel,

kita harus selalu berfikir jika yang guru lakukan adalah untuk kebaikan kita.

Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati, memuliakan

dengan ucapan dan perbuatan sebagai balas jasa atas kebaikan yang diberikannya. Guru

adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik siswa-siswinya untuk menjadi lebih baik

sebagaimana yang diridhoi Allah SWT. Sebagaimana wajib hukumnya mematuhi kedua

orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama perintah tersebut tidak

bertentangan dengan syari’at agama.

Sayangnya, saat ini banyak sekali luntur tata krama siswa pada sang guru. Banyak

permasalahan yang terjadi antara guru dan murid, banyak murid yang mulai acuh dan

mangabaikan guru sebagai orang tuanya disekolah. Sudah tak ada lagi tata kramanya, bila

melihat gurupun sudah jarang membungkukkan badan sebagai rasa hormat serta menyalami

gurunya, menganggap bahwa penjelasan guru di kelas sangat membosankan hingga banyak

siswa yang mulai meremahkan dan banyak yang mengantuk dikelas. Tak hanya mengantuk,

kadang para siswa sering membuat kegaduhan, tidak memeperhatikan ketika guru sedang

menjelaskan, rame sendiri dengan teman-teman, hingga yang terparah saat ujian hanya bisa

mencontek atau menunggu bocoran kunci jawaban.

Bila sudah seperti, wibawa seorang guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa mulai

luntur. Bukan salah sang guru bila muridnya banyak yang bandel, namun pasti orang tua

murid komplain pada pihak sekolah tentang sistem pengajaran yang buruk, bila diketahui

anaknya mendapat nilai jelek disekolah. Bila tata krama suah hilang, norma dan etika sudah

tak dijunjung tinggi, harus salahkan siapa.

Solusinya, agar tiapa anak dapat membangun kembali tata krama yang baik dan

santun, pihak keluarga merupakan pengaruh terbesar dalam pembentukan karakter, jati diri

maupun kepribadian seseorang. Di dalam keluargalah seorang anak dikenalkan berbagai

aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik.

Peran sekolah juga sangat penting, Sekolah adalah salah satu tempat sosialisasi yang

penting bagi generasi muda. Sekolah sebagai lembaga formal mempunyai peraturan-

peraturan sendiri yang mengharuskan murid untuk mematuhinya, seperti seragam, jam-jam

pelajaran, etika terhadap guru dan sebagainya. Di sini yang sangat berperan adalah pemberian

7

pelajaran budi pekerti. Di dalam masayarakat berbagai unsur misal kebiasaan, adat istiadat

dan norma-norma yang berlaku turut menentukan perilaku seseorang. Disini guru berperan

besar dalam mendidik murid-muridnya, agar menjadi murid yang menjunjung nilai sopan

santun yang baik.

Dan yang terakhir adalah lingkungan pada masyarakatnya, dengan siapa ia bergaul

dan bagaimana pengaruhnya dirinya. Di dalam masyarakat kadang seorang anak mendapat

pengaruh yang sangat besar sebab di dalam masyarakat bertemu berbagai lapisan masyarakat

yang sangat beragam dengan latar belakang sosial budaya yang beragam pula. Seseorang

yang melanggar etika akan mendapatkan sangsi dari yang ringan sampai yang berat

tergantung apa yang dilanggarnya.

Dapat disimpulkan bahwasannya beradab atau tata krama pada guru sangatlah

penting , karena berkat adanya guru kita mendapat ilmu yang bermanfaat. Dengan tata krama

itu pula ilmu yang kita dapat dari beliau akan bermanfaat lebih besar. Oleh sebab itu jangan

sekali-kali kita menyakiti hati seorang guru, karena itu adalah dosa besar.

TATA KRAMA DALAM BERTAMU

5. Mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

(Sumber gambar : azisbaypesat.blogspot.com400 × 293 diakses pada 28 Mei 2014 pukul 20:00 WIB)

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan dan tali

silaturahmi yang dianjurkan. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata

8

krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata

krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni renggangnya

hubungan persaudaraan. Dengan mempererat tali silaturrahim pada sesama, berarti kita telah

membina hidup rukun, menumbuhkan rasa kasih sayang, tolong menolong dan saling

membantu antara sesama manusia. Selain itu, bertamu tidak saja menghubungkan tali

persaudaraan tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun pengalaman.

Salah satu adab yang paling sederhana namun bila disepelakan akan membawa

bencana dalam ikatan persaudaraan sesama umat manusia adalah hal kecil ini, mengetuk dan

mengucap salam yang sekarang ini mulai memudar dalam masyarakat khususnya Jawa yang

terkenal sebagai suku yang selalu menjunjung tinggi adab dan tata krama.

Saat ini, orang mulai menyepelekan tata krama yang satu ini, kadang hanya mengetuk

saja tanpa mengucap salam, langsung masuk tanpa dipersilahkan masuk dahulu oleh tuan

rumah, bahkan yang sering dilakukan bila di panggil-panggil tidak ada jawaban malah

mengintip-ngintip rumah tuan rumah melalui jendela. Ini sangguh bukanlah tata krama

bartamu yang baik, bila kita sudah mengetuk pintu serta salam minimalnya 3 kali, namun

tidak ada jawaban dari dalam rumah, karena mungkin si tuan rumah memang sedang tidak

ada di rumah, hendaknya kita langsung berajak pergi atau bila ada tetangganya, menitip

pesan bila anda sedang ada keperluan dan agar segera menghubungi bila sudah dirumah.

Inilah cara terbaik agar bertamu tapi tetap bertata krama bila tidak ada orang dirumah.

Banyak hal lain yang dapat diperlakukan dalam bertamu, namun yang saya bahas hanya yang

paling sering terjadi disekitar kita.

9

TATA KRAMA KETIKA MAKAN DAN MINUM

6. Biasakan minum dengan duduk dan menggunakan gelas, tidak minum langsung dari bibir teko (nyucup) dan tidak menuang langsung ke dalam mulut (ngelonngo).

Tata krama Jawa sesuai dengan perkembangan jaman mengalami perubahan atau

bergeser salah satunya adalah tata cara makan dan minum. Walaupun saya sendiri kurang

paham, mengenai tata krama minum ala orang Jawa, yang saya tahu hanya, biasanya orang

Jawa minum dengan menggunakan kendil dan duduk bersila.

Dalam Islam sendiri, minum telah menjadi hal patut diperhatikan. Rosulullah SAW

sendiri mencontohkan agar umatya tidak minum sambil berdiri lebih bagusnya lagi minum

dengan menyebut nama Allah. Minum selalu kita lalukan setiap saat, ilmuan juga

mengatakan bahwasanya manusia tanpa makan dapat bertahan 2 minggu, namun manusia

tanpa minum hanya dapat bertahan kurang lebih 24 jam.

Yang mulai hilang dalam tata krama minum ini adalah banyak orang yang minum

dengan berdiri, kadang makan dan minum sambil jalan. Masyarakat Jawa sudah mulai

terkontaminasi gaya hidup orang Barat yang hidup sibuk dan dinamis. Namun bila boleh

jujur, Masyarakat Barat memang keras kehidupannya, mereka dituntut hidup tepat waktu

hingga tidak ada waktu untuk makan-minum, lalu lebih memilih makan dan minumnya

10

(Sumber gambar : ujhermanto.blogspot.com diakses pada 26 Mei 2014 pukul 14:30 WIB)

dijalan. Sedang kita, kesibukan apa yang kita lakukan hingga mengharuskan untuk makan

dan minum sambil berdiri dan jalan. Solusinya dari masalh ini adalah membangun tata

krama yang mulai hilang ini, biasakan dari kecil kita terbiasa dengan makan dan minum

dengan duduk dan membaca doa dahulu sebelum makan.

Tanamkan juga dalam benak kita, bahwasanya yang minum dan makan sambil berdiri

hanya hewan, manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, tidak patut untuk meniru

cara makan dan minum makhluk yang lebih rendah darinya. Manusia di beri akal oleh Allah

untuk berfikir, sedang Allah memberikan akal bagi hewan tapi mereka tidang menggunakan,

yang mereka gunakan hanya insting.

Kita patutnya bersyukur, kita dijadikan makhluk yang mulia dihadapan Allah, semua

sama saja di hadapan Allah, yang membedakan hanya amal dan ibadahnya. Hadaknya saat ini

kita mulai berbenah diri untuk selalu jadi manusia yang bisa menjadi contoh bagi yang lain,

tak perlu hal yang besar, mulailah dengan hal yang kecil. Keran hal yang besar sekaligus

akan terasa berat.

Saat ini marikan kita budayakan agar minum/makan dengan duduk yang manis dan

membaca do’a, Insya Allah makanan/minuman yang kita masukkan dalam raga kita

membawa berkah.

11

7. Saat makan hendaknya memulai dengan doa, makan tidak sambil berdiri dan sambil berbicara serta menghabiskan makanan.

12

Makan adalah hal penting. Dalam hubungan dengan makan bersama orang lain, baik

kita sedang bertamu disuguhi makanan, sebagai tuan rumah menyuguhkan makanan maupun

makan bersama teman-teman di restoran, rumusnya hanya satu, jangan sampai kita membuat

orang lain merasa tidak nyaman. Perilaku-perilaku yang bisa membuat orang lain kehilangan

nafsu makan atau perilaku tidak sopan ditulis oleh Ki Padmasusastra Ngabehi wirapustaka di

Surakarta, 1914 dalam Serat Subasita sebagai berikut: dalam mengunyah makanan hendaknya

dikunyah pelan pelan dan jangan menimbulkan bunyi (Jawa: kecap). Orang yang kalau

makan “kecap” disamping “saru” juga membuat “enek” orang lain. Apalagi kalau yang

dimasukkan mulut terlalu banyak kemudian nasi yang kita kunyah kelihatan dari luar. Oleh

sebab itu kalau mengunyah makanan jangan sambil bicara dan bibir harus tertutup.

13

(Sumber gambar: http://2yu-li.blogspot.com/2014/01/etika-dan-tata-

krama-jawa.html diakses pada 25 Mei 2014 pukul 17:00 WIB)

(sumber gambar: cepakantik.blogspot.com diakses pada 25 Mei 2014 Pukul 16:40)

Dalam menyunyah makan juga sama, contohnya saat makan daging, jangan menggigit

daging kemudian ditarik dengan tangan. Atau memotong (Jawa: nyuwil) dengan kedua

tangan. Potongan daging jangan besar-besar. Yang pas dengan mulut kita sehingga tidak sulit

mengunyahnya. Perhatian bagi yang suka “mengeremus” tulang muda, kalau makan bersama

orang lain sebaiknya tunda dulu hasrat “mengeremus” tulang muda. Hal ini amat tidak sopan.

Kebiasaan masyarakat Jawa dalah menusuk gigi setelah makan, bertujuan agar sisa-

sisa makanan yang ada di mulut dapat dibersihkan keluar, dengan cara menggunakan biting

lidi ataupun yang lainnya dimasukkan dalam rongga-rongga gigi. Hati-hati menggunakan

tusuk gigi. Mencukil makanan yang terselip jangan demonstratif, tutuplah dengan tangan.

Makanan yang tercungkil (Jawa: slilit) sebaiknya ditelan saja (toh sama dengan yang barusan

kita makan). Sekali-kali jangan kita tiup keluar dan jatuh entah kemana. Bisa saya tahu-tahu

nempel di jidat orang di seberang kita. Meletakkan cukilan makanan di piring pun bisa

membuat mual sebelah kita kalau ia sensitif.

Dalam mengambil dan menyelesaikan makanan pun orang Jawa mempunyai aturan

yakni, jangan meraih lauk yang jauh dari kita walaupun enak. Ambil yang dekat-dekat saja,

kecuali ditawarkan dan tempat lauk didekatkan ke kita. Mengambil nasi dan lauk jangan

terlalu banyak. Disamping tidak sopan kalau kemudian tidak habis akan semakin memalukan.

Upayakan kita bisa menyelesaikan makan bersama-sama dengan yang lain, walaupun

tatakrama tuan rumah, ia menyelesaikan makan setelah yang lain selesai.

Budaya Jawa akomodatif terhadap kepercayaan orang lain. Mengenai sisa makanan

pun setidaknya ada dua aliran yang dianut orang Jawa. Pertama kalau kita makan harus

bersih. Artinya jangan ada sisa nasi sebutirpun. Nanti Dewi Sri menangis. Dikarenakan

masyarakat Jawa percaya bahwasanya Dewi Sri: Ikut mendidik anak. Yang kedua, disisakan

sekitar satu suap. Simbol untuk tidak menghabiskan “kamukten” atau simbol supaya anak

cucu masih bisa menikmati rejeki. Bisa juga sengaja disisakan karena sisa makanan

(utamanya orang besar) dipakai untuk ngalap berkah oleh orang kecil. Tentang piring bersih

atau disisakan tidak ada yang memasalahkan. Yang penting kalau disisakan ya ditata yang

rapi di pinggir, jangan berserakan.

14

TATA KRAMA SAAT BERJALAN/ DIPERJALANAN

8. Membuang / menyingkirkan dari jalan segala sesuatu yang membahayakan.

Menyingkirkan duri atau segala yang membahayakan dari jalan, adalah salah satu dari

sekian banyak cabang dari cabang-cabang iman kepada Allah. Karenanya, dari hal kecil ini

seorang dapat dikataka memiliki karakter yang bagus. Yang itu ditandai dengan kepemilikan

atas budi pekerti yang mulia dan tatakrama yang terpilih. Dan, menyingkirkan duri jalan

merupakan salah satu tanda dari sekian banyak tanda, bahwa seseorang itu telah mempunyai

iman, akhlak, dan tatakrama.

Jalan adalah wilayah publik. Kita dahulu diajarkan, untuk jangan sampai mengganggu

jalan tempat berlalunya lalu-lintas. Itulah sebabnya, Islam mengajarkan, pengguna jalan harus

diberikan hak-haknya sebagai pengguna jalan. Sebenarnya yang harus disingkirkan dari jalan

tidak hanya tangkai duri, paku atau hanya benda-benda yang membahayakan yang berada di

jalan. Tapi, prinsip umumnya segenap apa pun yang mengganggu pengguna jalan harus

disingkirkan semata karena Allah.

15

Mengenai hal ini, pemerintah harus mampu memberikan jaminan keamanan bagi

pengguna jalan. Termasuk di antaranya, jalan harus benar-benar bersih dari sampah dan

segenap kegiatan yang dapat mengganggu aktifitas pengguna jalan. Di samping jalan harus

bersih dari penjahat dan penjambret. Perlu diketahui jalan merupakan salah satu sarana untuk

umum, yang fungsinya dapat dinikmati oleh orang banyak, dijalan juga semua bisa terjadi,

bagi kaum musafir berjalan merupakan jalan untuk mendekatkan diri pada Allah dengan

mengembara dijalanNya.

Namun sayangnya saat ini, kesadaran masyarakat mulai berkurang. Bukan malah

menyingkirkan sesuatu dijalan, malah menaruh dan membuang sesuatu dijalan. Gaya hidup

individualis serta norma dan etika yang kurang menjadikan masyrakat kita kurang sadar

terhadap kebersihan di jalan. Akibatnya bukan main-main, saat kita tidak peduli pada

lingkungan dijalan, bisa saja terjadi kecelakaan yang tidak di inginkan, banyak merenggut

korban jiwa serta parahnya banjir yang hampir tiap tahun melanda.

Marilah hendaknya kita menjadi teladan terhadap manusia lain. Solusinya agar salah

tata krama ini selalu di junjung adalah dengan yang pertama, biasakan membuang segala hal

yang dapat membahayakan pengguna jalan, semata-mata hanya untuk kenyamanan saat kita

di jalan dan agar tidak membahayakna orang lain, kedua biasakan membuang sampah di

tempat sampah, dan memungut sampah untuk di buang pada tempatnya. Di samping berusaha

sekuat tenaga untuk meminimalkan lahirnya sampah-sampah baru, dan yang terakhir dengan

mengajak segenap umat manusia untuk sadar terhadap bersih lingkungan.

“Hidup Bersih, Hidup Benar, dan Hidup Tidak Menyakiti Orang Lain.” Inilah sebuah

citradiri dan jatidiri baru yang harus segara diamalkan oleh kita warga di negeri ini. Apabila

para pejabat dan segenap komponen bangsa ini commitment and consistent tata krama

menyingkirkan segala yang membayakan, bangsa Indonesia akan benar-benar menjadi

bangsa yang bersih dan bangsa yang disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini. Inilah

sebuah jawaban nyata, mengapa bangsa kita tidak lagi dihormati oleh bangsa-bangsa lain.

Disebabkan, para tokoh terutama para pejabatnya, tidak menjadikan bangsa Indonesia bangsa

yang terhormat dan disegani.

Sekaranglah saatnya, sebagai putera-puteri ibu pertiwi, berusaha sekuat tenaga untuk

mengembalikan nama baik dan nama harum bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang sehat,

bangsa yang sejahtera, bangsa yang masyarakatnya bahagia, bangsa yang bersih, bangsa yang

16

teguh tata kramanya dengan kebenaran, dan bangsa yang mampu memimpin bangsa-bangsa

lain.

TATA KRAMA TERHADAP ORANG LAIN

9. Tidak menguap dengan membiarkan mulut ternganga di hadapan orang lain

Saat ini menguap, merupakan hal yang biasa, manusiawi memang, namun orang yang

mempunyai tata krama yang baik pasti paham menempatkan dirinya saat ingin menguap.

Meguap merupakan hal yang kurang mengenakkan apalagi saat kita berada dalam suatu

forum, bila kita menguap, terlihat sekali bahwa kita sedang bosan ataupun tidak fokus dengan

apa yang dibicarakan dalam forum. Dan ini yang biasanya membuat orang lain tidak nyaman

dan kurang menghargai diri kita, karena menguap merupakan tanda orang malas.

17

Mengantuk dan menguap adalah penyakit harian yang pasti kita alami dimana saja

dan kapan saja. Dalam bahasa Jawa menguap disebut “Angob”. Menguap terkait erat dengan

kantuk. Tidak ada kuap tanpa kantuk demikian pula tidak ada kantuk tanpa kuap. Menguap

juga merupakan perilaku tidak sadar orang yang bosan.

Oleh sebab itu kalau kita sedang menerima tamu baik di rumah maupun di kantor

jangan sekali-sekali menguap. Hal ini sama saja mengusir secara halus. Tentu saja yang bisa

merasakan hanya tamu yang “tanggap ing sasmita” dari bahasa tubuh tuan rumah. Bila kita

sebagai tuan rumah merasa akan “angob” carilah trik supaya tidak ketahuan tamu kita.

Apakah berdiri, pura-pura mengambil sesuatu di tempat lain atau cara lain yang pas. Tamu

juga jangan sampai menguap di depan tuan rumah. Orang Jawa mengatakan “degsura” atau

kurang ajar.

Oleh sebab itu, perlu kita perhatikan posisi sekitar maupun kondisi orang disekitar

kita karena menguap merupakan hal yang kurang sopan bila tidak menutup mulut saat

menguap. Solusinya, hindari mungkin menguap, bila menguap tak tertahankan, tutuplah

mulut dengan tangan agar tidak mengganggu orang lain.

10. Tidak batuk dan bersin tanpa menutup mulut di hadapan orang lain.

Bersin (Jawa: wahing) bisa terjadi karena banyak hal. Rangsangan debu halus, alergi

atau sakit flu. Bersin juga terkait dengan penularan penyakit dan tatakrama. Bila kita bersih

sebaiknya menoleh ke samping kiri atau kanan yang tidak ada orang dan mulut kita lindungi

dengan telapak tangan. Bila keluar ingus bersihkan dengan saputangan atau tissue. Bersin

18

kalau terjadi memang sulit dicegah dan ditahan, tetapi sedapat mungkin upayakan supaya

suaranya tidak terlalu membuat orang lain tidak nyaman.

Bila bersin hendaknya kita menutup dengan sapu tangan dan tissu agar tidak

menularkan virus kaepada orang lain, karena bisa saja saat kita menderita batuk ataupun pilek

kuman-kuman menular lewat bersin yang kita keluarkan. Dan ini tidak baik karena

menularkan penyakit kepada sesama manuasia.

19