tata kelola manajemen berbasis sekolah berorientasi pelayanan
TRANSCRIPT
MO
DU
L MA
NA
JEM
EN
BE
RB
AS
IS S
EK
OLA
HKINERJA-USAIDGedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46Jakarta, 10210 Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832Email: [email protected]
IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS
Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah Berorientasi Pelayanan Publik
2014
1www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
Berorientasi Pelayanan Publik
KATA PENGANTARPeningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat
yang diamanatkan dalam berberagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.
PAN/7/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis
peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program
ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand
side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program
KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan.
Di bidang manajemen berbasis sekolah (MBS) berorientasi pelayanan publik, Program KINERJA mendorong
sekolah-sekolah agar menyelenggarakan kegiatan sekolah berdasarkan pencapaian standar pelayanan publik
(SPP), standar pelayanan minimal (SPM), dan standar nasional pendidikan (SNP), dan masukan-masukan
dan keluhan dari murid dan orangtua/wali murid. Keluhan-keluahan ini diperoleh melalui survei pengaduan
yang dilaksanakan setiap tahun. KINERJA juga mendorong munculnya kebijakan di tingkat kabupaten/kota
agar program MBS berorientasi pelayanan publik dapat diadopsi dan disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya. Beberapa daerah mitra telah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkannya di semua sekolah secara
bertahap. Dinas Pendidikan di daerah tersebut telah mulai menyebarluaskan praktik-praktik MBS berorientasi
pelayanan publik ke sekolah-sekolah lain dan merencanakan akan mencakup seluruh sekolah.
Mengingat praktik-praktik MBS berorientasi pelayanan publik yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah
daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi penyedia layanan dan pengguna
layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah daerah, sekolah, dan para pemangku
kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pelatihan, pendampingan, dan pelaksanaannya.
Diharapkan modul ini dapat membantu pemerintah daerah yang ingin memperkenalkan dan menerapkan
MBS dengan pendekatan KINERJA di daerahnya. Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses dan teknis
penerapan pendekatan ini, modul ini juga memuat daftar organisasi yang selama ini membantu KINERJA dan
kabupaten/kota mitra dalam penerapan MBS berorientasi pelayanan publik.
Jakarta, Januari 2014
2 www.kinerja.or.idManajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1DAFTAR ISI 2RINGKASAN EKSEKUTIF 3Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 4Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 6Rekomendasi kepada para Calon OMP 7Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan 7
BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 8Pendekatan Umum Proyek KINERJA 8Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 9Prinsip Dalam Tata Kelola MBS 10
BAB 2 Bab 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
11
Situasi yang dihadapi di daerah 11Bagaimana kita memulai inisiatif 111. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders 112. Pengaturan Pekerjaan 123. Penyusunan rencana kerja 12Proses kerja 131. Peran masing-masing stakeholder 132. Pelaksanaan rencana kerja 133. Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja 14
BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 16Tantangan 16Keberhasilan Program 161. Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo 162. Pendekatan KINERJA 18
BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 21Rekomendasi untuk replikasi di daerah Lain 21Rekomendasi untuk OMP 22Rekomendasi untuk Lembaga Diklat 22DAFTAR LAMPIRAN 23
3Berorientasi Pelayanan PublikTata Kelola Manajemen Berbasis Sekolahwww.kinerja.or.id
4 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
RINGKASAN EKSEKUTIF
Tujuan dan Keberhasilan KINERJA
- Tujuan Umum Program KINERJA
KINERJA merupakan program yang bertujuan membantu pemerintah daerah meningkatkan tata kelola dalam
penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima
ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan
disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil
keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan KINERJA di daerah mereka. Buku
“Seri Pembelajaran USAID-KINERJA” ini menguraikan pembelajaran dari KINERJA dalam penerapan MBS
di mana prinsip, pelajaran dan rekomendasi diangkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi
pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program MBS.
Program KINERJA dimulai pada bulan Oktober 2010 dan akan berlangsung selama kurang lebih lima tahun
hingga Februari 2015. Program ini didanai oleh USAID dan dilaksanakan oleh RTI International bersama lima
mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada,
dan Kemitraan.
KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan
dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha. Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga
paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional
satuan pendidikan (BOSP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan
pada tata kelola di tingkat pemerintah daerah. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan
sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei
pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akunatabilitas, partisipatif,
dan responsif. Di sektor kesehatan KINERJA fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan
aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan
akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multi pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga
negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang
diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan
untuk KIA, HIV/AIDS, dan Tubercolusis (TB).
5www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Di sektor iklim usaha yang baik KINERJA fokus pada perbaikan perizinan usaha di bawah Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan
swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang
baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan
swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru.
- Lokasi Program KINERJA
KINERJA bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni:
1. Provinsi Aceh: Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue
2. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung
3. Provinsi Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar
4. Provinsi Kalimantan Barat: Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau
5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika
- Keberhasilan Program MBS
Program KINERJA-USAID telah melaksanakan pendampingan teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra
yang tersebar di 9 kabupaten/kota di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan )
sebagai unit layanan pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi Pelayanan Publik.Hingga akhir 2013 ini,
hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut:
• Bersamaorganisasimitrapelaksana,KINERJAmelaksanakanpendampinganpengembanganMBS
berorientasi pelayanan publik di 180 sekolah mitra di sembilan kabupaten/kota di empat provinsi (20
sekolah di masing-masing kabupaten/kota).
• PendekatanKINERJAtelahmenunjukkanmanfaatyangcukupsignifikandihampirsemuasekolahmitra,
baik dari aspek peningkatan partisipasi forum multi stakeholder sekolah, transparansi, akuntabilitas, dan
peningkatan kualitas pelayanan sekolah. Sekolah-sekolah menyusun RKS dan RKAS secara partisipatif
dan memasukkan program dan kegaiatan menuju pencapaian standar pelayanan serta berdasarkan data
yang valid, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan.
• Sekolah-sekolahmitraKINERJAmelaksanakansurveipengaduan,menganalisishasilnyamenjadisebuah
indeks pengaduan masyarakat, membuat janji perbaikan layanan dan menindaklanjuti pengaduan yang
menjadi wewenang sekolah dan menyampaikan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
6 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Di Kabupaten Barru, ada sekolah yang menyampaikan rekomendasi kepada instansi lain di luar Dinas
Pendidikan, yakni Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk memperbaiki layanan UKS.
• Beberapakepalasekolahmenyatakanbahwasurveipengaduansangatefektifuntukmemperbaiki
pelayanan sekolah. Tanpa survei pengaduan, mereka tidak mengetahui apa yang menjadi keluhan dan
harapan pengguna layanan.
• DiKabupatenBarru,SulawesiSelatan,terlihatjelasperubahanpelayanansekolahterhadapmuriddan
siswa. Fasilitas dan kegiatan pembelajaran membaik sehingga murid belajar dengan nyaman. Lingkungan
sekolah juga menjadi lebih baik berkat peran serta pemerintah daerah, komite sekolah, dan masyarakat
yang tanggap terhadap pengaduan masyarakat.
• BeberapasekolahdiKabupatenMelawitelahberhasilmeraihdukunganpendanaandariorangtua/wali
murid, masyarakat, dan dunia industri setelah sekolah menerapkan perencaan yang transparan dan
partisipatif.
• Padatanggal2Mei2012,WalikotaKotaProbolinggomengeluarkanSuratKeputusanuntukmenerapkan
MBS di semua sekolah.
KINERJA bersama organisasi mitra pelaksana dan MSF mendorong pemerintah daerah untuk mendiseminasi
praktik-praktik baik tata kelola manajemen sekolah yang berorientasi pelayanan publik ke semua sekolah-
sekolah di daerah masing-masing, termasuk melaksanakan survei pengaduan.
“Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan pentingnya keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka dan program-program
sekolah menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif.”
Drs. Endro Suroso, M.Si., Kepala Dinas Pendidikan, Kota Probolinggo
Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah
Program MBS yang dilaksanakan KINERJA bersama pemerintah daerah dan Forum Multi Stakeholder
menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah membawa hasil dan perubahan. Berdasarkan
pengalaman tersebut, ada beberapa rekomendasi untuk pemerintah daerah, yakni (a) diperlukan komitmen
yangtinggidariBupati/Walikota,DPRDdanDinasPendidikanuntukmelaksanakanprogramMBS,(b)setiap
kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik, (c) melibatkan masyarakat atau forum-forum multi
7www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS, (d) mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang
ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru, (e) berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah
terkait, (f) menetapkan indikator KINERJA dan pengukuruan keberhasilan program, dan (g) mengadopsi
pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA.
Rekomendasi kepada para Calon OMP
Organisasi-organisasi mitra pelaksana KINERJA telah banyak membantu pemerintah daerah dan forum
multi stakeholder dalam melaksanakan program MBS. Ke depan ada beberapa rekomendasi yang bisa
dipertimbangkan oleh OMP dalam upaya melanjutkan perannya, yakni (a) selalu mengintegrasikan aspek tata
kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau
forum-forum multi stakeholder, (b) tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan
jumlah peserta, (c) bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai
pegawai yang melaksanakan program, dan (d) menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA
untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.
Rekomendasi kepada para Penyedia Pelatihan
Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus
pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah. Mereka mempunyai peran strategis
dalam pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembaga-
lembaga Diklat:
a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata
kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik.
b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan
pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan
secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil
pelatihan.
c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga pendidikan dan latihan mempunyai
modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul KINERJA,
terutama dalam hal tata kelola dan ‘governance’.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
8 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAB 1 PENDEKATAN KINERJA
Pendekatan Umum Proyek KINERJA
KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang
kesehatan, pendidikan dan iklim usaha.
KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik
di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik.
Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah
di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif
terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan.
Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM),
dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada
pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian
besar program Kinerja dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga
menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan
kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:
1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa
Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan;
2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif;
3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan
pengaduan dan janji perbaikan pelayanan;
4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk
menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan
pelayanan publik yang lebih baik.
9www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Intervensi program KINERJA berada di tiga tema pokok, yakni:
1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik;
2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan
mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan;
3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di
Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah
daerah.
Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam
melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif.
Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan
Di sektor pendidikan, KINERJA melaksanakan program-program BOSP,DGP (Distribusi Guru Proporsional),
dan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di 17 kabupaten/kota di empat provinsi (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan
Barat, dan Sulawesi Selatan). Program sektor pendidikan ini dilaksanakan dengan prinsip-prinsip umum
sebagai berikut:
• Keikutsertaan instansi-instansi terkait. Program-program di sektor pendidikan tidak semata-mata
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan, melainkan menyangkut beberapa instansi pemerintah daerah
lainnya seperti Bappeda, Bagian Organisasi dan Tata Laksana, Bagian Keuangan, Bagian Hukum, dan
Badan Kepegawaian Daerah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program-program sektor pendidikan,
keterlibatan instansi-instansi tersebut sangat penting.
• Keikutsertaan forum multi stakeholder. Dari sisi pengguna pelayanan, keterlibatan masyarakat sangat
diperlukan karena masyarakat mempunyai kewajiban untuk ikutserta dalam penyelengaraan pendidikan
sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. Dengan keterlibatan masyarakat, program-
program sektor pendidikan dapat dilaksanakan secara tranparan dan akuntabel.
• Berkelanjutan. Semua pendekatan program sektor pendidikan harus dapat berlangsung terus secara
berkesinambungan. Hal ini hanya dapat terlaksana ketika manfaat program-program pendidikan dapat
dirasakan oleh masyarakat dan pelaksanaannya terus dikawal, tidak saja oleh pemerintah daerah tetapi
juga oleh masyarakat melalui forum-forum multi stakeholder.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
10 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Prinsip dalam Tata Kelola MBS
Selain prinsip-prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola MBS dilaksanakan dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta
menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat;
2. Perencanaan sekolah menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas
Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama;
3. Memuat capaian SPP, SPM dan SNP sehingga pembiayaan sekolah lebih diarahkan pada peningkatan
pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih
tinggi;
4. Didasarkanpadaregulasidaerah(PeraturanBupati/Walikota).Halinidiperlukanuntukmenjaminprogram
MBS dapat berlangsung terus secara berkesinambungan;
5. Monitoring dan pelaksanaan MBS di sekolah diperlukan agar pelaksanaan program MBS dapat tepat
sasaran dan dapat terus disempurnakan;
6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai pelayanan sekolah;
7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang
berpotensi meningkat sesuai kebutuhan pencapaian standar.
11www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Situasi yang dihadapi di daerah
Dalam konteks otonomi, sekolah diberi kewenangan untuk mengatur dirinya dan warga sekolah menurut
prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundangan. Sekolah
diberi wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya sekolah semaksimal mungkin untuk
meningkatkan mutu proses dan output pembelajaran.
Pada praktiknya pelaksanan MBS perlu lebih ditingkatkan. Sebagian besar sekolah melaksanakan MBS apa
adanya, belum dilaksanakan secara maksimal, dan belum mengarah pada perbaikan mutu pelayanan. Di
sebagian besar sekolah, pengelolaan masih belum transparan dan akuntabel serta tidak partisipatif, apalagi
responsif.
Kepedulian orangtua murid dan masyarakat rendah dan menganggap bahwa urusan sekolah semata-mata
menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Hal ini sebagiannya disebabkan oleh ketertutupan sekolah
dalam penyelenggaraan sekolah dan tidak membuka peluang keterlibatan masyarakat.
Bagaimana kita memulai inisiatif
1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders
Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program MBS dengan diskusi intensif
dengan manajemen KINERJA dan menyepakati pelaksanaan program melalui penandatanganan kesepakatan
(memorandumofunderstanding)antaraBupati/WalikotadenganKINERJA.
Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan
dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif dan legislatif
sehingga persetujuan program dan anggaran oleh DPRD dapat dilakukan dengan baik.
BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
12 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat,
khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Hal ini untuk lebih mendorong keterlibatan
masyarakat sehingga tata kelola MBS dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel.
Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa program ini dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat
dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya
termasuk DPRD.
2 Pengaturan Pekerjaan
Di tingkat kabupaten/kota KINERJA memulai programnya dengan merekrut tenaga spesialis di bidang
pelayanan public yang disebut dengan LPSS (Local Public Service Specialist). Tugas utamanya adalah
mengkoordinir program bersama pemerintah daerah, forum multi stakeholder, dan organisasi mitra pelaksana
(OMP). Selain itu spesialis juga bertanggungjawab atas penjaminan mutu pelaksanaan program.
Program MBS dilaksanakan oleh OMP yang bekerja secara penuh dalam melaksanakan lokakarya-lokakarya
dan pendampingan untuk pemerintah daerah dan forum multi stakeholder. Untuk program MBS, KINERJA
bekerjasama dengan tiga OMP, yakni:
• PKPMyangbekerjadiKabupatenBenerMeriah,Aceh
• LPKIPIyangbekerjadiKotaSingkawang,KalimantanBarat
• CORDIALyangbekerjadiKabupatenBarru,SulawesiSelatan.
OMP tidak bekerja sendirian, melainkan selalu berkoordinasi dengan jajaran pemerintah daerah melalui Tim
Teknis yang terdiri dari unsur-unsur Bappeda, Dinas Pendidikan, dan lembaga-lembaga non pemerintah,
terutama Dewan Pendidikan. Di tingkat sekolah OMP bekerjasama dengan Komite Sekolah.
3 Penyusunan rencana kerja
SetelahSuratKeputusanBupati/Walikotaditerbitkan,makaTimTeknismenyusunrencanakerjaberikut
jadwal pelaksanaan untuk masing-masing tahapan. Jadwal rencana kerja harus sesuai atau mengikuti jadwal
perencanaan dan penganggaran daerah.
13www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Proses kerja
1 Peran masing-masing stakeholder
Pada prinsipnya semua stakeholder bekerjasama dalam pelaksanaan program MBS di semua tahapan,
namun masing-masing stakeholder mempunyai peran khusus. OMP berperan melaksanakan lokakarya-
lokakarya yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalamkaitannya dengan pencapaian tujuan MBS.
Dinas Pendidikan berperan dalam mengeluarkan petunjuk teknis dan monitoring pelaksanaan MBS serta
meyediakan bantuan teknis ke sekolah-sekolah jika diperlukan.
Kepala sekolah, guru, dan komite sekolah berperan dalam melaksanakan MBS sesuai prinsip-prinsip di atas.
Di samping itu komite sekolah berperan dalam pengawasan pelaksanaan MBS dan memberi masukan kepada
kepala sekolah.
2 Pelaksanaan rencana kerja
Program MBS dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
• Penyediaan data sekolah. Data merupakan dasar utama dalam perencanaan sekolah. Setiap tahunnya
(biasanya pada awal tahun akademik) sekolah menyajikan data sekolah yang mencakup antara lain
mengenai murid, guru, sarana, prasarana, hasil pembelajaran. Data yang dapat digunakan adalah data
yang valid dan mutakhir. Oleh sebab itu sekolah perlu meneliti dan memvalidasi data dengan cermat
• Penghitungan capaian SPM. Berdasarkan data yang tersedia, sekolah bersama komite sekolah
menghitung capaian SPM sekolah saat ini sehingga dapat diketahui pada aspek apa saja yang sudah dan
belum dicapai
• Penyusunan EDS (evaluasi diri sekolah). Berdasarkan data yang tersedia dan hasil EDS, kemudian
sekolah membuat EDS yang tujuannya adalah untuk mengetahui capaian, kelemahan, kekuatan, dan apa
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekolah ke depan. Cakupan EDS cukup luas karena
menyangkut delapan sandar nasionmal pendidikan (SNP)
• Pelaksanaan survei pengaduan. Oleh karena sekolah merupakan salah satu unit pelayanan publik, maka
dalam upaya meningkatkan mutu layanannya, sekolah melaksanakan survei pengaduan yang tujuannnya
untuk mengetahui keluhan apa saja dari pengguna layanan (terutama murid dan orangtua murid)
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
14 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
• Penyusunan RKS (rencana kerja sekolah). RKS biasanya menacakup rencana selama 4 tahun dan dibuat
berdasarkan data, EDS, dan hasil survei pengaduan. Dengan demikian rencana jangka menengah sekolah
ini menjadi dokumen yang sesuai dengan kondisi sekolah dan tujuan yang hendak dicapai serta dapat
dipertanngungjawabkan
• Penyusunan RKT/RKAS (rencana kerja tahunan/ rencana kerja dan anggaran sekolah). Rencana sekolah
tahunan ini disusun secara lebih rinci dan merujuk pada RKS yang telah disiapkan sehingga pencapaian
sekolah setiap tahunnya menjadi terukur
• Penyusunan janji perbaikan layanan. Untuk menjamin pengaduan masyarakat direspon dengan baik,
maka sekolah membuat janji perbaikan layanan yang ditandatangani oleh kepala sekolah dan komite
sekolah serta diketahui oleh Dinas Pendidikan. Tentu saja janji tersebut menyangkut hal-hal yang dapat
ditindaklanjuti oleh sekolah sesuai kemampuan dan wewenangnya
• Penyusunan rekomendasi teknis untuk Dinas Pendidikan. Hasil survei pengaduan yang tidak dapat
ditindaklanjuti oleh sekolah (karena di luar kemampaun dan wewenang sekolah) kemudian dimasukkan ke
dalam rekomendasi teknis yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti
• Publikasi RKS, RKT/RKAS, dan LKT. Untuk menjamin transparansi dan akuntablitas publik, maka
sekolah diwajibkan untuk mempublikasi rencana jangka menengah, rencana dan anggaran tahunan,
dan laporan penggunaan (realisasi) anggaran. Publikasi bisa dalam berbagai bentuk, namun yang paling
mudah dan umumnya dilakukan sekolah adalah dengan memajang dokumen-dokumen tersebut di luar
ruangan sekolah.
3 Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja
Sekurang-kurang nya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program MBS
dengan pendekatan KINERJA:
• Peningkatankapasitassekolahdalamdayatanggapterhadapkebutuhanmuriddanorangtuamuriduntuk
memperoleh pendidikan yang bermutu;
• Peningkatanpemahamanpenyelenggarapendidikandisekolahtentangkeluhan-keluhanmurid,orangtua
murid, dan masyarakat yang selama ini tidak diketahui dan direspon;
• Peningkatanketerlibatandandukungankomitesekolah,orangtuamurid,danmasyarakatdalam
penyelenggaran sekolah;
15www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
• Peningkatansuasanalingkungansekolahyanglebihkondusifsehinggameningkatkankenyamananmurid
dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Perubahan-perubahan tersebut nampak jelas di sekolah-sekolah mitra KINERJA antara lain di Bener Meriah,
Kota Probolinggo, Singkawang, dan Barru. Di sekolah-sekolah di daerah-daerah tersebut komite sekolah aktif
menghimpun dukungan orangtua dan masyarakat untuk membanbtu sekolah dalam memperbaiki lingkungan
sekolah.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
16 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Tantangan
Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
program MBS, yakni antara lain:
• Kadangkalapelaksanaanprograminimembutuhkanperubahanperencanaansekolahyangtidakmudah
dilakukan;
• Keterbatasananggaransekolahyangtersediadanprioritaspemenuhankebutuhansekolah;
• KapasitaskepalasekolahdankomitesekolahmasihkurangsehinggapelaksanaanprogramMBStidak
berjalan seperti yang diharapkan dan membutuhkan upaya yang lebih keras dan waktu yang lebih lama.
Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui pendampingan yang intensif;
• Kapasitaspersonilsebagianorganisasimitrapelaksanamasihkurangsehinggapadaawalpelaksanaan
program proses pendampingan kepada sekolah dan komite sekolah belum seperti yang diharapkan.
Tantangan ini diatasi melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA;
• Pergantiankepalasekolahyangmenyebabkanperubahankomitmendarikepalasekolahyangbaru.
Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga kepala sekolah baru dapat
memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program;
• Kepedulianorangtuamuriddanmasyarakatmasihkurang.Merekamenganggapurusansekolah
sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru. Tantangan ini direspon dengan mengajak
mereka berdiskusi tentang penyelenggaraan sekolah sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama dan
peran apa yang dapat mereka laksanakan.
Keberhasilan Program
1. Contoh Keberhasilan Program MBS di Kota Probolinggo
Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas
prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas
pendidikan yang mereka miliki. Dalam acara pemberian penghargaan yang diadakan pada tanggal 21
BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES
17www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
November 2012 di Kota Probolinggo, Kepala Bagian Organisasi Drs. Sukam, memberikan penghargaan
kepadaSDNKebonsariKulon2,SDNCurahGrinting1,SDNWonoasih2,danSDNSumberTaman1serta
SMPN 8 dan MTs.N. di Kota Probolinggo atas peningkatan kualitas yang mereka capai.
Dengan dukungan teknis dari paket manajemen berbasis sekolah proyek KINERJA, sekolah-sekolah tersebut
mengundang partisipasi dari orang tua, guru, kepala sekolah dan berbagai pemangku kepentingan lain, dan
mencapai keberhasilan yang patut dicontoh dalam meningkatkan kerjasama dengan masyarakat yang
mereka layani.
Berdasarkan hasil survei terhadap 5.610 pemangku kepentingan, 20 sekolah mitra KINERJA segera
menanggapi ketidakpuasan masyarakat terhadap fasilitas sekolah dan kekurangan-kekurangan lain dalam
manajemen pendidikan mereka. Murid dan guru bekerjasama membersihkan fasilitas kamar mandi sekolah,
merapihkan halaman sekolah dan bahkan menanam kebun sekolah yang kemudian dimasukkan kedalam
pelajaran sains. Komite sekolah yang beranggotakan orang tua, guru dan penyelenggara sekolah menampung
masalah-masalah yang disampaikan selama survei dan bekerjasama untuk mencari jalan keluarnya.
Dewan juri di Kota Probolinggo mengikutsertakan wakil-wakil dari pemerintah daerah, dunia pendidikan
dan mitra KINERJA Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) yang menggunakan
20 butir kriteria untuk mengevaluasi keberhasilan sekolah dalam melaksanakan transparansi anggaran,
serta menyusun dan mengumumkan rencana-rencana kerja tahunan untuk pemantauan masyarakat, dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan, menerbitkan laporan-laporan tentang
visi dan misi yang jelas dan mempertegas komitmen untuk melaksanakan program manajemen berbasis
sekolah dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pendidikan sebagai salah satu bentuk pelayanan publik.
Kepala SDN KebonsariKulon 2 menyatakan bahwa karena pendampingan KINERJA memberikan begitu
banyak manfaat maka ia berharap pendampingan dapat diteruskan karena kegiatan tersebut sejauh ini sangat
berguna dalam meningkatkan kualitas sekolahnya.
Kepala Dinas Pendidikan Drs. Endro Suroso, M.Si., juga sangat memuji keberhasilan paket manajemen
berbasis sekolah dari KINERJA. “Dengan berfokus pada pelayanan publik dan khususnya menandaskan
pentingnya keterlibatan masyarakat, manajemen sekolah menjadi lebih terbuka, dan program-program sekolah
menjadi lebih terencana, terarah dan partisipatif,” tuturnya.
Penghargaan seperti ini tidak hanya menghormati keberhasilan sekolah-sekolah mitra KINERJA melainkan
juga meningkatkan kesadaran sekolah-sekolah di daerah sekitarnya sehubungan dengan apa yang dapat
mereka capai melalui program manajemen berbasis sekolah. Motivasi sejawat ini merupakan bagian utama
dari fokus KINERJA untuk mereplikasi praktek yang baik dan melaksanakan reformasi yang berkelanjutan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
18 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Pendekatan KINERJA
Enam dari 20 sekolah yang bermitra dengan program USAID-KINERJA mendapatkan penghargaan atas
prestasi mereka dalam melaksanakan reformasi untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan fasilitas
pendidikan yang mereka miliki.
Pendekatan KINERJA mengedepankan keterlibatan dari dua sisi, yakni sisi penyedia layanan (sekolah)
dan sisi pengguna layanan (murid, orangtua). Di sisi penyedia layanan, pendekatan ini bertujuan untuk
memperkuat sekolahdalam hal:
• Meningkatkanperhatianpadadampakkekuranganpenyelenggaraansekolahuntukpeningkatanlayanan
pendidikan berkualitas
• Meningatkankemampuansekolah(kepalasekolahdanguru)dalamrangkasecarabertahapmemenuhi
standar pelayan sekolah
• MeningkatkankepedulianpemerintahdaerahsecaraefektifmenerapkankebijakanMBSdisemuasekolah
Di sisi pengguna layanan, pendekatan ini memperkuat masyarakat, khususnya orangtua murid, sehingga
mereka akan:
• Memahamihak-hakmerekaterhadaplayananpendidikanyangberkualitas
• Secaraaktifterlibatdalamprosespengambilankeputusandanpengembangankebijakansekolahyang
mempengaruhi masyarakat
• Melakukanperanpengawasandantahanpemerintahdaerahbertanggungjawabuntukmelaksanakan
kegiatan-kegiatan sekolah secara efektif dan secara berkesinambungan.
Selain itu, pendekatan KINERJA juga menggunakan media massa, termasuk media massa alternatif
(jurnalisme warga) sehingga tersedia peluang bagi partisipasi masyarakat. Pendekatan terbuka ini didorong
atas dasar kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti “kebaikan bersama” yang menjadi tujuan
kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, kegiatan-kegiatan sekolah hanya dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan jajarannya.
a. Strategi Program
Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program MBS adalah sebagai
berikut :
19www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
1. Penguatan komite sekolah Memperkuat orangtua murid dan masyarakat melalui komite sekolah dengan memberi pelatihan dan
melibatkan mereka dalam analisis, perencanaan, pengawasan, dan evaluasi.
2. Penguatan kepala sekolah Memperkuat kepala sekolah dalam perencanaan sekolah dan pentingnya keterlibatan komite sekolah
dalam penylenggaraan sekolah. Untuk itu kepala sekolah diberi pelatihan dan pendampingan yang
intensif.
3. Advokasi kepada Dinas Pendidikan Advokasi diarahkan pada penerbitan kebijakan pemerintah daerah (khususnya Dinas Pendidikan)
untuk mendorong penerapan MBS di sekolah-sekolah dan menyediakan dukungan yang diperlukan.
4. Pemantauan dan evaluasi oleh komite sekolah Menyusul penerbitan perencanaan dan pelaksanaan janji perbaikan layanan sekolah, komite sekolah
dan jurnnalisme warga memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan sekolah.
b. Hasil-hasil Program MBS
Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut :
• Sekolahmempunyaimanajemendatayanglebihbaik;
• Perencanaansekolahdidasarkanpadadatayangvaliddanmutakhir,evaluasidirisekolah,danhasil
survei pengaduan serta mengacu pada pencapaian SPM dan SNP;
• Penyelenggaraansekolahmenjadilebihtransparandanakuntabel;
• Komitesekolahlebihaktifdalampenyelenggaransekolahdanmemberidukungankepadasekolah;
• Pelayanansekolahkepadamuriddanorangtuamenjadilebihbaik.
2. Program Pengungkit
“Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh USAID-
KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan saya menjadi paham dan merasakan banyak manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan
survei pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat)”
Rukmini, Kepala SD Negeri Kebonsari Kulon 02, Kota Probolinggo, Jawa Timur
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
20 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Program MBS yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh 180 sekolah telah menunjukkan
hasil-hasilyangbaik.WalaupunintervensiprogramKINERJAlebihdiarahkanpadaprosestatakelolasekolah
dengan melibatkan komite sekolah, namun program ini menjadi pengungkit untuk program MBS yang lebih
luas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin membaiknya kegiatan-kegiatan sekolah lainnya, seperti penyediaan
sarana dan prasarana sekolah, membaiknya kinerja guru, dan proses pembelajaran yang menjadi lebih baik.
Dampak positif lanjutannya adalah bahwa keterlibatan dan dukungan orangtua murid dan komite sekolah
meningkat, tidak hanya dalam bentuk tenaga dan waktu, bahkan dana yang disumbangkan untuk perbaikan
sebagian fasilitas sekolah. Dukungan seperti ini hanya dimungkinkan apabila sekolah melaksanakan
kegiatannya dengan transparan dan akuntabel.
“Program MBS sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan. Jadi pengaduan itu selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling mengadu bahwa ada guru yang tidak disiplin menjalankan tugas. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak sekolah memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan
dibiasakan karena akan merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh…….”
Mansur, Ketua Komite SMP Negeri 20 Kota Singkawang, Kalimantan Barat
“Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika kami sudah mulai jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua murid
kita akan susah membuat anak kita memperoleh pendidikan yang bermutu. Jadi harus sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua murid, harus ada Komite Sekolah.
Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk Dinas Pendidikan, kalau tidak, ya tidak tercapai….”
Tri Menanti, Guru SD Negeri Baliatu, Bener Meriah, Aceh
21www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Program KINERJA untuk MBS hanya di 180 sekolah dari ribuan sekolah dan hanya di sembilan dari ratusan
daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan
di sekolah-sekolah dan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA mendorong agar daerah-daerah lain
bersedia mereplikasi dan mengadopsi penedekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program
MBS. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan
pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya.
Rekomendasi untuk Replikasi di Daerah Lain
Berdasarkan pengalaman KINERJA, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan
mereplikasi metoda dan pendekatan KINERJA untuk program MBS.
a. DiperlukankomitmenyangtinggidariBupati/Walikota,DPRDdanDinasPendidikanuntukmelaksanakan
program MBS. Komitmen ini ditunjukkan dengan kebijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan,
petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan
penganggaran daerah.
b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama
pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan
c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola MBS. Oleh
karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan
masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan,
dan pelaksanaannya.
d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru.
Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru,
melainkan cukup dengan lebih mendayagunakan pegawai dalam struktur organisasi yang sudah ada.
e. Menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan.
BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
22 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
f. Mengadopsi pendekatan KINERJA dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh KINERJA.
Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan,
dan acuan pelaksanaan program.
Rekomendasi untuk OMP
Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program MBS adalah:
a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan
pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder;
b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta;
c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang
melaksanakan program;
d. Menggunakan modul-modul yang dikembangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri
maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.
Rekomendasi untuk Penyedia Latihan
Penyedia pelatihan bisa berupa lembaga-lembaga pendidikan seperti universitas, lembaga swasta khusus
pelatihan dan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah yang secara periodik menyelenggarakan
latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Lembaga-lembaga tersebut mempunyai peran strategis dalam
pendayagunaan para stakeholders yang ikut serta dalam program MBS. Direkomendasi agar lembaga-
lembaga Diklat:
a. Memasukkan pendekatan-pendekatan KINERJA dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata
kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik
b. Lebih berorientasi pada peningkatan ketrampilan dan tidak sekadar peningkatan pengetahuan dan
pemahaman. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kegiatan lanjutan setelah pelatihan, yakni pendampingan
secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil
pelatihan
c. Mengadopsi sebagian modul yang dikembangkan KINERJA. Lembaga-lembaga pendidikan and latihan
mempunyai modul-modul tersendiri, namun direkomendasikan agar memuat juga sebagian isi modul
KINERJA, terutama dalam hal tata kelola dan ‘governance’.
23www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN
Lampiran ini dirancang agar mudah diakses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang ingin melihat
komentar pihak lain tentang upaya KINERJA dalam mengembangkan MBS silahkan membaca Lampiran
A tentang testimoni, laporan media dan bahan promosi. Bagi pembaca yang ingin mempelajari lebih dalam
tentang substansi MBS, silahkan membaca Lampiran B. Bagi pembaca yang ingin mempelajari cara KINERJA
melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C dan lampiran berikut. Bahan lengkap dapat dibaca di
CD terlampir.
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 25
LAMPIRAN B Uraian Substansi 28
Pendahuluan 28
MODUL I MBS Berorientasi Pelayanan Publik 32• BAHANBACAANMBSYANGBERORIENTASIPELAYANANPUBLIK 24
MODUL 2 Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 52• BAHANBACAANSTANDARPELAYANANDALAMPENGELOLAAN
SEKOLAH52
MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 80• BAHAN BACAAN: TATA KELOLA PERENCANAAN
DAN PENGANGGARAN SEKOLAH80
MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 100• BAHANBACAANPENERAPANMANAJEMENPELAYANANPUBLIK
DI SEKOLAH100
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
24 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
118
• BAHANBACAANPERANSERTAMASYARAKATDANSTAKEHOLDERDALAMPENINGKATANPELAYANANPUBLIKDISEKOLAH
118
MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 138• BAHANBACAAN:SURVEIPENGADUANUNTUKPERBAIKANLAYANAN
SEKOLAH138
MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 172• BAHANBACAAN:TRANSPARANSI&AKUNTABILITASDALAM
MANAJEMEN SEKOLAH172
MODUL 8 Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik Sekolah
184
• BAHANBACAAN:PRAKTIKBAIK(GOOD PRACTICES) PENERAPAN MBSBERORIENTASIPELAYANANPUBLIK
184
LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199
Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Training 199Uraian lampiran ini 202
MODUL 1 MBS Berorientasi Pelayanan Publik 203MODUL 2 Standard Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah 206MODUL 3 Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah 209MODUL 4 Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah 212MODUL 5 Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik
di Sekolah215
MODUL 6 Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah 218MODUL 7 Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah 221
LAMPIRAN D Bahan di CD 224
LAMPIRAN E Daftar Singkatan/Istilah 225
DAFTAR PUSTAKA 227
25www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Lampiran ATestimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi
Testimoni
1. Rukmini, Kepala SD Negeri Kebonsari Kulon 02, Kota Probolinggo, Jawa Timur
Manfaat MBS banyak sekali. Awalnya saya tidak mengerti caranya untuk mengelola sekolah dengan
manajemen berbasis sekolah yang berorientasi pada pelayanan publik. Namun sejak diperkenalkan oleh
USAID-KINERJA melalui pelatihan dan pendampingan dengan USAID saya menjadi paham dan merasakan
banyak manfaatnya. Ada perubahan pelayanan sekolah terhadap murid-murid setelah melaksanakan survei
pengaduan dan menyusun IPM (Indeks Pengaduan Masyarakat). Dari IPM tersebut diketahui, salah satu
contohnya, kurangnya toilet untuk murid. Pengaduan ini kemudian kita respon bekerjasama dengan Dinas
Pendidikan. Dengan bantuan Pemrintah Kota jumlah toilet berkembang dari hanya satu menjadi tujuh yang
bisa dipakai untuk 253 murid.
Peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah terus meningkat dalam hal membantu sekolah menyediakan
fasilitas lingkungan sekolah dan pembelajaran. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan manajamen
sekolah yang transparan dan secara intens melibatkan masyarakat dan komite sekolah. Komite sekolah
ikut dalam proses penyusunan RKS dan RKAS yang bersama dengan laporan penggunaan dana sekolah
dipublikasikan dengan menempelnya di papan pengumuman sehingga dapat dilihat oleh siapa saja yang
datang ke sekolah. Dengan keterbukaan dan pelibatan tersebut masyarakat menjadi paham tentang masalah
yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan proses pembelajaran untuk mecapai SPM. Orangtua murid
memahami hal itu dan bersama Komite Sekolah mendiskusikan tentang apa yang bisa dilakukan untuk
membantu sekolah. Tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh dana dari BOS . Semua partispasi dan
bantuanmasyarakat dikelola sepenuhnya oleh Komite Sekolah.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
LAMPIRAN A - TESTIMONI, LAPORAN MEDIA DAN BAHAN PROMOSI
26 www.kinerja.or.idTata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
2. Mansur, Ketua Komite Sekolah, SMP Negeri 20 Kota Singkawang, Kalimantan Barat
Program MBS yang didampingi USAID-KINERJA sangat membantu, terutama adanya survei pengaduan.
Jadi pengaduan itu selalu disalurkan kepada komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, kemudian
pihak sekolah menindaklanjuti. Misalnya, masyarakat sekeliling memonitor bahwa ada guru yang tidak disiplin
menjalankan tugas, mereka mengadu ke komite. Komite menyampaikan kepada pihak sekolah, pihak sekolah
memanggil guru yang bersangkutan, diingatkan supaya hal-hal semacam ini jangan dibiasakan karena akan
merugikan sekolah. Kita dari komite berperan penuh.
Partisipasi masyarakat dalam program MBS ini sangat besar artinya. Itu yang kita rasakan besar manfaatnya
buat kepentingan proses belajar mengajar di sekolah ini. Kita dari perwakilan orangtua siswa yang terbentuk
dalam komite sekolah merasa bersyukur sekali. Artinya dengan sarana dan prasarana yang telah ada ini
lebih memotivasi pengajar, kepala sekolah dan jajarannya ke bawah untuk lebih meningkatkan proses belajar
mengajar. Dan kita dari komite juga tidak merasa segan-segan, tidak merasa malu-malu untuk memberikan
suatu masukan kepada pihak sekolah bahwa bersyukurlah bahwa kalian sudah dibantu dengan program ini.
Dan jangan sia-siakan kepercayaan ini. Benar-benar dimanfaatkan buat dunia pendidikan sehingga tidak
mengecewakan orang yang benar-benar membantu untuk kemajuan sekolah kita. Itu yang kita harapkan.
Artinya prestasi ini meningkat. Kalau bisa kelulusan SMP ini selalu dipertahankan seratus persen karena
sekolahnya sudah memadai.
Dengan adanya bantuan semacam ini kami berharap lebih menggiatkan dan meningkatkan semangat para
pengajaruntuklebihmenampakkanhasilnyakedepan.Yangkeduabahwajangansampaimengecewakan
pihak pemberi bantuan dengan adanya sarana dan prasarana ini. Dan kalau memang masih ada dukungan
yang diperlukan, artinya dapat kita rumuskan bersama dan kalau memang ada salurannya, kita minta bantuan
yanglebihcanggihlahistilahnya.Yangbisamembuatsekolahinilebihprofesionalsehinggamampubersaing
di tingkat regional maupun nasional dan bahkan bisa dikenal di mata internasional. Dengan bantuan ini kita
patut bangga bahwa ada bantuan yang mampu mengangkat, mendongkrak sekolah ini sehingga ke taraf
nasional dan internasional.
Dinas Pendidikan tidak lepas dari upaya ini. Artinya keterkaitan Dinas Pendidikan dalam proses belajar
mengajar, ketersediaan tenaga guru, kemudian manajemen sekolah dan sebagainya itu adalah satu kesatuan
yang memang secara undang-undang itu sudah diatur dan dimandatkan.
27www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
3. Tri Menanti, Guru di SD Negeri Baliatu, Bener Meriah, Aceh
Hal baru dalam program MBS yang didampingi USAID-KINERJA adalah survei pengaduan, janji perbaikan
layanan, dan rekomendasi teknis. Survei pengaduan di SD Negeri Baliatu Simpang Tiga Kabupaten Bener
Meriah itu diadakan pada tanggal 8 Februari 2013. Dari hasil survei pengaduan, yang banyak dikeluhkan
adalah tentang keberadaan kantin sekolah yang sehat karena memang kantin kami betul-betul tidak layak
pakai waktu itu. Kemudian kami diskusikan dengan kepala sekolah, komite sekolah, dewan guru, dan
stakeholder sekolah untuk memindahkan kantin sehat ke rumah guru yang ada di sekolah yang kebetulan
kosong. Kantinnya masih belum terlalu layak tetapi alhamdulilah sudah mulai bisa dipakai. Banyak sekali, itu
di antaranya yang pertama itu sekolah SD Negeri Baliatu itu tidak ada ruang kepala sama ruang guru.
Kemudian ruang kelas dan laboratorium masih kurang. Untuk sementara ruang guru dan ruang kepala sekolah
itu memakai kelas murid. Kemudian untuk ruang kelas kami gunakan kelas paralel. Itu sudah kami buat
dalam rekomendasi ke Dinas Pendidikan. Insyaallah Pemerintah Daerah dapat segera menindaklanjuti
rekomendasi tersebut.
RKS dan RAKS disusun bersama dengan Komite Sekolah dan dipublikasikan. Kalau selama ini kami buat
cuma apa adanya.. Tapi alhamdulilah berkat adanya bimbingan dari USAID-KINERJA, kami sudah bisa
membuat RKS dan RAKS walaupun masih belum maksimal.
Pada tahap awal memang banyak komplain tentang pelayanan sekolah, tapi ketika kami sudah mulai
jelaskan kalau sekolah tidak ada kerjasama dengan pihak orangtua muridkita akan susah membuat anak kita
memperoleh pendidikan yangbermutu. Jadi harus sama-sama, tidak boleh cuma guru, harus ada oraangtua
murid, harus ada Komite Sekolah. Harus ada kerjasama antara semua stakeholder, termasuk pihak Dinas
Pendidikan, kalau tidak, ya tidak tercapai.
Tantangan paling berat yang kita hadapi dalam melaksanakan program MBS itu adalah pendanaan. Karena
yang selama ini kami kerjakan yang masih bisa bisa kami lakukan terutama seperti pembuatan pos pelayanan
terpadu itu belum ada bantuan dari Dinas atau dari manapun, itu masih memakai dana BOS. Namun kami
bekerjasama dengan orangtua dan Komite Sekolah untuk melaksanakan janji perbaikan layanan sesuai
pengaduan yang disamapikan orangtua dan murid. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh sekolah langsung
datang bantuan dari masyarakat dan orangtua.
Laporan Media dan Bahan Promosi
DisediakandalambentukfilediCDterlampir.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
28 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Lampiran B Uraian Substansi
1. Uraian lampiran ini
Materi yang dibahas dalam modul pendampingan ini terbagi menjadi 8 topik, sebagaimana diuraikan
berikut ini:
1. MODUL1.MBSBERORIENTASIPELAYANANPUBLIK.MembahastentangSejarahMBS,Pengertian
MBS, Dasar Hukum MBS, Tujuan MBS, Prinsip-prinsip MBS, Ciri-ciri/ karakteristik MBS , Aspek Proses
dan Substansi MBS.
2. MODULII.STANDARDPELAYANANDALAMPENGELOLAANSEKOLAH.Membahastentang
Standard Pelayanan Publik, Standar Proses (Standard Operasional Prosedur), Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan, Standar Nasional Pendidikan, Standar lainnya, Upaya Pemenuhan Standar
Pelayanan (Tanggungjawab Pemerintah Daerah/Dinas Pendidikan).
3. MODUL III. TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Membahas tentang jenis-jenis
perencanaan sekolah, posisi perencanaan sekolah dalam kerangka perencanaan SKPD, Tahapan-
tahapan perencanaan sekolah.
4. MODULIV.PENERAPANMANAJEMENPELAYANANPUBLIKDISEKOLAH.Membahastentang
Dasar Hukum Manajemen Pelayanan Publik, Kondisi Ideal Pelayanan Publik, Kondisi Riil Pelayanan
Publik, Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik, Posisi Strategis SDM Pendidikan Dalam Pelayanan
Publik, Perilaku SDM Pendidikan Dalam Pelayanan Publik, Tantangan Penerapan Pelayanan Publik di
Sekolah.
5. MODULV.PERANSERTAMASYARAKATDANSTAKEHOLDERDALAMPELAYANANPUBLIKDI
SEKOLAH. Membahas tentang Makna Peran Serta (Partisipasi) Masyarakat Dalam Peningkatan,
Pelayanan Publik di Sekolah, Stakeholder Sekolah, Jenis-Jenis Partisipasi Masyarakat dan
Stakeholder Terhadap Program Pendidikan di Sekolah.
6. MODULVI.SURVEIPENGADUANUNTUKPERBAIKANLAYANANSEKOLAH.Membahastentang:
Pentingnya Survei Pengaduan, Proses Survei Pengaduan, Janji Perbaikan Layanan dan Rekomendasi
Perbaikan Layanan, Pemantauan dan Evaluasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Layanan, Survei Ulang.
Pendahuluan
29www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
7. MODUL VII. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMENSEKOLAH. Membahas
Tentang Kaitan Antara Good Governance Dengan Transparansi dan Akuntabilitas, Makna Transparansi
dan Akuntabilitas, Jenis-Jenis Akuntabilitas, Contoh Penerapan Transparansi dan Akuntabilitas di
Sekolah.
8. MODUL VIII. PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICE)PENERAPANMBSBERORIENTASIPELAYANAN
PUBLIK. Membahas Tentang Praktik-Praktik Baik Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis
Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Kelas Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen
SDM, Praktik-Praktik Baik Manajemen Peserta Didik, Praktik-Praktik Baik Manajemen Sarana
Prasarana Berbasis Sekolah, Praktik-Praktik Baik Manajemen Keuangan Berbasis Sekolah, Praktik-
Praktik Baik Manajemen Partisipasi Masyarakat Berbasis Sekolah, Contoh Penerapan Praktik MBS di
Kabupaten/Kota Mitra KINERJA.
2. Bahan pendukung
Lihat juga:
• PanduanfasilitasilokakaryaTimPenyusunMBS.ProsespenerapanMBSolehTimPenyusunMBS
diatur dengan seri lokakarya. Panduan fasilitasi lokakarya tersebut disampaikan pada Lampiran D
• BahandiCD.LihatLampiranCuntukdaftarfile-fileyangadadiCDyangdilampirkan,termasukcontoh
bahan presentasi dan juga beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai referensi.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
31www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
MBS Berorientasi Pelayanan Publik
11Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
32 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN BACAAN MBS YANG BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIKMBS
Berorientasi Pelayanan Publik
MODUL 1
.........peserta menguasai
MBS yang berorientasi pelayanan publik
........
1. PENDAHULUAN
Konsep manajemen berbasis sekolah sebenarnya
telah diperkenalkan sejak lama di Indonesia, ialah
sejak tahun 1997/1998. Namun penerapan model
tersebut baru menonjol setelah pada tahun 1998,
ialah setelah adanya program uji coba model yang
dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Menengah
Umum (sekarang menjadi Direktorat SLTP dan
Direktorat Sekolah Menengah Umum), sejak tahun
pelajaran 1999/2000 dengan mengikutsertakan
140 SMUN dan 248 SLTP yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Pada tahun pelajaran 2000,
jumlah sekolah peserta bertambah sebanyak 486
SMUN dan 158 SLTP (Depdiknas, 2003).
Pada tahun 1999, Depdiknas bekerja sama dengan
Unesco dan Unicef melakukan rintisan pelaksanaan
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS) di SD dengan mengambil 'setting' Provinsi
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan
NTT. Pada tahun 2001 diperluas ke Provinsi Jawa
Barat, Papua dan NTB dan Sumatra Selatan.
Berdasarkan hasil evaluasi ternyata didapati,
bahwa sekolah rintisan MBS tersebut lebih unggul
prestasi belajarnya dibandingkan dengan SD-SD
konvensional yang tidak menerapkan MPMBS
(Depdiknas, 2004). Dan, sekolah-sekolah yang
menerapkan MPMBS, baik sekolah rintisan MPMBS
33www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
maupun bukan, mendapatkan label dari masyarakat
sebagai sekolah berprestasi.
MPMBS adalah model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
memberikanfleksibelitas/keluwesankepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah,
karyawan) dan masyarakat (orang tua, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan
pendidikan nasional serta perundang-undangan
yang berlaku (Depdiknas, 2003).
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/
kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, dan merdeka atau tidak bergantung.
Dalam konteks sekolah, otonomi diartikan sebagai
kewenangan sekolah untuk mengatur dirinya
dan warga sekolah menurut prakarsa sendiri,
berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Depdiknas, 2003).
Fleksibelitas diartikan sebagai keluwesan yang
diberikan kepada sekolah untuk mengelola,
memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya
sekolah seoptimal mungkin untuk meningkatkan
mutu. Dengan keluwesan tersebut, sekolah juga
akan lincah dan cerdas, tidak menggantungkan
arahan dari atas ketika mengoptimalkan
penggunaan sumber daya. Dengan demikian,
sekolah lebih responsif dan cepat dalam
menghadapi tantangan (Depdiknas, 2003).
MPMBS dipandang sebagai bagian dari manajemen
berbasis sekolah (MBS). Jika MBS bertujuan
meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas,
kualitas/mutu,efisiensi,inovasi,relevansidan
pemerataan serta akses pendidikan), maka
MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu.
Oleh karena itu, MPMBS saat ini lebih ditekankan
dibandingkan dengan MBS (Depdiknas, 2003).
Sejak diluncurkan sampai dengan sekarang, MBS
yang secara konseptual diturunkan dari teori-teori
desentralisasi publik, manajemen pelayanan public
di bidang pendidikan, tidak banyak mendapatkan
pengawalan khususnya yang terkait dengan good
governance yang mengerucut ke arah pelayanan
publik yang lebih baik. Oleh karena itu, sudah
waktunya ada perintisan yang mengarahkan MBS
agar tidak keluar dari koridor pelayanan publik
yang lebih baik. Berbagai wacana pelayanan prima
yang juga dicoba praktikkan dalam kepemrintahan,
sepertinya berada dalam kutub yang berbeda
dengan MBS. Oleh karena itu, diperlukan penyatuan
di antara keduanya sebagaimana pada akar konsep
dan teori good governance yang kini diterapkan di
berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan.
Program USAID-KINERJA yang merupakan
program bantuan teknis yang dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, dari
sisi penyedia layanan dan sisi pengguna layanan,
melalui pendekatan tata kelola yang baik (good
governance) telah melaksanakan pendampingan
teknis kepada 180 sekolah-sekolah mitra yang
tersebar di 4 Provinsi (Jawa Timur, Aceh, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Selatan )sebagai unit layanan
pendidikan untuk menerapkan MBS Berorientasi
Pelayanan Publik.
Pendekatan ini telah menunjukkan manfaat yang
cukupsignifikandiberbagaisekolahmitra,baikdari
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
34 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
aspek peningkatan partisipasi multi stakeholder
sekolah, peningkatan kualitas pelayanan sekolah
dan juga semakin transpan dan akuntabilitasnya
sekolah dalam perencanaan, pengganggaran serta
pelaporan keuangan sekolah.
PENGERTIAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
Model pendekatan dalam manajemen sekolah
yang mengacu pada manajemen berbasis sekolah
(school based management) atau disingkat
MBS. Di mancanegara, seperti Amerika Serikat,
pendekatan ini sebenarnya telah berkembang cukup
lama. Pada 1988 American Association of School
Administrators, National Association of Elementary
School Principals, and National Association
of Secodnary School Principals, menerbitkan
dokumen berjudul school based managementt, a
strategy for better learning. Munculnya gagasan
ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para
pengelola pendidikan pada level operasional atas
keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk
dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya
dipandang bahwa para kepala sekolah merasa
nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan
berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya,
peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan
semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan
birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Di Indonesia, gagasan penerapan pendekatna ini
muncul belakangan sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam
pengoperasion sekolah. Selama ini, sekolah
hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah
pusat untuk menyelenggarakan urusan politik
pendidikan. Para pengelola sekolah sama
sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk
mengoperasikan sekolahnya secara mandiri.
Semua kebijakan tentang penyelenggaraan
pendidikan di sekolah umumnya diadakan di
tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi
vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.
Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah
adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru
harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.
Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke
daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu
banyak simpul yang masing-masing menginginkan
bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima
di tingkat paling operasional telah menyusut lebih
dari separuhnya. Jangan-jangan selama ini lebih
dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai
untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang
berurusan dengan proses pembelajaran di level
yang paling operasional, yakni sekolah.
MBS yang berorientasi pelayanan publik
memusatkan perhatian pada peningkatan mutu dan
kualitas layanan pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. Komponen-komponen
tersebut adalah:
a. Siswa, yang menyangkut kesiapan dan motivasi
belajarnya.
b. Guru, menyangkut kemampuan profesional,
moral kerjanya,dan kerjasamanya.
35www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
c. Kurikulum, meliputi relevansi konten dan
operasionalisasi proses pembelajarannya
d. Dana, sarana dan prasarana, menyangkut
kecukupan dan keefektifannya.
e. Masyarakat, terutama tingkat partisipasinya
dalam pengembangan program program di
sekolah.
MBS berorientasi pelayanan public memandang
bahwa public adalah sebagai pelanggan. Oleh
karena itu, keberhasilan MBS yang berorientasi
pelayanan public lebih banyak dilihat dari aspek
tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun
eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu
memberikan layanan sama atau melebihi harapan
pelanggan.
Dilihat dari jenis pelanggannya, maka MBS
berorientasi pelayanan publikdikatakan berhasil jika:
a. Siswa puas dengan layanan sekolah, antara
lain puas dengan pelajaran yang diterima,
puas dengan diperlakukan oleh guru maupun
pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan
sekolah dan sebagainya. Pendek kata, siswa
menikmati situasi sekolah
b. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap
anaknya maupun layanan kepada orang tua,
misalnya puas karena mendapat laporan
periodik tentang perkembangan siswa maupun
program-program sekolah.
c. Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan
tinggi, industri, masyarakat) puas karena
menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai
dengan harapan.
d. Guru dan karyawan puas dengan palayanan
sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan
antar guru/karyawa/pimpinan, gaji/honorarium,
dan sebagainya.
Ada lima sifat layanan yang harus diwujudkan agar
pelanggan puas, yaitu:
a. Kepercayaan (reliability). Artinya layanan sesuai
dengan yang dijanjikan, misalnya dalam rapat,
brosur, dan sebagainya. Layanan semacam itu
dapat berlangsung terus menerus dan bukan
hanya pada waktu-waktu tertentu. Beberapa
aspek dalam keterpercayaan antara lain:
kejujuran, aman, tepat waktu, dan ketersediaan.
b. Keterjaminan (assurance). Artinya, sekolah
mampu menjamin kualitas layanan yang
diberikan. Beberapa aspek dalam keterjaminan,
misalnya kompetensi guru/staf, dan
keobyektifan.
c. Penampilan (tangible). Artinya, bagaimana
situasi sekolah tampak baik. Beberapa
aspek dalam penampilan, misalnya kerapian,
kebersihan, ketera-turan, dan keindahan.
d. Perhatian (empathy). Artinya, sekolah
memberikan perhatian penuh kepada
pelanggan. Beberapa aspek dalam keperhatian,
misalnya melayani pelanggan dengan ramah,
memahami aspirasi mereka, dan berkomunikasi
dengan baik.
e. Ketanggapan (responsiveness). Artinya, sekolah
harus cepat tanggap terhadap kebutuhan
pelanggan. Beberapa aspek dari tanggapan,
misalnya tanggap terhadap kebutuhan
pelanggan dan cepat memperhatikan dan
mengatasi keluhan-keluhan yang muncul.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
36 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Secara umum prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) Berorientasi Pelayanan Publik yang difasilitasi
oleh USAID-KINERJA, adalah sebagai berikut:
• Menempatkansekolahsebagaiunitlayanan,
dimana sekolah sebagai penyedia layanan
diwajibkan untuk memberikan pelayanan sesuai
standard yang berlaku (Standard Pelayanan
Publik – SPP, Standard Pelayanan Minimum
- SPM Pendidikan danStandard Nasional
Pendidikan –SNP)
• Memberikanruangpartisipasiyangmemadai
bagi pengguna pelayanan (siswa, orang tua
dan masyarakat sekitar) untuk menyampaikan
masukan, keluhan dan saran guna peningkatan
pelayanan sekolah, melalui survey pengaduan
ataupun kotak saran yang tersedia
• Prosespenyusunandokumenperencanaan
sekolah secara partisipatif, antara pihak sekolah
bersama multi stakeholder sekolah
• Memberikaninformasiyangmemadaibagimulti
stakeholder sekolah tentang perencanaan,
penganggaran, dan pendanaan sekolah,
termasuk pelaporan keuangannya dan informasi
penting lainnya sebagai upaya transparansi dan
akuntabilitas sekolah.
• PemerintahDaerah–SKPDterkaitlebih
aktif dalam mendukung upaya peningkatan
pelayanan di sekolah
• Adanyamekanismemonitoringimplementasi
MBS Berorientasi pelayanan public oleh multi
stakeholder forum (MSF)
• Adanyajurnaliswargayangaktifdalammempu-
blikasi kan praktek baik, keluhan dan saran untuk
mendukung peningkatan pelayanan public.
Flowchart berikut menunjukkan proses MBS
Berorientasi Pelayanan Publik yang melibatkan sisi
penyedia dan pengguna pelayanan.
37www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
DASAR HUKUM MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak;
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
9. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
Tentang Guru;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008
Tentang Pendanaan Pendidikan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 jo.
Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan;
12. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
44/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah;
13. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pendidikan;
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
sebagaimana diubah dengan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun
2007 Tentang Perubahan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006;
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah;
16. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualitas
Akademik Guru;
17. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan;
18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
Pendidikan;
19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTS dan SMA/
MA;
20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses;
21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan;
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
38 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;
23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
48 Tahun 2010 Tentang Rencana Strategis
Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2010
s.d. 2014;
24. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan
Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan
Pendidikan Dasar.
25. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik
Dengan Partisipasi Masyarakat
2. TUJUAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
MBS bertujuan untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian
fleksibelitas yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong
partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rinci, MBS
Berorientasi Pelayanan Publik ini bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu dan kualitas layanan
pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
fleksibilitaspartisipasi,keterbukaan,kerjasama,
akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif
sekolah dalam mengelola, memanfaatkan dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia;
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam menyelenggarakan
pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama;
c. Meningkatkan kapasitas sekolah dan multi
stakeholder sekolah dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran sekolah yang
lebih baik sesuai dengan kondisi sekolah saat
ini, hasil survei pengaduan serta target capaian
yang diharapkan;
d. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada
orangtua, masyarakat dan pemerintah tentang
mutu sekolahnya; dan
e. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar
sekolah tentang mutu pendidikan dan kualitas
pelayanan pendidikan yang akan dicapai.
3. PRINSIP MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 48 Ayat (1)
menyatakan bahwa, “Pengelolaan dana pendidikan
berdasarkanprinsipkeadilan,efisiensi,transparansi,
dan akuntabilitas publik”. Sejalan dengan amanat
tersebut, Peratuan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal
49 Ayat (1) menyatakan: “Pengelolaan satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis
sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian,
kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas”.
39www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Berdasarkan kedua isi kebijakan tersebut, prinsip
MBS meliputi: (1) kemandirian, (2) keadilan, (3)
keterbukaan, (4) kemitraan, (5) partisipatif, (6)
efisiensi,dan(7)akuntabilitas.Ketujuhprinsip
tersebut disingkat dengan K4 PEA.
1. Kemandirian
Kemandirian berarti kewenangan sekolah
untuk mengelola sumberdaya dan mengatur
kepentingan warga sekolah menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga
sekolah sesuai peraturan perundangan.
Kemandirian sekolah hendaknya didukung
oleh kemampuan sekolah dalam mengambil
keputusan terbaik, demokratis, mobilisasi
sumberdaya, berkomunikasi yang efektif,
memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif
terhadap inovasi pendidikan, bersinergi,
kolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah
sendiri.
2. Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak
terhadap salah satu sumber daya manusia
yang terlibat dalam pengelolaan sumber
daya sekolah, dan dalam pembagian sumber
daya untuk kepentingan peningkatan mutu
sekolah. Sumber daya manusia yang terlibat,
baik warga sekolah maupun pemangku
kepentingan lainnya diberikan kesempatan
yang sama untuk ikut serta memberikan
dukungan guna peningkatan mutu sekolah
sesuai dengan kapasitas mereka. Pembagian
sumber daya untuk pengelolaan semua
substansi manajemen sekolah dilakukan
secara bijaksana untuk mempercepat dan
keberlanjutan upaya peningkatan mutu sekolah.
Dengan diperlakukan secara adil, maka semua
pemangku kepentingan akan memberikan
dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.
3. Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan
secara terbuka atau transparan, sehingga
seluruh warga sekolah dan pemangku
kepentingan dapat mengetahui mekanisme
pengelolaan sumber daya sekolah. Selanjutnya
sekolah memperoleh kepercayaan dan
dukungan dari pemangku kepentingan.
Keterbukaan dapat dilakukan melalui
penyebarluasan informasi di sekolah dan
pemberian informasi kepada masyarakat
tentang pengelolaan sumber daya sekolah,
untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap
sekolah. Tumbuhnya kepercayaan publik
merupakan langkah awal dalam meningkatkan
peran serta masyarakat terhadap sekolah.
4. Kemitraan
Kemitraan yaitu jalinan kerjasama antara
sekolah dengan masyarakat, baik individu,
kelompok/organisasi, maupun Dunia Usaha dan
Dunia Industri (DUDI). Dalam prinsip kemitraan
antara sekolah dengan masyarakat dalam
posisi sejajar, yang melaksanakan kerjasama
saling menguntungkan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di sekolah. Keuntungan
yang diterima sekolah antara lain meningkatnya
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
40 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
kemampuan dan ketrampilan peserta didik,
meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana
dan prasarana sekolah, diperolehnya
sumbangan ide untuk pengembangan
sekolah, diperolehnya sumbangan dana untuk
peningkatan mutu sekolah, dan terbantunya
tugas kepala sekolah dan guru. Keuntungan
bagi masyarakat biasanya dirasakan secara
tidak langsung, misalnya tersedianya tenaga
kerja terdidik, terbinanya anggota masyarakat
yang berakhlakul karimah, dan terciptanya tertib
sosial. Sekolah bisa menjalin kemitraan, antara
lain dengan tokoh agama, tokoh masyarakat,
tokoh adat, dunia usaha, dunia industri, lembaga
pemerintah, organisasi profesi, organisasi
pemuda, dan organisasi wanita.
5. Partisipatif
Partisipatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan
semua pemangku kepentingan yang terkait
dengan sekolah dalam mengelola sekolah dan
pembuatan keputusan. Keikutsertaan mereka
dapat dilakukan melalui prosedur formal yaitu
komite sekolah, atau keterlibatan pada kegiatan
sekolah secara insidental, seperti peringatan
hari besar nasional, mendukung keberhasilan
lomba antar sekolah, atau pengembangan
pembelajaran. Bentuk partisipasi dapat
berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana
prasarana, serta bantuan teknis antara lain
gagasan tentang pengembangan sekolah.
6. Efisiensi
Efisiensidapatdiartikansebagaipenggunaan
sumberdaya (dana, sarana prasarana dan
tenaga) sesedikit mungkin dengan harapan
memperolehhasilseoptimalmungkin.Efisiensi
juga berarti hemat terhadap pemakaian
sumberdaya namun tetap dapat mencapai
sasaran peningkatan mutu sekolah.
7. Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada
pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan di sekolah utamanya pencapaian
sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah
dalam mengelola sumberdaya berdasar
pada peraturan perundangan dan dapat
mempertangungjawabkan kepada pemerintah,
seluruh warga sekolah dan pemangku
kepentingan lainnya. Pertanggungjawaban
meliputi implementasi proses dan komponen
manajemen sekolah.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara
tertulis dan tidak tertulis disertai bukti-bukti
administratifyangsahdan/ataubuktifisik
(seperti bangunan gedung, bangku, dan alat-alat
laboratorium).
Sejalan dengan adanya pemberian otonomi
yang lebih besar terhadap sekolah untuk
mengambil keputusan, maka implementasi
ketujuh prinsip MBS di sekolah pada dasarnya
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
sekolah. Sekolah boleh menambah prinsip
implementasi MBS yang sesuai dengan
karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya
peningkatan mutu sekolah baik secara akademis
maupun non akademis.
41www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Beberapa hal yang menjadi prinsip MBS Berorientasi
Pelayanan Publik yang difasilitasi oleh Program
KINERJA antara lain adalah:
• MBS yang bernuansa kepemerintahan yang baik
(goodgovernance);
• Berfokus kepada peningkatan tata kelola
pelayanan pendidikan dan mutu pendidikan;
• Perencanaan sekolah didasarkan kondisi
eksisting dan kondisi yang diharapkan oleh
sekolah sesuai dengan standar pelayanan
yang ditetapkan (SPM, SNP, SPP), dan disusun
secara partisipatif;
• Evaluasi Diri Sekolah (EDS) akan bersandingan
dengan hasil survei pengaduan yang diperoleh
dari pihak pengguna layanan (komite sekolah,
orangtua, siswa dan masyarakat sekitar
sekolah);
• Adanya maklumat layanan/janji layanan
yang merupakan respon atas hasil survei
pengaduan yang disepakati antara pihak
penyedia layanan dan pengguna layanan;
• Maklumat/janji layanan harus sejalan dengan
perencanaan sekolah;
• Transparansi dan akuntabilitas sekolah, baik
perencanaan sekolah, laporan keuangan
sekolah maupun informasi penting lainnya akan
dipublikasikan dengan model yang menarik dan
mudah dipahami;
• AdanyaJurnalisWargasebagaistakeholder
pendidikan yang berperan aktif;
• Pengarusutamaan gender akan menjadi
pertimbangan dalam seluruh aspek,
perencanaan, implementasi serta evaluasi
sekolah;
• Sekolah Mitra MBS dapat berpartisipasi dalam
Musrenbang Tingkat Desa/Kelurahan dan
Kecamatan.
4. KARAKTERISTIK MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
MBS tidak dapat dipisahkan dengan sekolah
efektif. Karakteristik MBS tidak dapat
dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif.
Karakteristik MBS/sekolah efektif, harus dilihat
dari tiga aspek yang menyatu, yakni output,
proses dan input.
4.1. Output Sekolah
Dilihat dari sesi output, sekolah yang efektif
ditandai oleh dua hal, yakni tingginya prestasi
akademik dan pretasi non akademik.
Prestasi akademik (academic achievement)
meliputi NEM, lomba karya ilmiah, lomba
mata pelajaran (IPA, matematika, bahasa
Inggeris,fisika)cara-caraberpikir(deduktif,
induktif, nalar, divergen, dsb). Sedangkan
prestasi non akademik (non academic
achievement) meliputi keingintahuan yang
tinggi, kerja sama yang baik, rasa kasih
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
42 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
sayang yang tinggi terhadap sesama,
toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi
olah raga dan kesenian, kepramukaan dsb.
4.2. Proses
Dilihat dari segi proses, sekolah yang
efektif ditandai oleh: (1) proses belajar
mengajar (PBM) yang efektif, (2)
kepemimpinan sekolah yang kuat, (3)
lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
(4) pengelolaan tenaga kependidikan
yang efektif, (5) memiliki budaya mutu,
(6) memiliki team work kompak, cerdas
dan dinamis, (7) memiliki kemandirian, (8)
partisipasi yang tinggi dari masyarakat, (9)
punya keterbukaan, (10) punya kemauan
untukberubah(psikologisdanfisik),(11)
melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan, (12) responsif dan antisipatif
terhadap kebutuhan, (13) punya komunikasi
yang baik, (14) mempunyai akuntabilitas,
dan (15) memiliki serta menjaga
sustainabilitas.
Menekankan pada Tidak sekadar
• Pemberdayaan siswa
• Internalisasi tentang apa yang diajarkan
sehingga berfungsi sebagai muatan nurani
yang dihayati (ethos) dan dipraktikkan (pathos)
• Memorisasi/recall
• Penekanan pada pengiasaan pengetahuan
tentang apa yang diajarkan (logos)
Secara rinci, aspek proses ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Proses belajar pembelajaran efektif, ialah proses
belajar yang:
Belajar mengetahui (learning to know), belajar
bekerja (learning to do), belajar hidup bersama
(learning to live together), belajar menjadi diri
sendiri (learning to be).
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat, ialah yang
mampu:
• Mengkoordinasikan, menggerakkan dan
menyerasikan sumber daya pendidikan.
• Mendorong sekolah untuk mewujudkan
visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah
melalui program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap.
• Menampilkan manajemen dan
kepemimpinan yang tangguh untuk
meningkatkan mutu.
• Memobilisasi sumber sekolah, terutama
SDM untuk mencapai tujuan sekolah.
3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
dengan penjelasan sebagai berikut:
• Lingkungan sekolah secara keseluruhan:
Memberikan dukungan penuh terhadap
peningkatan mutu.
• Lingkungan kelas: Menimbulkan fun belajar,
joy full learning, friendly.
• Suasana sekolah yang menimbulkan desire
of knowing, desire of learning dan desire of
achievement.
43www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
4. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif,
yang ditandai dengan:
• Punya kapabilitas yang tinggi.
• Punya motivasi yang tinggi.
• Punya komitmen tinggi.
• Memberikan layanan yang andal dan prima.
• Antara tenaga satu dengan yang lain
bersinergi secara positif untuk meningkatkan
mutu.
• Senantiasa memutakhirkan kemampuan dan
keahliannya.
• Berani berimprovisasi dan mencobakan hal-
hal baru (senang berinovasi).
5. Memiliki Budaya Mutu, dengan indikator:
• Informasi kualitas dipergunakan untuk
perbaikan, bukan mengadili/mengontrol
orang.
• Hasil harus diikuti dengan penghargaan.
• Kolaborasi dan sinergi, bukan sekadar
kompetisi, harus menjadi basis kerja sama.
• Wargasekolahmerasaamandengan
pekerjaannya.
• Atmosfirkeadilanharusditanamkan.
• Imbal jasa harus sepadan dengan nilai
pekerjaannya.
• Wargasekolahmerasamemilikisekolah.
6. Sekolah memiliki team workkompak, cerdas dan
dinamis.
• Team work merupakan karaktersitik MBS,
karena output pendidikan merupakan kerja
kolektif; bukan individual.
• Kerja sama antar fungsi dan individu harus
menjadi kebiasaan hidup sehari-hari di
sekolah.
7. Sekolah memiliki kemandirian
• Punya kewenangan untuk melakukan yang
terbaik bagi sekolahnya.
• Dituntut punya kesanggupan untuk tidak
bergantung kepada atasan.
• Harus punya sumber daya yang cukup
dalam menjalankan tugasnya.
8. Partisipasi yang tinggi dari masyarakat.
• Makin tinggi partisipasi, makin besar rasa
memilikinya.
• Makin besar rasa memilikinya, makin besar
tanggungjawabnya.
• Makin besar rasa tanggungjawabnya, makin
besar dedikasinya.
9. Punya keterbukaan.
• Dalam pengambilan keputusan.
• Dalam perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan.
• Dalam penggunaan uang.
• Melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat
kontrol.
10. Punya kemauan untuk berubah (psikologis dan
fisik).
• Perubahan dipandang menyenangkan.
• Kemapanan dipandang sebagai ancaman.
• Tapi, perubahan yang mengarah ke
peningkatan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
44 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
11. Melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan.
• Aksentuasievaluasitidaksekedaruntuk
mengetahui seberapa kemampuan peserta
didik, tetapi lebih pada pemanfaatan hasil
evaluasi untuk perbaikan terus menerus.
• Perbaikansecaraterusmenerusharus
menjadi kebiasaan.
12. Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
• Sekolahharusresponsifterhadapaspirasi
yang muncul guna peningkatan mutu.
• Sekolahharusmampumembacalingkungan
dan menanggapinya secara cepat dan tepat.
• Sekolahharuspro-aktifataumenjemputbola
dan mampu mengantisipasi hal-hal yang
akan terjadi.
13. Sekolah punya komunikasi yang baik.
• Komunikasiyangbaikantarwargasekolah
dan masyarakat.
• Komunikasiyangbaikakanmembentuk
team work yang baik, kompak dan
cerdas; sehingga berbagai kegiatan bisa
dilaksanakan secara merata antar warga
sekolah.
15. Sekolah mempunyai akuntabilitas.
• Akuntabilitasadalahbentuk
pertanggungjawaban terhadap apa yang
sudah dilaksanakan.
• Bentukakuntabilitas:laporanprestasi
kepada pemerintah, orangtua dan
masyarakat.
16. Sekolah memiliki dan menjaga sustainabilitas.
• Sustainabilitasdalamprogramdan
pendanaan.
• Sustainabilitasprogram:keberlanjutan
program yang dirintis sebelumnya, dan
bahkan berkembang menjadi program-
program baru yang sebelumnya belum ada.
• Sustainabilitaspendanaan:kemampuan
mempertahankan besarnya dana yang
dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya.
Sekolah mampu menggali sumber dana dari
masyarakat, tidak sekadar menggantungkan
dari pemerintah.
4.3. Input
Sekolah-sekolah yang efektif, lazimnya
mempunyai input sebagai berikut:
1. Sekolah memiliki kebijakan, tujuan dan
sasaran mutu yang jelas. Kebijakan, tujuan
dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh
kepala sekolah dan disosialisasikan kepada
warga sekolah.
2. Sekolah mempunyai sumberdaya tersedia
dan siap. Sumber daya tersebut, berupa
SDM dan sumber daya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan).
3. Sekolah mempumnyai staf yang kompeten
dan berdedikasi tinggi.
4. Memiliki harapan prestasi tinggi. Kepala
Sekolah, guru dan siswa punya komitmen
dan motivasi kuat untuk meraih prestasi di
berbagai bidang.
5. Fokus pada pelanggan (khususnya siswa).
Pelanggan (terutama siswa) harus menjadi
45www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
fokus dari semua kegiatan sekolah, baik
input maupun proses diarahkan ke siswa.
6. Sekolah mempunyai input manajemen
yangbaik,yaituadanyatugasyangjelas,
rencana rinci dan sistematis, program yang
mendukung pelaksanaan rencana, sistem
pengendali mutu yang efektif.
ASPEK PROSES DAN SUBSTANSI MBS
Secara etimologis, manajemen berasal dari
kata: management (Bahasa Inggeris). Kata
management berasal dari kata manage, atau
managiare, yang berarti: melatih kuda dalam
melangkahkan kakinya (Echols, 1985). Dalam
manajemen, terkandung dua makna, yakni mind
(pikir) dan action (tindakan) (Sahertian, 1988).
Secara terminologis, manajemen berarti:
1. Kemampuan atau ketrampilan untuk
memperoleh suatu hasil dalam rangka
mencapai tujuan.
2. Segenap perbuatan menggerakkan
sekelompok orang atau mengarahkan
segala fasilitas dalam suatu usaha kerja
sama untuk mencapai tujuan.
3. Bekerja dengan menggunakan/meminjam
tangan orang lain.
Tiga pengertian ini memberikan isyarat adanya
dua jenis pekerjaan, ialah pekerjaan manajerial
di satu pihak dan pekerjaan teknis di sisi lain.
Yangdimaksudpekerjaanmanajerialadalah
suatu pekerjaan yang proses penyelesaiannya
menggunakan tangan orang lain; sedangkan
pekerjaan teknis adalah suatu pekerjaan yang
proses penyelesaiannya dengan menggunakan
tangan sendiri. Mengingat para manajer ketika
bekerja masih juga mau melibatkan orang
lain dan bahkan lebih banyak membagi-bagi
pekerjaan kepada mereka, maka dari sudut
kemauan untuk berbagi dengan orang lain ini ia
boleh disebut sebagai: “sangat dermawan”.
Setelah menelaah berbagai jenis pengertian
manajemen, penulis sampai pada suatu
kesimpulan, bahwa yang dimasud dengan
manajemen adalah suatu proses penataan
dengan melibatkan sumber-sumber potensial
baik yang bersifat manusia manupun yang
bersifat non manusia dalam rangka mencapai
tujuansecaraefektifdanefisien.Beberapa
unsur yang terdapat dalam pengertian ini
adalah:
1. Adanya suatu proses, yang menunjukkan
bahwa ada tahapan-tahapan tertentu yang
harus dilakukan jika seseorang melakukan
kegiatan manajemen.
2. Adanya penataan, yang berarti bahwa
makna dari manajemen sesungguhnya
adalah penataan, pengaturan atau
pengelolaan.
3. Terdapatnya sumber-sumber potensial yang
harus dilibatkan, baik sumber potensial yang
bersifat manusiawi maupun yang bersifat
non manusiawi. Tetapi, titik tekan pelibatan
tersebut lebih banyak ke sumber potensial
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
46 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
yang bersifat manusiawinya. Sebab, terlibat
dan tertatanya sumber-sumber potensial
yang bersifat manusiawi, akan dengan
sendirinya menjadikan tertatanya sumber
potensial yang bersifat non manusiawi.
4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, karena
pelibatan sumber potensial yang bersifat
manusiawi dan non manusiawi tersebut
bukan merupakan tujuan; melainkan
sebagai instrumen untuk mencapai tujuan
atau misi tertentu.
5. Pencapaian tujuan tersebut diupayakan agar
secaraefektif(sankil)danefisien(mankus).
Proses MBS terdiri atas 4 hal, yang juga dikenal
sebagai fungsi MBS, ialah planning, organizing,
actuating, dan controlling. Empat proses ini lazim
juga digambarkan dalam bentuk siklus, karena
setelah langkah controlling, lazimnya dilanjutkan
dengan membuat planning baru. Siklus proses
manajemen tersebut sebagaimana pada Diagram
1.1.
Diagram 1.1. Siklus Proses Manajemen
Dari segi proses, manajemen di bidang apapun,
hampir tidak berbeda, karena senantiasa dimulai
dengan perencanaan dan diakhiri dengan
pengawasan.Yangsenantiasamembedakan
antara manajemen bidang satu dengan bidang
yang lain adalah aspek substansinya, atau bidang
garapannya. Berarti, yang membedakan antara
manajemen pendidikan dengan manajemen
ekonomi atau layanan publik yang lain, bukan
pada aspek prosesnya melainkan pada aspek
substansinya. Aspek substansi ini lazim juga
mendapatkan sebutan ruang lingkup, bidang
garapan, cakupan dan isi. Bahkan menurut Nawawi,
substansi manajemen pendidikan dapat disebut
manajemen operatif.
Yangmenjadisubstansimanajemenpendidikan
adalah:
1. Manajemen kurikulum dan pembelajaran.
2. Manajemen peserta didik.
3. Manajemen sumber daya manusia.
47www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Tabel 1.3. Dimensi Proses dan Substansi MBS
Proses
Substansi
Kurikulum dan Pembelajaran
Peserta Didik
Sumber Daya
Manusia
Sarana dan Prasarana Keuangan Humas
Perencanaan
Pengorganisasian
Penggerakan
Pengawasan
4. Manajemen prasarana dan sarana.
5. Manajemen keuangan.
6. Manajemen partisipasi masyarakat.
Jika proses manajemen pendidikan beserta
substansi intinya tersebut diskemakan, sebagaimana
pada Table 1.3.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
48 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah(MBS)
Model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibelitas/ keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas. 2003).
49www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
INDIKATOR KEBERHASILAN MBS
1. Siswa puas dengan layanan sekolah.2. Orangtua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya
maupun layanan kepada orang tua.3. Pihak pemakai /penerima lulusan (perguruan tinggi,
industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas yang sesuai dengan harapan.
4. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
51www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah
22Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
52 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Standar Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah
MODUL 2
........peserta memahami jenis-jenis standar pengelolaan sekolah dengan penjelasan
rincinya.
A. PENDAHULUAN
Upaya mewujudkan visi dan misi pendidikan,
diperlukan suatu acuan dasar oleh setiap
penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara
lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai
aspek yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan. Standar pelayanan dalam pendidikan
tersebut, meliputi standar pelayanan minimal (SPM),
yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah potensial,
pinggiran, sekolah-sekolah populistik atau belum
memenuhi SPM; dan standar nasioal pendidikan
yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah yang
sudah memenuhi SPM.
SPM Pendidikan Ditetapkan Berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 129a /U/2004 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pendidikan. Dalam Keputusan
ini yang dimaksud dengan Standar Pelayanan
Minimal bidang pendidikan adalah tolok ukur
kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan
Daerah. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah
fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan mengurus
kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan rakyat.
BAHAN BACAAN STANDAR PELAYANAN DALAM PENGELOLAAN SEKOLAH
53www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Sementara itu, Standar Nasional Pendidikan (SNP)
dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, dijadikan sebagai acuan setiap satuan
pendidikan dan diharapkan dapat mengembangkan
pendidikannya secara optimal sesuai dengan
karakteristik programnya. Peraturan Pemerintah ini
memberikan arahan tentang perlunya dilaksanakan
delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
meliputi : (1) standar isi, (2) standar proses, (3)
standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik
dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan
prasarana, (6) standarpengelolaan, (7) standar
pembiayaan, (8) standar penilaian pendidikan.
B. STANDAR PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga
negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa
atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Standar
pelayanan publik adalah suatu tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai komitmen atau janji dari penyelenggara
pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas.
Sekolah sebagai salah satu unit pelayanan
diwajibkan untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada siswa dan orangtua
sesuai dengan standar pelayanan publik yang
disyaratkan.
Manajemen pelayanan adalah penataan
penyelenggaraan pelayanan secara efektif dan
efisiengunamencapaikinerjapelayananyang
optimal.
Penyelenggaraan pelayanan adalah:
1. Penyelenggaraan negara;
2. Penyelenggaraan ekonomi negara;
3. Korporasi penyelenggara pelayanan publik;
4. Lembaga independen yang dibentuk oleh
pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat.
Dalam rangka mencapai kualitas pelayanan,
diperlukan penyusunan standar pelayanan publik,
yang menjadi tolak ukur pelayanan yang berkualitas,
prima dan memuaskan. Penetapan standar
pelayanan publik semua merupakan praktik bagus
yang terjadi di negara maju, dan secara lambat
tetapi pasti sampai juga negara berkembang.
Di Amerika Serikat misalnya, ditandai dengan
dikeluarkannya executive order 12863 pada era
pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua
instansi pemerintah untuk menetapkan standar
pelayanan konsumen. Isi dari executive order
tersebut adalah:
“Identify customer who are, or should be served by
the agency, survey the customer to determine the
kind and quality of service they want and their level
of statisfaction with existing service, post service
standards and measure result against the best
bussiness, provide the customers with choice in both
sources of services, and complaint system easily
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
54 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
accesible, and provide means to adress customer
complaint”.
Inti dari executive order tersebut adalah adanya
upaya pengenalan terhadap pengguna pelayanan
publik, survei pengaduan para pengguna untuk
menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang
mereka inginkan dan untuk menetukan tingkat
kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang
sedang berjalan, menyediakan berbagai pilihan
sumber-sumber pelayanan kepada pengguna,
dan sistem pengaduan yang mudah diakses,
serta menyediakan sarana untuk menampung dan
menyelesaikan keluhan/pengaduan.
Di Inggris juga diperkenalkan Service First the
New Character Programme, yang berisi 9 prinsip
penyediaan pelayanan publik yang merupakan
wujud dari visi pemerintah yang dilaksanakan oleh
setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip tersebut
adalah:
1. Menentukan standar pelayanan;
2. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi
selengkap-lengkapnya;
3. Berkonsultasi dan terlibat;
4. Mendorong akses dan pilihan;
5. Memperlakukan semua secara adil;
6. Mengembalikan kejalan yang benar ketika
terjadi kesalahan;
7. Memanfaatkan sumber daya secara efektif
8. Inovatif dan memperbaiki;
9. Bekerjasama dengan penyedia layana lainnya.
Namun sejauh ini standar pelayanan publik
sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak
berada pada tingkat konseptual, sedangkan
implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini
terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan
yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah
sebagai penyelenggara layanan publik.
Adapun manfaat standar pelayanan publik adalah:
1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa
mereka mendapat pelayanan dalam kualitas
yang dapat dipertanggung jawabkan.
2. Memberi fokus pelayanan kepada pelanggan/
masyarakat.
3. Menjadi alat komunikasi antara pelanggan
dengan penyedia pelayanan dalam upaya
meningkatakan pelayanan.
4. Menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan
serta menjadi alat monitoring dan evaluasi
kinerja pelayanan.
Agar pelayanan publik dapat dilakukan dengan
memenuhi standar, maka birokrasi pemerintahan
haruslah melakukan perbaikan kinerja pelayanan
publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak
harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan
bernegara pelayanan publik menyangkut aspek
kehidupan yang sangat luas. Selain itu, aparat
birokrasi juga harus meningkatkan mutu pelayanan.
Adanya standar pelayanan dapat membantu
unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat pelanggannya.
Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan
jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan,
55www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta
proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan
memahami apa yang seharusnya mereka lakukan
dalam memberikan pelayanan.
Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas
antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan
ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja
pelayanan. Menurut LAN (2003), kritera-kriteria
pelayanan tersebut antara lain:
1. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara
pelayanan dapat diselenggarakan secara
mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan.
2. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja
yang tetap dipertahankan dan menjaga saling
ketergantungan antara pelanggan dengan
pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga
keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam
pencatatan data dan tepat waktu.
3. Tanggung jawab dari para petugas pelayanan,
yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan
waktunya, menghubungi secepatnya apabila
terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan.
4. Kecakapan para petugas pelayanan,
bahwa para petugas pelayanan menguasai
keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.
5. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan
kontak pelanggan dengan petugas. Petugas
pelayanan harus mudah dihubungi oleh
pelanggan, tidak hanya denga pertemuan
secara langsung, tetapi juga melalui telepon
atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas
dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan.
6. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian, dan
persahabatan dalam kontak antara petugas
pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya
diperlukan jika pelanggan termasuk dalam
konsumen konkret.
7. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa
mengetahui seluruh informasi yang mereka
butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi
informasi mengenai tata cara, persyaratan,
waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.
8. Komunikasi antara petugas dan pelanggan
9. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya
antara pelanggan dengan penyedia pelayanan.
10. Kejelasan dan kepastian yaitu mengenai tata
cara, rincian biaya layanan dan tata cara
pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian
layanan tersebut.
11. Keamanan, yaitu memberikan rasa aman dan
bebas kepada pelanggan dari adanya bahaya,
resiko dan keragu-raguan.
12. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan
13. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata
daripelayanan,beruapafasilitasfisik.
14.Efisienyaitubahwapersyaratanpelayanan
hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapai sasaran pelayanan
dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan.
15. Ekonomis yaitu agra pengenaan biaya
peleyanan harus ditetapkan secara wajar
dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan
kemampuan pelanggan untuk membayar.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
56 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
C. DASAR HUKUM STANDAR PELAYANAN PUBLIK
Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar
pelayanan publik dalam kerangka peningkatan
kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama
dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukkan
dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti:
1. Undang-undang No 20 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
2. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman
Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di
Bidang Usaha, (dihapus??)
3. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 81 Tahun 993 tentang
Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum,
4. Inpres No.1 Tahun 1995 tentang Perbaikan
dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur
Pemerintah Kepada Masyarakat
5. Peraturan Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Peningkatan Pelayanan Publik
dengan Partisipasi Masyarakat
6. Peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 36 Tahun 2012 Tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan
Standard Pelayanan
7. SuratEdaranMenkoWasbangpanNo.56/
Wasbangpan/6/98tentangLangkah-langkah
Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat.
Instruksi Mendagri No. 20/1996;
8. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK.
Wasbangpan/6/98;SuratMenkowasbangpan
No.145/MK.Waspan/3/1999;hinggaSurat
Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999,
yang kesemuanya itu bermuara pada
peningkatan kualitas pelayanan.
9. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
10. Kep. Menpan No. 81/1993 tentang Pedoman
Tatalaksana Pelayanan Umum
11. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA
tentangPelaksanaanKewenanganWajibdan
Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002.
D. STANDAR PROSES (STANDAR OPERASIONAL DAN PROSEDUR) BIDANG PENDIDIKAN
Standar proses adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
pada satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan (PPRI No. 19 Tahun 2005
tentang Standan Nasional Pendidikan, Pasal 1
ayat 6). Adapun PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Proses dituangkan dalam Bab IV, yaitu
mencakup aspek:
a. Perencanaan proses pembelajaran,
b. Pelaksanaan proses pembelajaran,
c. Penilaian hasil pembelajaran. dan
d. Pengawasan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
57www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
danperkembanganfisiksertapsikologispeserta
didik. proses pembelajaran pendidik memberikan
keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
a. Perencanaan Proses Pembelajaran Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang memuat sekurang-kurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran harus
memperhatikan jumlah maksimal peserta didik
per kelas dan beban mengajar maksimal per
pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran
setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah
peserta didik setiap pendidik. Pelaksanaan
proses pembelajaran dilakukan dengan
mengembangkan budaya membaca dan
menulis.
c. Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian hasil pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menggunakan
berbagai teknik penilaian sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik
penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi,
tes praktek, dan penugasan perseorangan
atau kelompok. Untuk mata pelajaran selain
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, teknik penilaian observasi secara
individual sekurang-kurangnya dilaksanakan
satu kali dalam satu semester.
d. Pengawasan Proses Pembelajaran Pengawasan proses pembelajaran meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan,
dan pengambilan langkah tindak lanjut yang
diperlukan.
E. STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN
Standar Pelayanan Minimal diataur dalam bab-
bab dan pasal sebagai berikut:
1. Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan
(1) Penyelenggaraan satuan pendidikan
luar biasa (Pendidikan Khusus) menjadi
wewenang Pemerintah Provinsi;
(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan
dasar dan menengah termasuk
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
menjadi wewenang Pemerintah
Kabupaten/Kota;
(3) Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/
Kota menyelenggarakan pendidikan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
58 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
berdasarkan standar pelayanan minimal
pendidikan;
(4) Standar pelayanan minimal pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi pelayanan pendidikan, pemuda
dan olahraga yang mencakup semua
jenis pelayanan hingga mencapai
indikator kinerja minimal.
2. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
(1) Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/
Madrasah lbtidaiyah (MI) terdiri atas:
a. 95 persen anak dalam kelompok usia
7-12 tahun bersekolah di SD/MI.
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak
melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang bersekolah.
c. 90 persen sekolah memiliki sarana
dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang
ditetapkan secara nasional.
d. 90 persen dari jumlah guru SD yang
diperlukan terpenuhi.
e. 90 persen guru SD/MI memiliki
kualifikasisesuaidengankompetensi
yang ditetapkan secara nasional .
f. 95 persen siswa memiliki buku
pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara
30 - 40 siswa.
h. 90 persen dari siswa yang mengikuti
uji sampel mutu pendidikan
standar nasional mencapai nilai
“memuaskan”. dalam mata pelajaran
membaca, menulis dan berhitung
untuk kelas III dan mata pelajaran
bahasa, matematika, IPA dan IPS
untuk kelas V.
i. 95 persen dari lulusan SD
melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah (MTs).
(2) SPM Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah
(MTs) terdiri atas :
a. 90 persen anak dalam kelompok usia
13 -15 tahun bersekolah di SMP/
MTs.
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak
melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang bersekolah.
c. 90 persen sekolah memiliki sarana
dan prasarana minimal sesuai
dengan standar teknis yang
ditetapkan secara nasional.
d. 80 persen sekolah memiliki tenaga
kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi
dan kegiatan non mengajar lainnya.
e. 90 persen dari jumlah guru SMP
yang diperlukan terpenuhi.
f. 90 persen guru SMP/MTs memiliki
kualifikasi,sesuaidengan
kompetensi yang ditetapkan secara
nasional.
59www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
g. 100 persen siswa memiliki buku
pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas
antara 30 - 40 siswa.
i. 90 persen dari siswa yang mengikuti
uji sampel mutu pendidikan
standar nasional mencapai nilai
“memuaskan” dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
matematika, IPA, dan IPS di kelas I
dan II.
j. 70 persen dari lulusan SMP/MTs
melanjutkan ke Sekolah Menengah
Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) /
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
3. Standar pelayanan minimal pendidikan menengah
SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas:
a. 60 persen anak dalam kelompok usia 16
-18 tahun bersekolah di SMA/MA dan
SMK.
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak
melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang bersekolah.
c. 90 persen sekolah memiliki sarana
dan prasarana minimal sesuai dengan
standar teknis yang ditetapkan secara
nasional.
d. 80 persen sekolah memiliki tenaga
kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan
kegiatan non mengajar lainnya.
e. 90 persen dari jumlah guru SMA/MA
yang diperlukan terpenuhi.
f. 90 persen guru SMA/MA memiliki
kualifikasisesuaidengankompetensi
yang ditetapkan secara nasional.
g. 100 persen siswa memiliki buku
pelajaran yang lengkap setiap mata
pelajaran.
h. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara
30 - 40 siswa.
i. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji
sampel mutu standar nasional mencapai
nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran
bahasaInggris,Geografi,Matematika
Dasar untuk kelas I dan II
j. 25 persen dari lulusan SMA/MA
melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang
terakreditasi.
4. SPM Pendidikan SMK
a. Angka Putus Sekolah (APS) tidak
melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang bersekolah.
b. 90 persen sekolah memiliki sarana
dan prasarana minimal sesuai dengan
standar teknis yang ditetapkan secara
nasional.
c. 80 persen sekolah memiliki tenaga
kependidikan non guru untuk
melaksanakan tugas administrasi dan
kegiatan non mengajar lainnya.
d. 90 persen dari jumlah guru SMK yang
diperlukan terpenuhi.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
60 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
e. 90persenguruSMKmemilikikualifikasi
sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan secara nasional.
f. 00 persen siswa memiliki buku pelajaran
yang lengkap setiap mata pelajaran.
g. Jumlah siswa SMK perkelas antara 30 -
40 siswa.
h. 20 persen dari lulusan SMK melanjutkan
ke Perguruan Tinggi yang terakreditasi.
i. 20 persen dari lulusan SMK diterima di
dunia kerja sesuai dengan keahliannya
F. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
dikemukakan dalam ketentuan umum PP Nomor
19 Tahun 2005 adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
negara kesatuan Republik Indonesia. Kriteria
minimal itu dijadikan parameter dalam evaluasi
kinerja sekolah pada setiap jenis dan jenjangnya
serta menjadi kriteria tambahan dalam penilaian
kinerja pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertugas memfasilitasi, mengkoordinasi, dan
mengembangkan sistem pendidikan. Standar
Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan, dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasionalyang bermutu. Sedangkan, tujuan Standar
Nasional Pendidikan, yaitu untuk menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat.
Standar Nasional Pendidikan mencakup:
1. Standar Isi
Standar Nasional pendidikan yang mencakuyp
ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang
kompetensi tamatan, kompetensi mata
pelajaran, kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kalender pendidikan/
akademik, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
2. Standar Proses
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
3 Standar Kompetensi Lulusan
StandarNasionalPendidikantentangkualifikasi
kemampuan lulusan yang berkaitan dengan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar Nasional Pendidikan tentang kriteria
pendidikanprajabatandankelayakanfisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar Sarana dan Prasarana
Standar Nasional Pendidikan yang mencakup
kriteria minimal tentang ruang belajar,
61www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
perpustakaan, tempat berolahraga, beribadah,
bermain dan berkreasi, serta labolatorium,
bengkel kerja, dan sumber belajar lain
yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
6. Standar Pengelolaan
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
ataunasionalagartercapaiefisiensidan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar Pembiayaan
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan
komponen dan besarnya biaya investasi,
operasi dan personal satuan pendidikan yang
berlaku selama satu tahun.
8. Standar Penilaian Pendidikan.
Standar Nasional Penilaian Pendidikan tentang
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik untuk lima kelompok
mata pelajaran oleh pendidik. Selain itu, standar
penilaian juga mencakup penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan dan pemerintah.
Kedelapan standar isi tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Standar Isi
Standar isi telah dikembangkan oleh BSNP dan
menjadi Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah.
a. Pengertian Standar Isi
Standar isi menurut Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 19 Tahun 2005 adalah cakupan
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar
isi memuat:
1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang
merupakan pedoman dalam penyususnan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan;
2) beban belajar bagi peserta didik pada
satuan pendidikan dasar dan menengah;
3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
akan dikembangkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan panduan penyususnan
kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan
dari standar isi; dan
4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
b Fungsi Standar Isi
Standar isi berfungsi sebagai salah satu bagian
dari standar nasional pendidikan, sebagai acuan
dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara
satuan pendidikan yang antara lain meliputi
kriteria minimal berbagai aspek yang terkait
dengan penyelenggaraan pendidikan. Acuan
dasar tersebut merupakan standar nasional
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
62 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu
pengelola, penyelenggara, dan satuan
pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya
dalam memberikan layanan pendidikan yang
bermutu.
c. Pengembangan Standar Isi
Hasil pengembangan aspek muatan standar isi
oleh BSNP sebagai berikut.
1) Kerangka dasar kurikulum pendidikan umum
(SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/
MAK), pendidikan khusus (SDLB, SMPLB,
dan SMALB), dan pendidikan kejuruan
(SMK/MAK).
Kerangka dasar kurikulum mencakup tiga
hal, yaitu: (a) kelompok mata pelajaran dan
cakupannya; (b) prinsip pengembangan
kurikulum; dan (c) prinsip pelaksanaan
kurikulum. Untuk kelompok mata pelajaran
dan cakupannya, dinyatakan (PP No. 19,
pasal 6, ayat 1) bahwa kurikulum untuk
jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas:
a) kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia;
b) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian;
c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi;
d) kelompok mata pelajaran estetika;
e) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga
dan kesehatan.
Selanjutnya, ada tujuh prinsip
pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar, yaitu:
(a) berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya; (b) beragam
dan terpadu; (c) tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan seni;
(d) relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(e) menyeluruh dan berkesinambungan;
(f) belajar sepanjang hayat; (g) seimbang
antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah.
2) Struktur kurikulum merupakan pola dan
susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Struktur kurikulum yang telah
disusun adalah:
a) Struktur kurikulum pendidikan umum
(SD/MI,SMP/MTs, dan SMA/MA)
b) Struktur kurikulum pendidikan kejuruan
(SMK/MAK)
c) Struktur kurikulum pendidikan khusus
(SDLB, SMPLB, SMALB).
3) Beban belajar untuk jenjang pendidikan
SD/MI/SDLB; SMP/MTs/SMPLB; SMA/MA/
SMALB; dan SMK/MAK.
Satuan pendidikan SD/MI/SDLB
melaksanakan program pendidikan dengan
menggunakan sistem paket. Satuan
pendidikan SMP/MTs/SMPLB; SMA/MA/
SMALB; dan SMK/MAK kategori standar
63www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
menggunakan sistem paket atau dapat
menggunakan sistem kredit semester.
Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB; dan
SMK/MAK kategori mandiri menggunakan
sistem kredit semester.
Beban belajar pada ketentuan ini adalah
beban belajar sistem paket pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Sistem
paket adalah sistem penyelenggaraan
program pendidikan yang peserta didiknya
diwajibkan mengikuti seluruh program
pembelajarn dan beban belajar yang sudah
ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan
struktur kurikulum yang berlaku pada satuan
pendidikan. Beban belajar setiap mata
pelajaran pada sistem paket dinyatakan
dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk
satuan waktu yang dibutuhkan oleh
peserta didik untuk mengikuti program
pembelajaran melalui sistem tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan
untuk mencapai standar kompetensi
lulusan dengan memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan
pembelajaran yang berupa proses interaksi
antara peserta didik dengan pendidik.
Beban belajar kegiatan tatap muka per jam
pembelajaran pada masing-masing satuan
pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
a) SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit;
b) SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40
menit;
c) SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung
selama 45 menit.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu
pada setiap satuan pendidikan adalah sebagai
berikut:
a) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per
minggu untuk SD/MI/SDLB:
1. Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam
pembelajaran;
2. Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam
pembelajaran.
b) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per
minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34
jam pembelajaran.
c) Jumlah jam pembelajaran tatap muka per
minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK
adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Penugasan terstruktur adalah kegiatan
pembelajaran yang berupa pendalaman
materi pembelajaran oleh peserta didik yang
dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar
kompetensi.Waktupenyelesaianpenugasan
terstruktur ditentukan oleh pendidik.
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah
kegiatan pembelajaran yang berupa
pendalaman materi pembelajaran oleh peserta
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
64 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
didik yang dirancang oleh pendidikuntuk
mencapaistandarkompetensi.Waktu
penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta
didik.
Beban belajar penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari:
1. Waktuuntukpenugasanterstrukturdan
kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi
peserta didik pada SD/MI/SDLB maksimum
40% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka
dari mata pelajaran yang bersangkutan.
2. Waktuuntukpenugasanterstrukturdan
kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi
peserta didik pada SMP/MTs/SMPLB
maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan
tatap muka dari mata pelajaran yang
bersangkutan.
3. Waktuuntukpenugasanterstrukturdan
kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi
peserta didik pada SMA/MA/SMALB/SMK/
MAK maksimum 60% dari jumlah waktu
kegiatan tatap muka dari mata pelajaran
yang bersangkutan.
Penyelesaian program pendidikan dengan
menggunakan sistem paket adalah enam tahun
untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/
SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan tiga sampai
dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program
percepatan dapat diselenggarakan untuk
mengakomodasi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Sistem kredit semester adalah sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang
peserta didiknya menentukan sendiri beban
belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan. Beban
belajar setiap mata pelajaran pada sistem
kredit semester dinyatakan dalam satuan kredit
semester (SKS). Beban belajar satu sks meliputi
satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam
penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan
mandiri tidak terstruktur. Panduan tentang
sistem kredit semester diuraikan secara khusus
dalam dokumen tersendiri.
4) Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu
untuk kegiatan pembelajaran peserta didik
selama satu tahun ajaran yang mencakup
permulaan tahun pelajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari
libur.
a) AlokasiWaktu
Permulaan tahun pelajaran adalah waktu
dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal
tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu
kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun
pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
Waktupembelajaranefektifadalahjumlahjam
pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah
jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran
termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam
untuk kegiatan pengembangan diri.
65www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Waktuliburadalahwaktuyangditetapkanuntuk
tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal
padasatuanpendidikanyangdimaksud.Waktu
libur dapat berbentuk jeda tengah semester,
jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran,
hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk
hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus.
b) Penetapan Kalender Pendidikan
1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan
Juli setiap tahun dan berakhir pada
bulan Juni tahun berikutnya.
2. Hari libur sekolah ditetapkan
berdasarkan Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri
Agama dalam hal yang terkait dengan
hari raya keagamaan, Kepala Daerah
tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau
organisasi penyelenggara pendidikan
dapat menetapkan hari libur khusus.
3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/
Kota dapat menetapkan hari libur
serentak untuk satuan-satuan
pendidikan.
Kalender pendidikan untuk setiap satuan
pendidikan disusun oleh masing-masing
satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu
sebagaimana tersebut pada dokumen Standar
Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari
pemerintah/pemerintah daerah.
3. Standar Kompetensi Lulusan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagian
dari stnadar nasional pendidikan yang merupakan
kriteria kompetensi lulusan minimal yang berlaku di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan SKL kita akan memiliki patok
mutu (bench-mark) baik bersifat evaluasi mikro
seperti kualitas proses dan kualitas produk maupun
bersifat evaluasi makro seperti keevektifan dan
efisiensisuatuprogrampendidikan,sehinggake
depan pendidikan kita akan melahirkan standar
mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada
setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. SKL yang
dijabarkan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran digunakan
sebagaipedomanpenilaian.SKLadalahkualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan,
sikap dan keterampilan. SKL mencakup Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP),
Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran
(SK-KMP), dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran
(SK-MP).
SKL-SPadalahkualifikasikemampuanlulusanyang
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan
pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari
satuan pendidikan dasar (SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/PaketB) dan satuan pendidikan
menengah (SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/
MAK).SedangkanSK-KMPadalahkualifikasi
kemampuan lulusan pada setiap kelompok mata
pelajaran yang mencakup agam dan Akhlak
Mulia, Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Estetika, dan Jasmani,
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
66 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Olahraga, dan Kesehatan, baik untuk satuan
pendidikan dasar maupun satuan pendidikan
menengah. SKL mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
(1) kriteria dalam menentukan kelulusan peserta
didik pada setiap satuan pendidikan (2) rujukan
untuk menyusun standar pendidikan lainnya, dan (3)
arah peningkatan kualitas pendidikan.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan adalah
kriteriapendidikanprajabatandankelayakanfisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan
(UU Nomor 20 2003, Pasal 13, dan PP 19 Pasal
1, ayat 7). Pendidik adalah tenaga kependidikan
yangberkualifikasisebagaiguru,dosen,konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Sedangkan, tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan (UU No. 20 Tahun
2003 BabI, Pasal 1 ayat 5 dan ayat 6). Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan,
dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan (UU No.
20 2003, Bab XI, Pasal 39, ayat 1). Tenaga
kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan,
penilik, pamong belajar, pengawas, peneliti,
pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi
sumber belajar (UU no. 20, Tahun 2003, Penjelasan
Pasal 39, ayat 1).
Lingkup Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
mencakup: kriteria pendidikan prajabatan, kelayakan
fisikmaupunmental,sertapendidikandalam
jabatan. Pendidikan prajabatan adalah pendidikan
formal untuk mempersiapkan calon pendidik dan
tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan yang terakreditasi, sesuai dengan
perundang-undangan.Kelayakanfisikdanmental
pendidik dan tenaga kependidikan adalah kondisi
fiskdanmentalpendidikdantenagakependidikan
yang tidak mengganggu pembelajaran dan
pelayanan pendidikan. Adapun, Pendidikan dalam
jabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang
diperoleh pendidik dan tenaga kependidikan selama
menjalankantugasuntukmeningkatkankualifikasi
akademik dan/atau kompetensi akademiknya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan
formal,pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.Guruwajibmemilikikualifikasi
akademik,kompetensi,sertifikatpendidik,sehat
jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi yang harus dimiliki guru adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
melalui pendidikan profesi.
Pendidikharusmemilikikualifikasiakademikdan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
67www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan
mewujudkantujuanpendidikannasional.Kualifikasi
akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan
tinggi terakreditasi yang dibuktikan dengan ijazah
dan/atausertifikasikeahlianyangrelevandengan
jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi
pendidik sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi
pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c)
kompetensi profesional, dan (d) kompetensi
sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilkinya. Kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan secara
luas dan mendalam yang memungkinkannya
membimbing peserta didik memenuhi standar
kopetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan
pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunuikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidiakan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Untuk lebih jelasnya, berikut
adalah PP Nomor 19 Tahun 2005 Bab VI tentang
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
5. Standar Sarana Dan Prasarana Pendidikan
Standar sarana dan prasarana adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi
dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi. Standar sarana dan prasarana
mencakup: (1) pengadaan satuan pendidikan, (2)
kelengkapan prasarana yang terdiri dari lahan,
bangunan gedung, ruang-ruang, dan instalasi
daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap
satuan pendidikan, dan (3) kelengkapan sarana
yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar
lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta
perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap
satuan pendidikan. Standar sarana dan prasarana
ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis
pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar
dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Berikut
adalah PP Nomor 19 2005, Bab VII tentang Standar
Sarana dan Prasarana Pendidikan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
68 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
6. Standar Pengelolaan Pendidikan
Standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi,ataunasionalagartercapaiefisiensidan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar
pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi:(1)
perencanaan program sekolah/madrasah; (2)
pelaksanaan rencana kerja sekolah; (3) monitoring
dan evaluasi; (4) kepemimpinan sekolah/
madrasah; dan (5) sistem informasi manajemen.
Sedangkan, standar pengelolaan pendidikan oleh
pemerintah daerah meliputi: (1) perencanaan
program pemerintah daerah; (2) pengelolaan
program wajib belajar; (3) pengelolaan program
peningkatan angka partisipasi jenjang pendidikan
menengah; (4) pengelolaan program pendidikan
keaksaraan; (5) pengelolaan program penjaminan
mutu satuan pendidikan; (6) pengelolaan program
peningkatan status guru sebagai profesi; (7)
pengelolaan program akreditasi pendidikan; (8)
pengelolaaan program peningkatan peningkatan
relevansi pendidikan; dan (9) pengelolaan program
pemenuhan standar pelayanan minimal bidang
pendidikan.
Standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah
meliputi: (1) perencanaan program pemerintah; (2)
pengelolaan program wajib belajar; ( 3) pengelolaan
program peningkatan angka partisipasi jenjang
pendidikan menengah dan tinggi; (4) pengelolaan
program pendidikan keaksaraan; (5) pengelolaan
program penjaminan mutu satuan pendidikan;
(6) pengelolaan program peningkatan status
guru sebagai profesi; (7) pengelolaan program
peningkatan mutu dosen; (8) pengelolaan program
standarisasi pendidikan; (9) pengelolaan program
akreditasi pendidikan; (10) pengelolaan program
peningkatan relevansi pendidikan; (11) pengelolaan
program pemenuhan standar pelaynan minimal
bidang pendidikan, dan (12) pengelolaan program
penjaminan mutu pendidikan nasional.
Secara umum Standar Pengelolaan Pendidikan
Nasional bertujuan untuk meningkatkan mutu
layanan minimal pengelolaan Pendidikan Nasional.
Adapun, secara khusus Standar Pengelolaan
Pendidikan bertujuan sebagai berikut.
a. Memberikan acuan bagi terwujudnya sistem
perencanaan pendidikan pada tingkat nasional,
regional/daerah, propinsi, kabupaten/kota,
serta pada tingkat satuan pendidikan/ sekolah
secara terkoordinasi dan terpadu untuk mampu
mengantisipasi aspirasi-aspirasi peningkatan
mutu pendidikan.
b. Memberi kerangka acuan bagi
pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan,
dan pengendalian pendidikan, sejalan dengan
tuntutan peningkatan mutu dan Standar
Pelayanan Pendidikan pada semua bentuk,
jenis, dan jenjang pendidikan.
c. Sebagai acuan dasar pengawasan dan penilaian
pendidikan, yang relevan dan konsisten dengan
sistem perencanaan, dan pelaksanaan prgram
69www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
pendidikan pada tingkat pemerintah pusat,
pemerintah daerah, propinsi dan kabupaten dan
pada tingkat satuan pendidikan.
d. Memberikan pedoman kepada seluruh warga
bangsa dan khususnya yang berkiprah
dalam pengelolaan pendidikan bagaimana
merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memantau, mengawasi,
mengendalikan, dan menilai program pendidikan
secaraefisien,efektif,baikdanbenar.
e. Menciptakan terwujudnya koordinasi dan
keterpaduan pelaksanaan amanah pendidikan
bagi semua rakyat (education for all) baik secara
vertikal maupun horisontal antara seluruh unsur
kelembagaan yang bertugas, berwewenang
dan bertanggungjawab dalam pendidikan mulai
dari Pemerintah Pusat, pemerintah Daerah
Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota,
dan Satuan Pendidikan dalam Pengelolaan
Pendidikan baik pada tingkat nasional, daerah,
lokal, dan individual.
Ditinjau dari segi manajemen organisasi, terdapat
empat hal yang perlu ditata kembali , yaitu:
pengaturan pembagian tugas, wewenang, dan
tanggung jawab, serta pola hubungan organisasi,
pengaturan versus pengelolaan, dan hubungan
organisasi fungsional. Pergeseran wewenang
sebagai dampak dari desentralisasi pemerintahan
seharusnya diikuti dengan pergeseran paradigma
dalam seluruh aspek manajemen pendidikan di
daerah yang semula dikelola secara sentralistik
sekarang harus lebih didesentralisasikan. Untuk itu,
dari aspek manajemen pendidikan ada beberapa hal
yang perlu memperoleh perhatian, yaitu menyangkut
permasalahan: manajemen organisasi, kurikulum,
sumber daya manusia pendidiakan, sarana dan
prasarana, kesiswaan, hubungan publik (public
relation), pembiayaan pendidikan, dan manajemen
berbasis sekolah.
Dari keseluruhan permasalahan pendidikan baik
tingkat makro maupun tingkat mikro pendidikan
memang sangat diperlukan adanya Standar
PengelolaaanPendidikanyangefektifdanefisien.
Berikut PP Nomor 19 Bab VIII tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan.
7. Standar Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan
pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya
operasi satuan pendidikan adalah bagian dari
dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat
berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai
standar nasional pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya
operasional pendidikan meliputi gaji pendidik dan
tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
70 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya. Biaya personal meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan.
Mengacu pada pasal-pasal dan ayat dalam Standar
Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan
pembiayaan pendidikan dapat disimpulkan bahwa
meskipun biaya pendidikan itu terdiri dari biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal,
namun standar pembiayaan pendidikan difokuskan
pada biaya operasi pendidikan yang merupakan
bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk
membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar
dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang
sesuai standar nasuional pendidikan secara teratur
dan berkelanjutan.
8. Standar Penilaian Pendidikan
Penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian
hasil belajar peserta didik (PP Nomor 19 2005).
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan
terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan. Ulangan adalah proses yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan
dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Ujian
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik sebagai
pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian
dari suatu satuan pendidikan. Akreditasi adalah
kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau
satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
Penilaian Pendidikan dibagi menjadi lima bagian,
yaitu:
(1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar, menengah, dan pendidikan tinggi;
(2) Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
(3) Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
(4) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah; dan
(5) Kelulusan. Penilaian pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah terdiri dari
penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan
penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Sedangkan penilaian hasil belajar pada jenjang
pendidikan tinggi terdiri dari penilaian hasil
belajar oleh pendidik dan penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian hasil
belajar dilakukan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk
ulangan harian, ulangan tengah semster,
ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan bertujuan menilai pencapaian
standar kompetensi lulusan untuk semua
mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh
pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian
71www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan
dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Ujian
nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan,
dan akuntabel.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk:
(1) Pemetaan mutu program dan/atau satuan
pendidikan;
(2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya;
(3) Penentuan kelulusan peserta didik dari program
dan/atau satuan pendidikan;
(4) Pembinaan dan pemberian bantuan kepada
satuan pendidikan dalam upayanya untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
(1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
(2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian
akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika,
dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah
raga, dan kesehatan;
(3) Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan
(4) Lulus ujian nasional. Berikut adalah PP Nomor
19 Bab X tentang Penilaian Pendidikan.
G. STANDAR LAINNYA
Sekolah/madrasah yang telah memenuhi syarat SSN
diberi kesempatan untuk meningkatkan standarnya
sehingga menjadi sekolah bertaraf internasional.
Caranya, setelah memenuhi seluruh Standar
Nasional Pendidikan hendaknya diperkaya dengan
mengacu pada standar pendidikan salah satu
negara anggota Organization for Economic Co-
operation and Development dan/atau negara maju
lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam
bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di
forum internasional”. Adaptasi yaitu penyesuaian
unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalarn Standar
Nasional Pendidikan dengan mengacu pada standar
pendidikan salah satu negara anggota OECD
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan.
Daya saing di forum internasional memiliki makna
bahwa siswa dan lulusan Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional antara lain dapat: (a)
melanjutkan pendidikan pada satuan pendidikan
yang bertaraf internasional, baik di dalam maupun
diluarnegeri;(b)mengikutisertifikasibertaraf
internasional yang diselenggarakan oleh salah
satu negara anggota OECD dan/atau negara maju
lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu
dalam bidang pendidikan; (c) meraih medali tingkat
internasional pada berbagai kompetisi sains dan
matematika.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
72 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
1. Kurikulum
Kurikulum merupakan acuan dalam penyusunan
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Standar kurikulumnya adalah:
a. menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP);
b. menerapkan sistem satuan kredit semester di
SMA/SMK/MA/MAK;
c. memenuhi Standar Isi; dan
d. memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai
dengan pencapaian indikator kinerja kunci tambahan
sebagai berikut:
a. sistem administrasi akademik berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) di mana setiap
saat siswa bisa mengakses transkripnya masing-
masing;
b. muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi
dari muatan pelajaran yang sama pada sekolah
unggul dari salah satu negara anggota OECD
dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
c. menerapkan standar kelulusan sekolah/
madrasah yang lebih tinggi dari Standar
Kompetensi Lulusan.
2. Proses Pembelajaran
Prosespembelajaranyangefektifdanefisien.
Proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat,
minat,danperkembanganfisiksertapsikologis
peserta didik. Keberhasilan tersebut ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci minimal yaitu
memenuhi Standar Proses.Selain itu, keberhasilan
tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran pada semua mata
pelajaran menjadi teladan bagi sekolah/
madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak
mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul,
kepemimpinan, jiwa entrepreneural, jiwa patriot,
dan jiwa inovator;
b. Diperkaya dengan model proses pembelajaran
sekolah unggul dari negara anggota oecd dan/
atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
c. Menerapkan pembelajaran berbasis tik pada
semua mata pelajaran;
d. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains,
matematika, dan inti kejuruan menggunakan
bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata
pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa
asing, harus menggunakan Bahasa Indonesia;
dan
e. Pembelajaran dengan Bahasa Inggris untuk
mata pelajaran kelompok sains dan matematika
untuk SD/MI baru dapat dimulai pada Kelas IV.
Dalam proses pembelajaran selain menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, juga
bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering
digunakan dalam forum internasional, seperti
bahasa Perancis, Spanyol, Jepang, Arab, dan China.
3. Penilaian
Penilaian dilakukan untuk mengendalikan
mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas
73www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
kinerja pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Penilaian terhadap peserta didik
dilakukan oleh para guru untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik
secara berkesinambungan. Keberhasilan tersebut
ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci
minimal, yaitu memenuhi Standar Penilaian.Selain
itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci tambahan,
yaitu memperkaya penilaian kinerja pendidikan
dengan model penilaian sekolah unggul dari negara
anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
pendidikan.
4. Pendidik
Pendidik memiliki peranan yang strategis karena
mempunyai tugas profesional untuk merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan
dan pelatihan. Keberhasilan tersebut ditandai
dengan pencapaian indikator kinerja kunci
minimal, yaitu memenuhi Standar Pendidik. Selain
itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci tambahan
sebagai berikut:
1) Semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran
berbasis TIK;
2) Guru mata pelajaran kelompok sains,
matematika, dan inti kejuruan mampu
mengampu pembelajaran berbahasa Inggris;
3) Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 dari
perguruan tinggi yang program studinya
berakreditasi A untuk SD/MI;
4) Minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari
perguruan tinggi yang program studinya
berakreditasi A untuk SMP/MTs; dan
5) Minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari
perguruan tinggi yang program studinya
berakreditasi A untuk SMA/SMK/MA/MAK.
Guru dalam proses pembelajaran sepanjang
diperlukan dan sesuai dengan kebutuhannya, selain
menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris juga
bisa menggunakan bahasa lainnya yang sering
digunakan dalam forum internasional, seperti
bahasa Perancis, Jerman, Spanyol, Jepang, Arab,
dan China.
5. Tenaga Kependidikan
Keberhasilan sekolah ditandai dengan pencapaian
indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi
Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Selain itu,
keberhasilan tersebut juga ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci tambahan
sebagai berikut:
1) Kepala sekolah/madrasah berpendidikan
minimal S2 dari perguruan tinggi yang program
studinya berakreditasi A dan telah menempuh
pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan
kepala sekolah yang diakui oleh Pemerintah;
2) Kepala sekolah/madrasah mampu berbahasa
Inggris secara aktif; dan
3) Kepala sekolah/madrasah bervisi internasional,
mampu membangun jejaring internasional,
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
74 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
memiliki kompetensi manajerial, serta jiwa
kepemimpinan dan entrepreneural yang kuat.
6. Sarana dan Prasarana
Indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi
Standar Sarana dan Prasarana haruslah dipenuhi
sekolah. Selain itu, keberhasilan tersebut juga
ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci
tambahan sebagai berikut:
1) Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana
pembelajaran berbasis TIK;
2) Perpustakaan dilengkapi dengan sarana
digital yang memberikan akses ke sumber
pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia; dan
3) Dilengkapi dengan ruang multi media, ruang
unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik, dan
lain sebagainya.
7. Pengelolaan
Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional
dijamin dengan pengelolaan yang menerapkan
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
Keberhasilan tersebut ditandai dengan pencapaian
indikator kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi
Standar Pengelolaan. Selain itu, keberhasilan
tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
1)MeraihsertifikatISO9001versi2000atau
sesudahnya ISO 14000;
3) Merupakan sekolah/madrasah multi-kultural;
4) Menjalin hubungan “sister school” dengan
sekolah bertaraf internasional di luar negeri;
5) Bebas narkoba dan rokok;
6) Bebas kekerasan (bullying);
7) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam
segala aspek pengelolaan sekolah; dan
8) Meraih medali tingkat internasional pada
berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi,
seni, dan olah raga.
8. Pembiayaan
Mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional
dijamin dengan pembiayaan yang sekurang-
kurangnya terdiri atas biaya investasi, biaya
operasional, dan biaya personal. Keberhasilan
tersebut ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci minimal, yaitu memenuhi Standar
Pembiayaan. Selain itu, keberhasilan tersebut juga
ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci
tambahan, yaitu menerapkan model pembiayaan
yangefisienuntukmencapaiberbagaitarget
Indikator Kunci Tambahan.
H. UPAYA PEMENUHAN STANDARD PELAYANAN (TANGGUNG JAWAB SEKOLAH DAN DINAS PENDIDIKAN)
Upaya Dinas Pendidikan Provinsi dalam memenuhi
standar pelayananan pendidikan meliputi:
a. Menetapkan kebijakan (peraturan, surat edaran,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan
perijinan) terkait dengan pemenuhan standar
75www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat
provinsi.
b. Mengusulkan terbitnya peraturan daerah atau
peraturan gubernur tentang pemenuhan standar
pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat
provinsi.
c. Menyediakan dana, sarana dan prasarana untuk
pemenuhan standar pelayanan pendidikan
pembinaan di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan kebijakan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemenuhan
standar pelayanan pendidikan pembinaan di
tingkat provinsi.
e. Menyusun program kerja pemenuhan standar
pelayanan pendidikan pembinaan di tingkat
provinsi.
f. Menyusun buku panduan pembinaan MBS di
tingkat provinsi;
g. Mengusulkan anggaran implementasi
pemenuhan standar pelayanan pendidikan
pembinaan di tingkat provinsi.
h. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemenuhan standar pelayanan pendidikan
pembinaan di tingkat provinsi
i. Melaksanakan pengawasan implementasi
pemenuhan standar pelayanan pendidikan
pembinaan di tingkat provinsi.
j. Melaporkan hasil pelaksanaan pemenuhan
standar pelayanan pendidikan pembinaan di
tingkat provinsi.
Upaya Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam
memenuhi standar pelayananan pendidikan meliputi:
a. Menetapkan kebijakan (peraturan, surat edaran,
petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan
perijinan) terkait pemenuhan standar pelayanan
pendidikan di tingkat kabupaten/kota;
b. Mengusulkan terbitnya peraturan daerah
pemenuhan standar pelayanan pendidikan
tingkat kabupaten/kota;
c. Menyediakan dana, sarana dan prasarana untuk
pemenuhan standar pelayanan pendidikan di
tingkat kabupaten/kota;
d. Melaksanakan kebijakan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemenuhan
standar pelayanan pendidikan di tingkat
kabupaten/kota;
e. Menyusun program kerja pemenuhan standar
pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota;
f. Menyusun buku panduan pemenuhan standar
pelayanan pendidikan di tingkat kabupaten/kota;
g. Mengusulkan anggaran pemenuhan standar
pelayanan di tingkat kabupaten/kota;
j. Melaksanakan pengawasan implementasi
pemenuhan standar pelayanan pendidikan di
tingkat kabupaten/kota;
k. Melaporkan hasil pelaksanaan pemenuhan
standar pelayanan baik melalui media elektronik,
cetak dan atau media lainnya di tingkat
kabupaten/kota.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
76 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
KONSEP PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang dan jasa atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
PRINSIP PENYEDIAAN PELAYANAN PUBLIK1. Menentukan standar pelayanan2. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap-
lengkapnya3. Berkonsultasi dan terlibat4. Mendorong akses dan pilihan5. Memperlakukan semua secara adil6. Mengembalikan kejalan yang benar ketika terjadi kesalahan7. Memanfaatkan sumber daya secara efektif8. Inovatif dan memperbaiki9. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya.
77www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
MANFAAT STANDAR PELAYANAN PUBLIK1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa
mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Memberi fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat.3. Menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia
pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan.4. Menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi
alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
79www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah
33Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
80 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah
..... peserta secara umum mampu
menyusun perencanaan dan
penganggaran sekolah.
MODUL 3 BAHAN BACAAN: TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN SEKOLAH
A. PENDAHULUAN
Tesis anti-tesis tentang wacana sentralisasi dan
desentrealisasi yang berkembang di bidang politik
dan pemerintahan, secara lamban tetapi pasti,
sampai juga ke bidang pendidikan. Manajemen
pendidikan yang serba sentralistis pun harus
mengubah haluan ke arah manajemen pendidikan
yang bernuansa desentralisasi, dengan label
mentereng manajemen berbasis sekolah.
Sebagai fungsi pertama manajemen pendidikan,
perencanaan pendidikan yang sebelumnya menonjol
nuansa sentralistisnya, kini juga ditonjolkan nuansa
desentralistiknya. Proses-proses perencanaan
pendidikan yang sebelumnya hanya dilakukan
oleh manajer pendidikan di sekolah, kini harus
melibatkan komite sekolah dan stake holder sekolah
yang lainnya. Rapat kerja dengan agenda tunggal
penyusunan rencana sekolah, dapat menjadi arena
bagi kepala sekolah, guru, komite sekolah dan stake
holders sekolah yang lainnya untuk merumuskan
rencana pendidikan di sekolah.
81www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Di era otonomi daerah ini, rencana strategis
(Renstra), yang merupakan bagian dari manajemen
strategis tingkat satuan pendidikan sering
mengemuka, dan bahkan mulai banyak diterapkan
di tingkat satuan pendidikan sekolah. Di khasanah
literatur manajemen tingkat satuan pendidikan,
Renstra bukanlah hal baru, karena keberadaannya
sudah banyak diterapkan di berbagai bidang.
Renstra sendiri merupakan produknya, sedangkan
proses perencanaannya sendiri dikenal dengan
perencanaan strategis.
Menurut Inpres No. 7 tahun 1999, perencanaan
strategis (strategic planning) merupakan suatu
proses yang berorientasi pada hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu 1 – 5 tahun dengan
memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala
yang ada atau mungkin timbul. Perencanaan
strategis merupakan bagian dari proses manajemen
strategisyangterkaitdenganprosesidentifikasi
tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau
organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan,
pengambilan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan
pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan
dalam rangka menentukan strategi di masa depan
(Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Dalam
latar historika, perencanaan strategis diterapkan di
bidang kemiliteran, kemudian diadopsi oleh dunia
usaha pada tahun 1950-an. Perencanaan strategis
mengalami perkembangan pesat dan banyak dikenal
pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang
kembali tahun 1990-an. Mintzberg (1994) menyebut
perencanaan strategis sebagai sebagai “process
with particular benefits in particular contexts.”
Jenis-jenis Perencanaan Sekolah
Ada dua jenis perencanaan sekolah. Pertama,
perencanaan jangka panjang sekolah yang lazim
dikenal juga dengan rencana jangka menengah
sekolah (RPJM sekolah). Kedua, perencanaan
jangka pendek sekolah yang lazim dikenal juga
dengan rencana tahunan sekolah yang disingkat
dengan RKT.
Perencanaan jangka menengah sekolah (RPJM)
disusun dengan mengikuti siklus masa kerja kepala
sekolah, ialah 4 tahunan. Oleh karena itu, setiap
seorang kepala sekolah dipercaya menjabat di
suatu sekolah, diwajibkan membuat rencana
jangka menengah sepanjang masa jabatannya,
yakni selama 4 tahunan. Rencana jangka menengah
sekolah ini, dahulu kala dikenal dengan Rencana
Pengembangan Pembangunan Sekolah (RPPS),
kemudian berubah menjadi Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS).
Perencanaan jangka pendek sekolah merupakan
penjabaran lebih lanjut dari rencana jangka
menengah sekolah yang dibuat dengan kurun
waktu satu tahun. Perencanan jangka pendek ini
lazim dikenal dengan perencana tahunan sekolah.
Jika perencanaan jangka menengah merupakan
prosesnya, dan hasilnya disebut dengan renncana
jangka menengah, maka perencanaan jangka
pendek juga merupakan prosesnya, sedangkan
haslnya disebut dengan rencana tahunan. Kini,
rencana tahunan sekolah dikenal dengan RKT
(rencana kerja tahunan). Gabungan antara RPJM
dan RKT inilah kini dikenal dengan rencana kerja
sekolah, yang lazim disingkat dengan RKS.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
82 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
lanjut dari renstra satuan kerja perangkat daerah
(SKPD). Sementara renstra SKPD juga disusun
dengan memperhatikan Renstra Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (yang berubah nama
menjadi Depdiknas). Gambar 2.1 melukiskan
bagaimana renstra SKPD, termasuk SKPD
pendidikan, disusun dan melewati berbagai tahapan
penyusunan.
Posisi Renstra Sekolah dalam Renstra SKPDRencana strategis, yang merupakan produk
perencanaan strategis, memuat visi, misi, tujuan,
sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran yang
meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang
realistis dengan mengantisipasi perkembangan
masa depan. Renstra strategis di tingkat satuan
pendidikan, sebenarnya merupakan penjabaran lebih
Diagaram III.1. Pendekatan dan Langkah-Langkah Penyusunan RENSTRA SKPD
83www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
B. TAHAP-TAHAP PERENCANAAN SEKOLAH
Tahap-tahap perencanaan sekolah adalah sebagai
berikut:
1. Penyiapan Data Kondisi Eksisting Sekolah
Tahap pertama perencanaa sekolah adalah
penyiapan data kondisi eksisting sekolah.
Data kondisi eksisting sekolah hendaknya
dikumpulkan oleh satuan tugas perencanaan
sekolah.Datatersebutmeliputiprofilsekolah,
hasil survei pengaduan pengguna layanan
pendidikan sekolah, serta data capaian
SPM pendidikan di tingkat sekolah. Data
tersebut dikumpulkan melalui berbagai teknik
pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi,
angket, wawancara, dan teknik survei pengaduan
pengguna layanan pendidikan. Sumber data
berasal dari seluruh bagian dan unit sekolah,
mulai dari bagian pembelajaran, bagian
kesiswaan, bagian personalia, bagian keuangan,
bagian sarana prasarana dan bagian humas.
Data dari multi stake holder pun juga perlu
digali, termasuk dari berbagai pihak yang punya
kepentingan dan ketertarikan dengan pelayanan
pendidikan.
Data-data yang sudah dikumpulkan tersebut,
hendaknyadisaring,diklarifikasidandigolong-
golongkan dan kemudian dituangkan secara
padat agar dapat dilakukan analisis lebih
lanjut. Data yang bersifat kuantitatif dianalisis
dengan teknik kuantitatif statistic, sedangkan
data kualitatif hendaknya dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis kualitatif. Data
yang sudah terkumpul dan digolong-golongkan
tersebut, hendaknya dapat dipilah mana yang
terkait dengan pengguna layanan pendidikan
berjenis kelamin pria dan mana yang terkait
dengan pengguna layanan pendidikan berjenis
perempuan. Penggolongan ini sangat penting
agar aspirasi pengguna perempuan dan laki-laki
dapat dipenuhi secara seimbang sehingga tidak
terjadi bias gender (atau bertitik berat ke jenis
kelamin tertentu).
2. Analisis Situasi dan Kondisi Sekolah
Rangkaian kegiatan analisis situasi dan
kondisi sekolah adalah pencermatan atas
aturan perundang-undangan pendidikan yang
sedang berlaku dan mempelajari renstra
SKPD pendidikan kabupaten/kota. Agar bisa
menyusun analisis situasi dan kondisi secara
komprehensif, maka perlu dilakukan penajaman
terhadapprofilsekolah,yangdimulaidengan
identifikasiidentitassekolah,pesertadidik,
tenaga kependidikan, sarana prasarana,
keuangan, partisipasi orang tua dan masyarakat,
serta prestasi-prestasi yang dimiliki oleh
sekolah, baik yang bersifat akademik maupun
nonakademik.Selanjutnya,profilsekolah
tersebut, hendaknya dibandingkan dengan, dan
dikerucutkan dari standar-standar pendidikan
yang dipergunakan oleh sekolah (standar
pelayanan minimal/SPM) dan standar nasional
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
84 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
pendidikan (SNP). Selain itu, survei terhadap
komplain pelanggan/stakeholders/publik (survei
pengaduan) juga perlu dilakukan agar harapan,
tuntutan dan aspirasi mereka juga dapat
diakomodasi dalam menyusun analisis situasi
dan kondisi sekolah. Data survei pengaduan
dari pelanggan tersebut, hendaknya dipilah
antara yang berasal dari publik pria dan publik
perempuan, agar seluruh kebutuhan, apirasi,
harapan dan masalah yang dipecahkan, bisa
berimbang dan tidak bias gender.
Secara detail petunjuk pelaksanaan survei
pengaduan, yang diawali dengan penyusunan
kuisioner, pelaksanaan survei, analisis hasil
survei pengaduan serta penyusunan janji
perbaikan pelayanan dapat dilihat pada Modul
dan Buku Saku Penanganan Pengaduan.
Berdasarkanatasdeskripsiprofilsekolah,
standar pendidikan di sekolah, dan survey
pengaduan pelanggan, dapatlah dilakukan
analisis kesenjangan. Analisis kesenjangan
bermaksud untuk mengetahui gap
(kesenjangan) antara standar yang ingin dicapai,
dengan kondisi riil sekolah dan hasil survei
pengaduuan pelanggan/public/stake holders.
Kesenjangan itulah yang perlu mendapatkan
pemecahan, agar antara aspek yang diinginkan
dengan aspek riilnya dapat dipertemukan.
Dengan demikian, aspek riil satuan pendidikan
makin relevan (gayut) dengan aspek idealnya.
Analisis kesenjangan bisa berupa: analisis
SWOT(strength, weakness, opportunity, and
threat), analisis akar masalah dan analisis
kekuatan medan.
3. Merumuskan Visi dan Misi Sekolah
Yangdimaksuddenganvisiadalahemajinasimoral
yangmenggambarkanprofilsekolahdimasadepan.
Visi juga berarti wawasan yg menjadi sumber arahan
yang digunakan untuk memandu perumusan misi
sekolah.
Unsur yang harus ada pada visi adalah: (1)
pandangan jauh ke depan, ke mana sekolah akan
dibawa (2) gambaran masa depan yg diinginkan
sekolah.Dirumuskandengankalimatyangfilosofis,
khas, mirip slogan, tetapi mudah diingat. Karena itu,
rumusan visi yang bagus hendaknya menantang,
jelas dan didasari nilai-nilai tertentu.
Contoh rumusan visi:
“UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMTAQ”
“ TERDIDIK BERDASARKAN IMTAQ”
Agarrumusanvisiyangfilosofistersebutjelas,perlu
dirumuskan indikator-indikatornya.
Contoh rumusan Visi:
UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMAN DAN TAQWA
Contoh rumusan indikator-indikatornya:
1) Unggul dalam perolehan NEM.
2) Unggul dalam persaingan melanjutkan ke
jenjang pendidikan di atasnya.
85www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
3) Unggul dalam lomba karya ilmiah remaja.
4) Unggul dalam lomba kreativitas.
5) Unggul dalam lomba kesenian.
6) Unggul dalam lomba olah raga.
7) Unggul dalam kedisiplinan.
8) Unggul dalam kegiatan keagamaan.
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasi
visi. Misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk
rumusan tugas, kewajiban dan rancangan tindakan
yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi.
Dengan perkataan lain, bentuk layanan untuk
memenuhi tuntutan yang dituangkan dalm visi
sebagai indikatornya. Jika rumusan visi berupa
kalimat yang menunjukkan “keadaan”, maka misi
berupa kalimat yang menunjukkan “tindakan”.
Contoh rumusan misi:
1) Melakukan pembelajaran dan bimbingan secara
efektif.
2) Menumbuhkan semangat keunggulan secara
intensif kepada warga sekolah.
3) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk
mengenali potensi dirinya, sehingga dapat
dikembangkan secara optimal.
4) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran
agama.
5) Menerapkan manajemen partisipatif dengan
melibatkan seluruh warga sekolah dan stake
holders.
4. Merumuskan Tujuan Sekolah
Tujuan merupakan “apa” yang akan dicapai/
dihasilkan dan “kapan” akan dicapai oleh sekolah.
Jika visi mengarah ke jangka panjang, maka tujuan
dikaitkan dengan rentang waktu jangka menengah
atau siklus 3 tahunan sesuai dengan periodisasi
SMP atau SMU. Jika masih dipandang terlalu
pendek, boleh juga 2 siklus program sekolah atau 6
tahunan.
Berarti, tujuan merupakan tahapan wujud sekolah
menuju visi yang telah dicanangkan.
Contoh tujuan:
1) Pada tahun 2005, peningkatan skor rata-rata
GSA + 2,0
2) Pada tahun 2005, memiliki tim olah raga minimal
3cabangyangmampumenjadifinalistingkat
propinsi.
3) Pada tahun 2006, memiliki kelompok LKIR yang
mampumenjadifinalisLKIRtingkatnasional.
4) Pada tahun 2006, memiliki tim kesenian yang
mampu tampil pada acara setingkat kota/
kabupaten.
5. Menganalisis Tantangan Nyata
Tantangan nyata adalah kesenjangan (gap) antara
antara tujuan yang ingin dicapai dengan kondisi
sekolah saat ini. Selisih antara tujuan yang diinginkan
dengan kenyataan saat ini. Dibuat rincian pada
beberapa tahun (misalnya 2005, 2006, 2007, dst).
Contoh:
Jika tujuannya berbunyi: Pada tahun 2005 memiliki
GSA sebesar +2, sementara saat ini baru mencapai
+0,4. Berarti tantangan nyata yang dihadapi oleh
sekolah adalah (+2) – (+0,4) = (+1,6). Jika pada
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
86 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
tahun 2005, survey pengaduan stake holders
mengharapkansekolah memiliki tim olah raga
minimal3cabangdanmenjadifinalistingkat
kabupaten; sementara saat ini baru punya 1 tim
cabangolahragadanmenjadifinalisditingkat
kecamatan, maka tantangan nyatanya adalah:
• Menambah 2 tim cabang olahraga
• Meningkatkan 1 peringkat (dari kecamatan ke
kabupaten) untuk 1 cabang olahraga
• Meningkatkan 2 peringkat untuk 2 cabang olah
raga.
6. Menentukan Sasaran
• Rumusannya menggambarkan mutu dan
kuantitas yang ingin dicapai serta terukur.
• Mengacu kepada visi, misi dan tujuan sekolah.
• Berupa tujuan jangka pendek atau tujuan
situasional sekolah, umumnya 1 tahunan.
• Merupakan perioritas dari beberapa tujuan yang
dirumuskan dalam jangka menengah.
Contoh: Pada tahun ajaran 2005, sekolah X: (a)
memiliki GSA sebesar +0,40 (2), memiliki tim
olahragabolavoliyangmenjadifinalisditingkat
kabupaten/kota.
7. MengidentifikasiFungsi-Fungsi
Fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai
sasaranperludiidentifikasi.Fungsi-fungsi
tersebut adalah fungsi PBM beserta fungsi-fungsi
pendukungnya: kurikulum,perencanaan dan
evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan,
fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan
iklim sekolah, fungsi hubungan sekolah dengan
masyarakat dan fungsi pengembangan fasilitas.
Contoh1:IdentifikasifungsisasaranPeningkatanGSAminimal+0,40
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap TidakA Fungsi Proses Belajar
Mengajar (PBM)
1 Faktor internal:- Motivasi belajar siswa - Perilaku siswa - Motivasi Guru- Pemberdayaan siswa - Keragaman Metode mengajar- Penggunaan waktu belajar
87www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap Tidak
B Fungsi Pendukung PBM: Ketenagaan
1 Faktor internal:- Jumlah guru - Kualifikasipendidikanguru
minimal D-3 - Kesesuaian Ijazah dengan mata
pelajaran yang di ampu guru- Beban mengajar guru
2 Faktor Eksternal- Pengalaman mengajar guru- Kesiapan mengajar guru - Fasilitas pengembangan diri
C Fungsi Pendukung PBM: Sarana/Perpustakaan
1 Faktor internal- Buku setiap mata pelajaran- Jumlah buku penunjang- Jumlah lemari dan rak buku- Kebersihan dan kerapihan ruang
perpustakaan - Pengelola perpustakaan- Dana pengembangan
perpustakaan
2 Faktor eksternal
- Dukungan orangtua dalam melengkapi perpustakaan
- Kerjasama dengan perpustakaan lain yang lengkap
- Kesesuaian buku penunjang dengan potensi daerah dan perkembangan ipteks
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
88 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Contoh2:IdentifikasifungsisasaranMemilikitimolahragabolavoliyangmenjadifinalisditingkatKabupaten/Kota
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap Tidak
A Fungsi Ketenagaan
1 Faktor internal:- Jumlah guru - Jumlah guru olahraga- Kemampuan guru olahraga- Motivasi guru
2 Faktor Eksternal- Pengalaman sebagai pelatih- Dukungan orangtua- Fasilitas pengembangan diri
B Fungsi Sarana dan Prasarana
1 Faktor internal- Lapangan bola voli di sekolah.- Alat pendukung olahraga voli (net,
bola)- Perawatan sarana dan prasarana
2 Faktor eksternal- Dukungan orang tua- Lapangan bola voli di tingkat
kecamatan
C Fungsi Pelatihan
1 Faktor Internal- Pemberdayaan siswa- Alokasi waktu pelatihan- Penggunaan waktu pelatihan
2 Faktor eksternal:- Kesiapan siswa dalam menerima
pelatihan- Pelatih yang berpengalaman- Uji tanding dengan tim sekolah lain- Dukungan orangtua siswa dalam
pelatihan.
89www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
8. Melakukan Analisis SWOT
AnalisisSWOTdimaksudkanuntukmenganalisiskesiapansetiapfungsidanfaktordarisisikekuataninternal
(strength), kelemahan internal (wakness), peluang eksternal (opportunty) dan ancaman eksternal (treat).
ContohanalisisSWOTSasaran1:PeningkatanGSAminimal+0,40
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap TidakA Fungsi Proses Belajar
Mengajar (PBM)
1 Faktor internal:- Motivasi belajar siswa
- Perilaku siswa
- Motivasi guru
- Pemberdayaan siswa
- Keragaman metode mengajar
- Penggunaan waktu belajar
- Tinggi
- Disiplin dan tertib di dalam kelas
- Tinggi
- Guru mampu memberdayakan siswa
- Bervariasi
- Efektif
- 60% siswa mempunyai motivasi tinggi
- Kurang disiplin dan kurang tertib
- Cukup tinggi- Kurang
mampu
- Tidak banyak variasi
- Kurang efektif
2 Faktor eksternal:- Kesiapan siswa menerima
pelajaran- Dukungan orangtua - Lingkungan sosial sekolah
- Lingkunganfisiksekolah
- 100%
- Tinggi - Kondusif
- Nyaman/tenang
- 50%
- Tinggi- Kurang
kondusif - Gaduh/ramai
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
90 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap TidakB Fungsi Pendukung PBM:
Ketenagaan
1 Faktor internal:- Jumlah guru - Kualifikasipendidikanguru
minimal D-3 - Kesesuaian ijazah dengan
mata pelajaran yang diampu guru
- Beban mengajar guru
CukupSemua guru minimal D-3100% sesuai
Rata-rata 18 JP
Cukup 60% minimal D-3 70% sesuai
Rata-rata 22 JP
2 Faktor eksternal:- Pengalaman mengajar guru- Kesiapan mengajar guru - Fasilitas pengembangan diri
Rata-rata ³ 5 tahun100%Tersedia
6 tahun80%Kurang lengkap
C Fungsi Pendukung PBM: Sarana/Perpustakaan
1 Faktor internal:- Buku setiap mata pelajaran- Jumlah buku penunjang- Jumlah lemari dan rak buku- Kebersihan dan kerapihan
ruang perpustakaan - Pengelola perpustakaan- Dana pengembangan
perpustakaan
Cukup dan lengkapCukup dan lengkapCukup Bersih dan rapih
Ada dan mampuTersedia dan cukup
KurangKurangKurangCukup
KurangTidak tersedia
2 Faktor eksternal:- Dukungan orangtua dalam
perpustakaan- Kerjasama dengan
perpustakaan lain yang lengkap
- Kesesuaian buku penunjang dengan potensi daerah dan perkembangan Ipteks
Mendukung
Ada kerjasama
Tinggi
Mendukung
Tidak ada
Rendah
91www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Contoh Analisis SWOT Sasaran 2: Memilikitimolahragabolavoliyangmenjadifinalisditingkatkabupaten/kota
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan Faktor
Siap Tidak
A Fungsi Ketenagaan
1
2
Faktor internal:- Jumlah guru olahraga- Kemampuan guru olahraga
dalam bola voli- Motivasi guru
Faktor eksternal:- Pengalaman sebagai pelatih- Dukungan orang tua- Fasilitas pengembangan diri
CukupTinggi
Tinggi
CukupTinggiAda
CukupTinggi
Cukup tinggi
KurangTinggiTidak ada
B Fungsi Sarana dan Prasarana
Faktor internal:
- Lapangan bola voli di sekolah.
- Alat pendukung olahraga voli
(net, bola)
- Perawatan sarana dan
prasarana
Faktor eksternal:
- Dukungan orangtua
- Lapangan bola voli di tingkat
kecamatan
Tersedia dan layak pakaiTersedia&layak
Terawat dengan baik
TinggiTersedia dan layak pakai
Tersedia dan kurang layakTersedia dan kurang layakTerawat baik
CukupTersedia dan kurang layak
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
92 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Fungsi dan Faktornya Kriteria Kesiapan(Kondisi Ideal)
KondisiNyata
Tingkat Kesiapan
Faktor
Siap Tidak
C Fungsi Pelatihan
1 Faktor internal:- Pemberdayaan siswa
- Alokasi waktu pelatihan- Penggunaan waktu pelatihan
Guru mampu memberdayakan3 kali semingguEfektif
Cukup mampu
KurangKurang efektif
2 Faktor eksternal:- Kesiapan siswa dalam
menerima pelatihan- Pelatih yang berpengalaman- Uji tanding dengan tim sekolah
lain- Dukungan orangtua siswa
dalam pelatihan.
100 %
Tersedia1 x sebulan
Tinggi
80 %
Tidak adaTidak pernah
Tinggi
9.MengidentifikasiAlternatif Pemecahan
Guna mengatasi kelemahan dan ancaman, perlu
diidentifikasialternatifpemecahan.
Contoh alternatif untuk kelemahan dan ancaman
pada sasaran 1:
a. Pengaktifan kegiatan MGMP.
b. Pengiriman guru mengikuti pelatihan.
c. Peningkatan disiplin siswa.
d. Pembentukan kelompok diskusi terbimbing.
e. Peningkatan pengadaan buku.
f. Peningkatan layanan perpustakaan.
g. Contoh alternatif untuk kelemahan dan ancaman
pada sasaran 2:
h. Pengaktifan bola voli sekolah.
i. Peningkatan sarana prasarana olah raga bola
voli.
j. Peningkatan waktu latihan dan uji tandaing.
k. Mendatangkan pelatih dari luar sekolah.
10.MenyusunProgram
Berdasarkanalternatifpemecahanyangdiidentifikasi
tersebut, kemudian disusun program beserta rincian
dan penanggungjawabnya.
Contoh 1:
Sasaran 1: Peningkatan GSA minimal +0,40
Rencana: Mengaktifkan MGMP, mengadakan diskusi
93www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
terbimbing, meningkatkan disiplin sekolah dan
meningkatkan buku perpustakaan.
Program 1: Pengaktifan MGMP sekolah
Rincian Program:
a. Menyusun strategi guna menyiasati kurikulum
yang padat.
b. Membahas dan mencari pemecahan masalah
yang timbul.
c. Membantu guru lain dalam memahami materi
yang sulit.
d. Pertemuan periodik seminggu sekali, untuk
diseminasi hasil MGMP Kabupaten/Kota.
e. Mengundang ahli dari sekolah lain atau
universitas untuk menyampaikan inovasi terbaru
di bidang pembelajaran.
Program 2: Diskusi terbimbing
Rincian Program:
a. Menyusun jadwal pembimbingan dan lokasi
setiap kelompok.
b. Membimbing siswa yang sedang mengadakan
diskusi.
c. Mengoptimalkan peranan alumni untuk
membimbing siswa.
d. Melakukan evaluasi hasil bimbingan setiap
kelompok.
e. Meningkatkan variasi metode belajar
berdasarkan hasil evaluasi.
Penanggungjawab Program: Drs. Amin Santoso
(Guru Matematika)
Contoh 2:
Sasaran 2: Menjadi finalis turnamen bola voli tingkat kota.
Rencana: Peningkatan latihan dan uji tanding tim
bola voli sekolah, memperbaiki sarana prasarana
olah raga bola voli, meningkatkan perawatan sarana
prasarana.
Program 1: Peningkatan latihan dan uji tanding tim bola voli sekolah.
Rincian Program:
a. Mengadakan latihan teratur 3 x seminggu
b. Mendatangkan pelatih berpengalaman dari luar
c. Mengadakan lomba antar tim di sekolah.
d. Mengundang tim sekolah lain untuk uji tanding.
e. Melakukan evaluasi kinerja setiap tim.
f. Mengikuti turnamen bola voli tingkat kota/
kabupaten.
Penanggungjawab: Dra. Siti Aminah (Guru
Olahraga).
Program dan kegiatan yang telah disusun sekolah
bersama forum multi stakeholder sekolah yang
dituangkan dalam dokumen perencanaan sekolah,
baik jangka menengah maupun tahunan perlu
mendapatkan dukungan dan komitmen dari berbagai
pihak, baik dari pihak sekolah, orangtua, komite
sekolah, masyarakat sekitar sekolah maupun Dinas
Pendidikan bahkan dari Pimpinan Daerah (Bupati/
Walikota)dantermasukpihakDPRD.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
94 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Untuk itu, diperlukan publikasi dan rekomendasi
teknis terkait dengan program dan kegiatan sekolah
yang disampaikan secara formal kepada pihak
Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dukungan
dalam implementasinya.
Salah satu bentuk rekomendasi teknis yang dapat
disampaikan adalah berupa:
Janji Perbaikan Pelayanan, yang merupakan
respon dan komitmen sekolah terhadap hasil survey
pengaduan yang dapat dilaksanakan sendiri oleh
sekolah bersama komite sekolah Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan, yang merupakan usulan yang
disampaikan kepada pihak Dinas/pemerintah atas
solusi terhadap survei pengaduan yang tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh pihak sekolah dan komite,
dan memerlukan dukungan Dinas pendidikan/
Pemerintah Daerah untuk penyelesaiannya.
Forum multi stakeholder pendidikan berkewajiban
untuk mengawal janji perbaikan pelayanan dan
rekomendasi perbaikan pelayanan ini hingga tahap
implementasinya, serta menjembatani komunikasi
antara pihak sekolah dan pemerintah daerah guna
implementasi program secara optimal.
11. Menyusun Jadwal
Agar sasaran dan program tersebut jelas
waktu pelaksanaannya, perlu disusun jadwal
pelaksanaan seperti Contoh 1.
12. Menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS)
Rencana Anggaran yang disusun terdiri atas
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah
(RKAS) dan Anggaran Pembiayaan Total seperti
Contoh-2.
95www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Contoh 1
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
96 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
97www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan PublikTata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
98 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING)
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses manajemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
POSISI RENSTRA SEKOLAH DALAM RENSTRA SKPD
Rencana strategis, yang merupakan produk perencanaan strategis, memuat visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi perkembangan masa depan. Renstra strategis di tingkat satuan pendidikan, sebenarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari renstra satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sementara renstra SKPD juga disusun dengan memperhatikan Renstra Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (yang berubah nama menjadi Depdiknas).
99www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah
44Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
100 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah
..... agar peserta menguasai kemampuan mengelola
pelayanan publik di sekolah.
MODUL 4 BAHAN BACAAN: PENERAPAN MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
A. PENDAHULUAN
Lembaga pendidikan dalam berbagai jenis dan
tingkatannya diselenggarakan pada hakekatnya
bukan untuk melayani dirinya sendiri, melainkan
melayani kepentingan publik. Pelayanan publik,
termasuk di bidang pendidikan, sering menjadi
sorotan terutama kalau sudah menyangkut aspek
kecepatan pelayanannya, memuaskan-tidaknya, dan
sesuai harapan-tidaknya. Padahal, dalam perspektif
total quality management (TQM), publik di bidang
pendidikan adalah customer yang harus ditingkatkan
kepuasannya.
Temuan kurang baiknya sistem pelayanan publik,
termasuk dalam institusi pendidikan sedikitnya
disebabkan dua hal. Pertama, bahwa publik
sekarang telah mengalami perubahan sejalan
dengan gerakan reformasi secara nasional,
sehingga publik yang semula tidak berdaya
(powerless) menjadi berdaya, bahkan sangat
berdaya (powerfull). Kedua, kenyataan di lapangan
menunjukkan SDM institusi pendidikan belum
memberikan pelayanan publik yang memuaskan.
Pada latar institusi persekolahan, kedua alasan
tersebut jika diruntut akan berujung pada persoalan
101www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
tenaga SDM di sekolah, yang terdiri atas tenaga
pendidik (guru) dan tenaga kependidikan: kepala
sekolah, pengawas sekolah, SDM sekolah, tenaga
perpustakaan sekolah dan tenaga laboratorium
sekolah.
Dalam perspektif yuridis, setidaknya menurut
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 beserta
peraturan perundangan-undangan turunannya,
tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan,
dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik
dan tenaga kependidikan berkewajiban:
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
mempunyai komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
B. DASAR HUKUM MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
1. Undang-Undang Dasar Negara RepubIik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
3. UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
5. UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
C. KONDISI IDEAL PELAYANAN PUBLIK
Menurut Lembaga Administrasi Negara
(2000), pelayanan publik (public service)
adalah pelayanan umum yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah, termasuk institusi
sekolah, baik dalam upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pelayanan publik merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara
sebagai abdi masyarakat disamping sebagai
abdi negara. Pelayanan publik juga merupakan
pelaksanaan dari peraturan pemerintah atau
pihak lain yang terkait. Pelayanan publik
juga dimaksudkan untuk mensejahterakan
masyarakat, karena dengan pelayanan publik
yang baik, diharapkan masyarakat dapat
memenuhi kebutuhannya.
Pelayanan publik pada dasarnya merupakan
kombinasi dari berbagai fungsi yang titik
tekannya tergantung lembaga dan personel
yang menerapkannya. Fungsi-fungsi yang
harus dikombinasikan dalam penerapan
pelayanan publik yang handal meliputi fungsi
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
102 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
instrumental, politik, katalis, public interest, dan
entrepreneurial (Sunaryo, 2005).
Fungsi instrumental berkenan dengan
menjabarkan perundang-undangan dan
kebijakan publik ke dalam kegiatan rutin. Hal
ini terkait dengan sosialisasi kebijakan yang
berlaku bagi kegiatan tertentu yang berkaitan
dengan pelayanan publik. Masyarakat butuh
kejelasan kebijakan untuk urusan-urusan yang
menyangkut dirinya. Semakin jelas kebijakan
apa yang diterapkan untuk menyelesaikan
urusan tertentu bagi masyarakat, maka
semakin baik pula pelayanan publik tersebut.
SDM sekolah memegang peranan penting
dalam fungsi instrumental ini, karena lalu lintas
informasi yang terkait dengan undang-undang
dan peraturan pemerintah senantiasa melewati
mereka.
Fungsi politik pelayanan publik berarti
memberikan input yang dapat berupa saran
dan informasi. Berarti bahwa dalam pelayanan
publik diperlukan tambahan informasi kepada
masyarakat untuk memperjelas sistem
pelayanan publik yang diberikan. SDM sekolah
banyak berperan sebagai informan berbagai
kebijakan sekolah kepada stake holders-nya.
Pelayanan publik tidak boleh meninggalkan
interes dan aspirasi masyarakat yang
memerlukan pelayanan. Hal ini sesuai dengan
fungsi katalis public interest. Interes dan
aspirasi masyarakat diintegrasikan dengan
kebijakan dan keputusan pemerintah atau
pihak lain pembuat kebijakan pelayanan
publik, dan diimplementasikan dalam bentuk
layanan konkret oleh tenaga administrasi.
Fungsi entrepreneurial, yang berkenaan
dengan memberi inspirasi bagi kegiatan-
kegiatan inovatif dan non-rutin. Dalam
pelayanan publik diupayakan ada ruang untuk
melakukan pembaharuan-pembaharuan
agar mempermudah, mempermurah dan
mempercepat serta memperakurat data/
informasi dalam pelayanan publik. Jika perlu,
boleh menyimpang dari kelaziman asal tidak
keluar dari koridor aturan dan misi sekolah.
Di sinilah peran strategis tenaga administrasi
ditantang, bagaimana agar lembaganya tetap
akuntabel secara administratif.
Birokrasi publik (termasuk birokrasi sekolah
dikatakan profesional) manakala dalam
pelayanan publik menunjukkan perilaku
bertanggungjawab. Konsep tanggungjawab
dibedakan menjadi 3, yaitu responsibilitas
(responsibility), akuntabilitas (accountability),
dan responsivitas (responsiveness)
parapemberilayanan(Widodo,2004).
Responsibilitas diartikan sebagai kemampuan
untuk melaksanakan apa yang menjadi
tugas pokok, fungsi, kewenangan, dan
tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Tanggungjawab berarti capable to do atau
professionality dan rasa tanggungjawab (sense
of responsibility). Profesional berarti bahwa
tatausahawan dituntut memiliki kecakapan
teknis yang memadai dalam menjalankan tugas
pokok, fungsi, kewenangan, dan tangungjawab
103www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dalam pelayanan publik. Dengan memiliki
kecakapan teknis, mereka dapat menjalankan
tugas dan tanggungjawab secara efektif,
efisien,danproduktif.Rasatanggungjawab
berarti SDM sekolah melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara serius meskipun tidak
ada pihak lain yang mengawasinya. Tenaga
administrasi tetap menjaga keberpihakan
kepada kepentingan publik, meskipun untuk
melakukan penyelewengan bagi mereka cukup
terbuka.
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atau
menjawab dan menerangkan kinerja atas
tindakan seseorang/pimpinan/badan hukum
suatu organisasi kepada pihak yang memiliki
hak atau kewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban. Untuk
kepentingan ini, SDM sekolah hendaknya
bersikap transparan (transparency) dan
terbuka (openness) atas apa yang ditanyakan
publik. Tenaga administrasi dinyatakan
akuntabel manakala mereka dinilai secara
obyektif oleh masyarakat telah dapat
mempertanggungjawabkan segala macam
perbuatan, sikap, dan sepak terjangnya
kepada publik.
Responsivitas diartikan sebagai daya tanggap
tenaga administrasi terhadap apa yang menjadi
permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi
publik yang dilayaninya. Dengan demikian, SDM
sekolah dikatakan responsif (cepat tanggap dan
cepat menanggapi) yang tinggi jika tanggap
terhadap permasalahan, kebutuhan, keluhan,
dan aspirasi stake holders sekolah yang
dilayani.
Sunarto (2005) menyatakan bahwa prinsip-
prinsip dalam pelayanan publik meliputi:
berdayakan masyarakat, yang dapat
berupa penciptaan iklim kebebasan untuk
berprakarsa dan berkreasi bagi masyarakat;
optimalkan pelayanan publik, yakni pelayanan
masyarakatyangefisien,adil,mudahdan
mendekatkan unit pelayanan ke masyarakat;
buka ruang partisipasi publik, dimana dalam
manajemen di lembaga pendidikan sedapat
mungkin (jika perlu) melibatkan masyarakat
dalam merencanakan, pengorganisasian,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan; dan
ubah gaya kerja personel lembaga pendidikan,
yang semula ingin dilayani menjadi pelayan bagi
masyarakat yang memerlukan.
D. KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK
Menurut hasil survey yang dilakukan UGM pada
tahun 2002, sebagaimana dikedepankan oleh
Imron (2007), bahwa secara umum stakeholders
menilai bahwa kualitas pelayanan publik
mengalami perbaikan setelah diberlakukannya
otonomi daerah. Namun jika dilihat dari sisi
efisiensidanefektivitas,responsifitas,dan
kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih
jauh dari yang diharapkan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
104 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Temuan Mohamad, bahwa pelayanan yang
dilakukan oleh institusi publik paling tidak
ditunjukkan dengan kondisi sebagai berikut.
Pertama, masih kurang responsif. Kondisi ini
terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas
pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggungjawab institusi. Respon terhadap
berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan
masyarakat seringkali lambat atau bahkan
diabaikan sama sekali. Kedua, masih kurang
informatif. Berbagai informasi yang seharusnya
disampaikan kepada masyarakat, lambat atau
bahkan tidak sampai kepada mereka. Keempat,
kurang accessible. Berbagai unit pelaksana
pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka
yang memerlukan pelayanan tersebut. Kelima,
kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan
yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang
berkoordinasi.
Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi
pelayanan dengan instansi pelayanan lain
yang terkait. Keenam, masih terlalu birokratis.
Pelayanan pada umumnya dilakukan dengan
melalui proses yang terdiri dari berbagai
level, sehingga menyebabkan penyelesaian
pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan
dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan tenaga administrasi untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di
lain pihak kemungkinan masyarakat untuk
bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang
terjadi ketika pelayanan diberikan, juga
sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah
pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk
diselesaikan. Ketujuh, kurang mau mendengar
keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada
umumnya aparat pelayanan kurang memiliki
kemauan untuk mendengar keluhan/saran/
aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan
dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada
perbaikan dari waktu ke waktu. Kedelapan,
masih menunjukkan inefisien. Berbagai
persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan
dengan pelayanan yang diberikan.
E. PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
Sekolah (terutama yang berstatus negeri)
adalah ujung tombak terdepan dalam
pelayanan publik di lingkungan Depdiknas.
Dalam persoalan pendidikan anak, orangtua
dan masyarakat selalu menginginkan agar
anaknya mendapatkan pendidikan terbaik
dan mendapatkan pelayanan yang prima.
Oleh karena itu, sekolah haruslah responsif
dalam menyikapi kemauan masyarakat
tanpamengorbankanefisiensidanefektifitas
penyelenggaraan sekolah.
Salah satu cara yang dapat digunakan sekolah
agar dapat melayani masyarakat dengan prima
adalah kemauan untuk menggeser paradigma
birokrasi yang lebih sibuk dengan urusan
internal, menjadi berorientasi pada pelanggan
105www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
sekolah. Sekolah diharapkan memposisikan
pelanggan sebagai hal yang paling depan. Oleh
sebab itu, pelanggan dipakai sebagai sasaran
pencapaian tujuan. Sekolah selalu mendengar
suara pelanggan, memperhatikan kebutuhan
dasar dan keinginan pelangggan, dan
memperhatikan hukum pelanggan (termasuk
dalam hal ini hak-hak pelanggan sekolah)
(Ramalia dalam LAN, 2001).
Dalam meningkatkan daya saing sekolah, perlu
perubahan paradigma birokrasi di sekolah.
Yangsemulasekolahlebihbanyakmelayani
kebutuhan birokrasi yang lebih tinggi dan
kemungkinan sekolah sendiri minta dilayani
masyarakat, maka diubah agar sekolah lebih
responsif dalam memberikan pelayanan yang
bersifat memenuhi kebutuhan pelanggan atau
masyarakat yang memerlukan.
Pelayanan pelanggan sekolah diartikan sebagai
proses yang secara sadar dan terencana yang
dilakukan oleh sekolah melalui pemberian
pelayanan kepada pelanggan agar pelanggan
mencapai kepuasan secara optimal. Untuk
dapat menjalankan fungsi yang memuaskan
pelanggan, bagi sekolah tidak lepas dari
kreatifitastatausahawannnya.SDMsekolah
perlukreatifmengidentifikasimasalah-masalah
yang sedang maupun yang akan dihadapi
dalam praktik pemberian layanan sehari-hari.
Hal ini sebagai upaya untuk memecahkan
masalah yang sedang dihadapi dan upaya
mengantisipasi pemecahan masalah yang
kemungkinan akan dihadapi pada masa yang
akan datang.
Untuk mewujudkan dan mempertahankan
kepuasan pelanggan sekolah, dapat dilakukan
4 hal sebagaimana pendapat Ramalia (2001).
Pertama,mengidentifikasikembalisiapa
pelanggan sekolah tersebut. Di sini peran
personel hubungan masyarakat, dengan
bantuan staf tata usaha haus dilakukan.
Stakeholder dalam arti luas dilibatkan dalam
pembuatan keputusan utamanya berkenaan
dengan kepuasan pelayanan publik di sekolah.
Kedua, perlunya memahami tingkat harapan
pelanggan sekolah atas kualitas pelayanan.
Harapan tingkat kepuasan pelanggan, penting
diketahui sebagai acuan untuk menentukan
tujuan dan tolok kepuasan pelanggan. Tanpa
tolok ukur yang jelas, maka kepuasan pelanggan
atau pengguna jasa pelayanan di sekolah sulit
diketahui.
Ketiga, memahami strategi kualitas layanan
pelanggan yang terwujud dalam standar
pelayanan prima. Standar pelayanan yang
dipakai sebagai tolok ukur adalah standar
pelayanan prima. Hal ini dapat dicapai
melalui strategi yang dapat menjamin kualitas
pelayanan prima yang didukung pula oleh
personel pelayanan yang prima. Keempat,
memahami siklus pengukuran dan umpan
balik dari kepuasan pelanggan. Umpan balik
penting untuk mekanisme perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan berikutnya. Dengan
umpan balik akan dapat diketahui hal-hal mana
yang perlu diperbaiki dan mana yang perlu
dipertahankan atau ditingkatkan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
106 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Lebih lanjut Ramalia (2001) mengemukakan
bahwa layanan pelanggan sekolah yang baik
memperhatikan sembilan aspek keinginan
pelanggan sebagai berikut: (1) bebas membuat
keputusan; (2) memperoleh hasil sesuai dengan
keinginan; (3) mempertahankan harga diri; (4)
mendapatkan perlakuan secara adil; (5) diterima
dan disambut secara baik; (6) diberitahukan
segala sesuatu yang terjadi; (7) merasa aman
dan dilindungi haknya; (8) didudukkan sebagai
orang penting; dan (9) menuntut keadilan.
Perubahan paradigma yang disikapi oleh
sekolah dalam hal ini cukup banyak.
Diantaranya, bahwa sekolah hendaknya
mengikutsertakan pembuatan keputusan bagi
pelanggannya. Pelanggan perlu diikutsertakan
dalam perencanaan hal-hal penting bagi
keberlanjutan pelaksanaan pendidikan anak-
anak di sekolah, antara lain penentuan
pelaksanaan kurikulum sekolah, proses
belajar mengajar, kegiatan ekstrakurikuler, dan
pendidikan moral. Peranan staf tata usaha
sebagai supporting system di sekolah sangatlah
penting.
F. POSISI STRATEGIS SDM SEKOLAH
Berdasarkan ketentuan dalam Standarisasi Nasional
Pendidikan, jenis SDM di sekolah, diatur menurut
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada pasal 35-
37 dinyatakan sebagai berikut:
Tenaga kependidikan pada:
a. TK/RA atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala TK/RA
dan tenaga kebersihan TK/RA.
b. SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-
kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah,
tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan
tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
c. SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat
dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/
madrasah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga
kebersihan sekolah/madrasah.
d. SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/
madrasah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga
kebersihan sekolah/madrasah.
e. SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain
yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas
kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga
kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar,
psikolog, pekerja sosial, dan terapis.
f. Paket A, Paket B dan Paket C sekurang-
kurangnya terdiri atas pengelola kelompok
belajar, tenaga administrasi, dan tenaga
perpustakaan.
Agar pelayanan publik yang dilakukan oleh SDM
sekolah dapat optimal, ada beberapa kriteria,
yakni kesederhanaan, kejelasan dan kepastian,
keamanan,keterbukaan,efisiensi,ekonomis,
keadilan, ketepatan waktu dan kuantitatif.
Kesederhanaan, artinya bahwa pelayanan publik
107www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dilaksanakan secara mudah, cepat, tepat, tidak
berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat yang memerlukan
pelayanan. Sistem pelayanan publik dengan
sederhana perlu dilaksanakan, mengingat
sebagian besar masyarakat Indonesia (penerima
layanan) masih berpendidikan rendah.
Kejelasan dan kepastian tentang prosedur/tata
cara pelayanan, persyaratan pelayanan, unit
kerja atau personel yang bertanggungjawab
memberikan pelayanan, rincian biaya dan tata
cara pembayaran pelayanan (jika ada), dan
jadwal waktu penyelesaian pelayanan. Tentang
hal ini perlu diinformasikan secara jelas kepada
masyarakat luas, utamanya yang memerlukan
pelayanan publik.
Keamanan, dimana proses dan hasil
pelayanan dapat memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi masyarakat yang dilayani.
Faktor keterbukaan, artinya segala hal yang
bekenaan dengan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat diberitahukan secara
terbuka kepada masyarakat yang dilayani.
Kriterialainadalahefisiensi,dimanapersyaratan
pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran
pelayanan, dan tidak boleh ada pengulangan
persyaratan.
Kriteria ekonomis, berarti biaya pelayanan harus
ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai
barang dan jasa pelayanan, kondisi/kemampuan
masyarakat, dan ketentuan perundangan yang
berlaku. Faktor keadilan dan merata, dimana
jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin
dengan distribusi yang merata dan diberlakukan
secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
Faktor ketepatan waktu, artinya pelayanan kepada
masyarakat harus tepat waktu sesuai yang
ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat.
Yangterakhiradalahfaktorkuantitatif,yakni
jumlah masyarakat yang dilayani naik atau turun,
rata-rata lamanya waktu pelayanan, penggunaan
perangkat teknologi modern untuk memperlancar
pelayanan, dan frekuensi keluhan dan pujian dari
masyarakat yang diberi layanan; semua itu terdata
secara kuantitatif sebagai upaya terus menerus
mengembangkan pelayanan kepada masyarakat.
G. PERILAKU SDM SEKOLAH
Agar pelayanan publik di sekolah bisa memuaskan
customer, sejumlah perilaku pelayanan haruslah
dapat diinternalisasikan dan bahkan ditunjukkan
oleh SDM sekolah dalam memberikan layanan
kepada customer-nya. Sejumlah perilaku pelayanan
tersebut, menyangkut waktu, kecermatan, hepful
dan friendly, responsif, proaktif, profesionalitas,
kapabel dan cakap (Imron, 2007). Terkait dengan
waktu, perilaku berikut haruslah dapat ditunjukkan,
yaitu:
1. SDM sekolah memahami ketepatan waktu
sangat penting diperhatikan dalam memberikan
layanan kepada customer.
2. SDM sekolah mengetahui target waktu yang
diperlukan untuk memberikan layanan kepada
customer.
3. SDM sekolah selalu mengusahakan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
108 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
memberikan layanan kepada customer lebih
cepat dari batasan waktu yang ditetapkan.
4. SDM sekolah, jika dirasakan perlu, meluangkan
waktu melebihi dari waktu yang ditetapkan
dalam memberikan layanan administrasi kepada
customer.
Terkait dengan relevansi layanan, perilaku berikut
haruslah dapat ditunjukkan:
1. SDM sekolah dapat memposisikan diri sesuai
dengan TUPOKSI dalam memberikan layanan
kepada customer.
2. SDM sekolah menyadari keterkaitan TUPOKSI
dengan keseluruhan layanan administrasi di
dalam maupun di luar unit kerja.
3. SDM sekolah memahami dan mampu
mempraktikkan TUPOKSI-nya dalam rangka
pemberian layanan administrasi kepada
customer.
4. SDM sekolah mendahulukan kepentingan
customers, sehingga mereka merasakan
kepuasan dari layanan yang diterimanya.
Agar tenaga administrasi bisa cermat dalam
memberikan pelayanan, perilaku berikut haruslah
memainkan peranan sebagai berikut:
1. SDM sekolah memahami langkah-langkah
kerja yang harus dilalui sebelum memberikan
layanan.
2. SDM sekolah menggunakan peralatan bantu
untuk kecepatan dan ketepatan proses dalam
memberikan layanan kepada customer.
3. SDM sekolah berupaya melakukan check and
recheck atas hasil layanan yang diberikan
kepada customer.
4. SDM sekolah memiliki sense perfective atas
segala layanan yang dilakukannya.
5. SDM sekolah memiliki inisiatif untuk melakukan
upaya pencegahan terhadap kesalahan/
kelemahan/hambatan layanan kepada
customer.
SDM sekolah sepatutnya juga hepful dan friendly.
Oleh karena itu, perilaku demikian akan ditunjukkan
manakala:
1. SDM sekolah menyadari, bahwa keberadaan
dirinya sangat banyak ditentukan oleh
keberadaan customer-nya.
2. SDM sekolah menyadari, bahwa tanpa ada
customer, sesungguhnya dirinya tidak akan
punya fungsi dan peran apapun dalam lingkup
pekerjaannya.
3. SDM sekolah menyadari, bahwa customer
adalah segalanya, karena itu ia senantiasa
berpikir bahwa keberadaaan dirinya adalah
untuk membantu mereka.
4. SDM sekolah merasa bangga dan senang, jika
persoalan yang dimiliki oleh customer sedikit
banyak telah terpecahkan melalui bantuan dan
pekerjaan yang ia lakukan.
5. SDM sekolah menyadari, bahwa yang menjadi
pelayan adalah dirinya, karena itu ia tidak
pernah berpikir bahwa customer-lah yang harus
melayani dirinya.
6. Ketika memberikan layanan, SDM sekolah
melakukannya dengan sungguh-sungguh.
7. Dalam memberikan layanan, SDM sekolah
melakukannya dengan senang hati.
8. Dalam memberikan layanan, SDM
sekolah menunjukkan wajah yang ramah,
menyenangkan, smile, tidak sangar.
109www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
9. Dalam memberikan pelayanan, tenaga
administrasi sekolah memperlakukan pihak
yang dilayani sebagai customer (pelanggan).
10. Jika SDM sekolah mempunyai persoalan
(pribadi, sosial, pekerjaan), tidak dibawanya
ke tempat kerja, apa lagi sampai berpengaruh
terhadap cara memberikan layanan kepada
customer-nya.
Responsiveness dan pro-aktif juga akan dapat
ditunjukkan, manakala:
1. SDM sekolah senantiasa berpikir dan berangan-
angan, kapan ia harus melayani customer-nya.
Bukan sebaliknya, kapan ia berhenti tidak
memberikan pelayanan kepada customer.
2. SDM sekolah menyadari, bahwa pekerjaan
melayani customer adalah tanggungjawab
dirinya sepenuhnya. Karena itu, ketika
memberikan pelayanan tidak menunggu
perintah dari atasannya.
3. SDM sekolah senantiasa berpikir, bahwa yang
harus ia utamakan dalam memberikan layanan
adalah customer. Karena itu, ia selalu berusaha
untuk mengutamakan kepentingan customer
dalam setiap memberikan pelayanan.
4. SDM sekolah berusaha agar customer yang
dilayani tidak usah menunggu lama untuk
mendapatkan pelayanan dari dirinya.
5. Ketika ada customer yang kebingungan
saat berproses mendapatkan pelayanan,
SDM sekolah menawarkan bantuan, dengan
menanyakan: apa yang dapat saya bantu?
SDM sekolah senantiasa berpikir dan berusaha
bagaimana agar customer menjadi mudah dalam
urusannya, dan bukan sebaliknya, bagaimana agar
mereka mendapatkan kesukaran.
7. SDM sekolah berusaha agar persoalan yang
dihadapi oleh klien terkait layanan yang ia
dapatkan, secepatnya dapat dituntaskan.
8. SDM sekolah berusaha untuk mengetahui
alur kerja sejawatnya, agar ketika sejawatnya
berhalangan, ia akan dapat menggantikan dalam
memberikan pelayanan.
9. Ketika customer tidak mengerti cara mengakses
pelayanan, SDM sekolah berusaha secepatnya
untuk memberikan bantuan, tanpa terus
menunggu perintah dari atasan langsungnya.
10. Ketika ia punya persoalan dan kesulitan dalam
setiap memberikan pelayanan, ia tanya kepada
atasannya atau sejawatnya, dan tidak justru
menunggu kapan sejawat dan atasannya
bertanya kepada dirinya.
Profesionalitas, kapabilitas dan kecakapan juga
akan dapat ditunjukkan, manakala:
1. SDM sekolah menyusun schedule secara
pribadi untuk penyelesaian pekerjaannya,
sehingga seluruh pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya, benar-benar terencana
(by design).
2. Tenaga administrasi sekolah memahami
prosedur dan alur kerja beserta dengan jiwa
yang dikandung oleh prosedur dan alur kerja
tersebut.
3. Dalam setiap memberikan pelayanan kepada
customer, SDM sekolah senantiasa berpedoman
kepada alur kerja yang telah ditetapkan oleh
atasannya.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
110 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
4. Dalam setiap memberikan pelayanan, SDM
sekolah selalu mencari cara-cara yang tercepat,
tertepat dan terakurat, tanpa keluar dari koridor
dan jiwa prosedur yang telah ditetapkan.
5. Dalam melaksanakan setiap pekerjaannya,
SDM sekolah bertindak tenang dan tidak panik
meskipun ketika berada dalam tekanan.
6. Dalam menyelesaikan pekerjaan, SDM sekolah
mengutamakan ketuntatasan pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya, dan tidak semata-
mata mengacu kepada waktu dan jam kerja.
7. Terhadap berbagai persoalan terkait dengan
pekerjaannya, tenaga administrasisekolah
selalu mencari alternatif solusi yang terbaik,
tanpa harus melanggar koridor aturan dan
prosedur beserta dengan jiwa yang dikandung
oleh aturan dna prosedur tersebut.
8. Terhadap pekerjaan yang harus ia selesaikan,
SDM sekolah tidak menunda-nunda
(menggampangkan), karena jika menumpuk,
akan memperendah mutu pelayanan yang dapat
ia berikan.
9. Ketika ada sejawat yang mengalami masalah
terkait dengan pekerjaannya, SDM sekolah
akan membantu memecahkannya, sehingga
pekerjaan sejawatnya tidak terbengkelai, dan
bisa memuaskan customernya.
10. SDM sekolah selalu berusaha melakukan
perbaikan terus menerus mutu pelayanan
(kaizen) yang ia berikan sehingga kepuasan
customer-nya makin lama makin meningkat.
F. TANTANGAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
Sebagai institusi yang banyak memberikan
pelayanan publik, sekolah seharusnya mendapat
dukungan dari publik yang dilayani. Jika tidak,
maka sekolah sebagai institusi yang memberikan
pelayanan kepada publik akan mengalami
kepayahan dan bahkan kelumpuhan. Oleh karena
itu, kepala sekolah beserta dengan tenaga pendidik
di sekolah hendaknya berusaha mendapatkan
dukungan dari publik yang dilayani. Dukungan
tersebut, dimulai dari penyusunan program,
pelaksanaan program, dan bahkan sampai ke aspek
pembiayaan pelayanan programnya.
Di era otonomi daerah, sekolah telah mendapatkan
dana dari pemerintah yang disebut dengan dana
operasional sekolah (BOS). Dalam realitas, BOS
tersebut belum bisa mencukupi semua kegiatan
operasional sekolah. Sekolah juga tidak boleh
menggunakan dana BOS tersebut sesuai dengan
kebutuhan riilnya. Penggunaan dana BOS haruslah
sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Dari pengalaman selama proses pendampingan
MBS, banyak sekolah yang masih belum dapat
mencukupi kebutuhan operasionalnya jika hanya
mengandalkan BOS. Dana BOS, dengan jumlah
yang tidak mencukupi tersebut, juga masih sering
behadapan dengan tantang yang lebih berat,
ialah tidak selalu bisa cair tepat waktu atau sering
mengalami keterlambatan. Oleh karena itu, sekolah-
sekolah yang didampingi dalam menerapkan MBS
seringkali mengeluhkan aspek pendanaan ini,
111www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
karena banyak pemerintah daerah yang melarang
menggali partisipasi masyakata dalam penggalian
dana.Berkenaan dengan hal tersebut, maka turunlah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2012 tentang
pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada
satuan Pendidikan Dasar. Meskipun beberapa
pemerintah daerah juga ada yang menolak
Peraturan Menteri tersebut, karena “sekolah gratis”
sudah terlanjur menjadi janji elit politik daerah yang
sedang berkuasa. Adapun isi Peraturan Mendikbud
tersebut antara adalah sebagai berikut:
1.Pungutan adalah penerimaan biaya
pendidikan baik berupa uang dan/atau
barang/jasa pada satuan pendidikan dasar
yang berasal dari peserta didik atau
orangtua/wali secara langsung yang bersifat
wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka
waktu pemungutannya ditentukan oleh
satuan pendidikan dasar.
2.Sumbangan adalah penerimaan
biayapendidikan baik berupa uang dan/atau
barang/jasa yang diberikan oleh peserta
didik, orangtua/wali, perseorangan atau
lembaga lainnya kepada satuan pendidikan
dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa,
tidak mengikat, dan tidak ditentukan
oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah
maupun jangka waktu pemberiannya.
3.Pendanaan pendidikan adalah penyediaan
sumberdaya keuangan yang diperlukan untuk
pengelolaan satuan pendidikan dasar.
4. Biaya pendidikan adalah sumber daya keuangan
yang disediakan dan/atau diperlukan untuk biaya
satuan pendidikan, biaya penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan, serta biaya pribadi
peserta didik sesuai peraturan perundang-
undangan.
Sumber anggaran pendidikan di sekolah bisa
berasal dari:
1. Anggaran pendapatan dan belanja daerah;
2. Sumbangan dari peserta didik atau orang tua/
walinya;
3. Sumbangan dari pemangku kepentingan
pendidikan dasar di luar peserta didik atau orang-
tua/walinya;
4. Bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat;
5. Bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
6. Sumber lain yang sah.
Pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan
dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1.Didasarkan pada perencanaan investasi dan/
atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam
rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta
anggaran tahunan yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan;
2.Perencanaan investasi dan/atau operasi
sebagaimana dimaksud pada huruf a
diumumkan secara transparan kepada
pemangku kepentingan satuan pendidikan
terutama orang tua/wali peserta didik, komite
sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan
dasar;
3.Dimusyawarahkan melalui rapat komite sekolah;
dan
4.Dana yang diperoleh dibukukan secara khusus
oleh satuan pendidikan dasar terpisah dari
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
112 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
dana yang diterima dari penyelenggara satuan
pendidikan dasar dan disimpan dalam rekening
atas nama satuan pendidikan dasar.
G. BEBERAPA CONTOH PENERAPAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH MITRA KINERJA
Selama pendampingan teknis Program KINERJA di
sekolah mitra di 4 propinsi wilayah kerja KINERJA
antara lain adalah:
1. Sekolah memberikan ruang partisipasi
masyarakat yang lebih luas, meningkatkan
transparansidanresponsibilitassekolah
antara lain melalui:
a. Pelaksanaan survei pengaduan, dimana
kuisioner survei disusun secara partisipatif
oleh multi stakeholder pendidikan dan
kuisioner diisi oleh siswa dan orangtua
siswa;
b. Hasil survei pengaduan yang telah
dikonfirmasikebenarannyadipublikasikan
di papan publikasi sekolah, sehingga dapat
diketahui oleh seluruh stakeholder sekolah/
publik;
c. Bersama forum multi stakeholder sekolah,
merespon hasil survei pengaduan,
selanjutnya mendiskusikan dan menyusun
Janji Perbaikan Pelayanan guna perbaikan
pelayanan sekolah;
d. Janji perbaikan pelayanan dipublikasikan di
papan publikasi sekolah, sehingga publik
memahami upaya dan langkah yang akan
dilaksanakan sekolah dalam merespon
pengaduan yang masuk;
e. Forum multi stakeholder ikut memonitor
realisasi Janji Perbaikan Pelayanan Sekolah.
2. Meningkatkan partisipasi multi pihak dalam
meningkatkan pelayanan sekolah melalui:
a. Komite sekolah bersama orangtua ikut
berperan aktif dalam mendukung perbaikan
pelayanan dengan pengelolaan kantin
sehat, pengelolaan lahan kering untuk
kebun sekolah, kegiatan-kegiatan ekstra
kurikuler lainnya;
b. Pihak Pemerintah dan SKPD terkait
memberikan perhatian dan dukungan
terhadap usulan peningkatan pelayanan
sekolah yang disampaikan dalam
Rekomendasi Peningkatan Pelayanan
sebagai respon terhadap hasil survei
pengaduan;
c. Siswa, guru dan karyawan sekolah ikut
bertanggung jawab terhadap kondisi sekolah.
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
sekolah, antara lain melalui:
a. Publikasi perencanaan dan penganggaran
sekolah di papan publikasi sekolah;
b. Publikasi laporan keuangan sekolah
termasuk penggunaan dana BOS di papan
publikasi sekolah;
c. Publikasi tata tertib siswa, guru dan kepala
sekolah, sehingga seluruh stakeholder
sekolah saling memahami tata tertib yang
berlaku.
113www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
4. Meningkatkan kejelasan pelayanan, informasi,
aksesibilitas dan pemerataan pelayanan bagi
seluruh siswa, antara lain melalui:
a. Adanya SOP (standard operasional
prosedur) untuk beberapa proses penting,
misalnya SOP Penerimaan Siswa Baru,
SOP Perpustakaan;
b. Adanya informasi pelayanan yang jelas
bagi siswa, misalnya hari dan jam pelayanan
perpustakaan, penggunaan lab komputer,
konseling siswa, pelayanan kesehatan siswa
(pemeriksaan gigi, mata);
c. Publikasi kalender akademik sekolah di
papan publikasi, agar menjadi perhatian
bersama dan siswa mendapatkan dukungan
khususnya di masa-masa ulangan semester
dan kenaikan kelas;
d. Publikasi nama dan nomer HP guru, untuk
memberikan kemudahan orangtua dalam
berkomunikasi dengan guru kelas;
e. Publikasi siswa berprestasi agar
memberikan penghargaan bagi yang
bersangkutan serta memotiviasi bagi siswa
lainnya.
5. Kesetaraan gender dalam pelayanan di sekolah,
antara lain melalui:
a. Penyediaan toilet siswa dan guru yang
dibedakan untuk laki-laki dan perempuan;
b. Penyediaan pembalut atau keperluan
khusus lainnya di ruang UKS;
c. Pemilihan komite sekolah yang
memperhatikan pula keterwakilan laki-laki
dan perempuan;
d. Memberikan ruang bagi para ibu menyusui
yang menjemput anaknya di sekolah melalui
penyediaan pojok laktasi di sekolah.
6. Perubahan perilaku guru, kepala sekolah dan
karyawan sekolah, antara lain melalui:
a. Slogan senyum, sapa, salam yang
dipampangkan di ruang publik;
b. Siswa lebih memiliki keberanian dan
keaktifan untuk bertanya dan berdiskusi
kepada guru;
c. Keteladanan perilaku akan mendapat
perhatian lebih, karena siswa dan orangtua
akan melihat dan berhak memberikan
pengaduan.
7. Sarana dan prasarana pendukung pelayanan
publik yang lebih baik antara lain:
a. Tersedianya washtafel untuk sarana cuci
tangan siswa yang memadai;
b. Tersedianya tempat parkir yang aman;
c. Ruang kelas dan halaman sekolah yang
lebih baik dan nyaman;
d. Peningkatan penghijauan sekolah, dengan
peran aktif siswa;
e. Ketersediaan buku yang memadai, fasilitas
belajar mengajar yang lebih baik.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
114 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
PRINSIP LAYANAN PUBLIK
Berdayakan masyarakat
Buka ruang partisipasi publik
Optimalkan pelayanan publik
Ubah gaya kerja personel
KONDISI RIIL PELAYANAN PUBLIK
- kurang responsif- kurang informatif- kurang accsessible- inefisien
- kurang koordinasi- terlalu birokratis - mengabaikan kritik
115www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
BIROKRASI YANG LEBIH SIBUK DENGAN
URUSAN INTERNAL
PERGESERAN PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK
BIROKRASI YANG BERORIENTASI PADA
PELANGGAN SEKOLAH
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
117www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
55Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
118 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
..... agar peserta menguasai
peningkatan peran serta masyakarat dan stakeholder
.....
MODUL 5
A. PENDAHULUAN
Salah satu esensi regulasi tentang desentralisasi
dan otonomi daerah bidang pendidikan adalah
pemberian wewenang, peluang dan keleluasaan
yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
daerah dan masyarakat untuk mengatur dan
menyelenggarakan urusan wajib bidang pendidikan.
Disamping melaksanakan kewenangan bidang
pendidikan atas prakarsa sendiri sesuai dengan
kepentingan masyarakat dan potensi daerah
setempat.
Dalam perspektif teoritik, desentralisasi
dan demokratisasi pengelolaan pendidikan
mengamanatkan penerapan prinsip-prinsip
tranparansi, akuntabilitas dan partisipasi (TAP)
dalam setiap pengelolaan bidang pendidikan.
Berarti, dalam perencanaan, pelaksaksanaan
dan pengendalian setiap bidang pendidikan
harus memberikan peluang, kesempatan dan
BAHAN BACAAN: PERAN SERTA MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER DALAM PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
119www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
B. MAKNA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk
kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam
suatu kegiatan. Partisipasi adalah keterlibatan
mental,emosionaldanfisikorang-orangdalam
suatu kelompok yang mendorong mereka untuk
memberikan kontribusikepada tujuan kelompokdan
berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan
itu.Partisipasi dapat dikategorikan menjadi (1)
partisipasi bebas (spontan dan akibat penyuluhan),
dan (2) partisipasi paksaan sebagai konsekuensi
dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan
setempat.
Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama
dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang
mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan
segenap kemampuannya. Ada beberapa
kualifikasipartisipasiyaitupositif,kreatif,kritis-
korektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi
dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha
bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan
seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya
cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif
manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji
suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan
atau kesalahan dan memberikan alternatif yang
lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan
dengan memperhitungkan realitas yang ada.
akses kepada semua pihak (multi stakeholder)
untuk mengetahui informasi; melakukan audit,
bertanya, dan menggugat pertanggungjawaban;
terlibat secara aktif, berkontribusi, melakukan
pengawasan dan memanfaatkan hasil pendidikan.
Selain memenuhi tuntutan proses desentralisasi
dan demokratisasi, keharusan untuk menerapkan
prinsip-prinsip TAP juga terkait dengan reformasi
pelaksanaan berbagai proyek/program pendidikan
terdahulu yang hampir menjadi mitos, ialah
ketika habis proyek, maka habis pula kegiatan.
Dengan penerapan prinsip TPA diharapkan dapat
menjamin sustainabelitas program pembangunan
bidang pendidikan.
Dalam rangka penerapan prinsip-prinsip TAP,
diperlukanupayaidentifikasi,penetapandan
pelibatan stakeholder bidang pendidikan, agar
terdapat keperpihakan yang bermutu dan nyata
serta menjadi suatu gerakan bersama (collective
action) yang mendukung pengelolaan program
pendidikan.
Jumlah, ragam kepentingan dan pengaruh
stakeholder dalam pembangunan pendidikan
cukup tinggi. Oleh karena itu, tidaklah mudah untuk
melakukan penetapan dan pelibatan stakeholder
dalam sebuah program. Diperlukan cara-cara
yang tepat sehingga penetapan dan pelibatannya
memenuhi persyaratan teknis dan politis, disamping
pemahaman kearifan lokal yang selama ini dijunjung
tinggi oleh masyarakat pada tingkatan lokal.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
120 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Partisipasi adalah suatu term yang menunjuk
kepada adanya keikutsertaan secara nyata dalam
suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam
kebijaksanaan pendidikan adalah keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan gagasan, kritik
membangun, dukungan dan pelaksanaan
kebijaksanaan pendidikan.
Partisipasi berarti turut serta dalam suatu kegiatan.
Partisipasi adalah keterlibatan mental, emosional
danfisikorang-orangdalamsuatukelompok
yang mendorong mereka untuk memberikan
kontribusikepada tujuan kelompokdan berbagai
tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu
( Davis, 1990). Partisipasi dapat dikategorikan
menjadi (1) partisipasi bebas (spontan dan akibat
penyuluhan), dan (2) partisipasi paksaan sebagai
konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan
kebiasaan setempat (Duseldorps, 1981).
Partisipasi juga terkait dengan adanya kerjasama
dengan banyak pihak. Dalam kerjasama itu orang
mengaktualisasikan diri dengan merealisasikan
segenap kemampuannya. Ada beberapa
kualifikasipartisipasiyaitupositif,kreatif,kritis-
korektif-konstruktif, dan realistis. Suatu partisipasi
dinyatakan positif jika mendukung kelancaran usaha
bersama guna mencapai tujuan yang diinginkan.
Suatu partisipasi dinyatakan keatif jika keterlibatan
seseorang selalu dilandasi oleh adanya daya
cipta. Partisipasi dikatakan kritis-korektif-konstruktif
manakala keikutsertaan dilakukan dengan mengkaji
suatu bentuk kegiatan, menunjukkan kekurangan
atau kesalahan dan memberikan alternatif yang
lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Partisipasi dinyatakan realistis manakala keterlibatan
dengan memperhitungkan realitas yang ada.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
termasuk pembangunan pendidikan, terdiri
atas: (1) partisipasi buah pikiran, (2) partisipasi
keterampilan, (3) partisipasi tenaga, (4) partisipasi
harta benda, dan (5) partisipasi uang (Hamijoyo,
1977). Partisipasi dalam pembangunan pendidikan
meliputi partisipasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dalam suatu program
pendidikan. Strategi untuk meningkatkan partisipasi
dapat dilakukan dengan (1) membuat rancangan
kebijakan, (2) menginformasikan rancangan itu ke
masyarakat yang akan terlibat, (3) mengumpulkan
tanggapan masyarakat tentang isi rancangan
kebijakan, (4) memadukan pendapat masyarakat
dengan rancangan kebijakan, (5) membuat
kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan
(Sewel, 1977).
Dalam sistem pemerintahan yang 'top down'
partisipasi masyarakat dalam kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang dibuat dan diimplementasikan
tidak begitu dipermasalahkan; tetapi pada sistem
pemerintahan yang 'bottom up', tingginya partisipasi
masyarakat dalam implementasi kebijaksanaan,
dapat dijadikan sebagai indikasi sukses tidaknya
kebijaksanaan.
Muhadjir (1982) menggolongkan partisipasi
masyarakat ke dalam tipologinya, yakni partisipasi
kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi
kuantitatif menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan
terhadap implementasi kebijaksanaan, sementara
partisipasi kualitatif menunjuk pada tingkat dan
derajatnya.
121www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Koentjoroningrat (1982) menggolongkan partisipasi
masyarakat berdasaran posisi individu dalam
kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat
dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus;
kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai
individu dalam aktivitas bersama pembangunan.
Miftah Thoha (1984) menggolongkan partisipasi
masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu: (1)
partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan
serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya,
(2) partisipasi mobilisasi, (3) partisipasi seremoni.
Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari
cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit,
partisipasi secara luas dan partisipasi yang
merupakan lawan dari kegiatan politik (Kompas,
10 Desember 1983). Secara luas, partisipasi
dapat diartikan sebagai demokratisasi politik:
masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan
perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan
atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi
dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat
dalam keseluruhan proses perubahan dan
pengembangan masyarakat sesuai dengan
arti pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari
kegiatan politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai
golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda
kepentingannya dididik mengajukan secara rasional
keinginannya dan menerima suka rela keputusan
pembangunan.
Setelah kebijaksanaan pendidikan yang digulirkan
oleh pembuat dan pelaksana kebijaksanaan,
umumnya mendapat respons dari masyarakat.
Meskipun mungkin suatu kebijaksanaan tidak
didukung oleh sebagian masyarakat tetapi haruslah
disadari bahwa sebagian masyarakat yang
lainnya pasti ada yang mendukung. Heterogenitas
masyarakat memungkinkan hal tersebut. Pasti
ada di antara lapisan masyarakat yang mau
berpartisipasi dalam kebijaksanaan yang dibuat,
seberapapun partisipasinya dan sekadar apapun
partisipasinya. Meskipun mungkin pembuat
dan pelaksana kebijaksanaan tersebut tidak
mengupayakan sama sekali partisipasi masyarakat.
C. STAKEHOLDER SEKOLAH
Stakeholder adalah berbagai pihak yang
berkepentingan dan atau terkena dampak suatu
proyek/program. Stakeholder bidang pendidikan
adalah berbagai pihak yang berkepentingan
dan atau terkena dampak suatu proyek/program
pendidikan. Stakeholder dalam pembentukan perda
pendidikan adalah pihak-pihak yang berkepentingan
dan atau terkena dampak keberadaan dan
implementasi perda pendidikan. Oleh karena itu,
informasi dan peran aktif multi stakeholder sangat
diperlukan, termasuk dalam penerapan fungsi
kontrol atas pelaksanaan perda bidang pendidikan.
Identifikasistakeholder bidang pendidikan
adalah proses menemu-kenali pihak-pihak yang
berkepentingan dan atau terkena dampak program
pendidikan, serta pemahaman dan kepedulian
mereka terhadap program-program partisipatif,
termasuk dalam proses pembuatan perda
pendidikan.
Sementara itu, analisis stakeholder adalah proses
pemberian kategori (categorizing)stakeholder
yang mempunyai kepentingan dan pengaruh
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
122 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
tinggi serta menetapkan tingkat kesesuaian peran
yang diperlukan dalam proses pembuatan dan
pelaksanaan Perda pendidikan.
Secaraumumidentifikasidananalisisstakeholeder
ini bertujuan menemukan, memetakan dan
merekomendasikan stakeholder yang tepat untuk
dilibatkan secara aktif dalam proses pembentukan
perda pendidikan. Adapun secara khusus bertujuan:
(1) menemukenali stakeholder yang mempunyai
relevansi dengan proses pembentukan perda
pendidikan, (2) mengetahui peran stakeholder utama
dalam pengelolaan pembangunan pendidikan, (3)
mengetahui pengaruh dan kepentingan stakeholder
utama dalam pengelolaan pembangunan partisipatif
bidang pendidikan, (4) mengetahui pengalaman
stakeholder utama dalam mengupayakan
pengelolaan pembangunan pendidikan yang seusai
dengan nilai-nilai TAP, dan (5) merekomendasikan
stakeholder utama yang tepat untuk dapat dilibatkan
secara aktif dalam pengelolaan pembangunan
pendidikan.
Hal-hal, baik nilai maupun proses yang harus
diterapkandalamidentifikasidananalisis
stakeholder, adalah: (1) keterlibatan yang
representatif; prinsip ini bermaksud untuk memberi
peluang kepada pihak-pihak di wilayah atau
komunitas tertentu untuk berperan serta dalam
pengelolaan program pendidikan, (2) relevan;
prinsip ini bermaksud untuk melakukan seleksi
para pihak terlibat yang benar-benar tepat
dengan mempertimbangkan pengalaman dan
kompetensinya di bidang pendidikan, (3) kesetaraan
gender; dengan prinsip ini diharapkan akan terjadi
keseimbangan proporsi jumlah dan peran antara
laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan.
Sasaran yang dimaksudkan di sini adalah pihak-
pihak atau unsur berupa orang, baik individu
maupun kelompok, serta dokumen tertulis
yang berperan sebagai sumber informasi bagi
penyusunan perda pendidikan. Biasanya, memulai
analisis stakeholder dari sumber tertulis, seperti
laporan atas hasil pengelolaan proyek/program
sebelumnya maupun publikasi di media massa
berdasarkan sumber tertulis.
D. JENIS PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDER TERHADAP PELAYANAN PUBLIK DI SEKOLAH
Di negara yang menjunjung tinggi demokrasi
diyakini bahwa pemerintah dibuat dari, oleh dan
untuk rakyat. Kebijakan-kebijakan negaranya,
termasuk kebijakan pendidikannya, sebagai
bagian dari perangkat untuk menjalankan
pemerintahan di negara tersebut, juga berasal
dari, oleh dan untuk rakyat. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam kebijakan pendidikan, termasuk
di tingkat satuan pendidikan, sangatlah diperlukan
Selain alasan demokrasi, kebijakan pendidikan
tersebut secara kongkrit dimaksudkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
oleh rakyat di bidang pendidikan. Rakyat lebih
banyak tahu mengenai masalah mereka sendiri, dan
bahkan juga banyak mengetahui bagaimana cara
memecahkannya. Maka, keterlibatan dan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan,
sangatlah penting.
123www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Keikutsertaan masyarakat di tingkat satuan tidak
saja sekadar dipandang sebagai loyalitas rakyat
atas pemerintahnya, melainkan yang juga tak kalah
penting adalah bahwa kebijakan tersebut
hendaknya dianggap oleh masyarakat sebagai
miliknya. Dengan adanya perasaan memiliki
terhadap kebijakan-kebijakan, masyarakat
akan semakin banyak sumbangannya dalam
pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan, termasuk
kebijakan pendidikannya.
Agar partsipasi masyarakat dapat ditingkatkan,
selayaknya lembaga pendidikan melakukan
hubungan-hubungan sosial. Hubungan-hubungan
sosial ini harus dibangun, baik dengan tokoh-tokoh
masyakat maupun dengan mereka yang berada
pada posisi grass root. Lazimnya, ketika dengan
elit atau tokoh masyarakat sudah dapat dibangun,
maka hubungan dengan grass rootnya akan menjadi
lancar.
Hubungan sosial adalah hubungan yang dijalin oleh
suatu lembaga pendidikan dengan masyarakat.
Masyarakat di sini, bisa berupa masyarakat
yang terorganisir dan masyarakat yang tidak
terorganisir. Masyarakat yang terorganisir, juga
dapat dikategorikan terorganisir formal dan
terorganisir tidak formal. Sedangkan hubungan
sosial sendiri, bisa bersifat formal dan tidak formal.
Hubungan sosial juga bisa tertuju kepada tokoh
atau elit masyarakat, dan bisa juga langsung ke
masyarakat. Karena itu, saluran hubungan sosial
ini juga bisa menggunakan saluran formal dan bisa
menggunakan saluran tidak formal.
Sungguhpun demikian, pembuat dan pelaksana
kebijakan haruslah senantiasa berusaha agar
kebijakan yang digulirkan tadi, menerlibatkan
sebanyak mungkin partisipasi masyarakat, terutama
dalam hal mungkin partisipasi masyarakat, terutama
dalam hal pelaksanaannya. Inilah perlunya upaya
dan rekayasa.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Menawarkan sangsi atas masyarakat yang tidak
mau berpartisipasi. Sangsi demikian, dapat
berupa penghukuman, denda, dan kerugian-
kerugian yang harus diderita oleh si pelanggar;
2. Menawarkan hadiah kepada mereka yang
mau berpartisipasi. Tentu hadiah demikian,
berdasarkan kuantitas dan tingkatan atau
derajat partisipasinya;
3. Melakukan persuasi kepada masyarakat,
bahwa dengan keikutsertaan masyarakat dalam
kebijaksanaan yang dilakukan, justru akan
menguntungkan masyarakat sendiri, baik dalam
jangka pendek maupun janga panjang;
4. Menghimbau masyarakat untuk turut
berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan;
5. Menerkaitkan partisipasi masyarakat dengan
layanan birokrasi yang lebih baik;
6. Menggunakan tokoh-tokoh kunci masyarakat
yang mempunyai khalayak banyak untuk ikut
serta dalam kebijaksanaan, agar masyarakat
kebanyakan yang menjadi pengikutnya juga
sekaligus ikut serta dalam kebijaksanaan yang
diimplementasikan;
7. Mengaitkan keikutsertaan masyarakat
dalam implementasi kebijaksanaan dengan
kepentingan mereka. Masyarakat memang perlu
diyakinkan, bahwa ada banyak kepentingan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
124 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
mereka yang terlayani dengan baik, jika mereka
berpartisipasi dalam kebijaksanaan;
8. Menyadarkan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi terhadap kebijaksanaan
yang telah ditetapkan secara syah. Dan,
kebijaksanaan yang syah tersebut, adalah salah
satu dari wujud pelaksanaan dan perwujudan
aspirasi masyarakat.
Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat
enggan atau tidak mau berpartisipasi dalam
kebijaksanaan yang digulirkan. Penyebab-penyebab
tersebut adalah :
1. Jika kebijakan tersebut bertentangan
dengan tata nilai dan tata norma yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat.
2. Kurang mengikatnya kebijakan tersebut
kepada masyarakat. Ada kebijaksanaan
yang sangat mengikat kepada masyarakat
dan ada yang tidak begitu mengikat.
Kebijakan yang sangat mengikat umumnya
memberlakukan sanksi yang jelas bahkan
bisa menjadi penyebab yang menerima sangsi
dianggap mempunyai cacat sosial; sedangkan
kebijakan yang tidak demikian mengikat
umumnya tidak demikian dipatuhi dan tidak
menjadikan penyebab cacat sosial bagi
pelanggarnya.
3. Adanya ketidak-pastian hukum baik bagi mereka
yang berpartisipasi aktif maupun bagi mereka
yang tidak berpartisipasi.
4. Jika kebijakan tersebut terlalu ambisius dan
ideal, sehingga oleh masyarakat dianggap
tidak realistik. Hal demikian bisa menjadikan
penyebab masyarakat enggan berpartisipasi,
karena mereka tidak yakin bahwa partisipasi
mereka akan membawa hasil.
5. Adanya anggota masyarakat yang memang
sengaja tidak berpartisipasi disebabkan alasan-
alasan untuk mencari untung secara cepat.
Padahal, keuntungan tersebut baru didapat,
jika ia melanggar ketentuan yang berlaku dalam
kebijaksanaan. Anggota masyarakat demikian
cenderung tidak mau berpartisipasi dalam
kebijaksanaan yang digulirkan.
6. Rumusan kebijakan tidak jelas dan
mungkin antara rumusan satunya dengan yang
lain kelihatan bertentangan. Ini menyebabkan
masyarakat enggan untuk berpartisipasi,
lebih-lebih partisipasi aktif yang dilandasi oleh
kesadaran yang dalam.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
termasuk pembangunan pendidikan, terdiri
atas: (1) partisipasi buah pikiran, (2) partisipasi
keterampilan, (3) partisipasi tenaga, (4) partisipasi
harta benda, dan (5) partisipasi uang. Partisipasi
dalam pembangunan pendidikan meliputi partisipasi
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dalam suatu program pendidikan. Strategi
untuk meningkatkan partisipasi dapat dilakukan
dengan (1) membuat rancangan kebijakan, (2)
menginformasikan rancangan itu ke masyarakat
yang akan terlibat, (3) mengumpulkan tanggapan
masyarakat tentang isi rancangan kebijakan,
(4) memadukan pendapat masyarakat dengan
rancangan kebijakan, (5) membuat kebijakan baru
yang mengarah pada pelaksanaan.
Muhadjir, sebagaimana dikutip oleh Imron,
menggolongkan partisipasi masyarakat ke
125www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif
dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif
menunjuk kepada frekuensi keikutsertaan terhadap
implementasi kebijaksanaan, sementara partisipasi
kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya.
Koentjoroningrat (1982) menggolongkan partisipasi
masyarakat berdasaran posisi individu dalam
kelompoknya. Pertama, partisipasi masyarakat
dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus;
kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai
individu dalam aktivitas bersama pembangunan.
Miftah Thoha (1984) menggolongkan partisipasi
masyarakat ke dalam tiga golongan, yaitu : (1)
partisipasi mandiri yang merupakan usaha berperan
serta yang dilakukan secara mandiri oleh pelakunya,
(2) partisipasi mobilisasi, (3) partisipasi seremoni.
Partisipasi masyarakat juga dapat dilihat dari
cakupannya, yaitu partisipasi secara sempit,
partisipasi secara luas dan partisipasi yang
merupakan lawan dari kegiatan politik (Kompas,
10 Desember 1983). Secara luas, partisipasi
dapat diartikan sebagai demokratisasi politik :
masyarakat yang menentukan tujuan, strategi dan
perwakilannya dalam pelaksanaan kebijaksanaan
atau pembangunan. Secara sempit, partisipasi
dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat
dalam keseluruhan proses perubahan dan
pengembangan masyarakat sesuai dengan arti
pembangunan sendiri. Sebagai lawan dari kegiatan
politik. Partisipasi dapat diartikan sebagai :
golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda
kepentingannya dididik mengajukan secara rasional
keinginannya dan menerima suka rela keputusan
pembangunan.
E. KOMITESEKOLAH/MAJELIS MADRASAH
Era reformasi telah membawa perubahan mendasar
dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk di
dalam dunia pendidikan. Salah satu perubahan
mendasar yang sedang digulirkan saat ini adalah
manajemen negara, yaitu dari manajemen berbasis
terpusat menjadi manajemen berbasis daerah.
Perubahan manajemen ini diwujudkan dalam
pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Tujuan dikeluarkannya undang-undang tersebut
adalah untuk memberikan kewenangan yang luas,
nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dan
masyarakat sehingga memberi peluang kepada
daerah dan masyarakat agar leluasa mengatur
dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa
sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat
setempat dan potensi daerah. Konsekuensi logis
dari pemberlakuan undang-undang ini dalam dunia
pendidikan adalah bahwa manajemen pendidikan
harus disesuaikan dengan jiwa dan semangat
otonomi, karena itu manajemen pendidikan berbasis
terpusat yang selama ini telah dipraktikkan perlu
diubah menjadi berbasis sekolah.
Konsep mendasar penyelenggaraan pendidikan
dalam era otonomi daerah adalah menjalankan
konsep desentralisasi pendidikan. Desentralisasi
pendidikan adalah penyerahan wewenang
penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat,
sehingga pola Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan andalan bagi implementasi
desentralisasi pendidikan. Penerapan MBS memiliki
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
126 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan
masyarakat merupakan bagian kehidupannya. MBS
merupakan model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung warga sekolah untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan pada kebijakan
pendidikan nasional (Umaedi, 1999).
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan
dukungan dari masyarakat. Menurut penjelasan
umum Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Dari hal ini tersurat
bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak hanya
menjadi tanggung jawab sepenuhnya pada
pihak sekolah, namun orang tua dan masyarakat
berperan pula dalam memajukan dunia pendidikan.
Keikutsertaan masyarakat/orangtua siswa perlu
disalurkan secara terorganisasi/kelembagaan.
Lembaga tersebut adalah Dewan Pendidikan yang
berkedudukan di kabupaten/kota dan Komite Sekolah
atau Majelis Madrasah di tingkat satuan pendidikan.
Pembentukan lembaga ini berdasarkan pada
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002 tentang pembentukan Dewan
Sekolah dan Komite Sekolah. Lembaga ini
memiliki fungsi antara lain: (1) mewadahi dan
meningkatkan partisipasi para stakeholders
pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta
merumuskan, menetapkan, melaksanakan dan
memantau pelaksanaan kebijakan sekolah dan
pertanggungjawaban pelayanan pendidikan yang
berkualitas secara proposional dan terbuka, (2)
mewadahi partisipasi para stakeholders untuk turut
serta dalam manjemen sekolah sesuai dengan peran
dan fungsinya, berkenaan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi program sekolah secara
proposional, (3) mewadahi partisipasi masyarakat,
baik individu maupun kelompok sukarela (pemerhati
atau pakar pendidikan) yang perduli kepada
kualitas pendidikan, secara proposional dan
profesional selaras dengan kebutuhan sekolah, (4)
menjembatani dan turut serta memasyarakatkan
kebijakan sekolah kepada pihak-pihak yang
mempunyai keterkaitan dan kewenangan di tingkat
daerah (Suherli, 2001).
Komite sekolah berperan untuk mendorong
perhatian dan komitmen terhadap penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu, mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna
mendukung pada peningkatan mutu pendidikan
dan pemerataan pendidikan. Nama dari badan ini
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing satuan pendidikan seperti komite sekolah,
komite pendidikan, dewan sekolah, majelis sekolah,
majelis madrasah (Suherli, 2001). Pada jenjang
satuan madrasah, komite sekolah lebih dikenal
dengan sebutan Komite Madrasah atau ada pula
yang bernama Majelis Madrasah yang berdasar
pada Keputusan Direktorat Jenderal Binbaga Islam
Nomor E/101/2001 tentang pembentukan Majelis
Madrasah.
Penetapan Majelis Madrasah dapat menjadi
mitra bagi madrasah, majelis ini dapat berfungsi
127www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
sebagai penyalur partisipasi masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan dan sebagai
kekuatan kontrol masyarakat. Majelis Madrasah
sesuai dengan Kepmendiknas bertujuan untuk:
(1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan
prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan
operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan, (2) meningkatkan tanggungjawab dan
peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidika,. (3) menciptakan
suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan
demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan
pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan
(Kepmendiknas, 2002). Secara singkat tujuan adanya
Majelis Madrasah adalah membantu kelancaran
penyelenggaraan pendidikan di madrasah
dalam upaya ikut memelihara, menumbuhkan,
meningkatkan dan mengembangkan madrasah.
F. FORUM MULTI STAKEHOLDER SEKOLAH SEBAGAI WADAH DALAM PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam MBS
agar kegiatan-kegiatan yang akan dilakuakan
benar-benar realistis sesuai dengan kebutuhan,
serta sebagai upaya mendapatkan dukungan
dalam upaya pelaksanaannya. Forum Multi Stake
Holder adalah media untuk mempertemukan antar
pemangku kepentingan untuk merespon isu-isu
yang menjadi kepedulian bersama serta untuk
melakukan upaya mencapai tujuan bersama.
Anggotanya dari berbagai unsur kepentingan
dari masyarakat (individu dan atau kelompok),
eksekutif, legislatif, media, sektor bisnis, dan
lain-lain. Pertemuan, diskusi dan forum bersama
antar pemangku kepentingan menjadi penting untuk
mengembangkan proses dialogis dan membangun
kesadaran bersama serta melakukan aksi bersama.
Dalam konteks pelayanan publik, forum multi
stake holder ini merupakan proses dialogis antara
penyedia layanan dan pengguna layanan untuk
mencapai suatu pelayanan publik yang efektif,
efisien,danterjangkau.Apayangtelahdiupayakan
oleh pemerintah (selaku penyedia layanan publik)
serta apa yang terjadi dan diharapkan masyarakat
(selaku pengguna layanan) harus diupayakan
ada titik temu. Pertemuan dan forum juga akan
menjadi ajang untuk menyepakati apa saja yang
akan dilakukan oleh masing-masing pelaku/berbagi
peran dan tanggung jawab, berbagi informasi,
saling mendukung dalam upaya perbaikan bersama.
Forum Multi Stakeholder, tidaklah harus merupakan
pertemuan formal, loka karya atau bahkan
merupakan organisasi atau lembaga formal. Namun,
bisa juga merupakan forum-forum terbatas yang
informal. Pada tahapan lebih lanjut, Forum Multi
Stakeholder bisa saja didorong menjadi organisasi
atau lembaga formal jika memang diperlukan sesuai
dengan dinamika dan kebutuhan lokal.
Dalam konteks program Manajemen Berbasis
Sekolah, pemangku kepentingan adalah unsur-
unsur dari masyarakat, baik individu atau kelompok,
eksekutif, DPRD, media yang berkepentingan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
128 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
terhadap pelayanan pendidikan dasar, khususnya
terkait dengan Manajemen Berbasis Sekolah.
1. Alternatif Nama
Forum Multi Stakeholder dapat diberi nama
sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Di bawah
ini beberapa contoh alternatif nama yang bisa
digunakan, seperti misalnya
• GugusKerjaMBS
• JaringanPemantauPendidikanDasar
• AliansiMasyarakatuntukMBS
• Koalisiuntukpendidikandasarberkualitas
• ForumKerjaMBS
• ForumPeduliPendidikanDasar
Kinerja mendorong untuk menggunakan nama-nama
sesuai dengan dinamika dan kearifan lokal. Dengan
mempertimbangkan dinamika dan kearifan lokal ini
diharapkan akan memperkuat rasa memiliki diantara
para anggotanya serta dapat memberikan motivasi
untuk melakukan upaya untuk mencapai tujuan
bersama.
2. Pihak-Pihak yang Terkait
Kinerja telah mengembangkan dan memperkuat
Forum Multi Stakeholder di tingkat kabupaten/kota.
Secara umum pihak-pihak yang terakit dan dapat
dilibatkan dalam Forum Multi Stakeholder atau
pihak yang memiliki kepentingan adalah sebagai
berikut:
Di Tingkat Sekolah Di Tingkat Kabupaten/Kota
1. Komite sekolah
2. Tokoh pemerhati pendidikan
3. Kepala sekolah
4. Guru
5. Perwakilan siswa
6. Ormas terkait isu pendidikan dasar
7. Tokoh adat/daerah
8. Jurnalis
9. Anggota DPRD daerah pemilihan terkait
10. Kepala Desa
11. Orangtua murid
1. Perwakilan FMS tingkat sekolah
2. Dewan Pendidikan
3. LSM pendidikan
4. Tokoh pemerhati pendidikan
5. Akademisi terkait isu pendidikan dasar
6. Ormas terkait isu pendidikan dasar
7. Tokoh adat/agama/daerah
8. Jurnalis
9. Anggota DPRD komisi terkait
10. Bappeda
11. Dinas Pendidikan
12. PGRI
13. MKS
129www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
3. Peran Forum Multi Stakeholder dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Secara umum, peran Forum Multi Stakeholder
dalam program terkait dengan Manajemen Berbasis
Sekolah sebagai berikut:
Di Tingkat Sekolah Di Tingkat Kabupaten/Kota
1. Pusat informasi masyarakat tingkat unit layanan
2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat unit layanan
3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait isu di sekolah
4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yg telah ada
5. Menjadi alat pendidikan kritis warga/media pembelajaran (learning center) di tingkat unit layanan
6. Menjadi solidarity makers (warga dan forum-forum) di tingkat unit layanan
7. Memantau pelayanan di tingkat unit layanan 8. Pendamping masyarakat dalam program
pelayanan dan pemberdayaan
9. Memediasidanmeresolusikonflikditingkatunit layanan 10. Memberikan “penghargaan” terhadap pelayanan yang baik
1. Pusat informasi masyarakat tingkat kabupaten/kota
2. Memfasilitasi jaringan komunikasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kab/kota
3. Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan sekolah
4. Merevitalisasi institusi adat atau forum yang telah ada
5. Menjadi alat pendidikan kritis warga/media pembelajaran (learning center) di tingkat kab/kota
6. Menjadi solidarity makers (warga dan forum-forum) di tingkat kab/kota
7. Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga
8. Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan
9. Memediasidanmeresolusikonflikditingkatkab/kota
10. Menjadi pressure group – alat penyeimbang kekuasaan
11. Menorong adanya kompetisi positif dalam peningkatan layanan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
130 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
4. Hasil yang Diharapkan
Hasil dari program pengembangan dan penguatan
forum multi stakeholder terkait dengan Manajemen
Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut:
a. Berkembangnya forum multi stakeholder
untuk melakukan penyadaran masyarakat,
advokasi dan monitoring terhadap kebijakan dan
pelayanan terkait dengan Manajemen Berbasis
Sekolah;
b. Tersosialisasikannya peraturan terkait dalam
rangka mendukung perbaikan pelayanan
pendidikan dasar yang transparan, partisipatif
dan akuntabel;
c. Tersusunnya kertas posisi untuk kebijakan di
daerah tentang jaminan pelayanan pendidikan
dasar yang transparan, partisipatif dan
akuntabel;
d. Adanya kelompok warga yang secara regular
memonitor terhadap pelaksanaan kebijakan
tentang Manajemen Berbasis Sekolah.
F. INOVASI KINERJA DALAM PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Kinerja-USAID telah melakukan berbagai inovasi
dan terobosan terkait dengan peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelayanan pendidikan di
sekolah. Inovasi dan terobosan tersebut, dapat
menjadi lesson learn bagi sekolah yang lain,
sehingga dapat diadopsi untuk diterapkan di sekolah
sesuai dengan kearifan local masing-masing. Di
antara inovasi tersebut adalah; penanganan survei
pengaduan masyarakat, peran jurnalis warga, dan
dukungan stakeholder tingkat kabupaten kota.
1. Penanganan Survey Pengaduan Masyarakat
Di dalam kaitan mendukung inisiatif MBS,
KINERJA–USAID juga melaksanakan kegiatan
survei pengaduan, berdasarkan metode yang diatur
dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 13 Tahun
2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat.
Hasil analisa dari survei ini kemudian dipadukan
dengan dokumen rencana sekolah yang ada untuk
menyusun kebutuhan perbaikan layanan.
Bentuk atau rencana perbaikan layanan yang
penanganannya berada di bawah kewenangan
pihak sekolah, kemudian dimaklumatkan ke publik
agar dapat diketahui para pihak yang ada. Hampir
seluruh sekolah yang didampingi di Kalimantan
Barat telah melakukan maklumat janji layanan,
dimana terdapat beberapa sekolah yang telah mulai
menggunakan maklumat janji perbaikan layanan
tersebut sebagai amunisi untuk meningkatkan
partisipasi publik.
Di SD Negeri 05 Sekaruh, Kecamatan Teriak,
Kabupaten Bengkayang melakukan pembangunan
pagar sekolah. Pagar yang dibangun ini berbahan
baku kayu bulat, yang diperoleh atas kerjasama
siswa dan orangtuanya. Kayu diambil dari hutan
yang ada, dan kemudian dikumpulkan oleh
para siswa ke sekolah. “Pembangunan pagar
131www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
ini merupakan perwujudan janji layanan dan
rekomendasi yang dibuat sekolah melalui survei
pengaduan, “ ungkap Herkulanus Mundit, Kepala
Sekolah SD Negeri 05 Sekaruh. Sementara di
SDN 08 Poring, Kabupaten Melawi, sekolah juga
menyatakan penyediaan pagar sekolah merupakan
salah satu janji perbaikan sekolah tersebut. Setelah
melalui diskusi dan komunikasi yang baik dengan
orang tua dan komite sekolah, disepakati setiap
orang tua siswa wajib menyumbang 10 batako atau
setara dengan Rp.15.000, (lima belas ribu rupiah).
2. Peran Jurnalis Warga
Jurnalisme warga (bahasa Inggris: citizen
journalism) adalah kegiatan partisipasi aktif
yang dilakukan oleh masyarakat dalam kegiatan
pengumpulan, pelaporan, analisis serta
penyampaian informasi dan berita. Tipe jurnalisme
seperti ini akan menjadi paradigma dan tren
baru tentang bagaimana pembaca atau pemirsa
membentuk informasi dan berita pada masa
mendatang. Perkembangannya di Indonesia
dipicu ketika pada tahun 2004 terjadi tragedi
Tsunami di Aceh yang diliput sendiri oleh korban
tsunami. Terbukti berita langsung dari korban
dapat mengalahkan berita yang dibuat oleh jurnalis
professional(Wikipedia,2012).
KINERJA-USAID adalah program kerjasama
antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah
Amerika Serikat melalui USAID-Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja pelayanan
publik pada sektor pendidikan, kesehatan dan
perijinan usaha. Pendekatan dalam pelaksanaan
paket program KINERJA-USAID berfokus
pada perbaikan tata kelola Pemerintahan
(Governance), yang mendorong terwujudnya
penyampaian pelayanan publik yang lebih baik.
Salah satu unsur tata kelola pemerintahan
yang baik adalah terlaksananya prinsip-prinsip
keterbukaan, partisipasi serta akuntabilitas.
Dalam usaha untuk mendorong, mempromosikan
serta mendukung keterbukaan, partisipasi serta
akuntabilitas tersebut, maka KINERJA-USAID
mendorong bagaimana media berperan di dalam
upaya perbaikan pelayanan publik, melalui
mengangkat isu-isu kritis, peningkatan suara publik,
maupun perluasan konten media ke berbagai
platform media yang lain. Di samping itu yang
tidak kalah penting adalah kualitas konten media
itu sendiri melalui peningkatan kualitas jurnalistik,
produksi konten serta pertautan konten dengan
upaya-upaya advokasi yang dijalankan oleh USAID-
KINERJA di masing-masing sektor.
Media massa mampu menyebarluaskan gagasan
warga, sekaligus menenggelamkan aspirasi
warga dengan pemberitaan yang berkutat
pada aktivitas elit. Bukan rahasia lagi, selama
ini warga seringkali ditempatkan pada posisi
objek pemberitaan oleh media massa arus
utama. Akibatnya, hasil-hasil pemberitaan
media massa lebih mewakili cara pandang elit
dibanding cara pandang warga. Jurnalisme warga
muncul sebagai gerakan atau cara pandang
pewartaan baru yang menempatkan warga
sebagaisubjekdanobjekpemberitaan.Warga
bisa berperan dalam memproduksi berita, baik
berupa teks, foto, suara, dan gambar bergerak.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
132 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Lebih dari itu, pewartaan warga menggeser
perilaku dalam bermedia. Hasilnya, pembaca
mendapatkan informasi dari sudut pandang warga
sendiri.
Secaradefinitif,jurnalismewargaadalah
warga biasa yang menyebarluaskan informasi
di lingkungannya dengan memperhatikan kaidah-
kaidah dalam dunia pewartaan. Kegiatan jurnalisme
warga tetap mengacu pada tatacara dan prosedur
pewartaan yang diatur dalam Undang-undang
No.40/1999 tentang Pers. Dengan kata lain,
jurnalisme warga memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan jurnalisme umum di
depan hukum. Permasalahan utama dalam
jurnalisme warga adalah rendahnya kemampuan
para jurnalisnya. Pelatihan ini merupakan usaha
serius Kinerja bersama Puskakom untuk mendorong
kerja jurnalis warga ke arah yang lebih baik.
Pewartaan warga merupakan salah satu bentuk
nyata dari konsep deliberatif demokrasi yang
menempatkan warga dalam posisi penting dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Untuk itu, KINERJA USAID memandang penting
mendorong lahirnya jurnalis warga yang memiliki
peranlebihspesifikdidalammengangkatberbagai
isu-isu serta fenomena yang di dasarkan pada
fakta yang tidak selalu bersifat mainstream.
Pada banyak kasus yang terjadi di tanah air,
jurnalis warga saat ini telah banyak berkontribusi
untuk mendorong upayaupaya penegakan
kebenaran, penggalian fakta yang belum muncul
di dalam media mainstream ataupun membantu
mengangkat informasi-informasi penting dari
lapangan terkait upaya-upaya advokasi yang sedang
terjadi.Sebeluminitelahdiupayakanidentifikasi
calon jurnalis warga yang berasal dari berbagai latar
belakang, isu serta kepentingan. Ketertarikan dan
minatcalonjurnaliswargayangtelahdiidentifikasi
ini terhadap upaya-upaya yang tengah dilakukan
oleh KINERJA USAID ini perlu dijembatani dengan
berbagai peningkatan kapasitas, termasuk pelatihan
yang akan diselenggarakan.
3. Dukungan Stakeholder Tingkat Kabupaten Kota
MBS versi USAID-KINERJA dipraktekkan untuk
20 sekolah di Kota Probolinggo sejak Juni 2011
(Solekhan&Baiduri2012).20sekolahmitratersebut
dipilih dari daerah selatan Kota Probolinggo yang
terhitung sebagai daerah dengan kondisi pinggiran
dan terbelakang. Praktik MBS di Kota Probolinggo
diinisiasi untuk menjadi model agar bisa dijadikan
referensi dan inspirasi bagi daerah lain. Dorongan
replikasi dilakukan untuk bisa diimplementasikan di
daerah lain. Praktik ini sedianya akan dipromosikan
dalam pertemuan strategis pemerintah kabupaten/
kota di Jawa Timur.
MBS berorientasi pelayanan public menjadi judul
dari program MBS di Kota Probolinggo. USAID-
KINERJA bermitra dengan OMP terpilih bernama
LPKP (Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan
Pendidikan) untuk mengimplementasikan desain
program yang telah disusun sebelumnya. Secara
mendasar aktivitas program berlandaskan tujuan
133www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
untuk meningkatkan kualitas tata kelola sekolah
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dasar.
Implementasi MBS mendapat dukungan dari
kepala daerah dengan diterbitkannya SK
WalikotaNo.188.45/281/KEP/425.012/2011
tentang pembentukan Tim Teknis Pendampingan.
Selanjutnya berdasarkan dengan SK tersebut,
untuk memperjelas penunjukan tim pelaksana dan
sekolah dampingan selama proses implementasi
MBS, Kepala Dinas Pendidikan mengeluarkan surat
keputusan tentang pembentukan Pokja dan Surat
keputusan tentang pemilihan terhadap 20 sekolah
mitra MBS.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
134 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
KATEGORI PARTISIPASI
1. Partisipasi bebas (spontan dan akibat penyuluhan)
2. Partisipasi paksaan sebagai konsekuensi dari hukum, kondisi sosial ekonomi dan kebiasaan setempat.
1. Partisipasi buah pikiran.2. Partisipasi keterampilan.3. Partisipasi tenaga.4. Partisipasi harta benda, dan5. Partisipasi uang.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN
135www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
1. Membuat rancangan kebijakan,2. Menginformasikan rancangan itu ke masyarakat yang akan
terlibat,3. Mengumpulkan tanggapan masyarakat tentang isi rancangan
kebijakan,4. Memadukan pendapat masyarakat dengan rancangan
kebijakan,5. Membuat kebijakan baru yang mengarah pada pelaksanaan.
STRATEGI DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
136 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
137www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
66Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
138 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah
..... peserta
menguasai pengaduan masya-
rakat mengenai pelayanan publik
di sekolah.
MODUL 6 BAHAN BACAAN: SURVEI PENGADUAN UNTUK PERBAIKAN LAYANAN SEKOLAH
A. PENDAHULUAN
Sejalan dengan reformasi, otonomi sekolah melalui
MBS telah berlangsung sekitar limabelas tahun dan
berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan untuk
mencari model yang lebih efektif dalam mewujudkan
tata kelola sekolah yang baik. Di lingkungan sekolah
telah dilakukan sejumlah inisiatif untuk membentuk
tatakelola sekolah yang semakin memenuhi
tuntutan masyarakat. Pembentukan komite sekolah
merupakan salah satu inisiatif tersebut.
Tatakelola sekolah yang baik adalah konsep
pengelolaan sekolah yang menekankan pada
pelibatan unsur pemerintah, sekolah, dan
masyarakat secara proporsional sebagai tiga
pilar utama. Konsep ini merupakan dasar bahwa
siapa pun yang berperan dan peran apapun yang
dijalankan dalam penyelenggaraan sekolah dituntut
untuk lebih berorientasi ke pelayanan publik yang
semakin baik. Dengan kata lain, tidak ada tatakelola
sekolah yang dapat disebut lebih atau semakin baik
jika tidak ada bukti bahwa pelayanan publik semakin
baik dan semakin bermutu.
Penerapan prinsip tatakelola sekolah yang baik
tidak lagi dipandang sebagai keharusan karena ada
139www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
pengaduan, menyusun rencana tindak lanjut, dan
melaksanakan tindak lanjut hasil survei tersebut.
Ada beberapa peraturan perundangan yang secara
langsung dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan
tatakelola sekolah dan survei pengaduan, yakni:
a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
b. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 63/ KEP/M.PAN/7/2003
(memperbaiki keputusan sebelumnya) tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik.
c. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 26/ KEP/M.PAN/2/2004
tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.
d. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor PER/20/M.
PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Pelayanan Publik.
e. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik dengan Partisipasi Masyarakat.
Peraturan perundangan tersebut merupakan
kebijakan unit pelayanan publik di semua sektor,
termasuk sekolah. Kebijakan ini menjadi dasar
bagi sekolah untuk melakukan upaya nyata
dalam mereformasi pelayanannya. Berdasarkan
itu berbagai perubahan pendekatan, metode
desakan tetapi sudah ditempatkan sebagai suatu
kebutuhan untuk mempertahankan keberadaannya.
Tanpa penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang
baik setiap sekolah dipastikan akan terancam
keberadaan dan keberlanjutannya.
Di unit pelayanan publik seperti sekolah,
peningkatan kualitas pelayanan publik adalah titik
penting sebagai muara keseluruhan reformasi
pendidikan di Indonesia. Hal ini beralasan oleh
karena kualitas pelayanan yang diselenggarakan
oleh sekolah sampai saat ini masih sangat
memprihatinkan. Begitu banyak pengaduan
(keluhan) atau pernyataan ketidakpuasan
masyarakat terhadap kualitas pelayanan sekolah.
Karena itu, kinerja pelayanan publik menjadi titik
strategis di mana kepercayaan masyarakat secara
luas kepada sekolah dipertaruhkan.
Saat ini pengaduan masyarakat terhadap pelayanan
sekolah belum dikelola dengan baik sehingga
penanganan pengaduan tersebut menjadi tidak
sistematis,efisien,efektif,danbahkantidak
ditangani sama sekali. Akibatnya, pengaduan yang
sama berlangsung terus menerus dan karena tidak
ditindaklanjuti maka masyarakat menjadi bosan dan
bersikap apatis. Tatakelola dan pelayanan sekolah
menjadi tidak berkembang.
Salah satu tahapan awal dalam pengelolaan
pengaduan masyarakat adalah dengan
mengkoordinir pengaduan melalui survei
pengaduan. Selanjutnya berdasarkan hasil survei
tersebut dibuat indeks pengaduan masyarakat
(IPM) sesuai dengan jumlah masing-masing jenis
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
140 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
dan instrumen (alat bantu) untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik telah dikembangkan
dan digunakan. Salah satu instrumen tersebut
adalah Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM) yang
didasarkan pada hasil survei pengaduan.
B. PROSES SURVEI PENGADUAN
Survei pengaduan merupakan tahapan penting
dalam penanganan pengaduan masyarakat
terhadap pelayanan sekolah. Proses survei
pengaduan sudah diatur dalam Permenpan Nomor
13/2009 sebagai berikut:
1. Persiapan Survei Pengaduan Masyarakat
Dalam tahap persiapan ini masyarakat
sebagai pengguna pelayanan diminta untuk
berpartisipasi dalam perbaikan pelayanan yang
diselenggarakan oleh sekolah. Tujuan dari
surveiadalahuntukmengkonfirmasipernyataan
pengaduan yang ada di kuesioner kepada
sebanyak mungkin responden. Terkait dengan
persiapan survei, hal yang terpenting adalah
bahwa petugas survei siap untuk melaksanakan
survei dengan benar dan pengumuman tentang
pelaksanaan survei telah sampai kepada
seluruh pengguna pelayanan. Adapun langkah-
langkah persiapan yang harus dilaksanakan
adalah:
1.1. Penyiapan tim pelaksana survei
Kesiapan tim pelaksana survey merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi sebelum
survei. Tim ini terdiri dari pihak sekolah
(kepala sekolah, guru, dan staf administrasi)
dan masyarakat pengguna pelayanan yang
dapat diwakili oleh anggota komite sekolah.
Anggota tim ini nantinya akan bertindak
sebagai pengumpul data atau pewawancara
masyarakat pengguna pelayanan untuk
mengkonfirmasipernyataanpengaduan
yang ada di dalam kuesioner.
1.2. Penggandaan kuesioner
Langkah kedua terkait dengan persiapan
survei ini adalah penggandaan kuesioner.
Sebelum waktu pelaksanaan survei,
Tim pelaksana survei harus segera
menggandakan kuesioner sejumlah
responden yang ditargetkan.
1.3. Pembagian wilayah dan strategi kerja
Untuk memudahkan tim dalam
melaksanakan survei, maka perlu dilakukan
pembagian wilayah kerja bagi anggota tim.
Pembagian wilayah ini dimaksudkan untuk
mempermudah tim dalam menjangkau
responden yang telah ditargetkan. Selain itu
juga untuk menghindari terjadinya dua kali
atau lebih survei kepada responden yang
sama.
Selain itu terkait dengan pembagian wilayah
kerja ini maka perlu dipersiapkan pula
strategi dalam menjangkau responden.
Kegiatan survei yang dilaksanakan ini hanya
akan dapat berjalan dengan sukses apabila
141www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dapat menjangkau sebanyak-banyaknya
responden. Paling tidak, jumlah responden
sesuai dengan jumlah minimal dari yang
ditargetkan.
Beberapa strategi yang perlu dilakukan
adalah:
• Memperluas survei di luar sekolah.
Artinya, survei tidak hanya lakukan di
sekolah, tetapi juga secara lebih luas ke
tempat-tempat strategis lainnya di sekitar
tempat tinggal orangtua siswa.
•Melaksanakan survei dalam kelompok,
yakni menjangkau responden tidak
secara individu melainkan dalam
kelompok besar. Hal ini dapat
menghemat waktu maupun tenaga serta
mempermudah tim untuk menjangkau
responden sebanyak-banyaknya.
•Komunikasi dan koordinasi diantara
anggota tim. Survei tidak akan dapat
berjalan dengan baik apabila antar
anggota tim tidak ada komunikasi dan
koordinasi yang baik. Komunikasi dan
koordinasi yang baik akan mempermudah
tim untuk mengontrol jalannya survei dan
juga dalam melakukan rekapitulasi hasil
survei.
1.4. Penetapan jumlah responden
Kuesioner yang disebarkan sebaiknya
disesuaikan dengan jumlah masyarakat
pengguna pelayanan, dalam hal ini siswa
dan orangtua siswa. Tiap sekolah biasanya
telah memiliki data periodik tentang jumlah
pengguna layanan (bulanan, kwartal
atau tahunan). Berdasarkan data jumlah
rata-rata pengguna pelayanan tersebut,
jumlah responden minimum yang harus
dijangkau selama pelaksanaan survei
dapat ditentukan. Sebaiknya, survei dapat
menjangkau responden paling sedikit 80%
dari jumlah pengguna yang ada.
Selanjutnya, kuesioner yang dibagikan
kepada masyarakat pengguna pelayanan
tidak perlu mencantumkan identitas
respondennya atau harus anonim.
Anonimitas responden dalam pelaksanaan
survei ini dimaksudkan agar kepercayaan
dan keberanian dari setiap anggota
masyarakat dalam mengungkapkan
apa yang mereka nilai terhadap kinerja
organisasi penyelenggara pelayanan
yang disurvei dapat terjaga. Terlebih lagi
oleh karena metode peningkatan kualitas
pelayanan publik ini mengedepankan
partisipasi masyarakat secara terbuka,
sedangkan karakteristik masyarakat
di sebagian besar daerah di Indonesia
adalah masih sulit dan kurang berani untuk
mengungkapkan pendapatnya secara
terbuka. Oleh karena itu, faktor anonimitas
responden menjadi penekanan yang
diperlukan dalam pelaksanaan survei ini.
Contoh perhitungan jumlah responden
minimum (kuesioner): misalnya jumlah
pengguna pelayanan suatu sekolah
penyelenggara pelayanan setiap tahun
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
142 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
adalah 12.000, yang terdiri dari 1.000
responden setiap bulan atau 500 responden
selama periode dua minggu. Jika survei
akan dilakukan selama dua minggu, maka
setidaknya survei menjangkau 80%, yaitu
400 responden.
1.5. Penyiapan alat bantu
Alat bantu sangat diperlukan dalam pelaksanaan
survei karena berpengaruh terhadap kelancaran
pelaksanaan survei. Untuk itu, sebelum dimulainya
survei, maka alat-alat bantu yang terkait dengan
kegiatan survei ini harus dipastikan ketersediannya.
Daftar perlengkapan/fasilitas dan bahan–bahan
yang harus disediakan:
a. Kuesioner pengaduan,
b. Tabel rekapitulasi hasil survei,
c. Tabel rekapitulasi harian,
d. Kotak pengaduan,
e. Penyimpandata(folder,filingcabinets),
f. Papan informasi,
g. Meja informasi, kursi,
h. Poster,brosur,pamflet,
i. Spanduk,
j. Alat tulis.
1.6. Publikasi
Keberhasilan kegiatan survei ini ditentukan oleh
adanya partisipasi masyarakat pengguna pelayanan
dalam mengisi kuesioner yang telah disediakan.
Untuk itu informasi dan sosialisasi terkait dengan
pelaksanaan survei ini tentulah harus dilaksanakan
melalui publikasi yang baik, jelas dan informatif serta
terjangkau secara luas. Jenis media publikasi yang
dapat digunakan:
a. Poster,brosur,pamflet.
b. Spanduk
c. Baliho
d. Media cetak (koran lokal)
e. Papan informasi
f. Radio
g. Televisi
1.7. Pengarahan kepada tim pelaksana survei
Surveyor sebagai garda depan dari kegiatan survei
perlu dibekali dengan pemahaman yang jelas
dan benar mengenai mekanisme pelaksanaan
survei serta maksud dan tujuannya. Untuk itu perlu
dilakukan pengarahan terkait dengan mekansime
tersebut. Hal-hal yang perlu dipahami oleh surveyor
antara lain adalah:
a. Bagaimana menjangkau responden
b. Bagaimana menjelaskan maksud dari
kegiatan survei kepada responden
c. Tujuan yang ingin dicapai dari survei
d. Cara merekapitulasi hasil survei (rekapitulasi
hasil survei dan rekapitulasi harian)
f. Etika perilaku dalam mewawancara
responden
1.8. Penetapan teknik survei
Survei yang dilaksanakan dalam metode ini memiliki
keunikan tersendiri dibandingkan dengan metode
survei pada umumnya, yaitu:
143www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
• Sebagaiwadahimmediate action, yaitu bentuk
kegiatan yang dibutuhkan hasilnya secara
cepat dan segera. Hal ini terkait dengan upaya
perbaikan yang harus segera dilaksanakan oleh
organisasi penyelenggara pelayanan.
• Sebagaisebuahrisetyangberbasiskan
participatory (participatory research). Hal
ini dikarenakan metode ini melibatkan
unsur masyarakat baik sebagai responden
maupun dalam tim yang melaksanakan survei
sehingga dibutuhkan suatu model survei yang
sesederhana mungkin.
Tahapan wawancara responden dalam pelak-
sanaan survei pengaduan masyarakat, yaitu:
a. Melakukan wawancara atas pernyataan
pengaduan yang ada di kuesioner dengan
mempertanyakan apakah responden yang
bersangkutan mempunyai pengalaman, pernah
melihat atau mendengar tentang hal-hal yang
tercantum dalam kolom pernyataan pengaduan.
b. Meminta responden untuk memberikan tanda
contreng(√)secaralangsungpadakolom‘YA’
tentang pernyataan pengaduan yang mereka
anggap sesuai dengan kondisi mereka, artinya
mereka pernah alami, rasakan, lihat atau dengar
terkait dengan pelayanan.
2. Pelaksanaan Survei Pengaduan Masyarakat
Semakin banyak responden yang dijangkau
berarti semakin besar dukungan untuk
melakukan perubahan.
2.1. Wawancara
Survei dilaksanakan sekolah dan di pertemuan-
pertemuan atau kegiatan lainnya yang sedang
berlangsung sepanjang periode waktu yang
telah ditentukan. Misalnya, di sekolah ketika
para siswa menerima pelajaran pada jam
terakhir. Survei bisa juga di luar jam pelajaran
untuk responden orangtua siswa di rumah
masing-masing responden atau di tempat para
orangtua biasanya berkumpul, misalnya di
tempat ibadah atau kelompok-kelompok arisan.
Tim menunjukkan kuesioner dan memberikan
penjelasan mengenai maksud dan tujuan
survei selanjutnya tim meminta reponden untuk
mencontrengpadakolom‘YA’jik amereka
mempunyai pengalaman, mengetahui atau
pernah mendengar kejadian seperti yang
tercantum dalam kolom pernyataan pengaduan
pada lembar kuesioner tersebut. Untuk
menghindari kekuatiran atas ketidakmampuan
responden dalam mengisi kuesioner (misalnya
buta huruf, hanya dapat berbahasa daerah,
lanjut usia, dan sebagainya), tim dapat memberi
penjelasan tentang masing-masing pernyataan
pengaduan dengan tidak mengarahkan jawaban
responden, bahkan jika responden
memiliki keterbatasan maka tim juga dapat
membantu mengiisikan jawaban responden.
Hal-hal yang harus diingat selama survei adalah
sebagai berikut:
• Janganbersikapotoriter,
• Bersikaplahramahdanmenolong,
• Yakinkanrespondenbahwamerekatidak
perlu takut akan ada tekanan,
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
144 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
• Janganmemerintahresponden,
• Pastikankerahasiaandankepercayaan
selama survei,
• Banturespondenyangmengalamikesulitan
dalam membaca dan menulis,
• Jelaskanpernyataanpengaduandengan
menggunakan kata-kata sederhana dan
jikaperlu gunakan bahasa daerah setempat,
• Janganmenolakmemberikanbantuan
bahkan jika bantuan yang diminta tak
berkaitan langsung dengan survei.
2.2. Rekapitulasi
Setelah kuesioner disebarkan kepada
responden, tim harus melakukan rekapitulasi
terhadap kuesioner yang masuk. Rekapitulasi
ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
a) Rekapitulasi harian. Penghitungan yang
dilakukan setiap hari terhadap keseluruhan
kuesioner yang masuk pada hariitu.
Rekapitulasi harian ini menjadi kendali
bagi tim terhadap pelaksanaan survei
setiap harinya. Dari rekapitulasi harian ini
dapat diketahui berapa jumlah kuesioner
yang masuk dan berapa responden yang
mengkonfirmasimasing-masingpernyataan
pengaduan.
b) Rekapitulasi akhir hasil survei.
Penghitungan dari keseluruhan kuesioner
yang masuk setiap harinya. Rekapitulasi
total ini akandipublikasikan secara terbuka
pada papan informasi untuk diketahui
oleh masyarakat pengguna pelayanan
sejak hari pertama survei sampai hari
terakhir pelaksanaan survei. Rekapitulasi
hasil survei ini dilakukan dengan cara
memberikan tanda turus (I) dalam kolom
jumlah responden sesuai dengan pernyataan
pengaduan yang dicontreng oleh responden.
Selanjutnya tanda turus tersebut dijumlahkan
dan hasil penjumlahannya dicantumkan
pada kolom jumlah.
Jumlah yang tercantum pada Tabel
Rekapitulasi Harian (a) selanjutnya
dimasukkan ke dalam Tabel Rekapitulasi
Hasil Survei (b), sehingga akan diketahui
jumlah responden yang mengadu
untuk masing-masing pernyataan pengaduan
pada tanggal yang sesuai dengan
pelaksanaan survei.
Sedangkan pada kolom total diisi dengan
jumlah responden yang mengadukan
masing-masing pernyataan pengaduan mulai
hari ke-1 sampai hari terakhir pelaksanaan
survei. Mekanisme rekapitulasi hasil survei
ini dilakukan dengan menghadirkan minimal
perwakilan dari setiap unsur tim, artinya
ada perwakilan dari sekolah maupun
masyarakat pengguna pelayanan (komite
sekolah/tokoh masyarakat). Jadi setiap
harinya, semua unsur yang terlibatdalam
pelaksanaan survei perlu duduk bersama
dan melakukan rekapitulasi secara bersama.
Halini dimaksudkan untuk menjaga
objektifitas,transparansidankepercayaan
masyarakat atas pengolahan data maupun
hasil-hasil yang diperoleh dari pelaksanaan
survei ini. Kuesioner yang sudah
145www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
direkapitulasi diberi tanda dan dipisahkan
dari kuesioner yang belum direkapitulasi
dengan tujuan untuk menghindari
rekapitulasi ganda. Caranya adalah
dengan memberi tanda contreng pada kolom
label yang berbunyi “Sudah Direkapitulasi”.
Untuk kemudian disimpan di folder arsip.
2.3. Penyusunan Indeks Pengaduan Masyarakat
Berdasarkan jumlah total pada tabel
rekapitulasi harian maka disusun Indeks
Pengaduan Masyarakat (IPM). Pernyataan
pengaduan diurutkan berdasarkan
jumlah responden yang menyampaikan
pengaduan. Pernyataan pengaduan dengan
jumlah responden yang menyampaikan
pengaduan tertinggi akan menjadi peringkat
pertama. Pengaduan peringkat pertama
ditempatkan paling atas, menyusul dibawahnya
adalah pengaduan peringkat 2, demikian
seterusnya secara berurut sesuai peringkatnya.
Selanjutnya tabel ini secara manual atau dengan
operasi komputer sederhana dibuat dalam
bentuk diagram batang sehingga menjadi sebuah
Indeks Pengaduan Masyarakat.
Contohnya IPM hasil survei pengaduan di
SMP Negeri 1 Bandar di Kabupaten Bener
Meriah, Aceh (Diagram 1) yang melibatkan 306
responden dengan perincian 153 siswa dan
153 orangtua/wali siswa. Indeks di sekolah
tersebut menunjukkan bahwa dari 33 jenis
pengaduan pengaduan masyarakat yang
disampaikan, pengaduan tentang ‘belum
adanya tim pelayanan keluhan masyarakat
di sekolah”merupakan yang paling banyak
(disampaikan oleh 300 orang) diikuti oleh
keluhan tentang masalah “belum cukup
tersedianya buku paket” (290 orang).
Hasil pemilahan pengaduan menunjukkan
bahwa ada 29 masalah yang perlu
ditindaklanjuti oleh sekolah dan 4 masalah yang
direkomendasikan oleh sekolah kepada Dinas
Pendidikan untuk ditindaklanjuti oleh.
Pengaduan yang ditindaklanjuto oleh sekolah:
1. Belum adanya tim pelayanan keluhan
masyarakat di sekolah
2. Belum cukup tersedianya buku paket
3. Buku TIK dan IPS kurang
4. Tidak tersedia kantin sehat di sekolah
5. Air bersih kurang
6. Ruang UKS tidak layak
7. Perpustakaan sering tutup
8. Ada pungutan biaya untuk kebersihan
9. Buku perpustakaan tidak lengkap dan tidak
rapi
10. Siswa harus memfotocopy buku paket
11. Belum ada sa nksi terhadap kepala sekolah
dan guru yang tidak disiplin
12. Guru kurang mengawasi siswa
13. Kegiatan ekstrakurikuler jarang
14. Guru pilih kasih dalam memberi nilai rapor
15. Pertemuan dengan orangtua siswa jarang
16. Guru piket kurang disiplin
17. Masih ada guru yang memberi hukuman
fisikdanmental
18. Kepala sekolah tidak transparan
19. Guru kurang menguasai materi pelajaran
20. Guru kurang disiplin dalam mengajar
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
146 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
21. Tidak melibatkan komite sekolah dalam
penyusunan RKS dan RKAS
22. Metoda mengajar guru tidak efektif dan tidak
menyenangkan
23. Materi yang diajarkan tidak sesuai dengan
yang diuji
24. Guru tidak memeriksa pekerjaan rumah
siswa
25. Sekolah jarang memperingati hari-hari besar
Islam
26. Tugas rumah jarang diberikan pada siswa
27. Sekolah kurang bersih dan kurang nyaman
28. Sekolah tidak memiliki pagar
29. Sekolah tidak memiliki majalah dinding yang
layak
Pengaduan yang direkomendasikan kepada
Dinas Pendidikan:
1. Jumlah ruang kelas kurang
2. WCtidaklayakpakai
3. Laboratorium IPA dan Bahasa tidak ada
4. LKS tidak tersedia
147www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Grafik1.ContohIndeksPengaduanMasyarakat
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
148 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
2.4. Publikasi Indeks Pengaduan Masyarakat
Indeks Pengaduan Masyarakat harus sesegera
mungkin diberitahukan (diumpanbalikkan)
kepada masyarakat pengguna pelayanan setelah
survei selesai. Publikasi IPM ini dapat disajikan
dalam bentukposterGrafikIndeksPengaduan
Masyarakat dalam ukuran (120 x 60 cm) dan
dipasang dipapan informasi di sekolah. Selain itu
informasikan juga hasil survei kepada masyarakat
secara lebih luas melalui media cetak dan elektronik
setempat bekerjasama dengan jurnalis warga.
Informasi dan pesan yang harus termuat dalam
poster publikasi hasil survei “IndeksPengaduan
Masyarakat” adalah:
a. Judul poster
b. Nama organisasi penyelenggara pelayanan dan
kantor cabangnya
c. Periode survei
d. Hasil survei dalam bentuk diagram batang
termasuk jumlah (tidak dalam persen) responden
di setiap pernyataan pengaduan
e. Jumlah responden yang terjaring
f. Ucapan terimakasih kepada responden yang
sudah berpartisipasi
g. Rencana tindak lanjut
h. Himbauan untuk terus menyampaikan
pengaduan terkait pelayanan
organisasi penyelenggara pelayanan terkait
i. Tanda tangan kepala organisasi
penyelenggara pelayanan dan stempel
organisasi penyelenggara pelayanan
2.5. Pengarsipan kuesioner
Kuesioner yang telah selesai direkapitulasi harus
diarsipkan sebagai bukti atas pelaksanaan survei
ini.Sistem pengarsipan harus dibuat sesederhana
mungkin dengan menggunakan satu atau
beberapa folder. Pengarsipan ini dapat dilakukan
berdasarkan siswa, orangtua/wali muris, dan jenis
kelamin responden, dan sebagainya.
3. Pertemuan Analisis Masalah dan Penyebabnya
Hasil akhir survei pengaduan masyarakat
berupa Indeks Pengaduan Masyarakat menjadi
dasar untuk analisis dan perumusan tindakan
nyata perbaikan pelayanan. Penting disadari
lagi bahwa tujuan akhir penggunaan metode
ini bukanlah pada pelaksanaan hasil survei
pengaduan masyarakat semata,tetapi pada
rumusan tindak-tindak nyata yang segera harus
dilakukan oleh para penyelenggara pendidikan
untuk memperbaiki pelayanan sebagai tanggapan
atas pengaduan masyarakat itu. Dengan demikian
sasaran akhir adalah tindakan nyata perbaikan
pelayanan.
Survei pengaduan masyarakat akan memberi
hasil berupa pengetahuan tentang sejumlah
keadaan (masalah) terkait dengan kinerja pelayanan
yang dinyatakan dalam bentuk negatif. Sesuatu
yangtidak diinginkan oleh masyarakat pengguna
pelayanan. Sampai titik itu yang diperoleh
barulah gambaran kondisi pelayanan saat ini
(baseline data) menurut persepsi masyarakat
149www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
pengguna pelayanan, yakni siswa dan orangtua/
wali siswa.
Berhenti hanya sampai pengetahuan tentang
kondisi pelayanan saat ini, baik itu berupa Indeks
Pengaduan Masyarakat tidak akan memberi arti
apa-apa terutama bagi masyarakat pengguna
pelayanan. IPM hanya akan mempunyai arti jika
pengetahuan tentang situasi kinerja pelayanan
ditindaklanjuti dengan analisis yang cermat terhadap
penyebab terjadinya kondisi tersebut dan mencari
solusi yang logis (pemecahan masalah) untuk
kemudian dilaksanakan sebagai tindak nyata untuk
memperbaiki keadaan.
Hampir di semua kasus berdasarkan pengalaman,
tindakan nyata perbaikan pelayanan tidak
cukup jika hanya dilakukan oleh para pelaksana
pelayanan publik di unit pelayanan tetapi selalu
memerlukan tindakan simultan yang harus dilakukan
oleh para penyelenggara dan penanggungjawab
pelayanan publik bidang pendidikan di tingkat lebih
tingggi, yakni Dinas Pendidikan.Hal ini disebabkan
karena masalah yang menjadi penyebab pengaduan
dapat berkaitan dengan tanggungjawab pihak-pihak
terkait di luar wewenang sekolah.
Sebelum memutuskan perubahan apa yang
perlu dilakukan, analisis masalah penyebab
harusdilakukan secara cermat. Untuk menganalisis
masalah penyebab pengaduan, digunakan moto
“Kerjakan Ini dengan Singkat dan Sederhana
(KISS)”. Pertimbangan untuk menggunakan moto ini
adalah bahwa untuk memulai perubahan sangatlah
tidak memberi semangat jika terlihat begitu
banyak masalah yang harus diselesaikan. Bahkan
kebanyakan orang cenderung tidak melakukan apa-
apa jika menghadapi terlalu banyak masalah.
Karena itu, perhatian utama bukanlah untuk
melakukan analisis secara mendalam tetapi yang
lebih penting adalah menemukan tindakan nyata
perbaikanyang sesegera mungkin dapat dimulai;
sekalipun tindakan itu nampak sangat sederhana.
Analisis masalah penyebab pengaduan dapat
dilakukan pada suatu pertemuan yang dihadiri oleh
para penyelenggara sekolah, komite sekolah, dan
wakil-wakil dari masyarakat pengguna pelayanan
(siswa dan orangtua/wali siswa). Pertemuan ini
menjadi sarana latihan bagi para peserta kedua
belah pihak (penyedia dan pengguna pelayanan)
untuk menganalisis masalah-masalah pelayanan
secara sederhana dan cepat tetapi metodologis.
Masyarakat pengguna pelayanan sering
beranggapan bahwa kualitas pelayanan yang
buruk hanyalah tanggungjawab para pelaksana
pelayanan publik di unit pelayanan, sehingga
semua keluhan (pengaduan) ditimpakan kepada
mereka. Selama pertemuan, pengguna pelayanan
akan menemukan fakta bahwa ada pihak-pihak lain
yang harus ikut bertanggung jawab. Bahkan sering
kali tugas dan tanggung jawab pihak lain di luar
para pelaksana di unit pelayanan itu lebih besar
danl ebih menentukan upaya dan keberhasilan
untuk mencapai perbaikan.
Para pelaksana pelayanan pendidikan di sekolah
memang sebagai salah satu sumbermasalah
penyebab buruknya kinerja pelayanan dan pada
saat yang sama mereka seringkali menjadi “korban”
dari kurangnya dukungan dari petugas dan satuan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
150 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
kerja di atasnya atau korban dari keputusan dan
kebijakan yang kurang tepat.
Jika kedua pihak (penyedia dan pengguna
pelayanan) sama-sama memahami situasi
nyata seperti diuraikan di atas, maka akan timbul
solidaritas para pengguna pelayanan kepada
para pelaksana pelayanan. Solidaritas demikian
sangat penting dimanfaatkan secara positif bukan
untuk melakukan konfrontasi kepada pihak lain
tetapi untuk saling bahu-membahu menyelesaikan
masalah bersama.
Sering sekali ditemukan bahwa permintaan
dukungan untuk perbaikan yang diajukan oleh
masing-masing sekolah tidak memperoleh perhatian
yang cukup. Tetapi jika tuntutan akan perbaikan
pelayanan yang diajukan oleh ratusan bahkan
ribuan orang masyarakat pengguna pelayanan
melalui pengaduan yang mereka ajukan secara
kolektif, sangat mungkin akan lebih mendapat
perhatian sehingga mendorong perubahan sikap
para atasan dan pengambil keputusan atau
penyelenggara dan penanggungjawab pelayanan
publik di tingkat kabupaten/kota atau provinsi,
bahkan nasional. Pengaruh dukungan publik
(masyarakat pengguna pelayanan) ini dapat
ditingkatkan lagi dengan pemberitaan(pelibatan
media massa), publikasi dan/atau komunikasi
publik yang efektif tentang situasi yang memerlukan
tindakan nyata perbaikan itu.
Tim pelaksana survei yang pada hakikatnya
berfungsi sebagai fasilitator prosespelaksanaan
pertemuan haruslah menyiapkan dan memfasilitasi
proses pelaksanaan lokakarya inidengan baik. Jika
penggunaan metode ini dikerjasamakan dengan
pihak lain yang menyediakanasistensi teknis dan
fasilitator tambahan dari luar, maka secara bersama
tim fasilitator ini melakukan persiapan tersebut.
Uraian berikut ini adalah bagaimana mempersiapkan
dan melaksanakan Pertemuan Analisis
Masalah Penyebab Pengaduan sebagaimana
dimaksud oleh rangkaian proses dan metode yang
diuraikan di dalam modul ini.
3. 1. Persiapan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
Untuk mempersiapkan pelaksanaan Pertemuan
Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
(denganatau tanpa bantuan teknis dari fasilitator
dari luar) tugas-tugas penting di bawah ini harus
dilakukan oleh tim pelaksana survei, yaitu:
a. Menetapkan waktu dan tempat
pelaksanaanpertemuan.
b. Menentukan peserta pertemuan yang harus
diundang (80% dari penyedia pelayanan dan
20%dari pengguna pelayanan). Siapkan dan
kirim undangan kepada para calon peserta.
Pastikan bahwa peserta dari pihak penyedia
pelayanan (sekolah) adalah terutama dari
bagian/unit-unit yang disorot dalam Indeks
Pengaduan Masyarakat dan sertakan Tim
Pelaksana Survei dari organisasi penyelenggara
pelayanan yang bersangkutan.
c. Memastikan kehadiran fasilitator dari luar
jika proses dilakukan dengan kerjasama
dengan pihak luar.
d. Mempelajari Indeks Pengaduan Masyarakat
(hasil survei pengaduan masyarakat)
151www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dan merencanakan cara menganalisisnya:
menyiapkan rencana pembagian kelompok
kerja peserta pertemuandan pembagian
tugas pembahasan kepada masing-masing
kelompok kerja serta fasilitator masing-masing
kelompok kerja.
e. Memastikan bahwa informasi tentang rencana
pelaksanaan pertemuan dikomunikasikan
secara efektif kepada pimpinan dan memastikan
adanya dukungan.
f. Mempersiapkan ruangan dan fasilitas yang
diperlukan tersedia dan berfungsi serta
mengaturnya sedemikian rupa sehingga
mobilitas peserta selama proses pertemuan
tidak terhambat.
g. Mempersiapkan alat bantu kerja yang tersedia
di sekolah: papan tancap (pinboard), laptop,
alat untuk mendokumentasikan lokakarya,
matriks/tabel, metaplan, spidol, pushpin, poster
Indeks Pengaduan Masyarakat, pernyataan-
pernyataan pengaduan tertulis dalam metaplan,
daftar hadir peserta.
h. Menyusun acara, skenario pertemuandan
pembagian tugas panitia pengorganisasi/
organizer (notulen, pembawa acara jika ada
acara yang bersifat protokoler).
i. Memberi informasi tentang pertemuan kepada
publik dengan menggunakan media spanduk/
surat kabar/harian setempat/radio/poster/media
lainnya.
3.2 Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
Analisis harus dilakukan dengan benar dan
jujur dalam mengungkapkan masalah yang
sesungguhnya ada, sekalipun sebagian peserta
pertemuan adalah bagian dari masalah itu.
Buang jauh-jauh kecenderungan lebih dahulu
menyalahkan orang lain dan kecenderungan
meletakkan masalah pada kurangnya fasilitas dan
anggaran. Hanya dengan demikian pertemuan dapat
fokus pada pemecahan masalah.
a) Tujuan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
Sebaiknya hasil survei pengaduan masyarakat
yaitu: Indeks Pengaduan Masyarakat
sudah disampaikan lebih dahulu kepada para
pimpinan dan sudah dipublikasikan sebelum
pelaksanaan Pertemuan Analisis Masalah
Penyebab Pengaduan. Ini bermaksud agar
semua pihak memberi perhatian terhadap
masalah yang terjadi dan mendukung
pelaksanaan pertemuan tersebut.
b) Tahapan pelaksanaan Pertemuan Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
Metode analisis ini adalah suatu metode
yang sangat sederhana. Analisis dimulai dari
pengaduan yang terpenting, yaitu pengaduan
yangmenempatibagianteratasdigrafikIndeks
Pengaduan Masyarakat. Sekali atau dua kali,
fasilitator menjelaskan cara menggunakan
alat bantu analisis (kartu metaplan,matriks/
tabel bantu penentuan prioritas, pokok-pokok
informasi untuk melakukan cross-check/
periksa silang) kepada peserta pertemuan.
Selanjutnya para peserta dapat melakukannya
dalam kelompok kecil dengan bantuan fasilitator
lokal dan/atau fasilitator dari antara sesama
peserta sendiri. Kumpulkan masalah-masalah
penyebab pengaduan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
152 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Jika daftar masalah penyebab pengaduan sudah
lengkap, maka dirumuskan alternatif solusi (sebagai
tanggapan/respons terhadap pengaduan) yang
mungkin dilakukan dan kelompokkan berdasarkan
siapa bertanggungjawab atas solusi itu (tanggung
jawab internal organisasi penyelenggara pelayanan
atau tanggung jawab eksternal atasan atau unit
kerja atasan, atau tanggungjawab pemerintah,
dan bahkan mungkin tanggungjawab masyarakat
pengguna pelayanan itu sendiri).
Jika daftar masalah penyebab pengaduan terlalu
banyak, fasilitator sebaiknya membantu peserta untuk
menentukan prioritas. Metode ini sama dengan yang
dilakukan pada pertemuan pengelolaan pengaduan
masyarakat, kecuali kriteria prioritas yang mungkin
masih perlu disesuaikan.
Langkah-langkah rinci kegiatan fasilitator dalam
pertemuan analisis masalah:
• MembagikangrafikIndeksPengaduan
Masyarakat kepada para peserta pertemuandan
memberikan ulasan singkat tentang informasi
yang terkandung di dalamnya,
• Menjelaskan tujuan pertemuan, metode atau
cara kerja yang akan digunakan dan hasil yang
diharapkan, rencana pemanfaatan waktu selama
dua hari pertemuan dan peran/fungsi/ tugas
peserta dalam pertemuan.
• Mendemonstrasikan penggunaan alat
bantu kerja yang digunakan (bagaimana
menggunakan: kertas metaplan, spidol, papan
tancap dan alat bantu kerja yang tersedia
lainnya).
• Mendemonstrasikan penggunaan contoh tabel
analisis pengaduan, masalah penyebabnya dan
solusi (cara mengatasinya). Artinya, fasilitator
memberi clue/kunci-kunci dan stimulasi peserta
untuk berpikir dan bekerja secara analitis.
• Menjaga proses dalam pengertian pemanfaatan
waktu dibandingkan dengan hasil kerja yang
sudah dicapai.
Penting untuk diperhatikan bahwa fasilitator
sebaiknya mempelajari lebih dahulu tugas dan
fungsi organisasi penyelenggara pelayanan yang
bersangkutan. Sangat dianjurkan menyempatkan
dirimelihatsituasifisikkantordanfasilitasserta
proses pelaksanaan pelayanan di unit pelayanan.
Setidaknya pernah melihat diunit pelayanan sejenis.
c) Tahapan Analisis
Lakukan analisis dengan langkah sebagai
berikut:
a) Mulailah menganalisis pengaduan tertinggi
(urutan teratas di Indeks Pengaduan
Masyarakat):
- BilagrafikIndeksPengaduan
Masyarakat mengikuti separuh bentuk
’kurva normal’ (mengecil secara gradual
dari atas ke bawah) yang perlu dianalisis
cukup 1/3 sampai 1/2 dari pengaduan
urutan tertinggi. Perhatikan penyebab
dan solusinya. Umumnya, 2/3 sampai
1/2 pengaduan terkecil di bagian bawah
grafikadalahmasalahpenyebabdari
1/3 sampai 1/2 pengaduan yang berada
dibagianatasgrafik,
- Bilagrafikberbentuk’hampirpersegi
panjang’ atau ’segi empat’, ini berarti
semua pengaduan bermakna sangat
153www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
penting bagi masyarakat pengguna
pelayanan. Targetkan setidaknya
menganalisis 50% dari jumlah
pengaduankeseluruhandidalamgrafik.
Pengaduan dapat berhubungan dengan
masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek:
• petugas yang bertanggung jawab, yaitu
kuantitas (jumlahnya), sikap, perilakunya
dankomitmen kerja/rasa tanggungjawabnya,
• kesungguhan/perhatian, keramahtamahan,
ketulusan melayani/membantu, kemampuan/
kompetensi,
• fasilitas kerja dan peralatan yang digunakan,
• ketersediaan dana,
• metoda yang digunakan (manual/
tradisional),
• peraturan/ketentuan yang berlaku,
• prosedur kerja/mekanisme kerja internal,
• kualitas perencanaan,
• kualitas pengorganisasian (the right man on
the right place, multi-skilled operator),
• kualitas pengawasan/monitoring/ supervisi/
evaluasi,
• jumlah dan kualitas data atau informasi,
• kualitas komunikasi dengan pengguna
(sosialisasi/penyuluhan/hubungan
masyarakat/hubungan dengan pengguna),
• letakgeografis(keadaanlapangan,misalnya
pengukuran tanah untuk pelayanan
pertanahan).
Apabila jumlah pengaduan relatif banyak dan
komposisi peserta relatif memadai, maka
pembahasan/analisis dapat dibagi kedalam
beberapa kelompok kecil sesuai dengan
bagian/unit-unit yang ada dalam organisasi
penyelenggara pelayananan ataupun
berdasarkan jenis pengaduan yang ada.
b) Ungkapkan dan masukkan ke dalam tabel
bantu kerja semua faktor penyebab yang
nyata terjadi. Sebab-sebab yang ditemukan
harus merupakan faktor penyebab langsung
(tidak adapenyebab perantara).
c) Periksa logika hasil analisis dengan
membaca secara berurutan hubungan
sebab akibat logis antara pengaduan –
masalah penyebab dengan menggunakan
kata sambung ’disebabkanoleh’.
d) Untuk setiap masalah penyebab, sangat
mungkin tersedia beberapa solusi logis.
Karena itu jangan berhenti jika sudah
menemukan satu solusi untuk setiap
masalah penyebab. Galilahpemikiran
tentang kemungkinan solusi logis lainnya.
e) Periksa logika hubungan solusi dengan
masalah dengan menggunakan kata
sambung ’jika, maka’.
f) Jika terdapat beberapa solusi yang secara
logis merupakan cara untuk mengatasi
masing-masing masalah, gunakan kriteria
SMART (specific/spesifik,measurable/
terukur, achievable/dapat dicapai, realistic/
realistis, time bound/dalam batas waktu
tertentu) untuk menentukan prioritas solusi.
g) Setiap solusi yang tidak termasuk prioritas
tidak harus dibuang atau dilupakan begitu
saja. Dengan cara ini umumnya segera
diperoleh berbagai solusi yang dalam waktu
segera dapat dilakukan. Setiap solusi yang
bukan prioritas tertinggi mungkin dapat
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
154 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
ditempatkan sebagai solusi yang baru akan
dilaksanakan pada dua atau tiga tahun lagi
(jangka menengah).
Solusi yang diambil dapat berupa:
• Solusi yang bersifat segera/cepat atau
jangka pendek artinya solusi yang dapat
dilakukan secara cepat, mudah dan murah,
sehingga hasilnya langsung dapat dilihat/
dirasakan oleh para pengguna layanan.
• Solusi yang bersifat jangka menengah,
artinya masih diperlukan waktu untuk
melakukan tindakan nyata karena beberapa
pertimbangan: dukungan dana yang harus
diajukan dalam perubahan anggaran/realokasi
anggaran, persetujuan tertulis dari pengambil
keputusan.
• Solusi yang bersifat jangka panjang,
artinya jalan keluar yang akan diambil
memangharus dilakukan, namun menyangkut
biaya, kewenangan, sumberdaya yang
harus direncanakan/dirundingkan dengan
pihak-pihak pengambil keputusan/atasan
organisasi penyelenggara pelayanan yang
bersangkutan.
Untuk solusi ini, para pengguna layanan
(pesertapertemuan) biasanya menginginkan
adanyabatasan waktu pelaksanaannya untuk
menjamin bahwa ada tindakan nyata perbaikan
dalam waktu yang tidak terlalu lama yang segera
dapat dilihat/dirasakan oleh para pengguna
layanan.
h. Kelompokkan setiap solusi kedalam kategori
’solusi internal’ dan ’solusi eksternal’.
Kriteria kategorisasi sangat sederhana dan dapat
digunakan secara cepat, yaitu:
• Setiap solusi yang segara dapat
dilaksanakan dan kewenangan
pelaksanaannya berada di tangan para
pelaksana di unit pelayanan masuk ke
dalam kategori ’solusi internal’,
• Setiap solusi yang kewenangan
pelaksanaannya berada di luar jangkauan
para pelaksana pelayanan publik di unit
pelayanan masuk ke dalam kategori ’solusi
eksternal’.
i. Periksa kembali rangkaian logika masalah
penyebab dan solusi dengan memastikan:
• Tidak ada dua sebab/solusi yang sama/
substansinya sama/masalah yang sama.
• Solusi yang diusulkan tidak bersifat umum,
namunsedapatmungkinspesifik,jelas,tidak
multi tafsir, terukur, upaya konkrit/ tindakan
nyata (bisa dilihat dan dirasakan).
• Hasil akhir analisis untuk setiap pengaduan
direkonfirmasikankepadasemuapeserta.
• Jaga disiplin peserta agar konsisten
menggunakan alat bantu kerja analisis yang
telah disiapkan.
• Tunjukkan keterkaitan hasil yang diperoleh
bahkan bila perlu sejak kuesioner
Pengaduan Masyarakat, Indeks Pengaduan
Masyarakat, Tabulasi Hasil Analisis Masalah
Penyebab Pengaduan sampai bagaimana
155www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Janji Perbaikan Pelayanan dirumuskan dari
solusiinternal dan bagaimana Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan dirumuskan dari
solusieksternal. Caranya sederhana dengan
menjajarkan semua hasil proses tersebut
dari kiri ke kanan secara berurutan dan
menjelaskannya secara ringkas. Cara ini
akan sangatmembantu semua peserta
untuk memperkuat pemahaman terhadap
keseluruhan metode yang digunakan.
Berdasarkan pengalaman, waktu dua
hari untuk melakukan analisis terhadap
permasalahan-permasalahanpenyebab
pengaduan dirasakan sangatlah kurang.
Oleh karena itu, bagi unit pelayanan yang
ingin menganalisis secara mendalam
ataupun ingin menanggapi seluruh
pengaduan yang disampaikan pengguna
layanan (sesuai Indeks Pengaduan
Masyarakat), dapat melanjutkan analisisnya
di luar lokakarya, namun dalam waktu
yang tidak terlalu lama. Analisis ini dapat
dilakukan oleh semua bagian/komponen
yang ada dalam unit pelayanan, sehingga
penyelesaiannya bisa bersifat komprehensif
dan integratif, walaupun belum bersifat
mendasar (sampai ke akarnya).
C. JANJI PERBAIKAN LAYANAN DAN REKOMENDASI PERBAIKAN LAYANAN
Lakukan tindakan perbaikan segera. Raih
kepercayaan dari pengguna layanan. Beritahukan
kepada masyarakat pengguna pelayanan. Berikan
bukti tentang apa yang sudah anda lakukan kepada
atasan agar anda memperoleh dukungan lebih lanjut
untuk melakukan upaya perbaikan berikutnya.
Hasil dari Pertemuan Analisis Masalah
Penyebab Pengaduan dapat digunakan
untuk berbagaikebutuhan. Manfaat langsung
terpenting adalah sebagai umpan-balik kepada
masyarakat pengguna pelayanan dalam
bentuk yang disebut sebagai Janji Perbaikan
Pelayanan dan umpan-balik kepada atasan dan
pengambil keputusan dalam bentuk yang disebut
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Hasil analisis
masalah penyebab pengaduan dapat menjadi awal
dari satu proses perbaikan pelayanan yang lebih
intensif dan mendalam.
Bagi sekolah dapat menjadi pintu masuk untuk:
• Pengembangan sistem manajemen kualitas,
• Penilaian kapasitas dari organisasi
penyelenggara pelayanan,
• Negosiasi yang lebih baik dengan pengambil
keputusan untuk meraih dukungan.
Di tingkat kebijakan lokal (Dinas Pendidikan) dapat
menjadi pintu masuk bagi:
• Perbaikan dan pengembangan rencana strategis
unit dan sektor pelayanan,
• Bahan pertimbangan untuk melakukan
penyesuaian rencana kerja dan alokasi
anggaran unit pelayanan dan sektor pelayanan.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
156 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
1. Umpan-balik kepada pengguna layanan
Manfaat solusi atas masalah yang dirumuskan
pada Pertemuan Analisis Masalah Penyebab
Pengaduan masih sangat terbatas jika tidak
diumumkan dan diberlakukan, meskipun masih
bermanfaat secara internal bagi organisasi
penyelenggara pelayanan sebagai pembelajaran.
Tetapi segera setelahpelaksanaan Survei
Pengaduan Masyarakat ada kewajiban memberi
umpan-balik kepada masyarakatpengguna
pelayanan tentang langkah-langkah yang akan
diambil untuk mengatasi masalah yangdiadukan.
Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya
dengan membuat pengumuman sederhana atau
dengan semacam rencana tindakan. Disarankan
memberi umpan-balik dalam bentuk JanjiPerbaikan
Pelayanan. Meski tidak punya kekuatan hukum yang
mengikat, Janji Perbaikan Pelayanan hendaknya
menjadi wujud “tekad moral” (moral commitment)
pimpinan dan petugas organisasi penyelenggara
pelayanan untuk memenuhi janji yang dimuat di
dalamnya.
Janji Perbaikan Pelayanan harus menjadi
tanggapan terhadap isu-isu kepentingan para
pengguna pelayanan berdasarkan temuan survei
pengaduan masyarakat. Pimpinan dan petugas
organisasi penyelenggara pelayanan harus
menyampaikan janji mereka secara terbuka untuk
perbaikan pelayanan sebatas kewewenangan yang
dimiliki dan mengundang para pengguna pelayanan
agar terus mengawasi sejauh mana janji tersebut
dipenuhi. Ini berarti bahwa masyarakat diberi
peluang untuk mengawasi perbaikan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan. Janji ini akan
membawa konsekuensi dan akan lebih mendorong
organisasi penyelenggara pelayanan agar segera
melakukan upaya perbaikan.
Satu langkah perbaikan yang meskipun kecil, akan
menjadi suatu tanda bagi masyarakat: “Kami sudah
mulai memperhatikan Anda!” dan bahkan pertanda
juga bagi para petugas: “Kami adalah Para Petugas
dari organisasi penyelenggara pelayanan yang
dapat dibanggakan !”.
Mengamati keseluruhan proses yang sudah
berlangsung, fasilitator hendaknya menilai apakah
secara umum aparatur pelaksana pelayanan
publik di unit pelayanan siap menerbitkan Janji
Perbaikan Pelayanan yang memuat ukuran
keberhasilan (indikator) dan batas waktu
pemenuhan janji.
Jika secara umum aparatur pelaksana pelayanan
publik di sekolah baru meraih percayadiri dan
sedang dalam pengembangan keyakinan untuk
melakukan perubahan, tidak dianjurkanmemaksa
mereka untuk menerbitkan Janji Perbaikan
Pelayanan yang sudah sangat tegas memuat ukuran
keberhasilan, batas waktu pemenuhan janji. Hal ini
dapat menimbulkan rasa cemas danberkurangnya
motivasi untuk melanjutkan perubahan dan
perbaikan.
Janji Perbaikan Pelayanan ditulis seperti surat yang
ditujukan kepada pengguna yang memberi informasi
bahwa pengaduan sudah diterima dan merupakan
pernyataan terbuka tentang upayaperbaikan yang
akan dilakukan. Janji Perbaikan Pelayanan harus
157www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
ditulis dalam bahasa sederhana yang mudah
dimengerti dalam gaya bahasa yang bersahabat
dan meyakinkan. Janji PerbaikanPelayanan harus
jujur mengakui adanya keterbatasan kemampuan
(tidak semua perbaikan dapatdilakukan sekaligus,
pada umumnya pengguna pelayanan akan dapat
memaklumi hal itu) dan ada keterbatasan wewenang
(ada upaya perbaikan yang mutlak membutuhkan
keputusan dari otoritas yang lebih tinggi).
Janji Perbaikan Pelayanan akan dikeluarkan
dalam bentuk dokumen tertulis, dalam bentuk
brosur, poster yang dipasang pada organisasi
penyelenggara pelayanan. Brosur dan poster adalah
alat yang menjadi umpan-balik kepada pengguna
sebagai tindak lanjut survei pengaduan masyarakat.
JanjiPerbaikan Pelayanan harus dapat meyakinkan
pengguna akan komitmen untuk perbaikan
yang dilakukan oleh penyedia pelayanan.
Isi pokok Janji Perbaikan Pelayanan:
• Judul “Janji Perbaikan Pelayanan”
• Nama sekolah
• Tanggal deklarasi
• Penjelasan ringkas tentang umpan-balik
pengaduan
• Daftar janji untuk menanggapi setiap pengaduan
• Tindak lanjut Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan yang diajukan kepada pengambil
keputusan
• Himbauan kepada masyarakat agar terus
mengawasi kinerja organisasi penyelenggara
pelayanan
• Ucapan terima kasih kepada para responden
• Penandatangan dan saksi-saksi
• Tembusan.
2. Umpan-balik kepada pengambil keputusan
Atasan dan pengambil keputusan pada saat yang
sama seharusnya mulai menaruh perhatianpada
survei pengaduan masyarakat pengaduan dan hasil-
hasilnya, karena telah beberapa kali dipublikasikan
di media masa selama proses berlangsung. Mereka
juga mestinya sadar akan besarnya pengaruh yang
ditimbulkannya karena telah melibatkan begitu
banyak anggota masyarakat sebagai responden.
Jika itu sudah terjadi, pastilah mereka berharap
mendapat informasi lebih rincidan rekomendasi
untuk melakukan perbaikan. Jangan biarkan mereka
menunggu terlalu lama. Hasil PertemuanAnalisis
Masalah Penyebab Pengaduan dan solusi eksternal
menjadi isi dari dokumen yang disebut Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan. Dokumen ini berisi upaya-
upaya perbaikan yangperlu dilakukan oleh
pemerintah setempat.
Adalah hal yang penting bagi sekolah agar
menyampaikan rekomendasi ini secara
profesional. Itu berarti bahwa Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan harus dilengkapi
denganfakta-fakta, dasar pertimbangan mengapa
perbaikan harus dilakukan dan menegaskan
bahwasemua itu didasarkan pada aspirasi
kebutuhan yang dinyatakan oleh sejumlah besar
pengguna pelayanan. Jangan lupa memberitahukan
pimpinan sekolah sendiri sudah menyampaikan
Janji Perbaikan Pelayanan dan bahkan sudah mulai
melaksanakannya.
Hal ini akan memberi kesan yang sangat
meyakinkan bahwa: ”Kami tidak hanya meminta
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
158 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
bantuan, tetapi sudah mulai berbuat dari diri sendiri!”
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan diterbitkan
dalam bentuk dokumen tertulis ukuran poster,
yangdipasang di kantor organisasi penyelenggara
pelayanan agar pengguna dapat mengetahui
bahwa sudah ada usaha meyakinkan pengambil
keputusan untuk memberikan dukungan.
Isi pokok Rekomendasi Perbaikan Pelayanan:
• Fakta-fakta: sekolah, periode pelaksanaan
survei pengaduan masyarakat, jumlah
responden.
• Hasil survei pengaduan masyarakat (Indeks
Pengaduan Masyarakat).
• Informasi tentang Janji Perbaikan Pelayanan
dan tindak lanjutnya.
• Penjelasan tentang perlunya keputusan.
• Rekomendasi Perbaikan untuk setiap
pengaduan dan jumlah responden
yangmangadukannya.
• Saran perubahan/penyesuaian Rencana
Pembangunan.
• Daftar pihak-pihak yang menerima tembusan
surat Rekomendasi Perbaikan Pelayanan.
3. Temui dan yakinkan pengambil keputusan untuk meraih dukungan
Beritahukan seluruh pengambil keputusan yang
terkait untuk menyampaikan laporan pelaksanaan
dan hasil survei pengaduan masyarakat.
Laporan berisi kumpulan semua dokumen yang
dihasilkan sampai pada pelaksanaan langkah akhir.
Laporan dikirimkan kepada pengambil keputusan
ditingkat kabupaten/kota
D. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Penggunaan metode Peningkatan Kualitas
Pelayanan dengan Partisipasi Masyarakat
bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik
di sekolah yang akan menghasilkan manfaat nyata
dan dapat dirasakan oleh masyarakat pengguna
pelayanan.
Untuk memastikan bahwa Janji Perbaikan
Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan yang telah diterbitkan terpenuhi
dan dilaksanakan, isi Janji dan Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan tersebut harus diintegrasi ke
dalam rencana kerja sekolah (RKS dan RKAS).
Pelaksanaan Janji dan Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan melekat mengikuti siklus perencanaan,
persiapan anggaran, pelaksanaan sampai ke
pertanggungjawaban hasil (akuntabilitas).
Untuk memastikan bahwa semua kegiatan
perbaikan serta hasil nyata akan dicapai dalam
waktu yang direncanakan perlu dilakukan
pemantauan kegiatan serta evaluasi hasil.
Pemantauan adalah pengumpulan dan analisis
informasi tentang status kegiatan yang menghasilkan
gambaran status kegiatan dan mendukung
pengendalian dan keputusan tindak lanjut yang
tepat. Pemantauan dilaksanakan secara berkala
dan seiring dengan siklus perencanaan sekolah.
Oleh karena itu pemantauan adalah kegiatan rutin
159www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dalam konteks pelaksanaan kegiatan. Pemantauan
difokuskan pada hasil kegiatan seperti sudah
ditentukan/direncanakan.
Pemantauan akan memeriksa hasil bukan kegiatan
itu sendiri (mis: “Kebutuhan buku paket sudah
terpenuhi sesuai jumlah siswa” (=hasil), bukan:
“Sejumlah 100 buku paket disediakan”(=kegiatan).
Evaluasi adalah proses pemeriksaan terhadap
dampak yang telah dihasilkan oleh suatu kegiatan
serta keluarannya. Evaluasi dilaksanakan secara
berkala, tetapi dengan frekuensi lebih rendah
daripada pemantauan kemajuan pelaksanaan
kegiatan (misalnya: setahun atau dua tahun sekali).
Frekuensi evaluasi dampak tergantung pada
tujuan evaluasi. Evaluasi memfokuskan dampak
padahasil pelaksanaan, yaitu apakah hasil sudah
mengakibatkan perubahan yang positif (atau
malah negatif). Dampak kegiatan peningkatan
pelayanan publik dapat dilihat dari berbagai faktor
seperti misalnya, peningkatan kualitas pelayanan
sesuai dengan standar tertentu, peningkatan
jumlahpengguna suatu unit pelayanan, jumlah
penghargaan yang diterima sesudah pelayanan
menjadil ebih baik, peningkatan kepuasan
masyarakat atau penurunan pengaduan pengguna.
Pendekatan evaluasi harus sesuai dengan
tujuan evaluasi itu sendiri dan faktor-faktor yang
ingin diketahui secara mendalam.
Pemantauan dan evaluasi menghasilkan informasi
yang menjadi landasan pelaporan rutin kepadapihak
yang terkait (akuntabilitas), termasuk sebagai bahan
informasi balikan kepada masyarakat pengguna
pelayanan.
Komitmen untuk pemantauan dan evaluasi
tindakan nyata perbaikan pelayanan yang disebut-
kan di dalam dokumen Janji Perbaikan Pelayanan
dan tindakan nyata perbaikan, yang diharapkan
dilakukan pihak lain atau pimpinan seperti yang
dimuat di dalam dokumen Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan harus disertai komitmen untuk memantau
dan mengevaluasinya. Pemantauan dan evaluasi
memberi peluang bagi penyesuaian kegiatan dan
perbaikan secara efektif.
Jika terjadi perubahan pimpinan sekolah, kegiatan
pemantauan menjadi wacana efektif untuk
menginformasikan dan membahas status usaha
perbaikan pelayanan di suatu unit pelayanan.
Sesuai dengan janji dan rekomendasi, pimpinan
sekolah melaporkan perkembangan perbaikan
pelayanan kepada masyarakat pengguna
pelayanan. Masyarakat pengguna juga diberi
peluang dan saluran untuk mengawasi pelaksanaan
janji dan rekomendasi. Dengan demikian, kegiatan
pemantauan dan evaluasi sangat penting dilakukan
dengan melibatkan atau mengundang langsung
umpan-balik dari masyarakat pengguna pelayanan.
1. Para pihak yang terlibat
a. Sekolah sebagai unit pelayanan
Tim Pelaksana Survei yang sudah dibentuk
di unit pelayanan sebaiknyatidak berhenti
bekerja setelah Janji Perbaikan Pelayanan dan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dihasilkan.
Tetapi tim ini meneruskan kegiatannya untuk
melaksanakan pemantauan dan evaluasi secara
berkala untuk memastikan bahwa tujuan janji
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
160 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
dapat tercapai. Perlu dicatat bahwa komite
sekolah masuk dalam bagian ini.
b) Masyarakat pengguna pelayanan
Masyarakat pengguna pelayanan berhak
untuk mengawasi kinerja pelayanan serta
implementasi janji di tingkat unit pelayanan.
Masukan dapat diberikan dalam bentuk
pengaduan tertulis atau lisandan melalui
partisipasi langsung dalam kegiatan
pemantauan dan evaluasi.
2. Metode pemantauan dan evaluasi
Pemantauan dan evaluasi sebaiknya dilaksanakan
dengan dua pendekatan, yaitu:
• VerifikasistatusJanjidanRekomendasi
Perbaikan Pelayanan
• Mengulangi Survei Pengaduan Masyarakat
dengan menggunakan kuesioner yang
sama dengan yang digunakan pada survei
sebelumnya dan membandingkan hasil
(Indeks Pengaduan Masyarakat) yang diperoleh
dari kedua survei tersebut.
Ketiga pihak yang disebutkan di atas dilibatkan
secara efektif dalam pelaksanaan kedua
pendekatan pemantauan dan evaluasi tersebut di
atas.
Bagian berikut ini adalah penjelasan tentang tujuan
dan hasil masing-masing pendekatan pemantauan
dan evaluasi yang diuraikan di atas dan proses
pelaksanaannya.
2.1. VerifikasistatusrealisasiJanjidan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan.
TujuanverifikasistatusrealisasiJanjiPerbaikan
Pelayanan dan Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan sesuai dengan kepentingan pihak yang
terlibat:
a) Tujuan di tingkat sekolah
• Mengetahui status pelaksanaan janji,
sapakah perlu penyesuaian kegiatan atau
penyesuaian janji agar lebih realistis,
• Mengetahui status realisasi rekomendasi
sebagai faktor pendukung perbaikan
pelayanan yang telah dilakukan oleh sekolah
itu sendiri,
• Melaporkan status-status tersebut kepada
masyarakat pengguna pelayanan sebagai
balikan sesuai dengan apa yang disebut
di dalam dokumen janji dan rekomendasi
perbaikan pelayanan.
b) Tujuan di tingkat kabupaten/kota (Dinas
Pendidikan)
• Menentukan kemajuan pelaksanaan Janji
dan rekomendasi Perbaikan Pelayanan
dalam rangka perbaikan pelaksanaan
kegiatan, perencanaan dan perubahan
kebijakan jika diperlukan.
• Mengidentifikasifaktor-faktorpenghambat
realisasi janji Perbaikan Pelayanan yang
berkaitan erat dengan atau sangat ditentukan
oleh dukungan dari tingkat kabupaten/kota.
161www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
• Mengidentifikasipraktekyangbaik/inovasi
di sekolah yang layak menjadi contoh untuk
sekolah-sekolah lainnya.
KegiatanverifikasistatusrealisasiJanjidan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan bersifat
sebagaikegiatan pemantauan intern yang
dilaksanakan oleh Tim Survei Pengaduan di
sekolah dan didukung oleh Dinas Pendidikan.
Kegiatanverifikasistatusrealisasijanjidan
rekomendasi sebaiknya dikoordinasikan dengan
semuasekolah yang terlibat sehingga hasil-
hasilnya dapat digabungkan dan masing-masing
sekolah dapat saling belajar dari pengalaman.
2.2.Persiapanverifikasistatusrealisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan
Pihak-pihak yang terlibat
Tim Dinas Pendidikan mempunyai fungsi
koordinasikegiatanverifikasistatusrealisasijanji
dan rekomendasi di mana lebih dari satu sekolah
terlibat. Dalam rangka kegiatan tersebut tim ini
bertanggung jawab untuk:
• Komunikasi mengenai rencana kegiatan
ini kepada pihak pengambil keputusan dan
pimpinan sekolah.
• Pelaksanaan pertemuan awal untuk
menentukan jadwal, peserta dan tugas
persiapan selanjutnya.
Tim Survei Pengaduan di tingkat sekolah
mempunyai tugas persiapan kegiatan di tingkat
sekolah. Tim tersebut akan didampingi oleh Tim
Dinas Pendidikan di masing-masing sekolah akan:
• Mempersiapkan dokumen yang diperlukan.
• Mempersiapkanformatverifikasistatusyang
diperlukan.
• Melakukan koordinasi dengan Tim Dinas
Pendidikan mengenai jadwaldan peserta
kegiatanverifikasistatusrealisasi.
Masyarakat sipil akan berpartisipasi dalam kegiatan
melalui keanggotaan di dalam TimPeningkatan
Kualitas Pelayanan Publik (Komite Sekolah, LSM,
tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain).
Pertemuan persiapan kegiatanPada pertemuan persiapan kegiatan semua
peserta menyepakati jadwal kegiatan, peserta
serta pembagian tugas secara rinci. Tim Dinas
Pendidikan akan mengkoordinasikan pertemuan
awal dan mengundang semua Tim Pelaksana Survei
terkait.
Jadwal kegiatan di masing-masing unit pelayanan:
prosesverifikasistatusrealisasijanjiperunit
pelayanan akan memerlukan waktu sekitar setengah
sampai satu hari per unit pelayanan (tergantung
jaraklokasi).Prosesverifikasistatusrekomendasi
akan memerlukan waktu tambahan satu hari per unit
karenastatusharusdiverifikasidenganpihakyang
terkait.
Jangkawaktudiusulkanbahwakegiatanverifikasi
status realisasi dilaksanakan sebelum proses
perencanaan dan penganggaran. Dengan
demikian hasil dari kegiatan pemantauan ini dapat
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
162 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
dimanfaatkan dalam penyusunan rencana/anggaran
di tahun berikutnya.
Rencanakan jadwal sesuai dengan partisipasi
peserta. Untuk pemantauan di satu unit pelayanan
akan terlibat:
• Tim Pelaksana Survei Pengaduan di tingkat
sekolah.
• Dua sampai tiga orang anggota tim dari unsur
masyarakat sipil atau unsur LSM.
Presentasi hasil:
• Jadwaltentatifuntukpresentasihasilverifikasi
status janji dan rekomendasi kepada pimpinan
sekolah – dari Tim Dinas Pendidikan.
• Jadwal tentatif untuk presentasi hasil kegiatan
pemantauan secara garis besar kepadaKepala
DinasPendidikanatauBupati/Walikotaserta
pengambil keputusan yang terkait dari Tim Dinas
Pendidikan.
• Membahas keperluan publikasi hasil
realisasi janji dan rekomendasi kepada
masyarakat pengguna pelayanan, misalnya
melalui poster status pelaksanaan janji dan
rekomendasi di masing-masing sekolah.
Pemantauan status pelaksanaan janji dan
rekomendasi sebaiknya dilaksanakan setiap enam
bulan sebelum proses perencanaan/penganggaran
untuk memanfaatkan hasilnya dalam rancangan
atau penyesuaian rencana kegiatan serta anggaran/
anggaran perubahan.
Dokumen yang harus dipersiapkan
1. Indeks Pengaduan Masyarakat (IPM) dari survei
pertama.
2. Janji Perbaikan Pelayanan yang resmi
ditandatangani oleh Kepala Sekolah.
3. Rekomendasi Perbaikan Pelayanan yang resmi
ditandatangani oleh Kepala Unit Pelayanan.
4. Dokumen-dokumen yang menunjuk
perencanaan kegiatan, khususnya yang
belumdilaksanakan (mis: catatan di APBD, di
RKA/RASK dan dokumen perencanaan dan
laporan pelaksanaan kegiatan).
5. Format Pemantauan Janji Perbaikan
Pelayanan dan Format Pemantauan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan.
Tanpa dokumen 1. sampai 3 tidak mungkin
pemantauan atau evaluasi dilaksanakan. Oleh
karena itu pengarsipan yang teliti sangat penting
demi pengendalian dan pengelolaan kegiatan
menuju sukses kegiatan selanjutnya.
Tim Pelaksana Survei Pengaduan di masing-masing
sekolah mempersiapkan Format Pemantauan Janji
Perbaikan Pelayanan dan Format Pemantauan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan. Format-format
tersebut disiapkan bagi para anggota tim yang
terlibat untuk digunakan sebagai alat bantu kerja.
Anggaran yang perlu dipersiapkan
• Biaya pertemuan koordinasi awal.
• Fotokopi kuesioner.
• Biaya transportasi Tim Dinas Pendidikan ke
seolah (dua sampai tiga orang/1-2 hari per unit
pelayanan).
163www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
• Biaya transportasi Tim Survei Pengaduan
terutama pada pelaksanaan survei ulang.
• Biaya pertemuan pelaporan kepada pengambil
keputusan yang terkait.
2.3. Pelaksanaanverifikasistatus realisasi Janji dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan
2.3.1. Proses verifikasi status realisasi
a) Verfikasi status Janji Perbaikan Pelayanan
• Anggota Tim Dinas Pendidikan bergabung
dengan Tim Pelaksana Survei Pengaduan
di masing-masing sekolah melaksanakan
kegiatanverifikasistatus realisasijanjisesuai
dengan jadwal kegiatan.
• Tim Dinas Pendidikan serta Tim Pelaksana
survei Pengaduan bertemu dengan kepala
sekolah yang ditujukan untuk wawancara
awal tentang status kegiatan. Hasil dicatat
oleh masing anggota di formatnya.
• Untuk mengisi format lebih lanjut, tim
akan mengobservasi secara langsung
bukti nyata di sekeliling sekolah. Pada saat
itujugadapatdimintaklarifikasidaristaf
sekolah mengenai perubahan yang telah
dilaksanakan.
• Jika bukti langsung untuk pelaksanaan
satu butir janji tidak dapat diobservasi
tim mencari bukti dalam dokumen yang
menyatakan bahwa suatu kegiatan
memang telah direncanakan (jika belum
ada kenyataan). Langkah itu memerlukan
komunikasi lebih lanjut misalnya dengan
SKPD.
b) Verifikasi status realisasi Rekomendasi Perbaikan Pelayanan
• Tim juga akan mengumpulkan informasi
mengenai status rekomendasi, sejauh
manastatus diketahui di tingkat sekolah
dan di Dinas Pendidikan. Namun, seringkali
pimpinan sekolah serta tim setempat tidak
akan mengetahui status realisasi satu butir
rekomendasi dan tidak mempunyai akses
terhadap pengambil keputusan.
• Oleh karena itu, Tim Dinas Pendidikan
berperandalammelanjutkan verifikasistatus
rekomendasi dengan menghubungi Dinas
Pendidikan atau jika perlu pimpinan masing-
masing instansi tersebut.
2.3.2. Analisis hasil di tingkat sekolah dan
tindak lanjut
a) Analisis status Janji Perbaikan Pelayanan
• Padaakhirkegiatanverifikasidi
unit pelayanan, tim secara bersama
mengkonsolidasikan catatan dan observasi
merekadiFormatVerifikasiStatusRealisasi
Janji Perbaikan Pelayanan. Bersama-sama
ditentukan status pelaksanaan masing-
masing janji, apakah“sudah dilaksanakan”,
“sedang dilaksanakan” atau “belum
dilaksanakan”. Status akan dijumlahkan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
164 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
di bagian bawah tabel. Hasil ini akan
menunjukkan status pelaksanaan di setiap
sekolah.
• Bersama-sama tim akan membahas
apakah kegiatan yang telah dilaksanakan
atau direncanakan dianggap cukup untuk
mencapai tujuan janji dan mengatasi
pengaduan. Jika dianggap memerlukan
kegiatan tambahan, usulan kegiatan dicatat.
Jika dianggap bahwa suatu butir janji tidak
dapat tercapai secara realistis oleh sekolah,
diusulkan perubahan janji pada format yang
sama.
• Bersama-sama tim juga mengkonsolidasikan
“faktor hambatan” serta “praktek yang
baik/inovasi” yang dapat diobservasi.
Tim memeriksa juga bagaimana status
publikasi Janji sertaRekomendasi Perbaikan
Pelayanan di tingkat sekolah. Jika publikasi
tersebut perlu ditingkatkan, tim akan
mencatat rekomendasi ke depan untuk
pimpinan sekolah.
• Semua hasil yang disepakati diketik di
dalam satu format di unit pelayanan sebagai
format pelaporan.
• LaporandalamFormatVerifikasiStatus
Realisasi Janji Perbaikan Pelayanan
dipersiapkan. Tim Pelaksana Survei
Pengaduan mempresentasikan hasil
kepada pimpinan sekolah untuk membahas
penemuan bersama-sama Tim Dinas
Pendidikan akan menerima satu salinan
formatfinal.
b) Analisis status Rekomendasi Perbaikan Pelayanan
• Tim Dinas Pendidikan mengkonsolidasikan
status realisasi janji per sekolah dan
merekapitulasi status rekomendasi (“sudah,
sedang, belum”) pada hari ke 3 setelah
kunjungan ke sekolah.
• Jika status suatu rekomendasi belum
jelas, sebaiknya dicatat sebagai informasi
pentinguntuk pengambil keputusan terkait.
Jika dianggap memerlukan kegiatan
tambahan, usulan kegiatan dicatat. Jika
dianggap bahwa suatu butir rekomendasi
tidak realistis, tim dapat mengusulkan
perubahan rekomendasi pada format yang
sama.
• LaporandalamFormatVerifikasiStatus
Realisasi Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan dan diserahkan kepada
pimpinan sekolah.
c) Tindak lanjut di tingkat unit pelayanan
Sesuai dengan hasil pemantauan dan
rekomendasi, pimpinan sekolah akan
mengambil langkah tindak lanjut:
• Penyesuaian/tambahan kegiatan perbaikan
pelayanan untuk mencapai tujuan janji.
• Informasi kepada masyarakat pengguna
tentang status implementasi janji dan
rekomendasi (misalnya dalam bentuk poster
yang menyebutkan janji/ rekomendasi serta
status).
• Jika terjadi penyesuaian janji atau
rekomendasi, dirumuskan Janji Perbaikan
165www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Pelayanan dan atau Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan baru yang diumumkan sesuai
dengan proses didalam modul ini.
• LaporandalamFormatVerifikasiStatus
Realisasi Janji serta rencana tindak lanjut
dikirim oleh pimpinan sekolah ke pihak
yang berkaitan dengan perencanaan dan
penganggaran di Dinas Pendidikan.
2.3.3. Analisis hasil di tingkat sekolah/ daerah dan tindak lanjut
Setelah pemantauan di semua unit
pelayanan dilaksanakan, Tim Dinas
Pendidikan mempunyai tugas untuk
mengkonsolidasikan temuan secara garis
besar untuk pelaporan kepada pengambil
keputusan.
a) Rekapitulasi status Janji Perbaikan Pelayanan
• Status realisasi: Jika pemantauan
dilaksanakan pada sejumlah unit
pelayanan, hasil-hasil rekapitulasi
terhadap status janji “sudah, sedang,
belum” dari semua unit dapat
dijumlahkan untuk memberikan
gambaran (mis: setelah 12 bulan
pelaksanaan janji, semua kemajuan unit
pelayanan telah berhasil melaksanakan
82% dari semua janji).
• Faktor penghambat: Jika ada faktor
penghambat yang mempengaruhi
pelaksanaan kegiatan di beberapa unit
pelayanan, faktor itu serta rekomendasi
ke depan dicatat untukpresentasi
kepada pengambil keputusan supaya
dapat ditindaklanjuti.
• Praktek yang baik/inovasi: Jika Tim
Dins Pendidikan sempat mendeteksi
beberapa praktek yang baik atau
inovasi penyediaan pelayanan yang
sebaiknya menjadi contoh pelayanan
yang baik untuk sektor tersebut,
sebaiknya dicatat.
b) Rekapitulasi status Rekomendasi Perbaikan Pelayanan
• Status realisasi: Jika pemantauan
dilaksanakan pada sejumlah sekolah,
hasil-hasil rekapitulasi terhadap status
rekomendasi (“sudah, sedang, belum”)
dari semua sekolah juga dapat digabung
untuk memberikan gambaran kemajuan
(mis: seletah 12 bulan 60% dari semua
rekomendasi telah dilaksanakan,
padahal 40% belum ada tindak lanjut).
• Rekomendasi yang belum dikerjakan
atau di mana status belum jelas dicatat
sebagai informasi kepada pihak yang
berwenang.
2.3.4. Presentasi hasil kepada Menteri/ Kepala/Gubernur/Bupati/Walikota
Tim Dinas Pendidikan akan
mempresentasikan secara garis besar
hasil dariverifkasi status realisasi Janji dan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
166 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan kepada
semua pihak pengambil keputusan yang
terkait.
a) Tujuan presentasi
• Pengambil keputusan mempunyai
kesempatan untuk melakukan pembahasan
dengan Tim Dinas Pendidikan sejauhmana
kemajuan implementasi kegiatan
peningkatan kualitas pelayanan publik
berdasarkan partisipasi masyarakat.
• Pengambil keputusan serta pihak
yang berwenang mengetahui faktor
penghambat pelaksanaan perbaikan
pelayananan serta rekomendasi tim.
• Pengambil keputusan diinformasikan
mengenai butir Rekomendasi Perbaikan
Pelayanan yang tetap memerlukan perhatian.
• Pihak yang terkait mempunyai informasi
mengenai praktek yang baik/inovasi yang
dianggap layak diperkenalkan kepada semua
sekolah serta usulan tindak lanjut.
b) Tindak lanjut dari pengambil keputusan
Pada saat awal penerapan metode
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
dengan Partisipasi Masyarakat, pengambil
keputusan telah menunjukkan komitmen
tinggi dengan mempersiapkan kondisi
kondusif bagi penggunaan metode
ini, misalnya melalui Surat Keputusan
tentang penunjukan sekolah, penunjukan
dan penugasan beberapa tim kerja
yang diperlukan sebagai pelaksanadan
penyediaan anggaran.
Sesuai dengan komitmen tersebut
pengambil keputusan akan
mempertimbangkan hasil dari pemantauan
dan mengambil langkah tindak lanjut.
2.3.5. Pengarsipan
Hasil pemantauan status realisasi Janji dan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan dalam
bentuk laporan diarsipkan di masing unit
pelayanan dan oleh Tim Dinas Pendidikan
sebagai referensi untuk pemantauan
selanjutnya.
2.3.6. Umpan-balik tentang status pelaksanaan janji dan rekomendasi kepada Masyarakat
• Pimpinan unit pelayanan menginformasikan
kepada masyarakat pengguna tentang
hasilverifikasistatusrealisasijanjidan
rekomendasi, misalnya melalui poster yang
memberikan informasi terakhir tentang
status.
• Jika Tim Dinas Pendidikan ingin
mengkomunikasikan hasil dari pemantauan
secara umum juga dapat diperkenalkan
kepada masyarakat melalui media massa.
Ini akan bermanfaat secara khusus jika
pemantauan dilaksanakan di banyak sekolah
di suatu kabupaten/kota.
167www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
E. SURVEI ULANG
Pelaksanaan kegiatan perbaikan pelayanan
sesuai dengan janji dan rekomendasi
semestinya menghasilkan perubahan kualitas
pelayanan yang terasa oleh masyarakat pengguna.
Survei ulang dilaksanakan untuk melihat
sejauh mana kegiatan perbaikan yang telah
dilaksanakan mempunyai dampak positif terhadap
persepsi masyarakat pengguna. Masing-masing
pihak terlibat mempunyai tujuan sesuai dengan
kepentingannya:
a) Tujuan ditingkat sekolah:
• Mengetahui apakah kegiatan perbaikan
yang telah dikerjakan menghasilkan
perbaikan persepsi masyarakat sehingga
kegiatan tersebut bisa dianggap efektif.
• Mengetahui pengaduan mana yang
tetap menerima jumlah pengaduan yang
tinggi sehingga memerlukan aksi perbaikan
oleh unit pelayanan
b)Tujuanditingkatkabupaten/kota:
• Mengetahui secara umum apakah
pelaksanaan janji dan rekomendasi telah
efektif sehingga terjadi perbaikan persepsi
masyarakat.
• Mengetahui unit pelayanan mana yang
sangat berhasil dari segi penurunan
pengaduandan yang mana belum.
• Mengetahui jenis pengaduan mana yang
tetap menerima jumlah pengaduan yang
tinggi(misalnya sarana/ prasarana, disiplin,
kecepatan pelayanan, kejelasan prasyaratan
pelayanan,dst)
c) Tujuan di tingkat masyarakat pengguna:
• Mengetahui hasil survei ulang serta tindakan
lanjut dalam bentuk Janji dan Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan yang baru.
Kegiatan survei ulang bersifat kegiatan
evaluasi terhadap status perbaikan
pelayanan yangd ilaksanakan oleh Tim
Pelaksana Survei Pengaduan dan Tim Dinas
Pendidikan. Sesuai dengan survei pertama,
kegiatan ini akan melibatkan masyarakat
pada semua langkah.
Seperti survei pertama, survei ulang
dilaksanakan secara terkoordinasi antara
semua sekolah sehingga Analisis Masalah
Penyebab Pengaduan dapat dilaksanakan
bersama-sama dan sekolah dapat saling
belajar dari pengalaman.
E.1. Persiapan Survei Ulang dan Lokakarya Analisis Masalah Penyebab Pengaduan
Survei ulang sebaiknya dilaksanakan sekitar
dua tahun setelah Janji Perbaikan Pelayanan
dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan
ditandatangani. Setelah dua tahun semestinya
perubahan pelayanan dan pengaruh positif oleh
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
168 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
pelaksanaan rekomendasi sudah sangat terasa
oleh masyarakat pengguna.
Survei ulang dilaksanakan (a) sebelum proses
perencanaan/ penganggaran dan (b) setelah
pemantauan status pelaksanaan Janji dan
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan (lihat
sub-bagian tentang evaluasi). Pelaksanaan
evaluasi akan memerlukan sekitar 6 minggu dari
persiapan kegiatan sampai ke pelaporan.
a. Proses survei ulang tidak berbeda dari survei pertama
Survei ulang akan memakai kuesioner dari survei
pertama sehingga tidak perlu melaksanakan
Lokakarya Pengelolaan Pengaduan. Kuesioner
tidak boleh diubah agar hasil survei kedua dapat
dibandingkan dengan survei pertama. Beberapa
catatan tentang persiapan:
• Persiapan survei ulang dilaksanakan sesuai
dengan penjelasan di atas mengenai
persiapan survei, termasuk pengumuman
pelaksanaan suvei, pembuatan dan
publikasi IPM. Tim Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik akan mengkoordinasikan
persiapan serta memantau kualitas
persiapan survei.
• Pertemuan Analisis Masalah Penyebab
Pengaduan akan menyusul setelah
pembuatan IPM dipersiapkan sesuai
penjelasan tentang persiapan Pertemuan
Analisis Masalah Penyebab Pengaduan di
atas.
• Pembagian kerja antara Tim Dinas
Pendidikan serta Tim Pelaksana Survei
Pengaduan di tingkat sekolah.
• Biaya anggaran yang diperlukan sesuai
dengan biaya untuk survei pertama serta
Pertemuan Analisis Masalah Penyebab
Pengaduan yang pertama.
• Masyarakat tetap diinformasikan pada setiap
langkah dan diikutsertakan sesuai dengan
penjelasan proses survei pengaduan dan
pertemuan analisis masalah penyebab
pengaduan yang pertama.
b. Dokumen yang harus dipersiapkan
• Dokumen Indeks Pengaduan Masyarakat
hasil survei yang lalu.
• FormatVerifikasiStatusRealisasiJanji
Perbaikan Pelayanan.
• FormatVerifikasiStatusRealisasi
Rekomendasi Perbaikan Pelayanan.
169www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
Mengapa Sekolah Perlu Tatakelola yang Baik?
Tiga pilar utama penyelenggara pendidikan:1. Pemerintah2. Warga sekolah3. Masyarakat
1. Sekolah sebagai unit pelayanan2. Hak pengguna layanan untuk
memperoleh pelayanan yang baik3. Akuntabilitas
Mengapa Sekolah Perlu Melaksanakan Survei Pengaduan?
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
171www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
77Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
172 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran adalah peserta
menguasai transparansi dan akuntabilitas dalam
manajemen sekolah. Tujuan khusus pembelajaran
adalah, setelah mengikuti sesi tentang transparansi
dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah,
peserta dapat:
1. Menjelaskan kaitan antara good governance
dengan transparansi dan akuntabilitas.
2. Menjelaskan makna transparansi dan
akuntabilitas.
3. Mengidentifikasijenis-jenisakuntabilitas.
4. Menyusun lesson learnt dari praktik baik tentang
transparansi sekolah yang mendapatkan
pendampingan dari USAID-KINERJA.
POKOK BAHASAN
1. Kaitan antara good governance dengan
transparansi dan akuntabilitas.
2. Makna transparansi dan akuntabilitas.
3. Jenis-jenis akuntabilitas.
4. Contoh penerapan transparansi dan
akuntabilitas di sekolah.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah
..... peserta
menguasai transparansi dan
akuntabilitas dalam manajemen
sekolah.
MODUL 7
173www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Pengkondisian
30 menit Fasilitator Presentasi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit WakilKelompokPresentasi
10 menit Penutup
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Rsesitasi4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berikut:
PROSES FASILITASI
Pengantar(5 menit)
Pengkondisian(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
174 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi.
BAHAN BACAAN
BAHAN BACAAN: TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMEN SEKOLAH
1. PENDAHULUAN
Diskursus tentang good governance atau
kepemerintahan yang baik, merupakan kelanjutan
perkembangan diskursus tentang good governmet.
Good governance merupakan isu yang paling
mengemuka belakangan ini, terutama ketika
keinginan untuk mewujudkan kepemerintahan yang
kapabel sekaligus yang baik menjadi tekad hampir
semua negara bangsa. Pemahaman umum tentang
good governance mulai mengemuka di Indonesia
sejak tahun 1990-an dan semakin populer pada era
tahun 2000-an.
Kepemerintahan yang baik banyak diperkenalkan
oleh lembaga donor atau pemberi pinjaman luar
negerisepertiWorldBank,AseanDevelopment
Bank, IMF maupun lembaga-lembaga pemberi
pinjaman lainnya yang berasal dari negara-
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengajak peserta bermain game.
Apersepsi(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi
peningkatan partisipasi masyarakat dan stake
holders dalam pelayanan publik d sekolah.
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
urgensi transparansi dan akuntabilitas.
3. Fasilitator memancing pikiran kritis peserta
terhadap fenomena sekolah yang kurang
transparan.
Presentasi(30menit)
Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang
transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen
sekolah.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok.
2. Fasilitator memberikan topik yang didiskusikan
dalam kelompok.
3. Kelompok mendiskusikan topik yang diberikan.
4. Kelompok merekam hasil diskusi dalam kertas
plano.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta.
175www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
negara maju. Good governance dijadikan aspek
pertimbangan lembaga donor dalam memberikan
pinjaman dan hibah.Good governance ini sudah
memasuki ranah universitas dengan label good
university governance dan ranah sekolah dengan
label good school governance.
Good governance mengharuskan penggunaan
prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan kepemrintahan. Deklarasi Tokyo
mengartikan akuntabilitas sebagai kewajiban-
kewajiban dari individu-individu atau penguasa
yang dipercayakan untuk mengelola sumber-
sumber daya publik dan yang bersangkutan
dengannya untuk menjawab hal-hal yang terkait
denganpertanggungjawabanfiskal,manajerial,dan
program. Akuntabilitas terkait dengan asesemen
tentang standar pelaksanaan kegiatan.
Beberapa negara maju di Eropa seperti Jerman
dan Inggris telah menerapkan konsep akuntabilitas
hampir di setiap aspek kepemerintahan sejak tahun
1970-an. Inggris di era John Major dan Toni Blair
memasyarakatkan akuntabilitas dengan menyusun
Output and Performance Analysis (OPA Guidance).
Pemerintah Inggris menetapkan gagasan tentang
Public Services for The Future: Modernisation,
Reform, Accountability”, yang mengharuskan
setiap keputusan tidak hanya berorientasi pada
pengeluaran dan atau penyerapan dana,tetapi
juga mengenai peningkatan jasa yang diberikan
beserta dengan perbaikannya. Jerman menetapkan
bahwa keterlibatan pusat (central involvement)
dalam kegiatan setiap menteri dibatasi pada
masalah kepegawaian, teknologi informasi dan
hal-hal keuangan. Dari pola pemerintahan ini,
maka pemerintah sesuai dengan tingkatannya
secara formal mempunyai akuntabilitas (public
accountability) kepada parlemen di tiap tingkatan
pemerintahan (federal, negara bagian, dan lokal).
2. MAKNA TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
Transparansi atau keterbukaan berarti seluruh
warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat
mengetahui mekanisme pengelolaan sumberdaya
sekolah. Selanjutnya sekolah memperoleh
kepercayaan dan dukungan dari pemangku
kepentingan. Keterbukaan dapat dilakukan melalui
penyebarluasan informasi di sekolah dan pemberian
informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan
sumberdaya sekolah, untuk memperoleh
kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhnya
kepercayaan publik merupakan langkah awal
upaya sekolah dalam meningkatkan peran serta
masyarakat terhadap sekolah (Kemendikbud, 2012).
Keterbukaan atau transparansi dalam pengelolan
sekolah merupakan karakteristik sekolah yang
menerapkan MPMBS. Keterbukan/transparansi
ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencana dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan
uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan
pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
Akuntabilitassecaraharfiahdalambahasainggris
biasa disebut dengan accoutability yang diartikan
sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”.
Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
176 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga
diartikan sebagai “tanggung jawab”. Pengertian
accountability dan responsibility seringkali diartikan
sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda.
Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya
dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas
yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu
kebijakan. Sedangkan accountability merupakan
kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi
otoritas yang diperolehnya tersebut.
Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Sirajudin
H Saleh dan Aslam Iqbal berpendapat bahwa
akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak
kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas
internal dan eksternal seseorang. Dari sisi
internal seseorang akuntabilitas merupakan
pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-
nya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang
adalah akuntabilitas orang tersebut kepada
lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-
bawahan) maupun lingkungan masyarakat.
Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk
kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil
pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini,
diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta
cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua
itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting
dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling
menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain
pengendaliantidakdapatberjalanefisiendanefektif
bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas
yang baik demikian juga sebaliknya.
Media akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk
laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian
tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu
organisasi, karena pencapaian tujuan merupakan
salah satu ukuran kinerja individu maupun unit
organisasi. Tujuan tersebut dapat dilihat dalam
rencana stratejik organisasi, rencana kinerja, dan
program kerja tahunan, dengan tetap berpegangan
pada Rencana Jangka Panjang dan Menengah
(RJPM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Media akuntabilitas lain yang cukup efektif dapat
berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas
pokok dan fungsi dan target-target serta aspek
penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek
sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia
dan lain-lain.
Perkembangan penyelenggaraan negara di
Indonesia memperlihatkan upaya sungguh-sungguh
untuk menghasilkan suatu pemerintahan yang
berorientasi pada pemenuhan amanah dari seluruh
masyarakat. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas KKN menguraikan mengenai azas
akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan
pengelolaan pemerintahan. Hal ini mengisyaratkan
bahwa untuk mewujudkan suatu pemerintahan
yang responsif, bebas KKN serta berkinerja, kondisi
akuntabilitasmerupakan'sufficientcondition' atau
kondisi yang harus ada.
Akuntabilitas menekankan pada
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, utamanya pencapaian sasaran
peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam
mengelola sumberdaya berdasar pada peraturan
177www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
perundangan dan dapat mempertangungjawabkan
kepada pemerintah, seluruh warga sekolah
dan pemangku kepentingan lainnya.
Pertanggungjawaban meliputi implementasi proses
dan komponen manajemen sekolah.
Pertanggungjawaban dapat dilakukan secara
tertulis disertai bukti-bukti administratif yang syah,
menunjukkanbuktifisik(sepertibangunangedung,
bangku, dan alat-alat laboratorium), atau lisan
misalnya rapat dengan mengundang pemangku
kepentingan.
3. JENIS-JENIS AKUNTABILITAS SEKOLAH
Jenis-jenis akuntabilitas di sekolah terdiri atas
sebagai berikut:
1. Akuntabilitas akademik yang ditunjukkan
dengan:
a. Prestasi akademik tinggi
b. Tingkat Kelulusan Tinggi
c. Punya kejuaraan di berbagai bidang
akademik
d. Kejuaraan lomba mata pelajaran
e. Kejuaraan olimpiade
f. Lulusannya terserap di lembaga pendidikan
lanjutan dengan kategori baik.
2. Akuntabilitas non akademik, yang ditunjukkan
dengan:
a. Mengakomodasi keragaman potensi non
akademik peserta didiknya.
b. Ada pengembangan potensi non akademik
secara optimal.
c. Punya kejuaraan non akademik di berbagai
bidang.
d. Punya kejuaraan non akademik banyak
di tingkat lokal, regional, nasional, dan
internasional.
3. Akuntabilitas moral, yang ditunjukkan dengan:
a. Adanya moral meaning, moral feeling, dan
action di sekolah.
b. Mengaitkan manajemen dengan fungsi
normatif pendidikan, sebagai wahana untuk
membangun moral anak didik di masa kini
dan masa depan.
c. Bertanggungjawab untuk tetap memelihara
moralitas masyarakat melalui strategic group
di lembaga pendidikan.
4. Akuntabilitas hukum, yang berarti: .
a. Kinerja pendidikan tidak keluar dari koridor
hukum.
b. Kinerja pendidikan menjadi contoh/teladan
terkait penaatan terhadap hukum.
c. Kinerja pendidikan tidak menimbulkan
masalah dari segi hukum.
5. Akuntabilitas politik, yang berarti:
a. Apa yang diperbuat oleh pimpinan lembaga
pendidikan bisa diterima oleh stakeholders-
nya (institusi yang menaungi, orangtua,
masyarakat dan warga sekolah).
b. Apa yang diperbuat oleh pimpinan lembaga
pendidikan menimbulkan satisfaction oleh
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
178 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
stakeholders-nya (institusi yang menaungi,
orangtua, masyarakat dan warga sekolah).
6. Akuntabilitas administratif, yang berarti:
a. Kinerja lembaga pendidikan dapat
dipertanggungjawabkan secara administratif
kepada stakeholders-nya.
b. Pertangungjawabannya dalam bentuk
laporan yang mudah dipahami dan sesuai
dengan pedoman yang ditentukan.
7. Akuntabilitas ekonomik yang berarti:
a. Lembaga pendidikan mempunyai
prospectus pertumbuhan dan kualitas.
b. Kelembagaan pendidikan mempunyai
pertumbuhan: ada peningkatan aset: lahan,
peserta didik, sumber daya, dan sumber dana.
c. Kelembagaan pendidikan mempunyai
peningkatan kualitas: secara horisontal dan
vertikal.
4. CONTOH PENERAPAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DI SEKOLAH
Penerapan transparansi telah dilakukan oleh
sekolah-sekolah yang menerapkan MBS dan
mendapatkan pendampingan dari kinerja. SD-SD
yang berada di Kota Probolinggo, telah menunjukkan
transparansi dala pengelolaan sekolah. Bentuk
transparansi yang mereka tunjukkan adalah:
1. Terbuka saat menyusun perencanaan sekolah,
karena ada keterlibatan dari multi stake holders
dalam proses-proses penusunannya.
2. Hasil penyusunan rencana sekolah yang
berbentuk RKS dan program-program sekolah,
dipajang pada dinding pengumuman sekolah
sehingga dapat dilihat oleh publik yang menjadi
pengguna pelayanan pendidikan.
3. Rencana anggaran kegiatan sekolah (RAKS)
juga disusun dengan melibatkan komite sekolah,
disetujui dan dketahui oleh komite sekolah.
Semua warga sekolah bisa mengetahui secara
transparan terhadap kebutuhan dana sekolah
beserta dengan pembelanjaan dan atau
pengeluarannya.
4. RKS pada sekolah-sekolah yang didampingi
oleh kinerja selama menerapkan MBS, juga
dipajang pada suatu tempat yang dapat diketahui
dan diakses dengan mudah oleh publik atau
masyarakat.
5. Sebagai bentuk pertanggungjawaban
(akuntabilitas), sekolah yang menerapkan MBS
selama didampingi oleh kinerja, juga melaporkan
kegiatan dan sekolah beserta dengan
pengunaan anggarannya kepada orang tua,
UPTD, Dinas Pendidikan, Komite Sekolah dan
bahkan kepada multi stake holder yang lainnya.
6. Setelah sekolah menerapkan transparansi dan
akuntabilitas, maka kepercayaan masyarakat
terhadap sekolah makin meningkat, dan
partisipasi yang diberikan juga semakin
meningkat (lebih lanjut, baca bab: Partisipasi
masyarakat dan stake holders dalam pelayanan
publik di sekolah).
179www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
KOMITE SEKOLAH DI JEMBER BANGKITSETELAH ADA USAID-KINERJA
I buLulusYuliastutik,KepalaSekolahSDNSidomekar08Kec.SemboroKab.Jemberyang
merupakan salah satu sekolah mitra Program USAID-KINERJA, telah mulai menerapkan MBS
berpelayanan publik da membuka ruang partisipasi bagi masyarakat dalam meningkatkan mutu
sekolah.
Menyadari manfaat partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas Ibu Lulus segera memulai langkah
terobosan dengan mereformasi komite sekolah, yang sebelumnya keberadaan komite sekolah hanya
sekedar ada. Alhasil, beliau berhasil menemukan tokoh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan
bernama Bpk. Risqon, SE yang terpilih menjadi Ketua Komite.
Pendampingan teknis KINERJA melalui Lokakarya Penguatan dan Pemberdayaan Komite Sekolah,
komite dan kepala sekolah serta guru memahami apa peran dan fungsi komite sekolah. SK
Pengurus Komite tertanggal 14 April 2012 telah diterbitkan dan saat ini sudah memiliki AD/ART serta
program kerja Komite sekolah yang dilengkapi dengan visi misi. Dibawah kepemimpinan Bapak
Risqon, komite Sidomekar 08 mulai bangkit untuk terlibat dalam pengelolaan sekolah sesuai dengan
peran dan fungsinya yaitu sebagai Supporting, Mediator, Advisor dan controlling.
Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Komite Sekolah SDN Sidomekar 08 antara lain :
Berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan perencanaan sekolah, membantu guru menghitung
&menentukanKKM(mengadakanworkshoppenghitungan&penetapanKKM),membantu
meningkatkan mutu dan promosi sekolah.
BekerjasamadenganPTIndofood(miesedap),TehBotolSosro,Yamahasebagaisponsorlomba
bacapuisi,mewarna&menggambaruntukanakTKcalonmurid,drumbanddanFamiliCerdas.
Acara digelar agar masyarakat dan orang tua murid bersama keluargnya datang ke sekolah dan
mengetahui kondisi sekolah sekaligus promosi
Bekerjasama dengan Pabrik Gula Semboro untuk mencarikan bea siswa untuk peserta didik
Bekerjasama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) Semboro, memanfaatkan lahan milik KUD untuk
bercocok tanam hortikultura ) Pepaya, kangkung, bayam, gambas, dan katu ) sebagai kegiatan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
180 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
ekstra dan praktek pertanian untuk siswa. Hasilnya dijual dengan pembagian 50 % komite
sekolah untuk dikembangkan lagi, 25 % sekolah dan pengelola.
Mendirikan KANTIN SEKOLAH, hasilnya 50% komite dan 50% sekolah. Tujuannya selain untuk
support dana ke sekolah, juga menciptakan jiwa wirausaha siswa dan masyarakat sekolah karena menjual
makanan yang diproduksi orang tua murid seperti Klepon, Kripik Pisang, Opak gepit, Kacang telur, Roti
kering, dan rengginan. Siswa mengambil sendiri makanan yang dibeli dan mengadministrasikan sendiri
dengan memasukan uang serta mencatat sendiri dalam buku, pengelola hanya mengkoordinir
& mengawasi serta membantu siswa yang belum bisa baca, tulis..
181www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
BAHAN PRESENTASI
Responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan.Accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.
RESPONSIBILITY DAN ACCOUNTABILITY
JENIS-JENIS AKUNTABILITAS SEKOLAH
1. Akuntabilitas akademik2. Akuntabilitas non akademik3. Akuntabilitas moral4. Akuntabilitas hukum5. Akuntabilitas politik6. Akuntabilitas administratif7. Akuntabilitas ekonomik
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
182 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
• Prestasi akademik tinggi• Tingkat kelulusan tinggi• Punya kejuaraan di berbagai bidang akademik• Kejuaraan lomba matapelajaran• Kejuaraan olimpiade• Lulusannya terserap di lembaga pendidikan.
AKUNTABILITAS AKADEMIK
183www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
88Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik di Sekolah
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
184 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Praktik Baik (Good Practice) Penerapan MBS Berorientasi Pelayanan Publik Sekolah
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran adalah peserta dapat
mengambil pelajaran dari praktik-praktik penerapan
MBS berorientasi pelayanan publik. Tujuan khusus
pembelajaran adalah, setelah mengikuti sesi
tentang praktik baik (good practice) penerapan MBS
berorientasi pelayanan publik, peserta dapat:
1. Mengidentifikasipraktikbaik (good practice)
penerapan MBS berorientasi pelayanan publik
yang pernah dilihat di daerah masing-masing.
2. Mengambil praktik-praktik baik penerapan MBS
berorientasi pelayanan publik sebagai leason
leaner.
3. Menganalisis kemungkinan penerapan praktik-
praktik baik penerapan MBS berorientasi
pelayanan publik di sekolah masing-masing.
POKOK BAHASAN
1. Praktik-praktik baik manajemen kurikulum dan
pembelajaran berbasis sekolah.
2. Praktik-praktik baik manajemen kelas berbasis
sekolah.
3. Praktik-praktik baik manajemen SDM.
4. Praktik-praktik baik manajemen peserta didik.
berbasis sekolah.
Tujuan umum pembelajaran adalah
peserta dapat mengambil pelajaran dari praktik-praktik penerapan MBS berorientasi pelayanan
publik.
MODUL 8
185www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Pengkondisian
30 menit Telaah teks/bahan bacaan
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit WakilKelompokPresentasi
10 menit Penutup
5. Praktik-praktik baik manajemen sarana
prasarana berbasis sekolah.
6. Praktik-praktik baik manajemen keuangan
berbasis sekolah.
7. Praktik-praktik baik manajemen partisipasi
masyarakat berbasis sekolah.
8. Contoh Penerapan Praktik MBS di
Kabupaten/Kota Mitra Kinerja
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Rsesitasi4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
186 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengajak senam kepada peserta.
Apersepsi(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi
sebelumnya
2. Fasilitator menggali pengalaman peserta
tentang pelaksanaan MBS di sekolahnya
masing-masing.
3. Fasilitator memancing pendapat peserta lain
tentang pengalaman pelaksanaan MBS di
sekolah yang telah diceritakan oleh peserta.
TelaahBahanBacaan(30menit)
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
peserta untuk menelaah bacaan tentang good
practice MBS berorientasi pelayanan publik.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
peserta untuk menggaris bawahi hal-hal penting
pada bacaan yang ditelaah.
3. Failitator memberikan kesempatan kepada
pesertamengidentifikasigoodpracticeMBS
berorientasi pelayanan publik di daerahnya
masing-masing.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian
kelompok mendiskusikan langkah-langkah yang
dapat ditempuh oleh sekolah untuk mencapai
SPM.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian
kelompok untuk mendiskusikan langkah-langkah
sekolah untuk mencapai SNP.
PROSES FASILITASI
Pengantar(5 menit)
Pengkondisian(10 menit)
Telaah Bahan Bacaan
(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
187www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
dan dapat dijadikan sebagai 'lessons learnt' oleh
sekolah-sekolah lain. Good practices tersebut,
diangkat dari sekolah-sekolah yang selama ini
menerapkan MBS yang dibina oleh pemerintah
(Kemendiknas dan Dinas Pendidikan Provinsi
dan kabupaten kota) dan yang dibina oleh NGO
(termasuk yang didampingi oleh Kinerja-USAID).
Mengingat aspek substansi manajemen berbasis
sekolah yang berorientasi pelayanan publik tersebut
dimulai dari manajemen pembelajaran sampau
dengan manajemen partisipasi masyarakat,
maka sajian tentang good practices tersebut juga
mengikuti alur aspek subtansi manajemen berbasis
sekolah yang berorientasi pelayanan publik.
B. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KURIKULUM BERBASIS SEKOLAH
1. Kurikulum yang diterapkan di sekolah yang
menerapkan MBS adalah KTSP. Manajemen
mutu KTSP di sekolah yang menerapkan MBS
terdiri atas: mencermati perubahan kurikulum,
mempelajari KTSP, sosialisasi KTSP, worshop
silabus, sharing silabus, expert judgement
silabus, dan pengesahan silabus.
2. Pencermatan perubahan kurikulum dilakukan
oleh Sekolah yang menerapkan MBS sejak
adanya informasi perubahan kurikulum dari
1994 ke KBK, Kurikulum 2004 dan KTSP.
Setelah KTSP ditetapkan secara resmi sebagai
kurikulum yang dipakai secara nasional, sekolah
yang menerapkan MBS mempelajari KTSP.
3. Sosialisasi KTSP di sekolah yang menerapkan
MBS dilakukan kepada guru dan stake holders
dengan maksud memberikan pemahaman akan
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok meringkas hasil diskusinya pada
kertas plano.
Presentasi(50menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompokuntukmengidentifikasipraktik-praktik
MBS berorientasi pelayanan publik yang
dapat diterapkan di sekolah masing-masing
beserta faktor pendukung, penghambat beserta
pemecahannya.
3. WakilKelompokPresentasi
4. Anggota kelompok menambahkan (jika ada)
5. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi
BAHAN BACAAN
BAHAN BACAAN: PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICES) PENERAPAN MBS BERORIENTASI PELAYANAN PUBLIK
A. PENDAHULUAN
Banyak good practice manajemen berbasis sekolah
berorientasi pelayanan publik yang dapat diangkat
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
188 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
urgensi KTSP, selanjutnya bisa mencangkokkan
komitmen untuk mengimplementasikan KTSP.
4. Penyusunan silabus dilakukan bersama oleh
tenaga kependidikan sekolah yang menerapkan
MBS sesuai dengan rambu-rambu yang
ditetapkan oleh BSNP, dengan mengakomodasi
potensi dan kearifan lokal.
5. Sharing silabus, judgement expert, review
silabus dan revisi silabus, dilakukan oleh tenaga
kependidikan di sekolah yang menerapkan
MBS dengan harapan menjadi silabus yang
berkualitas karena telah didialogkan dengan
sejawat dan mendapatkan banyak masukan
dari pakar kependidikan mata pelajaran sesuai
keahliannya.
6. Silabus yang sudah melalui perbaikan secara
berulang kemudian disahkan dan dirujuk ketika
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP).
C. GOOD PRACTICES MANAJEMEN PEMBELAJARAN BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen pembelajaran pada sekolah yang
menerapkan MBS adalah suatu aktivitas yang
bermaksud mewujudkan mutu pembelajaran
sehingga proses dan hasil pembelajaran
menjadi bermutu.
2. Proses manajemen pembelajaran Sekolah
yang menerapkan MBS meliputi: perencanaan
pembelajaran, implementasi pembelajaran dan
penilaian pembelajaran.
3. Perencanaan pembelajaran dilakukan dengan
penyusunan RPP yang bermutu oleh guru,
dengan memedomani silabus yang sudah
disyahkan, di-sharing-kan dengan dan di-review
oleh sejawat dan dilakukan expert-judgement,
serta dilakukan revisi berulang.
4. Substansi RPP yang disusun oleh guru Sekolah
yang menerapkan MBS meliputi: identitas mata
pelajaran, kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran; metode, media dan sumber
belajar; jenis dan instrumen evaluasi; identitas
penyusun dan pengesahan oleh penyusun dan
kepala sekolah.
5. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru Sekolah
yang menerapkan MBS memedomani RPP;
menggunakan model, strategi, metode dan
media pembelajaran yang mengerucut ke arah
PAKEM.
6. Evaluasi pembelajaran yang diterapkan di
Sekolah yang menerapkan MBS adalah evaluasi
autentik, yang terdiri atas tes dan non tes.
Guna mengetahui keberhasilan pembelajaran,
Sekolah yang menerapkan MBS menerapkan
standar ketuntasan minimal (SKM).
7. Dalam evaluasi pembelajaran (PS, PR, ulangan
harian, ulangan sub semester dan ulangan
semester), guru mengoreksi dan memberikan
balikan kepada siswa. Siswa yang berprestasi
dalam berbagai ulangan dan pengerjaan tugas
mendapatkan reward dari guru, siswa yang
belum mencapai KKM mendapatkan remidi, dan
siswa yang sudah mencapai KKM lebih cepat
dari kawannya mendapatkan pengayaaan
materi pembelajaran.
189www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
8. Keseluruhan hasil evaluasi dikembalikan kepada
siswa dan dilaporkan kepada orangtua, melalui
raport.
D. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KELAS BERBASIS SEKOLAH
1. Ruang kelas pada sekolah yang menerapkan
MBS berada dalam keadaan bersih dan terawat,
karena disapu dan dilap setiap hari oleh siswa
piket yang diatur oleh guru kelas.
2. Ruang kelas sekolah yang menerapkan MBS
dihias menarik oleh siswa dengan bimbingan
guru kelas sehingga kondusif untuk belajar.
3. Pada dinding ruang sekolah yang menerapkan
MBS dipajang karya-karya terbagus siswa dan
kalender,sertaposter-posterafirmatifyang
menggelorakan semangat relajar siswa.
4. Berbagai jenis ringkasan mata pelajaran, mind
mapping, rumus matematika dan MIPA, dan
pojok mata pelajaran dibuat dan ditempatkan
pada ruang kelas Sekolah yang menerapkan
MBS secara berkala sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran.
5. Terdapat aturan yang dipedomani dan dijalankan
oleh wali kelas, sehingga kelas yang menjadi
tangungjawab guru kelas benar-benar kondusif
untuk melaksanakan pembelajaran yang
bermutu.
E. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KESISWAAN BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen kesiswaan adalah upaya yang
dilakukan oleh pengelola Sekolah yang
menerapkan MBS dalam memproses input
siswa menjadi output yang bermutu sesuai
dengan visi, misi dan tujuan sekolah.
2. Manajemen mutu kesiswaan berbasis terdiri
atasrekrutmensiswabaru,identifikasipotensi
akademik dan non akademik, pembinaan
yang berpotensi akademik dan non akademik,
penyaluran bagi yang kurang potensial di bidang
akademik dan non akademik, pemantauan siswa
yang melanjutkan studi.
3. Rekrutmen siswa baru dilakukan oleh Sekolah
yang menerapkan MBS berdasarkan daya
tampung sekolah yang didahului dengan
penyebaran pengumuman dalam bentuk brosur.
4. Identifikasipotensiakademikdannonakademik
siswa dilakukan oleh guru kelas dan satgas
yang dibentuk, guna memetakan siswa yang
berpotensi akademik, berpotensi non akademik,
dan berminat akademik dan non akademik.
5. Siswa berpotensi akademik dibina sampai
mengerucut ke kejuaraan lomba mata pelajaran,
siswa berpotensi non akademik dibina sampai
mengerucut ke kejuaraan lomba non akademik,
dan siswa yang berminat akademik dan non
akademik disalurkan pembinaannya melalui
kegiatan ekstra kurikuler untuk variasi dan
pengayaan perolehan belajar di bidang
akademik.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
190 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
6. Siswa yang berprestasi dan menjadi
juara bidang akademik dan non akademik
mendapatkan penghargaan material dan non
material serta ditampilkan dalam berbagai
kegiatan gebyar sekolah agar makin memacu
yang bersangkutan dan kawannya untuk
mendapatkan kejuaraan akademik dan non
akademik berikutnya.
7. Guna mempertahankan mutu pembinaan,
maka setiap pembina mendapatkan insentif
pembinaan, dan pembina kesiswaan yang
berprestasi mendapatkan rewardbertingkat
sesuai dengan tingkatan prestasinya.
8. Berdasarkan pembinaan dan pendampingan
yang bermutu kepada siswa, maka Sekolah
yang menerapkan MBS banyak mendapatkan
kejuaraan penghargaan baik di bidang akademik
maupun non akademik.
9. Sekolah yang menerapkan MBS memantau
kelanjutan studi lulusannya dan membangun
jaringan alumni sebagai bentuk akuntabilitas
pembinaan berkelanjutan dan sekaligus
mengkondisikan alumni agar memberikan
kontribusi akademik dan non akademik kepada
sekolah asalnya.
F. GOOD PRACTICES MANAJEMEN SDM (TENAGA KEPENDIDIKAN) BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen tenaga kependidikan adalah
aktivitas yang dilakukan oleh pengelola Sekolah
yang menerapkan MBS untuk merekrut,
menugasi, meningkatkan kemampuan,
memberikan penghargaan kepada tenaga
kependidikan agar memberikan kontribusi yang
bermutu terhadap proses pendidikan di sekolah.
2. Aktivitas manajemen tenaga kependidikan
terdiri atas: rekrutmen, penugasan, penggajian,
peningkatankualifikasidankompetensi,promosi
dan penghargaan.
3. Rekrutmen tenaga kependidikan pada Sekolah
yang menerapkan MBS melalui seleksi ketat,
referensi kepala sekolah dan guru sejawat serta
yayasan sehingga yang terekrut memenuhi
kualifikasi,prestasiakademik,dedikasidan
kemampuan khusus sesuai dengan ciri khas
sekolah yang menerapkan MBS.
4. Penugasan tenaga kependidikan Sekolah yang
menerapkan MBS selain pada tugas utama,
juga pada tugas tambahan, sesuai dengan
kualifikasi,kompetensidankemampuankhusus
yang dimiliki, dan didasarkan atas kebutuhan riil
pengembangan peserta didik di sekolah.
5. Penggajian tenaga kependidikan Sekolah yang
menerapkan MBS didasarkan atas jenis dan
jumlahbebantugas,kualifikasidankompetensi,
golongan/ruang, masa kerja dan alokasi serta
kemampuan angggaran sekolah.
6. Peningkatankualifikasitenagatenaga
kependidikan sekolah yang menerapkan MBS
melalui studi lanjut, sedangkan peningkatan
kompetensi melalui supervisi, pertemuan ilmiah,
pelatihan, workshop, seminar, pendampingan,
dan kemitraan dengan lembaga lain.
7. Terdapat upaya pemeliharaan loyalitas dan
dedikasi tenaga kependidikan pada sekolah
yang menerapkan MBS, dan terdapat upaya
191www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
peningkatan atau promosi karier secara
berkelanjutan.
F. GOOD PRACTICES MANAJEMEN SARANA PRASARANA BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen sarana prasarana adalah
pengaturan sarana prasarana secara bermutu
agar siap dipergunakan untuk mendukung
pelaksanaan bidang akademik dan non
akademik di sekolah yang menerapkan MBS.
2. Aktivitas manajemen sarana prasarana Sekolah
yangmenerapkanMBSterdiriatas:identifikasi
kebutuhan sarana dan prasarana, pengadaan
sarana prasarana, inventarisasi sarana
prasarana, penggunaan sarana prasarana,
perawatan dan pemeliharaan sarana prasarana.
3. Identifikasikebutuhansaranaprasarana
dilakukan oleh pengelola sekolah yang
menerapkan MBS dengan bantuan tenaga
kependidikan, atau oleh satuan tugas yang
dibentuk leh pengelola.
4. Pengadaan sarana prasarana dilakukan
berbasis kebutuhan riil sekolah baik di bidang
akademik maupun non akademik, dan dilakukan
oleh pengelola dan tenaga kependidikan
Sekolah yang menerapkan MBS.
5. Pengadaan sarana prasarana sekolah yang
menerapkan MBS dilakukan dengan cara
pembangunan gedung dan ruangan; pembelian
peralatan; mendapatkan sumbangan dari orang
tua, masyarakat dan stake holders sekolah yang
lainnya.
6. Inventarisasi sarana prasarana pada sekolah
yang menerapkan MBS dilakukan setelah
sarana prasarana diadakan dengan cara
memberikan label sarana prasarana yang ada,
dan mencatat pada buku inventaris sekolah,
papan inventaris yang ditempatkan pada
ruang kepala sekolah dan guru, dan pada
daftar inventaris yang ditempelkan pada setiap
ruangan.
7. Penggunaan sarana prasarana pada sekolah
yang menerapkan MBS dilakukan secara
optimal sehingga tingkatan utilitas gedung,
ruangan, peralatan pembelajaran dan penunjang
pembelajaran pada sekolah yang menerapkan
MBS tergolong tinggi pada jam-jam sekolah.
8. Perbaikan, perawatan dan pemeliharaan sarana
prasarana pada sekolah yang menerapkan MBS
selalu dilakukan agar sarana prasarana yang
tersedia tetap layak, aman dan nyaman dipakai
sehingga senantiasa siap dipergunakan untuk
kepentingan pembelajaran atau akademik dan
kepentingan lainnya atau non akademik.
H. GOOD PRACTICES MANAJEMEN KEUANGAN BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen keuangan sekolah yang
menerapkan MBS adalah upaya penggalian
sumber dan pembelanjaan dana secara bermutu
dan selektif, guna mendukung aktivitas dan
mutu pendidikan dan pembelajaran.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
192 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
2. Aktivitas manajemen keuangan berbasis religi
terdiri atas: perencanaan anggaran, penggalian
anggaran, realisasi dalam bentuk penggunaan
dan pembelanjaan anggaran, dan laporan
pertangungjawaban anggaran.
3. Perencanaan anggaran adalah menyusun RAKS
yang berbasis pada Renstra sekolah dengan
melibatkan stake holders sekolah, selanjutnya
diajukan kepada pihak-pihak yang bisa menjadi
sumber pebdanaan.
4. Sumber dana sekolah yang menerapkan MBS,
terdiri atas sumber tetap dan sumber tidak tetap.
Sumber dana tetap terdiri atas uang pangkal/
masuk siswa kelas 1 dan SPP. Sumber dana
tidak tetap terdiri atas bantuan suka rela orang
tua, bantuan pemerintah (BOS, block grand),
bantuan luar negeri, bantuan masyarakat,
bantuan partner kerja sama, uang pangkal
siswa pindahan, dan usaha sekolah melalui
koperasi.
5. Realisasi penggunaan anggaran untuk
keperluan penciptaan pembelajaran berkualitas,
pembimbingan dan layanan siswa; gaji,
honorarium, pendidikan dan pelatihan serta
penghargaan tenaga kependidikan; pengadaan,
perbaikan dan perawatan sarana prasarana;
penggalian dana baru; menggalang kerja sama
dengan orangtua, masyarakat dan mitra kerja
sama.
6. Laporan angaran sebagai bentuk akuntabilitas
dirumuskan secara tertulis dan disampaikan
kepada orangtua, komite sekolah, institusi
yang menaungi dan pemerintah serta para
penyumbang dana.
I. GOOD PRACTICES MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT BERBASIS SEKOLAH
1. Manajemen partisipasi masyarakat sekolah
yang menerapkan MBS adalah suatu aktivitas
penggalangan, penerlibatan dan penggerakan
secara bermutu potensi masyarakat, terutama
orang ua dalam rangka mendukung proses
pendidikan dan pembelajaran yang bermutu di
sekolah.
2. Aktivitas manajemen partisipasi masyarakat
sekolah yang menerapkan MBS terdiri atas
identifikasipotensiorangtuadanmasyarakat,
memprogramkan kerja sama dengan orangtua
dengan masyarakat, berkomunikasi dengan
orangtua dan masyarakat, membentuk komite
sekolah, membentuk paguyuban orangtua
murid, menampilkan prestasi siswa dalam
pentas seni dan kegiatan keagamaan, membuat
media sekolah.
3. Identifikasipotensiorangtuadanmasyarakat
dilakukan setiap awal tahun oleh wali kelas
dan satuan tugas yang dibentuk untuk melihat
kemungkinan partisipasi yang dapat diberikan
oleh orangtua dan masyarakat.
4. Berdasarkan atas peta potensi orangtua
dan masyarakat, pengelola sekolah yang
menerapkan MBS menyusun program kerja
dan menggalang partisipasi dari (dan kerja
sama dengan) orangtua dan masyarakat.
Partisipasi orangtua dan masyarakat dikelola
secara bermutu melalui kelembagaan komite
193www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
sekolah (di tingkat sekolah), paguyuban orang-
tua (di tingkat kelas), serta secara individual ke
sekolah.
5. Partisipasi orangtua dan masyarakat di sekolah
yang menerapkan MBS dikelola dengan bermutu
dalam wujud memberikan sumbangan pikiran,
peningkatan kemampuan tenaga kependidikan,
sumbangan dana, sumbangan tenaga untuk
peningkatan life skill siswa dan sumbangan non
dana.
J. CONTOH PENERAPAN PRAKTIKMBSDIKABUPATEN/ KOTA MITRA KINERJA
Sekolah-sekolah yang didampingi oleh kinerja-
USAID dalam menerapkan MBS telah melakukan
berbagai jenis praktik-praktik yang baik (good
practice) yang dapat dijadikan sebagai lesson
learn oleh sekolah-sekolah lain. Di antara berbagai
praktik baik tersebut, dilaksanakan oleh SD-SD yang
didamping oleh USAID-KINERJA di Jawa Timur dan
Kalimantan Barat.
Berikut dicuplikkan berapa praktik baik yang
dilakukan oleh SD yang menerapkan MBS dengan
pendampingan USAID-KINERJA.
1. Penyusunan rencana sekolah yang lebih partisipatif
Pasca intervensi KINERJA selama satu tahun
pertama, seluruh sekolah mitra telah memiliki
dokumen perencanaan yang akuntabel, yang
prosesnya dilakukan secara partisipatif dengan
melibatkan tim pengembang sekolah (TPS) dan
komite sekolah. Proses penyusunan diawali
denganevaluasidirisekolah,identifikasi
pemenuhan standar pelayanan minimal dan
masukan dari masyarakat. Padahal sebelumnya,
Rencana Kegiatan Sekolah (RKS) umumnya
disusun sepihak hanya oleh kepala sekolah
dan sebagian guru. Hampir di semua sekolah
dampingan, dokumen rencana yang ada telah
dipublikasikan oleh sekolah dengan beragam
cara, menyesuaikan kondisi sekolah.
Dalam kaitan partisipasi, kesadaran
kebutuhan akan peran dari mitra lainnya,
mendorong sekolah untuk merevitalisasi
ataupun meremajakan tim pengembang dan
komite sekolah melalui SK pembentukan dan
penyusunan anggaran dasar/ anggaran rumah
tangga (AD/ART)-nya. Di Sekadau, seluruh
sekolah yang didampingi telah memiliki SK TPS,
dimana 18 sekolah telah memiliki SK Komite
sekolah dan 12 telah menyusun AD/ART Komite
Sekolah.
“Sejak adanya pendampingan MBS ini, kami jadi lebih mengerti bagaimana membuat
perencanaan sekolah dan mengajak orang tua murid untuk terlibat,” H. Sabli, S.Pd, Kepsek SDN
47 Penanjung, Kec. Sekadau Hilir
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
194 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
2. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam realisasi rencana sekolah
Kampanye “Pendidikan Gratis” yang banyak
dilakukan kalangan politisi dan elit lainnya
mengakibatkan keengganan masyarakat untuk
membantu pembiayaan pendidikan. Banyak kepala
sekolah yang merasa seperti disodorkan buah
simalakama, dimana setiap kali sekolah mencoba
menggalang pendanaan dari orangtua murid maka
mengalami penolakan ataupun dituding melakukan
pungutan liar. Sebaliknya, jika tidak dilakukan
penggalangan pendanaan maka layanan pendidikan
yang diberikan akan terkendala.
Melalui proses pelibatan para pihak di tingkat
sekolah dan berlangsungnya proses perencanaan
dan pengelolaan sekolah yang transparan dan
akuntabel, kesadaran kritis dari para pihak mulai
muncul akan perlunya dukungan mereka, baik
berupa masukan penyelesaian masalah, dukungan
tenaga maupun pendanaan.
Salah satu praktek menarik mengenai hal ini
adalah apa yang berlangsung di SMP Negeri 1
Belimbing, Kabupaten Melawi. Sekolah ini mampu
menggunakan rencana sekolah, yang dihasilkan
melalui proses yang transparan dan partisipatif,
dalam menggalang dukungan para pihak. Program
yangberhasildiidentifikasidalamRKTsekolah
kemudian dilakukan pelelangan program kepada
para pihak yang ada. Karena paham dengan proses
yang berlangsung, banyak pihak yang membeli
lelang program ini.
Berdasarkan RAKS yang dipublikasikan sekolah,
pada tahun anggaran 2012-2013, total partisipasi
Gambar 7.12. Rencana Sekolah yang Dipajang
195www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
para pihak yang berhasil dikumpulkan adalah
sebesar Rp 125.300.000 (seratus duapuluh lima
juta tiga ratus ribu rupiah). Beberapa program yang
berhasil dibeli oleh para pihak adalah: penyediaan
folding gate untuk ruang kelas, perbaikan toilet,
perbaikan ruang UKS, pembangunan kantin
sekolah, penyediaan loker HP dan loker sepatu
siswa, pembuatan pagar dari batako yang berasal
dari sumbangan orangtua siswa, pengadaaan
penghijauan sekolah, perbaikan lantai sekolah
dengan pemasangan keramik, pengadaan kursi
ruang rapat, pembuatan teralis untuk ruang
komputer dan ruang koperasi, pelajaran ketrampilan
dan les tambahan siswa yang pembiayaannya oleh
orang tua murid, dan pembuatan kebun sekolah
yang ditanami oleh tumbuhan produksi (buah brazil).
3. Pengupayaan Dukungan dari Pemerintah Daerah
Secara umum pelaksanaan program MBS di
Kalimantan Barat yang dilakukan telah mampu
memperkenalkan konsep tata kelola yang baik pada
sekolah-sekolah target. Hampir seluruh sekolah
dampingantelahmelakukanidentifikasidirisekolah
(adayangmenggunakanProfile,EDS,dsbnya),
penyusunan dokumen perencana (revisi visi dan
misi sekolah, RKS, RKT, RKAS), pelaksanaan
perencanaan dan pelaporan keuangan sekolah
secara lebih partisipatif, lebih transpan dan lebih
menerapkan aspek akuntabilitas. Meskipun derajat
penerapannya di setiap sekolah sangat beragam
dengan faktor pendorong yang sangat beragam.
Banyak pembelajaran menarik yang juga telah
terjadi dari implementasi MBS ini di beberapa
sekolah. Bahkan ada sekolah yang telah mampu
merangkul dunia usaha dan alumni yang ada
untuk membantu mewujudkan rencana sekolah
yang disusun.Pelaksanaan Paket MBS di bidang
pendidikan yang telah berlangsung di Kalimantan
Barat dipandang perlu dilanjutkan, baik dalam
tahapan konsolidasi maupun perluasan ke
bebeberapa sekolah lainnya yang berada di lingkup
kabupaten bersangkutan.
Secara umum, USAID-KINERJA melakukan
perluasan melalui: (i) Membentuk Sekolah
Percontohan di tingkat Kabupaten dan
meningkatkan kapasitas dari sekolah tersebut dalam
memberikan layanan sebagai sekolah percontohan
MBS; (ii) Menjadikan Kepala Sekolah dan
Pengawas sekolah (yang sejatinya memiliki tupoksi
dalam supervisi sekolah) sebagai agen perluasan
saat melakukan pendampingan ke sekolah; (iii)
Mendorong MSF sebagai agen perluasan, terutama
dengan mendekati komite sekolah untuk siap
berpartisipasi pada agenda sekolah dan juga
mendesakkan kebijakan yang mendukung bagi
pelaksanaan MBS; dan (iv) Menginisiasi lahirnya
SK Kepala Dinas mengenai Pelaksanaan MBS
dengan salah satu bagiannya menjelaskan bahwa
telah ada sekolah percontohan di wilayahnya, yang
dapat dijadikan referensi bagi sekolah lain dalam
mengimplementasikannya.
Keinginan untuk berlangsungnya perluasan
dinyatakan oleh berbagai pihak. Di Melawi, Dinas
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
196 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Pendidikan mengalokasikan pendanaan kegiatan
perluasan melalui pelatihan kepada pengawas dan
50 orang kepala sekolah mengenai MBS pada 22-
23 Mei 2013 yang lalu. Sementara di Bengkayang,
keinginan perluasan ini dinyatakan secara terbuka
kepada khalayak melalui media lokal yang ada.
“Dengan kegiatan ini, kita berharap dua puluh sekolah mitra yang terdiri dari enam belas SD dan empat SMP bisa dijadikan contoh untuk sekolah lain dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan,” Heni Juniarti, ST, MM,
Kepala Bidang Sosial Budaya BAPPEDA Kabupaten
Bengkayang.
“Sebelumnya kami tahu ada MBS yang diusung USAID-KINERJA, namun tidak pernah dilibatkan. Sekarang setelah dilibatkan, kami jadi lebih tahu mengenai MBS dan kami sepakat untuk mensosialisasikannya ke sekolah binaan kami di luar yang 20 sekolah mitra yang sudah ada ini, “ Sukarwanta, Pengawas TK/SD di Sekadau.
• Kegiatan Pelatihan kepada pengawas dan 50 orang kepala sekolah mengenai MBS di Melawi pada 22-23 Mei 2013
• Pernyataan Dukungan Perluasan MBS dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang.
197www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
GOOD PRACTICES MANAJEMEN KELAS BERBASIS SEKOLAH
• Ruang kelas dirawat dan dihias menarik oleh siswa dengan pengaturan wali kelas.
• Pada dinding dipajang kalender, karya terbagus siswa, dan poster afirmatif yang menggelorakan semangat belajar siswa.
• Ringkasan mata pelajaran, mind mapping, rumus MIPA, dan pojok mata pelajaran diganti secara berkala sesuai kebutuhan pembelajaran.
• Terdapat aturan yang dipedomani wali kelas. dan menjamin kondusifnya pembelajaran berkualitas.
• Kelas tidak hanya dibatasi pada ruang kelas, tetapi diperluas sampai teras, halaman, taman dan pekarangan sekolah.
• Memproses input menjadi output bermutu sesuai visi, misi dan tujuan sekolah.• Aktivitas: rekrutmen siswa baru, identifikasi potensi akademik dan non
akademik siswa, pembinaan siswa berpotensi, penyaluran siswa berminat dan pemantauan siswa yang melanjutkan.
• Rekrutmen siswa baru sesuai daya tampung dan didahului pengumuman.• Identifikasi potensi siswa untuk memetakan potensi dan minat siswa. • Siswa berpotensi akademik dan non akademik dibina mengerucut ke kejuaraan
lomba, siswa yang berminat disalurkan ke kegiatan ekstra kurikuler. • Siswa dan tenaga kependidikan juara mendapatkan penghargaan dan
ditampilkan dalam gebyar sekolah.• Pemantauan kelanjutan studi dan pembentukan alumni.
GOOD PRACTICES MANAJEMEN KESISWAAN BERBASIS SEKOLAH
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
198 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN B - URAIAN SUBSTANSI
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
GOOD PRACTICES MANAJEMEN TENAGA KEPENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH
• Merekrut, menugasi,meningkatkan kemampuan, memberikan penghargaan kepada tenaga kependidikan agar memberikan kontribusi bermutu terhadap pendidikan di sekolah.
• Rektutmen melalui seleksi ketat, referensi kepala sekolah, sejawat dan yayasan sehingga memenuhi kualifikasi, prestasi akademik, dedikasi dan kemampuan khusus sesuai dengan ciri khas Sekolah yang menerapkan MBS.
• Penugasan pada tugas utama dan tambahan sesuai dengan kualifikasi kompetensi dan kemampuan khususnya, dan didasarkan atas kebutuhan riil pengembangan peserta didik.
• Penggajian didasarkan atas jenis, beban tugas, kualifikasi, kompetensi, golongan/ruang masa kerja, dan kemampuan angggaran sekolah.
• Peningkatan melalui studi lanjut, peningkatan kompetensi melalui supervisi, pertemuan ilmiah, pelatihan workshop, semimar pendampingan dan kemitraan dengan lembaga lain.
• Terdapat upaya pemeliharaan loyalitas dan dedikasi, serta peningkatan karier secara berkelanjutan.
199www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
LAMPIRAN CLampiran Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan
Pada saat awal sebuah daerah sudah memutuskan MBS akan di terapkan dengan pendekatan
KINERJA prosesnya diatur dalam seri lokakarya, dan pelatihan pada awal setiap langkah. Proses yang
sama dipakai pada tahun berikutnya, karena ada peserta baru, dan juga modul pelatihan dipakai oleh
peserta lama untuk dapat diingat kembali substansinya. Sekarang beberapa daerah sudah mempunyai
pengalaman melaksanakan MBS selama tiga tahun. Pelatihan mungkin tidak begitu penting lagi bagi
daerah tersebut, namun seri lokakarya masih penting agar pertemuan semua pemangku kepentingan
dapat diatur dengan baik.
Himpunan modul pelatihan yang dibahas di lampiran ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak
melakukan fasilitasi MBS di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda
sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat
yang memasarkan pelatihan saja.
Fasilitator MBS. Orang yang ditugaskan untuk fasilitasi tersebut disebut di sini sebagai Fasilitator MBS.
Sangat penting agar para fasilitator MBS menguasai bahannya, dan berfokus kepada keberhasilan tim. Ia
harus memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan sekolah dan keterampilan sebagai fasilitator
yang memadai sehingga dapat melaksanakan pelatihan, memfasilitasi, dan mendampingi pemerintah
daerah di dalam proses penyusunan, implementasi, dan monitoring/evaluasi implementasi MBS.
Dalam upaya pemda tersebut, tugas pokok fasilitator MBS adalah untuk mengarahkan Tim Penyusun
MBS yang dibentuk dari aparat, guru dan LSM yang berkepentingan, untuk menghitung dan menyusun
MBS. Bahan pelatihan ini disusun untuk pelatihan yang diberi kepada aparatur yang berkepentingan
tersebut, khususnya Tim Penyusun MBS. Dalam praktik USAID-KINERJA, tugas fasilitasi dilaksanakan
oleh Organisasi Mitra Pelaksana (OMP) yang mengadakan fasilitator baik untuk pelatihan dan dukungan
pendampingan.
Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
200 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Dalam pelaksanaan program USAID-KINERJA, bagian dari bahan ini juga dipakai:
• BagiOMPagarmemilikiacuandalammelakukanpendampinganpengelolaanMBSdidaerah
• DalampembahasanparapemimpindaerahdalamprosespenentuankebijakanpenyusunanMBS
• MultiStakeholderForum(MSF)yangdiikutsertakandalamprosespenerapanMBSsebagaibahan
dukungan dalam advokasi sehingga lahir suatu kebijakan peningkatan mutu pendidikan (lihat juga buku seri
pembelajaran USAID-KINERJA tentang MSF)
• Media(lihatjugabukuseripembelajaranUSAID-KINERJA tentang MSF).
Proses. Proses fasilitasi USAID-KINERJA digambarkan dalam bagan yang berikut:
Fokus fasilitasi. Langkah 1 sampai 5 diatas difasilitasi Organisasi Mitra Pelaksana KINERJA-USAID.
Langkah 4 dapat didukung oleh pelatihan KINERJA yang lain (pelatihan tentang Multi-Stakeholder Forum
dan juga tentang peran media). Fokus kumpulan modul ini adalah langkah ke-6 sampai ke-8. Proses fasilitasi
penghitungan BOSP berjalan sampai hasilnya dipakai dalam proses penganggaran tahunan.
201www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Pengetahunan dan ketrampilan dari pelatihan
Setelah mengikuti seri kegiatan pendampingan ini diharapkan masing-masing anggota Tim
Penyusun MBS akanmempunyai penguasaan mengenai hal-hal berikut:
1. Memahami pentingnya MBS dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
2. Memahami biaya dan sumber pendanaan biaya operasional sekolah
3. Memahami pendekatan dan konsep MBS
4. Mampu melakukan advokasi kebijakan penyusunan MBS.
5. Mampu mengintegrasikan hasil MBS dalam perencanaan dan penganggaran daerah dan SKPD.
6. Mengetahuicontoh praktik baik penerapan MBS.
Fokus pelatihan. Bila dianggap penting setiap langkah fasilitasi diawali dengan pelatihan. Tujuan
pelatihan adalah:
• Supayasetiappesertamemahamisubstansidankompetenuntukmelaksanakantugasnya
• Supayasetiappesertayangpernahikutpelatihansebelumnyaingatkembaliprosesnyaagardilaksanakan
makin cepat dan profesional
Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Tim KINERJA memulai pelatihan dengan menguraikan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan Tim Penyusun BOSP yang ditugaskan oleh pemda,
sebagaimana ditulis di kotak yang berikut.
Tugas fasilitator training adalah untuk menjamin Tim Penyusun MBS mampu dan siap untuk melaksanakan
tugasnya, serta memberi pendampingan sesuai dengan kebutuhan untuk menghasilkan MBS yang efektif.
Anggota Tim Penyusun MBS termasuk:
• StafDinasPendidikanyangbertugasmenyusunrancanganAPBDbidangpendidikan,sertastafBappeda
(Bidang Sosial Budaya) dan Keuangan yang terkait.
• WakildariSD/MI,SMP/MTsdanSMA/MA
• WakildariOrganisasiMasyarakatSipil(OMS)yangmemilikipemahamantentanglatarbelakang,
konsekwensi dan berbagai isu kebijakan terkait dengan pengeluaran sekolah dan keluarga untuk
pendidikan anak, sehingga mampu memberikan dukungan dan masukan yang bermakna kepada pembuat
kebijakan MBS.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
202 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Uraian lampiran ini
Materi yang dibahas dalam modul pendampingan ini terbagi menjadi 8 topik, sebagaimana diuraikan berikut
ini:
1. MODUL1. MBSBERORIENTASIPELAYANANPUBLIK.
2. MODULII. STANDARDPELAYANANDALAMPENGELOLAANSEKOLAH.
3. MODUL III. TATA KELOLA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN.
4. MODULIV. PENERAPANMANAJEMENPELAYANANPUBLIKDISEKOLAH.
5. MODULV. PERANSERTAMASYARAKATDANSTAKEHOLDERDALAMPELAYANANPUBLIKDI
SEKOLAH.
6. MODULVI. SURVEIPENGADUANUNTUKPERBAIKANLAYANANSEKOLAH.
7. MODUL VII. TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DALAM MANAJEMENSEKOLAH.
8. MODUL VIII. PRAKTIK BAIK (GOOD PRACTICE)PENERAPANMBSBERORIENTASIPELAYANAN
PUBLIK.
203www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
MBS Berorientasi Pelayanan Publik
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi tentang MBS yang
berorientasi pelayanan publik, peserta menguasai
MBS yang berorientasi pelayanan publik. Secara
khusus, setelah mengikuti sesi, peserta dapat:
1. Merekonstruksi perkembangan kebijakan
manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam
penerapan MBS di sekolah-sekolah di
Indonesia.
2. Menjelaskan pengertian MBS Berorientasi
Pelayanan Publik
3. Mengurutkan dasar hukum MBS Berorientasi
Pelayanan Publik
4. Menjelaskan tujuan MBS Berorientasi Pelayanan
Publik
5. Menguraikan prinsip-prinsip MBS Berorientasi
Pelayanan Publik
6. Mengidentifikasiciri-ciri/karakteristikMBS
Berorientasi Pelayanan Publik
7. Menggambarkan aspek proses dan substansi
MBS Berorientasi Pelayanan Publik
POKOK BAHASAN
1. Pendahuluan (Sejarah MBS)
2. Pengertian MBS
3. Dasar Hukum
4. Tujuan MBS
5. Prinsip-prinsip MBS
MODUL 1
.........peserta menguasai
MBS yang berorientasi pelayanan publik
........
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
204 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
6. Ciri-ciri / karakteristik MBS
7. Aspek Proses dan Substansi MBS
METODE
1. Curah pendapat
2. Ceramah
3. Diskusi kelompok
4. Presentasi
5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
6. CD Tayangan MBS Berorientasi Pelayanan
Publik versi Kinerja-USAID
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
Waktu Pokok Bahasan
10 menit Perkenalan
35 menit Pemaparan Materi:
1. Pendahuluan (Sejarah MBS)
2. Pengertian MBS
3. Dasar Hukum
4. Tujuan MBS
5. Prinsip-prinsip MBS
6. Ciri-ciri / karakteristik MBS
7. Aspek Proses dan Substansi
MBS
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit Presentasi Masing-masing Kelompok
10 menit Penutup
205www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
PROSES FASILITASI
Pengantar(10 menit)
Pemaparan Materi
(30 menit)Diskusi Kelompok
(30 menit)
Presentasi Kelompok(50 menit)
Penutup(10 menit)
Pengantar(10menit)
1. Fasilitator memimpin perkenalan antara
fasilitator dan peserta; peserta dan peserta.
2. Fasilitator memancing pendapat dari peserta
tentang MBS yang berorientasi pelayanan publik
beserta dengan permasalahannya.
Presentasi(30menit)
Fasilitator Presentasi tentang MBS yang berorientasi
pelayanan publik.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan topik yang didiskusikan
dalam kelompok
3. Kelompok mendiskusikan topic yang diberikan
4. Kelompok merekam hasil diskusi dalam kertas
plano
Presentasi Kelompok (50 menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada)
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil presentasi dan menutup
sesi
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
206 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Standard Pelayanan dalam Pengelolaan Sekolah
MODUL 2 TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi tentang standar pelayanan
dalam pengelolaan sekolah, peserta memahami
jenis-jenis standar pengelolaan sekolah dengan
penjelasan rincinya.
Secara khusus, setelah mengikuti sesi ini peserta
dapat dapat:
1. Mengemukakan jenis-jenis standar pelayanan
publik
2. Menjelaskan standar proses (standar
operasional prosedur).
3. Menjelaskan standar pelayanan minimal (SPM)
pendidikan.
4. Menjelaskan standarisasi nasional pendidikan
(SNP).
5. Menjelaskan standar lainnya.
6. Menjelaskn upaya pemenuhan standar
pelayanan
POKOK BAHASAN
1. Standard Pelayanan Publik
2. Standar Proses (Standard Operasional
Prosedur)
3. Standar Pelayanan Minimal Pendidikan
........peserta memahami jenis-jenis standar pengelolaan sekolah dengan penjelasan
rincinya.
207www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
4. Standar Nasional Pendidikan
5. Standar lainnya
6. Upaya Pemenuhan Standard Pelayanan
(tanggung jawab sekolah dan Dinas Pendidikan)
METODE
1. Membaca terbimbing
2. Resitasi/penugasan
3. Presentasi
4. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Pengkondisian
30 menit Fasilitator Presentasi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit WakilKelompokPresentasi
10 menit Penutup
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
208 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
PROSES FASILITASI
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengajak senam sehat kepada peserta
Kondisioning(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi
sebelumnya
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
urgensi SPM dan SNP.
3. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
pelaksanaan SPM dan SNP di sekolah.
Presentasi(30menit)
Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang
Standar pelayanan pendidikan di sekolah
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian
kelompok mendiskusikan langkah-langkah yang
Pengantar(5 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
dapat ditempuh oleh sekolah untuk mencapai
SPM.
3. Fasilitator memberikan kesempatan sebagian
kelompok untuk mendiskusikan langkah-langkah
sekolah untuk mencapai SNP.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok meringkas hasil diskusinya pada
kertas plano.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta.
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi
Pengkondisian(10 menit)
Penutup(10 menit)
209www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Tata Kelola Perencanaan dan Penganggaran Sekolah
MODUL 3
..... peserta secara umum mampu
menyusun perencanaan dan
penganggaran sekolah.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti sesi perencanaan dan
penganggaran sekolah peserta secara umum
mampu menyusun perencanaan dan penganggaran
sekolah. Tujuan khusus pembelajaran adalah agar
peserta dapat:
1. Menyebutkan jenis-jenis perencanan sekolah.
2. Menjelaskan posisi perencanaan sekolah dalam
kerangka perencanaan SKPD.
3. Menjelaskan tahapan-tahapan perencanaan
sekolah.
4. Mempraktikkan penyusunan rencana sekolah.
POKOK BAHASAN
1. Jenis-jenis perencanaan sekolah.
2. Posisi perencanaan sekolah dalam kerangka
peencanaan SKPD.
3. Tahapan-tahapan perencanaan sekolah.
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Latihan
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
210 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
6. Form perencanaan sekolah
Total waktu yang dibutuhkan: 4 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pokok Bahasan
10 menit Pengantar
30 menit Pengkondisian
75 menit Fasilitator Presentasi
50 menit Latihan
10 menit WakilKelompokPresentasi
Penutup
WAKTU
PROSES FASILITASI
Pengantar(5 menit)
Pengkondisian(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Berlatih Menyusun RKS
(75 menit)
Presentasi (50 menit)
Penutup(10 menit)
211www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengajak senam sehat kepada peserta.
Kondisioning(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi Standar
Pelayanan Pendidikan.
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
urgensi perencanaan sekolah.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
peserta untuk mengungkapkam pengalamannya
dalam menyusun perencanaan dan
penganggaran sekolah.
PemaparanMateri(30menit)
Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang
perencanaan dan penganggaran sekolah.
Berlatih Menyusun RKS (75 menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk berlatih menyusun RKS.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
sebagian kelompok untuk menuangkan hasil
berlatihnya dalam kertas plano dan sebagian
kelompok menuliskannya menggunakan laptop.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokmempresentasikanhasil
latihannya dalam forum kelas.
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
parapeserta.
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview RKS yang sudah disusun oleh
kelompok.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
212 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Penerapan Manajemen Pelayanan Publik di Sekolah
MODUL 4
..... agar peserta menguasai kemampuan mengelola
pelayanan publik di sekolah.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran sesi ini adalah agar
peserta menguasai kemampuan mengelola
pelayanan publik di sekolah. Tujuan khusus sesi ini
adalah, setelah mengikuti sesi tentang penerapan
manajemen pelayanan publik, peserta dapat:
1. Menyebutkan dasar hukum manajemen
pelayanan publik.
2. Menjelaskan kondisi ideal pelayanan publik.
3. Mengidentifikasikondisiriilpelayananpublik.
4. Mengungkapkan dengan pikiran sendiri tentang
cara-cara menggeser paradigma pelayanan
publik.
5. Menjelaskan posisi strategis SDM pendidikan
dalam pelayanan publik.
6. Mengidentifikasiperilakuyangsepatutnya
ditampilkan oleh SDM pendidikan dalam
pelayanan publik.
7. Mengidentifikasipeluangdantantangan
penerapan pelayanan publik di sekolah.
POKOK BAHASAN
1. Dasar hukum manajemen pelayanan publik.
2. Kondisi ideal pelayanan publik .
3. Kondisi riil pelayanan publik.
4. Pergeseran paradigma pelayanan publik.
5. Posisi strategis SDM pendidikan dalam
pelayanan publik.
213www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Pengkondisian
30 menit Pemaparan materi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit Safari dan Belanja informasi
10 menit Penutup
6. Perilaku SDM pendidikan dalam pelayanan
publik.
7. Tantangan Penerapan Pelayanan Publik di
Sekolah
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Diskusi kelompok4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
Total waktu yang dibutuhkan: 4 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berikut:
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
214 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Proses fasilitasi:
Pengantar(5 menit)
Pengkondisian(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Safari dan Belanja Informasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
Pengantar (5 menit)
Fasilitator memulai dengan ice briker.
Kondisioning(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi RKS.2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
pelayanan publik yang ideal.3. Fasilitator menggali pengalaman peserta dalam
implementasi pelayanan publik di sekolah.
PemaparanMateri(30menit)
Pemaparan Materi (30 menit)Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang penerapan pelayanan publik di sekolah.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok mendiskusikan apa yang seharusnya dilakukan oleh sekolah agar sekolah selalu berada dalam keadaan 'on-service'.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada masing-masing peserta untuk menyusun SOP satu jenis pelayanan publik di sekolah.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok meringkas hasil diskusinya pada kertas plano.
SafaridanBelanjaInformasi(50menit)
1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada kelompok untuk menempelkan hasil diskusi kelompoknya pada kertas plano.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada semua peserta per kelompok untuk mencermati dan memberikan pembetulan pada hasil diskusi kelompok yang dipajang pada papan plano.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memajang SOP yang disusun pada dinding pajangan.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada semua peserta untuk safari melihat SOP hasil karya kawan-kawannya (peserta lain).
Penutup(10menit)
Fasilitator memberikan penguatan terhadap hasil kerja kelompok dan hasil kerja peserta secara individual.
215www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Peran Serta Masyarakat dan Stakeholder dalam Pelayanan Publik di Sekolah
MODUL 5
..... agar peserta menguasai
peningkatan peran serta masyakarat dan stakeholder
.....
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran adalah agar peserta
menguasai peningkatan peran serta masyakarat
dan stakeholder dalam pelayanan publik di sekolah.
Tujuan khusus pembelajaran adalah, setelah
mengikuti sesi tentang peran serta masyarakat dan
stakeholder dalam pelayanan publik di sekolah,
peserta dapat:
1. Menjelaskan makna peran serta (partisipasi)
masyarakat dalam peningkatan pelayanan publik
di sekolah.
2. Mengidentifikasistakeholdersekolah.
3. Mendaftar jenis-jenis partisipasi masyarakat dan
stake holder terhadap program pendidikan di
sekolah.
4. Mengidentifikasiperankomitesekolah
5. Mengidentifikasiforummultistakeholder
sekolah
6. Mengemukakan kemandirian sekolah dalam
menghadapi otonomi daerah.
7. Mempelajari inovasi kinerja dalam peningkatan
peran serta masyarakat.
POKOK BAHASAN
1. Makna peran serta (partisipasi) masyarakat
dalam peningkatan pelayanan publik di sekolah.
2. Stake holders sekolah.
3. Jenis-jenis partisipasi masyarakat dan stake-
holder terhadap program pendidikan di sekolah.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
216 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Apersepsi materi praktik pelayanan publik di sekolah
30 menit Fasilitator Presentasi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit WakilKelompokPresentasi
10 menit Penutup
4. Komite Sekolah/Majelis Madrasah
5. Peranan Forum multi stakeholder sekolah.
6. Inovasi kinerja dalam peningkatan peran serta
masyarakat.
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Diskusi kelompok4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
Total waktu yang dibutuhkan: 4 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berikut:
217www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
PROSES FASILITASI
Pengantar(5 menit)
Apersepsi(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengawali sesi dengan menyanyi
bersama.
Apersepsi(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi praktik
pelayanan publik di sekolah.
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
urgensi peran serta masyarakat dan stake
holder dalam pelayanan publik di sekolah.
3. Fasilitator meminta peserta untuk mengkritisi
partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik
di sekolah.
Presentasi(30menit)
1. Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang
peran serta masyarakat dan stakeholder dalam
pelayanan publik di sekolah.
2. Fasilitator membuka forum tanya jawab dengan
peserta.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompokuntukmengidentifikasikelompok-
kelompok masyarakat yang dapat diajak
berpartisipasi dalam pelayanan publik di
sekolah.
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk menggali jenis-jenis partisipasi
yang dapat diberikan oleh masyarakat dan stake
hilders dalam pelayanan publik di sekolah.
4. Kelompok merekam hasil kerja dengan
menggunakan laptop.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta.
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
218 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Survei Pengaduan untuk Perbaikan Layanan di Sekolah
MODUL 6
..... peserta
menguasai pengaduan masya-
rakat mengenai pelayanan publik
di sekolah.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran adalah agar peserta
menguasai pengaduan masyarakat mengenai
pelayanan publik di sekolah. Tujuan khusus
pembelajaran adalah, setelah mengikuti sesi ini
peserta dapat:
1. Menjelaskan makna pengaduan masyarakat
dalam peningkatan pelayanan publik di sekolah.
2. Menjelaskan proses pelaksanaan survei
pengaduan untuk menjaring keluahan-keluhan
masyarakat terhadap layanan sekolah.
3. Mengidentifikasijenis-jenispengaduan
masyarakat berdasarkan jumlah pengaduan
yang masuk.
4. Memilah pengaduan yang dapat ditindaklanjuti
oleh sekolah dan oleh Dinas Pendidikan atau
instansi lainnya.
5. Mengidentifikasitindaklanjuthasil-hasilsurvei
pengaduan, baik oleh sekolah maupun oleh
Dinas Pendidikan.
6. Memonitor tindak lanjut hasil survei pengaduan
untuk perbaikan layanan sekolah.
POKOK BAHASAN
1. Makna pengaduan masyarakat dalam
peningkatan pelayanan publik di sekolah.
2. Proses pelaksanaan survei pengaduan.
3. Jenis-jenis partisipasi masyarakat dan stake-
219www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Apersepsi Materi Survei Pengaduan
30 menit Fasilitator Presentasi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit PresentasiWakilKelompok
10 menit Penutup
holder terhadap program pendidikan di sekolah.
4. Identifikasijenis-jenispengaduanmasyarakat.
5. Pemilahan pengaduan masyarakat.
6. Identifikasitindaklanjuthasil-hasilsurvei
pengaduan, baik oleh sekolah maupun oleh
Dinas Pendidikan dan instansi lainnya.
7. Memonitor tindak lanjut hasil survei pengaduan
untuk perbaikan layanan sekolah
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Diskusi kelompok4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
Total waktu yang dibutuhkan: 4 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berkut:
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berikut:
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
220 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Proses fasilitasi:
Pengantar(5 menit)
Apersepsi(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengawali sesi dengan menyanyi
bersama
Apersepsi(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi survei
pengaduan di sekolah.
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
pentingnya survei pengaduan untuk perbaikan
layanan di sekolah.
3. Fasilitator meminta peserta untuk mengkritisi
layanan yang diberikan sekolah.
Presentasi(30menit)
1. Fasilitator mempresentasikan garis-garis besar
tentang survei pengaduan untuk perbaikan
layanan di sekolah.
2. Fasilitator membuka forum tanya jawab dengan
peserta.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok.
2. Fasilitator memberikan kesempatan kepada
kelompok untuk:
a. Menguraikan pentingnya survei pengaduan
untuk perbaikan pelayanan di sekolah.
b. Mengidentifikasidanmemilahhasil
pengaduan masyarakat yang dapat
ditindaklanjuti oleh sekolah dan oleh Dinas
Pendidikan dan instansi lainnya.
3. Kelompok merekam hasil kerja dengan
menggunakan laptop.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta.
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi.
221www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Transparansi dan Akuntabilitas dalam Manajemen Sekolah
MODUL 7
..... peserta
menguasai transparansi dan
akuntabilitas dalam manajemen
sekolah.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan umum pembelajaran adalah peserta
menguasai transparansi dan akuntabilitas dalam
manajemen sekolah. Tujuan khusus pembelajaran
adalah, setelah mengikuti sesi tentang transparansi
dan akuntabilitas dalam manajemen sekolah,
peserta dapat:
1. Menjelaskan kaitan antara 'good governance'
dengan transparansi dan akuntabilitas.
2. Menjelaskan makna transparansi dan
akuntabilitas .
3. Mengidentifikasijenis-jenisakuntabilitas.
4. Menyusun 'lessons learnt' dari praktik baik tentang
transparansi sekolah yang mendapatkan
pendampingan dari USAID-KINERJA.
POKOK BAHASAN
1. Kaitan antara good governance dengan
transparansi dan akuntabilitas.
2. Makna transparansi dan akuntabilitas .
3. Jenis-jenis akuntabilitas.
4. Contoh penerapan transparansi dan
akuntabilitas di sekolah
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
222 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN C - CARA PELAKSANAAN FASILITASI DAN PELATIHAN
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Waktu Pokok Bahasan
5 menit Pengantar
10 menit Pengkondisian
30 menit Fasilitator Presentasi
30 menit Diskusi Kelompok
50 menit WakilKelompokPresentasi
10 menit Penutup
METODE
1. Curah pendapat2. Ceramah3. Rsesitasi4. Presentasi 5. Tanya jawab
ALAT DAN BAHAN
1. Komputer/laptop
2. LCD
3. Papan dan kertas plano
4. Spidol warna
5. Isolasi kertas
WAKTU
Total waktu yang dibutuhkan: 3 x 45 menit (135
menit), dengan rincian sebagai berikut:
223www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
PROSES FASILITASI
Pengantar(5 menit)
Pengkondisian(10 menit)
Pemaparan Materi(30 menit)
Diskusi Kelompok(30 menit)
Presentasi(50 menit)
Penutup(10 menit)
Pengantar (5 menit)
Fasilitator mengajak peserta bermain game.
Apersepsi(10menit)
1. Fasilitator melakukan apersepsi materi
peningkatan partisipasi masyarakat dan stake
holders dalam pelayanan publik d sekolah.
2. Fasilitator memancing pendapat peserta tentang
urgensi transparansi dan akuntabilitas.
3. Fasilitator memancing pikiran kritis peserta
terhadap fenomena sekolah yang kurang
transparan.
Presentasi(30menit)
Fasilitator presentasi garis-garis besar tentang
transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen
sekolah.
DiskusiKelompok(30menit)
1. Fasilitator membentuk kelompok.
2. Fasilitator memberikan topik yang didiskusikan
dalam kelompok.
3. Kelompok mendiskusikan topic yang diberikan
4. Kelompok merekam hasil diskusi dalam kertas
plano.
Presentasi(50menit)
1. WakilKelompokPresentasi
2. Anggota kelompok menambahkan (jika ada).
3. Kelompok presenter bertanya jawab dengan
para peserta.
Penutup(10menit)
Fasilitator mereview hasil diskusi.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
224 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN D - BAHAN DI CD
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Lampiran DBAHAN DI CD
225www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Lampiran EDAFTAR SINGKATAN/ISTILAH
APBN Anggaran Pendapatan Belanja Nasional
APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Banggar Badan Anggaran
BAS Badan Akreditasi Sekolah
BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BONSP Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan
BOP Bantuan Operasional Pendidikan
BOPSP Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan
BOS Bantuan Operasional Sekolah
BOSDA Bantuan Operasional Sekolah Daerah
BOSP Biaya Operasinal Satuan Pendidikan
BP Biaya Pendidikan
BPK Badan Pemeriksa Keuangan
BPKAD Badan Pengelolaan Keuangandan Aset Daerah
BSNP Badan Standar Nasional Pendidikan
BSP Biaya Satuan Pendidikan
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CSR Coperate Social Responsibility
DAK Dana Alokasi Khusus
DBE Desentralized Basic Education
DPKAD Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
DUDI Dunia Usaha dan DuniaIndustri
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
EDS Evaluasi Diri Sekolah
GTT Guru Tidak Tetap
IKK Indeks Kemahalan Konstruksi
KBM Kegiatan Belajar Mengajar
KCD Kantor Cabang Dinas
Kepsek Kepala Sekolah
KKG Kelompok Kerja Guru
KKKS Kelompok Kerja Kepala Sekolah
KSM Kesejahteraan Siswa dan Masyarakat
KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KUA Kebijakan Umum Anggaran
LK Lembar Kerja
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MA Madrasah Aliyah
MBS Manajemen Berbasis Sekolah
Mendiknas Menteri Pendidikan Nasional
Mendikbud Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
MGMP Musyarah Guru Mata Pelajaran
MI Madrasah Ibtidayah
MKKS Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
226 www.kinerja.or.id
LAMPIRAN E - DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
MSF Multi Stakeholder Forum
MTs Madrasah Tsanawiyah
PAD Pendapatan Asli Daerah
PAS Pendapatan Asli Sekolah
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PNS Pegawai Negeri Sipil
PP Peraturan Pemerintah
PPAS Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
PPG Pemerataan dan Penataan Guru
PPID Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
PTT Pegawai Tidak Tetap
RAPBS Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah
Renja Rencana Kerja
Renstra Rencana Strategi
Renstrada Rencana Strategi Daerah
RKA Rencana Kerja dan Anggaran
RKAS Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah
RKPD Rencana Kerja Pembangunan Daerah
RKS Rencana Kerja Sekolah
Rombel Rombongan Belajar
RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPP Rencana Pelaksanaan Pengajaran
SD Sekolah Dasar
SDLB Sekolah Dasar Luar Biasa
SKL Standar Kompetensi Lulusan
SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
SMP Sekolah Menengah Pertama
SMPLB Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
SMA Sekolah Menengah Atas
SMALB Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
SNP Standar Nasional Pendidikan
SPM Standar Pelayanan Minimal
SPP Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan
TAPD Tim Anggaran Pemerintah Daerah
TK Taman Kanak-Kanak
ToF Training of Facilitator
ToT Training of Trainer
UAS Ulangan Akhir Sekolah
UKK Ulangan Kenaikan Kelas
UN Ujian Nasional
US Ujian Sekolah
UUD Undang-undang Dasar
UPTD Unit Pelaksana Teknis Dinas
Wakasek WakilKepalaSekolah
227www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, H. and Cangara, H. 1996. Prinsip-prinsip Hubungan Masyarakat. Surabaya: Usaha Nasional.
Anshari, H. AM. 1983. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arlington, V. A. 1985. Evaluating Your School Public Relation Investment. New Jersey: National School Public
Relations Association.
Atep Adya Barata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta.
Bahar, Aswandi. 1989. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bonar, S. K. 1993. Hubungan Masyarakat Modern. Jakarta: Rineka Cipta.
Brown, F. J. 1970. Educational Sociology. Tokyo: Prentice Hall Inc. Charles E. Tutk Company.
BSNP. 2006. Pengembangan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Buletin BSNP Vol I/ No. 1/Januari
2006
BSNP. 2006. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan Pendidikan, dan Pembiayaan
Pendidikan. Buletin BSNP Vol I/ No. 3/September 2006.
Burhanuddin, E. 1994. Kamus Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.
Darodji, A. 2006. Pendidikan Tanggung Jawab Bersama, (online), (http://www.sampoernafoundation.org/
content/view/102/103/lang,id/, diakses, Jumat 5 Mei 2006).
Daryanto, H. M. 2001. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Penerangan RI. 1983. Himpunan Ketetapan-ketetapan MPR 1983.Surabaya:SinarWijaya.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen Depdikbud, 1987. Manajemen Mutu Terpadu dalam
Pendidikan. Bahan Pelatihan Kepala Sekolah.
Ditdikmenum. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Ditjen Binbaga Islam. 2001. Lampiran II Keputusan Direktir Jenderal Binbaga Islam Departemen Agama RI No.
F/101/2001 tentang Majelis Madrasah.
Djunaedy, E. 2004. Kembali ke Sekolah Lokal Pemerataan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar, (online),
(http://iatfitb.openesc.com/index.php?option=content&task=view&id=37&Itemid=54, diakses,
Senin 22 Maret 2004).
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
228 www.kinerja.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Echols,J.M.&Shadily,H.1987.Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: P.T. Gramedia.
Gorton, R. A. 1996. School Administration.Dubuque,Iowa:WmC.BrownCompanyPublisher.
Hanafiah,M.J.dkk,1994.Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi, BKS-PTK. Barat, Depdikbud dan HEDS-
USAID-DIKTI-JICA, Medan hal 10-11 dan 35-39.
Hardjosoedarmo, Soewarno, 1996. Total Quality Management, Total Quality Management di Pendidikan Tinggi,
PenerbitAndiYogyakartahal119–125.
Hoy,W.K.&Miskel,C.C.1987.Educational Administration: Theory, Research & Practices.NewYork:Random
House.
Idris, Z. 1982. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung: Angkasa.
Idrus. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
Imron, Ali (Ed). 2005. Manajemen Pendidikan: Analisis Substantif dan Aplikasinya dalam Instutusi Pendidikan.
Malang: Penerbit UM.
Imron, Ali, et.al. 2007. Panduan Pembentukan Peraturan Daerah Penyelenggaraan Pendidikan Kabupaten
Kota. Jakarta: Local Govermnmen Support Program (LGSP) USAID.
Imron, Ali. 1999. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Imron, Ali. 1999. Pengantar Pendidikan. Malang: Proyek OPF IKIP Malang.
Imron, Ali. 2007. Jaminan Layanan Mutu Administrasi di Sekolah. Makalah Disampaikan pada Pelatihan
Administrasi Sekolah pada Staf Administrasi Sekolah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Imron, Ali. 2008. Manajemen Tingkat Satuan Pendidikan. Malang: Jurusan AP FIP UM.
Indrafachrudi, S. 1994. Bagaimana Mengakrabkan sekolah dengan Orangtua Murid dan Masyarakat. Malang:
IKIP Malang.
Instruksi bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
No.170/O/1974 dan No.29 tahun 1974.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 044/U/2002 Tentang Dewan Pendidikan
Dan Komite Sekolah.
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000. Akuntabilitas dan
Good Govermance. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
229www.kinerja.or.id Berorientasi Pelayanan Publik
Lembaga Administrasi Negara. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan Publik. Jakarta: LAN
Leslie,W.K.1967.School Public Relation.EnglewoodCliffsN.Y.:PresticeHallInc.
Leslie,W.K.1990.The School & Community Relations: Fourth Edition. New Jersey 07632: Prentice Hall.
Maisyaroh. 2006. Hubungan Masyarakat. Malang: Jurusan AP FIP UM.
Managing Basic Education Project (Indonesia) Kiprah Program MBE, (online),http://mbeproject.net/mbe1010.
html), diakses, 10 Oktober 2005).
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) (Online), (http://www.geocities.com/
pakguruonline/mpmbs1.html, diakses Kamis, 22 Februari 2007).
Masitha, D. 1998. Intensitas Kerjasama Antara Sekolah Dan Orang Tua Menunjang Prestasi Belajar Siswa.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP IKIP MALANG.
PP Nomor 19 2005. 2006. Standar Nasional Pendidikan.. Jakarta: Depdiknas
Ramalia, M. 2001. Etika Pelayanan Masyarakat (Pelanggan): Upaya Membangun Citra Birokrasi Modern.
Bunga Ramapai Wacana Administrasi Publik: Menguak Peluang dan Tantangan Administrasi Publik.
Jakarta: Lembaga Administtasi Negara.
Rasyid, R. 1998. Desentralisasi Pembangunan Daerah dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia.
Jakarta: PT Pustaka LP3ES.
Robins, S. P. 1999. Management: Concept and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall Inc.
Sahertian, P.A. 1987. Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah. Malang: Arthaguna Corp.
Said, C. 1988. Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: P2LPTK
Soetopo, H, dan Maisyaroh. 1997. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat. Manajemen pendidikan I,
(Hal 1-7), Kerjasama antara Direktorat Pendidikan Menengah dan Umum Ditjen Dikdasmen Depdikbud,
dengan FIP IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.
Sunaryo. 2005. Swastanisasi Alternatif Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik. Surabaya: Adipura.
Suryosubroto, B. 2001. Humas dalam Dunia Pendidikan: Suatu Pengantar Praktis.Yogyakarta:MitraGama
Widya.
Thoha, M. 1998. Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Masyarakat
dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP MALANG. 1989. Administrasi Pendidikan. Malang: IKIP
MALANG.
Tata Kelola Manajemen Berbasis Sekolah
230 www.kinerja.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Tata Kelola Manajemen Berbasis SekolahBerorientasi Pelayanan Publik
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Online)(http://www.ssep.net/director.html,
diakses April 1999).
Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Bandung: Citra Umbara.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Durat Bahagia.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.
Widjaja,H.A.W.2002.Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo,J.2004.Reformasi Sistem Pelayanan Publik. Surabaya: Badan Diklat Propinsi Jawa Timur.
USAID - KINERJAGedung BRI II, Lantai 28, Suite 2807 Jl. Jend Sudirman Kav. 44-46Jakarta, 10210 Phone: +62 21 5702820 Fax: +62 21 5702832Email: [email protected]
IMPLEMENTED BY RTI INTERNATIONAL AND PARTNERS