tari topeng cirebon

18
TARI TRADISIONAL JAWA 1. Tari Topeng Cirebon Indonesia sudah terkenal dengan kebudayaan yang beraneka ragam yang ada di seluruh propinsi yang ada. Salah satu kebudayaan itu adalah seni tari. Seni tari setiap daerah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Salah satunya adalah tari topeng Cirebonan. Sebagai salah satu tarian yang termahsyur di Jawa Barat, kesenian Tari Topeng Cirebon rasanya tak bisa dilepaskan dari karakter kuat yang melekat pada kesenian ini. Tari Topeng Cirebon merupakan sebuah gambaran budaya yang luhur, filsafat kehidupan yang menggambarkan sisi lain dari diri setiap manusia. Metamorfosis manusia dari waktu ke waktu untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Tari Topeng yang pada asalanya sering dipentaskan di lingkungan keraton dan keudian mulai menyebar ke dalam lapisan masyarakat biasa (non keraton) kini keberadaannya mulai sulit untuk dilihat. Tari Topeng kini hanya ditampilkan di beberapa kesempatan saja, di Cirebon sendiri beberapa kali saya melihat acara pernikahan yang menampilkan Tari Topeng sebagai pembuka seremonialnya, sisanya sulit rasanya melihat penampilan Tari Topeng, alasannya? Itu masih menjadi pertanyaan. Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang- Susukan-Cirebon, Marsita, kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang berarti tertutup atau menutupi. Sedangkan menurut pendapat umum, istilah kata topeng mengandung pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan asal

Upload: ryanmardiano

Post on 12-Apr-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

htfytfhf

TRANSCRIPT

Page 1: Tari Topeng Cirebon

TARI TRADISIONAL JAWA

1. Tari Topeng Cirebon

Indonesia sudah terkenal dengan kebudayaan yang beraneka ragam yang ada di

seluruh propinsi yang ada. Salah satu kebudayaan itu adalah seni tari. Seni tari setiap daerah

mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Salah satunya adalah tari topeng

Cirebonan.

Sebagai salah satu tarian yang termahsyur di Jawa Barat, kesenian Tari Topeng

Cirebon rasanya tak bisa dilepaskan dari karakter kuat yang melekat pada kesenian ini. Tari

Topeng Cirebon merupakan sebuah gambaran budaya yang luhur, filsafat kehidupan yang

menggambarkan sisi lain dari diri setiap manusia. Metamorfosis manusia dari waktu ke

waktu untuk menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Tari Topeng yang pada asalanya

sering dipentaskan di lingkungan keraton dan keudian mulai menyebar ke dalam lapisan

masyarakat biasa (non keraton) kini keberadaannya mulai sulit untuk dilihat. Tari Topeng

kini hanya ditampilkan di beberapa kesempatan saja, di Cirebon sendiri beberapa kali saya

melihat acara pernikahan yang menampilkan Tari Topeng sebagai pembuka seremonialnya,

sisanya sulit rasanya melihat penampilan Tari Topeng, alasannya? Itu masih menjadi

pertanyaan.

Menurut pendapat salah seorang seniman dari ujung gebang-Susukan-Cirebon,

Marsita, kata topeng berasal dari kata” Taweng” yang berarti tertutup a t a u menu t up i .

S edangkan m enuru t penda pa t um um, i s t i l ah ka t a t ope ng mengandung

pengertian sebagai penutup muka / kedok. Berdasarkan asal katanya tersebut, maka

tari topeng pada dasarnya merupa kan s en i t a r i t r a d i s iona l mas ya raka t

C i r ebon ya ng se ca ra s pes i f i k  menonjolkan penggunaan penutup muka berupa topeng

atau kedok oleh para penari pada waktu pementasannya. Seperti yang telah diutarakan diatas,

bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam seni tari topeng Cirebon mempunyai arti

simbolik dan penuh pesan-  pesan terselubung, baik dari jumlah kedok, warna

kedok, jumlah gamelan pengiring dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan upaya para

Wali dalam menye ba rkan agama I s l am de ngan m enggunakann kes en ia n

Ta r i Topeng setelah media dakwah kurang mendapat respon dari masyarakat.

Tari Topeg Cirebonan ternyata salah satu seni yang berisi hiburan juga mengandung

simbol-simbol yang melambangkan berbagai aspek kehidupan seperti nilai kepemimpinan,

kebijaksanaan, cinta bahkan angkara murka serta menggambarkan perjalanan hidup manusia

Page 2: Tari Topeng Cirebon

sejak dilahirkan hingga menginjak dewasa. Dalam hubungan ini maka seni Tari Topeng ini

dapat digunakan sebagai media komunikasi yang sangat positif sekali.

Sebenarnya Tari Topeng ini sudah ada jauh sejak abad 10-11M yaitu pada masa

pemerintahan Raja Jenggala di Jawa Timur yaitu Prabu Panji Dewa. Melalui seniman jalanan

Seni Tari Topeng ini masuk ke Cirebon dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan

setempat.

Pada masa Kerajaan Majapahit dimana Cirebon sebagai pusat penyebaran agama

islam, Sunan Gunung Jati bekerja sama dengan Sunan Kalijaga menggunakn Tari Topeng ini

sebagai salah satu upaya untuk menyebarkan agama islam dan sebagai hiburan di lingkungan

Keraton.

Tari topeng cirebon sendiri dapat digolongkan ke dalam lima karakter pokok topeng

yang berbeda yaitu :

Topeng Panji. Digambarkan sebagai sosok manusia yang baru lahir, penuh dengan

kesucian, gerakannya halus dan lembut. Tarian ini bagi beberapa pengamat tarian

merupakan gabungan dari hakiki gerak dan hakiki diam dalam sebuah filosofi tarian.

 Topeng Samba, menggambarkan fase ketika manusia mulai memasuki dunia kanak-

kanak, digambarkan dengan gerakan yang luwes, lincah dan lucu.

 Topeng Rumyang merupakan gambaran dari fase kehidupan remaja pada masa akhil

balig

Topeng Tumenggung, gambaran dari kedewasaan seorang manusia, penuh dengan

kebijaksanaan layaknya sosok prajurit yang tegas, penuh dedikasi, dan loyalitas

seperti pahlawan

Topeng  Kelana/Rahwana merupakan visualisasi dari watak manusia yang serakah,

penuh amarah, dan ambisi. Sifat inilah yang merupakan sisi lain dari diri manusia, sisi

“gelap” yang pasti ada dalam diri manusia. Gerakan topeng Kelana begitu tegas,

penuh dengan ambisi layaknya sosok raja yang haus ambisi duniawi.

Kelima karakter tari topeng Cirebon bila dikaitkan dengan pendekatan ajaran agama

Islam dapat dijelaskan sebagai berikut

Topeng Panji merupakan akronim dari kata MAPAN ning kang SIJI, artinya tetap

kepada satu yang Esa atau dengan kata lain Tiada Tuhan selain Allah SWT.

Page 3: Tari Topeng Cirebon

 Topeng Samba Berasal dari kata SAMBANG atau SABAN yang artinya setiap.

Maknanya bahwa setiap waktu kita diwajibkan mengerjakan segala Perintah- NYA.

 Topeng Rumyang. Berasal dari kata Arum / Harum dan Yang / Hyang (Tuhan).

Maknanya bahwa kita senantiasa mengharumkan nama Tuhan yaitu dengan Do’a dan

dzikir

Topeng Temenggung. Memberikan kebaikan kapada sesama manusia, saling

menghormati dan senantiasa mengembangkan silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh

Topeng Klana. Kelana artinya Kembara atau Mencari. Bahwa dalam hidup ini kita

wajib berikhtiar.

2. Tari Merak - Jawa Barat

Sejarah Tari Merak sebenarnya berasal dari bumi

Pasundan ketika pada tahun 1950an seorang kareografer

bernama Raden Tjetjep Somantri menciptakan gerakan Tari

Merak. Sesuai dengan namanya, Tari Merak merupakan

implentasi dari kehidupan burung Merak. Utamanya tingkah

merak jantan ketika ingin memikat merak betina. Gerakan merak jantan yang memamerkan

keindahan bulu ekornya ketika ingin menarik perhatian merak betina tergambar jelas dalam

Tari Merak.

Warna kostum yang dipakai oleh para penari biasanya sesuai dengan corak bulu

burung merak. Selain itu, kostum penari juga dilengkapi dengan sepasang sayap yang

mengimpletasikan bentuk dari bulu merak jantan yang sedang dikembangkan.

Page 4: Tari Topeng Cirebon

Dalam perjalanan waktu, Tari Merak Jawa Barat telah mengalami perubahan dari gerakan

asli yang diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri. Adalah Dra. Irawati Durban Arjon yang

berjasa menambahkan beberapa koreografi ke dalam Tari Merak versi asli. Sejarah Tari

Merak tidak hanya sampai disitu karena pada tahun 1985 gerakan Tari Merak kembali

direvisi.

Dalam pertunjukannya Sejarah Tari Merak Jawa Barat biasanya ditampilkan secara

berpasangan dengan masing – masing penari memerankan sebagai merak jantan atau betina.

Dengan iringan lagu gending Macan Ucul para penari mulai menggerakan tubuhnya dengan

gemulai layaknya gerakan merak jantan yang sedang tebar pesona.

3. Tari Serimpi –D.I.Yogyakarta

Tari Serimpi merupakan sebuah tarian klasik dari Yogyakarta. Tarian ini ditampilkan

oleh empat orang penari wanita yang cantik dan anggun. Kata serimpi itu sendiri berarti

empat. Namun ada juga Serimpi yang ditarikan oleh lima penari yaitu pada Serimpi

Renggowati. Selain berarti empat, istilah serimpi juga dikaitkan dengan kata ‘impi’ yang

berarti mimpi. Maksudnya, seseorang yang melihat tarian ini mungkin akan merasa seperti

berada di alam mimpi.

Pertunjukkan tarian Serimpi biasanya berlangsung selama ¾ jam sampai 1 jam.

Komposisi empat penari mewakili empat mata angin dan empat unsur dunia. Unsur dunia

meliputi grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Tari klasik ini awalnya

hanya berkembang di Kraton Yogyakarta. Menurut kepercayaan, Serimpi adalah seni yang

luhur dan merupakan pusaka Kraton. Dalam tarian ini, tema yang disuguhkan oleh penari

sebenarnya sama dengan tari Bedhaya Sanga. Tarian ini menggambarkan pertentangan antara

dua hal yaitu antara benar dan salah, nafsu dan akal, dan benar dan salah.

Tari Serimpi diperagakan oleh empat putri yang masing-masing mewakili unsur

kehidupan dan arah mata angin. Selain itu, penari ini juga memiliki nama peranannya

masing-masing yakni Buncit, Dhada, Gulu, dan Batak. Saat menarikan Serimpi, komposisi

penari membentuk segi empat. Bentuk ini bukan tanpa arti, tetapi melambangkan tiang

Pendopo yang berbentuk segi empat.

Page 5: Tari Topeng Cirebon

Kemunculan tarian ini konon berasal dari masa Kerajaan Mataram ketika masa

pemerintahan Sultan Agung. Tari ini dianggap sangat sakral karena hanya dilakukan di

lingkungan Kraton untuk upacara kenegaraan dan peringatan naik tahta sultan. Tahun 1775,

Mataram pecah menjadi dua yakni Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini

juga berdampak pada tarian ini. Walaupun inti tariannya masih sama, namun Serimpi di

Yogyakarta menjadi Serimpi Dhempel, Genjung, dan Babul Layar. Sementara di Surakarta

menjadi Serimpi Bondan dan Anglir Mendung. Walaupun tarian ini sudah ada sejak lama,

namun tarian tersebut baru diketahui oleh publik sekitar tahun 70an karena begitu sakralnya

tarian ini Kraton.

Tema perang dalam tarian ini sebenarnya adalah falsafah kehidupan budaya

ketimuran. Perang dalam tarian ini adalah simbolik peperangan yang tidak pernah habis yaitu

antara kejahatan dan kebaikan. Bahkan dalam mengekspresikan gerakan tari perang, tari ini

terlihat lebih jelas karena dua pasanga prajurit melawan prajurit lain dengan gerakan yang

sama dibandu dengan dengan perlengkapan tari yang berupa senjata. Properti tari yang

digunakan di antaranya adalah jebeng, cundrik atau keris kecil, pistol, jemparing, dan tombak

pendek.

Dari segi pakaian, pakaian yang dikenakan oleh penari juga mengalami

perkembangan dari sebelumnya. Jika awalnya pakaian yang dikenakan seperti pakaian

pengantin putri Kraton dengan gelung bokor sebagai hiasan kepala dan dodotan, saat ini

kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, gelung dengan hiasan bunga ceplok, dan

hiasan kepala bulu burung kasuari. Karakteristik dari penari Serimpi adalah mengenakan

keris kecil yang diselipkan di bagian depan menyilang ke kiri.

Selain keris, para penari Serimpi juga kadang menggunakan jembreng yaitu semacam

perisak. Pada jaman pemerintahan Sri Sultan HB VII yaitu pada abad ke-19, ada pula Tari

Serimpi yang alat perangnya berupa pistol yang ditembakkan ke bawah. Pola iringan tarian

ini menggunakan gending sabrangan untuk keluar dan masuknya para penari diiringi bunyi

genderang dan musik tiup. Pada saat menari diiringi dengan gendhing ageng atau tengahan

yang kemudian masuk gending ladrang. Selanjutnya ayak-ayak dan srebengannya diguanakn

untuk mengiringi adegan peperangan.

Page 6: Tari Topeng Cirebon

4. Tari Remo – Jawa BaratProvinsi Jawa Timur memiliki beragam kekayaan seni dan budaya. Secara lingkup

wilayah kultural, provinsi ini terbagi menjadi beberapa wilayah gagrak (gaya) kebudayaan,

yaitu Jawa Mataraman atau Kulonan di bagian barat, Jawa Pasisiran di bagian utara dan barat

laut, Arek atau Wetanan di bagian tengah dan timur, serta kebudayaan Madura dan Osing

masing-masing di wilayah Kepulauan Madura dan Kabupaten Banyuwangi. Juga ada

kebudayaan Tengger di wilayah Dataran Tinggi Tengger, serta kebudayaan Bawean di Pulau

Bawean, Kabupaten Gresik. Berbagai bentuk kekayaan seni dan budaya tersebut bermacam-

macam, seperti seni drama, sastra, ritual, busana adat, seni bangunan, seni tari, dan

sebagainya.

Untuk seni tari, berbagai wilayah kebudayaan di Jawa Timur memiliki tarian daerah

khasnya masing-masing. Mungkin sebagian besar orang menganggap Reog Ponorogo adalah

tarian maskot Jawa Timur. Namun selain Reog, salah satu tarian yang sangat familiar bagi

masyarakat Jawa Timur. Tarian itu adalah Tari Remo.

Tari Remo (atau terkadang disebut juga Remong) adalah sebuah tarian yang lahir dari

kawasan budaya Arek, di bagian pusat Jawa Timur. Dalam sejarahnya, Tari Remo ini

diciptakan oleh orang-orang yang berprofesi sebagai penari keliling (tledhek) di Desa

Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Pada perkembangan selanjutnya, seiring

berkembangnya kesenian Ludruk di tengah masyarakat sekitar abad ke 19, Tari Remo

digunakan menjadi tarian pembuka dari pentas pertunjukan Ludruk. Sebelum seorang pemain

Ludruk membawakan kidungan dan parikan, Tari Remo ditampilkan sebagai pembuka dan

ucapan selamat datang bagi para hadirin yang menyaksikan. Begitu lekatnya Ludruk dengan

Tari Remo, sehingga kedua produk seni tersebut menyatu menjadi sebuah paket pertunjukan

yang masing-masing tidak bisa dipisahkan. Setelah Indonesia merdeka, lambat laun fungsi

dan posisi Tari Remo semakin berkembang. Tari Remo kini sering digunakan sebagai tarian

penyambutan tamu-tamu istimewa, seperti pejabat, delegasi asing, dan lain sebagainya.

Awalnya, Tari Remo adalah tarian yang khusus dibawakan oleh kaum pria. Hal ini

berkaitan dengan cerita atau tema dari Tari Remo itu sendiri. Tari Remo bercerita tentang

kepahlawanan seorang pangeran yang berjuang dalam medan pertempuran. Untuk itu, sisi

maskulin dalam Tari Remo sangat ditonjolkan. Namun dalam perkembangannya, banyak

Page 7: Tari Topeng Cirebon

kaum perempuan yang tertarik untuk belajar dan membawakan Tari Remo, bahkan kini Tari

Remo banyak ditarikan oleh perempuan. Walaupun demikian, busana ala pria yang

digunakan sebagai kostum Tari Remo tidak banyak diubah, meski yang menarikannya

seorang perempuan.

Karakteristik yang paling utama dari tata gerak Tari Remo adalah gerakan kaki yang

rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya bandul-bandul (binggel) yang

dipasang di pergelangan kaki. Bandul lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau

menghentakkan kakinya di panggung. Selain itu, ciri khas yang lain adalah gerakan

melempar selendang atau sampur secara cepat dan dinamis, gerakan anggukan dan gelengan

kepala, ekspresi wajah, serta kuda-kuda penari membuat tarian ini menjadi semakin atraktif.

Tata busana Tari Remo sendiri bermacam-macam menurut wilayah kebudayaan dan

siapa yang menarikannya. Gaya-gaya busana Tari Remo adalah gaya Surabayan, Malangan,

Jombangan, Sawunggaling, dan Remo Putri. Dalam gaya busana Surabayan, aksesori yang

dikenakan terdiri atas ikat kepala merah (udheng), gelang kaki berbandul (binggel), baju

tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke 18, celana sebatas

pertengahan betis yang dikait dengan benang emas, kain batik (jarik) gaya Pasisiran yang

menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris yang diselipkan di

belakang. Penari juga memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang

lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang tiap ujung

selendang.

5. Sejarah Kesenian Tari Reog Ponorogo

Reog merupakan kesenian terkenal asli warisan leluhur Indonesia yang berasal dari

Kabupaten Ponorogo Jawa Timur.Kesenian Reog Ponorogo sampai sekarang masih aktif dan

di kenal dari seluruh masyarakat Indonesia bahkan wisatawan mancanegara. Reog Ponorogo

yang kita kenal identik dengan kekuatan dunia hitam, preman ataupun kekerasan lainnya

serta lepas pula dari dunia mistis ketimuran dan kekuatan supranatural. Salah satu

pertunjukkan yang ada pada reog yakni mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam

mengangkat dadak merak seberat 50kg yang digigit sepanjang pertunjukan berlangsung.

Sejarah Kesenian Tari Reog Ponorogo

Page 8: Tari Topeng Cirebon

Tak hanya itu seni reog ponorogo diiringi oleh beberapa gamelan seperti kempul,

ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan lain sebagainya. Didalam reog ponorogo

juga ada warok tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu

Kelono Suwandono. Jumlah anggota grup reog ponorogo sekitar 20-30an, sedangkan peran

utama ada di warok dan pembarongnya. Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan

massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki

Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang

oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah.

Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk

menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang

berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun

sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada

Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring dengan

perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang

diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu

Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada

waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan

oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan

gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai

harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu

agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang

diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati

Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang

menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan

reog untuk mengembangkan kekuasaannya.

SEJARAH REOG PONOROGO

Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu

Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada

waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan

Page 9: Tari Topeng Cirebon

oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan

gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai

harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu

agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang

diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati

Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang

menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan

reog untuk mengembangkan kekuasaannya.

Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran

komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian membuat

cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat

Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga

memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan

kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul

khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila

akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian

reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur

cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.

Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah babad Kelana Sewandana. Babad

Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah

Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah

tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh

Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong

seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kimpoi. Demi memenuhi permintaan sang putri,

Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak).

Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari

Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun

sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan dengan

tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan

para warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta. Versi lain

dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu

Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang

setia, Pujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit,

Page 10: Tari Topeng Cirebon

sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia

menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reog

mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: Rasa

kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung

kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan

nafas pada kesenian Reog Ponorogo.

PEMENTASAN SENI REOG

Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan,

khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2

sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani

dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini

menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh

6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh

penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus

dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada

biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.

Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya

bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan

maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan,

biasanya cerita pendekar, Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang

tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin

rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang

pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih

dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.

Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk

kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa

mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan

untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya

diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Page 11: Tari Topeng Cirebon

DISUSUN OLEH

1.MUTIARA

2.CICI SAFITRI

3.JULIANI

4.YUNITA

5.MESI ARISKA

KELAS : XII PEMASARAN 1

GURU DIKLAT: PAK IKHSAN

TAHUN AJARAN 2015-2016

SMK MUHAMMADIYAH 2 PALEMBANG

TUGAS SENI BUDAYA

TARI TRADISIONAL JAWA