tari serimpi dalam sejarah dan perkembanganya
DESCRIPTION
Tari Tradisional serimpiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tari adalah upaya untuk mewujudkan keindahan melalui susunan
gerak dan irama dalam satuan komposisi gerak untuk menyampaikan pesan
tertentu. Menurut Alma Hwkins (1990: 81) : “Tari adalah ekspresi manusia
yang paling tua. Pengalaman yang timbul karena gerakan sosial merupakan
hasil dari kebutuhan manusia untuk menemukan serta mencari bentuk yang
nyata pada aspek-aspek estetis dari pertemuannya dengan kehidupan. Ada
dua pengalaman kreatif dan estetis karena pengalaman itu akan memperkaya
dirinya sebagai manusia. Pengalaman menolong manusia menjadi seorang
individu yang terintegrasi dan merasa harmonis dengan dunianya, untuk
mencapai perasaan keutuhan”.
Dalam seni tari di Indonesia dikenal istilah tari kreasi baru dan tari
tradisi. Tari kreasi baru adalah tari yang diciptakan berdasarkan
pengembangan gerak yang berasal dari gerak tradisi maupun luar tradisi,
Tari kreasi baru berasal dari dua bagian yang pertama tari kreasi baru yang
berakar dari tari tradisi dan yang kedua adalah tari kreasi baru yang berpijak
diluar tradisi atau lepas dari tradisi. Tari kreasi baru diciptakan untuk
mengekspresikan ungkapan perasaan, ide maupun pesan dalam gerakan.
Tari tradisional merupakan cerminan identitas dari suatu daerah,
gerak dalam tari tradisional pada umumnya sederhana dan berulang-ulang.
Gerak tari tersebut disusun sesuai dengan nilai-nilai yang mencerminkan
kehidupan masyarakatnya. Setiap etnis memiliki ciri khas gerak tersendiri
sama halnya dengan ke sembilan etnis yang ada di Sumatera Utara yaitu
Melayu, Batak `Toba, Simalungun, Karo, Pak-Pak Dairi, Mandailing,
Angkola, Tapteng, dan Nias. Masing-masing memiliki bentuk gerak
tersendiri sehingga mejadi identitas etnis tersebut.
Dalam menciptakan tari diperlukan kemampuan khusus serta
memiliki aturan yang harus diikuti oleh setiap pelatih yang sekaligus
berperan sebagai penata tari di sanggar tari. Pengetahuan menata tari dan
konsep-konsep menata tari dikemukakan oleh banyak ahli koreografi seperti
Alma Hawkins, Jacqueline Smith, Suzanne K. Langer, Doris Humphrey dan
lain-lain. Tokoh- tokoh koreografi tersebut menetapkan dan menjelaskan
teknik menata tari yang baik dan benar, yang harus digunakan untuk
menyusun tari kreasi baru yang bersumber baik dari tari tradisi atau lepas
dari tari tradisi.
B. Ruang Lingkup
1. Mengetahui apa itu tari tradisional ?
2. Mengetahui dan mengenal sejarah dari tari serimpi ?
3. Mengetahui dan mengenal tari serimpi ?
4. Mengetahui macam-macam tari serimpi dan tujuannya?
C. Rumusan masalah
1. Apakah tari tradisional ?
2. Bagaimana sejarah adanya tari serimpi ?
3. Mengapa disebut tari serimpi ?
4. Berapa macam tari serimpi dan apa tujuannya dari macam tari serimpi
itu?
D. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang
dimaksud, dalam skripsi ini penulis membatasinya pada ruang lingkup
penelitian
Dari identifikasi diatas kita dapat memberikan suatu pertanyaan diantaranya
adalah :
1. Apa yang disebut tari tradisional ?
2. Bagaimana Sejarah Tari Serimpi?
3. Bagaimana proses terciptanya tari serimpi?
4. Berapa macam tari serimpi itu dan mengapa terjadi berbagai macam tari
serimpi?
E. Perumusan Masalah
Perumasan masalah merupakan perumusan yang berkaitan dengan
judul makalah. Dari judul makalah terdapat masalah-masalah yang muncul
yang dapat dirumuskan sehingga masalah tidak melebar kemana-mana, ini
bertujuan untuk memudahkan penulis dalam proses pembuatan makalah.
Rumusan masalah harus dilakukan secara jelas dan operasional. Oleh karena
itu maka permasalahan di dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut “Tari Serimpi dalam Sejarah dan Perkembangannya ”.
F. Tujuan dan Manfaat
Tujuannya adalah
1. Mengenal definisi dari tari tradisional
2. Mengenal Sejarah penciptaan Tari Serimpi
3. Mengenal Tari Serimpi
4. Mengenal macam-macam Tari Serimpi
Manfaatnya adalah
1. Mengenalkan tentang tari tradisional
2. Mengenalkan tentang Sejarah dari Tari Serimpi
3. Mengenalkan lebih jauh tentang Tari Serimpi
4. Mengenalkan macam-macam Tari Serimpi
BAB II
PENJELASAN
A. Pengertian
Seni tari merupakan kesenian yang diungkapkan lewat media gerak,
yang indah, sesuai dengan irama musik dan merupakan ekspresi jiwa
manusia. Di setiap daerah di negara kita tercinta ini memiliki warna dan ciri
khas bentuk tarian masing masing.
Substansi atau materi baku dari tari adalah gerak. John Marten,
seorang ahli tari dari Amerika, memberi tekanan bahwa gerak benar-benar
substansi baku dari tari (Jazuli, 1994:19) Ia mengemukakan bahwa gerak
adalah pengalaman fisik yang paling elementer dari kehidupan manusia.
Gerak bukan hanya terdapat pada denyutan-denyutan di seluruh
tubuh manusia, tetapi gerak juga terdapat pada ekspresi dari segala
pengalaman emosionil manusia. Dengan demikian maka badan adalah
cermin dari jiwa manusia.
Karena tari itu adalah seni, maka walaupun materi bakunya adalah
gerak, tetapi gerak itu bukanlah gerak yang natural, melainkan gerak yang
indah, dan gerak yang indah itu adalah gerak yang distilir dan ritmis. Selain
itu ritme merupakan unsur kedua yang penting sekali bagi tari.
Bermacam-macam definisi telah dibuat oleh para ahli tari, baik dari
dalam maupun dari luar negeri. Definisi-definisi tersebut antara lain :
a. Tari menurut Soedarsono dalam bukunya Djawa dan Bali; Dua Pusat
Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia, sebagai berikut :
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak –
gerak ritmis yang indah. (Soedarsono, 1978:3)
b. Tari menurut Wisnoe Wardhana (1990:8) salah seorang tokoh tari
modern Indonesia; tari adalah kerja rasa dari manusia yang
menyalurkannya melalui urat-urat. Pemahaman gerak secara implisif
terdiri dari otot dan atu urat tubuh. Maka tari sebenarnya berkait erat
dengan gerak dan sistem mekanisme tubuh (urat-urat) yang bersifat
teknis.
c. Tari menurut Sedyawati (1980), seorang arkeolog yang mempunyai
perhatian besar pada seni tari memahami seni tari sebagai berikut:Bentuk
upaya untuk mewujudkan keindahan susunan gerak dan irama yang
dibentuk dalam satuan-satuan komposisi. (Edi Sedyawati:1980,15)
d. Tari menurut BPA Soerjodiningrat (1986) seorang tokoh tari gaya
Yogyakarta dalam bukunya yang berjudul Babad lan Mekaring Djoged
Djawi, sebagai berikut: Ingkang dipun wastani Djoged inggih
unikaelahing sedaja saranduning badan, kasarengan ungeling gangsa
(gamelan), katata pirantuk wiramaning gending , djumbuhing pasemon
kalajkan pikadjenging djoged (Soeryodiningrat: 1986, 21)
Yang disebut dengan tari adalah gerakan seluruh anggota badan,
diiringi bunyi gamelan (instrumen gamelan), ditata berdasarkan irama
lagu pengiring (gending), menyatunya simbolisasi dengan maksud
sebuah tarian
e. Seorang tokoh sejarah musik dan tari dari Belanda yang bernama Curt
Sachs dalam bukunya World history of the dance, berpendapat bahwa,
“Tari adalah gerakan yang ritmis” (dance is rhytmic motion). (Curt
Sachs: 1954,18)
f. Bagong Kussudiarjo seorang tokoh kreasi baru dari Yogyakarta
mengatakan bahwa, Tari adalah keindahan bentuk dari anggota badan
manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa yang harmonis
(Kussudiarjo:2000,11)
g. Berbeda dengan pemikiran Corrie Hartong (1985), bahwa “Tari adalah
keteraturan bentuk gerak tubuh yang ritmis di dalam suatu ruang.”
(Corrie Hartong:1985, 25)
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku
bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di
Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia,
dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan
pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di
Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat
lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama
dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh
pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah. ( id.wikipedia)
Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat
digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari
Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era
Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya,
dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung
kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan.
Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari
tradisional dan tari kontemporer. ( id.wikipedia)
Era Sejarah
Tari Bercorak Prasejarah atau Tari Suku Pedalaman
Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di
kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini
tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan
memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak,
Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku
Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku
dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme). ( id.wikipedia)
Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal
dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Tarian semacam ini biasanya
berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan
atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis
tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq dalam suku Dayak.
Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian
jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari
Tor-Tor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara. Tarian ini juga
bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri
manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh
tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang
dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan
bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian
istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam
kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini
bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan
tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan. ( id.wikipedia)
Tari Bercorak Hindu-Buddha
Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan
Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu
seperti Ramayana, Mahabharata dan juga Panji menjadi ilham untuk
ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet"
dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya
diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali.
Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan,
Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali
dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang
orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan
tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh
dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian
penting terhadap mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih
menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada
keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara
tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya
dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal,
tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk
memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.
(id.wikipedia)
Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci
Hindu Dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari
yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14
menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala
yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi
yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari
sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu.
Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci
untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang
menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan
penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga sangat
populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat
dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis tari topeng
yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali. ( id.wikipedia)
Tari Bercorak Islam
Sebagai agama yang datang kemudian, Agama Islam mulai masuk ke
kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer.
Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya,
menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih
tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari
Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit
dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup
sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam. ( id.wikipedia)
Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu
dan Tari Saman Aceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan
Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era
Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana,
tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa
Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-
doa Islami. ( id.wikipedia)
Pendukung
Tari keraton
Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia.
Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini
masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan
pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan
tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang
berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan
bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual,
keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan
unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih
ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari
generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas
berbagai pengaruh. ( id.wikipedia)
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya
digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi
mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan
Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap
dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga
terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya seperti di Jawa
juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana
Sumatra seperti bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli di Sumatera Utara,
Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan
lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan
warisan budaya Hindu-Buddhanya. ( id.wikipedia)
Tari Rakyat
Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan
tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan
derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat
adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik
di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton)
yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia
lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan
disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap
tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih
memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi
ritual. ( id.wikipedia)
Tari Ronggeng dan tari Jaipongan suku Sunda adalah contoh yang
baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang lebih
bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap
kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari
rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam
standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam
tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari
rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan
sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi
Utara, dan tari Sajojo dari Papua. ( id.wikipedia)
Tradisi
Tari tradisional
Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan
keanekaragaman bangsa Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian
Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang,
tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah seni tari yang
berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap
dikembangkan hingga kini. Beberapa tari mungkin telah berusia ratusan
tahun, sementara beberapa tari berlanggam tradisional mungkin baru
diciptakan kurang dari satu dekade yang lalu. Penciptaan tari dengan
koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu
masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru.
Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya
yang telah sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni
tari tradisional. ( id.wikipedia)
Tari kontemporer
Seni tari kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari
luar, seperti tari balet dan tari modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman
dari Yogyakarta-Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana merantau ke
Amerika Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai
sanggar tari disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka
membawa budaya berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah,
wajah dan pergerakan dan koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan
seni tari sebagai ekspresi pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia.
Gagasan seni tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah
membangkitkan seni tari Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi
menjadi ekspresi seni, melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar
belakang seni dan budaya yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional
Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia,
misalnya langgam tari Jawa berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan
gerakan seringkali muncul dalam pagelaran seni tari kontemporer di
Indonesia. Kolaborasi internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi
seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.
(id.wikipedia)
Tari modern Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia
industri hiburan dan pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring
nyanyian, pagelaran musik, atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya
pengaruh budaya pop dari luar negeri, terutama dari Amerika serikat,
beberapa tari modern seperti tari jalanan (street dance) juga merebut
perhatian kaum muda Indonesia. ( id.wikipedia)
B. Sejarah Tari Serimpi
Tari serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa Tengah.
(Sri Hartati, dkk: 2009,30), (A.M. Munardi, dkk: 2002,76-77) Tari klasik
sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah mencapai kristalisasi
keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman masyarakat feodal serta
lahir dan tumbuh di kalangan istana. (Moehkardi: 2011, 32)
Kebudayaan tari yang sudah banyak dipentaskan ini memiliki gerak
gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah
lembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan
diiringi suara musik gamelan. Tari serimpi Jawa ini dinilai mempunyai
kemiripan dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi
kelembutan gerak para penari. (id.wikipedia.org)
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang
istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari
pentas yang lain karena sifatnya yang sakral. Dulu tari ini hanya boleh
dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat
kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang
kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak
sesakral tari Bedhaya. (id.wikipedia.org)
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti
pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja. Adapun
iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara
gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.
Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke
masa, di antaranya durasi waktu pementasan. Kini salah satu kebudayaan
yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian
baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.Sebagai contoh Srimpi
Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi
15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.
Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari
segi pakaian.Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang
dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor
sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa
lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan
kepala berupa bulu burung kasuari.
Serimpi sama artinya dengan bilangan empat. Kata Srimpi menurut
bahasa jawa artinya "impi atau mimpi". Tarian Serimpi merupakan tarian
yang berasal dari Yogyakarta.Tarian ini ditarikan oleh 4 orang putri yang
diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan dari sang penari yang
lambat dan gemulai adalah ciri khas dari tarian Serimpi Yogyakarta. Dari ke
4 putri tersebut, masing-masing melambangkan unsur dunia, yaitu : grama
(api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Hal dimaksud
melambangkan asal usul terjadinya manusia dan juga melambangkan 4
penjuru mata angin. Pada dasarnya tari Serimpi ini mengambarkan sifat baik
dan sifat buruk.Manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik sebagai bekal
menghadap Sang Pencipta. Dari ke 4 putri tersebut masing-masing
mempunyai nama yaitu : Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan
Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646. Tarian ini
dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk
ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan. Pada tahun 1775
Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan
Surakarta. Perpecahan ini berimbas pada tari Serimpi sehingga terjadi
perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama. Tari ini muncul
di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820. Dan mulai tahun
1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata
pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta
karawitan Krida Beksa Wirama. Setelah Indonesia merdeka, tari ini
kemudian juga diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan
pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.
Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu
pengertian, yakni calon pengganti raja. Namun, Serimpi sendiri juga
mempunyai arti perempuan. Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama
serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi. Maksudnya adalah
ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu,
para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.
Kemudian terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng
Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata
angin atau empat unsur dari dunia yakni: Grama ( api), Angin ( udara), Toya
(air), Bumi ( tanah). Komposisinya yang terdiri dari empat orang tersebut
membentuk segi empat yang melambangkan tiang pendopo. Adapun yang
digambarkan dalam pagelaran tari serimpi adalah perangnya pahlawan-
pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa
dan yang lain atau dapat juga dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan
pertempuran yang dilambangkan dalam dua kubu (satu kubu berarti terdiri
dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan. Tema yang
ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari
Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua Hal. yang
bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta antara akal
manusia dan nafsunya. Keempat penarinya biasanya berperan sebagai Batak,
Gulu, Dhada dan Buncit.
Sri Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Serimpi
bersenjatakan pistol. Tema perang dalam tari Serimpi menurut Raden Mas
Wisnu Wardhana, merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran.
Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbol pertarungan yang tak
kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam
mengekspresikan gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena dilakukan
dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang
lain dengan bantuan properti tari berupa senjata. Senjata yang digunakan
dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam
perisak), dan tombak pendek. Pada zaman pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwana VII, yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Serimpi yang
senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.
Pakaian tari Serimpi mengalami perkembangan. Jika semula seperti
pakaian temanten putri Kraton gaya Yogyakarta, dengan dodotan dan gelung
bokornya sebagai motif hiasan kepala, maka kemudian beralih ke “kain
seredan”, berbaju tanpa lengan, dengan hiasan kepala khusus yang berjumbai
bulu burung kasuari, gelung berhiaskan bunga ceplok dan jebehan.
Karakteristik pada penari Serimpi dikenakannya keris yang diselipkan di
depan silang ke kiri. Penggunaan keris pada tari Serimpi adalah karena
dipergunakan pada adegan perang, yang merupakan motif karakteristik Tari
Serimpi.
Disamping keris digunakan pula “jembeng” ialah sebangsa perisak.
Bahkan pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwana VII dijumpai pula tari
Serimpi dengan alat perang pistol yang ditembakkan kearah bawah, pada
akhir abad ke-19. Pola iringan tari Serimpi adalah gendhing “sabrangan”
untuk perjalanan keluar dan masuknya penari dibarengi bunyi musik tiup dan
genderang dengan pukulan irama khusus. Pada bagian tarinya
mempergunakan gendhing-gendhing tengahan atau gendhing ageng yang
berkelanjutan irama ketuk 4, kemudian masuk ke gendhing ladrang
kemudian ayak-ayak beserta srebegannya khusus untuk iringan perang.
Pertunjukkan tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara
karena berfungsi sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga
ditampilkan ketika ada pementasan wayang orang. Sampai sekarang tari
Serimpi masih dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan
pusaka keraton.
C. Macam-Macam Tari Serimpi
Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan
Kesultanan Surakarta pada tahun 1775.Di Kesultanan Yogyakarta, tarian
Serimpi digolongkan menjadi 3 yaitu Serimpi Babul Layar, Serimpi
Dhempel, Serimpi Genjung. Di Kesultanan Surakarta, tarian Serimpi
digolongkan menjadi 2 yaitu Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.
Jenis-jenis Tari Serimpi adalah sebagai berikut :
1. Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang
dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu
penari sebagai putri Renggawati. Adapun kisah yang diceritakan adalah
kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan
terkena kutukan menjadi burung Mliwis. Dia akan dapat kembali ke
wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik
jelita (putri Renggawati). Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-
tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri
dengan sebuah kebahagiaan.
2. Serimpi Lima
Di luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga ditarikan oleh lima
penari, yakni Serimpi Lima. Tari ini berkembang di wilayah pedesaan,
yakni di tengah-tengah masyarakat desa Ngadireso, kecamatan
Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur. Di desa Ngadireso,
Serimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses
pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta
aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengan cara tertentu.
Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni
ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi
seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara
Kala. Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan
sakral. Serimpi Lima merupakan wujud dari gagasan dan aktivitas
masyarakat pemiliknya. Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku
mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan
kesenian termasuk tari tradisional.
3. Serimpi Ludimadu
Bentuk serimpi tertua menurut sumber tertulis, diciptakan oleh Sri
Pakubuwana V pada tahun Jawa 1748 atau sekitar tahun 1820-1823,
yakni Serimpi Ludiramadu. Tari ini diciptakan olehnya untuk mengenang
ibunya yang berdarah Madura. Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan
oleh Paku Buwono V ketika masih menjadi putra mahkota Keraton
Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda tercinta yang
masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat dari
Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih
berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi.
Jumlah penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri.Dalam tarian ini
digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas
dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu.Nama Ludira Madu
diambil dari makna Ludira Madura yang berarti "Darah/ keturunan
Madura".
4. Serimpi Pondelori
Serimpi Pondelori sendiri adalah suatu bentuk tari Serimpi khas
Yogyakarta yang dipentaskan oleh empat orang. Diciptakan oleh Sultan
Hamengku Buwana VI dan VII.Properti yang digunakan dalam tarian ini
berupa pistol dan cundrik.Membawakan cerita petikan dari Menak, ialah
perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi Sudarawerti.Tari Serimpi
Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.
Isinya adalah sebuah pertengkaran antara Dewi Sirtupilaeli dan Dewi
Sudarawerti yang memperebutkan cinta dari Wong Agung Jayengrana,
pangeran dari negeri Arab. Di akhir cerita tidak terjadi kekalahan
maupun kemenangan karena dua kubu yang berseteru akhirnya semua
dinikahi oleh pangeran.
5. Serimpi Cina
Kemudian ada tari Serimpi Cina. Yang membedakan dari tari ini adalah
penarinya mengenakan baju khas orang Cina. Biasanya tari yang satu ini
dibawakan di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
6. Serimpi Pamugrari
Salah satu jenis Tari Serimpi Yogyakarta putri klasik gaya Yogyakarta,
merupakan hasil ciptakan Sultan Hamengku Buwana VII. Tari Serimpi
Pamugrari, dinamakan seperti itu karena musik pengiringnya
menggunakan gending pramugari. Untuk senjata yang dibawa saat
menari adalah pistol.
7. Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada
properti yang digunakan yaitu pistol.
8. Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini
berupa pistol dan jemparing. Gending yang dipergunakan untuk
mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak
Kasimpir.
9. Tari Serimpi Sangopati
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi
sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya
Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada
tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi Sangopati kata sangapati itu
sendiri berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan bagi calon pengganti
raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati)
diperuntukan kepada Belanda.
10. Tari Serimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh
K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang
kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas
kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi
Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja.
11. Tari Serimpi Among Beksa
Among Beksa yang dipentaskan oleh delapan orang penari dengan
mengambil tema Menak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tari tradisional merupakan cerminan identitas dari suatu daerah,
gerak dalam tari tradisional pada umumnya sederhana dan berulang-ulang.
Gerak tari tersebut disusun sesuai dengan nilai-nilai yang mencerminkan
kehidupan masyarakatnya.
Tari Serimpi merupakan tari klasik yang berasal dari Jawa
Tengah.Tari klasik sendiri mempunyai arti sebuah tarian yang telah
mencapai kristalisasi keindahan yang tinggi dan sudah ada sejak zaman
masyarakat feodal serta lahir dan tumbuh di kalangan istana.
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang
istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari
pentas yang lain karena sifatnya yang sakral. Dulu tari ini hanya boleh
dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat
kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang
kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak
sesakral tari Bedhaya.
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti
pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja. Adapun
iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara
gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.
B. Saran
Penulis berharap agar tari Serimpi akan terus mengakar di
kebudayaan Indonesia dan akan tetap dilestarikan oleh generasi muda.
Penulis juga berharap agar adanya partisipasi dari para pembaca untuk tetap
mengambil peran dalam pelestarian budaya Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Munardi, dkk (2002). Indonesian Heritage:Seni Pertunjukkan. Jakarta: Buku Antar Bangsa. Terj. Karsono. Hal. 76-77
Anshoriy, Nasruddin (2008). Pendidikan Berwawasan Kebangsaan:Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme.Yogyakarta:LKiS. Hal. 158
B van Helsdingen – Schoevers ; “ Tari Serimpi Dalam Istana Soerakarta “ ; Weltevreden / Jakarta ; Balai Poestaka ; Juli 1925
Corrie Hartong (1985). Danskunst: Inleiding Tot Het Wezen En De Practijk Van De Dans. Nederlands Instituut voor de Dans
Curt, Sachs (1954). World History Of The Dance. Seven Arts
Dana buku Franklin, Yayasan (1973). Ensiklopedi Umum.Yogyakarta:Kanisius. Hal. 558
Edi Sedyawati (1980). Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya.
Hartati, Sri. Seri Panduan Belajar dan Evaluasi Ilmu Pengetahuan Sosial . Jakarta: Grasindo. Hal. 30
Hawkins, alma M. 1990. Mencipta Lewat Tari (Creating Through Dance). Terjemahan Y, Sumandiyo Hadi. Yogyakarta: Institut Seni Indonesia.
Jazuli, M. (1994). Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang : IKIP Semarang Press.
John Martin (2004). The Modern Dance. Verlag: Princeton Book Company
Kussudiarjo Bagong (2000). Tentang Tari.Yogyakarta
Kristi, Nava (2012). Fakta Menakjubkan tentang Indonesia.Jakarta:Cikal Aksara Hal. 61
Lelyveld Van Th. B. (1931). Seni Tari Jawa.Amsterdam:Vanholkema & Warendrob. Hal. 268
Moehkardi (2011).Sendratari Ramayana Prambanan. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia. Hal. 32
Munardi, AM (1996). Srimpi Lima di Desa Ngadireso.Jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia. Hal. 35-37 Vol.7