peta daerah istimewa yogyakarta · tarian tradisional : tari gambir anom, tari serimpi, tari merak,...

59
389 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Upload: lamdan

Post on 18-May-2019

335 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

389 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Page 2: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

390 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

A. UMUM 1. Dasar Hukum

Daerah Istimewa Yogyakarta berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 tertanggal 4 Maret 1950.

2. Lambang Provinsi Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta atau sering disebut golong-gilig adalah lambang berbentuk bulat (golong) dan silinder (gilig) yang terdiri dari lukisan bintang, padi dan kapas, tugu bersayap, lingkaran merah yang mengelilingi lingkaran putih, dan ompak bertatakan teratai.

Gambar bintang pada lambang ini memiliki makna Ketuhanan Yang Maha Esa. Padi dan kapas sebagai simbol kesejahteraan. Tugu bersayap sebagai simbol perikemanusiaan, sayap bagian dalam berjumlah 9 tertuju pada Hamengkubuwono IX dan bagian luar berjumlah 8 tertuju pada Paku Alam VII memiliki makna kepemimpinan. Lingkaran merah putih untuk simbol kebangsaan. Ompak dengan tatakan bunga teratai

sebagai simbol kerakyatan

3. Letak Geografis dan Batas Wilayah Letak geografis Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7°15- 8°15 Lintang Selatan dan garis 110°5- 110°4 Bujur Timur, dengan batas wilayah: · Sebelah Barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah · Sebelah Barat Laut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah · Sebelah Timur Laut Kabupaten Klaten, Jawa Tengah · Sebelah Timur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah · Sebelah Selatan Samudera Indonesia. Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 km2 terdiri atas Kota Yogyakarta 32,50 km2 , Kabupaten Sleman 574,82 km2 , Kabupaten Bantul 506,85 km2 ,Kabupaten Kulon Progo 586,27 km2,Kabupaten Gunung Kidul 1485,36 km2. (Sumber : http://gudeg.net/id/directory/55/119/Pemerintah-Daerah-Propinsi-DIY.html).

4. Pemerintahan Sebagai Daerah Otonom, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-Undang Nomor: 3 Tahun 1950 jo Nomor : 19 tahuin 1950 terbagi dalam 5 Daerah Tingkat II yang terdiri satu daerah Kota Madya dan empat Kabupaten masing-masing : a. Kota Madya Yogyakarta, terdiri dari 14 Kecamatan dan 45 Kelurahan. b. Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman, terdiri dari 17 Kecamatan dan 86 Desa. c. Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul, terdiri dari 17 Kecamatan dan 75 Desa. d. Kabupaten Daerah Tingkat II Kulonprogo, terdiri dari 12 Kecamatan dan 75 Desa. e. Kabupaten Daerah Tingkat II Gunung Kidul, terdiri dari 18 Kecamatan dan 144 Desa. (sumber : http://gudeg.net/id/directory/55/119/Pemerintah-Daerah-Propinsi-DIY.html).

5. Komposisi Penganut Agama

Agama Islam (91,4%), Katolik (5,4%), Protestan (2,9%), Lain-lain (0,3%)

6. Bahasa dan Suku Bangsa Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari antar warga adalah bahasa jawa dan bahasa indonesia. Sementara itu suku yang mendiami wilayah DIY adalah suku jawa (97%), suku sunda (1%), dan suku lain.

7. Budaya

a. Lagu Daerah : Suwe ora jamu, Pitik Tukunt, Sinom b. Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari

Bondan. c. Senjata Tradisional : keris

Page 3: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

391 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

d. Rumah Tradisional : Joglo e. Seni Musik Tradisional : Gamelan Jawa f. Makanan khas daerah : Gudeg, Bakpia, Geplak

8. Bandara : Adi Sucipto

9. Perguruan Tinggi : UGM, UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

10. Industri dan Pertambangan :

Industri berskala besar, sedang dan kecil yang ada di DIY merupakan salah satu sektor yang ikut menopang perekonomian daerah ini. Pada tahun 1997 tercatat ada 362 unit industri, di mana yang terbanyak adalah industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, yakni 103 unit atau 28,45%. Jumlah industri berikut tenaga kerjanya di DIY tahun 1997 adalah sebagai berikut: industri makanan, minuman, dan tembakau 67 unit (5.678 orang); industri tekstil, pakaian jadi dan kulit 103 unit (16.031 orang); industri kayu dan barang-barang dari kayu 52 unit (2.730 orang); industri kertas dan barang-barang dari kertas 21 unit (1.950 orang); industri kimia dan barang-barang dari kimia 25 unit (1.766 orang); industri barang galian 46 unit (2.777 orang); industri barang-barang dari logam 28 unit (3.636 orang); dan industri lainnya 20 unit (1.247 orang). Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor industri mempunyai peran yang signifikan, yakni mampu menyerap 35.815 orang. Industri yang sekarang berkembang pesat di Yogyakarta antara lain industri kecil dan industri rumah tangga (home industry) seperti pembuatan batik, kaos, pakaian jadi, mebel, kerajinan kulit, perak, tanah liat/keramik, kertas daur ulang, anyaman bambu, pakaian jadi, cerutu, dan makanan/ minuman. Di sektor pertambangan, DIY memiliki beberapa bahan tambang/galian seperti batu kapur, kalsit, andesit, pasir koral, dan gips. Kaolin dan pasir kwarsa banyak terdapat di Kab. Gunungkidul, dan Kulonprogo. Tetapi sayangnya datanya tidak tersedia dalam buku BPS tahun 1998. (sumber : http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=3501&Itemid=1527).

B. OBYEK WISATA 1. Wisata Alam

a. Gunung Merapi

Gunung Merapi (2911 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang masih aktif. Gunung ini terletak kira-kira 30 km di sebelah utara Kota Yogyakarta dan termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

Gunung Merapi bertalian erat dengan mitos, kepercayaan, dan filosofi masyarakat Jawa, terutama masyarakat sekitar gunung tersebut. Hal ini digambarkan dengan garis

imajiner yang menghubungkan antara Gunung Merapi dengan Laut Selatan (Samudera Indonesia) dengan Kota Yogyakarta sebagai titik pusat. Garis imajiner tersebut mempunyai dua aspek filosofis, yaitu jagat alit dan jagat ageng. Jagat alit merupakan proses perjalanan kehidupan manusia sejak lahir hingga menghadap Yang Maha Kuasa. Tugu Yogyakarta merupakan titik di mana manusia dapat menyatu dengan Tuhan tatkala ia mampu menempuh kehidupan dengan benar dan “lurus”. Planologi Kota

Page 4: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

392 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Yogyakarta menggambarkan makna dari filosofi tersebut melalui jalan yang membujur dari selatan ke utara. Namun, perjalanan kehidupan manusia tak lepas dari godaan kekuasaan dan kemewahan. Godaan kekuasaan digambarkan melalui kompleks Kepatihan, sedangkan godaan harta tergambar lewat pasar Beringharjo yang berada di sisi jalan antara Keraton dan Tugu Yogyakarta. Jagat Ageng bermakna seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan mementingkan hati nurani ketimbang nafsu kekuasaan. Pemimpin harus melandaskan kepemimpinannya dengan berdasarkan keyakinan kepada Tuhan. Artinya, tindakan memimpin mestilah berdasar pada apa yang diperbolehkan/diperintahkan dan dilarang oleh Tuhan. Oleh karena itu, makna dari garis imajiner tersebut adalah bahwa manusia dapat berada dekat dan menyatu dengan Tuhannya ketika ia sudah dapat memaknai hakikat hidup yang sebenarnya serta berperilaku sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Tuhan.

Kondisi Puncak Garuda tahun 2008

Sumber: Mujibur Rohman Gunung Merapi juga diliputi mitos sebagai kerajaan makhluk halus. Masyarakat percaya bahwa Gunung Merapi dijaga oleh Kiai Sapujagad, patih Kesultanan Mataram Islam pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, yaitu Sultan Mataram Islam yang pertama. Namun, makhluk halus yang menghuni Merapi bukanlah makhluk yang jahat asalkan manusia senantiasa biasa menjaga dan menghargai Merapi sebagai entitas kehidupan. Atas dasar mitos tersebut, masyarakat di sekitar Gunung Merapi melakukan berbagai upacara, misalnya Upacara Labuhan yang diadakan setiap tahun oleh Keraton Yogyakarta, kegiatan sedekah gunung, selamatan, dan lain sebagainya. Di luar makna filosofis yang menghubungkan keberadaan Gunung Merapi, Laut Selatan, dan Keraton Yogyakarta, Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang memiliki keistimewaan tersendiri. Hingga saat ini, Gunung Merapi masih menjadi salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Sejak meletus pada tahun 1548, Gunung Merapi sudah meletus 68 kali. Aktivitas letusan kecil Merapi terjadi setiap 2-3 tahun dan letusan besar terjadi sekitar 10-15 tahun sekali – terakhir pada tahun 2006. Letusan besar Gunung Merapi terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 inilah yang diklaim sebagai penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur. Sementara itu, letusan yang terjadi pada tahun 1930 menelan korban 1.369 jiwa. Aktivitas letusan yang sering terjadi mengakibatkan ketinggian dan bentuk puncak Merapi senantiasa berubah dari waktu ke waktu.

Page 5: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

393 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Pasar Bubrah, pos terakhir sebelum puncak Sumber: Mujibur Rohman

Mendaki Merapi menjadi tantangan tersendiri bagi Anda yang suka melakukan petualangan. Jalan setapak untuk mendaki Merapi tidak seperti laiknya jalur pendakian. Kadang-kadang jalan ini lebih menyerupai parit dari puncak gunung. Begitu pula medan sepanjang pendakian: berbatu, terjal, dan mudah longsor. Mendekati Puncak Garuda, para pendaki harus ekstra hati-hati dan tepat dalam mengambil keputusan karena tak jarang bebatuan yang diinjak justru longsor – yang bisa berakibat fatal. Gunung Merapi menawarkan berbagai obyek wisata yang menarik. Di lereng selatan ada obyek wisata Kinahrejo yang sekaligus menjadi jalur pendakian dari sisi selatan. Di sini Anda dapat menikmati pemandangan alam yang indah atau berkunjung ke Tuk Pitu (tujuh mata Air). Atau Anda juga dapat bertemu langsung dengan Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi. Anda juga dapat mengunjungi obyek wisata Kaliurang, Kalikuning, Kaliadem, atau Taman Nasional Gunung Merapi yang menjadi taman konservasi alam kawasan Gunung Merapi. Udara sejuk dan pemandangan yang indah di kawasan ini akan menyegarkan Anda setelah suntuk dengan rutinitas sehari-hari.

Pemandangan awan putih dari puncak merapi

Sumber: Mujibur Rohman Secara administratif Gunung Merapi masuk di wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Ada beberapa jalur pendakian yang dapat ditempuh untuk mendaki Merapi dengan tingkat kesulitan dan jarak tempuh yang berbeda-beda. Jalur yang bisa ditempuh para pendaki antara lain: Pertama, jalur sisi selatan Gunung Merapi, melalui Dusun Kinahrejo. Jalur ini dapat dikatakan sebagai gerbang untuk masuk di Gunung Merapi. Pos pendakian berada di rumah Mbah Marijan. Pendakian dari jalur ini dapat ditempuh rata-rata 6-7 jam menuju puncak. Para pendaki yang menempuh jalur ini akan langsung berhadapan dengan medan yang relatif berat dengan kemiringan 30-34 derajat. Para pendaki pemula sebaiknya menghindari jalur ini karena medannya berat. Untuk sampai di Kinahrejo, Anda dapat menggunakan kendaraan umum jurusan Yogyakarta–Kaliurang. Kemudian, dari Kaliurang menuju Kinahrejo ditempuh dengan berjalan kaki. Kedua, jalur Selo berada di sisi utara lereng Gunung Merapi. Jalur ini cocok pagi para pendaki pemula karena medan pendakian yang tidak terlalu berat. Jalur ini dimulai dari posko pendakian yang menjadi basecamp para pendaki. Posko pendakian berada di Dusun Plalangan, Desa Lencoh. Transportasi untuk mencapai dusun ini: dari Solo naik bus jurusan Semarang, turun di Boyolali. Dari Boyolali naik minibus menuju Selo, turun di pertigaan pasar Selo. Dari pertigaan pasar Selo menuju posko pendakian ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 km. Perlu diperhatikan, minibus jurusan Selo hanya ada sampai jam 17.00 WIB.

Page 6: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

394 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Matahari terbit di puncak Merapi

Sumber: Mujibur Rohman Untuk mendaki Gunung Merapi, Anda cukup menuliskan identitas diri di buku tamu dan membayar tiket sebesar Rp 3000,00 per orang di posko pendakian.

b. Gua Kiskendo Gua yang oleh penduduk setempat disebut sebagai Guo Kiskendo ini menurut kisah ditemukan oleh seorang pertapa yang bernama Ki Gondorio pada tahun 1700-an. Sang pertapa ini sekaligus berperan sebagai juru kunci gua yang pertama. Menurut cerita ini, pada suatu malam ia bermimpi memasuki sebuah gua yang menyerupai kerajaan. Di dalam mimpinya, Ki Gondorio mendapat petunjuk agar menamai 15 ruangan di dalam gua itu. Setelah terbangun dari tidurnya, Ki Gondorio mengikuti segala petunjuk yang diterimanya dalam mimpi. Kendati ada kisah seperti itu, masyarakat yang tinggal di sekitar Gua Kiskendo mempunyai

berbagai versi cerita. Ada yang bilang bahwa keberadaan gua ini muncul dari dunia pewayangan. Versi ini mengisahkan bahwa dahulu kala Gua Kiskendo merupakan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang bernama Mahesosuro. Ada juga yang mengatakan bahwa gua ini merupakan duplikat dari sebuah gua yang terdapat di India.

Hingga kini, masyarakat setempat masih menganggap Gua Kiskendo sebagai tempat yang keramat. Hal

ini berkaitan dengan mitos atau legenda yang melatarbelakanginya, maupun tempat - tempat yang terdapat di dalam gua yang sering digunakan untuk tirakatan atau bertapa. Anggapan keramat bagi Gua Kiskendo juga berhubungan dengan adanya pantangan-pantangan bagi siapa saja yang ingin masuk ke dalamnya. Pantangan tersebut antara lain tidak boleh membuang kotoran di dalam gua, tidak boleh menghina atau merusak keadaan gua, dan tidak boleh berbuat hal-hal di luar batas kesopanan. Wisatawan dapat menilik

Page 7: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

395 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

alur cerita tentang Gua Kiskendo yang dipautkan dengan kisah pewayangan (epos Ramayana) yang diukir pada dua relief di depan mulut gua. Gua Kiskendo berupa satu komplek objek wisata yang terdiri dari beberapa tempat yang konon menurut cerita masih berhubungan dengan legenda yang melatarbelakangi gua tersebut, yakni Kerajaan Kiskendo. Di kawasan ini terdapat 15 ruang, yaitu: Lidah Mahesosuro, yaitu berupa batu yang mempunyai lidah. Konon, batu ini berasal dari lidah Raja Mahesosuro yang dipotong oleh Subali untuk mencegah agar Mahesosuro tidak dapat hidup kembali. Pertapaan ledek, yaitu tempat yang digunakan untuk bertapa agar sukses dalam berkesenian. Pertapaan Santri Tani, yaitu tempat yang digunakan untuk bertapa agar hasil pertanian dapat melimpah. Dahulu, tempat ini pernah digunakan sebagai tempat tinggal para petani yang hidup di daerah sekitar gua. Pertapaan Subali, yaitu tempat Subali bertapa sebelum bertempur melawan Mahesosuro dan Lembusuro (manusia berkepala lembu). Sumelong, yaitu sebuah lubang yang dapat menembus ke atas. Menurut mitos, lubang yang terletak di tengah gua ini ialah tempat Subali keluar dari gua karena mulut gua ditutup oleh Sugriwo. Lumbung Kampek, yaitu tempat penyimpanan barang-barang berharga dari Kerajaan Gua Kiskendo. Selumbung, yakni lumbung makanan Kerajaan Gua Kiskendo. Gua Seterbang, ialah gua yang masih satu bagian dari Gua Kiskendo. Konon, gua ini terhubung dengan laut selatan. Keraton Sekandang, yaitu pusat Kerajaan Gua Kiskendo. Di tempat inilah Subali bertempur melawan Mahesosuro dan Lembusuro. Pertapaan Kusuman, merupakan tempat bertapa untuk memperoleh derajat yang tinggi. Padasan, ialah sumber air pada masa kejayaan Kerajaan Gua Kiskendo. Sepranji, berfungsi sebagai pusat peternakan pada jaman Kerajaan Gua Kiskendo. Babat Kandel, berupa batuan-batuan yang mirip dengan usus perut manusia. Menurut cerita, babat ini merupakan isi perut Mahesosuro yang dibuang oleh Subali. Sawahan, yaitu tempat menanam padi. Selangsur, yaitu tempat serdadu Kerajaan Gua Kiskendo bertempur melawan Subali. Di samping kelimabelas tempat tersebut, terdapat objek-objek lainnya yang berdekatan dengan komplek Gua Kiskendo, yakni Gua Sumitro (sekitar 50 meter), Grojogan Sewu (air terjun dengan ketinggian 20 meter), Watu Blencong (berada kira-kira 250 m di atas Gua Kiskendo), Gunung Krengseng, Watu Gajah, dan Gunung Kelir (gunung batu kapur yang berbentuk menyerupai layar, berjarak 4,5 km dari Gua Kiskendo). Gua yang berada di kawasan pegunungan Menoreh ini masuk ke dalam wilayah administratif Dusun Sukamaya, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepatnya, gua ini berada di sebelah barat laut Kota Wates, ibu kota Kabupaten Kulon Progo, dan kira-kira terletak pada ketinggian 800 meter dpl. Untuk mencapai lokasi wisata gua yang berjarak sekitar 35 Km dari kota Yogyakarta ini, wisatawan dapat menggunakan bus antar kabupaten dari Terminal Pusat Giwangan Yogyakarta. Dari terminal ini, wisatawan disarankan memilih bus jalur Yogyakarta—Sentolo atau Yogyakarta - Wates dengan tarif Rp 10.000 (Februari 2008). Biasanya, bus-bus yang beroperasi di jalur tersebut berwarna gelap dan berukuran lebih kecil dibanding bus kota. Dari Terminal Giwangan, perjalanan darat yang harus ditempuh sekitar 40 menit. Jangan lupa untuk berpesan pada sang kondektur agar berhenti di pertigaan Ngeplang. Dari pertigaan ini, wisatawan harus berganti bus dan mengambil bus jurusan Samigaluh atau Nanggulan. Menggunakan bus ini dibutuhkan Rp 15.000 dan wisatawan akan sampai ke objek wisata Guo Kiskendo setelah 50 menit perjalanan.

Page 8: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

396 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

c. Pantai Sundak

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, nama Pantai Sundak mulai digunakan setelah di pantai ini terjadi pertarungan antara seekor anjing dan landak. Pertarungan terjadi karena seekor anjing yang sedang kelaparan secara kebetulan berjumpa seekor landak. Si landak kemudian dikejar dan akhirnya menjadi mangsa anjing kelaparan tadi. Atas peristiwa itu, sang pemilik anjing sering menyebut-nyebut pantai ini sebagai sundak. Yang mana sundak merupakan paduan dari ‘asu‘ *anjing dalam bahasa

Jawa+ dan ‘landak‘ [hewan berkulit duri]. Sejak dinamakan sundak, pantai ini mulai terdengar gaungnya. Kini, obyek wisata alam ini cukup digemari para wisatawan domestik dan mancanegara. Karena itu, Pantai Sundak menjadi lokasi wisata alam andalan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kendati menjadi obyek andalan pemerintah daerah setempat, pantai yang lingkungannya cukup bersih dan terawat dengan baik ini masih dikelola oleh warga sekitar. Wisatawan tak akan pernah ingkar untuk mengatakan bahwa Pantai Sundak dan lingkungannya memang menakjubkan. Pantainya sendiri, menampilkan pasir putih yang resik dan air laut yang jernih. Belum lagi ketika pengunjung mencoba untuk berjalan dari bibir pantai ke tengah laut yang relatif dangkal hingga sejauh 30 meter. Di sana, terdapat batu-batu karang kecil berjajar dan menjadi persembunyian biota-biota laut yang mungil. Tampak beberapa bukit batu karang dan batu kapur di utara pantai dengan tinggi sekitar 12 meter. Bukit-bukit ini melatari pantai dan menambah keelokan pesona alam kawasan Pantai Sundak. Di dalam salah satu bukit batu karang tersebut terdapat gua, yang di dalamnya ada sumur air tawar yang menjadi sumber mata air penduduk sekitar. Daya tarik lain di pantai ini ialah pohon-pohon yang membuat sejuk hembusan angin laut di sekitar pantai. Di sore hari, dari bawah pepohonan ini, wisatawan dapat menikmati cantiknya matahari terbenam di ufuk Samudra Hindia. Pantai Sundak berada dalam satu area dengan sebagian obyek wisata pantai di Kabupaten Gunungkidul. Jadi, wisatawan yang ingin mencari suasana pantai yang berbeda dapat beranjak menuju lokasi lainnya. Beberapa pantai lain yang letaknya berdekatan dengan Pantai Sundak ialah: Pantai Baron, Pantai Krakal, Pantai Kukup, Pantai Drini, dan Pantai Sepanjang. Secara administratif, Pantai Sundak masuk di wilayah Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Yogyakarta menuju ibu kota Kabupaten Gunungkidul, Wonosari, wisatawan dapat naik bus yang berangkat dari Terminal Giwangan Yogyakarta. Wisatawan dapat memilih mini bus atau bus besar dengan tarif rata-rata Rp 4.000 [Mei 2008]. Perjalanan menelan waktu sekitar 1 jam. Sesampainya di Kota Wonosari, biasanya penumpang bus akan diturunkan di sekitar Pasar Wonosari atau daerah pertokoan di sana. Kemudian, carilah bus kecil yang menuju Pantai Baron atau Krakal. Dengan menumpangi bus kecil tersebut, memakan waktu antara 40 menit—1 jam dengan ongkos Rp 2.500 [Mei 2008]. Bila wisatawan berangkat dari pusat Kota Yogyakarta langsung menuju pantai dengan kendaraan roda dua, perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam.

Page 9: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

397 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketika memasuki kawasan obyek wisata pantai di Gunungkidul, wisatawan harus membayar Rp 1.500 per orang terlebih dulu di pos retribusi yang berada di jalan utama menuju lokasi. Sedangkan tatkala mengunjungi Pantai Sundak, wisatawan tidak dikenai biaya apapun, kecuali Rp 1.000 [Mei 2008] untuk parkir kendaraan.

d. Pantai Parangtritis

Menyebut wisata pantai yang ada di Yogyakarta, pasti ingatan kita akan tertuju pada Pantai Parangtritis. Pantai yang terletak di pesisir Selatan Pulau Jawa ini memang keberadaannya cukup terkenal. Sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta pasti punya keinginan untuk menyempatkan diri berkunjung ke Pantai Parangtritis. Tak heran, jika kemudian Pantai Parangtritis menjadi salah satu ikon obyek wisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Nama Parangtritis sendiri memiliki sejarah yang cukup menarik. Konon, ada seorangpelarian dari Kerajaan Majapahit bernama Dipokusumo yang melakukan semedi di kawasan ini. Saat sedang melakukan semedi, dia melihat air yang menetes (tumaritis) dari celah-celah batu karang (parang). Kemudian dia memberi nama daerah tersebut Parangtritis yang berarti air yang menetes dari batu Secara fisik, mungkin Pantai Parangtritis tidak seindah pantai-pantai yang ada di Pulau Bali atau pantai-pantai di Gunungkidul. Namun, hal itu tidak mengurangi animo masyarakat untuk berkunjung ke Parangtritis. Setiap akhir pekan atau musim liburan, Parangtritis selalu dijejali oleh wisatawan.

Deretan Tebing di Sisi Timur Pantai

Pantai Parangtritis diyakini oleh masyarakat merupakan bagian dari daerah kekuasaan Ratu Selatan atau yang dikenal dengan nama Nyai Roro Kidul. Menurut masyarakat setempat Nyai Roro Kidul menyukai warna hijau, oleh karena itu wisatawan yang berkunjung ke Parangtritis disarankan tidak memakai baju berwarna hijau. Selain sarat dengan kisah misteri Nyi Roro Kidul, Pantai Parangtritis juga dikisahkan sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dengan Sunan Kalijaga sesaat setelah Panembahan Senopati selesai menjalani pertapaan. Tak hanya itu, masyarakat juga meyakini bahwa Pantai Parangtritis, Kraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi merupakan perwujudan dari kesatuan Trimurti yang tidak dapat terpisahkan. Butir-butir pasir halus yang beterbangan tertiup angin akan menyambut begitu Anda menjejakkan kaki di kawasan pantai yang memiliki kontur landai ini. Deretan bukit berbatu dan tebing karang menghiasi ujung Barat pantai. Sedangkan di sisi Timur terdapat Pantai Parangkusumo, gumuk pasir, Muara Sungai Opak, Pantai Depok, serta deretan pantai-pantai lain. Deretan pantai dan tebing2 tersebut bisa dinikmati satu paket dengan hanya membayar

Page 10: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

398 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

tiket Parangtritis saja. Tentu saja ini menjadi keuntungan lain bagi wisatawan saat mengunjungi Parangtritis Anda yang berjiwa petualang dapat mencoba paralayang dari ketinggian tebing-tebing di sebelah Barat. Terbang di atas ketinggian dengan pemandangan langit dan laut yang membiru akan memberikan pesona tersendiri bagi Anda. Selain Paralayang, Anda juga dapat mencoba olahraga yang tak kalah ekstremnya, yaitu panjat tebing. Deretan tebing-tebing Parangndog menawarkan sensasi pemanjatan dengan bonus pemandangan laut yang terhampar indah saat Anda sudah sampai di puncak.

Pantai Parangtritis dilihat dari Tebing Parangndog

Jika Anda memilih nuansa santai, Anda bisa bermain ombak dan membangun istana pasir di bibir pantai. Namun satu yang harus Anda hindari, jangan sekali-kali bermain ombak di tengah, karena ombak Pantai Parangtritis cukup berbahaya. Sambil bermain ombak dan pasir, Anda dapat menikmati penganan khas yang di jajakan oleh pedangan asongan yakni peyek jingking. Berjalan menyusuri tepian pantai hingga jauh ke Barat juga bisa menjadi pilihan lain yang dapat Anda lakukan. Semakin ke barat Anda akan mendapati pemandangan eksotik berupa deretan gumuk-gumuk pasir yang menyerupai padang gurun di daerah Timur Tengah. Jika ingin mencoba sensasi lain, Anda dapat menyewa bendi (kereta kuda) yang ada di Pantai Parangtritis. Menjelang senja, pemandangan di pantai ini akan terlihat semakin indah. Warna langit yang tadinya biru cerah perlahan berubah menjadi jingga keemasan atau merah menyala. Matahari pun kian meredup dan beranjak turun, kemudian menghilang. Saat senja seperti ini biasanya menjadi momen yang paling dinantikan oleh para wisatawan maupun fotografer untuk mengambil gambar.

Dari Fajar hingga Senja

Selain dijadikan sebagai tempat berwisata, Pantai Parangtritis juga kerap dijadikan sebagai tempat melarung sesaji. Tiap malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon pasti selalu ada nelayan atau wisatawan yang melarung sesajen serta bunga beraneka warna di pantai ini.Mereka berharap mendapatkan keselamatan dan kemurahan rezeki dari penguasa bumi. Selain para nelayan, keluarga besar Keraton Yogyakarta juga selalu melakukan ritual labuhan atau prosesi membuang sesaji dan benda-benda ke dalam laut yang ditujukan kepada penguasa laut Selatan, Nyai Roro Kidul.

Page 11: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

399 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Upacara Labuhan di Parangtritis

Fotografer: Donny Fitria Secara administratif Pantai Parangtritis terletak di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Terletak sekitar 27 km arah selatan Kota Yogyakarta dengan jalan yang relatif datar menjadikan Pantai Parangtritis mudah dicapai. Dari arah Kota Yogyakarta terdapat dua jalur yang dapat dilalui untuk mencapai pantai ini. Jalur yang pertama adalah jalur Yogyakarta – Jalan Parangtritis – Kretek – Parangtritis. Jalur ini merupakan jalur utama yang biasa digunakan wisatawan maupun masyarakat luas pada umumnya. Jalur yang kedua adalah jalur Yogyakarta – Imogiri – Siluk – Parangtritis. Jalur ini relatif lebih jauh namun menjanjikan panorama alam yang lebih bagus dibandingkan dengan jalur utama. Sepanjang jalan, mata Anda akan dimanjakan dengan areal persawahan yang luas menghijau, sungai yang mengalir indah serta deretan bukit karst. Selain itu Anda juga akan melewati lokasi Makam Raja-raja Imogiri. Berbagai moda transportasi dapat digunakan untuk mencapai Parangtritis. Anda yang tidak membawa kendaraan pribadi dapat berangkat dari terminal Giwangan dan naik bus umum dengan trayek Jogja – Parangtritis. Tarif angkutan Jogja – Parangtritis sebesar Rp 10.000,00 (Maret, 2010). Satu keuntungan yang diperoleh jika Anda naik angkutan umum adalah Anda tidak perlu membayar tiket masuk Parangtritis. Moda transportasi lainnya yang dapat Anda gunakan adalah sepeda. Jalannya yang relatif datar dan minim tikungan akan membuat perjalanan Anda semakin nyaman. Namun, berhubung jaraknya mencapai 27 kilometer, disarankan Anda memiliki stamina yang kuat sebelum memulai perjalanan menggunakan sepeda ke Parangtritis.

Bendi dan Kuda, dua-duanya dapat digunakan untuk menyusuri tepian pantai

Wisatawan yang ingin menikmati pesona Pantai Parangtritis dikenai biaya tiket masuk sebesar Rp 3.000,00 per orang dan biaya asuransi sebesar Rp 250,00 per orang. Sedangkan retribusi sepeda motor Rp 500,00, mobil Rp 100,00, dan bus pariwisata Rp 2.000,00 (April 2010).

e. Pantai Glagah Pantai Glagah merupakan kawasan pantai yang memiliki potensi wisata besar karena keindahan alaminya. Pantai yang pasirnya hitam kecoklatan ini, memiliki dataran yang landai tanpa karang, sehingga pengunjung akan dimanjakan dengan panorama air laut sejauh mata

Page 12: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

400 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

memandang. Pantai ini berjarak sekitar 40 km dari Kota Yogyakarta, atau 15 km dari Wates, Ibu kota Kabupaten Kulon Progo. Di Pantai Glagah, pengunjung dapat menikmati tiga objek wisata sekaligus dalam satu pantai. Pertama, adalah objek yang terletak dekat dengan loket retribusi. Objek yang diberi nama Dermaga Wisata ini, dalam beberapa tahun ke depan akan dijadikan pelabuhan. Di sini terdapat sebuah gardu pandang, yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk menikmati keindahan alam sekitarnya. Objek Kedua adalah laguna yang letaknya beberapa ratus meter ke arah barat dari Dermaga Air. Laguna ini membagi sebagian kawasan Pantai Glagah menjadi dua bagian, yakni bagian yang masih ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan pantai dan rerumputan, dan bagian gundukan pasir yang berbatasan langsung dengan lautan. Objek ketiga merupakan kawasan pemancingan. Kondisi Pantai Glagah yang landai, menyebabkan pantai ini berlimpah dengan hasil laut. Di kawasan pemancingan ini, pengunjung dapat bergabung dengan warga sekitar untuk memancing ikan. Bahkan, tak jarang warga sekitar mau membantu pengunjung untuk memancing. Di Pantai Glagah, hal yang paling menarik adalah keberadaan laguna yang dapat digunakan untuk beragam wisata air. Menjadi menarik, karena jarang dimiliki oleh pantai-pantai lain di kawasan Indonesia. Terbentuknya laguna ini dikarenakan adanya gelombang pasang besar yang menyebabkan air laut terjebak di cekungan pasir pantai, sehingga membentuk genangan yang menyerupai danau. Pengunjung dapat mengelilingi laguna ini dengan menaiki perahu motor yang banyak ditawarkan di lokasi tersebut. Selain berperahu, di laguna ini, pengunjung juga dapat melakukan olahraga air, seperti berenang ataupun mendayung. Jika ingin mendayung, pengunjung dapat berjalan sedikit ke arah barat, menuju lokasi sebuah argowisata yang dikelola oleh lembaga nonpemerintah. Argowisata ini, menyewakan perahu dayung (kano), gethek, dan juga bebek dayung untuk para pengunjung.

Laguna Pantai Glagah

Sumber Foto: Koleksi www.wisatamelayu.com (Fotografer Yuhastina Sinaro) Selain wisata air, pengunjung juga dapat memasuki perkebunan yang dimiiki oleh argowisata tersebut. Lahan perkebunan ini digunakan untuk membudidayakan buah naga dan bunga roselle. Di Yogyakarta, Pantai Glagah menjadi satu-satunya kawasan pantai yang mengembangkan budi daya buah naga. Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta, Indonesia. Untuk mengunjungi pantai ini, Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaran umum. Jika ingin menggunakan kendaraan umum, dari terminal Giwangan Yogyakarta, Anda dapat menumpang bus jurusan Jogja-Wates, membayar Rp 5.000,00 sampai ke terminal Kota Wates. Dari terminal Kota Wates, Anda dapat melanjutkan

Page 13: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

401 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

perjalanan menggunakan bis jurusan Pantai Glagah-Congot-Trisik dengan biaya Rp 5.000,00 per orang (Oktober 2008). Untuk masuk ke kawasan Pantai Glagah, pengunjung akan dikenakan biaya retribusi Rp 1.500,00 per orang. Selain itu, pengunjung juga akan dikenakan dua macam biaya parkir, di loket retribusi dan di lokasi tempat parkir. Di loket retribusi, pengunjung yang menggunakan motor akan dikenakan Rp 1.000,00 dan bagi pengguna mobil akan dikenakan biaya Rp 1.500,00. Sementara itu, di lokasi parkir, motor akan dikenakan biaya Rp 1.000,00 dan mobil Rp 5.000,00 (Oktober 2008).

f. Goa Jomblang Gua Jomblang merupakan satu dari sekitar 500 gua yang terdapat di kawasan pegunungan karst Gunung Kidul. Gua Jomblang merupakan gua vertikal yang jarak antara bibir gua dengan dasarnya beragam, jarak paling jauh sekitar 80 m. Oleh karena itu, untuk memasukinya dibutuhkan kemampuan melakukan Single Rope Technique (SRT). SRT sendiri merupakan teknik yang digunakan untuk menelusuri gua vertikal dengan

menggunakan satu tali sebagai lintasan untuk naik dan turun medan-medan

vertikal. Untuk masuk ke dasar Gua Jomblang, penjelajah alam dapat memilih salah satu dari empat jalur yang biasa dilewati. Jalur pertama merupakan yang termudah dan sering disebut sebagai jalur ‘VIP‘. Di jalur VIP, 15 m pertama merupakan lintasan terjal yang masih bisa ditapaki dengan kaki. Namun, karena lintasan tersebut cukup terjal, maka peralatan SRT lengkap tetap harus digunakan untuk menjamin keselamatan. Sisa jarak dengan dasar gua, ditempuh dengan SRT, meluncur ke bawah dengan tali sejauh kurang lebih 20 meter. Sementara itu, ketiga jalur lainnya lebih sulit dibanding jalur VIP ini. Hal ini dikarenakan penjelajah harus menggunakan SRT sejak ketinggian 80 m (jalur A), 60 m (jalur B), dan 40 m (jalur C). Bagi penjelajah yang baru pertama kali memasuki gua vertikal, sangat disarankan untuk menggunakan jalur VIP terlebih dahulu. Namun, bagi mereka yang sudah sering memasuki gua vertikal, ketinggian lintasan gua vertikal merupakan tantangan tersendiri, meski tetap harus memikirkan faktor keselamatan.

Lintasan VIP, lintasan termudah yang biasa digunakan para penjelajah

Sumber Foto: www.wisatamelayu.com Gua yang berdiameter sekitar 50 m ini, pertama kali dijelajahi pada tahun 1984 oleh Acintyacunyata Speleological Club (ASC), kelompok penjelajah gua dari Kota Yogyakarta. Gua ini, memiliki sejarah yang cukup kelam. Di era 1970—1980an, gua ini dijadikan lokasi pembunuhan massal anggota PKI. Diperkirakan, ratusan anggota PKI telah menemui ajalnya di gua ini. Mereka, secara berkelompok, dijejerkan di bibir gua dengan tangan yang terikat satu sama lain. Sehingga, ketika salah satu ditembak hingga jatuh ke dalam gua, anggota lainnya akan terikut jatuh pula. Cerita kelam gua ini, sempat membuat takut masyarakat setempat. Berbagai cerita angker pun turut menyertainya, di antaranya cerita tentang penjelajah yang hilang di gua ini. Pada tahun 1990-an, masyarakat sekitar Gua Jomblang menggelar doa bersama di gua tersebut. Sejak saat itu, tidak ada lagi penjelajah gua yang hilang ditelan gelapnya Gua Jomblang.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

Page 14: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

402 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Jalur yang harus dilalui untuk mencapai dasar Gua Jomblang memang melelahkan. Terutama bagi yang belum terbiasa memasuki gua vertikal. Belum lagi cerita-cerita seram seputar Gua Jomblang dari para penjelajah yang pernah masuk, mungkin akan membuat penjelajah merasa gentar sebelum memasuki gua. Namun, begitu masuk ke dalamnya segala kelelahan dan ketakutan akan terganti oleh rasa kagum akan keindahan Gua Jomblang. Di dasar gua, beberapa pohon tumbuh merimbun, sedangkan pada bagian dinding kapurnya ditumbuhi oleh tanaman perdu. Sampai di dasar ini, penjelajah dapat beristirahat sebentar di sebuah bilik hasil bentukan alam. Seusai beristirahat, penjelajah dapat meneruskan perjalanan dengan menelusuri lorong yang menghubungkan Gua Jomblang dengan gua vertikal lainnya yang bernama Grubug. Lorong ini cukup lebar dengan panjang sekitar 500 m.

Menelusuri lorong ini tidaklah terlalu sulit, karena telah ada jalan setapak yang terbentuk dari bebatuan yang disusun memanjang. Namun, penjelajah tetap harus berhati-hati, karena suhu gua yang lembab menyebabkan jalan sepanjang lorong ini menjadi licin.

Di ujung lorong yang juga menjadi dasar Gua Grubug, penjelajah dapat melihat keindahan luar biasa. Dua buah stalagmit besar berwarna hijau kecoklatan berdiri tegak di tengah dasar Gua Grubug. Jika penjelajah dapat mencapai dasar Grubug pada pukul 13.00 WIB, pemandangan sinar matahari yang menerobos kegelapan abadi di dasar Gua Grubug akan begitu menakjubkan. Sinar ini menyentuh sejumlah stalaktit dan stalagmit yang terbentuk oleh tetesan air selama ribuan tahun.

Sinar matahari menerobos masuk dari mulut Gua Grubuk (kiri) dan

salah satu stalagmit besar yang terdapat di dasar gua (kanan) Sumber Foto: Koleksi Abhe Fallah | Email: [email protected]

Di sisi utara stalagmit besar, terdapat aliran sungai yang berasal dari Kali Suci. Di musim kemarau, penjelajah dapat menggunakan perahu karet untuk mengikuti arus sungai yang tidak terlalu besar ini. Arus sungai ini menghubungkan dasar Gua Grubug dengan beberapa gua lainnya di sekitar pegunungan karst tersebut. Namun, jika musim hujan tiba, aliran sungai ini akan semakin deras dan juga semakin dalam. Disarankan untuk tidak mencoba berperahu pada musim hujan, sebab akan sangat berbahaya jika memaksakannya. Gua Jomblang terletak sekitar 50 km di sebelah tenggara Kota Yogyakarta atau sekitar 10 km dari Wonosari, Ibu kota Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Dukuh Jetis Wetan, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta, Indonesia. Untuk mencapai Gua Jomblang, penjelajah dapat menggunakan transportasi umum. Dari Terminal Bus Giwangan, Kota Yogyakarta, penjelajah dapat menggunakan bus jurusan Jogja-Wonosari dan membayar sekitar Rp 5.000,00 menuju ke Simpang Lima Wonosari. Dari sini, perjalanan masih dilanjutkan dengan menggunakan angkutan kota menuju Kecamatan Semanu, dengan membayar ongkos sekitar Rp 3.000,00 (November 2008). Setelah tiba di Desa Semanu, disarankan kepada para penjelajah untuk menuju rumah Kepala Dukuh Jetis Wetan terlebih dulu, untuk menitipkan barang-barang yang tidak akan digunakan

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

Page 15: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

403 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

selama di dalam gua. Dari rumah kepala dukuh, pengunjung masih harus berjalan kaki lagi sekitar 3 km lagi untuk sampai ke bibir gua. Penggunaan kendaraan umum menuju Gua Jomblang memang agak merepotkan. Jika ingin lebih mudah, penjelajah dapat menyewa kendaraan, baik berupa motor ataupun mobil. Perjalanan menuju Gua Jomblang dengan kendaraan sewaan ini akan memakan waktu sekitar 2 jam perjalanan dari Kota Yogyakarta. Jalan di Desa Semanu masih berbatu-batu, karena itu sangat disarankan kepada pengunjung untuk mengecek kondisi kendaraan, terutama ban, agar keselamatan lebih terjamin.

g. Waduk Sermo Salah satu panorama keindahan Kabupaten Kulonprogo juga ditunjukkan dengan keberadaan Waduk Sermo. Waduk Sermo adalah satu-satunya waduk yang ada di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Waduk dengan luas genangan kurang lebih 157 Hektar ini, memiliki air yang jernih membiru dengan aliran yang bentuknya berkelok-kelok. Lanskap waduk ini juga semakin dipercantik dengan latar belakang perbukitan menoreh.

Sejak diresmikan pada tanggal 20 November 1996 oleh Presiden Soeharto, Waduk

Sermo menjadi penyangga air bagi pertanian di bawahnya sekaligus objek menjadi wisata yang menarik. Panorama indah waduk sermo semakin eksotus karena diselimuti hawa yang sejuk dan hembusan segar angina, sehingga makin menambah kenikmatan bersantai di pinggir Waduk Sermo. Waduk Sermo ini dibuat dengan membendung Kali Ngrancah yang dapat menampung air 25 juta meter kubik. Biaya pembangunannya mencapai 22 miliar rupiah, dan diselesaikan dalam waktu dua tahun delapan bulan (1 Maret 1994 hingga Oktober 1996). Pembangunan waduk sermo ini membuat Pemda Kulonprogo harus memindahkan 107 KK dengan bertransmigrasi ke Tak Toi Bengkulu, dan ke PIR kelapa sawit Riau. Tujuan pembangunan waduk ini adalah untuk suplesi sistem irigasi daerah Kalibawang yang memiliki cakupan areal seluas 7.152 Ha. Sistem irigasi tersebut merupakan interkoneksi dari beberapa daerah irigasi. Pengunjung ataupun wisatawan dapat menikmati panorama Waduk Sermo ini dengan berkeliling menggunakan perahu wisata atau melewati jalan lingkar aspal sepanjang 21 km. Selain sekadar jalan-jalan menikmati keindahan waduk, pengunjung juga dapat melakukan kegiatan santai, seperti memancing, atau pun bersepeda. Untuk bisa bersantai ria sambil menikmati kesejukan perbukitan menoreh dan melihat keindahan Waduk Sermo dari

Sumber Gambar : http://4.bp.blogspot.com/_3ADnEgfiIbc/SU1NYwHZiYI/AAAAAAAAAFM/jn

XR-6e_lVM/s400/DSC00136.JPG

Sumber Gambar : http://2.bp.blogspot.com/_D5TxtsY69D0/TFBD1HnPRxI/AAAAAAAAE

54/8ZT_PqZmZVw/s320/wdk+sermo.jpg

Page 16: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

404 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

ketinggian, pengunjung pun bisa duduk santai di sebuah gardu pandang yang ada di sekitar waduk. Waduk Sermo ini terdiri dari bendungan utama yang merupakan tipe urugan batu berzona dengan inti kedap air. Puncak bendungan memiliki elevasi +141,60 meter dengan panjang 190.00 meter, lebar 8,00 meter, tinggi max 58,60 Meter dan volume urugan 568,000 meter. Coffer Dam dengan tipe urugan batu dan selimut kedap air yang memiliki elevasi mercu +105,00 meter. Bangunan pelimpah dengan tipe "ogee" tanpa pintu yang memiliki lebar pelimpah 26 meter, elevasi mercu 136,60 meter, peredam energi bak lontar dan lantai peredam energi. Bangunan terowongan dengan bentuk tapal kuda dengan diameter 4,2 meter yang memiliki kapasitas 179,50 meter kubik per detik, elevasi inlet 89,00 meter dan elevasi outlet 84,00 meter.

h. Goa Selarong Suasana alam yang sejuk dan jejak-jejak riwayat perjuangan yang berkesan dapat Anda temukan sekaligus di Gua Selarong yang berlokasi di Dusun Kembang Putihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gua Selarong adalah sebuah gua bersejarah yang terletak di barisan pegunungan kapur dan menyajikan pemandangan yang khas dengan kesejukan alamnya. Nilai historis yang melekat pada Gua Selarong adalah bahwa gua ini pernah dijadikan markas oleh Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya melawan penjajah Belanda. Peperangan yang terjadi antara laskar Pangeran Diponegoro dan Belanda itu dikenal dengan nama Perang Jawa yang berkobar selama 5 tahun, yaitu pada kurun warsa 1825-1830. Pangeran Diponegoro (1785-1855) adalah putra sulung Sultan Hamengkubuwono III (1769-1814). Namun, Pangeran Diponegoro tidak berambisi menjadi raja dan lebih memilih tinggal di tempat yang tenang bernama Tegal Rejo, terletak beberapa kilometer ke arah barat daya Kraton Yogyakarta (Peter Carey, 1991:2). Pada tanggal 20 Juli 1825, Belanda mengepung Tegal Rejo. Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya kemudian menyingkir ke Gua Selarong di selatan Yogyakarta (Supriyo Priyanto, 2009). Dari gua inilah Pangeran Diponegoro memimpin perang melawan Belanda dengan taktik gerilya. Belanda sempat kewalahan akibat taktik perang gerilya yang diterapkan oleh Pangeran Diponegoro. Dari Gua Selarong, laskar Pangeran Diponegoro melancarkan serangan sporadis. Laskar Pangeran Diponegoro sering muncul dengan tiba-tiba dan menyerang tentara Belanda, namun dengan cepat pula mereka mendadak menghilang dan mundur kembali ke Gua Selarong. Kendati berlangsung hanya selama 5 tahun, Belanda telah menderita banyak kerugian dalam Perang Jawa. Kubu penjajah kehilangan tentara sebanyak 80 ribu orang dan kerugian keuangan hingga defisit minus 20 juta gulden. Belanda membutuhkan waktu yang cukup lama bagi Belanda untuk bisa mengetahui di mana letak markas laskar Pangeran Diponegoro, yakni di Gua Selarong yang aman dan tersembunyi. Nah, tempat monumental yang lekat dengan kesan sejarah di mana Pangeran Diponegoro dan para pengikutnya menjalani kehidupan pada masa Perang Jawa dapat Anda temui seutuhnya di obyek wisata Gua Selarong.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

Begitu memasuki pintu masuk kompleks Gua Selarong, Anda akan langsung disambut oleh patung Pangeran Diponegoro. Di atas kuda gagahnya, patung sang pangeran dengan pakaian

Page 17: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

405 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

khasnya –jubah dan sorban berwarna putih bersih– terlihat seolah-olah sedang memimpin pasukannya dengan tangan kanan menunjuk ke depan, ke arah kubu lawan. Di bagian bawah patung, terdapat relief yang menggambarkan proses perundingan dengan pihak Belanda. Menurut catatan sejarah, perundingan yang diadakan di Magelang, Jawa Tengah, pada tanggal 28 Maret 1830 itu sebenarnya hanya siasat licik Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya Anda mencermati peta obyek wisata yang terpampang di dekat patung Pangeran Diponegoro. Ada sejumlah pilihan obyek wisata yang tergambar di peta tersebut. Setelah itu, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke lokasi gua dengan berjalan kaki. Di sepanjang jalan menuju lokasi wisata, Anda akan bertemu beberapa orang pedagang, kebanyakan sudah berusia lanjut, yang menjajakan buah-buahan yang merupakan hasil bumi khas Selarong, seperti sawo, sawo kecik, jambu biji, kelengkeng, manggis, pisang, rambutan, dan lainnya. Di penghujung perjalanan, Anda akan mendapati dua cabang jalur. Jalur ke arah kanan adalah rangkaian anak tangga menuju gua, sedangkan jalur yang menunjuk kiri adalah jalan menuju sebuah sumber air yang bernama Sendang Manik Maya. Untuk mencapai sendang ini, Anda harus melewati jembatan kecil di atas kali kering yang merupakan tempat mengalirnya limpahan air terjun di saat hujan. Selain itu, Anda harus berjalan kaki melewati jalan setapak sejauh kurang lebih 100 meter untuk sampai ke sendang. Sendang Manik Maya ditengarai sebagai sumber mata air abadi yang dahulu digunakan rombongan Pangeran Diponegoro untuk mandi dan bersuci. Tidak jauh dari Sendang Manik Maya, terdapat sebuah sumber mata air lainnya yang dikenal dengan nama Sendang Umbul Mulya. Sendang ini adalah mata air yang digunakan untuk memasak dan mencuci. Selain dua sendang tersebut, Anda dapat menemukan sejumlah peninggalan sejarah lainnya, termasuk tempat makan kuda milik Pangeran Diponegoro atau yang disebut dengan istilah Gedogan, tempat upacara laskar Pangeran Diponegoro atau Banjaran, serta Mancasan yang pernah menjadi tempat eksekusi seorang pengikut Pangeran Diponegoro yang berkhianat.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

Seusai mengunjungi berbagai prasasti sejarah tersebut di atas, Anda dapat menuju ke kompleks gua dengan menyusuri kembali melalui jalan yang sama. Konon, jika hujan sedang turun, maka akan terlihat air terjun yang mengalir dari puncak bukit di seberang tangga menuju gua. Untuk bisa sampai ke kompleks gua, Anda harus menaiki rangkaian anak tangga karena. Anda tidak perlu khawatir karena setelah mengalami pemugaran, sarana dan prasarana di area Gua Selarong semakin bertambah baik. Anda tidak usah takut mendaki dan melewati medan yang sulit dan curam untuk mencapai mulut gua karena di sana telah dibangun tangga-tangga permanen untuk mempermudah pendakian. Pada setiap 10 anak tangga, terdapat ruang yang cukup lebar tempat yang bisa digunakan untuk menghela nafas sejenak sembari menikmati panorama alam. Selain itu, pohon kamboja dan beberapa jenis pohon lainnya tumbuh di kedua sisi tangga, sehingga terasa teduh untuk perjalanan Anda. Tiba di tempat tujuan, Anda akan mendapati pelataran gua. Jangan membayangkan yang Anda temui adalah berupa gua berlorong panjang yang gelap, pekat, dan juga pengap. Gua Selarong sebenarnya lebih mirip dengan ruangan atau kamar yang bisa digunakan untuk beristirahat. Terdapat dua buah gua di belakang pelataran. Gua yang berada di sebelah kiri dikenal dengan nama Gua Kakung. Kata “kakung” dalam bahasa Jawa berarti “laki-laki yang dituakan atau dihormati”. Dari namanya saja sudah bisa ditebak bahwa gua inilah yang dahulu menjadi “kamar” atau tempat beristirahat Pangeran Diponegoro. Sedangkan gua

Page 18: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

406 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

yang ada di sisi sebelah kanan bernama Gua Putri, yaitu gua yang ditempati oleh Raden Ayu Ratnaningsih, yang tidak lain adalah istri Pangeran Diponegoro. Baik Gua Kakung dan Gua Putri, keduanya menjadi bagian dari sebuah gunung kapur yang besar, seolah-olah gunung itu dilubangi di bagian bawahnya dan kemudian menjadi gua yang bisa ditinggali. Dari area gua inilah Pangeran Diponegoro menyusun taktik dan berdiskusi dengan para pengikutnya dalam upaya melakukan penyerangan terhadap penjajah Belanda. Selama bermarkas di Gua Selarong, laskar Pangeran Diponegoro mendapat 3 kali serangan dari Belanda yaitu masing-masing pada tanggal 25 Juli, 3 Oktober, dan 4 Oktober 1825. Masih di sekitar area Gua Kakung dan Gua Putri, Anda dapat menikmati monumen sejarah yang lain. Pada jarak sekitar 300 meter di sebelah selatan gua, Anda akan menemukan Ompak Masjid atau tiang penyangga masjid. Dahulu, tempat itu digunakan oleh Pangeran Diponegoro untuk memimpin shalat berjamaah kendati sekarang bentuk atau bangunan masjidnya sudah tidak dapat ditemukan lagi. Tempat itu juga sering dijadikan Pangeran Diponegoro sebagai ruang untuk bermeditasi sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain lekat sebagai seorang bangsawan dan pemimpin perjuangan rakyat, Pangeran Diponegoro juga dikenal sebagai seorang ulama yang mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada segenap pengikut dan rakyatnya. Setelah puas melihat-lihat dan meresapi nuansa sejarah, Anda bisa melanjutkan penjelajahan di kompleks wisata Gua Selarong dengan naik ke atas bukit kapur. Rangkaian anak tangga yang berkondisi baik telah menanti Anda di sebelah kiri Gua Putri. Anda dapat menaiki tangga itu dengan perlahan sembari menikmati hijaunya dedaunan yang tersaji rapi di sekitarnya. Setelah tiba di atas, Anda akan menemukan bangunan yang dapat difungsikan sebagai gardu pandang. Selain sebagai gardu pandang yang dapat Anda gunakan untuk mengagumi suasana alam dari puncak bukit, Anda dapat melepas lelah sejenak sambil menikmati buaian semilir angin pegunungan yang sepoi-sepoi.

Gua Kakung

Obyek tujuan wisata Gua Selarong berlokasi di Dusun Kembang Putihan yang termasuk dalam wilayah administratif Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Akses transportasi untuk mencapai lokasi obyek wisata Gua Selarong terbilang sangat mudah. Namun, sebaiknya Anda menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan umum yang langsung menuju ke Gua Selarong saat ini belum begitu banyak. Hal ini dapat dimaklumi karena lokasi Gua Selarong berada di wilayah perdalaman pegunungan meski sudah memiliki jalan beraspal yang sangat baik kondisinya. Jika Anda datang dari luar kota, Anda dapat menyewa motor atau mobil yang banyak tersedia di Kota Yogyakarta. Gua Selarong berjarak kurang lebih 13 kilometer di sebelah selatan Kota Yogyakarta. Sedangkan jika ditempuh dari Kota Bantul, jarak menuju Gua Selarong adalah sekitar 5 kilometer ke arah utara. Jika Anda memulai perjalanan dari pusat Kota Yogyakarta (misalnya dari perempatan Kantor Pos Besar/Malioboro/Stasiun Tugu atau perempatan Gondomanan), ada beberapa rute yang bisa Anda tempuh untuk dapat sampai ke obyek wisata Gua Selarong. Patokan dari sejumlah rute ini adalah Jalan Lingkar Selatan (Ring Road Selatan) yang terletak tidak begitu jauh dari pusat Kota Yogyakarta. Apabila Anda berangkat dari Terminal Giwangan, perjalanan Anda akan menjadi lebih mudah karena terminal ini berlokasi di tepi Jalan Lingkar Selatan.

Page 19: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

407 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Dari Jalan Lingkar Selatan ini, Anda bisa memilih beberapa rute yang langsung menuju ke lokasi Gua Selarong. Rute pertama adalah dari Jalan Lingkar Selatan menuju perempatan Dongkelan (Jalan Bantul), pilih arah ke selatan sejauh kira-kira 1-2 kilometer hingga tiba di pintu masuk kawasan kerajinan Kasongan, kemudian dilanjutkan ke arah barat dengan jarak kira-kira 3-4 kilometer sampai di perempatan Guwosari/Pajangan. Rute kedua, dari Jalan Lingkar Selatan menuju perempatan Madukismo dan langsung menuju ke arah barat dengan jarak dan tujuan yang sama dengan rute pertama. Setelah tiba di perempatan Guwosari/Pajangan, Anda langsung dapat menuju ke lokasi Gua Selarong dengan mengambil belokan ke arah selatan. Jarak antara perempatan Guwosari/Pajangan dengan lokasi Gua Selarong dapat ditempuh dengan waktu kurang dari 20 menit perjalanan. Harga tiket masuk ke lokasi tempat tujuan wisata terbilang sangat terjangkau. Anda hanya perlu menyisihkan uang sebesar Rp.2000/orang ditambah tarif parkir (per Januari 2010). Anda juga tidak perlu menyediakan dana ekstra lagi karena untuk menikmati berbagai ragam wisata di kawasan Gua Selarong tidak dipungut tambahan biaya.

i. Pemandian Clereng Menyusuri pedalaman kabupaten Kulonprogo rasanya kurang lengkap jika tidak menyempatkan bermain di Pemandian Clereng. Pemandian Clereng ini merupakan salah satu obyek wisata dengan kolam alami yang bersumber mata air Clereng. Lingkungan sekitar Pemandian Clereng ini, merupakan perbukitan yang di bawahnya mengalir mata air jernih. Masyarakat memanfaatkannya untuk air minum dan irigasi pertanian. Di lokasi obyek wisata ini para pengunjung bisa mandi, bermain air atau mencuci muka untuk merasakan segarnya air Clereng.

Tidak jauh dari mata air Pemandian Clereng ini terdapat Makam Kyai Pakujati dan Petilasan Sunan Kalijaga yang sering dikunjungi para peziarah.

Konon, dahulu kala saat penyebaran agama Islam, Sunan Kalijaga pernah menjejakkan kakinya di Kulonprogo tepatnya di Pemandian Clereng ini. Kehadiran Sunan Kalijaga inilah yang membawa nilai magis sekaligus historis mata air ini. Sehingga dipercaya membuat awet muda dan bertuah keselamatan, keberhasilan

dan ketentraman. Meski kini sudah dipugar menjadi pemandian umum, tetapi aroma sejarahnya tetap terasa.

j. Lava Tour Kaliadem

Masyarakat di Yogyakarta dan Jawa Tengah pasti mengenal dengan baik keindahan dan keganasan Gunung Merapi. Dengan predikat sebagai salah satu gunung teraktif di dunia, Merapi menyimpan potensi bencana alam berupa letusan atau erupsi. Sudah sejak lama para peneliti geologi mengajukan berbagai macam teori mengenai keganasan letusan Merapi. Salah

satunya yang terkenal datang dari ahli geologi Belanda, Reinout Willem van Bemmelen, yang

Page 20: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

408 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

mengajukan asumsi bahwa Gunung Merapi pernah meletus hebat pada 1006. Letusan hebat ini, oleh para ahli arkeologi kemudian ditafsirkan sebagai penyebab bagi pusat-pusat kerajaan Mataram Kuna mengalami kemunduran dan kemudian berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Setelah awal Millenium kedua, Merapi pernah meletus beberapa kali, di antaranya tahun 1672, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Pada letusan tahun 1672, awan panas dan banjir lahar menewaskan sekitar 300 jiwa. Sementara, letusan tahun 1930 menelan korban lebih banyak lagi, yakni sekitar 1.369 orang. Kemudian pada tahun-tahun selanjutnya, yaitu erupsi 1954, 1961, 1969, dan 1972-1973, memakan korban jiwa masing-masing puluhan orang. Erupsi lainnya terjadi pada 1994 yang menewaskan puluhan orang, sementara erupsi tahun 1998 tidak menimbulkan korban jiwa, karena letusannya mengarah ke atas. Pada Millenium ketiga, Merapi sekali lagi menunjukkan keganasannya. Kali ini terjadi pada tahun 14 Juni 2006, di mana terjangan lava dan awan panas mampu merobohkan dinding penghalang bagian Selatan yang biasa disebut geger boyo (punggung buaya), sehingga material panas tersebut kemudian menimbun bumi perkemahan Kaliadem. Erupsi yang hanya berselang 2 minggu sebelum Gempa Bumi melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah tersebut telah menewaskan dua relawan evakuasi masyarakat lereng Merapi, yakni Sudarwanto dan Suwarjono. Mereka terjebak di dalam lubang persembunyian (bungker) ketika lahar panas menimbun bungker setinggi sekitar tiga meter. Kaliadem merupakan jangkauan terjauh dari terjangan lahar dan awan panas (dalam bahasa setempat disebut wedhus gembel) ketika erupsi tahun 2006. Desa-desa di sekitar Kaliadem, seperti Kinahrejo (tempat Mbah Maridjan, juru kunci Merapi tinggal), selamat dari bencana letusan tersebut. Ribuan kubik pasir-batu yang menimbun kawasan Kaliadem ini telah mengubah wajah Kaliadem dari bumi perkemahan yang hijau menjadi hamparan tanah gersang yang sangat luas. Kawasan yang tertimbun bekas lahar Merapi tersebut kemudian diresmikan sebagai obyek wisata dengan nama Lava Tour Kaliadem. Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat mengunjungi obyek wisata ini untuk melihat secara langsung material bekas letusan Merapi dan bungker tempat perlindungan dua relawan yang tewas.

k. Gunung Nglanggeran Gunung Nglanggeran menawarkan sensasi pendakian malam bertabur cahaya. Dengan jarak tempuh pendakian lebih kurang dua jam dari Ibukota Gunung Kidul, Wonosari, wisatawan bisa menapaki puncak tertinggi gunung purba itu. Nama Nglanggeran berasal dari kata Plangaran yang bermakna setiap perilaku jahat pasti tertangkap. Gunung Nglanggeran ini tersusun dari banyak bongkahan batuan besar yang oleh warga sekitar disebut Gunung Wayang karena bentuknya menyerupai tokoh pewayangan.

Menurut kepercayaan setempat, gunung ini dijaga Ki Ongkowijoyo dan para punakawan Semar, Gareng, Petruk, serta Bagong. Tak heran, sebagian orang masih mengeramatkan gunung tersebut. Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semedi di pucuk gunung. Di Gunung Nglanggeran ini pula warga pernah menemukan arca mirip Ken Dedes. Jika ingin menyaksikan puncak keindahan Gunung Nglanggeran, pendakian malam memang menjadi satu-satunya pilihan. Berjarak tempuh 22 kilometer arah utara dari kota Wonosari, kawasan Gunung Nglanggeran tersusun dari material vulkanik tua. Gunung tersebut diperkirakan pernah aktif pada 70 juta tahun lalu.

Page 21: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

409 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Gunung Nglanggeran memiliki beberapa alternatif jalur pendakian dengan berbagai tingkat kesulitan. Oleh karena itu bisa menjadi pilihan terbaik bagi pendaki pemula karena gunung ini memiliki jurang dan lembah dengan tingkat kesulitan beragam. Tujuan pertama yang akan ditemui dalam pendakian adalah batuan landai pertama yang dinamai Latar Gede. Di Latar Gede ini, wisatawan dapat menikmati pemandangan terbenamnya matahari. Bagian tersulit sekaligus menegangkan adalah ketika memasuki batuan gunung setinggi lebih dari 100 meter. Di batuan gunung tersebut terdapat celah sempit yang hanya muat dilewati satu orang. Celah ini dikenal dengan julukan Goa Jepang. Gua ini konon adalah tempat persembunyian tentara Jepang saat dikejar pasukan Amerika saat Perang Dunia II. Gunung Nglanggeran memang cocok sebagai tempat persembunyian karena memiliki lebih dari 28 mata air di samping topografinya yang terdiri dari batu-batuan. Tepat di samping Goa Jepang, terdapat sumber mata air yang tak pernah kering sepanjang masa. Warga meyakini sumber berupa rembesan air itu berasal dari telaga mistis yang dijuluki Telaga Wungu. Konon, hanya orang berhati bersih yang mampu melihat keberadaan telaga itu. Puncak tertinggi dari Gunung Purba Nglanggeran adalah Gunung Gede, berupa bongkahan batuan seluas setengah hektar. Di pucuk tertinggi itu wisatawan dapat menikmati suguhan taburan cahaya, taburan bintang jatuh, serta menyaksikan terbitnya bulan dari arah timur.

l. Pantai Depok

Salah satu objek wisata di Yogyakarta yang menjadi target favorit kunjungan wisatawan adalah pantai. Untuk objek wisata pantai, Yogyakarta memiliki beberapa pilihan pantai yang telah lekat menjadi ikon wisata, seperti Parangtritis, Parangkusumo. Selain pantai-pantai tersebut, Pantai Depok adalah pilihan lain yang juga dapat dikunjungi wisatawan. Di samping keindahan pantainya, Pantai

Depok menyediakan sajian kuliner yang khas. Oleh karena itu, pantai ini juga disebut pantainya para penggemar sea food. Letak Pantai Depok berdekatan dengan Pantai Parangtritis. Pantai ini masih tergolong asri sehingga memungkinkan wisatawan dapat menemui keindahan lain yang tidak dijumpai di Parangtritis. Lanskap Pantai Depok dihiasi dengan bangunan los yang memanjang, yakni Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selain tempat pelelangan ini, Pantai Depok juga memiliki tanah lapang yang masih ditumbuhi tumbuhan bakau. Saat ini, area bakau tersebut dijadikan area parkir kendaraan wisatawan. Dari area parkir hingga melewati bangunan-bangunan los di TPI, lanskap laut maupun bibir Pantai Depok memang belum terlihat, meski deburan ombaknya sudah mulai terdengar. Jika ingin segera menikmati kawasan pantainya, wisatawan masih harus berjalan beberapa puluh meter lagi. Lalu, amatilah langkah kaki hingga terasa agak berat oleh kontur tanah yang berpasir. Tengara atau tanda yang sering digunakan untuk menandai kawasan Pantai Depok adalah tanah pasir. Jika kaki sudah merasakan butiran-butirannya, wisatawan akan segera menangkap pemandangan Pantai Depok yang menyegarkan. Hamparan Pantai Depok memanjang dengan latar belakang Laut Selatan. Sementara ombak yang silih berganti menepi menghadirkan suara deburan yang menenangkan telinga. Sebaiknya, ketika sudah melewati lokasi TPI Depok, wisatawan jangan terburu-buru ingin segera sampai di pantai. Luangkan waktu untuk berhenti sejenak menikmati hiruk pikuk pasar nelayan. Suasana tersebut akan bertambah kuat jika wisatawan berkunjung di akhir pekan. Biasanya aktivitas di akhir pekan lebih ramai bila dibanding dengan hari-hari biasa.

Page 22: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

410 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

m. Gumuk Pasir Sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa, Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi. Namun siapa sangka, di negara yang subur ini terdapat fenomena alam yang unik berupa gumuk pasir yang mirip dengan padang gurun di negara-negara timur tengah. Fenomena Gumuk Pasir ini dapat ditemui di sepanjang muara Sungai Opak hingga Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

Pada mulanya, masyarakat yang tinggal di sekitar Gumuk Pasir tidak

mengetahui akan keelokan serta keunikan yang dimiliki oleh Gumuk Pasir Parangtritis. Mereka mengira itu hanyalah fenomena alam yang lazim dijumpai di tempat-tempat lain. Namun, setelah Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada sering menerima tamu dari luar negeri yang kemudian diajak berkunjung ke kawasan gumuk, barulah masyarakat tahu bahwa Gumuk Pasir tersebut merupakan ‘harta karun’ atau warisan dunia (world heritage). Bahkan Gumuk Pasir ini merupakan satu-satunya fenomena alam yang ada di daerah Asia Tenggara. Gumuk Pasir sendiri merupakan fenomena alam berupa gundukan-gundukan pasir menyerupai bukit akibat dari pergerakan angin. Istilah gumuk sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti gundukan atau sesuatu yang menyembul dari permukaan yang datar. Secara morfoganesa (proses terjadinya gumuk pasir), terjadinya Gumuk Pasir di sepanjang Pantai Parangtritis tak bisa lepas dari keberadaan Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Kali Opak, Kali Progo, dan Pantai Parangtritis. Partikel pasir yang membentuk gumuk-gumuk pasir berasal dari material vulkanik Gunung Merapi yang dibawa aliran Sungai Opak dan Sungai Progo menuju laut selatan. Sesampainya di muara, material vukanik tersebut dihantam gelombang Samudra Indonesia yang kuat. Material tersebut mengalami penggerusan hingga berubah menjadi butiran pasir yang sangat halus.

Bentukan Gumuk Pasir

Butiran pasir ini diterbangkan angin laut ke daratan. Ketika sudah berada di daratan, butiran pasir halus ini terus mengalami pergerakan sesuai dengan hembusan angin. Pada musim peralihan, angin bertiup sangat kencang dan membawa pasir lebih banyak hingga terbentuklah gundukan-gundukan pasir menyerupai bukit yang disebut dengan Gumuk Pasir. Proses pembentukan gumuk pasir ini memakan waktu ribuan tahun sebelum menghasilkan fenomena gumuk pasir seperti yang dapat ditemui saat ini. Gumuk Pasir Parangtritis mempunyai kondisi yang sangat spesifik, salah satunya adalah perubahan suhu yang sangat ekstrim antara siang dan malam hari. Hal ini menyebabkan hanya flora dan fauna tertentu saja yang bisa bertahan di kawasan ini. Anda yang memiliki ketertarikan khusus menyangkut fanomena alam sekitar, tentunya akan sangat merugi jika melewatkan kesempatan mengunjungi Gumuk Pasir ini.

Page 23: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

411 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

n. Ancol Bligo

Ancol, mendengar kata tersebut tentu saja Anda akan membayangkan sebuah kawasan wisata umum yang terletak di Jakarta. Ya, benar memang, nama Ancol memang identik dengan kawasan yang menyajikan puluhan wahana rekreasi di ibu kota tersebut. Namun, selain Ancol tersebut, Kabupaten Kulon Progo juga memiliki Ancol yang menjadi ikon wisatanya.

Ancol Bligo, begitu nama objek

wisata umum di Kabupaten Kulon Progo ini. Ancol merupakan suatu lokasi wisata yang di dalamnya terdapat intake (sumber) dari aliran Selokan Mataram. Atau dengan kata lain bahwa ancol merupakan titik awal dari Selokan Mataram. Selokan Mataram sendiri merupakan saluran air yang dibangun untuk mencukupi kebutuhan air di daerah Yogyakarta. Selokan Mataram berawal dari Ancol (Sungai Progo) dan mengalir kearah timur melewati kota Yogyakarta. Keberadaan Ancol Bligo dimulai pada masa pemerintahan Jepang th 1942-1945. Saat itu pemerintah Jepan membangun sebuah proyek irigasi yang dikenal dengan nama “Kanal Yoshiro” atau “Selokan Mataram”. Menurut sejarah, atas hasil kesepakatan Pemerintah Jepang dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sebagian besar warga Yogyakarta bekerja untuk pembuatan saluran irigasi tersebut sehingga mereka tidak dikirim ke luar Pulau Jawa sebagai tenaga Romusha. Proyek irigasi ini diperuntukkan bagi pengairan sawah-sawah di daerah Yogyakarta, di mana manfaatnya dapat dirasakan sampai sekarang. Aliran air saluran irigasi diperoleh dengan cara membendung Kali Progo di Desa Bligo dan mengalirkannya ke saluran irigasi yang melintasi Yogyakarta dan berakhir di Kali Opak. Kali Progo memiliki mata air di hutan lereng Gunung Merapi yang selain mengalir ke Selokan Mataram juga mengalir ke laut selatan membatasi wilayah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulon Progo. Selain ke Selokan Mataran, bendungan ini juga mengalirkan airnya ke Saluran Van der Wijck yang dibangun oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1914 untuk mengairi persawahan dan perkebunan di daerah Moyudan, Kabupaten Bantul yang waktu itu merupakan daerah industri perkebunan gula.

o. Pantai Trisik

Pantai Trisik merupakan salah satu pantai andalan Kabupaten Kulon Progo. Panorama Pantai Trisik di pagi dan sore hari mampu menampilkan pesona alam yang indah. Tidak jauh dari pantai Trisik terdapat persawahan dan kebun kelapa milik penduduk yang terhampar hijau. Pemandangan ini cukup bagus dinikmati penduduk kota yang bosan dengan rutinitas pekerjaan yang melelahkan. Selain menyajikan panorama khas pantai, kegiatan penduduk di sekitar Pantai Trisik juga layak untuk ditelisik. Di sekitar pantai, pengunjung dapat menikmati suasana tempat pelelangan ikan, kegiatan nelayan serta kegiatan konservasi penyu. Kegiatan-kegiatan tersebut sebenarnya layak untuk dikembangkan menjadi alat penarik wisatawan jika dikelola dengan serius, kreatif dan inovatif. Namun, hingga kini potensi alam tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh

Page 24: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

412 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

penduduk setempat. Kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan tata ruang dan manajemen lokasi pantai dan sekitarnya menjadi salah satu sebab. Eksotisme pedesaan pesisir dengan dunia perikanan sebagai keseharian akan dijumpai begitu anda sampai di pantai. Jejeran perahu-perahu motor yang biasa digunakan warga untuk mencari bisa dijumpai. Selain pemandangan tersebut, pengunjung juga bisa mencoba menghampiri warung-warung dari gedheg untuk sekadar melepas dahaga.

p. Kali Code

Kali Code adalah salah satu kali yang membelah Kota Yogyakarta. Dalam kurun waktu 90-an hingga sekarang, kali ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat lokal, nasional, bahkan internasional karena sejarah dan aktifitas yang menghiasai kali ini. Kali Code dianggap masyarakat Yogyakarta sebagai kali yang sumber airnya berasal dari kaki gunung Merapi. oleh karena itu, bagi masyarakat yang daerahnya dilewati

aliran Kali Code, air Kali Code memiliki makna tersendiri. Di daerah Sleman, air Kali Code digunakan untuk mengairi sawah mereka, sedangkan di daerah Bantul, air Kali Code bahkan digunakan untuk air minum. Dilihat dari sejarahnya, Kali Code juga merupakan sebuah aliran kali yang digunakan untuk mengantisipasi keluarnya lahar dingin dari letusan Gunung Merapi, jika seandainya meluap hingga Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, pemerintah Kota Yogyakarta telah membuat talud (saluran air), dengan mengeruk dasar Kali Code. Pada tahun 1970-an, Kali Code relatif tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dipenuhi sampah rumah tangga. Kondisi ini membuat seorang budayawan Y.B. Mangunwijaya atau yang lebih dikenal dengan Romo Mangun, tergerak untuk menciptakan Kali Code menjadi kali yang indah, bersih, dan dapat dinikmati. Langkah pertama yang dilakukan oleh Romo Mangun adalah mendekati, dan memahamkan warga yang menghuni bantaran Kali Code, agar tidak membuang sampah sembarangan. Romo Mangun rela tinggal di bantaran kali untuk memberi contoh kepada warga tentang bagiamana menjaga kali. Hasilnya adalah Kali Code menjadi bersih, indah, dan menjadi lokasi wisata alam yang menyenangkan dan menghasilkan nilai budaya, serta ekonomi warganya. Sejak saat itu, banyak turis lokal, nasional, dan internasional berkunjung menikmati indahnya alam Kali Code. Sepeninggal Romo Mangun, aktivitas pemberdayaan warga kali code diteruskan oleh pegiat sosial yang tergabung dalam Yayasan Pondok Rakyat. Yayasan ini juga aktif membangun kampung percontohan, seperti Badran, Tungkak, Kricak, dan Sidomulyo, yang kondisinya sama dengan Kali Code. Sejurus dengan itu, Pemerintah Kota Yogyakarta juga ikut aktif dalam memberikan dukungan kepada warga Kali Code dan pihak-pihak tertentu, dalam program-program pelestarian keindahan Kali Code. Saat ini, bantaran Kali Code menjadi salah satu tempat wisata alam yang menarik dan indah untuk dinikmati. Warga di sepanjang bantaran kali, dari ujung utara hingga selatan yang tergabung dalam kelompok Pemerti Code juga bersemangat untuk terus menciptakan kali code menjadi kawasan yang bersih dari sampah dengan membuat program “Nol Sampah di Kali Code 2010”. Pada tahun 2010, warga Kali Code berhasil mendapatkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) atas nama program bersih kali terpanjang.

Page 25: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

413 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

q. Pantai Baron Deretan pantai selatan Yogyakarta yang membentang dari barat ke timur memang mempunyai daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Pantai-pantai tersebut menawarkan kemolekannya masing-masing untuk dikunjungi. Ada yang menawarkan masakan laut, pemandangan sunset, pasir putih, dan berbagai keunikan yang lain.

Begitu pula dengan Pantai Baron. Pantai ini tak mau mengalah untuk menjadi pantai yang cantik untuk dikunjungi. Pantai Baron menawarkan pemandangan yang indah dan masakan hasil laut yang memanjakan lidah. Tak heran kalau pantai ini menjadi favorit para wisatawan di samping pantai-pantai lain yang menjadi deretan Pantai Baron, yaitu Pantai Siung, dan Pantai Sundak. Bahkan, Pantai Baron tak kalah elok dengan pantai di daerah lain seperti Pantai Parangtritis, Depok, Pantai Glagah, dan pantai-pantai yang lain. Pantai Baron terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul, tepatnya di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari. Sebagaimana pantai-pantai selatan Yogyakarta yang lain, Pantai Baron memiliki ombak yang besar sehingga para wisatawan tidak boleh melewati batas yang telah ditentukan dan harus berhati-hati jika ingin berenang di pantai ini. Pantai ini sebenarnya berupa teluk yang diapit oleh dua buah bukit di sisi kanan dan kirinya. Pasir berwarna cokelat menghampar di sepanjang pantai. Di atas pasir itu, berjajar perahu-perahu nelayan membelakangi lautan. Kapal-kapal itu baru pulang dari melaut atau sedang beristirahat kala musim melaut belum tiba. Pantai Baron memang menjadi dermaga bagi para nelayan untuk berangkat dan pulang untuk mencari nafkah. Sehingga, di kawasan pantai ini juga dilengkapi dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai pasar para nelayan untuk menjual hasil tangkapannya. Tak kalah menariknya adalah perjalanan ke pantai ini. Sepanjang perjalanan ke Pantai Baron, Anda akan disuguhi pemandangan alam perdesaan yang eksotis dan masih alami. Bukit-bukit, sawah, dan lanskap alam yang hijau akan membuat mata menjadi lebih segar. Jalan yang berkelok-kelok dan naik turun akan menjadi pengalaman berkendara yang mengasyikkan.

r. Pantai Ngobaran

Pantai Ngobaran adalah salah satu obyek wisata pantai di daerah Gunungkidul yang memendam sejuta pesona alam dan budaya. Perpaduan kedua pesona yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pantai ini jarang ditemukan di pantai lain di daerah tersebut. Pantai yang terletak sekitar dua kilometer sebelah barat Pantai Ngrenehan ini tidak hanya menyuguhkan panorama alam yang menakjubkan seperti hamparan pasir putih,

gulungan ombak, barisan batu karang, rumput laut (alga), dan deretan pohon pandan laut, tetapi juga menyuguhkan pesona budaya yang penuh nuansa mistis.

Page 26: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

414 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Pantai Ngobaran dikenal sebagai tempat ritual berbagai penganut agama atau kepercayaan. Di kawasan ini terdapat tempat-tempat peribadatan seperti masjid yang berdiri berdampingan dengan pura menghadap ke arah pantai selatan, serta tempat ibadah berbagai aliran kepercayaan seperti Kejawen dan Kejawan. Selain itu, di kawasan pantai ini juga terdapat beberapa arca dan stupa yang sering dijadikan tempat upacara keagamaan. Di puncak bukit karang yang terletak di sekitar Pantai Ngobaran terdapat sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Kotak batu yang berada di depan sebuah rumah Joglo ini dikelilingi oleh pagar kayu berwarna abu-abu. Konon, tepat di mana tanaman kering itu tumbuh merupakan tempat Prabu Brawijaya V membakar diri. Menurut cerita masyarakat setempat, Prabu Brawijaya V atau biasa dikenal dengan Bhre Kertabhumi yang merupakan keturunan terakhir Kerajaan Majapahit (1464-1478 M) ini melarikan diri dari istana bersama kedua istrinya, Bondang Surati (istri pertama) dan Dewi Lowati (istri kedua), karena enggan diislamkan oleh putranya sendiri yang bernama Raden Fatah Raja I Demak. Mereka berkelana malang-melintang ke daerah-daerah pedalaman dan pesisir. Ketika tiba di pantai yang kini bernama Ngobaran, mereka menemui jalan buntu. Mereka dihadang oleh laut selatan yang sangat ganas ombaknya sehingga tidak tahu harus berlari ke mana lagi. Akhirnya, Brawijaya V memutuskan untuk membakar diri. Sebelum menceburkan diri ke dalam api yang telah disiapkan, ia bertanya kepada kedua istrinya. “Wahai, istriku! Siapa di antara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?” Dewi Lowati menjawab, “Cinta saya kepada Tuan sebesar gunung.” Sedangkan Bondang Surati menjawab, “Cinta saya kepada Tuan, sama seperti kuku ireng, setiap selesai dikethok (dipotong) pasti akan tumbuh lagi.” Begitulah cinta Bondang Surati kepada suaminya, jika cinta itu hilang, maka cinta itu akan tumbuh lagi. Setelah mendengar jawaban dari kedua istrinya, Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati lalu bercebur ke dalam api yang membara. Pada saat itulah, keduanya tewas dan hangus terbakar. Prabu Brawijaya V memilih Dewi Lowati bercebur ke dalam api karena cinta istri keduanya itu lebih kecil dibandingkan dengan istri pertamanya. Dari peristiwa membakar diri inilah kawasan pantai ini diberi nama Ngobaran. Ngobaran berasal dari kata kobong atau kobaran, yang berarti terbakar atau membakar diri. Kebenaran cerita tentang Prabu Brawijaya V membakar diri ini masih diragukan oleh sebagian pihak. Menurut keterangan dari sebagian masyarakat setempat yang diperoleh dari orang-orang tua mereka, Prabu Brawijaya V sebenarnya tidak meninggal di kawasan Pantai Ngobaran. Pada saat peristiwa tersebut terjadi, ada seorang warga yang menyaksikan bahwa yang bercebur ke dalam api bukan Brawijaya V dan istrinya, tetapi anjing peliharaannya. Pendapat ini dibuktikan dengan ditemukannya petilasan (jejak) berupa tulang-tulang sisa kobaran api yang ternyata bukan tulang manusia, melainkan belang yoyang (tulang-tulang anjing). Cerita versi lain mengatakan bahwa Brawijaya V melakukan moksa (hilang) di puncak Gunung Lawu. Menurut para sejarawan, versi ini sesuai dengan fakta sejarah. Kenyataan memang menunjukkan bahwa Brawijaya V enggan masuk Islam dan tidak mau berperang melawan putranya sendiri sehingga ia meninggalkan istana menuju Blambangan dan kemudian mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu bersama dua orang abdinya Dipa Manggala dan Wangsa Manggala. Di puncak Gunung Lawu itulah Brawijaya moksa dan musnah bersama kedua abdinya. Dengan musnahnya Brawijaya V, maka sirnalah Kerajaan Majapahit. Runtuhnya Majapahit ini dikenal dengan istilah “candrasangkala” atau Sirna Ilang Kertaning Bumi, yang berarti Sirna = 0, Ilang = 0, Kerta = 4, Bumi = 1. Kalimat yang mengandung makna angka (bilangan) ini jika dibaca terbalik menyatakan tahun keruntuhan Kerajaan Majapahit, yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 M. Terlepas dari perbedaan versi cerita di atas, hingga kini sebagian masyarakat setempat tetap meyakini bahwa Brawijaya V pernah meninggalkan jejak di Pantai Ngobaran sehingga kawasan ini menjadi salah satu obyek wisata petilasan atau wisata pantai ritual yang ada di Gunungkidul. Penganut Kejawan yang merupakan aliran kepercayaan peninggalan Prabu Brawijaya V sering melakukan ritual di kawasan ini. Selain itu, penganut agama Hindu juga sering melakukan upacara Galungan setiap bulan purnama dan Upacara Melastri dalam rangkaian upacara Hari Raya Nyepi. Begitu pula penganut kepercayaan Kejawen, setiap malam Selasa dan Jumat Kliwon mengadakan ritual di kawasan ini.

Page 27: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

415 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

s. Pantai Ngrenehan

Pantai Ngrenehan adalah satu dari puluhan wisata pantai yang terbentang di sepanjang pesisir selatan Yogyakarta. Meskipun pantai ini tidak seterkenal dengan wisata pantai lainnya, seperti Baron, Kukup, Krakal, atau Sadeng, Pantai Ngrenehan menyajikan beragam menu wisata pantai yang cukup lengkap dan menarik. Menu wisata tersebut bisa dilihat dari keindahan gugusan batu karang yang terletak di mulut teluk, hamparan pantai berpasir putih, suara-suara hempasan ombak laut selatan di dinding-dinding perbukitan batu karang, berbagai sajian kuliner sea food yang masih segar, hingga pemandangan aktivitas para nelayan di sekitar pantai. Menurut sejarahnya, nama Ngrenehan merupakan pemberian Raja Demak yang bernama Raden Fatah, putra dari Prabu Brawijaya V. Prabu Brawijaya V sendiri adalah raja Majapahit yang memerintah tahun 1464-1478 M. Konon, suatu ketika Raden Fatah datang ke kawasan ini hendak mencari ayahnya yang melarikan diri bersama dua orang istrinya (Dewi Lowati dan Bondang Surati) karena enggan untuk memeluk agama Islam. Namun, saat tiba di kawasan ini, Raden Fatah tidak menemukan mereka. Akhirnya, ia mengajak para petinggi-petinggi Kerajaan Demak untuk berembuk (musyawarah) tentang bagaimana cara menemukan orang tuanya. Dari peristiwa inilah muncul istilah pangrena yang berarti ajakan. Kata pangrena berasal dari kata reneh yang berarti sini. Kemudian masyarakat di sekitar kawasan ini mengubahnya menjadi ngrenehan yang berarti kemarilah ke sini. Kata reneh yang diberi awalan ng dan akhiran an berarti menunjuk pada suatu tempat, yaitu Pantai Ngrenehan. Secara fisik, Pantai Ngrenehan tidak jauh beda dengan Pantai Baron. Hanya saja, pantai ini relatif lebih sempit daripada Pantai Baron. Pantai Ngrenehan merupakan pantai teluk dengan luas sekitar 100 m2. Pantai ini diapit oleh dua bukit batu karang yang menjorok ke laut sehingga ombak besar dari arah laut Samudera Hindia tidak secara langsung menghempas ke pantai karena terhalang oleh dua bukit karang tersebut. Pada dinding-dinding tebing bukit batu karang tampak lubang-lubang kecil mirip dengan goa akibat kerasnya hempasan gelombang laut yang datang setiap saat. Saat memasuki kawasan Pantai Ngrenehan, para wisatawan akan disambut oleh deretan warung makan di sebelah kiri dan kanan jalan. Di antara deretan warung makan tersebut berdiri sebuah bangunan tembok berwarna putih, yakni Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Di ujung sebelah kanan deretan warung makan terdapat sebuah bangunan berbentuk rumah joglo yang merupakan tempat para bakul ikan menjajakan beragam jenis hasil laut yang masih segar untuk para pengunjung. Semenjak dijadikan sebagai pelabuhan penangkapan ikan sekitar tahun 1980-ansebelum fajar menyingsing di ufuk timur, para nelayan sudah mulai memadati pantai ini. Para Nelayan tersebut mulai melakukan berbagai aktivitas kenelayanan seperti menyiapkan perahu dan alat-alat tangkap ikan yang akan digunakan. Suasana di pantai ini akan bertambah semakin ramai pada pukul 10.00-11.00 karena para nelayan telah kembali dari melaut. Biasanya para nelayan tersebut akan disambut oleh istri dan keluarga yang membantu menjual hasil tangkapan mereka di TPI. Tentu saja suasana tersebut akan menambah menarik suasana pantai ini. Para pemilik warung pun mulai sibuk melayani para pengunjung yang sengaja datang ke pantai ini untuk menikmati beragam jenis sea food segar. Bagi Anda penikmat sea food, waktu paling baik untuk berkunjung ke pantai ini yaitu bulan September hingga Desember karena pada waktu tersebut ditengarai sebagai musim banyak ikan.

Page 28: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

416 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

t. Pantai Siung

Berwisata ke Yogyakarta rasanya kurang lengkap jika tidak mengunjungi deretan pantai yang berada di pesisir selatan. Pantai Parangtritis biasanya menjadi salah satu pantai yang dikunjungi wisatawan. Karena selain mudah dijangkau, pantai yang satu ini relatif dekat

dengan pusat Kota Yogyakarta. Namun, bagi Anda yang sudah terlalu sering ke Pantai Parangtritis sehingga ingin mencari objek pantai yang baru, cobalah Anda pergi ke daerah Gunung Kidul. Kabupaten yang terletak di pegunungan kapur bagian selatan Yogyakarta ini menyimpan keindahan pantai yang layak diacungi jempol.

Puluhan pantai membentang

dari barat ke timur, hingga perbatasan daerah Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Dari puluhan pantai yang ada tersebut, kondisinya rata-rata masih alami dan belum banyak tersentuh ulah jahil tangan-tangan manusia. Beberapa pantai seperti Baron, Kukup, Sundak, dan Krakal memang sudah banyak dikenal oleh wisatawan sejak lama. Namun, pantai-pantai seperti Sadranan, Sepanjang, Wediombo, Ngrenehan, nampaknya masih asing di telinga wisatawan, padahal pantai-pantai tersebut jauh lebih indah dari panorama pantai-pantai yang telah disebutkan sebelumnya. Salah satu pantai yang menyimpan potensi alam luar biasa adalah adalah Pantai Siung. Meski di kalangan wisatawan pantai ini belum seterkenal Pantai Baron, namun bagi para penyuka olahraga panjat tebing, pantai ini merupakan destinasi wisata wajib kunjung. Pantai yang terletak di Kecamatan Tepus dan berjarak hampir 100 km dari Yogyakarta ini menawarkan pesona pemanjatan dengan bonus pemandangan laut lepas. Keindahan alam khas pantai selatan serta petualangan terpadu menjadi satu dan semuanya dapat diperoleh di pantai ini. Oleh karena itu, banyak pemanjat yang berdatangan untuk menjajal menaklukkan tebing yang ada di pantai ini. Tidak hanya pemanjat lokal dan nasional, pemanjat dari luar negeri juga banyak yang berdatangan. Sebelum dikenal sebagai arena panjat tebing, Pantai Siung hanyalah sebuah pantai yang kumuh, sulit dijangkau, dan sepi. Oleh karena itu, tak heran jika pantai ini tidak dikenal masyarakat luas. Namun, sejak dibuka sebagai areal pemanjatan pada tahun 2000, satu persatu wisatawan mulai mendatangi pantai ini. Setelah diresmikan oleh pemerintah DIY pada September 2005 sebagai kawasan minat khusus panjat tebing, Pantai Siung pun mulai berbenah dan mempercantik diri. Nama Pantai Siung pun semakin terkenal setelah digunakan sebagai lokasi Asean Climbing Gathering 2005 yang diikuti oleh 250 pemanjat dari 6 negara (Singapura, Jerman, Perancis, Filipina, Malaysia, dan Indonesia). Saat ini, Pantai Siung sudah mulai ramai dikunjungi wisatawan, terlebih pada hari libur dan akhir pekan. Komunitas MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) dari berbagai perguruan tinggi dan pemanjat dari FPTI (Forum Pemanjat Tebing Indonesia) juga bergantian melakukan diklat maupun latihan memanjat di kawasan ini pada hari sabtu dan minggu.

Page 29: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

417 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Wisata Sejarah a. Keraton Yogyakarta

Asal mula Kasultanan Yogyakarta dimulai pada pada tahun 1558 M. Pada tahun itu, Ki Ageng Pamanahan dihadiahi sebuah wilayah di Mataram oleh Sultan Pajang atas jasanya membantu Kerajaan Pajang dalam mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pamanahan adalah putra Ki Ageng Ngenis atau cucu Ki Ageng Selo, seorang tokoh ulama besar dari Selo,

Kabupaten Grobogan. Pada tahun 1577, Ki Ageng Pamanahan membangun

istananya di Pasargede atau Kotagede. Selama mendiami wilayah pemberian Sultan Pajang, Ki Ageng Pamanahan tetap setia pada Sultan Pajang. Ki Ageng Pamanahan meninggal pada tahun 1584 dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Kotagede. Sepeninggal Ki Agenh Pamanahan, Sultan Pajang kemudian mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pamanahan sebagai penguasa baru di Mataram. Sutawijaya juga disebut Ngabei Loring Pasar karena rumahnya terletak di sebelah utara pasar. Berbeda dengan ayahnya, Sutawijaya menolak tunduk pada Sultan Pajang. Ia ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri bahkan ingin menjadi raja di seluruh Pulau Jawa. Melihat sikap Sutawijaya tersebut, Kerajaan Pajang berusaha merebut kembali kekuasaan Kerajaan Pajang di Mataram. Penyerangan terhadap Mataram dilakukan pada tahun 1587. Namun, dalam penyerangan ini pasukan Pajang justru porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi sedangkan Sutawijaya dan pasukannya selamat. Pada tahun 1588, Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan dengan bergelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama atau Panembahan Senopati. Panembahan Senopati memiliki arti panglima perang dan ulama pengatur kehidupan beragama. Sebagai penguat legitimasi kekuasaannya, Panembahan Senopati menetapkan bahwa Mataram mewarisi tradisi Kerajaan Pajang yang berarti Mataram berkewajiban melanjutkan tradisi penguasaan atas seluruh wilayah Pulau Jawa. Pada tahun 1601 Panembahan Senapati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Seda ing Krapyak. Pada tahun 1613, Mas Jolang wafat kemudian digantikan oleh Pangeran Arya Martapura. Tetapi karena sering sakit kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman yang juga dikenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma atau Sultan Agung Hanyakrakusuma. Pada masa Sultan Agung Kerajaan Mataram mengalami perkembangan pada kehidupan politik, militer, kesenian, kesusastraan, dan keagamaan. Ilmu pengetahuan seperti hukum, filsafat, dan astronomi juga dipelajari. Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Amangkurat I. Setelah wafatnya Sultan Agung, Kerajaan Mataram mengalami kemerosotan yang luar biasa. Akar dari kemerosotan itu pada dasarnya terletak pada pertentangan dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang dimanfaatkan oleh VOC. Puncak dari perpecahan itu terjadi pada tanggal 13 Februari 1755 dengan ditandai penandatanganan Perjanjian Gianti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dalam perjanjian Gianti tersebut, dinyatakan bahwa Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Sejak itu Pangeran Mangkubumi resmi menjadi sultan pertama di Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwana I.

Sumber Gambar : http://www.masagala.co.cc/wp-content/uploads/2010/04/kraton-yogyakarta1.jpg

Page 30: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

418 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Para Sultan yang pernah memerintah di keraton Yogyakarta yaitu : 1.Sri Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792) 2.Sri Sultan Hamengku Buwana II (1925-1810) 3.Sri Sultan Hamengku Buwana III (1810-1813) 4.Sri Sultan Hamengku Buwana IV (1814-1822) 5.Sri Sultan Hamengku Buwana V (1822-1855) 6.Sri Sultan Hamengku Buwana VI (1855-1877) 7.Sri Sultan Hamengku Buwana VII (1877-1921) 8.Sri Sultan Hamengku Buwana VIII (1921-1939) 9.Sri Sultan Hamengku Buwana IX (1939-1988) 10.Sri Sultan Hamengku Buwana X (1988-sekarang) Keraton Yogyakarta merupakan pusat budaya Jawa di Yogyakarta yang masih eksis hingga saat ini. Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Saat ini, raja di Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pada waktu masih menjadi putra mahkota, Sultan HB X bernama Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi. Pada saat ini, Sultan HB X menjabat sebagai Gubernur DIY. Di dalam Keraton terdapat berbagai bangunan dengan nama dan fungsinya masing-masing, pusaka-pusaka kerajaan, perpustakaan yang menyimpan naskah-naskah kuno, dan museum foto yang menyimpan puluhan foto raja-raja Yogyakarta, keluarga dan kerabatnya. Berbagai upacara tradisional masih dilaksanakan secara rutin di Keraton Yogyakarta, antara lain ‘jamasan‘ (memandikan) pusaka dan kereta kerajaan dan Grebeg Maulud. Sultan dan keluarganya tinggal di bagian dalam yang disebut Keraton Kilen.

b. Candi Sambisari Candi Sambisari

merupakan salah satu candi peninggalan masa kejayaan Hindu di tanah Jawa yang secara administratitf terletak di wilayah Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Candi beraliran Syiwaistis yang dibangun pada abad X oleh Wangsa

Syailendra ini ditemukan pada

tahun 1966 secara tidak sengaja oleh seorang petani dari Desa Sambisari yang bernama Karyoniangun ketika sedang mencangkul di ladangnya. Menindaklanjuti penemuan tersebut, Balai Arkeologi Yogyakarta kemudian melakukan penelitian dan ekskavasi. Berdasarkan penelitian geologis terhadap batuan candi dan tanah yang telah menimbunnya selama ratusan tahun, candi setinggi 7,5 m ini diperkirakan terkubur oleh material letusan dahsyat Gunung Merapi pada tahun 1006 M. Selanjutnya, dari hasil penggalian yang dilakukan pada bulan Juli 1966, diperoleh kepastian bahwa daerah tersebut memang adalah sebuah situs candi. Pada saat penggalian juga ditemukan benda-benda bersejarah lainnya, seperti perhiasan, tembikar, dan prasasti yang terbuat dari lempengan emas. Menurut tim penggali, penemuan tersebut mengindikasikan bahwa Candi Sambisari dibangun sekitar tahun 812-838 M saat Kerajaan Mataram Hindu (Mataram Kuno) dipimpin oleh Raja Rakai Garung. Setelah ekskavasi selesai dikerjakan, dimulailah proses penyusunan kembali bagian-bagian candi yang saat itu tercerai-berai. Sejak saat itu, situs candi tersebut ditetapkan sebagai kawasan suaka budaya.

Sumber Gambar : http://202.1 38.226.22/file2/simbasari.bmp

Page 31: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

419 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Pada tahun 1987, Balai Arkeologi Yogyakarta melakukan pemugaran dan rekonstruksi terhadap kompleks candi. Dari proses rekonstruksi tersebut, diperoleh kepastian bahwa posisi candi berada pada kedalaman 6,5 meter dari permukaan tanah. Karena posisinya yang berada di bawah permukaan tanah tersebut, oleh masyarakat sekitar, Candi Sambisari kemudian disebut sebagai candi bawah tanah.

c. Taman Sari Tamansari merupakan

salah satu warisan budaya Keraton Kasultanan Yogyakarta yang masih berdiri kokoh. Tamansari dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya tahun 1758. Sampai saat ini, Tamansari telah mengalami beberapa kali renovasi sehingga terlihat lebih indah tanpa kehilangkan nilai historis dan estetika aslinya. Letak Tamansari tidak jauh dari

Keraton Yogyakarta, yaitu hanya sekitar 300 meter

di sebelah barat Keraton. Objek utama Tamansari adalah kolam air yang dikelilingi benteng setinggi 6 meter. Seiring fungsinya pada masa pembangunannya yaitu sebagai kolam permandian para istri Sri Sultan Hamengkubuwono I. Konon, pada masa itu, Tamansari digunakan oleh Sultan untuk melihat para istrinya ketika sedang mandi. Untuk itu, di sana ada tempat seperti menara yang dibuat tinggi sebagai tempat untuk mengamati para istri yang sedang mandi tersebut. Di depan gerbang masuk Tamansari, terdapat gambar yang menunjukkan tata letak Tamansari pada masa dahulu. Dari situ bisa bisa dilihat bahwa di sekitar Tamansari dahulu terdapat kebun buah-buahan sehingga Sultan dapat memetik buah setiap saat. Di antara kebun buah-buahan tersebut adalah semangka, nanas, mangga, dan lain sebagainya. Dengan nuansa seperti itu dapat dibayangkan bahwa Tamansari terlihat begitu sejuk dan anggun dengan banyaknya tanaman buah disekitarnya. Saat ini, nuansa tersebut tidak dapat ditemui lagi. Sekarang, daerah di sekitar Tamansari telah berubah menjadi perumahan warga. Konon, mereka yang tinggal di sana adalah para kerabat abdi dalem Keraton yang telah turun-temurun. Tamansari dibangun setelah Perjanjian Giyanti (1755), yakni setelah Sultan Hamengku Buwono yang telah sekian lama terlibat dalam persengketaan akhirnya berdamai dengan lawan. Bangunan tersebut dimaksudkan sebagai bangunan yang dapat dipergunakan untuk menentramkan hati, istirahat, dan berekreasi. Meskipun demikian, Tamansari ini juga dipersiapkan sebagai sarana/benteng untuk menghadapi situasi bahaya. Di samping itu, bangunan ini juga digunakan untuk sarana ibadah. Oleh karenanya Pesanggrahan Tamansari juga dilengkapi dengan mushola, tepatnya di bangunan Sumur Gumuling. Nama Taman Sari terdiri atas dua kata, yakni taman yang berarti kebun yang ditanami bunga-bunga dan sari yang berarti indah. Dengan demikian, nama Tamansari dimaksudkan sebagai nama suatu kompleks taman yang benar-benar indah atau asri. Letak Tamansari hanya sekitar 0,5 km di sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat di samping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun, jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan. Bangunan ini juga merupakan sebuah

Sumber Gambar: http://utami14.files.wordpress.com/2009/12/tamansari-1.jpg

Page 32: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

420 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

kompleks yang terdiri dari kolam permandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar (apabila kanal air terbuka). Secara singkat, bagian-bagian Tamansari terdiri dari: Bagian Sakral. Bagian sakral Tamansari ditunjukkan dengan sebuah bangunan yang agak menyendiri. Ruangan ini terdiri dari sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat pertapaan Sultan dan keluarganya. Bagian Kolam Permandian. Bagian ini merupakan bagian yang digunakan untuk bersenang-senang oleh Sultan dan keluarganya. Bagian ini terdiri dari dua buah kolam yang dipisahkan oleh bangunan bertingkat. Air kolam keluar dari pancuran berbentuk binatang yang khas. Bangunan kolam ini sangat unik dengan pot-pot besar di dalamnya. Bagian Pulau Kenanga. Bagian ini terdiri dari beberapa bangunan yaitu Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti, Sumur Gumuling, dan lorong-lorong bawah tanah. Pulau Kenanga atau Pulau Cemeti adalah sebuah bangunan tinggi yang berfungsi sebagai tempat beristirahat sekaligus sebagai tempat pengintaian. Bangunan inilah satu-satunya yang akan kelihatan apabila kanal air terbuka dan air menggenangi kawasan Pulau Kenanga ini. Disebutkan bahwa jika dilihat dari atas, bangunan itu seolah-olah sebuah bunga teratai di tengah kolam yang sangat besar. Begitu masuk tempat ini, wisatawan bisa menyaksikan kolam besar yang terpisah menjadi dua bagian dengan air yang begitu jernih. Selain kolam utama yang terbagi menjadi dua bagian tersebut, setelah masuk melewati bagian bawah menara dua lantai yang disediakan sebagai tempat sultan menyaksikan para istrinya yang sedang mandi, ada sebuah kolam lagi yang ukuranya lebih kecil.

d. Museum Ullèn Sentalu Museum Ullèn Sentalu merupakan

sebuah museum swasta milik Yayasan Ulating Blencong yang berada di kawasan wisata Lereng Gunung Merapi, Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta [DIY]. Museum ini didirikan berkat inisiatif keluarga Haryono untuk melestarikan kebudayaan Jawa, utamanya kain batik. Pembangunan museum yang mulai dirintis pada tahun 1994 ini selesai dibangun dan diresmikan pada 1 Maret 1997 oleh KGPAA Paku Alam VIII, selaku gubernur DIY. Tanggal peresmian museum yang berdiri di atas tanah

bernama Taman Kaswargan seluas 11.990 m2 ini, dipilih lantaran merepresentasikan satu peristiwa bersejarah di Yogyakarta, yakni kembalinya Yogyakarta sebagai ibu kota negara Republik Indonesia dari genggaman Belanda pada tahun 1949. Alasan dipilihnya Taman Kaswargan sebagai tempat Ullèn Sentalu ialah karena letaknya yang tinggi [lereng Gunung Merapi]. Dalam pandangan filosofis masyarakat Jawa, gunung memiliki nilai mistik. Maka itu, museum ini secara implisit juga ingin menyampaikan bahwa berbagai hal yang direkam, dipamerkan, dan dikisahkan dalam tujuh ruang eksposisinya merepresentasikan keagungan warisan budaya Jawa. Nama Ullèn Sentalu itu sendiri merupakan akronim dari ulating blencong, sejatine tataraning lumaku. Berarti, museum ini berfungsi bak lampu penerang bagi kebudayaan Jawa yang kian meredup dan terkikis oleh perubahan zaman. Pendeknya, museum ini memiliki misi sebagai wahana pelestarian kebudayaan Jawa masa lalu yang luhur. Museum bergaya arsitektur gothic ini menampilkan kebudayaan masyarakat Jawa di masa lalu melalui berbagai dokumentasinya, seperti batik dengan berbagai corak, pakaian, lukisan-lukisan dan foto-foto tentang budaya dan tokoh Jawa. Ruang-ruang ekshibisi di museum ini juga menjadi sebuah perekam pelbagai kejadian atau peristiwa di masa lalu. Pelbagai peristiwa yang dimaksud lebih mengarah kepada peristiwa-peristiwa yang dialami oleh para bangsawan dari empat keraton di Solo dan Yogyakarta, yakni Kasunanan Surakarta, Istana

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com

Page 33: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

421 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Mangkunegaran Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Puro Pakualaman Yogyakarta. Museum ini telah beberapa kali direnovasi. Terakhir, renovasi dilakukan dengan menambah satu ruang ekshibisi pada tahun 2007. Penambahan ruang di museum ini sebagai langkah konkret dari pengelola museum untuk merespon apresiasi para wisatawan terhadap keberadaan Museum Ullèn Sentalu. Kini, secara reguler, Ullèn Sentalu dibuka bagi wisatawan setiap hari kecuali hari senin, pada jam 9.00—15.30 WIB. Museum ini juga melayani para akademisi yang ingin mengadakan penelitian, seperti penelitian di bidang arsitektur, tata-ruang, seni rupa dan desain, antropologi, dan sejarah. Setiap kunjungan, baik untuk berwisata maupun penelitian, Ullèn Sentalu menyediakan satu pendamping yang berlaku sebagai guide.

e. Benteng Vredeburg Berwisata ke Yogyakarta

rasanya kurang lengkap jika tidak mengunjungi Malioboro. Namun, Anda jangan hanya puas jalan-jalan di Malioboro saja. Jika waktu Anda masih tersisa, sempatkanlah untuk menyusuri jalan Malioboro ke arah selatan, yakni ke kawasan nol kilometer. Kawasan yang terletak di perempatan Kantor Pos Besar ini merupakan jantungnya Kota Jogja. Di tempat ini terdapat banyak bangunan bersejarah yang

memiliki peranan penting dalam perjalanan panjang

sejarah Kota Yogyakarta, bahkan sejarah Indonesia. Salah satu dari bangunan tersebut adalah Benteng Vredeburg. Benteng Vredeburg pada mulanya hanyalah sebuah benteng sederhana berbentuk bujur sangkar yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1760 atas permintaan pemerintah kolonial Belanda masa itu, Nicolas Harting. Benteng sederhana ini memiliki 4 bastion pada masing-masing sudutnya yang diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaning (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Ketika Nicolas Harting digantikan oleh W.H Ossenberch pada tahun 1762, Belanda mengusulkan kepada Sultan supaya benteng tersebut diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen. Usul tersebut dikabulkan. Pembangunan benteng pun dimulai pada tahun 1767 dengan diawasi oleh ahli ilmu bangunan Belanda yang bernama Ir. Frans Haak. Pembangunan benteng ini selesai pada tahun 1787. Setelah selesai, bangunan tersebut diberi nama Benteng Rustenburg yang artinya “Benteng peristirahatan”.

Sumber Gambar : http://rumahsleman.com/wp-content/uploads/2010/04/benteng-vredeburg-tampak-depan1.jpg

Page 34: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

422 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Pintu Gerbang Benteng Vredeburg Terlihat Dari Dalam

Pada tahun 1867 terjadi gempa bumi di Yogyakarta yang merubuhkan Gedung Agung, Tugu Pal Putih (Tugu Jogja), dan juga Benteng Rustenberg. Setelah bencana berlalu, Benteng Rustenberg pun dibenahi kembali dan namanya diganti menjadi benteng Vredeburg yang berarti “Benteng Perdamaian”. Nama ini dipilih sebagai manifestasi hubungan antara Kasultanan Yogyakarta dan pemerintah Belanda yang tidak saling menyerang pada masa itu. Nama itu pula yang dikenal hingga saat ini. Seiring dengan perkembangan politik Indonesia, status kepemilikan Benteng Vredeburg mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pada awal berdiri, benteng ini milik Keraton yang penggunaanya dihibahkan kepada Belanda (VOC). Kebangkrutan VOC menyebabkan penguasaan benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda). Setelah Inggris berkuasa, benteng jatuh ke penguasaan Jendral Raffles, kemudian kembali lagi ke pemerintah Belanda hingga kedatangan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, secara otomatis benteng berpindah tangan menjadi milik pemerintah Indonesia. Atas ijin dari Sri Sultan HB IX, pada tanggal 9 Agustus 1980 Benteng Vredeburg dijadikan sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Budaya Nusantara. 12 tahun sesudahnya yakni pada 23 November 1992, Benteng Vredeburg resmi menjadi “Monumen Perjuangan Nasional” dengan nama “Museum Benteng Vredeburg”. Saat ini, selain difungsikan sebagai museum, Benteng Vredeburg juga sering digunakan sebagai tempat dilangsungkannya berbagai kegiatan seni dan budaya.

Salah Satu Sudut Benteng Vredeburg

Page 35: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

423 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

f. Museum Dewantara kirti Griya Museum Dewantara Kirti Griya merupakan museum yang berusaha merekam atau mengabadikan jejak-jejak kehidupan dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara di masa lampau. Nama Dewantara Kirti Griya berarti sebagai tempat atau rumah yang berisi karya-karya dan rekaman perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Tak hanya karya beliau saja yang dipamerkan, kronologi kehidupannya dari muda hingga wafat juga diceritakan di museum

ini. Museum yang meriwayatkan kembali kehidupan dan perjuangan seorang sarjana lulusan salah satu universitas di

Negeri Kincir Angin ini diresmikan pada tahun 1970. Ki Hadjar Dewantara bernama asli Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir dari keluarga raja dan tumbuh di lingkungan Keraton Paku Alaman Yogyakarta, sehingga beliau bergelar Raden Mas. Namun, pada perkembangannya kemudian ia melepas gelar keningratannya dan mengganti namanya sendiri dengan sebutan Ki Hadjar Dewantara. Setelah melepas identitas kebangsawanannya, ia mengambil langkah strategis dengan jalan mendirikan Tiga Serangkai bersama Dr. Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo sebagai media melawan Hindia-Belanda di ranah politik dan pendidikan. Salah satu karya besarnya yang mewujud nyata dan masih eksis hingga kini ialah institusi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa. Ketika itu, lembaga pendidikan Tamansiswa digagas demi melepaskan orang-orang pribumi dari belenggu kebodohan. Apabila kondisi suatu bangsa bodoh, maka bangsa lain dengan sangat mudah menindasnya, seperti praktik kolonialisasi oleh Hindia-Belanda di nusantara yang terjadi selama 350 tahun. Tamansiswa pada awal abad XX telah melebarkan sayapnya hingga di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Bali. Kini, nama Dewantara dikenang sebagai Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia. Dan, hampir di tiap instansi atau sekolah di Indonesia mengadakan seremoni peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei di setiap tahunnya dimana tanggal tersebut diambil dari tanggal kelahirannya.

g. Candi Ratu Boko Selama ini, wisatawan yang berkunjung ke Provinsi DI Yogyakarta lebih mengenal Candi Prambanan sebagai salah satu objek wisata yang patut dikunjungi. Padahal, sekitar tiga kilometer arah selatan Candi Prambanan, terdapat bangunan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno lainnya, yakni kompleks Candi Ratu Boko. Candi Ratu Boko ini dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra.

Kompleks Candi Ratu Boko pertama kali ditemukan pada tahun 1790 oleh

Sumber Gambar : http://4.bp.blogspot.com/_ZIynQ56CVdI/Su207j_OhNI/AAAAAAAABf4/N

pFQWkrt5xU/s320/museum_dewantara_kirti_griya.jpg

Sumber Gambar : http://jayagila.files.wordpress.com/2009/09/ratuboko.jpg

Page 36: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

424 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

van Boeckhlotz. Namun, baru seratus tahun setelahnya, penelitian serius terhadap candi ini dilakukan dan dipublikasikan dalam buku Keraton van Ratoe Boko. Menurut anggapan para ahli sejarah, candi ini memiliki multifungsi, yakni sebagai benteng keraton, tempat ibadah, dan gua. Keseluruhan areal candi yang terletak sekitar 196 m di atas permukaan laut ini adalah 250.000 m2, yang terbagi atas empat bagian, yaitu tengah, barat, tenggara, dan timur. Bagian tengah candi ini terdiri dari bangunan gapura utama, lapangan, candi pembakaran, kolam, batu berumpak, dan paseban. Bagian tenggara meliputi pendopo, balai-balai, tiga buah candi, kolam, dan kompleks keputren. Pada bagian ini juga terdapat sebuah sumur bernama Amerta Mantana yang artinya air suci. Konon, air dalam sumur ini memiliki khasiat yang dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Di bagian timur terdapat kompleks gua, stupa Buddha, dan kolam. Sedangkan di bagian barat terdapat perbukitan yang sangat menarik untuk dijadikan lokasi beristirahat setelah lelah mengelilingi kawasan candi ini.

Kolam dan gua di kawasan Candi Ratu Boko

h. Candi Prambanan

Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Candi yang juga terkenal dengan sebutan Candi Rara Jonggrang ini dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Wangsa Sanjaya.

Candi yang sejak tahun 1991 ditetapkan UNESCO sebagai cagar budaya dunia (World Wonder Heritage) ini menempati kompleks seluas 39,8 hektar. Menjulang setinggi 47 meter atau lima meter lebih tinggi dari Candi Borobudur, Candi Prambanan telihat perkasa dan kokoh. Hal ini

sesuai dengan latar belakang pembangunan candi ini, yaitu ingin menunjukkan kejayaan peradaban Hindu di tanah Jawa. Lalu kenapa Candi Prambanan juga disebut Candi Rara Jonggrang? Hal ini terkait dengan sebuah legenda yang diyakini sebagian masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso jatuh hati kepada putri raja yang rupawan parasnya, ia benama Rara Jonggrang. Karena tak kuasa menolak cinta sang pangeran, Jonggrang mengajukan syarat kepada Bondowoso untuk dibuatkan candi dengan 1.000 arca dalam waktu semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi, sebelum akhirnya Jonggrang berhasil meminta bantuan warga desa untuk menumbuk padi dan membuat api besar agar terkesan suasana sudah pagi hari. Karena merasa dicurangi, Bondowoso yang baru membuat arca ke-999 kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1.000.

Sumber Gambar : http://3.bp.blogspot.com/_vkYc1MiD_rI/SvTUVCbo6tI/AAAAAAAAAAM/2

BaHNqaMRpY/s320/lkmkjnmjk.jpg

Page 37: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

425 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

i. Makam Raja- Raja Mataram (imogiri) Terletak di lereng perbukitan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Makam Imogiri seolah menegaskan status sosial dan politik orang-orang yang dikuburkan di tempat ini. Ya, bukit dengan + 409 tangga ini memang dikhususkan untuk makam raja dan kerabat Kerajaan Mataram Islam serta keturunannya. Bagi masyarakat Jawa, gunung atau bukit menyimbolkan status yang tinggi sekaligus merupakan upaya mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa.

Dipilihnya bukit yang juga dinamai Pajimatan Girirejo ini memiliki

cerita tersendiri. Menurut cerita masyarakat setempat, ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma sedang mencari tanah sebagai pemakaman khusus sultan dan keluarga sultan, beliau melemparkan segenggam pasir dari tanah Arab. Pasir tersebut mendarat di perbukitan Imogiri, sehingga tempat itulah yang dipilih oleh Sultan Agung. Pada tahun 1632 M, kompleks Makam Imogiri itu mulai dibangun oleh Sultan Agung dengan menunjuk seorang arsitek bernama Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo. Tigabelas tahun kemudian, di makam ini pulalah Sultan Agung dimakamkan setelah wafat pada tahun 1645 M. Sultan Agung sendiri dikenal sebagai penguasa terbesar pada masa Kerajaan Mataram Islam. Ia adalah raja ketiga setelah Penembahan Senopati dan Penembahan Seda Krapyak. Sultan Agung memiliki nama besar karena mampu menguasai hampir seluruh tanah Jawa dan juga berani menyerang markas VOC di Batavia pada tahun 1628 dan 1629 M, meskipun selalu gagal. Kegagalan penyerbuan ini juga menyimpan cerita misterius tentang seorang pengkhianat yang juga dikuburkan di Makam Imogiri. Dia adalah Tumenggung Endranata, salah seorang punggawa Mataram yang telah membocorkan rencana serangan Sultan Agung kepada pihak Belanda. Akibat ulah pengkhianat itu, lumbung-lumbung padi sebagai persiapan logistik dalam perjalanan menuju Batavia dibakar oleh pasukan Belanda, sehingga pasukan Sultan Agung dapat dengan mudah dipukul mundur. Mengetahui salah satu pengikutnya berkhianat, Sultan Agung kemudian mengambil tindakan tegas dengan menghukum mati Tumenggung Endranata. Kepala sang Tumenggung lalu dipenggal, dan tubuh tanpa kepala itu kemudian ditanam di salah satu tangga di bawah pintu gerbang makam. Para peziarah akan menemukan sebuah anak tangga yang terbuat dari batu memanjang yang merupakan makam pengkhianat tersebut. Anak tangga dari batu itu berlekuk lantaran banyak orang yang telah menginjaknya. Monumen ini tentu sebuah peringatan bagi pengikut Sultan Agung supaya pengkhianatan tidak terulang lagi.

j. Masjid Gedhe Kauman Keberadaan Masjid Gedhe Kauman di lingkungan keraton tak bisa dipisahkan dari kepemimpinan Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I, Susuhunan pertama Keraton Islam Ngayogyakarta Hadiningrat, menjelang akhir abad ke-18 M. Masjid yang juga disebut Masjid Agung ini menjadi penegas bahwa keraton Yogyakarta merupakan kerajaan Islam (kesultanan). Di

Sumber Gambar : http://www.potlot-adventure.com/wp-content/uploads/2009/09/Makam-Imogiri.jpg

Sumber Gambar : http://mycityblogging.com/yogyakarta/files/2007/09/masjid-gede-

kauman.jpg

Page 38: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

426 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

samping itu, Masjid Gedhe Kauman secara simbolis menunjukkan bahwa keberadaan sang sultan tak hanya berperan sebagai pemimpin bagi masyarakatnya dan panglima perang (senopati ing ngalaga), tetapi juga sebagai salah satu sayidin panatagama khalifatulah (wakil Allah), pemimpin agama Islam di muka bumi. Sebab itu, beliau bergelar “Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah” atau yang disingkat dengan Hamengku Buwono. Menilik kembali sejarah pembangunannya, masjid seluas 13.000 m2 tersebut didirikan 16 tahun pascaberdirinya Keraton Yogyakarta. Kala itu, atas prakarsa Kiai Pengulu Faqih Ibrahim Dipaningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I kemudian mengutus Tumenggung Wiryokusumo, seorang arsitek keraton, untuk merancang sebuah masjid. Masjid ini dibangun melalui beberapa tahap, yakni (1) pembangunan bagian utama (inti) masjid, (2) pembangunan serambi masjid, dan selanjutnya (3) penambahan-penambahan bangunan pelengkap lainnya. Karena masjid ini relatif luas dan masih berada di area Kampung Kauman, maka dibuatlah pagar pembatas berupa tembok yang mengelilinginya. Wujud Masjid Gedhe yang sekarang berbeda dari bentuk aslinya dulu. Perubahan terjadi pada serambi masjid misalnya, di mana kini telah menjadi dua kali lipat lebih luas dan lebih megah dari wujud aslinya. Bahkan, serambi masjid ini masih lebih luas dibandingkan dengan ruang utama masjid. Renovasi pada serambi masjid dilakukan karena gempa yang terjadi pada tahun 1867 yang merubuhkan serambi asli. Selain itu, lantai dasar masjid yang dulunya terbuat dari batu kali, kini telah diganti dengan marmer dari Italia. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Yogyakarta. Sedari awal, Masjid Agung berfungsi sebagai tempat beribadah, pusat diselenggarakannya upacara keagamaan, pusat syiar agama, dan tempat penegakan tata-hukum keagamaan di keraton. Hingga kini, fungsi-fungsi tersebut masih berlaku di masjid ini, kendati hanya dalam lingkup yang kecil—masyarakat sekitar keraton dan Kauman.

k. Museum Kereta Keraton Yogyakarta Di sekitar area Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, terdapat sebuah museum khusus yang tidak ditemui di tempat lain. Museum itu adalah Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Kereta yang menjadi koleksi museum ini bukan ketera api ataupun uap, melainkan kereta kuda milik Keraton Kasultanan Yogyakarta. Kereta-kereta tersebut dulunya merupakan kendaraan utama Kasultanan Yogyakarta yang digunakan baik untuk kepentingan Keraton

maupun pribadi. Keberadaan Museum Kereta sudah

dirintis pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Kereta koleksi museum ini telah berusia puluhan bahkan ada yang mencapai usia ratusan tahun. Beberapa masih digunakan dalam upacara-upacara kebesaran Keraton. Adapun kereta yang tidak pernah digunakan lagi dikarenakan pertimbangan faktor usia dan sejarah yang pernah dilalui kereta-

kereta tua tersebut.

Sumber Gambar : http://indotravellers.com/images/museum/museum_kereta_2.jpg

Sumber Gambar 1http://www.potlot-adventure.com/wp-content/uploads/2009/09/museum-kereta-keraton-300x225.jpg

Page 39: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

427 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Penamaan masing-masing kereta kuda dilakukan menurut dengan kepercayaan orang-orang Jawa akan adanya roh atau kekuatan pada tiap benda. Lebih dari itu, penamaan dilakukan karena kereta-kereta tersebut telah banyak berjasa dan telah dianggap sebagai pusaka keraton. Kereta-kereta milik keraton tersebut masing-masing diberi nama dan memiliki kegunaan khusus. Mengunjungi museum Kereta Keraton Yogyakarta berarti menengok sejarah perjalanan Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Kereta-kereta atau yang dalam museum disebut “Kareta” tersebut menjadi artefak dari berbagai peristiwa penting Keraton Yogykarta maupun keadaan teknologi yang dipakai oleh Keraton pada saat itu. Selain itu, kareta-kareta tersebut juga menunjukkan kerjasama diplomatik Keraton dengan dunia luar.

l. Museum Yogya Kembali Monumen Yogya Kembali yang sering disingkat menjadi Monjali mulai dibangun pada tanggal 29 Juni 1985. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Tanggal 29 Juni dipilih sebagai awal pembangunan untuk memperingati ditariknya tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Pada tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta masuk kembali ke Yogyakarta yang pada waktu itu

berstatus sebagai ibukota RI. Tanggal 6 Juli 1989 (tepat 50 tahun kemudian), Monumen Yogya

Kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto. Monumen ini berisi sejarah perjuangan tentara dan rakyat Yogyakarta melawan Belanda, khususnya perang gerilya merebut kembali kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Monumen berbentuk tumpeng ini memiliki tinggi 31,8 meter, berdiri di lahan seluas 5,6 hektar. Halaman monumen ini merupakan plasa yang luas, yang kerap digunakan sebagai tempat pelaksanaan berbagai acara. Beberapa senjata militer yang pernah digunakan TNI pada masa lalu diletakkan di halaman depan monumen, sebagai bagian dari benda bersejarah. Monumen memiliki empat pintu masuk. Pintu barat dan pintu timur menuju ke museum yang berada di lantai satu. Di dalam museum ini tersimpan lebih dari 1.000 koleksi yang berkaitan dengan Serangan umum 1 Maret 1949. Pintu selatan dan pintu utara menuju ke lantai dua yang beisi relief dan diorama. Adapun lantai tiga yang merupakan lantai teratas merupakan ruang hening untuk bermeditasi. Bentuknya yang menyerupai tumpeng atau gunung memiliki makna yang mendalam dalam budaya Jawa yang merupakan budaya rakyat Yogyakarta, yaitu perlambang kesuburan. Monumen Yogya Kembali terletak di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta, yaitu di desa Jongkang, Kelurahan Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Jika ditarik garis lurus, Monjali terletak pada satu garis dengan pantai Parangtritis, Keraton Yogyakarta, Tugu Yogya, dan Gunung Merapi. Monumen Yogya Kembali berjarak 6 km di sebelah utara Keraton Yogyakarta. Monumen Yogya Kembali sangat mudah dicapai dari kota Yogyakarta. Banyak angkutan umum melewati lokasi monumen ini. Harga tiket adalah Rp. 2.000,- per orang

Sumber Gambar : http://jogjakini.files.wordpress.com/2009/02/monjali_resize.jpg

Page 40: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

428 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

m. Monumen Serangan Umum 1 Maret Selama ini Kota Yogyakarta dikenal memiliki keanekaragaman warisan budaya adiluhung yang berasal dari Keraton. Namun tak hanya budaya, kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia ini juga memiliki peranan penting dalam sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekannya. Berbagai peristiwa pernah terjadi di Kota Yogyakarta, mulai dari perundingan hingga pertempuran yang heroik.

Salah satu sudut Kota Yogya yang menyimpan potongan kisah tersebut

adalah kawasan Titik Nol Kilometer. Di kawasan ini Anda akan menjumpai berbagai macam bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu setiap peristiwa, mulai dari Istana Negara Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan juga Keraton Yogyakarta yang hanya berjarak satu tembak meriam dari Benteng Vredeburg milik Belanda. Di kawasan Nol Kilometer ini juga terdapat sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang serangan umum yang dilangsungkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap pemerintah Belanda pada tanggal 1 Maret 1949. Sesuai dengan tanggal penyerbuan, monumen yang diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1973 ini diberi nama Monumen Serangan Umum 1 Maret. Serangan umum 1 Maret 1949 sendiri memiliki arti yang sangat penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu Belanda menahan pimpinan Negara Indonesia serta menyebarkan kabar bahwa RI dan TNI telah runtuh. Guna menunjukkan pada dunia internasional bahwa RI dan TNI masih ada, maka disusunlah strategi penyerbuan untuk merebut Yogyakarta dari tangan Belanda. Serangan yang dilakukan TNI tersebut didahului tindakan sabotase seperti memutuskan jaringan telepon dan merusak jalan kereta api. Kemudian TNI melakukan serangan terhadap pos-pos Belanda yang tersebar di sepanjang jalan utama yang menghubungkan Yogyakarta dengan kota-kota lain. Puncak serangan dilaksanakan mulai pukul 06.00 WIB pada tanggal 1 Maret 1949. Selama 6 jam Kota Yogyakarta berhasil diduduki oleh TNI. Berhubung saat itu Kota Yogyakarta menjadi ibukota RI, maka penyerbuan yang berlangsung selama 6 jam itu memberi dampak yang sangat besar. Serangan umum ini berhasil membuka mata dunia bahwa Republik Indonesia masih ada.

n. Gereja St. Antonius Kotabaru Keberadaan dan perkembangan Gereja Santo Antonius atau yang akrab dengan nama Gereja

Kotabaru Yogyakarta tidak bisa lepas dari peran Romo Fransiskus Xaverius Strater SJ pada awal abad ke-20. Sebelum Gereja Santo Antonius didirikan, Romo Strater terlebih dahulu membangun Kolese Santo Ignatius (Kapel Kolsani) dan Seminari Tinggi—yang kini gedungnya digunakan sebagai Pusat Kateketik (Puskat). Sedari awal, kapel Kolsani ini terbuka untuk umum, sehingga semakin hari jumlah umatnya semakin

bertambah banyak. Oleh karena tidak mampu

Sumber Gambar http://wisatamelayu.com/id/object/641/427/monumen-serangan-

umum-1-maret/&nav=geo

Sumber Gambar 2http://wisatamelayu.com/id/object/658/427/gereja-st-antonius-kotabaru/&nav=geo

Page 41: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

429 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

menampung jemaat dalam jumlah besar, muncul gagasan dari Romo Strater untuk mendirikan gereja yang lebih besar dan luas. Kemudian, melalui upaya pencarian dana yang dilakukan oleh Romo J. Hoeberechts, Provinsial Serikat Yesus Indonesia saat itu, bantuan donasi dari Belanda pun didapat. Sang pemberi dana meminta agar gereja yang akan dibangun diberi nama Santo Antonius Padua. Gereja ini selesai dibangun pada hari Minggu, 26 September 1926. Ketika itu, gereja ini menempati satu area dengan Kolsani dan Seminari Tinggi. Karenanya, pastor kepala Gereja St. Antonius Kotabaru ketika itu merangkap sebagai Rektor Kolsani. Hal ini berlaku lantaran status Gereja Kotabaru masih terikat sebagai stasi dari paroki Kidul Loji, Yogyakarta. Karenanya, sampai tahun 1933, selain sebagai tempat ibadah, gereja ini juga difungsikan sebagai tempat menimba ilmu bagi para calon imam muda. Baru pada 1 Januari 1934, Gereja Kotabaru menjadi paroki yang berdiri sendiri. Aktivitas kerohanian dan pendidikan yang dipelopori oleh Romo Strater sempat mandek selama tiga tahun lamanya, yaitu ketika tentara Jepang melancarkan agresi militernya dan berhasil menduduki Yogyakarta di tahun 1943. Pascapendudukan Jepang, Kolsani dan Gereja Kotabaru dapat menjalankan kegiatannya seperti semula. Dalam perkembangannya (pascakepemimpinan Romo Strater), Romo J. Strommesand SJ melanjutkan pengembangan pendidikan di gereja ini. Dan karena upayanya tersebut, mulailah bermunculan sekolah-sekolah, seperti SD Kanisius Kotabaru, Demangan, Sorowajan, dan SD-SMP Kanisius Baciro. Selain itu, Sekolah Pendidikan Guru (SPG), SMA Stella Duce, serta SMA Kolese de Britto juga muncul pada masa-masa itu. Untuk mengoptimalkan kelembagaan paroki, sejak tahun 1967 Kolsani menyerahkan pengelolaan gereja kepada paroki, tetapi pemisahan sepenuhnya baru terjadi pada tahun 1975. Sejak tahun ini, paroki Kotabaru menjadi salah satu paroki yang mandiri dalam segala bidang hingga sekarang.

o. Museum Affandi Salah satu obyek wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan ketika melancong ke Yogyakarta adalah Museum Affandi. Museum ini mengingatkan kita bagaimana kegigihan seorang maestro lukis Indonesia bernama Affandi dalam mengembangkan dan mengangkat derajat seni lukis di Indonesia. Pelukis kesayangan presiden pertama RI, Soekarno, ini sering melakukan pameran lukisan ke berbagai penjuru dunia. Bersamaan dengan itu, lewat karya-karyanya Affandi menerima berbagai penghargaan di Asia dan Eropa, di

antaranya Hadiah Perdamaian The Dag Hammarskjoeld Prize dari Italia pada tahun 1977, Bintang Maha Jasa Utama dari Pemerintah RI pada tahun 1978, dan gelar Doctor Honoris Causa dari National University of Singapure pada tahun 1977.

Dibangun secara estetis sebagai etalase untuk lukisan-lukisan Affandi, museum ini terselip di antara rerimbunan pohon kamboja, beratap menyerupai daun pisang, membujur di sisi barat Sungai Gajah Wong, dan berhadapan dengan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Empat galeri museum ini pun tak kalah unik, yakni beratap lengkung seperti

Sumber Gambar http://wisatasejarah.files.wordpress.com/2009/04/afandi_resize.jpg

Sumber Gambar : http://www.museumindonesia.com/img_editor/affandi_gal

eri_1.jpg

Page 42: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

430 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

daun pisang. Warnanya yang didominasi hijau dan kuning memperkuat kesan artistik bangunan museum yang didominasi bahan kayu itu. Ihwal atap museum berbentuk daun pisang itu pun punya kisah sendiri. Konon, Affandi pernah kehujanan ketika sedang melukis di sebuah tempat. Karena tidak membawa payung atau alat lain untuk berlindung, ia memotong daun pisang dan pelepahnya untuk pelindung hujan ketika melukis. Tak dinyana, hasil lukisannya dianggap publik sebagai salah satu karya terbaiknya. Saat itulah Affandi bernazar, jika suatu saat membangun rumah, maka atapnya akan dibentuk seperti daun pisang. Arsitektur museum ini secara keseluruhan mengingatkan sosok Affandi sebagai pelukis yang sederhana dan bersahaja. Alkisah, semasa hidup Affandi sering mengenakan sarung dan kaus putih yang kadang sudah sobek di sana-sini sembari menghisap pipa rokok kesayangannya. Tak jarang dengan pakaian seadanya tersebut, Affandi berjalan kaki menemui penjual warung kaki lima dan nongkrong bersama, sehingga tidak ada yang menduga bahwa Affandi adalah sosok pelukis kenamaan yang mempunyai reputasi tingkat dunia. Affandi lahir di Cirebon, Jawa Barat, pada tahun 1907, tanpa seorang pun, tak terkecuali Affandi, yang mengetahui dengan pasti tanggal dan bulan kelahirannya. Pada umur 26 tahun, tepatnya pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Sepanjang hayatnya sebagai pelukis, Affandi melukis hampir semua subyek perupaan kehidupan manusia, binatang, dan alam, yang tertangkap matanya. Tapi subyek perupaan yang paling memikat perhatiannya, dan karena itu berulang kali muncul dalam lukisannya, adalah matahari dan potret dirinya. Dengan begitu, tak berlebihan jika dikatakan bahwa lukisan potret diri (self potrait) Affandi merupakan semacam biografi visual yang memungkinkan sang pelukis mengungkapkan pemahamannya tentang dirinya sendiri. Karena itu, lukisan potret diri Affandi tidak hanya merefleksikan perkembangan dirinya, tapi juga mencerminkan seluruh perkembangan seni lukisnya. Maka menjadi bisa dimengerti jika Affandi tak kunjung bosan melukis potret dirinya, dari debutnya pada 1930-an sampai ajal menjemputnya pada 23 Mei 1990, yang memungkinkan kita mempertautkan diri dengan keberadaannya di masa lalu dan kini. Cikal bakal museum ini adalah Galeri I seluas 314,6 meter persegi, di atas tanah 3.500 meter persegi. Bentuk bangunan dirancang sendiri oleh sang maestro dengan biaya dari hasil penjualan lukisan-lukisannya. Pembangunan Galeri I diselesaikan pada tahun 1962 dan digunakan sebagai ruang pamer karya lukis Affandi sendiri. Galeri ini diresmikan pada tahun 1974 oleh Prof. Ida Bagus Mantra yang saat itu menjabat sebagai Direktur Kebudayaan Umum. Pada tahun 1987, Presiden Soeharto berkunjung ke museum ini dan mewakili Pemerintah RI memberikan bantuan pembangunan Galeri II seluas 351,5 meter persegi. Galeri yang diresmikan pada 9 Juni 1988 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fuad Hasan, ini digunakan sebagai ruang pamer lukisan karya-karya Kartika Affandi, putri Affandi, dan karya-karya pelukis kenamaan lainnya. Sedangkan Galeri III dibangun oleh Yayasan Affandi pada tahun 1999 dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Mei 2000. Galeri III didirikan untuk memenuhi permintaan terakhir Affandi sebelum meninggal yang ingin memiliki ruang penyimpanan (storage) seluruh karya-karyanya dan karya-karya pelukis kondang lain yang menjadi koleksinya. Pada tahun 2002, Galeri IV dibangun guna memamerkan lukisan-lukisan keluarga Affandi, termasuk Didit, cucu Affandi. Meski berawal dari museum pribadi, namun dalam perkembangannya oleh Yayasan Affandi selaku pengelola, museum yang pada tahun 1988 pernah dikunjungi mantan Perdana

Sumber Gambar: http://1.bp.blogspot.com/_GCnPtVE5fEc/TD5W61g1CXI/AAAAAAA

AA4M/-RsMgnanWEY/s320/MuseumAffandi_B.jpg

Page 43: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

431 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad ini dibuka untuk umum sebagai warisan budaya. Di samping itu, sebagai bentuk perhatian terhadap dunia pendidikan dan pariwisata, sejak tahun 1985 museum ini masuk ke dalam organisasi Barahmus (Badan Musyawarah Museum) Daerah Istimewa Yogyakarta dan pada tahun 1997 museum ini terdaftar sebagai anggota BMMI (Badan Musyawarah Museum Indonesia).

p. Gedung Agung Yogyakarta Menelusuri perjalanan sejarah kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Kota Yogyakarta, tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Istana Kepresidenan Yogyakarta. Istana yang dibangun di atas lahan seluas 43.585 meter persegi ini dikenal dengan nama Gedung Agung. Penamaan itu, konon, berkaitan dengan salah satu fungsi gedung utama istana, yaitu sebagai tempat penerimaan tamu-tamu agung.

Gedung Agung ini merupakan salah satu dari enam Istana

Kepresidenan RI, selain Istana Negara dan Istana Merdeka (Jakarta), Istana Bogor (Bogor), Istana Cipanas (Cipanas), dan Istana Tampak Siring (Bali), yang memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan dan kehidupan bangsa Indonesia. Riwayat pembangunan Gedung Agung bermula dari prakarsa Anthonie Hendriks Smissaert, Residen Belanda ke-18 di Yogyakarta (1823-1925), yang ingin memiliki kantor sekaligus kediaman resmi bagi Residen Belanda di Yogyakarta. Maka pada bulan Mei 1824 gedung ini mulai dibangun oleh arsitek A. Payen yang dipilih langsung oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu. Proses pembangunannya sendiri sempat tertunda karena pecahnya Perang Diponegoro (1825-1830) yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Java Oorlog). Setelah perang usai, proses pembangunan dilanjutkan dan selesai pada tahun 1832. Ketika gempa bumi melanda Yogyakarta pada 10 Juni 1867, bangunan Gedung Agung sempat ambruk, kemudian dibangun kembali dan selesai pada tahun 1869. Seiring dengan peningkatan status administratif Yogyakarta dari karesidenan menjadi provinsi pada 19 Desember 1927, gedung utama di kompleks Gedung Agung ini digunakan sebagai kediaman Gubernur Belanda di Yogyakarta. Beberapa Gubernur Belanda yang pernah mendiami gedung ini, antara lain J.E Jesper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M. de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), dan L. Adam (1940-1942). Sedangkan, pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Yogyakarta (1943-1945). Setelah Indonesia merdeka, pada 6 Januari 1946, Gedung Agung menjadi Istana Kepresidenan Republik Indonesia, seiring dijadikannya Yogyakarta sebagai ibukota sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak itu, Gedung Agung menjadi tempat tinggal Presiden Soekarno beserta seluruh keluarganya, sedangkan Wakil Presiden Mohammad Hatta tinggal di gedung yang terletak di sisi utara Gedung Agung (sekarang Korem 072/Pamungkas). Di Istana Kepresidenan ini pula Jenderal Sudirman dilantik menjadi Panglima Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan menjadi pimpinan angkatan perang RI pada 3 Juli 1947. Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, Yogyakarta dikuasai tentara Belanda dibawah pimpinan Jenderal Spoor. Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat Pemerintah RI pun diasingkan ke luar Jawa, kemudian kembali lagi ke Gedung Agung pada 6 Juli 1949. Bertepatan dengan pindahnya Presiden RI ke Jakarta pada 28 Desember 1949, Gedung Agung tidak lagi menjadi tempat tinggal presiden.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/703/427/gedung-agung-yogyakarta/&nav=geo

Page 44: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

432 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketika Soeharto menjadi Presiden RI ke-2, sejak 17 April 1988 Gedung Agung digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Parade Senja pada setiap tanggal 17, acara perkenalan dan perpisahan taruna-taruna Angkatan Udara (AU). Bahkan sejak 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta digunakan sebagai tempat memperingati detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini, Gedung Agung berfungsi sebagai tempat menginap presiden dan wakil presiden jika sedang berada di Yogyakarta.

q. Benteng Peninggalan Keraton Mataram Selain situs Makam Raja-raja Mataram serta Masjid Besar Mataram, sisa wajah Kotagede sebagai bekas pusat kerajaan besar ditunjukkan dengan adanya peninggalan berupa tembok benteng Keraton yang mengelilingi bangunan utama Keraton dan berbagai pemukiman penduduk. Sayang, kondisinya sudah sangat parah dan rusak termakan jaman. Hanya sebagian kecil yang masih tersisa berupa reruntuhan di sejumlah tempat. Batas-batasnya pun sangat sulit dikenali. Bangunan Keraton serta berbagai pemukiman penduduk pun tinggal toponim saja.

Dahulu, tembok benteng Keraton Mataram berdiri mengelilingi alun-alun, pasar, makam para raja, serta berbagai pemukiman penduduk, seperti pemukiman kaum bangsawan, para pandai besi, para penyamak kulit, abdi dalem, kaum ulama, para pembuat tembaga, penjagal ternak, para pembuat senjata, dan pemukiman golongan Kalang. Di sekeliling tembok benteng terdapat jagang atau parit dalam yang berfungsi sebagai saluran air sekaligus juga

sebagai sarana keamanan untuk menghambat masuknya musuh ke dalam Keraton. Ada 2 buah parit di sekeliling benteng, yaitu Jagang nJero

di sisi dalam dan Jagang nJaba di sisi luar. Selain tembok Benteng Cepuri yang mengelilingi Keraton, di luar masih ada lagi tembok besar mengelilingi kota, yang disebut Benteng Baluwerti. Dibandingkan dengan kondisi Benteng Cepuri, kondisi Benteng Baluwerti jauh lebih memprihatinkan. Sisa-sisanya sudah teramat sulit dijumpai. Sebagian besar tembok telah rata dengan tanah dan hanya menyisakan fondasi di beberapa tempat. Gerbang kota dan pintu gerbang Keraton juga sudah tidak ada. Menelusuri tembok Keraton Mataram di Kotagede seperti menelusuri tubuh Semar yang sedang tidur meringkuk menghadap ke barat. Semar adalah salah satu tokoh pewayangan yang berbadan tambun. Bentuk tembok di bagian selatan diidentifikasikan sebagai kaki Sang Semar, sedangkan kuncung kepalanya berada di tengah tembok utara. Bagian yang masih mudah dikenali adalah Bokong Semar, yaitu tembok yang melengkung di bagian tenggara. Tubuh Semar itu tidak lagi utuh seperti adanya semula. Di bagian utara hanya tersisa seonggok tembok yang telah dipugar. Ke

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/727/427/benteng-

peninggalan-keraton-mataram/&nav=geo

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/727/427/benteng-peninggalan-

keraton-mataram/&nav=geo

Page 45: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

433 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

arah barat, tembok telah berhimpit dengan dinding rumah penduduk dan sebagian hilang dipotong jalan-jalan kecil. Di bagian barat, banyak batu-batu tembok yang lepas dan digunakan untuk bangunan rumah penduduk. Di luar tembok masih terlihat cekungan-cekungan tanah yang sejajar dengan tembok dengan kedalaman 1 sampai 3 meter dan lebar antara 15 sampai 25 meter. Cekungan ini merupakan sisa-sisa parit atau jagang. Tempat dimana Panembahan Senopati tinggal, sampai sekarang dikenal dengan nama Kampung Dalem yang terletak sekitar 300 meter di sebelah selatan Makam Senopaten. Bekas Dalem Ageng diperkirakan terletak di tempat dimana Pasareyan Hasto Renggo saat ini berada. Kompleks pemakaman ini dibangun pada tahun 1934, atas prakarsa Sultan Hamengku Buwono VIII sebagai makam keluarga Kasultanan Yogjakarta. Di sebelah selatan Pasareyan Hasto Renggo, berdiri sebuah bangunan kecil di tengah pelataran yang dikelilingi pohon beringin. Dalam bangunan ini tersimpan Watu Gilang, Watu Gatheng dan Watu Genthong. Watu Gilang adalah batu berbentuk bujursangkar yang memiliki lebar sekitar 2 meter dengan tinggi 30 centimeter. Watu Gilang dipercaya sebagai bekas singgasana Panembahan Senopati. Sedangkan Watu Gatheng adalah 3 buah batu bulat berwarna kuning keemasan yang diletakkan di sebuah dudukan batu persegi. Konon, batu ini dipergunakan oleh Raden Ronggo, putra Panembahan Senopati, untuk bermain gatheng atau lempar batu. Di sisi pintu yang lain, terdapat tempayan dari batu hitam dengan beberapa cekungan sebesar jari tangan di sisi depannya, yang disebut Watu Genthong. Ini dipercaya sebagai wadah air wudhu yang dipakai bersuci oleh Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giring, para penasehat Panembahan Senopati. Sebuah keunikan terdapat pada Watu Gilang, dimana salah satu sisinya dhekok atau terdapat cekungan berukuran selebar dahi. Konon, ini adalah bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir Wonoboyo yang dihempaskan oleh Panembahan Senopati selagi menyampaikan sembah bakti. Ki Ageng Mangir Wonoboyo adalah suami Ni Pembayun, putri Panembahan Senopati. Seorang tokoh yang dianggap memberontak dan dianggap musuh oleh Panembahan Senopati. Perkawinannya dengan Ni Pembayun adalah taktik Panembahan Senopati untuk melumpuhkannya. Karenanya, makam Ki Ageng Mangir Wonoboyo separuh berada di sisi dalam dan separuh di sisi luar bangunan Prabayeksa di Makam Senopaten yang melambangkan statusnya, sebagai menantu sekaligus musuh Panembahan Senopati. Pada permukaan Watu Gilang terdapat prasasti misterius dengan 4 bahasa : Latin, Perancis, Belanda dan Italia, yang diletakkan dalam bentuk lingkaran. Di dalam lingkaran ini terdapat tulisan berbahasa latin yang berarti “untuk memperingati nasib yang kurang baik”. Tulisan lainnya memiliki arti “Selamat jalan kawan-kawanku. Mengapa kamu sekalian menjadi bingung dan tercengang. Lihatlah wahai orang yang bodoh dan tertawalah, mengumpatlah, kamu yang pantas dicaci maki”. Di dalam lingkaran kecil terdapat tulisan huruf singkatan IGM atau in glorial maximam, yang berarti untuk keluhuran yang tertinggi. Tulisan-tulisan berbentuk lingkaran : ITA MOVETUR MUNDUS ( Bahasa Latin ) AINSI VALE MONDE ( Bahasa Perancis ) ZOOGAAT DE WELERD ( Bahasa Belanda ) COSI VAN IL MONDE ( Bahasa Italia ) Tulisan di dalam lingkaran : AD AETERNAM MEMORIAM SORTIS INFELICIS IN FORTUNA CONSURTES DIGNI VALETE, QUID STUPEARIS AINSI, VIDETE IGNARI ET RIDETE, CONTEMITE VOS CONSTEMTU VERE DIGNI

r. Pura Pakualaman Keberadaan Pura Pakulaman sebagai Istana Kadipaten tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejarah pendirian Pura Pakualaman di Yogyakarta berawal ketika Herman Willem Daendels diangkat sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda tahun 1808—1811 M. Untuk mempertegas kekuasaannya, Daendels kemudian mengangkat wakilnya di Kesultanan Yogyakarta. Namun, Sultan Hamengku Buwono (HB) II menentang pengangkatan tersebut. Akibatnya, pada tahun 1810 M, Daendels menurunkan Sultan HB II dan mengangkat putra mahkota sebagai raja baru bergelar Sultan HB III. Meskipun telah diturunkan dari tahta, Sultan HB II masih diperkenankan oleh Belanda tinggal

Page 46: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

434 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

di keraton dengan sebutan Sultan Sepuh. Sementara Sultan HB III yang menggantikan tahtanya disebut Sultan Raja.

Menurut sejarah, sejak penandatanganan Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811 M, kekuasaan Jawa jatuh dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Mendengar berita kekalahan Belanda, Sultan HB II (Sultan Sepuh) segera mengambil alih kembali tampuk kekuasaan dan mengembalikan posisi Sultan HB III (Sultan Raja) ke kedudukan semula sebagai putra mahkota. Pada saat itu, Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, mengizinkan Sultan HB II untuk menduduki lagi tahta Keraton Yogyakarta. Syaratnya, pihak keraton harus mengakui Pemerintahan Inggris di

Yogyakarta, membubarkan prajurit keraton, dan sebagian besar penghasilan keraton diambil alih oleh Inggris. Persyaratan yang disampaikan melalui perantara Pangeran Notokusumo, adik Sultan HB II, itu ditolak oleh Sultan HB II. Akibatnya, pada 28 Juni 1812 Keraton Yogyakarta diserbu oleh tentara Inggris dan berhasil dikuasai. Sultan HB II kemudian diasingkan ke Ambon. Beberapa saat setelah penyerbuan, Raffles mengangkat putra mahkota sebagai sultan dengan gelar Sultan HB III. Keesokan harinya, pada 29 Juni 1812 M, Raffles menobatkan Pangeran Notokusumo sebagai Pangeran Merdika di lingkungan Keraton Yogyakarta dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPA) Paku Alam (PA) I atas jasa-jasanya terhadap Inggris. Kemudian, berdasarkan kontrak politik pada 17 Maret 1813 Pemerintah Inggris membantu Kanjeng PA I membangun istana yang bersifat otonom dengan nama Pura Pakualaman yang terletak di sebelah timur Keraton Yogyakarta. Selain memberi tanah di sekitar pura dan 4.000 cacah di daerah Pajang dan Bagelan, sebelah barat Kota Yogyakarta (terletak antara Sungai Progo dan Sungai Bogowonto), Pemerintah Inggris juga memberi bantuan keuangan setiap bulan untuk keperluan prajurit Pura Pakualaman. Arsitektur bangunan Pura Pakualaman dibuat oleh KGPAA Paku Alam I yang memang ahli di bidang arsitektur, budaya, dan sastra. Posisinya yang menghadap ke selatan melambangkan penghormatan terhadap Keraton Yogyakarta. Saat ini, istana yang didirikan pada awal abad ke-19 ini menjadi kediaman Sri Paduka Paku Alam IX, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang merupakan dwi tunggal Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

s. Makam Raja-raja Mataram Kotagede merupakan sebuah kawasan yang terletak sekitar 10 km sebelah selatan Kota Yogyakarta. Dahulu, kawasan Kotagede merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam pada pertengahan abad XVI M. Di kawasan ini terdapat kompleks makam raja-raja Mataram, yang menjadi tempat dimakamkannya Panembahan Senapati, raja pertama Mataram Islam.

Kompleks Makam ini, berada sekitar 50 m sebelah selatan Pasar Gede, Kecamatan Kotagede. Selain terdapat makam Panembahan Senapati, di kompleks

pemakaman ini juga terdapat makam keluarga raja lainnya. Di antaranya adalah, Ki Ageng Pemanahan yang merupakan ayah dari Panembahan Senapati, Nyai Ageng Nis dan P. Djoyo

Sumber Gambar 3http://1.bp.blogspot.com/_CXr6opf5IRw/SiAfKU4J9OI/AAAAAAAAGT

Q/Y35bMk7Lr9E/s320/DSC01372+(Medium)+-+rpr+-+gedung+Pura+Pakualaman.jpg

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/732/427/makam-raja-

raja-mataram-di-kotagede-yogyakarta/&nav=geo

Page 47: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

435 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Prono yang merupakan eyang dari Panembahan Senapati, Sri Sultan Hamengku Buwono II, dan juga Pangeran Adipati Pakualam I. Untuk memasuki kompleks makam para raja ini, pengunjung akan melewati empat gapura terlebih dulu. Gapura pertama merupakan bangunan yang berbentuk padaruksa, yakni sebuah bangunan gapura yang memiliki atap penutup, yang menghubungkan kedua sisi bangunan pembatas. Di antara gapura pertama menuju gapura kedua, pengunjung akan melihat Bangsal Duda. Bangsal ini, dipayungi oleh pohon beringin besar dan rindang, yang kerap disebut Waringin Sepuh. Konon, waringin sepuh ini ditanam oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, pada saat sebelum Kotagede dibangun. Daun-daunan dari pohon ini, oleh masyarakat setempat dipercayai memiliki tuah tersendiri. Dua helai daun yang jatuh dalam kondisi terbuka dan tertutup, dipercaya dapat menjadi bekal keselamatan dalam perjalanan. Melewati gapura kedua, terdapat sebuah tembok yang tingginya sekitar dua meter, dengan jalan di kedua sisinya. Tembok ini menghalangi pandangan pengunjung dari gapura ketiga. Melewati gapura ketiga, pengunjung dapat melihat kompleks Masjid Agung, dimana di sekelilingnya terdapat rumah para abdi dalem. Masjid Agung ini dibangun oleh Sultan Agung, cucu dari Panembahan Senapati. Di sebelah barat Masjid inilah, terdapat sekitar 720 makam keluarga kerajaan Mataram Islam.

t. Masjid Mataram Kotagede Berkelana ke Kotagede tidak akan lengkap jika tidak berkunjung ke Masjid Kotagede, bangunan tempat ibadah islam yang tertua di Yogyakarta. Bangunan itu merupakan tempat yang seringkali hanya dilewati ketika wisatawan hendak menuju kompleks pemakaman raja Mataram, padahal pesona bangunannya tak kalah menarik. Tentu, banyak pula cerita yang ada pada setiap piranti di masjid yang berdiri sekitar tahun 1640-an ini.

Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon

beringin yang konon usianya sudah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh di lokasi yang kini dimanfaatkan untuk tempat parkir. Karena usianya yang tua, penduduk setempat menamainya "Wringin Sepuh" dan menganggapnya mendatangkan berkah. Keinginan seseorang, menurut cerita, akan terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tersebut hingga mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang. Berjalan mendekat ke arah kompleks masjid, akan ditemui sebuah gapura yang berbentuk paduraksa. Persis di bagian depan gapura, akan ditemui sebuah tembok berbentuk huruf L. Pada tembok itu terpahat beberapa gambar yang merupakan lambang kerajaan. Bentuk paduraksa dan tembok L itu adalah wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun masjid yang masih memeluk agama Hindu dan Budha. Memasuki halaman masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna hijau. Prasasti bertinggi 3 meter itu merupakan pertanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar dan di bagian puncaknya terdapat mahkota lambang Kasunanan surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti sebagai acuan waktu sholat.

Sumber Gambar : http://4.bp.blogspot.com/_XogtVgvzrEI/TDl1baz_qRI/AAAAAAAAAMw/qlwtoj

ecjHI/s1600/kotagede6.jpg

Page 48: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

436 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung hanya merupakan bangunan inti masjid yang berukuran kecil. Karena kecilnya, masjid itu dulunya disebut Langgar. Bangunan kedua dibangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid yang dibangun oleh Sultan Agung dan Paku Buwono X ada pada tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi. Bangunan inti masjid merupakan bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya dapat dilihat pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yang terbagi dua, yaitu inti dan serambi. Sebuah parit yang mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki bangunan inti masjid. Parit itu di masa lalu digunakan sebagai saluran drainase setelah air digunakan wudlu di sebelah utara masjid. Kini, warga setempat memperbaiki parit dengan memasang porselen di bagian dasar parit dan menggunakannya sebagai tempat memelihara ikan. Untuk memudahkan warga yang ingin beribadah, dibuat sebuah jembatan kecil yang terbuat dari kayu-kayu yang disusun berderet. Pada bagian luar inti masjid terdapat bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yang usianya tak kalah tua dengan masjidnya itu merupakan hadiah dari seseorang bernama Nyai Pringgit yang berasal dari desa Dondong, wilayah di Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak untuk menempati wilayah sekitar masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug pemberiannya, hingga kini masih dibunyikan sebagai penanda waktu sholat. Sebuah mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari bahan kayu yang

diukir indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid, sebelah tempat imam memimpin sholat. Mimbar itu juga merupakan pemberian. Saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja dijaga agar tidak rusak.

Sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan

ibadah sehari-hari. Berjalan mengelilingi halaman masjid, akan dijumpai perbedaan pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri dari batu bata yang ukurannya lebih besar, warna yang lebih merah, serta terdapat batu seperti marmer yang di permukaannya ditulis aksara Jawa. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna agak muda,

Sumber Gambar : http://4.bp.blogspot.com/_Xpmm0Inq_hI/Sy8hzaJ1VKI/AAAAAAAAAM0/ZZGFCFVl2

70/s320/Masjid-Kotagede-5.jpg

Sumber Gambar 4 http://www.google.co.id/imglanding?q=masjid%20kotagede&imgurl=http://srv.fotopages.com/2/17988758.jpg&imgrefurl=http://hatira.fotopages.com/%3Fentry%3D1518893&usg=__4fEpTgeVKzCFYiPrUZAqWT_RcJA=&h=480&w

=319&sz=32&hl=id&zoom=1&um=1&itbs=1&tbnid=TYUk-GyXhB

Page 49: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

437 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

ukuran lebih kecil, dan polos. Tembok yang ada di kiri masjid itulah yang dibangun pada masa Sultan agung, sementara tembok yang lain merupakan hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yang dibangun pada masa Sultan agung berperekat air aren yang dapat membatu sehingga lebih kuat. Masjid yang usianya telah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup. Warga setempat masih menggunakannya sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan. Bila datang saat waktu sholat, akan dilihat puluhan warga menunaikan ibadah. Di luar waktu sholat, banyak warga yang menggunakan masjid untuk tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, dan lain-lain.

u. Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman Suatu penghargaan diberikan kepada seorang tokoh karena jasanya, karyanya, atau dedikasinya terhadap sesuatu. Hal ini bisa berupa penyematan tanda jasa, penulisan buku biografi, pembuatan film dokumenter, pembuatan monumen, dan sebagainya oleh pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan-penghargaan ini bukan hanya berguna sebagai media pengingat (pengenang), namun

juga berlaku sebagai sarana bagi generasi penerus untuk belajar terhadap pengalaman-

pengalaman yang telah dijalani oleh mereka sang pendahulu. Begitu pula Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Sudirman. Pangsar Jenderal Sudirman, atau yang lazim disebut Jenderal Sudirman, merupakan salah satu contoh tokoh yang dalam perjalanan hidupnya sebagai panglima perang tentara Indonesia era prakemerdekaan dan pascakemerdekaan telah banyak ditulis dalam buku, ditampilkan sosoknya dalam berbagai film perjuangan, dan tentu saja hingga dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Tidak hanya itu, penghargaan bangsa Indonesia kepada jenderal bintang lima yang sebelum mengawali karir kemiliterannya di PETA (Pembela Tanah Air), Bogor pada 1944 —sebuah pendidikan tentara bagi pemuda Indonesia untuk mendukung Jepang menguasai Asia, sebagai seorang guru HIS milik Muhammadiyah di Cilacap ini, dapat kita saksikan pada nama-nama jalan utama di setiap kota besar di Indonesia, monumen-monumen perjuangan, patung di markas-markas TNI, hingga berbagai museum sejarah-perjuangan. Dari semua itu, hanya Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman yang secara khusus mengabadikan perjalanan hidup Sang Jenderal dengan komplit. Sesuai dengan namanya, dalam booklet museum dijelaskan bahwa nama ‘sasmitaloka‘ bermakna rumah untuk mengenang. Museum yang terletak di daerah Bintaran, Kota Yogyakarta ini menampilkan penggalan-penggalan kisah beliau mulai dari masa kanak-kanak di Purwokerto hingga Sudirman wafat dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Untuk itu, museum ini didukung oleh 14 ruangan pameran di mana tiap-tiap ruangan merupakan untaian cerita yang disusun secara kronologis. Museum ini tidak lain merupakan biografi Sudirman dalam wujud ruang-ruang yang diibaratkan sebagai halaman sebuah buku, sedangkan koleksi-koleksinya seumpama untaian teks pada halaman-halaman buku itu. Rumah ini diresmikan sebagai Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman pada 30 Agustus 1982. Sebelumnya, sejak 17 Juni 1968 hingga peresmiannya sebagai museum, bangunan ini merupakan Museum Pusat TNI AD “Dharma Wiratama” yang kini telah dipindahkan ke dua tempat, yakni Markas Besar Tentara (MBT) Cilangkap, Jakarta Timur dan Markas Korem 072/Pamungkas Kotabaru, Yogyakarta.

Sumber Gambar 5http://www.potlot-adventure.com/wp-content/uploads/2009/09/Museum-Sasmitaloka.jpg

Page 50: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

438 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

v. Museum Biologi UGM Museum merupakan sebuah wahana ilmu pengetahuan. Sejalan dengan semangat itu, maka pendirian Museum Biologi sangat tepat sebagai sarana wisata edukasi bagi para pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat umum. Museum ini dibangun dengan mengkhususkan pada koleksi yang terkait dengan ilmu hayati (biologi).

Adalah seorang dokter gigi, Prof. Drg. R.G. Indroyono dan Prof. Ir. Moeso Soeryowinoto

yang menggagas pendirian museum ini. Awalnya, mereka mengelola museum masing-masing, Prof. Indroyono dengan museum zoologicumnya dan Prof. Moeso Soeryowinoto menggawangi museum herbarium. Kedua museum ini sama-sama berada di bawah Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang kala itu masih bertempat di Ndalem Mangkubumen, Ngasem, sehingga kondang dengan sebutan Fakultas “Kompleks Ngasem”. Kemudian, mereka mencetuskan gagasan untuk menyatukan kedua museum pribadinya ke dalam sebuah museum baru, yakni Museum Biologi. Pada perkembangan selanjutnya, atas prakarsa Dekan Fakultas Biologi, Ir. Suryo Adisewoyo, bertepatan dengan Dies Natalis Fakultas Biologi UGM pada tanggal 20 September 1969, maka diresmikanlah bangunan museum ini oleh Rektor UGM sekaligus pemrakarsa museum ini, Prof. Drg. R.G. Indroyono, dan Drs. Anthon Sukahar selaku ketua tim pelaksana. Museum ini mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 1 Januari 1970 atau sekitar 5 bulan pascaperesmian (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY, 2002: 23). Dalam perjalanannya, keberadaan museum ini bisa dibilang kembang-kempis. Hal ini disebabkan oleh tidak terjaganya sistem pengelolaan yang baik di dalam museum. Selain itu, tenaga profesional yang bekerja juga kurang memadai. Kendati demikian, keberadaan museum yang memiliki delapan ruang pameran ini sangat berharga karena siapapun yang berminat untuk belajar ilmu hayati atau biologi, bisa mengunjugi museum yang telah berusia hampir 40 tahun ini.

w. Museum Gunung Merapi Indonesia merupakan negara yang terletak di jalur pertemuan lempengan bumi sehingga menjadi negara yang rawan gempa. Selain itu, Indonesia juga berada di kawasan cincin api yang memiliki 500 gunung berapi di mana terdapat 129 gunung berstatus aktif. Jumlah itu mencakup 13 persen dari total gunung api aktif di dunia. Hal itu tentu saja kembali menegaskan bahwa Indonesia terletak di daerah rawan bencana. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya mitigasi untuk menekan jumlah korban jiwa ketika bencana

melanda.

Sumber Gambar : http://tamago91.files.wordpress.com/2009/10/biologi_resize1.jpg?w=450&h=297

Sumber Gambar : http://www.esdm.go.id/thumbs/cl/320/stories/museum.jpg

Page 51: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

439 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Museum Gunung Merapi sebagai sebuah wahana wisata baru yang dibangun di kawasan lereng selatan Merapi hadir untuk menjawab hal tersebut. Obyek wisata yang dirancang sebagai wahana edukasi konservasi yang berkelanjutan serta pengembangan ilmu kebencanaan gunung api, gempa bumi, dan bencana alam lainnya ini diresmikan pada tanggal 1 Oktober 2009 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Purnomo Yusgiantoro. Museum yang memiliki semboyan “Merapi Jendela Bumi” ini menempati lahan seluas 3,4 hektar dengan luas bangunan 4.470 meter persegi dan terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisikan benda-benda koleksi museum yang dibagi dalam ruangan-ruangan dengan tema Volcano World, On The Merapi Volcano Trail, Manusia dan Gunung Api, Bencana Gempa Bumi dan Tsunami, Bencana Gerakan Tanah, Diorama, Peralatan Survey, Extra-terestrial Volcano, dan fasilitas penunjang lainnya. Sedangkan lantai dua digunakan sebagai gedung pemutaran film tentang Gunung Merapi, yang saat ini masih dalam proses pengerjaan.

x. Candi Barong Jika berminat menikmati liburan dengan mengunjungi candi, ada baiknya Anda menikmati pesona candi-candi lain yang tak kalah menariknya dari Candi Prambanan atau Candi Borobudur. Berkunjunglah ke Candi Barong, salah satu candi unik yang terdapat di wilayah selatan Candi Prambanan, tepatnya di perbukitan Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Berbeda dengan candi Hindu lainnya yang menjadi tempat pemujaan Dewa Siwa (dewa perusak), Candi Barong merupakan kompleks peribadatan untuk memuja Dewa Wisnu dan istrinya, Dewi Laksmi atau yang terkenal dengan nama Dewi Sri (dewi kesuburan bagi pertanian). Pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan Dewi Sri ini, menurut Dra. Andi Riana (Kepala Unit Candi Barong) kemungkinan disebabkan oleh kondisi tanah di sekitar candi yang tandus dan tidak subur. Sehingga, dengan memuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri diharapkan kondisi tanah tersebut menjadi subur.

Arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri yang ditemukan di Candi Barong

Kompleks candi ini ditemukan oleh orang Belanda sekitar tahun 1913, pada saat perluasaan perkebunan tebu untuk mendukung produksi pabrik gula. Ketika itu, kondisi candi masih berupa reruntuhan dan sulit dikenali bentuk aslinya. Baru pada tahun 1970-an proyek pemugaran mulai dilakukan. Proses susun-coba candi mulai dilakukan pada tahun 1978, dan akhirnya berhasil merestorasi bangunan candi pertama pada tahun 1994. Pada tahun-tahun selanjutnya, diadakan pemugaran pada candi kedua, pemugaran pada pagar, serta pemugaran pada talut (bagian tepi kompleks candi yang landai).

Page 52: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

440 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

y. Taman Makam Seniman & Budayawan Giri Sapto Mungkin tak ada yang pernah membayangkan sebelumnya, Bukit Gajah, salah satu bukit di perbukitan Wukirsari, Imogiri, Bantul, akhirnya menjadi kompleks pemakaman para seniman. Tetapi, tidak demikian halnya dengan Dr. (HC) RM. Sapto Hoedojo FRSA (Felloe Royal School of Art). Seniman terkemuka kelahiran Solo, 6 Februari 1925 ini telah memimpikan sebuah kompleks

makam seniman sejak tahun 1980-an, sekitar dua puluh tahun sebelum ajal

menjemputnya. Selain dianggap sebagai seniman yang serba bisa (menggeluti seni lukis, batik, kriya, hingga keramik), Sapto juga dikenal dengan ide-idenya yang kontroversial. Sebelum mewacanakan isu tentang makam seniman, Sapto telah mendorong para seniman untuk mendirikan koperasi. Melalui koperasi itu, Sapto berharap para seniman dapat lebih makmur. Namun, setelah diresmikan pada tahun 1985, koperasi seniman tersebut kemudian bangkrut karena lebih banyak yang meminjam daripada yang menabungkan uang. Gagasan mengenai makam seniman pun bukannya sepi dari kritikan. Para koleganya sesama seniman bahkan menganggap ide itu gila. Sebab, bagi para seniman, yang terpenting adalah bagaimana menjual karya-karyanya. Soal makam, tentu menjadi urusan belakangan. Tetapi Sapto tak bergeming. Bagi Piek, sapaan akrab Sapto Hoedojo, alasannya sederhana. Jika pahlawan patut dikenang jasa-jasanya, maka seniman pun layak dihormati karena karya-karyanya. Selain ada yang menolak, ada juga seniman yang mendukung gagasan ini. Affandi, pelukis kenamaan yang juga mantan mertua Piek kala itu, bahkan telah mendaftarkan diri sebagai calon penghuni makam tersebut. Namun sayangnya, ketika maestro pelukis Indonesia itu meninggal, ia tak jadi dimakamkan di makam seniman. Affandi, atas permintaan istrinya Maryati (almarhum), dimakamkan di Museum Affandi, Jalan Laksda Adisutjipto 167, Sleman, Yogyakarta. Ide membangun kompleks makam seniman ini menjadi kenyataan setelah KRT Suryapamo Hadiningrat, Bupati Bantul saat itu, memberikan sebidang tanah di Perbukitan Wukirsari untuk dijadikan makam. Areal yang bersebelahan dengan Makam Raja-raja Mataram Imogiri ini kemudian diresmikan dengan nama “Makam Seniman Pengharum Bangsa” oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Namun, tak lama berselang Sapto Hoedojo kemudian mengganti nama itu menjadi “Makam Seniman dan Budayawan Giri Sapto”, atau yang biasa dikenal sebagai Giri Sapto.

Sumber Gambar 6http://1.bp.blogspot.com/_zu26GYNZUgc/S-tRnVTGE8I/AAAAAAAAAFk/4924lEKAK7k/s1600/se.jpg

Page 53: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

441 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Wisata Budaya a. Upacara Adat Garebeg Keraton Yogyakarta

Upacara Adat Garebeg Keraton Yogyakarta merupakan upacara adat yang diadakan sebagai kewajiban sultan untuk menyebarkan dan melindungi agama Islam. Upacara yang lebih dikenal dengan nama grebeg ini pertama kali diadakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755—1792).

Nama Garebeg sendiri berasal dari peristiwa miyos atau keluarnya sultan dari dalam istana bersama keluarga dan kerabatnya untuk memberikan gunungan kepada rakyatnya. Peristiwa keluarnya sultan dan keluarganya

ini diibaratkan seperti suara tiupan angin yang cukup keras, sehingga menimbulkan bunyi garebeg... garebeg... garebeg... Upacara Garebeg diadakan tiga kali dalam setahun, pada tanggal-tanggal yang berkaitan dengan hari besar agama Islam, yakni Garebeg Syawal, Garebeg Maulud, dan Garebeg Besar. Garebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk ungkapan syukur dari keraton setelah melampaui bulan puasa, dan sekaligus untuk menyambut datangnya bulan Syawal. Garebeg Maulud diadakan untuk merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Garebeg Besar, diselenggarakan untuk merayakan Iduladha yang terjadi dalam bulan Zulhijah, yang dalam kalender Jawa sering disebut sebagai bulan besar.

b. Andong Andong atau dokar merupakan salah satu alat transportasi khas kota Yogyakarta. Andong memiliki sebutan lain, yakni delman, bendi, maupun sado. Menurut seorang antropolog yang pernah meneliti andong, satu hal yang membuat andong di Yogyakarta berbeda dengan andong di beberapa daerah lain, seperti di Surakarta dan Cirebon, ialah pada bentuknya yang lebih kecil, meski sama-sama beroda empat.

Ditilik dari sejarahnya, andong merupakan kereta kuda beroda empat yang hanya boleh digunakan oleh para bangsawan, utamanya raja dan kerabatnya. Di awal abad XIX hingga awal abad XX, andong ini menjadi salah satu penanda status sosial para priyayi (kerabat) keraton. Hal ini dimulai ketika Mataram dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono VII (sekitar awal abad ke-19). Ketika itu, rakyat jelata tidak diperkenankan menggunakan

andong. Rakyat umumnya hanya menggunakan gerobak sapi ataupun kereta kuda (dokar)

beroda dua sebagai alat transportasi. Pada pemerintahan raja berikutnya, yakni Sultan Hamengkubuwono VIII, andong berangsur mulai digunakan oleh masyarakat umum. Walaupun, masih terbatas untuk kalangan para pengusaha dan pedagang saja.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/271/427/upacara-adat-garebeg-keraton-yogyakarta/&nav=geo

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/414/427/andong/&nav=geo

Page 54: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

442 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Penjelasan selengkapnya mengenai bagaimana andong beralih fungsi, dari kendaraan para bangsawan keraton hingga menjadi alat transportasi publik dan pariwisata, dapat ditemui di Museum Kereta yang berada di sebelah barat Keraton Yogyakarta.

c. Taman Budaya Yogyakarta Salah satu obyek wisata budaya yang banyak dikunjungi wisatawan ketika melancong ke Yogyakarta adalah Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Taman Budaya ini dalam sejarahnya mulai dibangun di kawasan Bulaksumur Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tanggal 11 Maret 1977 sebagai sebuah kompleks Pusat Pengembangan Kebudayaan (PPK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Peresmian

pembangunan kompleks seni budaya ini dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden

Republik Indonesia (RI). Pada mulanya, TBY bernama Purna Budaya yang dibuat sebagai sarana dan prasarana untuk membina, memelihara, dan mengembangkan kebudayaan di DIY dan sekitarnya. Purna Budaya dibangun dengan dua konsep bangunan, yaitu Pundi Wurya dan Langembara. Konsep Pundi Wurya dimaksudkan sebagai pusat kesenian dengan berbagai macam fasilitas seperti panggung kesenian, studio tari, perpustakaan, ruang diskusi, dan administrasi. Sedangkan konsep Langembara dimaksudkan sebagai ruang pameran, ruang workshop, kantin, dan juga penginapan. Pada tahun 1978, Purna Budaya dikembangkan menjadi unit pelaksana teknis bidang kebudayaan di bawah Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0276/O/1978. Kemudian pada tahun 1991, dilakukan pembaharuan pada organisasi dan tatakerja Purna Budaya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI No. 0221/O/1991. Selanjutnya, pada tahun 1995, Prof. Dr. Soekanto H. Reksohadiprodjo, M.Com, Rektor UGM (1994—1998), melalui surat No. UGM/422/PL/06/IV kepada Mendikbud RI, meminta gedung Purna Budaya yang berada di kompleks Bulaksumur dijadikan untuk sarana kegiatan kemahasiswaan UGM. Beberapa tahun kemudian, atas kesepakatan Sri Sultan Hamengku Buwono X, BAPPEDA Provinsi DIY, DPRD Provinsi DIY, Walikota Yogyakarta, dan Dirjen Kebudayaan DIY, gedung seni budaya TBY dibangun lagi di kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg yang berdampingan dengan Gedung Societet Militair. Akhirnya, berdasarkan Peraturan Daerah No. 7 tahun 2002 dan Keputusan Gubernur DIY No. 161/2002 tertanggal 4 November 2002, TBY berkembang menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY. Dengan berbagai macam visi dan misi, TBY antara lain memfasilitasi kegiatan seni budaya, melaksanakan pengembangan dan pengolahan seni budaya, menjadikan laboratorium dan tempat eksperimentasi seni budaya, dan melakukan fungsi dokumentasi dan informasi seni budaya, melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga dinas, dan memfasilitasi Kegiatan seni budaya. TBY kemudian memulai babak baru dan meneguhkan diri sebagai “The Window of Yogyakarta”. Gedung seni budaya ini pun semakin meruncingkan visi dan misi dalam dunia seni rupa, dunia media rekam (pemutaran film sepanjang tahun), dunia seni pertunjukan (festival teater, wayang, ketoprak, dalang, dan tari), program-program pendidikan (bimbingan dan pelatihan seni untuk anak dan remaja), dan juga penerbitan (profil seniman dan budayawan, antologi sastra, dan kritik seni rupa).

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/726/427/taman-budaya-

yogyakarta/&nav=geo

Page 55: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

443 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

d. Pusat Seni dan Budaya Purawisata Bagi masyarakat Kota Yogyakarta, Pusat Seni dan Budaya Purawisata, atau yang lebih sering disebut dengan Purawisata, tentulah tidak asing lagi namanya. Bagi sebagian masyarakat, Purawisata dikenal sebagai tempat yang setiap malam menyajikan pertunjukan dangdut. Sementara, bagi sebagian lainnya, Purawisata lebih dikenal sebagai tempat untuk pementasan Sendratari

Ramayana. Ya, pusat seni dan hiburan yang terletak sekitar 1 km dari kawasan

Malioboro ini, memang menyediakan hiburan yang beragam. Sehingga, seluruh keluarga pun bisa berkunjung dan menikmati beragam hiburan. Sebagai sebuah tempat wisata, Purawisata sudah cukup dikenal oleh masyarakat luar maupun dalam DI Yogyakarta. Dalam buku Statistik Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2002 yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DIY, Purawisata merupakan satu dari sepuluh objek wisata di DIY yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Dalam data statistik tersebut, Purawisata menempati urutan ke-7, setelah Pantai Baron dan Pantai Glagah.

4. Wisata Religius a. Wisata Religius Gunung Lawang

Jangan pernah membayangkan Gunung Lanang serupa dengan lazimnya sebuah gunung yang memiliki ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl) atau lebih, dengan hawa sejuk

karena pepohonan yang lebat yang tumbuh mengitari kaki gunung. Gunung yang terletak di Dusun Bayeman, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo ini hanyalah sebuah gundukan tanah berkadar pasir tinggi atau berupa bukit kecil di pesisir laut yang ditumbuhi pohon-pohon khas tanah tandus yang menjulang. Pepohonan di bukit yang memiliki luas sekitar 500 m2 ini tertata rapi mengelilinginya. Kendati jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya relatif renggang, di bukit ini tampak berserakan rontokan

dedaunan yang memenuhi pelataran Astana Jingga, sebuah pelataran di puncak bukit untuk melaksanakan ritual tertentu.

Sumber Gambar: http://wisatamelayu.com/id/object/914/427/pusat-seni-dan-budaya-purawisata/&nav=geo

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/803/428/wisata-religius-di-gunung-lanang/&nav=geo

Page 56: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

444 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Sesungguhnya nama lain dari Gunung Lanang ialah Astana Jingga atau Badraloka Mandira. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Gunung Lanang. Nama “lanang” dalam bahasa Jawa berarti “laki-laki”. Oleh karena petilasan ini dulunya tempat pertapa seorang bangsawan laki-laki dari Mataram Kuna, maka bukit keramat ini diberi nama Gunung Lanang. Di sini, pengunjung harus melepas alas kaki karena memasuki area yang dianggap suci. Sementara untuk nama Astana Jingga bermakna tempat tinggal yang memancarkan sinar kuning kemerahan. Sedangkan Badraloka Mandira artinya bangunan terbuat dari batu bata yang memancarkan sinar keagungan (badra). Kedua nama ini diberikan lantaran tuah yang dimiliki gunung ini, yaitu dianggap dapat mendatangkan berkah atau sebuah wangsit. Di sinilah biasanya seseorang melakukan tirakat, ruwatan, atau semedi (menyepi untuk mendapat berkah). Di sebelah selatan dari puncak gunung gumuk pasir ini, tampak Laut Kidul (demikian orang Jawa menamai Samudra Hindia) yang birunya membentang seolah tanpa ujung dari timur ke barat.

b. Sendangsono Setelah seminggu berkutat dengan pekerjaan dan aktivitas yang padat serta menghabiskan banyak energi, tak ada salahnya bagi Anda untuk rehat sejenak dari semua kesibukan. Pergi berwisata dapat menjadi pilihan yang bagus untuk menenangkan diri. Jika selama ini Anda sudah sering berwisata ke tempat-tempat yang lazim dikunjungi seperti pantai, gunung, candi, museum, kebun binatang, dan lain-lain, maka tak ada salahnya bagi Anda untuk mencoba pengalaman baru dengan berkunjung ke obyek wisata alternatif Sendangsono. Sedangsono merupakan kompleks peziarahan umat Katolik dan sering disebut sebagai Lourdes-nya Indonesia karena hampir mirip dengan tempat ziarah di Lourdes, Perancis. Terletak di daerah perbukitan Menoreh yang jauh dari hiruk pikuk keramaian dan polusi udara menjadikan tempat ziarah ini memiliki iklim yang sejuk dan suasana tenang serta kondusif untuk berdoa dan bermenung. Meski tempat ini merupakan tempat ziarah umat Katolik, tempat ini terbuka untuk umum. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengunjung beragama lain yang datang ke Sendangsono untuk sekedar menikmati suasana hening dan damai yang kental terasa di tempat ini. Sebelum diresmikan menjadi tempat peziarahan oleh Romo J.B. Prennthaler SJ pada 8 Desember 1929, tempat ini dulunya merupakan tempat pemberhentian atau peristirahatan sejenak para pejalan kaki dari Borobudur ke Boro atau sebaliknya. Tempat ini dijadikan tempat pemberhentian karena keberadaan sendang (mata air) di antara dua pohon Sono. Tempat ini juga sering digunakan untuk bertapa oleh sejumlah rohaniawan Budha. Keberadaan sendang di antara dua pohon Sono menjadikan tempat ini dinamai Sendangsono.

Saat ajaran Katolik mulai disebarkan di daerah Kalibawang, air sendang itu digunakan oleh Romo Van Lith untuk membaptis 171 warga, termasuk Barnabas Sarikromo sebagai katekumen (pengikut) pertama. Kemudian, tempat tersebut dibangun oleh Romo Van Lith dan umat sebagai tempat ziarah. Saat itu, kompleks peziarahan ini masih sempit, hanya berupa Gua Maria, kapel, dan halaman yang berbatasan dengan sungai.

Seiring berjalannya waktu, tempat ini semakin banyak dikunjungi oleh para peziarah

sehingga tempat yang ada sudah tidak muat untuk menampung jumlah peziarah yang datang. Pada tahun 1974, dimulailah pembangunan serta perluasan lahan. Pembangunan secara bertahap ini dipimpin oleh Romo YB Mangunwijaya.

Sumber Gambar 7http://wisatamelayu.com/id/object/992/428/sendangsono/&nav=geo

Page 57: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

445 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

Sesuai dengan ciri khas arsitektur Romo Mangun, konsep bangunan yang ada di kompleks Sendangsono bernuansa Jawa dan ramah lingkungan. Bahan-bahan yang digunakan diambil dari alam sekitar, bahkan para pekerjanya juga warga yang tinggal di sekitar Sendangsono. Oleh karena itu kompleks bangunan Sendangsono pernah mendapat penghargaan Aga Khan Awards dari Ikatan Arsitek Indonesia pada tahun 1991 untuk kategori kelompok bangunan khusus.

5. Wisata Minat Khusus a. Balai Pinang Lima

Balai Pinang Lima adalah museum Melayu mini sekaligus kantor dan pusat kegiatan Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu (BKPBM), sebuah institusi nonpemerintah yang sepenuhnya dikelola secara mandiri. BKPBM didirikan dan dikelola oleh warga Melayu yang berada di Yogyakarta, bergerak di bidang kebudayaan Melayu secara luas. Lembaga ini

bertujuan menghidupkan budaya

Melayu bukan dalam arti kulturalisme sempit (primordialisme), tetapi justru sebagai perekat kehidupan berbagai bangsa di dunia, yang secara faktual terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya yang beragam. BKPBM secara konsisten menggali, mengumpulkan, dan memelihara berbagai peninggalan seni budaya Melayu sebagai dokumentasi sejarah dan budaya. BKPBM juga mengembangkan budaya Melayu agar sesuai dengan perubahan zaman, sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam budaya Melayu tetap dapat dipakai sebagai acuan berpikir dan berperilaku dalam menyikapi dinamika global. Untuk itu, BKPBM berupaya selalu memberikan informasi dan pelayanan yang seluas-luasnya kepada masyarakat tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Melayu. Semenjak didirikan pada 4 Juli 2003 BKPBM telah mendokumentasikan, mengoleksi, dan menyelamatkan naskah-naskah sastra lama dan benda-benda seni budaya Melayu, serta menduplikasi, mereplikasi, dan memproduksi benda-benda tersebut. BKPBM juga melakukan kajian tentang nilai-nilai luhur yang terkandung pada bangunan berarsitektur Melayu (seni bina), serta melakukan upaya modifikasi arsitektur tersebut secara modern. Upaya memodernkan arsitektur Melayu ini diwujudkan secara kongkret pada bangunan Balai Pinang Lima yang dipakai sebagai kantor dan pusat kegiatan BKPBM. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, BKPBM mempublikasikan khazanah sejarah, sosial, dan budaya Melayu secara digital (online) melalui situs www.melayuonline.com; www.rajaalihaji.com; www.wisatamelayu.com; dan www.ceritarakyatnusantara.com. Selain itu, lembaga ini juga melakukan publikasi secara offline dengan menerbitkan ulang naskah-naskah lama maupun menerbitkan naskah-naskah baru dalam bentuk buku.

Sumber Gambar : http://wisatamelayu.com/id/object/684/427/balai-pinang-lima/&nav=geo

Page 58: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

446 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

b. Kebun Binatang Gembiraloka

Kebun binatang yang dikenal dengan nama Gembiraloka ini merupakan kebun binatang satu-satunya yang ada di Kota Yogyakarta. Kendati berlaku sebagai kebun binatang, Gembiraloka masih tergolong sebagai sebuah museum, yang masuk dalam kategori zoologicum museum atau museum satwa, juga termasuk jenis museum khusus. Bila dilihat dari sisi sejarah kemunculannya, ia merupakan museum tertua kedua di Yogyakarta setelah Museum Sonobudoyo. Pada tahun 1933, ide pembangunan kebun binatang yang berada di daerah Kali Gajah Wong ini muncul dari sang raja Mataram, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Sang Sultan mendambakan tempat wisata atau hiburan bagi rakyat berupa kebun raya (kebun rojo). Kemudian, ide ini beliau konsultasikan kepada seorang arsitek berkebangsaan Austria bernama Kohler. Meski demikian, gagasan tentang pendirian kebun binatang ini baru dapat direalisasikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Ir. Karsten pada tahun 1953. Dan, di tahun itu pula Kebun Binatang Gembiraloka yang dikelola oleh Yayasan Gembiraloka ini diresmikan oleh Sultan sendiri, tepatnya tanggal 10 November 1953. Ketika itu, yayasan ini dikepalai oleh Sri Paduka Paku Alam VIII.

Koleksi Satwa Kebun Binatang Gembiraloka

Pada perkembangannya, kebun binatang ini tercatat telah beberapa kali berganti pengelola karena berbagai alasan manajerial. Kendati Gembiraloka mengalami pasang-surut, kebun binatang ini tetap menjadi salah satu objek pariwisata andalan di Yogyakarta. Data dari Dinas Pariwisata DIY selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa Gembiraloka memiliki jumlah pengunjung di atas Museum dan Monumen Jogja Kembali per tahunnya. Kuantitas pengunjung di Gembiraloka ini hanya bisa dikalahkan oleh jumlah pengunjung Keraton Yogyakarta dan kawasan Malioboro.

Koleksi Satwa Kebun Binatang Gembiraloka

Page 59: PETA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA · Tarian Tradisional : Tari Gambir Anom, Tari Serimpi, Tari Merak, Tari Bondan. c. Senjata Tradisional : keris . 391 ... filosofi masyarakat Jawa,

447 Kepariwisataan : Daerah Istimewa Yogyakarta

c. Panjat Tebing di Pantai Siung

Membicarakan wisata pantai yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tentunya kita akan langsung memasukkan nama Pantai Parangtritis dan Pantai Baron dalam jajaran pantai paling terkenal. Namun, bagi para pecinta olahraga panjat tebing, ada satu pantai di pesisir selatan Gunung Kidul yang termasuk dalam daftar wajib kunjung. Pantai itu bernama Pantai Siung.

Pantai Siung merupakan salah

satu pantai yang berada dalam satu garis dengan Pantai Baron dan Pantai Sundak. Selain memiliki pemandangan dan bentangan alam yang indah, pantai ini juga memiliki daya tarik tersendiri bagi para pemanjat, yaitu tebing-tebingnya yang berdiri menjulang. Tebing-tebing ini merupakan incaran para pemanjat yang sudah bosan dengan aktivitas wall climbing, sehingga mereka mencoba menaklukkan tebing yang sesungguhnya. Sebelum dikenal masyarakat sebagai arena panjat tebing, Pantai Siung hanyalah pantai yang kumuh, terpencil, dan sepi. Namun, sejak pantai ini dikenal sebagai areal pemanjatan, pantai ini mulai berbenah dan mempercantik diri. Walupun Pantai Siung dikenal oleh para pemanjat sebagai tempat yang paling indah dan menantang, belum ada data yang menyebutkan kapan pertama kalinya tebing-tebing ini mulai dipanjat.

Deretan Tebing-tebing di Pantai Siung

Sumber Foto: Koleksi Mapala Hancala FMIPA UNY Secara resmi tebing Siung mulai dibuka untuk umum sebagai areal pemanjatan pada tahun 2000. Pembukaan itu ditandai dengan dimulainya pembuatan jalur Welcome to Siung oleh Takeuchi Masanobu atas rekomendasi Kepala Bidang Panjat Tebing Alam Pengda Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) DIY kala itu, Henry Darmawan. Awal tahun 2001, para pemanjat dari Yogyakarta secara rutin mulai memanjat tebing-tebing Siung dan mengadakan Temu Panjat Tebing Yogyakarta (TPTY). Pada bulan Mei 2004 pantai ini digunakan sebagai lokasi Giat Petualangan RAIMUNA Pramuka. Acara temu wicara dan kenal medan mahasiswa pecinta alam seluruh Indonesia juga diadakan di tempat ini pada bulan Desember 2004. Kemudian, pada bulan September 2005, pemerintah DIY secara resmi menyatakan Pantai Siung sebagai kawasan minat khusus panjat tebing. Peresmian tersebut ditandai dengan diadakannya acara Asean Climbing Gathering 2005. Pada waktu itu kurang lebih 250 pemanjat dari enam negara (Singapura, Jerman, Perancis, Filipina, Malaysia, dan Indonesia) mengikuti kegiatan bertaraf internasional tersebut.