tanggung jawab etik dan hukum perawat di daerah terpencil 2015
DESCRIPTION
anzaTRANSCRIPT
TANGGUNG JAWAB ETIK DAN HUKUM PERAWAT
DI DAERAH TERPENCIL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Etika dan Hukum Keperawatan
Dosen pembimbing : Dr. dr. M. C. Inge Hartini, M.Kes
OLEH KELOMPOK XXVIII:
1. Primiandianza Prorenata (22020 11541 0061)2. Santoso (22020 11541 0066)
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
DAFTAR ISI
Hal
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
A. Aspek Medis Dan Keperawatan ................................................ 3
B. Aspek Etik Keperawatan ........................................................... 5
C. Aspek Yuridis Keperawatan ...................................................... 10
D. Aspek Daerah Dan Fasilitas Pelayanan Kesesehatan ................ 14
BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................. 16
BAB IV. PENUTUP ....................................................................................... 17
A. Simpulan .................................................................................... 17
B. Saran .......................................................................................... 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan di Indonesia sangat memprihatinkan mulai dari
munculnya penyakit – penyakit degeneratif, bencana alam dan kemiskinan
yang semuanya itu membuat masyarakat harus dikelilingi oleh kondisi
kesehatan yang kurang baik. Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya tenaga
kesehatan perawat yang tersebar didaerah– daerah terpencil akibat tidak
rasionalnya penempatan tenaga kesehatan didaerah– daerah terpencil maupun
daerah– daerah sangat terpencil.Selain itu masalah sosial, ekonomi, politik
dan keamanan yang mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga miskin
untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan, bahwa
sebagian besar perawat (56.1%) melakukan asuhan keperawatan dalam
gedung Puskesmas dengan baik, (55.29%) melakukan asuhan keperawatan
keluarga dan (52.4%) sudah menerapkan asuhan keperawatan pada kelompok
dengan baik. Disamping itu, perawat juga melakukan tugas lain, antara lain
menetapkan diagnosis penyakit (92.6%); membuat resep obat (93.1%);
melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas
(97.1%); melakukan pemeriksaan kehamilan (70.1%); melakukan
pertolongan persalinan (57.7%). Hal ini terjadi tidak saja di Puskesmas
terpencil tetapi juga di Puskesmas tidak terpencil. Selain itu (78.8%) perawat
melaksanakan tugas petugas kebersihan dan (63.6%) melakukan tugas
administrasi antara lain sebagai bendahara.
2
B. Permasalahan
1. Bagaimana tanggung jawab perawat secara etik dan hukum di daerah
terpencil?
2. Bagaimana tugas perawat di daerah terpencil?
3. Apakah hambatan yang mungkin terjadi pada perawat di daerah terpencil.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aspek Medis Dan Keperawatan
Tenaga Medis adalah tenaga ahli kedokteran dengan fungsi utamanya
adalah memerikan pelayanan medis kepada pasien dengan mutu sebaik-
baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu
kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan
(Anireon, 1984)
Menurut Permenkes No.262/1979 yang dimaksud dengan tenaga medis
adalah lulusan Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi dan "Pascasarajna"
yang memberikan pelayanan medik dan penunjang medik. Sedangkan
menurut PP No.32 Tahun 1996 Tenaga Medik termasuk tenaga kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan tersebut, yang dimaksud dengan tenaga
medis meliputi dokter dan dokter gigi. Tenaga medis adalah mereka yang
profesinya dalam bidang medis yaitu dokter, physician (dokter fisit) maupun
dentist ( dokter gigi ).
Sebagai general practicioner dan specialis dalam berpraktik ada 3
norma yang bersinambungan, yaitu norma etis, norma disiplin dan norma
hukum. Standar profesi medis yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yaitu:
1. Adanya alasan yang mendasari dilakukannnya suatu tindakan medis. unsur
ini disebut sebagai indikasi medis, yaitu petunjuk berdasarkan pelaksanaan
menurut ilmu pengetahuan kedokteran dan pengalaman dokter bahawa
suatu tindakan harus dilakukan.
2. Dengan cara bagaimana suatu tindakan medis dilakukan, apakah telah
mengikuti suatu prosedur yang standar / baku.
Tindakan medis yang telah memenuhi kedua hal tersebut disebut
tindakan medis lege artis, yaitu menurut kepandaian/peraturan/ilmu dan seni
dalam pengertian telah diterima dalam lingkup ilmu kedokteran/kalangan
praktisi medis.
4
Setiap tenaga medis harus memenuhi kewajiban sebagai tenaga medis
yang diturunkan dari syarat legal yang tidak melawan hukum, yaitu
kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis. Setiap tenaga medis, harus
berpraktik sesuai dengan standar profesi medis, yaitu bertindak secara teliti
dan hati hati sesuai dengan standar medis/ketentuan yang baku menurut ilmu
kedokteran.
Dari uraian beberapa pengertian mengenai tenaga medis tersebut, maka
dapat ditarik pokok pemahaman bawah tenaga medis adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan keterampilan melalui pendidikan dalam bidang kesehatan jenis tertentu
yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tanggung jawab perawat dalam praktik keperawatan telah termuat
dalam kode etik yang telah disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah
yang membina profesi keperawatan.
Tanggung jawab perawat sebagaimana yang dirumuskan dalam kode
etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri dari 5 Bab dan 17 Pasal, yaitu:
1. Bab 1, terdiri dari 4 (empat) pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
2. Bab 2, terdiri dari lima pasal menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap tugasnya.
3. Bab 3, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tanggung jawab perawat
terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.
4. Bab 4, terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap profesi keperawatan.
5. Bab 5, terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap pemerintah, bangsa, dan tanah air.
5
B. Aspek Etik Keperawatan
Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar
dan David (1978) berarti kebiasaan, model perilaku atau standar yang
diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah
etika sekarang ini banyak diartikan sebagai motif atau dorongan yang
mempengaruhi perilaku. (Suhaemi, 2002).
Kode etik adalah suatu pernyataan formal mengenai suatu standar
kesempurnaan dan nilai kelompok. Kode etik adalah prinsip etik yang
digunakan oleh semua anggota kelompok, mencerminkan penilaian moral
mereka sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai standar untuk tindakan
profesional mereka.
Kode etik disusun dan disahkan oleh organisasi atau wadah yang
membina profesi tertentu baik secara nasional maupun internasional. Kode
etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia melalui Musyawarah Nasional PPNI di
jakarta pada tanggal 29 November 1989. Di dalam kode etik keperawatan
dijelaskan beberapa tanggung jawab perawat, antara lain:
1. Tanggung jawab Perawat terhadap klien
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat,
diperlukan peraturan tentang hubungan antara perawat dengan
masyarakat, yaitu sebagai berikut :
a. Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa
berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya
kebutuhan terhadap keperawatan individu, keluarga, dan masyarakat.
b. Perawat, dalam melaksanakan pengabdian dibidang keperawatan,
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari
individu, keluarga dan masyarakat.
c. Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu,
keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
6
d. Perawat, menjalin hubungan kerjasama dengan individu, keluarga
dan masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan
mengadakan upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada
umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan
masyarakat.
2. Tanggung jawab Perawat terhadap tugas
a. Perawat, memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi
disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga, dan masyarakat.
b. Perawat, wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali
diperlukan oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
c. Perawat, tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang dimilikinya dengan tujuan yang bertentangan
dengan norma-norma kemanusiaan.
d. Perawat, dalam menunaikan tugas dan kewajibannya, senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
e. Perawat, mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien
dalam melaksanakan tugas keperawatannya, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan
keperawatan.
3. Tanggung jawab Perawat terhadap Sejawat
Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lain sebagai berikut :
a. Perawat, memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan
tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara keserasiaan
7
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluru.
b. Perawat, menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalamannya kepada sesama perawat, serta menerima
pengetahuan dan pengalaman dari profesi dalam rangka
meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan.
4. Tanggung jawab Perawat terhadap Profesi
a. Perawat, berupaya meningkatkan kemampuan profesionalnya secara
sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.
b. Perawat, menjungjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan
menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
c. Perawat, berperan dalammenentukan pembakuan pendidikan dan
pelayanan keperawatan, serta menerapkannya dalam kagiatan
pelayanan dan pendidikan keperawatan.
d. Perawat, secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.
5. Tanggung jawab Perawat terhadap Negara
a. Perawat, melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijsanaan
yang telah digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan
keperawatan.
b. Perawat, berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran
kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan
keperawatan kepada masyarakat.
Kode Etik Keperawatan Menurut ICN (International Council 0f Nurses
Code for Nurses)
ICN adalah suatu federasi perhimpunan perawat nasional diseluruh
dunia yang didirikan pada tanggal 1 juli 1899 oleh Mrs. Bedford Fenwich di
8
Hanover Square, London dan direvisi pada tahun 1973. Uraian Kode Etik ini
diuraikan sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Utama Perawat.
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatnya kesehatan,
mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi
penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut, perawat
harus meyakini bahwa :
a. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat
adalah sama.
b. Pelaksanaan praktek keperawatan dititik beratkan terhadap
kehidupan yang bermartabat dan menjungjung tinggi hak asasi
manusia.
c. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok, dam masyarakat, perawat
mengikut sertakan kelompok dan institusi terkait.
2. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu,
dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan
lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di
masyarakat, menghargai adat kebiasaan serta kepercayaan inidividu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang menjadi pasien atau klien.
Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya dapat
memberikan keterangan bila diperlukan oleh pihak yang berkepentingan
atau pengadilan.
3. Perawat dan Pelaksanaan praktek keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan
melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai kemampuan
yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan. Perawat dapat
mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif untuk
menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai anggota
9
profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan standar
profesi keperawatan.
4. Perawat dan lingkungan Masyarakat
Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap mempunyai
inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menemukan masalah
kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
5. Perawat dan Sejawat
Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman
sekerja, baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di luar
keperawatan. Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila
dalam masa perawatannya merasa terancam.
6. Perawat dan Profesi Keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan
pelaksanaan standar praktek keperawatan dan pendidikan keperawatan.
Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan
dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat,
sebagai anggota organisasi profesi, berpartisipasi dalam memelihara
kestabilan sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktek
keperawatan.
Tujuan Kode Etik Keperawatan
Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar
perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai
dan menghormati martabat manusia.
Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau
pasien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi
keperawatan maupun dengan profesi lain di luar profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi
keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya.
10
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya
diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
4. Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan
agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional
keperawatan.
5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga
keperawatan akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan
tugas praktek keperawatan.
C. Aspek Yuridis
1. Fungsi Hukum dalam Praktek Keperawatan
Hukum mempunyai beberapa fungsi bagi keperawatan :
a. Hukum memberikan kerangka untuk menentukan tindakan
keperawatan mana yang sesuai dengan hukum.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan
keperawatan mandiri.
d. Membantu dalam mempertahankan standar praktek keperawatan
dengan meletakkan posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah
hokum. (Kozier, Erb, 1990)
2. Undang-Undang Praktek Keperawatan
a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1) BAB I ketentuan Umum, pasal 1 ayat 6
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan
atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
2) Pasal 1 ayat 7
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
11
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat
(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000)
BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam ketentuan menteri ini yang dimaksud dengan :
1) Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Surat ijin perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan diseluruh Indonesia.
3) Surat ijin kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis
untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah
Indonesia.
BAB III perizinan,
Pasal 8, ayat 1, 2, dan 3 :
1) Perawat dapat melaksanakan praktek keperawatan pada sarana
pelayanan kesehatan, praktek perorangan atau kelompok.
2) perawat yang melaksanakan praktek keperawatan pada sarana
pelayanan kesehatan harus memiliki SIK
3) Perawat yang melakukan praktek perorangan/berkelompok
harus memiliki SIPP
Pasal 9, ayat 1
12
SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 10
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
Pasal 12
1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
2) SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan
ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan
dengaan kompetensi yang lebih tinggi.
3) Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti
tertulis yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek
perawat.
Pasal 13
Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP
dilakukan melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan
bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta
kesanggupan melakukan praktek keperawatan.
Pasal 15
Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang
untuk :
1) Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
13
2) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i)
meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan,
pendidikan dan konseling kesehatan.
3) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana
dimaksud huruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar asuhan
keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
4) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn berdasarkan
permintan tertulis dari dokter.
Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20 :
1) Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa
pasien/perorangan, perawat berwenang untuk melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15.
2) Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
Pasal 21
1) Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus
mencantum SIPP di ruang prakteknya.
2) Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak
diperbolehkan memasang papan praktek.
Pasal 31
Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
1) Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam
izin tersebut.
2) Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan
darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada
14
tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 butir a.
c. PERMENKES No. 17 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan No. Hk.02.02/MENKES/148/I/2010
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.
Pasal 2
1) Perawat dapat menjalankan praktik keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri
dan/atau praktik mandiri.
3) Perawat yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berpendidikan minimal Diploma III (D
III) Keperawatan.
Pasal 3
1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri wajib
memiliki SIKP.
2) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di
praktik mandiri wajib memiliki SIPP.
3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan
berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 5 ayat 1
Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Perawat harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota.
15
Pasal 5A
Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling
banyak di 1 (satu) tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.
Pasal 5B
1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat
diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan
memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.
Pasal 15A
1) Perawat yang telah melaksanakan praktik keperawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri sebelum
ditetapkan Peraturan Menteri ini dinyatakan telah memiliki
SIKP berdasarkan Peraturan Menteri ini.
2) Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki
SIKP berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu)
tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan
D. Aspek Daerah Dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena
berbagai sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan,
daratan, hutan, dan rawa), transportasi, sosial, dan ekonomi
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun Rehabilitation yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Untuk
16
melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di
seluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah di jangkau oleh
seluruh masyarakat.
Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata
kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang
merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke
seluruh wilayah sampai ke daerah terpencil sehingga memudahkan
masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan dengan kriteria
terpencil harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Letak Geografis
a. Berada di wilayah yang sulit dijangkau
b. Pegunungan, pedalaman, dan rawa-rawa
c. Rawan bencana alam baik gempa, longsor, maupun gunung api
2. Akses Transportasi
a. Transportasi yang umum digunakan (darat/air/udara) rutin satu
kali dalam satu Minggu
b. Waktu tempun pulang-pergi dari ibukota kabupaten ke fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut memerlukan lebih dari 6 jam
perjalanan
c. Transportasi yang ada sewaktu-waktu terhalang kondisi
iklim/cuaca
3. Sosial dan Ekonomi
a. Kesulitan pemenuhan bahan pokok
b. Kondisi keamanan
17
BAB III
PEMBAHASAN
Dari fenomena yang telah diterangkan dalam bab Sebelumnya, Indonesia
termasuk negara berkembang pun masih memiliki beberapa daerah dengan kriteria
terpencil dengan keterbatasan jumlah tenaga medis. Hal tersebut menjadikan suatu
permasalahan dalam tanggung jawab perawat yang bertugas di daerah terpencil
tersebut. Sehingga memaksa tenaga perawat untuk melakukan tindakan di luar
kewenangan perawat. Sebagai contoh perawat di suatu daerah terpencil
melakukan penegakan diagnosis penyakit yang merupakan kewenangan petugas
medis, terdapat juga perawat yang memberikan pengobatan maupun tindakan
invasif tanpa ada pendelegasian wewenang dari petugas medis. Fenomena ini
merupakan suatu penyalahgunaan wewenang dan termasuk dalam tindakan yang
melanggar hukum, namun lain halnya jika tindakan diluar wewenang perawat
tersebut atas dasar tindakan yang bersifat Life Saving atau penyelamatan klien
yang mengancam jiwa. Hal ini di perkuat dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan
Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000) pasal 20
pengecualian dari pasal 15, yang memiliki butir:
1. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat
berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
2. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Indonesia adalah negara yang memiliki daerah terpencil,
perbatasan dan pulau terluar. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di
daerah tersebut masih terbatas, dalam hal ketersediaan petugas medis dan
non medis di daerah terpencil.
Dari fenomena tersebut sebagai seorang perawat yang bertanggung
jawab atas peningkatan derajat kesehatan masyarakat di daerah terpencil,
diperbolehkan melakukan tindakan medis jika di daerah tersebut tidak
terdapat tenaga medis atas dasar mempertahankan kehidupan klien (Life
Saving) dengan syarat perawat tersebut memiliki kompetensi dan
menguasai kompetensi tersebut.
B. Saran
Perawat di daerah terpencil harus mengerti etik dan hukum
keperawatan yang berlaku, sebagai pedoman melakukan praktek
keperawatan dan tindakan medis tanpa delegasi medis sebagai upaya
menangani kegawatdaruratan untuk mempertahankan hidup pasien sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1239/MENKES/SK/XI/2001tentang Registrasi dan Praktek Perawat
(sebagai revisi dari SK No. 647/MENKES/SK/IV/2000) pasal 20
pengecualian dari pasal 15.
Perawat senantiasa harus selalu meningkatkan pengetahuan
maupun ketrampilan baik melalui peningkatan ke jenjang pendidikan lebih
tinggi maupun melalui pelatihan, workshop, seminar dan bentuk kegiatan
ilmiah lainnya guna memberikan pelayanan yang terbaik khususnya di
daerah terpencil.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A. dan Hanafiah, J. 2007. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Depkes, Permenkes RI, No. 6 tahun 2013. Tentang Kriteria FASYANKES Terpencil, Sangat Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak Diminati. Jakarta: Depkes RI
PPNI. 2000. Kode Etik Keperawatan Lambang Panji PPNI dan Ikrar Keperawatan. Jakarta: Pengurus Pusat PPNI