tanah
TRANSCRIPT
MAKALAH KESUBURAN DAN KESEHATAN TANAH
Nama : AGUS SETYAWAN
NPM : 2011.01.0005
M.K : KESUBURAN DAN KESEHATAN TANAH
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN
AMUNTAI
2013
A. Kimia Tanah
Kimia tanah adalah unsur zat kimia yang terdapat dalam tanah, dimana zat kimia tersebut
berasal dari zat kimia yang meresap kedalam tanah. Dan mengalami penurunan kualitas yang
dikarenakan unsur zat kimia tersebut.
B. Sifat-sifat Kimia Tanah
Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan
nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah.
Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain
H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan
banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada
tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- ,
maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut
masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari
3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah
dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang
dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah
yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak
mengandung garam Na (Anonim 1991).
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat
meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan
organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik
dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan
bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen,
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak
harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan
KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan
organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak
agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman
dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
b.Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
c.Pupuk
d.Air Hujan
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas
didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada
tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan
senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi
tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari
Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam
pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen
terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi
NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3,
namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk
NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi
sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali
scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan
bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-
mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7
(Hardjowigeno 2003).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik
dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih
kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya
dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya
berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005). Menurut Foth
(1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya
kerdil.
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh
tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan
listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al.
(1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan
dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri
dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung
kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan
kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi
dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa
tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam
mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation
tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit
Kalium.
Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang
berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di
daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut,
suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥
15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut
yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah
alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim
kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman
jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan
Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat
oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan
tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan
bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan,
membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara
lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-
kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium
(Hanafiah 2005).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya
dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1.Reaksi tanah
2.Tekstur atau jumlah liat
3.Jenis mineral liat
4.Bahan organik dan,
5.Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah
humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan
kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya
terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan
kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang
berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada
permukaan koloid (Anonim 1991).
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah.
Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat
kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan
pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan
lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Kimia Tanah
Meningkatkan daya serap dan kapasitas tukar kation (KTK). Sekitar setengah dari
kapasitas tukar kation (KTK) tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik dapat
meningkatkan kapasitas tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid
mineral yang meliputi 30 sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK
akibat penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan
humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga
dapat dikatakan bahwa pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan
di dalam tanah. Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur
hara.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga
terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali. Berbeda dengan pupuk komersil dimana
biasanya ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena sangat larut air sehingga pada periode
hujan terjadi kehilangan yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak
larut dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena pencucian
tidak seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai hasilnya kandungan nitrogen
tersedia stabil pada level intermediet dan mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan
organik berperan sebagai penambah hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh
mikroorganisme. Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan
transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik,
seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara
menjadi tersedia bagi tanaman.
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari
mineral oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan
ketersediaan hara dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan
belerang diikat dalam bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan
mengekstraksi unsur hara dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan
bahan organik dapat meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada
jenis tanah dan bahan organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan
organik dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam
dominan. Sedangkan kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah
masam dimana kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al
sebagai senyawa kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam
kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap
komposisi kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Proses yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan
oleh miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan
akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik
dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa
N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Mekanisme Penyerapan Hara
Unsur hara dapat tersedia disekitar akar melalui 3 mekanisme penyediaan unsur hara, yaitu:
(1) aliran massa,
(2) difusi, dan
(3) intersepsi akar.
Hara yang telah berada disekitar permukaan akar tersebut dapat diserap tanaman melalui
dua proses, yaitu:
1. Proses Aktif, yaitu: proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif atau proses penyerapan
hara yang memerlukan adanya energi metabolik, dan
2. Proses Selektif, yaitu: proses penyerapan unsur hara yang terjadi secara selektif.
Proses Aktif
Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila tersedia
energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses pernapasan akar tanaman.
Selama proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan energi metabolik dan
energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara secara proses aktif. Apabila proses
pernapasan akar tanaman berkurang akan menurunkan pula proses penyerapan unsur hara
melalui proses aktif.
Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat ujung akar yang baru
terbentuk dan rambut-rambut akar.Bagian akar ini merupakan bagian yang melakukan kegiatan
respirasi (pernapasan) terbesar.
Proses Selektif
Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2) membran sel, (3)
protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang tidak aktif. Bagian ini bersinggungan
langsung dengan tanah. Sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat aktif.
Bagian ini dikelilingi oleh membran. Membran ini berkemampuan untuk melakukan seleksi
unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur hara yang melalui mekanisme seleksi
yang terjadi pada membran disebut sebagai proses selektif.
Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi pada membran diperkirakan
berlangsung melalui suatu carrier (pembawa).
Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion (unsur)
terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam protoplasma dengan menembus membran sel.
Mekanisme penyerapan ini berlangsung sebagai berikut:
Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+, Ca2+, Mg2+, dan NH4+)
maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam jumlah yang setara, serta
(2) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-, H2PO4-, SO4-) maka
dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah yang setara.
DAFTAR PUSTAKA
http://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-kimia-tanah/
http://heinwarenzeronine.blogspot.com/2012/12/pengaruh-bahan-organik-pada-sifat-kimia.html