tampak siring

Upload: giffar-izzany

Post on 18-Jul-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Implementasi Pertemuan Tampak Siring Untuk Sinergi Bisnis Swasta dan BUMN Kamis, 06 Mei 2010 15:00 WIB (Vibiznews Economy) Pada periode 19 21 April lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melaksanakan rapat kerja di Istana Tampak Siring Bali. Dalam pertemuan tersebut hadir seluruh jajaran kabinet, para gubernur dari seluruh propinsi, ketua-ketua DPRD propinsi, dan pihak-pihak lain yang dinilai memiliki kepentingan. (06/05) Dalam rapat kerja selama tiga hari tersebut, paling tidak ada empat hal pokok yang akan dibahas, dievaluasi dan diberikan penajaman-penajaman sesuai arahan Presiden sebelumnya dalam pertemuan kali ini. Keempat hal tersebut adalah pembangunan ekonomi dan dunia usaha, peningkatan program-program pro rakyat serta keadilan bagi rakyat (justice for all) dan usaha untuk pencapaian target millenium development goals (MDGs) 2015 mendatang. Pertemuan Tampak Siring Tuai Berbagai Kritik Pertemuan yang dilakukan di salah satu istana negara ini tidak sepenuhnya mendapat tanggapan positif meskipun sedianya bertujuan untuk meningkatkan proses pembangunan. Efektifitas pertemuan Istana Tampak Siring, Bali, yang digelar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 19-22 April lalu diragukan kalangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pasalnya, selain waktunya yang singkat, jumlah peserta terlalu banyak. Menurut Wakil Ketua Komite IV DPD, Abdul Gaffar Usman, cuma dua manfaat pertemuan Tampak Siring. Yaitu, silaturrahim dan evaluasi. Selebihnya tidak ada manfaatnya karena waktunya sangat singkat dan pesertanya terlalu banyak. Bekas Menko Perekonomian, Kwik Kian Gie juga menilai sama. Dia bilang, rapat koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu lebih banyak menghasilkan kesimpulan dangkal, tidak realistis, dan omong kosong. Kwik pun mencontohkan perihal salah satu poin yang dibahas, yatu mengenai target investasi pemerintah yang mencapai Rp 1000 triliun per tahun hingga 2014. Dia mengatakan, saat ini seluruh pendapatan pemerintah hanya Rp 900-an triliun. Dia khawatir target mendapatkan nilai investasi Rp 1000 triliun diperoleh dengan mengobral sumber daya alam (SDA) ke investor asing. Dibenci Tapi Dirindu Berkebalikan dengan pendapat pihak yang mengecam, kalangan pengusaha justru menilai pertemuan ini akan membawa implementasi penting terhadap dunia usaha di Indonesia. Dalam salah satu kelompok kerja dibahas mengenai wadah untuk menyinergikan inovasi perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan kementerian, dan swasta dengan kebutuhan dunia usaha dan badan usaha milik negara. Langkah ini guna mendorong produktivitas. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pokja perekonomian mengidentifikasi pentingnya pemanfaatan teknologi untuk mendorong produktivitas serta tantangan yang

mesti dijawab agar kebutuhan investasi terpenuhi sehingga pertumbuhan 7 persen pada 2014 dapat dicapai. Pada pembahasan pertama pokja, yang juga melibatkan dunia usaha dan pakar teknologi, dipahami bahwa pemanfaatan teknologi terhambat tidak adanya keterkaitan antarinstitusi dan antarsektor. Pembentukan Komite Inovasi Nasional yang akan dikoordinasikan Kementerian Riset dan Teknologi juga termasuk upaya menyinergikan pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas ekonomi. Terkait dengan aspek makroekonomi, para ekonom mengidentifikasi tantangan bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, antara lain terkait arus modal. Faktor institusi dan infrastruktur dipandang sebagai kendala dan menjadi materi pembahasan pada sesi pokja di hari kedua raker. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton Supit di Jakarta mengatakan, pertemuan Tampaksiring harus mengutamakan implementasi riil untuk mendorong daya saing, terlebih di era perdagangan bebas. Hambatan sudah dicari solusinya, kini tinggal implementasi konkretnya. Pengamat ekonomi Indef, Fadhil Hasan, mengapresiasi pertemuan Tampaksiring yang melibatkan pengusaha dan pengamat. Setelah identifikasi persoalan, kini tinggal menunggu implementasinya. Pertemuan Tampak Siring Sedianya akan menjadi sebuah terobosan dalam perwujudan kerja sama yang lebih sinkron antara swasta dan BUMN. Jika dapat diimplementasikan dengan baik hal ini akan makin berimbas positif terhadap sector bisnis di dalam negeri. (Ika Akbarwati/IA/vbn)

Sinergi Swasta-BUMN, Menunggu Implementasi Pertemuan Tampaksiring| | Tampaksiring, Kompas - Pemerintah segera membentuk wadah untuk menyinergikan inovasi perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan kementerian, dan swasta dengan kebutuhan dunia usaha dan badan usaha milik negara. Langkah ini guna mendorong produktivitas. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengemukakan hal itu di Istana Tampaksiring, Bali, Selasa (20/4). Menkeu memimpin kelompok kerja (pokja) perekonomian dalam rapat kerja Kabinet Indonesia Bersatu II dengan para gubernur, ketua DPRD, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan badan usaha milik negara, para pelaku usaha, dan pakar teknologi yang berlangsung 19-21 April di Istana Tampaksiring. Sri Mulyani menjelaskan, pokja perekonomian mengidentifikasi pentingnya pemanfaatan teknologi untuk mendorong produktivitas serta tantangan yang mesti dijawab agar kebutuhan investasi terpenuhi sehingga pertumbuhan 7 persen pada 2014 dapat dicapai. Pada pembahasan pertama pokja, yang juga melibatkan dunia usaha dan pakar teknologi, dipahami bahwa pemanfaatan teknologi terhambat tidak adanya keterkaitan antarinstitusi dan antarsektor. Pembahasan kemarin itu tentang bagaimana dibuat wadah atau rumah yang bisa menyambungkan inisiatif dan berbagai program riset yang dilakukan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan kementerian, dengan yang dikembangkan dan dibutuhkan swasta atau BUMN, ujar Menkeu. Pembentukan Komite Inovasi Nasional yang akan dikoordinasikan Kementerian Riset dan Teknologi juga termasuk upaya menyinergikan pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas ekonomi. Terkait dengan aspek makroekonomi, para ekonom mengidentifikasi tantangan bagi percepatan pertumbuhan ekonomi, antara lain terkait arus modal. Itu adalah tantangan yang tidak hanya berhubungan dengan pengelolaan fiskal dan moneter secara baik. Banyak hal yang diungkapkan, seperti inflasi dan suku bunga, karena itu berhubungan dengan biaya melakukan aktivitas ekonomi, ujarnya. Faktor institusi dan infrastruktur dipandang sebagai kendala dan menjadi materi pembahasan pada sesi pokja di hari kedua raker, kemarin.

Kita lihat apakah kebutuhan investasi Rp 2.000 triliun per tahun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi mendekati 7 persen tahun 2014 itu dapat diperoleh. Kalau ada halangan dari sisi investasi, apa yang harus dilakukan, ujar Menkeu. Menunggu implementasi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton Supit di Jakarta mengatakan, pertemuan Tampaksiring harus mengutamakan implementasi riil untuk mendorong daya saing, terlebih di era perdagangan bebas. Hambatan sudah dicari solusinya, kini tinggal implementasi konkretnya. Kuncinya terletak pada implementasi meningkatkan daya saing. Investasi kerap dikampanyekan pemerintah. Sebagai investor, mereka mempertanyakan fasilitas, daya dukung terhadap industri, insentif, dan terutama kepastian hukum, katanya. Pengamat ekonomi Indef, Fadhil Hasan, mengapresiasi pertemuan Tampaksiring yang melibatkan pengusaha dan pengamat. Setelah identifikasi persoalan, kini tinggal menunggu implementasinya.

Kwik Kian Gie Nilai Pertemuan Tampaksiring MubazirTribunnews.com - Jumat, 23 April 2010 13:53 WIB Share + "Seharusnya pertemuan di Tampaksiring, Bali, kemarin tidak perlu dilaksanakan karena hanya membaca produk Bappenas saja yang dibukukan begitu tebal, mereka kan sudah tahu Kwik Kian Gie Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Koordiantor Perekonomian era Megawati Soekarno Putri, Kwik Kian Gie, menilai, pertemuan rapat kerja nasional (rakernas) antara pemerintah pusat dengan kepala daerah tidak perlu dilaksanakan. "Seharusnya pertemuan di Tampaksiring, Bali, kemarin tidak perlu dilaksanakan karena hanya membaca produk Bappenas saja yang dibukukan begitu tebal, mereka kan sudah tahu. Kalau mereka membaca, maka tak perlu ada pertemuan tersebut," jelas Kwik di ruang pers DPD-RI, Jakarta, Jumat (23/4/2010). Menurut Kwik, pertemuan tersebut lucu, soalnya pemerintah pusat dan daerah sudah mengetahui program kerjanya. "Ini kan lucu, kenapa mereka harus bertemu di Tampak Siring, padahal rencana tersebut sudah dibukukan dan tinggal dibaca oleh masing-masing. Ini karena sebagian besar orang pemerintah kurang mau membaca, sehingga harus banyak rapat," jelasnya. Ia menyayangkan sikap sebagian besar masyarakat Indonesia yang kurang mau membaca rencana-rencana pembangunan yang dibukukan Bappenas. "Karena kurang mau baca akhirnya mereka melakukan pertemuan dan rapat lagi, rapat lagi ujungnya," ucap Kwik. Seperti diketahui, baru-baru ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan rapat kerja nasional dengan jajaran kabinet, gubernur, dan pemangku kebijakan di Istana Tampak Siring, Bali yang merekomendasikan penguatan pembiayaan dalam negeri.

Sabtu, 24 April 2010 , 10:38:00 Makna Retret Tampaksiring

PERTEMUAN tiga hari yang dikemas dalam rapat kerja (raker) yang melibatkan para anggota Kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dengan, antara lain, para gubernur seIndonesia, beberapa pengusaha terkemuka, serta segenap komponen bangsa yang lain di Istana Tampaksiring, Bali, menunjukkan ''gaya'' kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).Acara yang ditutup SBY pada Rabu (21/4) itu menghasilkan ''Komitmen Tampaksiring''. Memang, belum ada rencana aksi yang konkret untuk mencapai hal yang sudah diputuskan dalam pertemuan di istana yang berlokasi di Kabupaten Gianyar itu. Meski demikian, ''keseriusan'' pemerintah untuk melaksanakan rencana besar tersebut terlihat dari peserta yang datang. Selain gubernur, acara itu menghadirkan para ketua DPRD, para direktur utama badan usaha milik negara (BUMN), serta pengusaha besar seperti James Riady (Lippo), Chairul Tanjung (Para Group), dan Arifin Panigoro (Medco). Kalau benar berlangsung sangat produktif, acara itu tentu bisa memompa semangat para gubernur dan ketua DPRD saat kembali ke daerah. Terutama bersaing untuk meningkatkan investasi, memacu pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kemakmuran rakyat di daerah masing-masing.Tugas berat menjaga pertumbuhan ekonomi memang tidak bisa diletakkan pada pemerintah pusat. Seperti pengalaman Tiongkok, berbagai kreativitas dan kemudahan kebijakan daerah juga punya peran penting. Secara nasional, pertemuan Tampaksiring menyepakati negeri ini membutuhkan investasi Rp 10.000 triliun selama lima tahun ke depan agar ekonomi bisa tumbuh di atas 7 persen. Dengan makin membaiknya kondisi ekonomi bangsa, pendapatan per kapita penduduk Indonesia juga harus dinaikkan ke angka yang signifikan. Yakni, dari yang saat ini sekitar USD 2.271 ditargetkan menjadi lebih dari USD 4.000 pada 2014 (akhir masa tugas SBY). Dalam hal persaingan menarik investor, Indonesia kini mendapat tantangan berat di kawasan regional. Termasuk dari negara sekelas Vietnam, misalnya, yang menawarkan iklim investasi menarik. Indikator iklim investasi itu, antara lain, tecermin dari rapor indeks korupsi kita yang masih buruk (bahkan lebih jelek dari Kamboja). Karena itu, target investasi Rp 10.000 triliun yang 50 persennya berasal dari swasta nasional ataupun asing merupakan sebuah PR berat. Para pembantu presiden dan pejabat di daerah harus segera merumuskan langkah-langkah untuk menyelesaikan berbagai kendala yang menghambat masuknya investasi itu. Untuk mengatasi buruknya infrastruktur, terutama sering padamnya listrik di berbagai daerah, ''Komitmen Tampaksiring'' merancang investasi di bidang infrastruktur sebesar Rp 1.500 triliun. Uang itu akan dipakai untuk pembangunan pembangkit listrik 15.000 megawatt, pembangunan/perbaikan 20.000 kilometer jalan, serta pembangunan dan perluasan pelabuhan. Sebagai sebuah rapat kerja, pertemuan di Tampaksiring merupakan sebuah rapat kerja istimewa. Baik dari jumlah peserta maupun keragaman pesertanya. Hadir semua Dirut BUMN (termasuk yang strategis seperti PLN) dan para pengusaha ''konglomerat''

(mengingatkan pada gaya Presiden Soeharto membawa mereka ke Tapos dulu). Karena itu, tidak salah jika banyak yang berharap pada hasil pertemuan tersebut. Bagi masyarakat kebanyakan, hal yang terpenting adalah aksi tindak lanjut setelah mereka pulang. Komitmen Tampaksiring tidak berarti jika kertas kerja para peserta dibiarkan tetap menjadi berkas yang tersimpan rapi di laci. Bukan action plan yang konkret. SBY harus membuktikan bahwa raker Tampaksiring tidak seperti beberapa ''even'' besar sebelumnya (Infrastucture Summit, misalnya) yang hebat dalam ide dan pelaksanaan, tapi tak ada tindak lanjut. (*)

Rakernas Tampaksiring dan Kemenangan Anggodo OPINI Syariefuddin Soeltan | 23 April 2010 | 20:56 71 2 Nihil. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini jadi pembantu presiden di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, Tifatul Sembiring, mengungkapkan kekecewaannya karena sejumlah agenda pemerintah tidak terdengar gaungnya. Dia menunjuk acara Rakernas di Tampaksiring, Bali, 19-21 April 2010, sebagai salah satu contoh kegiatan yang tenggelam oleh berita kemenangan Anggodo Wijoyo dalam praperadilan kasus BibitChandra. Tifatul bahkan mengalamatkan rasa kecewa kepada big boss-nya, SBY, yang sengaja mengumpulkan jajaran pemerintah pusat dan daerah di pulau Dewata. Menurut dia, karena pelaksanaannya bersamaan dengan gencarnya pemberitaan kemenangan Anggodo, Rakernas Tampaksiring jadi seperti tidak terlihat. Selain soal Anggodo, mantan Presiden PKS itu juga menyebut kerusuhan Koja sebagai peristiwa yang cukup menyedot perhatian luar biasa sehingga masyarakat lebih terfokus ke peristiwa tersebut dan tidak terlalu menggubris agenda pemerintah. Sebelumnya, kata Tifatul, National Summit juga kalah bersaing dengan pemberitaan kasus cicak versus buaya. Sebagai orang nomor satu di kementerian Komunikasi dan Informasi, wajar apabila Tifatul Sembiring menyoroti pemberitaan media terutama bila dihubungkan dengan penyampaian pesan pemerintah dalam menyosialisasikan agenda dan programnya kepada masyarakat. Yang patut dipertanyakan, mengapa acara Rakernas Tampaksiring yang sepi gaungnya diperbandingkan dengan pemberitaan kemenangan praperadilan Anggodo? Dan mengapa pula Tifatul harus kecewa dengan kebijakan SBY menggelar pertemuan dengan pemerintah pusat dan daerah di Tampaksiring. Di satu sisi kita bisa mengerti kekecewaan Menkominfo atas minimnya pemberitaan Rakernas Tampaksiring yang tidak mampu menandingi pemberitaan seputar kemenangan Anggodo, tatapi di sisi lain kita juga dibuat bertanya-tanya oleh sikap Tifatul yang seolaholah menyembunyikan sesuatu di balik senyum kekecewaan-nya terhadap riuh rendah pemberitaan Anggodo, yang oleh sementara pihak dianggap orang sakti karena masih mampu memenangkan praperadilan meski berstatus sebagai terdakwa dan sedang berada di dalam penjara.

Untuk membuat supaya agenda pemerintah bergaung di tengah-tengah masyarakat, memang bukan hal yang mudah tapi kita percaya bahwa pemerintah dalam hal ini kementerian Komunikasi dan Informasi tentu punya strategi yang jitu. Persoalannya, agenda pemerintah seperti Rakernas Tampaksiring, meskipun diliput penuh oleh seluruh media massa tanpa keculai, belum tentu mendapat sambutan dan reaksi positif masyarakat. Berbeda dengan kemenangan praperadilan Anggodo memang jelas menyedot perhatian seluruh lapisan masyarakat yang sudah sejak awal dengan cermat dan tekun mengikuti prosesnya. Terbukti, ketika praperadilan itu diputuskan oleh pengadilan, tak kurang justru Ketua DPR Marzuki Alie, politisi asal Partai Demokrat yang lantang bersuara bahwa masyarakat tidak akan panas mendengar keputusan pengadilan tersebut, sementara masyarakat dari berbagai lapisan mempermasalahkannya karena Kejaksaan Agung sudah pernah mengeluarkan SKP2. Bertolak dari kondisi tersebut, wajar apabila berhembus aroma tak sedap terkait konspirasi untuk memenangkan praperadilan Anggodo, sebagai bagian dari agenda tersembunyi untuk terus melemahkan keberadaan KPK. Menkominfo pun sebetulnya tidak cukup hanya dengan menyatakan kekecewaan atas sepinya pemberitaan terkait dengan agenda pemerintah, tetapi lebih dari itu juga harus menyelami dan menangkap aspirasi dan suara rakyat khususnya yang menyangkut rasa kecewa atas berbagai hal yang terjadi belakangan ini. Tidak ada salahnya jika Tifatul Sembiring banyak turun ke tengah-tengah masyarakat untuk mendengarkan aspirasi mereka, seperti yang sering dilakukan oleh Harmoko di era Orde Baru melalui Safari Ramadhan-nya. Sungguh ironis, pemerintahan SBY yang dipilih secara langsung oleh rakyat tapi sepi dari forum dialogis yang interaktif antara pemerintah dan masyarakat. Yang terjadi justru aparat pemerintah berhadap-hadapan dengan rakyat seperti yang banyak diwartakan oleh media massa dari seluruh penjuru tanah air. Rakyat akan bergairah mengikuti dan memperhatikan agenda pemerintah apabila itu memang menarik dan dirasakan bermanfaat, namun rakyat juga tidak bisu dan tuli melihat situasi dan kondisi yang terjadi di tengah-tengah mereka.

SBY Kunjungi Media Centre Tampak SiringApril 20, 2010 1:42 pm SBY Kunjungi Media Centre Tampak Siring, inilah kabar terbaru Presiden SBY mengunjungi Media Center di Istana Tampak Siring, Bali, Selasa (20/4/2010). Media Center ini khusus diadakan selama berlangsungnya retreat atau rapat kerja. Temukan informasi SBY Kunjungi Media Centre Tampak Siring download foto video SBY Kunjungi Media Centre Tampak Siring berita maupun gosip skandal kasus SBY Kunjungi Media Centre Tampak Siring lirik lagu mp3 Sakit Karena Uang.

Senator Kritik Pertemuan Istana Tampak Siring24 Apr 2010

Politik Rakyat Merdeka

"Omong Kosong Nggak Realistis" Jakarta, RM. Efektifitas pertemuan Istana Tampak Suing, Bali, yang digelar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 19-22 April lalu diragukan kalangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pasalnya, selain waktunya yang singkat, jumlah peserta terlalu banyak. Menurut Wakil Ketua Komite IV DPD, Abdul Gaffar Usman, cuma dua manfaat pertemuan Tampak Siring. Yaitu, silaturrahim dan evaluasi. Selebihnya tidak ada manfaatnya karena waktunya sangat singkat dan pesertanya terlalu banyak. Dia mengatakan, sebenarnya yang butuhkan rakyat daerah saat ini adalah cepat dan tepat dalam mengimplementasikan berbagai program. Masyarakat tidak membutuhkan teori besar. "Yang penting, apapun yang dilakukan pemerintah, bisa menjawab masalah yang didengar, dirasa, dilihat rakyat," ujarnya. Bekas Menko Perekonomian, Kwik Kian Gie juga menilai sama. Dia bilang, rapat koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu lebih banyak menghasilkan kesimpulan dangkal, tidak realistis, dan omong kosong. "Luasnya cakupan persoalan yang dibedah tak sebanding dengan waktu pembahasan yang relatif singkat. Kajian-kajian yang jauh lebih komprehensif, mendalam, dan dibuat oleh pakar di bidangnya, sejatinya sudah dibuat oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Tapi kajian Bappenas yang dibuat

oleh orang-orang bergelar Phd dari seluruh dunia ini tidak dibaca. Jadi bagaimana tidak dangkal," katanya. Presiden SBY, lanjut Kwik,sebenarnya mengetahui tentang kajian-kajian Bappenas. Karena tidak ada yang berpikir konsisten dan komprehensif, sehingga semuanya kacau. "Lalu hasilnya di Tampak Siring untuk apa? Omong kosong itu begitu kelihatan," cetusnya. Kwik pun mencontohkan target investasi pemerintah yang mencapai Rp 1000 triliun per tahun hingga 2014. Dia mengatakan, saat ini seluruh pendapatan pemerintah hanya Rp 900an triliun. Dia khawatir target mendapatkan nilai investasi Rp 1000 triliun diperoleh dengan mengobral sumber daya alam (SDA) ke investor asing. "Investasi itu masih kurang. Rp 900 triliun itu aja habis buat belanja rutin. Lalu dari mana uangnya? Apa mau utang lagi? Kalau utang kan harus bayar bunga," tanyanya. Hal lain yang dikritik Kwik adalah pembangunan infrastruktur yang menyangkut hajat hidup orang banyak diserahkan kepada swasta. "Kalau investasi swasta, yang memakai (infrastruktur) harus membayar mahal biar laba. Listrik naik, ya terpaksa biar investornya laba," pungkasnya. Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tifarul Sembiring langsung membantah tudingan terhadap pemerintah yang akan mengobral SDA ke investor asing untuk mendapatkan investasi Rp 10.000 triliun. Tifatul menegaskan, peran swasta dibutuhkan bersinergi dengan pemerintah dalam pembangunan seperti untuk proyek infrastruktur. "Tapi bukan berarti kita katakan wahai kapitalis (asing) mari datang (ke Indonesia),cari laba sebanyak-banyaknya. Tidak demikian," tandasnya. rn