tambahan_

Upload: raslene-blue

Post on 19-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tambahan

TRANSCRIPT

Film Persari Djandjiku ini pernah diputar di bioskop elit Jakarta, Capitol selama lebih dari 30 hari dan mencatat penghasilan yang tidak kalah (malah lebih) daripada film Indonesia terbaik dan menggemparkan, seperti Tiga Dara untuk bioskop Capitol.Bahwa sebuah film Indonesia dapat mencapai waktu pemutaran yang demikian lamanya di salah satu bioskop kelas satu seperti Capitol adalah satu hal yang menarik perhatian umum, karena jarang sekali film manapun juga, baik film asing sekalipun dapat mencapai rekor demikian. Pemutarannya bisa dikatakan tiap hari full house.Berbicara tentang penonton tentulah kita bicara tentang uang dan pasar. Pengusaha bioskop tentu lebih tau apa yang diinginkan penonton, film apa, bagaimana, factor-faktor apa dalam sebuah film yang dapat menarik hati penonton. Walau apa yang mereka perkirakan tidak selalu benar, kadang meleset.Oey Soen Tjan, direktur bioskop Capitol: Pada umumnya film ini menunjukkan adanya kemajuan dalam keseluruhannya, sebagai film Indonesia dibanding dengan film-film Persari sebelumnya. Sifat India pada film ini bukanlah daya penariknya, Djandjiku punya cerita drama yang berat, dan yang dipakai adalah lagu-lagu Melayu bukan lagu India karena lagu Melayu juga menarik dan sifatnya hampir bersamaan dengan lagu-lagu India. Maka film ini jadi lebih bersifat Indonesia. Sayang, adegan-adegan dalam film ini cenderung panjang-panjang seperti film India. Setelah Tiga Dara, ternyata ada film Indonesia dengan genre lain yang mampu menarik perhatian umum.Sudah sejak pada gambar-gambar posternya terkesan bahwa film Djandjiku ini adalah sebuah film India atau setidaknya mendekati itu. Kesan terjemahan itu dimulai ketika melihat kredit film yang diiringi sebuah lagu India secara instrumental. Kemudian susunan bahasa Indonesianya yang mengandung keinggris-inggrisan, dan pengolahan dan penyelesaian yang mau tak mau semuanya mengingatkan pada cerita film India. Ditambah aktor Darussalam diberi kumis agar mirip orang India. Pendeknya, film ini adlaah film India yang diterjemahkan Persari menjadi film Indonesia karena masih menggunakan pemain dan bahasa Indonesia.Padahal sejak kepercayaan penonton Indonesia sudah mulai membaik terhadap film Indonesia, harusnya para sineas mempertahankan itu, bukan karena suksesnya satu-dua film yang bisa membuat orang Indonesia percaya bahwa film Indonesia tidak buruk malah diruntuhkan kembali dengan menyajikan film-film yang berpusat pada tujuan uang. Dan itu masih terus terjadi berulang-ulang hingga zaman sekarang. Memang mempertahankan kepercayaan lebih sulit daripada memperolehnya, sehingga perlu adanya ketegasan kepribadian yang dicari oleh para pembuat film untuk mempertahankan mutu film Indonesia.