tak stimulasi persepsi musik.doc

27
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) STIMULASI SENSORI UNTUK PENDERITA RETARDASI MENTAL DI DESA SRIGONCO KECAMATAN BANTUR Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Departemen Jiwa Oleh: Kelompok V Dwi Setyowati Aprilia 0810720027 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

Upload: nuridafatmawati

Post on 15-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI SENSORI UNTUK PENDERITA RETARDASI MENTAL

DI DESA SRIGONCO KECAMATAN BANTUR

Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Departemen Jiwa

Oleh:

Kelompok V

Dwi Setyowati Aprilia

0810720027

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari studi pendahuluan dan pengkajian yang telah kelompok

lakukan, didapatkan data bahwa masalah terbanyak yang terdapat di

Desa Srigonco Kecamatan Bantur adalah retardasi mental. Penderita

retardasi mental pada satu wilayah Posyandu Desa Srigonco kurang

lebih 10 orang dengan retardasi mental. Mayoritas penderita retardasi

mental di Desa Srigonco telah mampu mandiri dalam ADL namun masih

sangat kurang dalam komunikasi verbal. Hal ini mendorong kelompok

untuk melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) yang merupakan salah

satu terapi modalitas keperawatan untuk mendukung dan

mengoptimalkan intervensi yang telah dilakukan oleh perawat.

Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu bentuk kegiatan

terapi psikologik yang dilakukan dalam sebuah aktivitas dan

diselenggarakan secara kolektif dalam rangka pencapaian penyesuaian

psikologis, perilaku dan pencapaian adaptasi optimal pasien. Dalam

kegiatan aktivitas kelompok. Tujuan ditetapkan berdasarkan kebutuhan

dan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar klien dan sedikit banyak

dapat diatasi dengan pendekatan terapi aktivitas kolektif.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sensori Sensori merupakan terapi

modalitas yang dapat digunakan sebagai upaya untuk menstimulasi

semua panca indra (sensori) agar memberi respon yang adekuat. TAK

Stimulasi Sensori yang akan dilakukan ditujukan pada kelompok klien

dengan masalah yang sama, yang dalam hal ini adalah gangguan

komunikasi verbal. Terapi modalitas ini merupakan terapi yang

dikembangkan pada kelompok klien untuk meningkatkan kemampuan

verbal klien sehingga diharapkan dengan TAK asuhan keperawatan jiwa

adalah asuhan keperawatan spesialistik namun tetap holistik. Sehingga

pada proposal ini kelompok berkeinginan mengajukan TAK Stimulasi

Sensori untuk penderita Retardasi Mental sebagai terapi modalitas untuk

Page 3: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

meningkatkan kemampuan komunikasi verbal penderita Retardasi Mental

di Desa Srigonco Kecamatan Bantur.

1.2 Tujuan

Tujuan umum TAK Stimulasi Sensori yaitu peserta dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi verbal dalam kelompok secara

bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:

1. Peserta mampu memSensorikan stimulus yang dipaparkan

dengan tepat

2. Peserta mampu menyelesaikan masalah dari stimulus yang

dialami

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Bagi Klien

Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien

dengan retardasi mental untuk berkomunikasi secara verbal

dengan orang lain dalam kelompok secara bertahap

1.3.2 Manfaat Bagi Terapis

Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa

secara holistik

Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk

mengoptimalkan Strategi Pelaksanaan dalam implementasi

rencana tindakan keperawatan klien

1.3.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan

sebagai bahan kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa

PSIK sebagai aplikasi dari pelayanan Mental Health Nurse

yang optimal pada klien dengan Retardasi Mental.

1.3.4 Manfaat Bagi Puskesmas Srigonco dan Bantur

Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan

keperawatan yang holistik pada pasien dengan Retardasi

Page 4: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Mental pada khususnya, sehingga diharapkan

keberhasilan terapi lebih optimal.

Page 5: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Retardasi Mental

2.1.1 Definisi

Menurut Crocker AC (dikutip dari Soetjiningsih, 1995:191),

retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang

rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan

gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly

Budhiman (dikutip dari Soetjiningsih, 1995: 191), seseorang dikatakan

retardasi mental jika memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) fungsi

intelektual umum dibawah normal, (2) terdapat kendala dalam perilaku

adaptif sosial, (3) gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu

dibawah usia 18 tahun.

Yang dimaksud fungsi intelektual dibawah normal adalah IQ yang

kurang dari 70. Anak dengan retardasi mental tidak mampu untuk

mengikuti pendidikan di sekolah biasa seperti anak lainnya karena cara

berpikirnya yang terlalu sederhana. Anak ini bersekolah di sekolah luar

biasa tingkat C (SLB-C), yang dikhususkan untuk anak tunagrahita atau

retardasi mental.

Menurut PPDGJ-III (2003), retardasi mental atau tunagrahita

adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak

lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan

selama masa perkembangan sehingga berpengaruh terhadap tingkat

kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,

motorik, dan sosial. Beberapa orang yang mengalami retardasi mental

bersifat pasif dan tergantung, sedangkan yang lain bersikap agresif dan

impulsif (Videbeck, 2008:560).

Jadi retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai intelegensi

yang rendah yang disertai kendala ketrampilan dan penyesuaian perilaku

selama masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.

Page 6: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

2.1.2 Penyebab

Secara garis besar faktor penyebab dapat dibagi empat golongan,

yaitu (Soetjiningsih, 1995):

a. Faktor genetik

Akibat kelainan kromosom, seperti: (1) kelainan jumlah kromosom,

misalnya trisomi-21 atau dikenal dengan Mongolia atau Down

Syndrome, (2) kelainan bentuk kromosom.

b. Faktor prenatal

Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada

sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan

sebabnya. Ada beberapa kemungkinan penyebab, antara lain: (1)

keracunan pada saat di dalam kandungan, (2) faktor psikologi ibu

ketika mengandung, (3) infeksi di dalam kandungan, (3)

kekurangan gizi pada saat hamil, (4) penyakit karena virus yang

diderita ibu ketika hamil, (5) konsumsi beragam obat yang

dilakukan oleh sang ibu untuk mengurangi penderitaan ketika hamil

muda, (6) kelainan pada kelenjar gondok, yang mengakibatkan

pertumbuhan kurang wajar, (7) penyinaran dengan sinar rontgen

dan radiasi atom yang mengakibatkan kelainan bayi dalam rahim

ibunya (Mulya, 2011).

c. Faktor perinatal

Yang menjadi faktor perinatal yang pertama adalah proses

kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali

umbilicus. Faktor yang kedua posisi janin yang abnormal seperti

letak bokong atau melintang, anomaly uterus, dan kelainan bentuk

jalan lahir. Kemudian faktor yang terakhir adalah kecelakaan waktu

lahir dan distress fatal. Menurut Mulya (2011), kekurangan zat

asam yang menyebabkan kerusakan pada sel otak dan sesak

napas ketika dilahirkan juga berkontribusi dalam menyebabkan

retardasi mental.

d. Faktor pascanatal

Page 7: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Yang meliputi faktor pascanatal adalah akibat infeksi (meningitis,

ensefalitis, meningoensefalitis, dan infeksi), trauma kapitis dan

tumar otak, kelainan tulang tengkorak, kelainan endokrin dan

metabolik, keracunan pada otak.

2.1.3 Klasifikasi

Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat

digolongkan sebagai berikut (Swaiman dikutip oleh Soetjiningsih, 1995:

1992):

a. Sangat superior (130 atau lebih).

b. Superior (120-129).

c. Diatas rata-rata (110-119).

d. Rata-rata (90-110).

e. Dibawah rata-rata (80-89).

f. Retardasi mental borderline (70-79).

g. Retardasi mental ringan (mampu didik) (52-69).

h. Retardasi mental sedang (mampu latih) (36-51).

i. Retardasi mental berat (20-35).

j. Retardasi mental sangat berat (dibawah 20).

Sedangkan menurut Asosiasi Retardasi Mental Amerika (The

American Association on Mental Retardation [AAMR]) dan PPDGJ-III

klasifikasi retardasi mental berdasarkan tingkat IQ adalah sebagai berikut:

retardasi mental ringan (50-69), retardasi mental sedang (35-49),

retardasi mental berat (20-34), retardasi mental sangat berat (di bawah

20).

Menurut Semiun (2006), anak-anak dengan IQ 51-69 dan usia

mental berkisar 6 atau 7 sampai 11 tahun disebut moron, anak-anak

dalam rentang IQ 25-50 dan rentang usia mental 3-6 atau 7 tahun disebut

imbisil, anak-anak dalam rentang IQ di bawah 25 dan usia mental 0-3

tahun disebut idiot.

Dari berbagai klasifikasi yang ditampilkan dapat disimpulkan bahwa

anak-anak dengan IQ kurang dari 70 disebut retardasi mental. Menurut

Page 8: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Soetjiningsih (1995), untuk mengetahui fungsi intelektual dapat dilakukan

tes fungsi kecerdasana dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf

kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient).

IQ adalah MA / CA x 100%

MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes.

CA = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal

lahir.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Dalam diagnosis retardasi mental biasanya ditetapkan tingkatan

cacat dengan tingkatan IQ dan taraf kemampuan penyesuaian diri sosial

(Semiun, 2006:266). Tingkatan tersebut dibagi menjadi moron, imbisil,

dan idiot. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, manifestasi yang

ditimbulkan dalam tingkatan tersebut adalah sebagai berikut (Semiun,

2006):

a. Moron

Dengan dilatih orang-orang yang cakap dan dengan penuh kasih

sayang, mereka dapat mencapai kelas V atau kelas VI sekolah

dasar (Semiun, 2006). Anak pada tingkatan ini masih memiliki

kemampuan yang dapat dikembangkan meskipun tidak maksimal.

Dengan pelatihan dan pendidikan, anak-anak pada tingkat ini

dapat membaca, menulis, dan berhitung meskipun cara berpikirnya

masih sederhana. Mereka juga dapat menyesuaikan diri dan

sedikit menggantungkan diri pada orang lain, serta masih memiliki

ketrampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.

Menurut pembagian secara klinis, moron dibagi atas dua tipe yaitu

tipe stabil dan tipe tidak stabil (Semiun, 2006). Dalam tipe stabil,

mereka masih mempunyai minat dan perhatian pada

lingkungannya, mentalnya seimbang, bertingkah laku baik. Mereka

dapat dilatih untuk melakukan beberapa tugas tertentu (tukang cuci

piring, pembantu rumah tangga, tukang kebun, dan sebagainya)

(Semiun, 2006). Dalam tipe tidak stabil, pada umumnya sangat

Page 9: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

rebut dan tidak mampu mengontrol diri sendiri, selalu merasa

gelisah dan selalu bergerak (Semiun, 2006).

b. Imbisil

Anak imbisil dapat belajar bicara, dan dengan demikian mereka

dapat menyampaikan kebutuhan dasarnya, dan biasanya tidak

mampu untuk belajar membaca dan menulis (Semiun, 2006).

Mereka mampu untuk belajar mengurus diri sendiri, belajar untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, dan mampu

mempelajari kegunaan ekonomi di rumahnya.

c. Idiot

Mereka pada umumnya tidak mampu menjaga dirinya sendiri

terhadap bahaya-bahaya yang dating dari luar (Semiun, 2006).

Meskipun sudah dewasa tetapi mereka seolah-olah masih anak

kecil, untuk mengurus kebutuhan diri-sendiri sangat membutuhkan

orang lain.

Menurut Mulya (2011), anak tunagrahita digolongkan menurut

IQnya dengan sebutan moron atau tunagrahita ringan, imbisil atau

tunagrahita sedang, dan idiot atau tunagrahita berat. Pada anak dengan

tunagrahita ringan, mereka masih mampu dilatih untuk mambaca, menulis

dan berhitung sederhana (Mulya, 2011). Hal ini sama dengan yang

dikatakan Semiun (2006), bahwa anak moron dapat membaca, menulis,

dan berhitung meskipun cara berpikirnya masih sederhana. Anak pada

tipe ini mampu dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerja

laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, dan pekerja

pabrik dengan sedikit pengawasan (Mulya, 2011).

Anak imbisil mampu mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri

dari bahaya. Seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya,

berlindung dari hujan, dll (Mulya, 2011). Semiun (2006) juga mengatakan

hal serupa, anak imbisil mampu untuk belajar mengurus diri sendiri,

belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, dan

mampu mempelajari kegunaan ekonomi di rumahnya. Anak idiot

memerlukan perawatan secara total dalam kehidupan sehari-hari dan

Page 10: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya (Mulya,

2011).

2.1.5 Terapi

Memberi layanan pembelajaran pada anak dengan retardasi

mental tentunya banyak menemui hambatan. Namun, ada banyak cara

yang bisa dicoba untuk memdudahkan hal tersebut, yaitu dengan

menggunakan terapi permainan. Ada beberapa peran terapi permainan

dalam pembelajaran, yaitu (Mulya, 2011):

a. Terapi permainan sebagai saranan pencegahan. Mencegah

kesulitan, menambah masalah, dan mencegah terhambatnya

proses pembelajaran.

b. Terapi permainan sebagai sarana penyembuhan. Dalam hal ini

terapi permainan dapat mengembalikan fungsi, psiko-terapi, fungsi

sosial, melatih komunikasi, dan lain-lain.

c. Terapi permainan sebagai saranan untuk mempertajam

penginderaan. Misalinya permainan sebagai sarana untuk

mengembangkan kepribadian.

d. Terapi permainan sebagai saran untuk melatih aktivitas dalam

kehidupan sehari-hari. Khususnya anak perempuan.

Menurut Sutini dkk (2009), penyuluhan kesehatan untuk keluarga

berisi tentang perkembangan anak untuk tiap tahap usia didukung

keterlibatan orang tua dalam perawatan anak, bimbingan antisipasi dan

manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit, informasikan sarana

pendidikan yang ada.

2.2 Terapi Aktivitas Kelompok

2.2.1 Definisi kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1

dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama

(stuart dan Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari

berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya,

Page 11: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan,

kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001).

Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika

anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti

dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Kelompok

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan

dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan

maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota

dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.

Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan

saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan

masalah. Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan

menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan

perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan

dihargai eksistensi nya oleh anggota kelompok yang lain.

2.2.3 Jenis Terapi Kelompok

1. Terapi kelompok

Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui

dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi

persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar

diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat

perubahan, atau ketiganya.

2. kelompok terapeutik

Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit

fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya,

kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang

kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang

dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini

adalah sebagai berikut:

Page 12: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

a. mencegah masalah kesehatan

b. mendidik dan mengembangkan potensi anggota

kelompok

c. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota

kelompok saling membantu dalam menyelesaikan

masalah.

3. Terapi Aktivitas Kelompok

Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual,

rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang

serta meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang

digunakan sebagai erapi didalam kelompok yaitu membaca puisi,

seni, musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas kelompok dibagi

menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi

kognitif/Sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi

aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terpi aktivitas kelompok

Stimulasi Sensori.

Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/Sensori melatih

memSensorikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah

dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam

kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi

sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi

aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien mengorientasikan

pada kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok

Stimulasi Sensori untuk membantu klien melakukan Stimulasi Sensori

dengan individu yang ada disekitar klien.

2.3 Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

Terapi aktivitas kelompok (TAK) Stimulasi Sensori adalah upaya

untuk menstimulasi semua panca indra (sensori) agar memberi respon

yang adekuat.

Tujuan :

Page 13: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Tujuan umum TAK Stimulasi Sensori yaitu klien dapat berespon pada

stimulus panca indra yang diberikan. Sementara tujuan khususnya

adalah:

1. Klien mampu berespon terhadap suara yang didengar

2. Klien mampu berespon terhadap gambar yang dilihat

3. Klien mampu mengekspresikan perasaan melalui gambar

Page 14: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

BAB III

PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI

SENSORI

3.1 AKTIVITAS DAN INDIKASI

Aktivitas TAK Stimulasi Sensori dilakukan tiga (3) aktivitas yang

melatih kemampuan klien dalam meningkatkan kemampuan verbal

secara bertahap selama tiga sesi. Klien yang mempunyai indikasi TAK

Stimulasi Sensori adalah klien dengan gangguan sebagai berikut berikut:

1. Klien dengan isolasi sosial dan menarik diri

2. Klien dengan harga diri rendah

3. Klien dengan kurangnya komunikasi verbal

3.2 TUGAS DAN WEWENANG

1. Tugas Leader dan Co-Leader

- Memimpin acara; menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.

- Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien

- Memberikan motivasi kepada klien

- Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan

- Memberikan reinforcemen positif terhadap klien

2. Tugas Fasilitator

- Ikut serta dalam kegiatan kelompok

- Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien

- Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung

- Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi

aktif

- Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya

- Membantu melakukan evaluasi hasil

3. Tugas Observer

- Mengamati dan mencatat respon klien

- Mencatat jalannya aktivitas terapi

- Melakukan evaluasi hasil

Page 15: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

- Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader,

co leader, dan fasilitator)

4. Tugas Klien

- Mengikuti seluruh kegiatan

- Berperan aktif dalam kegiatan

- Mengikuti proses evaluasi

3.3 PERATURAN KEGIATAN

1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir

2. Klien tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta

tidak boleh memotong pembicaraan orang lain

3. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai

dilaksanakan

4. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :

- Peringatan lisan

- Dihukum : Menyanyi, Menari, atau Menggambar

- Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit

- Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

3.4 TEKNIK PELAKSANAAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI SENSORI

SESI 1: Membaca Cerita

Tema : Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

Sasaran : Pasien Retardasi Mental dengan gangguan komunikasi

verbal

Hari/ tanggal : Kamis, 9 Januari 2014

Waktu : 45 menit

Tempat : Di Balai Desa Srigonco Kecamatan Bantur

Terapis :

1. Leader : Dwi S. Aprilia

2. Fasilitator 1 : Amelia Iradany

Page 16: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

3. Fasilitator 2 : Ina Karania

4. Fasilitator 3 : Umi Latifah

5. Observer : Maya Rachmah

A. Tujuan

Klien dapat mengenali musik yang didengar

Klien dapat memberikan respon terhadap musik

Klien dapat mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan

musik

B. Sasaran

1. Kooperatif

2. Tidak terpasang restrain

C. Nama Klien

1. Obet

2. Budi Lestari

3. Joko

4. Anto

5. Putri

6. Santo

7. Priyanto

8. Danang

D. Setting

Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran

Ruangan nyaman dan tenang

E. MAP

K

KL

KF

K

Page 17: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Keterangan :

L : Leader

O : Observer

F : Fasilitator

K : Klien

F. Alat

Bola

Musik

G. Metode

Dinamika kelompok

Diskusi dan tanya jawab

H. Langkah-Langkah Kegiatan

1. Persiapan

a. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada klien.

b. Evaluasi/validasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini.

2) Menanyakan masalah yang dirasakan.

3) Menanyakan penerapan TAK yang lalu.

F

K

K

O

F

K

K

Page 18: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

c. Kontrak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu membaca cerita dan

menentukan isi cerita.

2) Menjelaskan aturan main berikut:

- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus

meminta izin kepada terapis.

- Lama kegiatan 45 ment.

- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap Kerja

a. Musik dinyanyikan secara bersama-sama

b. Saat musik berhenti yang memegang bola merupakan klien pilihan

c. Klien pilihan menyanyikan kembali lagunya dan menceritakan

perasannya tentang lagu tersebut.

d. Tanyakan pendapat klien lain terhadap pendapat klien sebelumnya.

e. Berikan pujian/penghargaan atas kemampuan klien memberi

pendapat.

f. Ulangi c,d, dan e sampai semua klien mendapat kesempatan.

g. Beri kesimpulan tentang musik.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

1. Menganjurkan klien untuk melatih kemampuan bernyanyi dan

mendiskusikannya pada orang lain.

2. Membuat jadwal membaca.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

I. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Page 19: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Untuk TAK stimulasi Sensori umum sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah

memberi pendapat tentang bacaan, memberi tanggapan terhadap pendapat

klien lain dan mengikuti kegiatan sampai selesai. Formulir evaluasi sebagai

berikut:

Sesi 1: TAK

Stimulasi Sensori Umum

Kemampuan Sensori: Bacaan

No. Aspek yang Dinilai Nama Klien

1. Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

2. Memberi respon terhadap musik

3. Memberi pendapat terhadap musik

4. Menjelaska perasaan setelah

mendengarkan musik

Petunjuk:

1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.

2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika

ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dinilai klien saat TAK pada catatan proses

keperawatan tiap klien. Contoh catatan: klien mengikuti TAK stimulasi Sensori

(baca), klien mampu memberi pendapat benar tentang bacaan dan memberi

Page 20: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

tanggapan terhadap pendapat klien lain serta mengikuti sampai selesai,

anjurkan klien membaca (buat jadwal).

Perseptor Akademik Kelompok V

Ns. Heni Windarwati, M.Kep.,

Sp.Jiwa

Bantur, 5 Januari 2014

Mengetahui,

Perseptor Klinik Kelompok V

Ns. Soebagijono, S.Kep.,

M.MKes

Page 21: TAK STIMULASI PERSEPSI musik.doc

DAFTAR RUJUKAN

Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada

Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.

Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga

terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8

No.2, 2006.

Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang

Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.

Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among

Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An

Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support.

Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.

Mulya, Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Klasifikasi Anak

Tunagrahita, (Online), s(http://tunagrahita.com/2011/04/klasifikasi-anak-

tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).

Mulya , Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Peran Terapi Permainan

Untuk Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/terapi-

permainan-untuk-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).

Peshawaria et al. 2009. Asia Pasific Disability Rehabilitation Journal, 2009: A

Study of Facilitators and Inhibitors That Affect Coping in Parents of

Children With Mental Retardation in India, (Online),

(http://www.dinf.ne.jp/doc/english/asia/resource/apdrj/z13jo0100/z13jo01

08.html, diakses pada 20 Agustus 2011).

Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah

Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.

Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing,

8th edition, Mosby, St. Louis.

Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth

edition, Mosby, St.Louis.