tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR TAHUN
PENELITIAN DOSEN PEMULA
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS
MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI
BLENDED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBING-PROMPTING
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
TIM PENGUSUL:
Ketua : Dahlia Fisher, S.Pd..,M.Pd. (NIDN. 0410128105)
Anggota : Thesa Kandaga, S.Si., M.Pd.(NIDN. 0411098404)
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
OKTOBER 2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
RINGKASAN
Tuntutan peradaban masa sekarang adalah kemampuan untuk dapat menyelesaikan
permasalahan dengan cepat, berkomunikasi secara baik dengan orang lain, dapat secara
mandiri memenuhi kebutuhannya dan kemampuan-kemampuan lainnya. Blended learning
adalah metode belajar yang menggabungkan dua atau lebih metode dan strategi dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan dari proses pembelajaran tersebut. Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan
penalaran matematis mahasiswa calon guru matematika, melalui Blended Learning
dengan strategi pembelajaran Probing-prompting. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode Embedded Design, yaitu peneliti hanya melakukan mixed pada bagian
dengan pendekatan kualitatif pada penelitian yang berkarakter kuantitatif. Penelitian ini
mengimplementsikan blended learning secara concurrent artinya pelaksanaan blended
learning dengan menggabungkan antara pembelajaran secara online dengan pembelajaran
secara face-to-face dalam satu kali pertemuan. Artinya, dalam setiap pertemuan
dilaksanakan pembelajaran secara online dan pembelajaran secara face-to-face. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru matematika di program studi
Pendidikan Matematika FKIP Unpas. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah
mahasiswa pada mata kuliah Analisis Real di semester genap. Peneliti memilih dua kelas
pararel dari peserta mata kuliah Analisis Real, untuk kemudian diberi perlakuan yang
berbeda, disesuaikan dengan desain penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian kuantitatif, dengan membagi objek penelitian menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok kelas eksperimen yaitu kelompok mahasiswa calon
guru yang mendapatkan Blended Learning dengan Strategi Probing-Prompting dan
kelompok kedua adalah kelompok kontrol; yaitu mahasiswa calon guru yang
mendapatkan pembelajaran konvensional. Penelitian dilakukan terhadap mahasiswa calon
guru semester 6 dari salah satu universitas di Bandung, Jawa Barat. Berdasarkan
penelitian ini, diketahui bahwa: kelompok kelas eksperimen; yaitu kelompok mahasiswa
calon guru yang mendapatkan Blended Learning memiliki peningkatan kemampuan
penalaran matematis yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kelas kontrol. Hal
tersebut dapat terlihat dari hasil perhitungan gain ternormalisasi kelas eksperimen
mencapai rata-rata 0,50 sementara gain ternormalisasi kelas kontrol mencapai rata-rata
0,34. Meskipun keduanya masih dalam kategori sedang, namun berdasarkan hasil uji-t
dua pihak didapatkan bahwa dalam peningkatan tersebut terdapat perbedaan yang
signifikan.
iii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan karunia-Nya., sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Kemajuan Penelitian Dosen Pemula dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika melalui
Blended Learning Dengan Strategi Probing-Prompting”.
Berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan
Laporan Kemajuan Penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Pasundan
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan
3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Pasundan beserta staf
4. Pihak-pihak yang telah membantu dan mensukseskan pelaksanaan
penelitian ini.
Kami berharap kegiatan yang telah terlaksana ini dapat bermanfaat
khususnya untuk pengembangan Program Studi Pendidikan Matematika
Universistas Pasunndan, serta masyarakat pada umumnya.
Bandung, 29 Oktober 2017
Ketua Tim Peneliti
Dahlia Fisher, S.Pd., M.Pd.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................i
RINGKASAN ................................................................................................................... ii
PRAKATA ...................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii
BAB I ................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................... 6
A. Penalaran ................................................................................................................ 6
B. Probing-Pompting .................................................................................................. 8
C. Blended Learning ................................................................................................. 10
D. Implementasi Blended Learning dengan Strategi Probing-prompting .................. 13
BAB III ............................................................................................................................ 16
A. TUJUAN .............................................................................................................. 16
B. MANFAAT .......................................................................................................... 16
BAB IV ............................................................................................................................ 17
BAB V ............................................................................................................................. 20
A. Analisis Data Tes Awal / Pretes ........................................................................... 20
1. Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku .............................................................. 20
2. Tes Normalitas Distribusi Frekuensi ................................................................ 20
3. Tes Homogenitas Dua Varians ......................................................................... 22
4. Uji-t .................................................................................................................. 22
B. Analisis data Tes Akhir/ Postes ............................................................................ 24
v
1. Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku .............................................................. 24
2. Tes Normalitas Distribusi Frekuensi ................................................................ 24
3. Uji-t .................................................................................................................. 26
C. Skor Gain ............................................................................................................. 27
D. Presepsi Mahasiswa terhadap implementasi e-learning dan blended learning ..... 30
BAB VI ............................................................................................................................ 32
A. KESIMPULAN .................................................................................................... 32
B. SARAN ................................................................................................................ 32
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 5.1 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rata-rata dan Simpangan
Baku Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol……………………
19
TABEL 5.2 Output Data Normalitas Distribusi Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol………………………………………………………………..
20
TABEL 5.3 Output Uji Homogenitas Dua Varians Tes Awal (Pretes) Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol……………………………………………...
21
TABEL 5.4 Output Uji-t Tes Awal (Pretes) Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol………………………………………………………………………
22
TABEL 5.5 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rata-rata dan Simpangan
Baku Tes AkhirKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………………………
23
TABEL 5.6 Output Data Normalitas Distribusi Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol………………………………………………………………..
23
TABEL 5.7 Output Uji-t Tes Akhir (Postes) Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol……………………………………………………………………...
26
TABEL 5.8 Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol…. 27
TABEL 5.9 Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol…………………………………………………………..
27
TABEL 5.10 Deskripsi Uji Mann Whitney Perbedaan Rata-Rata Skor Gain
Ternormalisasi……………………………………………………………….
27
TABEL 5.11 Hasil Uji Mann Whitney Perbedaan Rata-Rata Skor Gain
Ternormalisasi……………………………………………………………….
28
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
GAMBAR 2.1. KONSEP BLENDED LEARNING……………………….. 11
GAMBAR 2.2 KOMPONEN BLENDED LEARNING DAN
IMPLEMENTASI BLENDED LEARNING………………………...……..
14
GAMBAR 4.1 LANGKAH-LANGKAH METODE EMBEDDED
DESIGN ……………………………………………………………………
17
GAMBAR 4.2 CONTOH PLATFORM EDMODO………………………. 18
GAMBAR 5.1 Q-Q PLOT TES AWAL (PRETES) EKSPERIMEN……… 20
GAMBAR 5.2 Q-Q PLOT TES AWAL (PRETES) KELAS KONTROL.... 20
GAMBAR 5.3 Q-Q PLOT TES AWAL (POSTES) EKSPERIMEN………. 24
GAMBAR 5.4 Q-Q PLOT TES AWAL (POSTES) KELAS KONTROL… 24
GAMBAR 5.5. CONTOH BUKU NILAI PADA PLATFORM EDMODO 30
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen……………………………………………………………… 34
Lampiran 2 Personalia Peneliti beserta kualifikasinya…………………………….. 35
Lampiran 3 Luaran. Prosiding AD Intercomme…………………………………… 41
Lampiran 4 Evaluasi Atas Capaian Luaran Kegiatan……………………………… 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan dari pendidikan tinggi menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 adalah berkembangnya potensi mahasiswa agar
menjadi manusia yang cakap, kreatif, mandiri, menguasai cabang Ilmu
Pengetahuan dan atau Teknologi untuk peningkatan daya saing bangsa.
Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan prinsip pembelajaran yang berpusat
pada mahasiswa dengan memperhatikan lingkungan yang selaras dan seimbang.
Ilmu pengetahuan telah berkembang pesat di mana pada abad ini teknologi
utama yang menjadi landasannya adalah komputer melalui jaringan internet.
Internet dijadikan salah satu sumber belajar tanpa batas ruang dan waktu. Menurut
Clark (dalam Hasbullah, 2014) terdapat lima fungsi pemanfaatan internet sebagai
sumber belajar yakni: (a) media as technology , (b) media as tutor or teacher, (c)
media as socializing agents, (d) media as motivators for learning, and (e) media
as problem solving”.
NCTM (2000) Principles and Standards for School Mathematics
mengklasifikasikan kemampuan dasar matematika dalam 5 (lima) standar
kemampuan sebagai berikut: (1) Problem Solving (2) Reasoning and Proof (3)
Communication (4) Connections (5) Representation.
Untuk memunculkan suatu idea atau konsep dalam matematika,
Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa “matematika timbul karena pikiran-pikiran
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”. Dengan kata lain, tujuan
pembelajaran matematika perlu diarahkan pada upaya menumbuh kembangkan
pemahaman dan penalaran siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan khusus
pembelajaran matematika dalam kurikulum 2004, yakni:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, ekperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Penalaran dalam matematika merupakan sesuatu yang pokok dan penting,
tidak pernah sedikitpun penalaran lepas dari matematika, sehingga dapat
dikatakan bahwa penalaran adalah intinya matematika. Setiap belajar matematika
pasti berkenaan dengan penalaran, oleh karenanya kemampuan penalaran akan
menggambarkan kemampuan matematiknya.
Tujuan pembelajaran umum matematika, sesuai prinsip belajar konstruktivisme,
menggariskan bahwa peserta didik harus mempelajari matematika melalui
pemahaman dan pembangunan pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada Kurikulum 2004
telah dirumuskan lima kecakapan atau kemahiran yang diharapkan dapat dicapai
dalam belajar matematika, yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar
untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk
mengaitkan ide (mathematical connections); dan (5) pembentukan sifat positif
terhadap matematika (positive attitudestowards mathematics). Kelima hal tersebut
dikenal dengan daya matematika (mathematical power). Tetapi proses pengembangan
daya matematika merupakan sebuah proses yang kompleks. Peserta didik dalam
belajar matematika tidak hanya bergantung pada “apa” yang diajarkan, tetapi juga
bergantung pada “bagaimana” matematika itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik
itu belajar. Proses pembelajaran merupakan hasil sinergi dari tiga komponen utama
pembelajaran, yaitu peserta didik, kompetensi guru, dan fasilitas pembelajaran.
Ketiga prasyarat tersebut pada akhirnya bermuara pada proses dan model
pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif dalam kerangka peningkatan kualitas
pembelajaran matematika antara lain harus memiliki nilai relevansi dengan
3
pencapaian daya matematika dan memberi peluang untuk bangkitnya kreativitas
peserta didik dan juga kreativitas guru itu sendiri.
Di sisi lain upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika perlu
mempertimbangkan perubahan-perubahan dalam proses pembelajaran, yang antara
lain ditandai dengan adanya perubahan dari model belajar terpusat pada guru ke
model terpusat pada peserta didik, dari kerja terisolasi ke kerja kolaborasi, dari
pengiriman informasi sepihak ke pertukaran informasi, dari pembelajaran pasif ke
pembelajaran aktif dan partisipatif, dari yang bersifat faktual ke cara berpikir kritis,
dari respon reaktif ke proaktif, dari konteks artificial ke konteks dunia nyata, dari
single media ke multimedia. Oleh karena itu, pembelajaran harus berpotensi
mengembangkan suasana belajar mandiri. Dalam hal ini, pembelajaran dituntut dapat
menarik perhatian peserta didik dan sebanyak mungkin memanfaatkan momentum
kemajuan teknologi khususnya dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi (information andcommunication technology).
Kemajauan TIK telah mendorong manusia untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pada setiap kegiatannya. Bidang-bidang seperti e-commerce, e-banking,
egovernment misalnya, telah banyak memanfaatkan kemajuan TIK dalam
aktivitasnya. Memasuki abad XXI ini, banyak institusi pendidikan, khususnya di luar
negeri, berusaha meningkatkan kualitas pembelajarannya dengan memanfaatkan
kemajuan TIK melalui program e-learning. Bahkan di Malaysia, program e-learning
ini mendapat dukungan penuh dari pemerintahnya melalui program Agenda
Information Technology National yang dilancarkan oleh National Information
Technology Council (NITC). Untuk membawa Malaysia siap bersaing di era global
abad XXI ini, NITC melancarkan lima agenda, yaitu bidang e-community, e-public
services, e-learning, e-economy, dan esovereignity (Koran, 2003). Sedangkan di
Singapura, yang mempunyai basis TIK lebih baik, telah melangkah lebih maju
menuju era e-government dengan visinya to be a leading e-Government to better
serve the nation in the digital economy (Djunaedi, 2003).
Walaupun infrastruktur TIK di Indonesia masih kalah dari beberapa Negara di
luar negeri, sebaiknya para insan pendidikan, khususnya para tenaga pengajar dan
pengelola lembaga pendidikan, harus mulai berpikir dan bertindak untuk memajukan
elearning. Jika tidak segera bertindak, dimungkinkan sekolah-sekolah di Indonesia
4
akan kehilangan para peserta didiknya, yang lebih suka mengikuti program distance
learning dari sekolah-sekolah di luar negeri. Di samping itu, UNESCO juga telah
menetapkan standar bagi guru untuk dapat menggunakan TIK bagi keperluan
pembelajarannya (Majumdar, 2005). Pemerintah Indonesia melalui Keppres No.
6/2001 telah mulai mencanangkan eeducation. Ini berarti bahwa pemerintah telah
melakukan inisiasi pemanfaatan TIK dalam bidang pendidikan. Untuk mendukung
pelaksanaan Keppres tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas
memfasilitasi pengembangan infrastruktur TIK dan jaringannya bagi lembaga
pendidikan tinggi di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan literasi
komputer (computer literacy / Jw : “melek komputer”) bagi dosen dan mahasiswa
berturut-turut 80% dan 50% pada tahun 2009. Oleh karena itu, TIK bagi guru adalah
kunci utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan relevansi.. Oleh karena itu,
muncul istilah-istilah seperti e-teacher, e-test, e-library, e-assignment, eeducation,
virtual school, virtual university, e-learning, dan sebagainya. e-learning adalah
pembelajaran yang menggunakan TIK untuk mentransformasikan proses
pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Tujuan utama penggunaan teknologi
ini adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas
pembelajaran. TIK yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam
elearning ini dapat berupa komputer, LAN (local area network), WAN (wide area
network), internet, intranet, satelit, TV, CD ROM, dan sebagainya. Proses
pembelajaran dapat disampaikan secara synchronously (pada waktu bersamaan) atau
asynchronously (pada waktu yang berbeda). Bahan pembelajaran yang bercirikan
multimedia, mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio, video. Hal ini
merupakan kelebihan yang dimiliki media berbasis komputer. Di samping itu, suatu
e-learning juga harus mempunyai kemudahan bantuan profesional isi pelajaran secara
on line.
Salah satu strategi yang dapat meningkatkan proses berpikir dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan adalah probing-prompting. Menurut
Suherman (2008) strategi probing-prompting adalah strategi pembelajaran dengan
cara dosen menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berpikir dan bernalar.
5
Yaniawati (2005) Beberapa perpendidikan tinggi di negara-negara maju
memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada
para peserta didiknya. Tujuannya agar para peserta didik dapat secara fleksibel
mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas sehari-hari
peserta didik. Ada tiga alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih
peserta didik, yaitu: 1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) 2) sebagian
secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau 3) sepenuhnya melalui
internet.
Pada era sekarang , ilmu pengetahuan telah berkembang pesat di mana
pada abad ini teknologi utama yang menjadi landasannya adalah komputer
melalui jaringan internet. Internet dijadikan salah satu sumber belajar tanpa batas
ruang dan waktu Menurut Clark (dalam Hasbullah, 2014) terdapat lima fungsi
pemanfaatan internet sebagai sumber belajar yakni : (a) media as technology ,
(b) media as tutor or teacher, (c) media as socializing agents, (d) media as
motivators for learning, and (e) media as problem solving”.
Yaniawati (2005) Melakukan penelitian tentang Implementasi E-Learning
Dalam Upaya Mengembangkan Daya Matematik (Mathematical Power)
Mahasiswa Calon Guru. Hasil penelitian Yaniawati (2005) Terdapat perbedaan
yang signifikan daya matematik antara mahasiswa calon guru yang belajarnya
melalui full e-learning, blended-learning, dan pembelajaran konvensional. Daya
matematik mahasiswa yang melalui blended learning lebih baik dibandingkan
melalui pembelajaran lainnya (full e-learning dan konvensional), berdasarkan latar
belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti peningkatan
Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui
Blended Learning Dengan Strategi Probing-Prompting.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-
kasus yang bersifat individual, tetapi dapat juga sebaliknya dari hal yang bersifat
individual menjadi khusus dan bersifat umum (Suherman dan Winataputra,
1993). Penalaran terdiri dari penalaran induktif yang disebut induksi dan
penalaran deduktif yang disebut deduksi. Penalaran induktif adalah penalaran
untuk menarik suatu kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal yang umum
(Sumarmo, 1987).
Penalaran analogi merupakan penarikan kesimpulan berdasarkan sifat
yang serupa. Sejalan dengan hal tersebut Mundiri dalam Tamalene (2010: 16)
mengatakan bahwa analogi adalah membandingkan dua hal yang berlainan
berdasarkan keserupaannya, kemudian menarik kesimpulan berdasarkan
keserupaannya. Sedangkan Generalisasi adalah pemaparan tentang hubungan
beberapa konsep yang diterapkan dalam situasi yang lebih umum. Penalaran ini
mencakup pengamatan contoh-contoh khusus dan menentukan pola atau aturan
yang melandasinya. Sebagai contoh hasil kali dua bilangan ganjil adalah bilangan
ganjil. Prinsip yang menjadi dasar generalisasi adalah “apa yang beberapa kali
terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi
yang sama terpenuhi” (Soekadijo, 1999: 134).
Sumarmo (2010: 6) Secara garis besar penalaran dapat digolongkan
dalam dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran
induktif diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus
berdasarkan data yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat
bersifat benar atau salah. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran
induktif di antaranya adalah:
a) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
diterapkan pada yang kasus khusus lainnya.
7
b) Analogi: penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses
c) Generalisasi: penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang
teramati
d) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: interpolasi dan
ekstrapolasi
e) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang
ada
f) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun
konjektur
Menurut Baroody, A.J. (Tamalene, 2010), ada tiga tipe penalaran utama
yaitu: (a) penalaran intuitif (b) penalaran induktif dan (c) penalaran deduktif.
Penalaran intuitif memerlukan suatu pengetahuan siap atau memainkan suatu
dugaan. Seringkali, kita tidak dapat melakukan semua informasi yang diperlukan
untuk suatu pengambilan keputusan dan dengan demikian kita mendasarkan
keputusan kita pada apakah tepat atau pada suatu perasaan yang mendalam.
Penalaran intiutif meliputi suatu konklusi pada penampilan atau apakah perasaan
benar (suatu asumsi). Penalaran induktif meliputi perasaan atau regularitas,
dimulai dengan menguji contoh-contoh khusus dan berperan untuk
menggambarkan suatu konklusi umum.
Pada petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas
No.506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian perkembangan
anak didik SMP dicantumkan indikator dari kemampuan penalaran sebagai hasil
belajar matematika. Indikator tersebut adalah: (1) menyajikan pernyataan
matematika secara lisan, tertulis, gambar, diagram, (2) mengajukan dugaan,(3)
melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyusun bukti,(4)
memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, (5) menarik kesimpulan
dari pernyataan, (6) memeriksa kesahihan suatu argumen, menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
Dalam pembelajaran penalaran, Glade dan Citron (dalam Tamalene, 2010:
21) memberikan 4 tahapan program pembelajaran penalaran:
8
Tahap 1. Tahap ini bertujuan untuk membangun kemampuan metakognisi
dengan pengembangan pengetahuan anak dari enam dasar
keterampilan berpikir dan bagaimana mereka menggunakan
keterampilan tersebut untuk berkomunikasi, belajar, menalar dan
menyelesaikan masalah. Fokus pada tahap ini adalah membangun
kesadaran siswa sehingga proses berpikir mereka secara sistematis
turut serta menggunakan enam keterampilan berpikir dan juga mereka
dapat belajar untuk menjadi pemikir yang baik.
Tahap 2. Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan level dari kecakapan kognisi
siswa melalui pelatihan dalam setiap enam dasar kemampuan berpikir
sebagai alat untuk berkomunikasi, belajar, bernalar dan memecahkan
masalah. Fokusnya adalah pengembangan kemampuan siswa
sehingga melakukan setiap enam kemampuan berpikir ketika dia
menyelesaikan suatu masalah.
Tahap 3. Tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan siswa untuk
mentransfer dan menggunakan keterampilan berpikir anak untuk
belajar, memahami, menganalisis, berkomunikasi dan memecahkan
masalah secara dasar. Karena kesadaran penggunaan dan
pentransferan keterampilan berpikir untuk mempelajari teori tidak
muncul secara intuitif atau otomatis, maka perlu dikembangkan aspek
materi untuk strategi penalarannya.
Tahap 4. Tahap ini sebagai refleksi sejauh mana kemampuan berpikir anak
dapat diaplikasikan dalam menganalisis, memahami,
mengkomunikasikan pemecahan masalah baik yang berkaitan
dengan konsep matematika maupun masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Probing-Pompting
Probing-prompting terdiri dari dua kata yaitu probing dan prompting.
apabila diartikan setiap kata, probing artinya penyelidikan, pemeriksaan, atau
menggali. Prompting artinya mendorong atau menuntun. Probing dilakukan
9
untuk untuk mengetahui atau memperoleh informasi yang ada pada diri
mahasiswa, yaitu pengetahuan apa yang dimiliki mahasiswa
mmenyangkut/menegnai permasalahan yang sedang dibahas. Prompting
dilakukan untuk mengarahkan proses berpikir mahasiswa, dari pengetahuan yang
sudah pada dirinya ke arah penyelesaian suatu permasalahan. Proses probing
dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menggali, dan prompting
dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntun.
Probing-prompting merupakan suatu strategi pembelajaran dengan cara
guru/dosen menyajikan serangkaian yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap
siswa/mahasiswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dibahas/dipelajari (Suherman, 2008).
Langkah-langkah implementasi probing-prompting dalam pembelajaran
yang dikembangkan oleh Joyce & Weil (Rosdiana, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki
(menyajikan masalah) melalui gambar, peragaan, dan lain-lain
b) Menunggu beberapa saat (1-3 menit)
c) Mengajukan pertanyaan sesuai indikator
d) Menunggu beberapa saat (1-3 menit)
e) Meminta seseorang untuk menjawabnya
f) Merespon siswa/mahasiswa, jika responnya tidak relevan maka guru/dosen
mengajukan pertanyaan sesuai indikator dengan satu seri pertanyaan probing
atau prompting. jika responnya relevan maka guru/dosen mengajukan
pertanyaan akhir untuk menguji indikator.
Strategi probing-prompting diberikan kepada semua mahasiswa dari
semua golongan kemampuan. Ketika pelaksanaan, pertanyaan-pertanyaan
probing-prompting diberikan kepada mahasiswa secara acak. Untuk mahasiswa
yang memiliki kemampuan awal yang baiik diberikan pertanyaan yang menggali
pengetahuan yang lebih tinggi, begitu juga sebaliknya untuk mahasiswa dengan
kemampuan awal yang rendah berikan pertanyaan yang tidak terlalu tinggi.
10
Srategi probing-prompting diberikan apabila mahasiswa menemui
kendala dalam menyelesaikan suatu persoalan yang diberikan, baik ketika
pembelajaran face-to-face maupun pembelajaran online. Adapun langkah-langkah
dalam menerapkan startegi probing-prompting adalah sebagai berikut:
a) Mengajukan pertanyaan, permasalahan atau suatu pertanyaan utama kepada
mahasiswa
b) Menunggu respon atau tanggapan mahasiswa
c) Mengajukan pertanyaan, menggali pengetahuan yang dimiliki mahasiswa
yang berkaitan dengan permasalahan utama. Pertanyaan atau perintah yang
diberikan disesuaikan dengan respon yang diberikan mahasiswa sebelumnya.
d) Menunggu respon atau tanggapan mahasiswa
e) Menunjuk salah satu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan
f) Mengajukan pertanyaan atau perintah yang menuntun mahasiswa dalam
menemukan jawaban dari pertanyaan atau permasalahan utama. Pertanyaan
atau perintah yang diberikan disesuaikan dengan respon yang diberikan
mahasiswa sebelumnya.
g) Menunggu respon atau tanggapan mahasiswa
h) Menunjuk salah satu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan
i) Mengajukan pertanyaan seterusnya, sesuai dengan permasalahan yang
diberikan sampai pertanyaan atau permasalahan utama dapat dijawab
mahasiswa dengan baik.
j) Menunggu respon akhir dari mahasiswa
k) Menunjuk salah satu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan
l) Dosen bersama mahasiswa memperjelas jawaban akhir.
C. Blended Learning
Blended learning merupakan proses mempersatukan beragam metode
belajar yang dapat dicapai dengan penggabungan sumber-sumber virtual dan fisik.
Driscool & Carliner (Hasbullah 2014) mendefinisikan: blended learning
integrates –or blends-learning programs in different formats to achieve a common
goal. artinya blended learning mengintegrasikan –atau menggabungkan- program
11
belajar dalam format yang berbeda dalam mencapai tujuan umum. Blended
learning merupakan sebuah kombinasi dan berbagai strategi di dalam
pembelajaran. Sehingga dapat dikatakan bahwa blended learning adalah metode
belajar yang menggabungkan dua atau lebih metode dan strategi dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan dari proses pembelajaran tersebut.
Gambar 2.1. Konsep Blended Learning
(Sumber : http://orangecharterschool.org/the-future-of-learning-has-arrived-at-ocs/)
Menurut Garnham dan Kaleta (2002) pembelajaran hybrid atau blended
adalah pembelajaran yang sebagian kegiatannya dilakukan secara online dan
waktu yang biasanya digunakan dalam kelas dapat dikurangi tetapi tidak
dihilangkan. Dalam penelitian ini kegiatan online dilakukan di luar jam tatap
muka tanpa mengurangi kegiatan tatap muka sehingga memberikan waktu yang
cukup banyak untuk terjadinya komunikasi antar mahasiswa maupun mahasiswa
dengan dosen pembina matakuliah. Komunikasi yang dilakukan secara online
mambantu mahasiswa menguasai kompetensi.
12
Aktivitas belajar mahasiswa juga mengalami peningkatan dengan adanya
blended learning. Mahasiswa dapat secara mandiri mengakses sumber-sumber
belajar yang telah disiapkan dalam website. Mahasiswa dapat melakukan diskusi
dengan dosen dan mahasiswa lain secara terjadwal maupun secara mandiri. Hal
ini sesuai dengan pendapat Garnham dan Kaleta (2002) bahwa tujuan
dikembangkannya pembelajaran blended atau hybrid adalah menggabungkan ciri-
ciri terbaik dari pembelajaran di kelas (tatap muka) dan ciri-ciri terbaik
pembelajaran online untuk meningkatkan pembelajaran mandiri secara aktif.
Berdasarkan pendapat di atas pembelajaran blended yang dikembangkan dalam
matakuliah dilakukan dengan tatap muka, offline , dan online merupakan cara
tepat untuk meningkatkan pencapaian kompetensi mahasiswa sebagai calon guru
yang harus menguasai filosofi dan teori belajar secara menyeluruh. Kegiatan
pembelajaran mengembangkan keterampilan berpikir kritis, berkomunikasi lisan
dan tulisan, mengelola diskusi, dan mengemukakan pendapat yang rasional.
Siemens (dalam Yaniawati, 2005) menyebutkan salah satu kategori e-
learning yaitu blended learning, yang menyediakan peluang terbaik untuk transisi
pembelajaran dari kelas menuju e-learning. Blended learning melibatkan kelas
(atau face-to- face) dan pembelajaran secara online sebagai proses
pembelajarannya. Model ini cukup efektif untuk menambah efisiensi
pembelajaran di kelas dan melakukan diskusi atau menambah/mencari informasi
di luar kelas.
Kurtus (2004) menyatakan bahwa “blended learning is a mixture of the
various learning strategies and delivery methods that will optimize the learning
experience of the user”. Hal tersebut menyatakan bahwa blended learning adalah
campuran dari berbagai strategi pembelajaran dan metode penyampaian yang akan
mengoptimalkan pengalaman belajar bagi penggunanya. Pelaksanaan strategi ini
memungkinkan penggunaan sumber belajar online, terutama yang berbasis
web/blog, tanpa meninggalkan kegiatan tatap muka (Elliot, 2002:58).
Sedangkan menurut Allen, Seaman, and Garrett (Hasbullah, 2014),
mendefinisikan blended learning yaitu:
13
The definition of an online program or blended program is similar to the
definition used for courses; an online program is one where at least 80 percent of
the program content is delivered online and a blended program is one where
between 30 and 79 percent of the program content is delivered online.
Untuk mengimplementasikan blended learning dalam perkuliahan di
perguruan tinggi, teori Gynther (dalam Hapizah, 2007) menyatakan bahwa ada
empat pertanyaan didaktik yang difokuskan, yaitu (1) pengetahuan apa yang harus
dicapai mahasiswa dan bentuk pendidikan yang harus dicapai; (2) bagaimana
pengaturan ruangan yang diperlukan untuk pembelajaran; (3) bagaimana
pengaturan lingkungan belajar yang dibutuhkan; dan (4) sumber belajar apa yang
dibutuhkan. Permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan pembelajaran di
perguruan tinggi adalah jika mengajar dalam kelas yang besar, maka pembelajaran
dengan one-to-one dan hands-on dirasakan agak sulit dilaksanakan. Permasalahan
lain adalah masalah waktu pembelajaran. Cotrell dan Robinson (dalam Hapizah,
2015) blended learning tidak hanya sebuah metode yang mengurangi
permasalahan waktu perkuliahan tetapi juga sebuah cara untuk melakukan
program perkuliahan dengan jumlah mahasiswa yang lebih banyak.
Taradi (Hapizah, 2015), blended learning merupakan salah satu dari tiga
prinsi pembelajaran yang ada di pendidikan tinggi, ketiga prinsip tersebut adalah
web-based learning, problem-based learning, dan collaborative learning. Blended
learning termasuk dalam prinsip web-based learning karena dalam blended
learning terdapat pembelajaran online, yaitu pembelajaran melalui website yang
telah dirancang.
Ada beberapa alasan menggunakan blended learning menurut Graham
(2004), yaitu: (1) meningkatkan pedagogi; (2) kemudahan akses dan fleksibilitas;
(3) meningkatkan keefektifan.
D. Implementasi Blended Learning dengan Strategi Probing-prompting
Implementasi blended learning dalam mencapai kemampuan penalaran
matematis mahasiswa calon guru akan memperoleh hasil yang maksimal apabila
dalam proses perkuliahan tersebut dilakukan sesuai dengan lagkah-langkah
14
blended learning yang dipilih. Implementasi blended learning terdiri dari
implementasi secara sequential dan secara concurrent. Implementasi secara
sequential artinya dalam beberapa pertemuan pembelajaran yang dilakukan
adalah pada pertemuan pertama melaksanakan pembelajaran secara online dan
kemudian pada pertemuan berikutnya melaksanakan pembelajaran secara face-to-
face, ataupun sebaliknya pembelajaran pertama melaksanakan secara online.
Secara garis besar alur penerapan blended learning dalam pembelajaran di
perguruan tinggi diperlihatkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Komponen Blended Learning dan Implementasi Blended Learning
(Sumber: Modul diklat Pembelajaran berbasis TIK)
Strategi
Probing-prompting
Implementasi
Blended Learning
Kemampuan
Penalaran
Matematis
15
Sedangkan implementasi blended learning secara concurrent adalah pelaksanaan
blended learning dengan menggabungkan antara pembelajaran secara online
dengan pembelajaran secara face-to-face dalam satu kali pertemuan. Artinya,
dalam setiap pertemuan dilaksanakan pembelajaran secara online dan
pembelajaran secara face-to-face. Penelitian ini mengimplementsikan blended
learning secara concurrent.
16
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT
A. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh interaksi antara jenis pembelajaran (BLPP, PP) dan
kemampuan awal mahasiswa terhadap peningkatan Kemampuan Penalaran
Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika
2. Membandingkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Calon Guru
Matematika yang memperoleh pembelajaran blended learning dengan strategi
probing prompting dan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Calon
Guru Matematika yang memeroleh pembelajaran dengan strategi
pembelajaran probing prompting.
3. Mengkaji secara komprehensif keunggulan dan kelemahan implementasi
pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting (BLPP)
dan pembelajaran dengan strategi Probing Prompting (PP) saja.
B. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan mafaat khususnya pada guru
dan dosen maupun kepada masyarakat luas pada umumnya mengenai penggunaan
model Blended Learning dengan strategi Probing-Prompting. Dengan
menggunakan model pembelajaran tersebut dihipotesiskan dapat meningkatkan
kemampuan penalaran matematis.
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed methods), yaitu
metode penelitian yang menggabungkan atau menghubungkan metode penelitian
kuantitatif dan kualitatif (Creswell, 2009). Pemilihan jenis penelitian kuantitatif
dan kualitatif atau mixed methods adalah untuk mendapatkan fakta yang lebih
komprehensif tentang kemampuan penalaran matematis belajar mahasiswa calon
guru matematika melalui blended learning dengan strategi probing prompting.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Embedded Design, yaitu
peneliti hanya melakukan mixed pada bagian dengan pendekatan kualitatif pada
penelitian yang berkarakter kuantitatif. Demikian pula sebaliknya, penyisipan
dilakukan pada bagian yang memang membutuhkan penguatan ataupun
penegasan, sehingga simpulan yang dihasilkan memiliki tingkat pemahaman yang
lebih baik, bila dibandingkan dengan hanya menggunakan satu pendekatan saja
(Indrawan dan Yaniawati, 2016). Alasan pemilihan model ini adalah agar hasil
penelitian yang didapatkan lebih lengkap, valid, reliable, dan objektif. Disamping
itu, dengan metode Embedded Design, peneliti dapat mengumpulkan data
KUANTITATIF dan data kualittatif secara bersama-sama, dengan demikian
dapat mempercepat waktu penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi metode
primernya adalah metode KUANTITATIF, sedangkan metode kualitatif sebagai
metode sekunder.
Metode KUANTITATIF digunakan untuk mengukur kemampuan
penalaran matematius mahasiswa calon guru serta interaksinya antar variabel,
metode kualitatif digunakan untuk melihat secara mendalam kemampuan
penalaran mahasiswa calon guru faktor-faktor penyebabnya, serta keunggulan dan
kelemahan dari penerapan blended learning dengan strategi probing-prompting.
Instrumen penelitian yang disusun terdiri dari: (1) tes kemampuan awal
mahasiswa dan tes kemampuan penalaran matematis; (2) angket untuk mengukur
kemampuan penalaran mahasiswa;(3) lembar observasi untuk mencatat aktivitas
dosen dan mahasiswa ketika pembelajaran; (4) panduan wawancara untuk
mengetahui kesulitan mahasiswa yang tidak dapat diketahui dari lembar jawaban
18
mahasiswa. Langkah-langkah penelitian metode Embedded Design yang
dilakukan diperlihatkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Langkah-langkah Metode Embedded Design
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, kepada subjek penelitian
diberikan dua kali tes kemampuan yang sama, yaitu dia awal (pretest) dan di akhir
semester (posttest). Skor peningkatan kemampuan penalaran matematis belajar
mahasiswa diperoleh dengan mengurangkan skor posttest dengan skor pretest.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif
Masalah dan Rumusan
Masalah
Tinjauan Pustaka dan
Hipotesis
Pengumpulan Data KUAN Pengumpulan Data kual
Analisis Data
KUAN dan kual
Penyajian Data Hasil
Penelitian
Kesimpulan dan Saran
19
dan kualitatif dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bergantian dalam selang
waktu yang tidak terlalu lama. Data kuantitatif diperoleh melalui hasil pretest dan
posttest. Data kualitatif dilakukan untuk melengkapi data kuantitatif agar analisis
hasil penelitian yang dilakukan menjadi lebih luas, mendalam, dan bermakna.
Data kualitatif diperoleh melalui instrument lembar observasi, video rekaman,
catatan lapangan, serta wawancara dengan subjek penelitian. Langkah-langkah
analisis data dipisahkan berdasarkan jenis data tersebut. Data kuantitatif diperoleh
dari analisis pretest dan posttest, sedangkan data kualitatif diperoleh dari analisis
lembar observasi, wawancara, angket, serta catatan lapangan dan dokumentasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Pendidikan
Matematika, FKIP, UNPAS. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah 80
orang mahasiswa yang dipilih secara acak kelas.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini tidak ada yang khusus,
hanya berupa koneksi internet untuk kelas Blended Learning Probing-prompting
(BLPP). Mahasiswa dapat menggunakan modem sendiri atau dapat
memanfaatkan fasilitas WiFi yang ada di kampus. Website yang digunakan untuk
kelas BLPP menggunakan media pembelajaran yang tersedia secara gratis yaitu
Edmodo (http://www.edmodo.com). Contoh Platform Edmodo adalah sebagai
berikut:
Gambar 4.2 Contoh Platform Edmodo
20
BAB V
HASIL YANG DICAPAI
Analisis data yang dilakukan terhadap hasil penelitian ini adalah analisis terhadap
data hasil tes awal, tes akhir, dan skala sikap. Tes awal digunakan untuk mengetahui
kemampuan penalaran matematika mahasiswa, sedangkan analisis presepsi digunakan
untuk mengetahui presepsi mahasiswa mahasiswa terhadap pembelajaran blended
learning. Adapun pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0
for windows.
A. Analisis Data Tes Awal / Pretes
1. Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku
Data tes awal diperoleh dari hasil tes awal yang telah diberikan sebelum
pembelajaran. Analisis data tes awal pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rata-rata dan Simpangan Baku
Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
Tes Awal (Pretes)
N Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Rata-
Rata
Simpangan
Baku
Ekperimen 39 6 0 2.69 1.575
Kontrol 37 6 0 3.11 1.577
*Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
2. Tes Normalitas Distribusi Frekuensi
Langkah pertama adalah menguji normalitas antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Uji normalitas terhadap dua kelas tersebut dilakukan degan
menggunakan uji Shapiro-Wilk melalui program SPSS 17.0 for windows
dengan taraf signifikansi 0.05. Setelah dilakukan pengolahan data,
tampilan output SPSS dapat dilihat seperti terdapat pada Tabel 5.2.
Berdasarkan uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk pada Tabel 5.2,
terlihat sigifikansi pada kolom signifikansi untuk kelas eksperimen adalah
0,069 Dan kelas kontrol adalah 0,056 Oleh karena nilai signifikansi kedua
kelas lebih dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa kelas eksperimen dan
21
kelas kontrol merupakan sampel yang berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Tabel 5.2
Output Data Normalitas Distribusi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen .167 39 .008 .948 39 .069
Kontrol .176 37 .005 .943 37 .056
a. Lilliefors Significance Correction
Gambar 5.1 Q-Q Plot Tes Awal (Pretes) Kelas Eksperimen
Gambar 5.2 Q-Q Plot Tes Awal (Pretes) Kelas Kontrol
22
Dari Grafik 4.1 dan Grafik 4.2 terlihat ada garis lurus dari kiri ke kanan
atas. Tingkat penyebaran titik disuatu garis menunjukkan normal tidaknya
suatu data. Jika distribusi normal, maka data akan tersebar di sekeliling
garis. Dari grafik di atas terlihat bahwa data tersebar di sekeliling garis.
Sehingga dapat diartikan bahwa data skor pretes untuk mahasiswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol atau kedua sampel tersebut berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
3. Tes Homogenitas Dua Varians
Langkah kedua adalah menguji homogenitas variansi antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan uji Levene melalui
program SPSS 17.0 for windows dengan taraf signifikasi 0.05. Setelah
dilakukan pengolahan data, tampilan output SPSS dapat dilihat seperti
terdapat pada Tabel 5.3 berikut ini :
Tabel 5.3
Output Uji Homogenitas Dua Varians Tes Awal (Pretes)
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Test of Homogeneity of Variances
Nilai
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.092 1 74 .763
Berdasarkan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene
pada Tabel 5.3 di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0.763 lebih
besar dari 0.05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa mahasiswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi-populasi yang
mempunyai varians sama, atau kedua kelas tersebut homogen.
4. Uji-t
Kedua kelas tersebut berdistribusi normal dan memiliki variansi yang
homogen, selanjutya dilkukan uji kesamaan dua rerata dengan uji-t melalui
23
aplikasi program SPSS 17.0 for windows menggunakan Independent
Sample t-tes dengan asumsi kedua varians homogen (equal varians
assumed) dengan taraf signifikansinya 0.05. Hipotesis tersebut dirumuskan
dalam bentuk hipotesis statistic (Uji dua pihak) sebagai berikut :
Keterangan :
Ho : kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting
dan kemampuan penalaran matematis mahamahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan strategi probing prompting
tidak berbeda secara signifikan.
H1 : kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting
dan kemampuan penalaran matematis mahamahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan strategi probing prompting
berbeda secara signifikan
Setelah dilakukan pengolahan untuk tes awal, tampilan output SPSS dapat
dilihat seperti terdapat pada Tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4
Output Uji-t Tes Awal (Pretes) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pada Tabel 5.4 di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi pada signifikansi
(2-tailed) adalah 0,254. Oleh karena nilai signifikansi > 0,05, maka Ho
diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan
24
penalaran matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran blended
learning dengan strategi probing prompting dan kemampuan penalaran
matematis mahamahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan
strategi probing prompting
B. Analisis data Tes Akhir/ Postes
1. Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku
Data tes akhir diperoleh dari hasil tes akhir yang telah diberikan sebelum
pembelajaran. Analisis data tes akhir pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut:
Tabel 5.5
Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rata-rata dan Simpangan Baku
Tes AkhirKelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
Tes Akhir (Postes)
N Nilai
Maksimum
Nilai
Minimum
Rata-
Rata
Simpangan
Baku
Ekperimen 39 15 3 8.56 3.48
Kontrol 37 13 2 7.00 2.51
2. Tes Normalitas Distribusi Frekuensi
Langkah pertama adalah menguji normalitas antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Uji normalitas terhadap dua kelas tersebut dilakukan degan
menggunakan uji Shapiro-Wilk melalui program SPSS 17.0 for windows
dengan taraf signifikansi 0.05. Setelah dilakukan pengolahan data,
tampilan output SPSS dapat dilihat seperti terdapat pada Tabel 5.6
Tabel 5.6
Output Data Normalitas Distribusi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen .109 39 .200* .957 39 .142
Kontrol .105 37 .200* .974 37 .536
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
25
Berdasarkan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada Tabel
5.6 di atas, terlihat sigifikansi pada kolom signifikansi untuk kelas
eksperimen adalah 0.2 Dan kelas kontrol adalah 0.2 Oleh karena nilai
signifikansi kedua kelas lebih dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa kelas
eksperimen dan kelas kontrol merupakan sampel yang berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
grafik Q-Q plots di bawah ini :
Gambar 5.3 Q-Q Plot Tes Awal (Postes) Kelas Eksperimen
Grafik 4.4 Q-Q Plot Tes Awal (Postes) Kelas Kontrol
Gambar 5.4 Q-Q Plot Tes Awal (Postes) Kelas Kontrol
26
Dari Grafik 4.3 dan Grafik 4.4 terlihat ada garis lurus dari kiri ke kanan
atas. Tingkat penyebaran titik disuatu garis menunjukkan normal tidaknya
suatu data. Jika distribusi normal, maka data akan tersebar di sekeliling
garis. Dari grafik di atas terlihat bahwa data tersebar di sekeliling garis.
Sehingga dapat diartikan bahwa data skor postes untuk mahasiswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol atau kedua sampel tersebut berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
3. Uji-t
Kedua kelas tersebut berdistribusi normal selanjutnya dilkukan uji
kesamaan dua rerata dengan uji-t melalui aplikasi program SPSS 17.0 for
windows menggunakan Independent Sample t-tes tanpa asumsi kedua
varians homogen (equal varians not assumed) dengan taraf signifikansinya
0,05. Hipotesis tersebut dirumuskan dalam bentuk hipotesis statistic (Uji
dua pihak) sebagai berikut :
Keterangan :
Ho : kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting
dan kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan strategi probing prompting
tidak berbeda secara signifikan.
H1 : kemampuan penalaran matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting
dan kemampuan penalaran matematis mahamahasiswa yang
memperoleh pembelajaran dengan strategi probing prompting
berbeda secara signifikan
Setelah dilakukan pengolahan untuk tes akhir, tampilan
output SPSS dapat dilihat seperti terdapat pada Tabel 5.8 berikut
ini :
27
Tabel 5.7
Output Uji-t Tes Akhir (Postes) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai Equal
variances
assumed
6.357 .014 2.233 74 .029 1.564 .701 -.288 3.416
Equal
variances
not
assumed
2.251 69.187 .028 1.564 .695 -.276 3.404
Pada Tabel 5.4 di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi pada signifikansi
(2-tailed) adalah 0,028. Oleh karena nilai signifikansi < 0,05, maka Ho
ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan penalaran
matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran blended learning
dengan strategi probing prompting dan kemampuan penalaran matematis
mahamahasiswa yang tidak memperoleh pembelajaran blended learning
dengan strategi probing prompting
C. Skor Gain
Untuk melihat peningkatan dari pretes ke postes, maka dilakukan
perhitungan peningkatannya (gain). Gain terdiri dari absolute gain atau actual
gain (gain mutlak atau gain actual) dan normalized gain (gain ternormalisasi).
Gain mutlak adalah besarnya peningkatan skor dari pretes ke postes. Jadi gain
mutlak sama dengan skor postes dikurangi dengan skor pretes. gain ternormalisasi
adalah proporsi gain mutlak terhadap gain maksimal yang dapat dicapai.
28
Untuk melihat penigkatan kemampuan penalaran Matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran blended learning dengan strategi probing prompting
dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional adalah dengan
menghitung gain kedua kelompok dengan menggunakan rumus gain
ternormalisasi. Hasi perhitungan gain ternormalisasi selengkapnya disajikan pada
Tabel 5.9 berikut:
Tabel 5.8 Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Aspek
Eksperimen Kontrol
Rata-rata gain
ternormalisai Kategori
Rata-rata gain
ternormalisai Kategori
Kemampuan
Penalaran
Matematis
0,50 Sedang 0,34 Sedang
Dari Tabel 5.9. terlihat bahwa rata-rata gain ternormalisasi kemampuan
penalaran Matematis siswa kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol.
Meskipun kedua kategori gain interpretasinya sedang.
Untuk mengetahui apakah perbedaan skor rata-rata gain ternormalisasi
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan atau tidak, maka data
diuji dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Sebelum dilakukan
analisis uji perbedaan dua rata-rata, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas terhadap data skor gain ternormalisasi.
Hasil perhitungan uji normalitas aspek kemampuan penalaran Matematis siswa
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan menggunakan SPSS. 17.0
disajikan pada Tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.9
Hasil Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Nilai Eksperimen .141 39 .048 .938 39 .034
Kontrol .106 37 .200* .957 37 .166
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
29
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas Shapiro-Wilk yang tersaji
pada Tabel 5.6 di atas, nilai signifikan pada setiap kelompok untuk kelas
eksperimen kurang dari 0,05 dan kelas kontrol lebih dari 0,05. Ini berarti untuk
kelas kontrol hipotesis nol diterima, dengan kata lain skor gain ternormalisasi
kemampuan penalaran Matematis untuk kelas kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas eksperimen hipotesis nol ditolak ,
dengan kata lain skor gain ternormalisasi kemampuan penalaran Matematis untuk
kelas eksperimen berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Data skor gain ternormalisasi kelas kontrol yang menggunakan
model konvensional berdistribusi normal, akan tetapi data kelas eksperimen tidak
berdistribusi normal. Karena salah satu data tidak berdistribusi normal, perbedaan
rata-rata diuji dengan Mann-Whitney Test. Hasil uji perbedaan rata-rata skor gain
ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.10
Deskripsi Uji Mann Whitney Perbedaan Rata-Rata
Skor Gain Ternormalisasi
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Nilai Eksperimen 39 45.77 1785.00
Kontrol 37 30.84 1141.00
Total 76
Tabel 5.11
Hasil Uji Mann Whitney Perbedaan Rata-Rata Skor Gain Ternormalisasi
Test Statisticsa
Nilai
Mann-Whitney U 438.000
Wilcoxon W 1141.000
Z -2.951
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
a. Grouping Variable: Kelompok
30
Berdasarkan Tabel 5.12. diketahui nilai statistik uji Z yaitu -4.951 dan nilai
Asymp. Sig. (2 tailed) 0.003 < 0,05. Hasil uji statistik menolak H0. Artinya
terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai gain ternormalisasi kemampuan
penalaran Matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol secara keseluruhan.
D. Presepsi Mahasiswa terhadap implementasi e-learning dan blended
learning
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti langsung terhadap mahasiswa
melalui sebuah wawancara dengan harapan akan dicapai hasil wawancara yang
optimal karena pewawancara memahami tujuan wawancara, dan responden
dituntut memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Pada bagian pertama materi wawancara (A) meliputi pertanyaan mengenai
pengenalan, kemampuan dan kebiasaan responden menggunakan komputer,
penggunaan software dan jaringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
responden (80 dari 80 responden) pengguna Microsoft office. Hal ini sesuai
dengan penggunaan untuk belajar (89%) dalam arti mengerjakan tugas-tugas
kuliah. Sebagian menggunakan aplikasi web browser (65%) untuk kegiatan
belajar, chatting dan komunikasi lainnya.
Pada penelitian tentang lama penggunaan komputer, sebanyak 59%
responden menggunakan komputernya lebih dari 3 jam per hari. Sisanya 26%
mengunakan lebih dari 2 jam per hari, sisanya 15% menggunakan komputer
kurang dari 2 jam per hari.
Dalam hal penggunaan internet, sebagian besar mahasiswa (91% dari
responden) menyatakan bahwa mereka menggunakan komputer untuk belajar,
searching bahan ajar di internet, membuat paper dan bahan presentasi dengan
power point, 91% mahasiswa menggunakan internet untuk berkomunikasi lewat
e-mail, chatting, facebook, dan lainnya. 45% untuk kepentingan rekreasi (seperti
melihat film di you tube atau melakukan game online dan sebagainya).
Pertanyaan mengenai pengenalan aplikasi e-learning menunjukkan,
sebanyak 69% responden menyatakan tahu tentang e-learning, 31% responden
mahasiswa menyatakan tidak mengenal.
31
Presepsi mahasiswa mengenai kesiapan penggunaan e-learning dengan
platform edmodo di kelas pada saat pembelajaran, 66 responden menjawab
mungkin bisa menggunakan aplikasi e-learning, 6 orang ragu-ragu dan 8 orang
tidak menjawab.
Kurangnya pengenalan akan program e-learning yang digunakan
menyebabkan mahasiswa tidak mampu menetapkan presepsi yang tepat mengenai
penilaian dengan proses pembelajaran lewat e-learning menunjukkan perlu
sosialisasi dan pembuktian bahwa penilaian lewat e-learning dapat lebih adil dan
mudah diperoleh. Contoh Buku nilai pada platform edmodo adalah sebagai
berikut:
Gambar 5.5. Buku Nilai pada Platform Edomodo
Bersumber pada pengalaman menggunakan internet, adalah koneksi yang buruk
menjadi kendala utama. Kendala berikutnya adalah fasilitas pendukung dan
jaringan. Masalah lainnya yang disampaikan mahasiswa adalah kemungkinan
mahasiswa tidak jujur, tugas yang diserahkan bukan hasil kerja mahasiswa yang
bersangkutan, terjadinya kesalahan system, dan kurangnya interaksi langsung
antara dosen dan mahasiswa.
32
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Model Blended Learning dengan strategi Probing-Prompting memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan Penalaran
Matematis Mahasiswa Calon Guru.
2. Mahasiswa Calon Guru yang belajar dengan model Blended Learning
dengan strategi Probing-Prompting memiliki kenaikan kemampuan
Penalaran Matematis yang lebih baik dalam mata kuliah Analisis Real,
jika dibandingkan dengan Mahasiswa Calon Guru yang belajar dengan
model pembelajaran konvensional.
B. SARAN
Walaupun penelitian ini telah menghasilkan temuan awal, peneliti masih
harus mengembangkan analisis dan hasil lebih lanjut, khususnya memperdalam
mengenai keunnggulan dan kelemahan implementasi pembelajaran blended
learning dengan strategi probing prompting (BLPP) dan pembelajaran dengan
strategi Probing Prompting (PP) saja.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Bumi Aksara
Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Curtis J.Bonk, Charles R. Graham. (2006). The Handbook of Blended learning.
USA : Pfeiffer.
Depdiknas. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem
Pendidikan Nasional.
Driscoll, M. (2002). Blended Learning: Let’s Get Beyond the Hype. [online].
Diakses https://www-07.ibm.com/services/pdf/blended_learning.pdf
Elliott, M. (2002). Blended Learning: The Magic Is In The Mix. In A. Rossett
(Ed.), The ASTD e-learning handbook (pp. 58-63). New York : McGraw-
Hill.
Ernst, J.V. “A Comparison of Traditional and Hybrid Online Instructional
Presentation in Communication Technology. Journal of Technology
Education Vol. 19 No. 2, Spring 2008 halaman 40-49.
http://scholar. lib.vt.edu/ejournals/JTE/v19n2/pdf/ernst.pdf
Diakses 24 April 2016
Garnham, C. dan Kaleta, R. “Introduction to Hybrid Course” 2002, Teaching
with Technology Today, Volume 8, Number 6: March 20, 2002.
http://www.wisconsin.edu/ttt/articles/garnham. Diakses 24 April 2016
Hapizah, (2015). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis, Komunikasi
Matematis, dan Kemandirian Belajar Mahasiswa Calon Guru Matematika
Melalui Blended Learning dengan Strategi Probing-prompting.
(Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Hasbullah.(2008). “Perancangan dan Implementasi Model Pembelajaran E-
learning Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di JPTE FPTK
UPI,” Jurnal Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Hicks, M., dkk. (2001). Enhancing online teaching: Designing responsive
learning environments. The International Journal for Academic
Development. 6(2),hlm. 143-151
34
Indrawan, R. dan Yaniawati, P. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif,
kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan dan
Pendidikan. Refika Aditama, Bandung.
Kurtus, R. 2004. Blended Learning. Available at http://www.school-for
champions.com/elearning/blended.htm [diakses 16-03-2016]
Prayitno, W. (2015). Penerapan Blended Learning Dalam Pengembangan
Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Bagi Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan (PTK).
http://lpmpjogja.org/wp-content/uploads/2015/08/Artikel-br_10juli-
Penerapan-Blended-Learning-dalam-Pengembangan-Diklat-
PTK_Wendhie.pdf
Diakses 24 April 2016.
Russefendi, H.E. T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-
Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Suherman, E. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
JICA
Tamalene, Hanisa. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui
Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister pada
PPS UPI bandung: Tidak diterbitkan.
Yaniawati, P. (2010). E-learning Alternative Pembelajaran Kontemporer.
Bandung: Arfino Raya.
Yaniawati, P. (2014). Budaya Belajar Mandiri Mahasiswa Melalui Pemanfaatan
E-Learning dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas
Pasundan.
Yaniawati, P. (2012). Pengaruh E-Lerning untuk meningkatkan Daya Matematik
Mahasiswa. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan. November
2012, Th. XXXI, No. 3. Halaman 381-393.
35
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrumen
ETUNJUK
Kerjakan semua soal dibawah ini
SOAL:
1. Jika sebarang dua vektor dalam Rp, buktikan:
a. | | | || |
b. | | | | | |
2. “Suatu himpunan K subhimpunan dari disebut konveks, Jika untuk
dan adalah suatu bilangan real di antara 0 dan, , maka
titik ( ) juga anggota himpunan K”
Berdasarkan definisi tersebut, periksalah untuk *( ) | | +
3. Tunjukkan bahwa himpunan * | + himpunan terbuka.
4. Himpunan {
|
} adalah himpunan tak
tersambung dalam R.
Buktikan pernyataan tersebut!
SELAMAT MENGERJAKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JALAN TAMANSARI NO. 6 TELEPON 4205317
UN
IVE
R
S ITAS PAS
UN
DA
N
B A N D U N G
SOAL TES
36
37
38
39
40
41
42
Lampiran 3. Luaran. Prosiding AD Intercomme
Enhancing the Ability of Mathematical Reasoning for
Students Prospective Teachers
Through Blended Learning Method
Dahlia Fisher1, Thesa Kandaga
2
1 2Faculty of Teacher Training and Education Pasundan University,
Jl. Taman Sari No. 6-8, Bandung, Indonesia.
Abstract. This study aims to analyze the effectiveness of blended learning method in
improving the mathematical reasoning ability of math students prospective teachers. The
method used in this study is quantitative research method. The study was conducted on
two groups: the experimental group and the control group. The experimental group
consisted of students who used blended learning method while the control group
consisted of students who were taught by conventional learning. The object of this study
is a math student prospective teachers in level three in one of the universities in Bandung.
Based on the study, it can be concluded that learning with effective blended learning
method can improve the mathematical reasoning ability of math students prospective
teachers.
Keywords: Blended leaning, mathematical reasoning ability
INTRODUCTION
Science has developed rapidly in this century that the main technology which
computer became its foundation through the Internet connection. The Internet is a source
of learning without limits of space and time. According to Clark in Kurtus [13] there are
five functions of Internet utilization as a learning resource i.e: (a) media as technology,
(b) media as tutor or teacher, (c) media as socializing agents, (d) media as motivators for
learning, and (e) media as problem-solving”.
NCTM (2000) Principles and Standards for School Mathematics classify the
basic math skills in five (5) the ability of the following standards: (1) Problem Solving (2)
Reasoning and Proof (3) Communication (4) Connections (5) Representation.
To bring up an idea or concept in mathematics, Ruseffendi [15] states that
"mathematics arises because thoughts are related to ideas, processes, and reasoning". In
other words, the purpose of learning mathematics needs to be directed at developing the
students' understanding and reasoning. This is in line with the specific objectives of
mathematics learning in the 2004 curriculum, ie:
1) Train the way of thinking and reasoning in drawing conclusions, for example,
through investigation, exploration, experimentation, showing similarities, differences,
consistency, and inconsistency.
43
2) Develop creative activities that involve imagination, intuition, and discovery by
developing divergence, original, curiosity, making predictions and guesswork and
experimenting.
3) Develop problem-solving skills.
4) Developing the ability to convey information or communicate ideas among others
through oral conversations, notes, charts, diagrams in explaining ideas.
Reasoning in mathematics is something essential and important, never the
slightest off of mathematical reasoning, so that it can be said that the reasoning is the
essence of mathematics. Any mathematics learning must be concerned with reasoning,
therefore reasoning ability will describe its mathematical ability.
Yaniawati [21] Conducted research on E-Learning Implementation in Efforts to
Develop Mathematical Power of Student Prospective Teachers. According to him, some
high education in developed countries provide some alternative models of learning
activities/lectures to the learners. The goal is that learners can flexibly manage lecture
activities in accordance with the time and activities of everyday learners. There are three
alternative models of learning activities that students can choose: 1) fully face-to-face
(conventional) 2) partly face-to-face and partly via the internet, or 3) completely over the
internet. Yaniawati [21] There is a significant difference in mathematical power between
prospective teachers who study through full e-learning, blended-learning, and
conventional learning. The students' mathematical power through blended learning is
better than through other learning (full e-learning and conventional), based on the
background of the above problems, the researcher is interested to examine the
improvement of Mathematical Reasoning Competency for Math Student Prospective
Teachers through Blended Learning.
THEORETICAL FRAMEWORK
Reasoning
The reasoning is a thought process done in one way to draw conclusions. General
conclusions can be drawn from individual cases, but can also be otherwise from
individual to special and general to Suherman [16]. Reasoning consists of inductive
reasoning called inductive and deductive reasoning called deduction. Inductive reasoning
is the reasoning to draw a conclusion from the particular things to the general Sumarmo
[17].
Analogy reasoning is a conclusion based on a similar nature. In line with that
Mundiri in Tamalene [18] says that the analogy is to compare two different things based
on similarity, then draw conclusions based on their likeness. While Generalization is an
exposition of the relationship of some concepts applied in a more general situation. This
reasoning includes observing specific examples and determining the underlying patterns
or rules. For example, the product of two odd numbers is an odd number. The principle
underlying generalization is "what happens several times under certain conditions, can be
expected to always occur when the same conditions are met".
Sumarmo [17] reasoning can be classified into two types: inductive reasoning and
deductive reasoning. Inductive reasoning is defined as a general or specific conclusion
based on observed data. The value of truth in inductive reasoning can be either right or
wrong. Some of the activities categorized as inductive reasoning include:
a) Transductive: draws conclusions from one particular case or one particular property
applied to the other special case.
b) Analogy: drawing inferences based on data similarity or process
44
c) Generalization: general drawing conclusions based on the amount of data observed
d) Estimate answers, solutions or tendency: interpolation and extrapolation
e) Provide an explanation of existing models, facts, traits, relationships, or patterns
f) Use relationship patterns to analyze the situation, and construct conjectures
According to Baroody, A.J. Tamalene [18], there are three main types of
reasoning: (a) intuitive reasoning (b) inductive reasoning and (c) deductive reasoning.
Intuitive reasoning requires a ready knowledge or play a guess. Often, we can not do all
the information necessary for a decision-making and thus we base our decisions on
whether it is appropriate or in a deep sense. Intuitive reasoning involves a conclusion of
appearance or whether the feeling is right (an assumption). Inductive reasoning involves
feeling or regularity, started with testing specific examples and contributing to a general
conclusion.
In the technical guidance of Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.506/C/PP/2004,
11th November 2004 on the assessment of the development of junior high school
students, there are indicators of reasoning ability as a result of learning mathematics. The
indicators are: (1) present the mathematical statements orally, written, drawing, diagrams,
(2) presupposes, (3) manipulates mathematics, draws conclusions, prepares evidence, (4)
gives reasons or evidence to the truth of the solution, 5) draw conclusions from
statements, (6) examine the validity of an argument, find patterns or properties of
mathematical phenomena to make generalizations. In reasoning learning, Glade and Citron in Tamalene [18] provide 4 stages of the
reasoning learning program seen in Figure 1.1.
Stage 1. This stage aims to build metacognition skills with the development of children's
knowledge of the six basic thinking skills and how they use such skills to
communicate, learn, reason and solve problems. The focus at this stage is to build
student awareness so that their thinking processes systematically participate using
six thinking skills and also they can learn to be good thinkers.
Stage 2. This stage aims to increase the level of students' cognitive skills through training
in every six basic thinking abilities as a tool for communicating, learning,
reasoning and problem-solving. The focus is on developing students' abilities so
that they perform every six thinking skills when he or she solves a problem.
Stage 3. This stage aims developing students' ability to transfer and use children's
thinking skills to learn, understand, analyze, communicate and solve problems on
a basic basis. Because awareness of the use and transfer of thinking skills to study
theory does not arise intuitively or automatically, it is necessary to develop
material aspects for its reasoning strategy.
Stage 4. This stage as a reflection of the extent to which the ability to think children can
be applied in analyzing, understanding, communicating problem-solving both
related to mathematical concepts and problems in everyday life.
Blended Learning
Blended learning is a process of uniting a variety of learning methods that can be
achieved by combining virtual and physical resources. Driscool & Carliner Hasbullah
[10] defines: blended learning integrates -or blends-learning programs in different
formats to achieve a common goal. This means that blended learning integrates - or
combines - learning programs in different formats to achieve common goals. Blended
45
learning is a combination and a variety of strategies in learning. So it can be said that
blended learning is a learning method that combines two or more methods and strategies
in learning to achieve the purpose of the learning process.
According to Garnham and Kaleta [8] hybrid or blended learning is a learning
activity that is partly done online and the time normally used in the classroom can be
reduced but not eliminated. In this study online activities conducted outside the face-to-
face without reducing face-to-face activities so as to provide sufficient time for the
occurrence of communication between students and students with faculty lecturers.
Communication is done online help students master competence.
Student learning activities also experienced an increase in the presence of
blended learning. Students can independently access the learning resources that have been
prepared on the website. Students can conduct discussions with other lecturers and
students on a scheduled or independent basis. This is in line with Garnham and Kaleta's
opinion [8] that the purpose of developing blended learning or hybrid learning is to
combine the best features of classroom learning (face-to-face) and the best characteristics
of online learning to actively enhance active learning. Based on the above opinion,
blended learning developed in the course done face-to-face, offline, and online is the right
way to improve the achievement of student competence as a prospective teacher who
must master the philosophy and theory of learning as a whole. Learning activities develop
critical thinking skills, communicate oral and written, manage discussions, and rational
opinions.
Siemens in Yaniawati [21] mentions one of the categories of e-learning that is
blended learning, which provides the best opportunity for the learning transition from
class to e-learning. Blended learning involves class (or face-to-face) and online learning
as a learning process. This model is effective enough to increase the efficiency of learning
in the classroom and conduct discussions or add/seek information outside the classroom.
Figure 1. Blended Learning Concept
(Source : http://orangecharterschool.org/the-future-of-learning-has-arrived-at-ocs/
46
Kurtus [13] states that "blended learning is a mixture of the various learning
strategies and delivery methods that will optimize the learning experience of the user". It
states that blended learning is a mixture of various learning strategies and delivery
methods that will optimize the learning experience for its users. Implementation of this
strategy allows the use of online learning resources, especially web-based / blogs, without
leaving Elliot's face-to-face activities [6].
Meanwhile, according to Allen, Seaman, and Garrett Hasbullah [10], defines
blended learning, that is:
The definition of an online program or blended program is similar to the
definition used for courses; an online program is one where at least 80 percent of the
program content is delivered online and a blended program is one where between 30 and
79 percent of the program content is delivered online.
To implement blended learning in college, Gynther's theory in Hapizah [9] states
that there are four focused didactic questions, namely (1) what knowledge the student
must achieve and what the form of education to be achieved; (2) how the room
arrangements are needed for learning; (3) how to set up the learning environment needed;
and (4) what learning resources are needed. Problems encountered in the implementation
of learning in college is if teaching in a large class, then learning with one-to-one and
hands-on is rather difficult to implement. Another problem is the problem of learning
time. Cotrell and Robinson in Hapizah [9] blended learning is not only a method that
reduces lecture time issues but also a way to lecture programs with more students.
Taradi in Hapizah [9], blended learning is one of three principles of learning that
exist in higher education, the three principles are web-based learning, problem-based
learning, and collaborative learning. Blended learning is included in the principle of web-
based learning because in blended learning there is online learning, that is learning
through a website that has been designed.
There are several reasons to use blended learning according to Graham [8],
namely: (1) increase pedagogy; (2) ease of access and flexibility; (3) improve
effectiveness.
METHODOLOGY
The research method used in this research is quantitative research method, by
dividing the object of research into two groups. The first group is the experimental class
group that is the group of prospective teachers who get Blended Learning and the second
group is the control group; that is prospective teachers who get conventional learning.
The study was conducted on 80 prospective teachers at the third level of one of
the universities in Bandung, West Java. Data obtained through pretest and posttest result
to 80 students. The research instruments comprised of: (1) the student's initial ability test
and the mathematical reasoning test; (2) questionnaire to measure students' reasoning
ability; (3) observation sheets to record the activities of lecturers and students when
learning; (4) an interview guide to find out the student difficulties that can not be known
from the student answer sheets.
47
RESULT AND DISCUSSION
1. Data Analysis of Preliminary Test/Pretest
a) Average Scores and Standard deviations
Preliminary test data is obtained from the initial test results that have been given
before the learning. Analysis of preliminary test data in the experimental and control
groups can be seen in Table 1 below:
Table 1. Maximum Score, Minimum Score, Average and Standard Deviation Initial Test
of Experiment Class and Control Class
Class
Preliminary Tes Data (Pretes)
N Maximum Score Minimum
Score Average Standard Deviation
Experiment 39 6 0 2.69 1.575
Control 37 6 0 3.11 1.577
b) Normality Test of Frequency Distribution
The first step is to test the normality between the experimental class and the
control class. Normality test of the two classes is done by using Shapiro-Wilk test with
significance level of 0.05. After processing data, SPSS output display can be seen as
shown in the following table.
Table 2. Output of Normalities Data of Classroom Distribution of Experiment and
Control Class
Tests of Normality
Group Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Score Experiment .167 39 .008 .948 39 .069
Control .176 37 .005 .943 37 .056
a. Lilliefors Significance Correction
c) Homogeneity Test Two Variance
The second step is to test the homogeneity of variance between experimental class and
control class by using Levene test with significance level of 0.05. After data processing,
the output can be seen as shown in Table 3 below.
Table 3. Output Test Homogeneity Two Variants Initial Test (Pretest)
Experiment Class and Control Class
Test of Homogeneity of Variances
Score
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.092 1 74 .763
48
Based on homogeneity test class come from populations that have the same
variance, or both classes are homogeneous of variance by using Levene test in Table 3
above, it can be seen that the significance score of 0.763 is greater than 0.05. So it can be
concluded that the students of the experimental class and the control, have the same
variance.
d) T-test
Both classes are normally distributed and have homogeneous variance, followed
by two-tension equality test with t-test through SPSS 17.0 for windows application using
Independent Sample t-test with the assumption of the two variance homogeneous with a
significance level of 0.05. After processing for the initial test, the SPSS output display
can be seen as shown in Table 4 below.
Table 4. Output Test-t Test Initial (Pretets) Experiment Class and Control Class
In Table 4 above, it can be seen that the significance value at significance (2-tailed) is
0.254. Due to the significance value> 0,05, hence accepted or there is no difference
of significant mathematical reasoning ability of student who get blended learning learning
and mathematical reasoning ability of student who gain learning with conventional
model.
2. Analysis of Final Test Data/ Postest
a) Average Scores and Standard deviations
The final test data is obtained from the final test result that has been given before the
learning. Analysis of the final test data in the experimental and control groups can be seen
in Table 5 below:
Table 5. Maximum Scores, Minimum Scores, Average and Standard Deviation
Experimental Final Test and Control Class
Class
Final test (Postest)
N Maximum
Score Minimum Score Average Standard Deviation
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Score Equal variances assumed
.092 .763 -1.149 74 .254 -.416 .362 -1.137 .305
Equal variances not assumed
-1.149 73.780 .254 -.416 .362 -1.137 .305
49
Experiment 39 15 3 8.56 3.48
Control 37 13 2 7.00 2.51
b) Normality Test of Frequency Distribution
The first step is to test the normality between the experimental class and the control class.
Normality test of the two classes is done by using Shapiro-Wilk test with significance
level of 0.05. After data processing, SPSS output display can be seen as shown in Table 6
Table 6. Output of Normalities Data of Classroom Distribution of Experiment and
Control Class
Tests of Normality
Group Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Score Exsperiment .109 39 .200* .957 39 .142
Control .105 37 .200* .974 37 .536
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Based on the test of normality with Kolmogorov-Smirnov test in Table 6 above,
it is seen in the column of significance for the experimental class is 0.2 And the control
class is 0.2 Since the significance value of the two classes is more than 0.05, it can be said
that the experimental class and the control class are samples comes from a normally
distributed population.
c) The t-test
The two classes were normally distributed and then tested the equality of two
averages with the t-test using the Independent Sample t-test without the assumption of the
two variances not assumed with a significance level of 0.05.
In Table 7 below, it is seen that the significance value at significance (2-tailed) is
0.028. Due to the significance value , Ho is rejected or there is a significant
difference in the students 'mathematical reasoning ability that obtains blended learning
with students' mathematical reasoning ability that obtains conventional learning.
Table 7. Output of Final T-test of Experiment Class and Control Class
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed
)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper
Score Equal
variances
assumed
6.357 .014 2.233 74 .029 1.564 .701 -.288 3.416
Equal
variances
not
assumed
2.251 69.187 .028 1.564 .695 -.276 3.404
50
d) Score Gain
To see an improvement from pretest to posttest, then the calculation of the
increase (gain). Gain consists of absolute gain or actual gain (normal gain or normal gain)
and normalized gain (normalized gain). The absolute gain is the magnitude of the
increase in scores from pretest to posttest. So the absolute gain equals the post score
minus the pretest score. the normalized gain is the absolute proportion of gain against the
achievable maximum gain.
To see the enhancement of Mathematical reasoning abilities students who
acquired blended learning and students who received conventional learning were to
calculate the gain of the two groups using the normalized gain formula. The result of the
normalized gain calculation is presented in Table 8.
Table 8. Gain Normalized Experiment Class and Control Class
Aspects
Experiment Control
The average gain
is normalized Category
The average gain
is normalized Category
Mathematical
reasoning
abilities
0,50 Medium 0,34 Medium
From table 8, it is seen that the average gain normalized the Mathematical reasoning
ability of the experimental class students is greater than the control class. Although both
categories gain a moderate interpretation.
To find out whether the difference in gain average scores normalized
experimental class and control class students was significant or not, the data were tested
using a two-averaging difference test. Prior to the analysis of two average difference test,
first tested normality and homogeneity test to normalized gain score data.
The result of normality test of an aspect of students' Mathematical reasoning ability for
experimental class and control class is presented in table 9 below:
Table 9. Normalized Gain Test Result in Experiment Class and Control Class
Tests of Normality
Group Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Score Exseriment .141 39 .048 .938 39 .034
Control .106 37 .200* .957 37 .166
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Based on the results of Shapiro-Wilk normality test calculation presented in table
9 above, the significant value for each group for the experimental class is less than 0.05
and the control class is more than 0.05. This means that for the control class the null
hypothesis is accepted, in other words, the gain score is normalized Mathematical
reasoning abilities for the control class come from the normally distributed population. As
for the experimental class, the null hypothesis is rejected, in other words, the normalized
gain score of Mathematical reasoning abilities for the experimental class comes from the
non-distributed population.
Normalized gain score data of control class using conventional model is a normal
distribution, but experiment class data is not normally distributed. Since one of the data is
51
not normally distributed, the average difference is tested with Mann-Whitney Test. The
result of difference test of the average normalized gain score can be seen in table 10.
Table 10. Mann Whitney Test Description The Difference of Average Normalized Gain
Score Ranks
Groups N Mean Rank Sum of Ranks
Score Experiment 39 45.77 1785.00
Control 37 30.84 1141.00
Total 76
Table 11. Mann Whitney Test Result Average Difference Normalized Gain Score
Test Statistica
Score
Mann-Whitney U 438.000
Wilcoxon W 1141.000
Z -2.951
Asymp. Sig. (2-tailed) .003
a. Grouping Variable: Kelompok
According to Table 11, it is known that the Z test statistic is -2.951 and Asymp
value. Sig. (2 tailed) 0.003 <0.05. The statistical test results reject . This means that
there is a significant difference in the average value of gains normalized Mathematical
reasoning ability of the experimental class and the control class as a whole.
CONCLUSIONS
Based on the results of research analysis and discussion of conclusions in this
study are:
1. Blended Learning model has a significant influence on the improvement of
Mathematical Reasoning Competency for Math Students Prospective Teacher.
2. Mathematical Reasoning Skills Math Students Prospective Teachers who have
blended learning have a better (normalized gain) compared to the reasoning ability
of Math Students Prospective Teachers who acquired learning with conventional
learning strategies.
ACKNOWLEDGMENT
The author’s thanks to Pasundan University and Department of Mathematic Education,
Postgraduate School, Indonesian Education University for this work.
REFERENCES
[1] Arikunto, S. 2001. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi
Aksara
[2] Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
[3] Curtis J.Bonk, Charles R. Graham. 2006. The Handbook of Blended learning. USA:
Pfeiffer.
52
[4] Depdiknas. 2003. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan
Nasional.
[5] Driscoll, M. 2002. Blended Learning: Let’s Get Beyond the Hype. [online].
Diakses https://www-07.ibm.com/services/pdf/blended_learning.pdf
[6] Elliott, M. 2002. Blended Learning: The Magic Is In The Mix. In A. Rossett (Ed.),
The ASTD e-learning handbook (pp. 58-63). New York: McGraw-Hill.
[7] Ernst, J.V. “A Comparison of Traditional and Hybrid Online Instructional
Presentation in Communication Technology. Journal of Technology Education Vol.
19 No. 2, Springer 2008 p. 40-49.
http://scholar. lib.vt.edu/ejournals/JTE/v19n2/pdf/ernst.pdf
Diakses 24 April 2016
[8] Garnham, C. dan Kaleta, R. “Introduction to Hybrid Course” 2002, Teaching with
Technology Today, Volume 8, Number 6: March 20, 2002.
http://www.wisconsin.edu/ttt/articles/garnham. Diakses 24 April 2016
[9] Hapizah, 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis, Komunikasi
Matematis, dan Kemandirian Belajar Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui
Blended Learning dengan Strategi Probing-prompting. (Disertasi). Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
[10] Hasbullah.2008. “Perancangan dan Implementasi Model Pembelajaran E-learning
Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di JPTE FPTK UPI,” Jurnal
Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
[11] Hicks, M., dkk. 2001. Enhancing online teaching: Designing responsive learning
environments. The International Journal for Academic Development. 6(2),hlm. 143-
151
[12] Indrawan, R. dan Yaniawati, P. 2016. Metodologi Penelitian Kuantitatif, kualitatif,
dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan dan Pendidikan. Refika Aditama,
Bandung.
[13] Kurtus, R. 2004. Blended Learning. Available at http://www.school-for
champions.com/elearning/blended.htm [diakses 16-03-2016]
[14] Prayitno, W. 2015. Penerapan Blended Learning Dalam Pengembangan Pendidikan
Dan Pelatihan (Diklat) Bagi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (PTK).
http://lpmpjogja.org/wp-content/uploads/2015/08/Artikel-br_10juli-Penerapan-
Blended-Learning-dalam-Pengembangan-Diklat-PTK_Wendhie.pdf
Diakses 24 April 2016.
[15] Russefendi, H.E. T. 1998. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-
Eksakta lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.
[16] Suherman, E. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA
[17] Sumarmo, Utari. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Artikel pada FPMIPA UPI Bandung
[18] Tamalene, Hanisa. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui
Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis Magister pada PPS UPI
bandung: Tidak diterbitkan.
[19] Yaniawati, P. 2010. E-learning Alternative Pembelajaran Kontemporer. Bandung:
Arfino Raya.
[20] Yaniawati, P. 2014. Budaya Belajar Mandiri Mahasiswa Melalui Pemanfaatan E-
Learning dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pasundan.
53
[21] Yaniawati, P. 2012. Pengaruh E-Learning untuk meningkatkan Daya Matematik
Mahasiswa. Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan. November 2012, Th.
XXXI, No. 3. Halaman 381-393.