ta-mortar

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batu bata merah merupakan salah satu material yang masih cukup banyak digu nakan dalam praktek konstruksi, karena cuku p mudah mendapatk annya dan harganya relatif murah. Penggunaan material bata merah pada bangunan tidak hanya dijumpai di pedesaan saja, tetapi juga dapat ditemui di daerah perkotaan. Peran pa sangan di nding bata seb agai sek at pe mi sah at au pa rti si membuat  pasangan dinding bata mempunyai fungsi yang berperan sebagai bagian dari konstruksi atau struktur bangunan. Sehingga hal – hal yang berkaitan dengan  pekerjaan pasangan dinding, merupakan hal yang perlu diperhatikan, terutama dalam penggunaan material penyusunnya, baik pada kualitas bata, kualitas semen, dan komposisi susunannya yang perlu direncanakan dengan tepat. Pada bangunan sederhana, pasangan dinding bata mudah sekali mengalami keruntuhan akibat gaya lateral, seperti beban angin dan beban gempa (seismik) yang dikarenakan sifat dari pasangan bata tersebut sangat getas. Selain menerima gaya lateral dari arah bidang samping karena pengaruh interaksi dinding pasangan  bata dengan portal, pasangan dinding bata juga dapat menerima gaya lateral dari arah bidang muka pasangan bata (lateral in-plane load). Dalam menahan gaya lateral dari arah bidang muka ini, dinding pasangan bata akan mengalami lentur ke arah tegak lurus bidang. Untuk bisa menahan lentur, maka kapasitas kekuatan lentur pas angan din din g bat a per lu dip erhitu ngk an dal am per encanaan aga r terhindar dari ke ret akan ba hkan kerunt uhan. Meli hat ha l it u, maka perl u diadakannya pengujian kuat lentur terhadap pasangan dinding bata tersebut. Suatu penampan g yang mengalami lentur akan menimbulk an tegan gan tarik dan tegangan tekan pada serat penampangnya. Untuk menahan tegangan tarik diperluk an perana n tulan gan baja yang dipasang pada serat tarikn ya. Untuk itulah penelitian ini juga akan menguji kuat lentur pasangan dinding bata yang diberi tulangan pada serat yang tertarik. 1

Upload: tioktista-ajeng-rospratami

Post on 17-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mortar

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Batu bata merah merupakan salah satu material yang masih cukup banyak

    digunakan dalam praktek konstruksi, karena cukup mudah mendapatkannya dan

    harganya relatif murah. Penggunaan material bata merah pada bangunan tidak

    hanya dijumpai di pedesaan saja, tetapi juga dapat ditemui di daerah perkotaan.

    Peran pasangan dinding bata sebagai sekat pemisah atau partisi membuat

    pasangan dinding bata mempunyai fungsi yang berperan sebagai bagian dari

    konstruksi atau struktur bangunan. Sehingga hal hal yang berkaitan dengan

    pekerjaan pasangan dinding, merupakan hal yang perlu diperhatikan, terutama

    dalam penggunaan material penyusunnya, baik pada kualitas bata, kualitas semen,

    dan komposisi susunannya yang perlu direncanakan dengan tepat.

    Pada bangunan sederhana, pasangan dinding bata mudah sekali mengalami

    keruntuhan akibat gaya lateral, seperti beban angin dan beban gempa (seismik)

    yang dikarenakan sifat dari pasangan bata tersebut sangat getas. Selain menerima

    gaya lateral dari arah bidang samping karena pengaruh interaksi dinding pasangan

    bata dengan portal, pasangan dinding bata juga dapat menerima gaya lateral dari

    arah bidang muka pasangan bata (lateral in-plane load). Dalam menahan gaya

    lateral dari arah bidang muka ini, dinding pasangan bata akan mengalami lentur

    ke arah tegak lurus bidang. Untuk bisa menahan lentur, maka kapasitas kekuatan

    lentur pasangan dinding bata perlu diperhitungkan dalam perencanaan agar

    terhindar dari keretakan bahkan keruntuhan. Melihat hal itu, maka perlu

    diadakannya pengujian kuat lentur terhadap pasangan dinding bata tersebut.

    Suatu penampang yang mengalami lentur akan menimbulkan tegangan

    tarik dan tegangan tekan pada serat penampangnya. Untuk menahan tegangan

    tarik diperlukan peranan tulangan baja yang dipasang pada serat tariknya. Untuk

    itulah penelitian ini juga akan menguji kuat lentur pasangan dinding bata yang

    diberi tulangan pada serat yang tertarik.

    1

  • Bahan bata merah yang ditinjau akan diperoleh dari salah satu desa

    pengerajin bata merah di Bali yaitu bata merah Keramas, Gianyar. Di Keramas,

    pembuatan batu bata merah masih menggunakan cara yang tradisional dan belum

    mengikuti standart dan pengujian teknis. Karakteristik bata merah yang

    diproduksi belum diketahui, baik itu kuat tekan unit bata dan serapan airnya.

    Kapasitas lentur pasangan dinding bata dengan dan tanpa tulangan akibat gaya

    lateral ke arah bidang muka yang menggunakan bata lokal dari daerah Keramas

    sejauh ini belum diketahui, sehingga perlu diadakan penelitian. Studi

    eksperimental ini nantinya akan membahas perilaku lentur pasangan dinding bata

    akibat gaya lateral ke arah bidang muka dari 3 jenis spesimen pasangan dinding,

    yaitu pasangan dinding tanpa tulangan tanpa plesteran (TTTP), pasangan dinding

    tanpa tulangan dengan plesteran (TTDP) dan pasangan dinding dengan tulangan

    dengan plesteran (DTDP) . Pengujian kuat lentur pasangan dinding mengacu pada

    SNI-03-4165-1996.

    1. 2 Rumusan Masalah

    A. Berapakah kuat lentur pasangan dinding bata dari masing masing jenis

    variabel benda uji, yaitu pasangan dinding bata tanpa tulangan tanpa

    plesteran, pasangan dinding bata tanpa tulangan dengan plesteran, dan

    pasangan dinding bata dengan tulangan dengan plesteran.

    B. Bagaimanakah pola retak dan lendutan yang terjadi pada masing masing

    benda uji.

    1.3 Tujuan PenelitianA. Untuk mengetahui kuat lentur pasangan dinding bata dari masing masing

    jenis variabel benda uji, yaitu pasangan dinding bata tanpa tulangan tanpa

    plesteran, pasangan dinding bata tanpa tulangan dengan plesteran, dan

    pasangan dinding bata dengan tulangan dengan plesteran.

    B. Untuk mengetahui pola retak dan lendutan yang terjadi pada masing masing

    benda uji.

    2

  • 1.4 Manfaat PenelitianA. Bagi Mahasisiwa.

    Secara akademis dapat memberikan wawasan pengembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi khususnya mengenai perilaku pasangan dinding

    bata.

    B. Bagi Masyarakat.

    Sebagai panduan atau referensi perencanaan pasangan dinding bata di

    masyarakat agar terhindar dari keruntuhan lentur.

    1.5 Batasan Masalaha. Bata merah yang ditinjau adalah bata merah produksi dari desa Keramas,

    Gianyar.

    b. Semen yang digunakan semen portland tipe I merk Gresik

    c. Tulangan yang digunakan wire mesh M5 (U50)d. Pengaruh luas tulangan tidak diperhitungkan.e. Adukan mortar yang digunakan 1PC : 3Psr, fas= 0,7 dan 1PC : 4Psr, fas = 1,5f. Tebal spesi 15 mm dan plesteran 25 mm.g. Pengujian kuat lentur pasangan bata mengacu pada SNI-03-4165-1996.

    3

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pasangan Dinding

    Pasangan dinding merupakan suatu struktur pejal yang menentukan dan

    kadangkala melindungi (sebagai tembok) sesuatu kawasan atau ruangan. Biasanya

    dinding berfungsi sebagai sempadan bangunan dan menyokong strukturnya,

    memisahkan ruang dalam bangunan kepada bilik dan melindungi atau

    menggariskan ruang pada kawasan terbuka. Pasangan dinding tersusun dari

    material dasar berupa bata merah, batako, bata ringan, dll, serta mortar yang

    merupakan campuran dari pasir dan semen yang digunakan sebagai spesi dan

    plesteran. Mortar untuk spesi digunakan sebagai perekat bata yang satu dengan

    bata yang lain sedangkan plesteran digunakan untuk meratakan permukaan

    dinding.

    2.2 Jenis Retak Pada Dinding Pasangan Bata

    Menurut Gray (2002) dalam Satriyani (2004) bahwa hampir 80% dari

    keretakan dinding pasangan pada struktur bangunan dapat dibedakan menjadi 3

    jenis yaitu :

    1. Retak Horizontal

    Retak jenis ini seringkali berhubungan dengan struktur, tetapi besar atau

    kecilnya pengaruh dari retak ini tergantung pada ada atau tidaknya

    pergerakan lateral dari struktur tersebut. Jika tembok sudah bergerak kira-

    kira sepertiga dari tebalnya sehingga tembok tersebut tidak tegak lagi, maka

    tembok ini kemungkinan akan runtuh.

    2. Retak Vertikal

    Retak vertikal atau hampir vertikal hanya berhubungan dengan struktur

    apabila terjadi pergerakan lateral pada konstruksi tersebut. Retak ini memiliki

    lebar yang sama dari atas sampai ke bawah dan biasanya tidak begitu lebar.

    4

  • Ini disebabkan oleh pergerakan yang biasa terjadi pada bahan bangunan.

    Semakin kaku suatu bahan semakin besar kemungkinan terjadi retak. Bahan

    yang berpori dan bahan yang tidak begitu padat biasanya lebih fleksibel dan

    lebih kecil kemungkinannya untuk retak.

    3 Retak Diagonal

    Retak diagonal ini biasanya berhubungan dengan struktur. Retak ini

    disebabkan oleh penurunan yang tidak merata pada pondasi yang menyangga

    tembok tersebut. Pada saat terjadi penurunan pada beberapa titik yang lemah,

    sedangkan titik lain pada tembok yang sama tidak terjadi penurunan karena

    ditopang oleh tanah atau pondasi yang kuat, maka terjadilah retak diagonal

    ini.

    2.3 Penyebab Terjadinya Keretakan Pasangan Dinding Bata

    Frick (1999) dalam Satriyani (2004) menyatakan bahwa jika daya dukung

    tanah tidak mampu menerima beban diatasnya, maka akan terjadi penurunan yang

    tidak merata pada konstruksi. Hal ini memicu terjadinya ketimpangan

    ketimpangan pada bangunan yang salah satunya yaitu keretakan dinding. Untuk

    itu sebelum pelaksanaan pembangunan dimulai perlu diadakan suatu perbaikan

    mutu tanah terhadap tanah yang keadaannya kurang baik.

    Pondasi adalah bagian dari bangunan yang berfungsi untuk meneruskan

    beban yang dipikulnya termasuk beratnya sendiri ke permukaan tanah. Untuk

    menghindari penurunan yang tidak merata maka pondasi harus diperhitungkan

    dengan tepat. Seperti yang dikatakan Zainal (2000) dalam Satriyani (2004), bahwa

    untuk menghindari terjadinya keretakan pada dinding dan agar penurunan menjadi

    merata, maka perlu dipasang sloof beton pada pondasi.

    Kesalahan dalam pengerjaan juga merupakan penyebab terjadinya

    keretakan dinding. Beberapa contoh kesalahan yang sering terjadi di lapangan

    adalah tidak dipenuhinya syarat syarat berikut :

    Untuk satu kali proses pengerjaan, tinggi dinding tidak boleh melebihi satu

    meter. Syarat diatas dimaksudkan agar berat sendiri yang dipikul oleh

    dinding itu tidak terlalu berat selama proses pengikatan antara campuran

    spesi dan bata merah yang digunakan masi berlangsung. Jika hal ini tidak

    5

  • dipenuhi, maka dikawatirkan proses pengikatan itu tidak terjadi dengan

    maksimal sehingga secara otomatis kekuatan tembok tersebut dalam

    menerima beban akan berkurang.

    Pada dinding bata merah, sebelum pemasangan, bata merah harus direndam

    terlebih dahulu hingga cukup air. Ketentuan ini berkenaan dengan proses

    pembuatan bata merah itu sendiri yaitu melalui pembakaran. Proses ini

    menyebabkan bata merah memiliki tingkat penyerapan air yang sangat

    tinggi. Apabila hal ini tidak dilakukan sebelum pemasangan, dikawatirkan

    bata merah akan menyerap air dari campuran spesi sehingga proses

    pengikatan spesi menjadi terganggu karena adukan spesi menjadi kering.

    Mutu bahan yang digunakan harus tidak ada cacat. Batu bata merah yang

    digunakan adalah batu bata dengan tingkat kematangan yang sedang sehingga

    akan berwarna merah tua. Selain itu ukuran bata merah harus seragam, sehingga

    ketebalan spesi pun menjadi seragam dan tidak kurang dari satu sentimeter.

    Perhitungan terhadap beban beban yang dipikul dinding juga perlu

    dilakukan agar bisa direncanakan kapasitas dinding dalam memikul beban

    sehingga tidak terjadi keretakan bahkan keruntuhan pada dinding akibat kekuatan

    material penyusunnya terlampaui.

    2.4 Perilaku Lentur Pasangan Dinding

    Dalam banyak peristiwa untuk contoh panel dinding, pasangan dinding

    harus melawan gaya yang dihasilkan beban lateral seperti tekanan angin dan

    gempa. Dimensi geometrik dan kondisi pendukung panel dinding sering

    menghasilkan 2 arah lenturan. Pasangan yang memiliki sifat non isotropik

    menghasilkan kekuatan lentur dan bentuk kegagalannya yang berbeda dalam arah

    horisontal dan vertikal (Gambar 2.1). Bentuk kegagalan dari lenturan vertikal

    sederhana terjadi bersama keretakan yang meluas sepanjang siar datar dan

    lenturan horisontal bersama keretakan yang meluas sepanjang siar tegak.

    Pasangan non isotropik menghasilkan 2 bentuk prinsip dari kegagalan

    lentur yang harus dipertimbangkan, yaitu :

    Kegagalan sejajar siar datar.

    6

  • Kegagalan tegak lurus siar datar

    (a) Kegagalan sejajar siar datar (b) Kegagalan tegak lurus siar datar

    Gambar. 2.1 Kegagalan lentur pasangan dindingSumber : McKenzie (2001)

    Rasio perbandingan kekuatan lentur sejajar siar datar dengan kekuatan lentur

    tegak lurus siar datar diketahui sebagai orthogonal ratio () dan biasanya

    mempunyai nilai 0,33 untuk bata lempung, bata kalsium silikat, dan bata beton,

    dan 0,6 untuk blok beton. Penelitian mengindikasikan bahwa kekuatan lentur dari

    batu bata sangat dipengaruhi oleh karakteristik serapan air dari setiap unit. Dalam

    kasus pada blok beton kekuatan lentur tegak lurus siar datar sangat dipengaruhi

    oleh kekuatan tekan masing masing unit. Dalam semua kasus kekuatan lentur

    pasangan dinding dari kedua arah tergantung oleh kekuatan mortar yang

    digunakan dan khususnya lekatan antara unit dan mortar. Lekatan sangat tidak

    tetap dan penelitian memperlihatkan bahwa itu tergantung dari propertinya,

    seperti kerapatan struktur dari unit dan mortar, gradasi mortar dan kadar

    kelembaban dari mortar saat digunakan.

    7

  • Dalam British Standart 5628 : Part 1 : 1992 Tabel 3, Karakteristik kuat

    lentur pasangan dinding (fkx) untuk unit bata merah ditentukan berdasarkan

    mortar design dan persentase penyerapan air unit bata merah yang digunakan,

    seperti ditunjukan pada tabel berikut.

    Tabel 2.1 Karakteristik Kuat Lentur Pasangan Bata

    Persentase serapan air unit

    bata merah

    fkx arah vertikal (N/mm) fkx arah horisontal (N/mm)Mortar design

    (i) (ii), (iii) (iv) (i) (ii), (iii) (iv)< 7% 0,7 0,5 0,40 2,0 1,5 1,2

    7% x 12% 0,5 0,4 0,35 1,5 1,1 1,012% < 0,4 0,3 0,25 1,1 0,9 0,8

    Sumber : McKenzie (2001)

    2.5 Pasangan Bata bertulang

    Pasangan bata bertulang (reinforced brick masonry) memiliki keserupaan

    dengan konstruksi beton bertulang. Batang penulangan baja terdeformasi, yang

    serupa dengan yang digunakan pada beton, ditempatkan pada siar kearah yang

    dipertebal untuk memperkuat dinding atau lintel batanya. Dinding bata bertulang

    diciptakan dengan membangun dua dinding pisah tengah (Cavity wall) yang

    terpisah sejarak 50 100 mm, dengan menempatkan batang batang tulangan di

    dalam rongganya, lalu mengisi rongga tersebut dengan adukan encer (Mortar)

    seperti terlihat pada Gambar 2.2. Penting untuk kita ketahui bahwa mortar itu

    cukup encer sehingga akan mudah mengalir ke dalam rongga rongga yang

    sempit dan mengisinya secara sempurna. Air berlebih dalam adukan encer yang

    dibutuhkan untuk memperoleh tingkat keenceran seperti ini secara cepat diserap

    oleh bata, dan tidak akan memperlemah kekuatan akhir adukan encer itu

    sebagaimana layaknya beton yang dituang ke dalam bekisting. Walaupun dinding

    bata tak bertulang sudah cukup kuat untuk kebanyakan struktur, dinding bata

    bertulang jauh lebih kuat melawan beban tegak, beban lentur, dari angin atau

    tekanan tanah, beban seismik, dan beban geser (Edward Allen, 2005).

    8

  • Gambar. 2.2 Pasangan bata bertulangSumber: Edward Allen (2005)

    Meskipun telah diperkenalkan sejak abad 19, kegunaan baja dalam

    meningkatkan kekuatan pekerjaan bata belum pernah diteliti dan dikembangkan

    lebih dalam seperti pada beton dan penggunaannya belum secara ekstensif di

    Inggris atau diseluruh Eropa. Konsep disainnya sangat serupa dengan beton

    bertulang, tetapi tidak seperti beton, pasangan bata tidak isotropik maupun

    homogen tidak pula karakteristik fisiknya seperti penyusutan, pemuaian, dll. sama

    dan ketelitian harus diambil bila mencocokan 2 unit material beton dan bata

    (MCKenzie, 2001).

    Proses penulangan pasangan bata pada umumnya secara langsung dan

    dalam banyak kasus melibatkan sedikit usaha dibanding beton. Sedikit usaha ini

    yaitu dengan memanfaatkan celah celah yang dapat dibuat dengan

    menggunakan pola hubungan khusus untuk meletakan tulangan. Terdapat

    9

  • beberapa jenis pemasangan tulangan pada pasangan bata yang tergantung dari

    pola hubungan pasangan bata seperti ditunjukan pada Gambar 2.3.

    Gambar. 2.3 Hubungan pasangan bata bertulangSumber: McKenzie (2001)

    2.6 Bata Merah

    Bata merah merupakan suatu unsur bahan bangunan yang terbuat dari

    bahan tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan lainnya, yang dibakar pada

    suhu yang cukup tinggi sehingga tidak hancur lagi bila direndam dalam air

    (Daryanto, 2000).

    Syarat-syarat bata merah yang baik buatan industri rumah tangga maupun

    perusahaan bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku,

    bidang-bidang sisi harus datar, tidak terjadi perubahan bentuk yang berlebihan

    setelah dibakar, permukaan bata merah harus kasar, warnanya merah seragam

    (secara merata) dan bunyinya nyaring bila diketok (Frick, 1999).

    Dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan yang banyak dipakai oleh

    masyarakat, bata merah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Berikut

    adalah beberapa kelebihan dan kekurangannya :

    a. Kelebihan :

    Kedap air, sehingga jarang terjadi rembesan pada dinding akibat air hujan.

    10

  • Kuat dan tahan lama.

    Dapat menyerap panas pada musim panas dan menyerap dingin pada musim

    dingin.

    Merupakan bahan tahan panas dan dapat menjadi perlindungan terhadap

    api/kebakaran.

    Tidak memerlukan keahlian khusus untuk memasang bata.

    Ukurannya yang kecil memudahkan untuk pengangkutan untuk jumlah kecil

    atau membentuk bidang-bidang yang kecil.

    Murah dan mudah ditemukan.

    b. Kekurangan :

    Waktu pemasangan lebih lama dibandingkan bahan dinding lainnya.

    Tidak tahan terhadap perubahan suhu yang besar.

    Menimbulkan beban yang cukup besar pada struktur bangunan.

    Sulit untuk membuat pasangan bata yang rapi sehingga dibutuhkan plesteran

    yang cukup tebal untuk menghasilkan dinding yang cukup rata.

    Kualitas yang beragam dan ukuran yang jarang sama membuat sisa material

    dapat lebih banyak.

    Bata merah sebagai hasil industri rumah tangga yang biasanya dilakukan

    oleh masyarakat di desa, dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dasar sebagai

    berikut :

    Tanah liat (lempung) 6 bagian bagian berat yang mengandung silika sebesar

    50% sampai dengan 70%.

    Abu sekam padi atau abu gergaji kayu 2 bagian berat yang manfaatnya

    sebagai alas pencetakan supaya bata merah tidak melekat pada tanah, dan

    permukaan bata merah akan cukup kasar tetapi sekam padi juga dicampur

    pada bata merah yang masih mentah.

    Air 4 bagian digunakan untuk melunakkan dan merendam adonan bata

    merah, serta sebagai pelicin adonan bata merah agar memudahkan dalam

    pencetakan.

    Bahan dasar (tanah liat, abu sekam padi, air) dicampur dan diaduk sampai

    rata. Campuran yang telah dibersihkan direndam selama satu hari satu malam, dan

    11

  • selanjutnya dilakukan pencetakan di atas permukaan tanah yang sudah diberi

    sekam padi. Pencetakan bata merah biasanya dilakukan pada musim kemarau dan

    di bawah sinar matahari agar cepat kering, setelah kering ditumpuk dalam susunan

    setinggi 1015 batu dengan tujuan agar bata merah dapat diangin-anginkan.

    Pembakaran bata merah pada suhu 800 C selama 6 hari membuat bata merah menjadi tahan air dan cuaca. Tujuan pemanasan dengan suhu tinggi pada

    pembuatan bata merah adalah untuk mengubah kekerasan pada bata merah yang

    memenuhi persyaratan untuk keperluan penggunaannya yaitu sebagai konstruksi

    dinding.

    2.6.1 Jenis jenis Bata Merah

    Berdasarkan kegunaan dari bata merah ini, ada beberapa jenis menurut

    Ensiklopedia Nasional Indonesia, yaitu :

    a. Common brick (Bata Biasa)

    Batu bata yang terbuat dari tanah liat. Tanah liat dibentuk dengan cetakan,

    dikeringkan, kemudian dibakar pada suhu yang relatif rendah. Proses

    pembakaran ini menyebabkan bata menjadi cukup kuat dan keras serta

    permukaannya menjadi kasar. Bata biasa digunakan di bagian dalam struktur,

    kemudian ditutup dengan lapisan plester atau bata muka. Bata ini berwarna

    merah karena besi di dalam tanah liat mengalami oksidasi ketika dibakar. Bila

    kandungan besinya sedikit, bata itu akan berwarna jingga atau kuning.

    b. Face brick (Bata Muka)

    Batu bata yang digunakan untuk menutup muka dinding, baik bagian

    luar/eksterior maupun interior bangunan. Dalam aplikasi arsitektur, ukuran,

    warna dan tekstur bata ini diperhatikan. Meskipun kadang kadang hanya

    untuk dekorasi, bata ini harus tahan terhadap perubahan suhu.

    c. Calsium Silicate brick (Bata Kalsium silikat)

    Batu bata yang terbuat dari campuran pasir dan kapur, dengan perbandingan

    10 : 1. Bata ini tidak sekuat bata yang terbuat dari tanah liat.

    d. Fire brick (Bata api)

    Merupakan salah satu jenis batu bata yang terbuat dari tanah liat bakar,

    dengan bahan tambahan silika dan alumina yang tahan terhadap suhu lebih

    12

  • dari 1000C. Bata api ini memiliki ketahanan terhadap panas lebih tinggi

    dibandingkan dengan bata konvensional. Bata api dibidang konstruksi

    digunakan untuk elemen bangunan seperti dinding untuk tangga darurat. Bata

    api ini dapat bertahan lama bila digunakan dibawah suhu maksimal ketahanan

    dari bata api tersebut. Bata api ini hanya perlu diganti apabila sudah terjadi

    keretakan atau bahkan kerusakan.

    2.6.2 Penyerapan Air Bata Merah

    Pada SNI 150681989 ditentukan cara mencari persentase penyerapan air

    bata merah. Dalam standar tersebut masing-masing benda uji direndam dalam air

    hingga jenuh kemudian ditimbang beratnya (A). kemudian contoh uji dikeringkan

    dalam dapur pengering pada suhu 100-110 C selama 24 jam (hingga beratnya tetap). Setelah itu contoh dikeluarkan dari dapur pengering lalu didinginkan

    diruang sampai suhu kamar, kemudian masing-masing beratnya ditimbang (B).

    Penyerapan air masing-masing dihitung dengan persamaan 2.1 berikut:

    ............2.1

    Penyerapan air masing-masing contoh ini dicatat dan dihitung harga rata-

    rata dari semua contoh yang diuji, dinyatakan dalam persen. Pada Tabel 2.2 dapat

    dilihat persentase penyerapan air maksimum dari masing-masing kelas bata

    merah.

    Tabel 2.2 Persentase penyerapan air maksimum dari masng-masing kelas bata merah menurut SNI 1506861989

    Kelas Penyerapan Air Maksimum (%)50 22

    100 20150 20200 20250 20

    2.6.3 Kuat Tekan Bata Merah

    Kuat tekan bata merah didifinisikan sebagai kemampuan bata untuk

    menerima tekan persatuan luas. Menurut SNI 1506861989 benda uji yang

    dipergunakan dalam pengujian kuat tekan adalah bata merah dengan keadaan

    13

  • utuh, kemudian bidang yang akan ditekan diterap dengan adukan setebal 6 mm.

    Setelah dicetak benda uji keesokan harinya direndam dalam air bersih (suhu

    ruangan) selama 24 jam. Bata merah yang telah direndam diangkat dan bidang-

    bidangnya dibersihkan dengan kain lembab untuk menghilangkan air yang

    berlebihan.

    Pada pembuatan adukan yang akan digunakan dalam menerap bata merah,

    dibuat dengan campuran 1 bagian berat semen portland ditambah dengan 3 bagian

    berat pasir dan air seberat 60 70% berat semen, yang diaduk sehingga

    merupakan campuran yang merata betul. Pasir kwarsa yang dipakai butir-butirnya

    berada diantara ayakan bermata 0,3 dan 0,15 mm.

    Benda-benda uji ditekan hingga hancur dengan kecepatan penekanan

    diatur hingga sama dengan 2 kg/cm/detik. Kuat tekan benda uji diperoleh sebagai

    hasil bagi beban tekan tertinggi dan luas bidang tekan terkecil. Kuat tekan rata-

    rata adalah jumlah kuat tekan benda uji dibagi dengan banyaknya benda uji (30

    buah).

    Kuat tekan bata merah dihitung dengan persamaan 2.2 :

    .......2.2

    Keterangan :

    = Kuat tekan, satuan N/mm

    P = Berat tekan, satuan N

    A = Luas bidang tekan mm

    Kuat tekan karakteristik bata merah dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut :

    fc = fcr 1,64.s ...2.3

    dimana : fcr = ..........2.4

    s = .........2.5

    14

  • dengan : fc = kuat tekan karakteristik (N/mm)

    s = standar deviasi (N/mm)

    fcr = kuat tekan rata-rata (N/mm)

    n = jumlah benda uji

    Dalam SNI 1506861989 dijelaskan beberapa klasifikasi bata merah

    menurut kekuatannya dibagi dalam 5 (lima) kelas. Berdasarkan nilai rata-rata kuat

    tekan bruto terendah, diantaranya: kelas 50, 100, 150, 200, dan 250. Batu bata

    kelas 50, 100, 150, 200, dan 250 masing-masing memiliki kuat tekan sebesar 5

    N/mm, 10 N/mm, 15 N/mm, 20 N/mm, dan 25 N/mm, seperti yang terlihat

    pada Tabel 2.3.

    Tabel 2.3 Kuat tekan rata-rata dan koefisien variasi yang diijinkan dalam pengujian kuat tekan bata merah

    Kelas Kuat Tekan bruto rata-rata minimum dari 30 Koefisien variasi yang diijinkan buah yang di uji dalam keadaan utuh dari kuat tekan bata yang diuji Kg/cm N/mm %

    50 50 5 22100 100 10 22150 150 15 15200 200 20 15250 250 25 15

    ASTM C140 mensyaratkan kuat tekan bata diperoleh dari kuat tekan rata

    rata hasil tes dengan minimum 10 buah sampel bata merah. Untuk kuat tekan bata

    minimum yang boleh digunakan, Indonesia Earthquake Study merekomendasikan

    minimum kuat tekan rata rata bata merah sebesar 3 Mpa dan Batako sebesar 1,5

    Mpa. Sedangkan berdasarkan standard Eurocode 6 minimum kuat tekan rata rata

    bata yang digunakan sebagai dinding struktural adalah 2,5 Mpa

    .

    2.7 Mortar

    Mortar adalah campuran yang terdiri dari agregat halus, bahan pengikat

    dan air dengan cara diaduk sampai homogen. Mortar sering digunakan sebagai

    bahan plesteran, pekerjaan pasangan dan banyak pekerjaan lainnya. Bahan perekat

    yang digunakan dapat bermacam macam, yaitu tanah liat, kapur, semen merah

    (bata yang dihaluskan) maupun semen portland (Tjokrodimuljo, 1996 dalam

    15

  • Wibowo, 2007). Dalam pasangan dinding, mortar digunakan sebagai spesi yang

    berfungsi untuk melekatkan bata menjadi satu kesatuan yang kuat dan kaku.

    Mortar dapat juga digunakan untuk meratakan permukaan dinding yang terpasang.

    Untuk pemasangan dinding bata, mortar yang digunakan umumnya mortar yang

    diolah secara manual atau disebut mortar konvensional. Campuran mortar

    konvensional untuk dinding bata misalnya 1 : 5, artinya 1 takaran semen dicampur

    5 takaran pasir ayakan. Tebal mortar yang menyatukan bata berkisar antara 0.65

    2 cm.

    Seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul inovasi berupa mortar

    yang sudah dikemas atau mortar siap pakai. Mortar siap pakai adalah campuran

    bahan bahan baku mortar antara lain semen, pasir, dan aditif yang dibuat di

    pabrik dengan teknologi modern, yang kualitasnya lebih baik dan dapat digunakan

    di lokasi dengan cukup menambahkan air. Mortar siap pakai ini diciptakan untuk

    mempermudah pekerjaan pemasangan dinding serta mempercepat waktu

    penyelesaian bangunan.

    Mortar yang baik harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut:

    a. Murah.

    b. Tahan lama (awet) dan tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca.

    c. Mudah dikerjakan (diaduk, diangkut, dipasang dan diratakan).

    d. Melekat dengan baik dengan bata, batako, batu dan sebagainya.

    e. Cepat kering dan keras.

    f. Tahan terhadap rembesan air.

    g. Tidak timbul retak-retak setelah dipasang.

    Pemakaian mortar pada bangunan tertentu disyaratkan untuk memenuhi

    mutu adukan yang tertentu pula. Sebagai contoh untuk bangunan yang bertingkat

    banyak disyaratkan menggunakan mortar yang kuat tekan minimumnya 3,0

    N/mm. Yang perlu diperhatikan dalam mortar adalah:

    a. Mudah dikerjakan (workability).

    b. Sifat penyusutan (shrinkage) yang kecil.

    c. Kekuatan (strength) yang cukup.

    2.7.1 Jenis jenis Mortar

    16

  • Tjokrodimulyo (1996) mengelompokan mortar berdasarakan jenis bahan

    ikatnya menjadi empat jenis, yaitu :

    a. Mortar lumpur

    Mortar lumpur dibuat dari campuran pasir, tanah liat/lumpur dan air. Pasir,

    tanah liat dan air tersebut dicampur sampai rata dan mempunyai kelecekan

    yang cukup baik. Jumlah pasir harus diberikan secara tepat untuk

    memperoleh adukan yang baik. Terlalu sedikit pasir menghasilkan mortar

    yang retak - retak setelah mengeras sebagai akibat besarnya susutan

    pengeringan. Terlalu banyak pasir menyebabkan adukan kurang dapat

    melekat. Mortar ini biasanya dipakai sebagai bahan tembok atau bahan

    tungku api di desa.

    b. Mortar kapur

    Mortar kapur dibuat dari campuran pasir, kapur dan air. Kapur dan pasir mula

    - mula dicampur dalam keadaan kering, kemudian ditambahkan air. Air

    diberikan secukupnya agar diperoleh adukan yang cukup baik (mempunyai

    kelecakan baik). Selama proses pengerasan kapur mengalami susutan,

    sehingga jumlah pasir umumnya dipakai 2 atau 3 kali volume kapur. Mortar

    ini biasa dipakai untuk pembuatan tembok bata.

    c. Mortar semen

    Mortar semen dibuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam

    perbandingan campuran yang tepat. Perbandingan antara volume semen dan

    volume pasir berkisar antara 1 : 2 dan 1 : 6 atau lebih besar. Mortar ini

    kekuatannya lebih besar dari pada mortar kapur dan lumpur, oleh karena itu

    biasa dipakai untuk tembok, pilar, kolom atau bagian lain yang menahan

    beban. Karena mortar ini rapat air maka juga dipakai untuk bagian luar dan

    yang berada dibawah tanah. Pasir dan semen mula - mula dicampur secara

    kering sampai merata diatas suatu tempat yang rata dan rapat air, kemudian

    sebagian air yang diperlukan ditambahkan kemudian diaduk lagi.

    d. Mortar khusus

    Mortar khusus dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar kapur

    dan mortar semen dengan tujuan tertentu. Mortar ringan diperoleh dengan

    menambahkan asbestos fibers, jute fibers (serat rami), butir kayu, serbuk

    17

  • gergajian kayu dan sebagainya. Mortar ini digunakan untuk bahan isolasi

    panas atau peredam suara. Selain itu ada juga mortar tahan api, diperoleh

    dengan menambahkan bubuk bata-api dengan aluminous cement, dengan

    perbandingan satu aluminous cement dan dua bubuk bata-api. Mortar ini

    biasanya dipakai untuk tungku api dan sebagainya.

    2.7.2 Kuat Tekan Mortar

    Kuat tekan adalah kemampuan mortar untuk menahan gaya luar yang

    datang pada arah sejajar serat yang menekan mortar. Kuat tekan mortar semen

    terutama dipengaruhi oleh jumlah semen dalam campuran, fas, perbandingan

    volume semen : pasir dan karakteristik pasir. Menurut Gani dalam

    Kusumawardaningsih (2003) kuat tekan mortar semen yang tinggi didapat dari fas

    yang rendah, jumlah semen yang tinggi dan pasir yang kasar. Mortar yang digunakan untuk bahan bangunan harus mempunyai kekuatan terutama untuk

    pasangan dinding batu bata, pasangan batako atau pasangan dinding yang lainnya.

    Pasangan dinding menerima beban tekan yang diakibatkan oleh pengaruh dari

    atas, angin atau gaya samping lainnya. Di Indonesia sampai sekarang belum ada

    persyaratan yang mengisyaratkan kekuatan adukan mortar. Beberapa negara

    sudah mencantumkan kekuatan adukan mortar. Menurut ASTM C 270 standar

    mortar berdasarkan kekuatannya dibedakan sebagai berikut :

    a. Mortar tipe M

    Mortar tipe M adalah adukan dengan kuat tekan yang tinggi, dipakai untuk

    pasangan yang dikenai beban lateral atau tekan tinggi, dinding bata bertulang,

    dinding dekat tanah, pasangan pondasi, adukan pasangan pipa air kotor,

    adukan dinding penahan dan adukan untuk jalan. Kuat tekan minimumnya

    adalah 17,25 Mpa.

    b. Mortar tipe S

    Mortar tipe S adalah adukan dengan kuat tekan tinggi sedang, dipakai bila

    tidak disyaratkan menggunakan tipe M, tetapi diperlukan daya ikat lentur

    yang tinggi serta adanya gaya tekan normal. Kuat tekan minimumnya adalah

    12,15 Mpa.

    c. Mortar tipe N

    18

  • Mortar tipe N adalah adukan dengan kuat tekan sedang, dipakai untuk

    pasangan terbuka diatas tanah. Kuat tekan minimumnya adalah 5,17 Mpa.

    d. Mortar tipe O

    Mortar tipe O adalah adukan dengan kuat tekan rendah sedang, dipakai untuk

    konstruksi dinding yang tidak menahan beban yang lebih dari 7 kg/cm2 dan

    gangguan cuaca tidak berat. Kuat tekan minimumnya adalah 2,4 Mpa.

    e. Mortar tipe K

    Mortar tipe K adalah adukan dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk

    pasangan dinding terlindung dan tidak menahan beban, serta tidak ada

    persyaratan mengenai kekuatan. Kuat tekan minimumnya adalah 0,5 Mpa.

    Dalam BS 562811992, disebutkan ada 4 jenis campuran mortar (semen :

    pasir), yaitu : 1:3 (i), 1:4 (ii), 1:5 (iii), 1:6 (iv) yang masing-masing memiliki kuat

    tekan minimum 16 N/mm, 6,5 N/mm, 3,6 N/mm, 1,5 N/mm seperti yang

    terlihat pada Tabel 2.4.

    Tabel 2.4 Klasifikasi motrar menurut BS 562811992

    Mortar designation

    Types of mortar (proportion by volume) Mean Compressive Strength at 28 days (N/mm2)

    Cement: Lime: Sand

    Masonry Cement: Sand

    Cement:Sand with plasticizer

    Preliminary (Laboratory tests)

    Site Test

    (i) 1 : 0to1/4 : 3 - 1:3 16.0 11.0(ii) 1 : 1/2 : 4to41/2 1 : 21/2to31/2 1:3to4 6.5 4.5

    (iii) 1 : 1 : 5to6 1:4to5 1:5to6 3.6 2.5

    (iv) 1 : 2 : 8to9 1:51/2to61/2 1:7to8 1.5 1.0

    Eurocode 8 dalam Aryanto ( 2008 ) mensyaratkan minimum kuat tekan

    mortar sebesar 5 Mpa untuk unreinforced dan confined masonry, sedangkan untuk

    reinforced masonry minimum mortar harus memiliki kuat tekan minimum sebesar

    10 Mpa. Sedangkan berdasarkan rekomendasi Indonesia Earthquake Study, pada

    penggunaan bata merah, mortar harus memiliki minimum kuat tekan sebesar 3

    Mpa dengan rasio semen dan pasir 1 : 6. Dengan kata lain Indonesia Earthquake

    Study merekomendasikan minimum kuat tekan mortar memiliki kekuatan yang

    sama dengan kuat tekan bata.

    19

  • Menurut Tjokrodimulyo (1996), uji kuat tekan dilakukan dengan membuat

    kubus mortar berukuran 50 mm sampai 100 mm. Pengujian dilakukan setelah

    mortar mengeras dengan menggunakan mesin uji tekan. Nilai kuat tekan didapat

    dengan membagi besar beban maksimum (N) dengan luas tampang (mm2).

    Gambar 2.4 menunjukkan kubus mortar ukuran 50 mm yang akan dipakai untuk

    pengujian kuat tekan.

    Gambar 2.4 Benda uji mortar

    2.8 Pasir

    Agregat halus (pasir) adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran

    berukuran 0,15-5 mm yang didapat dari hasil disintegrasi batuan alam (natural

    sand) atau dengan memecahkannya (artificial sand). Pasir alam menurut Soetjipto

    (dalam Komarudin, 2004) dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai dan pasir laut

    (butir-butir pasir yang dibawa ke pantai). Menurut SNI 03-6820-2002 (2002)

    dalam Wibowo (2007), agregat halus adalah agregat berupa pasir alam sebagai

    hasil disintegrasi batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah

    batu dan mempunyai butiran sebesar 4,76 mm. Menurut Nevill (1997) dalam

    Wibowo (2007) agregat halus merupakan agregat yang besarnya tidak lebih dari 5

    mm sehingga pasir dapat berupa pasir alam atau berupa pasir dari pemecahan batu

    yang dihasilkan oleh pemecah batu.

    Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03-6821-2002 adalah

    sebagai berikut:

    a. Susunan butir agregat halus mempunyai kehalusan antara 2,0 - 3,0.

    b. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

    c. Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh

    cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan jenuh garam. Jika

    20

  • dipakai natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10% berat, sedangkan

    jika dipakai magnesium sulfat yang hancur maksimum 15% berat.

    d. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat

    kering). Jika kadar lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci.

    Kekasaran pasir dapat dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya

    seperti pada Tabel 2.3

    Tabel 2.5 Gradasi pasir menurut SK-SNI-T-15-1991-03

    Lubang Ayakan

    ( mm )

    % Tembus kumulatif

    Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4

    9.50 100 100 100 100

    4.75 90-100 90-100 90-100 95-100

    2.38 60-95 75-100 85-100 95-100

    1.18 30-70 55-90 75-100 90-100

    0.60 15-34 35-59 60-79 80-100

    0.30 5-20 8-30 12-40 15-50

    0.15 0-10 0-10 0-10 0-15

    Pasir yang termasuk zone 2 dan zone 3 adalah pasir yang dapat dipakai

    untuk campuran spesi, sedangkan pasir zone 4 termasuk kedalam pasir halus yang

    lebih banyak membutuhkan air untuk campuran spesinya.

    2.8.1 Jenis jenis Pasir Alam

    Menurut Soetjipto (dalam Komarudin, 2004) agregat halus berupa pasir

    alam, secara garis besar dapat dibedakan menjadi :

    a. Pasir galian (pasir gunung)

    Pasir ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali.

    Pasir ini memiliki permukaan yang tajam, bersudut, berpori dan bebas dari

    kandungan garam, tetapi banyak mengandung tanah sehingga sebaiknya

    dicuci dulu sebelum dipergunakan.

    b. Pasir sungai

    21

  • Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, pada umumnya berbutir halus,

    berbentuk bulat akibat proses gesekan antara sesamanya, daya lekat antar

    butir pasir agak berkurang akibat bentuk butirannya bulat-bulat.

    c. Pasir laut

    Pasir laut adalah pasir yang diambil dari tepian pantai, bentuk butirannya

    halus dan bulat akibat gesekan dengan sesamanya. Pasir ini merupakan pasir

    yang terjelek, karena banyak mengandung garam. Sifat garam-garaman

    menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak

    basah dan juga menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi material

    bangunan (seperti paving block), disarankan sebaiknya pasir jenis ini tidak

    dipakai untuk bahan bangunan, tanpa pengujian dan pengolahan lebih lanjut.

    d. Pasir buatan

    Pasir ini diperoleh dengan cara memecah batu dengan mesin pemecah batu.

    Batu besar digiling dengan mesin pemecah batu stone crusher hingga menjadi

    butiran halus berdiameter antara 0,15 5,00 mm.

    e. Pasir abu terbang

    Agregat ini merupakan hasil proses pemanasan abu terbang sampai meleleh

    dan mengeras lagi, sehingga membentuk butiran-butiran kecil menyerupai

    pasir.

    2.9 Semen Portland

    Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara

    menghaluskan klinker terutama dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis

    (dapat mengeras jika bereaksi dengan air) dengan gips sebagai bahan tambahan

    (SK SNI S-04-1989, 1989: 1 dalam Wibowo 2007). Persentasi dari oksida -

    oksida yang terkandung didalam semen portland adalah sebagai berikut :

    1. Kapur ( CaO) : 60 - 66 %

    2. Silika (SiO2) : 16 - 25 %

    3. Alumina (Al2O3) : 3 - 8 %

    4. Besi : 1 - 5 %

    Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat menjadi massa

    yang kompak dan padat. Menurut Sutaji (1994) dalam Taufik (2005) fungsi semen

    22

  • dalam pembuatan beton atau mortar, selain sebagai perekat adalah untuk mengisi

    rongga-rongga antar butir agregat, oleh karena itu untuk mendapatkan beton

    dengan kekuatan tinggi harus dipakai kadar semen yang tepat.

    Silikat dan aluminat yang terkandung dalam semen portland jika bereaksi

    dengan air akan menjadi perekat yang memadat lalu membentuk massa yang

    keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut dengan hidrasi

    (Tjokrodimulyo, 1996). Reaksi kimia semen bersifat exothermic dengan panas

    yang dihasilkan mencapai 110 kalori/gram. Akibatnya dari reaksi exothermic

    terjadi perbedaan temperatur yang sangat tajam sehingga mengakibatkan retak-

    retak kecil (microcrack) pada beton.

    Sesuai dengan tujuan pemakaiannya semen portland dibagi 5 jenis

    (Supriyanti, 2004 dalam Taufik, 2005), yaitu :

    1). Jenis I (Ordinat Portland Cement)

    Semen portland untuk penggunaan umum, yang tidak memerlukan

    persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

    2). Jenis II (Moderate Heat Hardening Portland Cement)

    Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

    ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

    3). Jenis III (High Aertly Strength Hardening Portland Cement)

    Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan

    kekuatan awal yang tinggi.

    4). Jenis IV (Low Heat of Hardening Portland Cement)

    Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan

    panas hidrasi yang rendah.

    5). Jenis V (Sulfur Resistence Portland Cement)

    Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan

    sangat tahan terhadap sulfat.

    2.10 Air

    Air mempunyai 2 fungsi, yang pertama untuk memungkinkan reaksi kimia

    yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan dan yang kedua

    23

  • berfungsi sebagai pelicin campuran kerikil, pasir dan semen agar memudahkan

    pencetakan. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta menjadi bahan

    pelumas antara butir-butir agregat sehingga mudah dipadatkan. Di dalam

    penggunaannya, air tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan

    menurunnya kekuatan beton atau mortar.

    Air yang digunakan untuk pembuatan mortar/beton harus bersih dan tidak

    mengandung minyak, tidak mengandung alkali, garam-garaman, zat organis yang

    dapat merusak beton atau baja tulangan. Air tawar yang biasanya diminum baik

    air diolah oleh PDAM atau air dari sumur yang tanpa diolah dapat digunakan

    untuk membuat mortar. Air tersebut harus memenuhi syarat menurut SKSNI S-

    04-1989-F dalam Wibowo (2007), persyaratan air sebagai bahan bangunan harus

    memenuhi kriteria sebagai berikut:

    1. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.

    2. Tidak mengandung garam-garaman yang merusak beton (asam dan zat

    organik) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari

    500 ppm dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1.000 ppm sebagai SO3.

    3. Air harus bersih.

    4. Derajat keasaman (pH) normal 7.

    5. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat

    dilihat secara visual.

    6. Jika dibanding dengan kekuatan tekan adukan beton yang memakai air suling,

    penurunan kekuatan adukan yang memakai air yang diperiksa tidak lebih dari

    10%.

    7. Semua air yang mutunya meragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi

    mutunya menurut pemakaian.

    8. Khusus untuk beton pratekan, kecuali syarat-syarat di atas, air tidak boleh

    mengandung khlorida lebih dari 50 ppm.

    Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta sebagai bahan pelumas

    butir-butir agregat supaya mortar atau beton mudah dikerjakan dan dipadatkan.

    Untuk bereaksi dengan semen, diperlukan air sekitar 0,30 kali berat semen, namun

    24

  • kenyataannya jika dipakai nilai fas kurang dari 0,35 adukan mortar atau beton

    menjadi sulit dikerjakan, sehingga umumnya berat air lebih dari 0,35 berat semen.

    Adanya kelebihan air berfungsi sebagai pelumas. Terlalu sedikit air menyebabkan

    proses pembuatan campuran sulit dikerjakan, sedangkan bila terlalu banyak air

    menyebabkan kekuatan beton banyak berkurang serta terjadi penyusutan yang

    besar setelah campuran mengeras (Murdock, 1991 dalam Taufik, 2005).

    2.11 Tulangan Baja

    Untuk keperluan penulangan digunakan bahan baja yang memiliki sifat

    teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang

    baja lonjoran ataupun kawat rangkaian las (wire mesh) yang berupa batang kawat

    baja yang dirangkai dengan teknik pengelasan. Ada dua jenis baja tulangan yaitu,

    baja tulangan polos dan baja tulangan ulir (deformed). Baja tulangan ulir

    berfungsi untuk menambah lekatan antara beton dengan baja. Baja tulangan ulir

    yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi

    sirip teratur dengan pola tertentu atau batang tulangan yang dipilin pada proses

    produksinya

    Gambar 2.5 Jenis jenis tulangan baja.

    Baja merupakan material yang memiliki kekuatan tarik yang cukup besar.

    Kekuatan tarik baja hampir sama dengan kekuatan tekannya. Dua karakteristik

    utama yang menentukan karakter baja adalah titik leleh (fy) dan modulus

    25

  • elastisitasnya (E). Modulus elastisitas baja biasanya mempunyai nilai E = 200.000

    Mpa. Berikut adalah hubungan nilai regangan dan tegangan baja :

    Gambar 2.6 Diagram tegangan regangan baja.

    Garis O-A menunjukkan fase elastis, pada fase ini hubungan antara tegangan dan

    regangan adalah berbanding lurus (linier). Titik A disebut batas proporsional,

    tegangan dititik A disebut tegangan proporsional yang nilainya sangat dekat

    dengan tegangan leleh (fy). Gradien kemiringan yang di bentuk oleh garis O-A

    menunjukkan modulus elastisitas (E) yang dikenal juga sebagai young modulus.

    Garis A-B menunjukkan keadaan plastis yang merupakan garis yang relatif lurus

    mendatar, dimana tegangan yang terjadi relatif konstan sedangkan regangannya

    terus bertambah. Setelah melampaui titik B tegangan dan regangan meningkat

    kembali dan mencapai tegangan maksimum dititik C. Pada titik C disebut

    tegangan ultimit (kuat tarik baja) dengan nilai regangan berbeda tergantung mutu

    bajanya. Fase B-C disebut pergeseran regangan (strain hardening). Setelah

    melampaui titik C, penampang baja mengalami penyempitan (necking) yang

    mengakibatkan tegangan menurun dan akhirnya baja putus di D dengan nilai

    regangan yang berbeda tergantung mutu bajanya. Fase C-D disebut pelunakan

    regangan (strain softening)

    26

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan

    Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana di Kampus Bukit Jimbaran.

    3.2 Bahan bahan Penelitian

    Dalam penelitian ini bahan bahan yang digunakan antara lain :

    1. Bata merah dari Desa Keramas Kabupaten Gianyar.2. Semen portland tipe I merk Gresik.

    3. Agregrat halus, yaitu pasir Nusa Dua.4. Air dari PDAM di Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil

    Fakultas Teknik Universitas Udayana.

    5. Tulangan wiremesh M5.

    3.3 Alat alat Penelitian

    Alat alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

    1. Mesin siever atau ayakan2. Timbangan

    Timbangan digunakan untuk mengukur berat bahan penyusun mortar.

    3. Mesin aduk beton ( rotating drum mixer )

    Mesin ini digunakan untuk mengaduk bahan penyusun mortar.

    4. Cetakan benda uji mortar

    Cetakan yang digunakan berukuran 50x50x50 mm untuk satu sampel.

    Cetakan ini terbuat dari multiplex yang dirancang berbentuk kubus.

    5. Mesin Uji Tekan

    Mesin uji tekan mortar dan bata dengan bidang tumpuan baja 60 HRB

    6. Mesin Uji Lentur

    Mesin uji lentur kapasitas 150 KN

    27

  • 7. Dial - gate

    8. Bak perendam bata.

    9. Wadah adukan mortar

    10. Alat pemotong bata

    11.Alat penyipat datar / waterpas.12. Alat ukur.

    13. Archo

    14. Cetok atau sendok adukan / spesi

    15. Skop

    16.Alat bantu seperti benang, papan tripleks, roll baja, baja INP.

    3.4 Kerangka Penelitian

    Kegiatan yang pertama dilakukan dalam penelitian ini adalah persiapan

    alat dan bahan yang digunakan, lalu diikuti dengan pemeriksaan bahan apakah

    sudah memenuhi persyaratan penggunaan dalam penelitian. Tahapan ketiga yaitu

    pengujian kuat tekan bata dan serapan air bata. Tahapan selanjutnya yaitu

    pembuatan benda uji mortar, lalu diikuti pembuatan benda uji pasangan bata.

    Setelah itu dilakukan pengujian kuat tekan mortar dan diikuti pengujian kuat

    lentur pasangan bata. Setelah semua pengujian, diantaranya pengujian kuat tekan

    bata, pengujian serapan air bata, pengujian kuat tekan mortar dan pengujian kuat

    lentur pasangan bata dilakukan, data data dari hasil pengujian yang diperoleh

    dikumpulkan dan kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Setelah

    selesai menganalisa data lalu kemudian dilakukan pembahasan terhadap analisa

    yang diperoleh. Tahapan terakhir yaitu menarik kesimpulan dan mengajukan

    saran terhadap penelitian yang dilakukan. Adapun tahapan kegiatan yang

    dilaksanakan pada penelitian ini dinyatakan dalam diagram alir sebagai berikut :

    28

  • Gambar 3.1 Digram alir Kerangka Penelitian

    29

    Persiapan Alat dan Material

    Pemeriksaan Material

    Pembuatan benda uji mortar

    Pengujian kuat tekan mortar

    Pengujian kuat lentur pasangan bata

    Data / Hasil Pengujian

    Analisa data dan Pembahasan

    Kesimpulan dan Saran

    1. Pengujian kuat tekan bata 2. Pengujian serapan air bata

    Pembuatan benda uji pasangan bata

    1. Pasangan bata tanpa tulangan

    dan plesteran.

    2. Pasangan bata dengan

    plesteran dan tanpa tulangan.

    3. Pasangan bata dengan

    plesteran dan tulangan.

  • 3.4.1 Persiapan Dan Pemeriksaan Material

    Semen Portland tipe I merk Gresik 40 kg, diperiksa secara visual. Semen

    diamati warna dan kehalusan butirnya, kemudian jika terdapat gumpalan,

    berarti semen tersebut tidak dapat digunakan.

    Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu air harus bersih,

    tidak mengandung lumpur, minyak dan sesuai dengan persyaratan air

    untuk minum. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air dari

    Laboratorium Mekanika Bahan Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana.

    Persiapan Batu bata merah dilakukan dengan pemeriksaan visual, warna

    merah merata, bersuara nyaring yang menandakan susunannya padat dan

    utuh, tidak pecah, tidak retak, dan tidak melengkung. Sebelum digunakan

    bata direndam terlebih dahulu agar pada saat pemasangan tidak banyak

    menyerap air yang terkandung dalam spesi.

    Persiapan tulangan digunakan wiremesh produksi pabrik ukuran M5

    dengan tegangan ijin 5000 kg/m yang terhindar dari korosi.

    Persiapan pasir yang digunakan, yaitu mengayak pasir sampai pasir lolos

    lubang ayakan 5 mm, kemudian pasir dikondisikan dalam keadaan jenuh

    kering muka atau SSD (Saturated Surface Dry) dan memiliki kadar

    lumpur yang rendah. Pasir tersebut selanjutnya disimpan untuk digunakan

    pada pengujian selanjutnya. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat

    halus (pasir) meliputi :

    - Berat Jenis (specific grafity) dan penyerapan air (absorption).

    - Berat satuan (unit weight).

    - Kadar lumpur.

    - Kadar air (surface moisture content)

    - Gradasi butiran (sieve analysis)

    Gradasi pasir dirancang memenuhi zone 2 menurut SK. T-15-

    1990-03.

    30

  • Metode pemeriksaan material dapat dilihat pada Lampiran A

    3.4.2 Pengujian Kuat Tekan BataBenda uji yang dipergunakan dalam pengujian kuat tekan adalah bata

    merah dengan keadaan utuh, yang mana bidang yang akan ditekan diterap dengan

    adukan setebal 6 mm. Setelah dicetak benda uji keesokan harinya direndam dalam

    air bersih (suhu ruangan) selama 24 jam, kemudian diangkat dan bidang-

    bidangnya dibersihkan dengan kain lembab untuk menghilangkan air yang

    berlebihan.

    Adukan dibuat dengan campuran 1 bagian berat semen Portland ditambah

    dengan 3 bagian berat pasir dan air seberat 6070% berat semen, diaduk hingga

    merupakan campuran yang merata. Pasir Kwarsa yang butir-butirnya berada

    diantara ayakan bermata 0,3 dan 0,15 mm.

    Benda-benda uji ditekan hingga hancur dengan kecepatan penekanan

    diatur hingga sama dengan 2 kg/cm/detik. Kuat tekan benda uji diperoleh sebagai

    hasil bagi beban tekan tertinggi dan luas bidang tekan terkecil. Kuat tekan rata-

    rata adalah jumlah kuat tekan benda uji dibagi dengan banyaknya benda uji (30

    buah). Kuat tekan karakteritik bata merah dihitung dengan persamaan 2.3 seperti

    yang sudah dijelaskan pada Bab II

    3.4.3 Pengujian Penyerapan Air BataUntuk mengetahui daya serap air, pertama-tama masing-masing benda uji

    direndam dalam air hingga jenuh kemudian ditimbang beratnya (A). kemudian

    contoh uji dikeringkan dalam dapur pengering pada suhu 100 - 110 C selama 24 jam (hingga berat tetap), setelah itu contoh dikeluarkan dari dapur pengering lalu

    didinginkan diruang sampai suhu kamar, kemudian masing-masing beratnya

    ditimbang (B). Penyerapan air rata-rata adalah jumlah persentase penyerapan air

    bata merah dibagi dengan banyaknya benda uji (10 buah).

    31

  • Penyerapan air masing-masing dihitung dengan Persamaan 2.1 yang

    tercantum dalam Bab II. Penyerapan air masing-masing contoh ini dicatat dan

    dihitung harga rata-rata dari semua contoh yang diuji, dinyatakan dalam persen.

    3.4.4 Pembuatan dan Pengujian MortarBahan dipersiapkan sesuai komposisi yang direncanakan yaitu dengan

    perbandingan dalam berat semen dan pasir 1 : 3 untuk spesi dan 1 : 5 untuk

    plesteran, dengan faktor air semen masing-masing 0, 7 dan 1,5. Semen dan pasir

    dicampur dan diaduk dalam keadaan kering hingga merata dalam bak adukan. Air

    dituangkan sebanyak faktor air semen yang direncanakan secara bertahap sambil

    diaduk hingga didapatkan adukan yang merata dan kelecekan yang cukup,

    kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 menit, di dalam bak adukan, dan

    diaduk kembali hingga benar-benar tercampur merata.

    Alat cetak dengan pelat alasnya disiapkan, dioles tipis-tipis bagian dalam

    cetakannya dengan minyak solar atau pelumas. Bahan-bahan penyusun mortar

    yang telah tercampur merata, selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan. Pengisian

    cetakan dilakukan sebanyak 2 lapis dan setiap lapis dipadatkan 32 kali.

    Pencetakan kubus mortar harus sudah dimulai paling lambat 2 menit setelah

    pengadukan. Permukaan atas kubus benda uji diratakan dengan menggunakan

    sendok perata. Simpan kubus benda uji dalam tempat yang lembab selama 24 jam.

    Setelah itu cetakan dibuka dan direndam dalam air bersih sampai saat pengujian

    kuat tekan dilakukan.

    Pada umur 28 hari benda uji diangkat dari tempat perendaman kemudian

    permukaannya dikeringkan dengan cara dilap dan dibiarkan selama 15 menit.

    Benda uji ditimbang, kemudian dicatat beratnya, setelah itu lakukan pengujian

    kuat tekan. Kecepatan penekanan dari mulai pemberian beban sampai benda uji

    hancur diatur sehingga tidak kurang dari satu menit dan tidak lebih dari dua menit.

    Benda uji yang digunakan berukuran 50 x 50 x 50 mm masing-masing sebanyak 9

    buah.

    Rumus kuat tekan :

    32

  • APmaks

    =

    Dimana : Kekuatan tekan mortar

    Pmaks = Gaya tekan maksimum

    A = Luas penampang benda uji ( 2500 mm)

    Gambar 3.2. Pengujian kuat tekan mortar

    3.4.5 Pembuatan dan Pengujian Pasangan DindingBenda uji yang akan diuji kekuatan lenturnya terdiri dari 3 spesimen yaitu:

    1. Pasangan bata tanpa tulangan tanpa plesteran.

    2. Pasangan bata tanpa tulangan dengan plesteran.

    3. Pasangan bata dengan tulangan dengan plesteran.

    Tabel. 3.1 Tipe Spesimen

    No Spesimen Sample

    1 Pasangan bata tanpa tulangan tanpa plesteran TTTP1

    TTTP2

    TTTP3

    2 Pasangan bata tanpa tulangan dengan plesteran.

    TTDP1

    TTDP2

    TTDP3

    33

    =

  • 3 Pasangan bata dengan tulangan dengan plesteran

    DTDP1

    DTDP2

    DTDP3

    Pengujian dinding pasangan bata merah dalam penelitian ini mengacu

    pada standar yang ditetapkan dalam SNI 0341651996 tentang Metode

    pengujian kuat lentur dinding pasangan bata merah di laboratorium. Pengujian

    kuat lentur dinding pasangan bata merah menggunakan benda uji berbentuk

    prisma persegi dengan ukuran ( B = 8b, L = b dan H = 5b ) dimana b adalah

    lebar bata merah. Tebal spesi dipakai 1,5 cm dan tebal plesteran untuk benda

    uji Pasangan bata tanpa tulangan dengan plesteran (TTDP) dan Pasangan bata

    dengan tulangan dengan plesteran (DTDP) diambil setebal 2,5 cm. Potongan

    masing-masing spesimen dapat dilihat pada Gambar 34,35, dan 36.

    34

    5b

    8b

    A

    A

  • Gambar 3.2 Benda uji

    Gambar 3.3 Pot. A-A Spesimen no. 1

    355b

    b

    Plesteran 2.0 cm Bata merah

    5b

    b

    S pesi 1 .5 cm

    B ata m erah

  • Gambar 3.4 Pot. A-A Spesimen no. 2

    Gambar 3.5 Pot. A-A Spesimen no. 3

    Langkah langkah pengujian pasangan dinding yaitu :

    a. Persiapkan adukan mortar dan batu bata yang sudah direndam.

    b. Susun pasangan dinding bata sesuai Gambar 3.2c. Jaga kelembaban benda uji pada suhu kamar, dengan cara menutupinya

    dengan karung basah.

    d. Simpan benda uji sampai umur perawatan 28 hari.

    e. Plester permukaan dinding khusus untuk benda uji TTDP dan DTDP yang

    diikuti pemasangan tulangan.

    f. Lakukan pengujian pada saat benda uji sudah berunur 56 hari dengan posisi sesuai dengan Gambar 3.6. dengan kecepatan pembebanan yang

    konstan merata dan dapat diatur sehingga gerakan pembebanan antara 150

    210 N/mm/menit

    36

    b

    Plesteran 2.0 cmSpesi 1.5 cm

    Bata merah

  • Dial gate

    g. Catat lendutan yang terjadi dengan menggunakan dial gate yang diletakan seperti pada gambar 3.6

    1/16 L

    L

    37

  • L

    Gambar 3.6 Posisi pengujian kuat lentur

    Rumus kuat lentur :

    Dimana : flt = kuat lentur pasangan dinding

    Pu = Beban maksimum

    W = Massa alat bantu

    l = Bentang tumpuan

    c = Jarak antara garis netral dengan serat tarik

    terluar

    I = Inersia penampang dinding

    H = Tinggi benda uji

    b = Lebar bata merah

    3.4.6 Analisa Hasil

    Hasil pengujian yang di dapat dari penelitian ini adalah berupa data pengujian

    kuat tekan bata, absorpsi bata, kuat tekan mortar, lendutan dan kuat lentur

    pasangan dinding dari 3 jenis spesimen. Dari data-data tersebut akan dibahas dan

    dibandingkan dengan literatur-literatur yang ada.

    38

    +=

    IclWPuflt

    42

    3

    121 HbI =