t1_312009058_bab i.pdf

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai, contohnya adalah perubahan sosial budaya. Perubahan sosial dan kebudayaan yang mencolok berlangsung secara normal sebagai yang dikehendaki masyarakat, dan perubahan sosial dan kebudayaan yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala patologis. Gejala abnormal disebabkan oleh kekecewaan dan penderitaan, gejala abnormal yang berkepanjangan maka akan menciptakan suatu masalah social. Salah satu masalah social yang terjadi di masyarakat adalah adanya perilaku patologis pada gelandangan. Perilaku patologis yang dimaksud seperti tingginya angka kriminalitas, kejahatan, kekerasan, perilaku menyimpang, dan gangguan kejiwaan. Gangguan jiwa pada gelandangan adalah salah satu pelaku patologis masalah sosial yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial. Gelandangan yang mengalami gangguan jiwa merupakan penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan. Fenomena sosial mengenai gelandangan yang mengalami gangguan jiwa dapat ditemui secara langsung di sepanjang jalan, trotoar, jembatan, di pasar ataupun di pusat pertokoan. Gelandangan dengan gangguan jiwa hidup secara nomaden (berkeliaran di lingkungan masyarakat) dan serta memiliki keterbelakangan mental (gangguan

Upload: dinhtruc

Post on 12-Jan-2017

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: T1_312009058_BAB I.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Proses modernisasi menyisakan problematika yang tidak kunjung usai,

contohnya adalah perubahan sosial budaya. Perubahan sosial dan kebudayaan

yang mencolok berlangsung secara normal sebagai yang dikehendaki masyarakat,

dan perubahan sosial dan kebudayaan yang tidak dikehendaki merupakan gejala

abnormal atau gejala patologis. Gejala abnormal disebabkan oleh kekecewaan dan

penderitaan, gejala abnormal yang berkepanjangan maka akan menciptakan suatu

masalah social. Salah satu masalah social yang terjadi di masyarakat adalah

adanya perilaku patologis pada gelandangan.

Perilaku patologis yang dimaksud seperti tingginya angka kriminalitas,

kejahatan, kekerasan, perilaku menyimpang, dan gangguan kejiwaan. Gangguan

jiwa pada gelandangan adalah salah satu pelaku patologis masalah sosial yang

diakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial.

Gelandangan yang mengalami gangguan jiwa merupakan penderita

gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu

ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan. Fenomena sosial mengenai

gelandangan yang mengalami gangguan jiwa dapat ditemui secara langsung di

sepanjang jalan, trotoar, jembatan, di pasar ataupun di pusat pertokoan.

Gelandangan dengan gangguan jiwa hidup secara nomaden (berkeliaran di

lingkungan masyarakat) dan serta memiliki keterbelakangan mental (gangguan

Page 2: T1_312009058_BAB I.pdf

2

jiwa) ini sangat merugikan masyarakat sekitar dan Pemerintah. Tekanan

kehidupan dan ketidaksiapan dalam perubahan sosial salah satu penyebab utama

terhadap pertambahan gangguan jiwa pada gelandangan gelandangan.

Seperti yang diketahui, bahwa didalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) sudah diatur secara jelas mengenai

kesejahteraan tiap individunya, ini terimplementasi pada Pasal 27 ayat (2) dan

pasal 34. Dan peraturan mengenai gelandangan yang memiliki gangguan jiwa

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Dalam Pasal 149 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, menyebutkan :

1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam

keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu

ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan

dan perawatan difasilitas pelayanan kesehatan;

2) Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan

pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi

penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam

keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu

ketertiban dan/atau keamanan umum;

3) Pemerintah dan Pemerintah daerah bertanggung jawab atas

pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan

melibatkan peran serta aktif masyarakat;

4) Tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan

perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.

Pemerintah Kota Magelang tidak mempunyai Perda khusus yang dibuat

untuk menanggulangi gelandangan yang mengalami gangguan jiwa1. Akan tetapi

dalam penanggulangan gelandangan dan pengemis yang mengalami gangguan

1 Wawancara dengan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Magelang, Bapak A. Arif S.K., SH

Page 3: T1_312009058_BAB I.pdf

3

jiwa, Pemerintah Kota Magelang mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun

2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Pemerintah No 31 Tahun 1980

tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis dan Undang-Undang No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan,.

Dalam pelaksanaannya, penanggulangan gelandangan yang mengalami

gangguan jiwa di Kota Magelang dilakukan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan Pasal 149 ayat (4) yang berbunyi “tanggung jawab Peme-

rintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk

pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk

masyarakat miskin” dan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 1980 Pasal 4 ayat (1)

dan (2) yang berbunyi:

(1) Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kebijaksanaan khusus

berdasarkan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah ini.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

berdasarkan petunjuk teknis dari Menteri Sosial dan petunjuk-petunjuk

Menteri Dalam Negeri.

Berdasarkan pasal tersebut Pemerintah Kota Magelang menunjuk pada

Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial dengan berkoordinasi dengan Satuan

Polisi Pamong Praja dan Dinas Kesehatan dalam menangani gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa. Dari ketiga lembaga tersebut yang memiliki peran

utama adalah Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial yaitu melaksanakan

perencanaan, pembinaan, pengendalian dan pengembangan peningkatan

pelayanan dibidang sosial, dalam penjaringan gelandangan Disnakertransos Kota

Page 4: T1_312009058_BAB I.pdf

4

Magelang dibantu oleh Satpol PP dan dalam upaya penyembuhan gelandangan

yang mengalami gangguan jiwa Disnakertransos Kota Magelang berkoordinasi

dengan Dinas Kesehatan.

Banyaknya gelandangan di Kota Magelang dapat disebabkan karena

semakin berkembangnya Kota Magelang sehingga menarik para penduduk

wilayah sekitar Kota Magelang untuk datang ke kota Magelang. Akan tetapi

karena lapangan kerja yang ada di Kota Magelang tidak memadai, banyak

pendatang yang memilih menjadi pengemis. Tekanan ekonomi yang berada di

kota kadang membuat pengemis tidak kuat dalam menghadapi tekanan tersebut

sehingga menyebabkan mereka tertekan dan stress yang akhirnya mereka menjadi

gila.

Selain itu dengan adanya Rumah Sakit Jiwa di Kota Magelang ternyata

tidak juga mengurangi jumlah gelandangan dan pengemis yang mengalami

gangguan jiwa. Hasil pra research penulis, bahwa gelandangan yang mengalami

gangguan jiwa di Kota Magelang menunjukan jumlah yang cukup banyak antara

lain di tempat yang ramai orang seperti di pasar raya, lapangan alun-alun kota

Magelang dan terminal Magelang.2

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana upaya Pemerintah

Kota Magelang dalam menangani gelandangan yang mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan hal tersebut penulis memilih judul “Peran Disnakertransos Kota

Magelang Dalam Menangani Gelandangan yang Memiliki Gangguan Jiwa”.

2 Hasil observasi penulis pada tanggal 8 - 12 APRIL 2013 di Kota Magelang

Page 5: T1_312009058_BAB I.pdf

5

Tabel Perbandingan Skripsi

ISI Ananto Ariwibowo

312009058

Y.E. Ari Andani

312850153

Judul Peran Dinas Sosial Kota Magelang

Dalam Melakukan Perlindungan

Gelandangan yang Memiliki

Gangguan Jiwa

Pelaksanaan penanggulangan

gelandangan dan pengemis oleh

dinas Kodya Dati II Salatiga

Rumusan masalah - Bagaimana upaya yang telah

dilakukan Pemerintah Kota

Magelang melalui Dinas

Sosial Kota Magelang untuk

mengatasi masalah sosial

gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa?

- Apa saja hambatan-

hambatan yang dihadapi

oleh Dinas Sosial Kota

Magelang dalam mengatasi

masalah sosial gelandangan

yang mengalami gangguan

jiwa

- Bagaimana pelaksanaan

penanggulangan pengemis

dan gelandangan telah

dilaksanakan oleh Dinas

Sosial Cabang Dinas

Kotamadya Salatiga ?

- Faktor – factor apakah

yang menyebabkan

pelaksanaan tersebut tidak

memperoleh hasil seperti

yang diharapkan ?

- Sejauh manakah

koordinasi antara Cabang

Dinas Sosial dengan

instansi terkait yang lain

dilaksanakan ?

Perbedaan Sudah dikaitkan dengan :

- Undang – Undang Nomor 36

tahun 2009 tentang

Belum dikaitkan dengan :

- Undang – Udang Nomer

23 tahun 2002 tentang

3 Skripsi, Y.E. Ari Andani, 31285015, Pelaksanaan penanggulangan gelandangan dan pengemis oleh

dinas Kodya Dati II Salatiga.

Page 6: T1_312009058_BAB I.pdf

6

kesehatan.

Objek penelitian: gelandangan dan

pengemis yang sakit jiwa

Lokasi: Kota Magelang

Dasar Hukum:

- Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009

- Undang-Undang No. 11

Tahun 2009

- Peraturan Pemerintah No. 31

Tahun 1980

perlindungan anak.

Sudah dikaitkan :

- Keputusan Menteri Sosial

Republik Indonesia

Nomer 15 Tahun 1983

tentang organisasi dan tata

kerja departemen sosial.

Tujuan penelitian - Mengetahui upaya yang

telah dilakukan Dinas Sosial

Kota Magelang untuk

mengatasi masalah sosial

gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

- Mengetahui hambatan yang

dihadapi oleh Dinas Sosial

Kota Magelang untuk

mengatasi masalah sosial

gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

- Untuk menggambarkan

struktur organisasi

pelaksana

penanggulangan pengemis

dan gelandangan

- Ingin menggambarkan

kesulitan-kesulitan yang

dihadapi oleh Dinas

Sosial Cabang Dinas

Kodya Salatiga

- Ingin memberikan

alternatif jalan keluarnya.

Page 7: T1_312009058_BAB I.pdf

7

Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yuridis

empiris atau yuridis sosiologis, yaitu

penelitian yang mengkaji hukum

dalam realitas atau kenyataan di

dalam masyarakat. Dalam

melakukan penulisan hukum ini

Penulis melakukan penelitian dan

memperoleh informasi yang

berkaitan dengan materi penulisan

dari Pemerinta Daerah Kota

Magelang dan dinas sosial Kota

Magelang.

Unit amatan - Rumah Sakit Jiwa Kota

Magelang

- Dinsosnakertrans,

- Gelandangan yang mengalami

gangguan jiwa

Unit analisa Unit analisanya adalah bagaimana

program pemerintah dalam

menangani gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

Page 8: T1_312009058_BAB I.pdf

8

B. Latar Belakang

Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong Negara yang sedang maju dan

belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan. Dari beberapa banyak

masalah sosial yang ada sampai saat ini, gelandangan dan pengemis adalah

masalah yang perlu harus diperhatikan lebih dari pemerintah, karena saat ini

masalah tersebut sudah menjadi bagian dari kehidupan kota-kota yang sedang

berkembang, terutama seperti Magelang.

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial Pasal 1 ayat (1), menyatakan :

" Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri,sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.".

Gelandangan dan pengemis adalah merupakan salah satu masalah yang

menyangkut bidang kesejahteraan sosial yang berdasarkan Pasal 1 ayat (1)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009, penanggulangannya merupakan sebagian

dari tugas pokok Departemen Sosial. Berdasarkan data BPS jumlah gelandangan

terbanyak di Jawa Tengah berada di Kota Magelang4. Keberadaan gelandangan

dan pengemis (gepeng) di kota Magelang saat ini semakin banyak dan sulit diatur.

Mereka dapat ditemui di berbagai pertigaan, perempatan, lampu merah dan

tempat umum, bahkan di kawasan pemukiman, sebagian besar dari mereka

4 Tempo Interaktif, Magelang Senin (28 / 6 / 2013)

Page 9: T1_312009058_BAB I.pdf

9

menjadikan mengemis sebagai profesi. Hal ini tentu sangat mengganggu

pemandangan dan meresahkan masyarakat.

Oleh sebab itulah, apabila masalah gelandangan dan pengemis tidak

segera mendapatkan penanganan, maka dampaknya akan merugikan diri sendiri,

keluarga, masyarakat serta lingkungan sekitarnya. Gelandangan di kota Magelang

semakin meresahkan dengan munculnya para gelandangan yang mengalami

gangguan jiwa. Berdasarkan data Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Magelang

tahun 2010 terdapat penyandang masalah kesejahteraan sosal tersebut dalam

beberapa jenis, diantaranya termasuk penyandang psikotik atau penyandang tuna

laras.

Penyandang masalah sosial adalah seseorang, keluarga, atau masyarakat

yang karena hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi

sosialnya dan karena tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif

dengan lingkungannya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

(Jasmani, rohani, dan sosialnya secara memadai dan wajar)5. Sedangkan

penyandang tuna laras, yaitu orang-orang yang mengalami gangguan jiwa,

merupakan permasalahan yang spesifik. Pada umumnya mereka tidak dapat

disembuhkan seratus persen (100%). Suatu saat mereka dapat kambuh, atau

bahkan perilaku mereka masih menunjukkan tingkah laku “gila” dalam kehidupan

sehari-hari.

5 Dinsos, 2004

Page 10: T1_312009058_BAB I.pdf

10

Mengatasi penyandang tuna laras penting terutama di saat kondisi krisis

ekonomi, dan kondisi yang semakin tidak menentu. Pengelolaan pembangunan

kesejahteraan sosial memang menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab

pemerintah daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Akan tetapi tidak

kalah pentingnya juga keikutsertaan masyarakat melalui organisasi

kemasyarakatan, Lembaga Swadaya, organisasi lainnya untuk ikut berpartisipasi

dalam mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial.

Dalam mengatasi gelandangan dan pengemis peranan Disnakertransos

sangat penting. Peranan adalah suatu bagian dari tugas utama yang dilaksanakan

oleh seseorang sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Dalam hal ini peranan

Disnakertransos adalah sebagai pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial

seperti yang termuat dalam UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis (gepeng),

pemerintah Kota Magelang mengutus Disnakertransos untuk menanganani

gelandangan dengan berkoordinasi dengan Polisi Pamong Praja Satpol PP untuk

merazia semua gelandangan dan pengemis (gepeng) yang ada di seluruh sudut

kota Magelang, untuk kemudian dijaring dan ditampung di Liponsos (lingkungan

pondok sosial) Dinas Sosial Magelang. Sedangkan untuk gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa ditampung di rumah sakit jiwa kota Magelang, dalam

hal ini Disnakertransos bekerjasama dengan Dinas Kesehatan. Hal ini bertujuan

untuk membersihkan kota dari gelandangan dan pengemis, serta berupaya untuk

memberikan penyadaran kepada mereka.

Page 11: T1_312009058_BAB I.pdf

11

Berdasarkan wawancara dengan kepala Dinas Sosial Kota Magelang, Drs.

Ari Nugroho, M.Si , penanganan gelandangan yang mengalami gangguan jiwa

telah dilakukan mengacu pada Undang-Undang Kesejahteraan Sosial dan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hasil dari penanganan

gelandangan yang mengalami gangguan jiwa telah menunjukkan adanya

penurunan jumlah gelandangan yang mengalami gangguan jiwa. Jumlah

gelandangan yang mengalami gangguan jiwa di Kota Magelang berjumlah 21

orang pada tahun 2011, 14 orang pada tahun 2012, dan 10 orang pada tahun

20136.

Dari data tersebut dapat terlihat bahwa setiap tahunnya terdapat

penurunan jumlah gelandangan yang mengalami gangguan jiwa dengan adanya

penanganan dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang.

Namun dari hasil observasi masih terdapat gelandangan yang mengalami

gangguan jiwa yang berkeliaran di jalanan. Hal ini dapat disebabkan karena

pertama, tidak seluruhnya gelandangan yang mengalami gangguan jiwa terjaring

razia yang dilakukan oleh petugas, dan kedua adanya gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa menunjukkan sikap yang lebih baik pada saat

dilakukan rehabilitasi, akan tetapi pada saat dikembalikan kepada keluarga

mereka mengalami gangguan kembali dan pergi dari rumah yang pada akhirnya

menjadi gelandangan kembali.

6 Wawancara dengan Kepala Dinsos Kota Magelang, , Drs. Ari Nugroho, M.Si pada tanggal 12

Agustus 2013

Page 12: T1_312009058_BAB I.pdf

12

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang penanggulangan

gelandangan dan pengemis. Pasal 2 menyebutkan bahwa :

“Penanggulangan gelandangan dan pengemisan yang meliputi usaha-usaha

preventif, represif, rehabilitatif bertujuan agar tidak terjadi pergelandangan

dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat

pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat, dan

memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota

masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan

para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna

mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan

harkat martabat manusia”.

Hal tersebut diatas sesuai dengan Pasal 149 ayat (2) yang menyebutkan

bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan

pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita

gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya

dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.

Berdasarkan bunyi pasal diatas menunjukan bahwa penanggulangan

gelandangan dan pengemis perlu diupayakan untuk mencegah meluasnya

pengaruh akibat gelandangan dan pengemis, termasuk di dalamnya adalah

gelandangan yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini juga yang telah dilakukan

oleh Pemerintah Kota Magelang dalam upaya melindungi gelandangan dan

pengemis yang mengalami gangguan jiwa agar mendapatkan perawatan dan

pelayanan kesehatan.

Dalam bidang sosial yang termasuk di dalamnya adalah masalah

gelandangan dan pengemis menjadi salah satu bagian dari tugas pokok dan fungsi

Page 13: T1_312009058_BAB I.pdf

13

bidang sosial pada Disnakertransos yaitu dinyatakan bahwa Kepala Bidang Sosial

mempunyai tugas membantu Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan

Sosial dalam melaksanakan perencanaan, pembinaan, pengendalian dan

pengembangan peningkatan pelayanan dibidang sosial. Untuk menyelenggarakan

tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kepala Bidang Sosial mempunyai fungsi:

perencanaan penyusunan program dan kegiatan bidang sosial, pengkoordinasian

pelaksanaan program dan kegiatan bidang sosial, pelaksanaan kegiatan bidang

sosial dan pembinaan dan pengendalian program dan kegiatan bidang sosial.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana peran yang telah dilakukan Pemerintah Kota Magelang melalui

Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang untuk mengatasi

masalah sosial gelandangan yang mengalami gangguan jiwa?

2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Dinas Tenaga Kerja

Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang dalam mengatasi masalah sosial

gelandangan yang mengalami gangguan jiwa

Page 14: T1_312009058_BAB I.pdf

14

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Dinas

Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial kota Magelang dalam melakukan

perlindungan gelandangan yang memiliki gangguan jiwa.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui upaya yang telah dilakukan Disnakertransos Kota

Magelang untuk mengatasi masalah sosial gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

2. Mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Disnakertransos Kota

Magelang untuk mengatasi masalah sosial gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Kepentingan Akademis

Sebagai sumbangan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

pengembangan sumber daya manusia dan dapat menjadi dasar penelitian

selanjutnya.

Page 15: T1_312009058_BAB I.pdf

15

2. Bagi Instansi

1. Menjadi masukan informasi bagi Dinas terkait dalam meningkatkan

peranan terhadap masyarakat

2. Dapat digunakan sebagai salah satu penilaian untuk meningkatkan

kinerja instansi terkait.

3. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah jenis penelitian yang bersifat deskriptif, karena dalam penelitian ini

bermaksud untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan memaparkan

mengenai peranan Disnakertransos Kota Magelang dalam mengatasi

penyandang masalah sosial gelandangan yang mengalami gangguan jiwa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang tata kerjanya memberikan data seteliti mungkin

tentang sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas manusia, sifat-sifat,

karya manusia, keadaan, dan gejala-gejaka lainnya.7

2. Pendekatan Masalah

Penelitian ini mengungkapkan tentang peran Disnakertransos Kota

Magelang dalam mengatasi penyandang masalah sosial gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa merupakan penelitian yang spesifikasinya yuridis

7 Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Kajarta: UI Press. Hal. 43

Page 16: T1_312009058_BAB I.pdf

16

sosiologis. Dikatakan yuridis sosiologis karena mengikuti pola penelitian

ilmu-ilmu sosial.8 Penelitian ini meneliti tentang peran Dinas Tenaga Kerja

Transmigrasi dan Sosial Kota Magelang dalam menangani gelandangan

yang mengalami gangguan jiwa. Orientasi pengkajiannya menitikberatkan

pada aspek perlakuan norma-norma yakni penanganan gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

3. Bahan Hukum

a. Primer

Berupa UUD 1945, Ketetapan MPR, Peraturan Perundang-

undangan pelaksanaannya terkait dengan pemerintah daerah, lingkungan

hidup dan perizinan.9 Data yang berupa keterangan-ketreangan yang

diperoleh secara langsung dari lapangan melalui wawancara dengan

pihak-pihak yang dipandang mengetahui objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini digunakan bahan hokum primer yang berupa Undang-

Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Peraturan

Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan

dan Pengemis.

8 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1998, Hal. 71

9 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20. Penerbit: Alumni

Bandung, 1994. Hal. 19 yang menyatakan perundang-undangan dan yurisprudensi menjadi bahan

hukum primer

Page 17: T1_312009058_BAB I.pdf

17

b. Sekunder

Penelitian ini menggunakan jenis data yang berasal dari sumber

data sekunder yaitu yang berasal dari bahan-bahan pustaka, yang

meliputi dokumen-dokumen tertulis seperti data dari Disnakertransos

Kota Magelang.

c. Tersier

Berupa bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder seperti yang berasal dari kamus, ensiklopedia, dan sebagainya

yang terkait dengan sistem hukum penanganan gelandangan yang

mengalami gangguan jiwa.

4. Tehnik Pengambilan Data

a. Studi Pustaka

Yaitu suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mempelajari data-data sekunder yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti.

b. Wawancara

Yaitu suatu metode pengumpulan data primer yang dilakukan

melalui wawancara langsung dengan pihak Dinas Sosial yaitu Kepala

Dinas Sosial Kota Magelang, Bapak Imam Fatchi SH serta Pihak Rumah

Sakit Jiwa Kota Magelang.

Page 18: T1_312009058_BAB I.pdf

18

5. Analisis Data

Mengingat data yang ada maka penelitian ini bersifat kualitatif . dimana

penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi

normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan kondisinya, serta menekankan

pada diskripsi secara alami. Pengambilan data dan penjaringan fenomena

yang dilakukan dari keadaan sewajarnya ini dikenal dengan sebutan ”

pengambilan data secara alami atau natural” atau sering juga disebut

penelitian kualitatif naturalisik.10

6. Unit Amatan

- UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

- UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

- Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 tentang penanggulanan

Gelandangan dan Pengemis

- Dinsosnakertrans Kota Magelang

- Rumah Sakit Jiwa Kota Magelang

- Gelandangan yang mengalami gangguan jiwa di Kota Magelang

7. Unit Analisis

Unit analisanya adalah bagaimana pelaksanaan Tugas pokok dan fungsi

Disnakertransos Pemerintah Kota Magelang dalam menanggulangi

gelandangan dan pengemis yang mengalami gangguan jiwa.

10

Tajul Arifin, Metode Penelitian Hukum, Bandung, CV Pustaka Setia, 2009 hlm. 101