t e s i s - skripsi.narotama.ac.idskripsi.narotama.ac.id/files/12105050 - e. r. candra.pdf · dan...

12
T E S I S PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA Oleh : E. R. CANDRA, SH NIM : 12105050 PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2007

Upload: lebao

Post on 06-Jun-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

T E S I S

PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA

Oleh :

E. R. CANDRA, SHNIM : 12105050

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUMPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA2007

PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum

Dalam Studi Magister Ilmu Hukum

Pada Program Pascasarjana Universitas Narotama

Oleh :

E. R. CANDRA, SH

NIM : 12105050

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUMPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA2007

PENERAPAN ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PERKARA PIDANA

Telah Direvisi :

Pada Tanggal : ………………………………..

Oleh Pembimbing :

Soemali, S.H., M.Hum.

Mengetahui :

Ka. Prodi Magister Hukum

Dr. Sadjijono, SH., M.Hum.

RINGKASAN

Menjunjung tinggi terhadap hak asasi manusia merupakan suatu hal yang esensial dalam suatu negara hukum. Apalagi perlindungan terhadap hak asasi merupakan tekad dari seluruh bangsa-bangsa di dunia sebagaimana tercantum dalam The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang diterima dan disahkan oleh Sidang Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 beserta konvensi-konvensi internasional lainnya.

Sebagai salah satu usaha untuk melindungi keluhuran harkat dan martabat manusia sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UUPKK) dan dalam Penjelasan KUHAP tercantum adanya asas praduga tak bersalah yang menyatakan bahwa : “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka persidangan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Menurut pendapat Mardjono Reksodiputro unsur-unsur dalam asas praduga tidak bersalah ini adalah asas utama perlindungan hak warga negara melalui proses hukum yang adil (due process of law), yang mencakup sekurang-kurangnya :1. Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat

negara;2. Bahwa Pengadilanlah yang berhak menentukan salah tidaknya

terdakwa;3. Bahwa sidang Pengadilan harus terbuka (tidak boleh bersifat rahasia);4. Bahwa tersangka / terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk

dapat membela diri sepenuh-penuhnya.Tetapi implementasi asas praduga tak bersalah dalam proses

perkara pidana kurang berjalan sebagaimana mestinya, antara lain karena kelemahan ketentuan normatif KUHAP dan perbedaan persepsi diantara aparat penegak hukum, antara penegak hukum dengan pencari keadilan/penasihat hukum, dan di kalangan masyarakat.

Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data penelitian diperoleh dari dua sumber yaitu studi lapangan dan literatur kepustakaan dengan jenis data berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan studi lapangan dan studi kepustakaan. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian menyatakan penerapan asas praduga tak bersalah untuk mewujudkan peradilan yang jujur dan adil serta melindungi hak asasi manusia berdasarkan KUHAP menghadapi kendala dan hambatan, baik dari segi kelemahan ketentuan-ketentuan normatif yang terdapat

dalam KUHAP maupun persepsi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat terhadap Pengadilan.

Kelemahan ketentuan normatif dalam KUHAP tentang asas praduga tak bersalah meliputi hak-hak tersangka / terdakwa dalam pra peradilan dan hak-hak tersangka / terdakwa dalam bantuan hukum. Kelemahan dalam pra peradilan, karena pra peradilan hanya menguji sah atau tidaknya upaya paksa penangkapan dan penahanan, sedangkan upaya-upaya paksa lainnya seperti penggeledahan, pemeriksaan surat dan penyitaan tidak dapat diuji melalui pra peradilan. Dalam penangkapan dan penahanan yang diuji adalah syarat-syarat formil dari upaya-upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum, padahal pra peradilan yang bersumber dari Habeas Corpus Act dalam system hukum Anglo Saxon seharusnya menguji pula syarat-syarat materiil upaya paksa.

Persepsi yang berbeda-beda di kalangan masyarakat melemahkan prinsip bahwa Pengadilan yang berhak menentukan seseorang bersalah atau tidak. Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan, pemahaman dan sikap masyarakat terhadap putusan Pengadilan, dimana putusan Pengadilan seharusnya menyelesaikan konflik dan mengharmoniskan kehidupan masyarakat. Putusan Pengadilan dapat menimbulkan kekecewaan, ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan di kalangan masyarakat sehingga menimbulkan perbuatan (main hakim sendiri atau eigenrichting) atau cenderung melahirkan putusan pengadilan yang bersifat onvoldoende gemonveerd yang artinya putusan tanpa pertimbangan, apabila putusan Pengadilan tidak sesuai dengan tujuan peradilan pidana. Disamping itu adanya disparitas pidana dapat menimbulkan pula reaksi masyarakat. Adanya disparitas pidana putusan pengadilan dapat saja terjadi, karena keyakinan hakim bahwa putusan yang diberikan dirasakan sudah sesuai dengan rasa keadilan atas penyeimbangan hukum dan non hukum. Pada sisi lain penetapan ancaman pidana ini sesuai dengan sistem yang ada di dalam Pasal 12 KUHP memberikan peluang besar “gejala disparitas” pada suatu penetapan pidana.

ABSTRACT

Respect to human right represent a matter, which is essential in a body politic. More than anything else protection to basic rights represent intention from all nations in world as contained in Universal The of Declaration Of Human Rights (accepted UDHR) and ratified by General Meeting of PBB on 10 December 1948 along with other international conventions.

As one of the effort to protect august of human being prestige and standing as there are in Law of No. 14 Year 1970 jo. Law of No. 04 Year 2004 about Rules Of Fundamental of Power Judgment (UUPKK) and in Clarification of KUHAP contained by the existence of presumption of innocence ground expressing that : " Each and everyone which issuspected, to be arrested, to be arrested, to be claimed and or confronted in the face of conference, is obliged to be assumed not guilty until the existence of justice decision expressing its mistake and obtain legal force remain to".

According to opinion of Mardjono Reksodiputro elements in prejudice ground not guilty this is especial ground of protection of citizen rights pass fair law process (law of process due), including at least :1. Protection to arbitrary action of functional 2. That Justice of rightful claimant determine wrong do not it him

defendant 3. That court have to be open may not be in secret 4. That defendant has to be given by guarantees to be able to it.

But presumption of innocence ground implementation in course of criminal less walk properly, for example because weakness of rule of KUHAP normative and difference of perception among government officer enforcer of law, between enforcer punish with searcher of justice / adviser of law, and among society.

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR TANDA PERSETUJUAN................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI TESIS ...................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................ iv

RINGKASAN..................................................................................... vi

ABSTRAKSI ..................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................ 10

C. Tujuan Penelitian .......................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ........................................................ 11

E. Tinjauan Pustaka .......................................................... 11

F. Metode Penelitian ......................................................... 34

G. Sistematika Penulisan ................................................... 36

BAB II KONSEP HUKUM PELAKSANAAN HAK-HAK TERSANGKA

A. Pemenuhan Hak-Hak Tersangka .................................. 38

B. Pelanggaran Pemenuhan Hak-Hak Tersangka ............. 59

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perlindungan Hukum

Terhadap Tersangka ..................................................... 63

D. Upaya-Upaya Yang Perlu Dilakukan Dalam Meningkatkan

Perlindungan Terhadap Tersangka ............................... 72

BAB III ASAS PRADUGA TAK BERSALAH SEBAGAI

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAK-HAK WARGA

NEGARA (CIVIL RIGHTS)

A. Pengertian Asas Praduga Tak Bersalah ....................... 75

B. Landasan Hukum Asas Praduga Tak Bersalah ............. 77

C. Implementasi Asas Praduga Tak Bersalah ................... 78

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................... 89

B. Saran-Saran .................................................................. 90

DAFTAR BACAAN

DAFTAR BACAAN

BUKU

Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra

Aditya, Bandung, 1996.

-------- , Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana, Citra

Aditya bakti, Bandung, 2001.

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,

1983.

Herbert L, Peker, The Limt of The Criminal Sanction, Stanford University,

Press California, 1968.

Husin, Kadri, Pelaksanaan Penerapan Hak-Hak Tersangka/ Terdakwa

Menurut KUHAP Dalam Proses Peradilan Pidana (Pelaksanaan

Penerapan Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa Tahanan

Rutan/Lembaga Pemasyarakatan di Lampung), Disertai Program

Pasca Sarjana UI, Jakarta, 1997.

-------- ,“Pelaksanaan Hak-Hak Tersangka/Terdakwa dalam Proses

Peradilan Pidana Mewujudkan Hak Azasi Manusia”, Program

Pasca Sarjana UI, Jakarta, 1998.

-------- , “Diskresi dalam Penegakan Hukum Pidana di Indonesia”, Pidato

Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Unila, 1999.

J.E. Sahepty, Teori Kriminologi Suatu Pengantar, Bina Cipta, Bandung,

1992.

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (melihat

kepada kejahatan dan penegakan hukum dalam batas-batas

toleransi), Penerbit FHUI, Jakarta, 1993.

-------- , Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Pusat

Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga

Kriminalisasi), Univ Indonesia, Jakarta, 1994.

Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik

Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999), Mandar Maju, Bandung, 2001.

Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1985.

Packer, Herbert L., The Limits of The Criminal Sanction, Stanford

University Press, California, 1968.

Patra, La, Analizing the Criminal Justice System, D.C. Head and

Company, Canada, 1978.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1982.

Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Perspektif Eksistensialisme

dan Abolisionisme, Penerbit Bina Cipta, Bandung, 1996.

Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta, 1980.

-------- ,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 1984.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981.

Susilo Yuwono, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP,

Sistem dan Prosedur, Alumni, Bandung, 1982.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Kekerasan

Penyidikan Dalam Kasus Marsinah, Seri Laporan Khusus, Jakarta,

1995.

-------- , Fair Trial, Prinsip-prinsip Peradilan yang Jujur dan Tidak Memihak,

Jakarta, 1997.

MAJALAH

IKAHI, Varia Peradilan, Edisi Nomor 120 Tahun X September 1995,

Jakarta, 1995.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 sebagai perubahan dari Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 sebagai perubahan dari Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagai perubahan dari Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman.