syarifudin-fsh.pdf
TRANSCRIPT
-
PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA
SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Syarifudin NIM: 207044100715
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H / 2011 M
-
PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA
SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Syarifudin NIM: 207044100715
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP. 19570312 198503 1 003
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H / 2011 M
-
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 03 Agustus 2011
Syarifudin NIM: 207044100715
-
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur terucap hanya untuk dzat yang maha Tawwab. Atas karunia,
rahmat hidayah, dan inayah-Nya, diri ini bisa merasakan keagungan ayat-ayat
kauniyah-Nya. Atas kebesaran-Nya, diri ini masih tabah menghadapi laju perjalanan
kehidupan yang bertabur debu problematika. Atas bimbingan-Nya, terpatri rasa sadar
bahwa hidup ini adalah sebuah ujian bagi para hamba-Nya, skripsi ini dapat
terselesaikan, walaupun tak sedikit diri ini menjumpai kesulitan dan hambatan yang
menghadang.
Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga tetap tercurah limpahkan
kepada sang penghulu alam, bapak Revolusi dunia, Baginda Rasul Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat dan tentunya kita selaku para pengikutnya. Doa dan
harapan kita, semoga di padang mahsyar nanti kita termasuk pada golongan orang-
orang yang mendapatkan Syafaat al-Uzhma.
Penulis sadar sepenuh hati bahwa skripsi ini hanya setitik debu jalanan untuk
orang-orang besar. Namun dalam kapasitas penulis yang serba dhaif dan dikepung
dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental
yang membuat diri ini besar, minimal membesarkan perasaan penulis dan
mengobarkan bara semangat untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang
dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk
air dalam rentang kemarau studi yang penulis tempuh selama ini. Tidak ada
-
ii
kesuksesan yang berhasil dilakukan dalam kesendirian, di dalam kesuksesan selalu
ada partisipasi orang lain. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berhutang
budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan skripsi ini.
Penghargaan yang tulus bagi setiap orang yang ikut serta membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Karenanya penulis ucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H.,MA. dan Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag. masing-masing
sebagai Ketua Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Ketua Koordinator Teknis
Program Non Reguler. Hj. Rosdiana, MA. dan Mufidah, S.Hi., yang keduanya
adalah Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Sekretaris Program
Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pembimbing Skripsi Penulis, Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. yang sudah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya untuk membimbing penulis. Penulis
ucapkan terima kasih yang tak terhingga karena beliau telah dengan maksimal
membimbing penulis.
5. Segenap pengurus dan staf KUA Tanah Abang Jakarta Pusat, yang telah
memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama
penulis mengadakan penelitian, khususnya Drs. H.A. Syahroni dan Drs. Maman
-
iii
Taofik Rahman yang telah memberikan informasi kepada penulis serta membantu
penulis dalam mendapatkan data-data primer penelitian.
6. Segenap staf Kelurahan Karet Tengsin Kecamatan Tanah Abang, yang telah
memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama
penulis mengadakan penelitian, khususnya Lurah Bapak Maskur S.Sos dan Ibu Sri
Rahayu selaku Kasi Kesmas Kelurahan Karet Tengsin.
7. Segenap Pengurus Masjid Mathlaul Anwar Karet Tengsin Kecamatan Tanah
Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan
wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Bapak Ahmad
Fatemi selaku Sekretaris harian Masjid Mathlaul Anwar.
8. Segenap Pengurus Majelis Talim al-Ishlah Kelurahan Petamburan Kecamatan
Tanah Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi
dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Ibu Hj.
Maspuah selaku ketua Majelis Talim al-Ishlah.
9. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis dengan
ilmu yang berharga, dan seluruh staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
maupun perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas palayanannya
yang sangat membantu penulis dalam memperoleh referensi-referensi untuk karya
ilmiyah ini.
10. Sembah bakti penulis haturkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Almarhum
Bapak H. Manshur dan ibunda Hj. Paenusa) yang tak henti-hentinya selalu
memberikan support dan kasih sayang serta merawat dan mendidik penulis yang
-
iv
tak terhitung jasa-jasanya, maafkan jika anak bungsumu ini belum bisa sesaleh
yang diidamkan. Kasih sayang mereka yang tak pernah kering telah membuat diri
ini mampu bertahan di tengah derasnya lika-liku kehidupan.
11. Kakanda ku yang tercinta Maslihah (Almarhum), Sulaiman, Suud dan Syarifah,
yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu sabar dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta keponakan-keponakanku yang
tersayang; Uun Unaeni, Iim Sadiah, Muthmainnah, Sopyan, Arif, Mujahid, Syahri
Ramadhan, Nabil serta Kholil. Mudah-mudahan kalian selalu berbakti kepada
orang tua dan diberikan ilmu yang bermanfaat.
12. Teman-teman senasib dan seperjuangan di Pondok Modern Darussalam Gontor
Ponorogo, wabil khusus Alumni 2003: Syuhada, Imam Baihaki, Gifari, Faozan
Muhaimin, Mujiburrahman, Ust. Firdaus, Syarif hidayat, Yos Hendra, Yazid
Syukri, Usep, Edi, Mamduh, Yos Hendra, Anto Hendra, Musab, Hendri, Kemas,
Rinto, drg. Nicky Nur Fajri, Zakaria, Hamdan, Hudan, Jimron, Seno, Reki Meizon,
Ahmad Subhan, Suryono, Syukri Ismail, Yusron, Zaenal, Arief Muzaky, dan
Zaini. Terimakasih atas pertemanan yang tulus, masukan dan sharingnya.
13. Teman-teman seperjuangan di Prodi Ahwal Syakhshiyyah, Konsentrasi Peradilan
Agama Non Reguler angkatan 2007: Deni Hamdani, Deni Kurniawan, Achmad
Charist, Muchammad Arifin, Muhiddin, Bapak Ibnu Tamim, Marlianita, Nurmila
Sari, Rahman Hakim, Raihan Fajri, dan Indro Wibowo. Walaupun jumlah kita
hanya 12 orang dalam sekelas, tapi al-hamdulillah kita selalu menjadi teman
-
v
belajar, diskusi dan bertukar pikiran, baik di dalam maupun di luar kelas hingga
selesainya penelitian skripsi ini. Semoga tali silaturrahim kita selalu terjalin.
14. Teman-teman di Lembaga Survey Indonesia (LSI), Khususnya Para Koordinator:
Zezen Zainal Muttaqien, Ridwan, Uun Badrudin, Acun, M. Syafaat, Muttaqien.
Terimakasih telah memberikan freelance untuk memenuhi hajat hidup.
Akhir kata hanya kepada Allah SWT jualah penulis memanjatkan doa,
semoga Allah SWT memberikan balasan berupa amal yang berlipat kepada mereka,
atas dorongan, dukungan dan kontribusi mereka, penulis hanyalah hamba yang dhaif.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi orang banyak.
Ciputat, 03 Ramadhan 1432 H
03 Agustus 2011M
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI. vi
DAFTAR TABEL. ix
BAB I: PENDAHULUAN.. 1
A. Latar Belakang Masalah. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.. 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..... 14
D. Review Studi Terdahulu... 16
E. Metode Penelitian 17
F. Sistematika Penulisan.. 21
BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN
KELUARGA SAKINAH 23
A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4......23
B. Pengertian Keluarga Sakinah....35
C. Kriteria Keluarga Sakinah 41
D. Struktur Organisasi50
-
vii
BAB III: GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH
ABANG JAKARTA PUSAT.. 53
A. Sejarah singkat KUA Kecamatan Tanah Abang ............ 53
B. Demografi KUA Kecamatan Tanah Abang..........57
C. Visi dan Misi KUA Kecamatan Tanah Abang..........59
D. Tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang.60
E. Organisasi KUA Kecamatan Tanah Abang.......64
F. Gambaran umum pelaksanaan tugas 68
BAB IV: DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN...75
A. Peran dan Kontribusi BP4 KUA Tanah Abang
Dalam Membentuk Keluarga Sakinah.......75
B. Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah
BP4 KUA Tanah Abang80
C. Faktor pendukung dan faktor penghambat
yang dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap
pembentukan keluarga sakinah. 90
BAB V: PENUTUP.... 95
A. Kesimpulan....................................................................................95
B. Saran..97
-
viii
DAFTAR PUSTAKA..100
LAMPIRAN.108
-
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari 27
Tahun 1951-1976
2. Tabel 2 Nama Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan di 53
Kotamadya Jakarta Pusat
3. Tabel 3 Nama-Nama Kepala KUA dari Tahun 1951-Sekarang 55
4. Tabel 4 Data Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama Tahun 2009 58
5. Tabel 5 Rekapitulasi Data Tempat Ibadah Kecamatan Tanah 59
Abang Tahun 2009
6. Tabel 6 Surat Masuk ke KUA Tanah Abang Tahun 2009 69
7. Tabel 7 Surat Keluar dari KUA Tanah Abang ke Instansi Lainnya 70
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih
sayang sebagai sebuah rahmat dari-Nya. Di mana semua itu bertujuan agar
manusia dapat saling berkasih sayang, antara laki-laki dan perempuan sebagai
makhluk-Nya,1 dan juga merupakan cara untuk mengembangkan
2 keturunan yang
bisa meneruskan perjuangan mereka. Dengan adanya perbedaan jenis ini,
dimungkinkan adanya keturunan, sehingga manusia sebagai salah satu spesies
tidak musnah.3 Setiap manusia yang terlahir, padanya tersemat kewajiban menjaga
kelestarian spesiesnya melalui proses reproduksi.4 Sebagaimana telah diabadikan
oleh firman Allah SWT dalam al- Quran:
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
1Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, cet.III, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h.
22. 2Abdul Aziz, Perkawinan yang Harmonis, cet.III, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), h. 1.
3Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, cet. I, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 51.
4Departemen Agama RI, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah Seri
Kesehatan, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Urusan Agama Islam, 2005), h. 3.
-
2
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir. (Q.S. al-Ruum /30; 21)5
Dalam ayat tersebut terkandung tiga makna yang dituju oleh suatu
perkawinan, yakni:
1. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang. Maksudnya, sebuah perkawinan dapat
menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya.
2. Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada
(membara atau menggebu-gebu)6 yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah
pasangan muda di mana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan
cemburu, sedangkan rahmahnya/rasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi
benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang memang terkadang
sangat sulit dikontrol.
3. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian
rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya
semakin bertambahnya usia pasangan, maka rahmahnya semakin naik,
sedangkan mawaddahnya semakin menurun. Itulah sebabnya kita melihat
kakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukanlah gejolak
wujud cinta (mawaddah ) yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah). Di
mana rasa sayang tidak ada kandungan rasa cemburunya.7
5Departmen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Indah Press, 1995), h.
644. 6Achmad Mubarok, Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Berkeluarga, (Jakarta:
Jatibangsa, 2006), h. 18. 7A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, (Jakarta: Qalbun Salim, t.t),
h. 86-88.
-
3
Dan kalau benar-benar dipahami ayat tersebut kita akan mengakui bahwa apa
yang menjadi idam-idaman dari banyak orang di zaman sekarang itu, itu jugalah
yang oleh Allah SWT dinyatakan sebagai tujuan bersuami istri, yakni adanya
ketentraman, damai serasi, hidup bersama dalam suasana cinta mencintai. Islam
pun menginginkan bahwa antara suami istri itu terdapat saling percaya, saling
menghargai, saling menghormati, saling membantu, serta saling menasehati.
Ketentraman itu bersemayam dalam hati. Tinggal bersama dan bergaul serumah
dengan istri yang cocok menyebabkan sang suami itu pikirannya menjadi mantap,
dan bilamana sang istri benar-benar bijaksana, di samping mencintai suaminya,
sang suami ini akan menjadi betah di rumah dan kemudian tentram dalam hati, dan
juga sebaliknya. Adapun rukun dan damai tidak boleh diartikan bahwa mereka itu
tidak pernah berselisih paham. Karena di antara suami dan istri yang tidak pernah
terjadi konflik, belum tentu terdapat kerukunan.8
Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna
melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi
kemanusiaan di muka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia
dan merupakan hal yang fitrah bagi setiap mahluk Tuhan. Dengan perkawinan
akan tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula
8Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta, Departemen Agama,
2001), h. 89.
-
4
akan lahir beberapa suku dan bangsa.9 Bagi kaum muslim, lembaga perkawinan
yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri
merupakan suatu manifestasi yang luhur dari kehendak dan tujuan ilahi.10
Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti mendambakan kebahagiaan
dan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan jalan
perkawinan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan Bab I pasal 1 bahwa:
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.11
Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Dengan ikatan lahir batin,
dimaksudkan perkawinan ini tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau
ikatan batin saja, melainkan harus kedua-duanya. Suatu ikatan lahir adalah ikatan
yang dapat dilihat. Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang
pria dengan wanita untuk hidup bersama, dengan kata lain sebagai suami istri.
Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak dapat
dilihat. Walaupun tidak nyata, tetapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa ikatan
batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.
9Abdul Aziz bin Abdurrahman, Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin Asad,
dkk, cet.II, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 14. 10
Murtadha Muthahhari, Etika Seksual dalam Islam, Penerjemah M. Hashem, cet.V, (Jakarta:
PT Lentera Basritama, 1996), h. 9. 11
Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Surabaya:
Arkola, t.th), h. 5.
-
5
Sesuai dengan pasal (2) Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan
perkawinan menurut hukum Islam adalah:
Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah bentuk ibadah.
Sedangkan dalam pasal (3) Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan:
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.12
Inti dari pasal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah
wa rahmah. Senada dengan itu, Allah menganugerahkan lembaga perkawinan bagi
umat manusia bukan untuk kesengsaraan dan penderitaan batin, melainkan untuk
ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.13
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-Quran dan al-
Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
Tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:
a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;
b. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan;
c. Asas monogami terbuka;
12
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Lampiran III, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 286. 13
BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga; Muhasabah dibalik Musibah, edisi 457/xxxviii/2010,
(Jakarta: BP4 Pusat, 2010), h. 26.
-
6
d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa dan raganya;
e. Asas mempersulit terjadinya perceraian;
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri;
g. Asas pencatatan perkawinan.14
Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama
lain dan dengan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang
(rahmah), pada dasarnya setiap calon pasangan suami istri yang akan
melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan
untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta kekal untuk
selamanya,15
namun impian semua itu tidak selamanya indah. Agar cita-cita dan
tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami istri yang
memegang peran utama dalam mewujudkan keluarga sakinah perlu meningkatkan
pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga
sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat.16
Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan disyariatkannya
perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk terciptanya rasa tentram dan
kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan, sebagaimana
14
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.
7-8. 15Abdul Muhaimin Asad, Risalah Nikah Penuntun Perkawinan, (Surabaya: Bintang Terang
99, 1993), h. 10. 16
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DKI Jakarta, Membina
keluarga sakinah, (Jakarta: BP4 DKI Jakarta, 2001), h. 1.
-
7
diisyaratkan dalam surat ar-Rum ayat 21, tujuan lainnya adalah untuk memelihara
pandangan mata, menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sah,
sehat jasmani, rohani maupun sosial, juga dapat mempererat silaturahmi serta
untuk mencapai masa depan individu dan keluarga yang lebih baik.17
Islam membangun kehidupan keluarga dan masyarakat atas dasar dua tujuan,
yakni menjaga keluarga dari kesesatan dan bertujuan untuk menciptakan wadah
yang bersih sebagai tempat lahir sebuah generasi yang berdiri di atas landasan
yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya.18
Oleh karena itu, Islam melarang
adanya perzinahan, gundik dan mengambil istri yang tidak halal tanpa ikatan yang
sah sebagaimana larangan Allah SWT. Lebih jauh dari semua itu, pernikahan
merupakan hubungan manusia yang berlawanan jenis, yang menghasilkan
kedamaian jiwa, ketenangan fisik dan hati, ketentraman hidup dan penghidupan,
keceriaan ruh dan rasa, kedamaian laki-laki dan wanita, kebersamaan di antara
keduanya untuk meretas kehidupan baru dan membuahkan generasi baru pula yang
di dalamnya tumbuh rasa kasih dan cinta.19
Selain itu alasan mengapa perkawinan mempunyai arti penting bagi
kehidupan manusia yaitu menyangkut harga diri, sebagaimana dikatakan oleh
Sayuti Thalib:
17
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Membina Sakinah, (Jakarta, Depag RI, 2003), h. 10-12. 18
Abduttawab Hakal, Rahasia perkawinan Rasulullah SAW, Poligami Dalam Islam vs
Monogami Barat, cet.I, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 8-9. 19
Ibid., h. 9.
-
8
Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan
yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.20
Perkawinan tidak hanya melampiaskan nafsu syahwat belaka, jauh dari itu
perkawinan mempunyai dimensi lain. Perkawinan yang disyariatkan agama Islam
mempunyai beberapa segi atau dimensi, di antaranya ialah: segi ibadat, segi
hukum dan segi sosial.21
Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku
bagi semua makhluk termasuk di dalamnya hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
keberadaan malam berganti siang. Allah berfirman:22
Artinya:Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S al-Dzariat /51; 49)
Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Q.S Yasin /36; 36)
Pada kedua ayat di atas disebutkan segala sesuatu berpasang-pasangan,
yang berarti meliputi semua makhluk ciptaan Allah. Firman Allah tersebut secara
20
Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, cet.V, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h.
48. 21
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
t.th), h. 14. 22
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan antar Madzhab,
cet. I, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 2.
-
9
real dapat disaksikan melalui alam raya ini dan segala yang ada. Bentuk pasang-
pasangan ciptaanNya merupakan realisasi keseimbangan kehidupan dunia yang
mengikuti sunnatullah. Apabila terdapat keganjilan dalam ciptaan seperti tidak
adanya keseimbangan sunnatullah, maka akan terjadi malapetaka bagi kehidupan
makhluk secara keseluruhan. Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan
naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan
mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai khalifah di
muka bumi.23
Setiap pernikahan yang dilakukan oleh setiap pasangan, mereka akan selalu
mengharapkan bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dunia dan
akhirat. Tetapi apakah perkawinan ini dikemudian hari dapat terwujud ataukah
malah sebaliknya, terwujud tidaknya kebahagiaan tersebut tergantung dari saling
pengertian dari setiap pasangan. Bagaimana ia bisa saling memberikan
kebahagiaan, bisa saling terbuka, saling mau untuk mengalah, dan dari saling
pengertian inilah nantinya akan dapat menghasilkan dan mewujudkan apa yang
selalu diharapkan dan diidam-idamkan oleh setiap pasangan. Dalam setiap
perkawinan akan selalu membawa makna dan misteri apa yang akan terjadi dalam
satu alur yang panjang, yang terpencar menggelinding mengikuti roda berputar
yang kadang tanpa disangka perkawinan merupakan sebuah neraka dunia yang
panas, tetapi akan lebih sering suatu pernikahan terjadi akan membawa
23
Ibid., h. 3.
-
10
kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.24
Namun demikian, bila masing-
masing telah berusaha untuk menyelesaikan perbedaan agar rumah tangga mereka
rukun kembali ternyata tidak juga berhasil, maka untuk menghindari perselisihan
yang lebih parah lagi di antara mereka diperlukan hadirnya pihak ketiga yang
bertindak selaku hakam (juru damai), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah
SWT dalam al-Quran Surat an-Nisa (4) ayat 35:
Artinya:Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S an-Nisa /4; 35)
Meningkatnya angka perceraian di tanah air dari beberapa tahun terahir
mendapat perhatian oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin
Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang
melakukan gugatan justru lebih banyak dari pihak istri. Dewasa ini, posisi suami
tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak
istri biasa lebih cepat mengajukan gugatan untuk bercerai. Bercerai, yang
dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh
seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung. Belum lagi tayangan
infotainment, ikut memberi peran mendorong peningkatan angka perceraian di
24
Hj. Ny. Nurdin Ilyas, Pernikahan yang Suci Berlandaskan Tuntutan Agama, cet.I,
(Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000), h. 1-2.
-
11
tanah air lantaran pasangan suami istri usia muda meniru perilaku selebriti. Usia
perkawinan 5 tahun, sebanyak 80% bercerai karena pengaruh tayangan tersebut.
Selain itu, perceraian juga dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara
lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami istri
terlalu jauh, perbedaan agama, kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk pula
disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh,
perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala,
perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu terkena pidana, dan cacat fisik
permanen.25
Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954
telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang
telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60% diantaranya cerai.26
Dengan dilandasi oleh permasalahan-permasalahan di atas, yakni sering
terjadinya perselisihan dalam keluarga yang disebabkan oleh adanya perbedaan
karakter dan keinginan antara pasangan suami istri yang berkonsekuensi pada
peceraian, maka dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu badan
atau lembaga untuk menangani dan berusaha menyelesaikan permasalahan-
permasalahan atau perselisihan yang terjadi antara pasangan suami istri yang
sering kali terjadi. Sehingga, dengan adanya bantuan dari badan atau lembaga
tersebut akan memberikan suatu kontribusi yang cukup besar dan berarti agar
25
Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http//www.antaranews.com//mencari-keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian.
26Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peran-
bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.
-
12
terwujud keutuhan dan keharmonisan suatu keluarga (rumah tangga) yang sakinah,
mawaddah wa rahmah. Dan badan atau lembaga tersebut adalah yang biasa kita
kenal dengan sebutan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan
(BP4). Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) adalah
merupakan badan atau lembaga yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari
pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya surat keputusan (SK) Menteri Agama
Nomor 85 tahun 1961 yang telah menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan
atau lembaga yang bergerak pada bidang penasihatan perkawinan dan pencegahan
terjadinya perceraian. Salah satu tugas dan fungsi daripada dibentuknya BP4
adalah untuk mendamaikan pasangan suami istri yang sedang bersengketa atau
berselisih atau juga dalam hal tertentu memberikan nasehat bagi calon pasangan
suami istri yang akan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.27
Untuk menekan angka perceraian itu, kini sedang dilakukan berbagai upaya-
upaya, antara lain, reaktualisasi BP4 serta memperpanjang waktu bimbingan
pranikah. Upaya tersebut memang perlu dapat dukungan dari semua pihak,
termasuk dari kalangan akademisi. Yang mana BP4 ini bekerja sama dengan KUA
selaku badan pemerintahan yang menangani segala sesuatu hal yang berkaitan
dengan pernikahan. Maka secara tidak langsung KUA atau BP4 pun sangat
berperan dan berkontribusi dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.28
27
Ibid, sururudin.wordpress.com. 28
Ibid, sururudin.wordpress.com.
-
13
Atas dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi
sebuah informasi yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui
metode empirik. Untuk lebih khususnya persoalan ini, maka penulis lebih
memfokuskan penelitiannya, yang berkisar pada Peran dan Kontribusi BP4
dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas pokok-pokok masalah yang
akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini serta tidak terlalu luas lingkup
pembahasannya, maka penulis membatasi masalah tersebut pada peran dan
kontribusi BP4 dalam membentuk keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama
(KUA) Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat. Pembatasan di sini
lebih menekankan terhadap upaya-upaya BP4 dalam pembentukan keluarga
sakinah.
Untuk lebih terarahnya perumusan skripsi ini, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa peran dan kontribusi BP4 KUA Tanah Abang dalam melaksanakan
pembentukan keluarga sakinah?
2. Bagaimana strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4
KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?
3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 dalam
perannya membentuk keluarga sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?
-
14
Untuk lebih jelasnya dalam pembatasan dan perumusan masalah ini, penulis
juga menjelaskan tentang pengertian daripada peran, kontribusi, dan sakinah itu
sendiri.
Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan baik itu
proses, cara, pembuatan memahami perilaku yang diharapkan dan dikaitkan
dengan kedudukan seseorang, jadi dikaitkan dengan permasalahan tersebut berarti
seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat.29
Kontribusi adalah sumbangan/sumbangsih kepada suatu perkumpulan yang
mempunyai arti sumbangan yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga kepada
kelompok orang atau masyarakat sesuai dengan tugas dan tujuannya.30
Sedangkan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan
merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material
secara layak dan seimbang.31
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peran dan kontribusi BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Jakarta
Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.
29
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet.I, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 667. 30
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet.I. Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 592. 31
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta,
Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: BP4 Provinsi DKI Jakarta, 2010), h. 5.
-
15
2. Mengetahui strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4
KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat.
3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4
KUA Tanah Abang Jakarta Pusat terhadap pembentukan keluarga sakinah.
Menurut hemat penulis, melalui penulisan ini setidaknya ada beberapa
manfaat yang dapat diambil, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Di kalangan KUA sendiri adalah untuk memenuhi kewajiban dan tuntutan
sebagai pelaksana bimbingan dan penyuluhan, serta memberikan bimbingan
konsultasi hukum kepada masyarakat sebagaimana yang ditetapkan oleh
Departemen Agama dalam membantu menyelesaikan perselisihan dan
perceraian serta dalam pelestarian perkawinan;
2. Dikalangan akademisi untuk dapat dijadikan kajian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, dan tidak hanya dianggap sebagai sebuah teori akan tetapi
menunjukkan bahwa pelaksanaan dari BP4 itu benar-benar bisa dimanfaatkan
serta dikembangkan bagi golongan akademisi ketika berkecimpung di tengah-
tengah masyarakat;
3. Di kalangan masyarakat sendiri agar tidak terjadi perselisihan dalam rumah
tangga, sehingga kerukunan rumah tangga tetap terjalin sesuai dengan harapan,
dan masyarakat sendiri benar-benar telah merasa memiliki sebuah badan
penasehat ketika mereka dihadapkan pada sebuah permasalahan sehingga
mengurangi dan bahkan mempersulit terjadinya perceraian.
-
16
D. Review Studi Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan aspek-aspek
dalam penelitian tentang Peran dan kontribusi BP4 dalam Membentuk Keluarga
Sakinah di KUA, di antaranya adalah:
1. Ahmad Faisal; Efektivitas BP4 dan Perannya dalam Memberikan Penataran atau
Bimbingan Pada Calon Pengantin (Studi Pada BP4 KUA Kecamatan
Kembangan, Kotamadya Jakarta Barat). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keberadaan BP4 berperan besar dalam memberikan bimbingan pada calon
pengantin sebelum melaksanakan akad nikah.
2. Dhonny Setiawan; Peran Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Terjadinya Perceraian (Studi Kasus di BP4
KUA Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang). Jakarta: UIN Jakarta,
2006. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan BP4
berperan sangat besar dalam mencegah terjadinya perceraian.
3. Riana Maruti; Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Pembentukan
Keluarga Sakinah (Studi pada Kecamatan Cakung Jakarta Timur). Jakarta: UIN
Jakarta, 2008. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mereka
yang melakukan perkawinan di bawah umur belum tentu tidak dapat
membentuk keluarga sakinah, ini terbukti dari mereka yang melakukan
perkawinan di bawah umur yang sampai saat ini masih berlangsung dan telah
dikaruniai beberapa anak dan mereka dapat membentuk keluarga sakinah.
-
17
Adapun perbedaan penelitian dengan skripsi-skripsi yang di atas yang penulis
lakukan dengan peneliti sebelumnya adalah:
a. Pertama: lokasi tempat penelitian berbeda dengan peneliti sebelumnya. Penulis
melakukan penelitian di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta
Pusat, dan penulis sudah memastikan sendiri bahwa belum ada penelitian
sebelumnya di BP4 KUA Tanah Abang mengenai pembentukan keluarga
sakinah;
b. Kedua: masalah pokok yang diteliti oleh penulis berbeda dengan peneliti
sebelumnya. Masalah pokok penelitian yang penulis lakukan adalah peran dan
kontribusi BP4 di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat
dalam membentuk keluarga sakinah.
E. Metode Penelitian
Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu. Selain itu,
penelitian berhubungan dengan usaha untuk mencari jawaban atas suatu atau
beberapa permasalahan.32
Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus
menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu persepsi serta
kemampuan berfikir yang logis.33
Dalam rangka untuk memperoleh data, maka penulis berpegang kepada
pedoman penelitian yang disebut dengan metodologi penelitian. Yang dimaksud
32
Yayan Sopyan, Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, (Jakarta:
Fakutas Syariah dan Hukum, 2009), h. 1. 33
Ibid., h. 2.
-
18
dengan metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan
penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan
menganalisis pada penyusunan laporan.34
Suatu metode merupakan cara kerja atau
tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan
mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi.35
Sehingga dapat
memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau
tujuan pemecahan permasalahan.36
Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memakai pendekatan
kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yang berupa kata-kata tertulis.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis
penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan
yang ada di lapangan.
34
Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1997),
h. 1. 35
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), h. 6. 36
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya,
2006), h. 1.
-
19
3. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka sumber
data yang penulis gunakan, yaitu dari data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan
mengadakan tinjauan langsung pada obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah
pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta
Pusat.
b. Data Sekunder, merupakan semua bahan yang memberikan penjelasan
mengenai sumber data primer, seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-
buku, karya-karya dari kalangan pakar hukum, dan literatur lain yang ada
hubungannya dengan skripsi ini.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Library Research (Pengumpulan data melalui studi kepustakaan),
yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur yang
relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini.
b. Metode Field Research (Penelitian lapangan), yaitu menggunakan penelitian
dengan cara langsung datang ke lokasi yang ada hubungannya dengan tulisan
ini, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta
Pusat.
-
20
Cara yang dilakukan antara lain, adalah sebagai berikut:
1). Observasi
Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-
kejadian yang terjadi terhadap objek penelitian baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2). Interview
Yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak
yang bersangkutan yaitu Kepala BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan
Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat dan staf-staf yang berwenang.
3). Studi Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-
arsip yang berasal dari BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah
Abang Kotamadya Jakarta Pusat, yang kesemuanya berhubungan erat
dengan persoalan yang dibahas.
5. Analisis Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan ditelaah,
maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan jalan
merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data, penulis
menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan
dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada.
-
21
6. Tehnik Penulisan Skripsi
Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal Skripsi ini adalah
Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini
maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam lima bab, dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I :PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, review studi terdahulu,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II :TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN
KELUARGA SAKINAH
Dalam bab ini menerangkan gambaran umum dan sejarah
singkat terbentuknya BP4, pengertian keluarga sakinah,
kriteria keluarga sakinah, dan struktur organisasi.
BAB III :GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH
ABANG JAKARTA PUSAT
Dalam bab ini membahas tentang sejarah singkat KUA Tanah
Abang, demografi Tanah Abang, visi dan misi KUA Tanah
-
22
Abang, tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang,
organisasi KUA Tanah Abang, dan gambaran umum
pelaksanaan tugas.
BAB IV :DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang peran dan kontribusi BP4
KUA Tanah Abang dalam membentuk keluarga sakinah,
strategi pembentukan keluarga sakinah BP4 KUA Tanah
Abang, dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang
dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap pembentukan
keluarga sakinah.
BAB V :PENUTUP
Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-
saran dari penulis tentang kajian yang dimaksud.
-
23
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN KELUARGA SAKINAH
A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4
Nasehat perkawinan (yang dalam bahasa asing disebut: Marriage counseling)
adalah suatu proses pertolongan yang diberikan kepada pria dan wanita, sebelum
dan/sesudah kawin, agar mereka memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan
dalam perkawinan dan kehidupan kekeluargaannya.1
Nasehat perkawinan sebelum kawin (pre-marital counseling) pada dasarnya
diberikan kepada pemuda dan pemudi atau calon-calon suami-istri, agar mereka
memahami secara objektif peranan-peranannya dalam perkawinan dan
menginsyafi tanggung jawabnya masing-masing dalam mencapai kerukunan dan
kebahagiaan hidup berumah tangga dan berkeluarga.2
Nasehat perkawinan sesudah kawin pada dasarnya bersifat pemeliharaan
hubungan perkawinan dan kekeluargaan supaya tetap berada dalam suasana rukun
dan harmonis yang menjadi syarat mutlak bagi kebahagiaan kehidupan
perkawinan dan keluarga, dan manakala perkawinan sepasang suami istri
mengalami kemacetan atau krisis, proses nasehat perkawinan diwujudkan dalam
bentuk usaha-usaha pertolongan untuk perbaikan dan mengembalikan keadaan
sehat bagi perkawinan dan keluarga yang bersangkutan.
1Amidhan , dkk, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: BP4 Pusat, 1977), h. 110.
2Ibid., h. 110.
-
24
Pada umumnya orang awam selalu mengatakan bahwa memberi nasihat
adalah pekerjaan yang paling gampang, yang bisa dilakukan oleh siapapun juga.
Kalau pengertian nasihat di sini hanyalah nasihat sebagaimana arti sehari-hari,
memang betul mudah. Akan tetapi bukan demikian halnya dengan yang
dimaksud.3
Penasihatan secara ilmiah mempunyai pengertian tersendiri dan hanya dapat
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu atau setidak-tidaknya
menguasai metode untuk itu. Karena itu metode penasihatan perkawinan perlu
dipelajari, dan yang lebih penting lagi adalah pengalaman dari pihak yang
memberikan nasihat, baik pengalaman bagaimana cara mempraktekkan metode
penasihatan maupun mempraktekkan masalah yang dinasihatkan sampai batas-
batas tertentu.4
Penasihatan perkawinan adalah suatu proses penyampaian nasehat atau
pendapat kepada seseorang atau kelompok orang, agar mereka mengerti dan
menghayati tentang perkawinan, bersikap, bertingkah laku serta berbuat sehingga
terwujud tujuan perkawinan dan tidak terjadi konflik, perselisihan rumah tangga
atau tidak terjadi perceraian.5
3Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama
RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah,
2001), h. 16. 4Ibid., h. 16.
5BP4 Pusat, Petunjuk Pelaksanaan Penasihatan dan Konsultasi Perkawinan, (Jakarta: BP4
Pusat, 1987), h. 3.
-
25
Konsultasi perkawinan adalah suatu proses dialog seseorang dengan
konsultan/penasehat perkawinan di mana orang tersebut dapat mengambil
kesimpulan dan mengekalkan rumah tangga.6
Penasihatan perkawinan adalah suatu pelayanan social mengenai masalah
keluarga, khususnya hubungan suami istri, tujuan yang hendak dicapai ialah
terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu hubungan suami istri,
sehingga dengan situasi yang menyenangkan tersebut suatu keluarga dapat
mencapai kebahagiaan.7
Penasihatan perkawinan adalah suatu proses, jadi memerlukan waktu yang
relatif lama, tidak hanya sekali jadi. Mungkin untuk sepasang suami istri
(keluarga) membutuhkan waktu beberapa tahun, tetapi mungkin juga ada yang
hanya beberapa bulan saja. Hal ini tergantung kepada kondisi masing-masing
keluarga.8
Sekurang-kurangnya ada lima unsur sebagai persyaratan suatu penasehatan
atau bimbingan perkawinan, yaitu:9
1. Yang dinasehati, yaitu seorang yang membutuhkan nasehat baik pria maupun
wanita, remaja maupun dewasa yang akan melangsungkan pernikahan.
6Ibid., h. 3.
7Departemen Agama RI, Pegangan Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama RI
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan
Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 12. 8Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama
RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah,
2001), h. 16-17. 9Departemen Agama RI, Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I, (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji
Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Jakarta, 2001), h. 6.
-
26
2. Masalah atau problem, yaitu kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan
yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh individu atau pasangan calon
mempelai yang bersangkutan.
3. Penasehat, yaitu perorangan ataupun badan yang melakukan bimbingan
kepada individu atau pasangan yang membutuhkannya.
4. Penasehatan, yaitu upaya penasehatan atau bimbingan yang diberikan oleh
para penasehat kepada yang dinasehati.
5. Sarana, yaitu perangkat penunjang keberhasilan penasehatan baik fisik
maupun non fisik.10
Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau yang
disingkat dengan BP4 adalah merupakan organisasi semi resmi11
yang bernaung di
bawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi perkawinan,
perselisihan dan perceraian.
Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga adalah
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab untuk mengatasi konflik dan
perceraian dalam upaya mewujudkan sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Juga
sebagai tuntutan sejarah dan masyarakat juga menyadari akan rendahnya suatu
mutu perkawinan di Indonesia, sekitar tahun 1950-an, dimana setiap perkawinan
terjadi perceraian sekitar 50-60%. Angka tersebut lebih besar dibandingkan
10
Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen
Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek
Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 72. 11
Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://rifka-annisa.or.id/go/revitalisasi-peran-bp4/.
-
27
dengan angka perkawinan.12
Berikut data angka perceraian dan angka pernikahan
dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1976:
Tabel 1
Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari Tahun 1951-1976
Tahun Talak / Cerai Nikah / Rujuk Prosentase Talak/ Cerai
1951 814.342 1.443.271 56, 42 %
1952 782.625 1.310.268 59,73%
1953 723.009 1.416.483 51,64%
1954 732.823 1.375.091 53,29%
1955 759.534 1.313.480 57,82%
1956 583.479 1.082.469 53,90 %
1957 598.576 1.148.847 52,10 %
1958 672.039 1.292.039 54,10 %
1959 696.673 1.319.770 52.78 %
1960 652.015 1.247.840 52.25 %
1961 595.745 1.040.734 57.24 %
1962 641.745 1.464.372 43, 84 %
1963 651.831 1.293. 181 50, 40 %
1964 612.819 1.130.460 54, 20 %
1965 578. 143 1.777.849 32, 52 %
1966 512. 792 1.096.895 46, 75 %
1967 447. 408 1.127.060 39, 69 %
1968 481. 746 1.101. 163 43, 74 %
1969 363. 500 954. 078 38. 10 %
1970 229. 886 889.316 25.85 %
1971 292. 004 956.578 30, 53 %
1972 308. 916 1.009. 208 30, 60 %
1973 318.545 1.018.546 31, 27 %
1974 312.314 1.176.916 27, 38 %
1975 315.161 1.244.180 25, 33 %
1976 101.819 931.932 10, 92 %
12
Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli
2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-
perceraian/.
-
28
Beranjak dari rasa sebuah keprihatinan yang timbul karena tingginya angka
perceraian di Indonesia yang pada 1950 sampai dengan 1954 dari data statistik
pernikahan di seluruh Indonesia mencapai 50-60% (rata-rata 1300-1400 kasus
perceraian per hari), dan angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka
pernikahan yang terjadi pada waktu itu. HSM Nasarudin Latif (almarhum)
mencetuskan dan mensyaratkan keberadaan BP4, pada tanggal 4 April 1954 di
Jakarta bersama dengan Seksi Penasehatan Perkawinan (SPP) pada Kantor Urusan
Agama se-Kotapraja Jakarta Raya. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1954 Abdul
Rauf Hamidy (almarhum) atau yang lebih dikenal dengan sebutan pak Arhatha
juga membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu dengan
nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan (BP4).13
Pada saat itu, Abraham Stone salah seorang pakar penasehatan perkawinan
dari Amerika Serikat pernah mengunjungi seksi penasehatan perkawinan yang
berdiri di Jakarta. Beliau terkesan dengan pilot project dalam usaha menstabilkan
perkawinan yang dirintis di Indonesia, sehingga ia mengundang HSM Nasarudin
Latif yang pada saat itu menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA)
Kotapraja Jakarta Raya untuk mengadakan studi perbandingan serta saling tukar
pengalaman dibidang marrige counseling antara Indonesia dengan Amerika.14
Pada tahun 1956 atas prakarsa dari HSM Nasarudin Latif diselenggarakan
musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi wanita yang
13
Amidhan , dkk, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 18. 14
Ibid., h. 26.
-
29
sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati
Seksi Penasehatan Perkawinan dikembangkan menjadi Panitia Penasehatan
Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian atau yang disingkat dengan P5 yang
diketuai oleh Ny. SR Poedjotomo dan HSM Nasarudin Latif sebagai penasehat.
Wadah baru ini berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di
bidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai perkawinan. Gerak
langkah P5 kemudian meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jakarta, seperti
Malang, Surabaya, Kediri, Lampung, dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut
dikunjungi oleh HSM Nasarudin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan
membentuk cabang setempat.15
Sedangkan pada tahun 1958 bersama Hj. Alfiyah Muhadi, ibu KH. Anwar
Musaddad dan ibu HK. Samawi di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah
berdiri Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Kemudian, dikukuhkan
kepengurusan yang permanen yang diketuai oleh Kepala Kantor Urusan Agama
(KUA) daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Farid Maruf. Sedangkan di kabupaten
juga dibentuk Balai BKRT yang langsung diketuai oleh kepala KUA Kabupaten.
Sebagai aparat Departemen Agama pada waktu itu, pembentukan lembaga tersebut
memang merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengatasi banyaknya
problematika perkawinan dan rumah tangga yang terjadi di daerah-daerah di
15
Ibid., h. 27-28.
-
30
Indonesia. Sedangkan dalam skala luas, lembaga ini cukup menunjang misi
Departemen Agama dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama.16
Arhatha yang juga membentuk cabang Badan Penasehatan Perkawinan di
beberapa kota lainnya, HSM Nasarudin Latif membina dan mengembangkan peran
dan profesi penasehatan perkawinan (marriage counseling) di Indonesia. Sampai
saatnya, dalam pertemuan pengurus Badan Penasehatan Perkawinan Tingkat I se-
Jawa yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 1960, disepakati gagasan peleburan
organisasi-organisasi penasehatan perkawinan yang bersifat lokal itu menjadi
badan nasional yang diberi nama Badan Penasehatan Perkawinan dan
Penyelesaian Perceraian (BP4). Kesepakatan tersebut, setelah dibahas dalam
konferensi Dinas Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30
Januari 1960, di Cipayung Bogor, kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961. Dengan demikian BP4 resmi terbentuk
secara Nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-cabang di
seluruh Indonesia.17
Kepengurusan BP4 Pusat yang pertama dilantik pada tanggal 20 Oktober
1961 oleh Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Bapak KH. Wahib Wahab.
Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali setelah pelantikan pengurus BP4
Pusat, di antaranya adalah:18
16
Ibid., h. 29-30. 17
Ibid., h. 33. 18
Ibid., h. 35.
-
31
a. Mengusahakan atau melengkapi segera terbentuknya BP4 di tingkat wilayah di
daerah-daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Adapun pembentukan BP4 tingkat
Karesidenan dan daerah tingkat II (kabupaten/kotapradja) adalah tugas BP4
wilayah begitupun pembentukan BP4 kecamatan adalah tugas BP4 daerah
tingklat II.
b. Setelah BP4 tingkat wilayah atau propinsi seluruhnya terbentuk, maka
sebaiknya segera diadakan konferensi umum oleh pusat yang dihadiri oleh
wakil-wakil BP4 wilayah.
c. Menerbitkan majalah atau brosur yang berkaitan dengan soal-soal sekitar BP4
dan hasil laboratorium atau konferensi tersebut sebagaimana disebutkan pada
poin kedua.
d. Segera mengadakan kontak dengan marriage counseling luar negeri untuk
menambah dan memperdalam pengetahuan dan pengalaman yang bertalian
dengan hajat atau keperluan BP4.
e. Mengadakan peninjauan dan penyelidikan lembaga-lembaga adat perkawinan
dan kerumah tanggaan di daerah-daerah yang dianggap perlu.
f. Berusaha agar pemerintah menambah subsidi atau bantuan yang diberikan
kepada BP4, dan pemerintah memberikan fasilitas dan lain-lain yang
diperlukan oleh BP4.
-
32
g. Di samping apa-apa yang tersebut pada poin di atas, kiranya perlu pula BP4 ikut
serta memikirkan dan berusaha mengenai segera keluarnya Undang-undang
Perkawinan umat Islam dan perbaikan nasib para Lebai/Modin/Kaum.19
Pembentukan BP4 sedikitnya didorong oleh tiga hal; yakni tingginya angka
perceraian, banyaknya perkawinan di bawah umur dan praktek poligami yang
tidak sehat. Pada tahun 1950-an, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka
perceraian pernah mencapai 50% sampai 60% dan itu didorong oleh adanya
perlakuan semena-mena terhadap wanita. Akibatnya banyak anak-anak yang
menjadi korban, dan tidak sedikit istri yang tidak menentu nasibnya karena para
suami meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan.
Sejak berdirinya BP4 telah terasa perannya yang begitu sangat berarti bagi
dunia perkawinan, yang lebih penting lagi yaitu salah satu usahanya dalam
memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang yang mengatur tentang masalah
perkawinan. Akan tetapi, pada saat itu untuk sebagian besar penduduk Indonesia
yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang-undang yang mengatur
tentang hukum perkawinan mereka.
Hal inilah yang mendorong dilaksanaknnya kongres perempuan Indonesia
pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi pada
perkawinan umat Islam pada waktu itu. Pembahasan tersebut terjadi bukan
dikarenakan tidak adanya peraturan dalam umat Islam tentang masalah
perkawinan, akan tetapi banyak orang yang tidak mentaati rambu-rambu dalam
19
Ibid., h. 35.
-
33
perkawinan disebabkan tidak adanya aturan atau undang-undang perkawinan yang
memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar.
Melalui perjalanan panjang sejak tahun 1962 di mana BP4 mendesak
pemerintah agar segera membuat dan mengesahkan undang-undang tentang
perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974 keluarlah Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Walaupun dalam rancangan
undang-undang yang diajukan tersebut yang diajukan ke DPR ada beberapa hal
yang bertentangan dengan agama Islam, tetapi keberadaan undang-undang ini
sangat membantu dan mendukung berlakunya perkawinan umat Islam. Dengan
keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan ini, maka tercapailah cita-cita BP4, terlebih dengan dicantumkannya
Pasal 39 ayat (1):20
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
Berdasarkan ketentuan tersebut, angka perceraian menurun secara drastis.
Angka perceraian yang ada pada 1975 masih sekitar 25,33%, sementara pada 1976
menurun menjadi 10,92%.21
20
Departemen Agama RI, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
2004), h. 32. 21
Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli
2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-
perceraian/.
-
34
Penasehatan perkawinan dapat diberikan oleh seorang saja, akan tetapi akan
lebih sempurna bila diberikan oleh suatu tim (tim penasehat), yang terdiri dari
berbagai profesi, misalnya ahli agama, ahli hukum jiwa, pekerja sosial, dokter dan
lain sebagainya. Masing-masing ahli ini akan memberikan nasihat sesuai dengan
bidang keahliannya, terutama dalam pemecahan suatu masalah yang dialami oleh
orang yang diberi nasihat.
BP4 sejak didirikan sudah banyak melakukan upaya pembinaan keluarga.
Sejak pasangan keluarga sebelum menikah sudah diharuskan mengikuti kursus
calon pengantin, sampai pasangan itu berumah tangga selalu diberikan pembinaan,
bahkan kalau dalam keluarga ada perselisihan, BP4 selalu aktif memberikan
advokasi dan mediasi. Itulah sebabnya BP4 dulu, kepanjangannya adalah Badan
Penasihatan Perkawinan & Penyelesaian Perceraian. Namun, setelah semua
kasus perceraian ditangani oleh Pengadilan Agama, kepanjangan BP4 dirubah
menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.22
Maka
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 85 Tahun 1961
BP4 berdiri secara nasional, dan kepanjangan BP4 yang semula adalah Badan
Penasihatan Perkawinan, dan Penyelesaian Perceraian kemudian disempurnakan
menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.
22
Taufik, Sejak Dulu BP4 sudah Menangani Perselisihan Rumah Tangga, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://kua-terentang.blogspot.com/2010/06/kma-mendukung-bp4-menjadi-
lembaga.html.
-
35
Adapun visi dan misi BP4 adalah sebagai berikut:23
1) Visi BP4 adalah mewujudkan Keluarga Sakinah dengan landasan keimanan
dan ketaqwaan yang kokoh sebagai pilar pembangunan bangsa.
2) Misi BP4 adalah:
a). Membekali pasangan-pasangan dalam memasuki perkawinan dan membina
keluarga.
b). Membantu keluarga-keluarga dalam memantapkan kehidupan keluarga
sakinah dan menyelesaikan permasalahan dalam melestarikan perkawinan.
B. Pengertian Keluarga Sakinah
Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu keluarga dan sakinah.
Yang dimaksud keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri
dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari
mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri. Baik
mempunyai anak atau tidak mempunya anak (nuclear family).24
Keluarga yang dimaksud ialah suami-istri yang terbentuk melalui
perkawinan.25
Di sini ada titik penekanan melalui perkawinan, kalau tidak melalui
perkawinan maka bukan keluarga. Maka hidup bersama seorang pria dengan
23
BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Kesebelas, (Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h. 95. 24
Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005), h. 4. 25
Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2009), h. 4.
-
36
seorang wanita tidak dinamakan keluarga, jika keduanya tidak diikat oleh
perkawinan. Karena itu perkawinan diperlukan untuk membentuk keluarga.26
Sedangkan yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tentram, aman dan
damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup
spiritual dan material secara layak dan seimbang. Sebaliknya apabila sebagian atau
salah satu dari yang disebutkan tadi tidak terpenuhi, maka orang tersebut akan
merasa kecewa, resah dan gelisah. Hajat hidup yang diinginkan dalam kehidupan
duniawiyah seseorang meliputi: kesehatan, sandang, pangan, papan, paguyuban,
perlindungan hak azasi dan sebagainya. 27
Seseorang yang sakinah hidupnya adalah
orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papan, diterima
dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak azasinya terlindungi oleh
norma agama, norma hukum dan norma susila.
Pengertian keluarga sakinah dalam istilah ilmu fiqih disebut usrah atau
qirabah yang juga telah menjadi bahasa Indonesia yaitu kerabat.28 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah ibu bapak dengan anak- anaknya
atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.29
Keluarga bisa berarti batih yaitu ibu, bapak anak-anaknya atau seisi rumah
yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta
26
BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2009), h. 4. 27
BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2010), h. 5. 28
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqih, Jilid II, cet.II,
(Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985), h. 156. 29
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 413.
-
37
kaum kerabat.30
Yang dimaksud dengan keluarga disini adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak-anaknya,
atau ibu dan anaknya.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala
Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.31
Keluarga adalah tempat pengasuhan dan penggemblengan alami yang
sanggup memelihara anak-anak yang sedang tumbuh, yang mampu
mengembangkan fisik, daya nalar, dan jiwa seorang anak.32
Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang
terdiri dari suami-istri, baik beserta anak atau anak-anak, maupun tidak.33
Sedangkan kata Sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa adalah
kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagian.34
Secara etimologi sakinah
adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata sakan menjadi tenang, damai,
merdeka, hening, tinggal.35
Dalam Islam kata sakinah menandakan ketenangan dan
30
Achmad Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga,
(Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 ), h.9. lihat juga
Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan &
Balai Pusataka, 1995), h. 471. 31
Artikel diakses pada 23 April 2011 dari
http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/keluarga.pdf. 32Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islam Pendekatan Tafsir Tematik, cet.II, (Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2002), h. 70. 33
Ahmad Subino Hadisubroto, dkk, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1993), h. 100. 34
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 769. 35
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, Penerjemah Ghuron A. Masadi, cet.II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1991), h. 351.
-
38
kedamaian secara khusus, yakni kedamaian dari Allah SWT, yang berada dalam
qalbu. Sakinah adalah kedamaian, katentraman, ketenangan dan kebahagiaan.36
Secara terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan
tentram, rukun, dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan
harmonis, diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang.37
Keluarga sakinah adalah keluarga yang mendapatkan limpahan rahmat dan
berkah dari Allah SWT, setiap manusia harusnya berlomba-lomba untuk mencapai
ketenangan dalam berumah tangga, menjadi dambaan dan idaman setiap insan
sejak merencanakan pernikahan, serta merupakan tujuan dari pernikahan itu
sendiri.38
Keluarga sakinah adalah keluarga yang saling mengerti hak dan kewajiban
masing-masing dan juga bersama. Mampu saling mengerti bahwa kita berasal dari
pendidikan yang berbeda, dan berharap kita saling mencintai karena Allah SWT
dan diakhiri dengan harapan mendapatkannya berkah dari usaha-usaha kita
mencintai sesama karena Allah SWT.39
36
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), h. 863. 37
Hasan Basri, Membina Keluarga Sakinah, cet.IV, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 16. 38
Ibid., h. 17. 39
Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://ridoens.wordpress.com/2009/08/13/konsep-
membina-keluarga-sakinah/.
-
39
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Urusan Haji Nomor: D/7/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan
Keluarga Sakinah Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa:40
Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi
suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan
selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-
nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.41
Dalam beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
keluarga sakinah adalah sebuah keluarga unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anaknya hidup bersama secara harmonis, diliputi rasa
kasih sayang, terpenuhinya kebutuhan baik materi maupun spiritual secara
seimbang dan di dalamnya terdapat ketenangan, kedamaian serta mengamalkan
ajaran agama sekaligus merealisasikan akhlak mulia.
Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang
pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan
pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih
dan shalihah. Di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang,
40
Departemen Agama RI, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, edisi 2004, (Jakarta:
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
2004), h. 1191. 41
Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah,
(Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam,
2001), h. 21.
-
40
kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota
keluarga.42
Setiap keluarga pasti menginginkan tercapainya kehidupan yang bahagia,
sejahtera dan damai (sakinah mawaddah wa rahmah).43
Kehidupan rumah tangga
yang bahagia, sejahtera dan damai akan melahirkan masyarakat yang rukun, damai
adil, dan makmur (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur). Karena, masyarakat
terdiri dari keluarga-keluarga, dan keluarga adalah pusat dari semua kegiatan
masyarakat. Kehidupan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta
kehidupan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, ini harus
tertanam dari usia remaja, supaya kelak bersemangat dalam menciptakan
ketenangan dalam diri dan tidak hanya menjadi keinginan individu anggota
keluarga yang bersangkutan saja, melainkan juga sudah menjadi cita-cita dan
tujuan pembangunan nasional di Indonesia.44
Masayarakat terdiri dari unsur keluarga, keluarga terdiri dari unsur individu.
Maka, bila anggota keluarga merupakan insan-insan yang saleh, kuat dan
produktif, keluarga pun menjadi saleh dan kokoh. Dan jika masing-masing
42
Mashuri Kartubi, Baiti Jannati Memasuki Pintu-pintu Surga dalam Rumah Tangga,
(Jakarta: Yayasan Fajar Islam Indonesia, 2007), h. 92. 43
Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2001), h. 2. 44
A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 ), h. 14.
-
41
keluarga (masyarakat) berbuat yang demikian, maka terciptalah lingkungan
masyarakat (bangsa, umat) yang sehat, kuat serta mulia.45
C. Kriteria Keluarga Sakinah
Dalam Program Pembinaan Keluarga Sakinah disusun kriteria-kriteria umum
keluarga sakinah yang terdiri dari Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I,
Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus yang
dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.
Uraian masing-masing kriteria sebagai berikut:46
1. Keluarga Pra Sakinah: yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk bukan melalui
ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar
spiritual dan material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat,
zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
2. Keluarga Sakinah I: yaitu keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan
yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara
minimal tetapi masih belum bisa memenuhi psikologisnya seperti kebutuhan
akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarganya, mengikuti
interaksi social keagamaan dengan linkungannya.
45
Thoriq Ismail, Mata Kuliah Menjelang Pernikahan, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1994), h.
12. 46
Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Geraakan Keluarga Sakinah,
(Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam,
2001), h. 21-25.
-
42
3. Keluarga Sakinah II: yaitu keluarga-keluarga yang dibagun atas perkawinan
yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga
telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta
bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi
social keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati
serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlaqul karimah,
infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.
4. Keluarga Sakinah III: yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh
kebutuhan keimanan, kataqwaan, akhlaqul karimah, sosial psikologis, dan
pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi
lingkungannya.
5. Keluarga Sakinah III Plus: yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah
secara sempurna, kebutuhan social psikologis, dan pengembangannya serta
dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.47
Untuk mengukur keberhasilan program keluarga sakinah tersebut ditentukan
tolak ukur masing-masing tingkatan. Tolak ukur ini juga dapat dikembangkan
sesuai situasi dan kondisi di sekitarnya. Adapun tolak ukur umum adalah sebagai
berikut:
47
Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, (Jakarta:
Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama
Islam, 2005), h. 25.
-
43
1. Keluarga Pra sakinah48
a. Keluarga dibentuk tidak melalui perkawinan yang sah.
b. Tidak sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.
c. Tidak memiliki dasar keimanan.
d. Tidak melakukan shalat wajib.
e. Tidak mengeluarkan zakat fitrah.
f. Tidak menjalanankan puasa wajib.
g. Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis.
h. Termasuk kategori fakir atau miskin.
i. Berbuat asusila.
j. Terlibat perkara-perkara kriminal.
2. Keluarga Sakinah I49
a. Perkawinan sesuai dengan syariat dan Undang-undang nomor 1 Tahun
1974.
b. Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain, sebagai bukti perkawinan
yang sah.
c. Mempunyai perangkat shalat, sebagai bukti melaksanakan shalat wajib dan
dasar keimanan.
d. Terpenuhi kebutuhan makanan pokok, sebagai tanda bukan tergolong fakir
miskin.
48
Ibid., h. 25. 49
Ibid., h. 26.
-
44
e. Masih sering meninggalkan shalat.
f. Jika sakit sering pergi ke dukun.
g. Percaya terhadap takhayul.
h. Tidak datang di pengajian/majelis taklim.
i. Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD.
3. Keluarga Sakinah II50
Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah I, keluarga tersebut
hendaknya:
a. Tidak terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya
yang mengharuskan terjadinya perceraian itu.
b. Penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok, sehingga bisa
menabung.
c. Rata-rata keluarga memiliki ijazah SMP.
d. Memiliki rumah sendiri meskipun sederhana.
e. Keluarga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan social keagamaan.
f. Mampu memenuhi standar makanan yang sehat/memenuhi empat sehat
lima sempurna.
g. Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi, dan perbuatan
amoral lainnya.
4. Keluarga Sakinah III51
50
Ibid., h. 26.
-
45
Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah II, keluarga tersebut
hendaknya:
a. Aktif dalam upaya meningkatkan kegiatan dan gairah keagamaan di
masjid-masjid maupun dalam keluarga.
b. Keluarga aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial
kemasyarakatan.
c. Aktif memberikan dorongan dan motivasi untuk meningkatkan kesehatan
ibu dan anak serta kesehatan masyarakat pada umumnya.
d. Rata-rata keluarga memilliki ijazah SMA ke atas.
e. Pengeluaran zakat, infak, shadaqah, dan wakaf senantiasa meningkat.
f. Meningkatnya pengeluaran qurban.
g. Melaksanakan ibadah haji secara baik dan benar, sesuai tuntunan agama
dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5. Keluarga Sakinah III Plus52
Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah III, keluarga tersebut
hendaknya:
a. Keluarga yang telah melaksanakan haji dapat memenuhi kriteria haji
mabrur.
b. Menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh organisasi yang
dicintai oleh masyarakat dan keluarganya.
51
Ibid., h. 27. 52
Ibid., h. 27.
-
46
c. Pengeluaran infaq, zakat, shadaqah, jariyah, wakaf meningkat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
d. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat sekelilingnya dalam
memenuhi ajaran agama.
e. Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama.
f. Rata-rata anggota keluarga mempunyai ijazah sarjana.
g. Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah tertanam dalam
kehidupan pribadi dan keluarganya.
h. Tumbuh berkembang perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi,
dan seimbang dalam anggota keluarga dan lingkungannya.53
i. Mampu menjadi suri tauladan masyarakat sekitarnya.
Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Prof. Achmad Sutarmadi yang
berjudul Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020 kriteria
keluarga sakinah terdiri dari keluarga pra sakinah, keluarga sakinah I, keluarga
sakinah II, keluarga sakinah III, keluarga sakinah IV. Uraiannya adalah sebagai
berikut:54
1. Keluarga Pra sakinah
a. Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Tidak mampu melaksanakan shalat.
53
Ibid., h. 28. 54
Achmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, (BP4
Bekerjasama Dengan BKM Provinsi Jawa Timur, 1997), h. 11.
-
47
c. Tidak mampu mlaksanakan puasa.
d. Keluarga yang tidak mampu melaksanakan zakat fitrah.
e. Tidak mampu membaca al-Quran.
f. Tidak memiliki pengetahuan dasar agama.
g. Tempat tinggal yang tidak tetap.
h. Tidak memiliki pendidikan dasar.
2. Keluarga Sakinah I55
a. Keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan yang sah berdasarkan
perkawinan yang berlaku atas dasar cinta kasih.
b. Melaksanakan shalat.
c. Melaksanakan puasa.
d. Membayar zakat fitrah.
e. Mempelajari dasar agama.
f. Mampu membaca al-Quran.
g. Memiliki pendidikan dasar.
h. Ada tempat tinggal.
i. Memiliki pakaian.
3. Keluarga sakinah II56
a. Memenuhi kriteria sakinah I.
55
Ibid., h. 11. 56
Achmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, (BP4
Bekerjasama Dengan BKM Provinsi Jawa Timur, 1997), h. 12.
-
48
b. Hubungan anggota keluarga harmonis.
c. Keluarga menamatkan sekolah Sembilan tahun.
d. Mampu berinfaq.
e. Memiliki tempat tinggal sederhana.
f. Mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan.
g. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
4. Keluarga sakinah III
a. Memenuhi kriteria sakinah II.
b. Membiasakan shalat berjamaah.
c. Pengurus pengajian/organisasi.
d. Memiliki tempat tinggal layak.
e. Memahami pentingnya kesehatan keluarga.
f. Harmonis.
g. Gemar memberikan shadaqah.
h. Melaksanakan kurban.
i. Keluarga mampu memenuhi tugas dan kewajibannya masing-masing.
j. Pendidikan minimal SLTA.
5. Keluarga sakinah IV57
a. Memenuhi kriteria sakinah III.
b. Keluarga tersebut dapat menunaikan ibadah haji.
c. Salah satu keluarga menjadi pimpinan organisasi Islam.
57
Ibid., h. 13.
-
49
d. Mampu melaksanakan wakaf.
e. Keluarga mampu mengamalkan pengetahuan agama kepada masyarakat.
f. Keluarga menjadi panutan masyarakat.
g. Keluarga dan anggotanya sarjana minimal di perguruan tinggi.
h. Keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah.
Adapun menurut Danuri yang menjadi karakteristik dari keluarga sakinah atau
ciri-ciri keluarga sakinah antara lain:58
1) Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa;
2) Adanya hubungan yang harmonis antara individu dengan individu lain dan
antara individu dengan masyarakat;
3) Terjamin kesehatan dan rohani serta sosial;
4) Cukup sandang, pangan, dan papan;
5) Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia;
6) Tersedianya pelaya