syarifudin-fsh.pdf

120
PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Syarifudin NIM: 207044100715 PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Upload: mas-adi

Post on 01-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

  • PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA

    SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

    Oleh:

    Syarifudin NIM: 207044100715

    PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA 1432 H / 2011 M

  • PERAN DAN KONTRIBUSI BP4 DALAM MEMBENTUK KELUARGA

    SAKINAH DI KUA TANAH ABANG JAKARTA PUSAT

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

    Oleh:

    Syarifudin NIM: 207044100715

    Di Bawah Bimbingan

    Pembimbing

    Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP. 19570312 198503 1 003

    PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA 1432 H / 2011 M

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

    satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Jakarta, 03 Agustus 2011

    Syarifudin NIM: 207044100715

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur terucap hanya untuk dzat yang maha Tawwab. Atas karunia,

    rahmat hidayah, dan inayah-Nya, diri ini bisa merasakan keagungan ayat-ayat

    kauniyah-Nya. Atas kebesaran-Nya, diri ini masih tabah menghadapi laju perjalanan

    kehidupan yang bertabur debu problematika. Atas bimbingan-Nya, terpatri rasa sadar

    bahwa hidup ini adalah sebuah ujian bagi para hamba-Nya, skripsi ini dapat

    terselesaikan, walaupun tak sedikit diri ini menjumpai kesulitan dan hambatan yang

    menghadang.

    Shalawat dan salam teriring mahabbah semoga tetap tercurah limpahkan

    kepada sang penghulu alam, bapak Revolusi dunia, Baginda Rasul Muhammad SAW

    beserta para keluarga, sahabat dan tentunya kita selaku para pengikutnya. Doa dan

    harapan kita, semoga di padang mahsyar nanti kita termasuk pada golongan orang-

    orang yang mendapatkan Syafaat al-Uzhma.

    Penulis sadar sepenuh hati bahwa skripsi ini hanya setitik debu jalanan untuk

    orang-orang besar. Namun dalam kapasitas penulis yang serba dhaif dan dikepung

    dengan berbagai keterbatasan, skripsi ini rasanya sebuah pencapaian monumental

    yang membuat diri ini besar, minimal membesarkan perasaan penulis dan

    mengobarkan bara semangat untuk memburu pencapaian-pencapaian berikutnya yang

    dianggap besar oleh orang-orang besar. Lebih dari itu, skripsi ini merupakan seteguk

    air dalam rentang kemarau studi yang penulis tempuh selama ini. Tidak ada

  • ii

    kesuksesan yang berhasil dilakukan dalam kesendirian, di dalam kesuksesan selalu

    ada partisipasi orang lain. Penulis juga sadar sepenuhnya bahwa diri ini berhutang

    budi kepada banyak pihak yang telah berkontribusi langsung maupun tidak langsung

    dalam penulisan skripsi ini.

    Penghargaan yang tulus bagi setiap orang yang ikut serta membantu penulis

    dalam menyelesaikan skripsi ini. Karenanya penulis ucapkan terimakasih dan

    penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

    1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM.

    2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H.,MA. dan Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag. masing-masing

    sebagai Ketua Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Ketua Koordinator Teknis

    Program Non Reguler. Hj. Rosdiana, MA. dan Mufidah, S.Hi., yang keduanya

    adalah Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah dan Sekretaris Program

    Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Pembimbing Skripsi Penulis, Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA. yang sudah

    meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya untuk membimbing penulis. Penulis

    ucapkan terima kasih yang tak terhingga karena beliau telah dengan maksimal

    membimbing penulis.

    5. Segenap pengurus dan staf KUA Tanah Abang Jakarta Pusat, yang telah

    memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama

    penulis mengadakan penelitian, khususnya Drs. H.A. Syahroni dan Drs. Maman

  • iii

    Taofik Rahman yang telah memberikan informasi kepada penulis serta membantu

    penulis dalam mendapatkan data-data primer penelitian.

    6. Segenap staf Kelurahan Karet Tengsin Kecamatan Tanah Abang, yang telah

    memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama

    penulis mengadakan penelitian, khususnya Lurah Bapak Maskur S.Sos dan Ibu Sri

    Rahayu selaku Kasi Kesmas Kelurahan Karet Tengsin.

    7. Segenap Pengurus Masjid Mathlaul Anwar Karet Tengsin Kecamatan Tanah

    Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan

    wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Bapak Ahmad

    Fatemi selaku Sekretaris harian Masjid Mathlaul Anwar.

    8. Segenap Pengurus Majelis Talim al-Ishlah Kelurahan Petamburan Kecamatan

    Tanah Abang, yang telah memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi

    dan wawancara selama penulis mengadakan penelitian, khususnya Ibu Hj.

    Maspuah selaku ketua Majelis Talim al-Ishlah.

    9. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membekali penulis dengan

    ilmu yang berharga, dan seluruh staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

    maupun perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas palayanannya

    yang sangat membantu penulis dalam memperoleh referensi-referensi untuk karya

    ilmiyah ini.

    10. Sembah bakti penulis haturkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Almarhum

    Bapak H. Manshur dan ibunda Hj. Paenusa) yang tak henti-hentinya selalu

    memberikan support dan kasih sayang serta merawat dan mendidik penulis yang

  • iv

    tak terhitung jasa-jasanya, maafkan jika anak bungsumu ini belum bisa sesaleh

    yang diidamkan. Kasih sayang mereka yang tak pernah kering telah membuat diri

    ini mampu bertahan di tengah derasnya lika-liku kehidupan.

    11. Kakanda ku yang tercinta Maslihah (Almarhum), Sulaiman, Suud dan Syarifah,

    yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk selalu sabar dalam

    menyelesaikan penulisan skripsi ini. Serta keponakan-keponakanku yang

    tersayang; Uun Unaeni, Iim Sadiah, Muthmainnah, Sopyan, Arif, Mujahid, Syahri

    Ramadhan, Nabil serta Kholil. Mudah-mudahan kalian selalu berbakti kepada

    orang tua dan diberikan ilmu yang bermanfaat.

    12. Teman-teman senasib dan seperjuangan di Pondok Modern Darussalam Gontor

    Ponorogo, wabil khusus Alumni 2003: Syuhada, Imam Baihaki, Gifari, Faozan

    Muhaimin, Mujiburrahman, Ust. Firdaus, Syarif hidayat, Yos Hendra, Yazid

    Syukri, Usep, Edi, Mamduh, Yos Hendra, Anto Hendra, Musab, Hendri, Kemas,

    Rinto, drg. Nicky Nur Fajri, Zakaria, Hamdan, Hudan, Jimron, Seno, Reki Meizon,

    Ahmad Subhan, Suryono, Syukri Ismail, Yusron, Zaenal, Arief Muzaky, dan

    Zaini. Terimakasih atas pertemanan yang tulus, masukan dan sharingnya.

    13. Teman-teman seperjuangan di Prodi Ahwal Syakhshiyyah, Konsentrasi Peradilan

    Agama Non Reguler angkatan 2007: Deni Hamdani, Deni Kurniawan, Achmad

    Charist, Muchammad Arifin, Muhiddin, Bapak Ibnu Tamim, Marlianita, Nurmila

    Sari, Rahman Hakim, Raihan Fajri, dan Indro Wibowo. Walaupun jumlah kita

    hanya 12 orang dalam sekelas, tapi al-hamdulillah kita selalu menjadi teman

  • v

    belajar, diskusi dan bertukar pikiran, baik di dalam maupun di luar kelas hingga

    selesainya penelitian skripsi ini. Semoga tali silaturrahim kita selalu terjalin.

    14. Teman-teman di Lembaga Survey Indonesia (LSI), Khususnya Para Koordinator:

    Zezen Zainal Muttaqien, Ridwan, Uun Badrudin, Acun, M. Syafaat, Muttaqien.

    Terimakasih telah memberikan freelance untuk memenuhi hajat hidup.

    Akhir kata hanya kepada Allah SWT jualah penulis memanjatkan doa,

    semoga Allah SWT memberikan balasan berupa amal yang berlipat kepada mereka,

    atas dorongan, dukungan dan kontribusi mereka, penulis hanyalah hamba yang dhaif.

    Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi orang banyak.

    Ciputat, 03 Ramadhan 1432 H

    03 Agustus 2011M

    Penulis

  • vi

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

    DAFTAR ISI. vi

    DAFTAR TABEL. ix

    BAB I: PENDAHULUAN.. 1

    A. Latar Belakang Masalah. 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.. 13

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..... 14

    D. Review Studi Terdahulu... 16

    E. Metode Penelitian 17

    F. Sistematika Penulisan.. 21

    BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN

    KELUARGA SAKINAH 23

    A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4......23

    B. Pengertian Keluarga Sakinah....35

    C. Kriteria Keluarga Sakinah 41

    D. Struktur Organisasi50

  • vii

    BAB III: GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH

    ABANG JAKARTA PUSAT.. 53

    A. Sejarah singkat KUA Kecamatan Tanah Abang ............ 53

    B. Demografi KUA Kecamatan Tanah Abang..........57

    C. Visi dan Misi KUA Kecamatan Tanah Abang..........59

    D. Tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang.60

    E. Organisasi KUA Kecamatan Tanah Abang.......64

    F. Gambaran umum pelaksanaan tugas 68

    BAB IV: DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN...75

    A. Peran dan Kontribusi BP4 KUA Tanah Abang

    Dalam Membentuk Keluarga Sakinah.......75

    B. Strategi Pembentukan Keluarga Sakinah

    BP4 KUA Tanah Abang80

    C. Faktor pendukung dan faktor penghambat

    yang dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap

    pembentukan keluarga sakinah. 90

    BAB V: PENUTUP.... 95

    A. Kesimpulan....................................................................................95

    B. Saran..97

  • viii

    DAFTAR PUSTAKA..100

    LAMPIRAN.108

  • ix

    DAFTAR TABEL

    1. Tabel 1 Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari 27

    Tahun 1951-1976

    2. Tabel 2 Nama Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan di 53

    Kotamadya Jakarta Pusat

    3. Tabel 3 Nama-Nama Kepala KUA dari Tahun 1951-Sekarang 55

    4. Tabel 4 Data Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama Tahun 2009 58

    5. Tabel 5 Rekapitulasi Data Tempat Ibadah Kecamatan Tanah 59

    Abang Tahun 2009

    6. Tabel 6 Surat Masuk ke KUA Tanah Abang Tahun 2009 69

    7. Tabel 7 Surat Keluar dari KUA Tanah Abang ke Instansi Lainnya 70

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

    sayang sebagai sebuah rahmat dari-Nya. Di mana semua itu bertujuan agar

    manusia dapat saling berkasih sayang, antara laki-laki dan perempuan sebagai

    makhluk-Nya,1 dan juga merupakan cara untuk mengembangkan

    2 keturunan yang

    bisa meneruskan perjuangan mereka. Dengan adanya perbedaan jenis ini,

    dimungkinkan adanya keturunan, sehingga manusia sebagai salah satu spesies

    tidak musnah.3 Setiap manusia yang terlahir, padanya tersemat kewajiban menjaga

    kelestarian spesiesnya melalui proses reproduksi.4 Sebagaimana telah diabadikan

    oleh firman Allah SWT dalam al- Quran:

    Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

    tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

    1Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, cet.III, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h.

    22. 2Abdul Aziz, Perkawinan yang Harmonis, cet.III, (Jakarta: CV Firdaus, 1993), h. 1.

    3Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, cet. I, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1995), h. 51.

    4Departemen Agama RI, Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah Seri

    Kesehatan, (Jakarta: Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat

    Urusan Agama Islam, 2005), h. 3.

  • 2

    Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

    kaum yang berfikir. (Q.S. al-Ruum /30; 21)5

    Dalam ayat tersebut terkandung tiga makna yang dituju oleh suatu

    perkawinan, yakni:

    1. Litaskunu ilaiha, artinya supaya tenang. Maksudnya, sebuah perkawinan dapat

    menyebabkan ketenangan jiwa bagi pelakunya.

    2. Mawaddah, membina rasa cinta. Akar kata mawaddah adalah wadada

    (membara atau menggebu-gebu)6 yang berarti meluap tiba-tiba, karena itulah

    pasangan muda di mana rasa cintanya sangat tinggi yang termuat kandungan

    cemburu, sedangkan rahmahnya/rasa sayangnya masih rendah, banyak terjadi

    benturan karena tak mampu mengontrol rasa cinta yang memang terkadang

    sangat sulit dikontrol.

    3. Rahmah, yang berarti sayang. Bagi pasangan muda rasa sayangnya demikian

    rendah sedangkan rasa cintanya sangat tinggi. Dalam perjalanan hidupnya

    semakin bertambahnya usia pasangan, maka rahmahnya semakin naik,

    sedangkan mawaddahnya semakin menurun. Itulah sebabnya kita melihat

    kakek-kakek dan nenek-nenek kelihatan mesra berduaan, itu bukanlah gejolak

    wujud cinta (mawaddah ) yang ada pada mereka tetapi sayang (rahmah). Di

    mana rasa sayang tidak ada kandungan rasa cemburunya.7

    5Departmen Agama RI, al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Indah Press, 1995), h.

    644. 6Achmad Mubarok, Nasehat Perkawinan dan Konsep Hidup Berkeluarga, (Jakarta:

    Jatibangsa, 2006), h. 18. 7A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman di Tanah Gayo, (Jakarta: Qalbun Salim, t.t),

    h. 86-88.

  • 3

    Dan kalau benar-benar dipahami ayat tersebut kita akan mengakui bahwa apa

    yang menjadi idam-idaman dari banyak orang di zaman sekarang itu, itu jugalah

    yang oleh Allah SWT dinyatakan sebagai tujuan bersuami istri, yakni adanya

    ketentraman, damai serasi, hidup bersama dalam suasana cinta mencintai. Islam

    pun menginginkan bahwa antara suami istri itu terdapat saling percaya, saling

    menghargai, saling menghormati, saling membantu, serta saling menasehati.

    Ketentraman itu bersemayam dalam hati. Tinggal bersama dan bergaul serumah

    dengan istri yang cocok menyebabkan sang suami itu pikirannya menjadi mantap,

    dan bilamana sang istri benar-benar bijaksana, di samping mencintai suaminya,

    sang suami ini akan menjadi betah di rumah dan kemudian tentram dalam hati, dan

    juga sebaliknya. Adapun rukun dan damai tidak boleh diartikan bahwa mereka itu

    tidak pernah berselisih paham. Karena di antara suami dan istri yang tidak pernah

    terjadi konflik, belum tentu terdapat kerukunan.8

    Perkawinan sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat guna

    melangsungkan kehidupan umat manusia serta untuk mempertahankan eksistensi

    kemanusiaan di muka bumi ini. Ia sangat disenangi oleh setiap pribadi manusia

    dan merupakan hal yang fitrah bagi setiap mahluk Tuhan. Dengan perkawinan

    akan tercipta suatu masyarakat kecil dalam bentuk keluarga dan dari sana pula

    8Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta, Departemen Agama,

    2001), h. 89.

  • 4

    akan lahir beberapa suku dan bangsa.9 Bagi kaum muslim, lembaga perkawinan

    yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri

    merupakan suatu manifestasi yang luhur dari kehendak dan tujuan ilahi.10

    Setiap manusia yang hidup di muka bumi ini pasti mendambakan kebahagiaan

    dan salah satu jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan jalan

    perkawinan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974

    tentang perkawinan Bab I pasal 1 bahwa:

    Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

    tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.11

    Yang dimaksud dengan arti perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

    seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Dengan ikatan lahir batin,

    dimaksudkan perkawinan ini tidak hanya cukup dengan adanya ikatan lahir atau

    ikatan batin saja, melainkan harus kedua-duanya. Suatu ikatan lahir adalah ikatan

    yang dapat dilihat. Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang

    pria dengan wanita untuk hidup bersama, dengan kata lain sebagai suami istri.

    Sebaliknya suatu ikatan batin adalah merupakan hubungan yang tidak dapat

    dilihat. Walaupun tidak nyata, tetapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa ikatan

    batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.

    9Abdul Aziz bin Abdurrahman, Perkawinan dan Masalahnya. Penerjemah Musifin Asad,

    dkk, cet.II, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 14. 10

    Murtadha Muthahhari, Etika Seksual dalam Islam, Penerjemah M. Hashem, cet.V, (Jakarta:

    PT Lentera Basritama, 1996), h. 9. 11

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Surabaya:

    Arkola, t.th), h. 5.

  • 5

    Sesuai dengan pasal (2) Bab II Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan

    perkawinan menurut hukum Islam adalah:

    Akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghaliidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan sebuah bentuk ibadah.

    Sedangkan dalam pasal (3) Bab II Kompilasi Hukum Islam menyatakan:

    Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.12

    Inti dari pasal tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa tujuan

    perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang sakinah mawaddah

    wa rahmah. Senada dengan itu, Allah menganugerahkan lembaga perkawinan bagi

    umat manusia bukan untuk kesengsaraan dan penderitaan batin, melainkan untuk

    ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.13

    Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari al-Quran dan al-

    Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-

    Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

    Tahun 1991 mengandung 7 (tujuh) asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut:

    a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal;

    b. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan

    bagi pihak yang melaksanakan perkawinan;

    c. Asas monogami terbuka;

    12

    Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Lampiran III, (Jakarta:

    PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 286. 13

    BP4 Pusat, Perkawinan dan Keluarga; Muhasabah dibalik Musibah, edisi 457/xxxviii/2010,

    (Jakarta: BP4 Pusat, 2010), h. 26.

  • 6

    d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa dan raganya;

    e. Asas mempersulit terjadinya perceraian;

    f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri;

    g. Asas pencatatan perkawinan.14

    Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama

    lain dan dengan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang

    (rahmah), pada dasarnya setiap calon pasangan suami istri yang akan

    melangsungkan atau akan membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan

    untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta kekal untuk

    selamanya,15

    namun impian semua itu tidak selamanya indah. Agar cita-cita dan

    tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya, maka suami istri yang

    memegang peran utama dalam mewujudkan keluarga sakinah perlu meningkatkan

    pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana membina kehidupan keluarga

    sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat.16

    Ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan disyariatkannya

    perkawinan dalam Islam, di antaranya adalah untuk terciptanya rasa tentram dan

    kasih sayang antara pasangan yang melangsungkan perkawinan, sebagaimana

    14

    Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.

    7-8. 15Abdul Muhaimin Asad, Risalah Nikah Penuntun Perkawinan, (Surabaya: Bintang Terang

    99, 1993), h. 10. 16

    Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DKI Jakarta, Membina

    keluarga sakinah, (Jakarta: BP4 DKI Jakarta, 2001), h. 1.

  • 7

    diisyaratkan dalam surat ar-Rum ayat 21, tujuan lainnya adalah untuk memelihara

    pandangan mata, menjaga kehormatan diri, mendapatkan keturunan yang sah,

    sehat jasmani, rohani maupun sosial, juga dapat mempererat silaturahmi serta

    untuk mencapai masa depan individu dan keluarga yang lebih baik.17

    Islam membangun kehidupan keluarga dan masyarakat atas dasar dua tujuan,

    yakni menjaga keluarga dari kesesatan dan bertujuan untuk menciptakan wadah

    yang bersih sebagai tempat lahir sebuah generasi yang berdiri di atas landasan

    yang kokoh dan teratur tatanan sosialnya.18

    Oleh karena itu, Islam melarang

    adanya perzinahan, gundik dan mengambil istri yang tidak halal tanpa ikatan yang

    sah sebagaimana larangan Allah SWT. Lebih jauh dari semua itu, pernikahan

    merupakan hubungan manusia yang berlawanan jenis, yang menghasilkan

    kedamaian jiwa, ketenangan fisik dan hati, ketentraman hidup dan penghidupan,

    keceriaan ruh dan rasa, kedamaian laki-laki dan wanita, kebersamaan di antara

    keduanya untuk meretas kehidupan baru dan membuahkan generasi baru pula yang

    di dalamnya tumbuh rasa kasih dan cinta.19

    Selain itu alasan mengapa perkawinan mempunyai arti penting bagi

    kehidupan manusia yaitu menyangkut harga diri, sebagaimana dikatakan oleh

    Sayuti Thalib:

    17

    Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

    Penyelenggaraan Haji, Membina Sakinah, (Jakarta, Depag RI, 2003), h. 10-12. 18

    Abduttawab Hakal, Rahasia perkawinan Rasulullah SAW, Poligami Dalam Islam vs

    Monogami Barat, cet.I, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 8-9. 19

    Ibid., h. 9.

  • 8

    Dalam masyarakat setiap bangsa, ditemui suatu penilaian yang umum ialah bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan

    yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.20

    Perkawinan tidak hanya melampiaskan nafsu syahwat belaka, jauh dari itu

    perkawinan mempunyai dimensi lain. Perkawinan yang disyariatkan agama Islam

    mempunyai beberapa segi atau dimensi, di antaranya ialah: segi ibadat, segi

    hukum dan segi sosial.21

    Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang bersifat umum dan berlaku

    bagi semua makhluk termasuk di dalamnya hewan dan tumbuh-tumbuhan serta

    keberadaan malam berganti siang. Allah berfirman:22

    Artinya:Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S al-Dzariat /51; 49)

    Artinya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka

    maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Q.S Yasin /36; 36)

    Pada kedua ayat di atas disebutkan segala sesuatu berpasang-pasangan,

    yang berarti meliputi semua makhluk ciptaan Allah. Firman Allah tersebut secara

    20

    Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, cet.V, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h.

    48. 21

    Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

    t.th), h. 14. 22

    Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisa Perbandingan antar Madzhab,

    cet. I, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 2.

  • 9

    real dapat disaksikan melalui alam raya ini dan segala yang ada. Bentuk pasang-

    pasangan ciptaanNya merupakan realisasi keseimbangan kehidupan dunia yang

    mengikuti sunnatullah. Apabila terdapat keganjilan dalam ciptaan seperti tidak

    adanya keseimbangan sunnatullah, maka akan terjadi malapetaka bagi kehidupan

    makhluk secara keseluruhan. Pernikahan yang dilakukan manusia merupakan

    naluri Ilahiyah untuk berkembang biak dan melakukan regenerasi yang akan

    mewarisi tugas mulia dalam rangka mengemban amanat Allah sebagai khalifah di

    muka bumi.23

    Setiap pernikahan yang dilakukan oleh setiap pasangan, mereka akan selalu

    mengharapkan bahwa apa yang ia lakukan akan membawa kebahagiaan dunia dan

    akhirat. Tetapi apakah perkawinan ini dikemudian hari dapat terwujud ataukah

    malah sebaliknya, terwujud tidaknya kebahagiaan tersebut tergantung dari saling

    pengertian dari setiap pasangan. Bagaimana ia bisa saling memberikan

    kebahagiaan, bisa saling terbuka, saling mau untuk mengalah, dan dari saling

    pengertian inilah nantinya akan dapat menghasilkan dan mewujudkan apa yang

    selalu diharapkan dan diidam-idamkan oleh setiap pasangan. Dalam setiap

    perkawinan akan selalu membawa makna dan misteri apa yang akan terjadi dalam

    satu alur yang panjang, yang terpencar menggelinding mengikuti roda berputar

    yang kadang tanpa disangka perkawinan merupakan sebuah neraka dunia yang

    panas, tetapi akan lebih sering suatu pernikahan terjadi akan membawa

    23

    Ibid., h. 3.

  • 10

    kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.24

    Namun demikian, bila masing-

    masing telah berusaha untuk menyelesaikan perbedaan agar rumah tangga mereka

    rukun kembali ternyata tidak juga berhasil, maka untuk menghindari perselisihan

    yang lebih parah lagi di antara mereka diperlukan hadirnya pihak ketiga yang

    bertindak selaku hakam (juru damai), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah

    SWT dalam al-Quran Surat an-Nisa (4) ayat 35:

    Artinya:Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga

    perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,

    niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha

    mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S an-Nisa /4; 35)

    Meningkatnya angka perceraian di tanah air dari beberapa tahun terahir

    mendapat perhatian oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Nasaruddin

    Umar MA, karena selain fenomenanya cenderung terus meningkat juga yang

    melakukan gugatan justru lebih banyak dari pihak istri. Dewasa ini, posisi suami

    tak selalu dominan dalam rumah tangga. Jika sedikit saja tak ada kecocokan, pihak

    istri biasa lebih cepat mengajukan gugatan untuk bercerai. Bercerai, yang

    dibenarkan menurut agama Islam dan dibenci oleh Allah, itu kini dapat diperoleh

    seperti orang kebanyakan membeli kacang goreng di warung. Belum lagi tayangan

    infotainment, ikut memberi peran mendorong peningkatan angka perceraian di

    24

    Hj. Ny. Nurdin Ilyas, Pernikahan yang Suci Berlandaskan Tuntutan Agama, cet.I,

    (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2000), h. 1-2.

  • 11

    tanah air lantaran pasangan suami istri usia muda meniru perilaku selebriti. Usia

    perkawinan 5 tahun, sebanyak 80% bercerai karena pengaruh tayangan tersebut.

    Selain itu, perceraian juga dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor, antara

    lain disebabkan adanya poligami, nikah di bawah umur, jarak usia suami istri

    terlalu jauh, perbedaan agama, kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk pula

    disebabkan faktor tingkat atau jarak intelektual antara pasangan terlalu jauh,

    perbedaan sosial, faktor ekonomi, politik, ketidaksesuaian akibat keras kepala,

    perselingkuhan akibat orang ketiga, salah satu terkena pidana, dan cacat fisik

    permanen.25

    Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954

    telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang

    telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60% diantaranya cerai.26

    Dengan dilandasi oleh permasalahan-permasalahan di atas, yakni sering

    terjadinya perselisihan dalam keluarga yang disebabkan oleh adanya perbedaan

    karakter dan keinginan antara pasangan suami istri yang berkonsekuensi pada

    peceraian, maka dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu badan

    atau lembaga untuk menangani dan berusaha menyelesaikan permasalahan-

    permasalahan atau perselisihan yang terjadi antara pasangan suami istri yang

    sering kali terjadi. Sehingga, dengan adanya bantuan dari badan atau lembaga

    tersebut akan memberikan suatu kontribusi yang cukup besar dan berarti agar

    25

    Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http//www.antaranews.com//mencari-keluarga-sakinah-di-tengah-maraknya-perceraian.

    26Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peran-

    bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/.

  • 12

    terwujud keutuhan dan keharmonisan suatu keluarga (rumah tangga) yang sakinah,

    mawaddah wa rahmah. Dan badan atau lembaga tersebut adalah yang biasa kita

    kenal dengan sebutan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan

    (BP4). Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) adalah

    merupakan badan atau lembaga yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari

    pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya surat keputusan (SK) Menteri Agama

    Nomor 85 tahun 1961 yang telah menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan

    atau lembaga yang bergerak pada bidang penasihatan perkawinan dan pencegahan

    terjadinya perceraian. Salah satu tugas dan fungsi daripada dibentuknya BP4

    adalah untuk mendamaikan pasangan suami istri yang sedang bersengketa atau

    berselisih atau juga dalam hal tertentu memberikan nasehat bagi calon pasangan

    suami istri yang akan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.27

    Untuk menekan angka perceraian itu, kini sedang dilakukan berbagai upaya-

    upaya, antara lain, reaktualisasi BP4 serta memperpanjang waktu bimbingan

    pranikah. Upaya tersebut memang perlu dapat dukungan dari semua pihak,

    termasuk dari kalangan akademisi. Yang mana BP4 ini bekerja sama dengan KUA

    selaku badan pemerintahan yang menangani segala sesuatu hal yang berkaitan

    dengan pernikahan. Maka secara tidak langsung KUA atau BP4 pun sangat

    berperan dan berkontribusi dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.28

    27

    Ibid, sururudin.wordpress.com. 28

    Ibid, sururudin.wordpress.com.

  • 13

    Atas dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti hal tersebut menjadi

    sebuah informasi yang bersumber dari penemuan-penemuan ilmiah melalui

    metode empirik. Untuk lebih khususnya persoalan ini, maka penulis lebih

    memfokuskan penelitiannya, yang berkisar pada Peran dan Kontribusi BP4

    dalam Membentuk Keluarga Sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat.

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Untuk mempermudah penelitian dan memperjelas pokok-pokok masalah yang

    akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini serta tidak terlalu luas lingkup

    pembahasannya, maka penulis membatasi masalah tersebut pada peran dan

    kontribusi BP4 dalam membentuk keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama

    (KUA) Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat. Pembatasan di sini

    lebih menekankan terhadap upaya-upaya BP4 dalam pembentukan keluarga

    sakinah.

    Untuk lebih terarahnya perumusan skripsi ini, maka penulis merumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1. Apa peran dan kontribusi BP4 KUA Tanah Abang dalam melaksanakan

    pembentukan keluarga sakinah?

    2. Bagaimana strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4

    KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?

    3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4 dalam

    perannya membentuk keluarga sakinah di KUA Tanah Abang Jakarta Pusat?

  • 14

    Untuk lebih jelasnya dalam pembatasan dan perumusan masalah ini, penulis

    juga menjelaskan tentang pengertian daripada peran, kontribusi, dan sakinah itu

    sendiri.

    Peran merupakan bagian dari tugas utama yang harus dilakukan baik itu

    proses, cara, pembuatan memahami perilaku yang diharapkan dan dikaitkan

    dengan kedudukan seseorang, jadi dikaitkan dengan permasalahan tersebut berarti

    seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan

    dalam masyarakat.29

    Kontribusi adalah sumbangan/sumbangsih kepada suatu perkumpulan yang

    mempunyai arti sumbangan yang diberikan oleh suatu badan atau lembaga kepada

    kelompok orang atau masyarakat sesuai dengan tugas dan tujuannya.30

    Sedangkan Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seorang akan

    merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material

    secara layak dan seimbang.31

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Mengetahui peran dan kontribusi BP4 KUA Kecamatan Tanah Abang Jakarta

    Pusat dalam upaya pembentukan keluarga sakinah.

    29

    Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, cet.I, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 667. 30

    Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, cet.I. Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 592. 31

    Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta,

    Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: BP4 Provinsi DKI Jakarta, 2010), h. 5.

  • 15

    2. Mengetahui strategi pembentukan keluarga sakinah yang dilakukan oleh BP4

    KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat.

    3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi oleh BP4

    KUA Tanah Abang Jakarta Pusat terhadap pembentukan keluarga sakinah.

    Menurut hemat penulis, melalui penulisan ini setidaknya ada beberapa

    manfaat yang dapat diambil, antara lain adalah sebagai berikut:

    1. Di kalangan KUA sendiri adalah untuk memenuhi kewajiban dan tuntutan

    sebagai pelaksana bimbingan dan penyuluhan, serta memberikan bimbingan

    konsultasi hukum kepada masyarakat sebagaimana yang ditetapkan oleh

    Departemen Agama dalam membantu menyelesaikan perselisihan dan

    perceraian serta dalam pelestarian perkawinan;

    2. Dikalangan akademisi untuk dapat dijadikan kajian dan pengembangan ilmu

    pengetahuan, dan tidak hanya dianggap sebagai sebuah teori akan tetapi

    menunjukkan bahwa pelaksanaan dari BP4 itu benar-benar bisa dimanfaatkan

    serta dikembangkan bagi golongan akademisi ketika berkecimpung di tengah-

    tengah masyarakat;

    3. Di kalangan masyarakat sendiri agar tidak terjadi perselisihan dalam rumah

    tangga, sehingga kerukunan rumah tangga tetap terjalin sesuai dengan harapan,

    dan masyarakat sendiri benar-benar telah merasa memiliki sebuah badan

    penasehat ketika mereka dihadapkan pada sebuah permasalahan sehingga

    mengurangi dan bahkan mempersulit terjadinya perceraian.

  • 16

    D. Review Studi Terdahulu

    Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dan sesuai dengan aspek-aspek

    dalam penelitian tentang Peran dan kontribusi BP4 dalam Membentuk Keluarga

    Sakinah di KUA, di antaranya adalah:

    1. Ahmad Faisal; Efektivitas BP4 dan Perannya dalam Memberikan Penataran atau

    Bimbingan Pada Calon Pengantin (Studi Pada BP4 KUA Kecamatan

    Kembangan, Kotamadya Jakarta Barat). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, 2007. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

    keberadaan BP4 berperan besar dalam memberikan bimbingan pada calon

    pengantin sebelum melaksanakan akad nikah.

    2. Dhonny Setiawan; Peran Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian

    Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Terjadinya Perceraian (Studi Kasus di BP4

    KUA Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang). Jakarta: UIN Jakarta,

    2006. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan BP4

    berperan sangat besar dalam mencegah terjadinya perceraian.

    3. Riana Maruti; Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Pembentukan

    Keluarga Sakinah (Studi pada Kecamatan Cakung Jakarta Timur). Jakarta: UIN

    Jakarta, 2008. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mereka

    yang melakukan perkawinan di bawah umur belum tentu tidak dapat

    membentuk keluarga sakinah, ini terbukti dari mereka yang melakukan

    perkawinan di bawah umur yang sampai saat ini masih berlangsung dan telah

    dikaruniai beberapa anak dan mereka dapat membentuk keluarga sakinah.

  • 17

    Adapun perbedaan penelitian dengan skripsi-skripsi yang di atas yang penulis

    lakukan dengan peneliti sebelumnya adalah:

    a. Pertama: lokasi tempat penelitian berbeda dengan peneliti sebelumnya. Penulis

    melakukan penelitian di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta

    Pusat, dan penulis sudah memastikan sendiri bahwa belum ada penelitian

    sebelumnya di BP4 KUA Tanah Abang mengenai pembentukan keluarga

    sakinah;

    b. Kedua: masalah pokok yang diteliti oleh penulis berbeda dengan peneliti

    sebelumnya. Masalah pokok penelitian yang penulis lakukan adalah peran dan

    kontribusi BP4 di KUA Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat

    dalam membentuk keluarga sakinah.

    E. Metode Penelitian

    Penelitian berhubungan dengan usaha untuk mengetahui sesuatu. Selain itu,

    penelitian berhubungan dengan usaha untuk mencari jawaban atas suatu atau

    beberapa permasalahan.32

    Dengan adanya keingintahuan manusia yang terus

    menerus, maka ilmu akan terus berkembang dan membantu persepsi serta

    kemampuan berfikir yang logis.33

    Dalam rangka untuk memperoleh data, maka penulis berpegang kepada

    pedoman penelitian yang disebut dengan metodologi penelitian. Yang dimaksud

    32

    Yayan Sopyan, Metode Penelitian untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, (Jakarta:

    Fakutas Syariah dan Hukum, 2009), h. 1. 33

    Ibid., h. 2.

  • 18

    dengan metodologi penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan

    menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan

    penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan

    menganalisis pada penyusunan laporan.34

    Suatu metode merupakan cara kerja atau

    tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu

    pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan

    mempelajari dan memahami langkah-langkah yang dihadapi.35

    Sehingga dapat

    memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau

    tujuan pemecahan permasalahan.36

    Adapun metode yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Metode Pendekatan

    Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah memakai pendekatan

    kualitatif, berlandaskan pada prosedur penelitian yang menghasilkan data

    deskriptif, yang berupa kata-kata tertulis.

    2. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis

    penelitian yang menggambarkan dan memberikan analisa terhadap kenyataan

    yang ada di lapangan.

    34

    Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1997),

    h. 1. 35

    Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,

    1986), h. 6. 36

    Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya,

    2006), h. 1.

  • 19

    3. Sumber Data

    Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka sumber

    data yang penulis gunakan, yaitu dari data primer dan data sekunder.

    a. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan

    mengadakan tinjauan langsung pada obyek yang diteliti. Dalam hal ini adalah

    pihak Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta

    Pusat.

    b. Data Sekunder, merupakan semua bahan yang memberikan penjelasan

    mengenai sumber data primer, seperti Peraturan Perundang-Undangan, buku-

    buku, karya-karya dari kalangan pakar hukum, dan literatur lain yang ada

    hubungannya dengan skripsi ini.

    4. Metode Pengumpulan Data

    Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    a. Metode Library Research (Pengumpulan data melalui studi kepustakaan),

    yaitu suatu metode pengumpulan data dari berbagai macam literatur yang

    relevan dengan pokok masalah yang dijadikan sumber penulisan skripsi ini.

    b. Metode Field Research (Penelitian lapangan), yaitu menggunakan penelitian

    dengan cara langsung datang ke lokasi yang ada hubungannya dengan tulisan

    ini, yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah Abang Kotamadya Jakarta

    Pusat.

  • 20

    Cara yang dilakukan antara lain, adalah sebagai berikut:

    1). Observasi

    Mengadakan pengamatan secara sistematis dan mencatat segala kejadian-

    kejadian yang terjadi terhadap objek penelitian baik secara langsung

    maupun tidak langsung.

    2). Interview

    Yaitu metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab dengan pihak

    yang bersangkutan yaitu Kepala BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan

    Tanah Abang Kotamadya Jakarta Pusat dan staf-staf yang berwenang.

    3). Studi Dokumentasi

    Metode pengumpulan data dengan cara mengambil informasi dari arsip-

    arsip yang berasal dari BP4 Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanah

    Abang Kotamadya Jakarta Pusat, yang kesemuanya berhubungan erat

    dengan persoalan yang dibahas.

    5. Analisis Data

    Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari

    berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Setelah dipelajari dan ditelaah,

    maka langkah penulis berikutnya adalah mereduksi data, dengan jalan

    merangkum masalah yang penulis teliti. Dalam menganalisa data, penulis

    menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Dianalisa secara kualitatif dan

    dicari pemecahannya, kemudian disimpulkan dan digunakan untuk menjawab

    permasalahan yang ada.

  • 21

    6. Tehnik Penulisan Skripsi

    Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan proposal Skripsi ini adalah

    Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini

    maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam lima bab, dengan

    sistematika penulisan sebagai berikut:

    BAB I :PENDAHULUAN

    Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang

    masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

    penelitian, manfaat penelitian, review studi terdahulu,

    metode penelitian dan sistematika penulisan.

    BAB II :TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN

    KELUARGA SAKINAH

    Dalam bab ini menerangkan gambaran umum dan sejarah

    singkat terbentuknya BP4, pengertian keluarga sakinah,

    kriteria keluarga sakinah, dan struktur organisasi.

    BAB III :GAMBARAN UMUM KUA KECAMATAN TANAH

    ABANG JAKARTA PUSAT

    Dalam bab ini membahas tentang sejarah singkat KUA Tanah

    Abang, demografi Tanah Abang, visi dan misi KUA Tanah

  • 22

    Abang, tugas, fungsi serta wewenang KUA Tanah Abang,

    organisasi KUA Tanah Abang, dan gambaran umum

    pelaksanaan tugas.

    BAB IV :DESKRIPSI DAN ANALISA HASIL PENELITIAN

    Dalam bab ini menjelaskan tentang peran dan kontribusi BP4

    KUA Tanah Abang dalam membentuk keluarga sakinah,

    strategi pembentukan keluarga sakinah BP4 KUA Tanah

    Abang, dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang

    dihadapi BP4 KUA Tanah Abang terhadap pembentukan

    keluarga sakinah.

    BAB V :PENUTUP

    Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-

    saran dari penulis tentang kajian yang dimaksud.

  • 23

    BAB II

    TINJAUAN TEORITIS TENTANG BP4 DAN KELUARGA SAKINAH

    A. Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Terbentuknya BP4

    Nasehat perkawinan (yang dalam bahasa asing disebut: Marriage counseling)

    adalah suatu proses pertolongan yang diberikan kepada pria dan wanita, sebelum

    dan/sesudah kawin, agar mereka memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan

    dalam perkawinan dan kehidupan kekeluargaannya.1

    Nasehat perkawinan sebelum kawin (pre-marital counseling) pada dasarnya

    diberikan kepada pemuda dan pemudi atau calon-calon suami-istri, agar mereka

    memahami secara objektif peranan-peranannya dalam perkawinan dan

    menginsyafi tanggung jawabnya masing-masing dalam mencapai kerukunan dan

    kebahagiaan hidup berumah tangga dan berkeluarga.2

    Nasehat perkawinan sesudah kawin pada dasarnya bersifat pemeliharaan

    hubungan perkawinan dan kekeluargaan supaya tetap berada dalam suasana rukun

    dan harmonis yang menjadi syarat mutlak bagi kebahagiaan kehidupan

    perkawinan dan keluarga, dan manakala perkawinan sepasang suami istri

    mengalami kemacetan atau krisis, proses nasehat perkawinan diwujudkan dalam

    bentuk usaha-usaha pertolongan untuk perbaikan dan mengembalikan keadaan

    sehat bagi perkawinan dan keluarga yang bersangkutan.

    1Amidhan , dkk, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: BP4 Pusat, 1977), h. 110.

    2Ibid., h. 110.

  • 24

    Pada umumnya orang awam selalu mengatakan bahwa memberi nasihat

    adalah pekerjaan yang paling gampang, yang bisa dilakukan oleh siapapun juga.

    Kalau pengertian nasihat di sini hanyalah nasihat sebagaimana arti sehari-hari,

    memang betul mudah. Akan tetapi bukan demikian halnya dengan yang

    dimaksud.3

    Penasihatan secara ilmiah mempunyai pengertian tersendiri dan hanya dapat

    dilakukan oleh orang-orang tertentu yang menguasai ilmu atau setidak-tidaknya

    menguasai metode untuk itu. Karena itu metode penasihatan perkawinan perlu

    dipelajari, dan yang lebih penting lagi adalah pengalaman dari pihak yang

    memberikan nasihat, baik pengalaman bagaimana cara mempraktekkan metode

    penasihatan maupun mempraktekkan masalah yang dinasihatkan sampai batas-

    batas tertentu.4

    Penasihatan perkawinan adalah suatu proses penyampaian nasehat atau

    pendapat kepada seseorang atau kelompok orang, agar mereka mengerti dan

    menghayati tentang perkawinan, bersikap, bertingkah laku serta berbuat sehingga

    terwujud tujuan perkawinan dan tidak terjadi konflik, perselisihan rumah tangga

    atau tidak terjadi perceraian.5

    3Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama

    RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah,

    2001), h. 16. 4Ibid., h. 16.

    5BP4 Pusat, Petunjuk Pelaksanaan Penasihatan dan Konsultasi Perkawinan, (Jakarta: BP4

    Pusat, 1987), h. 3.

  • 25

    Konsultasi perkawinan adalah suatu proses dialog seseorang dengan

    konsultan/penasehat perkawinan di mana orang tersebut dapat mengambil

    kesimpulan dan mengekalkan rumah tangga.6

    Penasihatan perkawinan adalah suatu pelayanan social mengenai masalah

    keluarga, khususnya hubungan suami istri, tujuan yang hendak dicapai ialah

    terciptanya situasi yang menyenangkan dalam suatu hubungan suami istri,

    sehingga dengan situasi yang menyenangkan tersebut suatu keluarga dapat

    mencapai kebahagiaan.7

    Penasihatan perkawinan adalah suatu proses, jadi memerlukan waktu yang

    relatif lama, tidak hanya sekali jadi. Mungkin untuk sepasang suami istri

    (keluarga) membutuhkan waktu beberapa tahun, tetapi mungkin juga ada yang

    hanya beberapa bulan saja. Hal ini tergantung kepada kondisi masing-masing

    keluarga.8

    Sekurang-kurangnya ada lima unsur sebagai persyaratan suatu penasehatan

    atau bimbingan perkawinan, yaitu:9

    1. Yang dinasehati, yaitu seorang yang membutuhkan nasehat baik pria maupun

    wanita, remaja maupun dewasa yang akan melangsungkan pernikahan.

    6Ibid., h. 3.

    7Departemen Agama RI, Pegangan Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama RI

    Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan

    Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 12. 8Departemen Agama RI, Modul TOT Kursus Calon Pengantin, (Jakarta: Departemen Agama

    RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah,

    2001), h. 16-17. 9Departemen Agama RI, Pembinaan Keluarga Pra Sakinah dan Sakinah I, (Jakarta:

    Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji

    Proyek Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah Jakarta, 2001), h. 6.

  • 26

    2. Masalah atau problem, yaitu kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan

    yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh individu atau pasangan calon

    mempelai yang bersangkutan.

    3. Penasehat, yaitu perorangan ataupun badan yang melakukan bimbingan

    kepada individu atau pasangan yang membutuhkannya.

    4. Penasehatan, yaitu upaya penasehatan atau bimbingan yang diberikan oleh

    para penasehat kepada yang dinasehati.

    5. Sarana, yaitu perangkat penunjang keberhasilan penasehatan baik fisik

    maupun non fisik.10

    Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan atau yang

    disingkat dengan BP4 adalah merupakan organisasi semi resmi11

    yang bernaung di

    bawah Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi perkawinan,

    perselisihan dan perceraian.

    Kelahiran BP4 dalam bidang konsultasi perkawinan dan keluarga adalah

    sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab untuk mengatasi konflik dan

    perceraian dalam upaya mewujudkan sebuah keluarga bahagia dan sejahtera. Juga

    sebagai tuntutan sejarah dan masyarakat juga menyadari akan rendahnya suatu

    mutu perkawinan di Indonesia, sekitar tahun 1950-an, dimana setiap perkawinan

    terjadi perceraian sekitar 50-60%. Angka tersebut lebih besar dibandingkan

    10

    Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen

    Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek

    Peningkatan Kehidupan Keluarga Sakinah, 2001), h. 72. 11

    Artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://rifka-annisa.or.id/go/revitalisasi-peran-bp4/.

  • 27

    dengan angka perkawinan.12

    Berikut data angka perceraian dan angka pernikahan

    dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1976:

    Tabel 1

    Angka Perceraian dan Angka Pernikahan di Indonesia dari Tahun 1951-1976

    Tahun Talak / Cerai Nikah / Rujuk Prosentase Talak/ Cerai

    1951 814.342 1.443.271 56, 42 %

    1952 782.625 1.310.268 59,73%

    1953 723.009 1.416.483 51,64%

    1954 732.823 1.375.091 53,29%

    1955 759.534 1.313.480 57,82%

    1956 583.479 1.082.469 53,90 %

    1957 598.576 1.148.847 52,10 %

    1958 672.039 1.292.039 54,10 %

    1959 696.673 1.319.770 52.78 %

    1960 652.015 1.247.840 52.25 %

    1961 595.745 1.040.734 57.24 %

    1962 641.745 1.464.372 43, 84 %

    1963 651.831 1.293. 181 50, 40 %

    1964 612.819 1.130.460 54, 20 %

    1965 578. 143 1.777.849 32, 52 %

    1966 512. 792 1.096.895 46, 75 %

    1967 447. 408 1.127.060 39, 69 %

    1968 481. 746 1.101. 163 43, 74 %

    1969 363. 500 954. 078 38. 10 %

    1970 229. 886 889.316 25.85 %

    1971 292. 004 956.578 30, 53 %

    1972 308. 916 1.009. 208 30, 60 %

    1973 318.545 1.018.546 31, 27 %

    1974 312.314 1.176.916 27, 38 %

    1975 315.161 1.244.180 25, 33 %

    1976 101.819 931.932 10, 92 %

    12

    Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli

    2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-

    perceraian/.

  • 28

    Beranjak dari rasa sebuah keprihatinan yang timbul karena tingginya angka

    perceraian di Indonesia yang pada 1950 sampai dengan 1954 dari data statistik

    pernikahan di seluruh Indonesia mencapai 50-60% (rata-rata 1300-1400 kasus

    perceraian per hari), dan angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka

    pernikahan yang terjadi pada waktu itu. HSM Nasarudin Latif (almarhum)

    mencetuskan dan mensyaratkan keberadaan BP4, pada tanggal 4 April 1954 di

    Jakarta bersama dengan Seksi Penasehatan Perkawinan (SPP) pada Kantor Urusan

    Agama se-Kotapraja Jakarta Raya. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1954 Abdul

    Rauf Hamidy (almarhum) atau yang lebih dikenal dengan sebutan pak Arhatha

    juga membentuk organisasi yang bergerak dalam bidang yang sama yaitu dengan

    nama Badan Penasehatan Perkawinan dan Penyelesaian Perkawinan (BP4).13

    Pada saat itu, Abraham Stone salah seorang pakar penasehatan perkawinan

    dari Amerika Serikat pernah mengunjungi seksi penasehatan perkawinan yang

    berdiri di Jakarta. Beliau terkesan dengan pilot project dalam usaha menstabilkan

    perkawinan yang dirintis di Indonesia, sehingga ia mengundang HSM Nasarudin

    Latif yang pada saat itu menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama (KUA)

    Kotapraja Jakarta Raya untuk mengadakan studi perbandingan serta saling tukar

    pengalaman dibidang marrige counseling antara Indonesia dengan Amerika.14

    Pada tahun 1956 atas prakarsa dari HSM Nasarudin Latif diselenggarakan

    musyawarah yang diikuti oleh wakil-wakil dari 21 organisasi wanita yang

    13

    Amidhan , dkk, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan, h. 18. 14

    Ibid., h. 26.

  • 29

    sebagian besar tergabung dalam KOWANI, di mana secara bulat menyepakati

    Seksi Penasehatan Perkawinan dikembangkan menjadi Panitia Penasehatan

    Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian atau yang disingkat dengan P5 yang

    diketuai oleh Ny. SR Poedjotomo dan HSM Nasarudin Latif sebagai penasehat.

    Wadah baru ini berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di

    bidang usaha mengurangi perceraian dan mempertinggi nilai perkawinan. Gerak

    langkah P5 kemudian meluas sampai ke daerah-daerah di luar Jakarta, seperti

    Malang, Surabaya, Kediri, Lampung, dan Kalimantan. Daerah-daerah tersebut

    dikunjungi oleh HSM Nasarudin Latif dalam rangka memasyarakatkan P5 dan

    membentuk cabang setempat.15

    Sedangkan pada tahun 1958 bersama Hj. Alfiyah Muhadi, ibu KH. Anwar

    Musaddad dan ibu HK. Samawi di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah

    berdiri Badan Kesejahteraan Rumah Tangga (BKRT). Kemudian, dikukuhkan

    kepengurusan yang permanen yang diketuai oleh Kepala Kantor Urusan Agama

    (KUA) daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Farid Maruf. Sedangkan di kabupaten

    juga dibentuk Balai BKRT yang langsung diketuai oleh kepala KUA Kabupaten.

    Sebagai aparat Departemen Agama pada waktu itu, pembentukan lembaga tersebut

    memang merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya mengatasi banyaknya

    problematika perkawinan dan rumah tangga yang terjadi di daerah-daerah di

    15

    Ibid., h. 27-28.

  • 30

    Indonesia. Sedangkan dalam skala luas, lembaga ini cukup menunjang misi

    Departemen Agama dalam upaya pembinaan keluarga dan kehidupan beragama.16

    Arhatha yang juga membentuk cabang Badan Penasehatan Perkawinan di

    beberapa kota lainnya, HSM Nasarudin Latif membina dan mengembangkan peran

    dan profesi penasehatan perkawinan (marriage counseling) di Indonesia. Sampai

    saatnya, dalam pertemuan pengurus Badan Penasehatan Perkawinan Tingkat I se-

    Jawa yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 1960, disepakati gagasan peleburan

    organisasi-organisasi penasehatan perkawinan yang bersifat lokal itu menjadi

    badan nasional yang diberi nama Badan Penasehatan Perkawinan dan

    Penyelesaian Perceraian (BP4). Kesepakatan tersebut, setelah dibahas dalam

    konferensi Dinas Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30

    Januari 1960, di Cipayung Bogor, kemudian dikukuhkan melalui Surat Keputusan

    Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961. Dengan demikian BP4 resmi terbentuk

    secara Nasional dengan berpusat di Jakarta dan mempunyai cabang-cabang di

    seluruh Indonesia.17

    Kepengurusan BP4 Pusat yang pertama dilantik pada tanggal 20 Oktober

    1961 oleh Menteri Agama yang waktu itu dijabat oleh Bapak KH. Wahib Wahab.

    Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali setelah pelantikan pengurus BP4

    Pusat, di antaranya adalah:18

    16

    Ibid., h. 29-30. 17

    Ibid., h. 33. 18

    Ibid., h. 35.

  • 31

    a. Mengusahakan atau melengkapi segera terbentuknya BP4 di tingkat wilayah di

    daerah-daerah Tingkat I seluruh Indonesia. Adapun pembentukan BP4 tingkat

    Karesidenan dan daerah tingkat II (kabupaten/kotapradja) adalah tugas BP4

    wilayah begitupun pembentukan BP4 kecamatan adalah tugas BP4 daerah

    tingklat II.

    b. Setelah BP4 tingkat wilayah atau propinsi seluruhnya terbentuk, maka

    sebaiknya segera diadakan konferensi umum oleh pusat yang dihadiri oleh

    wakil-wakil BP4 wilayah.

    c. Menerbitkan majalah atau brosur yang berkaitan dengan soal-soal sekitar BP4

    dan hasil laboratorium atau konferensi tersebut sebagaimana disebutkan pada

    poin kedua.

    d. Segera mengadakan kontak dengan marriage counseling luar negeri untuk

    menambah dan memperdalam pengetahuan dan pengalaman yang bertalian

    dengan hajat atau keperluan BP4.

    e. Mengadakan peninjauan dan penyelidikan lembaga-lembaga adat perkawinan

    dan kerumah tanggaan di daerah-daerah yang dianggap perlu.

    f. Berusaha agar pemerintah menambah subsidi atau bantuan yang diberikan

    kepada BP4, dan pemerintah memberikan fasilitas dan lain-lain yang

    diperlukan oleh BP4.

  • 32

    g. Di samping apa-apa yang tersebut pada poin di atas, kiranya perlu pula BP4 ikut

    serta memikirkan dan berusaha mengenai segera keluarnya Undang-undang

    Perkawinan umat Islam dan perbaikan nasib para Lebai/Modin/Kaum.19

    Pembentukan BP4 sedikitnya didorong oleh tiga hal; yakni tingginya angka

    perceraian, banyaknya perkawinan di bawah umur dan praktek poligami yang

    tidak sehat. Pada tahun 1950-an, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, angka

    perceraian pernah mencapai 50% sampai 60% dan itu didorong oleh adanya

    perlakuan semena-mena terhadap wanita. Akibatnya banyak anak-anak yang

    menjadi korban, dan tidak sedikit istri yang tidak menentu nasibnya karena para

    suami meninggalkan istri dan anak-anaknya begitu saja tanpa pesan dan kesan.

    Sejak berdirinya BP4 telah terasa perannya yang begitu sangat berarti bagi

    dunia perkawinan, yang lebih penting lagi yaitu salah satu usahanya dalam

    memperjuangkan lahirnya sebuah undang-undang yang mengatur tentang masalah

    perkawinan. Akan tetapi, pada saat itu untuk sebagian besar penduduk Indonesia

    yang mayoritas memeluk agama Islam belum ada undang-undang yang mengatur

    tentang hukum perkawinan mereka.

    Hal inilah yang mendorong dilaksanaknnya kongres perempuan Indonesia

    pada tahun 1968 yang membahas tentang keburukan-keburukan yang terjadi pada

    perkawinan umat Islam pada waktu itu. Pembahasan tersebut terjadi bukan

    dikarenakan tidak adanya peraturan dalam umat Islam tentang masalah

    perkawinan, akan tetapi banyak orang yang tidak mentaati rambu-rambu dalam

    19

    Ibid., h. 35.

  • 33

    perkawinan disebabkan tidak adanya aturan atau undang-undang perkawinan yang

    memberikan sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar.

    Melalui perjalanan panjang sejak tahun 1962 di mana BP4 mendesak

    pemerintah agar segera membuat dan mengesahkan undang-undang tentang

    perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974 keluarlah Undang-undang Republik

    Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Walaupun dalam rancangan

    undang-undang yang diajukan tersebut yang diajukan ke DPR ada beberapa hal

    yang bertentangan dengan agama Islam, tetapi keberadaan undang-undang ini

    sangat membantu dan mendukung berlakunya perkawinan umat Islam. Dengan

    keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan ini, maka tercapailah cita-cita BP4, terlebih dengan dicantumkannya

    Pasal 39 ayat (1):20

    Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua

    belah pihak.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, angka perceraian menurun secara drastis.

    Angka perceraian yang ada pada 1975 masih sekitar 25,33%, sementara pada 1976

    menurun menjadi 10,92%.21

    20

    Departemen Agama RI, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

    Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta:

    Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

    2004), h. 32. 21

    Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian, artikel diakses pada 6 Juli

    2011 dari http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-

    perceraian/.

  • 34

    Penasehatan perkawinan dapat diberikan oleh seorang saja, akan tetapi akan

    lebih sempurna bila diberikan oleh suatu tim (tim penasehat), yang terdiri dari

    berbagai profesi, misalnya ahli agama, ahli hukum jiwa, pekerja sosial, dokter dan

    lain sebagainya. Masing-masing ahli ini akan memberikan nasihat sesuai dengan

    bidang keahliannya, terutama dalam pemecahan suatu masalah yang dialami oleh

    orang yang diberi nasihat.

    BP4 sejak didirikan sudah banyak melakukan upaya pembinaan keluarga.

    Sejak pasangan keluarga sebelum menikah sudah diharuskan mengikuti kursus

    calon pengantin, sampai pasangan itu berumah tangga selalu diberikan pembinaan,

    bahkan kalau dalam keluarga ada perselisihan, BP4 selalu aktif memberikan

    advokasi dan mediasi. Itulah sebabnya BP4 dulu, kepanjangannya adalah Badan

    Penasihatan Perkawinan & Penyelesaian Perceraian. Namun, setelah semua

    kasus perceraian ditangani oleh Pengadilan Agama, kepanjangan BP4 dirubah

    menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.22

    Maka

    berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 85 Tahun 1961

    BP4 berdiri secara nasional, dan kepanjangan BP4 yang semula adalah Badan

    Penasihatan Perkawinan, dan Penyelesaian Perceraian kemudian disempurnakan

    menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.

    22

    Taufik, Sejak Dulu BP4 sudah Menangani Perselisihan Rumah Tangga, artikel diakses pada 6 Juli 2011 dari http://kua-terentang.blogspot.com/2010/06/kma-mendukung-bp4-menjadi-

    lembaga.html.

  • 35

    Adapun visi dan misi BP4 adalah sebagai berikut:23

    1) Visi BP4 adalah mewujudkan Keluarga Sakinah dengan landasan keimanan

    dan ketaqwaan yang kokoh sebagai pilar pembangunan bangsa.

    2) Misi BP4 adalah:

    a). Membekali pasangan-pasangan dalam memasuki perkawinan dan membina

    keluarga.

    b). Membantu keluarga-keluarga dalam memantapkan kehidupan keluarga

    sakinah dan menyelesaikan permasalahan dalam melestarikan perkawinan.

    B. Pengertian Keluarga Sakinah

    Keluarga Sakinah terdiri dari dua suku kata, yaitu keluarga dan sakinah.

    Yang dimaksud keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri

    dari pasangan suami-istri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari

    mereka. Jadi, setidak-tidaknya keluarga adalah pasangan suami-istri. Baik

    mempunyai anak atau tidak mempunya anak (nuclear family).24

    Keluarga yang dimaksud ialah suami-istri yang terbentuk melalui

    perkawinan.25

    Di sini ada titik penekanan melalui perkawinan, kalau tidak melalui

    perkawinan maka bukan keluarga. Maka hidup bersama seorang pria dengan

    23

    BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian

    Perkawinan (BP4) Kesebelas, (Jakarta: BP4 Pusat, 1998), h. 95. 24

    Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI

    Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2005), h. 4. 25

    Departemen Agama RI, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen Agama RI

    Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, 2009), h. 4.

  • 36

    seorang wanita tidak dinamakan keluarga, jika keduanya tidak diikat oleh

    perkawinan. Karena itu perkawinan diperlukan untuk membentuk keluarga.26

    Sedangkan yang dimaksud dengan sakinah adalah rasa tentram, aman dan

    damai. Seorang akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup

    spiritual dan material secara layak dan seimbang. Sebaliknya apabila sebagian atau

    salah satu dari yang disebutkan tadi tidak terpenuhi, maka orang tersebut akan

    merasa kecewa, resah dan gelisah. Hajat hidup yang diinginkan dalam kehidupan

    duniawiyah seseorang meliputi: kesehatan, sandang, pangan, papan, paguyuban,

    perlindungan hak azasi dan sebagainya. 27

    Seseorang yang sakinah hidupnya adalah

    orang yang terpelihara kesehatannya, cukup sandang, pangan dan papan, diterima

    dalam pergaulan masyarakat yang beradab, serta hak-hak azasinya terlindungi oleh

    norma agama, norma hukum dan norma susila.

    Pengertian keluarga sakinah dalam istilah ilmu fiqih disebut usrah atau

    qirabah yang juga telah menjadi bahasa Indonesia yaitu kerabat.28 Dalam

    Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah ibu bapak dengan anak- anaknya

    atau satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.29

    Keluarga bisa berarti batih yaitu ibu, bapak anak-anaknya atau seisi rumah

    yang menjadi tanggungan, dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta

    26

    BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan

    Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2009), h. 4. 27

    BP4 Provinsi DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Badan Penasihatan

    Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Provinsi DKI Jakarta, 2010), h. 5. 28

    Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Ilmu Fiqih, Jilid II, cet.II,

    (Jakarta: Departemen Agama, 1984/1985), h. 156. 29

    Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 413.

  • 37

    kaum kerabat.30

    Yang dimaksud dengan keluarga disini adalah unit terkecil dalam

    masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau suami istri dan anak-anaknya,

    atau ibu dan anaknya.

    Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala

    Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah

    satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.31

    Keluarga adalah tempat pengasuhan dan penggemblengan alami yang

    sanggup memelihara anak-anak yang sedang tumbuh, yang mampu

    mengembangkan fisik, daya nalar, dan jiwa seorang anak.32

    Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang

    terdiri dari suami-istri, baik beserta anak atau anak-anak, maupun tidak.33

    Sedangkan kata Sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indoneisa adalah

    kedamaian, ketenteraman, ketenangan, kebahagian.34

    Secara etimologi sakinah

    adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata sakan menjadi tenang, damai,

    merdeka, hening, tinggal.35

    Dalam Islam kata sakinah menandakan ketenangan dan

    30

    Achmad Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga,

    (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 ), h.9. lihat juga

    Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan &

    Balai Pusataka, 1995), h. 471. 31

    Artikel diakses pada 23 April 2011 dari

    http://creasoft.files.wordpress.com/2008/04/keluarga.pdf. 32Ahmad Faiz, Cita Keluarga Islam Pendekatan Tafsir Tematik, cet.II, (Jakarta: Serambi

    Ilmu Semesta, 2002), h. 70. 33

    Ahmad Subino Hadisubroto, dkk, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung:

    PT Remaja Rosdakarya, 1993), h. 100. 34

    Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka ,1988), h. 769. 35

    Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, Penerjemah Ghuron A. Masadi, cet.II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1991), h. 351.

  • 38

    kedamaian secara khusus, yakni kedamaian dari Allah SWT, yang berada dalam

    qalbu. Sakinah adalah kedamaian, katentraman, ketenangan dan kebahagiaan.36

    Secara terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan

    tentram, rukun, dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan

    harmonis, diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan dan kasih

    sayang.37

    Keluarga sakinah adalah keluarga yang mendapatkan limpahan rahmat dan

    berkah dari Allah SWT, setiap manusia harusnya berlomba-lomba untuk mencapai

    ketenangan dalam berumah tangga, menjadi dambaan dan idaman setiap insan

    sejak merencanakan pernikahan, serta merupakan tujuan dari pernikahan itu

    sendiri.38

    Keluarga sakinah adalah keluarga yang saling mengerti hak dan kewajiban

    masing-masing dan juga bersama. Mampu saling mengerti bahwa kita berasal dari

    pendidikan yang berbeda, dan berharap kita saling mencintai karena Allah SWT

    dan diakhiri dengan harapan mendapatkannya berkah dari usaha-usaha kita

    mencintai sesama karena Allah SWT.39

    36

    Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, cet.I, (Jakarta: Balai Pustaka,1988), h. 863. 37

    Hasan Basri, Membina Keluarga Sakinah, cet.IV, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h. 16. 38

    Ibid., h. 17. 39

    Artikel diakses pada 23 April 2011 dari http://ridoens.wordpress.com/2009/08/13/konsep-

    membina-keluarga-sakinah/.

  • 39

    Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

    Urusan Haji Nomor: D/7/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan

    Keluarga Sakinah Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa:40

    Keluarga Sakinah adalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi

    suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan

    selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-

    nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia.41

    Dalam beberapa definisi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

    keluarga sakinah adalah sebuah keluarga unit terkecil dari masyarakat yang terdiri

    dari ayah, ibu, dan anak-anaknya hidup bersama secara harmonis, diliputi rasa

    kasih sayang, terpenuhinya kebutuhan baik materi maupun spiritual secara

    seimbang dan di dalamnya terdapat ketenangan, kedamaian serta mengamalkan

    ajaran agama sekaligus merealisasikan akhlak mulia.

    Telah menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang

    pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan

    pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih

    dan shalihah. Di dalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang,

    40

    Departemen Agama RI, Pedoman Pejabat Urusan Agama Islam, edisi 2004, (Jakarta:

    Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,

    2004), h. 1191. 41

    Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah,

    (Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam,

    2001), h. 21.

  • 40

    kebahagiaan, dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota

    keluarga.42

    Setiap keluarga pasti menginginkan tercapainya kehidupan yang bahagia,

    sejahtera dan damai (sakinah mawaddah wa rahmah).43

    Kehidupan rumah tangga

    yang bahagia, sejahtera dan damai akan melahirkan masyarakat yang rukun, damai

    adil, dan makmur (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur). Karena, masyarakat

    terdiri dari keluarga-keluarga, dan keluarga adalah pusat dari semua kegiatan

    masyarakat. Kehidupan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta

    kehidupan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur, ini harus

    tertanam dari usia remaja, supaya kelak bersemangat dalam menciptakan

    ketenangan dalam diri dan tidak hanya menjadi keinginan individu anggota

    keluarga yang bersangkutan saja, melainkan juga sudah menjadi cita-cita dan

    tujuan pembangunan nasional di Indonesia.44

    Masayarakat terdiri dari unsur keluarga, keluarga terdiri dari unsur individu.

    Maka, bila anggota keluarga merupakan insan-insan yang saleh, kuat dan

    produktif, keluarga pun menjadi saleh dan kokoh. Dan jika masing-masing

    42

    Mashuri Kartubi, Baiti Jannati Memasuki Pintu-pintu Surga dalam Rumah Tangga,

    (Jakarta: Yayasan Fajar Islam Indonesia, 2007), h. 92. 43

    Departemen Agama RI, Pedoman Konselor Keluarga Sakinah, (Jakarta: Departemen

    Agama RI, 2001), h. 2. 44

    A. Sutarmadi dan Mesraini, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga, (Jakarta:

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006 ), h. 14.

  • 41

    keluarga (masyarakat) berbuat yang demikian, maka terciptalah lingkungan

    masyarakat (bangsa, umat) yang sehat, kuat serta mulia.45

    C. Kriteria Keluarga Sakinah

    Dalam Program Pembinaan Keluarga Sakinah disusun kriteria-kriteria umum

    keluarga sakinah yang terdiri dari Keluarga Pra Sakinah, Keluarga Sakinah I,

    Keluarga Sakinah II, Keluarga Sakinah III, dan Keluarga Sakinah III Plus yang

    dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

    Uraian masing-masing kriteria sebagai berikut:46

    1. Keluarga Pra Sakinah: yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk bukan melalui

    ketentuan perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar

    spiritual dan material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat,

    zakat fitrah, puasa, sandang, pangan, papan, dan kesehatan.

    2. Keluarga Sakinah I: yaitu keluarga-keluarga yang dibangun atas perkawinan

    yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara

    minimal tetapi masih belum bisa memenuhi psikologisnya seperti kebutuhan

    akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluarganya, mengikuti

    interaksi social keagamaan dengan linkungannya.

    45

    Thoriq Ismail, Mata Kuliah Menjelang Pernikahan, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1994), h.

    12. 46

    Departemen Agama RI, Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Geraakan Keluarga Sakinah,

    (Bandung: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Barat Bidang Urusan Agama Islam,

    2001), h. 21-25.

  • 42

    3. Keluarga Sakinah II: yaitu keluarga-keluarga yang dibagun atas perkawinan

    yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga

    telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta

    bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi

    social keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati

    serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlaqul karimah,

    infaq, zakat, amal jariyah, menabung dan sebagainya.

    4. Keluarga Sakinah III: yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh

    kebutuhan keimanan, kataqwaan, akhlaqul karimah, sosial psikologis, dan

    pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi

    lingkungannya.

    5. Keluarga Sakinah III Plus: yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat

    memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah

    secara sempurna, kebutuhan social psikologis, dan pengembangannya serta

    dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.47

    Untuk mengukur keberhasilan program keluarga sakinah tersebut ditentukan

    tolak ukur masing-masing tingkatan. Tolak ukur ini juga dapat dikembangkan

    sesuai situasi dan kondisi di sekitarnya. Adapun tolak ukur umum adalah sebagai

    berikut:

    47

    Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah, (Jakarta:

    Departemen Agama RI Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Urusan Agama

    Islam, 2005), h. 25.

  • 43

    1. Keluarga Pra sakinah48

    a. Keluarga dibentuk tidak melalui perkawinan yang sah.

    b. Tidak sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.

    c. Tidak memiliki dasar keimanan.

    d. Tidak melakukan shalat wajib.

    e. Tidak mengeluarkan zakat fitrah.

    f. Tidak menjalanankan puasa wajib.

    g. Tidak tamat SD, dan tidak dapat baca tulis.

    h. Termasuk kategori fakir atau miskin.

    i. Berbuat asusila.

    j. Terlibat perkara-perkara kriminal.

    2. Keluarga Sakinah I49

    a. Perkawinan sesuai dengan syariat dan Undang-undang nomor 1 Tahun

    1974.

    b. Keluarga memiliki surat nikah atau bukti lain, sebagai bukti perkawinan

    yang sah.

    c. Mempunyai perangkat shalat, sebagai bukti melaksanakan shalat wajib dan

    dasar keimanan.

    d. Terpenuhi kebutuhan makanan pokok, sebagai tanda bukan tergolong fakir

    miskin.

    48

    Ibid., h. 25. 49

    Ibid., h. 26.

  • 44

    e. Masih sering meninggalkan shalat.

    f. Jika sakit sering pergi ke dukun.

    g. Percaya terhadap takhayul.

    h. Tidak datang di pengajian/majelis taklim.

    i. Rata-rata keluarga tamat atau memiliki ijazah SD.

    3. Keluarga Sakinah II50

    Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah I, keluarga tersebut

    hendaknya:

    a. Tidak terjadi perceraian, kecuali sebab kematian atau hal sejenis lainnya

    yang mengharuskan terjadinya perceraian itu.

    b. Penghasilan keluarga melebihi kebutuhan pokok, sehingga bisa

    menabung.

    c. Rata-rata keluarga memiliki ijazah SMP.

    d. Memiliki rumah sendiri meskipun sederhana.

    e. Keluarga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan social keagamaan.

    f. Mampu memenuhi standar makanan yang sehat/memenuhi empat sehat

    lima sempurna.

    g. Tidak terlibat perkara kriminal, judi, mabuk, prostitusi, dan perbuatan

    amoral lainnya.

    4. Keluarga Sakinah III51

    50

    Ibid., h. 26.

  • 45

    Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah II, keluarga tersebut

    hendaknya:

    a. Aktif dalam upaya meningkatkan kegiatan dan gairah keagamaan di

    masjid-masjid maupun dalam keluarga.

    b. Keluarga aktif menjadi pengurus kegiatan keagamaan dan sosial

    kemasyarakatan.

    c. Aktif memberikan dorongan dan motivasi untuk meningkatkan kesehatan

    ibu dan anak serta kesehatan masyarakat pada umumnya.

    d. Rata-rata keluarga memilliki ijazah SMA ke atas.

    e. Pengeluaran zakat, infak, shadaqah, dan wakaf senantiasa meningkat.

    f. Meningkatnya pengeluaran qurban.

    g. Melaksanakan ibadah haji secara baik dan benar, sesuai tuntunan agama

    dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    5. Keluarga Sakinah III Plus52

    Selain telah memenuhi kriteria Keluarga Sakinah III, keluarga tersebut

    hendaknya:

    a. Keluarga yang telah melaksanakan haji dapat memenuhi kriteria haji

    mabrur.

    b. Menjadi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh organisasi yang

    dicintai oleh masyarakat dan keluarganya.

    51

    Ibid., h. 27. 52

    Ibid., h. 27.

  • 46

    c. Pengeluaran infaq, zakat, shadaqah, jariyah, wakaf meningkat baik secara

    kualitatif maupun kuantitatif.

    d. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat sekelilingnya dalam

    memenuhi ajaran agama.

    e. Keluarga mampu mengembangkan ajaran agama.

    f. Rata-rata anggota keluarga mempunyai ijazah sarjana.

    g. Nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah tertanam dalam

    kehidupan pribadi dan keluarganya.

    h. Tumbuh berkembang perasaan cinta kasih sayang secara selaras, serasi,

    dan seimbang dalam anggota keluarga dan lingkungannya.53

    i. Mampu menjadi suri tauladan masyarakat sekitarnya.

    Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Prof. Achmad Sutarmadi yang

    berjudul Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020 kriteria

    keluarga sakinah terdiri dari keluarga pra sakinah, keluarga sakinah I, keluarga

    sakinah II, keluarga sakinah III, keluarga sakinah IV. Uraiannya adalah sebagai

    berikut:54

    1. Keluarga Pra sakinah

    a. Perkawinan yang tidak memenuhi ketentuan dan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    b. Tidak mampu melaksanakan shalat.

    53

    Ibid., h. 28. 54

    Achmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, (BP4

    Bekerjasama Dengan BKM Provinsi Jawa Timur, 1997), h. 11.

  • 47

    c. Tidak mampu mlaksanakan puasa.

    d. Keluarga yang tidak mampu melaksanakan zakat fitrah.

    e. Tidak mampu membaca al-Quran.

    f. Tidak memiliki pengetahuan dasar agama.

    g. Tempat tinggal yang tidak tetap.

    h. Tidak memiliki pendidikan dasar.

    2. Keluarga Sakinah I55

    a. Keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan yang sah berdasarkan

    perkawinan yang berlaku atas dasar cinta kasih.

    b. Melaksanakan shalat.

    c. Melaksanakan puasa.

    d. Membayar zakat fitrah.

    e. Mempelajari dasar agama.

    f. Mampu membaca al-Quran.

    g. Memiliki pendidikan dasar.

    h. Ada tempat tinggal.

    i. Memiliki pakaian.

    3. Keluarga sakinah II56

    a. Memenuhi kriteria sakinah I.

    55

    Ibid., h. 11. 56

    Achmad Sutarmadi, Memberdayakan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia 2020, (BP4

    Bekerjasama Dengan BKM Provinsi Jawa Timur, 1997), h. 12.

  • 48

    b. Hubungan anggota keluarga harmonis.

    c. Keluarga menamatkan sekolah Sembilan tahun.

    d. Mampu berinfaq.

    e. Memiliki tempat tinggal sederhana.

    f. Mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan.

    g. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

    4. Keluarga sakinah III

    a. Memenuhi kriteria sakinah II.

    b. Membiasakan shalat berjamaah.

    c. Pengurus pengajian/organisasi.

    d. Memiliki tempat tinggal layak.

    e. Memahami pentingnya kesehatan keluarga.

    f. Harmonis.

    g. Gemar memberikan shadaqah.

    h. Melaksanakan kurban.

    i. Keluarga mampu memenuhi tugas dan kewajibannya masing-masing.

    j. Pendidikan minimal SLTA.

    5. Keluarga sakinah IV57

    a. Memenuhi kriteria sakinah III.

    b. Keluarga tersebut dapat menunaikan ibadah haji.

    c. Salah satu keluarga menjadi pimpinan organisasi Islam.

    57

    Ibid., h. 13.

  • 49

    d. Mampu melaksanakan wakaf.

    e. Keluarga mampu mengamalkan pengetahuan agama kepada masyarakat.

    f. Keluarga menjadi panutan masyarakat.

    g. Keluarga dan anggotanya sarjana minimal di perguruan tinggi.

    h. Keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlakul karimah.

    Adapun menurut Danuri yang menjadi karakteristik dari keluarga sakinah atau

    ciri-ciri keluarga sakinah antara lain:58

    1) Adanya ketenangan jiwa yang ditandai dengan ketaqwaan kepada Tuhan

    Yang Maha Esa;

    2) Adanya hubungan yang harmonis antara individu dengan individu lain dan

    antara individu dengan masyarakat;

    3) Terjamin kesehatan dan rohani serta sosial;

    4) Cukup sandang, pangan, dan papan;

    5) Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia;

    6) Tersedianya pelaya