survei dan monitoring kucing liar (carnivora:felidae) di

21
Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung 19-20 November 2013 439 SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG, INDONESIA 1,2) Agus Subagyo, 3) Muhammad Yunus, 3) Sumianto, 4) Jatna Supriatna, 4) Noviar Andayani, 5) Ani Mardiastuti, 4) Luthfiralda Sjahfirdi, 4) Yasman, dan 6) Sunarto 1) Jurusan Biologi Konservasi, Program Pascasarjana FMIPA Universitas Indonesia, 2) PS Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Jambi, 3) Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS)- Sumatran Tiger Trust (STT), 4) Departemen Biologi FMIPA Universitas Indonesia. 5) Jurusan Konservasi Suberdaya Alam, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 6) Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia, Kampus UI Depok, 16424 Jawa Barat, Indonesia, Surel: [email protected] ABSTRACT Way Kambas National Park (WKNP) is one of conservation areas that support the lives of wild cats in Sumatra. Illegal activities, the isolated site of the park, and the lack of ecological knowledge of these species in their habitat have challenged the conservation of the cats. The overarching objective of this study is to collect ecological data of the wild cats in WKNP. We installed camera traps in an area of 480 km 2 which is divided into three blocks based on the dominant vegetation. We installed 20 cameras for 3-4 months at each sampling block. The total trap nights is 1481, producing 2,843 videos consisting of 1,662 animal videos (58.46 %) and 1,176 non animal videos (41.54%). Wild cat species caught on camera trap consisted of Sumatran tiger (n=18), clouded leopard (n = 4), leopard cat (n=23) and marbled cat (n=1). Several potential prey species for the wild cats include wild pig, sambar deer, pig-tailed macaque, long-tailed macaque, lesser mouse deer, greater mouse deer, birds, squirrels and rodents. Relative abundance indexes (per 100 trap nights) are 0,068 for marbled cat, 0,270 for clouded leopard, 1,215 for Sumatran tiger and 1,553 for leopard cat. The main threats to the wild cats in WKNP are poaching and forest fire. Keyword: camera trap, survey, monitoring, wild cat, Way Kambas National Park PENDAHULUAN Di seluruh dunia terdapat sekitar 36 lebih jenis kucing liar (Macdonald et al,. 2010), tujuh jenis di antaranya terdapat di Sumatera (Nowell & Jackson, 1996; Sunquist & Sunquist, 2002). Di Asia Tenggara, kucing liar mengalami penurunan populasi di alam karena hilangnya habitat hutan dan lahan basah dan fragmentasi habitat (Nowell & Jackson, 1996; Kinnaird et al., 2003; Gaveau et al., 2007). Kucing liar juga menjadi target perburuan liar untuk diambil rambut dan bagian-bagian tubuh lainnya seperti tulang, gigi, dan cakar (Nowell & Jackson, 1996).

Upload: vonhu

Post on 31-Dec-2016

233 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

439

SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI TAMAN

NASIONAL WAY KAMBAS, LAMPUNG, INDONESIA

1,2)

Agus Subagyo, 3)

Muhammad Yunus, 3)

Sumianto, 4)

Jatna Supriatna, 4)

Noviar

Andayani, 5)

Ani Mardiastuti, 4)

Luthfiralda Sjahfirdi, 4)

Yasman, dan 6)

Sunarto

1)

Jurusan Biologi Konservasi, Program Pascasarjana FMIPA Universitas Indonesia, 2)

PS Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Jambi, 3)

Penyelamatan dan Konservasi Harimau Sumatera (PKHS)- Sumatran Tiger Trust

(STT), 4)

Departemen Biologi FMIPA Universitas Indonesia. 5)

Jurusan Konservasi Suberdaya Alam, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 6)

Koordinator Konservasi Gajah dan Harimau WWF Indonesia,

Kampus UI Depok, 16424 Jawa Barat, Indonesia,

Surel: [email protected]

ABSTRACT

Way Kambas National Park (WKNP) is one of conservation areas that support the lives

of wild cats in Sumatra. Illegal activities, the isolated site of the park, and the lack of

ecological knowledge of these species in their habitat have challenged the conservation

of the cats. The overarching objective of this study is to collect ecological data of the

wild cats in WKNP. We installed camera traps in an area of 480 km2 which is divided

into three blocks based on the dominant vegetation. We installed 20 cameras for 3-4

months at each sampling block. The total trap nights is 1481, producing 2,843 videos

consisting of 1,662 animal videos (58.46 %) and 1,176 non animal videos (41.54%).

Wild cat species caught on camera trap consisted of Sumatran tiger (n=18), clouded

leopard (n = 4), leopard cat (n=23) and marbled cat (n=1). Several potential prey species

for the wild cats include wild pig, sambar deer, pig-tailed macaque, long-tailed

macaque, lesser mouse deer, greater mouse deer, birds, squirrels and rodents. Relative

abundance indexes (per 100 trap nights) are 0,068 for marbled cat, 0,270 for clouded

leopard, 1,215 for Sumatran tiger and 1,553 for leopard cat. The main threats to the wild

cats in WKNP are poaching and forest fire.

Keyword: camera trap, survey, monitoring, wild cat, Way Kambas National Park

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia terdapat sekitar 36 lebih jenis kucing liar (Macdonald et al,.

2010), tujuh jenis di antaranya terdapat di Sumatera (Nowell & Jackson, 1996; Sunquist

& Sunquist, 2002). Di Asia Tenggara, kucing liar mengalami penurunan populasi di

alam karena hilangnya habitat hutan dan lahan basah dan fragmentasi habitat (Nowell &

Jackson, 1996; Kinnaird et al., 2003; Gaveau et al., 2007). Kucing liar juga menjadi

target perburuan liar untuk diambil rambut dan bagian-bagian tubuh lainnya seperti

tulang, gigi, dan cakar (Nowell & Jackson, 1996).

Page 2: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

440

Kucing liar berperan penting dalam menjaga persistensi keanekaragaman hayati

dan kestabilan ekosistem (Berger, 1999; Crooks, 1999; Miller et al., 2001). Predator

besar dan predator puncak seperti kucing liar, dapat menjadi spesies payung (umbrella

species), karena mereka memerlukan area yang luas untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya meliputi pakan, perlindungan dan ruang(Mangas et al., 2008). Jika populasi

predator besar sehat maka populasi satwa liar lain di dalam ekosistem diperkirakan juga

sehat. Dengan melindungi kucing liar, maka sejumlah besar spesies lain dapat turut

terlindungi (Povey & Spaulding, 2006).

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) merupakan salah satu kawasan

konservasi di Sumatera yang penting dalam upaya perlindungan kucing liar secara in

situ. Di TNWK dapat dijumpai harimau sumatera (Franklin et al., 1999) dan beberapa

jenis kucing seperti kucing emas dan kucing kepala datar (Bastoni & Apriawan, 1997).

Pada penelitian sebelumnya, Fraklin et al. (1999) memperkirakan populasi harimau

sumatera di TNWK mencapai 36 individu. Karena kombinasi berbagai faktor seperti

kebakaran, perburuan liar dan perambahan hutan, kepadatannya terus menurun dari 4,6

individu per 100 km2 pada tahun 1997 menjadi 2,6 individu per 100 km

2 pada tahun

2002 (Seidensticker, 2008).Informasi ekologi atau sejarah alami (natural history)enam

jenis kucing liar di TNWK masih belum banyak diketahui.

Pengamatan mamalia untuk mengetahui informasi ekologi di daerah tropis sulit

dilakukan karena banyak spesies yang bersifat elusif, sekretif, nokturnal atau

menghindari perjumpaan dengan manusia (Griffiths & Van Schaik, 1993), sehingga

sulit untuk melakukan estimasi populasi, menghitung kelimpahan relatif atau

mengetahui pola aktivitasnya (Silveira et al., 2003). Namun dengan berkembangannya

teknik perangkap kamera (camera trap), pengetahuan kita tentang keanekaragaman

spesies dan deteksi terhadap mamalia yang bersifat sekretif dan densitas rendah

meningkat (Azlan & Sharma, 2002; Azlan, 2003; Azlan et al., 2003; Kawanishi &

Sunquist, 2003). Sejumlah penelitian telah menggunakan teknik perangkap kamera

untuk menggali informasi ekologi kucing liar di habitat alaminya, seperti estimasi

populasi (Franklin et al., 1999; O’Brien et al., 2003; Wibisono et al., 2011; Sunarto et

al., 2013), karakteristik ekologi dan interaksi antar spesies kucing liar di Sumatera

bagian tengah (Sunarto, 2011) dan tumpang tindih pola aktivitas harian kucing liar di

Kerinci Seblat (Ridout dan Linkie, 2009).

Page 3: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

441

Berbekal keberhasilan penggunaan teknik perangkap kamera di sejumlah

tempat, maka kami menggunakan teknik ini untuk melakukan survei dan monitoring

kucing liar di TNWK.Survei dan monitoring dilakukan untuk mengumpulkan data

distribusi, ekologi dan perilaku spesies kucing liar di habitatnya. Informasi ini penting

untuk mengevaluasi status konservasi dan menyusun strategi konservasi yang efektif

bagi kucing liar di habitat alaminya.Hasil penelitian yang disajikan dalam makalah ini

merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang sedang berjalan di TNWK.

Bahan dan Metode

Lokasi Studi. Taman Nasional Way Kambas (Gambar 1) seluas 130.000 ha

secara geografis terletak pada 4o37’-5

o16’ Lintang Selatan dan 105

o55’-105

o54’ Bujur

Timur. Berdasarkan klasifikasi iklim Smith dan Ferguson, kawasan TNWK termasuk

dalam tipe iklim B dengan curah hujan berkisar antara 2500–3000 mm/tahun. Sebagian

besar kawasan TNWK berupa dataran yang landai. Rata-rata ketinggian di TNWK

hanya mencapai 50 m dpl. dengan titik tertinggi 52 m dpl., terletak dibagian tenggara

dan timur. Jenis tanah di TNWK terdiri dari asosiasi podzolik coklat-kuning dengan

podzolik merah-kuning, asosiasi aluvial-hidromorf dan glei humus lacustrin, aluvial

hidromorf marine, aluvial hidromorf sungai, dan regosol pasir coklat kelabu. Bahan

induk tanah adalah sedimen tufa asam, endapan lacustrin, endapan sungai, endapan

marine dan endapan pasir.

Tipe vegetasi di TNWK terdiri dari hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa,

dan hutan dataran rendah. Jenis pohon yang mendominasi stratum A terdiri dari jenis-

jenis Shorea ovalis, S. leprolusa, Dipterocarpus gracilis, Canarium littorale, C.

denticulatum, Horsfieldia glabra dan Albizia lebbeckiodes, sedangkan stratum B terdiri

dari jenis-jenis Mallothus subpeltattus, Eurycoma longifolia, Baccaurea racemosa dan

Antidesma spp (Soerianegara & Indrawan, 1988). Di Kawasan TNWK masih banyak

dijumpai rawa-rawa alami dengan vegetasi yang umum dijumpai adalah Melaleuca

leucadendron, Pandanus tectorius, Oncosperma tigilaria dan Gluta renghas.

Page 4: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

442

Gambar 1. Lokasi penelitian dan desain pemasangan camera trap. Simbol

(●)merupakan stasiun pemasangan camera trap pada setiap kotak terpilih.

Terdapat 32 jenis mamalia termasuk di dalamnya satwa-satwa langka seperti

kucing emas (Pardofelis temincki), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), gajah

Sumatera (Elephas maximus sumatranus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan

harimau Sumatera (Pantera tigris sumatrae) (Bastoni & Apriawan, 1997). Sedangkan

dari kelompok burung, kurang lebih terdapat 286 jenis burung diantaranya beberapa

jenis rangkong (Famili Bucerotidae), ayam hutan (Gallus gallus), itik serati (Cairina

I

III

II

16

km

2 km

2

k

m

Camera Trap

Taman

Nasional Way

Kambas

10 km

Taman Nasional Way Kambas

Page 5: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

443

scutulata), pecuk ular (Anhinga melanogaster), kuntul (Egreta alba) dan beo (Gracula

religiosa).

Pemasangan camera trap. Sebanyak 20 unit perangkap kamera (tipe Bushnell

Trophy Cam XLT 119436 dan Bushnell Trophy Cam HD Max 119476)dipasang secara

sistematik pada tiga bloksampling seluas 480 km2.

. Pemilihan blok sampling

berdasarakan tipe vegetasi yang mendominasi yaitu hutan sekunder, semak-

belukar/campuran/alang-alang, hutan pantai/rawa. Pada setiap blok sampling dioverlay-

kan grid berukuran 2 km x 2 km, kemudian dipilih 20 sel (kotak imaginer) secara

berselang-seling dimulai dari sel pertama untuk pemasangan kamera (Gambar 1).

Kamera dipasang pada lokasi yang mempunyai peluang tertinggi untuk mendapatkan

video kucing liar dan satwa mangsanya seperti jalur lintasan satwa, jalan setapak, atau

jalan bekas loggingyang sudah tidak digunakan lagi (Sunarto 2011). Kamera diseting

pada mode video dengan durasi 30 detik dan jarak antar video 10 detik,dipasang pada

pohon setinggi 30-40 cm, sejauh 3-4 m dari titik tengah jalur aktif dimana diperkirakan

hewan akan lewat. Kemudiankamera diuji oleh anggota tim survei untuk memastikan

bahwa sistem pemicu kamera bekerja dengan baik. Kamera dioperasikan 24 jam per

hari selama empat bulan. Setidaknya setiap satu bulan foto diunduh, baterai diganti,

lensa dibersihkan dan kamera yang rusak diganti.

Pada setiap stasiun kamera, dicatat titik koordinat, ketinggian, tanda-tanda

kehadiran kucing liar, dan tipe gangguan. Jumlah hari aktif kamera (trap-night) pada

setiap stasiun dihitung dari waktu pemasangan sampai waktu pengambilan atau sampai

waktu dan tanggal yang tertera pada foto terakhir didapat (O’Brien et al., 2003).

Analisis data. Spesies hewan (mamalia) yang tertangkap perangkap kamera

didentifikasi dengan menggunakan buku panduan pengenalan jenis mamalia (Legakul

dan McNeely, 1989; Payne et al., 2000; van Strein, 1983)sedangkan identifikasi spesies

burung dengan menggunakan buku panduaan lapangan pengenalan jenis burung di

Page 6: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

444

Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan (McKinnon et al., 2000). Spesies yang sulit

diidentifikasi sampai tingkat jenis, hanya diidentifikasi sampai tingkat famili atau

marga.

Laju keberhasilan jebakan (capture rate) spesies kucing liar dan mangsa

potensial dihitung dengan rumus CR = ni/∑TN , dimana CR adalah laju jebakan,

nijumlah video independen spesies ke-i dan ∑TN adalah trap night total. Sedangkan

indeks kelimpahan relatif denganrumusRAIi = n/∑TN x 100, dimana RAIi adalah

relative abundance indeks (indeks kelimpahan relatif per 100 trap night), niadalah

jumlah video independen spesies ke-i dan ∑TN adalah trap nighttotal (Kawanishi &

Sunquist, 2003; O’Brien et al., 2003).

Videoindependen adalah video yang terekam secara berurutan pada satu file

dalam satu memory card yang telah disaring berdasarkan waktu. Video dikatakan

independen apabila (1) video dari spesies yang berbeda atau individu yang berbeda pada

satu memory card, (2) video berurutan dari individu yang sama (spesies sama) pada satu

file video dengan rentang waktu lebih dari 30 menit atau video berurutan dari individu

yang berbeda apabila dapat dibedakan dengan jelas, dan (3) video dari individu yang

sama atau spesies yang sama yang tidak beurutan pada satu file memory card(Kelly,

2003; O’Brien et al., 2003). Spesies mangsa dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan

bobot tubuh, mengikuti kriteria yang dikemukakan oleh Davis et al. (2010) yaitu

mangsa berukuran kecil apabila bobot tubuh kurang dari 5 kg,berukuran sedang apabila

bobot tubuh antara 5-20 kg dan dan besar apabila bobot tubuh lebih dari 20 kg.

Perkiraan bobot tubuh rata-rata spesies mangsa potensial berdasarkan literatur.

HASIL DAN PEMBAHSAN

Hasil

Selama pemasangan kamera, sejumlah kamera mengalami kerusakan karena

faktor alam, dirusak/diganggu hewan, hilang dan dirusak manusia.Tidak berfungsinya

kamera karena rusak atau dicuri menyebabkan hari aktif kamera pada setiap stasiun

berbeda-beda. Sebagian data kucing liar atau hewan yang berpotensi tertangkap kamera

hilang karena kamera tidak bekerja dengan baik.Total hari aktif 20 unit perangkap

kamera yang dipasang di blok sampling I selama 4 bulan adalah 1481trap night.Video

yang dihasilkan berjumlah 2843 video terdiri dari video hewan 1662 video (58,46%)

Page 7: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

445

dan video non hewan 1181 video (41,54%). Video kosong, vegetasi hutan atau sulit

diidentifikasi dikeluarkan dari analisis. Setelah dianalisis, total video hewan independen

berjumlah 1176atau 70,76% dari total video hewan.

Sebanyak 35 spesies hewan berhasil tertangkap perangkap kamera terdiri 27

spesies Mamalia (16 famili), 2 spesies Aves (2 famili), 1 spesies Reptilia (1 famili) dan

1 spesies Arthropoda ( 1 famili). Kelompok Mamalia mendominasi hasil video

perangkap kamera dibandingkan dengan kelompok Aves, Reptilia dan Arthropoda.

Spesies yang paling melimpah (RAI=22,012 per 100 trap night) dan ditemukan pada

semua lokasi perangkap kamera adalah kijang (Muntiacus muntjak), sedangkan

beberapa spesies kelimpahannya sangat kecil (RAI=0,068) antara lain cecah (Presbytis

melalophos), kucing batu (Pardofelis marmorota) dan biawak (Varanus salvator). Tabel

1 menunjukkan takson, jumlah total video, jumlah video independen, dan RAIimasing-

masing spesies hewan yang tertangkap perangkap kamera selama periode Mei-Agustus

2013.

Tabel 1. Kucing liar dan spesies lain hasil perangkap kamera di blok sampling I periode

trappingbulan Mei – Agustus 2013. ni = Jumlah video spesies ke-i, IVi= video

independen spesies ke-i, RAIi= relative abundance indeks spesies ke-i (IVi/TN*100 trap

night)

Kelas/Fami

li

Nama

Indonesia Nama Ilmiah N IV CR RAI

Mamalia

Cercopithec

idae Beruk Macaca nemestrina

174 141 0,095

2

9,521

Cecah Prebytis

melalophus

1 1 0,000

7

0,068

Monyet Macaca

fascicularis

143 93 0,062

8

6,280

Cervidae Kijang Muntiacus muntjak 414 326 0,220

1

22,01

2

Sambar Cervus unicolor

18 13 0,008

8

0,878

Felidae Harimau

Sumatera

Pathera tigris

sumatrae

18 18 0,012

2

1,215

Kucing batu Pardofelis

marmorota

1 1 0,000

7

0,068

Kucing

congkok

Prionailurus

bengalensis

23 23 0,015

5

1,553

Macan dahan Neofelis diardi 4 4 0,002

7

0,270

Page 8: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

446

Hystricidae Landak Histryx brachyura 26 24 0,016

2

1,621

Manidae Trenggiling Manis javanica 1 1 0,000

7

0,068

Muridae Tupai Not identified 1 1 0,000

7

0,068

Mustelidae Berang-berang Aonyx cinerea 1 1 0,000

7

0,068

Garangan Jawa

Herpestes

javanicus

1 1 0,000

7

0,068

Proboscida

ae Gajah Sumatera

E. maximus

sumatranus

126 23 0,015

5

1,553

Sciuridae Tikus Not identified 4 4 0,002

7

0,270

Suidae Babi hutan Sus scrofa 197 140 0,094

5

9,453

Tapiridae Tapir Tapirus indicus 10 10 0,006

8

0,675

Traguliade Kancil Tragulus javanicus 19 19 0,012

8

1,283

Napu Tragulus napu

282 176 0,118

8

11,88

4

Tupaiidae Bajing tanah Tupaii sp. 1 1 0,000

7

0,068

Ursidae Beruang madu Helarctos

malayanus

16 15 0,010

1

1,013

Viverridae Musang air Cynogale bennettii 4 4 0,002

7

0,270

Musang belang Hemigalus

derbyanus

16 15 0,010

1

1,013

Musang merah Paguma larvata 18 18 0,012

2

1,215

Musang rase V. malaccensis 1 1 0,000

7

0,068

Tenggalong Viverra tangalunga 37 31 0,020

9

2,093

Total Mamalia 27 spp.

Aves

Columbidae Delimukan

zamrud Chalcophap indica

3 2 0,001

4

0,135

Tekukur biasa

Streptopelia

bitorquata

1 1 0,000

7

0,068

Phasianidae Ayam hutan Gallus gallus 18 17 0,011

5

1,148

Kuau raja Argusianus argus 2 2 0,001

4

0,135

Puyuh mahkota Rollulus rourloul 2 2 0,001

4

0,135

Page 9: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

447

Sempidan biru Lophura ignita 68 42 0,028

4

2,836

Total Aves 6 spp.

Reptilia

Varanidae Biawak Varanus salvator 1 1 0,000

7

0,068

Total Reptilia 1 spp.

Arthropod

a

Papilionida

e Kupu-kupu Not identified 10 4

0,002

7

0,270

Total Artropoda 1 spp.

Total video (N) 1662 1176

Total trap night (TN) 1481

Jumlah total video kucing liar yang berhasil tertangkap perangkap kamera

adalah 46 video terdiri dari kucing congkok (n=23), harimau Sumatera (n=18), macan

dahan (n=4), dan kucing batu (n=1). Tiga spesies kucing lain yang penyebarannya

dilaporkan terdapat di Sumatera yaitu kucing emas (Pardofelis temincki), kucing kepala

datar (Prionailurus planicep) dan kucing ikan (Prionailurus viverrinus) belum di

dapatkan. Indeks kelimpahan relatif (per 100 trap night) kucing liar tertinggi pada

kucing congkok (1,553) diikuti harimau Sumatera (1,215), macan dahan (0,270) dan

kucing batu (0,068). Keempat spesies kucing liar tersebut (Gambar 2), tertangkap

kamera pada habitat hutan sekunder tua, hutan sekunder muda dan alang-alang.

Harimau Sumatera ditemukan pada 5 lokasi, kucing congkok 9 lokasi, macan dahan 2

lokasi dan kucing batu 1 lokasi (Tabel 2).

Page 10: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

448

Tabel 2. Jumlah video, lokasi kamera, dan tipe habitat spesies kucing liar hasil survei

dan monitoring bulan Mei-Agustus 2013 di TNWK. HST (hutan sekunder tua), HSM

(hutan sekunder muda), ALL (alang-alang)

Nama Indonesia Nama Ilmiah Jumlah Video Lokasi Habitat

Harimau Sumatera Pathera tigris sumatrae

1 CAM-102 ALL

7 CAM-112 HSM

2 CAM-114 HSM

2 CAM-118 HSM

6 CAM-120 HST

Kucing congkok Prionailurus bengalensis

1 CAM-105 HST

1 CAM-106 HST

1 CAM-108 HST

1 CAM-109 HST

10 CAM-112 HSM

5 CAM-116 HSM

1 CAM-118 HSM

2 CAM-119 HSM

1 CAM-120 HST

Macan dahan Neofelis diardi 1 CAM-105 HST

3 CAM-106 HST

Kucing batu Pardofelis marmorota 1 CAM-101 HSM

Jumlah 46

Sejumlah hewan yang berpotensi menjadi mangsa kucing liar juga tertangkap

kamera dengan kelimpahan relatif bervariasi (Gambar 3), antara lain sambar (Cervus

uniclor), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak), napu (Tragulus napu),

kancil (Tragulus javanicus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk

(Macaca nemestrina), sempidan biru (Lophura ignita), ayam hutan (Gallus gallus),

delimukan zamrud (Chalcophap indica), puyuh mahkota (Rollulus roulroul), tekukur

(Streptopelia bitorquata), spesies tikus dan tupai.

Page 11: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

449

Gambar 2. Spesies kucing liar yang terekam perangkap kamera periode trapping Mei-

Agusutus 2013 di blok sampling I. (A). Harimau Sumatera, (B) macan dahan, (C)

kucing congkok dan (D) kucing batu (Foto: PKHS-STT, 2013)

Gambar 3. Grafik perbandingan kelimpahan relatif spesies mangsa dan kucing liar

di TNWK hasil perangkap kameradi blok sampling I (Mei-Agusutus 2013)

22.01

11.88

9.52 9.45

6.28

2.84 1.28 1.15 0.88 0.27 0.14 0.14 0.14 0.07 0.07 0.07 0.07

1.215 0.068

1.553 0.270

0123456789

1011121314151617181920212223

Ind

eks

Ke

limp

ahan

Re

lati

f (R

AI)

A B

C D

Page 12: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

450

Gambar 4. Ancaman terhadap konservasi kucing liar di TNWK, (A,B) kucing batu yang

tertembak pemburu liar, (C) jerat, kemungkinan ditujukan untuk menangkap harimau,

(D) jerat-jerat yang berukuran lebih kecil (Foto: PKHS dan Agus Subagyo, 2013)

Selama pemasangan perangkap kamera, di dalam hutan masih dijumpai

kegiatan/aktivitas ilegal berupa pencurian ikan, perburuan liar (dengan senjata api)

maupun dengan memasang perangkap, pencurian burung, dan pencurian gaharu.

Aktivitas ilegal yang mengancam keberadaan kucing liar secara langsung adalah

perburuan liar. Pada bulan Agustus 2013, tim PKHS berhasil mengambil jerat sebanyak

kurang lebih 40 buah dan menemukan satu ekor kucing batu (Pardofelis marmorota)

yang tertembak oleh pemburu (Gambar 4). Pada survei terakhir di wilayah utara TNWK

ditemukan dua buah jerat, kemungkinan ditujukan untuk harimau (Gambar 4).

Pembahasan

Empat spesies kucing liar berhasil tertangkap kamera dalam penelitian ini.

Sunarto (2011) dalam penelitiannya di Sumatera tengah menemukan lima spesies, satu

spesies yang tidak ditemukan di TNWK adalah kucing emas. Dalam monitoring

A

B

C D

Page 13: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

451

sebelumnya, Bastoni & Apriawan (1997) melaporkan keberadaan dua spesies lain yaitu

kucing kepala datar dan kucing emas di TNWK, namun dalam penelitian ini belum

didapatkan. Tidak tertangkapnya suatu spesies dalam perangkap kamera yang

sebelumnya dilaporkan terdapat di habitat tersebut bukan berarti spesies ini tidak ada.

Hal ini mungkin disebabkan adanya perbedaan dalam trapping effort (Azlan, 2009),

lebih menyukai habitat tertentu (Azlan & Engkamat, 2013), kepadatannya sangat

rendah, menghindari jalur aktif manusia (Sunarto, 2011) atau keterbatasan perangkap

kamera untuk mensurvei spesies yang bersifat arboreal (misalnya macan dahan dan

kucing batu) (Gray & Phan, 2011).

Kucing kepala datar (Prionailurus planiceps) merupakan spesies kucing liar

terkecil di Sumatra, ukuran tubuhnya antara 44,6-52,1 cm dengan berat antara 1,5-2,2

kg (Macdonald et al., 2010). Spesies ini ini termasuk dalam spesies yang terancam

punah (Hearn et al. 2008; Nowell, 2009). Sunarto (2011) dalam penelitiannya di

Sumatera bagian tengah juga tidak menemukan spesies kucing ini. Cheyne & Macdonal

(2011) dalam penelitiannya di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah,

memerlukan hari aktif sampai 3.498 trap night untuk mendapatkan foto kucing kepala

datar. Ukuran tubuhnya yang kecil, lebih menyukai habitat akuatik dan densitasnya

yang rendah menyebabkan peluang kucing pesek tertangkap kamera sangat rendah.

Faktor desain pemasangan kamera yang tidak difokuskan pada satu jenis spesies kucing

mungkin turut mempengaruhi keberhasilan mendapatkan foto/video kucing ini.

Sementara itu, kucing emas sejak ditemukan di TNWK pada tahun 1997

(Bastoni dan Apriawan, 1997), sampai saat ini belum ada laporan tertulis atau bukti

foto/video yang menunjukkan keberadaanya di TNWK. Letak TNWK di dataran rendah

(tertinggi 52 m dpl.) diperkirakan bukan merupakan habitat yang sesuai untuk kucing

emas sehingga kepadatannya sangat rendah. Meskipun dilaporkan kucing emas dapat

hidup di hutan dataran rendah (Nowell & Jackson, 1996) sampai dataran tinggi (Mishra

et al., 2006 dan Bashir et al., 2011) namun beberapa studi di Sumatera menunjukkan

kucing emas cenderung ditemukan di hutan perbukitan. Sunarto (2011) melaporkan

kucing emas ditemukan pada dua blok penelitian dengan ketinggian di atas 100 m

dpl(rata-rata 245,8 m dpl.). Sementara itu di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh kucing

emas sering tertangkap perangkap kamera (Yunus, 2013, komunikasi pribadi).

Page 14: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

452

Jika diurutkan berdasarkan laju keberhasilan jebakan (trap success) dari spesies

kucing yang paling umum ditemukan sampai spesies kucing paling jarang ditemukan,

urutannya adalah: kucing congkok, harimau Sumatera, macan dahan dan kucing batu.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Sunarto (2011) di Sumatera bagian

tengah.Dibandingkan dengan tempat lain, kepadatan macan dahan di Sumatera lebih

rendah (Hearn et al., 2008; Hutajulu et al., 2008 dalam Sunarto, 2011), diperkirakan

karena macan dahan berkompetisi dengan harimau Sumatera (Sunarto, 2011).

Umumnya hasil penelitian di daratan Asia menunjukkan kepadatan macan dahan tinggi

ketika kepadatan kucing besar rendah (Grassman et al., 2005; Sanderson et al., 2009;

Cheyne & Macdonald, 2013). Ketika ada kucing besar, kepadatan macan dahan rendah

dan lebih aktif di malam hari (Lynam et al., 2013). Tidak adanya harimau di

Kalimantan, menyebabkan aktivitas macan dahan pada malam hari lebih rendah

(Nowell & Jackson, 1996), hasil penelitian terbaru Cheyne & Macdonald (2013) di

Kalimantan menunjukkan macan dahan cenderung bersifat diurnal.

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sunarto (2011), Wibisono &

Mccarthy (2010) dan Cheyne & Macdonald (2013), kelimpahan kucing batu dalam

penelitian ini sangat rendah (n=1, RAI =0,066). Di Kalimantan dan Sumatera kucing

batu relatif jarang ditemukan,(Nowell & Jackson, 1996). Di seluruh daerah

penyebarannya lebih menyukai hutan perbukitan (Holden, 2001 dan Grassman Jr. et al.,

2005).Penelitian Sunarto (2011) di Sumatera tengah dan Wibisono & Mccarthy (2010)

di Bukit Barisan Selatan, menunjukkan kucing batu ditemukan pada daerah ketinggian

di atas 100 m dpl.

Kucing congkok (n=23, RAI=1,553) dan harimau Sumatra (n=18, RAI=1,215)

menempati posisi pertama dan kedua dalam hal kelimpahannya di TNWK. Hasil

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sunarto (2011) di Sumatera tengah dimana

kucing congkok dan harimau Sumatera merupakan spesies kucing yang paling sering

terfoto. Di Kalimantan Tengah, kelimpahan relatif kucing congkok menempati posisi

kedua setelah macan dahan (Chene & Maccharty, 2013) sedangkan di Thailand, pada

urutan kedua setelah macan tutul (Panthera pardus), diikuti harimau (Lynam, 2013).

Kedua spesies kucing ini ditemukan pada habitat hutan sekunder muda, hutan sekunder

tua dan alang-alang, ditemukan pada 12 lokasi kamera dari 20 lokasi kamera yang

terpasang.

Page 15: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

453

Kucing congkok merupakan spesies kucing yang paling umum dan tersebar luas

(Sanderson et al., 2008; Jinping, 2010), dapat hidup pada berbagai tipe habitat dan lebih

toleran terhadap daerah terganggu (Nowell & Jackson, 1996; Sunquist & Sunquist,

2002) bahkan dapat beradaptasi dengan baik di perkebunan sawit (Rajaratnam et al.,

2007). Jenis makanan yang mudah ditemukan dan melimpah pada berbagai jenis habitat

terutama dari famili Muridae memudahkan kucing ini hidup pada habitat yang

terganggu (Grassman Jr. et al., 2005; Rajaratnam et al., 2007). Menurut Ngoprasert et

al., 2013), ketersediaan mangsa berasosiasi dengan kompetitor potensial mempengaruhi

distribusi kucing liar. Kemampuan adaptasi dan keragaman jenis mangsa, berpengaruh

terhaadap kelimpahan relatif kedua spesies ini TNWK.

Meskipun harimau Sumatera termasuk spesies kucing yang masuk dalam daftar

spesies terancam punah IUCN (Nowell, 2009) kelimpahan relatif dibandingkan dengan

spesies kucing lain lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan harimau Sumatera

merupakan spesies kucing dengan ukuran tubuh terbesar di Sumatera sehingga lebih

dominan daripada kucing liar lain yang berukuran sedang dan kecil. Kucing berukuran

lebih kecil yang mempunyai jenis makanan sama dengan harimau (misalnya macan

dahan) cenderung akan menempati relung berbeda dengan harimau Sumatera misalnya

dengan menggunakan daerah dengan ketinggian yang berbeda atau waktu beraktivitas

yang berbeda (Sunarto, 2011). Harimau Sumatera juga memiliki daerah jelajah yang

luas dibandingkan dengan kucing kecil lain, sehingga peluang terjebak dalam perangkap

kamera lebih tinggi dibanding spesies kucing lain. Menurut Franklin et al. (1999), luas

daerah jelajah harimau jantan di TNWK dapat mencapai 52 km2 sedangkan harimau

betina lebih kecil yaitu 27 km2.

Sebanyak 17 jenis spesies hewan yang berpotensi menjadi mangsa kucing liar

ditemukan, terdiri dari mangsa berukuran besar (kijang, babi hutan dan sambar),

berukuran sedang (beruk dancecah) dan berukuran kecil (napu,monyet, kancil sempidan

biru, ayam hutan, tikus, delimukan zamrud, kuau raja, puyuh mahkota, tupai, bajing

tanah dan tekukur). Spesies hewan mangsa ini merupakan spesies yang umum

ditemukan dalam penelitian sejenis di Sumatera (O’Brien et al., 2003; Hutajulu, 2007;

Sunarto, 2011) maupun daratan Asia (Giman et al., 2007; Gray & Phan, 2011; Kitamura

et al., 2010; Ngoprasert et al., 2012; Cheyne & Macdonald, 2013).

Page 16: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

454

Babi hutan, dua spesies macaca, sambar dan kijang berpotensi menjadi mangsa

harimau. Dugaan ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Franklin et al.

(1999) selama kurun waktu 52 bulan. Berdasarkan analisis feses harimau yang

ditemukan di lapangan (n=120), Franklin et al. (1999) menunjukkan mangsa utama

harimau di TNWK adalah babi hutan (33,3%), dua spesies macaca (27,5%), sambar

(16,7%), kijang (15%), sisanya beruang madu (2,5%) dan tidak teridentifikasi (5,9%).

Sriyanto (2003), mengurutkan spesies mangsa harimau Sumatera di TNWK berdasarkan

sampel rambut yang terdapat di dalam feses (n=64) adalah: babi hutan (33,3%), monyet

(27,5%), sambar (19,7%), kijang (17%), beruang madu (1,6%), dan spesies lain (1,0 %).

Sementara itu di Thailand, Ngoprasert et al. (2012) melihat harimau berasosiasi dengan

habitat dimana ditemukan babi hutan, gaur dan sambar. Menurut Sunquist et al. (1999)

harimau sangat tergantung pada mangsa ungulata besar. Namun jika harimau hidup

berdampingan dengan predator yang memiliki ukuran tubuh hampir sama,

kelimpahannya tergantung pada kepadatan unguluta yang memiliki ukuran tubuh

berbeda-beda (Karanth & Sunquist, 1995; Karanth & Nichols, 1998). Harimau dan

macan dahan memilih mekanisme pemisahan relung ekologi strata secara vertikal untuk

menghindari persaingan akibat ukuran tubuh mangsa yang hampir sama (Sunarto,

2011). Kemampuan harimau memangsa beragam spesies dengan ukuran tubuh yang

berbeda-beda dapat menjamin kelangsungan hidupnya di alam. Namun apabila

keragaman dan kelimpahan spesies mangsa menurun, kelimpahan harimau juga

terancam.

Ketiga spesies mangsa tersebut bisa juga menjadi mangsa macan dahan dan atau

kucing yang berukuran hampir sama. Sejumlah mekanisme dikembangkan oleh spesies

kucing liar untuk menekan terjadinya kompetisi di Sumatera bagian tengah antara lain,

pemisahan waktu beraktivitas, pemilihan ukuran mangsa, pemisahan strata secara

vertikal, pemisahan habitat berdasarkan ketinggian (Sunarto, 2011). Ngoprasert et al.

(2012) menemukan macan dahan dan kucing congkok berasosiasi dengan habitat

dimana babi hutan dan kijang banyak ditemukan. Grassman(2009) melaporkan macan

dahan melakukan pemilihan mangsa yang beragam. Hasil analisis feses menunjukkan

macan dahan memangsa kukang (Nycticebus coucang), hog deer (Axis porcinus) dan

kijang (Muntiacus muntjak).

Page 17: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

455

Spesies mangsa yang berukuran lebih kecil terutama dari kelas Aves bisa

menjadi mangsa kucing congkok dankucing batu.Umumnya mangsa kucing congkok

adalah burung, tikus dan ayam (Nowell & Jackson, 1996). Sedangkan informasi

mengenai perilaku, mangsa dan relung ekologi kucing batu sangat sedikit diketahui

(Nowell & Jackson, 1996). Kucing ini merupakan salah satu spesies kucing yang paling

jarang dan sulit dipelajari (Wibisono & Mccarthy, 2010).

KESIMPULAN

Empat spesies kucing liar berhasil tertangkap perangkap kamera di TNWK,

yaitu kucing congkok, harimau Sumatera, macan dahan dan kucing batu. Kucing

congkok paling sering tertangkap kamera (RAI=1,553), diikuti harimau Sumatera

(RAI=1,215), macan dahan (RAI=0,270 dan kucing batu (RAI=0,068). Sepuluh spesies

mangsa potensial yang paling berlimpah adalah kijang (RAI=22,012), napu

(RAI=11,884), beruk (RAI=9,521), babi hutan (RAI=9,453), monyet (RAI=6,280),

sempidan biru (RAI=2,836), kancil (RAI=1,283), ayam hutan (RAI=1,148), sambar

(RAI=0,878) dan tikus (RAI=0,270).

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Konservasi Harimau

Sumatera (PKHS) dan Sumatran Tiger Trust (STT) yang telah mendanai dan

memfasilitasi kegiatan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Balai

Taman Nasional Way Kambas yang telah memberikan izin penelitian, demikian pula

kepada staf lapangan taman nasional dan PKHS yang telah membantu penulis di

lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Azlan, M. J. 2009. The use of camera trap in Malaysian rainforests. Journal of Tropical

Biology and Conservation, 5:81-86

Azlan, M. J. and S.K.Sharma. 2002. First record of melanistic tapir in Peninsular

Malaysia. Journal of Wildlife and Parks 20:123

Azlan, M.J. 2003. The diversity and conservation of mustelids, viverrids and herpestids

in disturbed forest in Peninsular Malaysia. Small Carnivora Conservation 29:8-9

Page 18: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

456

Azlan, M.J., L. Engkamat and Munan. 2003. Bornean bay cat photograph and sighting.

Cat News 39:2

Bashir, T., T. Bhattacharya & S. Sathyakumar. 2011. Notable observations on the

melanistic Asiatic Golden cat (Pardofelis temminckii) of Sikkim, India. NeBIO

2(1): 1-4

Bastoni & Apriawan. 1997. Metode monitor satwa liar secara intensif di hutan hujan

tropis dengan remote camera system (Trailmaster), hlm. 16-20. dalam Tilson,

R.L. (eds.). Konservasi dan Manajemen In-situ Dalam Penyelamatan Harimau

Sumetera. Proyek Penyelamatan Harimau Sumatera.

Berger J. 1999. Anthropogenic extinction of top carnivores and interspecific animal

behaviour: implications of the rapid decoupling of a web involving wolves,

bears, moose, and ravens. Proceedings of the Royal Society of London

B.266:2261-2267.

Crooks K.R. & M.E. Soulé. 1999. Mesopredator release and avifaunal extinctions in a

fragmented system. Nature400:563-566.

D. Ngoprasert , A.J. Lynam, K.E. R. Sukmasuang, N. Tantipisanuh, W. Chutipong, R.

Steinmetz, K.E. Jenks, G.A.Gale, L.I. Grassman Jr, S. Kitamura, J. Howard, P.

Cutter , P. Cutter, P. Leimgruber, N. Songsasen and D. H. Reed. 2012.

Occurence of three felids across a network of protected areas in Thailand: prey,

intraguild, and habitat associations. Biotropica 0(0):1-8

Franklin, N., Bastoni, Sriyanto, D.Siswomartono, J. Manangsang & R.L. Tilson. 1999.

Last of the Indonesian Tiger: a caude for optimism pp 130-147 in J.

Seidensticker, S.Cristie, & P. Jackson (eds). 1999. Riding the tiger: tiger

conservation in human-dominated lanscape. Cambridge University Press.

Cambridge, UK.

Gaveau, D. L. A., H. Wandonoc, & F. Setiabudid. 2007. Three decades of deforestation

in southwest Sumatra: have protected areas halted forest loss and logging, and

promoted re-growth? Biological Conservation 134(4): 495-504.

Giman, B., R. Stuebing, N. Megum, W.J. Mcshea and C.M. Stewart. 2007. A camera

trapping inventory for mammals in a mixed use planted forest in Sarawak.

Raffles Bulletin of Zoology. 55(1):209-215

Grassman Jr. L.I, M.E.Tewes, N.J. Silvy & K. Kreetiyutanont. 2005a. Ecology of three

sympatric felids in a mixed evergreen forest in north-central Thailand. Journal

of Mammalogy 86(1): 29-38.

Grassmann, L. 2009. Clouded Leopard: the living sabertooth. Cat News: 23-28

Gray, T.N.E and C. Phan. 2011. Habitat preferences and activity pattern of the larger

mammal community in Phnom Prich Wildlife Sanctuary, Cambodia. The Raffles

Bulletin of Zoology 59(2):311-318

Page 19: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

457

Griffiths, M. & C. P. van Schaik, 1993. The impact of human traffic on the abundance

and activity patterns of Sumatran rain forest mammals. Conservation Biology ,

7(3): 623–626

Hearn, A., Sanderson, J., Ross, J., Wilting, A. & Sunarto, S. 2010. Prionailurus

planiceps. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version

2010.3. http://www.iucnredlist.org. 21 Oktober 2010, pkl. 08:18 WIB.

Holden, J. 2001. Small cats in Kerinci Seblat National Park. Sumatra. Indonesia. Cat

News 35:11– 14.

Hutajulu, M.B. 2007. Studi karakteristik ekologi harimau Sumatera [Panthera

tigrissumaterae (Pockok 1929)] berdasarkan camera trap di landsekap Tesso

Nilo-Bukit Tigapuluh, Riau. Thesis. Program Pasca Sarjana FMIPA. Program

Studi Biologi Konservasi. Universitas Indonesia. Depok

Jinping, Yu. 2010. Leopar cat, Prionailurus bengalensisi. Cat News 5:26-29

Karanth, K. U., and J. D. Nichols. 1998. Estimation of tiger densities in India using

photographic captures and recaptures. Ecology 79: 2852-2862

Karanth, K.U. & M.E.Sunquist . 1995. Prey selection by tiger, leopard and dhole in

tropical forest. Journal of Animal Ecology 64:439-450

Kawanishi, K and M.E. Sunquist. 2003. Conservation status of tiger in Peninsular

Malaysia. Biological Conservation 120:329-344

Kelly, M.J., A.J. Noss, M.S. Dibitetti, L. Maffei, R.L. Arispe, A. Paviolo, C.D.

DeAngelo & Y. E. DiBlanco. 2003. Estimating puma densities from camera

trapping across three study site: Bolivia, Argentina and Belize. Journal of

Mammalogy 89(2):408-418

Kinnaird, M. F., Sanderson, E. W., O'Brien, S. J., Wibisono, H. T. & Woolmer G. 2003.

Deforestation trends in a tropical landscape and implications for endangered

large mammals. Conservation Biology 17(1): 245–257.

Kitamura, S. S.T.Aree, S. Madsri and P. Poonswad. 2010. Mammals diversity and

conservation in a small isolated forest of southern Thailand. The Raffles Bulletin

of Zoology. 58(1):145-156.

Lekagul, B. & J.A. McNeely. 1988. Mammals of Thailand. Dharashunta Press.

Thailand.

Lynam, A.J., K.E. Jenks, N. Tantipisanuh, W. Chutipong, D. Ngoprasert, G.A.Gale, R.

Steinmetz, R. Sukmasuang, N. Bhumpakhan, L.I. Grassman Jr., P. Cutter, S.

Kitamura, D.H. Reed. M.C. Bakeer, W. McShea, N. Songsasen and P.

Leimgruber. 2013. Terrestrial activity pattern of wild cat from camera-trapping.

The Raffles Bulletin of Zoology. 61(1): 407-415

Page 20: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

458

Macdonald, D.W., A.J. Loveride & K. Nowell. 2010. Dramatic Personae: an

introduction to the wild felids pp 3-58 in Macdonald and A.J. Loveridae (eds).

2010. Biology and Conservation of Wild Felids. Oxford University Press.

Oxford.

MacKinnon, J., K. Phillipps and B. van Ballen. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jwa,

Bali dan Kalimantan (Termasuk Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam).

Puslibang Biologi LIPI. Bogor.

Mangas, J.G., J. Lozano, S. Cabezas-Díaz, & E. Virgós. 2008. Thepriority value of

scrubland habitats for carnivore conservation in Mediterranean ecosystems.

Biodivers Conserv 17:43–51

Miller, B., D. Foreman, C.M. del Rio, R. Noss, M. Philips, R. Reading, M.E. Soule, J.

Terborgh & L. Wilcox. 2001. The importance of large carnivores to healthy

ecosystem. Endangered Species UPDATE 18(5): 202-210

Mishra, C., M.D. Madhusudan & A. Datta. 2006. Mammals of the high altitudes of

western Arunachal Pradesh, eastern Himalaya: an assessment of threats and

conservation needs. Oryx 40:29–35.

Nowell, K. & P. Jackson. 1996. Status Survey and Conservation Action Plan of Wild

Cats. IUCN/SSC Cat Specialist Group, Gland, Switzerland. pp xxiv + 383.

Nowell, K. 2009. Cats on the 2009 Red List of threatened species. Cat News 51:32-33

O’Brien, T.G., M.F. Kinnaird & H.T. Wibisono. 2003. Crouching tigers, hidden prey:

Sumantran tiger and prey population in a tropical forest landscape. Animal

Conservation 6:131-139

Payne, J., C.M. Francis, K. Phillipps and S.N. Kartikasari. 2000. Panduan lapangan

mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. The Sabah

Society dan Wildlife Conservation Society bekerjasama dengan WWF Malaysia.

Jakarta.

Povey, K & W. Spaulding. 2006. Wild Cat of Southeast Asia: An Educator’s Guide.

Point Defiance Zoo & Aquarium/WildAid. Thailand. pp. 108.

Ridout, M.S & M. Linkie. 2009. Estimating overlap of daily activity patterns from

camera trap data. Journal of Agricultural, Biological, and Environmental

Statistics 14:322-337

Sanderson, J., Sunarto, S., Wilting, A., Driscoll, C., Lorica, R., Ross, J., Hearn, A.,

Mujkherjee, S., Khan, J.A., Habib, B. & Grassman, L. 2008b. Prionailurus

bengalensis. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version

2010.3. http://www.iucnredlist.org. 21 Oktober 2010, pkl. 08:27 WIB.

Sanderson, J.G. 2009. How the fishing cat came to occur in Sumatra ?. CATnews 50: 6 –

9

Page 21: SURVEI DAN MONITORING KUCING LIAR (Carnivora:Felidae) DI

Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung

19-20 November 2013

459

Seidensticker, J. 2008. Wild cat and climate change. Cat News 48:28

Silveira, L., A.T.A. Jacomo and J.A.F.Diniz-Filho. 2003. Camera trap, line transect

cencus and track surveys: a comparative evaluation. Biological Conservation

114:351-355

Soerianegara, I. & A. Indrawan. 1988. Ekologi hutan Indonesia. Laboraturium

Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Sriyanto. 2003. Kajian mangsa harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock

1979) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Thesis. Program

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sunarto, M.J. Kelly, S. Klenzendorf, M.R.Vaughan, Zulfahmi, M.B. Hutajulu and K.

Parakkasi. 2013. Threatened predator on the equator: multi-point abundance

estimates of the tiger Panthera tigris in central Sumatra. Oryx 47(2):211-220

Sunarto. 2011. Ecology and restoration of Sumatran tigers in forest and plantation

landscape. Dissertation. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute & State

University. Virginia.

Sunquist, M & F. Sunquist. 2002. Wild Cat of the World. The University of Chicago

Press Ltd. London.

Sunquist, M. E. K.U. Karanth & F. Sunquist. 1999. Ecology, behaviour and resilience

of the tiger and its conservation needs. pp. 5–18 In J. Seidensticker, S. Christie

and P. Jackson (eds.). 1999. Riding the Tiger: Tiger Conservation in Human-

Dominated Landscapes. Cambridge University Press. Cambridge. UK. pp xv +

378.

van Strein, N.J. 1989. A field guide to the tracks of mammals of western Indonesia.

School of Environmental Conservation Management. Ciawi. Indonesia.

Wibisono, H.T. and J. Maccarthy. 2010. Melanistic marbled cat from Bukit Barisan

Selatan National Park, Sumatra, Indonesia. Cat News 52:9-10

Wibisono, H.T., M. Linkie, G.Guillera-Arroita, J.A. Smith, Sunarto, W.Pusparini,

Asriadi, P. Baroto, N. Brickle, Y. Dinata, E. Gemita, D. Gunaryadi, I.A. Haidir,

Herwansyah, I. Karina, D. Kiswayadi, D. Kristiantono, H. Kurniawan, J.J.

Lahoz-Monfort, N.Leader-Williams, T. Maddox, D.J.Martyr, Maryati, A.

Nugroho, K. Parakkasi, D. Priatna, E. Ramadiyanta, W.S. Ramono, G.V. Reddy,

E.J.J. Rood, D.Y. Saputra, A. Sarimudi, A. Salampessy, E. Septayuda, T.

Suhartono, A.Sumantri, Susilo, I. Tanjung, Tarmizi, K. Yulianto, M. Yunus,

Zulfahmi. 2011. Population status of a cryptic top predator: an island-wide

assesment of tiger in Sumatran rainforests. PloS ONE 6(11):1-6

Yunus, M. 2010. Hasil pemasangan perangkap kamera di Taman Nasional Bukit Tiga

Puluh, Jambi-Riau. Personal communication.