survei candi sojiwan

Upload: danar-ariep-yudhoyono

Post on 14-Jul-2015

169 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari tentang peninggalan masa lalu yang berwujud bendawi. Arkeologi sebagai ilmu multidispliner, maka mengadopsi berbagai macam ilmu, melakukan kegiatan Survei Arkeologi adalah kegiatan pertama yang dilakukan untuk melakukan kegiatan Arkeologi secara mendalam lagi. Dan Dalam mata kuliah Metode Survei Arkeologi kegiatan Survei menjadi salah satu kegiatan kuliah lapangan. Dan tujuan kuliah lapangan kali ini adalah di candi Sojiwan dan situs situs di sekitar jajaran Bukit Batur Agung. Bukit Batur Agung adalah bukit yang terletak di daerah perbatasan Jogjakarta dan Jawa Tengah, Bukit ini termasuk dalam barisan pegunungan seribu bagian utara dan di bukit Batur Agung ini terdapat beberapa situs arkeologi yang tersebar di beberapa tempat. Persebarannya pun berada di topografi yang berbeda, dan yang menjadi objek survei Lansekap pada saat Kuliah Lapangan ini adalah Candi Miri, Situs Gatak dan Arca Ganesha. Sedangkan di Utara bukit ini adalah Candi Sojiwan yang letaknya tidak terlalu jauh dari Situs Gatak. Candi Sojiwan merupakan salah satu monumen dari Dinasti Mataram Kuno abad VIII sampai X yang ada di kawasan Prambanan. Candi ini didirikan sebagai persembahan bagi nini haji rakryan sanjiwana yang beragama Budha dari Raja Balitung. Candi ini merupakan salah satu candi budha. Candi ini terletak di Dusun Sojiwan, Desa Kebon Dalem, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Candi ini digunakan sebagai tempat pemujaan Budha dan pertama kalinya ditemukan oleh para penjelajah Barat pada tahun 1813 oleh Kolonel Colin Mackenzie, seorang anak buah Raffles. Candi ini berada di daerah lereng perbukitan Komplek Candi Boko dengan ketinggian 146-150 m dpal. Dari candi Prambanan, candi ini berjarak kurang lebih 1 kilometer arah tenggara. Berdasarkan penelitian candi Sojiwan ini dikelilingi oleh parit atau kanal mirip dengan candi Plaosan. Parit atau kanal ini berukuran 120 m x 150m atau 2 ha. Seluruh struktur parit berada di dalam permukaan tanah yang saat ini digunakan sawah dan perkampungan penduduk. Bangunan yang tampak hanya candi utama Sojiwan yang sekarang masih dalam proses pemugaran. Berdasarkan penelitian Arkeologis dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala,1

candi ini sudah mengalami penjarahan oleh masyarakat sekitar candi. Sebagai buktinya yaitu pagar-pagar batu candi, makam batu candi, sumur-sumur batu candi dan berbagai macam batu reruntuhan candi yang tersebar di masyarakat. Hal ini mungkin di akibatkan kurangnya perhatian masyarakat, kedatangan masyarakat baru dan kurangnya humanisasi candi sehingga terjadi perubahan pola pikir masyarakat yang bermukim di sekitar Candi Sojiwan dan terus berubah seiring dengan derasnya arus globalisasi.

B. PERMASALAHAN Kondisi yang saat ini terjadi pada beberapa situs yang ada di sekitar Bukit Batur Agung dan Candi Sojiwan menimbulkan banyak sekali pertanyaan. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan Analisis dan Pembahasan yang tepat. Pertanyaan yang timbul saat ini dapat dirumuskan sebagai berikut, 1. Bagaimana kondisi fitur Candi Sojiwan saat ini (reruntuhan) ? 2. Adakah Indikasi tentang pemukiman kuno di sekitar Candi Sojiwan? 3. Bagaimana kondisi lansekap di Candi Miri, Arca Ganesha dan Situs Gatak? 4. Bagaimana tanggapan warga tentang batu-batu candi yang tersebar di setiap tempat di sekitar Sojiwan?

C. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan Laporan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Survei Arkeologi, Selain itu Laporan ini juga dibuat untuk ; 1. Mengetahui kondisi fitur bangunan sekarang pada Candi Sojiwan 2. Menganalisis dan membahas kondisi lansekap di Candi Miri, Arca Ganesha dan Situs Gatak 3. Mengidentifikasi adanya pemukiman kuno berdasarkan cerita-cerita dari warga di sekitar Candi Sojiwan

2

BAB II. METODE SURVEI A. AREA DAN WAKTU SURVEI Survei ini merupakan bagian dari kegiatan praktikum kuliahan Metode Survei Arkeologi khususnya Survei A. Pelaksaan praktikum ; 1. Area/tempat : Mencangkup wilayah Candi Sojiwan, Dusun Kebon Dalem

Kidul, Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dalam hal ini wilayah mencakup daerah pemukiman warga dan beberapa situs di sekitar bukit Batur Agung ( Arca Ganesha, Candi Miri , dan Situs Gatak ) Yogyakarta.

2. Waktu dan Kegiatan : y Sabtu-Minggu, 14-15 Mei 2011 ; dengan agenda kegiatan meliputi perekaman data reruntuhan dengan metode Baseline, survei Lansekap, wawancara survei Etnografi dan CRM y Sabtu 11 Juni 2011 ; dengan agenda penggunaan teodholite untuk mengikat reruntuhan dengan Candi induk.

B. PERALATAN, BAHAN DAN OBJEK SURVEI Survei ini menggunakan peralatan dan bahan sebagai berikut, 1. Peralatan dan bahan y Rol meter panjang 1 buah, untuk mengukur baseline y Rol meter 5 m, 2 buah, untuk mengukur jarak benang baseline dengan bandul yang menghubungkan baseline dengan reruntuhan y Skala 10 cm dan 5 cm, untuk menunjukkan besar-kecil reruntuhan sehingga mudah digambar/ukurannya y Petunjuk arah utara, untuk menunjukkan orientasi/arah sehingga mempermudah penggambaran dalam milimeter blok y Benang kasur 1 rol, utuk membuat baseline/garis antara 2 tongkat agar mudah diukur y Penggaris segitiga, untuk menentukan sudut 90 y Water pass 1 buah, untuk menunjukkan kedataran suatu bidang/garis y Tongkat 2 buah, untuk mempermudah pengukuran reruntuhan dalam luasan3

tertentu y Tusuk sate secukupnya, untuk mempermudah pengukuran reruntuhan yang sudah cacat atau rusak y Kompas 1 buah, untuk membidik suatu kelurusan dan membantu menentukan arah y GPS, untuk menentukan koordinat, kedudukan dan ketinggian suatu lokasi y Theodolit, untuk mengukur suatu lokasi secara lebih tepat/pesawat y Busur derajat, untuk membantu mengukur sudut kemiringan suatu lereng y Milimeter blok A3, untuk menggambar hasil pengukuran reruntuhan 2. Objek Survei meliputi, y Reruntuhan Candi Sojiwan (batu dan bekas-bekas candi), sebagai objek praktikum perekaman reruntuhan. y Situs-situs di sekitar Candi Sojiwan ( Candi Miri, Arca Ganesha, Situs Gatak), sebagai objek survei lansekap. y Masyarakat sekitar Candi Sojiwan, sebagai bahan objek wawancara Etnoarkeologis dan CRM.

C. CARA PELAKSANAAN Pelaksanaan survei ini harus didasarkan pada teknik-teknik survei yang telah diajarkan dalam mata kuliah Metode Survei Arkeologi. Cara pelaksanaannya sebagai berikut, a. Perekaman reruntuhan Untuk perekaman reruntuhan ini menggunakan 2 teknik perekaman yaitu teknik Chain survey yang menggunakan metode baseline/ offset survey dan teknik theodolite survey yang menggunakan metode ikat antar bangunan, cara pelaksanaan akan di uraikan di bawah ini, Offset survey Survei dimulai dengan pengukuran reruntuhan bangunan dengan cara pengukuran reruntuhan batu-batu Candi Sojiwan, sebagai berikut y y Cari bahan reruntuhan yang akan diukur, dokumentasikan Tancapkan 2 buah tongkat pada 2 sudut reruntuhan tersebut dalam satu garis kelurusan dengan bantuan kompas

4

y

Pasang benang kasur sebagai baseline dan rol meter panjang di 2 tongkat tersebut dan usahakan tepat di atas reruntuhan dan ukur kedatarannya dengan water pass, dokumentasikan

y y y

Tentukan arah utara dan pasang penunjuk arah utara dengan bantuan kompas Pasang skala pada benda yang akan di ukur, dokumentasikan Ukur reruntuhan dengan menarik benang dari baseline ke sudut reruntuhan dan ukur X/jarak baseline 90 dengan benang yang di tarik dan Y/jarak benang yang ditarik dengan bantuan penggaris segitiga dan rol meter 5 m

y y y y

Cari ketinggian/Z dengan bantuan bandul dan rol meter Catat hasilnya dan gambar pada milimeter blok dengan skala tertentu Lakukan dari satu sudut ke sudut selanjutnya Kemudian dicatat untuk melakukan penggambaran dengan skala di millimeter block. Dalam melaksanakan perekaman reruntuhan ini kelompok dibagi tugas untuk bagian mencatat titik sudut reruntuhan, bagian pengukuran objek reruntuhan, dan pemilihan objek sudut reruntuhan, serta ada yang menggambar sket kasar reruntuhan dan dokumentasi.

Theodolite survey dilakukan dengan pengikatan objek dengan Candi induk, dengan menggunakan teodholite, pengukuran ini dilakukan bersama oleh semua kelompok. Dengan mempersiapkan dan menset teodholite terlebih dahulu yang membutuhkan waktu yang lama karena jenis teodholit TO 125505 yang terbilang sulit untuk men-set jika belum terbiasa. Untuk menghemat waktu kami tidak memindahkan stasiun pengamatan, jadi hanya ada 1 stasiun pengamatan untuk melakukan penembakan di utara kedua sudut Candi dan di objek reruntuhan.

b. Survei Lansekap Sebelum melakukan kegiatan Lapangan ini jauh-jauh hari kami mencari data-data yang bisa dijadikan acuan Untuk membantu pencarian situs dan mempelajari wilayah di sekutar Bukit Batur Agung, Untuk itu kami memanfaatkan Google Earth sebagai sarana untuk membantu dalam pemahaman wilayah serta jalan-jalan di sekitar bukit Batur Agung, karena situs arkrologi yang kami suvei minim sekali tanda petunjuk jalan dan informasi dari warga setempat jadi kami harus mempersiapkan untuk ini.

5

Survei lansekap dimulai dengan pemilihan lokasi untuk ploting menggunakan GPS. Survei ini dilakukan oleh 2 kelompok dengan menggunakan 1 GPS sebagai pemandu . Lokasi dipilih berdasar keputusan kelompok masing-masing. Dengan mencari route tempat yang akan dituju dengan melihat peta situs yang telah di beri oleh dosen menjadi tolak ukur dalam pencarian situs di sekitar bukit Batur Agung lalu jika sudah mendekati objek yang akan kami amati untuk mempermudah pencarian kami bertanya kepada warga yang tinggal di sekitar situs . Setelah lokasi situs ditemukan, lalu menganalisis kondisi lansekap dan kondisi situs yang disurvei. Ploting lokasi dengan GPS kemudian dilanjutkan dengan pengisian check-list yang sudah dibagikan. Dan catat beberapa kenampakan dan data yang penting dari situs tersebut dan catat sebagai bahan pendukung laporan ini. Dalam hal ini kerjasama tim sangat diperlukan dalam pencarian situs ini Karena Lokasi situs yang kami kunjungi tidak ada petunjuk arah dan umumnya warga juga kurang tahu tentang keberadaan lokasi situs tersebut hanya beberapa warga saja yang mengetahui tentang keberadaan situs tersebut. Dan untuk mempermudah pencarian ada pembagian tugas sebagai petunjuk arah, penanya lokasi situs, dan bagian pencatat serta analisis situs. Lokasi yang menjadi objek survey antara lain : Arca Ganesha Dawangsari, Situs Candi Miri, dan Situs Gatak (yang terdiri dari makam, sumur gajah, yoni)

c. Survei Etnoarkeologi dan CRM Setelah survei lanskap selesai, kemudian dilanjutkan survei etnoarkeologi dan CRM. Survei ini dilakukan berdasar kesepakatan bersama untuk mencari objek wawancara. Survei yang kami lakukan mengangkat tema: Indikasi adanya Pemukiman Kuno di Sekitar Candi Sojiwan. Dalam hal ini kami mencari objek wawancara, sebagai berikut, 1. Kepala Dusun, Bapak Yono 2. Tokoh Masyarakat, Ny. Sontowirono 3. Pemilik Belik, Bapak Warsino Dengan pertanyaan pertanyaan dasar yang disusun berdasarkan tema yang dibuat. Sebisa mungkin dalam melontarkan pertanyaan dan mengucapkan pertanyaan tidak seperti menginterogasi lawan bicara, tetapi dengan cara pendekatanpendekatan pertanyaan yang tidak secara langsung menjurus ke pokok pertanyaan. Pertanyaan sebisa mungkin dikemas dalam perbincangan yang hangat. Untuk itu kelompok kami membagi tugas ada tugas untuk

6

bagian wawancara dan bagian untuk mencatat poin-poin yang kami anggap penting untuk data laporan kami.

D. HASIL SURVEI a. Survei Etnografi/CRM Candi Sojiwan merupakan salah satu monumen dari Dinasti Mataram Kuno abad VIII-X yang ada di kawasan Prambanan. Candi ini didirikan sebagai persembahan bagi nini haji rakryan sanjiwana yang beragama Budha dari Raja Balitung. Candi Sojiwan juga

merupakan salah satu bangunan yang menyumbang nilai penting bagi sebuah kawasan yaitu kawasan Prambanan. Selain itu di Candi Sojiwan khususnya pada reliefnya memuat ajaran moral ajaran agama Budha dalam bentuk fabel (Cerita Binatang). Sampai saat ini cerita binatang yang membuat ajaran moral ini masih sangat relevan dengan dunia masa kini. Pesan masa lalu melalui cerita binatang ini dapat dijadikan pelajaran moral bagi generasi sekarang untuk kehidupan yang lebih baik. Pesan-pesan ini perlu tetap ada dan dipelihara. Tindakan pelestarian yang diperlukan pada candi Sojiwan ini selain kegiatan pemugaran candi utama ialah mengamankan areal yang berada di dalam parit candi ini. Tanah-tanah yang masih dimiliki penduduk dan termasuk perlu dibebaskan. Tindakan pelestarian sebuah monumen bukan hanya melestarikannya secara fisiknya saja. Setting sebuah bangunan candi perlu dipertahankan. Candi Sojiwan yang berada di tengahtengan areal persawahan merupakan suatu kesatuan. Setting areal persawahan ini perlu dipertahankan menimbang bahwa Candi Sojiwan masa lalu merupakan tanah perdikan yang membutuhkan dukungan dari daerah sekitarnya khususnya dalam penyediaan kebutuhan pangan. Langkah pelestarian setting/saujana budaya di candi Sojiwan ini antara lain mempertahankan keberadaan sawah, pengaturan ketinggian dan bentuk bangunan pemukiman penduduk. Selain itu, untuk pemanfaatan candi Sojiwan sebagai objek pariwisata akan memerlukan beberapa fasilitas seperti lahan parkir, pintu masuk pengunjung, pos tiketing, dan lain-lain. Hal ini membutuhkan ruang yang cukup luas dan steril dari keberadaan komponen bangunan candi. Masyarakat banyak yang berpendapat bahwa Candi yang kita kenal dengan nama Candi Sojiwan ini, bukanlah Candi Sojiwan melainkan Candi Kalongan, padahal Candi Kalongan atau Situs Kalongan merupakan beberapa pagar rumah warga yang menggunakan batu candi, hampir di sekeliling dusun ini pagar rumahnya menggunakan batu candi, itu dikarenakan jaman dahulu kala di tempat ini terdapat sebuah candi yang dikarnakan telah rusak parah,7

oleh penguasa di daerah ini saat itu banyak batu candi yang sengaja di sebar di beberapa tempat agar tidak menumpuk berserakan. Situs ini sendiri sangat berdekatan dengan Candi Sojiwan, walau demikian nasibnya tak semujur Candi Sojiwan yang berdiri tegak hingga saat ini. Bahkan pemugaran masih terus berjalan di candi Budha tersebut (Candi Sojiwan).

b. Survei Lansekap Ada beberapa tempat yang menjadi objek survey, dan setiap tempat memiliki Topografi yang berbeda- beda, Berikut Hasil dari Survei di tiga tempat ( situs arca Ganesha, Candi Miri, Situs Gatak) y :

ARCA GANESHA

Arca Ganesha ini terletak di selatan Candi Sojiwan tepatnya di daerah administratif di dusun Dawangsari, desa Sumberwatu Sleman, Klaten yang berjarak sekitar 3 km ke arah 170 dari candi Sojiwan ( arah didapat dengan bidikan kompas). Dengan GPS akurasi 15,4 m didapat koordinat tempat tersebut, UTM 49m 444532 E, 9141117 S dengan ketinggian absolute 223,7 mdpal, dengan kondisi medan yang menanjak dan jalan yang dilewati masih berupa tanah dan bebatuan. Letak arca Ganesha ini 100 m arah selatan di atas situs situs yang lainnya yang

Sumberwatu, Arca Ganesha ini tidak jauh tempatnya dengan situs

ada di bukit Batur Agung, seperti Komplek Kraton Ratu Boko, Candi Miri, Candi Barong, Situs Dawangsari yang rata-rata ada di bukit batur agung tersebut. Dengan menuruni jalan

setapak yang ada di utara jalan desa bisa dijumpai bentukan lahan yang miring di lereng dan disekitar arca Ganesha tersebut sudah dibuat seperti terasering yang memanjang mempunyai lebar ke utara sekitar 4 m yang berjumlah kurang lebih 3 buah terasering yang terlihat. Dari Arca Ganesha ini dapat dilihat Candi Sojiwan dan Candi Prambanan Arca Ganesha ini terletak di terasering yang ketiga paling bawah, di teras pertama paling atas banyak ditemui batu breksi andesit basaltis berwarna abu tua yang berukuran besar di tebing - tebing bawah jalan , lalu di sekitarnya terdapat bongkahan bongkahan batu

yang berukuran tidak terlalu besar. Di setiap terasering dibatasi oleh bebatuan yang disusun sebagai pembatas antar tingkat satu dengan tingkat yang dibawahnya tetapi belum bisa ditentukan apakah ini bentukan masa sekarang atau bentukan yang berhubungan dengan archa ganesha itu.

8

Kondisi dari arca Ganesha ini sangat memprihatinkan dan tidak terawat, untuk bisa menemukan situs ini harus melewati ladang warga berupa singkong, talas, lalu semak

belukar yang tidak terawat. Tempat ini sekitar 100 m dari jalan setapak dengan dipagari kawat berduri yang mempunyai ukuran sekitar 4mx4m dan ukuran arca Ganesha ini

tergolong besar dengan posisi duduk bersila dan berorientasi ke arah Barat berukuran sekitar 1,5mx1,5m dengan tinggi yang sekitar 3m, bentuk arca ini sudah tidak berbentuk seperti Archa Ganesha lagi, dimungkinkan karena banyak bagian yang aus atau memang arca ini belum terselesaikan, karena yang terlihat jelas hanya bagian bawahnya saja yaitu kaki dengan posisi bersila, sedangkan bentuk tangan, kepala dan badan sudah tidak terlalu nampak. Di bagian bawah arca Ganesha ini terdapat batu besar berbentuk persegi panjang yang tidak rata. Disekitar arca ini mempunyai tanah yang bisa dibilang cukup subur karena tanaman ladang yang tumbuh subur dan mempunyai kelembapan tanah dan udara yang cukup tinggi karena tempat tersebut cukup rimbun. ( denah lokasi, foto, dan checklist terlampir)

y

SITUS GATAK

Situs Gatak secara administrative terletak di terletak di Dusun Gatak, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, D.I. Yogyakarta., situs gatak ini terletak di arah barat laut dari Candi Sojiwan, jaraknya relative dekat sekitar 1 km. Situs Gatak ini sudah

berasosiasi dengan pemukiman penduduk sekarang jadi untuk menemukan situs ini sedikit mudah jika bertanya kepada warga sekitar tentang petilasan petilasan sejarah. Situs gatak

terdiri dari beberapa artefak yang tersebar dibeberapa titik yang terpisah. Situs yang pertama dikunjungi adalah situs berbentuk sumur, yang menurut warga nama sumur ini adalah sumur Gadjah yang keberadaannya di belakang Masjid . . . . tepatnya di selatan masjid tersebut , dengan GPS akurasi 8 m didapat koordinat 49m 044382 E 9141786 S dengan ketinggian 181,2 mdpal. Sumur ini berdiameter sumur ini lebih besar dari sumur lumut sumur biasa yaitu 1,5 m. Kondisi di sumur sudah ditumbuhi berbagai macam

lumut dan sudah termodifikasi di bagian luarnya dengan semen. Sumur ini masih

dimanfaatkan warga untuk sumber air untuk umum. Selanjutnya dengan berjalan melewati rumah-rumah warga ke arah tenggara dari situs Sumur Gadjah ini berjarak sekitar 200m ada sebuah pemakaman yang beberapa makam tersebut menggunakan susunan Batu Candi, kami menyimpulkan batu tersebut batu candi9

karena bentuk makam tersebut hanya susunan batu andesit dengan menggunakan GPS akurasi 8 m didapat koordinat 49m 0443900 E 914750 S dengan ketinggian 164,6 mdpal. Pemakaman ini merupakan pemakaman umum yang dipagar dan mempunyai ukuran yang cukup besar dengan memanjang ke utara 40 m dan melebar ke timur 35 m. di bagian

selatan makam ini berbatasan dengan sawah, sedangkan di bagian utara, timur, dan barat makam ini berbatasan dengan jalan dan pemukiman penduduk. Lalu selanjutnya di Situs batu Yoni Gatak terletak di sebelah utara situs sumur Gadjah berjarak sekitar 150 m. situs ini terletak di belakang menara / tower di sebelah kanan jalan jika dari selatan. Jika menggunakan GPS dengan akurasi 17 m maka ditemukan koordinat tempat itu yaitu 49 m 0443761 E 9142050 S pada ketinggian 165 mdpal. Kondisi situs ini terletak di pekarangan milik warga setempat yang luas, menurut keterangan dari warga jumlah Yoni yang ada di tempat itu sebenarnya ada tiga tetapi satu batu Yoni diambil oleh BP3 Jawa Tengah, jadi yang terdapat pada tempat itu hanya berjumlah 2 saja dan tempatnya berseberangan ada di utara dan Selatan pekarangan warga tersebut, kondisinya pun tidak terawat karena pada saat survey Batu Yoni tersebut digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sampah pecahan-pecahan piring. ( denah lokasi, foto, dan checklist terlampir)

y

CANDI MIRI

Candi Miri secara administrasi terletak di Dusun Nguwot, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta. Dengan GPS akurasi 11,3 m maka diketahui koordinat tempat ini yaitu 49m 0445719 E 9140894 S dengan ketinggian 314, 4 mdpal. Jika ditempuh dari Situs Arca Ganesha tadi tempat ini cukup dekat, 2km kearah timur laut dengan mengikuti jalan desa yang sudah lumayan bagus untuk perjalanan menggunakan motor maupun mobil. Saat perjalanan akan melewati tebing dimana dari tebing tersebut bisa terlihat Kompleks Candi Prambanan dan sekitarnya. Berjalan lagi kea rah timur lalu sampai jalan buntu dimana harus berjalan kaki untuk sampai ke Situs Candi Miri, dengan kondisi jalan yang menanjak dan licin ( karena jalan terdiri dari batuan tuffaan putih ), setelah melewati tanjakan, berjalan melewati tanah berumput dengan asosiasi batuan breksi andesit basaltis yang besar, dan batu andesit ini dimanfaatkan warga sekitar untuk menanam padi gogo dengan petakan petakan yang kecil sekitar 2m x 2m.

10

Saat perjalanan menuju Candi Miri di sekitar padi gogo tadi ada sebuah lempengan batu berbentuk setengah lingkaran dengan sebuah lubang kotah di tengah lempeng tersebut, letak lempengan batu tersebut miring dan sisa dari setengah lempengan itu digunakan warga untuk membuat tempat padi gogo. Menempuh perjalanan menanjak dan berkelok 1 km dengan kondisi jalan

kelok, akhirnya sampai di candi Miri, yang dalam perjalanan tadi

melewati 3 teras untuk bisa sampai ke halaman utama candi, Kondisi dari Situs ini sangat rusak dan tidak beraturan, tidak Jelas arah orientasi Candi ini karena bentuk bangunan utama Candi sudah tidak bisa dilihat lagi sepertinya jika dilihat dari teras tadi Candi ini berorientasi kearah Barat, di sebelah Selatan Candi ini terdapat 2 buah Yoni dan 1 Yoni Kecil yang kondisinya sudah rusak, nampaknya di pindahkan oleh warga untuk kepentingan penanaman ladang tanaman kacang, dan di teras-teras di bawah Candi juga digunakan Warga untuk ladang. jika dilihat tempat Candi Miri ini jauh dari Pemukiman karena Letaknya yang berada di Puncak Bukit. ( denah lokasi, foto, dan checklist terlampir) c. Perekaman reruntuhan Lokasi reruntuhan ini berada di sebelah utara Candi Sojiwan. Reruntuhan ini merupakan reruntuhan bekas candi perwara. Reruntuhan ini membentuk 2 sisi ke arah selatan dan ke timur. Perekaman reruntuhan ini digambar tampak atas dan tampak melintang dengan media milimeter blok dengan skala 1:30 (lihat lampiran). Reruntuhan ini juga diukur dengan metode theodolit survey yaitu untuk mengetahui ketinggian reruntuhan yang diukur dengan keberadaan candi utama tepatnya Candi Sojiwan. Teodolit ini merupakan theodolit jenis TO-125505. Pengukuran ini menggunakan teodolit yang telah diatur dengan ketinggian 108 cm. Dari perhitungan ini dapat diperoleh dari data sebagai berikut: Jumlah titik: 4 titik (2 pada candi, 2 pada reruntuhan) Hasil pengukuran titik pertama: 1. Batas atas: 48 cm 2. Batas tengah: 40cm 3. Batas bawah: 29 cm 4. Lereng: 9115 5. Azimut: 1642811

6. Beda tinggi: 68 cm 7. Ketinggian: 150 mdpal 8. Jarak miring: 18,8 meter 9. Jarak datar: 800 cm Hasil pengukuran titik kedua 1. Batas atas: 51 cm 2. Batas tengah: 40 cm 3. Batas bawah: 28 cm 4. Lereng: 9050 5. Azimut: 10811 6. Beda tinggi: 68 cm 7. Ketinggian: 150 mdpal 8. Jarak miring: 22,6 meter 9. Jarak datar: 1100 cm Hasil pengukuran titik ketiga 1. Batas atas: 76 cm 2. Batas tengah: 63 cm 3. Batas bawah: 50 cm 4. Lereng: 9053 5. Azimut: 3758 6. Beda tinggi: 45 cm 7. Ketinggian: 150 mdpal 8. Jarak miring: 25,3 meter 9. Jarak datar: 1300 cm Hasil pengukuran titik keempat 1. Batas atas: 56 cm 2. Batas tengah: 43 cm 3. Batas bawah: 30 cm 4. Lereng: 9120 5. Azimut: 3641 6. Beda tinggi: 65 cm12

7. Ketinggian: 150 mdpal 8. Jarak miring: 12,7 meter 9. Jarak datar: 1300 cm

BAB III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS Perekaman reruntuhan Reruntuhan yang menjadi objek penggambaran mengindikasikan sebagai Candi Perwara. Secara fisik kondisi reruntuhan ini sulit untuk digambar, karena hanya tumpukan batu yang sudah tidak terbentuk lagi . Karena belum selesai di ekskavasi jadi di bawah tumpukan batu ini yang terlihat hanya sebuah kelurusan bentukan bangunan yang masih belum bisa dianalisis lebih jauh lagi hanya dapat menduga bahwa reruntuhan ini adalah sebuah perwara dari Candi Sojiwan. Lansekap Secara topografi situs yang menjadi stasiun pengamatan ada di topografi yang berbeda beda. Candi Miri yang terletak di puncak bukit sebelah timur Bukit Batur Agung, Arca Ganesha terletak di Lereng sebelah Utara Bukit Batur Agung dan Situs Gatak yang berada di sebelah utara bukit Batur Agung. Apa maksud dari Perbedaan penempatan situs ini Karena setiap situs juga memiliki peninggalan yang berbeda beda, dan Situs yang bisa melihat ke semua jajaran Candi di sekitar Candi Prambanan hanya Arca Ganesha, Sedangkan Candi Miri walau letaknya di atas bukit tetapi situs ini tidak bisa melihat ke penjuru utara situs karena kondisi situs sekarang yang banyak dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang dan tinggi sehingga menyulitkan pandangan Etnografi Kondisi Candi Sojiwan yang saat ini dalam keadaan runtuh dan masih menjalani proses pemugaran, merupakan hal yang perlu diperhatikan. Peristiwa penjarahan batu-batu candi13

dapat terlihat dengan kondisi batu-batu candi yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk pagar, pondasi rumah dan sebagainya. Batu-batu ini terbesar di daerah-daerah sekitar Candi Sojiwan. Peristiwa hilangnya batu candi dianggap hal biasa, bahkan hilangnya batu Candi Kalongan hingga tak bersisa dapat terjadi. Runtuhnya Candi ini dimungkinkan karena adanya gempa bumi di daerah Istimewa Yogyakarta pada Mei 2006. Tetapi hal ini juga mungkin terjadi akibat adanya gempa-gempa sebelumnya yang membuat Candi ini runtuh. Hal ini didasarkan pada penemuan Candi Sojiwan dalam keadaan runtuh pada masa Belanda. Keruntuhan inilah yang dimungkinakan sebagai media Belanda membangun perkebunan tebu di daearah sekitarnya. Hal ini terlihat dengan adanya Candi Sojiwan yang terletak di tengah areal persawahan dan pemukiman. Belanda sebagai negara kincir angin pasti sangat mengerti tanah-tanah yang subur yang dapat ia gunakan sebagai wahana pengembangan usaha eksploitasi sumberdaya di Indonesia. Diantaranya di sekitar bangunan candi. Hal ini dikerenakan pembangunan candi pasti berada pada derah yang subur, kaya sumber air dan dekat dengan sarana dan prasarana hidup. Peristiwa penjarahan dimungkinkan terjadi pada masa Jepang. Hal ini dikarenakan Jepang benar-benar mengeksploitasi sumberdaya di Indonesia tanpa memberi imbalan. Kondisi semacam ini telah terjadi pada beberapa situs. Pada masa masukknya Belanda dikawasan Candi Sojiwan ini berkembang pula bangunan-bangunan rumah yang berpengaruh budaya barat. Kasus di pemukiman Candi Sojiwan ini bercampur-campur. Pada awalnya banyak anggapan tentang adanya pemukiman masa hindu-budha. Tetapi bukti yang saat ini ditemukan di daerah sekitar situs tentang adanya penduduk usia 80-90 tahun, adanya rumah joglo dan kampung yang mendapat pengaruh Belanda, sistem pembangian tanah, adanya persebaran sumur-sumur kuno dan sistem kekerabatan yang terjalin antara penduduk daerah tersebut bukti akan adanya suatu pemukiman. Pemukiman ini tidak semasa dengan keberadaan candi. Hal ini disebabkan karena pemukiman ini lebih bercirikan bangunan kolonial. Adanya pemukiman ini tentu akan berhubungan dengan penduduk. Penduduk asli di sekitar Candi Sojiwan adalah penduduk yang saat ini tetap bertahan sebagai petani. Mereka telah mengenal pertanian sejak lama, sedangkan penduduk baru merupakan penduduk yang bekerja rata-rata PNS dan meraka bermigrasi akibat gempa Mei 2006. Akibat adanya gempa yang terjadi di derah ini, maka penjaga candi atau juru pemelihara candi juga pergi. Padahal juru pemelihara ini adalah sumber yang mampu menguak sejarah14

candi dan pemukiman di sekitarnya. Memang pada dasarnya keruntuhan candi ini memutus sumber informasi dan segala kelancaran kegiatan manusia subjek pengelolanya. Hal ini ditunjukkan dengan hilangnya para pengguna dan penjaga Candi Sojiwan, tertutupnya pemukiman kuno dan hilangnya batu-batu candi.

B. PEMBAHASAN y PEREKAMAN RERUNTUHAN

Reruntuhan yang menjadi objek survey terletak di arah 35 dari sudut kanan Candi sebelah utara, mempunyai bentuk yang tidak utuh dan sulit diidentifikasi, bentuk dari setiap batu satu dengan yang lain pun tidak mengidentifikasikan sebuah satu keutuhan yang terlihat hanya segerombol batu yang ditumpuk dan di tata di satu tempat membentuk huruf L dan di tengah-tengah batu tersebut terdapat tumpukan batu berbentuk lonjong dan tidak teratur y SURVEI LANSEKAP Perbedaan Letak dan perbedaan ketinggian / topografi wilayah ini

mengidentifikasikan perbedaan fungsi dan kegunaan dari benda arkeologis di masing-masing tempat, masing masing hasil survey lansekap akan dibahas ARCA GANESHA Secara Topografi letak dari Arca Ganesha ini berada di lereng Bukit Utara Bukit Batur Agung, karena selama ini Ganesha dilambangkan sebagai ilmu pengetahuan apakah ada maksud dari pemilihan arca Ganesha yang besar ini di lereng bukit ini. Mungkin dahulu tempat ini digunakan seorang Begawan atau cendikiawan kerajaan untuk mencari ilmu, karena dari tempat ini bisa mengetahui keseluruhan permukaan bagian utara, sehingga tempat ini dijadikan semacam padepokan untuk belajar menimba ilmu, tepat di bawah situs ini adalah situs Sumberwatu yang menurut Literatur dan beberapa Narasumber di Sumberwatu adalah situs berupa sumur, di buku Pusaka Aksara Yogyakarta dijelaskan bahwa di situs Sumberwatu tersebut terdapat Prasasti berhurufkan China, kemungkinan di arca Ganesha sampai situs Sumberwatu ini adalah tempat padepokan yang besar. :

15

CANDI MIRI Candi Miri secara Topografi terletak di atas bukit Batur Agung sebelah Timur Laut, arah hadap situs ini tidak terlalu jelas karena kondisinya yang sudah rusak maka menyulitkan untuk dianalisis lebih lanjut, kemungkinan Candi ini tempat yang Suci karena letaknya di atas bukit dan disana terdapat 3 buah Yoni yang berbeda ukuran, Apa ini hanya Candi perwara saja, atau ini Candi induk karena di Sebelah timur Situs ini terdapat semacam gundukan bukit kecil yang lebih tinggi lagi dan di bukit yang tertinggi terdapat menara tower yang berdiri, menurut analisa saya Candi ini hanyalah Candi perwaranya saja karena biasanya Candi Hindu mempunyai beberapa Candi Perwara. SITUS GATAK Situs Gatak terdiri dari beberapa objek, antara lain Sumur Gadjah, Batu-batu candi yang digunakan sebagai makam lalu yang terakhir adalah 2 buah Yoni yang berada di pekarangan warga. Topografi tempat ini bisa dibilang terletak di dataran rendah. Tempat situs ini tersebar bagian utara dan selatan serta di tengah-tengah situs Gatak, dari persebaran peletakan artefak ini sulit untuk menganalis keterkaitan antar temuan arkeologis di tempat ini dan tentang kondisi lansekap asli dari alam tersebut karena banyak sekali perubahan yang terjadi, sekarang tempat tersebut sudah dimanfaatkan warga untuk bermukim. Tetapi kami dapat menyimpulkan dari Letak situs yang berada di bawah dan terdapat Yoni serta Sumur besar mungkin dapat disimpulkan bahwa dulu pernah berdiri sebuah Candi Hindu yang dekat dengan pemukiman penduduk ( dilihat dari sumur besar ) yang dimanfaatkan warga sebagai Sumber Mata Air.

y

SURVEI ETNOGRAFI

Candi Sojiwan ditemukan oleh para penjelajah Barat pada tahun 1813 oleh Kolonel Colin Mackenzie, seorang anak buah Raffles. Saat itu dia sedang meneliti peninggalanpeninggalan kuno di sekitar daerah Prambanan, menemukan kembali sisa-sisa tembok yang mengelilingi candi ini. Sebuah ciri khas candi ini ialah adanya sekitar 20 relief di kaki candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Dari 20 relief ini, tinggal 19 relief yang sekarang masih ada. Candi ini di duga merupakan salah satu monumen dari Dinasti Mataram Kuno abad VIII-X yang ada di kawasan Prambanan. Candi ini didirikan sebagai persembahan bagi nini haji rakryan sanjiwana yang beragama Budha dari Raja16

Balitung. Candi Sojiwan juga merupakan salah satu bangunan yang menyumbang nilai penting bagi sebuah kawasan yaitu kawasan Prambanan. Secara administratif, Candi Sojiwan terletak di Dusun Sojiwan, Kebon Dalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, kurang lebih dua kilometer ke arah selatan dari Candi Rara Jonggrang. Menurut Kepala Dusun Sojiwan, Bapak Yono, jumlah populasi daerah Sojiwan sampai saat ini (15 Mei 2011) terus meningkat. Mata pencaharian mereka mayoritas petani, petani penggarap/buruh, pedagang dan minoritas Pegawai Negeri Sipil/PNS. Para petani kebanyakan adalah orang asli dari daerah ini, sedangkan PNS kebanyakan adalah orangorang pendatang yang didominasi warga pasca-gempa 2006. Hal itu juga berdampak

hilangnya atau tertutupnya bekas-bekas parit kuno, belik dan reruntuhan batu candi. Berdasarkan penelitian dari Balai Arkeologi dan Dinas Purbakala daerah Sojiwan terletak di daerah lereng perbukitan sepanjang kompleks Candi boko di bagian selatannya yang memiliki ketinggian 146-150 m dpal. Ditinjau dari kondisi saat ini Candi Sojiwan memiliki ciri-ciri unik dengan topografinya yang terletak di tengah areal persawahan. Menurut Bapak Yono, Kepala dusun Sojiwan, tanah yang digunakan untuk areal persawahan dan pemukiman saat ini dulunya merupakan tanah pemerintah tetapi saat ini telah bersertifikat, sedangkan tanah yang areal bangunan Candi Sojiwan tetap merupakan tanah pemerintah. Menurut beberapa prasasti yang sekarang disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta, candi Sojiwan kurang lebih dibangun antara tahun 842 dan 850 Masehi. Candi ini dibangun kurang lebih pada saat yang sama dengan Candi Plaosan. Hal ini yang menyebabkan pemukiman yang hampir sama di Candi Sojiwan baik dari bentuk dan tata bangunannya. Suatu pemukiman dapat tumbuh dimana saja asalkan daerah tersebut memiliki potensi yang dapat digunakan untuk memenuhi kehidupan masyarakatnya. Hal itu dapat dilihat dengan adanya pemukiman di daerah candi (contohnya Candi Sojiwan). Hal ini dimungkinkan kondisi tanah yang subur, kaya akan sumber air (contohnya sungai) dan adanya unsur spiritual dari keberadaan candi itu sendiri. Kemungkinan besar yang dapat kita lihat adalah adanya pertumbuhan pemukiman karena adanya keterkaitan dengan candi. Misalnya penjaga candi.

17

Dalam Kitab Manasana-Cilpacastra tentang aturan pembangunan kuil di India, di sana disebutkan bahwa sebelum pembangunan kuil (candi di Indonesia) didirikan arsitek baik pendeta/stapaka dan perencananya/stapati harus menilai kondisi dan kemampuan lahan tempat bangunan suci tersebut (dikutip dari Masyihudi dalam Berkala Arkeologi Th. XXV: 110-119). Kondisi inilah yang pada dasarnya menimbulkan berdirinya pemukiman di sekitar candi. Menurut Masyihudi dalam Berkala Arkeologi Th. XXV: 110-119, dalam kitab ini dikatakan bahwa lahan di sekitar kuil lebih penting dari bangunan sucinya. Di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta kebanyakan pemukiman terletak di kawasan sekitar situs percandian, misalnya di Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Ratu Boko dan Candi Sojiwan ini. Hal yang menarik, pemukiman-pemukiman semacam ini tidak ditemukan di candi yang terletak pada daerah tinggi/pegunungan, misalnya Candi Gedongsongo. Hal ini mungkin karena sulitnya mencari kebutuhan pokok semacam kebutuhan dalam penghidupan, sumber air dan interaksi dengan dunia luar. Pemukiman di sekitar Candi Sojiwan kemungkinan pemukiman tua, hal itu dapat dilihat dari: 1. 2. Adanya penduduk yang berumur 80-90 tahun. Rumah-rumah penduduk rata-rata rumah tradisional, jenis bangunannya berupa rumah joglo dan rumah kampung. 3. Rumah raja dari Keraton Solo, sekrang menjadi Wisma Keluarga Santowiroso (Canggah dari abdi dalemnya). 4. Arah hadap rumah rata-rata ke selatan, kalau pun ada yang menghadap ke lain arah mungkin menyesuaikan dengan kondisi jalan saat ini. 5. Kebanyakan penduduk di daerah sini rata-rata masih ada hubungan kekerabatan. 6. Adanya bekas-bekas pemukiman yang masih dimanfaatkan masyarakat saat ini, seperti sumur tua, batu-batu candi, bekas-bekas kanal dan Belik. Banyak bukti Arkeologis yang menyatakan bahwa areal kompleks Candi Sojiwan sangat luas meliputi areal persawahan dan pemukiman warga Sojiwan. Hal itu dapat ditunjukkan dengan adanya batu-batu candi yang tersebar dan sumur-sumur tua sebagai bukti adanya pemukiman warga saat itu. Berdasar prasasti yang disimpan di Jakarta saat ini dan mengungkapkan bahwa Candi Sojiwan semasa dengan Candi Plaosan. Hal ini dapat dilihat18

bahwa adanya keterkaitan tata bangunan pada masa itu. Menurut Ny.Sontowiroso, ada keterkaitan antara pemukiman di Candi Sojiwan dan Candi Plaosan terutama bangunannya. Hal ini dapat dimungkinkan karena penjajahan Belanda yang menerapkan pembangunanpembangunan di kawasan-kawasan tertentu guna kelancaran programnya di Indonesia. Candi Sojiwan yang ditemukan oleh dan pada masa Belanda sangat mendukung pemukiman yang ada di daerah-daerah tertentu. Belanda mendirikan bangunan-bangunan itu pada kawasan yang subur. Daerah Sojiwan ini merupakan kawasan yang subur, terutama keberadaan candi yang merupakan bukti bahwa daerah itu subur. Belanda saat itu akhirnya menggunakan kawasan ini untuk perkebunan tebu dengan pabriknya bernama Pabrik Gula Gondang Baru Klaten. Hal ini tidak begitu saja dilakukan, karena kawasan ini merupakan daerah Kadipaten Mangkunegaran Solo. Pusat dari Kadipaten ini ada di Solo, tetapi rumah ratunya sebenarnya ada di dekat Candi Sojiwan ini tepatnya tempat yang saat ini digunakan sebagai Wisma Keluarga Sontowiroso. Menurut Ny.Sontowirono, menantu canggah seorang abdi dalem ratu Solo saat tinggal di desa Sojiwan, batu-batu yang saat ini menjadi pagar yang mengelilingi pekarangan rumahnya sudah ada sejak orang tuanya dan neneknya belum dilahirkan, jadi kemungkinan batu-batu pagar yang diperkirakan sebagai reruntuhan batu candi (secara Arkeologis) itu dianggap belum terlalu benar, karena belum ada bukti yang lebih kompleks. Bahkan menurut dia, sumur-sumur yang ada di pekarangannya yang dulu sempat dikeramatkan sudah ada sebelum dia tinggal di daerah tersebut sumur-sumur itu sudah ada. Rumah yang saat ini dia tempati sudah ada sejak dahulu dari nenek moyangnya yang diwariskan secara turuntemurun. Rumah joglo dengan bagian-bagian yang cukup unik ini memiliki makna simbolis yang belum sempat terungkap sampai saat ini. Rumah ini terletak atas 4 bagian, dari yang paling depan disebut Regi, tempat memelihara anjing. Kemudian bagian tengah disebut pendapa, dengan 4 tiang yang dalam istilah jawa disebut saka guru karena memiliki bagian yang menyerupai komponen penting seperti rumah joglo. Pada bagian belakang disebut Genuk, kamar tidur/patangaring dan penyimpan segala macam harta benda. Di samping kiri bagian ini terdapat dapur yang letaknya menjorok lebih ke belakang. Rumah ini biasanya berpagar batu setinggi 3 m dengan kondisi di dekat sungai atau parit. Rumah ini juga memiliki 2 sumur dan tempat mandi yang jauh di bagian belakang rumah dan di depan rumah. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, sumur-sumur tua yang besar dan berhias batu andesit menyerupai batu candi dengan penimba dari bambu atau lebih dikenal dengan

19

sebutan senggot ini dianggap keramat, suci dan selalu dihormati dengan cara melepas topi kebesaran dan alas kaki sebelum masuk. Menurut Bapak Yono, Kepala Dusun Sojiwan sumursumur semacam ini hanya terdapat beberapa tempat saja. Hal ini di karenakan pada awalnya pemukiman di daerah ini masih jarang. Sedangkan menurut Ny. Sontowirono sumur-sumur itu sebenarnya tidak hanya beberapa saja tapi tersebar di beberapa tempat. Meski begitu kondisinya sudah beralih fungsi, misalnya sumur menjadi berdinding dan dinding rumah yang dahulu dari bata merah dengan semen dari gamping. Kompleks daerah Sojiwan ini sebenarnya dulu dipenuhi pohon-pohon bambu tetapi saat ini sudah berubah menjadi areal persawahan dan pemukiman warga. Sebuah hal yang dianggap tragis yaitu penggunaan batu-batu candi untuk bangunanbangunan rumah terutama sebagai pondasi rumah warga dan batu-batu nisan dalam pemakaman. Sepengetahuan masyarakat makam di daerah tersebut sudah tertata rapi sejak nenek moyang mereka tinggal di daerah tersebut. Kebudayaan pemakaman tersusun dan tertata ini dan kebudayaan kesenian semacam seni padhalangan juga telah berkembang cukup lama di daerah ini. Melihat kenyataan religi dari masyarakat sekitar Candi Sojiwan yang didominasi oleh agama islam, diimbangi minoritas agama katolik, hal itu meninbulkan ulasan yang bertolak belakang dengan adanya fungsi candi yang digunakan sebagai pemujaan. Berdasarkan masyarakat, candi ini digunakan hanya oleh segelintir pendeta-pendeta saja. Menurut Bapak Yono, konon candi ini memiliki juru pemelihara dari golongan tokoh masyarakat/ketua suku. Karena tidak adanya perhatian dari masyarakat, dan juru pemelihara sudah tidak diketahui keberadaannya sejak candi ini runtuh, saat ini candi dipelihara oleh pihak pemerintah daerah baik RT maupun RW, Kadus dan pemerintah lainnya di bawah perlindungan pihak Balai pengelola peninggalan purbakala/BP3. Menurut Ny. Sontowirono, dulu ada peneliti dari Jerman yang mengganggap bahwa Candi Sojiwan yang saat ini merupakan Candi Kalongan, sedangkan Candi Kalongan yang tinggal toponim, dianggap sebagai Candi Sojiwan. Sebuah hal yang harus dikaji kembali. Candi Sojiwan yang saat ini telah menjadi pusat pariwisata Arkeologis dan berbagai bahan penelitian ini patut mendapat perhatian lebih. Peristiwa gempa tahun 2006 telah memporakporandakan candi ini. Candi ini merupakan sumber historis bagi masyarakat di sekitar ataupun di luar Candi Sojiwan. Dalam hal ini sudah banyak peneliti dari Australia, kanada dan Belanda. Mereka mencoba mengungkap histori tentang keunikan Candi Sojiwan ini.20

Candi Sojiwan merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat saat itu memiliki rasa toleransi yang sangat kuat. Bayangkan saja Candi Sojiwan yang terletak di sekitar candicandi dan situs-situs beragama Hindu, sebuah hal yang mustahil apabila masyarakat daerah tersebut tidak saling menghormati dan bertoleransi antar sesama yang berbeda agama. Berdasar bukti Arkeologis, Candi ini telah berdiri sekitar abad ke-9 pada masa Mataram Kuno, jadi wajar saja kalau pemukiman itu berkembang di daerah-daerah sakral dengan rumah-rumah warga berbentuk joglo dengan abdi-abdi dalem/pembantu saat ini dan

tatacara/unggah-ungguh tata krama yang masih kental. Candi-candi pada masa hindu-budha memang berkembang bersamaaan, tetapi berdasarkan bukti Arkeologis abad ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah Utara teridentifikasi bersifat hindu, dan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat buddha. Hal ini sebagai salah satu bukti bahwa perkembangan Hindu-Budha bergantian khususnya di Jawa perkembangannya melalui 1 Dinasti (Sanjaya)/Hindu yang menurunkan keturunan Dinasti Syailendra yang beragama budha. Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Terdapat ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani oleh raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Pola kehidupan masyarakat saat ini memang sudah jauh berbeda. Pemukiman semakin padat, pekarangan semakin sempit bahkan tatakrama sudah tidak berlaku lagi. Sebutan Mbok untuk ibu kini berganti gaya barat menjadi mamy. Dalam hal pernikahan saja syaratnya sudah berbeda seperti dulu. Menurut Ny. Sontowirono dahulu syarat pernikahan, seorang perjaka harus mampu membelikan tanah, sawah dan membangunkan rumah sebagai maskawin bagi seorang , sedangkan saat ini syaratnya hanya adanya pengantin, wali, maskawin seadanya/dalam wujud benda dan saksi. Hal semacam itu dulu sangat kental sekali berkembang dalam masyarakat sekitar Candi Sojiwan yang saat ini berkompleks di daerah Kebon Dalem/penduduk asli. Dalam hal kesehatan dahulu jarang sekali Rumah Sakit, yang ada tinggal taman berobat semacam orang yang dianggap pintar/pemuka agama atau kepala suku. Ketika masa Candi Sojiwan, belum ada sekolah sehingga struktur candi juga belum tertata. Tetapi sejak Belanda masuk ada sekolah HIS, sebuah sekolah rakyat dan hanya para bangsawan yang bisa mengikutinya. Pada masa Candi Sojiwan sumber pengairan disuplai dari belik ke sungai dan di alirkan melalui parit. Belik ini tertutup sekitar tahun 2001. Belik merupakan tempat yang disakralkan masyarakat pada waktu itu. Belik di Candi Sojiwan ini merupakan penghubung sungai yang airnya berpusat dari desa Tlaga di hulu sungai.21

Kedudukan masyarakat pada masa Belanda saat itu sangat terlihat sekali dari penghasilan dan kewenangannya. Pada masa itu terdapat beberapa stuktur pemerintahan desa yaitu dari Lurah, Carik, Bayan, Balumudin,Palulu/Kesejahteraan, RT dan RW. Saat itu lurah merupakan kedudukan tertinggi di tingkat desa, bisa dikatakan sebagai seorang kepala suku. Dia memiliki kekuasaan terbesar dalam bentuk sawah, kebijakan dan memiliki pembantupembantu bayaran di bawahhya. Pada masa kolonial kedudukan itu berubah menjadi PNS n dsudah mulai di gaji yaitu berkisar Rp.800,00, kata Ny.Sontowirono. Rata-rata mereka bekerja di daerah Banjar Simping/barat Dingan tepatnya di Pabrik Gula Klaten yang saat ini sudah tidak digunakan lagi dan setelah itu kebanyakan menjadi agen-agen bis. Jadi menurutnya, tebu-tebu itu di suplai dari Sojiwan dan diolah disana. Sedangkan pohon kelapa yang dulu juga dijadikan komoditas saat ini sudah mengalami pengurangan bahkan bisa dikatakan hampir punah di daerah sekitar Sojiwan ini. Ketika G30S/PKI berdasarkan kepala stasiun prambanan/BTI sudah punya tanah sekitar 1800-2000 m/keluarga bangsawan dan rakyat mempunyai tanah masing-masing 500 m. Jadi dalam kenyataannya masyarakat terbagi menjadi beberapa kelas yaitu, kelas I (Belanda), Kelas II (Bangsawan/Priyayi), Kelas III (Pribumi). Pada masa kedudukan Belanda inilah kemungkinan masuknya barat dalam

masyarakat sekitar Candi Sojiwan.

BAB 1V. PENUTUP A. KESIMPULAN Candi Sojiwan merupakan peninggalan candi Budha yang saat ini sedang dalam tahap rekonstruksi, candi ini runtuh akibat gempa bumi Yogyakarta tahun 2006. Berdasarkan Balai penelitian Arkeologis dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, Rekonstruksi dan penggalian Candi Sojiwan ini diperlebar ke utara karena menemukan beberapa reruntuhan bangunan yang teridentifikasi sebagai Candi Perwara, Rekonstruksi Candi menggunakan batu-batuan candi buatan, karena batu candi asli telah banyak dimanfaatkan masyarakat untuk pagar rumah dan pondasi rumah, sumur-sumur, dan lain sebagainya, hal ini terjadi dikarenakan pengetahuan masyarakat akan candi terbatas serta masuknya masyarakat baru yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Pemukiman di sekitar Candi Sojiwan juga merupakan pemukiman tua, tetapi tidak semasa dengan Candi Sojiwan. Candi Sojiwan kemungkinan hanya sebagai tempat pemujaan

22

pendeta atau masyarakat Budha dari daerah luar. Jadi kemungkinan pemukiman ini berawal dari kedatangan Belanda dan kedudukannya di daerah sekitar Sojiwan. Hal ini didukung dengan adanya bangunan-bangunan rumah tua yang bergaya seperti rumah-rumah Belanda. Sebagai contoh Wisma Keluarga Sontowiroso, bekas Rumah Raja dari Keraton Solo. Keadaan lansekap di sekitar Sojiwan membuktikan Bahwa di sekitar terdapat peninggalan Arkeologis seperti Sumur Gadjah, dan sumur sumur tua yang lainnya, kemungkinan dahulu di sekitar Sojiwan menjadi Sumber Air karena letaknya yang tidak jauh dari Kali Opak sekitar 0,5 1 km dari Kali Opak jadi daerah ini sangat mudah untuk mencari air. Sedangkan di sebelah Selatan Candi Sojiwan yang merupakan Daerah Perbukitan Batur Agung yang menjadi beberapa daerah Suvei Kami seperti Candi Miri dan Arca Ganesha kemungkinan dahulu adalah tempat Suci karena semakin tinggi tempat itu akan dekat dengan Sang pencipta. Walaupun Medan yang dilalui sulit tetapi tidak menuntut kemungkinan hal itu memang benar.

B. SARAN Saran yang dapat Kami berikan, sebaiknya ada himbauan dan diadakan penyuluhan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala atau badan-badan yang mengatur akan hal ini tentang pengetahuan akan Candi kepada masyarakat sekitar , yang dalam hal ini adalah masyarakat sekitar candi Sojiwan, dimana candi dan segala aspek tentang candi ini merupakan peninggalan yang memiliki sejarah. Namun tidak menutup juga bahwa penyuluhan akan candi dilakukan oleh orang orang yang memiliki pengetahuan akan candi dan segala aspeknya contohnya Arkeolog. Dan untuk Lingkungan di sekitar Sojiwan dan perbukitar Batur Agung sebaiknya di lakukan penelitian lebih lanjut lagi untuk kepentingan Arkeologi, dan Sejarah bangsa Indonesia. Karena Lingkungan ini banyak sekali peninggalan peninggalan dari Dinasti Mataram yang pernah Berjaya di masa lampau.

23

DAFTAR SUMBER y y Google Earth untuk pemetaan digital Masyihudi. 2005. Candi Sojiwan dan Pemugarannya. Yogyakarta: Berkala Arkeologi Th,XXV. y Wirayanti, Niken. 2005. Laporan penelitian keberadaan candi-candi di perbukitan batur agung (kajian aspek keagamaan dan sumberdaya lingkungan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada: Jurusan Arkeologi.

24