candi kalasan

23
CANDI KALASAN Oleh: Ari Nugroho Gambar. 1 Candi Kalasan Doc. id.wikipedia.org Candi Kalasan atau Candi Kalibening 1 merupakan sebuah candi yang dikategorikan sebagai candi umat Budha terdapat di desa Kalasan, kabupaten Sleman, 1 Wendores, T. Mengenal Candi-candi Nusantar. Pustaka Widyatama. ISBN 9796102366.

Upload: ary-etno

Post on 28-Jun-2015

224 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Candi Kalasan

CANDI KALASAN

Oleh: Ari Nugroho

Gambar. 1 Candi Kalasan

Doc. id.wikipedia.org

Candi Kalasan atau Candi Kalibening1 merupakan sebuah

candi yang dikategorikan sebagai candi umat Budha terdapat di

desa Kalasan, kabupaten Sleman, provinsi Yogyakarta. Candi ini

memiliki 52 stupa dan berada disisi jalan raya antara Yogyakarta

dan Solo serta sekitar 2 km dari candi Prambanan.

1 Wendores, T. Mengenal Candi-candi Nusantar. Pustaka Widyatama. ISBN 9796102366.

Page 2: Candi Kalasan

Pada awalnya hanya candi Kalasan yang ditemukan pada

kawasan situs ini, namun setelah digali lebih dalam maka

ditemukan lebih banyak lagi bangunan bangunan pendukung di

sekitar candi ini. Selain candi Kalasan dan bangunan - bangunan

pendukung lainnya ada juga tiga buah candi kecil di luar

bangunan candi utama, berbentuk stupa.

Berdasarkan prasasti Kalasan bertarikh 778 yang

ditemukan tidak jauh dari candi ini menyebutkan tentang

pendirian bangunan suci untuk menghormati Bodhisattva wanita,

Tarabhawana dan sebuah vihara untuk para pendeta. Penguasa

yang memerintah pembangunan candi ini bernama Maharaja

Tejapurnapana Panangkaran (Rakai Panangkaran) dari keluarga

Syailendra. Kemudian dengan perbandingan dari manuskrip pada

prasasti Kelurak tokoh ini dapat di identifikasikan dengan

Dharanindra atau dengan prasasti Nalanda adalah ayah dari

Samaragrawira2. Sehingga candi ini dapat menjadi bukti

kehadiran Wangsa Syailendra, penguasa Sriwijaya di Sumatera

atas Jawa.

Sejarah Candi Kalasan

Dari data yang ditemukan dalam prasasti canggal (barat

daya Magelang). Prasasti ini berangka tahun 732 M. Ditulis

dengan huruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sansekerta.

Isinya terutama adalah memperingati didirikannya sebuah lingga

(lambang siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh

raja Sanjaya. Daerah ini letaknya di sebuah pulau yang mulia,

2 Poesponegoro, M.D.; Notosusanto, N. (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuna. Jakarta: PT Balai Pustaka. ISBN 979407408X.

Page 3: Candi Kalasan

Yawadwipa, yang kaya raya akan hasil bumi, terutama padi dan

emas.

Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja sanna, yang

lama sekali memerintah dengan kebijaksanaan dan kehalusan

budi. Setelah raja sanna wafat, negaranya mengalami

perpecahan dan rakyat mengalami kebingungan karena

kehilangan perlindungan. Sanjaya anak dari Sannaha (saudara

perempuan Sanna) naik tahta. Sanjaya ahli dalam kitab suci dan

keprajuritan, ia menaklukan berbagai daerah disekitar

kerajaannya dan menciptakan ketrentraman serta kemakmuran

yang dapat dinikmati oleh rakyatnya.

Sanna dan Sanjaya terkenal pula dari cerita parahyangan,

sebuah kitab yang banyak menguraikan sejarah Pasundan.

Dalam kitab ini diceritakan, bahwa Sanna dikalahan oleh Prabu

Sora dari Galuh dan menyingkir ke Gunung Merapi. Tetapi

penggantinya, Sanjaya kemudian menaklukan Jawa Barat, dan

kemudian Jawa Timur dan Bali. Demikian pula Melayu dan Keling

(dengan raja Sang Sriwijaya) diperanginya. Dalam garis

besarnya, cerita ini sesuai juga dengan prasasti Canggal.

Mendirikan sebuah Lingga secara khusus adalah lambang

mendirikan suatu kerajaan. Bahwa Sanjaya memang dianggap

sebagai wamcakarta dari kerajaan Mataram, ternyata juga dari

prasasti-prasasti para raja yang berturut-turut menggantikanya.

Diantara prasasti-prasasti itu ada beberapa dari Balitung yang

memuat silsilah dan yang menjadi pangkal silsilah itu adalah

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Bahkan ada pula prasasti-

prasasti yang menggunakan tarikh Sanjaya. Dari kedua

kenyataan ini jelas betapa besar arti Sanjaya bagi raja-raja yang

kerajaanya berpusat di Jawa Tengah sampai abad ke-10.

Page 4: Candi Kalasan

Adapun Lingga yang didirikan Sanjaya itu, tempatnya ialah

di Gunung Wukir di desa Canggal. Disini terdapat sisa-sisa

sebuah candi induk dengan tiga candi perwira di depanya. Di

dalam candi induk itu tidak lagi terdapatkan lingganya, yang ada

ialah sebuah yoni besar sekali dan umumnya yoni itu merupakan

landasan bagi sebuah lingga. Di halaman candi inalah Prasasti

Canggal ditemukan.

Sanjaya dan Cailendrawamca

Selain prasasti Canggal tidak diketemukan prasasti lain

yang berisikan tentang Sanjaya ataupun keturunannya, di

mungkinkan keluarga Sanjaya itu terdesak para Cailendra, tetapi

masih memiliki kekuasaan di sebagian Jawa Tengah. Bagaimana

pergeseran kekuasaan itu secara pasti tidak diketahui. Hanya

saja bahwa antara keluarga Sanjaya dan Cailendra ada kerja

sama yang erat dalam hal-hal tertentu. Hal ini terungkap dalam

prasasti Kalasan.

Prasasti Kalasan ditulis dengan huruf pra-negari dalam

bahasa sansekerta dan berangka tahun 778 Masehi. Isinya

adalah, bahwa para Guru sang raja [mustika keluarga sailendra]

(Cailendrawancatilaka) telah berhasil membujuk maharaja

Tejahpurnapana Panagkarana (atau di tempat lain dalam prasasti

ini disebut Kariyana Panangkarana) untuk mendirikan bangunan

suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam

kerajaan keluarga Cailendra. Kemudian Pannagkarana itu

menghadiahkan desa Kalaca kepada sanggha.

Bangunan yang didirikan ini adalah Candi Kalasan di desa

Kalasan disebelah timur Yogyakarta. Sesuai dengan tujuan awal

bangunan (candi) ini didirikan sebagai tempat pemujaan

terhadap Dewi Tara, sehingga dalam ruangan candi inipun

Page 5: Candi Kalasan

terdapat singgasana lengkap dengan biliknya. Candi ini sekarang

kosong, keberadaan arca Tara yang dulu pernah bersemayam di

dalamnya telah hilang.

Tejahpurna Panangkaran adalah Rakai Panagkaran,

pengganti Sanjaya, seperti yang tertulis dalam prasasti raja

Balitung dari tahun 907. Prasasti ini memuat daftar lengkap raja-

raja yang mendahului Balitung, bunyinya sebagai berikut:

“rahyangta rumuhun ri mdang ri poh pitu, rakai mataram sang

ratu Sanjaya, cri maharaja rakai Panagkaran, cri maharaja rakai

Panunggalan, cri maharaja rakai Warak, cri maharaja rakai

Garung, cri maharaja rakai Pikatan, cri maharaja rakai

Kayuwangi, cri maharaja rakai Watuhumalang”, kemudian nama

raja yang memerintahkan membuat prasasti yaitu cri maharaja

rakai Watukura dyah Balitung Dharmodya Mahacambhu3.

Dari data tersebut, jelaslah bahwa pemerintahan

Sanjayawanca berlangsung terus disamping pemerintahan

Cailendrawamca. Keluarga Sanjaya beragama Hindu memuja

Ciwa dan keluarga Cailendra beragama Budha aliran Mahayana

yang sudah condong kepada Tantrayana. Wilayah kekuasaan

keluarga Sanjaya ialah bagian utara Jawa Tengah sedangkan

Cailendra adalah bagian selatan Jawa Tengah. Bukti ini diperkuat

dengan keberadaan bangunan candi-candi dari abad ke-8 dan 9

yang berada di Jawa Tengah utara bersifat Hindu dan yang

berada di Jawa Tengah selatan bersifat Budha.

Pada pertengahan abad ke-9 kedua wanca ini bersatu

dengan perkawinan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani, raja

puteri dari keluarga Cailendra. Dengan demikian dapat 3 Dr. R. Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan 2. Yogyakarta:

Kanisius, 1995.

Page 6: Candi Kalasan

dikatakan, bahwa keluarga Cailendra itu memegang kekuasaan

di Jawa Tengah kira-kira selama satu abad (+ 750-850). Dalam

masa pemerintahan ini banyak sekali bangunan-bangunan suci

didirikan untuk memuliakan agama Budha.

Bentuk Fisik Candi Kalasan

Gambar. 2Candi Kalasan sebelum pemugaran

Doc. Cephas

Dari awal penemuannya pada tahun 1806 oleh Cornelius

Candi Kalasan belum pernah dipugar secara total, candi ini masih

berdiri utuh walaupun banyak kerusakan disana-sini yang

sebagian sudah berhasil diperbaiki pada pemugaran tahun 1939-

1940. Menurut catatan dari Prasasti Kalasan yang menggunakan

bahasa Sansekerta dengan huruf Prenagari, dengan tanda tahun

700 Caka/778M, Candi Kalasan dibangun pada masa Raja

Panangkaran sebagai sebuah kuil yang dipersembahkan untuk

Dewi Tara dengan nama Kuil Tarabhawana. Disebutkan pula

bahwa di dekat Candi Kalasan itu (500 meter ke arah timur laut)

didirikan Asrama Pendeta Budha. Mungkin mirip-miriplah dengan

pola pondok pesantren.

Page 7: Candi Kalasan

Candi Kalasan bercorak Budha dengan pola hias utama

sulur gelung. Pahatannya terhitung sangat halus dan detail,

bahkan pada beberapa bagian dilapisi dengan bajralepa,

semacam semen. Di candi ini, terdapat 52 stupa yang sekarang

sudah tidak semuanya utuh baik bentuk maupun jumlahnya.

Terdapat empat pintu di masing-masing sisinya dengan pintu

utama di sisi timur. Sayang sekali, tangga candi sudah banyak

mengalami kerusakan sehingga hanya tertinggal sedikit saja sisa

tangga menuju pintu-pintunya.

Gambar. 3Tampak sisi utara dari Candi Kalasan dimana masih terdapat tangga bambu yang diperlukan selama proses renovasi

Sekilas, bentuk Candi Kalasan mirip dengan Candi Mendut,

namun sedikit lebih besar. Ukurannya; tingginya mencapai 24

meter dengan rincian batur = 1 meter, kaki = 3 mater, tubuh

candi setinggi 13 meter, dan atap setinggi 7 meter. Sedangkan

penampangnya berukuran 16,5 x 16,5 meter.

Page 8: Candi Kalasan

Salah satu peninggalan Candi Kalasan adalah sebuah genta

besar yang terbuat dari perunggu yang sekarang tersimpan di

Museum Sana Budaya Yogyakarta. Sedangkan Prasasti Kalasan

sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta dengan

nomor koleksi D-147.

Keunikan Candi

Candi Kalasan memiliki beragam keunikan yang tidak

dipunyai oleh Candi lain, mulai dari seni pahat baik dalam bentuk

arca, relung, bilik, Kala, Mekara, Gana, dan juga bentuk stupa

dan juga bentuk-bentuk sulurnya yang sangat halus karena

mendapat sentuhan dari badjralepa. Ini merupakan penegasan

corak khusus kebudayaan bangsa kita, agar kita lebih mengenal

watak bangsa sendiri dan juga paham akan diri sendiri, yang

notabene telah berabad-abad mengalami pengaruh baik yang

datang dari sekeliling sendiri maupun dari luar.

Walau memiliki tubuh yang tambun seperti candi di Jawa

Tengah pada umumnya, namun candi Kalasan tidak terlihat

gemuk karena bangunan candi terbagi atas kaki, badan, dan

kepala, dimana masing-masing terbagi menjadi tiga bagian

mendatar (perbingkaian bawah, batang dan perbingkaian atas).

Terdapat empat tangga yang menghubungkan batur yang

dahulukala dikelilingi oleh pagar langkan, yang mempunyai

hiasan-hiasan berbentuk genta atau stupa di atasnya. Papan

batu yang ada di depan tangga sebelah timur bentuknya hampir

menyerupai setengah lingkaran, yang mirip “Moonstone” di

depan tangga kuil agama Buddha di India selatan terutama di

Sailan, hal ini merupakan keunikan tersendiri yang ada di Candi

Kalasan.

Page 9: Candi Kalasan

Gambar. 3Kehalusan Candi Kalasan karena mendapat sentuhan dari badjralepa

Penampil-penampil pada tubuh candi begitu lebarnya

sehingga masing-masing terdapat sebuah bilik. Pintu gerbang

candi ialah terdapat pada bilik di sebelah timur. Namun sekarang

tidak bayak yang masih tersisa. Bilik yang masih utuh ialah bilik

sebelah Utara dan Selatan. Kaki candi hanya beberapa saja yang

yang masih terlihat jelas susunannya. Susunan kaki tersebut

diperindah dengan bingkai  mendatar yang menonjol, setengah

bulatan dan sisiya merupakan semacam bantal sebagai tempat

berdirinya candi. Bagian atap candi sudah sangat rusak walau

demikian kita masih dapat mengenali bentuk dasarnya yang

bujur sangkar, dengan penampil-penampil sebagai penghubung

Page 10: Candi Kalasan

antara tubuh dengan atapnya. Diatasnya terdapat prisma segi

delapan bersusun menjadi pusat atas. Dahulunya diperkirakan

pusat ini terdapat mahkota yang besar. Keempat penampil

tersebut mempunyai atap sendiri, dengan beralaskan susunan

dua kubus yang menempel pada prisma segi delapan sebelah

bawah pusat atap tadi. Dengan demikian tinggi seluruh candi

tanpa stupa punjaknya kurang lebih 24 Meter. (A.J. Bernet

Kempers., 1954, Candi Kalasan dan Sari, Jakarta, Dinas Purbakala

Republik Indoesia dan Balai Buku Indonesia hlm.10)

Keunikan candi Kalasan yang lain ialah terdapatnya ceruk

pada setiap dinding candi dengan tinggi ceruk dengan hiasan

ukir-ukiran diatasnya hampir sama tingginya. Fungsi dari ceruk

dan ukir-ukiran ini ialah memberikan kesan agar candi napak

lebih langsing. Dalam candi Kalasan bentuk sugkup merupakan

kekecualian, karena berbeda dengan candi lainnya dimana

pembangunan candi sedemikain rupa sehingga mengakibatkan

sungkup bertemu di sisi atas candi. Namun di Candi Kalasan

terdapat lengkungan di atas ceruk-ceruk. Namun pada dasarnya

pembangunan candi sama dengan pembangunan candi yang

lainnya, dimana batu disusun semakin keatas semakin menjorok

kedalam (teknik susun timbun).

Keunikan lain ialah pada kaki candi dimana kita akan

melihat Djambangan (pengganti Bonggol) sebagai perlambang

dari kesuburan dan kebahagiaan. Dari dalam jembangan terlihat

seakan-akan memuntahkan bunga-bunga dan sulur-sulur. Boggol

berbentuk bulat sedangkan jembangan juga berbentuk bulat

sehingga dalam hal ini keberadaannya dapat saling

menggantikan. Tempat menjulurnya sulur-sulur selain dari

bonggol atau djambangan juga terdapat pada kerang, kura-kura,

Page 11: Candi Kalasan

ikan, ular, gambar orang, dua ekor kera, ketan, burung, babi,

sapi, atau rusa yang semuanya digambar sedemikian rupa

sehingga berbentuk bulat. Sulur-sulur yang ada di candi Kalasan

melingkar-lingkar menjadi Sulur gelung dan di Candi Kalasan

berpangkal kepada Bonggol.

Gambar. 4Salah satu relung di Kalasan menggambarkan Kala dan pemandangan dewata di swargaloka

Kepala Kala yang besar dan yang sering kita sebut sebagai

Banaspati (raja hutan) seakan-akan menggambarkan bahwa

candi ialah lambang dari hutan yang sunyi, tempat sang raja

hutan itu berkuasa. Namun dapat kita artikan juga candi sebagai

perlambang dari pegunungan yang tidak dapat lepas dari hutan.

Dalam hutan dan juga pegunungan saling bertemulah alam biasa

dan alam gaib, hidup dan mati, tuhan dan manusia. Candi

Page 12: Candi Kalasan

Kalasan belum begitu jelas apakah sebagai tempat  kediaman

para dewa ataukan tiruan dari gunung Mahameru (Semeru).

Stupa-setuapa yang ada di atap candi merupakan hiasan semata

dan bukan benda pemujaan yang mejadi hal yang paling penting

dalam agama Buddha (sebagai tempat menyimpan benda-benda

suci, terutama dari sang Budha sendiri).Namun dalam

perkembagannya stupa tersebut berfungsi sebagai tanda

peringatan atau lambang dari agama Buddha.

Kepala Kalanya, berbeda dengan kala pada candi lainnya

dimana bersatu dengan makara yang terdapat pada kedua sisi

pintu. Makara ialah seekor binatang Ajaib, di Jawa Tengah

digambarkan menyerupai Gajah. Bentuk ini tiada lain setelah

menempuh perjalanan panjang dari kesenian India kurang lebih

200 Tahun SM. Dimana dahulu digambarkan menyerupai seekor

buaya, yang mula-mula digambarkan dengan ekor lurus,

kemudian dengan ekor melingkar, kemudian dalam

perkembangan selanjutnya menyerupai binatang-binatang yang

serupa dengan Gajah yang bertubuh ikan (gajahmina), walau

fungsi dan tujuan makara tersebut belum begitu jelas maksud

dan tujuannya.

Makara di India bagian Selatan digambarkan dengan

binatang buas yang mulutnya menganga, belalainya melingkar

dan ekornya bermalai besar sekali. Di Jawa Tengah yang tinggal

hanya bentuk kepalanya saja dan kadang kala dengan kedua

kaki depannya. Candi kalasan memiliki relief makara baik di

ujung lengan tangga baik yang berupa ukiran maupun yang bulat

mempunyai sekor singa yang duduk didalam mulutya yang

menganga lebar. Dilain candi di mulut Makara terdapat burung

Nori atau manusia.  Pada belalai makara terdapat gambar bunga,

Page 13: Candi Kalasan

dan dari bunga ini bergantung seuntaian mutiara, dengan telinga

yang sama sekali tidak menyerupai telinga gajah, namun lebih

mirip telinga sapi yang pinggirnya berkumai seperti daun

tumbuh-tumbuhan.

Gambar. 3Ukiran kepala raksasa Kala di dinding selatandengan bagian jengger yang dihiasi kuncup-kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran.

Bentuk makara di Candi Kalasan juga berganti wujud

menjadi Garis-garis lekak lengkung dan berlingkar-lingkar seperti

daun-daun dan sulur-sulur. Bentuk makaranya hanya tinggal

dalam garis kelilingnya serta beberpa garis besarnya saja.

Page 14: Candi Kalasan

Bentuk ini terdapat pada hiasan kepala Makara di Bagian candi

sebelah selatan, jengger Kala terdiri atas timbunan kuncup-

kuncup, daun-daun, sulur-sulur. Dibawah kepala Kala terdapat

kembali jengger yang serupa. Dimana tjeplok bunga yang

menjadi penggantinya. Di Candi Kalasan merupakan bukti bahwa

pertukaran bentuk relief dimungkinkan terjadi atas dasar

persamaan sifat. Sehingga kiranya tidak menjadikan janggal jika

ada teratai tumbuh dari beggol atau dari daun-daun yang aneh

bentuknya.

Kepala Kala tidak hanya berhubungan dengan pohon-

pohonnya diatas dunia saja, tetapi juga dengan pohon-pohon

yang lebih tinggi tingkatanya (kayangan). Hal ini dijelaskan

dalam hiasan gumpalan-gumpalan awan yang mengelilingi

Jengger kala, sedangkan diatas awan nampak penghuni

kayangan yang memainkan bunyi-bunyian. Dantara bunyi-

bunyian tersebut dapat kita kenali seperi Gendang, Rebab, dan

kerang, baik disisi kana maupun disisi kiri, sedangkan orang

keempat memegang cambuk penghalau lalat.

Bentuk makara yang tidak lazim di Jawa ialah pada bawah

kala dimana makara pada dua tiap sisi dimana yang satu

menjadi ujung plengkung dan menghadap ke dalam, sedangkan

yang kedua bertolak belakang dengan yang pertama dan

menghadap keluar. Diatas makara terdapat kala yang

menghadap keluar. Keindahan candi dari segi kehaluasan relief

tidak lain ialah hasil kerjakeras dari Bajralepa. Deretan makhluk

kecil yaitu makluk kayangan yang bertubuh kerdil dan bernama

Gana menambah semakin uniknya candi Kalasan. Gana menjadi

satu dengan untaian bunga yang merupakan sebuah pasangan

yang menjadi suatu ragam indah dari hiasan pendukung untaian.

Page 15: Candi Kalasan

Ragam hias ini sudah sejak dahulu kala diambil oleh kesenian

Hindia awal dari kesenian Yunani-Romawi, dan kemudian

menjadi lazim dalam seni hias India, seperti Untaian bunga yang

didukung oleh makhluk kerdil, kantong-kantong uang yang

membujur panjang, deretan relung dengan arca Buddha di

dalamnya. Gana di candi Kalasan terkesan berdiri sendiri dan

tidak mendukung untaian bunga dimana terlihat mereka

terdapat pada bingkai tersendiri, dan melayang tidak satu arah

dan beberapa menunjang rangkaian bunga diatasnya dengan

satu tangan saja.

Gambar. 4Salah satu relief yang menggambarkan tokoh dewa/dewi surga dengan bunga teratai. Relief ini terletak di sisi kanan pintumasuk sebelah barat.

Relief candi Kalasan memang lebih sedikit tidak seperti

candi Prambanan atau Borobudur. Semua arca buddha yang ada

di candi Kalasan melukiskan para Dhyani Budda/Djina (dewa-

Page 16: Candi Kalasan

dewa khayangan), dewa-dewa tertinggi di dalam mitologi agama

Buddha, yang dihubungkan dengan empat penjuru mata angin

serta zenith. Arca-arca yang ada di luar cadi yang ada di bilik

utara dan selatan, dan juga pada dinding segi delapan bagian

pusat atap candi hanyalah arca relief saja, yang dapat kita sebut

sebagai arca tokoh-tokoh dari dunia kedewaan.

Nilai dan Makna Candi

Fakta geologi terbaru menyebut, bahwa candi-candi di

sekitar Jogja telah ada sejak abad 1 dan berkembang pesat

pembangunannya pada abad 8-10. Meskipun pusat Mataram

Kuno dipindahkan tahun 928 M ke Jawa Timur, terbukti

pembangunan candi-candi kecil tetap berlangsung hingga abad

13 (Sri Mulyaningsih, 2006). Fakta ini terus bergerak berdasar

hipotesa baru, kita masih harus banyak belajar dari yang

dilakukan generasi terdahulu. Kesan mengunjungi komplek

Candi-candi menjelang terbenam matahari, menikmati siluet

sinar kemerahan di cela-cela bangunan candi sungguh

mengesankan, sekaligus menyadarkan bahwa manusia Jawa

amatlah religius, bijaksana, gemar bersuci dan berbakti pada

Tuhan.

Nama arca Dewi Tara pada Candi Kalasan dan ornamen

khas disana bisa pula terbaca lain. Arti tara yakni suci, dekat

dengan kata Arab thair (burung) dan mathar (pangkalan udara).

Era Mataram kuno ini menjelaskan pada kita tentang kebesaran

peradaban yang telah tinggi di tanah Jawa, sebagai pusat

perkembangan masyarakat pada masanya. Candi Kalasan, Candi

Plaosan serta candi-candi lain memiliki alasan kuat bagi

pemujaan figur Ibu, ibu pertiwi atau Um (Umi-Ummah) dan kata

Page 17: Candi Kalasan

Ratu – Keratuan – Kraton. Arca Dewi Tara juga bermakna

representasi figur suci seorang Ibunda dari Maharaja Jawa,

mertua Raja Tejahpurnapana Panangkaran.

Candi Kalasan seperti disebut sebelumnya, sengaja

dibangun untuk menghormati kematian Sang Ibunda mertua, hal

ini merupakan penghormatan pada sosok perempuan yang lebih

berhak untuk disanjung, detaati dan diangkat tinggi-tinggi.

Simbul suci dan feminitas merujuk pada fakta bangunan candi,

sekaligus menggambarkan bagaimana ketinggian moral Raja-

raja di Jawa. Itulah sebabnya, seorang Raja memiliki tugas-tugas

Ke-Ratu-an (Kraton) yaitu membina dan mengabdi kepada rakyat

dan ibu pertiwi. Itu pula, sosok Dewi Tara yang dipuja dan dipuji

adalah Dewi Quan’in bagi seluruh semesta. Di dalam Islam,

terdapat Hadits Rasul SAW yang menyebut Siti Fatimah sebagai

Ibu dari diri beliau, dimaksud untuk menghormat sosok

perempuan. Dalam konsep ini, awalnya kesucian berwujud

maskulin, namun berubah menjadi feminin oleh tuntutan harkat

tanggung-jawab menjaga isi semesta.

Page 18: Candi Kalasan

Sumber Referensi

A. J. Bernet Kempers dan Soekmon. Candi-candi di Sekitar Prambanan. Bandung: GANACO N.V, 1974.

A. J. Bernet Kempers. Cadi Kalasan dan Sari, Jakarta, Dinas Purbakala Republik Indoesia dan Balai Buku Indonesia, 1995

Dr. R. Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan 2. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Dr. John Miksic. Indonesian Heritage: Sejarah Awal, Jakarta,2002

Poesponegoro, M.D.; Notosusanto, N. Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuna. Jakarta: PT Balai Pustaka. 1992 ISBN 979407408X

Wendores, T. Mengenal Candi-candi Nusantar. Jakarta: Pustaka Widyatama

Candi In Central Java Indonesia. Provincial Goverment of Central Java Indonesian, Nov 1982

http://dtur88.wordpress.com.

http://siwagrha.files.wordpress.com

http://id.wikipedia.org

http://purbakalayogya.com

By: Ari Nugroho, Etnomusikolog, Pengkaji Seni