suku toraja

26
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka dengan rahmat dan karunia-Nya tersusunlah makalah ini, atas usaha penyusunan guna memenuhi tugas yang berjudul “Penelitian Budaya Toraja”. Namun demikian, di dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan penyusun atau masih dangkalnya ilmu pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kepada para pembaca sudilah kiranya memaklumi, disamping itu pula penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penyusun berharap semoga dengan tersusunnya makalah yang masih sederhana ini dapat bermanfaat bagi segenap pembaca yang budiman dalam upaya peningkatan dan penambah wawasan nasionalisme dan bentuk-bentuknya yang ada di Indonesia. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Amin. Wassalam Manimpahoi, 30 Januari 2015 Penulis

Upload: hitam-pekat

Post on 17-Jul-2016

51 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Suku Toraja

TRANSCRIPT

Page 1: Suku Toraja

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka dengan rahmat dan

karunia-Nya tersusunlah makalah ini, atas usaha penyusunan guna memenuhi tugas yang 

berjudul “Penelitian Budaya Toraja”.

Namun demikian, di dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-

kekurangan atau kesalahan-kesalahan, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan penyusun

atau masih dangkalnya ilmu pengetahuan yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kepada para

pembaca sudilah kiranya memaklumi, disamping itu pula penyusun mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun.

Penyusun berharap semoga dengan tersusunnya makalah yang masih sederhana ini

dapat bermanfaat bagi segenap pembaca yang budiman dalam upaya peningkatan dan

penambah wawasan nasionalisme dan bentuk-bentuknya yang ada di Indonesia.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Amin.

Wassalam

Manimpahoi, 30 Januari 2015

Penulis

Page 2: Suku Toraja

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 4 

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 4

1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5 

BAB II GAMBARAN UMUM KEBUDAYAAN WILAYAH TORAJA

2.1 Kondisi Geografis .............................................................................................. 6

2.2 Kondisi Demografis ........................................................................................... 7 

2.3 Sosial-Ekonomi ...................................................................................................8 

BAB III KEBUDAYAAN MASYARAKAT TORAJA

3.1 Sejarah ................................................................................................................. 10 

3.2 Sistem Kekerabatan ............................................................................................ 10

3.3 Sistem Perkawinan............................................................................................... 11

3.4 Sistem Perkampungan ..........................................................................................11

BAB IV OBYEK WISATA DAN ATRAKSI WISATA

4.1 Obyek Wisata Alam...............................................................................................14

4.2 Obyek Wisata Budaya..........................................................................................14

4.3 Seni Tradisional Toraja........................................................................................15

BAB V KESIMPULAN ...........................................................................................16 

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17 

Page 3: Suku Toraja

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia terkenal dengan penghasil rempah-rempah terbesar di dunia yang banyak

diminati oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu juga mempunyai banyak berbagai macam

kebudayaan baik yang sudah tercampur oleh kebudayaan lain maupun kebudayaan aslinya

yang mana masih dipertahankan oleh masyarakatnya yang tersebar luas di seluruh pelosok

tanah air mulai dari sabang sampai merauke, salah satunya kebudayaan yang berada di Tana

Toraja. 

Tana Toraja, disamping terkenal sebagai kawasan wisata juga merupakan penghasil

produksi pertanian di provinsi Sulawesi Selatan dan juga masyarakatnya terkenal sebagai

pemegang teguh adat seperti masih adanya upacara kematian yang di sebut Rambu Solok dan

upacara kegembiraan yang disebut Rambu Tuka.

Oleh karena itu, kami sangat tertarik dengan kebudayaan dan kepercayaan yang ada di

Tana Toraja dimana masyarakatnya masih mempertahankan kebudayaan aslinya. 

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut: 

1. Bagaimana gambaran umum kebudayaan dilihat dari segi geografi, demografi, dan

sosial ekonomi?

2. Bagaimana sejarah kebudayaan masyarakat Toraja?

3. Bagaimana karakteristik kebudayaan dilihat dari sistem kekerabatan dan sistem

perkampungan atau organisasi?

Page 4: Suku Toraja

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengidentifikasi gambaran umum tentang kebudayaan Tana Toraja.

2. Mengkaji perkembangan sejarah kebudayaan suku bangsa tana toraja

3.Mengkaji sistem kekerabatan, sistem perkampungan/ organisasi sosial. 

Page 5: Suku Toraja

BAB II GAMBARAN UMUM KEBUDAYAAN

2.1 Kondisi Geografis

Secara administratif, saat ini Tana Toraja yang biasa disingkat ‘Tator’ merupakan kabupaten

yang dipimpin oleh seorang bupati. Luasnya3.205,77 Km2. Terletak antara 2o dan 3o LS,

serta 119o dan 120o BT, dengan batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Luwu dan Mamuju, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Pinrang, dan di sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Polmas. Topografinya merupakan pegunungan dan dataran tinggi, dengan

ketinggian 300 – 289 meter di atas permukaan laut.Secara administratif, saat ini Tana

Toraja yang biasa disingkat ‘Tator’ merupakan kabupaten yang dipimpin oleh seorang bupati.

Luasnya   Kabupaten Tana Toraja dengan ibu kota Kabupaten Makale, terbagi dalam 9

kecamatan yaitu : Rinding Allo, Sesean, Rantepo, Sanggalangi, Saluputti, Bonggakaradeng,

Makale, Sangalla, dan Mengkendek.

2.2 Kondisi Demografis

Menurut hasil penelitian, suku bangsa Toraja dapat digolongkan kedalam ras melayu

tua (proto melayu) yang diperkirakan berasal dari India Belakang, dan merupakan gelombang

imigrasi Asia yang pertama bersama-sama dengan orang Dayak di Kalimantan dan Batak di

Sumatera Utara. Sewaktu masuk ke Indonesia, mereka sudah mengenal kebudayaan

perunggudari Dongson (Vietnam Utara) atau Tiongkok barat. Hal ini dilihat dari cara hidup

dan hiasan-hiasan yang banyak terdapat di Tana Toraja juga ditemukan dalam kebudayaan

Dongson, antara lain hiasan yang berupa spiral bertolak belakang yang diukirkan pada kayu

dan tanah bakar (Sampurno.S, 1980: 75)

Berdasarkan hasil pencatatan penduduk akhir tahun 1989, jumlah penduduk

Kabupaten Tana Toraja sebanyak 346.929 jiwa, terdiri dari pria 171.932 jiwa dan wanita

174.997 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut tercatat bahwa jumlah penduduk usia dewasa

Page 6: Suku Toraja

lebih besar daripada penduduk usia anak-anak. Demikian pula, persebaran penduduk tidak

merata pada semua kecamatan di Tana Toraja. (Said, 2004:7) 

Adapun bahasa yang digunakan oleh masyarakat Toraja yaitu bahasa Toraja itu

sendiri. Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja

sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa

resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua

sekolah dasar di Tana Toraja.

Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' ,

dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa

Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak

dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja,

beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi,

yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman

dalam bahasa Toraja. 

Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian.

Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan

perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa

Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan

tekanan mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas

menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut terkadang juga

ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri. Wikipedia (2010)

2.3 Kondisi Sosial Ekonomi

Sebagian besar penduduk Tana Toraja adalah petani, sementara tenaga kerja lainnya

bergerak di berbagai bidang antara lain di sektor – sektor : pemerintahan, perdagangan, hotel

Page 7: Suku Toraja

dan restoran, industri pengolahan, bangunan, angkutan dan komunikasi, bank dan lembaga

keuangan, dan industri kerajinan.

Sistem mata pencaharian hidup masyarakat Tana Toraja disebut Undaka Katuan ,

yang bergerak di sektor pertanian. Hal ini disebabkan masih tersedianya lahan pertanian/

perkebunan yang cukup luas, sedangkan sektor lapangan kerja lain yang memungkinkan

untuk menyerap tenaga kerja yang banyak dengan latar belakang pendidikan relatif 

rendah dapat dikatan masih sedikit. Mata pencaharian hidup di bidang pertanian tersebut

dikenal dengan istilah Mukhun Dilitak, yang dapat dibedakan atas ma’palak (berkebun) dan

ma’uma (bertani).

Selain mata pencaharian di bidang pertanian, banyak penduduk yang mengusahakan

jenis mata pencaharian yang lain seperti peternakan, industri kerajinan rakyat, perdagangan

dan karyawan (pemerintah atau swasta). Dalam sektor peternakan jenis hewan ternak yang

dipelihara antara kerbau, babi, itik, dan ayam serta ikan mas. Sedangkan kerajinan rakyat,

menghasilkan kerajinanukiran pada kayu dan bambu anyaman dari bambu dan daun lontar,

tenun, pandai besi, dan lain-lain. Hasil produksi kerajinan rakyat setempat umumnya dijual

dalam bentuk souvenir untuk wisatawan, yang kebanyakan dijajakan di sekitar kawasan objek

wisata.

Page 8: Suku Toraja

BAB III

KEBUDAYAAN MASYARAKAT

3.1 Sejarah

Pengertian sejarah itu sendiri yaitu ilmu yang mempelajari kejadian-kejadian atau

peristiwa-peristiwa di masa lampau yang memiliki nilai social politik bagi masyarakat,

dipergunakan untuk analisis pada masa kini dan digunakan untuk memprediksi peristiwa-

peristiwa yang akan datang. 

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dihubungkan dengan sejarah yang ada di Tana

Toraja. Nama suku Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sindengreng dan Luwu. Orang

Sidengreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja yang mengandung arti

“Orang yang berdiam di pegunungan” sedang orang Luwu menyebutnya To Riajang yang

artinya “Orang yang berdiam di sebelah barat”

Adapun agama dan kepercayaan yang dianut oleh suku bangsa Tana Toraja yaitu

masyarakatnya telah banyak menganut agama nenek moyang secara turun temurun yaitu

kepercayaan Aluk Todolo, atau Alukta yang berarti “Orang dari Toraja berasal dari langit”.

Orang Toraja beranggapan bahwa Alukta ini, sama tuanya dengan diciptakannya nenek

manusia yang pertama, yakni Datu Laukku.

Kepercayaan Alukta ini merupakan ajaran yang diwariskan secara turun menurun oleh

Datu Laukku yang mengemukakan, bahwa di luar diri manusia terdapat tiga unsur kekuatan

yang wajib dipercayai kebenaran dan kekuasaannyan oleh para penganutnya. Kepercayaan ini

digolongkan oleh pemerintah kedalam kelompok agama Hindu. (Depdikbud Dirjen

Kebudayaan, 25)

Akan tetapi, setelah datangnya agama Samawi kepercayaan yang dianut oleh

masyarakat Toraja didominasi oleh agama Kristen (Protestan atau Katolik) yang berjumlah

Page 9: Suku Toraja

49.523 jiwa memeluk agama Kristen Katolik dan 233.919 jiwa memeluk agama Kristen

Protestan. Namun, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat masih memegang teguh adat

istiadat berdasarkan Aluk Todolo yang terdiri dari 7.777 Aluk yang memuat 7 azas, yang

terdiri tiga azas ketuhanan dan empat azas persekutuan hidup, yaitu:

1. Percaya dan menyembah kepada Puang Matua (sang Pencipta).

2. Deata-deata dewa pemeliharaan 

3. Tomembali puang atau Todolo(leluhur yang mengawasi dan memperhatikan perikehidupan

keturunannya.

4. Persekutan hidup manusia yanga disebut Aluk MaqloloTau keturunan.

5. Persekutuan hidup hewan ternak yang disebut Aluk Petuoon (ternak).

6. Persekutuan hidup tanaman dan tanah pertanian yang disebut Aluk Tanaman.

7. Persekutuan hidup bangunan rumah yang disebut Aluk Bangunan Banua. (Depdikbud

Dirjen Kebudayaan, 27) 

3.2 Sistem Kekerabatan

Siulu (keluarga batih) merupakan unsur terkecil dalam sistem kekerabatan masyarakat

Toraja. Di samping itu di kenal pula keluarga luas extended yang terdiri dari beberapa

keluarga batih, yang masih seketurunan. Hubungan kekerabatan dapat terbentuk berdasarkan

dua hal, yaitu:

a. adanya pertalian darah (kandappi)

b. Melalui perkawinan (rampean)

Untuk menjaga kelangsungan hubungan kekerabatan dilakukan dengan cara menjamin hak

dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan. Misalnya hak penguasaan atas tanah, harta,

kedudukan, dan sebagainya. Di samping itu kewajiban-kewajiban dari setiap kelompok

kekearabatan harus dilaksanakan, misalnya yang dapat diketahui pada saat pembuatan rumah

tongkonan secara bergotong royong, saling bantu dalam penyelenggaraan upacara-upacara

Page 10: Suku Toraja

adat terutama upacara rambu solo’, mengerjakan sawah, panen, dan lain-lain. Dalam hal ini

fungsi utama suatu keluarga adalah menanamkan nilai-nilai budaya yang berlaku kepada para

anggotanya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial budaya.

3.3 Sistem Perkawinan

Sistem perkawinan yang berorientasi pada lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari

golongan Tana’ Bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan

lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat.

Peristiwa demikian disebut Untekaq Palandian atau Untekaq Layuk (melangkahi turunan).

Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristri seorang wanita yang golongannya lebih

rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat dan keturunan mereka tidak

berhak mendapat warisan atau gelar Tana’ Bulaan.

3.4 Sistem Perkampungan/ Organisasi Sosial

Dalam kehidupan masyarakat Toraja, dikenal adanya pelapisan sosial

yang disebut dengan Tana’ (kasta) yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat

dan kebudayaan Toraja . Menurut L.T. Tangdilintin (1974, 75) mengatakan bahwa pelapisan

sosial membedakan masyrakat atas empat golongan masyarakat, yaitu:

a. Tana’ Bulaan, adalha lapisan masyarakat atas atau bangsawan tinggi sebagai pewaris

sekurang aluk, yaitu dipercayakan untuk membuat aturan hidup dan memimpin agama,

dengan jabatan puang, maqdika, dan Sokkong bayu (siambeq).

b. Tana’ bassi, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang dapat menerima

maluangan batang(pembantu pemerintahan adat) yang ditugaskan mengatur masalah

kepemimpinan dan pendidikan.

c. Tana’ Karurunge adalah lapisan masyarakat kebanyakan yang merdeka, tidak pernah

diperintah langsung. Golongan ini sebagai pewaris yang menerima Pande, yakni ketrampilan

pertukangan, dan menjadi Pembina aluk todolo untuk urusan aluk petuoan, aluk tanaman

Page 11: Suku Toraja

yang dinamakan Toindoq padang (pemimpin upacara pemujaan kesuburan).

d. Tana’ Kua-kua adalah golongan yang berasal dari lapisan hamba sahaya, sebagai pewaris

tanggung jawab pengabdi kepada tana’ bulaan dan tana’ bassi. Golongan ini disebut juga

tana’ matuqtu inaa (pekerja), juga bertindak sebagai petugas pemakan yang disebut

tomebalun atau tomekayu (pembuat balun orang mati). Lapisan tana’ kua-kua ini dihapuskan

oleh pemerintah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan karena tidak sesuai dengan

harkat dan martabat manusia. Namun kenyataannya dalam pelaksaaan upacara-upacara adat

golongan ini masih terlihat.

Keempat golongan lapisan sosial tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan

sendi bagi kebudayaan kehidupan sosial masyarakat Toraja, terutama dalam interaksi dan

aktifitas masyarakat, seperti pada saat diselenggarakan upacara perkawinan, pemakaman,

pengangkatan ketua atau pemimpin adat dan sebagainya. Misalnya dalam upacara

pengangkatan seorang pemimpin, yang menjadi penilaian utama adalah dari golongan apa

orang yang bersangkutanberasal. Kedudukan dalam sistem kepemimpinan tradisional

berkaitan dengan sistem pelapisan sosial yang berlaku dalam serta kepemilikan tongkonan

(rumah adat).

Demikian pula Dalam sistem perkawinan, dan pembagian warisan juga berorientasi pada

lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari golongan tana’ bulaan tidak diperkenankan

kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap

berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut unteqaq

palansian atau untekaq layuq (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja

beristeri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa

dinikahkan secara adat, dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar

sebagai tana’ bulaan. 

Page 12: Suku Toraja

Dalam pelasanaan upacara pemakaman (rambu solo’) banyaknya hewan yang akan dipotong

sebagai korban bergantung disesuaikan dengan golongan sosial yang menyelenggarakan

upacara. Misalnya golongan tana’ bulaan, sebagai lapisan sosial tertinggi, harus

mengorbankan lebih banyak hewan dibandingkan golonagan sosial lainnya. Hewan yang

akan dipotong harus dalam keadaan sehat, tubuhnya besar/gemuk, dan tanduknya panjang.

Page 13: Suku Toraja

BAB IV

OBYEK WISATA DAN ATRAKSI WISATA

4.1 Obyek Wisata Alam

Tana Toraja sebagai salah satu primadona daerah tujuan wisata di Propinsi Sulawesi Selatan,

memiliki kekayaan obyek dan atraksi wisata yang menonjol serta menarik untuk dikunjungi

oleh wisatawan.

Kabupaten Tana Toraja merupakan daerah pegunungan yang indah dan menarik dikelilingi

oleh lembah dan jurang serta dialiri sungai.Beberapa jenis obyek wisata yang terdapat di

Tana Toraja diantaranya:

1. Sumber air panas

Sumber air panas yang terletak di kabupaten Tana Toraja terdapat sembilan sumber air panas

yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai suatu “Health Resort” dengan berbagai

macam pasilitas.

2. Pemandian Alam Tilangunga

Pemandian ini memperoleh air dari mata air yang berbentuk khas, sangat jernih, dan tidak

pernah kering sepanjang tahun.

3. Perkebunan 

Objek wisata ini berupa areal perkebunan yang biasa disebut wisata agro, yaitu yang

menyangkut tumbuh-tumbuhan seperti jenis tumbuhan cengkeh, kopi, pala, vanili, lada,

coklat, dll. 

4.2. Obyek Wisata Budaya

Umumnya objek wisata budaya di Tana Toraja berupa bangunan-bangunan tua, patung, dll,

seperti:

1. Tongkonan (Rumah Adat)

2. Alang (Lumbung)

Page 14: Suku Toraja

3. Kabongo (Patung Kepala Kerbau)

4. Katik (Patung Kepala Burung/Ayam yang berleher panjang)

5. Liang (Kuburan Adat Toraja) (Said, 2004:71-83)

4.3. Seni Tradisional Toraja

Dalam tradisi khas Toraja, karya seni yang sangat menonjol adalah dalam bentuk arsitektur

yaitu berupa bangunan Rumah Adat (Tongkonan) dan Lumbung Padi (Alang). Dinding

Tongkonan dan Alang diukir dengan ragam hiasan yang disebut Tongkonan Sura’ (Banua

Sura’), namun ukiran-ukiran tersebut tidak semua rumah dan lumbung padi dengan ukiran

tersebut karena beberapa motif ukiran merupakan simbol status sosial bagi orang-orang

tertentu dalam masyarakat Toraja. 

Seni tradisional di Toraja meliputi: 

1. Ukiran dan Tenunan

Keterampilan tersebut diwarisi secara turun menurun dan telah membudaya dalam

masyarakat Toraja.

2. Seni pertunjukannya yaitu seni tari dan musik

Kesenian tersebut diselenggarakan pada upacara-upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu

Solo. Tarian yang biasa digelar pada upacara Rambu Tuka’ antara lain Tari Pagellu, Tari Pa’,

Tari Dao’ Bulan, Tari Ma’ Dandan, dan Tari Manimbong. Sedangkan pada upacara Rambu

Solo tarian yang digelar antara lain: tari Ma’ Bodong, tari Ma’ Katia, tari Passailo’, dan tari

Pa’pangan.

Adapun musik tradisional Toraja meliputi Passuling, Pa’pelle, dan Pa’pompang. Musik

tersebut pada umumnya terbuat dari bahan baku alam, seperti bambu, batang padi, daun enau,

dan tempurung kelapa yang dimainkan pada upacara adat. (Said, 2004:41-45)

Page 15: Suku Toraja

BAB V

KESIMPULAN

Dilihat dari gambaran umum, berdasarkan kondisi geografisnya, Tana Toraja memiliki

luas3.205,77 km2 dan terletak antara 2o dan 3o LS, serta 119o dan 120o BT, dengan batas

wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Mamuju, di sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Luwu, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

Enrekang dan Pinrang, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Polmas.

Topografinya merupakan pegunungan dan dataran tinggi, dengan ketinggian 300 – 289 meter

di atas permukaan laut. Berdasarkan kondisi demmografis, suku bangsa Toraja dapat

digolongkan kedalam ras melayu tua (proto melayu) yang diperkirakan berasal dari India

Belakang, dan merupakan gelombang imigrasi Asia yang pertama bersama-sama dengan

orang Dayak di Kalimantan dan Batak di Sumatera Utara. Jumlah penduduk kabupaten Tana

Toraja sebanyak 346.929 jiwa, terdiri dari pria 171.932 jiwa dan wanita 174.997 jiwa. Bahasa

yang dimiliki pun beranekaragam, tapi hanya Sa’adan Toraja yang menjadi dialek utama dan

menjadi bahasa yang dominant bagi masyarakat tersebut. Bertani adalah salah satu sektor

ekonomi yang dominan bagi masyarakat Toraja.Dilihat dari gambaran umum, berdasarkan

kondisi geografisnya, Tana Toraja memiliki luas  

Dilihat dari sejarahnya, nama suku Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sindengreng

dan Luwu. Orang Sidengreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja

yang mengandung arti “Orang yang berdiam di pegunungan” sedang orang Luwu

menyebutnya To Riajang yang artinya “Orang yang berdiam di sebelah barat”.

Page 16: Suku Toraja

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Aminah, Siti PH., Faisal dkk. 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan

Budaya Daerah Sulawesi Selatan. Jakarta: Depdikbud.

Said, Abdul Azis. 2004. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja. Yogyakarta:

Ombak.

Internet:

Wikipedia. Suku Toraja. (http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja)

UKDW. Kebudayaan Toraja. (http://students.ukdw.ac.id/~23050034/kebudayaan.htm)

Wordpress. Ketegangan Budaya Nenek Moyang dan Agama Dalam Masyarakat Toraja.

(http://maulanusantara.wordpress.com/2007/11/13/ketegangan-budaya-nenek- moyang-dan-

agama-dalam-masyarakat-toraja/)

Wikipedia. Tana Toraja Andalan Wisata Sulawesi Selatan. (http://www.wikipedia.org/tana-

toraja-andalan-wisata-sulawesi-selatan), diakses 25 April 2010.