suku bima.docx
TRANSCRIPT
Suku Bima
wanita suku bima
Sejarah Asal Usul Suku Bima dan Kebudayaannya. Suku Bima atau biasa disebut juga suku
Dou Mbojo merupakan etnis yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima. Suku ini
dikabarkan telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Etimologi
Ada beberapa versi yang mengatakan tentang asal mula kata Bima menjadi suku tersebut
yaitu :
1. Ada pendapat yang mengatakan, Bima berasal dari kata “Bismillaahirrohmaanirrohiim”.
Hal ini karena mayoritas suku Bima beragama Islam.
2. Menurut sebuah legenda, kata Bima berasal dari nama raja pertama suku tersebut, yakni
Sang Bima.
Nama Bima sebenarnya merupakan sebutan dalam bahasa Indonesia, sedangkan masyarakt
Bima sendiri menyebut dengan kata Mbojo. Dalam suku Bima sendiri terdapat dua suku,
yakni suku Donggo dan suku Mbojo. Suku Donggo dianggap sebagai orang pertama yang
telah mendiami wilayah Bima.
Sejarah Bima
Menurut Legenda yang tertulis dalam Kibat Bo’, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di
setiap daerah yang disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari
Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh
para pemberontak lalu berlabuh di Pulau Satonda.
Setelah berlabuh, Bima menetap dan menikah dengan salah seorang putri di wilayah tersebut,
hingga memiliki anak. Bima adalah seseorang yang memiliki karakter kasar dan keras, tapi
teguh dalam pendirian serta tidak mudah mencurigai orang lain. Karena itulah, para Ncuhi
mengangkat Bima menjadi Raja pertama wilayah tersebut yang kemudian menjadi daerah
yang bernama Bima. Sang Bima dianggap sebagai raja Bima pertama.
Tetapi Bima meminta kepada para Ncuhi agar anaknyalah yang diangkat sebagai raja. Karena
dia akan kembali lagi ke Jawa. Bima menyuruh ke dua anaknya untuk memerintah Kerajaan
Bima. Karena Bima berasal dari Jawa, sehingga sebagian bahasa Jawa Kuno kadang-kadang
masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Sistem kepercayaan
Mayoritas suku Bima menganut agama Islam dan sebagian kecil menganut agama Kristen
dan Hindu. Namun, ada satu kepercayaan yang masih dianut oleh suku Bima yang disebut
dengan Pare No Bongi. Pare No Bongi merupakan kepercayaan asli orang Bima yang
menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara
Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa.
Selain itu juga ada Batara Guru, Idadari sakti dan Jeneng, roh Bake dan roh Jim yang tinggal
di pohon atau gunung yang sangat besar dan dipercaya berkuasa untuk mendatangkan
penyakit, bencana, dan lainnya. Juga terdapat sebatang pohon besar di Kalate yang dianggap
sakti, Murmas tempat para dewa Gunung Rinjani; tempat tinggal para Batara dan dewi-dewi.
Pakaian Adat
Dalam masyarakat Bima, bagi kaum perempuan memiliki pakaian khas semacam sarung
sebagai bawahan, ada juga yang menggunakan dua buah sarung, yang disebut rimpu. Rimpu
adalah pakaian adat perempuan Bima yang digunakan untuk menutup aurat bagian atas
dengan sarung sehingga hanya kelihatan mata atau wajahnya saja. Rimpu yang hanya
kelihatan mata disebut rimpu mpida.
Rumah Adat
Rumah adat suku Bima bernama "Uma Lengge". Rumah tersebut memiliki struktur terbuat
dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan dan
berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam
sebagai tumpuan tiang. Bangunan ini dirancang sangat kokoh agar tahan gempa dan angin.
Kesenian
Suku Bima memiliki tarian khas seperti :
1. Tari buja kadanda
2. Tari Perang
3. Tarian kalero
Tarian kalero yang berasal dari daerah Donggo lama yang merupakan tarian dan nyanyian
yang berisi ratapan, pujian, pengharapan dan penghormatan terhadap arwah.
Kesenian lain masyarakat Bima adalah perlombaan balap kuda.
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo yang termasuk dalam
rumpun Bahasa Melayu Polinesia. Bahasa tersebut terdiri dari berbagai dialek, yaitu dialek
Bima, Bima Dongo dan Sangiang. Dalam dialek bahasanya, mereka sering menggunakan
huruf hidup dalam akhiran katanya, jarang menggunakan huruf hidup. Misalnya kata
“jangang” diucapkan menjadi “janga”.
Mata pencaharian
Mata pencaharian utama adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama
Makassar dan Ternate pada zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan
Makassar sangatlah dekat, karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling
menikahkan putra dan putri kerajaannya masing.
Selain bertani, masyarakat Bima juga berladang, berburu dan berternak kuda yang berukuran
kecil tapi kuat. Sejak abad ke-14 kuda Bima telah diekspor ke Pulau Jawa. Tahun 1920
daerah Bima telah menjadi tempat pengembangbiakkan kuda yang penting. Para wanita suku
Bima membuat kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan "tembe
nggoli" yang terkenal
ARTIKEL
SUKU BIMA
Disusun Oleh :
Nama : Dida Daniswara Aji Dwi Sulistio
Kelas : XII GP
PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANGDINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 4 PANDEGLANGJl. Raya Saketi – Malingping KM. 07 Pandeglang Banten 42274