sudisman tidak suka

Upload: shecutesib9835

Post on 13-Jul-2015

549 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

SUDISMAN TIDAK SUKA MENANGIS 20 February 2009 at 19:42 Filed under Uncategorized Sudisman, anggota Polit biro CC PKI, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Mahmilub tahun 1967 dengan tuduhan terlibat peristiwa 1965. Di tahun itu juga ia dieksekusi. Hanya Sudisman yang menjalani proses pengadilan dari 5 pucuk pimpinan PKI. Yang lain lenyap tak tentu rimbanya. Bagaimana mati dan kuburnya pun tak terpastikan. Di samping itu ratusan ribu warganegara Indonesia yang tak pernah diadili dan dibuktikan bersalah: baik anggota, simpatisan maupun yang diduga ada hubungan dengan PKI, dibantai, dipenjarakan, atau dibuang ke Pulau Buru. Pada minggu pertama Oktober 1965, 5 dari pucuk pimpinan PKI, cuma Sudisman yang berada di Jakarta sementara 3 orang ada di Jawa Tengah : Aidit, Lukman dan Sakirman sedangkan Nyoto di Sumatra Utara. Sudisman sendiri sempat melewati masa pelarian dan sembunyi. Pada masa pelarian inilah, ia berhasil membuat Pledoi atau KOK partai. Pledoi Sudisman yang mengatasnamakan Polit Biro CC PKI sendiri diselesaikan di Jawa Tengah, Bulan September 1966. Pledoi Sudisman ini juga dianggap telah mengakhiri pertentangan dalam faksi-faksi PKI akibat G 30 S yang gagal. Dalam Pledoi itu Sudisman menyatakan: Malapetaka yang telah menimbulkan kerugian berat kepada PKI dan gerakan revolusioner rakyat Indonesia sesudah terjadi dan gagalnya Gerakan 30 September telah menyingkapkan tabir yang dalam waktu cukup lama menutupi kelemahan-kelemahan berat PKI. Pimpinan PKI telah menjalankan avonturisme yaitu dengan mudah saja tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan organisasi melibatkan diri ke dalam Gerakan 30 September yang tidak berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi massa rakyat. Dan karena itu telah menyebabkan terpencilnya partai dari massa rakyat. Sebaliknya sesudah kalahnya Gerakan 30 September pimpinan partai menjalankan garis oportunisme kanan yaitu menyerahkan nasib partai dan gerakan revolusioner pada kebijaksanaan Presiden Sukarno. Ini adalah puncak kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan berat PKI baik di bidang ideologi, politik dan organisasi Sudisman, akhirnya tertangkap di daerah terpencil Tomang pada tanggal 6 Desember 1966. Katanya: Dalam juang terkepung lawan, tepat setahun sesudah Kawan Njoto tertangkap. Untuk penangkapannya ini ia mengungkapkannya secara puitik: DISERGAP Seisi rumah lagi enak nyenyak, mendadak terperanjat, bangun terbentak, oleh gedoran pintu dibarengi derap sepatu, todongan pistol bernikel menuding-nuding, mengabakan, ayo jongkok dipojok, dengan baju celana dalam thok, alangkah berkesan bagiku adegan ini, disergap sesaat mentari merekah pagi. Selama dalam tahanan, anehnya Ia sendiri, tak mengalami siksaan fisik yang berarti seperti yang lain-lain walau seharusnya dialah yang paling bertanggung-jawab. Sudisman menyatakan: Dari persoalan penangkapan saya menjurus ke pemeriksaan. Saya ingin mengemukakan bahwa saya pribadi tidak pernah mengalami pukulan selama pemeriksaan, malahan hubungan antara pemeriksa dan yang diperiksa berdasarkan saling menghormati dan saling mengerti akan keyakinan masing-masing titik tolaknya, saling menghormati walaupun menganut perbedaan politik. Tetapi tidak demikian halnya jang dialami oleh kawan-kawan saya, sampai-sampai kawan Anwar Sanusi, calon anggota Politbiro CC-PKI dan bekas wakil Sek.Jen. Front Nasional pusat masih dipukul juga, apalagi yang lain. Ragam pukulan hampir menyerupai siksaan sewaktu zaman fasis Jepang, hanya digantung sajalah yang tidak digunakan. Sungguh mengerikan kalau melihat derita akibat pukulan yang dialami kader-kader PKI dan mereka yang dituduh tersangkut dengan G.30.S., padahal ke salahan mereka belum terbukti, dan belum tentu mereka itu bersalah. Belum tentu bersalah tetapi badannya sudah rusak akibat pukulan dan diselomoti (dibakar) dengan nyala rokok, sandal karet yang dibakar, sampai distrom. Ia pun menyadari ini. Karenanya dalam pembelaannya di mahmilub ia mengemukakannya sebagai Uraian Tanggung Jawab bukan pidato pembelaan karena menurutnya suatu pembelaan harus memiliki persenjataan yang lengkap baik di bidang teori Marxisme-Leninisme maupun di bidang-bidang lainnya. Persenjataan itulah yang justru tidak dia miliki karena persediaan perpustakaan tidak dia miliki dan tidak ada di tangannya. Pada pengadilan mahmilub itu, sebagai seorang komunis yang bersandar pada pengetahuan Ilmiah, ia pun menolak di sumpah atas nama agama apapun. Dengan rendah hati, ia pun menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa 1965, karena kawankawannya lain sudah lebih dulu menempuh jalan mati. Untuk ini ia menyatakan: Mereka berempat telah mati tertembak tanpa jalan-justisi. Mereka berempat adalah saya, dan saya adalah mereka berempat, sehingga solidaritas Komunis mengharuskan saya untuk menunggalkan sikap saya dengan mereka berempat dan memilih jalan mati. Saya dengan mereka berempat telah berpanca-kawan, artinya, berlima telah bersama-sama membangun kembali PKI sejak tahun 1951, dari kecil menjadi besar, dari berpolitik salah menjadi berpolitik benar, dari terisolasi menjadi berfront luas, dari kurang belajar teori menjadi mulai belajar teori Marxisme Leninisme, dan karena tidak menguasai teori Marxisme Leninisme secara kongkrit kemudian berakhir terpelanting dalam kegagalan G-30-S yang membawa kerusakan berat pada PKI. Saya pribadi terlibat dalam G-30-S yang gagal. Kegagalan ini berarti pula kegagalan saya dalam memimpin PKI, sehingga mendorong menjadi unggulnya pihak lawan politik PKI. Di hadapan pengadilan Mahmilub ini juga ia mengungkapkan kondisi yang senasib antara Bung Karno dan PKI. Ia menyatakan: Saya dan PKI tidak pernah memberikan gelar ini atau itu kepada Bung Karno, tidak pernah memberikan agung ini, atau agung itu, sebab gelar satu-satunya jang tepat adalah Bung Karno sehingga nama Bung Karno berkembang dari Sukarno (ada kesukaran) ke Bung Karno (artinja bongkar kesukaran). Sebagai sesama orang revolusioner, justru dalam keadaan sulit seperti sekarang inilah saya terus membela dan mempertahankan Bung Karno, sebab sesuatu mengatakan bahwa in de nood leert men zijn vrien den kennen (dalam kesulitan kita mengenal kawan) dan jo sanak, jo kadang, jen mati aku sing kelangan kata Bung Karno untuk PKI. Sebagai arek Surabaya, saya sambut uluran tangan Bung Karno dengan: ali-ali nggak ilang, nggak isa lali ambek kancane. (artinya tidak bisa lupa sama kawannya). Kenapa saya bela dan pertahankan Bung Karno? Sebabnya ialah sepanjang sejarahnya Bung Karno konsekwen anti Imperialis sampai berani menyemboyankan go to hell with your aid terhadap imperialis Amerika Serikat; Bung Karno setuju mengikis sisa-sisa feodal dengan mengadakan landreform terbatas; dan Bung Karno setia pada persatuan tenaga-tenaga revolusioner. Inilah dasar daripada instruksi saya pada anggota-anggota PKI, untuk masuk dan bentuk Barisan Sukarno. Dalam kesulitan seperti sekarang ini berlakulah pepatah Pavlov bagi Bung Karno a discovery begins where an unsuccessful experiment ends (suatu penemuan mulai pada saat pengalaman yang tidak sukses berhenti).

Sebagai perpisahannya dan kesiapannya menatap pelaksanaan hukuman baginya, Disman mengutip perkataan penulis Andrew Carve: No tears for Disman Tiada airmata bagi Disman. Sedangkan bagi para petugasnya, ia sampaikan: You had done the world a service Kalian telah berbuat bakti bagi dunia. Sebagai orang Jawa, ia menyatakan dalam bahasa Jawa yang bernada miris: Pertama: matur nuwun, terima kasih kepada semua pihak yang telah merasa membantu saya selama berjuang; Kedua: nyuwun gunging pangaksomo, minta seribu maaf, terutama kepada massa progressif revolusioner jang merasa saya rugikan selama dalam perjuangan; Ketiga: nyuwun pangestu, minta restu terutama pada semua keluarga istri dan anak-anak dalam saya melaksanakan putusan hukuman. Ben Anderson yang hadir pada persidangan itu kemudian mengungkapkan: Dari kesaksian Sudisman saya dapat kesan bahwa dia merasa diri dalam keadaan di mana partai yang ikut dia pimpin itu dihancurkan secara mengerikan. Ratusan ribu yang mati. Dan dia sebagai seorang pemimpin dan sebagai seorang Jawa merasa bertanggung-jawab. Bagaimanapun, kalau pimpinannya baik dan beres seharusnya hal seperti itu tidak terjadi. Karena itu dia menamakan pembelaannya itu Uraian Tanggung Jawab. Dia tidak mau debat tentang soal ini-itu. Dia cuma bilang, Bagaimanapun juga, sebagai pimpinan tertinggi yang masih hidup, saya memakai kesempatan ini untuk meminta maaf atas apa yang terjadi. Sudisman tidak pernah bilang bahwa dia ikut merencanakan G-30-S. Dia cuma bilang bahwa rupanya ada unsurunsur PKI yang terseret. Dia tidak membicarakan soal Biro Khusus. Tidak membenarkan dan juga tidak membantah adanya. Waktu Syam memberi kesaksian, Sudisman tidak mau melihat mukanya dan tidak mau menjawabnya. Yang jelas, untuk sebagian besar dari saksi-saksi waktu itu informasi tentang adanya Biro Khusus itu sesuatu yang mengejutkan sekali. Jelas mereka sama sekali tidak tahu menahu. *** Sudisman, pejuang yang telah melewati pasang-surut revolusi Indonesia dengan berani itu dilahirkan di Jember, 1920. Sejak mudanya, ia telah berlaku berani menempuh hidup: sebagaimana Sayuti Melok menempelkan Ijazah AMS-nya (SMA) pada blek untuk jual dendeng, demikianlah pula Sudisman, begitu tamat HBS Surabaya tanpa ragu bersumpah di depan seorang gurunya bahwa ia tak akan menggunakan ijazah kolonial itu untuk mencari makan. Ia pun lantas terlibat dalam pengorganisiran buruh. Sudisman juga dikenal sebagai organisator yang jitu dan cerdik. Seorang jurnalis Soeryono (1927-2000), yang pernah bekerja di Penghela Rakyat di Magelang dan juga anggota Pesindo menjuluki Sudisman sebagai the King Maker yaitu Amir Syarifuddin dan DN Aidit. Ia juga seorang intelektual yang tekun dan teliti begitulah minimal di mata Joesoef Ishak dan Joesoef pun mengenalnya sebagai orang yang rajin membawa catatan ke mana-mana, dan kebiasaannya tak lain dari mencatat apa-apa yang dikatakan lawan bicaranya. Ia tak ubahnya sebagai kamus berjalan yang bisa dimintai bantuannya bila seseorang lupa atau tak mampu mengingat-ingat suatu hal penting yang ingin dikemukakan. Sejak sebelum pecah perang kemerdekaan 1945, dia aktif di Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) bersama Amir Syarifuddin, Moh. Yamin,Wikana, A.K.Gani Pada masa Jepang, pada Januari 1943, Sudisman bersama Amir Syarifuddin dan 53 kawannya pun ditangkap. Menurut AM Hanafi, Sekretaris Jendral Barisan Pemuda GERINDO sejak masa di zaman Belanda dan masa pendudukan Jepang, Sudisman adalah Ketua Barisan Pemuda GERINDO Cabang Surabaya. Di penjara di Sragen. Kemudian bebas. Adalah pemuda Sidik Arselan, anggota Pemuda GERINDO, bekas PETA, dengan sepasukan Pemuda P.R.I. (yang ketuanya adalah Sumarsono) yang mendatangi penjara Sragen itu. Selain telah membebaskan Amir Sjarifudin dan Sudisman, mereka juga telah membebaskan semua tahanan lainnya yang ada di situ. Sudisman, menurut AM Hanafi juga, adalah anggota PKI, kadernya Pamudji yang dibunuh Jepang di penjara Sragen. Dari penilainan Hanafi, Sudisman adalah seorang yang tahu menghormati kaum Sukarnois. Karena itu sebagai pejuang Sudisman dikenal sebagai seorang nasionalis yang militan. Bagaimana situasi revolusi yang bergolak itu? F.C. Fanggidaej, ketika Mengenang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke 50 menulis: Kota Yogya mendidih dari semangat dan tekad juang pemuda. Pekik dan salam MERDEKA memenuhi ruang udara kota. Jalanjalan dikuasai pemuda: kebanyakan berambut gondrong, mereka bersenjatakan pestol, senapang, brengun sampai kelewang panjang Jepang, dan sudah tentu bambu-runcing. Kepala mereka mereka ikat dengan kain merah . Yah, semangat juang, rasa romantisme dan kecenderungan kaum muda untuk berlagak dan bergaya bercampur dengan sikap serius dan tenang dengan tekad pantang mundur yang terpancar dari mata dan wajah mereka itulah gambaran pemuda Indonesia Revolusi Agustus 1945. Di dalam gedung Kongres tampak pemuda-pemuda yang baru dibebaskan atau membebaskan diri dari penjara Kenpeitai Jepang Sukamiskin di Bandung, antara lain: Sudisman, Tjugito, Sukarno. Juga Sumarsono, Ruslan Wijayasastra, Soepeno dan Chaerul Saleh. Sambutan Amir Syarifuddin menggambarkan ciri khas suasana politik pada awal Revolusi. Kata Bung Amir: Hai Pemuda, jika kamu memegang bedil di tangan kananmu, haruslah kamu memegang palu di tangan kirimu. Dan jika kamu memegang pedang di tangan kananmu, peganglah arit di tangan kirimu! Selama awal-awal revolusi fisik itu, Sudisman adalah figure pemimpin dalam organisasi para militer pemuda kiri: Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Pada tahun 1947, ketika FC Fanggidaej, hendak berangkat ke pertemuan pemuda di Praha, Sudisman sebagai Ketua Pesindo berpesan kepadanya agar dirinya hanya banyak berbicara tentang tuntutan perjuangan. Hanya tentang perjuangan dan situasi perjuangan saja. Tidak ada soal soal lain. Tentang situasi sosial, ekonomi dan sebagainya, itu semua tugas tugas negara. Tugas Pemuda satu saja: yaitu memberitakan dan menjelaskan kepada dunia luar, apa itu Republik Indonesia, apa dan kapan itu Proklamasi Kemerdekaan RI, dan mengapa rakyat Indonesia mengangkat senjata melawan Belanda dan Sekutu. Fanggidaej juga harus menyerukan ajakan dan tuntutan Republik Indonesia pada Dunia : Stop the War! 26 Februari 1948, Sayap Kiri menyelenggarakan kongres di Solo. Front Demokrasi Rakyat (FDR) pun terbentuk. Sudisman, Aidit, Njoto dan Lukman lantas mengisi Sekretariat FDR. Sejak masa sekretariat FDR inilah mulai dikenal kesatuan empat serangkai: Aidit, Lukman, Njoto, Sudisman. Di antara mereka, Sudismanlah yang paling senior. Kekuatan baru atau generasi baru begitulah keempat serangkai bersama sejumlah pemuda lain menyebut dirinya dan seterusnya akan memimpin PKI pasca peristiwa Madiun 1948 sampai dihancurkannya tahun 1965. Ditambah Ir. Sakirman, Sudisman di sidang Mahmilub tahun 1967 mengatakan: Saya dengan mereka berempat telah berpanca-kawan, artinya, berlima telah bersama-sama membangun kembali PKI sejak tahun 1951. FDR sendiri mengandalkan kekuatannya pada kaum buruh yang tergabung dalam SOBSI. Sudisman sendiri berakar kuat di kaum buruh. Di samping itu FDR juga mengandalkan kekuatan bersenjata seperti Pesindo dan simpati dari sejumlah besar perwira kunci di dalam TNI (tentara resmi Pemerintah) dan TNI-Masyarakat. 1 September 1948 diumumkan susunan Politbiro CC PKI yang baru. Sudisman pun memimpin departemen Organisasi. Susunan lengkapnya sendiri sebagai berikut: Sekretariat Umum: Musso, Maruto Darusman, Tan Ling Djie, Ngadiman; Departemen Buruh: Harjono, Setiadjit, Djokosudjono, Abdul Madjib, Achmad Sumadi, Departemen Tani: A.Tjokronegoro, D.N.Aidit, Sutrisno; Departemen Pemuda: Wikana dan Suripno, Departemen Wanita: sementara dipegang oleh Sekretariat Umum; Departemen Pertahanan: Amir Sjarifoeddin, Departemen Agitasi dan Propaganda: Alimin, Lukman dan Sardjono; Departemen Organisasi: Sudisman; Departemen Luarnegeri: Suripno; Departemen Perwakilan: Njoto; Departemen Daerah-Daerah Pendudukan: dipegang oleh Sekretariat Umum; Departemen Kader-Kader Partai: sementara dipegang oleh Sekretariat Umum;

Departemen Keuangan: Ruskak. Ketika terjadi pembersihan yang dilakukan Kabinet Hatta pada semua tokoh-tokoh penting PKI akibat peristiwa Madiun 1948, 9 orang dari total 21 orang anggota CC PKI terbunuh. Sudisman, Aidit bersama Lukman dan Nyoto berhasil lolos dari pembunuhan. Sudisman juga anggota Dewan Harian Angkatan 45. Tanggal 19 Desember 1953 bersama Chaerul Saleh, A.M. Hanafi, Harjoto Judoatmodjo, Bambang Suprapto, Pandu Kartawiguna, Moh. Imamsjafiie (Bang Piti) dan Amir Murtono, Sudisman pun terlibat dalam persiapan Musyawarah Besar Angkatan 45 (Mubes ke-II). Karenanya tak dapat disangkal, Sudisman telah memberikan hidupnya dengan berani. Sudisman pun memberikan kepada rakyat gambaran bagaimana hidup yang bertanggung-jawab dan konsisten. No Tears for Disman. AN ATHEIST 20 February 2009 at 19:39 Filed under Uncategorized Sering saya meminggirkan khayal untuk menjadi seorang bapak nantinya. Berumah tangga. Mengurus bayi dan menjadi mertua. Apa iya sepanjang itu? Dan kini, tepatnya sore tadi khayal itu datang menyerbu. Saya tak bisa menyanggahnya kali ini: saya memang membutuhkan khayalan seperti itu. Setidaknya sekali-kali. 27 Desember 2007. Ini lusa setelah Yesus, Putra Allah mati. Suara-suara gemerlap dari katedral-katedral kapitalisme pun bersahutan. Santa Klaus terjerembab dengan rusa-rusanya. Tapi, tak satu pun orang meratapi bencana yang kian mesra dengan kita. Keakbaran Tuhan kini dipertaruhkan lewat pertarungan identitas. Sang Atheis muncul untuk kemudian berpendar. Christopher Hitchens memberi kita kabar ini lewat bukunya yang terbit dengan judul God Is Not Great: Religion Poisons Everything. Ia senada dengan Marx: Agama itu racun, atau dalam kamus Marxisme, Agama Itu Candu. Dan ia tak berjalan sendiri. 2004 lalu juga terbit buku berjudul Letter to a Christian Nation oleh Sam Harris, buku yang memaktubkan semua serangannya terhadap Kristen. Atheis pelatah lainnya pun tak ingin ketinggalan. Richard Dawkins, seorang pakar biologi, menerbitkan The God Delusion, yang mengutip satu kalimat pengarang lain: Bila seseorang menderita waham, gejala itu akan disebut gila. Bila banyak orang menderita waham, gejala itu akan disebut agama. Belum pernah saya membaca bukunya. Saya hanya tahu dari mulut ke mulut, dan artikel-artikel yang terlampir di internet. Tapi, saya sudah terlanjur membayangkan isinya. Kenapa manusia bisa sampai tak ber-Tuhan? Apa yang salah dengan agama? Ayat-ayat suci selalu mengajarkan kita tentang kebenaran. Tentang iblis yang wajib dimusnahkan. Sampai pada abad sekarang, di mana iman coba dihadirkan lewat rasio dan ketakutan, ayat-ayat tersebut tak ikut surut. Sakralitas yang terpendar tetap sama. Lagi-lagi, ada apa Tuhan? Sang Atheis-Atheis itu serentak datang belakangan ini. Dengan mata bedil analisa yang siap membedah, mereka menyeruak, menghimpun kekuatan untuk mendistorsikan setiap agama. Dan mereka menang. Walau sementara, tapi mereka berhasil meludahi berlembar-lembar aya-ayat suci tersebut dalam kurun waktu yang terkira. Iman yang bersumber dari ketakutan ialah kebencian. Dan inilah yang jadi petuah agung setiap pelaku terorisme. Damai dunia runtuh karenanya. Tuding, bunuh, bakar, menjadi barang instan yang wajib dicerna karena sosok-sosok pengecut itu. Tapi, khayal saya ternyata punya dimensi lain. Sepertinya dunia memang membutuhkan Para Atheis-Atheis tadi. Seakan mereka adalah nalar tujuan manusia untuk memupuskan rasa benci. Agama memang tak menawarkan sekantung emas yang terjun bebas dari langit. Atheis berkebalikan. Mereka mengenyahkan semua omong kosong Tuhan. Langit dikepal. Dan sumpah serapah agama menjadi ayatnya. Agama adalah sebuah pengganda besar, an enormous multiplier, kecurigaan dan kebencian antarpuak. Dari sini, perlahan kesalahan demi kesalahan mengalir dari apologi yang terkenal itu: bukan agamanya yang salah, tapi manusianya. Menjadi: bukan manusianya yang salah, tapi agamanya. Dan permasalahan terhenti (sementara) sampai di titik tersebut: agama ternyata tak cukup canggih untuk memberikan penyangga bagi keserakahan manusia. ++++ Saya tetap bersinggungan dengan khayal-khayal saya untuk menjadi seorang bapak. Menggurui kenyataan, bahwa manusia memang pantas untuk tak ber-Tuhan. Semoga khayal saya berhenti sampai di sini. RADIKALISASI DOSIS TINGGI 20 February 2009 at 19:38 Filed under Uncategorized Dalam pustaka sejarah, nama Sneevliet lebih identik sebagai penyemai virus ideologi komunisme, yang dibawanya dari Belanda. Sasarannya bukan hanya orang-orang Belanda yang ada di Indonesia, melainkan juga orang-orang Indonesia. Di negeri asalnya, dia adalah petaka bagi rezim. Kepalanya terlalu keras untuk ditundukkan. Akibatnya, dia masuk daftar buronan, yang siap diseret ke penjara kapan saja. Bernama lengkap Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, kita lebih mengenalnya dengan nama nama Sneevliet. Ia lahir di Rotterdam, 13 Mei 1883. Proses berpolitiknya dimulai ketika tahun 1901, dia bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik di Belanda. Akhirnya, pada usia 20an, dia mulai berkenalan dengan gelanggang politik. Ia bergabung dalam Sociaal Democratische Arbeid Partij (Partai Buruh Sosial Demokrat) di Nederland hingga tahun 1909, yakni sebagai anggota Dewan Kota Zwolle. Setelah itu dia diangkat sebagai pimpinan serikat buruh kereta api dan trem (National Union of Rail and Tramway Personnel) pada tahun 1911. Di organisasi baru inilah, Snevlieet menunjukkan watak sejatinya, berani, dan tak pernah menyerah. Dia memimpin pemogokanpemogokan buruh di Belanda, sehingga membuat namanya masuk dalam daftar hitam di Belanda. Keberanian ini pastilah membuat rezim takut. Lewat federasi serikat buruh, yang dikuasai oleh pemerintah, dibuatlah cara untuk menekan Snevlieet. Sehingga, jabatan sebagai ketua serikat buruh kereta api cuma setahun dipegangnya. Pada tahun 1912, ia mengundurkan diri, setelah terjadi konflik yang panas antara serikat buruh yang dipimpinnya dengan federasi serikat buruh. Peristiwa itu terjadi setelah terjadinya pemogokan buruh-buruh kapal, di mana Sneevliet berdiri sebagai pimpinan aktif dalam pemogokan itu. Lepas dari aktivitasnya di Serikat Buruh, sempat membuat Sneevliet bimbang, ia bahkan berniat untuk mundur dari ranah pergerakan. Beralihlah dia ke dunia perdagangan, dan inilah jalan yang membawanya berkelana sampai ke Indonesia Tahun 1913, untuk kali pertama, ia menginjakkan kaki ke Indonesia. Tepat pada saat itu, dunia pergerakan di Hindia Belanda tengah bersemi. Sneevliet, yang pada awalnya bekerja sebagai jurnalis di sebuah harian di kota Surabaya, mulai terusik untuk kembali berpolitik. Namun saat itu kondisi kerjanya masih belum mapan, ia pindah ke Semarang dan diangkat menjadi sekretaris di sebuah perusahaan. Hasrat politiknya rupanya tak bisa ditahan-tahan. Dia sempat aktif menjadi sekretaris dari Handelsvereeniging (Asosiasi Buruh) di Semarang. Pada tahun 1914, ia mendirikan sebuah organisasi politik yang diberi nama Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV). Awalnya anggotanya hanya 65 orang, yang kesemuanya adalah orang Belanda dan kalangan Indo-Belanda. Sneevliet masih belum yakin untuk merekrut anggota dari kaum bumi putra. Dalam waktu setahun kemudian, organisasi tersebut mengalami perkembangan pesat menjadi ratusan anggotanya. Perkembangan tersebut tak terlepas dari peranan koran organisasi

berbahasa Belanda, Het Vrije Woord yang menjadi corong propaganda ISDV. Beberapa tokoh Belanda yang aktif membantu Sneevliet adalah Bergsma, Adolf Baars, Van Burink, Brandsteder dan HW Dekker. Di kalangan pemuda Indonesia tersebut nama-nama Semaun, Alimin dan Darsono. Pengaruh ISDV juga meluas di kalngan buruh buruh kereta api dan trem yang bernaung dibawah organisasi Vereniging van Spoor Tramweg Personal (VTSP). Dalam waktu yang bersamaan, pergerakan di Hindia Belanda tengah mengalami masa terang. Sarekat Islam, terus membesar dengan jumlah anggota mencapai puluhan ribu yang tersebar di berbagai daerah. Oleh karena itu ISDV, merubah haluan untuk menitik beratkan pengorganisiran pada anggota-anggota maju dari Sarekat Islam, dan inilah cikal bakal generasi pertama perekrutan kader-kader Marxis. Pada bulan Maret 1917 Sneeveliet menulis artikel berjudul Zegepraal (kemenangan), yang memuliakan Revolusi Februari Kerensky di Rusia dengan kata-kata:Telah berabad-abad disini hidup berjuta-juta rakyat yang menderita dengan penuh kesabaran dan keprihatinan, dan sesudah Diponegoro tiada seorang pemuka yang mengerakan massa ini untuk menguasai nasibnya sendiri. Wahai rakyat di Jawa, revolusi Rusia juga merupakan pelajaran bagimu. Juga rakyat Rusia berabad-abad mengalami penindasan tanpa perlawanan, miskin dan buta huruf seperti kau. Bangsa Rusia pun memenangkan kejayaan hanya dengan perjuangan terusmenerus melawan pemerintahan paksa yang menyesatkan. Apakah penabur dari benih propaganda untuk politik radikal dan gerakan ekonomi rakyat di Indonesia memperlipat kegiatannya? Dan tetap bekerja dengan tidak henti-hentinya, meskipun banyak benih jatuh di atas batu karang dan hanya nampak sedikit yang tumbuh? Dan tetap bekerja melawan segala usaha penindasan dari gerakan kemerdekaan ini?Maka tidak bisa lain bahwa rakyat di Jawa, diseluruh Indonesia akan menemukan apa yang ditemukan oleh rakyat Rusia: kemenangan yang gilang gemilang. Organisasi ISDV bergerak cepat dengan strategi mereka untuk merekrut massa dari SI. Pengaruhnya yang kuat ternyata mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda, sebab pada saat yang sama, pemogokan-pemogokan buruh bertambah kuat dan meluas. Semaun, Darsono dan Alimin, adalah pimpinan-pimpinan SI Semarang yang berhasil direkrut oleh Snevlieet. Mereka punya kesamaan pandangan, prinsip-prinsip ideologi radikal dengan ISDV. Pada akhirnya perpecahan di tubuh SI tak terelakkan, perpecahan antar sayap moderat dan sayap radikal. SI Putih yang dipimpin HOS Tjokroaminoto, H.Agus Salim dan Abdul Muis, serta SI Merah yang dikepalai oleh Semaun dan teman temannya. Kemenangan revolusi Rusia makin banyak jadi bahan perbincangan rakyat. Agar pengaruh ISDV tidak semakin mengeruhkan situasi, yang dikhawatirkan memberi kemungkinan terjadinya pemberontakan rakyat, maka pemerintah Hindia Belanda menyusun rencana untuk menangkap Sneevliet dan menyeseretnya ke pengadilan. Sneeliet pun, pada bulan Desember 1918, akhirnya diusir dari Indonesia karena aktivitas politiknya. ISDV pun mulai kehilangan kendali akibat para pimpinannya diusir dari Indonesia. Juga mulai dijauhi massa akibat prinsipprinsip radikal mereka yang masih belum bisa dipahami massa. Semaun pun mengambil keputusan, mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia pada 23 Mei 1920. Tujuh bulan kemudian, partai ini mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Semaun terpilih sebagai ketua. Akan halnya dengan Snevlieet, ia diproses oleh jaksa dan hakim Belanda dari pemerintahan Hindia Belanda. Seorang Belanda kontra Belanda; tetapi juga seorang sosialis kontra kolonialis. Di depan pengadilan yang terjadi pada bulan November 1917, ia membacakan pidato pembelaannya setebal 366 halaman. Pidato pembelaanya itulah yang merupakan sumber referensi mengenai ajaran-ajaran sosialisme secara ilmiah, yang dipakai oleh banyak pemimpin-pemimpin bangsa kita. Salah satunya adalah Indonesia Menggugat, pidato pembelaan Bung Karno ayang dibacakan di muka Pengadilan di Bandung pada tahun 1930. Pledoi setebal 183 halaman itu jelas-jelas menunjukkan pengaruh yang besar sekali dari jalan pikiran Sneevliet yang dikembangkannya di tahun 1917. Sejak saat itulah ajaran-ajaran Marxisme meluas di Indonesia. PKI berdiri di Semarang, pada tahun 1920 dengan SemaunDarsono yang mempeloporinya. Di Surabaya Tjokroaminoto dari Serikat Islam, mulai juga memakai referensi-referensi kiri dan literatur yang disebut oleh Sneevliet di dalam pembelaannya, seperti: artikel Das Kapital-nya Marx. Berbagai literatur tersebut mulai mulai dicari-cari beberapa aktivis. Ada juga yang berusaha mendapatkannya dengan membeli dan meminjam dari toko buku ISDV, dan dikaji di rumah Tjokroaminoto bersama-sama Surjopranoto, Alimin dan lain-lain. Termasuk salah satunya adalah Bung Karno, pemuda cerdas yang tahun 1916-1920 indekos pada keluarga Tjokroaminoto, seorang tokoh pergerakan di Surabaya. Hal tersebut diakuinya dalam sebuah surat yang ditulisnya saat dia menjalani masa pembuangan di Bengkulu, tahun 1941: Sejak saya sebagai seorang anak plonco, untuk pertama kalinya saya belajar kenal dengan teori Marxisme dari mulut seorang guru HBS yang berhaluan sosial demokrat (C. Hartough namanya) sampai memahamkan sendiri teori itu dengan membaca banyak-banyak buku Marxisme dari semua corak, sampai bekerja di dalam aktivitas politik, sampai sekarang, maka teori Marxisme bagiku adalah satu-satunya teori yang saya anggap kompeten buat memecahkan soal-soal sejarah, soal-soal politik, soal-soal kemasyarakatan. Terinspirasi oleh gerakan revolusi yang dilakukan oleh Bolshevik, ISDV mulai mengorganisir kalangan militer dengan membentuk dewan-dewan tentara dan pelaut. Dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan sekitar tiga ribu prajurit dan pelaut menjadi anggota gerakan yang kemudian dikenal dengan nama tentara merah. Akan tetapi, tanpa diduga, waktu kemudian berjalan bertolak belakang dengan semangat revolusioner yang tengah berkembang. Revolusi Rusia yang menjadi perspektif bagi tumbuhnya revolusi Eropa dan negeri-negeri lain di Eropa, di belahan Eropa lainnya justru mengalami kekalahan dan diberangus, termasuk di Belanda. Akibatnya kemudian berimbas pula pada pergerakan di Indonesia. Reaksi juga menjalar ke Hindia Belanda, anggota-anggota tentara merah dan anggota ISDV ditangkap dan dipenjara, seiring dengan kekalahan dan gerakan revolusi Belanda. Langkah Sneeviet pun masih belum terhenti. Pada 1920 dia hadir pada Kongres Kedua Komintern di Moskow sebagai perwakilan dari ISDV. Dan dari 1921 hingga 1923 menjadi perwakilan dari Comintern di China. Sekembalinya ke Belanda, dia menjadi ketua Sekretariat Nasional Buruh. Pada tahun 1929, dia mendirikan Partai Sosialis Revolusioner dan terpilih sebagai ketuanya. Setelah penggabungan partainya berubah nama menjadi Revolutionary Socialist Workers Party, dimana Sneevliet menjadi sekretaris pertama dan kemudian kemudian menjadi ketua hingga 1940. Dia juga sempat menjadi anggota Parlemen dari 1933 hingga 1937. Pada saat perang Dunia Kedua dia memimpin grup pertahanan bernama Marx-Lenin-Luxemburg-Front. Dia kemudian tertangkap dan dieksekusi pada tahun 1942. ernama Wikana, seorang sosialis. Ia memiliki seorang assisten bernama DN Aidit. Sebagai sebuah organisasi yang dipimpin seorang sosialis komunis, tak heran jika di tubuh API sering disuntikkan propagandapropaganda komunisme. Pada 9-11 November 1945, API mengadakan kongres pertama mereka di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri hampir seluruh organisasi kepemudaan dari seluruh Indonesia. Di sana, baik Wikana maupun Aidit mengajak seluruh organisasi pemuda untuk bergabung menjadi satu organisasi kepemudaan baru. Nantinya organisasi ini dikenal dengan nama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Tercatat enam organisasi setuju melebur menjadi Pesindo. Mereka adalah API sendiri, Pemuda Republik Indonesia (PRI), Angkutan Muda Republik Indonesia (AMRI), Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI), Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) dan Angkatan Muda Pos, Tilpun dan Telegrap (AMPTT). Satu organisasi yang menolak bergabung adalah Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII).

Lima bulan setelah pembentukan PESINDO di kongres Yogyakarta, tiga organisasi pembentuknya menyatakan keluar. Mereka adalah AMPTT, AMKA dan GERPRI. Pada bulan-bulan pertama sesudah proklamasi belum ada partai politik. Kabinet pertama yang dibentuk waktu itu berbentuk presidentil dengan Sukarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden, sekaligus perdana menteri dan wakil perdana menteri. Sutan Sjahrir yang belakangan dikenal sebagai perdana menteri (pertama), sebenarnya mulai aktif di kabinet II. Di situ Sjahrir tak hanya menjabat perdana menteri, tetapi juga menteri luar negeri dan dalam negeri terhitung dari 14 November 1945 sampai 12 Maret 1946. Pada hari hari menjelang proklamasi, muncul seorang tokoh bernama Ilyas Husein, yang mengaku gembong komunis bekas anak didik Sneevliet, dan baru datang dari luar negeri. Siapa sebenarnya Ilyas Husein? Dialah Tan Malaka yang memakai nama samaran. Setibanya di Indonesia, Tan mengadakan kontak dengan organsisasi-organisasi pemuda dan tak disangka pengaruh orang ini kembali membesar seperti tahun 20-an. Di bulan Oktober 1945, Sutan Sjahrir pernah mengajak Tan Malaka untuk bekerja sama dengan pihak pemerintah dengan menjadi pimpinan Partai Sosialis. Tan menolak. Saya tak ingin seperti teman Partai Sosialis yang kebanyakan mau berkompromi dengan kapitalis-imperealis,katanya. Tan sendiri menamakan kelompok Sjahrir, Sukarno, Hatta dan Amir Sjarifudin dengan nama kaum Borjuis kecil. Karena mereka selalu mengunakan cara diplomasi dan kompromi. Berbeda dengan kelompoknya yang menjalankan perjuangan bersenjata melalui aksi massa dan selalu berprinsip Konsekwen Terhadap Perjuangan. Tan dan kawan-kawan menamakan kelompok mereka kaum Murba. Lain ceritanya dengan Muso. Setelah meninggalkan Indonesia tahun 1926, ia kembali ke tanah air tahun 1935. Pada tahun itu ia mendirikan PKI ilegal di Surabaya. Namun, ketika tahun 1943 tentara Jepang menguber-uber pentolan PKI, Muso pun kembali melarikan diri ke Rusia. Perkembangan partai komunis setelah 1945 erat kaitannya dengan perjanjian Linggarjati dan Renville. Banyak kalangan yang menentang kedua perjanjian yang intinya membatasi wilayah Indonesia. Di antaranya adalah Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) yang diketuai dr. Muwardi. Karena oposisi yang semakin meluas maka kabinet yang memerintah saat itu, KabinetAmir Sjariffudin, jatuh Januari 1948. Pada tahun yang sama, Partai Sosialis pecah menjadi dua. Sjahrir membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI), sedangkan Amir Sjarifudin menggabungkan diri dengan PKI, PESINDO, BTI, SOBSI, PESINDO dan Partai Buruh. Ketiganya melebur menjadi Front Demokrasi Rakyat (FDR). Partai Komunis Indonesia berdiri kembali secara ilegal tahun 1935 di Surabaya, baru akhir 1945 berani muncul terang-terangan. Tepatnya setelah Muso kembali ke Indonesia, dan tampil dengan konsepnya Jalan Baru bagi Republik Indonesia. Sama seperti tahun 1926, gerakan komunis setelah 1945 juga mempengaruhi anggota militer yang waktu itu masih bernama APRI. Diperkirakan 35% anggota APRI sudah terpengaruh komunis. Selain itu orang orang komunis juga membentuk pasukan tidak resmi. Pemberontakan PKI Madiun 1948 Menjelang pemberontakan PKI Madiun, bisa dikatakan Front Demokrasi Rakyat (FDR), sebagai wadah yang menampung PKI dan partai sejenisnya, sudah memiliki tentara sendiri. Komandannya bernama Djoko Sujono. Setiap hari gembong-gembong komunis, termasuk Muso, mengadakan pidato di sekitar Yogyakarta, Sragen, Solo juga Madiun. Macetnya perundingan antara pihak pemerintah Indonesia dengan Belanda mengenai Renville, menjadi kesempatan bagi gerakan komunis melakukan pemberontakan. Pada 18 September 1948 pemberontakan PKI meletus di Madiun di bawah Muso. Bala tentara FDR yang semula menghadapi Belanda di front segera bergerak ke Madiun untuk memperkuat Muso. Gerakan PKI ini didukung penuh radio setempat, Gelora Pemuda, yang menyiarkan secara langsung pidato propaganda PKI. Korban-korban terus berjatuhan di Madiun, bahkan sampai Solo. Salah satu korban adalah dr.Muwardi, ketua Gerakan Revolusi Rakyat (GRR), yang menentang Amir Sjarifudin sewaktu masih menjabat perdana menteri dan belum bergabung dalam FDR. Tanggal 19 September 1948, PKI/FDR di bawah Muso memproklamirkan berdirinya Soviet Republik Indonesia di Madiun. Madiun dipermak habis sehingga menyerupai Soviet Republik Indonesia. Walikotanya ditunjuk Abdulmutalib, seorang gembong komunis di Indonesia. Pajak penduduk ditiadakan, karena dianggap tidak mencerminkan suatu negara yang demokratis. Tetapi rakyat diwajibkan mendaftarkan beberapa jumlah emas dan permatanya kepada penguasa. Tidak seorangpun dibolehkan memiliki uang lebih dari limaratus rupiah. Saat pasukan Republik meringsek kedalam kota, pasukan PKI dan para gembongnya kalang kabut lari ke gunung-gunung. Tinggallah kota Madiun yang bau amis, karena banyaknya mayat-mayat rakyat kecil, pejabat maupun pegawai pemerintahan yang tewas dibantai. Walaupun sudah melarikan diri sampai ke pelosok-pelosok, Muso dan Amir Sjarifudin akhirnya tertanggap oleh pasukan Republik. Muso tewas dalam baku tembak antarpasukan, sedangkan Amir Sjarifudin dihukum mati 19 Desember 1948. Tepat dengan hari agresi militer Belanda I. Pada hari yang sama empat orang gembong PKI yang sempat tertangkap, malah lari dari penjara. Mereka adalah: Abdulmadjid, Alimin, Tan Ling Djie serta DN Aidit. Tapi perhatian TNI waktu itu lebih tertuju untuk mengatasi agresi Belanda dibanding mengejar keempat orang tersebut. Yang jelas, dengan matinya Muso dan Amir Sjarifudin pemerintah waktu itu menyatakan kasus pemberontakan PKI Madiun selesai. Pemberontakan Tahun 1965 Setelah berhasil melarikan diri, Alimin, Ngadiman, Tan Ling Djie serta DN Aidit mulai kembali menyusun taktik-taktik dan upaya untuk bangkit kembali. Salah satunya cara dengan menerbitkan koran Bintang Merah tahun 1950. Koran yang pimpinan tertingginya (Sekertaris Jendral) dipegang langsung DN Aidit ini, menjadi sarana utama PKI kembali melancarkan propagandanya. Belakangan bermunculan Koran-koran lain yang menjadi simpatisan PKI. Seperti Harian Rakyat, Warta Bhakti dan Bintang Timur. Koran yang non-komunis di awal 60-an setengah mati mempertahankan diri agar tidak dibredel Peperda (Penguasa Perang Daerah). Yang sempat menjadi korban adalah Indonesia Raya. Para wartawan anti-komunis dalam Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS), akhirnya juga dibubarkan berkat lobby DN Aidit ke penguasa saat itu. Bahkan Kantor Berita Antara juga secara penuh dikuasai orang-orang PKI. Akibatnya berita yang masuk dan yang disebarluaskan hanya yang menguntungkan PKI saja. Agustus 1953, Ali Sastroamijojo memimpin kabinet koalisi dengan PNI sebagai mayoritas. Sedangkan Masyumi, Katolik dan Sosialis menjadi oposisi. Hubungan yang semakin lama semakin buruk antara Masyumi dan PNI dimanfaatkan benar oleh PKI. Partai ini mulai memperlihatkan prestasinya ketika Pemilu 1955 berhasil menghimpun pemilih sebanyak 6.174..914 orang atau 16,4% pemilih di Indonesia. Pada peringatan HUT PKI, 23 Mei 1965, DN Aidit mengomandokan kepada massa PKI untuk meningkatkan sikap revolusioner mereka. Perayaan yang mirip pamer kekuatan ini semakin semarak dengan poster slogan-slogan PKI, seperti Ganyang Kebudayaan Ngak-Ngik-Ngok atauBentuk Angkatan V (buruh dan tani). Melalui BTI (Barisan Tani Indonesia), SOBSI dan Pemuda Rakyat, PKI juga mulai menggarap desa-desa dan mengeluarkan slogan Tujuh Setan Desa. Mereka yang disebut setan itu adalah tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukang ijon, kapitalis birokrat, bandit desa serta pengirim zakat. Setelah slogan ini dipropagandakan, mulailah terjadi pembantaian dan pembunuhan terhadap mereka yang oleh penduduk desa dianggap setan. Dengan maraknya aksi brutal PKI, enam partai mengeluarkan

pernyataan yang sifatnya mengecam tindakan PKI. Mereka adalah PNI, NU, Parkindo, Partai Katolik, PSII dan IPKI. Sedang jajaran militer, juga tegas menolak Nasakomisasi di tubuh militer, seperti diusulkan PKI. Memasuki September, isu-isu kudeta militer yang dikomandoi Dewan Jendral semakin santer. Sebagian orang percaya hari ABRI 5 Oktober akan digunakan militer untuk melakukan kup terhadap presiden. Apalagi sejak seminggu sebelumnya, Lapangan Parkir Timur Senayan sudah dipenuh kendaraan parade dan defile militer. Bahkan banyak yang sengaja didatangkan dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Dengan dalih menyelamatkan revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi, PKI merencanakan sebuah gerakan yang mereka disebut Gerakan 30 September. Menurut LetKol Untung, gerakan ini semata-mata gerakan dalam Angkatan Darat yang ditujukan kepada Dewan Jendral yang telah mencemarkan nama Angkatan Darat. Dan ia sebagai anggota Cakrabirawa berkewajiban melindungi keselamatan presiden. Yang diserahi tugas menculik para jendral tergabung dalam pasukan Pasopati. Komandannya ditunjuk Lettu Dul Arief. Pasukan disebar ke sasaran masing-masing serentak dan mulai bergerak dari Lubang Buaya pukul 03.00 WIB. Enam orang jendral dan satu orang perwira pertama menjadi korban keganasan PKI. Surat keputusan No.1/3/1966 yang ditandatangani oleh Letjen Suharto atas nama Presiden Republik Sukarno berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Surat keputusan ini diperkuat lagi dengan Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 yang menyatakan partai komunis sebagai partai terlarang. Tidak hanya itu, sejak itu setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan faham dan ajaran Komunisme-Marxisme-Leninisme juga dilarang. Artikel berikut muncul di Spartanburg, South Carolina Herald-Journal pada tanggal 19 Mei, 1990 lalu di San Fransisco Examiner pada 20 Mei, 1990, Washington Post pada tanggal 21 Mei 1990, dan Boston Globe pada tanggal 23 Mei 1990. Versi bawah ini dari Examiner. Mantan agen CIA mengatakan mengumpulkan daftar kematian bagi Indonesia Setelah 25 tahun, Amerika berbicara tentang mereka peran dalam membasmi Partai Komunis oleh Kathy Kadane, Amerika News Service, 1990 WASHINGTON - Pemerintah AS memainkan peran penting di salah satu pembantaian terburuk abad ini dengan menyediakan nama-nama ribuan pemimpin Partai Komunis kepada tentara Indonesia, yang memburu kaum kiri dan membunuh mereka, mantan diplomat AS mengatakan. Untuk pertama kalinya, para pejabat AS mengakui bahwa pada 1965 mereka secara sistematis mengumpulkan daftar komprehensif dari operasi komunis, dari eselon atas ke bawah untuk kader desa. Sebanyak 5.000 nama yang diserahkan kepada tentara Indonesia, dan Amerika kemudian diperiksa dari nama-nama mereka yang telah dibunuh atau ditangkap, menurut para pejabat AS. Pembunuhan itu bagian dari sebuah pertumpahan darah besar yang mengambil 250.000 taksiran. Pembersihan Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah bagian dari upaya AS untuk memastikan bahwa Komunis datang bukan untuk kekuasaan di negara terbesar di Asia Tenggara, di mana Amerika Serikat itu sudah terlibat dalam perang rahasia di Vietnam. Indonesia adalah negara yang paling padat penduduknya-kelima di dunia. Diam selama seperempat abad, mantan diplomat senior AS dan petugas CIA dijelaskan dalam wawancara panjang bagaimana mereka dibantu Bahasa Indonesia Presiden Soeharto, maka pemimpin tentara, dalam serangan pada PKI. "Ini benar-benar adalah bantuan yang besar kepada tentara," kata Robert J. Martens, mantan anggota bagian politik Kedutaan Besar AS yang kini menjadi konsultan untuk Departemen Luar Negeri. "Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya mungkin punya banyak darah di tangan saya, tapi itu tidak semua buruk Ada saat ketika Anda harus memukul keras pada saat yang menentukan.." Gedung Putih dan juru bicara Departemen Luar Negeri menolak mengomentari pengungkapan. Meskipun mantan wakil CIA kepala pos dan mantan diplomat Edward Masters, bos yang Martens ", kata agen CIA berkontribusi dalam menyusun daftar-daftar maut, juru bicara CIA, Mark Mansfield mengatakan," Tidak ada substansi tuduhan bahwa CIA terlibat dalam dan persiapan / atau distribusi dari daftar yang digunakan untuk melacak dan membunuh anggota-anggota PKI. Hal ini hanya tidak benar. " Juru bicara Kedutaan Besar Bahasa Indonesia Makarim Wibisono mengatakan ia tidak memiliki pengetahuan pribadi tentang peristiwa yang digambarkan oleh mantan pejabat AS. "Dalam hal memerangi kaum Komunis, sejauh yang saya khawatir, rakyat Indonesia berjuang sendiri untuk membasmi Komunis," katanya. Martens, seorang analis berpengalaman urusan komunis, dipimpin kelompok kedutaan Departemen Luar Negeri dan pejabat CIA yang menghabiskan dua tahun untuk membuat daftar. Dia kemudian menyerahkan mereka ke perantara tentara. Orang yang bernama di daftar ditangkap dalam jumlah besar, Martens mengatakan, menambahkan, "Ini adalah bagian besar dari alasan PKI tidak pernah kembali." PKI adalah Partai Komunis ketiga terbesar di dunia, dengan 3 juta anggota diperkirakan. Melalui organisasi-organisasi afiliasinya seperti tenaga kerja dan kelompok pemuda itu mengklaim loyalitas lain 17 juta. Pada tahun 1966, Washington Post menerbitkan sebuah memperkirakan bahwa 500.000 tewas dalam pembersihan dan perang saudara singkat itu dipicu. Dalam sebuah laporan tahun 1968, CIA diperkirakan ada 250.000 kematian telah, dan disebut pembantaian "salah satu pembunuhan massal terburuk di abad ke-20." U. S. Kedutaan persetujuan Persetujuan untuk rilis dari nama-nama datang dari pejabat tinggi Kedubes AS, termasuk mantan Duta Besar Marshall Green,

wakil kepala misi Jack Lydman dan politik kepala bagian Edward Masters, tiga mengakui dalam wawancara. Kabel kedutaan dideklasifikasi dan laporan Departemen Luar Negeri dari awal Oktober 1965, sebelum nama diserahkan, menunjukkan bahwa para pejabat AS tahu Soeharto telah mulai roundups kader PKI, dan bahwa kedutaan laporan yang belum dikonfirmasi bahwa telah regu tembak sedang dibentuk untuk membunuh tahanan PKI. Mantan Direktur CIA William Colby, dalam sebuah wawancara, dibandingkan kampanye kedutaan untuk mengidentifikasi kepemimpinan PKI untuk program Phoenix di Vietnam. Pada tahun 1965, Colby direktur divisi Timur Jauh CIA dan bertanggung jawab atas pengarahan strategi rahasia AS di Asia. "Itulah yang saya set di Program Phoenix di Vietnam - yang saya sudah ditendang sekitar untuk banyak," katanya. "Itulah apa itu. Itu adalah upaya untuk mengidentifikasi struktur" dari Partai Komunis. Phoenix adalah program gabungan AS-Vietnam Selatan yang didirikan oleh CIA pada Desember 1967 yang bertujuan untuk menetralkan anggota dari Front Pembebasan Nasional, para kader politik Vietkong. Secara luas dikritik karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia. "Kau menembak mereka" "Ide mengidentifikasi aparat setempat dirancang untuk - baik, Anda pergi keluar dan membuat mereka menyerah, atau Anda menangkap atau Anda menembak mereka," kata Colby Program Phoenix. "Maksudku, itu adalah perang, dan mereka berjuang Jadi itu benar-benar ditujukan untuk memberikan intelijen untuk operasi daripada gambaran besar dari hal itu.." Pada tahun 1962, ketika ia mengambil alih sebagai kepala divisi Timur Jauh CIA, Colby mengatakan ia menemukan Amerika Serikat tidak memiliki daftar yang komprehensif dari aktivis PKI. Tidak memiliki daftar "bisa saja dikritik sebagai celah dalam sistem intelijen," katanya, menambahkan mereka berguna untuk "perencanaan operasi" dan memberikan gambaran tentang bagaimana pesta itu diselenggarakan. Tanpa daftar tersebut, katanya, "kau berjuang buta." Ketika ditanya apakah CIA telah bertanggung jawab untuk mengirimkan Martens, seorang petugas dinas luar negeri, ke Jakarta pada tahun 1963 untuk menyusun daftar, Colby mengatakan, "Mungkin, aku tidak tahu Mungkin kita melakukannya.. Aku sudah lupa." Daftar adalah who's-yang rinci pimpinan partai 3 juta anggota, kata Martens. Mereka termasuk nama-nama propinsi, kota dan lokal PKI anggota komite, dan pemimpin dari "organisasi massa," seperti PKI federasi tenaga kerja nasional, perempuan dan kelompok pemuda. Informasi yang lebih baik "Aku tahu kita memiliki informasi lebih banyak" tentang PKI "dari orang Indonesia sendiri," kata Green. Martens "kata saya pada beberapa kesempatan yang ... pemerintah tidak memiliki informasi yang sangat baik pada setup Komunis, dan dia memberi saya kesan bahwa informasi ini lebih unggul terhadap apa yang mereka miliki." Master, kepala bagian politik kedutaan, mengatakan dia yakin tentara telah daftar sendiri, tapi mereka tidak komprehensif sebagai daftar Amerika. Dia mengatakan dia tidak bisa mengingat apakah keputusan untuk melepaskan nama telah dibersihkan dengan Washington. Daftar diserahkan sedikit demi sedikit, kata Martens, dimulai di bagian atas organisasi komunis. Martens memasok ribuan namanama utusan Indonesia selama beberapa bulan, katanya. Utusan adalah ajudan Adam Malik, seorang menteri Indonesia yang merupakan sekutu Soeharto dalam serangan terhadap kaum Komunis. Diwawancarai di Jakarta, ajudan, Tirta Kentjana ("Kim") Adhyatman, menegaskan ia telah bertemu dengan Martens dan menerima daftar ribuan nama, yang pada gilirannya memberikan pada Malik. Malik melewati mereka ke markas Suharto, katanya. "Menembak daftar" Hati-hati petugas kedutaan mencatat penghancuran selanjutnya organisasi PKI. Menggunakan daftar Martens 'sebagai panduan, mereka memeriksa nama-nama para pemimpin PKI ditangkap dan dibunuh, pelacakan pembongkaran stabil dari aparat partai, mantan pejabat AS mengatakan. Informasi tentang yang telah ditangkap dan dibunuh datang dari markas Suharto, menurut Joseph Lazarsky, wakil kepala stasiun CIA di Jakarta pada 1965. Markas Suharto di Jakarta adalah titik pusat untuk pengumpulan laporan militer dari seluruh negeri merinci menangkap dan membunuh para pemimpin PKI, Lazarsky kata. "Kami mendapatkan laporan yang baik di Jakarta tentang siapa yang mengambil," kata Lazarsky. "Tentara memiliki 'daftar penembakan' dari sekitar 4.000 atau 5.000 orang." Pusat penahanan dibentuk untuk menahan mereka yang tidak segera dibunuh. "Mereka tidak punya cukup tentara untuk membinasakan mereka semua, dan beberapa orang masih berharga untuk diinterogasi," kata Lazarsky. "Infrastruktur itu segera merangsang Kami tahu apa yang mereka lakukan. Kami tahu mereka akan tetap sedikit dan menyimpannya untuk pengadilan pura-pura, tetapi Suharto dan penasehat-penasehatnya berkata, bila kamu biarkan mereka hidup., Anda harus memberi mereka makan." Master, kepala bagian politik, mengatakan, "Kami memiliki daftar ini" dibangun oleh Martens, "dan kami menggunakan mereka untuk mengecek apa yang terjadi pada partai, apa efek" pembunuhan "di atasnya." Lazarsky mengatakan karya checkoff juga dilakukan oleh direktorat intelijen CIA di Washington.

Kepemimpinan hancur Pada akhir Januari 1966, Lazarsky mengatakan, check-off begitu banyak nama-nama para analis CIA di Washington menyimpulkan kepemimpinan PKI telah hancur. "Tak ada yang peduli, selama mereka Komunis, bahwa mereka dibantai," kata Howard Federspiel, yang pada 1965 adalah ahli Indonesia di Departemen Luar Negeri Biro Intelijen dan Riset. "Tidak ada yang menjadi sangat bekerja sampai tentang hal itu." Ditanya tentang checkoffs, Colby mengatakan, "Kami datang ke kesimpulan bahwa dengan cara semacam Draconian itu dilakukan, itu benar-benar mengatur mereka" - yang komunis - "kembali untuk tahun." Ditanya apakah ia berarti checkoffs merupakan bukti bahwa pimpinan PKI telah ditangkap atau dibunuh, ia berkata, "Ya, ya, itu benar, ... unsur terkemuka, ya."

Lebih dari Kathy Kadane ... Surat untuk Editor, New York Review of Books, April 10, 1997 Untuk Editor: Saya sangat mengagumi Ms Laber sepotong tentang politik bahasa Indonesia dan asal usul dari rezim Soeharto. Sehubungan dengan pernyataan bahwa sedikit yang diketahui tentang peran (atau AS) CIA dalam kudeta 1965 dan pembantaian tentara yang mengikuti, saya ingin membuat pembaca Anda menyadari tubuh menarik bukti tentang ini yang tersedia untuk umum, namun akses publik untuk itu sedikit diketahui. Ini terdiri dari serangkaian on-the-record, rekaman wawancara dengan pria yang mengepalai kedutaan AS di Jakarta atau berada pada tingkat tinggi di Washington lembaga pada tahun 1965. Saya menerbitkan sebuah berita didasarkan pada wawancara di The Washington Post ("Daftar Pejabat AS 'Dibantu pertumpahan darah Indonesia di tahun 60-an," 21 Mei 1990), dan sejak ditransfer rekaman, catatan saya, dan koleksi kecil dokumen, termasuk kabel dideklasifikasikan beberapa cerita yang didasarkan, kepada Arsip Keamanan Nasional di Washington, DC Arsip adalah lembaga penelitian nonpemerintah dan perpustakaan, terletak di George Washington University. Para mantan pejabat yang diwawancarai termasuk Duta Besar Marshall Green, Wakil Kepala Misi Jack Lydman, Penasehat Politik (kemudian Duta Besar) Edward E. Masters, Robert Martens (seorang analis dari Indonesia yang bekerja di bawah pengawasan kiri Masters '), dan (kemudian) direktur Central Intelligence Agency divisi Timur Jauh, William Colby. Kaset-kaset, bersama dengan catatan percakapan, menunjukkan bahwa Amerika Serikat dilengkapi intelijen penting - nama-nama dari ribuan aktivis kiri, baik komunis dan non-Komunis - untuk Tentara Nasional Indonesia yang kemudian digunakan dalam perburuan berdarah. Ada detail-detail lain yang menggambarkan kedalaman keterlibatan AS dan bersalah dalam pembunuhan yang saya pelajari dari mantan pejabat tingkat atas kedutaan, tetapi belum diterbitkan sebelumnya. Sebagai contoh, AS menyediakan peralatan logistik kunci, buru-buru dikirim pada menit terakhir sebagai Soeharto menimbang keputusan yang beresiko tinggi untuk menyerang. Jip yang disediakan oleh Pentagon untuk mempercepat tentara di jalan-jalan di Indonesia terkenal buruk, bersama dengan "puluhan dan puluhan" dari radio lapangan bahwa Angkatan Darat kekurangan. Seperti Ms Laber dicatat, Amerika Serikat (yaitu, Pentagon) juga diberikan "senjata." Kabel ini adalah menunjukkan senjata kecil, yang digunakan untuk membunuh dari jarak dekat. Pasokan radio mungkin yang paling detil yang jitu. Mereka melayani komunikasi tidak hanya sebagai sawah tetapi juga menjadi elemen dari sebuah operasi, luas pengumpulan intelijen AS dibangun sebagai perburuan itu pergi ke depan. Menurut seorang pejabat kedutaan mantan, Central Intelligence Agency buru-buru menyediakan radio - negara-of-the-art Collins KWM-2s, tinggifrekuensi tunggal-sideband transceiver, unit tertinggi bertenaga ponsel yang tersedia pada waktu itu kepada sipil dan pasar komersial. Radio, disimpan di Lapangan Clark di Filipina, diam-diam diterbangkan oleh Angkatan Udara AS ke Indonesia. Mereka kemudian didistribusikan langsung ke markas Soeharto - yang disebut dengan singkatan KOSTRAD - oleh Pentagon perwakilan. Radio terpasang sebuah lubang besar di Angkatan Darat komunikasi: pada saat kritis, tidak ada artinya bagi pasukan di Jawa dan pulau-pulau keluar untuk berbicara langsung dengan Jakarta. Sementara kedutaan mengatakan kepada wartawan AS tidak memiliki informasi mengenai operasi, sebaliknya adalah benar. Setidaknya ada dua sumber langsung dari informasi. Selama minggu-minggu di mana daftar Amerika diserahkan kepada Angkatan Darat, petugas kedutaan bertemu diam-diam dengan pria dari unit intelijen Soeharto secara berkala tentang yang telah ditangkap atau dibunuh. Selain itu, AS memiliki informasi lebih umum dari pemantauan sistematis radio Angkatan Darat. Menurut mantan pejabat AS, AS mendengarkan dengan siaran di AS yang dipasok radio untuk minggu sebagai perburuan itu pergi ke depan, sengaja mendengar, antara lain, perintah dari unit intelijen Soeharto untuk membunuh orang-orang tertentu di lokasi tertentu. Metode yang telah dicapai penyadapan juga dijelaskan. Radio selular ditransmisikan ke antena, besar portabel di depan KOSTRAD (juga buru-buru diberikan oleh AS - saya diberitahu itu diterbangkan di dalam pesawat C-130). CIA memastikan frekuensi Angkatan Darat akan menggunakan dikenal di muka untuk National Security Agency. NSA menyadap siaran di sebuah situs di Asia Tenggara, di mana analis yang kemudian menerjemahkannya. Menyadap kemudian dikirim ke Washington, di mana analis bergabung dengan laporan dari kedutaan. Pelaporan gabungan, penyadapan ditambah "manusia" kecerdasan, merupakan dasar utama untuk penilaian Washington efektivitas dari perburuan karena menghancurkan organisasi kiri, termasuk, inter alia, Partai Komunis Indonesia, PKI.

Sebuah kata tentang kepentingan relatif dari daftar Amerika. Tampaknya CIA telah beberapa akses sebelum 1965 ke file intelijen PKI ditempatkan di bagian G-2 Angkatan Darat Indonesia, maka dipimpin oleh Mayor Jenderal S. Parman. Pejabat CIA telah berurusan dengan Parman tentang intelijen mengenai PKI, antara lain, di tahun-tahun sebelum kudeta, menurut mantan pejabat AS yang terlibat (Parman tewas dalam kudeta). Mantan pejabat, yang rekening diperkuat oleh orang lain yang saya wawancarai, mengatakan bahwa daftar bahasa Indonesia, atau file, dianggap tidak memadai oleh para analis AS karena mereka mengidentifikasi pejabat PKI di tingkat "nasional", tapi gagal untuk mengidentifikasi ribuan orang yang berlari partai di tingkat regional dan kota, atau yang operasi rahasia, atau memiliki beberapa berdiri lainnya, seperti dana. Ketika ditanya tentang alasan yang mungkin untuk ini jelas kekurangan, mantan Duta Besar AS Marshall Green, dalam sebuah wawancara 1989 Desember, ditandai pemahaman cara ini: Saya tahu bahwa kita memiliki informasi lebih banyak dari orang Indonesia sendiri .... Untuk satu hal, itu akan menjadi agak berbahaya [bagi militer Indonesia untuk membangun daftar seperti itu] karena Partai Komunis begitu meresap dan [pengumpul intelijen] akan meraba ... karena orang-orang sampai garis [yang lebih tinggi -up, beberapa di antaranya bersimpati dengan] PKI. Dalam [Bahasa Indonesia] Angkatan Udara, itu akan telah mematikan untuk melakukan itu. Dan mungkin itu akan benar untuk polisi, Marinir, Angkatan Laut - di Angkatan Darat, itu tergantung. Dugaan saya adalah bahwa sekali hal ini pecah, Angkatan Darat sudah putus asa untuk informasi mengenai siapa adalah siapa [dalam PKI]. Pada akhir Januari 1966, penilaian intelijen AS membandingkan daftar Amerika dengan laporan dari mereka yang ditangkap atau tewas menunjukkan Angkatan Darat telah menghancurkan PKI. Sikap umum adalah rasa lega besar: "Tidak ada yang peduli" tentang penangkapan toko daging dan massa karena korban Komunis, salah satu pejabat di Washington mengatakan kepada saya. - Kathy Kadane AS dan Gulingkan Soekarno, 1965-1967 Oleh: Peter Dale Scott *) *) Artikel ini adalah dari Pasifik Negeri,, 58 Musim Panas 1985, halaman 239-264. Peter Dale Scott adalah seorang profesor bahasa Inggris di University of California di Berkeley, dan anggota dewan penasihat di Research Informasi Publik. Dalam makalah singkat tentang subjek besar dan penasaran, saya membahas keterlibatan AS dalam penggulingan berdarah Presiden Indonesia Soekarno, 1965-1967. Keseluruhan cerita dari periode sakit-dipahami bahkan akan melampaui analisis ditulis selengkap mungkin. Banyak dari apa yang terjadi tidak dapat didokumentasikan, dan dokumentasi yang bertahan, banyak yang baik kontroversial dan diverifikasi. Pembantaian sayap kiri Sukarno sekutu merupakan produk dari paranoia yang tersebar luas serta kebijakan konspiratif, dan merupakan tragedi di luar niat dari setiap kelompok tunggal atau koalisi. Juga tidak disarankan bahwa dalam tahun 1965 hanya provokasi dan kekerasan berasal dari militer Indonesia sayap kanan, kontak mereka di Amerika Serikat, atau (juga penting, tetapi hampir tidak menyentuh di sini) saling kontak mereka di intelijen Inggris, Jerman dan Jepang. Namun, setelah semua ini telah mengatakan, cerita yang kompleks dan ambigu dari pertumpahan darah Indonesia juga pada dasarnya sederhana dan lebih mudah untuk percaya daripada versi publik terinspirasi oleh Presiden Soeharto dan sumber pemerintah AS. Bermasalah mengklaim mereka adalah bahwa dalam apa yang disebut Gestapu (Gerakan September Tigahpuluh) percobaan kudeta 30 September 1965 (ketika enam jenderal senior yang dibunuh), kiri kanan menyerang, mengarah ke pemulihan kekuasaan, dan hukuman pembersihan kiri, oleh center.1 Artikel ini berpendapat sebaliknya bahwa, dengan menginduksi, atau minimal membantu untuk mendorong, dengan Gestapu "kudeta," dihilangkan kanan dalam Angkatan Darat Indonesia rivalnya di pusat tentara, sehingga membuka jalan untuk sebuah eliminasi lama direncanakan kaum kiri sipil, dan akhirnya pembentukan Gestapu dictatorship.2 militer, dengan kata lain, hanya fase pertama dari tiga fase kudeta sayap kanan satu yang telah baik secara publik didorong dan diam-diam dibantu oleh juru bicara AS dan officials.3 Sebelum beralih ke keterlibatan AS dalam apa CIA sendiri telah disebut "salah satu pembunuhan massal terburuk di abad kedua puluh," mari kita ingat 4 apa yang sebenarnya mengarah ke hal itu. Menurut Harold Crouch sarjana Australia, oleh 1965, Staf Umum Angkatan Darat Indonesia terpecah menjadi dua kubu. Di pusat itu adalah perwira staf umum dilengkapi dengan, dan setia pada, komandan militer Jenderal Yani, yang pada gilirannya enggan untuk menantang kebijakan Presiden Sukarno persatuan nasional dalam aliansi dengan partai Komunis Indonesia, atau PKI. Kelompok kedua, termasuk jenderal sayap kanan Nasution dan Soeharto, terdiri dari mereka yang menentang Yani dan Sukarnois nya policies.5 Semua jenderal anti-PKI, tetapi oleh 1965 isu memecah belah adalah Soekarno. Cerita (belum terhitung) sederhana penggulingan Sukarno adalah bahwa pada musim gugur tahun 1965 Yani dan lingkaran jenderal-nya dibunuh, membuka jalan bagi perebutan kekuasaan oleh sayap kanan anti-Yani yang bersekutu dengan pasukan Soeharto. Kunci untuk ini adalah apa yang disebut percobaan kudeta Gestapu yang, dalam nama pendukung Soekarno, pada kenyataannya sangat tepat sasaran anggota terkemuka faksi angkatan darat yang paling setia, Yani group.6 Sebuah pertemuan kesatuan militer pada Januari 1965, antara "lingkaran dalam Yani" dan mereka (termasuk Soeharto) yang "memiliki keluhan dari satu jenis atau lain terhadap Yani," berbaris para korban 30 September terhadap mereka yang berkuasa setelah mereka murder.7 Tidak satu anti-Sukarno umum ditargetkan oleh Gestapu, dengan pengecualian yang jelas dari Jendral Nasution.8 Tapi tahun 1961 operasi CIA telah menjadi kecewa dengan Nasution sebagai aset yang dapat diandalkan, karena "catatan konsisten nya menyerah pada Soekarno pada jumlah besar beberapa "9. Hubungan antara Suharto dan Nasution juga dingin, sejak Nasution, setelah menyelidiki tuduhan korupsi Suharto pada tahun 1959, telah dipindahkan dia dari command.10 nya Mendua distorsi realitas, pertama dengan pernyataan Letnan Kolonel Untung untuk Gestapu, kemudian oleh Soeharto dalam "meletakkan" Gestapu, yang saling mendukung lies.11 Untung, pada 1 Oktober, mengumumkan bahwa Sukarno ambigu berada di bawah "perlindungan" Gestapu itu ( dia tidak), juga, bahwa Dewan yang didukung CIA Jenderal telah merencanakan kudeta untuk sebelum 5 Oktober, dan untuk tujuan ini telah membawa "pasukan dari Timur, Tengah, dan Jawa Barat" untuk Jakarta.12

Pasukan dari daerah-daerah telah memang telah dibawa ke Jakarta untuk parade Hari Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober. Untung tidak menyebutkan, bagaimanapun, bahwa "ia sendiri telah terlibat dalam perencanaan untuk parade Hari Angkatan Bersenjata dan dalam memilih unit untuk berpartisipasi di dalamnya;" 13 atau bahwa unit-unit (yang termasuk batalion mantan sendiri, Batalyon 454) memasok sebagian besar sekutu untuk kegiatan Gestapu batalion baru di Jakarta. Pertama Suharto dua siaran menegaskan kembali kesetiaan konstan tentara untuk "Bung Karno Pemimpin Besar," dan juga menyalahkan kematian enam jenderal pada pemuda PKI dan perempuan, ditambah "unsur-unsur Angkatan Udara" - pada tidak ada bukti lain dari situs sumur tempat mayat-mayat itu found.14 Pada saat ini ia tahu benar bahwa pembunuhan sebenarnya sudah dilakukan oleh unsur-unsur tentara yang sangat Untung disebut, unsur-unsur di bawah Suharto sendiri command.15 Jadi, apa pun motivasi dari individu-individu seperti Untung di kudeta Gestapu, Gestapu seperti yang mendua. Kedua retorika dan di atas semua tindakannya itu bukan hanya tidak layak, mereka adalah hati-hati dirancang untuk mempersiapkan respon Soeharto juga mendua. Misalnya, keputusan Gestapu untuk menjaga semua sisi pusat kota Lapangan Merdeka di Jakarta, kecuali bahwa di mana Suharto KOSTRAD [Strategis Angkatan Darat Komando Cadangan] markas yang terletak, konsisten dengan keputusan Gestapu untuk menargetkan tentara jenderal-satunya yang mungkin telah menantang asumsi Suharto kekuasaan. Sekali lagi, transfer Gestapu mengumumkan kekuatan untuk sebuah benar-benar fiktif "Dewan Revolusi" dari mana Soekarno sudah disingkirkan, memungkinkan Soeharto pada gilirannya untuk menyamar sebagai bek Sukarno padahal mencegah dia dari melanjutkan kontrol. Lebih penting lagi, pembunuhan serampangan Gestapu dari para jenderal dekat pangkalan angkatan udara di mana PKI pemuda telah dilatih diperbolehkan Soeharto, dalam manuver Goebbels seperti, untuk mentransfer menyalahkan pembunuhan dari pasukan di bawah komandonya sendiri (yang dia tahu telah melakukan keluar penculikan) untuk angkatan udara dan personil PKI yang mana mengabaikan them.16 Dari pro-Suharto sumber - terutama studi CIA Gestapu diterbitkan pada tahun 1968 - kita belajar betapa sedikit tentara terlibat dalam pemberontakan Gestapu dugaan, dan, lebih penting, bahwa di Jakarta seperti di Jawa Tengah sama batalyon yang memasok "pemberontak" perusahaan yang juga digunakan untuk "meletakkan pemberontakan ke bawah." Dua pertiga dari satu brigade pasukan para (yang telah diperiksa Soeharto hari sebelumnya) ditambah satu perusahaan dan satu peleton merupakan seluruh kekuatan Gestapu di Jakarta, semua kecuali satu dari unit-unit diperintahkan oleh hadir atau mantan perwira Divisi Diponegoro yang dekat dengan Suharto, dan yang terakhir berada di bawah seorang perwira yang taat sekutu dekat politik Soeharto, Basuki Rachmat.17 Dua dari perusahaan-perusahaan, dari Batalyon 454 dan 530, adalah penyerang elit, dan dari 1962 unit-unit ini berada di antara penerima utama Indonesia sebesar US assistance.18 Fakta ini, yang dengan sendirinya membuktikan apa-apa, meningkatkan rasa ingin tahu kita tentang banyak pemimpin Gestapu yang telah AS-dilatih. Pemimpin Gestapu di Jawa Tengah, Saherman, telah kembali dari pelatihan di Fort Leavenworth dan Okinawa, sesaat sebelum bertemu dengan Sukirno Untung dan Mayor dari Batalion 454 pada pertengahan Agustus 1965,19 Seperti Ruth McVey telah mengamati, penerimaan Saherman untuk pelatihan di Fort Leavenworth " berarti bahwa ia telah melewati peninjauan oleh pengamat CIA "20. Jadi ada kontinuitas antara prestasi baik Gestapu dan respon untuk itu oleh Suharto, yang dalam nama membela Soekarno dan menyerang Gestapu melanjutkan tugasnya untuk menghilangkan pro-Yani anggota Staf Umum Angkatan Darat, bersama dengan unsur-unsur sisa lainnya dukungan untuk pertama Yani dan kemudian Sukarno sebagai remained.21 Bagian terbesar dari tugas ini tentu saja penghapusan PKI dan pendukungnya, dalam pertumpahan darah yang, karena beberapa sekutu Soeharto sekarang mengakui, mungkin telah mengambil lebih dari setengah juta jiwa. Ketiga peristiwa Gestapu, respon Soeharto, dan pertumpahan darah ini - memiliki hampir selalu disajikan di negeri ini sebagai termotivasi secara terpisah: Gestapu yang digambarkan sebagai plot oleh kaum kiri, dan pertumpahan darah sebagai untuk sebagian besar tindakan irasional dari hiruk-pikuk populer . Pejabat AS, wartawan dan cendekiawan, beberapa dengan koneksi CIA agak menonjol, barangkali terutama bertanggung jawab untuk mitos bahwa pertumpahan darah itu adalah rasa jijik, spontan populer untuk apa AS Duta Besar Jones kemudian disebut PKI 22 "pembantaian." Meskipun PKI tentu memberikan kontribusi pangsa dengan histeria politik tahun 1965, Crouch telah menunjukkan bahwa klaim berikutnya dari kampanye teror PKI yang terlampau exaggerated.23 Pada kenyataannya membunuh sistematis terjadi di bawah hasutan tentara di tahap terhuyung-huyung, yang terburuk terjadi sebagai RPKAD Kolonel Sarwo Edhie itu [Tentara Resimen Para Komando] pindah dari Jakarta Tengah dan Jawa Timur, dan akhirnya ke Bali.24 Sipil yang terlibat dalam pembantaian itu baik direkrut dan dilatih oleh tentara di tempat, atau ditarik dari kelompok-kelompok (seperti tentara-dan CIA yang disponsori SOKSI serikat buruh [Pusat Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia], dan organisasi mahasiswa sekutunya) yang telah bekerja sama selama bertahun-tahun dengan tentara pada masalah politik. Hal ini jelas dari rekening Sundhaussen bahwa di sebagian besar daerah pertama pembantaian terorganisir (Sumatera Utara, Aceh, Cirebon, seluruh Jawa Tengah dan Timur), ada komandan tentara lokal dengan sangat kuat dan terbukti sentimen anti-PKI. Banyak dari ini selama bertahun-tahun bekerja sama dengan warga sipil, melalui apa yang disebut program "civic action" yang disponsori oleh Amerika Serikat, dalam operasi yang ditujukan terhadap PKI dan kadang-kadang Soekarno. Jadi seseorang bisa menduga konspirasi sah pada kenyataan bahwa anti-PKI "tanggapan sipil" dimulai pada 1 Oktober, ketika tentara mulai membagikan senjata kepada siswa Muslim dan serikat, sebelum ada bukti yang tersedia untuk publik menghubungkan Gestapu ke PKI.25 Bahkan Sundhaussen, yang merendahkan peran tentara dalam mempersenjatai dan menghasut band pembunuhan sipil, menyimpulkan bahwa, apa pun kekuatan populer anti-PKI kebencian dan ketakutan, "tanpa anti-PKI propaganda Angkatan Darat pembantaian tidak mungkin terjadi." 26 Para artikel ini lebih jauh dan menyatakan bahwa Gestapu, respon Soeharto, dan pertumpahan darah merupakan bagian dari skenario koheren tunggal untuk pengambilalihan militer, sebuah skenario yang diikuti lagi di Chile pada tahun-tahun 1970-1973 (dan sampai batas tertentu di Kamboja pada 1970). Soeharto, tentu saja, akan menjadi konspirator utama dalam skenario ini: peran mendua tentang menyamar sebagai pembela status quo konstitusional, sementara pada kenyataannya bergerak sengaja untuk menggulingkan itu, adalah analog dengan Jenderal Pinochet di Chili. Tetapi peran yang lebih langsung dalam mengorganisasi banjir darah itu dimainkan oleh warga sipil dan petugas dekat dengan kader pemberontakan CIA gagal tahun 1958, sekarang bekerja dalam apa yang disebut program "civic action" yang didanai dan dilatih oleh Amerika Serikat. Bahan yang diperlukan dari skenario itu harus, dan jelas itu, yang disediakan oleh negara-negara lain dalam mendukung Soeharto. Banyak negara-negara tersebut tampaknya telah memainkan

peran pendukung seperti: Jepang, Inggris, Jerman, 27 mungkin Australia. Tapi saya ingin fokus pada dorongan dan dukungan untuk militer "putschisme" dan pembunuhan massal yang datang dari Amerika Serikat, dari CIA, militer, RAND, Ford Foundation, dan individuals.28 Amerika Serikat dan Angkatan Darat Indonesia "Misi" Tampaknya jelas bahwa dari sejak tahun 1953 Amerika Serikat tertarik dalam membantu memicu krisis regional di Indonesia, biasanya diakui sebagai "penyebab langsung" yang diinduksi Sukarno, pada tanggal 14 Maret 1957, untuk menyatakan hukum militer, dan membawa "yang korps perwira sah dalam politik "29. Dengan 1953 (jika tidak sebelumnya) di Dewan Keamanan Nasional AS telah mengadopsi salah satu dari serangkaian dokumen kebijakan menyerukan "tindakan yang tepat, bekerja sama dengan negara-negara sahabat lainnya, untuk mencegah kontrol komunis permanen" dari Indonesia.30 Sudah NSC 171 / 1 tahun yang dibayangkan pelatihan militer sebagai sarana meningkatkan pengaruh AS, meskipun upaya utama CIA diarahkan ke arah kanan sayap partai politik ("moderat ... di sebelah kanan," seperti NSC 171 disebut mereka): terutama Islam Masyumi dan PSI "Sosialis" pihak. Jutaan dolar yang dituangkan ke CIA Masyumi dan PSI pada pertengahan tahun 1950-an adalah faktor yang mempengaruhi peristiwa 1965, ketika seorang mantan anggota PSI - Sjam - adalah dalang dugaan Gestapu, 31 dan PSI-bersandar petugas - terutama Suwarto dan Sarwo Edhie - menonjol dalam perencanaan dan melaksanakan respon anti-PKI untuk Gestapu.32 Pada 1957-1958, CIA menyusup senjata dan personil untuk mendukung pemberontakan daerah melawan Soekarno. Operasi ini nominal rahasia, meskipun sebuah pesawat Amerika dan pilot ditangkap, dan upaya CIA didampingi oleh satuan tugas lepas pantai AS Ketujuh Fleet.33 Pada tahun 1975 Komite Senat Pilih mempelajari CIA menemukan apa yang disebut "beberapa bukti keterlibatan CIA dalam rencana untuk membunuh Presiden Soekarno ", tetapi, setelah penyelidikan awal dari upaya pembunuhan November 1957 di distrik Cikini Jakarta, panitia tidak mengejar matter.34 Pada tanggal 1 Agustus 1958, setelah kegagalan CIA yang disponsori PRRI-Permesta pemberontakan daerah terhadap Sukarno, Amerika Serikat memulai program bantuan militer kepada Indonesia upgrade di urutan dua puluh juta dolar year.35 Sebuah Gabungan AS memo Kepala Staf tahun 1958 membuat jelas bahwa bantuan ini diberikan kepada Tentara Nasional Indonesia ("kekuatan non-Komunis hanya ... dengan kemampuan menghalangi ... PKI") sebagai "dorongan" untuk Nasution untuk "melakukan 'rencana' nya untuk kontrol Komunisme "36. JCS tidak perlu mengeja "rencana," Nasution yang dokumen lain pada saat ini membuat reference.37 Ini hanya bisa berarti taktik yang Nasution telah membedakan dirinya (di mata Amerika) selama penghancuran PKI di Madiun Affair 1948: massa pembunuhan dan penangkapan massal, minimal kader partai, mungkin setelah tentara provocation.38 Nasution menegaskan hal ini pada November 1965, setelah pembantaian Gestapu, ketika dia meminta kepunahan total PKI, "turun ke akar yang sangat sehingga tidak akan ada Madiun ketiga "39. Dengan 1958, Namun, PKI telah muncul sebagai gerakan massa terbesar di negeri ini. Hal ini dalam periode ini bahwa sebuah kelompok kecil peneliti AS akademis di Angkatan Udara AS dan CIA-subsidi "think-tank" mulai menekan kontak mereka dalam militer Indonesia secara terbuka, sering melalui jurnal ilmiah AS dan menekan, untuk merebut kekuasaan dan melikuidasi PKI opposition.40 Contoh yang paling menonjol adalah Guy Pauker, yang pada tahun 1958 baik mengajar di University of California di Berkeley dan menjabat sebagai konsultan di RAND Corporation. Dalam kapasitas yang terakhir dia tetap sering kontak dengan apa yang dia sendiri disebut "kelompok yang sangat kecil" intelektual PSI dan teman-teman mereka di army.41 Dalam buku RAND Corporation yang diterbitkan oleh Princeton University Press, Pauker mendesak kontak di militer Indonesia untuk menganggap "jawab penuh" untuk kepemimpinan bangsa mereka, "memenuhi misi," dan karenanya 42 "untuk menyerang, menyapu rumah mereka bersih." Walaupun Pauker mungkin tidak bermaksud apa-apa seperti skala pertumpahan darah yang akhirnya terjadi, tidak ada melarikan diri dari kenyataan bahwa "misi" dan "menyapu bersih" adalah buzz-kata untuk kontra dan pembantaian, dan seperti yang sering digunakan sebelum dan selama kudeta. Perintah pembunuhan pertama, oleh perwira militer kepada siswa Muslim di awal Oktober, adalah kata sikat, yang berarti "menyapu," "bersih keluar," "menghapus," atau "pembantaian." 43 Teman terdekat Pauker dalam tentara Indonesia adalah AS terlatih Jenderal Suwarto, yang memainkan peran penting dalam konversi tentara dari revolusioner untuk fungsi kontra. Dalam tahun-tahun setelah 1958, Suwarto dibangun Staf Angkatan Darat Indonesia dan Sekolah Komando di Bandung (SESKOAD) menjadi tempat pelatihan-untuk pengambilalihan kekuasaan politik. SESKOAD dalam periode ini menjadi fokus-titik perhatian dari Pentagon, CIA, RAND, dan (secara tidak langsung) Ford Foundation.44 Di bawah bimbingan Nasution dan Suwarto, SESKOAD mengembangkan suatu doktrin strategis baru, yaitu Warfare Teritorial (dalam dokumen diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Pauker), yang memberikan prioritas kepada kontra sebagai peran angkatan darat. Apalagi setelah 1962, ketika pemerintahan Kennedy dibantu Tentara Nasional Indonesia dalam mengembangkan Civic Mission atau "civic action" program, ini berarti organisasi infrastruktur politiknya sendiri, atau "Organisasi Teritorial," dalam beberapa kasus mencapai ke desa level.45 Sebagai hasil dari rekomendasi Negara Departemen pejabat AS pada tahun 1962, yang Pauker membantu menulis, khusus AS MILTAG (Pelatihan Militer Advisory Group) didirikan di Jakarta, untuk membantu dalam pelaksanaan Civic Mission SESKOAD yang programs.46 SESKOAD juga melatih perwira militer di bidang ekonomi dan administrasi, dan dengan demikian untuk beroperasi hampir sebagai para-negara, independen dari pemerintah Sukarno. Jadi tentara mulai berkolaborasi, dan bahkan menandatangani kontrak, dengan AS dan perusahaan asing lainnya di daerah yang sekarang di bawah kontrol. Program pelatihan ini dipercayakan kepada perwira dan warga sipil dekat dengan PSI.47 pejabat AS telah menegaskan bahwa warga sipil, yang mereka sendiri berada dalam program pelatihan yang didanai oleh Ford Foundation, menjadi terlibat dalam apa yang (kemudian) US atase militer yang disebut "kontinjensi perencanaan "untuk mencegah PKI takeover.48 Tetapi fokus yang paling signifikan dari US pelatihan dan bantuan adalah penghubung Organisasi Teritorial yang meningkat dengan 49 "pemerintahan sipil, organisasi keagamaan dan budaya, kelompok pemuda, veteran, serikat buruh, organisasi tani,

partai politik dan kelompok pada tingkat regional dan lokal." Ini penghubung politik dengan kelompok-kelompok sipil yang diberikan struktur untuk penindasan yang kejam PKI di tahun 1965, termasuk bloodbath.50 Segera para kader militer dan sipil bersama-sama merencanakan kegiatan mengganggu, seperti kerusuhan anti-Cina Bandung Mei 1963, yang malu bukan hanya PKI, tetapi Soekarno sendiri. Chomsky dan Herman melaporkan bahwa "Tentara-terinspirasi program anti-Cina yang terjadi di Jawa Barat pada tahun 1959 dibiayai oleh kontribusi AS untuk komandan tentara lokal"; ternyata dana CIA digunakan oleh Panglima (Kolonel Kosasih) untuk membayar preman lokal di apa Mozingo panggilan "(dan mungkin orang Amerika ') kampanye militer untuk hubungan pecah dengan Cina." 51 Kerusuhan 1963, yang berlangsung dalam bayang-bayang sangat SESKOAD, dihubungkan oleh Sundhaussen kepada organisasi "civic action" tentara; dan menunjukkan kontak konspirasi antara unsur-unsur (sel PSI bawah tanah, PSI dan Masyumi yang berafiliasi kelompok mahasiswa, dan Jenderal Ishak Djuarsa dari "sipil tindakan" organisasi Divisi Siliwangi itu) bahwa semua akan menonjol dalam fase pertama yang disebut Soeharto " respon "terhadap Gestapu.52 The 1963 kerusuhan mahasiswa Mei diulangi pada bulan Oktober 1965 dan (terutama di Bandung) Januari 1966, di mana saat itu penghubung antara mahasiswa dan tentara sebagian besar di tangan perwira PSI berhaluan seperti Sarwo Edhie dan Kemal Idris.53 CIA Rencana Direktorat bersimpati terhadap meningkatnya defleksi operasi nominal anti-PKI menjadi satu Soekarno memalukan. Gilirannya ini akan datang sebagai tidak mengherankan: Suwarto, Kemal Idris dan PSI telah menonjol dalam kudeta dekat-(yang disebut "Lubis urusan") di 1956,54 Tapi Suwarto semakin dibudidayakan mahasiswa baru, Kolonel Soeharto, yang tiba di SESKOAD pada bulan Oktober 1959. Menurut Sundhaussen, seorang sarjana yang relatif pro-Soeharto: "Pada awal 1960-an Soeharto terlibat dalam pembentukan Doktrin Perang Teritorial dan kebijakan Angkatan Darat tentang Civic Mission (yaitu, penetrasi perwira militer ke dalam semua bidang kegiatan pemerintah dan tanggung jawab) .55 Pusat untuk citra publik Gestapu dan respon Soeharto adalah fakta yang banyak dipublikasikan bahwa Soeharto, tidak seperti gurunya Suwarto kapan, dan lama kepala stafnya Achmad Wiranatakusuma, tidak pernah belajar di Amerika Serikat. Nya Tapi program keterlibatan dalam Civic Mission (atau apa yang orang Amerika disebut "civic action") yang terletak dia bersama dengan PSI-perwira bersandar pada titik fokus kegiatan pelatihan AS di Indonesia, dalam program yang nakedly political.56 Penyempurnaan Warfare Teritorial dan Ajaran Civic Mission menjadi doktrin strategis baru bagi intervensi militer politik menjadi tahun 1965 proses konsolidasi ideologi tentara untuk pengambilalihan politik. Setelah Gestapu, ketika Suwarto adalah penasihat politik yang penting untuk Soeharto bekas muridnya SESKOAD, doktrin strategis itu adalah pembenaran untuk pengumuman Soeharto pada tanggal 15 Agustus 1966, dalam pemenuhan desakan Pauker publik dan swasta, bahwa tentara harus mengasumsikan peran utama di semua fields.57 Oleh karena itu kesatuan tentara pertemuan Januari 1965, diatur setelah Suharto duplicitously mendesak Nasution untuk mengambil "garis yang lebih akomodatif" terhadap Soekarno 58, sebenarnya langkah yang diperlukan dalam proses di mana Soeharto secara efektif mengambil alih dari saingan nya Yani dan Nasution. Hal ini menyebabkan seminar 1965 April di SESKOAD untuk sebuah doktrin kompromi militer strategis, Tri Ubaya Cakti, yang "menegaskan kembali klaim tentara untuk peran politik yang independen." 59 Pada tanggal 15 Agustus 1966, Soeharto, berbicara kepada bangsa, dibenarkan nya meningkatkan keunggulan dalam hal "Misi Revolusioner" dari doktrin Tri Ubaya Cakti. Dua minggu kemudian di SESKOAD doktrin tersebut direvisi, atas dorongan Soeharto tetapi dalam menetapkan "hati-hati diatur oleh Brigadir Suwarto," untuk mewujudkan masih lebih jelas penekanan Pauker tentang "Civic Mission" tentara atau role.60 kontra-revolusioner ini "Civic Mission," sangat penting untuk Soeharto, juga tujuan pokok dan buah bantuan militer AS kepada Indonesia. Pada bulan Agustus 1964, apalagi, Soeharto telah memulai kontak politik dengan Malaysia, dan karenanya akhirnya dengan Jepang, Inggris, dan Amerika States.61 Meskipun tujuan awal dari kontak mungkin telah untuk mencegah perang dengan Malaysia, Sundhaussen menunjukkan bahwa motif Suharto adalah perhatiannya, ditopang pada pertengahan tahun 1964 oleh sebuah laporan intelijen KOSTRAD, tentang PKI politik advances.62 Mrazek menghubungkan antena perdamaian penarikan "beberapa unit tentara terbaik" kembali ke Jawa pada musim panas 1965,63 Gerakan-gerakan ini, bersama-sama dengan penyebaran awal dari sebuah batalyon Diponegoro politik tidak aman di arah lain, juga dapat dilihat sebagai persiapan untuk perebutan power.64 Dalam account diinformasikan Jepang Nishihara, mantan PRRI / Permesta personel dengan koneksi intelijen di Jepang yang menonjol dalam negosiasi, bersama dengan Jepang officials.65 Nishihara juga mendengar bahwa sekutu intim personel ini, Jan Walandouw, yang mungkin telah bertindak sebagai kontak CIA untuk pemberontakan tahun 1958, kemudian kembali "mengunjungi Washington dan menganjurkan Soeharto sebagai seorang pemimpin." 66 Saya diberitahu bahwa kunjungan andal Walandouw ke Washington atas nama Soeharto dibuat beberapa bulan sebelum Gestapu.67 U. S. Bergerak Melawan Soekarno Banyak orang di Washington, terutama di Direktorat Rencana CIA, sudah lama diinginkan "penghapusan" Sukarno serta dari PKI.68 Pada tahun 1961 garis keras-kebijakan kunci, terutama Guy Pauker, juga berbalik melawan Nasution.69 Namun demikian, meskipun menit-menit terakhir memorandum dari pemerintahan Eisenhower keluar yang akan menentang "apa pun rezim" di Indonesia adalah "semakin ramah terhadap blok Sino-Soviet," melangkah pemerintahan Kennedy sampai bantuan baik Sukarno dan army.70 Namun, aksesi Lyndon Johnson menjadi presiden itu segera diikuti dengan pergeseran ke kebijakan yang lebih anti-Sukarno. Ini jelas dari keputusan Johnson pada bulan Desember 1963 untuk menahan bantuan ekonomi yang (menurut Duta Besar Jones) Kennedy akan disediakan "hampir sebagai masalah rutin." 71 Penolakan ini menunjukkan bahwa kejengkelan AS kesengsaraan ekonomi Indonesia pada 1963-1965 adalah masalah kebijakan daripada kelengahan. Memang, jika menggulingkan CIA Allende adalah analogi yang relevan, maka orang akan berharap suatu hari nanti untuk belajar bahwa CIA, melalui spekulasi mata uang dan tindakan permusuhan lainnya, memberikan kontribusi aktif kepada destabilisasi radikal ekonomi Indonesia dalam mingguminggu sebelum kudeta, ketika "harga beras meningkat empat kali lipat antara 30 Juni dan 1 Oktober, dan harga pasar gelap dolar meroket, terutama pada bulan September." 72 Seperti halnya di Chili, cutoff bertahap dari semua bantuan ekonomi kepada Indonesia pada tahun-tahun 1962-65 itu disertai dengan pergeseran dalam bantuan militer kepada unsur-unsur bersahabat dalam Angkatan Darat Indonesia: bantuan militer AS

sebesar $ 39.500.000 dalam empat tahun 1962 -65 (dengan puncak $ 16.300.000 pada tahun 1962) sebagai lawan dari $ 28.300.000 untuk tiga belas tahun 1949-61,73 Setelah Maret 1964, ketika Sukarno mengatakan kepada AS, "pergi ke neraka dengan bantuan Anda," menjadi semakin sulit untuk mengekstrak setiap bantuan dari kongres AS: orang-orang tidak menyadari apa yang berkembang menemukan sulit untuk memahami mengapa AS harus membantu lengan negara yang menasionalisasi kepentingan ekonomi AS, dan menggunakan bantuan subsidi besar dari Uni Soviet untuk menghadapi Inggris di Malaysia. Jadi citra publik diciptakan bahwa di bawah Johnson "semua bantuan Amerika Serikat kepada Indonesia dihentikan," klaim sehingga ditopang oleh dokumentasi yang menyesatkan bahwa para sarjana yang kompeten telah mengulangi it.74 Bahkan, Kongres telah menyetujui untuk mengobati pendanaan AS militer Indonesia ( tidak seperti bantuan ke negara lain) sebagai masalah rahasia, membatasi meninjau kongres penentuan presiden pada bantuan Indonesia untuk dua komite Senat, dan Ketua DPR, yang bersamaan terlibat dalam pengawasan dari CIA.75 Akun Duta Besar Jones 'lebih jujur mengakui bahwa "suspensi" berarti "pemerintah AS tidak melakukan komitmen baru bantuan, meskipun dilanjutkan dengan program yang sedang berlangsung .... Dengan mempertahankan bantuan sederhana kami untuk [Tentara Nasional Indonesia dan pemadam polisi], kita dibentengi mereka untuk konfrontasi hampir tak terelakkan dengan PKI berkembang "76. Hanya dari dokumen yang dirilis baru-baru ini kita belajar bahwa bantuan militer baru dalam perjalanan hingga akhir Juli 1965, dalam bentuk kontrak rahasia untuk memberikan dua ratus Aero-Komandan kepada Tentara Indonesia: ini adalah pesawat ringan yang cocok untuk digunakan dalam "sipil tindakan "atau operasi kontra, mungkin oleh Angkatan Darat Flying Corps yang perwira senior yang hampir semua dilatih dalam US77 Pada saat ini, bantuan AS terbuka mengakui nyaris terbatas pada penyelesaian sistem komunikasi militer dan" pelatihan sipil "tindakan . Hal itu dengan menggunakan tentara baru sistem komunikasi, daripada sistem sipil di tangan Sukarno loyalis, bahwa Suharto pada tanggal 1 Oktober 1965 mampu melaksanakan membersihkan cepat nya Sukarno-Yani loyalis dan kiri, sementara "civic action" petugas membentuk inti keras tingkat rendah perwira Gestapu di Central Java.78 Sebelum beralih ke aspek yang lebih rahasia dari bantuan militer AS ke Indonesia pada 1963-65, marilah kita meninjau perubahan keseluruhan dalam hubungan AS-Indonesia. Bantuan ekonomi sekarang ditangguhkan, dan bantuan militer erat disalurkan sehingga untuk memperkuat tentara dalam negeri. Pendanaan pemerintah AS telah jelas bergeser dari negara Indonesia untuk salah satu komponennya paling setia. Sebagai hasil dari perjanjian awal dengan hukum bela diri di tahun 1957, namun dipercepat oleh perjanjian minyak AS-dinegosiasikan tahun 1963, kita melihat pergeseran yang sama persis di aliran pembayaran dari perusahaan minyak AS. Alih-alih royalti token ke pemerintah Sukarno, dua perusahaan minyak besar AS di Indonesia, Stanvac dan Caltex, sekarang melakukan pembayaran jauh lebih besar untuk perusahaan minyak tentara, Permina, dipimpin oleh sekutu politik akhirnya Soeharto, Jenderal Ibnu Sutowo, dan untuk perusahaan kedua, Pertamin, dipimpin oleh anti-PKI dan pro-AS politisi, Chaerul Saleh.79 Setelah penggulingan Soeharto Soekarno, Fortune menulis bahwa "perusahaan Sutowo masih kecil memainkan peran kunci dalam mendanai operasi-operasi penting, dan tentara tidak pernah melupakan hal itu." 80 AS Dukungan untuk Fraksi Soeharto Sebelum Gestapu Pejabat Amerika mengomentari peran bantuan AS dalam periode ini telah mengambil kredit untuk membantu kejang antiKomunis kekuasaan, tanpa pernah mengisyaratkan pada setiap tingkat tanggung jawab konspirasi dalam perencanaan pertumpahan darah ini. Kesan yang ditimbulkan adalah bahwa para pejabat AS tetap jauh dari perencanaan sebenarnya dari peristiwa, dan kita bisa melihat dari lalu lintas kabel baru saja dibuka bagaimana hati-hati pemerintah AS dipupuk ini gambar pelepasan dari apa yang terjadi di Indonesia.81 Bahkan, Namun, pemerintah AS berbohong tentang keterlibatannya. Dalam Tahun Anggaran 1965, masa ketika The New York Times menyatakan "semua bantuan Amerika Serikat kepada Indonesia dihentikan," jumlah MAP (Military Assistance Program) personil di Jakarta benar-benar meningkat, melampaui apa yang telah diproyeksikan, dengan tinggi belum pernah terjadi sebelumnya. 82 Menurut angka yang dikeluarkan di 1966,83 dari TA 1963 sampai TA 1965 nilai pengiriman MAP jatuh dari sekitar empat belas juta dolar untuk lebih dari dua juta dolar. Meskipun penurunan ini, jumlah personil MAP militer tetap hampir tidak berubah, sekitar tiga puluh, sedangkan di TA 1965 personil sipil (lima belas) hadir untuk pertama kalinya. Apakah atau tidak ada yang meragukan bahwa pengiriman bantuan jatuh off tajam karena angka-angka akan menyarankan, personil MILTAG angka menunjukkan bahwa "civic action" program mereka sedang meningkat, tidak decreased.84 Kita telah melihat bahwa beberapa bulan sebelum Gestapu, seorang utusan Soeharto dengan koneksi CIA masa lalu (Kolonel Jan Walandouw) melakukan kontak dengan pemerintah AS. Dari pada awal Mei 1965, pemasok militer AS dengan koneksi CIA (terutama Lockheed) sedang bernegosiasi dengan hasil penjualan peralatan untuk perantara, sedemikian rupa untuk menghasilkan hadiah untuk pendukung pemimpin sedikit diketahui sampai saat ini dari sebuah faksi ketiga baru di militer, Mayor Jenderal Suharto bukan untuk mereka Nasution dukungan atau Yani, para pemimpin tituler angkatan bersenjata. Hanya dalam setahun terakhir telah itu telah dikonfirmasi bahwa dana rahasia dikelola oleh Angkatan Udara AS (mungkin atas nama CIA) yang dicuci sebagai "komisi" pada penjualan Lockheed peralatan dan layanan, dalam rangka untuk membuat hadiah politik untuk personil militer dari countries.85 asing Sebuah investigasi 1976 Senat ke dalam hadiah mengungkapkan, hampir secara tidak sengaja, bahwa pada Mei 1965, atas keberatan hukum penasihat Lockheed itu, Lockheed komisi di Indonesia telah dialihkan ke kontrak baru dan perusahaan yang didirikan oleh lama agen lokal perusahaan atau perantara 86 memo internalnya pada saat itu tidak menunjukkan alasan untuk perubahan, tetapi dalam sebuah memo kemudian konselor ekonomi dari Kedutaan Besar AS di Jakarta dilaporkan sebagai mengatakan bahwa ada 87 "beberapa pertimbangan politik di balik itu." Jika ini benar, itu akan menunjukkan bahwa pada Mei 1965, lima bulan sebelum kudeta, Lockheed telah diarahkan hadiah ke sebuah bukit politik baru, dengan risiko (sebagai asisten penasihat utamanya menunjukkan) dituntut untuk default pada kewajiban kontrak mantan. Perantara bahasa Indonesia, Agustus Munir Dasaad, adalah "dikenal telah membantu Sukarno secara finansial sejak 1930-an." 88 Pada tahun 1965, bagaimanapun, Dasaad sedang membangun koneksi dengan pasukan Soeharto, melalui seorang kerabat keluarga, Jenderal Alamsjah, yang telah melayani singkat di bawah Soeharto pada 1960, sete