substitusi proses konvensional pada pembangkit listrik dengan proses teknologi igcc
TRANSCRIPT
SUBSTITUSI SUBSTITUSI PROSES PROSES KONVENSIONAL PADA KONVENSIONAL PADA
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN PROSES TEKNOLOGI IGCCPROSES TEKNOLOGI IGCC
Pambudi Pajar Pratama BEng., MSc.
Green TechnologyGreen Technology Ketersediaan sumber energi dan adanya teknologi yang dapat mengubah sumber energi
menjadi bentuk yang bermanfaat bagi masyarakat, merupakan salah satu faktor pemacu
pertumbuhan perekonomian dunia. Hal ini telah tercatat dalam sejarah revolusi industri yang
dimulai dari penemuan mesin uap. Mesin uap merupakan salah satu bentuk teknologi konversi
energi.
Pertumbuhan perekonomian membawa dampak yang negatif bagi sumber lingkungan hidup
seperti air, udara, dan tanah. Dampak negatif tersebut dapat berupa pencemaran sebagai
akibat dari emisi polutan dan produk sampingan yang berupa limbah dari aktivitas
penggunaan teknologi tersebut. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia akan
mengakibatkan semakin meningkatkan jumlah emisi dan limbah.
Oleh karena itu masyarakat internasional menaruh perhatian terhadap jumlah emisi dan
limbah yang dapat ditoleransi oleh sumber lingkungan hidup. Apabila toleransi tersebut tidak
dilampaui, maka sumber lingkungan hidup masih akan mampu untuk memperbarui diri.
Cadangan dan Penggunaan Cadangan dan Penggunaan EnergiEnergi
Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1
milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur.
Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera
sebesar 38% dan sisanya tersebar di wilayah lain.
Menurut jenisnya dapat dibagi menjadi lignite sebesar 58.6 %, sub-bituminous sebesar
26.6 %, bituminous sebesar 14.4 % dan sisanya sebesar 0.4 % adalah anthracite.
Dewasa ini pemanfaatan sumber energi batubara juga semakin meningkat seiring
menurunnya produksi minyak bumi.
Pemanfaatan terbesar batubara saat ini adalah sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Dari total konsumsi domestik sebesar 56 Juta ton/tahun, dialokasikan untuk kebutuhan
pembangkit listrik adalah sebanyak 21 Juta ton/tahun. Hampir separuh konsumsi
batubara domestik dipergunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik
Kebijakan Energi Nasional Kebijakan Energi Nasional (KEN)(KEN)
PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE)
tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan
energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta
terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu
ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan
memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan
pemerintah, salah satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk
mengetahui kondisi sumberdaya, pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta
permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-langkah yang
diperlukan. Untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan terlebih dahulu
membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik sekunder
maupun primer.
Sasaran Energi Mix Nasional Sasaran Energi Mix Nasional 20252025
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33% (Gambar 1.), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional.Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain.
Gambar 1. Sasaran Energi Mix Nasional 2025
Sasaran Energi Mix Nasional Sasaran Energi Mix Nasional 20252025
Dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
1.Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
2.Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan).
3.Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain.
4.Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal
Technology).
Clean coal technology adalah teknologi pemanfaatan batubara untuk mengurangi polusi dari batubara. Secara umum clean coal technology terdiri dari
empat kategori, yaitu : pencucian batubara (coal washing), pengontrolan polutan pada pembangkit listrik, peningkatan efisiensi pembakaran,
penangkapan dan penyimpanan karbon.
Clean Coal Technology Clean Coal Technology
1. Pencucian batubara (coal washing) Pencucian batubara bertujuan untuk mengurangi pengotor pada batubara seperti sulfur, abu dan mineral-mineral bawaan.
2. Pengontrolan polutan pada pembangkit listrik Polutan yang berupa partikel dapat dikurangi dengan menggunakan Electrostatic Precipitators (ESPs) dan fabric filters. ESPs
adalah teknologi yang paling banyak digunakan. Pada corong asap dipasang piringan yang menangkap partikel buangan hasil pembakaran batubara. Partikel-partikel tersebut kemudian ditarik menggunakan tenaga eletrik.
Gas NOx dapat dikurangi dengan Low-NOx Burners (LNB). Alat ini digunakan untuk mengurangi pembentukan NOx dengan cara mengatur temperatur nyala api dan kondisi kimia pada tempat pembakaran batubara. Teknologi yang digunakan selain LNB yaitu Selective Catalytic or Non-Catalytic Reduction (SCR/SNCR). Namun teknologi ini lebih mahal dan jarang digunakan.
Gas SO2 dapat dikurangi dengan Flue Gas Desulpurisation (FGD). FGD basah sering digunakan untuk menyerap SO2
menggunakan bahan kimia yang menyerap sulphur (sorbent).
Clean Coal Technology Clean Coal Technology
3. Peningkatan efisiensi pembakaran Upercritical Pulverised Coal Combustion (PCC)
Teknologi ini menggunakan tekanan dan suhu yang tinggi. PCC dapat meningkatkan efisiensi panasa yang dihasilkan sebesar 35%-45%. Fluidised Bed Coal Combustion (FBC)
Teknologi ini menggunakan suhu yang lebih rendah untuk pembakaran batubara dan dapat mengurangi pembentukan gas NOx dan SOx.
Coal Gasification
Batubara direaksikan dengan uap air dan udara atau oksigen dengan suhu yang tinggi untuk membentuk synthetic gas (carbon monoxide dan hydrogen). Synthetic gas dapat dibakar untuk menghasilkan listrik atau diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar seperti diesel oil. Teknologi coal gasification yang berkembang antara lain : Integrated Coal Gasification Combined Cycle (IGCC) Integrated Gasification Fuel Cells (IGFC)
Clean Coal Technology Clean Coal Technology
4. Penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS)
Teknik penangkapan CO2 sendiri secara umum dapat digolongkan menjadi 3 teknik, yaitu teknik penangkapan pasca-pembakaran, pra-pembakaran dan pembakaran dengan
oxygen murni (oxyfuel).
Teknik penangkapan CO2 dengan pasca-pembakaran sejauh ini merupakan teknik yang paling banyak digunakan dan dianggap paling mapan untuk menangkap CO 2. Dalam teknik
pasca-pembakaran, CO2 dipisahkan dari gas hasil pembakaran.
Teknik penangkapan CO2 dengan teknik pra-pembakaran pada dasarnya menggunakan teknik gasifikasi batubara dalam sebuah reformer yang menghasilkan gas campuran CO 2
dan H2. CO2 kemudian dipisahkan dari H2 untuk dikompresi dan diinjeksikan ke dalam titik penyimpanan. Pemanfaatan teknik penangkapan CO2 dengan pra pembakaran lebih
terkenal dengan sebutan Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC).
Clean Coal Technology Clean Coal Technology
4. Penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS)
Teknik pembakaran dengan oksigen murni (oxyfuel) dikembangkan untuk menghindari dilution oleh nitrogen dalam gas
hasil pembakaran. Oksigen murni diperoleh dengan proses pemisahan oksigen dari udara dalam sebuah Air Separation
Unit (ASU). Namun demikian, pembakaran dengan oksigen murni menyebabkan suhu pembakaran menjadi tinggi
(setidaknya suhu sekitar 1400°C telah dilaporkan). Akibatnya, ketahanan material menjadi isu penting dalam
pengembangan oxyfuel saat ini.
Teknologi Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan BatubaraBatubara
Secara umum, teknologi pemanfaatan batubara terbagi menjadi pembakaran (combustion), pirolisis (pyrolysis), pencairan (liquefaction), dan gasifikasi
(gasification).
1.Pembakaran (Combustion)
Pembakaran merupakan pemanfaatan batubara secara langsung untuk memperoleh energi panas, menghasilkan produk sampingan
berupa gas buang (flue gas) dan abu. PLTU merupakan salah satu contoh pemanfaatan batubara secara langsung, dimana batubara
dibakar di boiler untuk menghasilkan panas yang akan digunakan untuk mengubah air menjadi uap air (steam), yang selanjutnya
digunakan untuk menggerakkan turbin uap dan memutar generator untuk menghasilkan energi listrik.
Teknologi Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan BatubaraBatubara
2. Pirolisis (Pyrolysis)
Pada pirolisis, batubara dipanaskan dalam kondisi tanpa oksigen. Pada keadaan demikian, zat terbang (volatile matter) di
dalamnya akan terusir keluar. Bila suhu pemanasannya rendah, proses ini disebut pirolisis suhu rendah (low temperature
pyrolysis), menghasilkan produk berupa bahan bakar padat non asap (coalite). Sedangkan pada pirolisis suhu tinggi, bila
batubara yang diproses adalah batubara kokas, maka akan dihasilkan kokas yang keras. Selain padatan yang disebut
char ataupun kokas, produk sampingan berupa gas dan material cair yang disebut tar juga akan dihasilkan pada pirolisis.
Teknologi Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan BatubaraBatubara
3. Pencairan (Liquifaction)
Untuk menghasilkan produk cairan dari batubara yang karakteristiknya menyerupai minyak, perlu diupayakan agar kandungan
hidrogennya diperbanyak sehingga mendekati minyak. Proses ini disebut dengan hidrogenasi (hydrogenation), dimana
batubara dipanaskan dalam kondisi tekanan tertentu, disertai penambahan katalis. Pencairan batubara dengan metode ini
merupakan salah satu pencairan batubara secara langsung (direct coal liquefaction, DCL) yang disebut dengan proses
Bergius. Selain itu, Jepang pun berhasil mengembangkan sendiri teknologi DCL ini dengan menggabungkan 3 macam metode
pencairan pada batubara bituminus yaitu, direct hydrogenation, solven extraction, dan solvolysis.
Teknologi Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan BatubaraBatubara
3. Teknologi Gasifikasi (Gasification)
Gasifikasi (gasification) adalah konversi bahan bakar karbon menjadi produk gas – gas yang memiliki nilai kalor yang berguna.
Pengertian ini tidak memasukkan istilah pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas)
yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt, 2003].
Berbeda dengan pembakaran batubara, gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon batubara ke bentuk unsur atau
senyawa kimia lain.
Teknologi Pemanfaatan Teknologi Pemanfaatan BatubaraBatubara
3. Teknologi Gasifikasi (Gasification)
Secara sederhana, batubara dimasukkan ke dalam reaktor dan sedikit dibakar hingga menghasilkan panas. Sejumlah udara atau oksigen
dipompakan dan pembakaran dikontrol dengan uap agar sebagian besar batubara terpanaskan hingga molekul-molekul karbon pada batubara
terpecah dan dirubah menjadi ”coal gas”.
Coal Gas merupakan campuran gas-gas hidrogen, karbon monoksida, nitrogen serta unsur gas lainnya. Karena proses ini merupakan konversi
material yang mengandung karbon, maka semua hidrokarbon seperti batubara, minyak, vacuum residue, petroleum coke atau petcoke,
Orimulsion, bahkan gas alam dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas).
Jenis Penggas (Jenis Penggas (GasifierGasifier) )
Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan nama gasifier.
Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar dengan medium penggasifikasi di dalam
gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan.
Terdapat 3 jenis penggas (gasifier) yang banyak digunakan untuk gasifikasi batubara, yaitu tipe moving bed
(lapisan bergerak), fluidized bed (lapisan mengambang), dan entrained flow (aliran semburan). Karena
masing–masing penggas memiliki kelebihan dan kekurangan, maka alat mana yang akan digunakan lebih
ditentukan oleh karakteristik bahan bakar dan tujuan gasifikasi.
Jenis Penggas (Jenis Penggas (GasifierGasifier) )
Tabel 1. Perbandingan Jenis – Jenis Gasifier
Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained BedUkuran umpan < 51 mm < 6 mm < 0.15 mmToleransi kehalusan partikel Terbatas Baik Sangat baikToleransi kekasaran partikel Sangat baik Baik BurukToleransi jenis umpan Batubara kualitas
rendahBatubara kualitas rendah dan biomassa
Segala jenis batubara, tetapi tidak cocok untuk biomassa
Kebutuhan oksidan Rendah Menengah TinggiKebutuhan kukus Tinggi Menengah RendahTemperatur reaksi 1090 °C 800 – 1000 °C > 1990 °CTemperatur gas keluaran 450 – 600 °C 800 – 1000 °C > 1260 °CProduksi abu Kering Kering TerakEfisiensi gas dingin 80% 89.2% 80%Kapasitas penggunaan Kecil Menengah BesarPermasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas
produk
Aplikasi Gasifikasi BatubaraAplikasi Gasifikasi Batubara
1. Bahan Bakar Sintetik (Coal to Liquid, CTL)
Batubara digasifikasi terlebih dulu untuk menghasilkan gas sintetik yang komposisi utamanya terdiri dari hidrogen (H 2) dan
karbon monoksida (CO), kemudian dilanjutkan dengan proses Fischer-Tropsch (FT) untuk menghasilkan hidrokarbon
ringan (paraffin). Hidrokarbon tersebut kemudian diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bensin dan minyak diesel.
Karena nilai oktan pada produk bensin yang dihasilkan rendah, maka dilakukan upaya untuk menghasilkan bensin bernilai
oktan tinggi dari gas sintetik ini. Proses tersebut dilakukan dengan memproduksi metanol dari gas sintetik terlebih dulu,
kemudian metanol diproses untuk menghasilkan bensin bernilai oktan tinggi. Metode ini disebut MTG (Methanol to
Gasoline), yang dikembangkan oleh Mobil pada tahun 1970an.
Aplikasi Gasifikasi BatubaraAplikasi Gasifikasi Batubara
2. Pembangkit Listrik (Coal to Power) Standar mutu lingkungan yang semakin ketat tentunya akan memaksa fasilitas pembangkit listrik yang telah terpasang
untuk dapat mengakomodasi peraturan tersebut. Ada 3 pilihan yang dapat dilakukan untuk itu, yaitu pertama, memodifikasi dan meng-upgrade fasilitas sehingga teknologi
pembersihan pasca pembakaran (postcombustion clean up technology) dapat diterapkan, kedua, memodifikasi sistem pembangkitan berbahan bakar batubara menjadi pembangkitan kombinasi berbahan bakar gas alam (Natural Gas Combined Cycle, NGCC), dan yang ketiga, memodifikasi sistem pembangkitan dengan memanfaatkan mekanisme gasifikasi batubara untuk menghasilkan pembangkitan kombinasi. [Childress, 2000].
Pada pilihan pertama, biaya pemasangan peralatan pembersihan pasca pembakaran sangat besar. Sebagai contoh, untuk pembangkit berbahan bakar batubara serbuk (pulverized coal) yang saat ini mendominasi, biaya pemasangan unit desulfurisasi (Flue Gas Desulfurization, FGD) dapat mencapai 20% dari total biaya pembangunannya.
Aplikasi Gasifikasi BatubaraAplikasi Gasifikasi Batubara
2. Pembangkit Listrik (Coal to Power)
Untuk pilihan kedua yaitu mekanisme NGCC, meskipun emisi yang rendah dapat dicapai, tapi ongkos bahan bakar yang
relatif tinggi otomatis akan mempengaruhi biaya pembangkitan.
Pilihan ketiga merupakan alternatif terbaik, dimana pembangkitan kombinasi tersebut mampu menghasilkan emisi yang
sangat rendah dengan mengoptimalkan fasilitas pembangkit yang ada serta menggunakan bahan bakar berbiaya rendah
yaitu batubara. Pembangkit listrik yang memanfaatkan gas sintetik hasil gasifikasi batubara disebut dengan IGCC
(Integrated Gasification Combined Cycle). Pada IGCC, pembangkitan listrik dihasilkan dari mekanisme kombinasi antara
turbin gas, HRSG (Heat Recovery Steam Generator), dan turbin uap.
Aplikasi Gasifikasi BatubaraAplikasi Gasifikasi Batubara
3. Industri kimia (Coal to Chemical)
Gas sintetik hasil gasifikasi batubara juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri kimia,
diantaranya untuk pembuatan ammonia, pupuk, metanol, DME (Dimethyl Ether), olefin, paraffin, dan
lain – lain. Eastman Chemical di Kingsport, Tennessee, AS, memanfaatkan gasifikasi batubara
untuk memproduksi bahan baku industri kimia yaitu asam asetat. Fasilitas ini beroperasi sejak tahun
1983, menggunakan penggas Texaco.
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang
digunakan.
Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga
limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang.
Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti sulfur dan tar (light oil).
Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis (ukuran +20 mm – 100 mm) diumpankan ke dalam reaktor akan mengalami proses pembakaran
yang dikontrol oleh steam dan angin sehingga tidak terbentuk api tetapi bara. Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen
dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida, methana, CO2, H2, N2.
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Gambar 2. Gambar Diagram Alir Proses IGCC
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Gambar 3. Diagram Proses Simulasi IGCC menggunakan Aspen Plus 7.3
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Gasifikasi umumnya terdiri dari empat proses, yaitu pengeringan, pirolisis,
oksidasi, dan reduksi. Pada proses gasifikasi ada suatu proses juga yang tidak
kalah pentingnya adalah proses desulfurisasi yang mana sebagai penghilang
hidrogen sulfurisasi yang merupakan gas beracun.
Pada gasifier jenis tipe gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), kontak
yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga
perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat
dibedakan.
Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada gasifier jenis ini
adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing proses, yaitu
proses pengeringan (T > 1500C), proses pirolisis/devolatilisasi (150 < T < 5500C),
proses oksidasi (70 < T < 5500C) dan proses reduksi (50 < T < 1200C).
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas (endotermik),
sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).
Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas
yang diserap dari proses oksidasi.
Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap air, cairan organik, dan gas yang
tidak terkondensasi) dari arang atau padatan karbon bahan bakar juga
menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.
Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada
bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil
pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
IGCC (Integrated Gasification IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle) Combined Cycle)
Perbandingan Proses Teknologi IGCC Perbandingan Proses Teknologi IGCC dengan Proses Konvensional pada dengan Proses Konvensional pada
Pembangkit ListrikPembangkit Listrik
Efisiensi pembangkit listrik dengan menggunakan teknologi IGCC ini berkisar
antara 38 - 45 % dan yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara
konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga
energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan
digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas
dan turbin uap.
Penggunaan IGCC sangat menguntungkan karena pada pembangkit
konvensional memerlukan sistem scrubbing gas yang besar untuk membersihkan
sulphur pada gas buang. Sebagian besar proses gasifikasi memerlukan batubara
relatif kering yaitu kurang dari 15% kelembaban. Jika kelembaban tinggi, efisiensi
akan rendah. Sehingga perlu untuk mengeringkan batubara dan mengumpankan
kedalam gasifikator dalam butiran dengan ukuran + 20 mm – 100 mm.
Perbandingan Proses Teknologi IGCC Perbandingan Proses Teknologi IGCC dengan Proses Konvensional pada dengan Proses Konvensional pada
Pembangkit ListrikPembangkit Listrik
Coal gasifier tidak mengeluarkan polutan hingga ramah lingkungan.
Instalasi peralatan tidak membutuhkan ruang yang luas, penggunaan air sebagai
pendingin terbatas, dan biaya operasional dalam jangka panjang akan rendah.
Kecuali menghasilkan coal gas, mineral pada batubara yang tidak terbakar akan
tertampung dibagian bawah reaktor sebagai slag serta material padatan lainnya
yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.
Hanya sebagian kecil fraksi mineral yang ikut terbakar dan membentuk debu yang
akan dipisahkan dengan dust cyclone.
Tar yang merupakan by-product dari pemutusan rantai karbon akan dipisahkan
menggunakan electric tar separator dan dapat dimanfaatkan sebagai minyak
bakar.
Perbandingan Proses Teknologi IGCC Perbandingan Proses Teknologi IGCC dengan Proses Konvensional pada dengan Proses Konvensional pada
Pembangkit ListrikPembangkit Listrik
Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini dapat menimbulkan dampak lingkungan bila
kurang tepat dalam pemilihan teknologinya.
Oleh karena itu pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik di masa mendatang perlu menerapkan
teknologi batubara bersih, seperti IGCC (Integrated Gasification Combined Cycle).
Gambar 4. Data Historis dan Proyeksi Pembangkit Listrik