studi religiulitas dalam budaya masyarakat amma toa … · 2020. 6. 9. · skripsi ini untuk kalian...

81
STUDI RELIGIULITAS DALAM BUDAYA MASYARAKAT AMMA TOA DI KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA MELALUI PUISI YANG TERTUANG DALAM “PASANG RI KAJANG” SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana PendidikanPada Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh JUSWITA 10533745813 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • STUDI RELIGIULITAS DALAM BUDAYA MASYARAKAT AMMA TOA DI KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

    MELALUI PUISI YANG TERTUANG DALAM“PASANG RI KAJANG”

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana

    PendidikanPada Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

    Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

    Universitas Muhammadiyah Makassar

    Oleh

    JUSWITA

    10533745813

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2019

  • MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto

    Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu

    panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika kita

    mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala

    dingin. Yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita.

    Juswita

    Persembahan

    Dengan segala puja dan puji syukur kepada Allah Swt atas dukungan dan doa dari

    orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena

    itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan terima kasih kepada:

    Allah Swt, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan

    selesai dengan baik, puji syukur kehadirat Allah Swt penguasa alam yang meridhoi

    segala doa.

    Bapak dan ibu saya tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materi

    serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan

    doa yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua. Ucapan terima kasih

    saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah

    persembahan bukti dan cintaku untuk kalian bapak ibuku.

    Bapak Dosen Pembimbing, penguji dan pengajar yang selama ini telah tulus dan ikhlas

    meluangkan waktunya menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan

  • pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terima kasih

    banyak bapak dan ibu Dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.

    Saudara saya serta keluarga besar saya yang senantiasa memberikan dukungan,

    semangat, senyum dan doanya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan

    kobaran semangat yang menggebu, terima kasih dan sayangku untuk kalian.

    Sahabat dan teman-teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian

    semua takkan mungkin saya bisa sampai di sini, terima kasih untuk canda tawa, tangis

    dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk kenangan manis yang

    telah kita lalui selama ini. Dengan perjuangan dan kebersamaan kita pasti bisa!

    Semangat!

    Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya persembahkan

    skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan semoga skripsi ini

    dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan di masa yang akan

    datang. Amin.

  • ABSTRAK

    Juswita, 2019. Studi Religiulitas dalam Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui Puisi yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

    Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan unsur religi masyarakat Amma Toa melalui puisi yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang sebagai salah satu bentuk sastra lisan, dengan mengangkat ungkapan kebahasaan yang berhubungan dengan unsur religi. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang agama dan kepercayaan masyarakat Amma Toa dalam tiga wujud kebudayaan universal yakni (1) sebagai konsep gagasan, (2) aktivitas, dan (3) wujud benda.

    Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, buku, dan tulisan yang berhubungan dengan tema penelitian yang kemudian dianalisis dengan cara Content analisis (analisis isi) dengan menggunakan metode trianggulasi, yakni trianggulasi penyidik.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Amma Toa membangun sistemnya tersendiri yang bersumber dari tradisi dan kepercayaan yang disebut Pasang Ri Kajang yang setelah masuknya Islam mengalami akulturasi, bahkan kepercayaan mulai terkikis. Namun nilai baku masyarakat tersebut tetap dipegang teguh. Dari kesederhanaan yang ditampilkan masyarakat Amma Toa yang jauh dari kehidupan komsumtif dan nilai-nilai spiritual yang masuk ke dalam segala aktivitas hidup masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Amma Toa bukanlah tipe masyarakat sekuler yang inspirasi hidupnya bersumber dari paradigma materialistik.

  • KATA PENGANTAR

    Assalamu Alaikum Wr. Wb

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan

    hidah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Studi

    Religuilitas dalam Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten

    Bulukumba Melalui Puisi yang Tertuang dalam Pasang ri Kajang “. Skripsi ini

    diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

    pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan Uniersitas Muhammadiyah Makassar.

    Salam dan salawat penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi

    yang menjadi suri teladan bagi semua umat manusia Nabi yang diutus oleh Allah

    swt. Sebagai rahmat sekalian alam.

    Sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari

    berbagai hambatan dan rintangan. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik

    berkat ketekunan dan kesabaran yang disertai dengan doa kepada Allah Swt.

    Penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh

    karena itu, penulis menerima kritikan yang sifatnya membangun dengan

    penyempurnaan dan kelengkapan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan

    dan ulurungan tangan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan dan

    bimbingan, dan petunjuk pada penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan

  • terima kasih kepada; kedua orang tua tercinta Ayahanda Jamaluddin dan Ibunda

    Marfiah S. Pd atas kesabarannya mengasuh, berdoa, memberi semangat,

    membiayai penulis dengan penuh kasi sayang dan saudara-saudaraku Juspinarti

    S.Pd dan Juswinda serta semua keluarga besarku terima kasih atas semua dan

    dukungan dan doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan studi. Drs. H. Muh.

    Amier, S. Pd, M. Pd selaku Dosen penbimbing 1 yang senantiasa memberikan

    masukan demi kelancaran penyusunan skripsi ini, Drs Kamaruddin Moha, M.

    Pd selaku dosen pembimbing 2 yang senantiasa membimbing penulis dalam

    menyusun skripsi ini.

    Dan ucapan terima kasih juga kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim

    SE.MM, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib,

    S.Pd, M,Pd. Ph,D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dan

    Dr. Munirah M.Pd selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia atas saran

    dan petunjuknya serta seluruh staf, karyawan dan dosen Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan yang selalu senantiasa memberikan bantuan.

    Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabat saya Nadia,

    Kiki, Cia’, Imha’, Kak Uli’, Rezki Arianto, Wandi, Ardi atas kebersamaan kita

    selama ini, buat semua dikungan dan motiasi yang kalian berikan, dan terima

    kasih sudah menjadi teman cerita yang baik.

    Teman-teman kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    angkatan 2013 terkhusus kelas F yang tidak sempat penulis sebutkan namanya

  • satu persatu, terima kasih atas bantuan, setiap canda dan tawa, segala bentuk

    perhatian, kerjasama, serta dukungan kalian.

    Penghuni group PERSABA yang telah menjadi keluarga besar penulis

    Mira, Milda, Rifal, Azman, Azlan, Syahrul, Rasmi dan Nanna. Terima kasih

    buat semua canda, dukungan dan motivasi yang kalian berikan serta terima kasih

    sudah menemui penulis dalam suka duka menjadi mahasiswa rantau.

    Segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak semoga mendapat

    imbalan yang setimpal disisi Allah Swt. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat

    bagi kita semua.

    Wassalamu Alaikum Wr. Wb

    Makassar, 10 Desember 2019

    Juswita

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii

    SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iv

    SURAT PERJANJIAN ................................................................................. v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi

    ABSTRAK ................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR .................................................................................. ix

    DAFTAR ISI ............................................................................................... xii

    BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1

    A. Latar Belakang .................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4

    C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

    BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 6

    A. Penelitian Relevan.............................................................................. 6

    B. Kajian Pustaka.................................................................................... 6

    1. Konsep Ketuhanan sebagai Sumber Religi .................................... 6

    2. Symbol-simbol Religi ................................................................... 8

    3. Agama dan Masyarakat................................................................. 9

    4. Kebudayaan Masyarakat Amma Toa............................................. 14

    5. Puisi ............................................................................................. 16

    6. Jenis-jenis Puisi ............................................................................ 16

    7. Masyarakat Amma Toa................................................................. 19

  • 8. Pasang ri Kajang........................................................................... 20

    C. Kerangka Pikir ................................................................................... 22

    BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 23

    A. Rancangan Penelitian ........................................................................ 23

    B. Data dan Sumber Data....................................................................... 23

    C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 24

    D. Teknik Analisis Data ......................................................................... 24

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 25

    A. Hasil Penelitian ................................................................................. 25

    B. Pembahasan ...................................................................................... 58

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 62

    A. Simpulan........................................................................................... 62

    B. Saran................................................................................................. 63

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    BIOGRAFI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Karya sastra merupakan aktualisasi kehidupan. Sastra berisi kekuatan yang

    berisi pengalaman dan pengetahuan dari pengarang. Karya sastra menjadi indah

    karena dibingkai dalam bentuk yang menarik dan disajikan dengan isi yang

    memikat pembaca. Karya sastra berbeda dengan karya yang lain karena karya sastra

    memiliki aspek keindahan dalam penggunaan bahasa.

    Budaya adalah suatu perangkat sosial yang berasal dari bahasa Sangskerta

    yang berarti akal. Jadi kebudayaan adalah sesuatu yang bersangkut paut dengan

    akal. Dalam lingkungan antropologi, kebudayaan didefinisikan sebagai hasil karya

    manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang didapat dengan cara belajar, yang

    semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. (Muin, 1988:3).

    Budaya sebuah masyarakat sangat dipengaruhi oleh cara berpikir

    masyarakatnya. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menjadi standar dan

    barometer untuk mengukur sejauh mana masyarakat suatu daerah, wilayah bahkan

    negara untuk mampu bersaing dengan daerah, wilayah bahkan negara lain.

    Puisi adalah karya sastra hasil ungkapan pemikiran dan perasaan manusia

    yang bahasanya terikat oleh irama, rima, penyusunan lirik dan bait serta penuh

    dengan makna.

    1

  • 2

    Kawasan adat “Amma Toa” sebagai suku terpencil di kabupaten Bulukumba

    adalah salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi para wisatawan. Ketertarikan

    ini disebabkan oleh kultur yang dibangun masyarakatnya adalah kultur yang unik.

    Penampilannya merupakan ciri penanda bagi masyarakat Amma Toa yang

    mempunyai makna tertentu. Makna tersebut berkaitan erat dengan aspek esoterik

    dari kepercayaan yang dianut di dalam masyarakat yang dikenal dengan nama

    patuntung.

    Keunikan yang sifatnya religi ini, tidak pernah menjadi bahan kajian yang

    spesifik dan mendalam yang menyentuh langsung pada makna ketuhanan, bentuk

    pengetahuan tentang alam semesta dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.

    Fenomena ini tumbuh secara ekstensif tanpa produk dari pikiran manusia modern.

    Sumber inspirasi mereka tentang manusia, pengetahuan dan realitas alam semseta

    yang didapatkan lewat perenungan yang bersumber dari kekuatan spiritual (Bakar,

    1994 : 73)

    Secara historis, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Amma Toa

    tentang kekuatan-kekuatan gaib dan aspek religi lainnya masih berkaitan erat

    dengan kepercayaan leluhur mereka. Setelah Islam masuk dan menyebarkan

    ajarannya dengan maksud membawa angin perubahan pada masyarakat Kajang, ia

    dengan serta merta bersentuhan langsung dengan kepercayaan yang dianut oleh

    masyarakatnya. Akibatnya adalah terjadinya akulturasi dalam berbagai unsur

    budaya, termasuk unsur religi. Paham aliran kepercayaan telah dipengaruhi oleh

    ajaran Islam. Namun, Islam sebagai ajaran kebenaran tidak mampu teraktualisasi

  • 3

    dalam kehidupan masyarakat, karena masyarakat terlanjur mempercayai ajara

    nenek moyangnya yang mereka sebut Patuntung yang bersumber dari Pasang Ri

    Kajang.

    Pasang mengandung panduan bagi hidup manusia dalam segala aspek, baik

    itu aspek sosial, religi, pencaharian, budaya, lingkungan serta sistem

    kepemimpinan.

    Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi kultur adat

    kebiasaan masyarakat Amma Toa, wilayah tersebut terbagi atas dua kategori yakni

    tana kamase-masea atau ilalang embaya dan wilayah tana koasaya atau ipantarang

    embaya. Wilayah tana kamase-masea adalah wilayah yang masih memegang teguh

    hukum Pasang Ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya adalah daerah yang

    berada di luar ketentuan hukum Pasang Ri Kajang.

    Walaupun masyarakat yang berada di luar ketentuan pasang, tidak terlalu

    terikat dengan pasang itu sendiri, namun pengalaman batiniah dan dari hakikat

    pasang tetap mereka anut dengan batasan-batasan yang longgar. Penekanan dari

    unsur adat terhadap masyarakat tersebut tidak membawa mereka kepada sebuah

    konsekuensi jika pasang tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat yang

    ada di dalam kawasan, pasang sangat menentukan bagi hidup mereka, sebab ia

    sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh dilanggar. Jika terjadi pelanggaran

    maka adat yang harus bicara, dalam hal ini Amma Toa dan pemangku adat akan

    memberikan hukuman yang setimpal terhadap pelanggaran yang dilakukan.

  • 4

    Fenomena tersebut di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat Amma

    Toa, unsur religi telah menjadi pegangan masyarakat sebagai sumber inspirasi dan

    motivasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai “Studi Religiusitas dalam

    Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui Puisi

    yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang” agar peneliti mampu mendeskripsikan

    fenomena-fenomena religius pada masyarakat Amma Toa dengan jelas.

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah yang diangkut dalam penelitian ini berdasarkan fenomena

    masyarakat Amma Toa yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas adalah apa

    dan bagaimana unsur religi masyarakat Amma Toa yang tertuang dalam Pasang Ri

    Kajang?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur-unsur religi

    dalam kultur masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba dengan

    memberikan gambaran yang jelas lewat wujud-wujud kebudayaan dalam

    masyarakat dan mengenal ungkapan kebahasaan dalam kebudayaan masyarakat

    Amma Toa khususnya unsur religi yang tertuang dalam pasang sebagai sumber

    kepercayaan dalam masyarakat.

    D. Manfaat Penelitian

    Setelah dilakuan penelitian dan pembahasan diharapkan hasil penelitian ini

    dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.

  • 5

    1. Manfaat Teoritis

    Secara teoritis, penelitian tentang “Studi Reliusitas dalam Budaya

    Masyarakat Amma Toa di Kajang kabupaten Bulukumba melalui puisi yang

    tertuang dalam Pasang Ri Kajang”, ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

    pembaca khususnya mahasiswa, guru dan dosen.

    2. Manfaat Praktis

    Secara praktis, penelitian tentang “Studi Reliusitas dalam Budaya

    Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui puisi yang

    tertuang dalam Pasang Ri Kajang ini diharapkan dapat dipahami, diterima serta

    dapat bermanfaat bag masyarakat.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

    A. Penelitian Relevan

    Adapun penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu tentang

    ‘Kearifan Lokal Masyarakat Amma Toa (Bulukumba) dalam Pasang ri Kajang

    yang dilakukan oleh mahasiswi Hismi Darmayana dari Universitas Padjajaran

    (UnPad) Bandung, dan penelitian selanjutnya dilakukan oleh Basri mahasiswa

    FIB UNHAS Makassar dengan judul penelitian ‘Perspektif Pasang ri Kajang

    dalam Pelestarian Hutan pada tahun 2012.

    B. Kajian Teori

    1. Konsep Ketuhanan Sebagai Sumber Religi

    Manusia secara fitrah membutuhkan keyakinan hidup yang dapat

    menjadi sandaran dan pegangan hidup bagi dirinya. Hal ini berarti bahwa

    manusia menyadari akan keterbatasannya sebagai makhluk lemah yang

    membutuhkan pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang

    mahakuasa. Kesadaran manusia akan dirinya bahwa dia adalah dicipta,

    maka timbul pula kesadaran lain bahwa ada sesuatu yang mencipta. Yang

    mencipta inilah yang didefenisikan sebagai sesuatu yang mahakuasa yang

    disebut Tuhan, berdasarkan persepsi dan alam pikiran manusia sendiri.

    Pengetahuan manusia tentang kekuatan di luar kekuatan dirinya lahir

    dari kejadian-kejadian alam yang tak bisa ditafsirkan oleh manusia sendiri

    tentang apa penyebabnya. Terjadinya siang dan malam, gunung meletus,

    6

  • 7

    gempa, banjir dan sebagainya adalah contoh fenomena alam yang

    digerakkan oleh suatu kekuatan di luar kekuatan manusia. Maka muncullah

    berbagai penafsiran yang satu dengan yang lainnya saling berbeda.

    Termasuk di dalamnya adalah wujud ketundukan terhadap kekuatan yang

    menjadi penyebab utama segala sesuatu yang telah terjadi.

    Titib (1955:13 – 15) mengemukakan berbagai pandangan filsafat

    tentang Tuhan berdasarkan pendekatan rasional. Di dalam filsafat

    ketuhanan, pandangan tentang Tuhan dapat dijumpai beraneka macam,

    yaitu:

    a. Animisme, yaitu keyakinan akan adanya roh bahwa semua di alam

    semesta ini didiami dan dikuasai oleh roh yang berbeda-beda pula.

    b. Dinamisme, yaitu keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan alam.

    Kekuatan ini dapat berupa makhluk ataupun tanpa wujud.

    c. Totemisme, yaitu keyakinan akan adanya binatang keramat yang sangat

    dihormati. Binatang tersebut diyakini memiliki kesaktian. Umumnya

    adalah binatang mitos, juga binatang tertentu di alam ini yang dianggap

    keramat.

    d. Polyteisme, yaitu keyakinan alam akan adanya banyak Tuhan. Wujud

    Tuhan berbeda-beda sesuai dengan keyakinan manusia.

    e. Natural Polyteisme, yaitu keyakinan alam akan adanya banyak Tuhan

    sebagai penguasa berbagai aspek alam, misalnya Tuhan angin, api,

    matahari, bulan dan sebagainya.

  • 8

    f. Henoteisme atau Kathenoisme, yaitu keyakinan atau teori kepercayaan

    yang diungkapkan oleh Max Muller ketika ia mempelajari kitab Weda.

    Yang dimaksud dengan henoteisme adalah keyakinan terhadap adanya

    Dewa Tertinggi yang pada suatu masa akan diganti oleh Dewa yang lain

    sebagai Dewa tertinggi.

    g. Pantheisme, yaitu keyakinan bahwa di mana-mana serba Tuhan atau

    setiap aspek alam digambarkan dikuasai oleh Tuhan.

    h. Monisme, yaitu keyakinan terhadap adanya keesaan Tuhan Yang Maha

    Esa merupakan hakikat alam semesta. Esa dalam segala hal.

    i. Monotheisme, yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Mahaesa.

    Keyakinan ini dibagi atas dua macam yaitu Monotheisme Trancendent

    yaitu keyakinan yang memandang bahwa Tuhan Yang mahaesa berada

    jauh di luar ciptaannya. Tuhan yang Mahaesa maha luhur tidak

    terjangkau akal pikiran manusia. Monotheisme Immancent yaitu

    keyakinan yang memandang bahwa Tuhan yang Mahaesa sebagai

    pencipta alam semesta dan segala isinya, tetapi ia berada di luar

    sekaligus berada di dalam penciptanya.

    2. Symbol-simbol Religi

    Symbol religi dalam masyarakat dapat kita lihat dari sumber-sumber

    sejarah berupa bangunan-bangunan kuno dan benda-benda purbakala seperti

    candi, arca, serta benda-benda sacral misalnya lembu bagi masyarakat

  • 9

    Hindu, salib suci bagi masyarakat Kristen, hajar aswad bagi masyarakat

    muslim.

    Di samping benda-benda dan bangunan-bangunan kuno yang berkaitan

    dengan kepercayaan suatu masyarakat, juga didapati kekuatan0kekuatan gaib

    yang dimiliki oleh individu-individu pada masyarakat tertentu. Hal ini

    merupakan symbol religi yang sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat,

    dipandang, difoto atau difilm. Ia berlokasi dalam kepala-kepala manusia

    yang menganutnya.

    Symbol religi yang lainnya dalah pelaksanaan ritual-ritual keagamaan

    atau kepercayaan yang merupakan suatu kompleks aktivitas manusia yang

    saling berinteraksi, sifatnya kongkret, dapat diamati atau diobesrvasi.

    Symbol tersebut di atas dapat ditarik dalam wujud kebudayaan

    universal yang ada pada makhluk manusia, paling sedikit ada tiga wujud

    yaitu wujud sebagai kompleks gagasan, konsep dan pikiran manuisa, wujud

    sebagai kopleks aktivitas dan wujud sebagai benda (Koentjaraningrat, 1990 :

    186-187).

    3. Agama dan Masyarakat

    Kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat tidak hanya melukiskan

    dan menjelaskan tentang makhluk-makhluk sakral dan alam gaib, Tuhan dan

    para malaikat, surge dan neraka, tetapi yang terpenting dari semua itu adalah

    bagaimana kepercayaan itu dapat menghubungkan alam gaib dengan

    manusia sebagai penganut kepercayaan diri di alam nyata. Adanya

  • 10

    ketergantungan manusia dari sesuatu yang dipercaya secara kolektif, maka

    manusia cenderung berkelompok untuk mengamalkan kepercayaan-

    kepercayaan tersebut melalui ritus-ritus keagamaan. Hanya dengan

    kebersamaan, kepercayaan-kepercayaan tersebut dapat dilestarikan.

    Kelompok ini bisa jadi merupakan pertemuan Holly Rollesyang berciri

    kegembiraan hiruk pikuk atau pertemuan rahasia dari The Religious Sociaty

    of Friendns ataukah upacara shalat jamaah masyarakat muslim yang

    melambangkan persamaan di antara mereka, juga bagi orang Kristen makan

    hidangan sakramen bersama-sama, juga melambangkan dan memperkuat

    kerukunan orang-orang yang percaya (Nottingham, 1994 : 18-19).

    Kelompok-kelompok yang melakukan ritual keagamaan akan

    membentuk masyarakat bermoral (moral community) yang berangkat dari

    kepercayaan masing-masing komunitas masyarakat itu. Kekuatan moral

    inilah yang melahirkan ketenangan batin dan jiwa bagi individu-individu

    untuk melakukan aktivitas kemasyarakatan. Dengan kata lain, agama

    menjadi pilar utama pembentukan masyarakat yang aman, sejahtera, damai

    lahir dan batin, sehingga jika setap indivisu memahami dirinya dan

    lingkungannya sebagai sesuatu yang harus menggantungkan diri kepada

    yang kuasa, maka setiap manusia akan berperilaku sopan, rendah diri, tidak

    sombong, berakhlak mulia dan bertingkah laku yang baik. Keadaan

    masyarakat yang seperti ini akan mendatangkan rahmat, curahan karunia dari

    Sang Mahaagung karena kekuatan moral masyarakatnya.

  • 11

    Sumbangan keagamaan bagi masyarakat yang telah menjadi keyakinan

    hidup, melahirkan nilai dari kehidupan beragama untuk kemudian

    diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai yang lahir dari

    keyakinan ini akan mengimbangi perilaku manusia yang cenderung

    sekuleristik.

    Dalam abad modern sekarang ini, nilai-nilai tersebut terkikis dan suatu

    saat akan ditinggalkan oleh manusia. Fenomena seperti ini disebabkan oleh

    sekulerisme yang melanda dunia berabad-abad lamanya.

    Kelanjutan dari fenomena tadi, orang lantas mengesampingkan masalah-

    masalah keagamaan dalam kehidupan duniai. Interpretasi tentang nilai-nilai

    agama yang berbeda-beda. Di kalangan sejumlah masyarakat, agama

    dianggap sebagai aspek yang terdalam dari sitem soisal dan semua tingkah

    laku manusia, sedangkan dalam masyarakat lainnya, semakin banyak nilai-

    nilai manusiawinya dan bermanfaat, itulah yang diterima secara umum.

    Dalam masyarakat modern, agama cenderung ditekan, dibatasi, dan

    disisihkan. Adanya kondisi masyarakat seperti ini menyulitkan kita dalam

    memahami fungsi agama dalam suatu masyarakat tertentu jika kita tidak

    mempunyai paling tidak beberapa pengetahuan tentang perubahan yang

    umum dalam masyarakat secara keseluruhan dan perubahan serupa dalam

    pemahaman keagamaan itu sendiri.

  • 12

    Untuk mengetahui beberapa perbedaan umum dalam suatu masyarakat,

    sehubungan dengan hal tersebut di atas, Nottingham (1994 : 51-59)

    mendeskripsikan beberapa tipe masyarakat yaitu :

    a. Tipe Masyarakat Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral

    Masyarakat yang mewakili tipe ini adalah masyarakat kecil, terisolasi

    dan terbelakang. Keluarga adalah lembaga yang lebih penting dan

    spesialisasi pengorganisasian kehidupan pemerintahan dan ekonomi

    masih sangat sederhana, laju perubahan sosial masih lambat.

    Setiap anggota masyarakat pada tipe ini menganut agama yang sama.

    Organisasi keagamaan itu sendiri merupakan suatu lembaga yang tidak

    begitu jauh terpisah dan merupakan salah satu aspek dari keseluruhan

    aktivitas kelompok. Tipe masyarakat ini sangat sedikit jumlahnya karena

    sebagian besar adat istiadatnya dikenal, paling tidak melalui pembicaraan

    dari mulut ke mulut. Masyarakat ini berpendapat bahwa agama

    memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam sistem masyarakat

    sevara mutlak dan keadaan lembaga lain selain keluarga, relative belum

    berkembang, agama menjadi focus utama bagi pengintegrasian dan

    persatuan masyarakat secara keseluruhan.

    Nilai-nilai keagamaan sering meningkatkan konservatisme dan

    menghalangi-menghalangi perubahan. Bagi individu, agama memberi

    bentuk pada keseluruhan proses soisalisasi dengan ditandai oleh upacara-

  • 13

    upacara keagamaan pada peristiwa kelahiran, perkawinan dan pada saat-

    saat penting dalam kehidupan.

    b. Tipe Masyarakat Pra-Industri yang Sedang Berkembang

    Masyarakat tipe kedua ini tidak begitu terisolasi, berunah lebih cepat ,

    lebih luas daerahnya dan lebih besar jumlah penduduknya, serta ditandai

    dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe

    masyarakat yang pertama.

    Ciri umum pada masyarakat ini adalah pembagian kerja yang luas,

    kelas-kelas ekonomi yang beraneka ragam serta adanya kemampuan tulis

    baca pada tingkat tertentu. Agama memberikan arti dan ikatan pada

    sistem nilai dalam tipe masyarakat ini, akan tetapi pada saat yang sama

    lingkungan yang sacral dan sekuler itu sedikit banyak masih bisa

    dibedakan. Pola-pola yang berlaku bagi semua pelaku sosial yang

    penting (pria, buruh, tani, prajurit, guru, kyai, sarjana, pedagang)

    mendapat konfirmasi agama. Dilain pihak agama tidak memberi

    dukungan sepenuhnya terhadap aktivitas sehari-hari sebagaimana

    masyarakat tipe pertama.

    c. Tipe Masyarakat Industri Sekuler

    Tipe masyarakat ini cenderung kepada masyarakat perkotaan modern

    di Amerika Serikat yang tinggi tingkat sekulerismenya. Masyarakat ini

    sangat dinamik. Teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek

    kehidupan. Masyarakat senantiasa mempergunakan metode-metode

  • 14

    empiric berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menganggapi

    berbagai masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, lingkungan yang

    bersifat sekuler meluas terus menerus dan sering kali merusak

    lingkungan yang sacral. Pada umumnya kecenderungan sekulerisasi ini

    mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman-pengalaman

    keagamaan. Agama ruang geraknya terbatas pada aspek-aspek yang lebih

    kecil dan bersifat khusus dalam masyarakat.

    4. Kebudayaan Masyarakat Amma Toa

    Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama

    oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.

    Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan

    politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.

    Bahasa sebagaimana juga budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri

    manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan

    secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-

    orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,

    membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Kebudayaan sangat erat

    hubungannya dengan masyarakat karena segala sesuatu yang terdapat dalam

    masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu

    sendiri. (Deddy Mulyana, 2006:25).

  • 15

    Masyarakat adat Amma Toa sangatlah unik. Keunikannya terletak pada

    cara mereka mempertahankan budayanya dari pengaruh modernitas. Mereka

    berusaha untuk menjaga kebudayaannya dari pengaruh globalisasi yang kian

    maju.

    Masyarakat adat Amma Toa memiliki ciri khas tersendiri. Dimulai dari

    pakaian yang mereka kenakan. Dalam kesehariannya, masyarakat adat

    Amma Toa memakai pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam ini

    melambangkan kekentalan budaya yang senantiasa harus dipertahankan.

    Selain itu, mereka juga tak pernah menggunakan alas kaki ketika melakukan

    aktivitasnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka benar-benar menyatu dengan

    alam.

    Keunikannya juga terletak pada penataan rumah mereka. Umumnya,

    dalam sebuah rumah, bagian dapur terletak di bagian belakang dalam sebuah

    rumah. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat adat tersebut. Mereka

    menempatkan bagian dapurnya tepat di bagian depan dalam rumah mereka.

    Hal ini mereka lakukan karena sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang

    mereka.

    Hal menarik lainnya, mereka memiliki budaya menenun. Setiap wanita

    dalam kelompok masyarakat tersebut dianjurkan unutk memiliki keahlian

    dalam menenun. Karena jika seorang wanita dalam kelompom tersebut tidak

    mempunyai keahlian menenun maka dia tidak diperbolehkan untuk menikah.

  • 16

    Masyarakat adat Amma Toa dikenal sebagai masyarakat yang mampu

    melstarikan hutannya dengan baik. Padahal, masyarakat adat tersebut

    tergolong sebagai masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang sangat

    rendah. Ironisnya, mereka mampu melakukan pekestarian lingkungan

    dengan baik. Sebenarnya, hal ini disebabkan karena adanyahukum adat yang

    berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Hukum adat ini merupakan

    aturan yang harus dipenuhi dan memiliki sanksi tersendiri jika dilanggar.

    Sanksinya dapat berupa denda uang dan sanksi sosial, itulah mengapa

    masyarakat adat Amma Toa memiliki kesadaran diri yang tinggi.

    5. Puisi

    Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat

    dan diberi iraman dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias

    (imajinatif). Pemilihan diksi dilakukan agar memiliki kekuatan pengucapan,

    sehingga salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memilki

    persamman bunyi (rima).

    6. Jenis-jenis Puisi

    a. Puisi Elegi

    Puisi jenis ini hakikatnya merupakan puisi yang berisi tentang ratapan

    dan kepedihan penyair, puisi ini termasuk puisi lirik yang berisi ratapan

    kematian seseorang atau kematian beberapa orang.

  • 17

    b. Puisi Romance

    Jenis puisi ini merupakan luapan batin penyair terhadap sang pujaan

    kekasih. Puisi demikian seringkali dan banyak kita jumpai. Karena

    biasanya kepenyairan seseorang seringkali memang diawali dengan

    persoalan cinta.

    c. Puisi Satirik

    Puisi ini merupakan puisi yang mengandung sindiran atau kritik

    tentang kepincangan yang terjadi. Puisi ini banyak kita jumpai dalam

    kehidupan, sebab kepincangan dan ketimpangan sosial masyarakat kita

    sangat luar biasa, jenis puisi ini biasanya dipergunakan penyair untuk

    melakukan sindiran terhadap fenomena sosial yang dinilainya timpang.

    d. Puisi Didaktik

    Puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai-nilai yang dapat

    diambil oleh pembaca, atau penyair yang ingin menyampaikan nilai-nilai

    edukatif yang penting untuk dipahami pembaca. Puisi seperti ini sangat

    menarik jika dipergunakan untuk menanamkan berbagai nilai, sehingga

    puisi demikian memang mengabdi kepada masyarakat.

    e. Puisi Naratif

    Puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita dengan pelaku,

    perwatakan, setting maupun rangkaian peristiwa sehingga menjalin

    sebuah cerita. Puisi ini sering disebut juga puisi Balada. Puisi ini

    menurut Jakob Sumardjo (1991: 26) adalah puisi cerita yang

  • 18

    mengandung unsur-unsur sebagai berikut bahasa sederhana, langsung

    dan kongkret, mengandung unsur ketegangan, ancaman dan kejutan

    dalam materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatic di

    dalamnya, terdapat pengulangan-pengulangan untuk penegasan,

    emngandung kadar emosi yang kuat, sedikit dialog di dalamnya, cerita

    bersifat obyektif dan inpersonal, sedikit sekali mengandung ajaran moral

    (inilah sebabnya banyak balada tentang tokoh penjahat yang berani dan

    legendaris).

    f. Puisi Epik (Epos)

    Puisi ini merupakan yang di dalamnya bercerita tentang

    kepahlawananan, biasanaya berkaitan dengan legenda, kepercayaan

    maupun historis sebuah bangsa.

    g. Puisi Fabel

    Puisi yang berisi tentang cerita kehidupan binatang untuk menyindir

    atau memberi tamsil kepada manusia. Tujuan fabel ini adalah

    memberikan ajaran moral.

    h. Puisi Deskriptif

    Puisi ini merupakan puisi yang menekankan pada realita benda,

    peristiwa, keadaan atau suasana yang dinilainya menarik bagi seseorang

    penyair. Puisi-puisi demikian biasanya beraliran impresionistik.

  • 19

    i. Puisi Fisikal

    Puisi ini merupakan puisi yang bersifat realistis, artinya

    menggambarkan sesuatu realita (kenyataan) dengan apa adanya. Karena

    itu, tentu yang dilukis bukanlah sebuah gagasan penyair tetapi apa-apa

    yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh penyairnya.

    j. Puisi Dramatik

    Puisi ini merupakan penggambaran dari perilaku seseorang baik lewat

    lakon, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran

    tentang kisah tertentu, puisi dramatic sering kita jumpai, ketika sang

    penyair ingin mengeskpresikan sebagai bentuk penanggungan sebuah

    puisi yang demikian seringkali memanfaatkan aspek-aspek (unsur)

    drama sebagai penajaman pengucapan.

    k. Puisi Objektif

    Puisi ini mengungkapkan hal-hal di luar diir penyair. Karena itu, puisi

    ini sering disebut juga dengan puisi inyerpersonal. Puisis naratif dan

    deskriftif biasanya masuk kategori puisi yang demikian karena bersifat

    menceritakan dan melukiskan, baik kejadian, peristiwa maupun

    aspektualitas kehidupan lainnya.

    7. Masyarakat Amma Toa

    Masyarakat Amma Toa merupakan salah satu masyarakat adat yang

    masih eksis di tengah gemparan kapitalisme liberal dan merasuknya nilai-

    nilai ekstrimisme agama impor pada negeri ini. Mereka berdomisili di

  • 20

    Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di wilayah Kecamatan Kajang,

    Kabupaten Bulukumba.

    Eksistensi masyarkat Amma Toa ditopang oleh keberhasilan mereka

    dalan mengelola ekosistem secara seimbang dan berkesinambungan.

    Keberhasilan ini tak dapat dilepaskan dari sistem nilai budaya mereka yang

    tertuang dalam Pasang ri Kajang.

    8. Pasang Ri Kajang

    Pasang ri Kajang adalah pedoman hidup masyarakat Amma Toa yang

    terdiri dari kumpulan amanat dan leluhur. Nilai-nilai yang terkandung dalam

    Pasang dianggap sacral dalam masyarakat Amma Toa, bila tidak

    diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari berdampak buruk bagi

    kehidupan kolektif orang Amma Toa. Dampak buruk yang dimaksud adalah

    rusaknya keseimbangan ekologis dan kacaunya sistem sosial. Begitulah

    keyakinan Amma Toa terhadap Pasang ri Kajang (Usop, 1978:43).

    Pasang mengandung panduan bagi hidup manusia dalam segala aspek,

    baik itu aspek sosial, religi, pencaharian, budaya, lingkungan serta sistem

    kepemimpinan.

    Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi kultur adat

    kebiasaan masyarakat Amma Toa, wilayah tersebut terbagi atas dua kategori

    yakni tana kamase-masea atau ilalang embaya dan wilaya tana koasaya atau

    ipantarang embaya. Wilayah tana kamase-masea adalah wilayah yang masih

    memegang teguh hukum pasang ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya

  • 21

    adalah daerah berada di luar ketentuan pasang, tidak terlalu terikat dengan

    pasang itu sendiri, namun pengalaman batiniah dari hakikat pasang tetap

    mereka naut dengan batasan-batasan yang longgar. Penekanan dari unsur

    adat terhadap masyarakat tersebut tidak membawa mereka kepada sebuah

    konsekwensi jika pasang tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat

    yang ada di dalam kawasan, pasang sangat menentukan bagi hidup mereka,

    sebab ia sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh dilanggar. Jika

    terjadi pelanggaran maka adat yang harus bicara, dalam hal ini Amma Toa

    dan pemangku adat akan memberikan hukuman yang setimpal terhadap

    pelanggaran yang dilakukan.

  • 22

    C. Kerangka Pikir

    Dalam penilitian ini, peneliti membuat kerangka piker sebagai dasar untuk

    membantu kelancaran penelitian ini. Adapun kerangka pikir yang dimaksud

    adalah unsur religi sebagai unsur kebudayaan adalah sumber kekuatan moral

    dalam masyarakat.

    Karya sastra

    Drama Puisi Prosa

    Puisi Romance Puisi Didaktik Puisi Satirik

    Pasang Ri Kajang

    Antropologi Sastra

    Religiusitas dalam budaya masyarakat

    Amma Toa

    Analisis

    Temuan

  • 23

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Rancangan Penelitian

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif.

    Sugiyono, (2003:14) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah data

    kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema dan gambar.

    Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3)

    mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

    menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang

    dan perilaku yang dapat diamati.

    Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahawa metode

    deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data

    deskriptif yang berbentuk kata, skema dan gambar.

    Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan antropologi

    sastra. Pendekatan antropolgi ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai

    budaya yang tercermin di dalam sebuah puisi.

    B. Data dan Sumber Data

    Sumber data pada penelitian ini yaitu sumber data primer pada penelitian

    yang berupa isi ‘Pasang ri Kajang’. Sumber data sekunder berupa artikel-

    artikel dan kutipan-kutipan dari buku-buku teori yang mendukung penelitian.

    23

  • 24

    C. Teknik Pengumpulan Data

    Goetz dan Lecomte (dalam Sutopo, 2002:58) mengemukakan bahwa

    “sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa jenis,

    menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai guna

    mendapatkan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat

    dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan

    data yang bersifat interaktif dan noninteraktif”.

    Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode noninteraktif,

    yaitu kengkaji dokumen dan arsip. Teknik studi pustaka digunakan untuk

    mengumpulkan data-data berupa buku-buku kepustakaan yang berkaitan

    dengan masalah penelitian dengan menggunakan teori-teori sastra yang

    mencakup unsur kebudayaan, serta teori-teori antropologi untuk meneliti

    unsur kebudayaannya.

    D. Teknik Analisis Isi

    Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan cara content analysis

    (analisis isi). Dalam teknik analisis isi ini juga digunakan metode

    trianggulasi, di samping metode tersebut dipergunakan juga metode lain

    yaitu diskusi dengan teman sejawat.

  • 25

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Gambaran Umum Masyarakat Amma Toa

    Masyarakat Amma Toa adalah masyarakat yang terisolasi dari

    dunia luar yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya nenek

    moyang. Mereka adalah komunitas masyarakat yang membangun

    masyarakatnya dengan pola-pola tertentu yang bersumber dari

    sebuah hukum pasang ri Kajang yang masih memiliki norma serta

    adat yang masih murni serta dipegang teguh.

    Secara administratif kawasan adat AT berada dalam wilayah

    kecamatan Kajang, kabupaten Bulukumba dengan kehidupan

    masyarakatnya yang cukup bersahaja, tidak tergiur dengan kehidupan

    duniawi yang konsumtif yang bergelimang dengan kemewahan.

    Ketika ummat manusia mengikuti alur peradaban dunia dengan

    sekian banyak peralatan hidup yang modern, masyaratak AT tetap

    dalam kehidupan kebersahajaannya yang bersahabat dengan alam,

    mengolah lahan dengan peralatan sederhana dan segala bentuk

    perilaku hidup berjalan apa adanya, karena semua itu adalah symbol

    kesederhanaan. Dalam ajaran kesederhanaan akan tercermin nilai

    luhur antara hubungan manusia dengan Tuhannya. Masyarakat AT

    25

  • 26

    percaya bahwa ketidaksederhanaan dapat membuat manusia lupa kan

    Tuhannya.

    a. Letak Wilayah

    Makassar Kajang adalah sebagian dari masyarakat Makassar

    berdialek konjo yang menempati suatu wilayah ratusan kilometer

    di bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan antara 5 derajat – 6

    derajat LS dan melingkar meridian 120 derajat BT dengan posisi

    serong barat laut tenggara.

    Masyarakat Kajang dengan ciri-ciri bahaasa yang cenderung

    diidentifikasikan sebagai Proto Makassar (Palengkahu dkk, 1971

    : 8) menempati bagian utara kota Bulukumba dengan batas-batas

    sebagai berikut:

    1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sinjai

    2. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Bulukumpa

    3. Sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone

    4. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Herlang

    Dalan wilayah administrative kecamatan Kajang inilah

    masyarakat AT bermukim. Mereke menempati sebagian besar

    desa-desa di kecamatan Kajang yang terdiri atas desa Sapanang,

    Tana Toa, Pattiroang, Malleleng, Mattoangin, Possi Tana,

    Tambangan, Lembanna, Lembang, Bonto Rannu.

  • 27

    Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi

    kultur adat kebiasaan masyarakat AT, wilayah tersebut terbagi

    atas dua kategori yakni tana kamase-masea atau ilalang embaya

    dan wilayah koasaya tana atau ipantarang embaya. Wilayah tana

    kamase-masea adalah wilayah yang masih memegang teguh

    hukum pasang ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya adalah

    daerah yang berada di luar ketentuan hukum pasang ri Kajang.

    Walaupun masyarakat yang berada di luar ketentuan PS, tidak

    terlalu terikat dengan PS itu sendiri, namun pengalaman natiniah

    dan hakikat PS tetap mereka naut dengan batsan-batasan yang

    longgar. Penekanan dari unsur adat terhadap masyarakat tersebut

    tidak membawa mereka kepada sebuah konsekuensi jika PS

    tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat yang ada di

    dalam kawasan, PS sangat menentukana bagi hidup mereka,

    sebab ia sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh

    dilanggar. Jika terjadi pelanggaran maka adat yang harus bicara,

    dalam hal ini Amma Toa dan pemangku adat akan memberikan

    hukuman yang settimpal terhadap pelanggaran yang dilakukan.

    Untuk mengetahui beberapa perbedaan pokok masyarakat dari

    kedua wilayah tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel 1 untuk

    diperoleh pengertian tentang konsep kamase-masea dan koasaya.

  • 28

    Tabel 1. Beberapa Perbedaan Wilayah Tanah Kamase-masea

    dengan Wilayah Koasaya

    Kamase-masea Koasaya - Hidup bersahaja,

    sederhana, seadanya, tradisional, konservatif, rohaniah

    - Lambat memperoleh pengalaman

    - Kurang kesempatan belajar

    - Aspirasi sedang-sedang saja

    - Penguasaan pasang kian surut

    - Luas tanah pertanian dan perkebunan tidak banyak mengalami penambahan,kesadaran ekologi cukup baik.

    - Lebih komunal : gotong royong atau tolong menolong

    - Monogamy

    - Hidup berkemakmuran, lebih baik, berkecukupan non tradisional, progresif, sekuler plus rohaniah.

    - Cepat memperoleh pengalaman

    - Lebih banyak kesempatan belajar

    - Aspirasi tinggi

    - Kurang memperhatikan pasang

    - Mengusahakan bidang-bidang tanah baru, mengarah ke intensifikasi dan ekstensifikasi.

    - Tolong menolong dengan sifat individualistic dan kekeluargaan

    - Cenderung berpoligami.

    Sumber data : Sistem Nilai di Benteng Hitam Tanah Toa, sebuah

    kajian tentang Pasang Ri Kajang (Usop, 1978: 41)

  • 29

    Wilayah inti dari tana kamase-masea berada di Desa Tana

    Toa, yang berdasarkan data monografi desa dan kelurahan luas

    wilayah Tana Toa sekitar 7,1 km dengan batas-batas sebagai

    berikut:

    1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sinjai.\

    2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Tambangan.

    3. Sebelah timur berbatasan dengan desa Possi Tana dan

    Lembanna.

    4. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Bulukumpa.

    Luas wilayah tersebut di atas terdiri dari 9 dusun, 18 RK dan

    36 RT. Ke 9 dusun dalam wilayah desa Tana Toa adalah dusun

    benteng, Balagana, Jannayya, Sobbu, kawasan Baraya,

    Tombolok, Balambina dan Lurayya.

    Luas wilayah 7,1 km atau kurang lebih 3.728,50 Ha ini

    dipergunakan untuk kemaslahatan warga masyarakat dengan

    perincian dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2. Penggunaan Lahan dalam Wilayah desa Tana Toa

    Kategori Luas Hutan

    LadangSawah

    Kebun CampuranKelapa HibridaTanah Kuburan

    Jalan DesaPekarangan Rumah

    97,50 Ha2018,62 Ha

    585 Ha659 Ha

    121,43 Ha22,50 Ha90,50 Ha180 Ha

    Sumber data : Monografi Desa Tana Toa

  • 30

    b. Kepadatan Penduduk

    Penduduk kecamatan Kajang menyebar secara merata di 14

    Desa yang berjumlah 38.902 jiwa yang terdiri dari 18.442 jiwa

    laki-laki dan 20.460 jiwa perempuan.

    c. Pendidikan

    Masyarakat Amma Toa pada wilayah tana koasaya umumnya

    telah mengecap pendidikan. Pada masyarakat ini telah melakukan

    persentuhan-persentuhan dengan dunia luar, sehingga batas-batas

    adat kebiasaan masyarakat tidak menjadi kendala bagi mereka

    untuk melakukan hubungan komunikasi dengan dunia luar.

    Terciptanya situasi seperti ini adalah pertanda bahwa tingkat

    kesadaran masyarakat semakin meningkat. Dalam wilayah

    kecamatan Kajang, jumlah lembaga pendidikan untuk tingkat

    Sekolah Dasar mencapai puluhan buah, SMP sebanyak 3 buah,

    salah satunya diantaranya Tana Toa sebagai upaya untuk

    mendekatkan masyarakat terutama generasi mudanya terhadap

    pentingnya pendidikan. Sementara untuk lembaga pendidikan

    tingkat SMA sebanyaj satu buah bertempat di Kassi kecamatan

    Kajang.

    Lain halnya dengan masyarakat dalam wilayah tana kamase-

    masea, tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

    pendidikan belum menjadi priotitas utama dalam pembinaan

  • 31

    masyarakat. Namun demikian, arti sebuah pendidikan bagi

    mereka bukan hanya belajar pada pendidikan-pendidikan formal

    seperti SD, SMP, SMA tetapi kebanyakan dari mereka mendidik

    anak lewat pendidikan keluarga terutama oada penguasaan

    Pasang dan ajaran budi luhur. Khusus untuk daerah kawasan adat

    masyarakat AT, tidak ada satu buah lembaga pendidikan pun

    yang didirikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemurnian

    ajaran masyarakat Amma Toa yang melarang segala bentuk

    kemodernan untuk memasuki wilayah tanah kamase-masea.

    Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah memabnagun

    sarana pendidikan untuk tingkat Sekolah Dasar di daera

    perbatasan, tepatnya dekat pintu gerbang masuk kawasan adat

    Amma Toa. Demikian pula untuk tingkat SMP ditempatkan pusat

    pemerintahan desa yakni Benteng Balambina.

    d. Sistem Pemerintahan

    Jauh sebelum memuncaknya ekspansi Gowa di Sulawesi

    Selatan di bawah raja Gowa ke 10 Maro Gau yang pada masa itu

    daerah Kajang termasuk di antara daerah-daerah yang

    ditaklukkan (Mattulada, 1977 :25-26), tradisi lisan mengatakan

    bahwa Amma Toa sebagai seorang yang berpengaruh diketahui

    sebagai seorang tomanurung,ia tidak terikat pada oleh tata cara

    kerajaan atau sape ada’. Amma Toa berkali-kali mengunjungi

  • 32

    raja Gowa IV dan V untuk meminta kala’birang (kemuliaan)

    dengan alasan bahwa yang ada hanyalah adat, tidak ada raja dan

    kerajaan, dan Amma Toa bukan keturunan raja (Usop, 1978 : 21).

    Kepemimpinan dalam masyarakat Amma Toa dipisahkan

    menjadi dua yaitu kepemimpinan adat pemerintahan dan

    kepemimpinan adat kepercayaan. Kepemimpinan adat

    pemerintahan terdiri dari gallarang-gallarang yang merupakan

    suatu badan pemerintahan yang masing-masing galarang

    dipimpin oleh seorang galla yang bertugas untuk mengatur

    masyarakat di gallarang yang dipimpinnya. Pada mulanya di

    daerah kajang terdiri dari lima gallarang yaitu Gallarang

    Pantama, Gallarang Kajang, Gallarang Puto, Gallarang Lombo’

    dan Gallarang Anjuru.

    Dari kelima gallarang tersebut di atas oleh masyarakat

    Amma Toa disebut Ada’. Limanya diketuai oleh Galla Pantama

    sebagai pemegang kala’birang (kemuliaan) dari kelima galla-

    galla yang ada di Kajang.

    Struktur sosial kepemimpinan masyarakat AT yang kedua

    adalah kepemimpinan adat kepercayaan yang disebut Ada’

    Buttaya yang merupakan pemangku-pemangku adat dan

    kepercayaan yang bertugas sebagai pengayom, pelindung dan

  • 33

    penasehat gallarang-gallarang sekaligus pengontrol pemegang

    kala’birang yang dipimpin sendiri langsung oleh Amma Toa.

    Pada perkembangan-perkembangan selanjutnya, struktur

    sosial kepemimpinan di Kajang mengalami perkembangan yang

    pada akhirnya melahirkan konsep Karaeng Tallua di Kajang.

    1. Karaeng Kajang

    Setelah lahirnya konsep karaeng tallua, pemegang

    kala’birang (kemuliaan) yang tadinya dipegang oleh salah

    seorang galla pada sistem kepemimpinan adat pemerintahan

    yang dikenal dengan Ada’ Limaya yakni galla pantama maka

    pemegang kala’birang (kemuliaan) diserahkan kepada

    Karaeng Kajang.

    2. Sullehatang Kajang

    Sullehatang Kajang biasa juga disebut Karaeng Ilau yang

    merupakan wakil Karaeng Kajang yang bertugas sebagai

    pelaksana pemerintahan. Ia berkedudukan di Possi Tana

    daerah ujung utara Kajang.

    3. Ana’ Karaeng Tambangan atau Moncong Buloa

    Ana’ Karaeng Tambangan atau Moncong Buloa biasa

    juga disebut sebagai karaeng Iraja yang juga berfungsi

    sebagai pelaksana pemerintahan. Ia berkedudukan di

    Tambangan daerah ujung selatan Kajang (Usop, 1978 : 21)

  • 34

    Dengan adanya perkembangan struktur baru pada

    kepemimpinan masyarakat AT, maka lahirlah struktur baru yang

    disebut Karaeng Tallua, Ada’ Limayya. Di bawah struktur ini fungsi

    galla-galla tetap diakui dan ini merupakan ciri struktur kerajaan

    Gowa hingga abad ke 16 yang berlainan dan ciri kerajaan Bone di

    mas awyang sama. Dalam hal ini pimpinan dari atas sampai ke

    bawah dipegang oleh kerabat raja (Mattulada, 1977 : 19-20)

    2. Unsur Religi dalam Kultur Masyarakat Amma Toa

    Kultur masyarakat AT yang diliputi dengan kebersahajaan

    adalah sebuah pertanda kesederhanaan hidup. Ia tidak terjebak pada

    kehidupan duniawi, yang menurut keyakinan mereka dapat

    membawa manusia pada kemewahan, kesombongan dan akhirnya

    manusia lupa pada eksistensi kemanusiaannya sebagai seorang yang

    harus tunduk dan patuh pada hukum alam. Pola hidup inilah yang

    menjadi cermin budaya bagi masyarakat, yang dari keseluruhannya

    dapat diketahui unsur religi dari masing-masing tingkah laku dan

    pola hidup bermasyarakat. Untuk mengungkapkan lebih jauh unsur

    religi budaya masyarakat AT, secara berturut-turut akan diungkapkan

    lewat wujud-wujud kebudayaan yang paling tidak ada tiga wujud

    kebudayaan yang ada pada tiap-tiap individu dan komunitas

    masyarakat, ketiga wujud kebudayaan tersebut adalah sebagai

    berikut:

  • 35

    A. Wujud Gagasan, Konsep dan Alam Pikiran Masyarakat

    Untuk menjalankan aktivitas hidup masyarakat, konsep dan

    gagasan menjadi amat penting untuk dijadikan sebagai paradigma

    atau kerangka acuan yang bersumber dari sesuatu yang sangat

    mendasar bagi hidup manusia. Konsep dan gagasan tersebut

    dijadikan sebagai sumber inspirasi, aspirasi, dan motivasi hidup

    masyarakat.

    Kepercayaan yang dianut oleh sekelompok masyarakat

    Kajang, khusunya yang bermukim dikawasan adat AT lazim

    disebut patuntung. Suatu kepercayaan oleh masyarakatnya

    dijadikan pegangan dalam setiap sendi-sendi kehidupan mereka.

    Kepercayaan ini bersumber dari sebuah tradisi lisan yang disebut

    pasang ri Kajang. Sebuah tradisi yang dituturkan secara turun

    temurun dari gengerasi ke generasi dengan pola tradisional yang

    tetap dipegang teguh para penganutnya.

    Kata patuntung dalam dialek konjo berasal dari kata

    tuntung yang mendapat awalan Pa. awalan Pa didalam kata

    patuntung penggunaannya sama dengan awalan pe dalam Bahasa

    Indonesia. Istilah Patuntung yang berasal dari kata “ tuntung”

    dapat mempunyai beberapa pengertian yaitu:

    1. Tuntung berarti ‘tuntut’ atau ‘belajar’, jadi patuntung berarti

    ‘penuntut’ atau ‘pelajar’ maksudnya adalah seseoranf yang

  • 36

    edang mempelajari suatu pangngissengan ( ilmu

    oengetahuan) yang bersumber dari pasang ri Kajang.

    2. Tuntung berarti ‘puncak’ atau ujung ketinggian. Maksudnya

    adalah seseorang yang berusaha untuk mencapai puncak atau

    ujung ketinggian dari sesuatu.

    3. Tuntung berarti ‘ cari’ patuntung berarti ‘pencari’ maksudnya

    adalah seseorang yang mencari seseuau dengan mempunyai

    kemauan keras dengan tekad bulat karena didorong oleh suatu

    keyakinan untuk mendapatkan sesuatu.

    Pasang ri Kajang adalah sumber acuan ajaran patuntung.

    Sebagaimana Islam sebagai sebuah agama yang mempunyai

    kitab suci yang namanya AlQuran hanya saja pasang ri

    Kajang bukan dalam bentuk tulisan, akan tetapi dituturkan

    secara lisan turun temurun dari generasi ke generasi yang

    merupakan keseluruhan pengetahuan dan pengalaman tentang

    segala aspek dan liku-liku kehidupan dalam masyarakat.

    Secara harfiah kata pasang berarti pesan lisan yang wajib

    diturutidan dilaksanakan dan akan menimbulkan hal-hal atau

    akibat-akibat yang tidak diinginkan bila tidak dilaksanakan. Ia

    mengandung artivpesan, fawa, amanah, nasehat, tuntunan dan

    peringatan. Dalam pengertian inilash masyarakat Amma Toa

    berpegang teguh pada pasang, ia tidak hanya berisi yang baik

  • 37

    untuk diamalkan akan tetapi berisi juga yang buruk untuk

    dijauhi.

    Berhubungan dengan pasang ini, Amma Toa dan tetua

    adat Kajang menuturkan dalam beberapa pasang berikut:

    Pasangnga punna sisalai, riek antu tau annambai.

    Mingka riek to tau doraka punna battuanna riek tau

    annambaintu mange iareka angngurangi. Kunne anre nakulle

    natambai pasangnga, nasaba ia nakua bicarayya: lontara ri

    Gowa, Pasang ri Kjang, kitta ri Luhu. Mingka punna rie

    tunambai riek to tau doraka. Laka nariek tau angngurangi

    ampasiksaklak tallua passala ri nikuayya lontara ri Gowa,

    pasang ri Kajang, kitta ri Luhu appasiksaklak injo isina,

    arennaji battuanna takbage, naiyya padaji tujuann, se’re

    tujuan.

    Artinya:

    Pasang kalau berbeda, ada itu orang yang menambah. Tetapi

    ada juga yang durhaka kalau misalnya ada yang menambah

    atau mengurangi. Disini, pasang tak dapat ditambah, sebab

    apa yang dikatakan oleh bicara: lontara ri Gowa, pasang ri

    Kjang, kitta di Luhu. Tetapi kalau ada yang menambah ada

    juga yang durhaka. Ataukah ada yang mengurangi

    membedakan tiga hal yakni oasang ri Kajanag, Lontara ri

  • 38

    Gowa, kitta ri Luhu, membedakan isinya, namanya saja yang

    tebagi, tetapi sama tujuannya, satu tujuan.

    Penuturan Amma Toa diatas menunjukkan kedokmatisan PS,

    walaupun ia bersifat lisan. Pelanggaran PS pada suatu

    komunitas masyarakat akan dirasakan akibatnya bukan saja

    ditempat itu akan tetapi juga berimplikasi pada tempat-tempat

    yang lain.

    Walaupun demikian pasang jugga mengalami

    kedinamisan, sebagaimana diungkapkan dalam PS”

    Manna kodi pasang tokji

    Lakbi-lakbi hajjina na hajia’a

    Mingka nukodia ri pappasangngang

    Jako gaukangi.

    Artinya:

    Walau buruk pasang juga

    Lebih-lebih baiknya yang baik

    Tetapi jika buruk yan gdipesankan

    Jangan dikerjakan.

    PS tersebut diatas menunjukkan bahwa bila seseoranf

    yang perbuatannya lebih baik dari pendahulunya, maka

    perbuatannya yang dijelaskan itu juga termasuk pasang yang

    harus diturunkan pada generasi-generasi selanjutnya. Disini

  • 39

    nampaknya ada sesuatu yang paradoks yakni perbendaharaan

    PS dapat ditambah, dikembangkan atau diperkaya. Akan

    tetapi isi dan pesannya tidak boleh ditambah atau dikurangi.

    Segala sesuatu dari masa lampau yang dapat menolong

    atau menuntun kehidupan kini dan masa yang akan datang

    baik legenda, mitos maupun silsilah yang dapat mengisi

    penbendharaan pasang masuk sebagai bagian pasang ri

    Kajang yang harus dituturkan kepada generasi-generasi

    selanjutnya.

    1. Konsep tentang Tuhan

    Pada masyarakat AT menyebut Tuhan sebuah

    pantangan tabu dan pemali. Begitu pula dengan

    penyebutan nabi-nabi secara lansung. Nama Tuhan

    mereka disebut Turiakrana ( yang selanjutnya

    disingkat TRA) artinya yang berkehendak atau yang

    menentukan. Nabi Adam mereka disebut Mula Tauwa

    (manusia mula-mula) dan nabi Muhammad mereka

    disebut Sempe sinonto ( piring saling bersentuhan

    keras). Disebut sempe sinonto karena pada saat piring-

    piring saling bersentuhan orang terkejutdan

    mengucapkan namanya Muhamma. Tentang Tuhan

    yang maha kuasa, pasang mengatakan:

  • 40

    TRA ammantangi ri panggngarakanna.

    Sitte makinjo punna nigaukan passuroanna na

    nililiang pappasisangkana.

    Anre nisse’I riekna anrekna TRA naki palakdoang.

    Pada tokji nitarimana pangnganronta ia tojekna.

    Artinya:

    Tuhan melakukan sesuatu atas kehendaknya

    sendiri.

    Dianbggap ‘ bertemulah’ kita jika melakukan

    perintahnya dan menjauhi larangannya.

    Tidak diketahui dimana adanya, dimana tidak adanya

    Tuhan, tetapi kita memohon nikmatnya.

    Sehubungan dengan itu, diterimanya permintaan kita,

    dia yang tentukan.

    Dalam masyarakat AT percaya yang berkendak

    hanya satu, mustahil TRA lebih dari satu. Oleh karena itu,

    masyarakat Amma Toa memiliki konsp ketuhanan yang

    esa, monoteisme transenden. Hanya saja penjabaran dari

    konsep ini situangkan Dallam acara ritual sebagai sebuah

    bentuk penghambaan kepada TRA berbeda dengan ajaran-

    ajaran agama konvensional yang ada. Disamping itu

    masyarakat AT percaya bahwa disekeliling manusia

  • 41

    bersemayam roh-roh leluhur. Olehnya itu seluruh

    penganut ajaran AT harus tunduk kepada aturan dan

    berbuat baik, mereka takut arwahnya tidak diterima oleh

    TRA.

    Tetang kekuasaan Tuhan dalam ajaran AT hampir

    sama dengan ajaran dan keprcayaan lain. Tuhan yang

    maha esa pencipta alam semest, kekal, mahakuasa,

    mahasempurna, mahatinggi, mahamengetahui,

    mahabijaksana dan mahasebagainya. Kekuasaan Tuhan

    meliputi apa yang ada dilangit dan bumi dan seluruh apa

    yang ada didalamnya. Bagi masyarakat AT ketundukan

    dan kepasrahan adalah bentuk yang ideal dalam

    memaknai hakikat ketuhanan, baik dalam tingkah laku

    maupun dalam benuk kesederhanaan hidup, tidak

    bermewah-mewahan.

    2. Konsepsi Tentang Manusia

    Masyarakat AT percaya akan kelhiran manusia

    berasal dari tempat yang gelap, dan itu pulalah yang

    menjadi symbol pakaian mereka yakni berwarna

    hitam. Tujuan mereka adalah senantiasa mengingat

    tempat asalnya dari kegelapan sebelum terlahir ke

    dunia atas kehendak TRA.

  • 42

    Manusia pertama yang terlahir ke dunia ini

    menurut masyarakat AT tidak terlepas dari mitos dan

    tradisi lisan dari beberapa daerah khususnya di

    Sulawesi Selatan yakni lapisan mitos tomanurung.

    Dialah manusia pertama yag menjdi pemula lapisan

    keturunan bangsawan yang membentuk komuniti-

    komuniti sehingga membentuk sebuah masyarakat.

    Dia diturunkan oleh TRA dalam rangka

    memakmurkan bumi. Eksistensi manusia sebagai

    ciptaan dan kehndak TRA menjadikan masyarakat AT

    tunduk dan patuh pada ketentuan-ketentuan dan

    hukum adat Kajang yang dijalankan oleh Amma Toa

    karena dipercaya bahwa dia adalah wakil TRA yang

    jika dilanggar apa-apa yang siperintahkan maka murka

    dari yang berkendak pasti datang.

    Masyarakat AT mempercayai bahwa manusia

    tersiri dari dua unsur, unsur jasmani dan rohani. Unsur

    jasmani yang berkenan dengan struktur fisik tubuh

    manusia yang juga dikaitkan dengan unsur religi

    tentang hakikat keberadaan manusia hubungannya

    dengan sang maha pencipta PS mengatakan:

  • 43

    Appa battu ri anrong iyamintu:

    Rara, assi, gaha-gaha otak

    Appa battu ri amma iyamintu:

    Bulu-bulu, bukkuleng, kanuku, buku

    Lima battu ri Tumapparentata iyamintu:

    Mata, toil, kakmurung, baba, nyaha.

    Artinya:

    Empat berasal dari ibu yaitu:

    Darah, daging, urat otak.

    Empat berasal dari ayah yaitu:

    Bulu-bulu, kuliyy, kuku, tulang

    Lima berasal dari sang maha pencipta yaitu:

    Mata, telinga, hidung, mult, nayawa.

    Dari tuturan diatasdijelaskan bahwa masyarakat

    AT melihat struktur tubuh manusia ini terdiri dua

    unsur yakni empat berasal dari ayah dan ibu adalah

    tubuh kasar dan tubuh halusnya yang merupakan

    unsur rohaniah manusia berasal dari Tuhan yakni

    penglihatan (mata), pengdengaran ( telinga,

    penciuman ( hidung ), perasa (lidah/mulut), dan

    nyawa.

  • 44

    Unsur rohaniah tersebut yang erupakan struktur

    tubuh halus manusia yan getrdiri dari lima unsur ini

    yang hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya karena

    merupakan anugerah Tuhan yang menciptakan

    manusia. Pernyataan kebahasannya tertian dalam PS

    yang mengtakan:

    Lima pangngissengan ilalang batang kale:

    a. Ri ngetettaji na hajik

    b. Ri mallangngerettaji na hajik

    c. Ri appautaji na hajik

    d. Ri pappisa rantaji na hajik

    Artinya:

    a. Meelihat yang baik

    b. Mengdengar yang baik

    c. Mencium yang baik

    d. Berbicara yangbaik

    e. Merasa yang baik

    Dari kelima sifat yang baik dari panca indera

    diatas bagai lima jari-jari tagan yang tidak terpisahkan dan

    merupakan pengendali delapan aspek jasmaniah manusia

    yang berasal dari ayah dan ibu sesuai dengan yang

    tertuang dalam pasang yang berhubungan dengan

  • 45

    bangunan struktur tubuh manusia, jasmaniah dan

    rohaniah.

    Sumber kebaikan yang dimunculkan oleh lima

    panca indera tersebut di atas bersumber dari hati. Pasang

    mengatakan:

    Battu tannaing ri atiya

    Lunrak battu ri atiya

    Paik battu ri atiya

    Artinya:

    Asal manis itu dari hati

    Baik berasal dari hati

    Pahit berasal dari hati

    Seseorang yang menganut patuntung harus

    memounyai sifat-sifat yang baik. Dengan sikap yang

    demikian dia akan kembali keasalnya yakni TRA, dan jika

    tidak ada akan menjelma kembali kedalam sifat-sifatnya.

    Amminroi ri assala’na ( kembali ke salnya) atau amminroi

    si sipak-spakna( kembali ke ifat-sifatnya), jika sifatnya

    rakus seperti abbi maka akan kembali menjelma menjadi

    babi.

  • 46

    Dalam kepercayaan patuntung kematian manusia

    berbeda-beda masyarakat AT meyakini empat jenis

    kematian manusia sesuai dengan amal perbuatannya.

    a. Akkeloi, yaitu setelah 100 hari jenazah masi ada

    dikuburan.

    b. Allorungngi yaitu setelah 100 hari kuku dan rambut

    panjang jenazah tersisa dikuburan

    c. Allannya’I yaitu setelah 100 hari jenazah lenyap

    dikuburannya.

    d. Allajangngi yaitu dalam perjalana kepemakaman,

    jenazah sudah lenyap sehingga hanya tikar

    pembungkusnya yang dikuburkan.

    Agama bagi masyarakat AT adalah berbuat kebaikan,

    jujur (lambusu’) dengan tidak berbuat empat buruk,

    sebagaiamana dalam pasang PS mengatakan:

    Anrek na iri ati

    Anrek na pakira-kira

    Anrek na appasikodi-kodi

    Tammappasikua ri paranna tau

    Artinya:

    Tidak iri hati ( dengki)

    Tidak menjelk0jelekkan atau menghasut

  • 47

    Tidak mengadu domba

    Tidak membenarkan satu pihak

    Pernyataan keagamaan mereka kembali berbuat

    amal kabjikan kepada sesame manusia tertuang dalam

    PS:

    Pakabajik atekaknu

    Iyamintu agama

    Naiya sambayangnga jama-jamanji

    Pakabajik gauknu

    Sakra-sakra makkanannu

    Nanulilung lanatabaya

    artinya:

    Perbaiki hatimu

    Inilah agama

    Adapun sembahyang itu hanya pekerjaan saja

    Perbaikilah tdak tandukmu

    Sopan santun kata-katamu

    Agar jauh dari segala cela

    Dalam pasang yang lain tentang sembahyang, PS

    mengatakan:

    Jekne tak luka

    Sembahyang tommatappuk

  • 48

    Artinya :

    Wudhu yang tak batal-batalnya

    Sembahyang yang tak putus-putusnya

    Maksudnya:

    Sepanjang hayat selalu berusaha berbuat baik, tidak

    hanya waktu sembahyang tetapi juga pada saat dianata

    sembahyang.

    Dari PS tersbut diatas pengertian beragama bagi

    masyarakat AT adalah pengalaman yang hakiki

    tentang penyerahan diri kepada Tuhan, pemusatan

    pada kehidupan akhirat semata.

    3. Konsepsi Tentang alam

    Dalam keprcayaan masyarakat AT bahwa kejadian

    alam semesta ini dan segala isinya diciptakan oleh

    TRA yang pada mulanya belum dihuni oleh

    manusia. Nanti setelah TRA berkehendak, maka

    diturunkanlah manusia pertama yang disebut

    tomanurung dan menjadi Amma Toa Mariolo (

    Amma Toa mula-mula).

    Rambang seppang sebagai pusat bumi

    diciptakan paling awal serta dihuni oleh

    tomanurung yang telag menerima janji untuk

  • 49

    memperoleh kebahagiaan dunia akhirat dengan

    jalan hidup sederhana. Dengan jalan hidup

    sederhana yang hanya menikmati apa yang ada

    dilingkungan sekitar mereka, maka terciptalah

    keselarasaan hidup antara masyarakat dengan alam

    sekitar. Mereka tidak mengeksplooitasi alam

    dengan melainkan mereka menganggap bahwa

    alam adalah amanah yang harus dijaga.

    Masyarakat AT alam eperti yang

    dikemukakan diatas, karena alam mengandung

    kkuatan-kekuatan gaib. Mreka percaya bahwa

    alam sekitar beserta seluruh isinya merupakan

    temoat ‘turunnya’ dan ‘naiknya’ manusia yang

    peratama berasal dari langit juga alam sekitar

    ditempati roh-roh para leluhur sehingga mereka

    takut jika roh-roh para leluhur mereka marah,

    karena kemarahan para leluhur mengakibatkan

    sebuah bencana bagi masyarakat dari pemahaman

    inilah mereka memperlakukan alam sebgai sahabat

    yang harus dipelihara dan dijaga.

  • 50

    B. Wujud Aktivitas

    Aktivitas religious sebagai salah satu wujuw kebudayaan dari tiga

    wujud kebudayaan universal pada masyrakat AT secara berturut-turut

    akan dijelaskan dalam berbagai aktvitas masyrakat yang terdiri dari

    upacara-upacara dan aktivitas lain yang berhubungan dengan nilai-nilai

    religi.

    1. Upacara-upacara kepercayaan

    Upacara-upacara kepercayaan ini dapat kita lihat pada aktivitas

    sehari-hari masyarakatb, baik yang dilakukan oleh mayarakat btana

    kamase-masea maupun masyarakat tana koasayya, ritual kepercayaan

    yang dapat dihimpun oleh peneliti adalah:

    a. A’ummatan yaitu membawa dan meletakkan sesajian disuatu

    tempat yang mereka telah buat untuk penyembahan. Tempat

    tersebut adalah tempat pemujaan roh-roh nenek moyang yang

    disebut ummatan. Tirual ini biasanya dilkukan jika ada anak

    atau sanak family yang skit yang oleh kepercayaan mereka,

    bisa sembuh setelah meletakkan dan mempersembahkan.

    b. Andingingi yaitu upacara bersama dihutan suci jika ada

    tanda-tanda musibah akan terjadinya sesuatu atau kejadian

    alam yang akan menimpa masyarakat.

    c. Angngaro yaitu upacara doa bersama yang di hutan suci bila

    musibah yang dikhawatirkan itu betul-betul telah terjadi

  • 51

    sebangai bentuk penyesalan atau pertobatan, jadi ritual ini

    sebagai rangkaian dari upacara anddingingi.

    d. Mange ri tau salamak, yaitu semacam ziarag ke hutan suci

    untuk meresmikan kesalhena atau keahlian seseoranga

    khusunya keahlian dalam pasag oleh Amma Toa. Orang yang

    demikian sudah dianggap manuntungi, dia sudah berada pada

    puncak-puncak keilmuan.

    e. Samaja dan Tarobegsro yaitu pesta nazar. Jika upacara

    dilakukan besar-besaran disebut samaja dan jika hanya kecil-

    kecilan disebut tarobagaran.

    2. Upacara Pengukuhan Amma Toa

    Jabatan Amma Toa adalah jabatan seumur hidup dan bila

    meninggal ia akan digantikan oleh salah seorang puto. Sebelum

    meninggal, ia berpesan kepada karaeng Tallua dan Ada’ Limaya

    tentang seseorang yang dapat menggantikannya.

    3. Upacara Daur Hidup

    Upacara-upacara daur hidup yang sering dilakukan pada

    masyrakat Amma Toa juga sarat dengan nilai-nilai religious, karena

    didalamnya disertai dengan doa-doa permohonan kepada sang maha

    pencipta. Diantara daur hidup yang ditemukan adalah:

  • 52

    a. Tompolo yaitu pesta pada hari ke tujuh setelah kelahiran anak

    sebagai pertanda syukur dan sekaligus penyerahan tanda

    terima kasih kepada sanro atau bidan.

    b. Akkalomba yaitu pesta yang bertujuan memohon keselamatan

    bagi sia anak, terutama bila ia sakit-sakitan.

    c. Akkattere’ yaitu pesta pemotongan rambut bagi si anak,

    masing-masing annak menhadap badik yang sudah dimantra-

    mantra.

    d. Passallangann yaitu pengislaman atau khitanan yang sering

    disekaliguskan dengan upacara attarasa, yakni pengikiran

    gigi.

    e. Pa’dangangangan, tilapo ,dampo, lajo-lajo adalah sebuah

    rangkaian upacara kematian.

    4. Upacara Kasipalli ( Penyelesaian Penyelenggara)

    Dalam masyarakat Amma Toa beberapa pantangan yang

    harus dipatuhi oleh masyarakat, diantaranya menebang hutan

    adat tanpa izin, menduakan istri atau suami, perkawinan

    antara keturunan karaeng dengan ata, hubungan kelamin tidak

    sah, merubah kontruksi rumahm mengenakan pakaian

    berwarna-warn, menyalaka lampu selain kanjoli,

    memasukkan barang-barang baru kedalam wilayah adat, dan

  • 53

    adat masih ada beberapa diantaranya yang masih belum

    disebutkna.

    Pelanggaran terhadap hukum adat dapat mengakibatkan

    suatu bencana bagi masyarakat. Orang yang melakukan

    pelanggaran hukum tersebut, perkara-perkaranya biasanya

    diselesaikan dengan cara sau-sau ( pembacaan kutukan di

    depan pendupaan) dan pengucilan. Perkara-perkara yang

    tidak dapat diselesaikan oleh pemangku adat dikampung-

    kampung akan diserahkan kepada Amma Toa.

    Kepada pemangku adat, Amma Toa berakata:

    Kunni-kunninan adak mako

    Amuko ammembara rie maen nu lekbaiki

    Nana luka ankjannangannu,

    Kattik-kattilangngi bolo-boloangngi

    Artinya :

    Sekarang engkau sudah jadi adat

    Bila dikemudian hari ada yang telah engkau putuskan,

    Dan rakyatmu melanggar atau merubahnya

    Petik pucuk-pucuknya dan patahkan ranting-rantingnya

    Hak seseorang untuk diadili dalam masyrakat Amma Toa

    sangat dihormati pasang mengatakan:

    Siparembassang tallantena ri bola adak tallasai tammate

  • 54

    Artinya:

    Sepelemparan batu dari rumah adat ia hidup tidak mati

    Maksudnya:

    Sepelemparan batu dari rumah adat atau kantor

    pemerintah, si pelanggar tidak boleh diganggu karena dengan

    deemikian ia telah meminta perlindungan adat atau hukum,

    dan adat atau pemerintah wajib melindunginya. Pelaku

    pelanggaran baru dapat kembali kerumahnya setelah

    perjaranyan diputuskan dan dinasehati oleh pemangku adat

    atau Amma Toa.

    5. Upacara Akkaharu dan Angnganro ri Sapo

    Akkaharu adalah upacara doa yang dipimpin oleh Amma Toa di

    hutan suci karanjang yang dilakukan jika tanaman ini tidak menjadi,

    misalnya padi terkena penyakit. Upacara ini ditandai dengan

    mengadakan sesajian diatas tompong ( tonggak bambu yang

    diatasnya berbentuk sangkar). Jika musibah menimpa seluruh bidang

    pertanian seluruh bidang pertanian secara menyeluruh maka diadakan

    upacara besar-besaran yang disebut a’nganro ri sapo yang

    dilaksanakan di possi tanah.

    C. Wujud Benda

    Wujud kebudayaan berupa benda yang dianggap punya nilai-nilai

    religi dalam masyarakat Amma Toa dapat ditemukan beberapa

  • 55

    diantaranya baik berupa kumpulan benda-benda yang merupajan satu

    kesatuan kelompok dari ungkapan tradisi religi maupun yang tidak

    termasuk dalam satu kesatuan kelompok.

    1. Ummatan

    Ummatan adalah temppat sesembahan untuk memuja roh-

    roh nenek moyang. Didalmnya biasa ditemukan benda-benda

    yang dikeramtkan berupa benda-benda dari keturunan raja

    ataua benda-benda keramat dari para orang suci yang

    dianggap punya berkah. Benda-benda tersebut sengaja

    disimpan oleh para pengikutnya atau orang yang percaya

    terhadap tradisi-tradisi yang mereka bangun sejak nenek

    moyang mereka. Benda-benda tersebut dibuatkan ditempat

    yang layak untuk disimpan didalmnya yang disebut umattan.

    2. Kontruki dan Struktur Bentuk Rumah

    Susuanan rumah dalam kawasan adat AT berjejer rapid

    an semuanya menghadap kebarat tempat terbenamnya

    matahari. Rumah- rumah tersebut bukan disusun sekedar apa

    adanya, tetapi punya makna-makna tersendiri yang bercirikan

    khas kawasan adat AT. Rumah mereka menghadap kearah

    barat tempat terbenamnya matahari bermakna ketundukan

    terhdapa penguasa alam semesta yang berhubungan erat

    dengan kematian manusia. Manusia menjelang senja dan

  • 56

    akhrinya akan kembali kepada kegelapan setelah dilahirkan

    dan dihidupkan Tuhan yang diibaratkan terbitnya fajar dan

    memancarnya sinar matahari yang berarti kehidupan manusia

    dimulai.

    Selain susunan rumah, struktur bentuk rumah juga

    berbeda dengan masyarakat diluar kawasan adat. Pada

    masyarakat AT, rumah mereka dibagi atas tiga petak, petak

    pertama bagian depan rumah berfungsi sebagai dapur, ruang

    makan dan tempat buang air atau jambang. Bagian tengah

    rumah adalah ruang tamu sekaligus sebagai ruang tidur

    bagian belakang adalah bilik yang dipisahkan dindin papan

    atau bamboo yang lantainya lebih tingi daripada ruang tengah

    atau tamu.

    3. Tompong

    Tompong adalah tonggak bambu yang diatasnya dibuat

    seperti sangkar. Di atas bambu tersebut disimpan berbagai

    sesajian yang biasanya diletakkan ditempat-tempat keramat

    untuk mengusir hewan-hewan perusak tanaman, juga dipakai

    sebagai penolak bala dari berbagai ancaman yang akan terjadi

    di masyrakat.

  • 57

    4. Pakaian Warna Hitam dan Putih

    Pakaian masyarakat AT mempunyai dua warna hitam dan

    putih. Hal tersebut mempunyai arti tersendiri bagi mereka.

    Warna hitam adalah himpunan segala warna yang

    melambangkan kedewasaan berpikir dan berbuat, warna yang

    melambangkan kesederhanaan, warna yang mengandung

    makna kedalaman keyakinan. Warna-warni bagi mereka

    dapat menarik manusia ke dalam kemewahan hidup. Adat

    mengisyaratkan selama masih memakai dua warna, manusia

    tidak terjebak pada pola hidup konsumtif. Makna yang

    terdalam dari dari kedua warna adalah berkenan dengan asal

    mula manusia dari kelahirannya di muka bumi. Manusia

    berasal dari tidak ada menjadi ada, dari alam rahim terlahir ke

    alam dunia, dari yang gelap menuju cahaya dan pada akhir

    kehidupan akan kembali pada kegelapan. Sehingga mereka

    hanya memakai dua warna, hitam menandakan bahwa

    manusia berasal dari kegelapan dan terlahir ke dunia yang

    terang benderang penuh dengan cahaya dengan symbol warna

    putih.

    5. Pekuburan

    Dari beberapa pekuburan ada beberapa bentuk fisik yang

    punya nilai-nilai seni dengan ukiran lontara dan kaligrafi

  • 58

    bahasa Arab. Kuburan-kuburan tersebut mempunyai nilai

    historis terutama dalam rangka penyebaran agama Islam, juga

    terdapat kuburan orang-orang manuntungi yang dijadikan

    ritus dan tempat meletakkan sesajian bagi orang-orang yang

    percaya terhadap kekeramatan orang-orang yang dikuburkan.

    Mereka menganggap dapat menjadi perantara doa dan

    penyerahan nasib mereka terhadap Tuhan.

    6. Saukang

    Saukang adalah tempat yang di dalamnya terdapat benda-

    benda atau tempat yang dihuni oleh roh-roh tertentu misalnya

    batu besar, pohon besar, sumur tempat mandi raja, batu

    persemedian.

    Dari kesemua benda-benda dan tempat-tempat yang punya

    nilai religi tersebut di atas, diyakini punya keterlibatan

    terhadap aktivitas manusia. Pengingkaran terhadap apa yang

    mereka yakini, akan berdampak negatif bagi hidup manusia

    yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi gila, sakit,

    bahkan bisa mengakibatkan seseorang meninggal dunia.

    B. PEMBAHASAN

    Unsur religi dalam masyarakat AT yang tercermin pada

    tiga wujud kebudayaan universal, sangat sarat dengan makna-

  • 59

    makna ketuhanan. Pemaparan yang telah dideskripsikan pada

    pembahasan tersebut, telah memberikan gambaran tentang

    kehidupan masyarakat AT yang di dalamnya penuh dengan

    kebersahajaan. Oleh karena itu, religiusitas pada masyarakat AT

    adalah sesuatu yang integral dalam kehidupan bermasyarakat.

    Tidak adanya keterpisahan antara kehidupan beragama dengan

    aspek-aspek keduniaan, kehidupan sosial kemasyarakatan,

    menunjukkan bahwa masyarakat AT bukanlah suatu tipe

    masyarakat yang sekuler. Hal ini bisa jadi karena masyarakat AT

    adalah masyarakat terbelakang yang penuh denagn nilai-nilai

    sacral. Tipe masyarakat yang demikian sejalan dengan apa yang

    diungkapkan oleh Nottingham bahwa masyarakat yang laju

    perubahan sosialnya masih lambat, perkembangan teknologinya

    masih rendah, dan pembagian kerja atau perbandingan kelas-

    kelas sosialnya realtif masih kecil, juga organisasi keagamaan

    merupakan suatu lembaga yang tidak begitu jauh terpisah dan

    merupakan salah satu aspek dari keseluruhan aktivitas kelompok.

    Agama menyusup ke aktivitas yang lain, baik yang bersifat

    ekonomis, politik, kekeluargaan maupun rekreatif.

    Pada masyarakat ini pula Nottingham berpendapat (1994:51),

    bahwa aspek religi dimasukkan pengaruhnya yang sacral ke

    dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak, bahkan nilai

  • 60

    keagamaan seringkali meningkatkan konservatisme yang

    menghalangi-menghalangi perubahan. Inilah sebab utama

    mengapa kekuasaan tradisi melingkar kuat dalam masyarakat,

    karena agama memberi pengaruh yang mengikat bagi kehidupan

    masyarakatnya.

    Terlepas dari agama atau kepercayaan yang menjadi inspirasi

    masyarakat AT, sedikit banyak dia telah memperkenalkan suatu

    sistem kemasyarakatan yang sederhana, jauh dari kehidupan

    konsumtif. Sistem kemasyarakatan yang demikian menjadi salah

    satu unsur dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, karena

    kebanyakan dari masyarakat sekuler yang tinggi tingkat

    kehidupannya, menomorduakan agama dari segala aspek

    kehidupan mereka. Pengaruh iptek terhadap masyarakat,

    membiasakan anggota masyarakat menggunakan metode-metode

    empiric untuk menanggapi berbagai masalah kemanusiaan.

    Jika M. Usop mengatakan bahwa masyarakat AT yang

    berorientasi pada masa lampau, memelihara keselarasan hidup

    dengan alam, hubungan vertical dan horizontal, keseimbangan

    ekologis, keseimbangan jasmani dan rohani, akal dan rasa yang

    disesuaikan dengan tahap perkembangan masing-masing

    merupakan suatu pandangan yang mungkin relevan dengan

    perkembangan pembangunan dan modernisasi, maka apa yang

  • 61

    diungkapkan tersebut terbantahkan dengan sendirinya. Sebab

    pembangunan dan modernisasi yang berangkat dari paradigm

    materialistic tidak mungkin bersentuhan dengan konsep

    masyarakat AT.

  • 62

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Dari pembahasan hasil analisis sebagaimana yang telah

    dipaparkan sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang bisa

    diambil:

    1. Unsur religi yang terdapat dalam kultur masyarakat AT adalah

    unsur agama dan kepercayaan yang hidup berdampingan, dalam

    hal ini Islam dan ajaran Patuntung yang bersumber dari Pasang ri

    Kajang dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

    Dalam dataran tentang hakikat inti dari ajaran yang mereka

    percayai cenderung monoteistik.

    2. Dalam dataran eksistensi, kehidupan konservatif masyarakat

    Amma Toa melai merenggang dengan adanya pengaruh

    modernitas, tetapi secara esensial dari nilai-nilai baku ajarannya

    tetap dipegang teguh sebagai paradigma dasar kehidupan.

    3. Dengan melihat kehidupan masyarakat Amma Toa yang penuh

    dengan kesederhanaan hidup dan tidak memisahkan unsur religi

    dari kehidupan sosialnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

    bahwa semakin amju dan berkembangnya suatu masyarakat,

    cenderung semakin jauh dari tradisi-tradisi religious, jika

    62

  • 63

    dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat sekuler yang

    inspirasi hidup masyarakatnya bersumber dari paradigma yang

    sangat materialistic.

    B. Saran

    1. Peneliti yakin bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan-

    kekurangan yang mungkin akan banyak manfaatnya jika pembaca

    memberikan masukan-masukan untuk menyempurnakan tulisan

    ini.

    2. Dari kesimpulan yang telah dipap