studi religiulitas dalam budaya masyarakat amma toa … · 2020. 6. 9. · skripsi ini untuk kalian...
TRANSCRIPT
-
STUDI RELIGIULITAS DALAM BUDAYA MASYARAKAT AMMA TOA DI KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA
MELALUI PUISI YANG TERTUANG DALAM“PASANG RI KAJANG”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
PendidikanPada Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
JUSWITA
10533745813
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
-
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“
Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu
panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika kita
mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala
dingin. Yakin bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita.
Juswita
Persembahan
Dengan segala puja dan puji syukur kepada Allah Swt atas dukungan dan doa dari
orang-orang tercinta, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, dengan rasa bangga dan bahagia saya haturkan rasa syukur dan terima kasih kepada:
Allah Swt, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi ini dapat dibuat dan
selesai dengan baik, puji syukur kehadirat Allah Swt penguasa alam yang meridhoi
segala doa.
Bapak dan ibu saya tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materi
serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata seindah lantunan
doa yang paling khusuk selain doa yang terucap dari orang tua. Ucapan terima kasih
saja takkan pernah cukup untuk membalas kebaikan orang tua, karena itu terimalah
persembahan bukti dan cintaku untuk kalian bapak ibuku.
Bapak Dosen Pembimbing, penguji dan pengajar yang selama ini telah tulus dan ikhlas
meluangkan waktunya menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan
-
pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Terima kasih
banyak bapak dan ibu Dosen, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.
Saudara saya serta keluarga besar saya yang senantiasa memberikan dukungan,
semangat, senyum dan doanya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah memberikan
kobaran semangat yang menggebu, terima kasih dan sayangku untuk kalian.
Sahabat dan teman-teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian
semua takkan mungkin saya bisa sampai di sini, terima kasih untuk canda tawa, tangis
dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terima kasih untuk kenangan manis yang
telah kita lalui selama ini. Dengan perjuangan dan kebersamaan kita pasti bisa!
Semangat!
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya persembahkan
skripsi ini untuk kalian semua, orang-orang yang saya sayangi. Dan semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan berguna untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan di masa yang akan
datang. Amin.
-
ABSTRAK
Juswita, 2019. Studi Religiulitas dalam Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui Puisi yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang. Skripsi, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan unsur religi masyarakat Amma Toa melalui puisi yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang sebagai salah satu bentuk sastra lisan, dengan mengangkat ungkapan kebahasaan yang berhubungan dengan unsur religi. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang agama dan kepercayaan masyarakat Amma Toa dalam tiga wujud kebudayaan universal yakni (1) sebagai konsep gagasan, (2) aktivitas, dan (3) wujud benda.
Data penelitian diperoleh dari hasil observasi, buku, dan tulisan yang berhubungan dengan tema penelitian yang kemudian dianalisis dengan cara Content analisis (analisis isi) dengan menggunakan metode trianggulasi, yakni trianggulasi penyidik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Amma Toa membangun sistemnya tersendiri yang bersumber dari tradisi dan kepercayaan yang disebut Pasang Ri Kajang yang setelah masuknya Islam mengalami akulturasi, bahkan kepercayaan mulai terkikis. Namun nilai baku masyarakat tersebut tetap dipegang teguh. Dari kesederhanaan yang ditampilkan masyarakat Amma Toa yang jauh dari kehidupan komsumtif dan nilai-nilai spiritual yang masuk ke dalam segala aktivitas hidup masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Amma Toa bukanlah tipe masyarakat sekuler yang inspirasi hidupnya bersumber dari paradigma materialistik.
-
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan
hidah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Studi
Religuilitas dalam Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten
Bulukumba Melalui Puisi yang Tertuang dalam Pasang ri Kajang “. Skripsi ini
diajukan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Uniersitas Muhammadiyah Makassar.
Salam dan salawat penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi
yang menjadi suri teladan bagi semua umat manusia Nabi yang diutus oleh Allah
swt. Sebagai rahmat sekalian alam.
Sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini, penulis tidak luput dari
berbagai hambatan dan rintangan. Namun, semuanya dapat diatasi dengan baik
berkat ketekunan dan kesabaran yang disertai dengan doa kepada Allah Swt.
Penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritikan yang sifatnya membangun dengan
penyempurnaan dan kelengkapan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
dan ulurungan tangan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan dan
bimbingan, dan petunjuk pada penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan
-
terima kasih kepada; kedua orang tua tercinta Ayahanda Jamaluddin dan Ibunda
Marfiah S. Pd atas kesabarannya mengasuh, berdoa, memberi semangat,
membiayai penulis dengan penuh kasi sayang dan saudara-saudaraku Juspinarti
S.Pd dan Juswinda serta semua keluarga besarku terima kasih atas semua dan
dukungan dan doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan studi. Drs. H. Muh.
Amier, S. Pd, M. Pd selaku Dosen penbimbing 1 yang senantiasa memberikan
masukan demi kelancaran penyusunan skripsi ini, Drs Kamaruddin Moha, M.
Pd selaku dosen pembimbing 2 yang senantiasa membimbing penulis dalam
menyusun skripsi ini.
Dan ucapan terima kasih juga kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim
SE.MM, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib,
S.Pd, M,Pd. Ph,D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dan
Dr. Munirah M.Pd selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia atas saran
dan petunjuknya serta seluruh staf, karyawan dan dosen Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan yang selalu senantiasa memberikan bantuan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabat saya Nadia,
Kiki, Cia’, Imha’, Kak Uli’, Rezki Arianto, Wandi, Ardi atas kebersamaan kita
selama ini, buat semua dikungan dan motiasi yang kalian berikan, dan terima
kasih sudah menjadi teman cerita yang baik.
Teman-teman kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2013 terkhusus kelas F yang tidak sempat penulis sebutkan namanya
-
satu persatu, terima kasih atas bantuan, setiap canda dan tawa, segala bentuk
perhatian, kerjasama, serta dukungan kalian.
Penghuni group PERSABA yang telah menjadi keluarga besar penulis
Mira, Milda, Rifal, Azman, Azlan, Syahrul, Rasmi dan Nanna. Terima kasih
buat semua canda, dukungan dan motivasi yang kalian berikan serta terima kasih
sudah menemui penulis dalam suka duka menjadi mahasiswa rantau.
Segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak semoga mendapat
imbalan yang setimpal disisi Allah Swt. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb
Makassar, 10 Desember 2019
Juswita
-
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iv
SURAT PERJANJIAN ................................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 6
A. Penelitian Relevan.............................................................................. 6
B. Kajian Pustaka.................................................................................... 6
1. Konsep Ketuhanan sebagai Sumber Religi .................................... 6
2. Symbol-simbol Religi ................................................................... 8
3. Agama dan Masyarakat................................................................. 9
4. Kebudayaan Masyarakat Amma Toa............................................. 14
5. Puisi ............................................................................................. 16
6. Jenis-jenis Puisi ............................................................................ 16
7. Masyarakat Amma Toa................................................................. 19
-
8. Pasang ri Kajang........................................................................... 20
C. Kerangka Pikir ................................................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 23
A. Rancangan Penelitian ........................................................................ 23
B. Data dan Sumber Data....................................................................... 23
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 24
D. Teknik Analisis Data ......................................................................... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 25
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 25
B. Pembahasan ...................................................................................... 58
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 62
A. Simpulan........................................................................................... 62
B. Saran................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BIOGRAFI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra merupakan aktualisasi kehidupan. Sastra berisi kekuatan yang
berisi pengalaman dan pengetahuan dari pengarang. Karya sastra menjadi indah
karena dibingkai dalam bentuk yang menarik dan disajikan dengan isi yang
memikat pembaca. Karya sastra berbeda dengan karya yang lain karena karya sastra
memiliki aspek keindahan dalam penggunaan bahasa.
Budaya adalah suatu perangkat sosial yang berasal dari bahasa Sangskerta
yang berarti akal. Jadi kebudayaan adalah sesuatu yang bersangkut paut dengan
akal. Dalam lingkungan antropologi, kebudayaan didefinisikan sebagai hasil karya
manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang didapat dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. (Muin, 1988:3).
Budaya sebuah masyarakat sangat dipengaruhi oleh cara berpikir
masyarakatnya. Perubahan-perubahan yang terjadi akan menjadi standar dan
barometer untuk mengukur sejauh mana masyarakat suatu daerah, wilayah bahkan
negara untuk mampu bersaing dengan daerah, wilayah bahkan negara lain.
Puisi adalah karya sastra hasil ungkapan pemikiran dan perasaan manusia
yang bahasanya terikat oleh irama, rima, penyusunan lirik dan bait serta penuh
dengan makna.
1
-
2
Kawasan adat “Amma Toa” sebagai suku terpencil di kabupaten Bulukumba
adalah salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi para wisatawan. Ketertarikan
ini disebabkan oleh kultur yang dibangun masyarakatnya adalah kultur yang unik.
Penampilannya merupakan ciri penanda bagi masyarakat Amma Toa yang
mempunyai makna tertentu. Makna tersebut berkaitan erat dengan aspek esoterik
dari kepercayaan yang dianut di dalam masyarakat yang dikenal dengan nama
patuntung.
Keunikan yang sifatnya religi ini, tidak pernah menjadi bahan kajian yang
spesifik dan mendalam yang menyentuh langsung pada makna ketuhanan, bentuk
pengetahuan tentang alam semesta dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa.
Fenomena ini tumbuh secara ekstensif tanpa produk dari pikiran manusia modern.
Sumber inspirasi mereka tentang manusia, pengetahuan dan realitas alam semseta
yang didapatkan lewat perenungan yang bersumber dari kekuatan spiritual (Bakar,
1994 : 73)
Secara historis, kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Amma Toa
tentang kekuatan-kekuatan gaib dan aspek religi lainnya masih berkaitan erat
dengan kepercayaan leluhur mereka. Setelah Islam masuk dan menyebarkan
ajarannya dengan maksud membawa angin perubahan pada masyarakat Kajang, ia
dengan serta merta bersentuhan langsung dengan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakatnya. Akibatnya adalah terjadinya akulturasi dalam berbagai unsur
budaya, termasuk unsur religi. Paham aliran kepercayaan telah dipengaruhi oleh
ajaran Islam. Namun, Islam sebagai ajaran kebenaran tidak mampu teraktualisasi
-
3
dalam kehidupan masyarakat, karena masyarakat terlanjur mempercayai ajara
nenek moyangnya yang mereka sebut Patuntung yang bersumber dari Pasang Ri
Kajang.
Pasang mengandung panduan bagi hidup manusia dalam segala aspek, baik
itu aspek sosial, religi, pencaharian, budaya, lingkungan serta sistem
kepemimpinan.
Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi kultur adat
kebiasaan masyarakat Amma Toa, wilayah tersebut terbagi atas dua kategori yakni
tana kamase-masea atau ilalang embaya dan wilayah tana koasaya atau ipantarang
embaya. Wilayah tana kamase-masea adalah wilayah yang masih memegang teguh
hukum Pasang Ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya adalah daerah yang
berada di luar ketentuan hukum Pasang Ri Kajang.
Walaupun masyarakat yang berada di luar ketentuan pasang, tidak terlalu
terikat dengan pasang itu sendiri, namun pengalaman batiniah dan dari hakikat
pasang tetap mereka anut dengan batasan-batasan yang longgar. Penekanan dari
unsur adat terhadap masyarakat tersebut tidak membawa mereka kepada sebuah
konsekuensi jika pasang tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat yang
ada di dalam kawasan, pasang sangat menentukan bagi hidup mereka, sebab ia
sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh dilanggar. Jika terjadi pelanggaran
maka adat yang harus bicara, dalam hal ini Amma Toa dan pemangku adat akan
memberikan hukuman yang setimpal terhadap pelanggaran yang dilakukan.
-
4
Fenomena tersebut di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat Amma
Toa, unsur religi telah menjadi pegangan masyarakat sebagai sumber inspirasi dan
motivasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai “Studi Religiusitas dalam
Budaya Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui Puisi
yang tertuang dalam Pasang Ri Kajang” agar peneliti mampu mendeskripsikan
fenomena-fenomena religius pada masyarakat Amma Toa dengan jelas.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkut dalam penelitian ini berdasarkan fenomena
masyarakat Amma Toa yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas adalah apa
dan bagaimana unsur religi masyarakat Amma Toa yang tertuang dalam Pasang Ri
Kajang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur-unsur religi
dalam kultur masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba dengan
memberikan gambaran yang jelas lewat wujud-wujud kebudayaan dalam
masyarakat dan mengenal ungkapan kebahasaan dalam kebudayaan masyarakat
Amma Toa khususnya unsur religi yang tertuang dalam pasang sebagai sumber
kepercayaan dalam masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
Setelah dilakuan penelitian dan pembahasan diharapkan hasil penelitian ini
dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
-
5
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian tentang “Studi Reliusitas dalam Budaya
Masyarakat Amma Toa di Kajang kabupaten Bulukumba melalui puisi yang
tertuang dalam Pasang Ri Kajang”, ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya mahasiswa, guru dan dosen.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian tentang “Studi Reliusitas dalam Budaya
Masyarakat Amma Toa di Kajang Kabupaten Bulukumba melalui puisi yang
tertuang dalam Pasang Ri Kajang ini diharapkan dapat dipahami, diterima serta
dapat bermanfaat bag masyarakat.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Penelitian Relevan
Adapun penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu tentang
‘Kearifan Lokal Masyarakat Amma Toa (Bulukumba) dalam Pasang ri Kajang
yang dilakukan oleh mahasiswi Hismi Darmayana dari Universitas Padjajaran
(UnPad) Bandung, dan penelitian selanjutnya dilakukan oleh Basri mahasiswa
FIB UNHAS Makassar dengan judul penelitian ‘Perspektif Pasang ri Kajang
dalam Pelestarian Hutan pada tahun 2012.
B. Kajian Teori
1. Konsep Ketuhanan Sebagai Sumber Religi
Manusia secara fitrah membutuhkan keyakinan hidup yang dapat
menjadi sandaran dan pegangan hidup bagi dirinya. Hal ini berarti bahwa
manusia menyadari akan keterbatasannya sebagai makhluk lemah yang
membutuhkan pertolongan, bimbingan dan perlindungan dari sesuatu yang
mahakuasa. Kesadaran manusia akan dirinya bahwa dia adalah dicipta,
maka timbul pula kesadaran lain bahwa ada sesuatu yang mencipta. Yang
mencipta inilah yang didefenisikan sebagai sesuatu yang mahakuasa yang
disebut Tuhan, berdasarkan persepsi dan alam pikiran manusia sendiri.
Pengetahuan manusia tentang kekuatan di luar kekuatan dirinya lahir
dari kejadian-kejadian alam yang tak bisa ditafsirkan oleh manusia sendiri
tentang apa penyebabnya. Terjadinya siang dan malam, gunung meletus,
6
-
7
gempa, banjir dan sebagainya adalah contoh fenomena alam yang
digerakkan oleh suatu kekuatan di luar kekuatan manusia. Maka muncullah
berbagai penafsiran yang satu dengan yang lainnya saling berbeda.
Termasuk di dalamnya adalah wujud ketundukan terhadap kekuatan yang
menjadi penyebab utama segala sesuatu yang telah terjadi.
Titib (1955:13 – 15) mengemukakan berbagai pandangan filsafat
tentang Tuhan berdasarkan pendekatan rasional. Di dalam filsafat
ketuhanan, pandangan tentang Tuhan dapat dijumpai beraneka macam,
yaitu:
a. Animisme, yaitu keyakinan akan adanya roh bahwa semua di alam
semesta ini didiami dan dikuasai oleh roh yang berbeda-beda pula.
b. Dinamisme, yaitu keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan alam.
Kekuatan ini dapat berupa makhluk ataupun tanpa wujud.
c. Totemisme, yaitu keyakinan akan adanya binatang keramat yang sangat
dihormati. Binatang tersebut diyakini memiliki kesaktian. Umumnya
adalah binatang mitos, juga binatang tertentu di alam ini yang dianggap
keramat.
d. Polyteisme, yaitu keyakinan alam akan adanya banyak Tuhan. Wujud
Tuhan berbeda-beda sesuai dengan keyakinan manusia.
e. Natural Polyteisme, yaitu keyakinan alam akan adanya banyak Tuhan
sebagai penguasa berbagai aspek alam, misalnya Tuhan angin, api,
matahari, bulan dan sebagainya.
-
8
f. Henoteisme atau Kathenoisme, yaitu keyakinan atau teori kepercayaan
yang diungkapkan oleh Max Muller ketika ia mempelajari kitab Weda.
Yang dimaksud dengan henoteisme adalah keyakinan terhadap adanya
Dewa Tertinggi yang pada suatu masa akan diganti oleh Dewa yang lain
sebagai Dewa tertinggi.
g. Pantheisme, yaitu keyakinan bahwa di mana-mana serba Tuhan atau
setiap aspek alam digambarkan dikuasai oleh Tuhan.
h. Monisme, yaitu keyakinan terhadap adanya keesaan Tuhan Yang Maha
Esa merupakan hakikat alam semesta. Esa dalam segala hal.
i. Monotheisme, yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Mahaesa.
Keyakinan ini dibagi atas dua macam yaitu Monotheisme Trancendent
yaitu keyakinan yang memandang bahwa Tuhan Yang mahaesa berada
jauh di luar ciptaannya. Tuhan yang Mahaesa maha luhur tidak
terjangkau akal pikiran manusia. Monotheisme Immancent yaitu
keyakinan yang memandang bahwa Tuhan yang Mahaesa sebagai
pencipta alam semesta dan segala isinya, tetapi ia berada di luar
sekaligus berada di dalam penciptanya.
2. Symbol-simbol Religi
Symbol religi dalam masyarakat dapat kita lihat dari sumber-sumber
sejarah berupa bangunan-bangunan kuno dan benda-benda purbakala seperti
candi, arca, serta benda-benda sacral misalnya lembu bagi masyarakat
-
9
Hindu, salib suci bagi masyarakat Kristen, hajar aswad bagi masyarakat
muslim.
Di samping benda-benda dan bangunan-bangunan kuno yang berkaitan
dengan kepercayaan suatu masyarakat, juga didapati kekuatan0kekuatan gaib
yang dimiliki oleh individu-individu pada masyarakat tertentu. Hal ini
merupakan symbol religi yang sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat,
dipandang, difoto atau difilm. Ia berlokasi dalam kepala-kepala manusia
yang menganutnya.
Symbol religi yang lainnya dalah pelaksanaan ritual-ritual keagamaan
atau kepercayaan yang merupakan suatu kompleks aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, sifatnya kongkret, dapat diamati atau diobesrvasi.
Symbol tersebut di atas dapat ditarik dalam wujud kebudayaan
universal yang ada pada makhluk manusia, paling sedikit ada tiga wujud
yaitu wujud sebagai kompleks gagasan, konsep dan pikiran manuisa, wujud
sebagai kopleks aktivitas dan wujud sebagai benda (Koentjaraningrat, 1990 :
186-187).
3. Agama dan Masyarakat
Kepercayaan-kepercayaan dalam masyarakat tidak hanya melukiskan
dan menjelaskan tentang makhluk-makhluk sakral dan alam gaib, Tuhan dan
para malaikat, surge dan neraka, tetapi yang terpenting dari semua itu adalah
bagaimana kepercayaan itu dapat menghubungkan alam gaib dengan
manusia sebagai penganut kepercayaan diri di alam nyata. Adanya
-
10
ketergantungan manusia dari sesuatu yang dipercaya secara kolektif, maka
manusia cenderung berkelompok untuk mengamalkan kepercayaan-
kepercayaan tersebut melalui ritus-ritus keagamaan. Hanya dengan
kebersamaan, kepercayaan-kepercayaan tersebut dapat dilestarikan.
Kelompok ini bisa jadi merupakan pertemuan Holly Rollesyang berciri
kegembiraan hiruk pikuk atau pertemuan rahasia dari The Religious Sociaty
of Friendns ataukah upacara shalat jamaah masyarakat muslim yang
melambangkan persamaan di antara mereka, juga bagi orang Kristen makan
hidangan sakramen bersama-sama, juga melambangkan dan memperkuat
kerukunan orang-orang yang percaya (Nottingham, 1994 : 18-19).
Kelompok-kelompok yang melakukan ritual keagamaan akan
membentuk masyarakat bermoral (moral community) yang berangkat dari
kepercayaan masing-masing komunitas masyarakat itu. Kekuatan moral
inilah yang melahirkan ketenangan batin dan jiwa bagi individu-individu
untuk melakukan aktivitas kemasyarakatan. Dengan kata lain, agama
menjadi pilar utama pembentukan masyarakat yang aman, sejahtera, damai
lahir dan batin, sehingga jika setap indivisu memahami dirinya dan
lingkungannya sebagai sesuatu yang harus menggantungkan diri kepada
yang kuasa, maka setiap manusia akan berperilaku sopan, rendah diri, tidak
sombong, berakhlak mulia dan bertingkah laku yang baik. Keadaan
masyarakat yang seperti ini akan mendatangkan rahmat, curahan karunia dari
Sang Mahaagung karena kekuatan moral masyarakatnya.
-
11
Sumbangan keagamaan bagi masyarakat yang telah menjadi keyakinan
hidup, melahirkan nilai dari kehidupan beragama untuk kemudian
diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai yang lahir dari
keyakinan ini akan mengimbangi perilaku manusia yang cenderung
sekuleristik.
Dalam abad modern sekarang ini, nilai-nilai tersebut terkikis dan suatu
saat akan ditinggalkan oleh manusia. Fenomena seperti ini disebabkan oleh
sekulerisme yang melanda dunia berabad-abad lamanya.
Kelanjutan dari fenomena tadi, orang lantas mengesampingkan masalah-
masalah keagamaan dalam kehidupan duniai. Interpretasi tentang nilai-nilai
agama yang berbeda-beda. Di kalangan sejumlah masyarakat, agama
dianggap sebagai aspek yang terdalam dari sitem soisal dan semua tingkah
laku manusia, sedangkan dalam masyarakat lainnya, semakin banyak nilai-
nilai manusiawinya dan bermanfaat, itulah yang diterima secara umum.
Dalam masyarakat modern, agama cenderung ditekan, dibatasi, dan
disisihkan. Adanya kondisi masyarakat seperti ini menyulitkan kita dalam
memahami fungsi agama dalam suatu masyarakat tertentu jika kita tidak
mempunyai paling tidak beberapa pengetahuan tentang perubahan yang
umum dalam masyarakat secara keseluruhan dan perubahan serupa dalam
pemahaman keagamaan itu sendiri.
-
12
Untuk mengetahui beberapa perbedaan umum dalam suatu masyarakat,
sehubungan dengan hal tersebut di atas, Nottingham (1994 : 51-59)
mendeskripsikan beberapa tipe masyarakat yaitu :
a. Tipe Masyarakat Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat yang mewakili tipe ini adalah masyarakat kecil, terisolasi
dan terbelakang. Keluarga adalah lembaga yang lebih penting dan
spesialisasi pengorganisasian kehidupan pemerintahan dan ekonomi
masih sangat sederhana, laju perubahan sosial masih lambat.
Setiap anggota masyarakat pada tipe ini menganut agama yang sama.
Organisasi keagamaan itu sendiri merupakan suatu lembaga yang tidak
begitu jauh terpisah dan merupakan salah satu aspek dari keseluruhan
aktivitas kelompok. Tipe masyarakat ini sangat sedikit jumlahnya karena
sebagian besar adat istiadatnya dikenal, paling tidak melalui pembicaraan
dari mulut ke mulut. Masyarakat ini berpendapat bahwa agama
memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam sistem masyarakat
sevara mutlak dan keadaan lembaga lain selain keluarga, relative belum
berkembang, agama menjadi focus utama bagi pengintegrasian dan
persatuan masyarakat secara keseluruhan.
Nilai-nilai keagamaan sering meningkatkan konservatisme dan
menghalangi-menghalangi perubahan. Bagi individu, agama memberi
bentuk pada keseluruhan proses soisalisasi dengan ditandai oleh upacara-
-
13
upacara keagamaan pada peristiwa kelahiran, perkawinan dan pada saat-
saat penting dalam kehidupan.
b. Tipe Masyarakat Pra-Industri yang Sedang Berkembang
Masyarakat tipe kedua ini tidak begitu terisolasi, berunah lebih cepat ,
lebih luas daerahnya dan lebih besar jumlah penduduknya, serta ditandai
dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe
masyarakat yang pertama.
Ciri umum pada masyarakat ini adalah pembagian kerja yang luas,
kelas-kelas ekonomi yang beraneka ragam serta adanya kemampuan tulis
baca pada tingkat tertentu. Agama memberikan arti dan ikatan pada
sistem nilai dalam tipe masyarakat ini, akan tetapi pada saat yang sama
lingkungan yang sacral dan sekuler itu sedikit banyak masih bisa
dibedakan. Pola-pola yang berlaku bagi semua pelaku sosial yang
penting (pria, buruh, tani, prajurit, guru, kyai, sarjana, pedagang)
mendapat konfirmasi agama. Dilain pihak agama tidak memberi
dukungan sepenuhnya terhadap aktivitas sehari-hari sebagaimana
masyarakat tipe pertama.
c. Tipe Masyarakat Industri Sekuler
Tipe masyarakat ini cenderung kepada masyarakat perkotaan modern
di Amerika Serikat yang tinggi tingkat sekulerismenya. Masyarakat ini
sangat dinamik. Teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan. Masyarakat senantiasa mempergunakan metode-metode
-
14
empiric berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menganggapi
berbagai masalah kemanusiaan. Oleh karena itu, lingkungan yang
bersifat sekuler meluas terus menerus dan sering kali merusak
lingkungan yang sacral. Pada umumnya kecenderungan sekulerisasi ini
mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman-pengalaman
keagamaan. Agama ruang geraknya terbatas pada aspek-aspek yang lebih
kecil dan bersifat khusus dalam masyarakat.
4. Kebudayaan Masyarakat Amma Toa
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
Bahasa sebagaimana juga budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari diri
manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan
secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-
orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat karena segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. (Deddy Mulyana, 2006:25).
-
15
Masyarakat adat Amma Toa sangatlah unik. Keunikannya terletak pada
cara mereka mempertahankan budayanya dari pengaruh modernitas. Mereka
berusaha untuk menjaga kebudayaannya dari pengaruh globalisasi yang kian
maju.
Masyarakat adat Amma Toa memiliki ciri khas tersendiri. Dimulai dari
pakaian yang mereka kenakan. Dalam kesehariannya, masyarakat adat
Amma Toa memakai pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam ini
melambangkan kekentalan budaya yang senantiasa harus dipertahankan.
Selain itu, mereka juga tak pernah menggunakan alas kaki ketika melakukan
aktivitasnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka benar-benar menyatu dengan
alam.
Keunikannya juga terletak pada penataan rumah mereka. Umumnya,
dalam sebuah rumah, bagian dapur terletak di bagian belakang dalam sebuah
rumah. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi masyarakat adat tersebut. Mereka
menempatkan bagian dapurnya tepat di bagian depan dalam rumah mereka.
Hal ini mereka lakukan karena sudah menjadi tradisi sejak nenek moyang
mereka.
Hal menarik lainnya, mereka memiliki budaya menenun. Setiap wanita
dalam kelompok masyarakat tersebut dianjurkan unutk memiliki keahlian
dalam menenun. Karena jika seorang wanita dalam kelompom tersebut tidak
mempunyai keahlian menenun maka dia tidak diperbolehkan untuk menikah.
-
16
Masyarakat adat Amma Toa dikenal sebagai masyarakat yang mampu
melstarikan hutannya dengan baik. Padahal, masyarakat adat tersebut
tergolong sebagai masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang sangat
rendah. Ironisnya, mereka mampu melakukan pekestarian lingkungan
dengan baik. Sebenarnya, hal ini disebabkan karena adanyahukum adat yang
berlaku dalam kelompok masyarakat tersebut. Hukum adat ini merupakan
aturan yang harus dipenuhi dan memiliki sanksi tersendiri jika dilanggar.
Sanksinya dapat berupa denda uang dan sanksi sosial, itulah mengapa
masyarakat adat Amma Toa memiliki kesadaran diri yang tinggi.
5. Puisi
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat
dan diberi iraman dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Pemilihan diksi dilakukan agar memiliki kekuatan pengucapan,
sehingga salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memilki
persamman bunyi (rima).
6. Jenis-jenis Puisi
a. Puisi Elegi
Puisi jenis ini hakikatnya merupakan puisi yang berisi tentang ratapan
dan kepedihan penyair, puisi ini termasuk puisi lirik yang berisi ratapan
kematian seseorang atau kematian beberapa orang.
-
17
b. Puisi Romance
Jenis puisi ini merupakan luapan batin penyair terhadap sang pujaan
kekasih. Puisi demikian seringkali dan banyak kita jumpai. Karena
biasanya kepenyairan seseorang seringkali memang diawali dengan
persoalan cinta.
c. Puisi Satirik
Puisi ini merupakan puisi yang mengandung sindiran atau kritik
tentang kepincangan yang terjadi. Puisi ini banyak kita jumpai dalam
kehidupan, sebab kepincangan dan ketimpangan sosial masyarakat kita
sangat luar biasa, jenis puisi ini biasanya dipergunakan penyair untuk
melakukan sindiran terhadap fenomena sosial yang dinilainya timpang.
d. Puisi Didaktik
Puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai-nilai yang dapat
diambil oleh pembaca, atau penyair yang ingin menyampaikan nilai-nilai
edukatif yang penting untuk dipahami pembaca. Puisi seperti ini sangat
menarik jika dipergunakan untuk menanamkan berbagai nilai, sehingga
puisi demikian memang mengabdi kepada masyarakat.
e. Puisi Naratif
Puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita dengan pelaku,
perwatakan, setting maupun rangkaian peristiwa sehingga menjalin
sebuah cerita. Puisi ini sering disebut juga puisi Balada. Puisi ini
menurut Jakob Sumardjo (1991: 26) adalah puisi cerita yang
-
18
mengandung unsur-unsur sebagai berikut bahasa sederhana, langsung
dan kongkret, mengandung unsur ketegangan, ancaman dan kejutan
dalam materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatic di
dalamnya, terdapat pengulangan-pengulangan untuk penegasan,
emngandung kadar emosi yang kuat, sedikit dialog di dalamnya, cerita
bersifat obyektif dan inpersonal, sedikit sekali mengandung ajaran moral
(inilah sebabnya banyak balada tentang tokoh penjahat yang berani dan
legendaris).
f. Puisi Epik (Epos)
Puisi ini merupakan yang di dalamnya bercerita tentang
kepahlawananan, biasanaya berkaitan dengan legenda, kepercayaan
maupun historis sebuah bangsa.
g. Puisi Fabel
Puisi yang berisi tentang cerita kehidupan binatang untuk menyindir
atau memberi tamsil kepada manusia. Tujuan fabel ini adalah
memberikan ajaran moral.
h. Puisi Deskriptif
Puisi ini merupakan puisi yang menekankan pada realita benda,
peristiwa, keadaan atau suasana yang dinilainya menarik bagi seseorang
penyair. Puisi-puisi demikian biasanya beraliran impresionistik.
-
19
i. Puisi Fisikal
Puisi ini merupakan puisi yang bersifat realistis, artinya
menggambarkan sesuatu realita (kenyataan) dengan apa adanya. Karena
itu, tentu yang dilukis bukanlah sebuah gagasan penyair tetapi apa-apa
yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh penyairnya.
j. Puisi Dramatik
Puisi ini merupakan penggambaran dari perilaku seseorang baik lewat
lakon, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran
tentang kisah tertentu, puisi dramatic sering kita jumpai, ketika sang
penyair ingin mengeskpresikan sebagai bentuk penanggungan sebuah
puisi yang demikian seringkali memanfaatkan aspek-aspek (unsur)
drama sebagai penajaman pengucapan.
k. Puisi Objektif
Puisi ini mengungkapkan hal-hal di luar diir penyair. Karena itu, puisi
ini sering disebut juga dengan puisi inyerpersonal. Puisis naratif dan
deskriftif biasanya masuk kategori puisi yang demikian karena bersifat
menceritakan dan melukiskan, baik kejadian, peristiwa maupun
aspektualitas kehidupan lainnya.
7. Masyarakat Amma Toa
Masyarakat Amma Toa merupakan salah satu masyarakat adat yang
masih eksis di tengah gemparan kapitalisme liberal dan merasuknya nilai-
nilai ekstrimisme agama impor pada negeri ini. Mereka berdomisili di
-
20
Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di wilayah Kecamatan Kajang,
Kabupaten Bulukumba.
Eksistensi masyarkat Amma Toa ditopang oleh keberhasilan mereka
dalan mengelola ekosistem secara seimbang dan berkesinambungan.
Keberhasilan ini tak dapat dilepaskan dari sistem nilai budaya mereka yang
tertuang dalam Pasang ri Kajang.
8. Pasang Ri Kajang
Pasang ri Kajang adalah pedoman hidup masyarakat Amma Toa yang
terdiri dari kumpulan amanat dan leluhur. Nilai-nilai yang terkandung dalam
Pasang dianggap sacral dalam masyarakat Amma Toa, bila tidak
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari berdampak buruk bagi
kehidupan kolektif orang Amma Toa. Dampak buruk yang dimaksud adalah
rusaknya keseimbangan ekologis dan kacaunya sistem sosial. Begitulah
keyakinan Amma Toa terhadap Pasang ri Kajang (Usop, 1978:43).
Pasang mengandung panduan bagi hidup manusia dalam segala aspek,
baik itu aspek sosial, religi, pencaharian, budaya, lingkungan serta sistem
kepemimpinan.
Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi kultur adat
kebiasaan masyarakat Amma Toa, wilayah tersebut terbagi atas dua kategori
yakni tana kamase-masea atau ilalang embaya dan wilaya tana koasaya atau
ipantarang embaya. Wilayah tana kamase-masea adalah wilayah yang masih
memegang teguh hukum pasang ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya
-
21
adalah daerah berada di luar ketentuan pasang, tidak terlalu terikat dengan
pasang itu sendiri, namun pengalaman batiniah dari hakikat pasang tetap
mereka naut dengan batasan-batasan yang longgar. Penekanan dari unsur
adat terhadap masyarakat tersebut tidak membawa mereka kepada sebuah
konsekwensi jika pasang tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat
yang ada di dalam kawasan, pasang sangat menentukan bagi hidup mereka,
sebab ia sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh dilanggar. Jika
terjadi pelanggaran maka adat yang harus bicara, dalam hal ini Amma Toa
dan pemangku adat akan memberikan hukuman yang setimpal terhadap
pelanggaran yang dilakukan.
-
22
C. Kerangka Pikir
Dalam penilitian ini, peneliti membuat kerangka piker sebagai dasar untuk
membantu kelancaran penelitian ini. Adapun kerangka pikir yang dimaksud
adalah unsur religi sebagai unsur kebudayaan adalah sumber kekuatan moral
dalam masyarakat.
Karya sastra
Drama Puisi Prosa
Puisi Romance Puisi Didaktik Puisi Satirik
Pasang Ri Kajang
Antropologi Sastra
Religiusitas dalam budaya masyarakat
Amma Toa
Analisis
Temuan
-
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Sugiyono, (2003:14) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah data
kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema dan gambar.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam buku Moleong (2004:3)
mengemukakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilakan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahawa metode
deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data
deskriptif yang berbentuk kata, skema dan gambar.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan antropologi
sastra. Pendekatan antropolgi ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai
budaya yang tercermin di dalam sebuah puisi.
B. Data dan Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini yaitu sumber data primer pada penelitian
yang berupa isi ‘Pasang ri Kajang’. Sumber data sekunder berupa artikel-
artikel dan kutipan-kutipan dari buku-buku teori yang mendukung penelitian.
23
-
24
C. Teknik Pengumpulan Data
Goetz dan Lecomte (dalam Sutopo, 2002:58) mengemukakan bahwa
“sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa jenis,
menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai guna
mendapatkan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan
data yang bersifat interaktif dan noninteraktif”.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode noninteraktif,
yaitu kengkaji dokumen dan arsip. Teknik studi pustaka digunakan untuk
mengumpulkan data-data berupa buku-buku kepustakaan yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan menggunakan teori-teori sastra yang
mencakup unsur kebudayaan, serta teori-teori antropologi untuk meneliti
unsur kebudayaannya.
D. Teknik Analisis Isi
Data-data yang telah terkumpul dianalisis dengan cara content analysis
(analisis isi). Dalam teknik analisis isi ini juga digunakan metode
trianggulasi, di samping metode tersebut dipergunakan juga metode lain
yaitu diskusi dengan teman sejawat.
-
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Masyarakat Amma Toa
Masyarakat Amma Toa adalah masyarakat yang terisolasi dari
dunia luar yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya nenek
moyang. Mereka adalah komunitas masyarakat yang membangun
masyarakatnya dengan pola-pola tertentu yang bersumber dari
sebuah hukum pasang ri Kajang yang masih memiliki norma serta
adat yang masih murni serta dipegang teguh.
Secara administratif kawasan adat AT berada dalam wilayah
kecamatan Kajang, kabupaten Bulukumba dengan kehidupan
masyarakatnya yang cukup bersahaja, tidak tergiur dengan kehidupan
duniawi yang konsumtif yang bergelimang dengan kemewahan.
Ketika ummat manusia mengikuti alur peradaban dunia dengan
sekian banyak peralatan hidup yang modern, masyaratak AT tetap
dalam kehidupan kebersahajaannya yang bersahabat dengan alam,
mengolah lahan dengan peralatan sederhana dan segala bentuk
perilaku hidup berjalan apa adanya, karena semua itu adalah symbol
kesederhanaan. Dalam ajaran kesederhanaan akan tercermin nilai
luhur antara hubungan manusia dengan Tuhannya. Masyarakat AT
25
-
26
percaya bahwa ketidaksederhanaan dapat membuat manusia lupa kan
Tuhannya.
a. Letak Wilayah
Makassar Kajang adalah sebagian dari masyarakat Makassar
berdialek konjo yang menempati suatu wilayah ratusan kilometer
di bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan antara 5 derajat – 6
derajat LS dan melingkar meridian 120 derajat BT dengan posisi
serong barat laut tenggara.
Masyarakat Kajang dengan ciri-ciri bahaasa yang cenderung
diidentifikasikan sebagai Proto Makassar (Palengkahu dkk, 1971
: 8) menempati bagian utara kota Bulukumba dengan batas-batas
sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sinjai
2. Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Bulukumpa
3. Sebelah timur berbatasan dengan teluk Bone
4. Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Herlang
Dalan wilayah administrative kecamatan Kajang inilah
masyarakat AT bermukim. Mereke menempati sebagian besar
desa-desa di kecamatan Kajang yang terdiri atas desa Sapanang,
Tana Toa, Pattiroang, Malleleng, Mattoangin, Possi Tana,
Tambangan, Lembanna, Lembang, Bonto Rannu.
-
27
Setelah masuknya agama Islam yang turut mempengaruhi
kultur adat kebiasaan masyarakat AT, wilayah tersebut terbagi
atas dua kategori yakni tana kamase-masea atau ilalang embaya
dan wilayah koasaya tana atau ipantarang embaya. Wilayah tana
kamase-masea adalah wilayah yang masih memegang teguh
hukum pasang ri Kajang, sedangkan wilayah tana koasaya adalah
daerah yang berada di luar ketentuan hukum pasang ri Kajang.
Walaupun masyarakat yang berada di luar ketentuan PS, tidak
terlalu terikat dengan PS itu sendiri, namun pengalaman natiniah
dan hakikat PS tetap mereka naut dengan batsan-batasan yang
longgar. Penekanan dari unsur adat terhadap masyarakat tersebut
tidak membawa mereka kepada sebuah konsekuensi jika PS
tersebut dilanggar. Lain halnya dengan masyarakat yang ada di
dalam kawasan, PS sangat menentukana bagi hidup mereka,
sebab ia sebuah hukum yang harus dianut dan tidak boleh
dilanggar. Jika terjadi pelanggaran maka adat yang harus bicara,
dalam hal ini Amma Toa dan pemangku adat akan memberikan
hukuman yang settimpal terhadap pelanggaran yang dilakukan.
Untuk mengetahui beberapa perbedaan pokok masyarakat dari
kedua wilayah tersebut di atas dapat dilihat dalam tabel 1 untuk
diperoleh pengertian tentang konsep kamase-masea dan koasaya.
-
28
Tabel 1. Beberapa Perbedaan Wilayah Tanah Kamase-masea
dengan Wilayah Koasaya
Kamase-masea Koasaya - Hidup bersahaja,
sederhana, seadanya, tradisional, konservatif, rohaniah
- Lambat memperoleh pengalaman
- Kurang kesempatan belajar
- Aspirasi sedang-sedang saja
- Penguasaan pasang kian surut
- Luas tanah pertanian dan perkebunan tidak banyak mengalami penambahan,kesadaran ekologi cukup baik.
- Lebih komunal : gotong royong atau tolong menolong
- Monogamy
- Hidup berkemakmuran, lebih baik, berkecukupan non tradisional, progresif, sekuler plus rohaniah.
- Cepat memperoleh pengalaman
- Lebih banyak kesempatan belajar
- Aspirasi tinggi
- Kurang memperhatikan pasang
- Mengusahakan bidang-bidang tanah baru, mengarah ke intensifikasi dan ekstensifikasi.
- Tolong menolong dengan sifat individualistic dan kekeluargaan
- Cenderung berpoligami.
Sumber data : Sistem Nilai di Benteng Hitam Tanah Toa, sebuah
kajian tentang Pasang Ri Kajang (Usop, 1978: 41)
-
29
Wilayah inti dari tana kamase-masea berada di Desa Tana
Toa, yang berdasarkan data monografi desa dan kelurahan luas
wilayah Tana Toa sekitar 7,1 km dengan batas-batas sebagai
berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sinjai.\
2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Tambangan.
3. Sebelah timur berbatasan dengan desa Possi Tana dan
Lembanna.
4. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Bulukumpa.
Luas wilayah tersebut di atas terdiri dari 9 dusun, 18 RK dan
36 RT. Ke 9 dusun dalam wilayah desa Tana Toa adalah dusun
benteng, Balagana, Jannayya, Sobbu, kawasan Baraya,
Tombolok, Balambina dan Lurayya.
Luas wilayah 7,1 km atau kurang lebih 3.728,50 Ha ini
dipergunakan untuk kemaslahatan warga masyarakat dengan
perincian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Penggunaan Lahan dalam Wilayah desa Tana Toa
Kategori Luas Hutan
LadangSawah
Kebun CampuranKelapa HibridaTanah Kuburan
Jalan DesaPekarangan Rumah
97,50 Ha2018,62 Ha
585 Ha659 Ha
121,43 Ha22,50 Ha90,50 Ha180 Ha
Sumber data : Monografi Desa Tana Toa
-
30
b. Kepadatan Penduduk
Penduduk kecamatan Kajang menyebar secara merata di 14
Desa yang berjumlah 38.902 jiwa yang terdiri dari 18.442 jiwa
laki-laki dan 20.460 jiwa perempuan.
c. Pendidikan
Masyarakat Amma Toa pada wilayah tana koasaya umumnya
telah mengecap pendidikan. Pada masyarakat ini telah melakukan
persentuhan-persentuhan dengan dunia luar, sehingga batas-batas
adat kebiasaan masyarakat tidak menjadi kendala bagi mereka
untuk melakukan hubungan komunikasi dengan dunia luar.
Terciptanya situasi seperti ini adalah pertanda bahwa tingkat
kesadaran masyarakat semakin meningkat. Dalam wilayah
kecamatan Kajang, jumlah lembaga pendidikan untuk tingkat
Sekolah Dasar mencapai puluhan buah, SMP sebanyak 3 buah,
salah satunya diantaranya Tana Toa sebagai upaya untuk
mendekatkan masyarakat terutama generasi mudanya terhadap
pentingnya pendidikan. Sementara untuk lembaga pendidikan
tingkat SMA sebanyaj satu buah bertempat di Kassi kecamatan
Kajang.
Lain halnya dengan masyarakat dalam wilayah tana kamase-
masea, tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
pendidikan belum menjadi priotitas utama dalam pembinaan
-
31
masyarakat. Namun demikian, arti sebuah pendidikan bagi
mereka bukan hanya belajar pada pendidikan-pendidikan formal
seperti SD, SMP, SMA tetapi kebanyakan dari mereka mendidik
anak lewat pendidikan keluarga terutama oada penguasaan
Pasang dan ajaran budi luhur. Khusus untuk daerah kawasan adat
masyarakat AT, tidak ada satu buah lembaga pendidikan pun
yang didirikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kemurnian
ajaran masyarakat Amma Toa yang melarang segala bentuk
kemodernan untuk memasuki wilayah tanah kamase-masea.
Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah memabnagun
sarana pendidikan untuk tingkat Sekolah Dasar di daera
perbatasan, tepatnya dekat pintu gerbang masuk kawasan adat
Amma Toa. Demikian pula untuk tingkat SMP ditempatkan pusat
pemerintahan desa yakni Benteng Balambina.
d. Sistem Pemerintahan
Jauh sebelum memuncaknya ekspansi Gowa di Sulawesi
Selatan di bawah raja Gowa ke 10 Maro Gau yang pada masa itu
daerah Kajang termasuk di antara daerah-daerah yang
ditaklukkan (Mattulada, 1977 :25-26), tradisi lisan mengatakan
bahwa Amma Toa sebagai seorang yang berpengaruh diketahui
sebagai seorang tomanurung,ia tidak terikat pada oleh tata cara
kerajaan atau sape ada’. Amma Toa berkali-kali mengunjungi
-
32
raja Gowa IV dan V untuk meminta kala’birang (kemuliaan)
dengan alasan bahwa yang ada hanyalah adat, tidak ada raja dan
kerajaan, dan Amma Toa bukan keturunan raja (Usop, 1978 : 21).
Kepemimpinan dalam masyarakat Amma Toa dipisahkan
menjadi dua yaitu kepemimpinan adat pemerintahan dan
kepemimpinan adat kepercayaan. Kepemimpinan adat
pemerintahan terdiri dari gallarang-gallarang yang merupakan
suatu badan pemerintahan yang masing-masing galarang
dipimpin oleh seorang galla yang bertugas untuk mengatur
masyarakat di gallarang yang dipimpinnya. Pada mulanya di
daerah kajang terdiri dari lima gallarang yaitu Gallarang
Pantama, Gallarang Kajang, Gallarang Puto, Gallarang Lombo’
dan Gallarang Anjuru.
Dari kelima gallarang tersebut di atas oleh masyarakat
Amma Toa disebut Ada’. Limanya diketuai oleh Galla Pantama
sebagai pemegang kala’birang (kemuliaan) dari kelima galla-
galla yang ada di Kajang.
Struktur sosial kepemimpinan masyarakat AT yang kedua
adalah kepemimpinan adat kepercayaan yang disebut Ada’
Buttaya yang merupakan pemangku-pemangku adat dan
kepercayaan yang bertugas sebagai pengayom, pelindung dan
-
33
penasehat gallarang-gallarang sekaligus pengontrol pemegang
kala’birang yang dipimpin sendiri langsung oleh Amma Toa.
Pada perkembangan-perkembangan selanjutnya, struktur
sosial kepemimpinan di Kajang mengalami perkembangan yang
pada akhirnya melahirkan konsep Karaeng Tallua di Kajang.
1. Karaeng Kajang
Setelah lahirnya konsep karaeng tallua, pemegang
kala’birang (kemuliaan) yang tadinya dipegang oleh salah
seorang galla pada sistem kepemimpinan adat pemerintahan
yang dikenal dengan Ada’ Limaya yakni galla pantama maka
pemegang kala’birang (kemuliaan) diserahkan kepada
Karaeng Kajang.
2. Sullehatang Kajang
Sullehatang Kajang biasa juga disebut Karaeng Ilau yang
merupakan wakil Karaeng Kajang yang bertugas sebagai
pelaksana pemerintahan. Ia berkedudukan di Possi Tana
daerah ujung utara Kajang.
3. Ana’ Karaeng Tambangan atau Moncong Buloa
Ana’ Karaeng Tambangan atau Moncong Buloa biasa
juga disebut sebagai karaeng Iraja yang juga berfungsi
sebagai pelaksana pemerintahan. Ia berkedudukan di
Tambangan daerah ujung selatan Kajang (Usop, 1978 : 21)
-
34
Dengan adanya perkembangan struktur baru pada
kepemimpinan masyarakat AT, maka lahirlah struktur baru yang
disebut Karaeng Tallua, Ada’ Limayya. Di bawah struktur ini fungsi
galla-galla tetap diakui dan ini merupakan ciri struktur kerajaan
Gowa hingga abad ke 16 yang berlainan dan ciri kerajaan Bone di
mas awyang sama. Dalam hal ini pimpinan dari atas sampai ke
bawah dipegang oleh kerabat raja (Mattulada, 1977 : 19-20)
2. Unsur Religi dalam Kultur Masyarakat Amma Toa
Kultur masyarakat AT yang diliputi dengan kebersahajaan
adalah sebuah pertanda kesederhanaan hidup. Ia tidak terjebak pada
kehidupan duniawi, yang menurut keyakinan mereka dapat
membawa manusia pada kemewahan, kesombongan dan akhirnya
manusia lupa pada eksistensi kemanusiaannya sebagai seorang yang
harus tunduk dan patuh pada hukum alam. Pola hidup inilah yang
menjadi cermin budaya bagi masyarakat, yang dari keseluruhannya
dapat diketahui unsur religi dari masing-masing tingkah laku dan
pola hidup bermasyarakat. Untuk mengungkapkan lebih jauh unsur
religi budaya masyarakat AT, secara berturut-turut akan diungkapkan
lewat wujud-wujud kebudayaan yang paling tidak ada tiga wujud
kebudayaan yang ada pada tiap-tiap individu dan komunitas
masyarakat, ketiga wujud kebudayaan tersebut adalah sebagai
berikut:
-
35
A. Wujud Gagasan, Konsep dan Alam Pikiran Masyarakat
Untuk menjalankan aktivitas hidup masyarakat, konsep dan
gagasan menjadi amat penting untuk dijadikan sebagai paradigma
atau kerangka acuan yang bersumber dari sesuatu yang sangat
mendasar bagi hidup manusia. Konsep dan gagasan tersebut
dijadikan sebagai sumber inspirasi, aspirasi, dan motivasi hidup
masyarakat.
Kepercayaan yang dianut oleh sekelompok masyarakat
Kajang, khusunya yang bermukim dikawasan adat AT lazim
disebut patuntung. Suatu kepercayaan oleh masyarakatnya
dijadikan pegangan dalam setiap sendi-sendi kehidupan mereka.
Kepercayaan ini bersumber dari sebuah tradisi lisan yang disebut
pasang ri Kajang. Sebuah tradisi yang dituturkan secara turun
temurun dari gengerasi ke generasi dengan pola tradisional yang
tetap dipegang teguh para penganutnya.
Kata patuntung dalam dialek konjo berasal dari kata
tuntung yang mendapat awalan Pa. awalan Pa didalam kata
patuntung penggunaannya sama dengan awalan pe dalam Bahasa
Indonesia. Istilah Patuntung yang berasal dari kata “ tuntung”
dapat mempunyai beberapa pengertian yaitu:
1. Tuntung berarti ‘tuntut’ atau ‘belajar’, jadi patuntung berarti
‘penuntut’ atau ‘pelajar’ maksudnya adalah seseoranf yang
-
36
edang mempelajari suatu pangngissengan ( ilmu
oengetahuan) yang bersumber dari pasang ri Kajang.
2. Tuntung berarti ‘puncak’ atau ujung ketinggian. Maksudnya
adalah seseorang yang berusaha untuk mencapai puncak atau
ujung ketinggian dari sesuatu.
3. Tuntung berarti ‘ cari’ patuntung berarti ‘pencari’ maksudnya
adalah seseorang yang mencari seseuau dengan mempunyai
kemauan keras dengan tekad bulat karena didorong oleh suatu
keyakinan untuk mendapatkan sesuatu.
Pasang ri Kajang adalah sumber acuan ajaran patuntung.
Sebagaimana Islam sebagai sebuah agama yang mempunyai
kitab suci yang namanya AlQuran hanya saja pasang ri
Kajang bukan dalam bentuk tulisan, akan tetapi dituturkan
secara lisan turun temurun dari generasi ke generasi yang
merupakan keseluruhan pengetahuan dan pengalaman tentang
segala aspek dan liku-liku kehidupan dalam masyarakat.
Secara harfiah kata pasang berarti pesan lisan yang wajib
diturutidan dilaksanakan dan akan menimbulkan hal-hal atau
akibat-akibat yang tidak diinginkan bila tidak dilaksanakan. Ia
mengandung artivpesan, fawa, amanah, nasehat, tuntunan dan
peringatan. Dalam pengertian inilash masyarakat Amma Toa
berpegang teguh pada pasang, ia tidak hanya berisi yang baik
-
37
untuk diamalkan akan tetapi berisi juga yang buruk untuk
dijauhi.
Berhubungan dengan pasang ini, Amma Toa dan tetua
adat Kajang menuturkan dalam beberapa pasang berikut:
Pasangnga punna sisalai, riek antu tau annambai.
Mingka riek to tau doraka punna battuanna riek tau
annambaintu mange iareka angngurangi. Kunne anre nakulle
natambai pasangnga, nasaba ia nakua bicarayya: lontara ri
Gowa, Pasang ri Kjang, kitta ri Luhu. Mingka punna rie
tunambai riek to tau doraka. Laka nariek tau angngurangi
ampasiksaklak tallua passala ri nikuayya lontara ri Gowa,
pasang ri Kajang, kitta ri Luhu appasiksaklak injo isina,
arennaji battuanna takbage, naiyya padaji tujuann, se’re
tujuan.
Artinya:
Pasang kalau berbeda, ada itu orang yang menambah. Tetapi
ada juga yang durhaka kalau misalnya ada yang menambah
atau mengurangi. Disini, pasang tak dapat ditambah, sebab
apa yang dikatakan oleh bicara: lontara ri Gowa, pasang ri
Kjang, kitta di Luhu. Tetapi kalau ada yang menambah ada
juga yang durhaka. Ataukah ada yang mengurangi
membedakan tiga hal yakni oasang ri Kajanag, Lontara ri
-
38
Gowa, kitta ri Luhu, membedakan isinya, namanya saja yang
tebagi, tetapi sama tujuannya, satu tujuan.
Penuturan Amma Toa diatas menunjukkan kedokmatisan PS,
walaupun ia bersifat lisan. Pelanggaran PS pada suatu
komunitas masyarakat akan dirasakan akibatnya bukan saja
ditempat itu akan tetapi juga berimplikasi pada tempat-tempat
yang lain.
Walaupun demikian pasang jugga mengalami
kedinamisan, sebagaimana diungkapkan dalam PS”
Manna kodi pasang tokji
Lakbi-lakbi hajjina na hajia’a
Mingka nukodia ri pappasangngang
Jako gaukangi.
Artinya:
Walau buruk pasang juga
Lebih-lebih baiknya yang baik
Tetapi jika buruk yan gdipesankan
Jangan dikerjakan.
PS tersebut diatas menunjukkan bahwa bila seseoranf
yang perbuatannya lebih baik dari pendahulunya, maka
perbuatannya yang dijelaskan itu juga termasuk pasang yang
harus diturunkan pada generasi-generasi selanjutnya. Disini
-
39
nampaknya ada sesuatu yang paradoks yakni perbendaharaan
PS dapat ditambah, dikembangkan atau diperkaya. Akan
tetapi isi dan pesannya tidak boleh ditambah atau dikurangi.
Segala sesuatu dari masa lampau yang dapat menolong
atau menuntun kehidupan kini dan masa yang akan datang
baik legenda, mitos maupun silsilah yang dapat mengisi
penbendharaan pasang masuk sebagai bagian pasang ri
Kajang yang harus dituturkan kepada generasi-generasi
selanjutnya.
1. Konsep tentang Tuhan
Pada masyarakat AT menyebut Tuhan sebuah
pantangan tabu dan pemali. Begitu pula dengan
penyebutan nabi-nabi secara lansung. Nama Tuhan
mereka disebut Turiakrana ( yang selanjutnya
disingkat TRA) artinya yang berkehendak atau yang
menentukan. Nabi Adam mereka disebut Mula Tauwa
(manusia mula-mula) dan nabi Muhammad mereka
disebut Sempe sinonto ( piring saling bersentuhan
keras). Disebut sempe sinonto karena pada saat piring-
piring saling bersentuhan orang terkejutdan
mengucapkan namanya Muhamma. Tentang Tuhan
yang maha kuasa, pasang mengatakan:
-
40
TRA ammantangi ri panggngarakanna.
Sitte makinjo punna nigaukan passuroanna na
nililiang pappasisangkana.
Anre nisse’I riekna anrekna TRA naki palakdoang.
Pada tokji nitarimana pangnganronta ia tojekna.
Artinya:
Tuhan melakukan sesuatu atas kehendaknya
sendiri.
Dianbggap ‘ bertemulah’ kita jika melakukan
perintahnya dan menjauhi larangannya.
Tidak diketahui dimana adanya, dimana tidak adanya
Tuhan, tetapi kita memohon nikmatnya.
Sehubungan dengan itu, diterimanya permintaan kita,
dia yang tentukan.
Dalam masyarakat AT percaya yang berkendak
hanya satu, mustahil TRA lebih dari satu. Oleh karena itu,
masyarakat Amma Toa memiliki konsp ketuhanan yang
esa, monoteisme transenden. Hanya saja penjabaran dari
konsep ini situangkan Dallam acara ritual sebagai sebuah
bentuk penghambaan kepada TRA berbeda dengan ajaran-
ajaran agama konvensional yang ada. Disamping itu
masyarakat AT percaya bahwa disekeliling manusia
-
41
bersemayam roh-roh leluhur. Olehnya itu seluruh
penganut ajaran AT harus tunduk kepada aturan dan
berbuat baik, mereka takut arwahnya tidak diterima oleh
TRA.
Tetang kekuasaan Tuhan dalam ajaran AT hampir
sama dengan ajaran dan keprcayaan lain. Tuhan yang
maha esa pencipta alam semest, kekal, mahakuasa,
mahasempurna, mahatinggi, mahamengetahui,
mahabijaksana dan mahasebagainya. Kekuasaan Tuhan
meliputi apa yang ada dilangit dan bumi dan seluruh apa
yang ada didalamnya. Bagi masyarakat AT ketundukan
dan kepasrahan adalah bentuk yang ideal dalam
memaknai hakikat ketuhanan, baik dalam tingkah laku
maupun dalam benuk kesederhanaan hidup, tidak
bermewah-mewahan.
2. Konsepsi Tentang Manusia
Masyarakat AT percaya akan kelhiran manusia
berasal dari tempat yang gelap, dan itu pulalah yang
menjadi symbol pakaian mereka yakni berwarna
hitam. Tujuan mereka adalah senantiasa mengingat
tempat asalnya dari kegelapan sebelum terlahir ke
dunia atas kehendak TRA.
-
42
Manusia pertama yang terlahir ke dunia ini
menurut masyarakat AT tidak terlepas dari mitos dan
tradisi lisan dari beberapa daerah khususnya di
Sulawesi Selatan yakni lapisan mitos tomanurung.
Dialah manusia pertama yag menjdi pemula lapisan
keturunan bangsawan yang membentuk komuniti-
komuniti sehingga membentuk sebuah masyarakat.
Dia diturunkan oleh TRA dalam rangka
memakmurkan bumi. Eksistensi manusia sebagai
ciptaan dan kehndak TRA menjadikan masyarakat AT
tunduk dan patuh pada ketentuan-ketentuan dan
hukum adat Kajang yang dijalankan oleh Amma Toa
karena dipercaya bahwa dia adalah wakil TRA yang
jika dilanggar apa-apa yang siperintahkan maka murka
dari yang berkendak pasti datang.
Masyarakat AT mempercayai bahwa manusia
tersiri dari dua unsur, unsur jasmani dan rohani. Unsur
jasmani yang berkenan dengan struktur fisik tubuh
manusia yang juga dikaitkan dengan unsur religi
tentang hakikat keberadaan manusia hubungannya
dengan sang maha pencipta PS mengatakan:
-
43
Appa battu ri anrong iyamintu:
Rara, assi, gaha-gaha otak
Appa battu ri amma iyamintu:
Bulu-bulu, bukkuleng, kanuku, buku
Lima battu ri Tumapparentata iyamintu:
Mata, toil, kakmurung, baba, nyaha.
Artinya:
Empat berasal dari ibu yaitu:
Darah, daging, urat otak.
Empat berasal dari ayah yaitu:
Bulu-bulu, kuliyy, kuku, tulang
Lima berasal dari sang maha pencipta yaitu:
Mata, telinga, hidung, mult, nayawa.
Dari tuturan diatasdijelaskan bahwa masyarakat
AT melihat struktur tubuh manusia ini terdiri dua
unsur yakni empat berasal dari ayah dan ibu adalah
tubuh kasar dan tubuh halusnya yang merupakan
unsur rohaniah manusia berasal dari Tuhan yakni
penglihatan (mata), pengdengaran ( telinga,
penciuman ( hidung ), perasa (lidah/mulut), dan
nyawa.
-
44
Unsur rohaniah tersebut yang erupakan struktur
tubuh halus manusia yan getrdiri dari lima unsur ini
yang hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya karena
merupakan anugerah Tuhan yang menciptakan
manusia. Pernyataan kebahasannya tertian dalam PS
yang mengtakan:
Lima pangngissengan ilalang batang kale:
a. Ri ngetettaji na hajik
b. Ri mallangngerettaji na hajik
c. Ri appautaji na hajik
d. Ri pappisa rantaji na hajik
Artinya:
a. Meelihat yang baik
b. Mengdengar yang baik
c. Mencium yang baik
d. Berbicara yangbaik
e. Merasa yang baik
Dari kelima sifat yang baik dari panca indera
diatas bagai lima jari-jari tagan yang tidak terpisahkan dan
merupakan pengendali delapan aspek jasmaniah manusia
yang berasal dari ayah dan ibu sesuai dengan yang
tertuang dalam pasang yang berhubungan dengan
-
45
bangunan struktur tubuh manusia, jasmaniah dan
rohaniah.
Sumber kebaikan yang dimunculkan oleh lima
panca indera tersebut di atas bersumber dari hati. Pasang
mengatakan:
Battu tannaing ri atiya
Lunrak battu ri atiya
Paik battu ri atiya
Artinya:
Asal manis itu dari hati
Baik berasal dari hati
Pahit berasal dari hati
Seseorang yang menganut patuntung harus
memounyai sifat-sifat yang baik. Dengan sikap yang
demikian dia akan kembali keasalnya yakni TRA, dan jika
tidak ada akan menjelma kembali kedalam sifat-sifatnya.
Amminroi ri assala’na ( kembali ke salnya) atau amminroi
si sipak-spakna( kembali ke ifat-sifatnya), jika sifatnya
rakus seperti abbi maka akan kembali menjelma menjadi
babi.
-
46
Dalam kepercayaan patuntung kematian manusia
berbeda-beda masyarakat AT meyakini empat jenis
kematian manusia sesuai dengan amal perbuatannya.
a. Akkeloi, yaitu setelah 100 hari jenazah masi ada
dikuburan.
b. Allorungngi yaitu setelah 100 hari kuku dan rambut
panjang jenazah tersisa dikuburan
c. Allannya’I yaitu setelah 100 hari jenazah lenyap
dikuburannya.
d. Allajangngi yaitu dalam perjalana kepemakaman,
jenazah sudah lenyap sehingga hanya tikar
pembungkusnya yang dikuburkan.
Agama bagi masyarakat AT adalah berbuat kebaikan,
jujur (lambusu’) dengan tidak berbuat empat buruk,
sebagaiamana dalam pasang PS mengatakan:
Anrek na iri ati
Anrek na pakira-kira
Anrek na appasikodi-kodi
Tammappasikua ri paranna tau
Artinya:
Tidak iri hati ( dengki)
Tidak menjelk0jelekkan atau menghasut
-
47
Tidak mengadu domba
Tidak membenarkan satu pihak
Pernyataan keagamaan mereka kembali berbuat
amal kabjikan kepada sesame manusia tertuang dalam
PS:
Pakabajik atekaknu
Iyamintu agama
Naiya sambayangnga jama-jamanji
Pakabajik gauknu
Sakra-sakra makkanannu
Nanulilung lanatabaya
artinya:
Perbaiki hatimu
Inilah agama
Adapun sembahyang itu hanya pekerjaan saja
Perbaikilah tdak tandukmu
Sopan santun kata-katamu
Agar jauh dari segala cela
Dalam pasang yang lain tentang sembahyang, PS
mengatakan:
Jekne tak luka
Sembahyang tommatappuk
-
48
Artinya :
Wudhu yang tak batal-batalnya
Sembahyang yang tak putus-putusnya
Maksudnya:
Sepanjang hayat selalu berusaha berbuat baik, tidak
hanya waktu sembahyang tetapi juga pada saat dianata
sembahyang.
Dari PS tersbut diatas pengertian beragama bagi
masyarakat AT adalah pengalaman yang hakiki
tentang penyerahan diri kepada Tuhan, pemusatan
pada kehidupan akhirat semata.
3. Konsepsi Tentang alam
Dalam keprcayaan masyarakat AT bahwa kejadian
alam semesta ini dan segala isinya diciptakan oleh
TRA yang pada mulanya belum dihuni oleh
manusia. Nanti setelah TRA berkehendak, maka
diturunkanlah manusia pertama yang disebut
tomanurung dan menjadi Amma Toa Mariolo (
Amma Toa mula-mula).
Rambang seppang sebagai pusat bumi
diciptakan paling awal serta dihuni oleh
tomanurung yang telag menerima janji untuk
-
49
memperoleh kebahagiaan dunia akhirat dengan
jalan hidup sederhana. Dengan jalan hidup
sederhana yang hanya menikmati apa yang ada
dilingkungan sekitar mereka, maka terciptalah
keselarasaan hidup antara masyarakat dengan alam
sekitar. Mereka tidak mengeksplooitasi alam
dengan melainkan mereka menganggap bahwa
alam adalah amanah yang harus dijaga.
Masyarakat AT alam eperti yang
dikemukakan diatas, karena alam mengandung
kkuatan-kekuatan gaib. Mreka percaya bahwa
alam sekitar beserta seluruh isinya merupakan
temoat ‘turunnya’ dan ‘naiknya’ manusia yang
peratama berasal dari langit juga alam sekitar
ditempati roh-roh para leluhur sehingga mereka
takut jika roh-roh para leluhur mereka marah,
karena kemarahan para leluhur mengakibatkan
sebuah bencana bagi masyarakat dari pemahaman
inilah mereka memperlakukan alam sebgai sahabat
yang harus dipelihara dan dijaga.
-
50
B. Wujud Aktivitas
Aktivitas religious sebagai salah satu wujuw kebudayaan dari tiga
wujud kebudayaan universal pada masyrakat AT secara berturut-turut
akan dijelaskan dalam berbagai aktvitas masyrakat yang terdiri dari
upacara-upacara dan aktivitas lain yang berhubungan dengan nilai-nilai
religi.
1. Upacara-upacara kepercayaan
Upacara-upacara kepercayaan ini dapat kita lihat pada aktivitas
sehari-hari masyarakatb, baik yang dilakukan oleh mayarakat btana
kamase-masea maupun masyarakat tana koasayya, ritual kepercayaan
yang dapat dihimpun oleh peneliti adalah:
a. A’ummatan yaitu membawa dan meletakkan sesajian disuatu
tempat yang mereka telah buat untuk penyembahan. Tempat
tersebut adalah tempat pemujaan roh-roh nenek moyang yang
disebut ummatan. Tirual ini biasanya dilkukan jika ada anak
atau sanak family yang skit yang oleh kepercayaan mereka,
bisa sembuh setelah meletakkan dan mempersembahkan.
b. Andingingi yaitu upacara bersama dihutan suci jika ada
tanda-tanda musibah akan terjadinya sesuatu atau kejadian
alam yang akan menimpa masyarakat.
c. Angngaro yaitu upacara doa bersama yang di hutan suci bila
musibah yang dikhawatirkan itu betul-betul telah terjadi
-
51
sebangai bentuk penyesalan atau pertobatan, jadi ritual ini
sebagai rangkaian dari upacara anddingingi.
d. Mange ri tau salamak, yaitu semacam ziarag ke hutan suci
untuk meresmikan kesalhena atau keahlian seseoranga
khusunya keahlian dalam pasag oleh Amma Toa. Orang yang
demikian sudah dianggap manuntungi, dia sudah berada pada
puncak-puncak keilmuan.
e. Samaja dan Tarobegsro yaitu pesta nazar. Jika upacara
dilakukan besar-besaran disebut samaja dan jika hanya kecil-
kecilan disebut tarobagaran.
2. Upacara Pengukuhan Amma Toa
Jabatan Amma Toa adalah jabatan seumur hidup dan bila
meninggal ia akan digantikan oleh salah seorang puto. Sebelum
meninggal, ia berpesan kepada karaeng Tallua dan Ada’ Limaya
tentang seseorang yang dapat menggantikannya.
3. Upacara Daur Hidup
Upacara-upacara daur hidup yang sering dilakukan pada
masyrakat Amma Toa juga sarat dengan nilai-nilai religious, karena
didalamnya disertai dengan doa-doa permohonan kepada sang maha
pencipta. Diantara daur hidup yang ditemukan adalah:
-
52
a. Tompolo yaitu pesta pada hari ke tujuh setelah kelahiran anak
sebagai pertanda syukur dan sekaligus penyerahan tanda
terima kasih kepada sanro atau bidan.
b. Akkalomba yaitu pesta yang bertujuan memohon keselamatan
bagi sia anak, terutama bila ia sakit-sakitan.
c. Akkattere’ yaitu pesta pemotongan rambut bagi si anak,
masing-masing annak menhadap badik yang sudah dimantra-
mantra.
d. Passallangann yaitu pengislaman atau khitanan yang sering
disekaliguskan dengan upacara attarasa, yakni pengikiran
gigi.
e. Pa’dangangangan, tilapo ,dampo, lajo-lajo adalah sebuah
rangkaian upacara kematian.
4. Upacara Kasipalli ( Penyelesaian Penyelenggara)
Dalam masyarakat Amma Toa beberapa pantangan yang
harus dipatuhi oleh masyarakat, diantaranya menebang hutan
adat tanpa izin, menduakan istri atau suami, perkawinan
antara keturunan karaeng dengan ata, hubungan kelamin tidak
sah, merubah kontruksi rumahm mengenakan pakaian
berwarna-warn, menyalaka lampu selain kanjoli,
memasukkan barang-barang baru kedalam wilayah adat, dan
-
53
adat masih ada beberapa diantaranya yang masih belum
disebutkna.
Pelanggaran terhadap hukum adat dapat mengakibatkan
suatu bencana bagi masyarakat. Orang yang melakukan
pelanggaran hukum tersebut, perkara-perkaranya biasanya
diselesaikan dengan cara sau-sau ( pembacaan kutukan di
depan pendupaan) dan pengucilan. Perkara-perkara yang
tidak dapat diselesaikan oleh pemangku adat dikampung-
kampung akan diserahkan kepada Amma Toa.
Kepada pemangku adat, Amma Toa berakata:
Kunni-kunninan adak mako
Amuko ammembara rie maen nu lekbaiki
Nana luka ankjannangannu,
Kattik-kattilangngi bolo-boloangngi
Artinya :
Sekarang engkau sudah jadi adat
Bila dikemudian hari ada yang telah engkau putuskan,
Dan rakyatmu melanggar atau merubahnya
Petik pucuk-pucuknya dan patahkan ranting-rantingnya
Hak seseorang untuk diadili dalam masyrakat Amma Toa
sangat dihormati pasang mengatakan:
Siparembassang tallantena ri bola adak tallasai tammate
-
54
Artinya:
Sepelemparan batu dari rumah adat ia hidup tidak mati
Maksudnya:
Sepelemparan batu dari rumah adat atau kantor
pemerintah, si pelanggar tidak boleh diganggu karena dengan
deemikian ia telah meminta perlindungan adat atau hukum,
dan adat atau pemerintah wajib melindunginya. Pelaku
pelanggaran baru dapat kembali kerumahnya setelah
perjaranyan diputuskan dan dinasehati oleh pemangku adat
atau Amma Toa.
5. Upacara Akkaharu dan Angnganro ri Sapo
Akkaharu adalah upacara doa yang dipimpin oleh Amma Toa di
hutan suci karanjang yang dilakukan jika tanaman ini tidak menjadi,
misalnya padi terkena penyakit. Upacara ini ditandai dengan
mengadakan sesajian diatas tompong ( tonggak bambu yang
diatasnya berbentuk sangkar). Jika musibah menimpa seluruh bidang
pertanian seluruh bidang pertanian secara menyeluruh maka diadakan
upacara besar-besaran yang disebut a’nganro ri sapo yang
dilaksanakan di possi tanah.
C. Wujud Benda
Wujud kebudayaan berupa benda yang dianggap punya nilai-nilai
religi dalam masyarakat Amma Toa dapat ditemukan beberapa
-
55
diantaranya baik berupa kumpulan benda-benda yang merupajan satu
kesatuan kelompok dari ungkapan tradisi religi maupun yang tidak
termasuk dalam satu kesatuan kelompok.
1. Ummatan
Ummatan adalah temppat sesembahan untuk memuja roh-
roh nenek moyang. Didalmnya biasa ditemukan benda-benda
yang dikeramtkan berupa benda-benda dari keturunan raja
ataua benda-benda keramat dari para orang suci yang
dianggap punya berkah. Benda-benda tersebut sengaja
disimpan oleh para pengikutnya atau orang yang percaya
terhadap tradisi-tradisi yang mereka bangun sejak nenek
moyang mereka. Benda-benda tersebut dibuatkan ditempat
yang layak untuk disimpan didalmnya yang disebut umattan.
2. Kontruki dan Struktur Bentuk Rumah
Susuanan rumah dalam kawasan adat AT berjejer rapid
an semuanya menghadap kebarat tempat terbenamnya
matahari. Rumah- rumah tersebut bukan disusun sekedar apa
adanya, tetapi punya makna-makna tersendiri yang bercirikan
khas kawasan adat AT. Rumah mereka menghadap kearah
barat tempat terbenamnya matahari bermakna ketundukan
terhdapa penguasa alam semesta yang berhubungan erat
dengan kematian manusia. Manusia menjelang senja dan
-
56
akhrinya akan kembali kepada kegelapan setelah dilahirkan
dan dihidupkan Tuhan yang diibaratkan terbitnya fajar dan
memancarnya sinar matahari yang berarti kehidupan manusia
dimulai.
Selain susunan rumah, struktur bentuk rumah juga
berbeda dengan masyarakat diluar kawasan adat. Pada
masyarakat AT, rumah mereka dibagi atas tiga petak, petak
pertama bagian depan rumah berfungsi sebagai dapur, ruang
makan dan tempat buang air atau jambang. Bagian tengah
rumah adalah ruang tamu sekaligus sebagai ruang tidur
bagian belakang adalah bilik yang dipisahkan dindin papan
atau bamboo yang lantainya lebih tingi daripada ruang tengah
atau tamu.
3. Tompong
Tompong adalah tonggak bambu yang diatasnya dibuat
seperti sangkar. Di atas bambu tersebut disimpan berbagai
sesajian yang biasanya diletakkan ditempat-tempat keramat
untuk mengusir hewan-hewan perusak tanaman, juga dipakai
sebagai penolak bala dari berbagai ancaman yang akan terjadi
di masyrakat.
-
57
4. Pakaian Warna Hitam dan Putih
Pakaian masyarakat AT mempunyai dua warna hitam dan
putih. Hal tersebut mempunyai arti tersendiri bagi mereka.
Warna hitam adalah himpunan segala warna yang
melambangkan kedewasaan berpikir dan berbuat, warna yang
melambangkan kesederhanaan, warna yang mengandung
makna kedalaman keyakinan. Warna-warni bagi mereka
dapat menarik manusia ke dalam kemewahan hidup. Adat
mengisyaratkan selama masih memakai dua warna, manusia
tidak terjebak pada pola hidup konsumtif. Makna yang
terdalam dari dari kedua warna adalah berkenan dengan asal
mula manusia dari kelahirannya di muka bumi. Manusia
berasal dari tidak ada menjadi ada, dari alam rahim terlahir ke
alam dunia, dari yang gelap menuju cahaya dan pada akhir
kehidupan akan kembali pada kegelapan. Sehingga mereka
hanya memakai dua warna, hitam menandakan bahwa
manusia berasal dari kegelapan dan terlahir ke dunia yang
terang benderang penuh dengan cahaya dengan symbol warna
putih.
5. Pekuburan
Dari beberapa pekuburan ada beberapa bentuk fisik yang
punya nilai-nilai seni dengan ukiran lontara dan kaligrafi
-
58
bahasa Arab. Kuburan-kuburan tersebut mempunyai nilai
historis terutama dalam rangka penyebaran agama Islam, juga
terdapat kuburan orang-orang manuntungi yang dijadikan
ritus dan tempat meletakkan sesajian bagi orang-orang yang
percaya terhadap kekeramatan orang-orang yang dikuburkan.
Mereka menganggap dapat menjadi perantara doa dan
penyerahan nasib mereka terhadap Tuhan.
6. Saukang
Saukang adalah tempat yang di dalamnya terdapat benda-
benda atau tempat yang dihuni oleh roh-roh tertentu misalnya
batu besar, pohon besar, sumur tempat mandi raja, batu
persemedian.
Dari kesemua benda-benda dan tempat-tempat yang punya
nilai religi tersebut di atas, diyakini punya keterlibatan
terhadap aktivitas manusia. Pengingkaran terhadap apa yang
mereka yakini, akan berdampak negatif bagi hidup manusia
yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi gila, sakit,
bahkan bisa mengakibatkan seseorang meninggal dunia.
B. PEMBAHASAN
Unsur religi dalam masyarakat AT yang tercermin pada
tiga wujud kebudayaan universal, sangat sarat dengan makna-
-
59
makna ketuhanan. Pemaparan yang telah dideskripsikan pada
pembahasan tersebut, telah memberikan gambaran tentang
kehidupan masyarakat AT yang di dalamnya penuh dengan
kebersahajaan. Oleh karena itu, religiusitas pada masyarakat AT
adalah sesuatu yang integral dalam kehidupan bermasyarakat.
Tidak adanya keterpisahan antara kehidupan beragama dengan
aspek-aspek keduniaan, kehidupan sosial kemasyarakatan,
menunjukkan bahwa masyarakat AT bukanlah suatu tipe
masyarakat yang sekuler. Hal ini bisa jadi karena masyarakat AT
adalah masyarakat terbelakang yang penuh denagn nilai-nilai
sacral. Tipe masyarakat yang demikian sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Nottingham bahwa masyarakat yang laju
perubahan sosialnya masih lambat, perkembangan teknologinya
masih rendah, dan pembagian kerja atau perbandingan kelas-
kelas sosialnya realtif masih kecil, juga organisasi keagamaan
merupakan suatu lembaga yang tidak begitu jauh terpisah dan
merupakan salah satu aspek dari keseluruhan aktivitas kelompok.
Agama menyusup ke aktivitas yang lain, baik yang bersifat
ekonomis, politik, kekeluargaan maupun rekreatif.
Pada masyarakat ini pula Nottingham berpendapat (1994:51),
bahwa aspek religi dimasukkan pengaruhnya yang sacral ke
dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak, bahkan nilai
-
60
keagamaan seringkali meningkatkan konservatisme yang
menghalangi-menghalangi perubahan. Inilah sebab utama
mengapa kekuasaan tradisi melingkar kuat dalam masyarakat,
karena agama memberi pengaruh yang mengikat bagi kehidupan
masyarakatnya.
Terlepas dari agama atau kepercayaan yang menjadi inspirasi
masyarakat AT, sedikit banyak dia telah memperkenalkan suatu
sistem kemasyarakatan yang sederhana, jauh dari kehidupan
konsumtif. Sistem kemasyarakatan yang demikian menjadi salah
satu unsur dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, karena
kebanyakan dari masyarakat sekuler yang tinggi tingkat
kehidupannya, menomorduakan agama dari segala aspek
kehidupan mereka. Pengaruh iptek terhadap masyarakat,
membiasakan anggota masyarakat menggunakan metode-metode
empiric untuk menanggapi berbagai masalah kemanusiaan.
Jika M. Usop mengatakan bahwa masyarakat AT yang
berorientasi pada masa lampau, memelihara keselarasan hidup
dengan alam, hubungan vertical dan horizontal, keseimbangan
ekologis, keseimbangan jasmani dan rohani, akal dan rasa yang
disesuaikan dengan tahap perkembangan masing-masing
merupakan suatu pandangan yang mungkin relevan dengan
perkembangan pembangunan dan modernisasi, maka apa yang
-
61
diungkapkan tersebut terbantahkan dengan sendirinya. Sebab
pembangunan dan modernisasi yang berangkat dari paradigm
materialistic tidak mungkin bersentuhan dengan konsep
masyarakat AT.
-
62
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan hasil analisis sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang bisa
diambil:
1. Unsur religi yang terdapat dalam kultur masyarakat AT adalah
unsur agama dan kepercayaan yang hidup berdampingan, dalam
hal ini Islam dan ajaran Patuntung yang bersumber dari Pasang ri
Kajang dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Dalam dataran tentang hakikat inti dari ajaran yang mereka
percayai cenderung monoteistik.
2. Dalam dataran eksistensi, kehidupan konservatif masyarakat
Amma Toa melai merenggang dengan adanya pengaruh
modernitas, tetapi secara esensial dari nilai-nilai baku ajarannya
tetap dipegang teguh sebagai paradigma dasar kehidupan.
3. Dengan melihat kehidupan masyarakat Amma Toa yang penuh
dengan kesederhanaan hidup dan tidak memisahkan unsur religi
dari kehidupan sosialnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa semakin amju dan berkembangnya suatu masyarakat,
cenderung semakin jauh dari tradisi-tradisi religious, jika
62
-
63
dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat sekuler yang
inspirasi hidup masyarakatnya bersumber dari paradigma yang
sangat materialistic.
B. Saran
1. Peneliti yakin bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan-
kekurangan yang mungkin akan banyak manfaatnya jika pembaca
memberikan masukan-masukan untuk menyempurnakan tulisan
ini.
2. Dari kesimpulan yang telah dipap