studi laboratorium pengaruh injeksi...

19
Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 1 STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI POLIMER CMC-AM TERHADAP PEROLEHAN MINYAK Oleh Gabriela Crystina Parera * Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar D.E.A. ** Sari Injeksi larutan polimer merupakan salah satu metode enhanced oil recovery yang dapat meningkatkan faktor perolehan minyak. Penambahan polimer akan mengurangi mobilitas air sehingga aliran air tidak akan mendahului aliran minyak dan sweep efficiency akan meningkat. CMC-AM dipertimbangkan sebagai alternatif polimer untuk injeksi karena terbuat dari bahan yang banyak terdapat di Indonesia. Polimer ini berbahan dasar akrilamida dan juga selulosa yang berasal dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Studi laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan reologi dan kinerja biopolimer CMC-AM dalam meningkatkan faktor perolehan minyak dengan injeksi air serta polimer komersil berjenis HPAM. Pengukuran reologi menunjukkan bahwa CMC-AM merupakan fluida Non-Newtonian. Untuk mencapai suatu nilai viskositas tertentu, CMC-AM membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding HPAM. CMC-AM juga menunjukkan ketahanan terhadap shear rate dan temperatur yang lebih baik baik daripada HPAM. Hasil lain menunjukkan bahwa CMC-AM menunjukkan ketahanan yang lebih baik pada salinitas dibawah 20000 ppm. Aplikasi injeksi larutan polimer dipengaruhi oleh banyaknya channel, ukuran molekul polimer, dan ukuran pori batuan. Untuk core set 1, RF dari proses injeksi air yang sangat rendah kemungkinan disebabkan oleh saturasi air yang tinggi sehingga minyak sulit mengalir. Sementara RF dari core yang diinjeksi CMC-AM sangat tinggi kemungkinan disebabkan oleh keberadaan channel yang tidak dapat disumbat oleh molekul polimer. Untuk core set 3, RF dari core yang diinjeksi air lebih tinggi dibanding core yang diinjeksi polimer kemungkinan juga disebabkan oleh adanya channel. Kata Kunci : Polimer CMC-AM, Shear Rate, Viskositas, Faktor Perolehan Abstract Polymer injection is one of Enhanced Oil Recovery (EOR) methods which can increase recovery factor. Polymer solution will decrease the water mobility so that the possibilities of water flow bypassing the oil flow will be smaller. CMC-AM is considered as an alternative for polymer injection because it is made from material which is widely available in Indonesia. Cellulose of the palm oil empty fruit bunch and acrylamide are used as the polymer raw material. The main purpose of the laboratory study is to investigate performance of biopolymer CMC-AM in improving recovery factor by comparing its rheology and recovery factor (RF) results with water flooding and a widely used polymer type, HPAM. Rheology observation shows that CMC-AM behaves as non-Newtonian fluid. Compared with concentration of HPAM solution, higher CMC-AM concentration is needed to reach certain viscosity value. Observation results show that CMC-AM has better resistance towards temperature and shear rate than HPAM. CMC-AM also has better resistance than HPAM at salinity below 20,000 ppm. Applicability of polymer flooding depends on channels within the reservoir, size of polymer molecules, and pore size of the rock. From core set 1 analysis, very low RF obtained from water injected core might be due to high water saturation which inhibits oil to flow. While very high RF obtained from CMC-AM injected core might be caused by channels within the core that couldn’t be plugged by polymer molecules. From core set 3 analysis, highest RF obtained by water injected core might be caused by channels within the core. Keywords : Polymer CMC-AM, Shear Rate, Viscosity, Recovery Factor *)Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB **)Pembimbing/Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB

Upload: duongnhi

Post on 11-May-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 1

STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI POLIMER CMC-AM TERHADAP

PEROLEHAN MINYAK

Oleh

Gabriela Crystina Parera *

Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar D.E.A. **

Sari

Injeksi larutan polimer merupakan salah satu metode enhanced oil recovery yang dapat meningkatkan faktor

perolehan minyak. Penambahan polimer akan mengurangi mobilitas air sehingga aliran air tidak akan

mendahului aliran minyak dan sweep efficiency akan meningkat. CMC-AM dipertimbangkan sebagai alternatif

polimer untuk injeksi karena terbuat dari bahan yang banyak terdapat di Indonesia. Polimer ini berbahan dasar

akrilamida dan juga selulosa yang berasal dari limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

Studi laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan reologi dan kinerja biopolimer CMC-AM

dalam meningkatkan faktor perolehan minyak dengan injeksi air serta polimer komersil berjenis HPAM.

Pengukuran reologi menunjukkan bahwa CMC-AM merupakan fluida Non-Newtonian. Untuk mencapai suatu

nilai viskositas tertentu, CMC-AM membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding HPAM. CMC-AM

juga menunjukkan ketahanan terhadap shear rate dan temperatur yang lebih baik baik daripada HPAM. Hasil

lain menunjukkan bahwa CMC-AM menunjukkan ketahanan yang lebih baik pada salinitas dibawah 20000

ppm. Aplikasi injeksi larutan polimer dipengaruhi oleh banyaknya channel, ukuran molekul polimer, dan ukuran

pori batuan. Untuk core set 1, RF dari proses injeksi air yang sangat rendah kemungkinan disebabkan oleh

saturasi air yang tinggi sehingga minyak sulit mengalir. Sementara RF dari core yang diinjeksi CMC-AM sangat

tinggi kemungkinan disebabkan oleh keberadaan channel yang tidak dapat disumbat oleh molekul polimer.

Untuk core set 3, RF dari core yang diinjeksi air lebih tinggi dibanding core yang diinjeksi polimer

kemungkinan juga disebabkan oleh adanya channel.

Kata Kunci : Polimer CMC-AM, Shear Rate, Viskositas, Faktor Perolehan

Abstract

Polymer injection is one of Enhanced Oil Recovery (EOR) methods which can increase recovery factor.

Polymer solution will decrease the water mobility so that the possibilities of water flow bypassing the oil flow

will be smaller. CMC-AM is considered as an alternative for polymer injection because it is made from material

which is widely available in Indonesia. Cellulose of the palm oil empty fruit bunch and acrylamide are used as

the polymer raw material.

The main purpose of the laboratory study is to investigate performance of biopolymer CMC-AM in improving

recovery factor by comparing its rheology and recovery factor (RF) results with water flooding and a widely

used polymer type, HPAM.

Rheology observation shows that CMC-AM behaves as non-Newtonian fluid. Compared with concentration of

HPAM solution, higher CMC-AM concentration is needed to reach certain viscosity value. Observation results

show that CMC-AM has better resistance towards temperature and shear rate than HPAM. CMC-AM also has

better resistance than HPAM at salinity below 20,000 ppm. Applicability of polymer flooding depends on

channels within the reservoir, size of polymer molecules, and pore size of the rock. From core set 1 analysis,

very low RF obtained from water injected core might be due to high water saturation which inhibits oil to flow.

While very high RF obtained from CMC-AM injected core might be caused by channels within the core that

couldn’t be plugged by polymer molecules. From core set 3 analysis, highest RF obtained by water injected core

might be caused by channels within the core.

Keywords : Polymer CMC-AM, Shear Rate, Viscosity, Recovery Factor

*)Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB

**)Pembimbing/Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB

Page 2: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 122060

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Teknologi dan metode yang dapat meningkatkan

perolehan minyak terus dikembangkan untuk

semakin meningkatkan produksi namun

biaya pengeluaran yang ekonomis. Injeksi larutan

polimer merupakan salah satu metode enhanced oil

recovery yang dapat meningkatkan faktor

perolehan minyak. Aplikasi dari injeksi polimer di

Indonesia saat ini masih bergantung pada

penggunaan bahan polimer buatan luar negeri.

Oleh karena itu dilakukan studi laboratorium untuk

pengembangan jenis polimer yang dapat diproduksi

di dalam negeri dan dengan bahan yang relatif

mudah didapat sehingga dapat menekan biaya

pengeluaran untuk proses injeksi.

1.2 Tujuan

Studi laboratorium ini bertujuan untuk meng

kinerja biopolimer CMC-AM dalam meningkatkan

faktor perolehan minyak dan perbandingannya

dengan injeksi air serta polimer pembanding yang

dijual secara komersil.

1.3 Pembatasan Masalah

Studi laboratorium ini meliputi pengukuran reologi

polimer pada berbagai salinitas dan konsentrasi

untuk mengetahui karakter polimer yang diuji,

namun hanya mengaplikasikan

konsentrasi masing-masing jenis polimer

proses injeksi satu dimensi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer CMC - AM

Polimer CMC – AM merupakan polimer yang diuji

reologi dan hasil perolehan minyaknya. Polimer ini

berbahan dasar akrilamida dan selulosa yang

berasal dari limbah tandan kosong kelapa sawit

(TKKS). Tahap awal proses pembuatan polimer ini

yaitu prosedur sintesis karboksimetil selulosa

(CMC) meliputi alkalinasi dan eterifikasi.

Selanjutnya dilakukan kopolimerisasi

CMC dengan poliakrilamida.

, 12206090, Semester 1 – 2010/2011

dan metode yang dapat meningkatkan

terus dikembangkan untuk

semakin meningkatkan produksi namun dengan

Injeksi larutan

enhanced oil

yang dapat meningkatkan faktor

njeksi polimer di

Indonesia saat ini masih bergantung pada

penggunaan bahan polimer buatan luar negeri.

dilakukan studi laboratorium untuk

pengembangan jenis polimer yang dapat diproduksi

di dalam negeri dan dengan bahan yang relatif

didapat sehingga dapat menekan biaya

Studi laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui

AM dalam meningkatkan

an perbandingannya

pembanding yang

meliputi pengukuran reologi

polimer pada berbagai salinitas dan konsentrasi

untuk mengetahui karakter polimer yang diuji,

satu nilai

masing jenis polimer pada

AM merupakan polimer yang diuji

reologi dan hasil perolehan minyaknya. Polimer ini

selulosa yang

berasal dari limbah tandan kosong kelapa sawit

. Tahap awal proses pembuatan polimer ini

yaitu prosedur sintesis karboksimetil selulosa

(CMC) meliputi alkalinasi dan eterifikasi.

Selanjutnya dilakukan kopolimerisasi graft antara

CMC memiliki kelebihan antara lain

terdegradasi akibat temperatur, salinitas, dan

rate yang tinggi. Selain itu polimer ini juga

ekonomis karena harganya yang relatif murah.

Kekurangannya, untuk mencapai viskositas

tinggi diperlukan larutan CMC dengan konsentrasi

yang besar.

Gambar 2.1 Struktur molekul CMC

Poliakrilamida banyak digunakan dalam proses

polymer flooding karena viskositas yang besar dan

harga yg relatif murah. Poliakrilamida dihidrolisis

untuk menghasilkan hydrolyzed partial

polyacrylamide (HPAM). Proses

meningkatkan nilai viskositas dan volume

hidrodinamiknya. Kelemahan HPAM adalah

mudah terdegradasi karena temperatur,

dan salinitas yang tinggi.

Gambar 2.2 Struktur molekul akrilamida

Gambar 2.3 Struktur molekul HPAM

Diharapkan penggunaan CMC yang berasal dari

TKKS dan akrilamida dalam pembuatan

CMC-AM akan menghasilkan polimer yang

memiliki ketahanan yang tinggi terhadap salinitas,

temperatur, dan shear rate, sekaligus memiliki nilai

keekonomian yang tinggi dan dapat mengatasi

permasalahan banyaknya limbah TKKS

2

CMC memiliki kelebihan antara lain tidak mudah

temperatur, salinitas, dan shear

Selain itu polimer ini juga

ekonomis karena harganya yang relatif murah.

untuk mencapai viskositas yang

tinggi diperlukan larutan CMC dengan konsentrasi

Struktur molekul CMC

Poliakrilamida banyak digunakan dalam proses

karena viskositas yang besar dan

harga yg relatif murah. Poliakrilamida dihidrolisis

hydrolyzed partial

(HPAM). Proses ini akan

skositas dan volume

hidrodinamiknya. Kelemahan HPAM adalah

adasi karena temperatur, shear rate,

Struktur molekul akrilamida

Struktur molekul HPAM

yang berasal dari

dan akrilamida dalam pembuatan polimer

AM akan menghasilkan polimer yang

memiliki ketahanan yang tinggi terhadap salinitas,

temperatur, dan shear rate, sekaligus memiliki nilai

keekonomian yang tinggi dan dapat mengatasi

TKKS.

Page 3: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3

2.2 Reologi

Reologi merupakan perilaku aliran dari suatu

material yang mendapatkan gaya tertentu. Larutan

polimer merupakan jenis fluida non-Newtonian.

Pada fluida jenis ini, shear rate tidak berhubungan

secara linear terhadap shear stress yang dialami.

Viskositas polimer akan menurun seiring dengan

kenaikan temperatur, salinitas, dan shear rate.

Gambar 2.4 Kurva hubunganshear rate–shear

stress

2.3 Injeksi Larutan Polimer

Injeksi larutan polimer ke dalam reservoir baik

untuk diaplikasikan pada reservoir heterogen. Profil

injeksi yang tidak stabil pada reservoir heterogen

disebabkan oleh adanya rekahan dan permeabilitas

yang bervariasi. Dengan penambahan polimer,

mobilitas air dapat dikontrol sehingga aliran air

yang seringkali mendahului aliran minyak akan

lebih berkurang. Molekul polimer yang berukuran

besar akan mampu menyumbat channel sehingga

efisiensi penyapuan maupun displacement akan

meningkat. Faktor perolehan minyak menjadi lebih

tinggi dibanding proses injeksi air tanpa polimer.

III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam studi laboratorium

ini yaitu:

a. Core flood apparatus

b. Redwood viscometer

c. Fann VG viscometer

d. Neraca digital

e. Jangka sorong

f. PVC paralon

g. Pompa vakum

h. Pycnometer

i. Gelas kimia

j. Gelas ukur

k. Penjepit

l. Labu elemeyer dan sumbat

m. Labu elemeyer berisi kapur

n. Oven

3.2 Bahan

a. Pasir kwarsa 35-50 mesh

b. Semen bangunan

c. Air formasi lapangan X

d. Crude oil lapangan X

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Pengukuran Properti Fluida

Densitas diukur dengan menggunakan picnometer

dengan persamaan berikut.

� � ������� ��� – ����� ��������

…..( 4.1 )

Viskositas diukur dengan menggunakan Redwood

Viscometer. Data salinitas brine diperoleh dari

Laboratorium Kualitas Air Fakultas Teknik Sipil

dan Lingkungan (FTSL) ITB.

4.2 Pengukuran Reologi Polimer

Reologi polimer diukur dengan menggunakan Fann

VG viscometer pada suhu dan salinitas yang

bervariasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

ketahanan polimer terhadap salinitas dan

temperatur. Langkah-langkah pengukuran yaitu

sebagai berikut.

1. Larutan polimer berbagai konsentrasi dan

salinitas disiapkan untuk diukur

reologinya.

2. Pemanas dinyalakan hingga mencapai

temperatur yang diinginkan.

3. Masukkan polimer ke dalam cup.

4. Rotor dinyalakan dengan kecepatan

meningkat mulai dari RPM 100, 200, 300,

hingga 600. Masing-masing dial reading

dicatat.

5. Alat dimatikan beberapa saat.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

0 500 1000 1500Shea

r S

tres

s (

dyn

e/cm

²)

Shear Rate (1/s)

Page 4: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 4

6. Rotor dinyalakan dengan kecepatan

menurun mulai dari RPM 600, 300, 200,

hingga 100. Masing-masing dial reading

dicatat.

Perhitungan viskositas menggunakan persamaan

berikut.

�� � �.���� ���.��� � …………………..……….(4.2)

Keterangan:

µa = apparent viscosity (cP)

θN = dial reading at N RPM

N = kecepatan rotor (RPM)

�! � "#�� $ "%�� ………………..………(4.3)

Keterangan:

µp = plastic viscosity (cP)

θ600 = dial reading pada 600 RPM

θ300 = dial reading pada 300 RPM

4.3 Pembuatan Core Buatan

Karena tidak tersedianya core asli dari lapangan X,

maka dipakai core buatan dari campuran semen

sebanyak 20% berat dan pasir sebanyak 80% berat.

Core buatan yang digunakan adalah core dengan

porositas mendekati porositas reservoir lapangan X.

Langkah-langkah pembuatan core yaitu sebagai

berikut.

1. Pasir dibersihkan dan dikeringkan dengan

oven.

2. Cetakan core dari pipa paralon diameter 1

inch disiapkan.

3. Bagian dalam pipa dilapisi dengan grease.

4. Pasir dan semen dicampur sambil

ditambahkan air sedikit demi sedikit

hingga campuran menjadi sedikit basah.

5. Campuran dicetak ke dalam cetakan dari

pipa dengan cara dipadatkan.

6. Setelah dikeringkan selama 2 hari, core

dikeluarkan dari cetakan.

7. Ujung-ujung core diratakan kemudian

core dimasukkan ke dalam oven.

8. Dimensi core diukur dan ditimbang berat

keringnya.

Porositas dihitung dengan menggunakan

persamaan-persamaan berikut.

Ø � �� � �'(���)(� �'(� * 100 % …………….…...( 4.4)

.!/01 ���2�23 4 ��� ��

5� �� ………………...( 4.5)

.6789 � :�;<� =� …………...…………..... (4.6 )

4.4 Penjenuhan Core dengan Brine

Langkah-langkah penjenuhan core dengan brine

yaitu sebagai berikut.

1. Core dijenuhkan dengan brine lapangan X

selama kurang lebih 24 jam sambil

menggunakan pompa vakum.

2. Berat basah core dicatat.

4.5 Pendesakan Core dengan Minyak

Proses pendesakan berlangsung pada suhu 55°C

sesuai dengan data lapangan X. Minyak lapangan X

diinjeksikan ke dalam core menggunakan core

flood apparatus. Proses ini menggambarkan migrasi

minyak dalam reservoir. Saturasi brine yang tersisa

didalam core merupakan Saturation Water Connate

(Swc).

4.6 Injeksi Air dan Larutan Polimer

Pendesakan minyak oleh air dan larutan polimer

berlangsung secara satu dimensi. Prosedur injeksi

air dan larutan polimer yaitu sebagai berikut.

1. Injeksi air dilakukan terhadap core A, 1,

dan 5. Air diinjeksi dengan laju injeksi 0,5

– 0,6 ml/menit sebanyak 3 PV.

2. Injeksi larutan polimer Hybo 1000 ppm

dilakukan terhadap core D, 2, dan 7

sebanyak 0,5 PV dengan laju injeksi 0,5 –

0,6 ml/menit. Setelah itu dilanjutkan

dengan injeksi air sebanyak 3 PV dengan

laju injeksi 0,5 - 0,6 ml/menit.

3. Injeksi larutan polimer CMC – AM 5000

ppm dilakukan terhadap core D, 2, dan 7

sebanyak 0,5 PV dengan laju injeksi 0,5 –

0,6 ml/menit. Setelah itu dilanjutkan

dengan injeksi air sebanyak 3 PV dengan

laju injeksi 0,5 - 0,6 ml/menit.

4. Selama proses injeksi, digunakan

confining pressure di bagian samping core

sebesar 160 psi. Hal ini merepresentasikan

tekanan overburden di reservoir dan

menghindari adanya aliran kea rah luar

Page 5: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 122060

core. Volume minyak yang tertampung

selama proses injeksi diukur sebagai

volume minyak yang terproduksi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengamatan Reologi Polimer

Percobaan ini membandingkan reologi polimer

CMC-AM dengan polimer HPAM, serta

membandingkan recovery factor yang dihasilkan

keduanya dengan injeksi air. CMC

menggunakan perbandingan massa CMC dan AM

sebesar 1:4.

Fluida ρ (gr/ml)

Brine 0.997

Oil 0.915

Tabel 5.1Properti fluida pada temperatur 55°C

Pada pengukuran reologi, digunakan empat larutan,

yaitu CMC-AM dengan perbandingan

dan HPAM dengan konsentrasi 500, 1000, dan

1500 ppm. Pengukuran awal dimulai dari

kecepatan rotor yang rendah lalu meningkat hingga

kecepatan paling tinggi (RPM 600). Lalu untuk

pengukuran kedua dilakukan prosedur sebaliknya.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan

polimer terhadap shear rate yang tingg

pengamatan menunjukkan bahwa kedua polimer

memiliki nilai viskositas yang relatif tidak berubah

pada kedua pengukuran, Dapat disimpulkan bahwa

polimer tahan terhadap shear rate yang tinggi.

Gambar 5.1 Hubungan shear rate

viskositas CMC-AM 5000 ppm pada

ppm

0

5

10

15

20

0 500 1000Viskositas

(cP)Shear rate (1/s)

72 F 100 F 150 F

, 12206090, Semester 1 – 2010/2011

core. Volume minyak yang tertampung

selama proses injeksi diukur sebagai

volume minyak yang terproduksi.

Percobaan ini membandingkan reologi polimer

AM dengan polimer HPAM, serta

yang dihasilkan

keduanya dengan injeksi air. CMC-AM

menggunakan perbandingan massa CMC dan AM

µ (cP)

0.523

15.092

Properti fluida pada temperatur 55°C

Pada pengukuran reologi, digunakan empat larutan,

dengan perbandingan 5000 ppm,

dan HPAM dengan konsentrasi 500, 1000, dan

Pengukuran awal dimulai dari

kecepatan rotor yang rendah lalu meningkat hingga

kecepatan paling tinggi (RPM 600). Lalu untuk

pengukuran kedua dilakukan prosedur sebaliknya.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan

polimer terhadap shear rate yang tinggi. Hasil

kedua polimer

memiliki nilai viskositas yang relatif tidak berubah

pada kedua pengukuran, Dapat disimpulkan bahwa

yang tinggi.

shear rate dengan

pada salinitas 0

Gambar 5.2 Hubungan shear rate

viskositas HPAM 500 ppm pada salinitas 0 ppm

Gambar 5.3 Hubungan shear rate

viskositas HPAM 1000 ppm pada salinitas 0 ppm

1500

192 F

0

2

4

6

8

10

12

0 500 1000

Viskositas

(cP)Shear rate (1/s)

72 F 100 F 150 F

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

24

0 500 1000Viskositas

(cP)Shear rate (1/s)

73 F 100 F 150 F

5

shear rate dengan

pada salinitas 0 ppm

shear rate dengan

pada salinitas 0 ppm

1000 1500

150 F 180 F

1000 1500

150 F 180 F

Page 6: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 122060

Gambar 5.4 Hubungan shear rate

viskositas HPAM 1500 ppm salinitas 0 ppm

Gambar 5.5 Perbandingan viskositas polimer

terhadap shear rate pada salinitas 0 ppm

temperatur 150 °F

Kenaikan shear rate menyebabkan penurunan

viskositas pada kedua jenis polimer. Hal ini terjadi

karena gaya mekanik menyebabkan degradasi pada

polimer. Analisis pengaruh kenaikan shear rate

menunjukkan bahwa penurunan viskositas

AM lebih rendah dibanding HPAM. Dapat

disimpulkan bahwa CMC-AM memiliki ketahanan

yang lebih baik dari HPAM terhadap kenaikan

shear rate. Untuk HPAM, semakin tinggi

konsentrasi larutan, maka viskositas juga semakin

besar. Untuk mencapai nilai viskositas yang sama

dibutuhkan konsentrasi CMC-AM yang jauh lebih

besar dibanding HPAM.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 500 1000Viskositas

(cP) Shear rate (1/s)

73 F 100 F 150 F

0

5

10

15

20

25

30

0 500Viskositas

(cP)Shear rate (1/s)

CMC-AM 5000 ppm HPAM 1000 ppm

HPAM 500 ppm HPAM 1500 ppm

, 12206090, Semester 1 – 2010/2011

shear rate dengan

viskositas HPAM 1500 ppm salinitas 0 ppm

Perbandingan viskositas polimer

pada salinitas 0 ppm,

Kenaikan shear rate menyebabkan penurunan

. Hal ini terjadi

degradasi pada

polimer. Analisis pengaruh kenaikan shear rate

enurunan viskositas CMC-

AM lebih rendah dibanding HPAM. Dapat

AM memiliki ketahanan

i HPAM terhadap kenaikan

Untuk HPAM, semakin tinggi

viskositas juga semakin

besar. Untuk mencapai nilai viskositas yang sama

AM yang jauh lebih

Gambar 5.6 Hubungan viskositas

temperatur CMC–AM 5000 ppm pada salinitas

ppm

Gambar 5.7 Hubungan viskositas dengan

temperatur HPAM 1000 ppm pada salinitas 0 ppm

Gambar 5.8 Perbandingan viskositas

RPM 600 (shear rate 1022,4 1/s) terhadap

temperatur pada salinitas 0 ppm

1500

180 F

1000

HPAM 1000 ppm

HPAM 1500 ppm

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0 50 100Viskositas

(cP)Temperatur (F)

RPM 100 RPM 200

RPM 300 RPM 600

0

5

10

15

20

25

0 50 100Viskositas

(cP)Temperatur (F)

RPM 100 RPM 200

RPM 300 RPM 600

0

10

20

30

0 50 100Viskositas

(cP)Temperatur (F)

HPAM 1500 ppm HPAM 500 ppm

HPAM 1000 ppm CMC

6

iskositas dengan

ppm pada salinitas 0

Hubungan viskositas dengan

temperatur HPAM 1000 ppm pada salinitas 0 ppm

Perbandingan viskositas polimer di

1/s) terhadap

pada salinitas 0 ppm

150 200

RPM 200

RPM 600

150 200

RPM 200

RPM 600

150 200

HPAM 500 ppm

CMC-AM 5000 ppm

Page 7: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 122060

Analisis pengaruh temperatur terhadap reologi

polimer menunjukkan bahwa kedua polimer

memiliki ketahanan yang tidak jauh berbeda dilihat

dari hasil pengukuran reologi. Kedua polimer

memiliki trend penurunan viskositas yang relatif

sama.

Gambar 5.9 Perbandingan viskositas polimer di

RPM 300 (shear rate 511,2 1/s) terhadap salinitas

Pengukuran reologi pada berbagai salinitas larutan

juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh

salinitas terhadap kedua polimer. Salinitas yang

digunakan pada studi ini yaitu NaCl. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pada nilai

salinitas dibawah 20.000 ppm, CMC-AM memiliki

ketahanan yang jauh lebih baik dibanding HPAM,

terlihat dari nilai viskositasnya. Sementara HPAM

mengalami penurunan viskositas yang signifikan

pada salinitas yang rendah.

5.2 Pengamatan Hasil Core Flooding

Set Core Injeksi φ

1 A Air 3 PV 0.198

2 1 Air 3 PV 0.299

3 5 Air 3 PV 0.322

1 D HPAM 0,5 PV

+ air 3 PV

0.185

2 2 HPAM 0,5 PV

+ air 3 PV

0.313

3 7 HPAM 0,5 PV

+ air 3 PV

0.316

0

5

10

15

20

0 10000 20000 30000Viskositas

(cP)salinitas (ppm)

CMC-AM 5000 ppm, 74 F CMC-AM 5000 ppm, 180 F

HPAM 1000 ppm, 74 F HPAM 1000 ppm, 180 F

, 12206090, Semester 1 – 2010/2011

Analisis pengaruh temperatur terhadap reologi

polimer menunjukkan bahwa kedua polimer

memiliki ketahanan yang tidak jauh berbeda dilihat

dari hasil pengukuran reologi. Kedua polimer

n viskositas yang relatif

Perbandingan viskositas polimer di

1/s) terhadap salinitas

Pengukuran reologi pada berbagai salinitas larutan

juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh

salinitas terhadap kedua polimer. Salinitas yang

digunakan pada studi ini yaitu NaCl. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pada nilai

AM memiliki

ketahanan yang jauh lebih baik dibanding HPAM,

terlihat dari nilai viskositasnya. Sementara HPAM

mengalami penurunan viskositas yang signifikan

Swc RF

(%)

0.787 18.75

0.357 35.71

0.336 51.73

0.375 62.00

0.319 50.71

0.383 28.42

Set Core Injeksi φ

1 K CMC 0,5 PV +

air 3 PV

0.25

2 11 CMC 0,5 PV +

air 3 PV

0.3

3 9 CMC 0,5 PV +

air 3 PV

0.326

Tabel 5.1 Properti dan recovery factor

dihasilkan oleh core

Gambar 5.10 Perbandingan recovery factor

yang dihasilkan oleh core

Pada prosedur injeksi air dan larutan polimer ke

dalam core, akan dibandingkan RF yang dihasilkan

oleh injeksi air, HPAM 1000 ppm, dan CMC

5000 ppm. Secara teoritis, larutan polimer akan

mendorong minyak dan aliran air tidak akan

mendahului aliran minyak apabila rasio mobilitas

≤ 1. Namun dikarenakan tidak tersedianya data

permeabilitas, pemilihan konsentrasi polimer

menggunakan pendekatan viscosity r

menggunakan larutan polimer yang viskositasnya

tidak jauh berbeda dengan viskositas minyak,

diharapkan dapat meminimalkan terjadinya

channeling.

Pada proses produksi minyak di lapangan, produksi

akan dilakukan secara alami tanpa adanya injeksi

ke dalam reservoir. Proses injeksi air tidak

dilakukan sebelum injeksi larutan polimer seperti

pada aplikasi di lapangan. Hal ini dikarenakan studi

30000 40000

AM 5000 ppm, 180 F

HPAM 1000 ppm, 180 F

18.75%

35.71%

62.00%

50.71%

79.09%

50.47%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Set core 1 Set core 2

Injeksi air 3 PV

HPAM 0,5 PV diikuti air 3 PV

CMC-AM 0,5 PV diikuti air 3 PV

A

D

K

1

2

11

7

φ Swc RF

(%)

0.25 0.503 79.09

0.3 0.163 50.47

0.326 0.322 36.25

recovery factor (RF) yang

dihasilkan oleh core

recovery factor (RF)

yang dihasilkan oleh core

Pada prosedur injeksi air dan larutan polimer ke

dalam core, akan dibandingkan RF yang dihasilkan

oleh injeksi air, HPAM 1000 ppm, dan CMC-AM

Secara teoritis, larutan polimer akan

mendorong minyak dan aliran air tidak akan

mendahului aliran minyak apabila rasio mobilitas

tersedianya data

pemilihan konsentrasi polimer

viscosity ratio. Dengan

menggunakan larutan polimer yang viskositasnya

tidak jauh berbeda dengan viskositas minyak,

diharapkan dapat meminimalkan terjadinya

Pada proses produksi minyak di lapangan, produksi

akan dilakukan secara alami tanpa adanya injeksi

ke dalam reservoir. Proses injeksi air tidak

dilakukan sebelum injeksi larutan polimer seperti

pada aplikasi di lapangan. Hal ini dikarenakan studi

51.73%

28.42%

50.47%36.25%

Set core 3

HPAM 0,5 PV diikuti air 3 PV

AM 0,5 PV diikuti air 3 PV

5

7

9

Page 8: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 8

ini bertujuan untuk mengetahui kinerja polimer

secara umum dan agar dapat membandingkan

secara setara dengan injeksi air. Dalam studi ini

injeksi polimer dapat dianggap sebagai proses

secondary oil recovery seperti injeksi air.

Prosedur pendesakan menggunakan 3 set core

buatan yang dikelompokkan berdasarkan kemiripan

nilai porositas. Semua core yang dibuat dengan

prosedur, kandungan semen, dan ukuran butir yang

sama.

Terdapat kesulitan pada saat pengamatan volume

fluida yang terproduksikan di dalam gelas ukur.

Minyak tidak langsung terpisah dan menempel di

dinding gelas ukur.berada di atas air. Hal ini

dikarenakan tegangan antarmuka yang tinggi.

Hasil percobaan menunjukkan untuk core set 3,

core yang diinjeksi oleh air (core 5) menghasilkan

RF yang paling tinggi dibanding core yang

diinjeksi. Hal ini diduga disebabkan core 5

memiliki banyak channel/gerowong sehingga

minyak lebih mudah terproduksi. Untuk core set 2

dan 3, polimer yang diinjeksi oleh CMC-AM dan

HPAM menghasilkan RF yang lebih tinggi

dibanding dengan water flooding. Pada set core 2,

RF dari core yang diinjeksi HPAM (core 2) sedikit

lebih tinggi dari CMC-AM. Pada set core 3, core

yang diinjeksi CMC-AM menghasilkan RF sangat

tinggi, mencapai 79%. Pada core set 1, core A yang

diinjeksi menghasilkan RF yang jauh lebih kecil

dari core lainnya, yaitu 18.75%. Hal ini diduga

disebabkan nilai Swc yang jauh lebih besar

dibanding core lain sehingga minyak menjadi lebih

sulit mengalir. Beberapa core terlebih dahulu

memproduksi air sebelum akhirnya

memproduksikan minyak. Hal ini disebabkan

polimer tidak mampu menyumbat channel di dalam

core sehingga terjadi breakthrough (aliran air

menembus lapisan minyak). Dapat dikatakan

bahwa banyaknya channel, ukuran pori, dan ukuran

molekul polimer di dalam core sangat

mempengaruhi nilai RF yang dihasilkan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pengukuran reologi menunjukkan bahwa

CMC-AM merupakan fluida non-

Newtonian yang viskositasnya menurun

seiring kenaikan shear rate.

2. Untuk mencapai suatu nilai viskositas,

CMC-AM membutuhkan konsentrasi yang

lebih tinggi dibanding HPAM.

3. CMC-AM menunjukkan ketahanan

terhadar shear rate yang lebih baik baik

daripada HPAM.

4. CMC-AM menunjukkan ketahanan

terhadap temperatur yang relatif sama

dengan HPAM.

5. CMC-AM menunjukkan ketahanan yang

lebih baik daripada HPAM pada salinitas

dibawah 20000 ppm.

6. Untuk core set 1, RF dari proses injeksi air

yang sangat rendah kemungkinan

disebabkan oleh saturasi air yang tinggi

sehingga minyak sulit mengalir.

Sementara RF dari core yang diinjeksi

CMC-AM sangat tinggi kemungkinan

disebabkan oleh keberadaan channel yang

tidak dapat disumbat oleh molekul

polimer. Untuk core set 3, RF dari core

yang diinjeksi air lebih tinggi dibanding

core yang diinjeksi polimer kemungkinan

juga disebabkan oleh adanya channel.

7. Perolehan minyak pada aplikasi injeksi

larutan polimer dipengaruhi oleh

banyaknya channel, ukuran polimer, dan

ukuran pori batuan.

5.2 Saran

1. Diperlukan percobaan core flooding

menggunakan CMC-AM dengan

konsentrasi dan salinitas brine yang

berbeda untuk analisis lebih lanjut.

2. Diperlukan penggunaan core yang bersifat

heterogen untuk mengetahui kinerja

polimer CMC-AM dalam meningkatkan

sweep efficiency.

3. Diperlukan pengukuran permeabilitas core

untuk memperkirakan shear rate dan

viskositas efektif polimer di dalam media

berpori saat proses core flooding

berlangsung.

4. Perlu dianalisis mengenai ada tidaknya

reaksi antara polimer dengan batuan

reservoir dan minyak.

5. Diperlukan analisis keekonomian lebih

lanjut untuk mengetahui peluang aplikasi

injeksi polimer CMC-AM di lapangan

minyak.

Page 9: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Asghari, K., and Nakutnyy, P. : “Experimental

Results of Polymer Flooding of Heavy Oil

Reservoirs”, University of Regina, 2008. Paper

2008-189 presented at the Canadian

International Petroleum Conference, Calgary,

Alberta, Canada, 17-19 June.

2. Dong, M., and Wang, J. : “A Laboratory Study

of Polymer Flooding for Improving Heavy Oil

Recovery”, University of Regina, 2007. Paper

2007-178 presented at the Petroleum Society’s

8th

Canadian International Petroleum

Conference, Calgary, Alberta, Canada, 12-15

June.

3. Forniciov, E., Mannhardt, K., and Novosad, J. :

“Polymer Flooding in Stratified Cores”,

Petroleum Recovery Institute, 1984. Paper 84-

35-42 presented at the 35th Annual Technical

Meeting of the Petroleum Society of CIM,

Calgary, Alberta, Canada, 10-13 June.

4. Permadi, A.K : “Diktat Teknik Reservoir I”,

Departemen Teknik Perminyakan ITB, 2004.

5. Siregar, S. : “Teknik Peningkatan Perolehan”,

DepartemenTeknik Perminyakan ITB, 2000.

6. Urbissinova, T.S., Trivedi, J., and Kuru, E. :

“Effect of Elasticity During Viscoelastic

Polymer Flooding : A Possible Mechanism of

Increasing the Sweep Efficiency”, University of

Alberta, 2010. Paper SPE 133471 presented at

the Western North America Regional Meeting,

Anaheim, California, 26-30 May.

Page 10: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 10

Lampiran A Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Untuk Reologi Polimer

> � 1,704 B CDE

F � 5,077 B HIJK LMJHINO

µ � PQ B 100

Keterangan:

> � RSMJL LJTM U1 RV W

F � RSMJL XYLZM [H\NM Z]^V _ µ � J``JLMNT aIRZYRIT\ �ZD�

A.1 CMC-AM 5000 ppm, salinitas 0 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(rpm)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 19,0 1022,4 96,463 9,4350

300 12,0 511,2 60,924 11,9178

200 9,0 340,8 45,693 13,4076

100 6,0 170,4 30,462 17,8768

T = 100 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 13,0 1022,4 66,001 6,4555

300 7,5 511,2 38,077 7,4487

200 5,5 340,8 27,924 8,1935

100 3,5 170,4 17,770 10,4281

T = 150 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 9,5 1022,4 48,232 4,7175

300 5,5 511,2 27,924 5,4623

200 4,0 340,8 20,308 5,9589

100 2,5 170,4 12,693 7,4487

Page 11: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 11

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 9,0 1022,4 45,693 4,4692

300 5,5 511,2 27,924 5,4623

200 4,0 340,8 20,308 5,9589

100 2,5 170,4 12,693 7,4487

A.2 CMC-AM 5000 ppm, salinitas 15.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 18,5 1022,4 93,925 9,1867

300 11,0 511,2 55,847 10,9247

200 8,0 340,8 40,616 11,9178

100 5,0 170,4 25,385 14,8973

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading γ (1/s) ζ(dyne/cm

2) µ (cP)

600 8,0 1022,4 40,616 3,9726

300 4,5 511,2 22,847 4,4692

200 3,5 340,8 17,770 5,2141

100 2,0 170,4 10,154 5,9589

A.3 CMC-AM 5000 ppm, salinitas 20.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 11,5 1022,4 58,386 5,7106

300 6,5 511,2 33,001 6,4555

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 2,5 170,4 12,693 7,4487

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,5 1022,4 22,847 2,2346

300 2,5 511,2 12,693 2,4829

200 2,0 340,8 10,154 2,9795

100 1,0 170,4 5,077 2,9795

Page 12: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 12

A.4 CMC-AM 5000 ppm, salinitas 25.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 13,5 1022,4 68,540 6,7038

300 7,0 511,2 35,539 6,9521

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 3,0 170,4 15,231 8,9384

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 6,0 1022,4 30,462 2,9795

300 3,0 511,2 15,231 2,9795

200 2,5 340,8 12,693 3,7243

100 1,5 170,4 7,616 4,4692

A.5 CMC-AM 5000 ppm, salinitas 30.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 12,0 1022,4 60,924 5,9589

300 6,5 511,2 33,001 6,4555

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 3,0 170,4 15,231 8,9384

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,5 1022,4 22,847 2,2346

300 2,5 511,2 12,693 2,4829

200 2,0 340,8 10,154 2,9795

100 1,0 170,4 5,077 2,9795

Page 13: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 13

A.6 HPAM 500 ppm, salinitas 0 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 11,0 1022,4 55,847 5,4623

300 7,0 511,2 35,539 6,9521

200 5,5 340,8 27,924 8,1935

100 4,0 170,4 20,308 11,9178

T = 100 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 7,5 1022,4 38,078 3,7243

300 5,5 511,2 27,924 5,4623

200 4,5 340,8 22,847 6,7038

100 3,0 170,4 15,231 8,9384

T = 150 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading γ (1/s) ζ(dyne/cm

2) µ (cP)

600 6,0 1022,4 30,462 2,9795

300 4,0 511,2 20,308 3,9726

200 3,5 340,8 17,770 5,2141

100 2,5 170,4 12,693 7,4487

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 5,0 1022,4 25,3850 2,4829

300 3,5 511,2 17,7695 3,4760

200 3,0 340,8 15,2310 4,4692

100 2,0 170,4 10,1540 5,9589

A.7 HPAM 1000 ppm, salinitas 0 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 21,0 1022,4 106,617 10,4281

300 15,0 511,2 76,155 14,8973

200 11,0 340,8 55,847 16,3870

100 8,0 170,4 40,616 23,8357

Page 14: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 14

T = 100 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 16,0 1022,4 81,232 7,9452

300 11,5 511,2 58,386 11,4213

200 9,5 340,8 48,232 14,1524

100 7,5 170,4 38,078 22,3460

T = 150 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading γ (1/s) ζ(dyne/cm

2) µ (cP)

600 12,5 1022,4 63,463 6,2072

300 9,5 511,2 48,232 9,4350

200 8,0 340,8 40,616 11,9178

100 6,0 170,4 30,462 17,8768

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 10,0 1022,4 50,770 4,9658

300 8,5 511,2 43,155 8,4418

200 7,5 340,8 38,078 11,1730

100 5,5 170,4 27,924 16,3870

A.8 HPAM 1000 ppm, salinitas 15.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 8,5 1022,4 43,155 4,2209

300 6,0 511,2 30,462 5,9589

200 5,5 340,8 27,924 8,1935

100 3,5 170,4 17,770 10,4281

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,5 1022,4 22,847 2,2346

300 3,0

511,2 15,231 2,9795

200 2,5 340,8 12,693 3,7243

100 2,0 170,4 10,154 5,9589

Page 15: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 15

A.9 HPAM 1000 ppm, salinitas 20.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 8,5 1022,4 43,155 4,2209

300 6,0 511,2 30,462 5,9589

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 3,5 170,4 17,770 10,4281

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,0 1022,4 20,308 1,9863

300 2,5 511,2 12,693 2,4829

200 2,0 340,8 10,154 2,9795

100 1,5 170,4 7,616 4,4692

A.10 HPAM 1000 ppm, salinitas 25.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 8,0 1022,4 40,616 3,9726

300 6,0 511,2 30,462 5,9589

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 3,5 170,4 17,770 10,4281

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,5 1022,4 22,847 2,2346

300 3,0 511,2 15,231 2,9795

200 2,5 340,8 12,693 3,7243

100 1,5 170,4 7,616 4,4692

Page 16: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 16

A.11 HPAM 1000 ppm, salinitas 30.000 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 7,5 1022,4 38,078 3,7243

300 6,0 511,2 30,462 5,9589

200 5,0 340,8 25,385 7,4487

100 3,0 170,4 15,231 8,9384

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 4,0 1022,4 20,308 1,9863

300 2,5 511,2 12,693 2,4829

200 2,0 340,8 10,154 2,9795

100 1,5 170,4 7,616 4,4692

Page 17: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 17

A.12 HPAM 1500 ppm, salinitas 0 ppm

T = 72 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 33,0 1022,4 167,541 16,3870

300 23,0 511,2 116,771 22,8425

200 19,0 340,8 96,463 28,3049

100 12,5 170,4 63,463 37,2433

T = 100 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 27,0 1022,4 137,079 13,4076

300 19,0 511,2 96,463 18,8699

200 16,0 340,8 81,232 23,8357

100 12,0 170,4 60,924 35,7535

T = 150 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading γ (1/s) ζ(dyne/cm

2) µ (cP)

600 22,0 1022,4 111,694 10,9247

300 15,5 511,2 78,694 15,3939

200 12,5 340,8 63,463 18,6216

100 9,5 170,4 48,232 28,3049

T = 180 °F

Kecepatan rotor

(RPM)

Dial

reading

γ (1/s) ζ(dyne/cm2) µ (cP)

600 20,0 1022,4 101,540 9,9315

300 15,0 511,2 76,155 14,8973

200 13,0 340,8 66,001 19,3665

100 9,5 170,4 48,232 28,3049

Page 18: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 18

Lampiran B Properti Core

Ø � �� � �'(���)(� �'(� * 100 %

.!/01 ���2�23 4 ��� ��

5� ��

.6789 � :�;<b =� )

Set Core Diameter

(cm)

Tinggi

(cm)

Berat

kering (gr)

Berat

basah (gr)

Volume

bulk (cc)

Volume

pori (cc)

Porositas

1 A 2.490 3.880 39.164 42.910 18.894 3.750 0.198

2 1 2.480 4.525 40.225 46.750 21.858 6.532 0.299

3 5 2.582 4.640 42.920 50.740 24.295 7.829 0.322

1 D 2.642 3.952 44.554 48.550 21.658 4.000 0.185

2 2 2.590 3.740 34.300 40.460 19.704 6.167 0.313

3 7 2.600 3.675 34.220 40.370 19.512 6.157 0.316

1 K 2.560 3.440 33.165 37.590 17.706 4.430 0.250

2 11 2.560 3.330 28.460 33.590 17.140 5.136 0.300

3 9 2.575 4.170 38.210 45.280 21.716 7.078 0.326

Page 19: STUDI LABORATORIUM PENGARUH INJEKSI …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-gabriela...Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 3 2.2 Reologi Reologi

Gabriela Crystina Parera, 12206090, Semester 1 – 2010/2011 19

Lampiran C Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Recovery Factor

RF = !ccde

OOIP = Volume minyak awal di dalam core

= Volume brine yang terdesak saat proses pendesakan oleh minyak (cc)

Np = Minyak yang terproduksi (cc)

RF = Faktor perolehan minyak

Set Core Fluida injeksi awal

(volume)

Fluida injeksi

akhir (volume)

OOIP (cc) Np (cc) RF (cc)

1 A Air 3 PV (11,25 cc) 0.8 0.15 0.1875

2 1 Air 3 PV (19,6 cc) 4.2 1.5 0.357143

3 5 Air 3 PV (23,49 cc) 5.2 2.69 0.517308

1 D HPAM 0,5 PV (2 cc) Air 3 PV (12 cc) 2.5 1.55 0.62

2 2 HPAM 0,5 PV (3,08 cc) Air 3 PV (18,5 cc) 4.2 2.13 0.507143

3 7 HPAM 0,5 PV (3,08 cc) Air 3 PV (18,47 cc) 3.8 1.08 0.284211

1 K CMC 0,5 PV (2,21 cc) Air 3 PV (13,29 cc) 2.2 1.74 0.790909

2 11 CMC 0,5 PV (2,57 cc) Air 3 PV (15,41 cc) 4.3 2.17 0.504651

3 9 CMC 0,5 PV (3,54 cc) Air 3 PV (21,23 cc) 4.8 1.74 0.3625