studi kondisi ekosistem terumbu karang dan...

44
1 STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU) Oleh Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko , Dony Apdillah dan Khodijah ABSTRAK Tingginya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumber daya memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin meningkat dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang lestari dan berkelanjutan. Metode dan Analisis Data Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, pengamatan juga dilakukan terhadap mega bentos dan ikan karang. Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu 54,63%, dan didominasi oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja (tabulate). Pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya pesisir, Kabupaten Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Mengingat 95,7% wilayah Provinsi Kepulauan Riau berupa laut, ekonomi kelautan dapat menjadi keunggulan kompetitif menuju Provinsi Kepulauan Riau yang maju, adil-makmur, dan bermartabat. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan

Upload: lythien

Post on 08-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

1

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA

(STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN

BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

Oleh

Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko, Dony Apdillah dan Khodijah

ABSTRAK

Tingginya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumber daya

memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin

meningkat dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu

karang dan biota yang hidup di dalamnya. Tujuan dan Manfaat Kegiatan a)

Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di

ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu

karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang lestari dan berkelanjutan.

Metode dan Analisis Data Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara

pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, pengamatan juga dilakukan terhadap mega

bentos dan ikan karang. Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir

Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup

tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu 54,63%, dan didominasi

oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja

(tabulate).

Pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi

kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen

penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan

pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang

serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan

diminati oleh masyarakat.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya pesisir,

Kabupaten Kepulauan Riau memiliki

potensi sumberdaya yang cukup andal

bila dikelola dengan baik. Perairan ini

memiliki berbagai ekosistem laut yang

merupakan tempat hidup dan memijah

ikan-ikan laut seperti ekosistem

mangrove, lamun dan terumbu karang.

Mengingat 95,7% wilayah Provinsi

Kepulauan Riau berupa laut, ekonomi

kelautan dapat menjadi keunggulan

kompetitif menuju Provinsi Kepulauan

Riau yang maju, adil-makmur, dan

bermartabat.

Ekosistem terumbu karang

merupakan bagian dari ekosistem laut

yang penting karena menjadi sumber

kehidupan bagi beraneka ragam biota

laut. Di dalam ekosistem terumbu

karang ini biasa hidup lebih dari 300

jenis karang, yang terdiri dari sekitar

200 jenis ikan dan berpuluh-puluh

jenis moluska, crustacean, sponge,

alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri,

2000).

Pertambahan penduduk yang

menghuni daerah pesisir, memberikan

tekanan yang serius untuk terumbu

karang. Rendahnya tingkat

pengetahuan dan kesadaran akan

Page 2: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

2

pentingnya fungsi terumbu karang,

ditambah lagi tidak mudahnya mencari

alternatif pekerjaan menambah tekanan

terhadap terumbu karang semakin

tinggi dan kompleks. Cara

pemanfaatan yang tradisionalpun,

misalnya pemakaian bubu dibeberapa

tempat karena dipakai dalam jumlah

yang banyak telah menyebabkan

kerusakan terumbu karang dalam skala

yang relatif luas.

1) Makalah Seminar Penelitian Dosen

FIKP-UMRAH, 2)

Ketua Peneliti, 3)

Anggota Peneliti

Rusaknya terumbu karang

dapat mengakibatkan terganggunya

fungsi-fungsi ekologis terumbu karang

yang sangat penting, yaitu (1)

hilangnya habitat tempat terumbu

karang dapat berkembang dengan baik

didaerah tropis. memijah,

berkembangnya larva (nursery), dan

mencari maka bagi banyak sekali biota

laut yang sebagaian besar mempunyai

nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya

pelindung pulau dari dampak kenaikan

permukaan laut. Jika tidak ada karang

batu yang menghasilkan sedimen

kapur, maka fungsi terumbu karang

sebagai pemecah ombak akan

berkurang karena semakin dalamnya

air sehingga abrasi pantai akan secara

perlahan semakin intensif (Mahmudi,

2003).

Dengan latar belakang dan

permasalahan tersebut maka menarik

untuk dilakukan studi yang bertujuan

untuk melakukan kondisi terumbu

karang Selain itu, dalam penelitian ini

juga mengambarkan dan strategi

pengelolaanya. Adanya data dasar dan

data hasil pemantauan pada masa

mendatang sebagai data pembanding,

dapat dijadikan bahan evaluasi yang

penting bagi keberhasilan penelitian

ini.

Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu

karang di perairan Teluk Bakau

Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan

Riau.

b) Mengetahui penyebab

kerusakan yang terjadi di ekosistem

terumbu karang.

c) Membuat strategi pengelolaan

ekosistem terumbu karang di

Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau secara lestari

dan berkelanjutan

Data-data yang dihasilkan

penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan rujukan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambil

kebijakan pengelola sumberdaya

pesisir dan lautan khusunya ekosistem

terumbu karang oleh Pemerintah

Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan

Riau.

METODOLOGI

Gambaran Umum Wilayah

Secara geografis Kabupaten

Bintan terletak pada 20 00’ Lintang

Utara, 10 20’ Lintang Selatan 104

0 00’

Bujur Timur sebelah Barat,1080 30’

Bujur Timur sebelah Timur, dimana

sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Natuna, sebelah Selatan

berbatasan dengan Kota

Tanjungpinang dan Lingga, sebelah

Timur berbatasan dengan Provinsi

Kalimantan Barat, dan sebelah Barat

berbatasan dengan Kota Batam.

Kabupaten Bintan memiliki

Luas Wilayah 87.717,84 Km2 dimana

luas daratan 1.319,51 Km2 ( 1,49%)

dan luas lautan 86.398,33 Km2

(98,51%), memiliki jumlah pulau 240

Pulau dengan 49 Pulau Berpenghuni

dan 191 pulau tidak berpenghuni.

Page 3: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

3

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada

bulan Oktober - Desember 2008.

diperairan Teluk Bakau Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Lokasi penelitian dapat dilihat pada

(Gambar 3.1), dimana lokasi penelitian

di bagi atas 2 stasiun pengamatan

terdiri dari Stasiun I (Side A) dan

Stasiun II (Side B), setiap stasiun

memiliki 1 titik stasiun.

Data yang dikumpulkan terdiri

atas data primer dan data sekunder.

Kebutuhan data primer biofisik

dilakukan dengan cara metode survei

di lapangan. Kegiatan dilapangan

meliputi survei tentang data sekunder

dan kegiatan wawancara dengan

masyarakat setempat.

Metode dan Analisis Data

Pengamatan terumbu karang

dilakukan dengan cara pengamatan

Snorkelling dan Manta Tow, yaitu

pengamatan dengan menggunakan

perahu dan papan manta yang

berfungsi sebagai tempat mengikat tali

dari perahu ke pengamat. Selain itu

juga berfungsi sebagai tempat menulis

sampel serta contoh gambar dari jenis-

jenis terumbu karang. Peneliti ditarik

oleh perahu dengan tali 12 meter

sepanjang terumbu karang yang telah

disurvei awal. Bila tidak

memungkinkan sebagai alternatif lain

digunakan pelampung agar pengamat

tetap berada di permukaan air untuk

memudahkan dalam melakukan

pengamatan.

Analisis data yang dilakukan

dalam penelitian ini dimana untuk

mencari persentase penutupan terumbu

karang menggunakan rumus menurut

UNEP (1993), yaitu :

Menurut Bachtiar (2001) yang

menyatakan bahwa persentase

penutupan terumbu karang dapat

dibagi menjadi lima kategori, yaitu :

(1) Kategori Sangat Jelek : 0 - 10

%

(2) Kategori Jelek : 11 - 30 %

(3) Kategori Sedang : 31 - 50 %

(4) Kategori Baik : 51 - 75 %

(5) Kategori Sangat Baik : 76 - 100

%

Pantai Teluk Bakau merupakan daerah

wisata pantai yang sering dikunjungi

oleh wisatawan dari manca negara

maupun masyarakat setempat. Pantai

ini memiliki hamparan pasir yang

diselingi dengan ”teresterial rock”

(batuan darat) dengan ukuran yang

besar. Pengambilan dengan metode

Manta Tow yang telah dilakukan

seluruhnya berjumlah 2 stasiun dengan

masing-masing 1 titik stasiun yang

meliputi daerah pesisir Pantai Teluk

Bakau

Hasil pengamatan stasiun I,

periaran teluk bakau dengan pantai

berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi

kelapa dan perdu. Panjang rataan

terumbu sekitar 300 m ke arah laut.

Pada saat pengamatan kondisi perairan

berombak dan berarus dengan jarak

pandang sekitar 10 m. Dasar perairan

terdiri dari pasir dan karang mati yang

ditumbuhi alga (TA) juga terdapat

hamparan padang lamun. Karang

didominasi oleh karang Acropora sp.

dengan bentuk pertumbuhan seperti

Panjang penutupan jenis spesies-i

% Penutupan (C) = x 100%

Total panjang jalur

Page 4: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

4

meja (tabulate), bentuk pertumbuhan

bongkahan (massive), juga karang non-

Acropora yang didominasi oleh

Diploastrea heliopora dan Porites

lutea dengan diameter koloni sekitar 2

m. Karang dengan bentuk

pertumbuhan seperti daun (foliosa)

dijumpai dari jenis Pacyseris rugosa.

Bentuk pertumbuhan seperti jamur

(mushroom) didominasi oleh Fungia

sp.

Kondisi penutupan terumbu

karang di stasiun I rata-rata masih

tergolong baik yaitu 52,83% dimana

jenis Acropora menempati persentase

tertinggi 23,09%. Namun demikian

tingkat kerusakan terumbu karang

sudah mencapai 47,16%. Kondisi ini

tidak boleh didiamkan saja harus

segera ada tindakan yang dapat

mencegah ke arah kerusakan yang

lebih parah lagi.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun I

Tutupan

Karang

Tutupan

Karang

% %

1 Coral Submassive

9.22

Dead coral

algae 32.41

2 Acropora Branching 8.57 Dead coral 14.75

3 Acropora Tabulate 11.85

4 Zoanthids 3.41

5 Ascidians 1.72

6 Coral millepora 2.28

7 Aropora digitate 2.67

8 Coral massive 7.24

9 Coral mushoorm 5.87

Jumlah 52.83 Jumlah 47.16

Pertumbuhan karang umumnya berupa

kelompok-kelompok kecil dengan

bentuk pertumbuhan bercabang

(branching), seperti bongkahan

(massive) dan mengerak (encrusting).

Lereng terumbu landai , dengan jarak

pandang di dalam air (visibility) rata-

rata 5-7 m. Pertumbuhan karang

ditemukan hanya sampai 4 – 10 m,

setelah itu dasar perairan tertutup pasir

dan pecahan karang mati. Pada II

stasiun diperoleh persentasi tutupan

karang hidup antara 1,32 % - 13,02 %

dengan rerata persentase tutupan

karang hidup 54,63 % dengan kategori

baik. Data penutupan terumbu karang

dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun II

Tutupan

Karang

Tutupan

Karang

% %

1 Coral Submassive

10.05

Dead coral

algae 31.44

2 Acropora Branching 5.88 Dead coral 13.92

3 Acropora Tabulate 13.02

Page 5: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

5

4 Zoanthids 3.41

5 Ascidians 1.42

6 Coral millepora 1.32

7 Aropora digitate 5.54

8 Coral massive 6.87

9 Coral mushoorm 7.12

Jumlah 54.63 Jumlah 45.36

Megabentos

Tingginya Coral Mushrom

kelimpahan terutama dijumpai pada

Stasiun II. Kelompok bulu babi

(Diadema setosum) dijumpai dalam

jumlah banyak dimana kelimpahannya

tertinggi dicatat di stasiun II.

Sedangkan Kima (Giant clam)

dijumpai dalam jumlah yang sedikit,

dan banyak dijumpai hanya tinggal

cangkangya. Selama pengamatan

dilakukan, dijumpai sedikit tripang

(holothurian) hanya yang berukuran

kecil, untuk moluska (gastropoda)

kelompok Drupella sp. Ditemukan

dalam jumlah kecil, dan lola (Trochus

niloticus) juga dalam kisaran kecil.

Ikan Karang

Dari 2 stasiun yang dilakukan

pengamatan ikan karang dengan

metode Manta tow diperairan Bintan

Timur, ikan karang jenis Chaetodon

octofasciatus dan Paraglyphidodon

melas merupakan jenis yang paling

sering dijumpai selama pengamatan.

Kemudian diikuti oleh jenis

Choerodon anchorago dan Lutjanus

carponotatus

Jenis Chaetodon octofasciatus

merupakan ikan indikator kesehatan

terumbu karang, yang kehadirannya

dapat menunjukkan kondisi suatu

terumbu karang, apakah dalam

keadaan baik atau sebaliknya. Jenis

Lutjanus carponotatuss merupakan

ikan target, yang biasa dikonsumsi.

Menurut COREMAP (2007)

frekuensi relatif kehadirannya, hanya 1

jenis yang tingkat kehadirannya rendah

yaitu Abudefduf septemfasciatus

dengan nilai frekuensi 39,13 %.

Sepuluh jenis lainnya memiliki

frekuensi relatif kehadiran lebih dari

50%. bahwa kelompok ikan major

masih mendominasi perairan dan

kehadirannya lebih dari 50 %.

Penyebab Kerusakan Terumbu

Karang

Kerusakan terumbu karang di

daerah ini disebabkan oleh dua hal

yaitu proses secara alami dan adanya

kegiatan manusia. Kerusakan yang

disebabkan dari proses alami adalah

adanya blooming predator bintang laut

dan bencana alam seperti tsunami.

Sedangkan penyebab kerusakan

terumbu karang yang kedua adalah

diakibatkan oleh adanya kegiatan

manusia yang secara langsung maupu

tidak langsung merusak terumbu

karang, seperti penangkapan ikan yang

tidak ramah lingkungan seperti dengan

bahan peledak dan bahan beracun,

penggalian karang untuk batu kapur

dan limbah beracun yang masuk ke

perairan, juga adanya kegiatan wisata

pantai.

Dari hasil penemuan di lokasi,

masalah kerusakan terumbu karang

yang diakibatkan oleh manusia dari

akar permasalahan yang meliputi,

inkonsistensi dalam implementasi

kebijakan yang diambil, metode

pengelolaan yang kurang memadai,

instrumen penegakan hukum yang

belum memadai, kurangnya kesadaran,

Page 6: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

6

pengetahuan dan pemahaman

masyarakat terhadap nilai ekonomis

dan arti strategis terumbu karang serta

sulitnya mencari alternatif mata

pencaharian di luar laut yang sesuai

dan diminati oleh masyarakat sekitar.

Secara rinci dapat dilihat pada Tabel

4.4.

Tabel 4.3. Matrik kondisi, penyebab kerusakan dan akar permasalahan dalam

pemanfaatanan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan

Penyebab Kerusakan Akar Permasalahan

A. KEGIATAN MANUSIA

Penambangan dan

pengambilan karang

Penangkapan ikan dengan

bom dan potas

Wisata pantai

Limbah dan bahan pencemar

Inkonsistensi dalam implementasi

kebijakan yang diambil

Metode pengelolaan yang kurang

memadai

Instrumen penegakan hukum yang belum

memadai

Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan

pemahaman masyarakat terhadap nilai

ekonomis dan arti strategis terumbu karang

Sulitnya mencari alternative mata

pencaharian di luar laut

B. ALAMI

Pemangsaan berlebih oleh

predator

Surut yang lama

blooming bintang laut dan mahkota

berduri

terjadi bleeching (pemutihan karang)

Strategi Pengelolaan Terumbu

Karang

Suatu pengelolaan yang baik adalah

yang memikirkan generasi mendatang

untuk dapat juga menikmati sumber

daya yang sekayang ada. Dengan

demikian dalam pengelolaan terumbu

karang haruslah mempertimbangkan

hal sebagai berikut : Pertama,

melestarikan, melindungi,

mengembangkan, memperbaiki dan

meningkatkan kondisi atau kualitas

terumbu karang dan sumber daya yang

terkandung di didalamnya bagi

kepentingan seluruh lapisan

masyarakat serta memikirkan generasi

mendatang. Kedua, mendorong dan

membantu pemerintah daerah untuk

menyusun dan melaksanakan program-

program pengelolaan sesuai denga

karakteristik wilayah dan masyarakat

setempat serta memenuhi standar yang

ditetapkan secara nasional berdasarka

pertimbangan-pertimbangan daerah

yang menjaga antara upaya ekploitasi

dan upaya pelestarian lingkungan.

Ketiga, mendorong kesadaran,

partisipasi dan kerjasama/kemitraan

dari masyarakat, pemerintah daerah,

antar daerah dan antar instansi dalam

perencanaan dan pelaksanaan

pengelolaan terumbu karang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Secara garis besarnya, dari

hasil Manta tow dapat dicatat bahwa

persentase tutupan karang di pesisir

Bintan Timur (Pantai Trikora) masih

kateori baik dan persentase tutupan

karang hidup tertinggi dicatat di pesisir

Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu

Page 7: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

7

54,63%, dan didominasi oleh karang

jenis Acropora cytherea dengan bentuk

pertumbuhan seperti meja (tabulate).

Biota megabentos didominasi

oleh CMR dan bulu babi Diadema

setosum. Kelompok ikan major

mendominasi lokasi pengamatan

dengan metode Manta tow maupun

metode UVC. Sedangkan ikan karang

jenis Chaetodon octofasciatus dan

Paraglyphidodon melas merupakan

jenis yang paling sering dijumpai

selama pengamatan. Kemudian diikuti

oleh jenis Choerodon anchorago dan

Lutjanus carponotatus

Kerusakan terumbu karang di

daerah ini disebabkan proses alami

yaitu adanya blooming predator

bintang laut dan mahkota berduri, serta

kerusakan terumbu karang yang

diakibatkan oleh penangkapan ikan

dengan bahan peledak dan bahan

beracun, penggalian karang untuk batu

kapur dan adanya kegiatan wisata

pantai.

Akar permasalahan

pengelolaan terumbu karang meliputi,

inkonsistensi dalam implementasi

kebijakan yang diambil, metode

pengelolaan yang kurang memadai,

instrumen penegakan hukum yang

belum memadai, kurangnya kesadaran,

pengetahuan dan pemahaman

masyarakat terhadap nilai ekonomis

dan arti strategis terumbu karang serta

sulitnya mencari alternatif mata

pencaharian di luar laut yang sesuai

dan diminati oleh masyarakat.

Strategi pengelolaan terumbu

karang berdasarkan permasalah yang

ditemukan dilokasi secara garis besar

adalah sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat

pesisir yang secara langsung

bergantung pada pengelolaan

terumbu karang.

2. Mengurangi laku degradasi

kondisi terumbu karang yang

ada saat ini.

3. Mengelola terumbu karang

berdasarkan karakteristik

ekosistem, potensi,

pemanfaatan dan status

hukumnya.

Saran

Hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini mungkin belum cukup

untuk menggambarkan kondisi

perairan di Kabupaten Kepulauan Riau

secara keseluruhan mengingat

penelitian kali ini difokuskan hanya

pada beberapa kawasan yang berada di

Pesisir Bintan Timur.

Secara umum, kondisi perairan di

lokasi penelitian ini dapat dikatakan

relatif masih baik untuk kehidupan

karang serta biota laut lainnya.

Keadaan seperti ini perlu

dipertahankan bahkan jika mungkin,

lebih ditingkatkan lagi daya

dukungnya, untuk kehidupan terumbu

karang dan biota lainnya. Pencemaran

lingkungan dan kerusakan lingkungan

harus dicegah sedini mungkin,

sehingga kelestarian sumberdaya yang

ada tetap terjaga dan lestari, dengan

adanya COREMAP di Kabupaten

Bintan sangat membantu dalam

melestarikan sumber daya perikanan

khusunya ekosistem terumbu karang

yang memberikan fungsi kehidupan

ikan-ikan, sehingga masyarakat

nelayan dapat meningkatkan dan

memenuhi kebutuhan ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, 2001. Pengelolaan Terumbu

Karang. Pusat Kajian

Kelautan, Universitas

Mataram. NTB.

Page 8: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

8

COREMAP, 2007 Studi Baseline

Ekologi Pulau Bintan

Kabupaten Kepulauan Riau

Tahun 2007

Dahuri, R. 2000.

Pendayagunaan sumberdaya

kelautan untuk kesejahteraan

masyarakat. LISPI.

Jakarta.

Mahmudi M, 2003. Studi Kondisi

Ekosistem Terumbu Karang

Serta Strategi Pengelolaannya

(Studi Kasus Di Teluk Semut

Sendang Biru Malang)

Pengantar Falsafah Sains

(PPS702) Program

Pascasarjana/S3 Institut

Pertanian Bogor.

UNEP, 1993. Pengamatan terumbu

karang dalam perubahan. Ilmu

Kelautan. Australia. Hal. 8 29.

Page 9: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

9

PERAN KOPERASI DALAM MENINGKATKAN

PEREKONOMIAN

MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus: Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat

Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang)

Oleh

Winny Retna Melani, Muzahar,Lily Viruly, Rina Dwi Lestari

ABSTRAK

Peningkatan kesejahteraan anggota merupakan tujuan sekaligus peran yang

diharapakan dari sebuah koperasi. Meskipun demikian tidak semua koperasi mampu

mewujudkan hal tersebut. Penelitian ini melihat bagaimana peranan Koperasi Serba

Usaha (KSU) Citra Nelayan. Berdasarkan analisis sistem yang dilakukan tergambar

bahwa selama ini KSU Citra Nelayan baru dapat membantu anggota dalam

menampung hasil tangkapan dan kemudian baru dipasarkan. Responden yang menjual

hasil tangkapan ke koperasi hanya 50 persen, selebihnya menjual sendiri dan bahkan

mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun demikian responden yang

menyatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar sebanyak 75 persen sedangakan

yang menyatakan hasil diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan sebesar 80

persen. Kondisi ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif

bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi. Berdasarkan

analisis pasar yang telah dilakukan, KSU Citra Nelayan belum mampu

memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini

berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih

rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Solusi pengembangan KSU

Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan

kesejahteraan anggota antara lain a. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang

lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk

meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan

pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan

jiwa wirausaha bagi anggota; 4.Tingkatkan kemampuan manajerial melalui

pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan

inti; 5. Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai

tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7.Terlibat

aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap

yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nelayan dan komunitas desa

pesisir, pada umumnya adalah bagian

dari kelompok masyarakat miskin yang

berada pada level paling bawah dan

acapkali menjadi korban pertama yang

paling menderita akibat

ketidakberdayaan dan kerentanannya.

Nelayan (tradisional) bukan saja

sehari-hari harus berhadapan dengan

ketidakpastian pendapatan dan tekanan

musim paceklik ikan yang panjang,

tetapi lebih dari itu mereka juga sering

harus berhadapan dengan berbagai

tekanan dan bentuk eksploitasi yang

muncul bersamaan dengan

berkembangnya proses modernisasi di

Page 10: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

10

sektor perikanan. Melihat fenomena ini

maka perlu adanya kegiatan

perekonomian berbasis kerakyatan

yang benar-benar bersentuhan

langsung dengan masyarakat nelayan

atau masyarakat pesisir. Kegiatan

perekonomian yang dapat dengan

mudah menyesuaikan perannya

dengan kebutuhan masyarakat nelayan

atau masyarakat pesisir adalah

koperasi. Koperasi menjadi suatu

kegiatan perekonomian yang dapat

diandalkan karena ia berhubungan

langsung dengan barang atau produk

maupun dengan jasa-jasa yang

berkaitan dengan masyarakat pesisir

dan bertujuan untuk kesejahteraan

bersama.

Pemberdayaan kegiatan koperasi

sangat terkait dengan upaya

menggerakkan koperasi dengan

pemanfaatan dan penggunaan sumber

daya yang dimiliki oleh anggota

koperasi yang didirikan oleh anggota

untuk memenuhi ekonomi anggota dan

masyarakat. Ekonomi rakyat pada

umumnya usaha mikro yang

merupakan sektor ekonomi yang

digeluti oleh rakyat kebanyakan seperti

anggota Koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan Tanjungunggat sebagai usaha

mikro. Mengingat pentingnya sektor

usaha mikro yang telah tergabung

dalam koperasi, maka gerakan koperasi

harus menjadi prioritas pembinaan dan

pengembangan usahanya, karena usaha

demikian dapat menyediakan lapangan

pekerjaan, dan mengurangi

pengangguran. Maka sudah sewajarnya

kalau sektor mikro yang tergabung

dalam koperasi mendapatkan perhatian

untuk lebih dikembangkan sehingga

benar-benar dapat menjadi penyangga

utama perekonomian nasional.

Perumusan Masalah

Penelitian ini bermaksud

mengkaji situasi problematik yang

dihadapi masyarakat pesisir atau

nelayan di kawasan Tanjungunggat

dalam melangsungkan kehidupannya

sehari-hari. Fokus persoalan yang

dikaji dalam penelitian ini adalah

masalah peran koperasi Serba Usaha

Citra Nelayan bagi masyarakat

nelayan, terutama melalui kegiatan

pemanfaatan koperasi untuk

pengembangan usaha nelayan.

Permasalahan lain yang dikaji dalam

kegiatan penelitian ini adalah:

1. Peran koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan terutama dalam

meningkatkan kesejahteraaan

anggota.

2. Kegiatan unit usaha koperasi yang

prospektif dikembangkan untuk

mendorong pengembangan

kegiatan alternatif atau

meningkatkan kesejahteraan

keluarga nelayan atau masyarakat

pesisir.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui peranan koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan di

daerah pemukiman nelayan di

Tanjungunggat.

2. Membantu memberikan solusi

pengembangan koperasi yang

tepat agar masyarakat dapat

merasakan manfaat dari

keberadaan koperasi.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang

diharapkan dapat diperoleh dari

penelitian ini adalah:

1 Bagi pemerintah daerah (

Pemerintah Provinsi Kepulauan

Riau maupun instansi terkait

lainnya) sebagai lembaga publik

yang berhubungan langsung

dengan masyarakat, dapat

Page 11: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

11

dijadikan masukan dalam

menentukan kebijakan yang

berhubungan dengan koperasi

nelayan dimasa yang akan datang.

2 Bagi koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan dapat dijadikan masukan

dalam mengembangkan unit

usahanya agar mampu menghadapi

persaingan pasar dan dapat

mensejahterakan anggotanya.

3 Bagi para akademisi dan peneliti

sebagai salah satu wahana untuk

dapat menerapkan ilmu dan

kemampuan yang dimiliki dalam

menyikapi berbagai kondisi dan

permasalahan yang dihadapi

masyarakat pesisir atau nelayan

serta bagaimana solusi

pemecahannya.

METODELOGI PENELITIAN

Metoda Penelitian

Penelitian menggunakan metode

deskriptif dengan pendekatan studi

kasus di Koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan. Metode deskriptif dilakukan

untuk mengidentifikasi dan

menganalisis kondisi riil dan berbagai

permasalahan yang terjadi pada saat

dilakukannya penelitian. Studi kasus

terhadap koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan dilakukan untuk membatasi

penelitian ini agar tidak menyimpang

dari tujuan semula

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan untuk

penelitian ini berupa data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh

melalui wawancara langsung (depth

interviews) pada pengurus koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan. Data

lainnya diperoleh dari pengisian

kuesioner oleh anggota koperasi Serba

Usaha Citra Nelayan dan masyarakat

sekitar lokasi penelitian serta melalui

pengamatan langsung di lapangan.

Sedangkan data sekunder diperoleh

dari studi kepustakaan.

Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan responden dilakukan

dengan mengambil para pengurus

koperasi secara sengaja (judgement

sampling). Sampel yang diambil dari

anggota Koperasi Citra Nelayan serta

masyarakat sekitar wilayah

pengambilan sampel, dimana mereka

mengetahui keberadaaan koperasi Citra

Nelayan. Pengambilan sampel

menggunakan metode acak sederhana

(Simple Random Sampling). Setiap

sampel diambil secara acak atau

sedemikian rupa sehingga tiap populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk

dipilih sebagai sampel. Menurut

Taken,1965 dalam Singarimbun (1989)

penelitian yang menggunakan derajad

keseragaman dari populasi, dimana

semakin seragam populasi maka

semakin kecil sampel yang diambil.

Penentuan jumlah sampel dengan

menggunakan rumus solvin dalam

Rianse (2008). Responden yang dipilih

untuk wawancara langsung (depth

interviews) yaitu pengurus koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan dan

anggota sebanyak 20 orang dan

masyarakat nelayan di sekitar lokasi

penelitian sebanyak 20 orang.

Teknik Pengolahan dan Analisis

Data

Data-data yang diperoleh

dianalisa lebih lanjut untuk

menentukan tingkat

keberhasilan dengan menggunakan

Analisis Sistem. Berdasarkan hasil

temuan dan permasalahan dicari

alternatif pemecahan. Kemudian

alternatif pemecahan ini dapat menjadi

Page 12: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

12

bahan masukan bagi Koperasi Serba

Usaha Citra Nelayan untuk

perkembangan koperasi dimasa akan

datang, terutama untuk meningkatkan

perekonomian anggota pada khususnya

dan masyarakat nelayan di

Tanjungunggat pada umumnya.

Langkah-langkah yang dilakukan

dalam Analisis Sistem di penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kuesioner pada

nelayan anggota koperasi Serba

Usaha Citra Nelayan dan

masyarakat nelayan di sekitar

lokasi penelitian.

b. Data yang diperoleh kemudian

diolah untuk kemudian dapat

ditemukan apa permasalahan dan

temuan yang diperoleh.

c. Membuat suatu kesimpulan tentang

sejauh mana perkembangan

koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan selama ini mencakup

efektifitas pelaksanaan atau

kegagalan yang mencakup

permasalahan yang muncul dalam

pelaksanaan sistem.

Setelah dilakukan analisis sistem,

berdasarkan kesimpulan yang

diperoleh kemudian dilakukan analisis

pasar. Analisis pasar yang gunakan

yaitu dengan menggunakan penerapan

konsep Structure-Conduct-

Performance (SCP). Berdasarkan

kedua analisis tersebut, selanjutnya

dilakukan analisis SWOT agar dapat

memberika rekomendasi terhadap

pengembangan KSU Citra Nelayan

dimasa hadapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Responden

Berdasarkan hasil jawaban

kuesioner oleh nelayan anggota KSU

Citra Nelayan, maka dapat diperoleh

hasil sebaran responden pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Responden Anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan

No Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur:

≤ 15 tahun

16 tahun s/d 35 tahun

36 tahun s/d 55 tahun

≥ 56 tahun

-

3

15

2

-

15

75

10

2. Pendidikan:

SD

SMP (SLTP)

SMU (SLTA)

SARJANA

10

4

6

-

50

20

30

-

3. Pekerjaan:

Nelayan

Swasta

PNS

17

3

-

85

15

-

4. Status:

Kawin

Tidak Kawin

19

1

95

5

5. Jumlah anggota Keluarga:

Page 13: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

13

1 orang

2 orang

3 orang

4 orang

≥ 5 orang

1

-

3

6

10

5

-

15

30

50

Identifikasi Pelaksanaan Sistem

Koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan

Identifikasi pelaksanaan sistem

KSU Citra Nelayan, dilakukan melalui

penyebaran kuesioner kepada para

nelayan. Anggota koperasi. Hasil

identifikasi pelaksanaan sistem KSU

Citra Nelayan ditampilkan pada Tabel

2.

Tabel 2. Hasil Kuesioner Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan.

NO PERTANYAAN JUMLAH

(orang)

PERSENTASE

( % )

A.

1.

KEGIATAN USAHA PENANGKAPAN

Wilayah tangkap:

Laut Tanjung Unggat

Diluar wilayah laut Tanjung

Unggat

16

4

80

20

2. Alat Tangkap:

Tradisional (alat sederhana)

Alat berat/mesin

20

-

100

-

3. Rata-rata jumlah pengeluaran usaha nelayan

≤ Rp. 750 000

Rp. 750 001 – Rp. 1 500 000

Rp. 1 500 001 – Rp. 2 500

000

≥ Rp. 2 500 001

18

2

0

0

0

90

10

-

-

-

4. Rata-rata jumlah pendapatan:

Rp. 500 000 – Rp. 1 500 000

Rp. 1 500 000 – Rp 2 500 000

Rp. 2 500 000 – Rp 3 500 000

Rp. 3 500 000 – Rp. 4 500

000

≥ Rp. 5000 000

15

5

-

-

-

75

25

-

-

-

5. Mengapa merasa perlu untuk menjadi

anggota koperasi?

Pengaruh dari sesama nelayan

Saran dari petugas lapangan

Perlu modal untuk kegiatan

penangkapan ikan

5

-

15

25

-

75

6. Pinjaman Koperasi digunakan untuk:

Pembelian alat penangkapan

17

85

Page 14: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

14

Modal Usaha Penjualan

Kebutuhan lain

2

1

10

5

B.

1.

PERANAN KOPERASI

Cara pengajuan penguatan permodalan ke

koperasi:

Menyusun usulan sendiri

Dibuat kelompok bersama

pengurus koperasi

Dibuat pengurus koperasi

3

13

4

15

65

20

2. Berapa lama setelah pengajuan penguatan

permodalan dicairkan:

Satu bulan setelah pengajuan

Dua bulan setelah pengajuan

Tiga bulan setelah pengajuan

Lebih dari tiga bulan

pengajuan

Tidak ada

-

-

-

-

20

-

-

-

-

100

3. Bentuk penguatan permodalan diperoleh

Uang tunai

Sarana Produksi

Uang tunai dan sarana

produksi

Tidak ada

-

5

-

15

-

25

-

75

4. Apakah jumlah penguatan permodalan yang

diperoleh sesuai dengan pengusulan:

Sesuai dengan yang diusulkan

Kurang dari jumlah yang

diusulkan

Lebih dari yang diusulkan

Tidak ada

-

-

-

20

-

-

-

100

C.

1.

HASIL DAN PRODUKSI

Bagaimana hasil produksi yang diperoleh

Kurang sesuai dengan yang

diharapkan

Sudah cukup sesuai

Lebih dari yang diharapkan

16

3

1

80

15

5

2. Berapa banyak hasil penangkapan yang

diperoleh sekali turun melaut:

≤ 5 kilogram

6 - 10 kilogram

11 – 15 kilogram

16 – 20 kilogram

≥ 21 kilogram

17

2

1

-

85

10

5

-

3. Jenis ikan yang selalu diperoleh

Udang

Kepiting

Ikan (belanak, selangat,

karang)

3

3

14

15

15

70

4. Kemana hasil tangkapan dijual:

Page 15: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

15

Koperasi

Jual sendiri

Konsumsi

10

8

2

50

40

10

5. Bagaimana hasil penjualan yang diperoleh

Dibawah harga pasar

Sesuai dengan harga

pasaran/cukup

Diatas harga

pasaran/memuaskan

5

15

-

25

75

-

D.

1.

PENGEMBALIAN PINJAMAN

Rencana pengembalian pinjaman:

Diangsur setiap mendapat

hasil penangkapan

Diangsur setiap mendapat

hasil penjualan

Diangsur setiap bulan

Tidak tahu

-

-

5

15

-

-

25

75

Analisis Pasar

Analisis pasar terhadap kinerja

usaha KSU Citra Nelayan meliputi

tiga aspek utama yakni fisik,

sumberdaya manusia (SDM) dan

pemasaran. Ketiga aspek tersebut

saling berkaitan dan sangat

menentukan kinerja dan keberhasilan

usaha bagi KSU Citra Nelayan.

Sebagai sebuah koperasi yang dimiliki

oleh nelayan dan bergerak diberbagai

usaha sebenarnya koperasi ini

memiliki peluang untuk berkembang

lebih maju lagi.

Peluang yang ada tersebut baru

sebagian dapat dilaksanakan oleh KSU

Citra Nelayan, hal ini terlihat dari

penerapan konsep Structure-Conduct-

Performance (SCP) KSU Citra

Nelayan. Konsep SCP ini dapat

membuat kinerja KSU Citra Nelayan

lebih efektif dan efisien karena

kemampuan suatu organisasi

disesuaikan dengan kondisi pasar yang

ada. Produktivitas yang dapat dicapai

selalu dikaitkan dengan peluang pasar

yang ada dan keberlanjutannya.

Peningkatan kuantitas selalu diikuti

dengan peningkatan kualitas.

Penerapan konsep SCP oleh KSU Citra

Nelayan dapat dilihat pada Gambar

Penerapan Konsep SCP oleh KSU

Citra Nelayan.

Analisis SWOT

Setiap organisasi akan

menghadapi masalah lingkungan

strategis yang mencakup lingkungan

internal dan lingkungan eksternal.

Lingkungan internal merupakan faktor

yang berpengaruh pada kinerja

organisasi yang dapat dikendalikan

secara langsung. Sedangkan

lingkungan eksternal merupakan faktor

yang berpengaruh pada organisasi

tetapi diluar kendali organisasi

tersebut.

Tabel 3. Hasil Analisis Identifikasi Lingkungan Strategik

INTERNAL EKSTERNAL

KEKUATAN (STRENGTHS) PELUANG (OPPORTUNITIES)

Page 16: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

16

Potensi laut yang masih luas

dimana Provinsi Kepri 95.8%

wilayahnya terdiri dari perairan laut.

Keanekaragaman hayati yang

besar (terdiri dari beragam jenis ikan

dan biota laut lainnya ditambah

ekosistem pesisir (terumbu karang,

mangrove, padang lamun dan lain-

lain).

Terletak pada wilayah strategis

yaitu berdekatan dengan negara

Singapura dan Malaysia yang

merupakan potensi pasar.

Potensi wilayah yang memiliki

keunggulan komperatif dibandingkan

negara tetangga (Singapura dan

Malaysia).

Dekat dengan pasar internasional

dan pasar lokal

Perkembangan fasilitas

komunikasi dan informasi

KELEMAHAN (WEAKNES) ANCAMAN (THREATS)

Kualitas SDM yang masih sangat

rendah (sebagian besar nelayan

tamatan sekolah dasar (SD).

Sarana dan prasarana

penangkapan ikan yang masih

tradisional.

Koperasi nelayan belum

sepenuhnya dimanfaatkan oleh

anggota sebagai wadah perekonomian.

Ketersediaan SDM yang

berkualitas dalam menangani koperasi

memerlukan proses.

Kemampuan untuk menghasilkan

produk olahan perikanan yang benilai

jual tinggi.

Masih adanya nelayan yang

melakukan penangkapan ikan tanpa

memperhatikan daya dukung

lingkungan (menggunakan bom dan

pukat harimau).

Kajian Analisis Sistem dan Analisis

Pasar

Berdasarkan hasil kajian

analisis sistem dan anlisis pasar yang

telah dilakukan serta memfokuskan

pada peranan koperasi bagi

anggotanya, maka pada masa akan

datang KSU Citra Nelayan mampu

untuk berkembang dalam hal

membantu anggotanya. Hal ini

dikarenakan karakteristik wilayah

pemukiman anggota merupakan daerah

kepulauan sehingga potensi untuk

meningkatkan hasil tangkapan masih

sangat terbuka luas. Begitu pula dalam

hal pengolahan hasil perikanan, masih

sangat terbuka luas peluang pasar.

Namun demikian peranan pemerintah

dalam hal melakukan pembinaan dan

pelatihan bagi anggota koperasi sangat

diharapkan selain memberikan bantuan

alat tangkap yang memperhatikan daya

dukung lingkungan.

Dengan memperhatikan kondisi

lapangan yang ada penguatan

permodalan juga menjadi hal yang

sangat penting terutama dalam

perkembangan koperasi pada masa

akan datang. Penguatan permodalan

ini bukan hanya bergantung pada

jumlah modal yang dimiliki oleh

koperasi akan tetapi juga kemampuan

manajerial pengurus dalam mengelola

keuangan yang ada seoptimal

mungkin.

Lembaga pemerintahan

sebaiknya melakukan pembinaan

manajemen usaha nelayan dan

Page 17: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

17

keuangan koperasi bagi masyarakat

pesisir ini. Kenyataan memperlihatkan

bahwa masih rendahnya jiwa

wirausaha anggota KSU Citra Nalayan.

Apabila jiwa wirausaha nelayan ini

rendah maka tingkat ketergantungan

mereka pada pihak luar akan sangat

tinggi sekali terutama kepada pihak

penguasa modal . Kondisi ini terlihat

dari penjualan hasil tangkapan. Tidak

semua anggota koperasi menjual hasil

tangkapan ke koperasi, meskipun nilai

jual di pasar sama dengan di koperasi.

Apabila kondisi ini terus berkembang

maka akan sulit bagi koperasi untuk

bertahan dalam jangka waktu yang

lama. Melalui peran pemerintah,

pengurus koperasi dan dukungan dari

anggota maka tujuan koperasi untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota

dan kesinambungan usaha akan

terwujud.

Kajian Analisis SWOT

Koperasi yang ada di Indonesia

pada umumnya selalu dicirikan dengan

tingkat manajemen dan usaha

sederhana sehingga akan sangat

berpengaruh pada rendahnya

pelayanan pada anggota. Kondisi ini

juga tergambar pada KSU Citra

Nelayan, yaitu lemahnya kemampuan

manajerial pengurus, penguasaan

informasi, dan teknologi serta

kelembagaan yang meliputi seluruh

mata rantai usaha koperasi.

Namun demikian kemampuan

KSU Citra Nelayan untuk dapat

menyesuaikan diri terhadap lingkungan

eksternal dan internal merupakan

faktor utama agar tetap dapat bertahan

dan mengembangkan unit-unit

usahanya. Perubahan baik dalam

organisasi, kelembagaan, maupun

aktivitas lainnya akan dapat

meningkatkan peranan dan daya saing

koperasi itu sendiri.

Setelah dilakukan analisis

SWOT, selanjutnya ditentukan

tingkatan prioritas terhadap lingkungan

internal dan eksternal yang dihadapi

oleh KSU Citra Nelayan. Tujuan yang

ingin dicapai dari penentuan prioritas

ini yaitu agar koperasi dapat lebih

berperan aktif bagi peningkatan

kesejahteraan anggota. Perencanaan

yang dapat dilakukan berdasarkan

analisa SWOT dapat dilihat pada

Tabel Rencana Terhadap Faktor

Prioritas.

4. Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas

No Urutan Prioritas Rencana Program yang dilakukan

1. KEKUATAN

Keanekaragaman

hayati yang besar

(terdiri dari beragam

jenis ikan dan biota laut

lainnya ditambah

ekosistem pesisir

(terumbu karang,

mangrove, padang

lamun dan lain-lain).

Potensi laut yang

masih luas dimana

Provinsi Kepri 95.8%

wilayahnya terdiri dari

Memberikan informasi dalam hal pengolahan

hasil perikanan berbasis teknologi dan

mengembangkan pemuliaan dan domestikasi

jasad hayati perairan.

Mengembangkan sistem penangkapan ikan

yang lestari dan berkelanjutan.

Manfaatkan sumberdaya manusia yang banyak

Page 18: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

18

perairan laut.

Terletak pada

wilayah strategis yaitu

berdekatan dengan

negara Singapura dan

Malaysia yang

merupakan potensi

pasar.

untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan alat

tangkap.

2. KELEMAHAN

Kualitas SDM

yang masih sangat

rendah (sebagian besar

nelayan tamatan

sekolah dasar (SD).

Sarana dan

prasarana penangkapan

ikan yang masih

tradisional.

Koperasi nelayan

belum sepenuhnya

dimanfaatkan oleh

anggota sebagai wadah

perekonomian.

Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan

teknis perikanan.

Mengusulkan bantuan alat tangkap perikanan

dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Kepulauan Riau.

Pembinaan pengurus dan anggota melalui

pelatihan manajerial dan tingkatkan fungsi

melalui unit usaha pemasaran.

3. PELUANG

Potensi wilayah

yang memiliki

keunggulan komperatif

dibandingkan negara

tetangga (Singapura

dan Malaysia).

Dekat dengan pasar

internasional dan pasar

lokal.

Perkembangan fasilitas

komunikasi dan

informasi.

Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan

inti.

Merintis produk perikanan yang memiliki nilai

tambah.

Memberikan pelatihan pengenalan instrumentasi

kelautan digital kepada para nelayan.

4. ANCAMAN

Ketersediaan SDM

yang berkualitas dalam

menangani koperasi

Kontinuitas program pengembangan

kemampuan manajerial pengurus dan usaha

Page 19: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

19

memerlukan proses.

Kemampuan untuk

menghasilkan produk

olahan perikanan yang

benilai jual tinggi.

Masih adanya

nelayan yang

melakukan

penangkapan ikan tanpa

memperhatikan daya

dukung lingkungan

(menggunakan bom dan

pukat harimau).

koperasi serta kembangkan jiwa wirausaha.

Diversifikasi produk olahan perikanan yang

bernilai jual tinggi.

Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya

perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap

yang tidak memperhatikan daya dukung

lingkungan (pukat harimau, dsb).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keberadaan KSU Citra

Nelayan pada saat ini hanya dapat

membantu anggota dalam menampung

hasil tangkapan dan selanjutnya

dipasarkan. Akan tetapi dari

pernyataan responden hanya 50 persen

yang menjual hasil tangkapan ke

koperasi selebihnya menjual sendiri

dan bahkan mengkonsumsi langsung

hasil tangkapan. Meskipun 75 persen

responden mengatakan nilai jual

sesuai dengan harga pasar namun hasil

yang diperoleh tidak sesuai dengan

yang diharapkan yaitu sebesar 80

persen. Kenyataan ini menjadi kendala

utama bagi koperasi untuk dapat

berperan aktif bagi anggota selain juga

karena keterbatasan modal usaha

koperasi.

Berdasarkan analisis pasar

keberadaan KSU Citra Nelayan

sebagai salah satu koperasi yang

dimiliki oleh nelayan dan bergerak

diberbagai usaha, sebenarnya koperasi

ini memiliki peluang untuk

berkembang lebih maju lagi. Meskipun

demikian anggota KSU Citra Nelayan

belum mampu memanfaatkan potensi

pasar yang ada seefisien dan seefektif

mungkin. Kenyataan ini berkaitan

dengan masih rendahnya SDM anggota

serta hasil tangkapan yang masih

rendah (keterbatasan alat tangkap)

sehingga tidak dapat memenuhi

permintaan pasar. Meskipun demikian

anggota seharusnya menyadari

peningkatan kuantitas harus selalu

diikuti dengan peningkatan kualitas

karena jika tidak pemasaran tidak

akan berjalan lancar.

Solusi pengembangan KSU

Citra Nelayan dimasa depan agar

dapat lebih berperan aktif bagi

peningkatan kesejahteraan anggota,

dilakukan dengan menggunakan

analisis SWOT antara lain 1.

Mengembangkan sistem penangkapan

ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2.

Manfaatkan sumberdaya manusia yang

ada untuk meningkatkan hasil dengan

perbaikan penggunaan alat tangkap; 3.

Melakukan pelatihan peningkatan

keterampilan teknis perikanan serta

pelatihan pengembangan jiwa

wirausaha bagi anggota; 4. Tingkatkan

kemampuan manajerial melalui

Page 20: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

20

pengembangan unit usaha pemasaran.

Jalin kerjasama kemitraan dengan

perusahaan inti; 5.Merintis usaha

pengolahan hasil perikanan yang

memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi

produk olahan perikanan yang bernilai

jual tinggi; 7. Terlibat aktif dalam

pengawasan sumberdaya perairan laut

dan cegah penggunaan alat tangkap

yang tidak memperhatikan daya

dukung lingkungan (pukat harimau,

dsb).

Saran

1. Berkenaan dengan masih

kurangnya peranan koperasi

terhadap anggota maka perlu

dilakukan upaya peningkatan peran

aktif pengurus dan anggota,

terutama dalam hal peningkatan

keterampilan dan kemampuan

manajerial pengurus serta jiwa

wirausaha pengurus dan anggota.

2. Berdasarkan analisis sistem dan

analisis pasar yang dilakukan,

kondisi karakteristik wilayah

berdirinya KSU Citra Nelayan

merupakan daerah pesisir sehingga

potensi untuk meningkatkan hasil

tangkapan masih sangat terbuka

luas. Begitu pula dalam hal

pengolahan hasil perikanan, masih

sangat terbuka peluang pasar.

Namun demikian peranan

pemerintah dalam hal melakukan

pembinaan dan pelatihan bagi

anggota koperasi sangat diharapkan

selain memberikan bantuan alat

tangkap yang memperhatikan daya

dukung lingkungan.

3. Diperlukan upaya penelitian lebih

lanjut terhadap pengembangan

KSU Citra Nelayan dalam upaya

peningkatan jaringan usaha dan

keanekaragaman usaha terutama

dalam hal peningkatan nilai tambah

dari hasil tangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Eriyatno, 1989. Ilmu Sistem

Meningkatkan Mutu dan

Efektifitas Manajemen. Penerbit

IPB Press,Bogor.

Jogianto,H.M.1989. Analisis dan

Desain Sistem

Informasi.Penerbit Andi Offset,

Jogyakarta.

Kaputra,D.1996. Strategi Pemasaran di

Koperasi Unit Desa (KUD),

Minasari Pangandaran. Tesis

Promram studi Magister

Manajemen Agribisnis IPB.

Kolter, P. 1993. Manajemen

Pemasaran: Analisis,

Perencanaan, Implementasi dan

Pengendalian. Jilid 1.

Terjemahan: J. Wasana.

Penerbit Erlangga. Jakarta.

Nazir,M. 1988. Metode

Penelitian.Graha Indonesia.Jakarta.

Penyusunan Master Plan Pendidikan

Kota Tanjungpinang. 2008.

Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah.

Pemerintah Kota

Tanjungpinang.

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis

SWOT Teknik Membedah

Kasus Bisnis. Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama

Jakarta.

Rianse, Usman dan Abdi. 2008.

Metodelogi Penelitian Sosial

dan Ekonomi “teori dan

aplikasi”. Penerbit

Alfabeta,Bandung.

Singarimbun,Masri dan Sofian

Effendi.1989.Metode Penelitian

Survei.LP3ES.Jakarta.

Page 21: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

21

Undang-Undang Republik Indonesia,

Nomor 25 Tahun 1992,tentang

Koperasi.

Wilson,I.2000.The New Rules: Ethics,

Social Responbility and

Strategy.Journal of Leadership

and Strategy Vol.28.No 3.2000

pp 12-16.

Page 22: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

22

HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR

DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN

PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI

KEPULAUAN RIAU

The Relationship Between Some Water Quality Parameters with Phytoplankton

Abundance Around Penyengat Island, Tanjung Pinang Regency Kepulauan Riau

Province

By

T. Efrizal

Lecture at Faculty of Marine Science and Fisheries

Maritim University of Raja Ali Haji Tanjungpinang

ABSTRACT

This research was conducted from July to September 2006 and it is located

around Penyengat Island. There were 3 sampling points, samples were taken once a

days for 4 days period. Samples were then analyzed in the Ecology Laboratory

Fisheries and Marine Science Faculty. This research was aimed to determine the

relationship between some water quality parameters with phytoplankton abundance.

Results of this research showed determination coefficient (R2) = 0,977 and correlation

coefisient (R) = 0,989 indicating that the relationship between water quality

parameters on phytoplankton abundance is very strong. There were 40 phytoplankton

species, the obtained highest abundance is at station III (East Penyengat Island) that is

10371 cells/l, and which lowest is at stasion I (West Penyengat Island) that is 7471

cells/l. Water quality parameters in Penyengat Island are as follow: temperature 29.0 –

29.5 0C, tranparancy 1.873 – 2.430 m, salinity 32.0 – 32.5

0/00, pH 8, dessolved

oxygen 5.142 – 5.267 mg/l, CO2 2.083 – 2.198 mg/l, surface water velocity 0.55 –

0.63 m/s, nitrate 1.213 – 1.678 mg/l and phosfat 1.213 – 1.678 mg/l.

Keyword: water quality, abundance, phytoplankton, Penyengat Island

PENDAHULUAN

Keberadaan fitoplankton sangat

berpengaruh terhadap kehidupan di

perairan karena memegang peran

penting sebagai makanan bagi berbagai

organisme laut. Pada awalnya

penelitian fitoplankton di laut hanya

untuk memenuhi keingin-tahuan

peneliti akan aneka jenis biota tersebut,

namun pada masa kini fitoplankton

sudah dianggap sebagai salah satu

unsur penting dalam ekosistem bahari.

Penelitian ini dilakukan di

perairan Pulau Penyengat yang

merupakan daerah penting bagi

nelayan setempat karena telah lama

dijadikan sebagai areal penangkapan

sumberdaya hayati perikanan untuk

kebutuhan pangan, juga merupakan

tempat lalu lintas kapal, daerah

pemukiman masyarakat dan pelabuhan

kapal. Di lain pihak Pulau Penyengat

yang berhadapan dengan Kota Tanjung

Pinang telah mengalami modifikasi

bila ditinjau dari segi aktivitas

masyarakat penghuni kawasan

tersebut, dan ada kecenderungan

aktivitas tersebut akan meningkat di

Page 23: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

23

masa mendatang sesuai dengan laju

pembangunan saat ini. Sehingga

pemanfaatannya harus didukung

dengan adanya informasi mengenai

potensi perairan tersebut agar dapat

digunakan seoptimal mungkin dan

untuk mempermudah dalam

pengelolaan. Selain itu, dengan makin

pesatnya perkembangan pembangunan

maka upaya penyajian informasi

sumberdaya perikanan terbaru mutlak

diperlukan untuk memenuhi

permintaan akan informasi yang lebih

rinci dan akurat oleh para perencana

pembangunan perikanan.

Perkembangan daerah ini cepat

atau lambat akan memberikan dampak

yang kurang menguntungkan terhadap

keberlangsungan sumberdaya alam,

Adapun penentu tingkat kesuburan

suatu perairan dapat dilihat dari

kelimpahan fitoplankton dan kondisi

kualitas fisika kimia perairan. Aktifitas

yang berlebihan di sekitar perairan

Pulau Penyengat akan dapat merubah

kondisi ekosistem perairan seperti

kelimpahan fitoplankton dan kualitas

air. Berkenaan dengan hal tersebut,

penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang

hubungan beberapa parameter kualitas

air dengan kelimpahan fitoplankton di

perairan Pulau Penyengat Kota

Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan

Riau.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk

melihat hubungan antara beberapa

parameter kualitas air dengan

kelimpahan fitoplankton di perairan

Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang

Propinsi Kepulauan Riau. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi awal

mengenai kondisi perairan Pulau

Penyengat dan nantinya dapat

dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengelolaan lingkungan dan

sumberdaya perairan lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Juli-September 2006 di

perairan sekitar Pulau Penyengat.

Identifikasi dan analisis sampel

dilakukan di laboratorium Ekologi

Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Riau.

ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan

dilapangan adalah GPS, ember plastik

volume 15 liter, plankton net no 25,

botol sampel volume 50 ml untuk

sampel fitoplankton, botol untuk

sampel air volume 330 ml,

thermometer, kertas pH, current drag,

hand refraktometer, ice box, peralatan

tulis dan kapal pompong (alat

transportasi dalam melakukan

pengambilan sampel). Peralatan di

laboratorium yang digunakan adalah

mikroskop, objek glass, pipet tetes,

cover glass, spektrofotometer,

erlenmeyer dan buku-buku identifikasi

fitoplankton. Bahan yang digunakan

antara lain larutan lugol untuk

pengawet sampel fitoplankton.

METODE

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei,

data yang dikumpulkan berupa data

kualitas air baik yang diukur dan

diamati di lapang atau yang dianalisis

di laboratorium. Selanjutnya data yang

diperoleh ditabulasikan ke dalam

bentuk tabel dan grafik. Data

parameter kualitas air akan dianalisis

secara deskriptif. Sedangkan untuk

melihat hubungan antara beberapa

parameter kualitas air dengan

kelimpahan fitoplankton dianalisis

dengan menggunakan regresi linier

berganda.

Lokasi Pengambilan Sampel

Page 24: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

24

Lokasi selama penelitian

dibagi menjadi 4 stasiun secara

purposive yang dianggap dapat

mewakili dari daerah penelitian, yaitu:

Stasiun 1 : Terletak sebelah Barat

Pulau Penyengat (relatif

tidak ada aktifitas

masyarakat).

Pengambilan sampel

dilakukan pada 3 titik

sampling yaitu St-1.1

(1040

24' 17" BT - 00

55'

42" LU), St-1.2 (1040

24'

11" BT - 00

55' 38" LU)

dan St-1.3 (1040

25' 17"

BT - 00

55' 31" LU).

Stasiun 2 : Terletak sebelah Selatan

Pulau Penyengat (terdapat

beberapa pohon

mangrove, bekas

pelabuhan, dan ada

pemukiman masyarakat).

Pengambilan sampel

dilakukan pada 3 titik

sampling yaitu St-2.1

(1040

24' 54" BT - 00

55'

21" LU), St-2.2 (1040

25'

0" BT - 00

55' 16" LU)

dan St-2.3 (1040

25' 5"

BT - 00

55' 21" LU

Stasiun 3 : Terletak sebelah Timur

Pulau Penyengat (terdapat

pemukiman penduduk

dan tempat lalu lintas

kapal). Pengambilan

sampel dilakukan pada 3

titik sampling yaitu St-3.1

(1040

25' 43" BT - 00

55'

33" LU), St-3.2 (1040

25'

47" BT - 00

25' 37" LU)

dan St-3.3 (1040

25' 43"

BT - 00

55' 42" LU).

Stasiun 4 : Terletak sebelah Utara

Pulau penyengat

(pemukiman penduduk,

terdapat pelabuhan dan

tempat lalu lintas kapal).

Pengambilan sampel

dilakukan pada 3 titik

sampling yaitu St-4.1

(1040

24' 53" BT - 00

55'

57" LU), St-4.2 (1040

25'

0" BT - 00

56' 1" LU)

dan St-4.3 (1040

25' 6"

BT - 00

55' 57" LU).

Prosedur Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air untuk

nitrat dan fosfat dilakukan di

permukaan perairan sampai botol terisi

penuh kemudian botol diberi larutan

pengawet H2SO4 pekat dan botol

dibalut dengan alumunium foil.

Prosedur Pengambilan Sampel

Fitoplankton

Sampel fitoplankton diambil

dengan menggunakan Plankton net no.

25. pengambilan ini dilakukan

sebanyak dua kali dengan interval

waktu dua hari. Sampel yang diperoleh

dimasukkan ke dalam botol 50 ml yang

telah diberi label dan diberi larutan

pengawet lugol. Sampel kemudian

dimasukkan ke dalam ice box dan

dibawa ke laboratorium untuk

dianalisis. Identifikasi merujuk kepada

Yamaji (1976), Sachlan (1980), serta

Bold dan Wyne (1985).

Kelimpahan

Untuk menghitung kelimpahan

fitoplankton digunakan metode APHA

(1989) yaitu:

10 VxV

xCNK

Dimana :

K = kelimpahan fitoplankton

(sel/l)

N = jumlah individu (sel)

C = volume air dalam botol

sampel (50 ml)

V0 = volume air disaring (100

l)

V1 = volume pipet tetes (0,01

ml)

Page 25: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

25

Analisis Data

Data fisika dan kimia perairan

dianalisis secara deskriptif. Sedangkan

hubungan beberapa parameter kualitas

air dengan kelimpahan fitoplankton

dianalisis secara statistik dengan

mengunkan regresi linear berganda

(Sudjana, 1992).

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +

b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +

b8X8 + b9X9

dimana :

Y = kelimpahan

fitoplankton (sel/l)

a dan b = konstanta

X1 = suhu

X7 = kecepatan arus

X2 = kecerahan

X8 = nitrat

X3 = salinitas

X9 = fosfat

X4 = pH

X5 = oksigen terlarut

X6 = karbondioksida

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Fitoplankton

Jenis fitoplankton yang

ditemukan selama penelitian terdiri

dari 28 jenis tergolong ke dalam kelas

Bacillariophyceae, 4 jenis dari kelas

Cyanophyceae dan 8 jenis dari kelas

Chlorophyceae (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun selama

penelitian

Jumlah (sel/l)

I II III IV

1.

Bacillariophyceae

Triceratium reticulum

Odontella sp

Eucampia sp

Streptotheca indica

S. thamenis

Rhizosolenia bergantii

R. calcaravis

R. alata

R. setigera

Melosira granulata

M. varians

Skeletonema costatum

Chaetoceros distans

Thalassionema longisima

Fragillaria constriens

Tabellaria fenestriata

Nitzchia lorenziana

N. longissima

N. pungens

N.vitrea

N. closterium

N.sigma

Orthoseira sp

Pleurosigma aestuari

P. angulatum

5

3

3

6

3

5

14

6

6

10

8

13

8

11

5

7

3

7

5

3

9

3

3

4

11

13

4

2

9

7

7

19

10

10

6

11

5

11

4

7

9

5

5

7

6

4

9

5

6

10

11

8

5

9

4

4

10

9

9

7

6

7

10

10

8

13

3

8

9

4

12

13

11

5

6

7

2

5

6

2

7

18

6

11

11

7

14

9

10

8

10

8

6

6

4

11

10

3

5

10

Page 26: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

26

2.

3.

Cyanophyceae

Chlorophyceae

Meridion circulare

Aulacoseira plaufiana

A. muzzanensis

Dactylococcopsis cicularis

D. rhaphidiodes

Rhichelia intracellularis

Hammatoda sinensis

Closterium lineatum

C. intermedium

C. gracile

Chlorogonium elegans

Gonatozygon sp

Tetraspora gelatinosa

Raphidonema nivale

Spirotaenia obscures

7

5

4

14

20

12

7

6

4

2

5

4

7

8

4

7

9

4

8

9

15

6

3

2

2

6

13

8

10

5

7

8

7

14

9

11

8

23

9

11

4

10

18

11

14

6

6

11

14

11

14

5

14

6

6

9

9

10

13

7

Spesies yang paling banyak ditemui

selama penelitian adalah dari jenis

Rhizosolenia carcalavis, spesies ini

termasuk dalam Famili

Rhizosoleniaceae yang memiliki ciri–

ciri katup berbentuk oval dengan

puncak esentrik, ada yang berbentuk

silindris dan berbentuk rantai.

Cornelius (1999) menambahkan genus

yang paling banyak dijumpai di

perairan akibat dari aktifitas manusia

adalah dari genus Coscinodiscus,

Biddulphia, Chaetoceros, Pleurosigma

dan Rhizosolenia. Selanjutnya

Samiadji, Nurachmi, dan Siregar

(1991) menyatakan bahwa pada waktu-

waktu tertentu populasi suatu jenis

fitoplankton dapat tumbuh atau

melimpah sehingga muncul jenis yang

paling banyak. Munculnya spesies atau

populasi ini kadang-kadang dengan

tiba-tiba, kemudian hilang lagi dan

keberadaannya diganti dengan jenis

lainnya .

Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton rata-

rata berkisar 7471-10137 sel/l.

Kelimpahan rata-rata fitoplankton

tertinggi berada pada Stasiun III yaitu

10137 sel/l, sedangkan terendah berada

pada Stasiun I yaitu 7471 sel/l (Tabel

2).

Tabel 2. Kelimpahan rata-rata fitoplankton di perairan sekitar Pulau

Penyengat pada setiap stasiun selama penelitian

Kelimpahan (sel/l)

Sampling I Sampling II

Stasiun I 6666 7499

7330 8833

6832 7665

Jumlah 7471

Stasiun II 7163 8997

7834 9164

7835 8332

Jumlah 8415

Stasiun III 9498 10667

10331 11665

Page 27: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

27

9000 9830

Jumlah 10137

Stasiun IV 8499 9332

9166 10665

8331 9997

Jumlah 9332

Dari Tabel 2 terlihat bahwa

kelimpahan rata-rata terendah

ditemukan pada Stasiun I, diduga hal

ini disebabkan oleh tingkat kecerahan

perairan yang relatif rendah berada

pada Stasiun I. Efrizal (2001)

menyatakan bahwa kecerahan

merupakan faktor penentu daya

penetrasi cahaya matahari yang masuk

ke perairan. Kelimpahan fitoplankton

tertinggi ditemukan di Stasiun III, hal

ini diduga disebabkan oleh adanya

peningkatan unsur nitrat dan fosfat di

perairan. Hasil analisis konsentrasi

nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi

nitrat tertinggi berada pada Stasiun III.

Hal yang sama juga terlihat dari

analisis fosfat yang menunjukkan

bahwa konsentrasi fosfat yang tertinggi

berada pada Stasiun III. Meningkatnya

unsur nitrat dan fosfat di perairan

disebabkan adanya masukan limbah

domestik karena Stasiun III ini

merupakan daerah padat pemukiman

dan lalu lintas kapal. Dari data

kelimpahan fitoplankton menunjukkan

bahwa kelimpahan fitolankton di

Perairan Pulau Penyengat termasuk

kategori rendah. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rimper (2002) yang

menyatakan bahwa kelimpahan

fitoplankton < 12500 sel/l termasuk

kategori rendah.

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas perairan

yang diukur selama pengamatan di

perairan Pulau Penyengat meliputi :

suhu, kecerahan, salinitas, pH, Oksigen

terlarut, Karbondioksida bebas,

kecepatan arus, Nitrat dan Fosfat. Hasil

pengukuran perairan tersebut

dibandingkan dengan baku mutu air

laut untuk biota laut (KEP

NO.51/MENLH/ 2004). Hasil

pengukuran parameter kualitas air rata-

rata selama penelitian dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran parameter kualitas air rata-rata di perairan sekitar

Pulau Penyengat selama penelitian

Stasiun Pengamatan

I II III IV

Suhu (0C)

Kecerahan (m)

Salinitas (0/00)

pH

Oksigen terlarut (mg/l)

Karbondioksida bebas(mg/l)

Kecepatan arus (m/s)

Nitrat (mg/l)

Fosfat (mg/l)

29

1,873*

32

8

5,142

2,198

0,630

1,331*

0,086*

29

2,235*

32

8

5,183

2,163

0,618

1,213*

0,065*

29,5

2,372*

32,5

8

5,267

2,095

0,563

1,678*

0,173*

29,5

2,430*

32,5

8

5,217

2,083

0,550

1,602*

0,127*

Alami

> 5

Alami

7 - 8,5

> 5

-

-

< 0,008

< 0,015

Keterangan :

* = Melebihi baku mutu

Suhu

Page 28: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

28

Suhu perairan rata-rata berkisar

29-29,50C, suhu terendah berada pada

Stasiun I dan II dan tertinggi pada

Stasiun III dan IV. Nurdin (2000)

menyatakan bahwa suhu dapat

mempengaruhi fotosintesis di laut baik

secara langsung maupun tidak

langsung. Pengaruh secara langsung

yakni suhu berperan untuk mengontrol

reaksi enzimatik dalam proses

fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat

menaikan laju maksimum fotosintesis,

sedangkan pengaruh tidak langsung

yakni dalam merubah struktur

hidrologi kolom perairan yang pada

gilirannya akan mempengaruhi

distribusi fitoplankton.

Kecerahan

Kecerahan perairan rata-rata

perairan Pulau Penyengat berkisar

1,87-2,43 m, kecerahan tertinggi

terdapat pada Stasiun IV dan terendah

pada Stasiun I. Secara umum

kecerahan perairan tergolong relatif

rendah, jika dibandingkan dengan baku

mutu air laut yang diperuntukkan bagi

biota laut (Kep NO.51/MENLH/Tahun

2004) yakni > 5 meter. Rendahnya

kecerahan di setiap stasiun disebabkan

oleh adanya aktifitas-aktifitas yang

tinggi di perairan ini seperti kegiatan

transportasi, pelabuhan dan

pemukiman.

Salinitas

Nilai salinitas rata-rata berkisar

32-32,5 0/00, secara umum kisaran

salinitas di perairan ini masih

tergolong alami untuk kehidupan biota

air. Hal ini didukung oleh pendapat

Milero dan Sohn (1992) yang

menyatakan bahwa fitoplankton dapat

berkembang dengan baik pada salinitas

15 – 32 0/00.

pH

Nilai rata-rata pH perairan

Pulau Penyengat di setiap stasiun sama

yaitu 8,0. Isnansetyo dan Kurniastuty

(1995) menyatakan bahwa pH berkisar

antara 8,0 – 9,0 masih dapat

mendukung perkembangan

fitoplankton.

O2 Terlarut

Nilai rata-rata oksigen terlarut

berkisar 5,14-5,27 mg/l. Kadar

oksigen terlarut tertinggi terdapat pada

Stasiun III, hal ini diduga disebabkan

oleh proses fotosintesis yang dilakukan

oleh fitoplankton. Tingginya

kelimpahan fitoplankton di stasiun ini

memberikan kontribusi terhadap

tingginya kadar oksigen terlarut yang

merupakan hasil dari proses

fotosintesis. Jika dibandingkan dengan

KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen

terlarut yang diperkenankan adalah >

5. Dari data oksigen terlarut di

perairan ini menunjukkan bahwa

oksigen terlarut pada masing- masing

stasiun termasuk kategori tinggi.

Karbondioksida Bebas

Konsentrasi rata-rata

Karbondioksida bebas selama

penelitian berkisar 2,08-2,20 mg/l.

Karbondioksida bebas tertinggi berada

pada Stasiun I dan yang terendah

berada pada Stasiun IV yaitu 2,083

mg/l. Hal ini disebabkan karena dalam

melakukan fotosintesis fitoplankton

membutuhkan karbondioksida bebas.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus rata-rata

berkisar 0,55-0,63 m/detik, arus

tertinggi terdapat pada Stasiun I dan

terendah pada Stasiun IV. Data ini

tidak berbeda jauh dengan penelitian

Nurrachmi (2000), yang menyatakan

kecepatan arus di perairan Pulau

Bintan berkisar 0,5- 0,75 m/detik.

Kuatnya arus di stasiun I disebabkan

posisi stasiun I yang terletak sebelah

barat dari pulau yang posisinya lebih

Page 29: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

29

terbuka dibandingkan dengan stasiun

lain.

Nitrat

Konsentrasi rata-rata nitrat

berkisar 1,213-1,678 mg/l, konsentrasi

rata-rata tertinggi berada pada Stasiun

III dan terendah pada Stasiun I. Zieren,

Priyana dan Aribowo (1996)

menyatakan bahwa konsentrasi nitrat

di perairan Bintan 0,69 mg/l.

Selanjutnya Goldman dan Horne

dalam Nurrachmi (1999) menyatakan

bahwa konsentrasi nitrat > 0,2 mg/l

merupakan kesuburan yang baik.

Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi

nitrat di perairan Pulau Penyengat

termasuk dalam kategori kesuburan

yang baik. Namun, jika dibandingkan

dengan baku mutu air laut untuk biota

laut konsentrasi maksimum nitrat

tersebut telah melewati stándar baku

mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat

kesuburan perairan Pulau Penyengat

termasuk kategori sangat subur.

Fosfat

Nilai rata-rata fosfat selama

penelitian berkisar 0,065-0,173 mg/l.

Konsentrasi rata-rata fosfat tertinggi

berada pada Stasiun III dan terendah

berada pada Stasiun I. Namun, jika

dibandingkan dengan baku mutu air

laut untuk biota laut konsentrasi

maksimum fosfat tersebut telah

melewati stándar baku mutu. Hal ini

memperlihatkan tingkat kesuburan

perairan Pulau Penyengat termasuk

kategori sangat subur. Tingginya

konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan

Pulau Penyengat dan sekitarnya

mengindikasikan bahwa aktivitas-

aktivitas pemukiman, industri,

pertanian dan aktivitas lainnya

memberikan kontribusi terhadap input

nitrat dan fosfat perairan.

Hubungan Kelimpahan

Fitoplankton dengan Parameter

Kualitas Air

Dari hasil analisis data

diperoleh nilai koefisien determinasi

(R2) = 0,977. Hal ini memberikan

gambaran bahwa terdapat hubungan

yang sangat kuat antara variabel bebas

yakni kesembilan parameter kualitas

air (suhu, kecerahan, salinitas, pH,

oksigen terlarut, karbondioksida bebas,

kecepatan arus, nitrat dan fosfat)

dengan variabel terikat yakni

kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya

diperoleh persamaan regresi linier

berganda sebagai berikut:

Y = 24,911 + 0,000suhu +

0,047kecerahan – 0,752salinitas +

0,000pH + 0,921Oksigen terlarut -

0,328Karbondioksida bebas -

4,410kecepatan arus + 0,143Nitrat +

0,803Fosfat

Dari persamaan regresi tersebut

memperlihatkan bahwa parameter

kualitas air yang memiliki hubungan

searah (berbanding lurus) adalah suhu,

kecerahan, O2 terlarut, pH, nitrat dan

fosfat. Sedangkan parameter kualitas

air yang memiliki hubungan

berbanding terbalik yaitu; salinitas,

CO2 bebas, salinitas dan kecepatan

arus.

KESIMPULAN

Berdasarkan nilai kelimpahan

fitoplankton, perairan sekitar Pulau

Penyengat termasuk pada kategori

kelimpahan yang rendah. Hasil regresi

berganda menunjukkan adanya

hubungan yang sangat kuat antara

beberapa parameter kualitas air yang

diamati dengan kelimpahan organisme

fitoplankton. Berdasarkan konsentrasi

Nitrat dan Fosfat memperlihatkan

bahwa perairan sekitar Pulau

Penyengat termasuk kategori sangat

subur. Salah satu parameter kualitas

perairan yang perlu mendapat

perhatian adalah rendahnya tingkat

kecerahan perairan. Namun secara

umum kondisi lingkungan perairan

Page 30: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

30

sekitar Pulau Penyengat masih berada

pada kisaran yang layak untuk

kehidupan fitoplankton dan biota

perairan laut lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

American Public Health Association

[APHA]. 1989. Standard

Method for The Examination of

Water and Waste Water.

American Water Work

Association, Water Pollution

Control Federation, Port City

Press, Baltimore, Maryland.

Bold, H.C and M.J. Wyne. 1985.

Introduction to The Algae.

Stucture and Reproduction

Prentice-Hall, Inc. Englewood

Cliffts, New Jersey United

States of America. 720 pp.

Cornelius, E. 1999. Kajian fitoplankton

di perairan.

http://pkukmweb.ukm.my/

ahmad/ botani/elsie.html

(dikunjungi tanggal

01/12/2006, pukul 20.00 WIB).

Efrizal,T. 2001. Kualitas perairan di

sekitar lokasi penambangan

pasir Desa Pongkar

Kabupaten Karimun. Berkala

Perikanan Terubuk 74(28): 50-

58.

Isnansetyo, A dan Kurniastuti. 1995.

Teknik Kultur Fitoplankton dan

Zooplankton (Pakan Alami

Untuk Pembenihan Organisme

Laut). Kanisius. Jogjakarta. 116

hal.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

No. 51. 2004. Baku Mutu Air

Laut.

Milero, F.J. and M.L. Sohn. 1992.

Chemical Oceanography. CRC

Press Inc. London. 531 pp.

Nurdin, S. 2000. Kumpulan literatur

fotosintesis pada fitoplankton.

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas Riau.

Pekanbaru. 50 hal. (tidak

diterbitkan).

Nurrachmi, I. 2000. Hubungan

konsentrasi Nitrat dan Fosfat

dengan kelimpahan Diatom

(Bacillariophyceae) di perairan

pantai Dumai Barat. J.

Perikanan dan Kelautan 4(12):

47-58.

Rimper, J., 2002. Kelimpahan

fitoplankton dan kondisi

hidrooseanografi perairan

Teluk Manado. Makalah

Pengantar Falsafah Sains.

Institut Pertanian Bogor.

www.rudyct.com.

Sachlan, M. 1980. Planktonologi.

Diktat Perkuliahan. Fakultas

Perikanan Institut Pertanian

Bogor. 166 hal.

Samiadji, J., I. Nurachmi, dan M.R.

Siregar. 1991. Penuntun

Praktikum Planktonologi.

Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Riau.

Pekanbaru. 32 hal.

Yamaji, I. 1976. Illustration of The

Marine Plankton of Japan.

Hoikusha Publishing Co, Ltd.

Tokyo. 539 pp.

Zieren, M., T. Priyana dan F. Aribowo.

1996. Kualitas air laut dan

kondisi terumbu karang di

Pulau Bintan: Evaluasi potensi

terumbu karang untuk

rehabilitasi dan konservasi.

Laporan Teknis No.4. Riau

Coastal Zone Land-Use

Management Project. PT Ardes

Perdana. 182 hal.

Page 31: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

31

ANALISIS ‘TEMA’, ‘AMANAT’ DAN ‘NILAI BUDAYA’

LEGENDA PULAU PILANG

Oleh

Suhardi

ABSTRAK

Penulis telah melakukan penelitian terhadap tema, amanat dan nilai-nilai

budaya yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang. Hasil penelitian yang penulis

peroleh adalah (1) tema cerita Pulau Pilang ini adalah lupa diri seorang anak (Pilang)

terhadap dirinya sendiri, (2) amanat yang terkandung dalam cerita Pulau Pilang ini

adalah seorang anak yang penuh kasih sayang terhadap kedua orang tua agar hidup

bisa selamat dunia dan akhirat; jadikanlah ajaran atau pedoman isi cerita ini agar tidak

mendapat murka dari Allah Swt.; janganlah sombong saat diberikan limpahan reski

dari Allah karena jika Allah menghendaki semua itu akan sirna dalam sekejab.

Hindarilah sifat sombong; sadarilah bahwa bagaimanapun orang tua kita tidak dapat

dibuang begitu saja. Baik dan buruk dia tetap orang tua kita; ingatlah Sabda Nabi

Muhammad bahwa sorga terletak di bawah telapak kaki Ibu. Begitu juga Firman

Allah yang menyatakan bahwa ridho Allah tergantung pada Ridhonya kedua orang

tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di muka bumi (buruk dan baik) adalah

kekuasaannya Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah wahai manusia! Sementara (3) nilai-

nilai budaya, seperti (a) nilai etika/moral, yaitu Cerita ini memberikan tuntutan

kepada para penikmatnya agar selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. (b) nilai

estetika yang terkandung dalam cerita ini adalah alur cerita yang begitu runut dan

gaya bahasa yang digunakan si pencerita yang begitu baik membuat setiap pendengar

terpaku atau terlena mendengarkannya. Bahkan terkadang dapat mengundang air mata

yang menetes tanpa diminta. Keindahan cerita Pulau Pilang memiliki kesinoniman

dengan cerita yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau, yaitu cerita “Malin

Kundang”. Hanya saja latar dan nama tokoh yang membedakannya. ( c ) nilai

pendidikan yang terkandung dalam cerita ini adalah seorang anak yang lahir itu ibarat

kertas yang masih putih bersih belum ditulis. Orang tuanyanya yang akan

mewarnainya akan ia akan dijadikan islami atau nasrani. Maksudnya baik dan buruk

seorang anak besar pengaruhnya dari kedua orang tua sejauhmana ia didik dengan

baik. Kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tua adalah mengabdikan diri.

Membantu meringankan beban kehidupan kedua orang tuanya. Oleh sebab itu, jika

seorang anak memiliki kelebihan rezki maka bantulah kedua orang tua kita.

Kata kunci: Tema, Amanat, Nilai-Nilai Budaya

PENDAHULUAN

Provinsi Kepulauan Riau sangat kaya

dengan berbagai bentuk sastra, baik

sastra lisan maupun sastra tulis.

Kekayaan tersebut tersebar di berbagai

Kabupaten dan Kota yang ada di

Provinsi Kepulauan Riau. Sebut saja

diantaranya adalah Kabupaten Lingga.

Sebagai sebuah

kabupaten yang umurnya masih muda

(yang dulunya termasuk wilayah

Kabupaten Kepulauan Riau atau

Bintan saat ini), Kabupaten Lingga

memiliki banyak bentuk-bentuk sastra

Page 32: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

32

lisan. Sebut saja di antaranya adalah

Legenda Pulau Pilang, Gunung Daik

Bercabang Tiga (di daerah Daik),

Meriam Tegak (di daerah Dabo), Batu

Berdaun, legenda Pulau Bakung, dst..

Dari beberapa bentuk legenda tersebut

belum ada satupun penulis jumpai

sampai saat ini peneliti lain yang

mencoba meneliti dan melakukan

kajian. Baik dari segi tema, amanat

maupun nilai-nilai budaya yang

terkandung dalam beberapa legenda

tersebut. Hal ini mungkin juga

disebabkan beberapa legenda tersebut

belum dibukukan. Dengan kata lain,

ceritanya masih banyak berkembang

dari mulut kemulut (lisan). Sejalan

dengan hal tersebut ke depan penulis

juga memiliki rencana untuk

mengajukan proposal ke pihak

pemerintah daerah Kabupaten Lingga

dan Dinas Pariwisatanya untuk dapat

memberikan dukungan dana dan moril

untuk mendokumentasikan berbagai

cerita rakyat yang masih berbentuk

lisan tersebut ke bentuk buku agar

dapat dinikmati oleh peminat sastra

lainnya. Selain itu juga untuk

membantu pemerintah daerah

kabupaten Lingga dalam

mengamankan bentuk kekayaan sastra

lisannya dari kepunahan di masa

dating.

Sebagai sebuah asset budaya milik

masyarakat Kabupaten Lingga,

berbagai bentuk legenda yang tersebar

di berbagai tempat saat ini perlu

diamankan agar tidak punah begitu

saja seiring perjalanan waktu dan arus

globalisasi yang melanda dunia saat

ini. Pemerintah Daerah Kabupaten

Lingga bersama dengan Dinas

Pariwisata dan Budaya perlu menjalin

kerja sama dengan perguruan tinggi

yang ada di daerah ini untuk bersama-

sama melakukan kajian, penelitian,

pendokumentasian hingga penerbitan

dalam bentuk buku-buku. Bahkan hasil

ini juga dapat menjadi bahan ajar di

berbagai sekolah tidak hanya di

Kabupaten Lingga mungkin juga pada

daerah-daerah lainnya. Mengingat

sastra lisan ini memiliki kelemahan

yang sangat tinggi. Sastra lisan ini

biasanya hanya dikuasai oleh orang-

orang tertentu saja sehingga jika orang

tersebut meninggal maka tamat pulalah

ceritanya.

Selain memiliki fungsi hiburan,

berbagai bentuk sastra lisan tersebut

juga memiliki unsure pendidikan

(moral, estetika, budaya). Semua itu

akan dapat dijumpai jika pada

beberapa bentuk legenda tersebut

dilakukan kajian/penelitian. Semakin

banyak peneliti yang melakukan kajian

dan penelitiannya maka terbukalah

peluang pemerolehan nilai-nilai

pendidikan yang terkandung di

dalamnya. Selanjutnya semakin

terbukalah mata penikmat sastra lisan

lainnya untuk menindaklanjutinya.

Sejalan dengan hal tersebut, penulis

sebagai peneliti yang selama ini sangat

suka melakukan riset budaya

berkeinginan sekali untuk melakukan

pengamatan serius terhadap legenda-

legenda yang terdapat dalam

masyarakat di Kabupaten Lingga.

Salah satunya adalah pengamatan

terhadap Legenda ‘Pulau Pilang’ yang

terdapat pada masyarakat di daerah

Dabo. Pada kesempatan lainnya

mungkin akan peneliti lanjutkan pada

legenda-legenda lainnya. Khusus

dalam hal ini, penelitian ini penulis

beri judul, “ ANALISIS TEMA,

AMANAT DAN NILAI BUDAYA

LEGENDA PULAU PILANG’.

Sejalan dengan rumusan permasalahan

tersebut maka penelitian ini lebih

difokuskan pada analisis tema, amanat

dan nilai budaya legenda Pulau Pilang.

Berdasarkan rumusan permasalahan

tersebut maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui tema, amanat

dan nilai budaya legenda Pulau Pilang.

Kemudian hasil akhir yang diharapkan

dari penelitiannya adalah diketahuinya

tema, amanat, dan nilai-nilai budaya

Page 33: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

33

yang terkandung dalam Legenda Pulau

Pilang.

METODODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif (Arikunto,

1999). Pendekatan kualitatif bertitik

tolak dari pandangan fenomenologis

berdasarkan pemahaman makna

tingkah laku manusia sebagaimana

yang dimaksudkan pelakunya sendiri

yang bagi peneliti sifatnya

interpretative. Pendekatan kualitatif

ditekankan pada participan

observation (predley, 1980). Penelitian

kualitatif dalam menganalisis data

menggunakan metode induktif, yaitu

penarikan kesimpulan, perumusan teori

dilakukan setelah berbagai data

terkumpul secukupnya dan dianalisis.

Peneliti dapat terlibat langsung dengan

bervariasi mulai dari pasif, aktif,

moderat atau terlibat penuh. Obyek

penelitian adalah legenda Pulau Pilang

yang penulis runut dari cerita salah

seorang tokoh masyarakat Dabo

Kabupaten Lingga.

Teknik pengumpulan data dimulai dari

observasi umum ‘grand tour’, dengan

tujuan untuk mendapatkan deskripsi

umum tentang situasi sosial yang

menjadi obyek penelitian. Selanjutnya

dilakukan observasi terfokus ‘mini

tour’ dengan tujuan memperoleh

deskripsi yang lebih terinci tentang

berbagai komponen dan aspek atau

elemen yang ditemui dalam observasi

umum.

Instrumen yang digunakan untuk

mendapatkan data adalah melalui

angket yang berisi pertanyaan dan

pernyataan yang akan dijawab atau

ditanggapi oleh informan secara

langsung serta partisipan observasi

(observation participant).

HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Cerita

Pulau Pilang letaknya dari Kota Dabo

lebih kurang 40 menit jika kita

mengendarai motor. Pilang adalah

nama seorang anak yang dulunya

hidup di sekitar pulau ini. Asal mula

pulau ini bernama Pulau Pilang,

berikut ini alur ceritanya. Pilang hidup

bersama orang tuanya yang miskin.

Setelah dewasa ia memutuskan untuk

merantau. Setelah berhasil di rantau

dan berkeluarga ia memutuskan untuk

pulang guna menunjukkan ke kayaan

dan keberhasilannya kepada orang

kampungnya. Mendengar Pilang

pulang, orang kampong

menyambutnya dengan gembira.

Termasuklah ibunya Pilang. Dengan

menggunakan sampan, sang ibu

menyongsong kapal anaknya tersebut

ke tengah laut. Ibu Pilang sangat

bergembira mendengar anaknya

datang. Sudah sekian lama ia terpisah

dengan anaknya tersebut. Barulah kita

ia dapat berjumpa. Guna

menyenangkan hati anaknya tersebut,

Ibu Pilang memasak makanan

kesukaan anaknya tersebut. Kemudian

ia membungkus dan membawakan

makanan yang siap saji tersebut

dengan menggunakan sampan

menunuju kapal anaknya.

Sesampai di dekat kapal Pilang, sang

ibu terus menaiki tangga kapal.

Sesampai di tangga kapal, para

pengawal kapal yang berada di atas

kapal tersebut melaporkan ke Kapten

Kapal (Pilang) bahwa ada seorang tua

yang mau jumpa dengannya. Pilang

memerintahkan sang pengawal agar

mengusir ibu tua tersebut. Sang ibu

dengan memegang erat tangga kapal

tidak mau kembali sebab ia ingin

sekali jumpa dengan anaknya Pilang

yang sudah lama tidak bersua. Sang

pengawal memukul-mukul tangan

Sang ibu agar meninggalkan kapal.

Sang ibu berteriak, “Pilang ini ibumu,

Page 34: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

34

Nak!”. Sang Kapten (Pilang)

menjawab, “Bukan kau bukan ibuku,

pergi tinggalkan kapal, ini!”.

Pengawal, usir ibu tua renta

ini!”.”Sang ibu karena tak tahan

dipukul terus, tangan pegangannya

lepas dari tanggal kapal. Sang ibu

terjatuh. Kemudian dengan hati sedih

dan rasa pilu yang sangat, sang ibu

memohon kepada Tuhan. Dengan

mengangkat kedua tangannya dan

menegadah ke lahit memohon kepada

Allah. “Ya, Allah tunjukkanlah

kekuasaan-Mu. Jika memang ia bukan

anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu.

Jika memang ia adalah anakkku maka

tunjukkanlah kekuasaan-Mu. Tak lama

kemudian petir yang sangat dahsyat.

Sambar menyambar di langit. Pilang

takut dan memohon ampun kepada

Allah. Pilang dikutuk menjadi batu.

Segala harta yang ada di kapal tumpah

ke laut. Kapal dan peti emas yang

tumpah ke laut itu berubah menjadi

sebuah pulau. Kini pulau tersebut oleh

masyarakat disebut “Pulau Emas”

(Amri/16 Mei 2009).

2. Tema Cerita

Cerita Pulau Pilang bertemakan lupa

diri seorang anak (Pilang) terhadap

dirinya sendiri. Andai saja dia tahu

siapa dirinya tentunya perlakuannya

terhadap ibunya sendiri tidaklah

sedemikian. Selanjutnya kutukan

tersebut juga tidak akan terjadi. Namun

karena ia telah murka itulah, Pilang

harus menanggung resiko, yaitu

menjadi batu.

3. Amanat Cerita

Cerita Pulau Pilang yang berkembang

dalam masyarakat di daerah Dabo

Kabupaten Lingga ini memiliki amanat

sebagai berikut:

a. Jadilah seorang anak yang penuh

kasih sayang terhadap kedua orang tua

agar hidup bisa selamat dunia dan

akhirat.

b. Jadikanlah ajaran atau pedoman isi

cerita ini agar tidak mendapat murka

dari Allah Swt.

c. Janganlah sombong saat diberikan

limpahan reski dari Allah karena jika

Allah menghendaki semua itu akan

sirna dalam sekejab. Hindarilah sifat

sombong.

d. Sadarilah bahwa bagaimanapun

orang tua kita tidak dapat dibuang

begitu saja. Baik dan buruk dia tetap

orang tua kita.

e. Ingatlah Sabda Nabi Muhammad

bahwa sorga terletak di bawah telapak

kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah

yang menyatakan bahwa ridho Allah

tergantung pada Ridhonya kedua orang

tua. Camkan itu!

f. Semua yang terjadi di muka bumi

(buruk dan baik) adalah kekuasaannya

Allah. Oleh sebab itulah, sadarlah

wahai manusia!

4. Nilai-Nilai Budaya

a. Nilai Etika/Moral

Cerita Pulau Pilang ini mengandung

nilai-nilai etika atau moral yang cukup

tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan

kepada para penikmatnya agar selalu

berbuat baik kepada kedua orang tua.

Betapa tidak, sejak dalam kandungan

hingga kita dilahirkan ke permukaan

bumi ini, susah senang mereka alami

demi anak-anaknya. Belum lagi

susahnya saat dia mengandung kita

selama sembilan bulan. Tidaklah akan

mungkin bisa dibalas dengan apapun

besarnya jasa kedua orang tua kita

dalam membesarkan kita. Bahkan

nyamuk satu ekor pun ia tak rela

menggigit anaknya.

b. Nilai Estetika

Selain nilai etika/moral, cerita Pulau

Pilang ini juga mengandung nilai-nilai

estetika/keindahan. Alur cerita yang

begitu runut dan gaya bahasa yang

digunakan si pencerita yang begitu

baik membuat setiap pendengar

Page 35: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

35

terpaku atau terlena mendengarkannya.

Bahkan terkadang dapat mengundang

air mata yang menetes tanpa diminta.

Keindahan cerita Pulau Pilang

memiliki kesinoniman dengan cerita

yang berkembang dalam masyarakat

Minangkabau, yaitu cerita “Malin

Kundang”. Hanya saja latar dan nama

tokoh yang membedakannya.

c. Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan yang terkandung

dalam cerita Pulau Pilang adalah

seorang anak yang lahir itu ibarat

kertas yang masih putih bersih belum

ditulis. Orang tuanyanya yang akan

mewarnainya akan ia akan dijadikan

islami atau nasrani. Maksudnya baik

dan buruk seorang anak besar

pengaruhnya dari kedua orang tua

sejauhmana ia didik dengan baik.

Kewajiban seorang anak terhadap

kedua orang tua adalah mengabdikan

diri. Membantu meringankan beban

kehidupan kedua orang tuanya. Oleh

sebab itu, jika seorang anak memiliki

kelebihan rezki maka bantulah kedua

orang tua kita.

d. Nilai Religius

Nilai religius yang terkandung dalam

cerita Pulau Pilang ini adalah seorang

anak sejak kecil harus diberikan

pendidikan agama yang cukup agar ia

memiliki iman yang kuat. Dengan

iman yang kuat inilah nantinya ia akan

mampu menyaring berbagai pengaruh

yang dating di sekitar kehidupannya.

Hal ini sebagaimana yang disampaikan

Allah melalui firmannya dalam Surat

Lukman. Para orang tua sangat perlu

memahaminya terutama dalam

menuntun anak-anaknya selamat hidup

di dunia dan selamat pula hidupnya di

akhirat nanti.

4. Simpulan dan Saran

a. Simpulan

(1) Tema cerita Pulau Pilang ini adalah

lupa diri seorang anak (Pilang)

terhadap dirinya sendiri. Andai saja dia

tahu siapa dirinya tentunya

perlakuannya terhadap ibunya sendiri

tidaklah sedemikian. Selanjutnya

kutukan tersebut juga tidak akan

terjadi. Namun karena ia telah murka

itulah, Pilang harus menanggung

resiko, yaitu menjadi batu.

(2) Amanat cerita Pulau Pilang ini

adalah seorang anak yang penuh kasih

sayang terhadap kedua orang tua agar

hidup bisa selamat dunia dan akhirat;

jadikanlah ajaran atau pedoman isi

cerita ini agar tidak mendapat murka

dari Allah Swt.; janganlah sombong

saat diberikan limpahan reski dari

Allah karena jika Allah menghendaki

semua itu akan sirna dalam sekejab.

Hindarilah sifat sombong; sadarilah

bahwa bagaimanapun orang tua kita

tidak dapat dibuang begitu saja. Baik

dan buruk dia tetap orang tua kita;

ingatlah Sabda Nabi Muhammad

bahwa sorga terletak di bawah telapak

kaki Ibu. Begitu juga Firman Allah

yang menyatakan bahwa ridho Allah

tergantung pada Ridhonya kedua orang

tua. Camkan itu!; semua yang terjadi di

muka bumi (buruk dan baik) adalah

kekuasaannya Allah. Oleh sebab

itulah, sadarlah wahai manusia!

(3) Nilai-nilai budaya yang terkandung

dalam novel ini adalah:

a. Nilai Etika/Moral

Cerita Pulau Pilang ini mengandung

nilai-nilai etika atau moral yang cukup

tinggi. Cerita ini memberikan tuntutan

kepada para penikmatnya agar selalu

berbuat baik kepada kedua orang tua.

Betapa tidak, sejak dalam kandungan

hingga kita dilahirkan ke permukaan

bumi ini, susah senang mereka alami

demi anak-anaknya. Belum lagi

susahnya saat dia mengandung kita

selama sembilan bulan. Tidaklah akan

mungkin bisa dibalas dengan apapun

besarnya jasa kedua orang tua kita

Page 36: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

36

dalam membesarkan kita. Bahkan

nyamuk satu ekor pun ia tak rela

menggigit anaknya.

b. Nilai Estetika

Selain nilai etika/moral, cerita Pulau

Pilang ini juga mengandung nilai-nilai

estetika/keindahan. Alur cerita yang

begitu runut dan gaya bahasa yang

digunakan si pencerita yang begitu

baik membuat setiap pendengar

terpaku atau terlena mendengarkannya.

Bahkan terkadang dapat mengundang

air mata yang menetes tanpa diminta.

Keindahan cerita Pulau Pilang

memiliki kesinoniman dengan cerita

yang berkembang dalam masyarakat

Minangkabau, yaitu cerita “Malin

Kundang”. Hanya saja latar dan nama

tokoh yang membedakannya.

c. Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan yang terkandung

dalam cerita Pulau Pilang adalah

seorang anak yang lahir itu ibarat

kertas yang masih putih bersih belum

ditulis. Orang tuanyanya yang akan

mewarnainya akan ia akan dijadikan

islami atau nasrani. Maksudnya baik

dan buruk seorang anak besar

pengaruhnya dari kedua orang tua

sejauhmana ia didik dengan baik.

Kewajiban seorang anak terhadap

kedua orang tua adalah mengabdikan

diri. Membantu meringankan beban

kehidupan kedua orang tuanya. Oleh

sebab itu, jika seorang anak memiliki

kelebihan rezki maka bantulah kedua

orang tua kita.

b. Saran

(1) Jadikanlah tokoh-tokoh cerita ini

sebagai pedoman. Janganlah

mengulang kesalahan yang sama di

masa dating!

(2) Cerita Pulau Pilang ini dapat

dijadikan bahan ajar, khususnya

apresiasi sastra di berbagai sekolah. Di

samping memperkenalkan kekayaan

sastra daerahnya juga memperkenalkan

sastra itu sendiri!

(3) Kajian terhadap bentuk-bentuk

legenda yang ada khususnya di

Kabupaten Lingga ini perlu

ditindaklanjuti oleh peneliti berikutnya

agar kekayaan yang ada tetap dapat

dipertahankan untuk masa dating.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Bina Cipta

Azyumardi, Azra. 1999. Pendidikan

Islam: Tradisi dan Modernisasi

Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logis

Donal Ary.dkk. 1984. Pengantar

Penelitian dalam Pendidikan

(terjemahan). Surabaya: Usaha

Nasional

Haroen, Nasrudin.dkk. 2001.

Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta:

Ictiar Baru van Hoeve

Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian

Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan

Kuantitatif). Jakarta: GP Press.

Khatib, Yusran. 2988. Sistem Evaluasi

dan Penilaian. Padang:FPBS

Koentjaraningrat. 1974. Pengantar

Antropologi. Jakarta: Bulan Bintang

Navis, A.A. 1984. Alam Takambang

Jadi Guru. Jakarta: Grafiti

Nawawi, Hadari. 2003. Metode

Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

M. Echols, John. 1988. An English

Indonesian Dictionary.

Jakarta:Gramedia

Page 37: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

37

Saini KM. 1989. Protes Sosial dalam

Sastra. Bandung:Angkasa

Sastrowardoyo, Subagio. 1989. Sekilas

Soal Sastra dan Budaya. Jakarta: Balai

Pustaka

Semi, M. Atar. 1989. Kritik Sastra.

Bandung: Angkasa

Sumardjo, Jakob. 1995. Sastra dan

Massa. Bandung; ITB

Teeuw, A. 1993. Khazanah Sastra

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Page 38: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

38

PROSES SEDMENTASI DI PERAIRAN DOMPAK KECAMATAN

BUKIT BESTARI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

SEDIMENTATION PROCESS IN THE COAST OF DOMPAK

BUKIT BESTARI SUB-REGENCY KEPULAUAN RIAU

PROVINCE

Oleh

Amirul Mukminin

ABSTRACT

Research of sedimentation process has been carried out in the coast of

Dompak. The objectives of this research is to understand the sedimentation process,

including sediment accumulation, physical characteristic and anthropogenic activities

effects.

Result shown that the highest sediment accumulation volume rate in each

station is 2,2115 (ml/cm2/day) is as station 4 and the lowest is as stasion 3 that is

0,4789 (ml/cm2/day). Sediment fraction in each station is consisted of three fraction

types, namely gravel, mud and sand which is predominated by mud fraction.

Sediment fraction in the station 1, 2 and 3 are consisted of sandy mud sediment

fraction, while station 4 the sediment is muddy sand fraction. Highest sedimentation

rate found is the station 4 and station 1. This is due to the presence of anthropogenic

activities such as bauxite mines and transportation routes and there is a

Tanjungpinang-Dompak bridge construction in that area.

Keywords : Sedimentation process, Dompak , Kepulauan Riau, anthropogenic

activities.

PENDAHULUAN

Pulau Dompak merupakan

daerah perluasan Ibukota Provinsi

Kepulauan Riau dengan akan

dibangunnya pusat pemerintahan.

Perairan Dompak merupakan kawasan

aktivitas anthropogenik yang komplek

seperti aktivitas pelayaran, industri

tambang bauksit, pemukiman,

pelabuhan kapal maupun lainnya serta

limbah-limbah yang dihasilkan.

Segala bentuk aktivitas di sekitar

kawasan ini akan berdampak langsung

pada perairan tersebut baik secara

biologi, fisika maupun kimia, terhadap

proses sedimentasi. Sedimen

didefinisikan sebagai material-

material yang berasal dari

perombakan batuan yang lebih tua

atau material yang berasal dari proses

weathering batuan dan

ditransportasikan oleh air, udara dan

es, atau material yang diendapkan

oleh proses-proses yang terjadi secara

alami seperti precitipasi secara kimia

atau sekresi oleh organisme, kemudian

membentuk suatu lapisan pada

permukaan bumi Rifardi (2008a).

Pengendapan sedimen tergantung

kepada medium angkut, dimana bila

kecepatan berkurang medium tersebut

tidak mampu mengangkut sedimen ini

sehingga terjadi penumpukan (Ompi

et al, 1990).

Semua material dari aktivitas tersebut

masuk ke dalam perairan laut dan

mengendap di dasar perairan

Page 39: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

39

penambahan pasokan sedimen cukup

merugikan bagi wilayah pesisir,

sehingga akan mengakibatkan adanya

fenomena alam yang menyebabkan

terjadinya pendangkalan, perubahan

terhadap jenis endapan sedimen di

Perairan Dompak, Rifardi (2008a)

ukuran butir sedimen dapat

menjelaskan hal-hal berikut : 1)

menggambarkan daerah asal sedimen,

2) perbedaan jenis partikel sedimen, 3)

ketahanan partikel dari bermacam-

macam komposisi terhadap proses

weathering, erosi, abrasi dan

transportasi serta 4) jenis proses yang

berperan dalam transportasi dan

deposisi sedimen. sedimentasi sangat

erat hubungannya dengan

pendangkalan. Sedimentasi ini

merupakan proses yang berlangsung

dalam jangka waktu yang lama

Uktoselya(1992). Streeter dan Wylie

(1990), kecepatan pengendapan butiran

sedimen didalam air dimana benda

tersebut digerakan secara horizontal ke

dalam air sebagai kombinasi dari gaya

angkat, gaya hambat dan gaya-gaya

lainnya yang bekerja. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui

proses sedimentasi ditinjau dari

sedimen terakumulasi, sedimen

tersuspensi dan karakteristik fisik

sedimen akibat aktivitas anthropogenik

di perairan Pantai Dompak Provinsi

Kepulauan Riau.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan

bulan Juli-Agustus 2008. Pengambilan

sampel sedimen dilakukan di perairan

pantai Dompak Kecamatan Bukit

Bestari Provinsi Kepulauan Riau.

Sedangkan Analisis sedimen

terakumulasi, sedimen tersuspensi dan

fraksi sedimen dilakukan di

Laboratorium Terpadu Ilmu Kelautan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Universitas Riau.

Bahan dan Alat. Bahan yang

digunakan meliputi sampel sedimen

terakumulasi, tersuspensi, fraksi

sedimen dan larutan hidrogen

peroksida (H2O2) dengan konsentrasi 3

%. Alat yang digunakan adalah

Sedimen Trap (sedimen terakumulasi),

Eckman Grab sampler (sedimen

permukaan), secchi disc, water

checker, handrefraktometer, GPS

Garmin, parasut arus, timbangan

analitik, oven pengering, cawan dan

saringan bertingkat, kertas whatman,

sistem penyaring vakum, oven, gelas

ukur, desikator dan timbangan analitik.

Pengambilan Sampel.

Pengambilan sampel dilaksanakan

pada empat stasiun di perairan pantai

Dompak dengan meletakkan sedimen

trap di dekat dasar perairan selama 10

hari dengan tiga kali pengulangan dan

Eckman Grab sampler untuk

mengambil sedimen permukaan.

Pengamatan di

Laboratorium. Analisis sampel

sedimen akumulasi yang dihitung

adalah volume dan berat sedimen yang

terendapkan persatuan luas area per

waktu berdasarkan Rifardi (2008b)

sebagai berikut :

1 Volume diukur dengan cara

menyaring sedimen sampel

dengan ayakan yang paling halus

0,063 mm untuk memisahkan

lumpur dengan fraksi lainnya.

2 Fraksi yang tertahan dalam ayakan

tersebut dihitung volumenya (ml)

dan setelah itu dikeringkan dengan

oven dan ditimbang beratnya

(gram).

Sedangkan sedimen yang lolos

dari ayakan, dibiarkan selama 3 hari

untuk diendapkan, setelah itu diukur

volume yang terendap (ml) dan

ditimbang (gram).

Analisa ukuran butir (tekstur)

sedimen dilakukan di laboratorium

Page 40: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

40

dengan rujukan Rifardi (2008a)

sebagai berikut :

1 Sampel yang sudah direndam

dengan larutan hidrogen peroksida

3-5% diayak dengan ayakan yang

mempunyai mesh size 63 μm

untuk menganalisis fraksi populasi

lumpur.

2 Ayakan yang digunakan bermesh

size 2 mm (-1Ø) untuk

memisahkan fraksi populasi

kerikil dari pasir. Sedimen yang

tertahan dalam ayakan ini adalah

fraksi populasi kerikil dan yang

lolos adalah fraksi populasi pasir.

3 Populasi pasir dimasukan dalam

ayakan paling atas, dimana

sebelumnya ayakan telah disusun

berdasarkan ukuran mesh size

yaitu ukuran mesh size dari atas ke

bawah sebagai berikut: 1 mm

(0Ø), 0,5 mm (1Ø; 500 μm), 0,25

mm (2Ø; 250 μm), 1/8 mm (3Ø;

125 μm), 1/16 mm (4Ø; 63 μm).

Analisis Data Sampel.

Akumulasi sedimen diukur dengan

menghitung volume per satuan luas

area per waktu dengan perhitungan

sebagai berikut:

Laju Volume Akumulasi =

Keterangan :

Laju Volume Akumulasi =

(ml/cm2/hari)

V = Volume Sedimen (ml)

L = Luas Penampang Sediment-

trap (cm2)

T = Waktu Pemasangan

Sediment-trap (hari)

Selain itu akumulasi sedimen

yang dihitung adalah berat sedimen

yang terendapkan persatuan luas area

per waktu dengan perhitungan sebagai

berikut:

Laju Berat Akumulasi =

Keterangan :

Laju Berat Akumulasi =

(gram/cm2/hari)

W = Berat Kering Sedimen (gram)

L = Luas Penampang Sedimen-

trap (cm2)

T = Waktu Pemasangan Sedimen-

trap (hari)

Hasil dari metode pengayakan

basah dan metode pipet digabungkan

dan didapatkan diameter rata-rata atau

mean size (Ø), koofisien sorting (δ1),

skewness (Sk1) yang diperoleh dari

metode grafik menurut (Rifardi

2008a). Perhitungan nilai tersebut

didapatkan dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

mean size (Mz) = Ø16 + Ø50 + Ø84

3

Klasifikasi:

Ø1 : coarse sand (pasir kasar)

Ø2 :medium sand (pasir

menengah)

Ø3 : fine sand (pasir halus)

Ø4 : very fine sand (pasir sangat

halus)

Ø5 : coarse silt (lumpur kasar)

Ø6 : medium silt (lumpur

menengah)

Ø7 : fine silt (lumpur halus)

Ø8 : very fine silt (lumpur sangat

halus)

> Ø8 : clay (liat)

Sorting (δ1)=Ø84 - Ø16 + Ø95 - Ø5

4 6,6

Klasifikasi:

<0,25Ø : very well sorted

(terpilah sangat baik)

0,35 – 0,50Ø: well sorted (terpilah

baik)

0,50 – 0,71Ø : moderately well sorted

(terpilah)

0,71 – 1,0Ø : moderately sorted

(terpilah sedang)

1,0 – 2,0Ø : poorly sorted (terpilah

buruk)

>2,0Ø : very poorly sorted

(terpilah sangat buruk)

Skewness(Sk1)=

Page 41: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

41

Klasifikasi:

+ 1,0 s.d + 0,3 : very fine skewed

+ 0,3 s.d + 0,1 : fine skewed

+ 0,1 s.d – 0,1 : near symmitrical

- 0,1 s.d – 0,3 : coarse skewed

> - 0,3 : very coarse skewed

ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil

pengamatan dan pengukuran

dilapangan ditabulasikan kedalam

bentuk tabel dan dibahas secara

deskriptif. Semua analisis statistik

dilakukan dengan software Statistical

Product and Service Solution (SPSS)

versi 12. Laju sedimen terakumulasi

diuji dengan One Way Anova dengan

tingkat kepercayaan 95% untuk

melihat pengaruh aktivitas

anthropogenik terhadap proses

sedimentasi.

Hubungan antara laju sedimen

terakumulasi dan fraksi sedimen maka

digunakan regresi linier sederhana

(Sudjana, 1996) dengan model

matematis: Y = a + bx

Dimana :

Y = laju sedimen terakumulasi

(ml/cm2/hari)

a dan b = konstanta

X = fraksi sedimen (mz)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Laju Sedimen Terakumulasi Per Sepuluh Hari Volume dan Berat

Stasiun

1 2 3 4

I 0,2089 0,0968 0,2038 0,4943 1,0038

II 0,1936 0,1732 0,0611 0,5299 0,9578

III 0,3210 0,2854 0,2140 1,1873 2,0077

Jumlah

Total 0,7235 0,5554 0,4789 2,2115

3,9693

Rata-rata 0,2411 0,1851 0,1596 0,7371 1,3231

I 0,0404 0,0167 0,0424 0,1546 0,2541

II 0,0337 0,0322 0,0361 0,1581 0,2601

III 0,0605 0,0551 0,2040 1,1732 1,4928

Jumlah

Total 0,1346 0,1040 0,2825 1,4859 2,0070

Rata-rata 0,0448 0,0346 0,0941 0,4953 0,6690

Sumber : Data Primer

Hasil analisis untuk jumlah total laju

volume sedimen terakumulasi tertinggi

pada setiap stasiun adalah 2,2115

(ml/cm2/hari) yaitu pada stasiun 4,

tingginya akumulasi disebabkan karena

merupakan kawasan aktivitas

penambangan bauksit Pulau Dompak

dan pelayaran bagi kapal-kapal besar

pembawa hasil tambang bauksit.

Pada stasiun 1 jumlah total laju volume

terakumulasi yaitu 0,7235

(ml/cm2/hari) karena aktivitas

anthropogenik berupa jalur masuk

kapal-kapal menuju selat dompak dan

merupakan kawasan pembangunan

jembatan Tanjungpinang-Dompak

sepanjang 960 meter yang cukup

memberikan masukan bahan-bahan

organik, anorganik dan bahan

tersuspensi ke perairan pantai Dompak.

Untuk stasiun 2 jumlah total laju

volume terakumulasi yaitu 0,5554

(ml/cm2/hari) karena merupakan

stasiun kontrol yang belum terdapat

aktivitas anthropogenik dan banyak

ditumbuhi mangrove jenis Rhizophora

sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp, dan

Xylocarpus sp dan jumlah total laju

Page 42: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

42

volume akumulasi terendah terdapat

pada stasiun 3 yaitu sebesar 0,4789

(ml/cm2/hari), diduga karena stasiun 3

berada di dekat Sungai Dompak

dimana di sekitar ini terdapat

pemukiman, usaha tambak ikan dan

tempat pembangunan jembatan antara

pulau Dompak dengan pulau Bintan

Hasil analisis fraksi butiran sedimen

pada masing-masing stasiun di

Perairan Pantai Dompak terdiri atas

tiga jenis fraksi sedimen yaitu kerikil,

pasir dan lumpur yang didominasi oleh

fraksi lumpur.

Tabel 3. Persentase Berat Fraksi Sedimen dan Jenisnya

Fraksi Sedimen (%)

Kerikil Pasir Lumpur

1 0,9597 31,7978 67,2425 Lumpur berpasir

2 13,7112 42,0389 44,2499 Lumpur berpasir

3 4,2356 37,5174 58,2470 Lumpur berpasir

4 6,3064 61,3148 32,3788 Pasir berlumpur

Sumber : Data Primer

Hasil perhitungan diameter rata-rata (Mz) berkisar 3,00 – 5,20 Ø, koefisien sorting

(δ1) berkisar 0,4038 – 2,9576 dan skewness (Sk1) berkisar 0,8056 – 1,6105. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Sedimen Pada Setiap Stasiun Penelitian

Stasiun Mz Δl Sk1

1 5,20 0,4038 1,4148

2 3,00 0,6970 0,8056

3 4,97 2,9576 1,1658

4 4,20 2,4977 1,6105

Sumber : Data Primer

Stasiun 1 dicirikan dengan nilai mean

size 5,20Ø (coarse silt), nilai koefisien

sorting 0,4038 (well sorted) dan

persentase lumpur 67,2425 %. Stasiun

2 dengan nilai mean size 3,00Ø (fine

sand), nilai koefisien sorting 0,6970

(moderately well sorted) dan

persentase lumpur 44,2499 %. Stasiun

3 nilai mean size 4,97Ø (coarse silt),

nilai koefisien sorting 2,9576 (very

poorly sorted) dan persentase lumpur

58,2470 %. Stasiun 4 memiliki nilai

mean size 4,20Ø (very fine sand),

koefisien sorting 2,4977 (very poorly

sorted) dan memiliki persentase pasir

61,3148 %. Duane (1964) menyatakan

bahwa negatively skewness disebabkan

oleh kelebihan material-material kasar

dari distribusi normal dan diduga

dihasilkan oleh lingkungan yang

menjadi sasaran aktifitas gelombang

dan arus, sedangkan sedimen yang

positively skewness dihasilkan oleh

lingkungan dimana aktivitas

gelombang sangat kecil.

Page 43: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

43

Gambar 2. Hubungan Laju Sedimen Terakumulasi dengan Fraksi Sedimen

Uji regresi linier sederhana (Gambar 2)

menunjukan bahwa terdapat hubungan

negatif antara laju sedimen

terakumulasi dengan fraksi sedimen di

perairan pantai Dompak dengan

persamaan Y = -0,069x + 4,411, r = -

0,057. Dari hasil uji t dapat diketahui

bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel,

yang berarti fraksi sedimen tidak

berpengaruh nyata terhadap sedimen

terakumulasi di perairan pantai

Dompak.

Fraksi sedimen yang bertanda negatif

berarti bahwa variabel bebas (fraksi

sedimen) mempunyai pengaruh searah

dengan variabel tergantung (laju

sedimen terakumulasi), artinya apabila

distribusi fraksi sedimen meningkat

atau menurun maka akan mendorong

menaikkan dan menurunkan laju

sedimen terakumulasi di perairan.

Proses sedimentasi di perairan

pantai Dompak ditinjau dari aktivitas

anthropogenik berdasarkan hasil uji

one way anova, menunjukan perbedaan

yang nyata terhadap proses

sedimentasi antar stasiun yang dinilai

dari variabel laju volume sedimen

terakumulasi dengan nilai probability

0,025 (p<0,05) dan nilai F hitung

(5,414) > F tabel (4,07) dengan tingkat

kepercayaan 95% yang berarti bahwa

Ha diterima yaitu aktivitas

anthropogenik memberikan pengaruh

terhadap proses sedimentasi. Hal ini

menunjukan bahwa aktivitas

anthropogenik berupa penambangan

bauksit memberikan bahan masukan

berupa partikel ke perairan Dompak,

terutama pada proses pencucian

bauksit dilakukan pada instalasi

pencucian yang bertujuan untuk

meliberasi bijih bauksit terhadap

unsur-unsur pengotornya yang pada

umumnya berukuran -2 mm yaitu

berupa tanah liat (clay) dan pasir

kuarsa, serta reklamasi pantai dalam

pembangunan jembatan

Tanjungpinang-Dompak yang

memberikan masukan sedimen ke

dalam perairan dan merupakan jalur

transportasi kapal.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian,

maka dapat diperoleh beberapa

kesimpulan yaitu Proses sedimentasi di

perairan pantai pulau Dompak berasal

dari aktivitas antropogenik di sekitar

perairan ini, dimana aktivitas

pelayaran, industri tambang bauksit,

reklamasi pantai, pembangunan

jembatan Tanjungpinang-Dompak,

Page 44: STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN …riset.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/Studi-Ekosistem... · laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari

44

pelabuhan kapal yang mempengaruhi

proses sedimentasi di perairan.

Pada proses sedimentasi

menyebabkan peningkatan total laju

sedimen terakumulasi selama 30 hari

yaitu 2,2115 (ml/cm2/hari) pada stasiun

4 dan 0,7235 (ml/cm2/hari) stasiun 1.

Fraksi sedimen berperan dalam

mendistribusi laju sedimen

terakumulasi di perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Duane, D. B.,1964. Significance of

Skewness in Recent Sediment.

Jour. Sed. Pet., 34;242-248.

Ompi, M,. L. Effendie. B. Zottoli dan

Moringka, 1990. Sedimen dan

Hubungannya Dengan Komunitas

Moluska di Gugusan Pulau Pari

Kepulauan Seribu, Jakarta . Jurnal.

Fakultas Perikanan Institut

Pertanian Bogor, Bogor I (2): 125-

131.

Rifardi. 2008a. Tekstur Sedimen;

Sampling dan Analisis. Unri Press.

Pekanbaru,101 Hal.

Rifardi. 2008b. Ekologi Sedimen Laut

Modern. Unri Press. Pekanbaru.

145 Halaman.

Streeter, V.L. dan E.B. Wylie. 1990.

Mekanika Fluida. Alih Bahasa: A.

Prijono. Erlangga, Jakarta, 356

Hal.

Sudjana. 1996. Teknik Analisis

Regresi dan Kolerasi. Tarsito.

Bandung.

Uktoselya, H.,1992. Beberapa Aspek

Fisika Air Laut dan Peranannya

Dalam Masalah Pencemaran. Hal

143-154 dalam D. H. Kunarso dan

Ruyitno (eds). Laporan Seminar

Pencemaran Laut. Lembaga

Oseanografi Nasional LIPI,

Jakarta