2. tinjauan pustaka 2.1 ekosistem terumbu karang · bagan klasifikasi filum coelentrata, karang...

19
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di perairan dangkal laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur. Hampir sebagian besar bentuk, struktur serta material kapur pembentuk terumbu dibentuk dan dihasilkan oleh biota karang sehingga terumbu karang sering juga didefinisikan sebagai ekosistem perairan tropis yang didominasi oleh biota karang. Menurut Veron (1995) terumbu karang dibentuk dari endapan (deposit) massif padat kalsium karbonat (CaCo 3 ) yang dihasilkan oleh biota karang dan tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) serta biota lain yang juga menghasilkan kalsium karbonat (CaCo 3 ). Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan dengan jelas antara biota karang (coral) sebagai individu suatu organisme atau komponen dari suatu komunitas, sedangkan terumbu karang (coral reef ) merupakan suatu ekosistem (Nybaken, 1988 ; Sorokin, 1993). Dalam proses pembentukan terumbu karang, biota karang batu (Scleractinia) merupakan penyusun dan pembangun terumbu (reef building corals) paling penting. Berdasarkan kepada kemampuannya memproduksi kapur maka biota karang batu dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik adalah karang yang dapat menghasilkan material kapur sebagai bahan dasar pembangun terumbu. Karang kelompok hermatipik sebarannya hanya ditemukan di daerah tropis sampai sub tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan material kapur pembentuk terumbu dan kelompok ini tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama karang hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya alga simbion zooxhantella dalam jaringannya yaitu sejenis algae uniselular (Dinoflagellata uniselular), seperti Gymnodinium microadriatum (Sorokin, 1993 ; Colin dan Anerson, 1995 ; Veron, 2000) Endapan padat terumbu terdiri dari material kapur yang terjadi dalam proses jutan tahun yang dihasilkan oleh jutaan individu penghasil kapur. Laju pembentukan endapan kapur sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi dan proses biologis dalam biota pembentuk terumbu. Selanjutnya Sumich (1992)

Upload: trannhi

Post on 10-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem di perairan dangkal laut

tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur. Hampir sebagian

besar bentuk, struktur serta material kapur pembentuk terumbu dibentuk dan

dihasilkan oleh biota karang sehingga terumbu karang sering juga didefinisikan

sebagai ekosistem perairan tropis yang didominasi oleh biota karang. Menurut

Veron (1995) terumbu karang dibentuk dari endapan (deposit) massif padat

kalsium karbonat (CaCo3) yang dihasilkan oleh biota karang dan tambahan dari

alga berkapur (Calcareous algae) serta biota lain yang juga menghasilkan

kalsium karbonat (CaCo3). Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan dengan

jelas antara biota karang (coral) sebagai individu suatu organisme atau komponen

dari suatu komunitas, sedangkan terumbu karang (coral reef ) merupakan suatu

ekosistem (Nybaken, 1988 ; Sorokin, 1993).

Dalam proses pembentukan terumbu karang, biota karang batu

(Scleractinia) merupakan penyusun dan pembangun terumbu (reef building

corals) paling penting. Berdasarkan kepada kemampuannya memproduksi kapur

maka biota karang batu dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik

dan karang ahermatipik. Karang hermatipik adalah karang yang dapat

menghasilkan material kapur sebagai bahan dasar pembangun terumbu. Karang

kelompok hermatipik sebarannya hanya ditemukan di daerah tropis sampai sub

tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan material kapur pembentuk

terumbu dan kelompok ini tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama

karang hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya alga simbion

zooxhantella dalam jaringannya yaitu sejenis algae uniselular (Dinoflagellata

uniselular), seperti Gymnodinium microadriatum (Sorokin, 1993 ; Colin dan

Anerson, 1995 ; Veron, 2000)

Endapan padat terumbu terdiri dari material kapur yang terjadi dalam

proses jutan tahun yang dihasilkan oleh jutaan individu penghasil kapur. Laju

pembentukan endapan kapur sangat dipengaruhi oleh kondisi oseanografi dan

proses biologis dalam biota pembentuk terumbu. Selanjutnya Sumich (1992)

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

8  

menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga menyebabkan

bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida

dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:

Ca (HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2

Fotosintesa oleh algae yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu

menghasilkan deposist cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10

kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik)

dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.

2.2 Sebaran dan Tipe Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem khas perairan dangkal daerah tropis

dan terbatas pada daerah sub tropis. Konsekuensinya sebaran terumbu karang

tidak ditemukan pada daerah lintang sedang dan tinggi dengan sebaran optimal

pada 28o Lintang Utara sampai 32o Lintang Selatan dengan sebaran ekstrim pada

>40o Lintang Selatan (Potts dan Jacobs, 2002) . Pada belahan bumi utara

terumbu karang masih ditemukan sepanjang perairan Okinawa, Jepang, Florida,

AS , Teluk Meksiko, Laut Karibia, Laut Merah, India-Srilangka dan pulau-pulau

kecil di samudera hindia. Sedangkan pada belahan bumi selatan meliputi Perairan

selatan Afrika, dan timur-selatan Australia . Sebaran pada daerah lintang sedang

ini dibatasi oleh luasan dan keanekaragaman biotanya. Secara bujur sebaran

terumbu karang dunia dibedakan berdasarkan wilayah perairan yaitu Indo-Pasifik,

Samudera Hindia, Samudera Atlantik perairan Karibia. Sebaran ini dicirikan

dengan luasan dan komposisi jenis biota yang ada (Veron, 1985, 2000 ;

Suharsono, 2008).

Sebaran terumbu secara vertical dibatasi pada kedalaman tertentu dengan

kedalaman optimal 0-20 meter. Sebaran terumbu seperti ini lebih dibatasi oleh

ketersedian substrat dan kejernihan perairan. Meskipun beberapa karang dapat

dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang mem bentuk karang hanya

terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang dibatasi oleh kedalaman yang

biasanya kurang dari 25 m dengan suhu rata-rata minimum dalam setahun sebesar

10 oC. Pertumbuhan maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

9  

dari 10 m dan suhu sekitar 25 oC sampai 29 oC (Nybaken, 1988 ; Veron, 1985 ;

Nybaken dan Bertness, 2005).

Berdasarkan posisi dan letak terumbu karang terhadap daratan atau pulau-

pulau kecil dibedakan atas beberapa tipe sebagai berikut:

2.2.1 Frengging Reef

Frengging reef atau terumbu karang tepi ditemukan tersebar di sepanjang

pesisir daratan benua atau pulau-pulau kecil. Terumbu karang tepi (fringing reef)

ini berkembang di sepanjang pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari

40m. Terumbu karang ini tumbuh ke atas atau ke arah laut. Pertumbuhan terbaik

biasanya terdapat dibagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi

luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik

bahkan banyak mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan

yang datang dari darat (Veron 1995 ; 2000). Terkadang ditemukan terumbu

karang tepi yang mengalami modifikasi menjadi bagian-bagian yang terpisah dan

mengelompok di luar garis pantai (Hubbard, 1997)

2.2.2 Barrier Reef

Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef ) terletak di berbagai jarak

kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang

terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang

menyusuri dan sejajar pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan

merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya adalah

The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia dengan

panjang 1.350 mil (Veron, 2000)

2.2.3 Atoll

Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon).

Kedalaman goba didalam atol sekitar 45 meter jarang sampai 100 meter seperti

terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di

Sulawesi Selatan. Veron (1985 ; 2000) menjelaskan teori kejadian terumbu atol

sebagai sebuah gejala geologis yang melibatkan gerakan lempeng tektonik dan

aktifitas vulkanik. Hubbard (1997) merinci lebih jelas kejadian terumbu

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

10  

dikombinasikan dengan peristiwa pertumbuhan terumbu yang bergerak ke atas

akibat kenaikan muka air laut.

Ketiga tipe di atas dapat mengalami modifikasi akibat perubahan kondisi

geografis atau kejadian-kejadian tektonik. Modifikasi tersebut adalah pemisahan

bagian terumbu menjadi kelompok-kelompok kecil terumbu dalam rangkaian

terumbu utama atau dikenal juga dengan patch reef. Tipe terumbu lain adalah

terumbu laut dalam yang sampai sekarang masih belum banyak teori yang

mengungkap asal usul kejadiannya.

2.3 Persyaratan ligkungan

Sebaran terumbu dengan tipe-tipe seperti di atas dibatasi oleh beberapa

faktor lingkungan antara lain temperatur, cahaya (kejernihan dan kedalaman),

salinitas dan nutrien perairan. Pott dan Jacobs (2002) (dari Vaunghan dan Wells,

1943 ; Wells, 1956 ; Newell, 1971 ; Fagerstrom, 1987 ; Veron, 1995 ; Hallock,

1997, dan Wood, 1999) menerangkan kondisi lingkungan optimal dan ekstrim

terumbu karang seperti pada table berikut ini:

Tabel 1. Kondisi lingkungan optimal bagi terumbu dan biota karang pembentuk terumbu

KONDISI LINGKUNGAN

OPTIMAL

EKSTRIM

Kedalaman (meter) 0-20 1-2 Kedalaman maksimum perkiraan 100 <15 Temperatur (oC) >18 - <32 <10 dan >40 Lintang 28o LU - 32o LS >40o LS Salinitas (o/oo) Perkiraan 34-36 <25 dan >40 Nutrien Sangat rendah Tinggi – Sangat Tinggi Sedimen Rendah Tinggi Turbiditi Rendah Tinggi Cahaya Tinggi Rendah Oksigen Tinggi Selalu rendah Stabilitas habitat Tinggi Rendah Arus cukup Tidak ada gerakan

Umumnya terumbu karang berkembang baik pada perairan dangkal pesisir

dan laut tropis dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan.

Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu

karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

11  

sensitif terhadap perubahan lingkungan terutama suhu, salinitas, sedimentasi,

eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami. Disamping itu untuk hidup

biota karang pembentuk terumbu membutuhkan suhu air yang hangat berkisar

antara 25-32 oC (Sorokin, 1993 ; Veron, 1995 ; Nybakken, 1988 ; Nybaken dan

Bertenss, 2005). Pada perubahan suhu perairan akibat pemanasan global yang

melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang

(coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95% (Oliver

et al., 2004). Suharsono (1999) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut,

rata-rata kenaikan suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 oC di atas

suhu normal.

Selain dari perubahan suhu, maka perubahan pada salinitas juga akan

mempengaruhi terumbu karang. Birkeland (1997) menyebutkan bahwa terumbu

karang sangat berkembang baik pada salinitas air laut mendekati 35 o/oo, namun

kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pemasukan air

tawar. Hal ini sesuai dengan penjelasan McCook (1999) bahwa curah hujan yang

tinggi dan aliran permukaan dari daratan (mainland run off) dapat membunuh

terumbu karang melalui peningkatan sedimen dan terjadinya penurunan salinitas

air laut. Dampak selanjutnya adalah kelebihan zat hara (nutrient overload)

berkontribusi terhadap degradasi terumbu karang melalui peningkatan

pertumbuhan makroalga yang melimpah (overgrowth) terhadap karang.

2.4 Biologi Biota Karang Batu

2.4.1 Taksonomi

Biota karang batu pembentuk terumbu dicirikan dengan kemampuannya

memproduksi kapur sebagai rangka dan menjadi bahan dasar pembangun terumbu

karang. Secara taksomi biota karang batu termasuk ke dalam anggota Filum

Coelentrata. Biota karang bersama biota lainnya yang termasuk dalam filum ini

dicirikan dengan bentuk tubuh sederhana, radial simetris dengan satu rongga

tubuh tunggal yang disebut dengan Coelum. Hampir sebagian besar kelompok

biotanya dilengkapi dengan sel-sel penyengat (nematocyte) sehingga filum ini

dikenal juga dengan nama lain Cnidaria (Colin dan Anerson, 1995 ; Veron,

2000).

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

12  

Bersama biota karang lunak, biota karang batu diklasifikasikan ke dalam

Kelas Anthozoa dengan ciri utama memiliki siklus hidup dewasa pada stadium

polip dengan lengan-lengan tentakel. Perbedaan utama biota karang lunak dan

karang keras adalah jumlah tentakel yang dimilki yaitu kelipatan delapan (8) dan

kelipatan enam (6), sehingga mereka dibedakan lagi dalam dua sub kelas yaitu

Octocoralia (jumlah tentakel kelipatan 8) dan Hexacorallia (jumlah tentakel

kelipatan 6). Semua biota karang dalam Kelas Hexacorallia adalah biota-biota

pembentuk terumbu dengan ordo tunggal Scleractinia dan beberapa ordo lain dari

Kelas Octocoralia yaitu Helioporaria dan Stolonifera ditambah satu ordo dari

Kelas Hydrozoa yaitu Stylasterina (Sorokin, 1992 ; Veron, 2000 ; Suharsono,

2008).

FILUM

KELAS

SUB KELAS

ORDO

Coelentrata

Anthozoa

Hexacorallia

Zooantharia

Corallimorphalia

Antipatharia

Ceriantharia

Actinaria

Scleractinia

Octocoralia

Gorgonacea

Alcyonacea

Pennalulacea

Helioporaria

Stolonifera

Hydrozoa Stylasterina

Gambar 1. Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu

berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993)

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

13  

2.4.2 Morfologi dan Anatomi

Bentuk tubuh luar (morfologi) polip biota karang batu sangat sederhana

seperti silinder terdiri dari bagian atas (aboral) dan bagian bawah (basal plate).

Bagian atas berfungsi seperti kepala terdiri dari lengan-lengan tentakel, mulut

dengan saluran yang terbuka ke rongga tubuh. Bagian tengah atau batang tubuh

dengan jaringan yang menyatu dengan tubuh polip lainnya dalam koloni yang

sama. Basal plate bagian bawah sedikit melebar dan menempel langsung pada

substrat dasar perairan (Miller dan Harley, 2001).

Koloni karang batu terdiri dari polip-polip karang yang satu sama lain

dihubungkan oleh jaringan tipis yang dikenal dengan Columella. Perbanyakan

polip-polip karang batu terjadi melalui reproduksi secara aseksual pertunasan

(budding). Pola dan tipe pertunasan sangat khas dan bervariasi pada setiap jenis

karang batu sehingga sangat menentukan bentuk koloninya masing masing.

Secara umum bentuk koloni karang dibedakan atas bentuk bercabang (branching),

massive, Sub massive, lembaran (foliose), merayap (encrusting), merata seperti

meja (tabulate) dan soliter (Veron 2000 ; Suharsono, 2008)

Karang secara fisiologis terus menerus mensekresikan kapur sebagai

rangka luarnya (eksoskleton). Pada polip karang yang telah mati dan jaringan

hidup habis terurai akan memperlihatkan eksoskleton ini dengan jelas.

Keseluruhan struktur rangka yang membangun satu polip dalam satu koloni

disebut dengan koralit (coralite) sedang keseluruhan rangka pada setiap polip

dalam satu koloni disebut dengan koralum (corallum). Struktur luar koralit

terdiri dari lempengan-lempengan berdiri tegak yang disebut dengan septa

(septae). Epiteka (epiteca) berbentuk dari lempengan berada pada bagian dasar

dengan pinggirannya membentuk bagian yang lebih tinggi menjadi dinding

kerangka. Lingkar dinding ini membentuk bagian yang terbuka dari koralit yang

disebut dengan kalik (calice). Septa berdiri tegak di atas permukaan bagian

dalam dinding dan kadang berlanjut sampai ke bagian luar dinding menjadi kosta

(costae). Septa-septa ini memiliki pinggiran yang tidak rata atau bergerigi

dengan bentuk dan pola yang khas pada setiap jenis. Pada famili tertentu septa

memiliki tonjolan dengan bentuk dan posisi yang sama pada masing-masing septa

sehingga membentuk pola seperti bunga atau mahkota disebut dengan pali (pali

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

14  

form). Kolumella (Columella) berada persis pada bagian tengan epiteka

berbentuk tonjolan sebagai hasil endapan kapur dengan struktur berongga dan

berpori. Sruktur kolumella ini sangat spesisfik dan bahkan tidak dimiliki oleh

jenis-jenis tertentu sehingga menjadi acuan untuk identifikasi sampai tingkatan

jenis (Veron, 2000 ; Suharsono, 2008).

Secara anatomi tubuh polip karang terdiri dari tiga lapis jaringan yaitu

ektoderma, endoderma dan mesoglea. Lapisan jaringan paling luar atau

ektoderma disusun atas beberapa jenis sel antara lain sel penyengat/jelatang

(nematosis) dan sel mukus. Sel-sel mukus menghasil getah mukus yang

membantu menangkap makanan dan membersihkan diri dari endapan sedimen,

sedangkan sel jelatang sangan berperan dalam membunuh mangsa untuk

makanan dan mekanisme mempertahankan diri. Lapisan mesoglea berada

diantara lapisan ektoderma dan endoderma dengan substansi berbentuk jelli berisi

benang-benang fibril dengan lapisan tipis seperti otot pada bagian luarnya.

Lapisan endoderma berada pada bagain dalam dan berhubungan langsung dengan

rongga tubuh. Pada lapisan permukaan jaringan terutama pada el-sel mesenteri

sampai permukaan tentakel ditemukan flagella dan silia yang berkembang baik

(Nybaken dan Bertness, 2005).

Pada lapisan endoderma ditemukan alga simbion bersel satu

(zooxhantella). Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002) sebagian besar

spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae

yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan

oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh

karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat

dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Zooxanthella

memberikan warna pada jaringan karang dan algae simbion ini sangat aktif

melakukan proses fotosintesis (Muller-Paker dan D’Ellia, 1997)

Organ dalam polip karang sangat sederhana dan telah menunjukan

beberapa fungsi fisiologis. Mulut yang terdapat pada bagian aboral diteruskan

kedalam rongga tubuh melalui saluran yang disebut dengan tenggorokan

(pharynx). Rongga tubuh (gastrovascular) merupakan bagian dari lapisan

endoderma dengan struktur dinding yang melipat-lipat (mesenteries) mengandung

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

15  

benang-benang mesenteris (mesenterial filament) dengan ujung yang lepas ke

dalam rongga tubuh yang disebut acontia. Urutan organ tersebut secara fisiologis

membantu dalam proses pencernaan makanan (Miller dan Harley, 2001)

2.5 Reproduksi dan Siklus Hidup Karang

Hewan karang dapat melakukan reproduksi baik secara seksual maupun

aseksual. Reproduksi aseksual pada hewan karang melibatkan sejumlah proses

dimana pembentukan koloni baru terjadi melalui pemisahan atau pelepasan

sebagian jaringannya melalui fragmentasi dan polip bailout. Reproduksi secara

seksual sangat komplek dan meliputi berbagai kejadian mulai dari produksi sel

gamet jantan dan betina, proses pembuahan dan pembentukan embrio sebagai

planula yang berenang bebas (Richmond, 1997)

2.5.1 Reproduksi Aseksual

Sebagian besar hewan karang adalah biota berkoloni terdiri dari ratusan

sampai ribuan polip yang saling berhubungan satu sama lainnya. Polip-polip ini

tumbuh dan bertambah banyak melalui proses secara aseksual tunas (budding).

Pertunasan secara ekstratentakular terjadi jika penambahan polip baru muncul

dari jaringan yang terdapat di antara dua polip yang berdekatan. Sedangkan

pertunasan secara intratentakular terjadi bila tunas polip baru muncul dari dinding

tubuh polip yang sudah ada, kemudian memisah menjadi menjadi polip baru.

Kejadian pembentukan dan penambahan polip-polip bukan termasuk dalam

reproduksi aseksual karang batu karena sebenarnya tidak ada pembentukan koloni

hewan karang baru (Sorokin, 1993 ; Richmond dan Hunter, 1990 ; Richmond,

1997 ; Veron, 2000 ; Suharsono, 2008).

Pembentukan koloni karang baru melalui reproduksi aseksual dapat

dilakukan dengan beberapa cara. Fragmentasi adalah cara reproduksi aseksual

paling umum terutama pada karang bercabang dan berbentuk lembaran tipis

(foliose). Fragmen atau potongan jaringan hewan karang yang terlepas dari

koloni induk akibat berbagai kejadian seperti arus dan gelombang yang kuat, ikan

predator atau faktor fisik lainnya akan jatuh pada dasar perairan. Bila fragmen

tepat berada di atas permukaan substrat yang keras, jaringan karang akan

menempel dan mulai tumbuh mejadi koloni karang baru melalui pertunasan

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

16  

(Sorokin, 1993 ; Richmond, 1997). Sering pembentukan koloni baru hewan

karang dari fragmen gagal terjadi akibat terlepas kembali oleh arus atau

gelombang yang kuat (Knowlton et al, 1981).

Pada kondisi tertentu beberapa jenis hewan karang jaringan atau polip

yang ada pada fragmen karang dapat terlepas dan berenang bebas atau terbawa

arus sampai menemukan substrat yang tepat untuk menempel dan tumbu

membentk koloni baru. Kejadian ini dikenal dengan polyp bailout yang selalu

aktif melepaskan diri dari jaringan/skleton induk. Pada cara yang sama, sebagian

hewan karang dapat melepaskan bola-bola jaringan hidupnya dari sekitar skleton

yang telah mati atau pelepasan ooze dari kalis polip yang kemudian

terdifferensiasi menjadi polip baru yang tumbuh menjadi koloni hewan karang

baru (Highsmith, 1982 ; Krupp et al, 1993). Reproduksi aseksual hewan

karang dapat juga terjadi dari larva yang dihasilkan dari telur yang tidak dibuahi

melalui proses partenogenesis (Stoddart, 1983). Mekanisme rperodukasi sperti

ini banyak terjadi pada tumbuhan dan hewan-hewan dalam bentuk koloni.

Koloni karang dari hasil reproduksi aseksual secara genetic akan identik

dengan induknya. Pada kondisi lingkungan yang sama koloni-koloni ini akan

berkembang baik seperti indukya. Namun pada kenyataannya kondisi

lingkungan sangat bervariasi dan selalu berubah setiap saat. Pada kejadian

lingkungan ekstrim seperti kenaikan suhu air laut akibat El-Nino akan

menimbulkan berbagai perubahan seperti munculnya predator dengan kesukaan

makan yang baru, muncul serangan penyakit, atau muncul kompetitor baru. Pada

kondisi seperti ini koloni-koloni hewan karang dari hasil reproduksi aseksual tidak

dapat bertahan hidup karena tidak adanya variasi genetik yang dimiliki. Selain itu

reproduksi secara aseksual ini sangat membatasi kemampuan pemencaran koloni

karang yang penting bagi kesuksesan populasinya (Richmond, 1997).

2.5.2 Reproduksi Seksual

Beda dengan reproduksi secara akseksual, reproduksi seksual dihasilkan

dari pembuahan gamet jantan dan gamet betina. Koloni hewan karang hasil

reperoduksi seksual memilki kombinasi dan variasi genetik yang diturunkan dari

kedua induknya melalu sel sperma dan telur. Hasil pembuahan berkembang

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

17  

menjadi planula karang yang berenang bebas atau hanyut terbawa arus. Adaptasi

planula seperti ini sangat membantu pemencaran hewan karang pada tempat-

tempat yang baru atau pada terumbu yang berada jauh dari induknya (Richmond,

1997)

Beradasarkan asal usul dan tipe produksi sel gamet, reproduksi seksual

dibedakan atas gonochorics species dan hermaphrodite species. Gonochorics

species memproduksi gamet jantan dan betina pada individu yang berbeda atau

dikenal juga dengan diaceous species. Sedangkan pada hermaphrodite species

gamet jantan dan betina diproduksi pada satu individu yang sama. Diperkirakan

sekitar 25% hewan karang termasuk gonochorics species sisanya adalah

hermaphrodite (Harrison dan Wallace, 1990). Pada kenyataanya kedua tipe ini

sulit dibedakan, dimana dalam proses gametogenesis sering produksi telur lebih

lama dibanding sperma. Akibatnya dapat disimpulkan koloni seperti ini termasuk

betina, namun beberapa waktu kemudian menghasilkan sel sperma juga

(Chonersky dan Peters, 1987 ; Harrison dan Wallace, 1990 ; Veron 1995).

Hermaphrodite simultaneous terjadi pada hewan karang yang

menghasilkan sperma dan telur pada waktu yang bersamaan. Pada kejadian lain

koloni awal jantan kemudian setelah itu berkembang menjadi betina atau dikenal

juga dengan protandry dengan inisial menjadi betina. Pada kasus lain sebaliknya

dapat berkembang menjadi jantan kembali atau dikenal juga dengan protagyny

dengan inisial hermaphrodite. Hampir sebagain besar koloni hewan karang

adalah hermprodite simultaneous dan sedikit yang sekuensial hermaphrodite

(Veron, 1995 ; Richmond, 1997).

Hewan karang memperlihatkan tipe reproduksi berbeda didasarkan pada

cara terjadinya pembuahan. Pada tipe brooding spesies, pembuahan telur terjadi

secara internal dan hasil pembuahan dalam bentuk larva planula berkembang

dalam rongga tubuh polip karang. Hasil pembuahan ditetaskan dalam bentuk

larva planula yang komplit dan berenang bebas ata hanyut terbawa arus. Tipe lain

adalah spawning spesies dimana telur dilepaskan ke dalam kolom air dan dibuahi

oleh sperma secara eksternal. Hasil pembuahan berkembang sampai terbentuknya

planula dalam kolom air. Keberhasilan kedua tipe reproduksi ini sangat

ditententuk oleh aspek bio-ekologi termasuk masuknya algae simbion ke dalam

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

18  

jaringan planula, kompetensi planula (kesuksesan penempelan dan metamorfosis),

pola sebaran dan variasi genetik. Bagaimanapun tipe spawning spesies

melepaskan telur yang mengapung di atas permukaan air untuk waktu tertentu

sehingga sangat retan terhadap polutan dan pemangsaan (Richmond dan Jokiel,

1984 ; Richmond, 1997) .

Karang dengan tipe brooding spesies lebih kompeten yaitu lebih sukses

menempel dan bermetamorfosis. Ukuran planula yang dihasilkan brooding

spesies lebih besar dibanding spawning spesies serta telah memiliki alga simbion

zooxhantella yang ditransfer selama perkembangan dalam tubuh induknya. Pada

tingkatan ini zooxhantella telah berkontribusi dalam proses metabolisme planula

dan menambah energi selama masa pemencarannya. Brooding spesies dengan

melihat planula sebagi hasilnya terjadi hanya pada sedikit jenis hewan karang,

yaitu sekita 15%. Jenis Pocillopora damicornis melepas planula pada siklus

bulanan sepanjang tahun di terumbu Mikronesia dan Hawaii, namun hanya pada

bulan-bulan tertentu di terumbu Okinawa dan Australia bagian barat (Fadlallah,

1983 ; Richmond dan Hunter, 1990). Hal yang berbeda pada jenis yang sama

Pocillopora damicornis menunjukan spawning spesies di terumbu Pasifik bagian

Timur dan juga Australia bagian Barat (Glynn et al., 1991 ; Ward, 1992).

Pelepasan larva Pocillopora damicornis terjadi setiap bulan (bulan gelap dan

terang) dan mencapai puncaknya pada musim kering (dry monsoon) pada

perlakuan outdoor dengan sistem air mengalir di Pulau Panjang, Jawa Tengah

Indonesia (Munasik et al., 2008)

Lebih dari 250 jenis hewan karang yang telah diteliti (85%) umunya

adalah spawning spesies yang memijah massal pada periode tertentu setiap tahun.

Di Okinawa sebagain besar spawning spesies melepaskan gamet selama lebih dari

5-8 hari pada malam hari bulan purnma Mei dan Juni setiap musim panas

(Hayashibara et al., 1993). Di Guam, Mikronesia puncak pemijahan terjadi 7-10

hari setelah bulan purnama di bulan Juli (Richmond dan Hunter, 1990).

Pemijahan karang terjadi beberapa bulan dalam setahun antara lain Maret, April

dan Mei di pulau-pulau kecil sekitar Palau ( Kenyon, 1995). Di terumbu Australia

pemijahan massal terjadi selama November (Harrison et al., 1984).

Page 13: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

19  

2.6 Rekrutmen Karang

Rekrutmen menjadi bagian penting dalam proses pembentukan dan

perkembangan komunitas dalam suatu ekosistem terumbu karang di alam.

Dengan kata lain rekrutmen memberikan jaminan terhadap pembentuk komunitas

serta memberikan jaminan bahwa populasi itu akan selalu bertahan. Porses

rekrutmen berperan dalam penambahan individu-individu baru kedalam populasi

dewasa sehingga eksistensi dan keberlanjutan populasi dapat dipertahankan dan

berlangsung secara terus menerus (Erwin et al., 2008).

Secara sederhana rekrutmen hewan karang ditandai dengan kemunculan

koloni-koloni karang yang masih muda (juvenile). Secara visual-morfologis

koloni-koloni karang muda ini dapat dibedakan dengan dewasanya berdasarkan

ukuran koloni yaitu relatif lebih kecil. Definisi dan batasan ini tidak selalu benar

dimana pada kenyataannya banyak koloni karang berukuran kecil tapi bukan

karang muda. Kemampuan reproduksi secara aseksual sering merancukan hal ini

seperti pertunasan pada koloni karang yang mati sebagian. Pada kasus ini koloni

kelihatan berukuran kecil (hanya beberapa polip) namun sebenarnya berasal dari

koloni dewasa yang sebagain besar telah mati akibat berbagai faktor seperti

penyakit atau tertutup sedimen. Hal yang sama juga terjadi pada reproduksi

aseksual lainnya seperti fragmentasi, dimana sebagian kecil koloni terlepas dari

koloni induk kemudian menempel jadi koloni karang baru dengan ukuran relatif

kecil (Edmunds, 2008). Rekrutmen pada populasi selalu dibatasi dengan ciri

mofologi serta aktifitas biologis yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Moorsel (1989) bahwa rekrutmen adalah individu dengan bentuk morfologi yang

berbeda dengan populasi dewasa serta dibatasi oleh ukuran koloni dan

kemampuan untuk melakukan reproduksi.

Proses rekrutmen diawali dengan perubahan planula karang dari fase

planktonik menjadi bentik dan siap untuk melakukan penempelan pada substrat di

dasar perairan. Menurut Richmond (1997), reproduksi dan rekrutmen adalah dua

proses penting yang menentukan keberadaan dan keberlangsungan suatu terumbu

karang. Proses reproduksi menjamin terbentuk calon koloni baru, sedangkan

rekrutment adalah proses bagaimana calon koloni baru hasil reproduksi sukses

menjadi anggota baru dalam populasi. Proses rekrutmen ditandai dengan

Page 14: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

20  

kemunculan calon koloni baru dalam ukuran relative kecil (juvenile) pada habitat

baru dan beradaptasi baik dengan relung ekologisnya. Peristiwa ini dikenal juga

dengan proses kolonisasi yang sangat tergantung dengan ketersedian larva dan

substrat untuk penempelan.

Kolonisasi terjadi melalui beberapa tahapan dan keberhasilannya didukung

oleh beberapa persyaratan lingkungan. Tahapan awal adalah keberhasilan dalam

proses reproduksi yang menjamin tersedianya larva dalam bentuk plantonik.

Tahapan selanjutnya adalah kemampuan larva untuk melakukan orientasi,

pengenalan dan identifikasi terhadap substrat yang akan ditempeli. Keberhasilan

kolonisasi didukung oleh beberapa persyaratan termasuk tipe substrat, arus,

salinitas, cukup cahaya, sedimentasi dan faktor biologis seperti ketersedian

lapisan tipis mikroalgae (biofilm) di atas permukaan substrat bisanya dari

kelompok diatom dan bakteri (Sorokin, 1991 ; Richmon,1997). Penempelan

larva planula dalam proses kolonisasi dengan segera diikuti oleh perisiwa

metamorfosis. Metamorfosis merupakan serangkaian proses yang dindikasikan

oleh perubahan secara morfologis dan perangsangan bio-kimia larva planula

menjadi koloni karang muda (juvenile). Secara morfologis hewan karang dalam

tingkatan larva sangat berbeda bentuknya dengan polyp yaitu tidak memiliki

tentakel, mulut, rongga gastrovascular, tidak memiliki enzim pencernaan dan

tidak memproduksi kapur untuk rangka.

Metamorfosis baru akan dilakukan jika larva planula benar-benar sudah

memastikan susbstrat untuk penempelan selamanya. Metamorfosis diawali

dengan proses kalsifikasi yang mengsekresikan kapur sebagai lempengan dasar

berbentuk mangkuk sebagai rangka awal. Selanjut proses awali ini diikuti dengan

pembentukan tentakel yang dilengkapi dengan sel-sel penyengat mengelilingi

mulut. Proses akhir metamorfosis ini menghasilkan polip awal yang selanjutnya

mengalami pertunasan untuk menbentuk polip-polip baru, masing-masing juga

mengsekresikan kapur sebagai rangkanya. Polip pertama hasil metamorfosis ini

dapat keluar dari rangka yang telah dibentuk kemudian menjadi plantonik lagi

sampai ditemukan substrat baru untuk menempel lagi (Moorsel, 1989 ; Sorokin,

1991 ; Richmond, 1997).

Page 15: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

21  

Planula karang dari spawning spesies tidak mendapat algae simbion

zoxhantella dari induknya, namun ditransfer selama proses penempelan dan

metamorfosis dari kolom air laut di sekitarnya. Hasil obeservasi terhadap

beberapa jenis karang Acropora menunjukan bahwa karang ini mengandung alga

simbion selama proses penempelan dan metamorfosis dan selama dua (2) minggu

tidak mengandung algae simbion. Karang muda yang terbentuk hasil

metamorfosis sering bersaing dengan coralline dan filamentous algae dan algae

merah lainnya (Richmond, 19970).

Penempelan larva planula tidak menjamin metamorfosis akan selalu

terjadi. Pada beberapa larva invertebrate metamofhosis merupakan rangkaian

reaksi yang komplek yang dimulai bila hanya terjadi perangsangan secara bio-

kimia tertentu. Rangsangan untuk memulai metamorfosis menjadi spesifik pada

jenis-jenis tertentu yang ditandai dengan penempelan coralline algae dan lapisan

biofilm dari mikroorganisme.

Laju rekruitmen hewan karang telah banyak diteliti dengan menempatkan

biotopes dari substrat buatan untuk penempelan planula karang. Pada terumbu

Great Barrier Reef (GBR) Australia laju rekruitmen mencapai 10

koloni/m2/tahun, sedang di terumbu karang Laut Merah berkisar 5

koloni/m2/tahun. Di Terumbu karang Atlantik dilaporkan laju rekruitmen lebih

rendah hanya berkisar antar 3-4 koloni/m2/tahun didominasi oleh jenis Stylopora

pistilata. Abrar (2000) melaporkan laju rekruitmen di perairan Pulau Sikuai,

Padang, Sumatera Barat mencapai puncaknya 0, 41 koloni/m2/bulan atau sekitar 5

koloni/m2/tahun didominasi oleh genus Pocillopora.

2.7 Kelulusan Hidup Rekrutmen Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem dengan berbagai interaksi yang

komplek mulai dari tingkatan mikroorganisme, organisme multiseluler dan

sampai tingkatan komunitas. Pada hewan karang interaksi pada proses

reproduksi dan rekrutmen meliptui interaksi antar koloni, sel-sel gamet, larva

planula dan penempelan yang dipicu oleh sinyal bio-kimia. Interaksi yang terjadi

serta berbagai konsekuensi yang dihasilkan adalah bentuk adaptasi yang

Page 16: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

22  

dilakukan hewan karang utnuk sukses dalam reperoduksi dan rekrutmen serta

memiliki tingkat kelulusan hidup yang tinggi (Nybaken dan Bertness, 2005).

Kondisi lingkungan sangat menentukan kesuksesan proses reproduksi dan

rekrutmen dan kelulusan hidup juvenil karang. Perubahan kualitas perairan

sudah mulai mempengaruhi pada tahapan awal reproduksi seperti waktu

reproduksi, sikronisasi musim kawin dan pemijahan, interaksi sperma dan telur,

metamorfosis dan transfer algae simbion dari kolom air. Hasil pengamatan

menunjukan bahwa perubahan salinitas, temperatur, dan ketersedian cahaya akan

berdampak terhadap produksi larva dari jenis Pocillopora damicornis (Jokiel,

1985). Kemudian Kojis dan Quinn (1984), menemukan adanya korelasi antara

kesuburan, kedalaman dan sedimentasi pada jenis Acropora palifera. Pada jenis

Goniastrea favulus kemampuan reproduksi meningkata sejalan dengan adanya

perpindahan energy dalam jaringannya (Kojis dan Quinn, 1985).

Hewan karang berkembang baik pada salinitas laut normal 35 o / oo namun

memiliki toleransi terhadap salinitas tinggi dan rendah untuk beberapa waktu.

Pada kasus lain koloni karang yang terpapar karena air surut akan menutupi

koloni dengan lendir (mucous) yang dikeluarkan untuk bertahan dari kekeringan.

Salinitas juga berdampak terhadap laju fertilisasi hewan karang dimana penurunan

salinitas sampai 26% dari salinitas normal dapat menurun laju fertilisasi sampai

86%. Kejadian ini bisa terjadi saat puncak pemicahan bersamaan dengan musim

hujan seperti yang dilaporkan di terumbu Mikronesia dan Okinawa (Birkeland,

1997).

Faktor internal ukuran koloni sangat menentukan kesuburan hewan

karang. Pada karang-karang dengan polip kecil dengan ukura koloni sama, umur

dapat juga berdampak terhadap reproduksi yang dihasilkan, dimana karang yang

tua lebih subur (Kojin dan Quinn, 1985). Sebaliknya pada karang dengan ukuran

polip besar sepserti Lobophyllia cortmbosa menunjukan bahwa ukuran polip lebih

menentukan kedewasaan dan kesuburan dibanding ukuran koloninya. (Harriot,

1983). Pada koloni bentuk bercabang seperti Pocillopora dan Acropora

memperlihatkan kematangan seksualnya pada umur 2-3 tahun dan mulai

menghasilkan gamet atau larva pertama. Karang massive yang diwakili oleh

Porites menunjukan pertumbuhan dan perkembangan yang lama berkisar antara

Page 17: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

23  

4-7 tahun (Babcock, 1988). Pada jenis-jenis yang memperlihatkan adanya

hubungan antara ukuran koloni dan reproduksi akan gangguan pertumbuhan

akibat stress juga akan menunjukan penurunan potensi reproduksinya (Brown and

Howard, 1985).

Kecerahan perairan penting bagi pertumbuhan dan mendukung proses

reproduksi dan rekrutment hewan karang (Jokiel, 1985 ; Tomascik dan Sander,

1987). Perairan yang jernih dengan sedimen rendah meningkatkan penetrasi

cahaya yang dibutuhkan selama aktifitas fotosintesis oleh algae simbion

zooxhantella. Hasil fotosintesis berupa karbohidrat dan transfer energi

berkontribusi jelas dalam proses reproduksi terutama saat produksi gamet dan

larva. Sebaran terumbu karang sepanjang perairan dangkal pesisir dan pulau-

pulau kecil sangat rentan terhadap sedimentasi yang meningkatkan kekeruhan

perairan.

Sedimentasi secara terus menerus menjadi masalah utama terumbu karang

di perairan pesisir. Penimbunana sedimen diatas permukaan koloni karang

membutuhkan energi banyak untuk membersihkannya sehingga memperlambat

laju pertumbuhan serta mengurangi ketersedian energi untuk proses reproduksi.

Sedimen juga menghalangi dan mencegah sinyal bio-kimia larva hewan karang

untuk mengenali substrat yang akan ditempelinya (Tomascik dan Sander, 1987).

Pengayaan nutrient dalam perairan atau eutrofikasi menjadi permasalan

tersendiri terhadap proses reproduksi dan rekrutmen hewan karang (Tomascik,

1991). Sumber utama nutrient dalam perairan berasal dari aktifitas pertanian dan

limbah rumah tangga. Suspensi nutrien dalam perairan meningkatkan kekeruhan

dan menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air. Pada kondisi

lain, peningkatan nutrien akan memicu pertumbuhan cepat biota bentik tertentu

seperti Algae, Sponge, Tunicate dan Bryzoan yang merupakan kompetitor utama

bentik karang yang tumbuh lambat (Birkeland, 1988). Pertumbuhan biota bentik

yang cepat menutupi permukaan substrat dan menghalangi penempelan larva

hewan karang (Hatcher, 1984 ; Tomascik, 1991 ; Done, 1992 ; Hughes, 1994).

Total pemasukan substansi/matreal ke dalam perairan berbanding lurus

dengan waktu. Artinya aktifitas pemanfaatan di sepanjang pesisir akan

memberikan kontribusi pencemaran yang selalu meningkat dari waktu ke waktu.

Page 18: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

24  

Substansi pencemar seperti minyak, cadmium dan logam berat yang berasal dari

berbagai sumber masuk ke dalam perairan melalui, arus laut, aliran sungai dan air

hujan. Bahan pencemar seperti pestisida Chlorpyrifos mampu menurunkan

kemampuan penempelan dan metamorphosis larva hewan karang pada kadar

0.005 ppm. Tumpahan minyak telah menurunkan ukuran dan volum gonad

hewan karang dibanding daerah yang tidak terkena tumpahan minyak (Guzman

dan Holst, 1993). Pada kondisi tertentu pencemaran minyak dapat menggagalkan

formasi larva karang untuk bertahan hidup (Loya dan Rinkevich, 1979).

Substansi pencemar juga diketahui mampu menghalangi sinyal bio-kimia karang

yang mengatur kesesuaian dan keteraturan produksi sperma dan telur (Richmond,

1993)

Pola rekrutmen dan kemampuan larva pada beberapa terumbu sangat

tergantung pada jauhnya jarak komunitas karang mensuplai larva planulanya

(Richmond, 1987 ; Babcock, 1988). Jika terumbu tempat hewan karang

menghasilkan larva atau telur terganggu dengan sendirinya juga memberikan

dampak terhadap keberlanjutan terumbu itu sendiri. Prinsip ini penting untuk

menentukan daerah perlindungan yang terdiri dari banyak pulau atau antar

wilayah terumbu yang berbeda. Hal ini juga berlaku pada penentuan daerah-

daerah perlindungan laut untuk terumbu karang dengan mempertimbangkan pola

pemenceran larvanya (William et al, 1984).

Keberhasilan reproduksi hewan karang tidak menjamin penambahan

koloni ke dalam populasi sampai larva dan reproduksi aseksual berhasil dalam

proses rekrutmennya. Larva yang dihasilakan oleh koloni pada terumbu yang

sehat tidak mengalami rekrutmen dengan baik karena kualitas perairan dan

ketersedian larva. Sedimentasi tinggi dari sungai mengakibatkan kematian pada

koloni karang dewasa, namun menyediakan substrat dan tidak menghalagi

penenmpelan larva. Kondisi terumbu karang (kelimpahan dan keanekragaman)

tidak bisa menunjukan kesehatan terumbu karang hanya menunjukan kondisi pada

saat itu. Namun pola rekrutmen mampu memprediksi keadaan terumbu pada

masa akan datang. Kegagalan reproduksi dan ketidak mampuan penempelan

sering terlihat pada wilayah dimana karang dewasa dapat bertahan hidup dan

berkembang dengan baik (Richmond, 1997).

Page 19: 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang · Bagan klasifikasi Filum Coelentrata, karang batu pembentuk terumbu berada dalam kolom ordo cetak tebal (Sorokin, 1993) 13

25  

2.8 Kerusakan dan Pemulihan Terumbu Karang

Hewan karang sangat sensitif dan mudah mengalami kematian akibat

kejadian alam dan aktifitas manusia. Keberhasilan proses reproduksi dan

kelulusan hidup rekrutmen karang akan menjamin keberlanjutan populasi hewan

karang dan memulihakan komunitas terumbu yang telah rusak. Tindakan

pencegahan dan rehabilitasi kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan

mengelolaa aktifitas yang berdapmpak terhadap kerusan terumbu. Selain itu

pengembangan metode untuk aplikasi pembenihan dan pengembalian habitat

terumbu kembali sangat dibutuhkan. Percobaan pemanenan larva di alam untuk

dijadikan benih telah sukses dilakukan pada wilayah yang telah rusak akibat

serangan predator Achantatser dan sedimentasi. Hai ini menunjukan bahwa

pembenihan kembali di alam dapat menaikan laju rekrutmen secara alami.

Namun tetap saja sebuah koloni karang dengan umur 50 tahun tidak bisa

digantikan oleh rekrut yang berumur kurang dari 50 tahun. Pencegahan terhadap

aktifitas manusia yang merusak terumbu lebih efektif untuk mendukung

reproduksi dan rekrutmen hewan karang (Richmond, 1997).