konservasi ekosistem terumbu karang dan mangrove

36
i MAKALAH KONSERVASI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN LAUT Diajukan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah konservasi sumberdaya dan lingkungan laut Konservasi Ekosistem Terumbu Karang dan Mangrove disusun oleh: Kelompok 10 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN i

Upload: irna-maulida

Post on 04-Dec-2015

83 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

konservasi

TRANSCRIPT

Page 1: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

i

MAKALAH KONSERVASI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN LAUT

Diajukan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah konservasi sumberdaya dan lingkungan laut

Konservasi Ekosistem Terumbu Karang dan Mangrove

disusun oleh:

Kelompok 10

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

i

Page 2: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

KONSERVASI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN MANGROVE

disusun oleh:

Asep Kurniawan 230210120001Fadlillah Azhar 230210120028Maulidya Adzhani 230210120036Bintang Bimaputra 230210120045Widi Nugraha 230210120046Maulida Ranintyari 230210120062Nirmala Syarifuddin Baco 230210159002

ii

Page 3: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan banyak kesempurnaan, kenikmatan, serta anugerah yang begitu besar sehingga

kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan

Laut ini yang kami beri judul “Konservasi Ekosistem Terumbu Karang dan Mangrove”.

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab kerusakan

yang terjadi pada kedua ekosistem tersebut, serta mengetahui bagaimana cara untuk

memulihkannya, memertahankan, dan memperbaiki kerusakannya.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedua

orang tua, dosen mata kuliah Konservasi Sumberdaya dan Lingungan Laut, serta rekan-

rekan mahasiswa sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Pepatah berkata, “Tak ada gading yang tak retak”. Tidak ada manusia yang

sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata. Kami menerima segala

kritik dan saran yang dapat membuat kami menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Jatinangor, September 2015

Penyusun

iii

Page 4: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR............................................................... iii

I. PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................... 11.2 Tujuan................................................................................ 2

II. ISI

2.1 Terumbu Karang................................................................ 32.1.1 Kerusakan Terumbu Karang.............................................. 32.1.2 Upaya Konservasi.............................................................. 52.2 Mangrove........................................................................... 72.2.1 Kerusakan Mangrove......................................................... 72.2.2 Upaya Konservasi.............................................................. 132.2.3 Studi Kasus........................................................................ 15

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA................................................................ 19

iv

Page 5: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang, pangan,

papan, air bersih dan energi. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya

alam semakin tinggi serta cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup.

Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan memerlukan lahan

yang luas untuk melakukan aktivitasnya dan memanfaatkan sumber daya alam untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan

berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan

(Kartodihardjo, dkk.,2005).

Kerusakan sumber daya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam jumlah

maupun sebaran wilayahnya. Secara fisik kerusakan tersebut disebabkan oleh tingginya

eksploitasi yang dilakukan, bukan hanya dalam kawasan produksi yang dibatasi oleh daya

dukung sumber daya alam, melainkan juga terjadi di dalam kawasan lindung dan

konservasi yang telah ditetapkan sebelumnya. ( Anonim,2015)

Pencemaran laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti

partikel kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa

merusak lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-

macam dalam perairan. Ada yang berdampak langsung, maupun tidak langsung. Sebagian

besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun

melalui tumpahan.

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang berada di perbatasan daratan dengan

lautan. Ekosistem pesisir terdiri dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Akan

tetapi, akibat ekploitasi yang berlebihan serta pembangunan yang tidak ramah lingkungan,

hampir semua ekosistem pesisir ini mengalami penurunan fungsi akibat kerusakan yang

terjadi. Kerusakan yang terjadi dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia maupun secara

alami.

1

Page 6: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

2

Berkenaan dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, UU No. 4/ 82

ditetapkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan lingkungan

yang baik dan sehat (Pasal 4), dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan

baku mutu lingkungan (Pasal 15). UU No. 4/82 tersebut juga menetapkan ketentuan bahwa

setiap kegiatan berkewajiban untuk memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup

yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab kerusakan

yang terjadi pada ekosistem terumbu karang dan mangrove, serta mengetahui bagaimana

cara untuk memulihkannya, memertahankan, dan memperbaiki kerusakannya untuk

kehidupan berkelanjutan.

Page 7: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

BAB IIISI

2.1 Terumbu Karang

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di dasar laut tropik yang dibentuk oleh biota

laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur, bersama-sama

dengan biota yang hidup di dasar lainnya. Terumbu karang merupakan keunikan di antara

asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh keunikan biologis. Terumbu

adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama

dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia)

dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang

mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1988). Terumbu karang juga merupakan

tempat hidup yang sangat baik bagi ikan hias, selain itu dapat melindungi pantai dari

hempasan ombak sehingga dapat mengurangi proses abrasi (Hutabarat dan Evans, 1986).

Daerah habitat karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis fauna

yang tinggi. Di samping ekosistem terumbu karang juga merupakan tempat hidup, tempat

mencari makanan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat memijah

(spawning ground) untuk berbagai biota laut yang antara lain ikan karang yang banyak

dimanfaatkan sebagai makanan maupun ikan hias (Hutabarat dan Evans, 1986)

2.1.1 Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang

Bila ditarik garis besar dapat disimpulkan bahwa beberapa hal yang dapat menjadi

penyebab rusaknya lingkungan pesisir khususnya ekosistem terumbu karang yaitu:

1. Kerusakan Secara Alami

Menurut Nybakken (1992) interaksi yang terjadi pada Ekosistem Terumbu Karang

dapat dibagi menjadi tiga jenis interaksi yaitu :

a. Persaingan

Persaingan yang terjadi antara koloni-koloni karang berkaitan dengan persaingan

untuk mendapatkan tempat dan cahaya. Biasanya, persaingan terjadi antara karang

3

Page 8: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

4

bercabang yang pertumbuhannya lebih cepat dengan karang massive yang pertumbuhannya

lebih lambat. Untuk mencegah terjadinya penguasaan tempat dan memelihara

keanekaragaman pada terumbu karang, karang yang berbentuk massif dapat mencegah

pertumbuhan yang cepat dari karang yang bercabang dengan memakan jaringan hidup

koloni karang yang menutupi mereka.

b. Pemangsaan

Sejumlah hewan-hewan yang hidup dari karang dapat diklasifikasikan sebagai

predator. Kebanyakan dari predator ini mempunyai sedikit hubungan dengan koloni karang.

Proses pemangsaan dalam bentuk ini menyerupai proses grazing pada herbivora, dengan

cara memindahkan potongan-potongan polip karang tetapi tidak merusak seluruh koloni.

Bila jaringan yang dipindahkan tidak terlalu banyak, polip karang dapat tumbuh kembali

sebanyak yang telah dimakan untuk menutupi daerah yang telah digrazing. Nybakken

(1992), mengatakan bahwa dua taksa predator yang mampu merusak koloni karang adalah

bintang laut Acanthaster planci dan berbagai ikan.

2. Kerusakan akibat aktivitas manusia dalam pembangunan

Seperti yang terjadi di wilayah pesisir Riau kepulauan yaitu adanya aktifitas

penambangan pasir yang mengakibatkan (Anonim,2015):

a. Kerusakan terumbu karang

b. Abrasi/erosi terjadi dipantai yang terbuka terhadap rambatan gelombang yang

dibangkitkan oleh angin. Abrasi yang intensif terjadi di pantai timur pulau

Natuna saat bertiup angin muson utara – timur laut. Abrasi yang intensif juga

terjadi di pantai timur pulau-pulau kabupaten karimun, akibat adanya

penambangan pasir laut di dasar perairan tersebut. Abrasi terjadi akibat

penggalian yang intensifnya hantaman gelombang karena berkurangnya

peredaman energi dan gelombang.

c. Penurunan kualitas air di sekitar perairan Karimun kerena peningkatan kekeruhan

akibat penambangan pasir.

Aktivitas di laut yang mengancam terumbu karang antara lain pencemaran dari

pelabuhan, tumpahan minyak, pembuangan bangkai kapal, pembuangan sampah dari atas

Page 9: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

5

kapal, dan akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal. Aktivitas inilah yang bisa

menjadi beban pencemaran lingkungan bagi ekosistem terumbu karang.

2.1.2 Upaya Konservasi

Kerusakan lingkungan laut khususnya pada ekosistem terumbu karang harus dicegah,

jika kerusakan sudah terjadi, maka harus dipulihkan dan dipertahankan. Upaya yang

dilakukan untuk mencegah, memulihkan, mempertahankan dan memperbaiki akibat

kerusakan lingkungan laut khususnya ekosistem terumbu karang memerlukan peran penting

dari masyarakat, lembaga-lembaga yang bergerak pada pelestarian lingkungan pesisir

khususnya ekosistem terumbu karang, serta pemerintah yang saling bekerjasama untuk

melindungi kawasan pesisir khususnya ekosistem terumbu karang.

1. Kerjasama antar masyarakat dan lembaga

Dalam upaya menyelamatkan terumbu karang, yang paling utama adalah perlunya

kesadaran dari manusia untuk menjaga dan melestarikan terumbu karang. Untuk itu,

diperlukan pemberian informasi, pengetahuan, dan wawasan mengenai terumbu karang.

Fungsi dari terumbu karang, manfaatnya, kondisi dari terumbu karang saat ini, dan apa

yang akan terjadi jika kerusakan terumbu karang ini terus berlanjut. Dengan adanya

pendidikan mengenai terumbu karang, maka akan ada rasa memiliki sehingga manusia bisa

peduli dan melindungi terumbu karang.Beberapa hal berikut yang dapat dilakukan secara

individu untuk mengurangi kerusakan terumbu karang.

Terapkan prinsip 3R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang

adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja

dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Pemutihan karang yang besar dapat

diikuti oleh kematian massal terumbu karang. Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk

mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang.

Buang sampah pada tempatnya, tidak membuang sampah ke sungai yang kemudian

akan bermuara ke laut. Hewan laut besar sering terkait pada sampah-sampah sehingga

mengganggu gerakannya. Misalnya sampah plastik yang transparan diperkirakan kadang

dimakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan

Page 10: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

6

mengganggu pencernaanya. Bergabung dengan organisasi pecinta lingkungan. Saling

berbagi ilmu, pendapat, dan berdiskusi. Membangun trend hidup ramah lingkungan.

Bergabung dengan gerakan-gerakan sukarelawan, atau terlibat aktif dalam kegiatan

lingkungan. Bagi penyelam pemula atau yang sedang belajar sebaiknya melakukan

penyelaman di perairan yang tidak ber-terumbu karang.

2. Peranan pemerintah dan lembaga

Keikutsertaan pemerintah dalam melestarikan terumbu karang sangat penting.

Pemerintah sebagai pengatur dan pengawas masyarakat. Pemerintah dapat menetapkan

kebijakan dan peraturan peraturan untuk menyelamatkan terumbu karang. Membuat

rencana-rencana perbaikan lingkungan yang sudah rusak dan mencegah kerusakan terumbu

karang.

Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga atau

organisasiorganisasi lingkungan untuk menjaga kelestarian terumbu karang. Misalnya

melakukan kampanye-kampanye lingkungan hidup bekerjasama dengan media-media atau

organisasi seperti National Geographic Indonesia, WWF Indonesia, Yayasan Reef Check

Indonesia, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan Yayasan TERANGI (Terumbu

Karang Indonesia) dan lainnya untuk mengawasi kelangsungan hidup terumbu karang.

Baik mengawasi eksploitasi karena ulah manusia, pertumbuhan terumbu karang yang

sedang direstorasi, dan pengawasan daerah terumbu karang yang terancam di

Indonesia.Upaya restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah

terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan tujuan

utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu yang

terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem. Mencakup restorasi fisik dan restorasi

biologi. Restorasi fisik lebih mengutamakan perbaikan terumbu dengan fokus pendekatan

teknik, dan restorasi biologis yang terfokus untuk mengembalikan biota berikut proses

ekologis ke keadaan semula.Pemerintah harus benar-benar merealisasikan upaya-upaya

untuk menyelamatkan terumbu karang. Pemerintah perlu bersikap tegas mengenai

kerusakan lingkungan yang terjadi dan berusaha dengan sebaik-baiknya melindungi

terumbu karang yang juga merupakan aset negara.

Page 11: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

7

3. Upaya perlindungan lingkungan secara global

Perubahan–perubahan lingkungan yang terjadi akan berdampak pada perubahan

lingkungan secara global. Antara satu negara dengan negara lain memiliki tanggung jawab

yang sama terhadap kerusakan lingkungan. Banyak deklarasi-deklarasi yang disepakati oleh

banyak negara dalam upaya menyelamatkan lingkungan. Begitu pula dengan

menyelamatkan terumbu karang. Telah banyak kesepakatan-kesepakatan yang telah

disetujui oleh banyak negara untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan.

Tahap paling terakhir dilakukannya World Ocean Conference (WOC). Deklarasi ini

disepakati oleh 61 negara, termasuk negara-negara Coral Triangle Initiative Summit yang

merupakan kawasan yang kaya akan terumbu karang. Dalam deklarasi ini disepakati

komitmen bersama mengenai penyelamatan lingkungan laut dari ancaman global warming

dan komitmen program penyelamatan lingkungan laut secara berkelanjutan di tiap negara.

Kampanye lingkungan hidup seperti ini sangat baik bagi upaya penyelamatan lingkungan.

Apalagi dilakukan secara global yang menjaring banyak pihak sehingga diharapkan dapat

memberikan hasil yang lebih cepat dan lebih baik lagi.

2.2 Mangrove

Hutan mangrove sendiri merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi

oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah

pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Selanjutnya menurut Nybakken (1988),

kata mangrove berasal dari perpaduan antara bahasa portugis, Mangue dan bahasa Inggris,

Grove. Pengertian mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan

suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang

khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuhan pada tanah galian.

2.2.1 Kerusakan Mangrove

Kegiatan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap kerusakan mangrove di

Indonesia adalah pengambilan kayu untuk keperluan komersial serta peralihan peruntukkan

untuk tambah dan pertanian. Sedang kematian secara alami tidak memberikan data

Page 12: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

8

signifikan yang patut dicurigai sebagai penyebab kerusakan hutan mangrove. Sebab- sebab

dan akibat perusakan mangrove yang terjadi secara fisik dan kimia akan diuraikan berikut

ini :

a. Penambangan Mineral

Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan pesisir. Penambangan

dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan penambangan di

daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang

paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan yang dibawa air permukaan ked an

dalam mangrove.

Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya

penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air diatasnya. Bila proses

pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam waktu singkat.

Terhentinyaa sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan pada mangrove, yang

terlihat pada penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang

berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan secara keseluruhan

dapat menurunkan pula produktivitas ikan.

b. Pembelokan aliran air tawar

Suatu pengertian yang salah bila dikatakan bahwa tumbuhan mangrove untuk

hidupnya mutlak memerlukan air asin. Pada kenyataannya perkembangan mangrove yang

baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah beriklim

musiman masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di daerah seperti ini

kerluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali.. pengambil keputusan sering melihat

dalam lingkungan seperti ini suatu hal yang mubazir membiarkan air tawar masuk ke laut,

sehingga tidak heran bila berusaha untuk memanfaatkan air tawar ini untuk keperluan di

daerah darat.

c. Eksploitasi Hutan

Eksploitasi hutan mangrove secara besar- besaran dilakukan untuk keperluan kayu,

tatal dan bubur kayu. Biasanya eksplotasi seperti itu dilakukan dengan tebang habis. Di

daerah tebang habis permudaan alam umumnya tidak berjalan dengan baik sehingga

Page 13: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

9

mengakibatkan penurunan nilai hutan karena pohon- pohon untuk panen berikutnya berupa

pohon- pohon dengan kualitas rendah. Kegiatan eksploitasi perlu dilakukan secara hati- hati

guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi, khususnya untuk menjamin

kelangsungan mata rantai ekologi adalahekosistem mangrove sehingga fungsinya sebagai

sumber keanekaragaman hayati dan stabilisasi lingkungan dapat dipertahankan.

Dalam melaksanakan eksploitasi hutan secara besar- besaran dilakukan dengan

menggunakan alat transportasi dan alat tebang yang modern. Sehingga membutuhkan

fasilitas dan infrastruktur sebagai pendukungnya. Pengadaan fasilitas dan akses ke

lokasitersebut juga meninggalkan kerusakan tersendiri terhadap hutan mangrove. Masalah

lain yang sering timbul adalah sisa- sisa hasil tebangan tidak dapat segera terdaur ulang

dengan proses penguraian. Karena banyaknya sisa penebangan yang menumpuk sehingga

proses penguraian berjalan dengan lambat. Sisa penebangan yang besar- besar dengan

adanya arus pasang surut juga akan terbawa kemana-mana dan dapat menimbulkan masalah

baru.

d. Konversi Lahan

Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu

dianggap daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian dan

akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin

meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternative.

e. Reklamasi

Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga

mengakibatkan efek- efek yang negative terhadap perikanan di perairan pantai sekitarnya.

Selain itu kehadiran saluran- saluran drainase mengubah system hidrologi air tawar di

daerah mangrove yang masi utuh yang terletak kea rah laut dan hal ini mengakibatkan

dampak negatif.

f. Tumpahan Minyak

Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut semakin

meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah sering

terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan dengan kawasan mangrove

Page 14: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

10

(misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan minyak dengan sengaja telah

menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap mangrove.

Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori. Kategori

pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan pelaburan oleh

minyak pada permukaan tumbuhan ( pepagan, akar tunjang, akar napas ) yang mempunyai

fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan oleh minyak yang sangat kuat,

tumbuhan mangrove dapat mati dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian

pohon- pohon mangrove di tempat –tempat yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu.

Kategori kedua berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan

mangrove dan fauna yang bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam

minyak.

g. Pembuangan Limbah

Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan

limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah

cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini berupa bahan

anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam

lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak semuanya dapat didaur ulang secara

alami.

h. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang

pada tahun 1980 – 1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk

perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang

terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan

pengembangan kawasan transmigrasi ( Dennis et al, 2000).

i. Serangan Hama

Hama pada tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara singkat

dapat dijelaskan sebagai berikut :

Ulat ( Lepidoptera )

Page 15: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

11

Ulat kantong Acanthopsyche sp. ( Lepidoptera, psychidae) menyerang tanaman

Bruguierai spp ( tancang) di Cilacap, Rhizophora spp di Purwakarta dan Rhizophora

mucronata di Pemalang. Bagian tanaman yang diserang ulat kantong ini adalah bagian

daunnya. Daging daun merupakan bagian yang dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap

utuh. Apabila sebagian besar daging daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman

muda yang sebagian besar daun- daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat

kematiannya.

Ulat bulu (Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizophora spp di Pemalang, Brebes,

Purwakarta. hama ini hamper tiap tahun menyerang tanaman bakau muda yaitu ulat bulu

dan sebangsa ulat kantong. Ulat memakan daun sejak menetas sampai menjelang

kepompong. Tanaman bakau yang daunnya habis dimakan ulat pada lahan kondisi

mongering umumnya mati. Meningkatnya populasi ulat diperkirakan karena langka

predator. Usaha penanggulangan pada daun bakau yang diserang dengan menggunakan

tangan dan dikeprak, namun karena populasinya tinggi dicoba dengan insektisida yang

sangat terbatas dan diatur pelaksanaannya disesuaikan dengan tata waktu kegiatan

empang parit.

Ulat pucuk tunas Capua endoeypa ( Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizopara

mucronata di Bali. Ulat yang merupakan larva didalam tunas bibit dan memakan tunas

tersebut sebelum daun terbuka. Meskipun bibit tidak akan mati, tetapi akan terhenti atau

menjadi lambat pertumbuhan sehingga akan menurun kualitasnya. Adanya serangan ini

ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil pada pucuk tunas bibit.

Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya lubang- lubang kecil,

kemudian ulat diambil dan dibunuh.

Ulat daun Dasyehira sp,memakan daun semai Avicenmia marma di Bali. Ulat

dapat diatasi dengan memasang jaring plastik diatas bedeng, setelah jaring dibuka,

sebaiknya segera diperiksa dan bila dijumpai segera dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius

bisa disemprot dengan insektisida atau dipindahkan ke bedeng pasang surut.

Kutu sisik chionapsis sp ( hemiptera, diaspididae)

Page 16: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

12

Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di Bali

tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang dilindungi oleh

perisai yang lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan daun   menguning dan

akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan menggunakan

fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi  dan asodrin 15 wsc, rata- rata

serangan hama menurun bahkan sebagian pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.

Belalang

Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan daunnya

terutama yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila jumlahnya banyak 

dengan menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida tidak dianjurkan.

Laba- laba

Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang kecil dan besar, bambu

pancang penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah dan gulma serta gubug- gubug

pantai. Hama laba- laba menyerang tanaman bakau pada bulan kering, baik yang muda

maupun tua. Pada tanaman muda laba-laba dapat mematikan tanaman karena tajuk tanaman

seluruhnya dibalut rapat oleh jaring laba-laba. Tajuk yang terbungkus dalam waktu lama

akan menyebabkan tanaman bakau kering dan mati. Serangan akan lebih hebat jika

lingkungan terbuka tanpa tanaman lain.

Usaha penanggulangan dengan cara membuikan tempat pemijahan laba- laba

berupa vegetasi pada galengan empang parit, bamboo perangkap sekitar empang parit

diikuti cara mekanis.

Ketam

Ketam (Sesarma spp) menyerang buah / benih Brugmera gymnorrhriza dan

Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau yang masi segar karena

mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk mengurangi yaitu dengan menurunkan

kadar gula benih disimpan selama 1 minggu atau membuat pagar kecil sekitar benih dengan

daun paku- pakuan atau menggunakan bumbung bambu.

Mamalia

Page 17: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

13

Mamalia termasuk hama yang dapat merusak tanaman mangrove diantaranya

kera, kerbau, sapi, dan kambing. Binatang ini akan memakan daun yang masih muda

hingga habis dan akhirnya tumbuhan mangrove akan mati. Untuk menanggulangi hewan

tersebut harus dihalau dan jangan dilepas untuk merumput di dekat tanaman mangrove

yang baru tanam.

2.2.2 Upaya Konservasi

Upaya konservasi atau pelestarian kawasan ekosistem mangrove dapat dilakukan

dengan sistem Silvofishery (Wanamina). Wanamina adalah suatu pola agroforesti yang

digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove.

Gambar: Konsep Wanamina

Penanaman bibit mangrove dalam sistem wanamina yaitu dengan membuat tambak

atau kolam dan saluran air untuk budidaya ikan seperti ikan bandeng, udang, dan lain-lain.

Dengan demikian terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya

sumberdaya ikan (mina). Ada banyak cara dalam memanfaatkan mangrove secara lestari, di

antaranya ada lima bentuk utama, yaitu:

Page 18: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

14

a. Tambak tumpang sari, dengan mengkombinasikan tambak dengan penanaman

mangrove;

b. Hutan rakyat, dengan pengelolaan yang berkelanjutan dengan siklus tebang 15-30

tahun atau tergantung dari tujuan penanaman;

c. Budaya memanfaatkan mangrove untuk mendapatkan hasil hutan selain kayu berhasil

memanfaatkan buah dan daun mangrove sebagai bahan baku beragam makanan kecil

dan minuman sirup karena berdasarkan penelitian laboratorium, buah mangrove

mengandung gizi seperti karbohidrat, energi, lemak, protein dan air;

d. Silvofishery (wanamina); dan

e. Bentuk kombinasi pemanfaatan mangrove yang simultan.

Pengelolaan budidaya ikan/udang di tambak melalui konsep silvofishery, disamping

sangat efisien juga mampu menghasilkan produktivitas yang cukup baik dengan hasil

produk yang terjamin keamanannya karena merupakan produk organik (non-cemical).

Bukan hanya itu konsep ini juga mampu mengintegrasikan potensi yang ada sehingga

menghasilkan multiple cash flow atau bisnis turunan antara lain adalah bisnis wisata alam

(eco-taurism business) yang sangat prospektif, pengembangan UMKM pengolahan produk

makanan dari buah mangrove, disamping bisnis turunan lainnya. Jenis komoditas perikanan

yang dapat dikembangkan dalam silvofishery antara lain: kakap, kerapu, bandeng atau

baronang, jenis Crustase (udang, kepiting bakau dan rajungan), kekerangan (kerang hijau,

kerang darah atau kerang bakau).

Wanamina merupakan pola pendekatan teknis yang cukup baik, yang terdiri atas

rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman,

pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Di Banyuasin, Sumatera

Selatan didominasi oleh hutan mangrove, dan cukup ideal untuk kehidupan berbagai

komoditas perikanan. Sehingga kawasan hutan mangrove di Banyuasin sangat cocok

dikelola dengan sistem wanamina. Sistem ini memiliki teknologi sederhana, dapat

dilakukan tanpa merusak tanaman bakau yang ada dan dapat dilakukan sebagai kegiatan

sela sambil berusaha menghutankan kembali kawasan jalur hijau di daerah pantai yang

kritis. Penerapan kegiatan wanamina di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum

Page 19: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

15

diharapkan dapat mencegah perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat karena akan

memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di kawasan tersebut.

Sedangkan untuk perambah hutan, dapat disediakan lapangan kerja sebagai pedagang

dengan menjadikan kawasan wanamina sebagai kawasan wisata. Dengan demikian,

kawasan wanamina dapat berfungsi ganda yaitu menjaga dan memelihara ekosistem serta

menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

2.2.3 Studi Kasus Kerusakan Mangrove

Dasawarsa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis.

Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan

mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya,

karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki boundary yang jelas. Estimasi kehilangan

hutan selama tahun 1985 s.d. tahun 1997 untuk pulau Sumatera sebesar 3.391.400 ha atau

sebesar 61 %. Contoh kasus lokal di kawasan Hutan Mangrove Kabupaten Langkat dan

Deli Serdang (termasuk Serdang Bedagai) yang diteliti dilaporkan oleh Purwoko dan

Onziral (2002) yang menyatakan bahwa berdasarkan kondisi ekosistem yang dijumpai

tersebut, kawasan mangrove tersebut sudah tidak memungkinkan lagi bagi vegetasi dan

satwa untuk berlindung dan beregenerasi secara alami.

Banyaknya kegiatan yang dilakukan di daerah pesisir mengakibatkan daerah ini

sangat rentan terhadap kerusakan dan pengrusakan. Wilayah pesisir memiliki tingkat

kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan industry yang tinggi, sehingga

lingkungan pesisir sering mendapat tekanan manusia yang tinggi (Hinrichsen, 1997).

Kerusakan ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh dua hal yaitu oleh faktor alam dan

juga akibat Antropogenik. Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam diantaranya adalah

gempa, tsunami, badai, banjir, el Nino, pemanasan, predator, erosi, dan sebagainya.

Kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alam dapat terjadi secara alami maupun akibat

campur tangan manusia sehingga mengakibatkan bencana alam.

Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove, Kusmana

(2003) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu:

Page 20: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

16

1. Pencemaran

Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat

2. Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan

Konversi lahan untuk budidaya perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan),

jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian

pasir.

3. Penebangan yang berlebihan.

Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta

bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi

ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove)

menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh

masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan memang pada dasarnya hutan

mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga,

penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Akan tetapi, dampak ekologis akibat

berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan

fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan

mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir

umumnya.

Oleh karena itu, Bengen (2001) menyarankan agar isu sosial ekonomi mencakup

aspek kebiasaan manusia (terutama masyarakat sekitar hutan mangrove) dalam

memanfaatkan sumberdaya mangrove. Begitu pula kegiatan industri, tambak, perikanan

tangkap, pembuangan limbah, dan sebagainya di sekitar hutan mangrove harus

diidentifikasi dengan baik. Selain oleh faktor-faktor fisik lingkungan, kerusakan hutan

mangrove juga bisa disebabkan faktor sosial ekonomi masyarakat setempat.

Menurut Dephut (2002), parameter sosial ekonomi yang sering digunakan untuk

mengkaji kerusakan ekosistem mangrove adalah jumlah penduduk, tingkat pendidikan,

jenis pekerjaan, dan persepsi masyarakat terhadap hutan mangrove. Oleh karena itu,

pendekatan kelembagaan masyarakat juga perlu diperhatikan dalam penanggulangan

kerusakan ekositem mangrove. Dahuri (2001) menjelaskan ahwa keberadaan kelompok

Page 21: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

17

swadaya masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan dalam

pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Demikian juga dengan Wantasen (2002),

menyatakan bahwa adanya kelembagaan pengelolaan yang melibatkan semua elemen

stakeholder biasa mencegah terjadinya kerusakan mangrove. Studi kasus pada pengelolaan

Cagar Alam Mutiara Hijau di Teluk Bintuni juga menyimpulkan bahwa peranan Lembaga

Swadaya Masyarakat merupakan salah satu stakeholder penting dalam pengelolaan

kawasan hutan (Sihite, 2005).

Page 22: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

BAB IIISIMPULAN

Berdasarkan pemaparan dan penjelasan tentang kerusakan ekosistem terumbu karang

dan mangrove, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada ekosistem terumbu karang terdapat

persaingan antar koloni karang dan pemangsaan yang dapat merusak ekosistem tersebut

secara alami. namun dapat juga diakibatkan oleh aktivitas manusia dan pembangunan yang

disebabkan oleh abrasi pantai akibat pembangunan daerah pantai serta aktivitas manusia

yang dapat menurunkan kualitas air. Upaya yang dilakukan untuk mencegah, memulihkan,

mempertahankan dan memperbaiki akibat kerusakan lingkungan laut khususnya ekosistem

terumbu karang memerlukan peran penting dari masyarakat, lembaga-lembaga yang

bergerak pada pelestarian lingkungan pesisir khususnya ekosistem terumbu karang, serta

pemerintah yang saling bekerjasama untuk melindungi kawasan pesisir khususnya

ekosistem terumbu karang. Berbeda dengan ekosistem mangrove yang mengalami

kerusakan akibat penambangan mineral, pembelokan aliran air tawar, ekploitasi hutan,

konversi lahan, reklamasi, tumpahan minyak, pembuangan limbah, pembakaran hutan, dan

serangan hama. Upaya dalam melestarikan mangrove ini dapat dengan tambak tumang sari,

hutan rakyat, dan wanamina.

18

Page 23: Konservasi Ekosistem Terumbu Karang Dan Mangrove

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. -. Konservasi Hutan Mangrove. www. Thc.or.id/konservasi-hutan-mangrove/. Diakses pada 29 September 2015

Anonim.-. Pencemaran Hutan Mangrove. https://himka1polban.wordpress.com/chemlib/makalah/pencemaran-hutan-mangrove/. Diakses pada 29 September 2015

Arifin, Bustanul 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia. Erlangga: Jakarta

Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumber Daya  Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Hutabarat, S. dan Evans, S.M., 1996. Pengantar Oseanografi. UI Press, Jakarta.

Kartodihardjo, H., Safitri, M., Ivalerina, F., Khan A., Tjendronegoro, S.M.P., 2005, Di Bawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam, Suara Bebas, Jakarta.

Keraf, Sony. 2010. Etika Lingkungan Hidup.  Penerbit Buku Kompas  : Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia, Jakarta.

Purnobasuki, Heri. 2012. Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia dan Langkah Strategis Pencegahannya. FST Universitas Airlangga

Saparinto, Cahyo. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize : Semarang.

Supriyanto purnomo; bluppb karawang; pamor mas; kompasiana

Waryono, Tarsoen. – Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ekosistem Mangrove

19