tugas rehabilitasi terumbu karang

16
MAKALAH REHABILITASI TERUMBU KARANG MATA KULIAH ILMU DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERAIRAN TROPIS DISUSUN OLEH: NURFITRIANI 15202105017 PASCA SARJANA ILMU PERAIRAN

Upload: sandy-nur-eko

Post on 10-Feb-2016

127 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

Tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

MAKALAH

REHABILITASI TERUMBU KARANG

MATA KULIAH

ILMU DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERAIRAN TROPIS

DISUSUN

OLEH:

NURFITRIANI

15202105017

PASCA SARJANA ILMU PERAIRAN

UNIVERSITAS SAM ARTULANGI MANADO

2015

Page 2: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Rehabilitasi Terumbu Karang

1. Pendahuluan

Indonesia adalah negara kepulau-an terbesar di dunia, dengan panjang garis pantai

lebih dari 81.000 km, serta lebih dari 17.508 pulau. Terumbu karang yang luas melindungi

kepulauan Indonesia. Walter, 1994 mengestimasi luas terumbu karang Indonesia sekitar

51.000 km2 2), sedangkan Tomascik menyebutkan bahwa luas terumbu karang 85.707 km2.

Angka ini belum termasuk terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau

yang berada di perairan agak dalam. Jika estimasi ini akurat, maka 51% terumbu karang di

Asia Tenggara, dan 18% terumbu karang di dunia, berada di perairan Indonesia. Sebagian

besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi (fringing reefs), berdekatan

dengan garis pantai dan mudah diakses oleh komunitas setempat. Terumbu karang alami ini

mempunyai peran penting dalam mendukung kelestarian sumberdaya ikan dan organisme

laut, serta berfungsi sebagai pelindung pantai dari aktifitas gelombang dan arus. Peranan dan

potensi terumbu karang dan ikan karang Indonesia yang berlimpah di atas, mendapat tekanan

yang beragam dari aktivitas manusia di daratan dan dari alam itu sendiri seperti praktek

penangkapan ikan yang merusak, aktifitas rekreasi pantai, penyaluran kotoran ke laut,

masuknya nutrien yang melebihi ambang batas serta oleh kelebihan tangkapan ikan suatu

perairan overfishing dimana jika species dan kepadatan ikan pemakan algae mengalami

penurunan, maka akan berakibat pada pertumbuhan algae yang lebih cepat dan akan

menutupi terumbu karang. Aktifitas lain yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu

karang secara fisik adalah kegiatan, penyelaman, penambatan kapal dengan sistem jangkar

endapan pecahan karang di dalam sedimen dan pencemaran dari industri termasuk power

plant.

Tahun 1997-1998, peristiwa El Nino telah menimbulkan pemutihan karang secara

luas di Indonesia, terutama di wilayah barat Indonesia. Pemutihan karang terjadi di bagian

timur Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian utara

Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian 4).

Secara kumulatif, tekanan-tekanan yang terjadi telah sangat merusak terumbu karang

Indonesia. Menurut Dahuri dan Supriharyono, dari luas terumbu karang yang ada di

Indonesia sekitar 51.000 km2 diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya

Page 3: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

sangat baik, 33 % baik, 45 % rusak dan 15 % lainnya kondisinya sudah kritis4,6 . Kondisi

terumbu karang yang memprihatinkan tersebut diperparah dengan lemahnya koordinasi dan

perencanaan lemaba terkait dalam pencegahan kerusakan dan kegiatan monitoring terumbu

karang. Kegiatan monitoring yang dilakukan sangat terbatas. Hanya beberapa area terumbu

karang yang dikaji secara rutin, sehingga data kondisi dan perubahan untuk keseluruhan

sangat sulit diperoleh. Mengingat fungsi terumbu karang yang penting, degradasi terumbu

karang perlu diatasi dengan berbagai kegiatan rehabilitasi.

2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui defenisi kegiatan rehabilitasi terumbu karang.

2. Untuk mengetahui teknologi rehabilitasi terumbu karang.

3. Pembahasan

3.1 Defenisi Rehabilitasi

Kegiatan Rehabilitasi adalah tindakan untuk menempatkan kembali sebagian atau,

terkadang, seluruh struktur atau karakteristik fungsional dari suatu ekosistem yang telah

hilang, atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau berkarakteristik lebih baik

dengan yang saat ini ada dengan pandangan bahwa mereka memiliki nilai sosial,

ekonomi atau ekologi dibandingkan kondisi sebelumnya yang rusak atau terdegradasi.

(Edwards, A.J. & Gomez, E.D., 2008)

3.2 Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terumbu Karang

3.2.1 Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk

dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian dalam

pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut

1. Pertama, melestarikan, melindungi,mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan

kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya

bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang.

2. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan

melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan karakteristik wilayah dan

masyarakat setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional

berdasarkan pertimbanganpertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi

dan upaya pelestarian lingkungan.

Page 4: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

3. Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,

pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan

pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu karang

diperlukan strategi sebagai berikut:

1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan

terumbu karang :

a. Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi

masyarakat pesisir.

b. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuh kembangkan keadaan masyarakat akan

tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.

c. Memberikan hak dan kepastian hukum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka

yang memiliki kemampuan.

2. Mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini :

a. Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini.

b. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan

mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat local yang

memanfatakannya.

c. Meningkatkan efektifitas penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang

oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan Cyanide.

3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan

status hukumnya:

a. Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya.

b. Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

3.2.2 Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan

a. Terumbu buatan

Metode sederhana ini adalah dengan menengelamkan struktur bangunan di dasar laut

agar dapat berfungsi seperti terumbu alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam jangka

waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk

Page 5: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

kubah dan piramida, selanjutnya membantu tumbuhnya karang alami di lokasi tersebut.

Dengan demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan

berkembang biak berbagai biota laut dapat terwujud.

Kegiatan restorasi fisik sangat tergantung dengan penggunaan terumbu buatan, yang

dapat meliputi bongkahan batu kapur, beton yang didesain secara khusus (seperti

Reefballstm) atau keramik (seperti Ecoreefstm), hingga rangkaian kabel (seperti Biorock tm)

yang menarik mineral (brusit dan aragonit). Penggunaan terumbu buatan harus

dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Terdapat bahaya penggunaan substrat buatan

menjadi kegiatan penggantian substrat alami, padahal kegiatan restorasi bertujuan untuk

mengelola terumbu alami. Contoh seperti ini dapat dilihat pada beberapa negara yang

menggunakan terumbu buatan sebagai rumpon untuk membantu perikanan, setelah perikanan

terumbu karang gagal dikelola. Selain itu, yang harus dipertanyakan juga adalah relativitas

skala. Di seluruh dunia telah dipasang lebih dari 500.000 bola beton berbagai ukuran sebagai

terumbu buatan. Dana yang dibutuhkan mencapai puluhan juta dollar Amerika, tapi hanya

akan menghasilkan 2 km2 terumbu buatan. Padahal, terdapat sekitar 300.000 km2 terumbu

karang di dunia, yang dapat menjadi sumber substrat. Masalah utamanya adalah sebagian

besar terumbu tersebut tidak dikelola dengan baik atau telah rusak. Walaupun memiliki

banyak kekurangan, terumbu buatan akan sangat membantu kegiatan restorasi pada keadaan

tertentu. Penggunaan terumbu buatan dapat menghasilkan

(1) peningkatan kompleksitas topografi secara cepat,

(2) substrat yang stabil bagi karang dan avertebrata lainnya,

(3) struktur keras yang membuat perikanan dengan jaring yang merusak terumbu menjadi

sulit (seperti pukat dan payang),tempat selam alternatif untuk mengalihkan tekanan

dari terumbu alami, dan

(4) Menarik ikan.

Hal tersebut mensyaratkan terumbu buatan dirangkai dan dipasang dengan baik sehingga

struktur tetap stabil walau terjadi badai. Untuk kegiatan restorasi, terumbu buatan harus

dipertimbangkan kealamian dari segi estetika dan penampilannya ketika ditumbuhi karang

atau biota terumbu lainnya. Beberapa merek dagang yang telah disebutkan di atas

menyatakan bahwa produknya terlihat alami dan estetis, diharapkan para pengelola terumbu

buatan dapat menilai dengan mengunjungi situs-situs produsen. Di sisi lain, penggunaan ban

atau sampah lainnya sebagai terumbu buatan tidak direkomendasikan karena alasan struktural

dan estetis.

Page 6: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Peranan utama terumbu buatan dalam kegiatan restorasi terumbu karang adalah sebagai

berikut:

1. Stabilisasi dan mengembalikan kompleksitas area yang dipenuhi patahan karang seperti

yang diakibatkan oleh bom ikan, dan menarik kembali ikan dan karang di kawasan

dengan kemungkinan pulih yang rendah.

2. Mendukung kegiatan wisata atau pendidikan dan penyadaran masyarakat yang

membutuhkan akses yang mudah dan aman ke terumbu. Beberapa tempat peristirahatan

di seluruh dunia telah menggunakan terumbu buatan sebagai panggung untuk

transplantasi karang.

3. Mengurangi tekanan akibat penyelam pada terumbu alami di kawasan yang padat

pengunjung. Beberapa tempat peristirahatan telah membuat terumbu buatan yang

menarik untuk penyelam perdana dengan kemampuan pengendalian daya apung yang

rendah, sehingga mengurangi tekanan terhadap terumbu alami (kemungkinan mencapai

10% jika tiap penyelam mengunjungi lokasi tersebut paling tidak seminggu sekali).

Modul terumbu buatan yang dibuat khusus untuk perlindungan pantai, dapat sangat

berguna jika perlindungan alami dari terumbu karang sudah hilang. Kebutuhan dana untuk

kegiatan tersebut berkisar antara US$ 1--10 juta per kilometer tergantung pada garis

pantainya. Ahli biologi juga menggunakan permukaan modul terumbu buatan yang standar

dan biasa digunakan sebagai salah satu cara standardisasi percobaan. Hal ini tidak

menunjukkan bahwa mereka menyarankan untuk menggunakan terumbu buatan dalam

kegiatan restorasi di lapangan. Satu hal yang harus diingat adalah, walaupun di beberapa

tempat, substrat buatan apapun (beton, PVC, ban, atau bangkai kapal) akan segera ditumbuhi

karang, sedangkan di tempat lain substrat tetap kosong melompong sehingga tidak berguna.

b. Pencangkokan

Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karang hidup, lalu

ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapat mempercepat regenerasi

terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu

karang baru yang sebelumnya tidak ada. Bibit karang yang sering digunakan pada uji coba

transplantasi ini adalah dari genus Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa,

A hyacinthus, A divaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida , dan A

glauca. persen. Hal tersebut diperkirakan karena spesies spesies tersebut memiliki cabang

yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan per tambahan tinggi masing-masing karang

Page 7: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami oleh Acropora

yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil dialami Acropora digitifera,

yakni 0,1 cm.

Gambar. Tahapan Pencangkokan Karang

Seperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan

seksual.Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan

(sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk

polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada

pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru sedangkan reproduksi seksual adalah 

reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum ( fertilisasi). Sifat reproduksi ini

lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan

(pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan) (Timotius,

2003).Salah satu perbandingan reproduksi aseksual dan seksual dipandang dari sisi

ketahanand an adaptasi terhadap lingkungan adalah waktu pembentukan anakan, untuk

reproduksi aseksual karang membutuhkan waktu yang singkat untuk tumbuh sedangkan

untuk reproduksi seksual karang membutuhkan waktu dan proses lebih panjang untuk

pertumbuhan, ini dikarenakan karena pada reprodusi aseksual karang dibentuk oleh potongan

atau rangka dari induk karang sedangkan pada reproduksi seksual tidak (Timotius, 2003).

Koloni karang hermatiphik mengandung alga ( zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis

dengan terumbu karang.  Zooxanthellae  yang di koloni karang membentuk bangunan

karang.Gereau dan Gereau (1959) dalam  Supriharyono (2000) menyatakan bahwa

merupakan factoryang esensial dalam proses klasifikasi atau produksi kapur bagi hermathipic

corals  atau reef building corals.

Page 8: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Pertumbuhan setiap spesies karang berbeda. Spesies tertentu

mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu bias mencapai 2 cm/bulan (karang bercaba

ng) tetapi ada pula yang mempunyai pertumbuhan sangat lambat yaitu 1 cm/tahun. 

Menurut defenisi pertumbuhan karang merupakan pertambahan panjang linear, berat,

volume, atau luas kerangka atau bangunan kapur (Calsium) spesies karang dalam

kurun waktu tertentu (Budemeier danTinzie, 1962 dalam  Supriharyono, 2000). Kecepatan

tumbuhan karang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana hewan

ini berada. Perairan yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang,

maka karang tumbuh lebih cepat di bandingkan dengan daerah yang lingkungannya tercemar

(Supriharyono,2000). Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2007) karang dari

genus  Acropora  sp memiliki pertumbuhan pada umur 3 – 6 bulan. Besarnya ukuran fragmen

transplantasi sangat menentukan pertumbuhan dan keberasilan dari transplantasi karang (Ofri

Johan dkk, 2008). Horriot dan Fisk (1988) Dalam  Ofri Johan dkk  (2008) mengemukakan

bahwa dalam transplantasi karang  Acropra  sp harus memperhatikan ukuran karang tersebut,

ukuran yang lebih kecil akan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Pertambahan panjang

dipengaruhi oleh sifat biologi model percabangan karang seperti model karang branching

arborescent cenderung mempunyai pertambahan panjang mengarah ke ataslebih besar

(Sadarun, 1999).

c. Mineral Accretion

Metode ini biasanya disebuat Biorock. Metode ini ditemukan ole Prof.Wolf Hilbertz pada

tahun 1974 yang kemudian sejak 1988 bekerja sama dengan Dr. Tom Goreau mencoba

mengembangkan nya di seluruh dunia. Biorock merupakan teknik terumbu karang buatan

melalui proses akresi mineral dengan menggunakan struktur kerangka kokoh yang dialiri oleh

arus listrik bertegangan rendah. Teknologi ini memanfaatkan proses elektrolisis dengan

adanya anode dan katode sehingga menyebabkan mineral terlarut dalam air laut membentuk

endapan padatan mineral yang menempel pada struktur kerangka. Pertumbuhan karang

dengan metode Biorock terbukti 6 kali lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan alami.

Kini dilakukan pengembangan Biorock dengan menggunakan sumber listrik dari energi

alternatif, seperti yang dilakukan di Pemuteran, Bali. Di Bali, area rehabilitasi dikembangkan

menjadi objek wisata selam.

Page 9: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Gambar 1. Ilustrasi Biorock Gambar 2. Biorock

4. KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rehabilitasi adalah tindakan untuk menempatkan kembali sebagian atau, terkadang,

seluruh struktur atau karakteristik fungsional dari suatu ekosistem yang telah hilang,

atau substitusi dari alternatif yang berkualitas atau berkarakteristik lebih baik dengan

yang saat ini ada dengan pandangan bahwa mereka memiliki nilai sosial, ekonomi

atau ekologi dibandingkan kondisi sebelumnya yang rusak atau terdegradasi.

2. Teknologi rehabilitasi meliputi pembuatan terumbu buatan, pencangkokan karang dan

mineral acresion.

Page 10: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Daftar Pustaka

Callista, Fransisca dan Sriwarno, Andar Bagus. Wahana Rehabilitasi terumbu karang

berbasis Ekowisata ddengan memanfaatkan Energi Matahari. Program Studi Sarjana

Desain Produk, Fakultas Seni Ruoa dan Desain (FSRD), ITB.

Edwards, A.J. & Gomez, E.D. 2008. Konsep dan panduan restorasi terumbu: membuat pilihan bijak di antara ketidakpastian. Terj. dari Reef Restoration Concepts and Guidelines: making sensible management choices in the face of uncertainty. Oleh: Yusri, S., Estradivari, N. S. Wijoyo, & Idris. Yayasan TERANGI, Jakarta: iv + 38 hlm.

http://artikel.dikti.go.id/index.php/PKMM/article/download/111/112 diakses tanggal 26

September 2015

http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/view/555/357 diakses tanggal 26 September

2015

Page 11: Tugas Rehabilitasi Terumbu Karang

Dipilihnya genus  Acropora formosa sebagai bahan penelitian dalam transplantasi karang karena, jenis karang ini memiliki awal pertumbuhan, memiliki kisaran pertumbuhan yang cepat serta memiliki ketahanan hidup yang besar. Deslina(2004) kisaran pertambahan panjang genus Acropora formosa adalah 1.20 cm selama 2 bulan,dan menurut Sadarun, (1999) Genus  Acropora formosa memiliki ketahan hidup yang besar dari genus Acropora sp lainnya. Genus  Acropora formasa  juga mengalami Awal pertumbuhan yang cepat dan pertambahan panjang lebih tinggi dibandingkan dengan genus Acropora sp lainnya (Ofri Johan dkk, 2008).