studi komputasi pengaruh interaksi …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294748-t29860-studi...

Download STUDI KOMPUTASI PENGARUH INTERAKSI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294748-T29860-Studi komputasi.pdf · universitas indonesia studi komputasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik

If you can't read please download the document

Upload: ngonhan

Post on 06-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    STUDI KOMPUTASI PENGARUH INTERAKSI

    PERTUKARAN ANISOTROPIK TERHADAP TENDENSI

    TRANSISI FASE KEMAGNETAN ORDE KE-1 PADA

    La0,7Ca0,3MnO3 KRISTAL TUNGGAL

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar M. Si

    GOBI HEMERLI

    1006786783

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI FISIKA

    KEKHUSUSAN FISIKA MURNI DAN TERAPAN

    DEPOK

    MEI 2012

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

    PerpustakaanNoteSilakan klik bookmarks untuk melihat tau link ke hlm

  • ii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Gobi Hemerli

    NPM : 1006786783

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 30 Mei 2012

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • iii

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah melimpahkan berkat

    dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan ini

    dilakukan untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar Magister Sain pada

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

    Saya menyadari bahwa bantuan dan dukungan dari semua pihak sangat berarti

    dalam penyelesaian tesis ini, untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

    :

    1. Dr. Muhammad Aziz Majidi selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam rangka penyusunan tesis ini;

    2. Dinas Pendidikan Provinsi jambi atas dukungan dana selama masa kuliah;

    3. Pemerintah Kabupaten Kerinci atas izin belajar yang diberikan;

    4. Suami tercinta Muhamad Khabib Junaini yang telah banyak membantu dalam

    penyelesaian studi;

    5. Orang tua dan segenap keluarga atas doa dan dukungan yang diberikan;

    6. Anak-anak (Ahmad Hasbi Ramadhan dan Irfan Fatih Maulana) yang menjadi

    penyemangat dalam hidup;

    7. Om Yufri dan Tante Yuli atas bantuannya dalam menjaga anak-anak selama

    studi;

    8. Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

    Penulis berdoa semoga Allah swt memberikan pahala dan kebaikan kepada semua

    pihak atas segala yang telah dilakukan, dan semoga tesis ini memberikan manfaat

    bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

    Depok,

    penulis

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

    bawah ini :

    Nama : Gobi Hemerli

    NPM : 1006786783

    Program Studi : Fisika Murni dan Terapan

    Departemen : Fisika

    Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    Jenis Karya : Tesis

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif(Non-exclusive Royalty-

    Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Studi Komputasi Pengaruh Interaksi Pertukaran Anisotropik terhadap

    Tendensi Transisi Fase Kemagnetan Orde Ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3

    Kristal Tunggal

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

    Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

    mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

    merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok

    Pada Tanggal : 30 Mei 2012

    Yang menyatakan

    (Gobi Hemerli)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • vi

    ABSTRAK

    Nama : Gobi Hemerli

    Program Studi : Fisika

    Judul : Studi Komputasi Pengaruh Interaksi Pertukaran Anisotropik

    terhadap Tendensi Transisi Fase Kemagnetan Orde Ke-1

    pada Bahan Oksida Mangan

    Efek magnetokalorik pada material oksida mangan kristal tunggal diketahui

    bernilai lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada material oksida

    mangan polikristal. Di samping itu, transisi fase kemagnetan pada oksida mangan

    kristal tunggal dengan doping tertentu ditemukan berkarakter orde ke-1, yang

    berbeda dari yang umumnya terjadi yaitu orde ke-2. Kenyataan umum

    menunjukkan pula bahwa sifat-sifat anisotropik yang terdapat pada material

    kristal tunggal menjadi tidak tampak ketika material tersebut berada dalam bentuk

    polikristal. Fakta-fakta tersebut di atas mendorong sebuah hipotesis yang

    mendasari penelitian ini, yaitu bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan

    kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat

    anisotropik. Untuk menguji hipotesis ini, pada studi ini dilakukan pemodelan

    sistem oksida mangan dengan Hamiltonian yang terdiri atas suku kinetik elektron

    yang diturunkan dari pendekatan tight-binding dan suku interaksi magnetik

    Double-Exchange antara spin-spin elektron dengan momen-momen magnetik

    lokal Mn. Pemilihan model dengan melibatkan derajat kebebasan elektron adalah

    untuk mengantisipasi penggunaan lebih lanjut hasil-hasil studi ini untuk prediksi

    sifat-sifat transpor dari sistem. Model diselesaikan dengan metode Dynamical

    Mean Field Theory (DMFT) dengan melibatkan koreksi interaksi pertukaran

    Heisenberg anisotropik. Hasil perhitungan kami menunjukkan bahwa transisi

    magnetik orde ke-1 dapat terjadi karena adanya pengaruh interaksi pertukaran

    anisotropik, dengan kopling ferromagnetik pada arah planar, atau dengan kopling

    antiferromagnetik pada arah axial. Walaupun magnitud dari koreksi anisotropik

    ini sangat kecil, namun efeknya sangat signifikan dalam mereduksi temperatur

    Curie sistem dan mengubah karekter transisi magnetik dari orde ke-2 menjadi

    orde ke-1.

    Kata kunci :

    Oksida mangan, magnetokalorik, first-oder transition, interaksi pertukaran

    anisotropik, Dynamical Mean Field Theory

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR ............................................................................................... v

    ABSTRAK ....................................................................................................... vi

    DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix

    1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Valensi Mn pada Oksida Mangan.......................................................... 2 1.3 Efek Magnetokalorik ............................................................................ 5 1.4 Sifat Magnetokalorik dan Transisi Magnetik ............................... ........ 7 1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10 1.6 Hipotesis ................................................................................................. 10

    2. MODEL PENDEKATAN ........................................................................ 12 2.1 Model Heisenberg dengan Anisotropik ............................................... 12 2.2 Model Tight-Binding ............................................................................ 16 2.3 Model Double Exchange ........................................................................ 17 2.4 Hamiltonian Model ................................................................................ 18

    3. ALGORITMA PERHITUNGAN ........................................................... 20 3.1 Dynamical Mean Field Theory (DMFT) ............................................... 20 3.2 Fungsi Green ........................................................................................ 21 3.3 Algoritma DMFT ................................................................................. 22 3.4 Perhitungan Magnetisasi ....................................................................... 30

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 32 4.1 DOS ...................................................................................................... 32

    4.1.1 DOS dengan Tight-Binding untuk Kisi Bethe ............................. 32

    4.1.2 DOS dari Hasil Perhitungan dengan Pengaruh Double Exchange 34

    4.1.3 DOS dari Hasil Perhitungan yang Memasukkan Pengaruh

    Pertukaran Anisotropik ............................................................... 35

    4.2 Pengaruh Exchange Coupling Anisotropik di Arah Planar dan Axial untuk Interaksi Ferromagnetik dan Antiferromagnetik terhadap

    Magnetisasi ............................................................................................ 36

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • viii

    4.3 Pengaruh Nilai Exchange Coupling Anisotropik yang Berupa Koreksi Feromagnetik di Arah Planar (Jp) terhadap Magnetisasi ..................... 38

    4.4 Hasil Perhitungan Magnetisasi Paling Optimal ................................... 40

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 42 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 42 5.2 Saran ..................................................................................................... 43

    DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 45

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Struktur oksida mangan perovskite kubik ideal ......................... 3

    Gambar 1.2. Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3

    dan ion Mn+4

    .... 4

    Gambar 1.3 Struktur elektronik dari oksida mangan (bagian atas saat x=1,

    bagian tengah saat x terentu di antara 0 dan 1, bagian bawah

    saat x=0) .................................................................................... 5

    Gambar 1.4 Kurva ketergantungan magnetisasi terhadap temperatur pada

    material La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal ................................... 9

    Gambar 2.1. Mekanisme double exchange ..................................................... 18

    Gambar 3.1. Ilustrasi dari pendekatan DMFT ................................................ 20

    Gambar 3.2. Ilustrasi bare-DOS untuk simple cubic ..................................... 24

    Gambar 3.3. Ilustrasi gambar bare DOS untuk kisi Bethe melalui pendekatan

    analitik ........................................................................................ 24

    Gambar 3.4 Algoritma DMFT ........................................................................ 29

    Gambar 4.1. DOS tight-binding untuk kisi Bethe ............................................ 33

    Gambar 4.2. DOS hasil perhitungan dengan memasukkan pengaruh double

    exchange (warna merah), garis putus-putus (warna biru)

    menunjukkan posisi potensial kimia .......................................... 34

    Gambar 4.3. DOS hasil perhitungan dengan double exchange dan pengaruh

    interaksi pertukaran anisotropik ................................................. 35

    Gambar 4.4. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari

    eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik pada arah

    planar dan axial, (Warna merah dan biru) dengan coupling

    antiferromagnetik, (warna hijau dan hitam) dengan coupling

    ferromagnetik............................................................................. .. 37

    Gambar 4.5. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari

    eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik dengan

    coupling ferromagnetik pada arah planar .................................... 39

    Gambar 4.6. Grafik magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) hasil perhitungan

    yang paling optimal, (kurva hijau) ketika hanya ada pengaruh DE,

    (kurva merah dan biru) masing-masing ketika diperhitungkan

    koreksi anisotropik dengan coupling antiferromagnetik di arah

    axial dan coupling ferromagnetik di arah planar. ........................ 40

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Oksida mangan adalah material yang sangat menarik untuk dieksplorasi, karena

    sifat-sifatnya yang tidak hanya menjanjikan untuk diaplikasikan dalam teknologi,

    tetapi juga menantang para peneliti untuk mengungkap mekanisme fisis yang

    mendasari munculnya sifat-sifat tersebut. Di antara sifat-sifat menarik tersebut

    adalah efek magnetoresistif yang bernilai sangat besar, seperti yang ditunjukkan

    oleh film tipis La0,67Ca0,33MnO3 sebesar 127% pada temperatur 77 K dengan

    aplikasi medan magnet luar sebesar 6 Tesla [1]. Efek magnetoresistif merupakan

    efek perubahan hambatan listrik pada suatu material ketika diterapkan medan

    magnet eksternal. Efek ini dimanfaatkan di dalam teknologi seperti sensor

    magnetik, Magnetoresistive Random Acces Memory (MRAM), dan

    magnetoresistive read/write head [2]. Sifat lain yang juga menarik dari oksida

    mangan adalah efek magnetokalorik. Efek magnetokalorik adalah efek perubahan

    temperatur pada material akibat medan magnet eksternal yang diterapkan secara

    adiabatik. Efek ini dapat diaplikasikan dalam teknologi refrigerator magnetik.

    Oksida mangan menunjukkan efek magnetokalorik yang besar, seperti yang

    dilaporkan oleh Phan et al. dalam studinya pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal,

    bahwa bahan ini menunjukkan efek magnetokalorik sekitar 70 % dari efek

    magnetokalorik yang ditunjukkan oleh Gadolinium [3], dimana sampai saat ini

    Gadolinium masih menjadi material yang paling banyak digunakan sebagai active

    magnetic refrigerant (AMR) dalam refrigerator magnetik.

    Refrigerator magnetik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan

    refrigerator konvensional. Penggunaan material padatan sebagai AMR pada

    refrigerator magnetik, memungkinkan refrigerator ini dapat dibuat dengan desain

    yang lebih compact. Efek magnetokalorik yang besar akan menghasilkan efisiensi

    yang lebih tinggi, dan material-material AMR lebih ramah lingkungan.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 2

    Universitas Indonesia

    Pada material oksida mangan fenomena-fenomena baik magnetoresistif maupun

    magnetokalorik bernilai maksimum di sekitar temperatur Curie (Tc) [4]. Ini

    menunjukkan adanya keterkaitan antara sifat-sifat material oksida mangan dengan

    fase magnetiknya. Kenyataan ini memberi motivasi bagi studi ini, yakni untuk

    mempelajari mekanisme fisis yang melandasi sifat-sifat unik oksida mangan,

    dalam hal ini studi difokuskan pada sifat transisi kemagnetan pada kristal tunggal

    La0,7Ca0,3MnO3.

    1.2 Valensi Mn pada Oksida Mangan

    Oksida mangan mempunyai formula umum R1-xAxMnO3, dengan R = unsur tanah

    jarang/unsur deret lantanida bervalensi tiga (seperti La+3

    , Nd+3

    , Pr+3

    ), dan

    A = unsur alkali bervalensi dua (seperti Ca+2

    , Sr+2

    , Ba+2

    dan Pb+2

    ). Material yang

    dijadikan objek pada studi ini adalah La1-xCaxMnO3 khususnya pada doping

    x = 0,3 atau La0,7Ca0,3MnO3. Studi pada oksida mangan telah lama dilaporkan

    oleh Jonker dan Van Santen (1950). Mereka melaporkan bahwa pada material

    La1-xCaxMnO3 untuk senyawa dengan nilai doping x = 0 dan x = 1, material ini

    menunjukkan sifat antiferromagnetik. Dan pada nilai x tertentu di antara nilai di

    atas, material ini dapat bersifat ferromagnetik. Dari studi tersebut dapat dikatakan

    bahwa material induk dari La1-xCaxMnO3 bersifat antiferromagnetik.

    Fase magnetik material La1-xCaxMnO3 berhubungan erat dengan keberaadaan ion

    Mn dalam material tersebut. Ketika nilai x = 0 di dalam material ini hanya

    mengandung ion Mn+3

    , dan untuk x = 1 di dalam material ini hanya terdapat ion

    Mn+4

    . Tetapi ketika doping x bernilai 0

  • 3

    Universitas Indonesia

    oksida mangan perovskite kubik yang ideal tanpa doping. Formula umumnya

    adalah ABO3, dengan A ditempati oleh ion La+3

    , dan B ditempati oleh ion Mn+3

    yang dikelilingi oleh 6 ion oksigen oktahedral. Jika x>0 maka beberapa ion La+3

    akan digantikan oleh ion Ca+2

    atau Sr+2

    .

    Gambar 1.1. Struktur oksida mangan perovskite kubik ideal [5].

    Secara lengkap konfigurasi elektron untuk atom Mn dapat ditulis sebagai

    Mn25=1s22s

    22p

    63s

    23p

    63d

    54s

    2. Di atas telah disebutkan bahwa ketika sistem di dop

    dengan nilai x tertentu, misalkan dengan mensubsitusi sejumlah ion Ca+2

    ke La+3

    maka beberapa ion Mn+3

    yang sesuai akan menjadi tetravalen yaitu Mn+4

    , dalam

    hal ini akan ada dua populasi ion Mn dengan keadaan valensi yang berbeda, yaitu

    Mn+3

    dan Mn+4

    dengan konfigurasi elektron masing-masing adalah

    1s22s

    22p

    63s

    23p

    63d

    4 dan 1s

    22s

    22p

    63s

    23p

    63d

    3.

    Hadirnya dua populasi ion Mn dengan valensi yang berbeda ini sangat

    berhubungan erat dengan sifat magnetik dan sifat elektronik dari oksida mangan.

    Orbital yang aktif secara elektronik adalah orbital 3d dari atom Mn. Lima orbital

    3d atom Mn ini , masing-masing dapat mengakomodir satu elektron dengan spin

    up dan satu elektron dengan spin down. Kelima orbital 3d ion Mn ini mengalami

    splitting menjadi dua level energi yaitu : 3 orbital berenergi rendah yang disebut

    dengan orbital t2g dan 2 orbital berenergi tinggi yang disebut dengan orbital eg

    akibat adanya medan kristal oktahedral yang berasal dari enam ion oksigen yang

    mengelilinginya. Dalam pengisian orbital 3d baik untuk ion Mn+3

    maupun Mn+4

    ,

    elektron-elektron akan menempati orbitalnya sesuai dengan aturan Hund, orbital-

    orbital dengan energi yang sama, masing-masing diisi terlebih dahulu oleh satu

    elektron dengan arah (spin) yang sama, kemudian sisa elektronnya diisikan

    sebagai elektron pasangannya dengan arah (spin) berlawanan . Dengan demikian

    B

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 4

    Universitas Indonesia

    konfigurasi elektron untuk orbital 3d ion Mn+3

    adalah

    , di mana 3 elektron

    mengisi orbital t2g dan 1 elektron mengisi orbital eg. Sedangkan konfigurasi

    elektron untuk orbital 3d ion Mn+4

    adalah dengan 3 elektron pada orbital t2g.

    Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3

    dan ion Mn+4

    dapat dilihat pada

    gambar 1.2.

    Gambar 1.2. Konfigurasi elektron pada orbital 3d ion Mn+3

    dan ion Mn+4

    [6].

    Tiga elektron di orbital dari ion Mn+3

    dan ion Mn+4

    akan cenderung

    terlokalisasi membentuk apa yang disebut dengan core spins dengan orientasi

    spin yang searah, dan total core spins masing-masing adalah S=3/2. Sementara

    elektron di orbital dari ion Mn+3

    spinnya juga terpolarisasi searah dengan arah

    core spins dengan nilai spin elektron s = 1/2.

    Elektron yang ada pada orbital ion Mn+3

    ini disebut juga dengan elektron

    konduksi. Pada oksida mangan dengan nilai doping x tertentu, elektron ini dapat

    berjalan atau hopping ke ion Mn+4

    melalui ion oksigen dengan mekanisme yang

    dikenal dengan Double Exchange (DE). Mekanisme ini diperkenalkan pertama

    kali oleh Zener (1951) yang menjelaskan adanya interaksi pertukaran antara

    ion Mn+3

    dengan ion Mn+4

    yang dimediasi oleh elektron melalui ion O-2

    sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar 1.3. Teori ini selanjutnya

    disempurnakan oleh Anderson & Hasegawa (1953) dan De Genes (1960). Orbital

    sangat berperan penting dalam menentukan sifat-sifat dari material

    oksida mangan baik itu sifat listrik maupun sifat magnetiknya. Hal yang

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 5

    Universitas Indonesia

    juga sangat penting bahwa orbital ion Mn+3

    ini mengalami splitting akibat dari

    distorsi MnO6 oktahedral, yang dikenal dengan distorsi Jahn-Teller.

    Gambar 1.3. Sruktur elektronik oksida mangan (bagian atas saat x=1, bagian

    tengah saat x tertentu di antara 0 dan 1, bagian bawah saat x=0)

    [5].

    1.3 Efek Magnetokalorik

    Ketika suatu material magnetik dikenai medan magnet eksternal, momen-momen

    magnetik dari atom-atomnya akan terorientasi. Jika medan magnet luar

    diterapkan secara adiabatik, temperatur dari material tersebut akan meningkat.

    Selanjutnya, jika medan magnet eksternal dihilangkan maka temperatur material

    akan turun kembali. Efek pemanasan dan pendinginan akibat penerapan dan

    penghilangan medan magnet eksternal secara adiabatik ini disebut dengan efek

    magnetokalorik .

    Efek magnetokalorik ditemukan oleh Warburg diawal 1881, melalui pengamatan

    terhadap perubahan temperatur adiabatik pada material besi [7]. Namun setelah

    bertahun-tahun ditemukan, belum ada teori yang dapat menjelaskan tentang

    fenomena tersebut, begitu juga dengan aplikasinya pada suhu ruang. Baru setelah

    itu pada tahun 1918 Weiss dan Piccard menjelaskan tentang efek magnetokalorik

    secara teori. Pada tahun 1926-1927 Debye dan Giauque menyarankan bahwa efek

    magnetokalorik dapat digunakan untuk memperoleh temperatur yang sangat

    rendah (yaitu di bawah 1 K) dengan menggunakan metode yang dikenal dengan

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 6

    Universitas Indonesia

    demagnetisasi adiabatik. Selanjutnya pada tahun 1935 MacDougall memverifikasi

    metode yang diperkenalkan oleh Debye dan Giaque tersebut melalui pendinginan

    suatu sampel dari 1,5 K ke 0,25 K . Atas keberhasilan penelitiannya tersebut

    Giaque dianugerahi penghargaan nobel pada tahun 1949. Karena eksperimen

    demagnetisasi adiabatik yang dilakukan oleh MacDougall telah menjadi sebuah

    teknik standar dalam fisika eksperimen untuk memperoleh temperatur dari

    beberapa Kelvin ke nano Kelvin, maka pada tahun 1976, Brown berhasil

    membangun suatu sistem refrigator magnetik yang beroperasi di daerah suhu

    ruang untuk pertama kalinya dengan menggunakan gadolinium sebagai material

    AMR [9]. Sejak penemuan ini, sistem refrigerator magnetik suhu ruang mulai

    berkembang secara pesat. Namun sebagaimana diketahui, harga Gadolinium

    cukup mahal, hal ini membuat kegunaan dari material ini sebagai Active Material

    Refrigerator (AMR) menjadi sangat terbatas [2]. Sehingga usaha untuk terus

    menemukan material lain terutama dengan harga lebih murah dan menunjukkan

    efek magnetokalorik yang besar di sekitar temperatur ruang dengan aplikasi

    medan yang rendah terus dilakukan hingga saat ini.

    Pada tahun 1996 Morelli et al.[10] menemukan efek magnetokalorik yang besar

    pada LaMnO thin film dengan doping Ca, Ba, atau Sr. Material ini menunjukkan

    efek magnetokalorik yang hampir sama besarnya dengan yang ditunjukkan oleh

    Gadolinium. Setahun kemudian, sebuah terobosan yang luar biasa muncul pada

    tahun 1997, Pecharsky dan Gschneidner menemukan efek magnetokalorik yang

    sangat besar pada senyawa , senyawa ini menunjukkan efek

    magnetokalorik yang bernilai dua kali lebih besar dibandingkan dengan

    Gadolinium sehingga disebut juga sebagai efek magnetokalorik raksasa atau

    Giant Magnetocaloric [11]. Meskipun efek magnetokalorik senyawa

    sangat besar, tetapi memiliki Tc yang rendah yaitu sekitar 276 K, tentunya suhu

    ini jauh lebih rendah dari Gadolinium yang mempunyai Tc ~ 294 K. Hal ini

    membuat aplikasi dari senyawa menjadi sangat terbatas dan tidak dapat

    diaplikasikan pada refrigerator yang daerah kerjanya di sekitar temperatur ruang.

    Walaupun kelas material oksida mangan menunjukkan efek magnetokalorik yang

    tidak sebesar Gadolinium ataupun senyawa , namun material oksida

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 7

    Universitas Indonesia

    mangan ini memiliki beberapa keunggulan untuk dijadikan sebagai kandidat

    material AMR dalam teknologi refrigerator magnetik. Diantara keunggulan-

    keunggulan itu adalah harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan

    material-material AMR lainnya, tidak beracun, tidak berefek pada pemanasan

    global, dan rute sintesisnya lebih sederhana. Disisi lain oksida mangan memiliki

    sifat-sifat yang menarik yaitu Tc dan magnetisasi saturasinya sangat tergantung

    pada doping, sehingga cocok untuk diaplikasikan pada berbagai temperatur. Hal

    ini membuat oksida mangan terus menjadi objek penelitian bagi para ilmuan

    dewasa ini.

    1.4 Sifat Magnetokalorik dan Transisi Magnetik

    Besar efek magnetokalorik dalam suatu bahan magnetik dapat dievaluasi melalui

    perubahan entropi magnetik (SM) dan perubahan temperatur adiabatik (Tad)

    [12]. Menurut teori termodinamika klasik perubahan entropi magnetik yang

    disebabkan oleh variasi medan magnet eksternal dari 0 hingga H0 dapat

    diekspresikan melalui persamaan :

    (1.1)

    Sementara perubahan temperatur adiabatik , dihitung menurut persamaan

    berikut:

    (1.2)

    Dari persamaan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu material dapat memiliki

    efek magnetokalorik yang sangat besar jika perubahan entropi dan perubahan

    temperatur adiabatiknya besar, jika dihubungkan dari persamaan 1.1 dan 1.2

    berarti efek magnetokalorik akan bernilai sangat besar ketika

    nya bernilai

    maksimum.

    Dalam oksida mangan, baik efek magnetoresistif maupun efek magnetokalorik

    sering diobservasi di sekitar temperatur transisi fase order magnetik atau di sekitar

    Tc . Sehingga, apabila

    dalam persamaan 1.1 dan 1.2 dihubungkan

    dengan sifat transisi fase magnetik suatu material, maka nilai ini diharapkan

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 8

    Universitas Indonesia

    menghasilkan efek magnetokalorik yang sangat besar ketika terjadi transisi fase

    magnetik.

    Secara umum ada dua syarat yang harus dimiliki oleh suatu material magnetik

    untuk bisa digolongkan sebagai material magnetokalorik, yaitu :

    1. Memiliki magnetisasi spontan yang cukup besar sebagaimana yang

    dimiliki oleh kelas logam-logam rare earth [11].

    2. Magnetisasinya menurun secara tajam saat terjadi transisi ferromagnetik-

    paramagnetik pada Tc, sebagaimana yang ditemukan pada senyawa-

    senyawa logam transisi, termasuk di dalamnya adalah oksida mangan

    [13].

    Jika ditinjau berdasarkan transisi fase magnetik, terdapat dua kelas material

    magnetik yang menunjukkan adanya efek magnetokalorik [4] , yaitu :

    1. Material yang memiliki transisi fase magnetik orde ke-1 atau First Order

    Magnetic Transition (FOMT).

    2. Material yang memiliki transisi fase magnetik orde ke-2 atau Second

    Order Magnetic Transition (SOMT).

    Material FOMT adalah material yang sangat menjanjikan sebagai material AMR,

    karena memiliki efek magnetokalorik paling besar pada saat terjadi transisi fase

    magnetik, magnetisasinya turun dengan sangat tajam terhadap perubahan

    temperatur, sehingga profil kurva magnetisasi (M) terhadap temperatur (T)

    berbentuk sangat curam. Jika dihubungkan dengan Pers. (1.1) dan Pers. (1.2)

    maka

    nya bernilai sangat besar di sekitar Tc. Tipe material FOMT

    memberikan efek magnetokalorik yang sangat besar dalam rentang temperatur

    yang sempit. Sedangkan material SOMT secara umum transisi fasenya terjadi

    pada kisaran suhu yang lebih luas, magnetisasi turun secara perlahan terhadap

    perubahan temperatur dan memiliki efek magnetokalorik yang lebih rendah jika

    dibandingkan dengan material FOMT. Jika dilihat dari grafik hubungan M

    terhadap T maka material SOMT menunjukkan perubahan magnetisasi yang lebih

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 9

    Universitas Indonesia

    melandai terhadap perubahan temperatur. Dari beberapa material AMR, hampir

    sebagian besar tergolong sebagai material FOMT.

    Pada tahun 2004, Phan et al. melaporkan hasil studi dari efek magnetokalorik

    dalam material La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal yang mengalami transisi fase

    magnetik orde ke-1 pada Tc 227 K, sebagaimana ditunjukan oleh grafik

    ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) pada gambar 1.4. Untuk

    mengetahui seberapa besar efek magnetokalorik pada bahan oksida mangan,

    mereka melakukan pengukuran terhadap perubahan entropi magnetik dan

    perubahan temperatur adiabatik pada bahan La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal dan

    juga La0,7Ca0,3MnO3 polikristal. Hasil yang mereka laporkan adalah bahwa efek

    magnetokalorik pada bahan La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal ditemukan lebih besar

    daripada La0,7Ca0,3MnO3 polikristal, hal ini dapat dilihat dari perubahan entropi

    untuk La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal menunjukkan nilai yang lebih besar daripada

    bahan La0,7Ca0,3MnO3 yang polikristal. Besarnya nilai perubahan entropi pada

    La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal ini berasal dari penurunan magnetisasi yang sangat

    tajam yang berhubungan dengan transisi fase magnetik orde ke-1 dari bahan

    tersebut pada Tc [12]. Hasil ini didukung juga oleh penemuan yang sama pada

    senyawa oleh Sande et al. (2001) , dan pada senyawa

    La0,67Ca0,33MnO3 oleh Lin et al. (2006) .

    Gambar 1.4. Kurva ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) pada

    material La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dari hasil eksperimen

    Phan et al.[12].

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 10

    Universitas Indonesia

    1.5 Tujuan Penelitian

    Motivasi dari studi ini adalah untuk memahami sifat magnetik material oksida

    mangan yang berhubungan dengan sifat-sifat magnetokalorik. Phan et al. (2004)

    melaporkan hasil studi dari efek magnetokalorik dalam La0.7Ca0.3MnO3 kristal

    tunggal yang mengalami transisi fase magnetik orde ke-1 pada temperatur 227

    K sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 1.4. Efek magnetokalorik dalam

    La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dilaporkan bernilai lebih besar dibandingkan

    dengan La0.7Ca0.3MnO3 polikristal. Fakta umum menunjukkan bahwa material-

    material yang struktur kristalnya berbentuk kristal tunggal diketahui memiliki

    sifat-sifat fisis yang bergantung pada arah yang dikenal juga dengan sifat

    anisotropik dan sifat anisotropik ini akan hilang ketika material tersebut

    mempunyai struktur berbentuk polikristal. Fakta-fakta yang tersebut di atas

    memotivasi studi ini untuk lebih fokus dalam menyelidiki hubungan antara

    transisi kemagnetan dengan sifat anisotropik yang dimiliki oleh material

    La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal.

    Secara lebih terperinci tujuan dari penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :

    1. Mengeksplorasi ketergantungan magnetisasi (M) terhadap temperatur (T)

    dengan menggunakan model double exchange.

    2. Menginvestigasi pengaruh anisotropik pada exchange coupling baik

    ferromagnetik ataupun antiferromagnetik.

    3. Mencari parameter-paremeter yang optimal yang dapat menjelaskan data

    eksperimen transisi fase magnetik orde ke-1 pada material oksida mangan

    kristal tunggal.

    1.6 Hipotesis

    Efek magnetokalorik pada material oksida mangan kristal tunggal diketahui

    bernilai lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi pada material oksida

    mangan polikristal [12]. Di samping itu, transisi fase kemagnetan pada oksida

    mangan kristal tunggal dengan doping tertentu ditemukan berkarakter orde ke-1,

    yang berbeda dari yang umumnya terjadi yaitu orde ke-2. Kenyataan umum

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 11

    Universitas Indonesia

    menunjukkan pula bahwa sifat-sifat anisotropik yang terdapat pada material

    kristal tunggal menjadi tidak tampak ketika material tersebut berada dalam bentuk

    polikristal . Fakta-fakta tersebut di atas mendorong sebuah hipotesis yang

    mendasari penelitian ini, yaitu bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan

    kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat

    anisotropik

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 12

    Universitas Indonesia

    BAB II

    MODEL PENDEKATAN

    Untuk menguji hipotesis sebagaimana diajukan dalam bab I, pada studi ini

    dilakukan pemodelan sistem La0.7Ca0.3MnO3 kristal tunggal dengan Hamiltonian

    yang terdiri atas suku kinetik elektron yang diturunkan dari pendekatan

    tight-binding (TB) dan suku interaksi magnetik double-exchange (DE) antara

    spin-spin elektron dengan momen-momen magnetik lokal Mn. Pemilihan model

    dengan melibatkan derajat kebebasan elektron adalah untuk mengantisipasi

    penggunaan lebih lanjut hasil-hasil studi ini untuk prediksi sifat-sifat transpor dari

    sistem. Model diselesaikan dengan metode Dynamical Mean Field Theory

    (DMFT) dengan melibatkan koreksi interaksi pertukaran Heisenberg anisotropik.

    2.1 Model Heisenberg dengan Anisotropik

    Model Heisenberg merupakan model mekanika yang dapat digunakan dalam

    menjelaskan fenomena-fenomena kemagnetan, seperti titik kritis dan transisi fase

    dalam sistem magnetik . Dalam bab 1 telah dijelaskan bahwa

    elektron-elektron yang berada pada orbital t2g dari Mn+3

    dan Mn+4

    terlokalisasi

    membentuk spin inti (core spins) dengan spin total masing-masing adalah S = 3/2.

    Spin inti yang terikat kuat dengan nukleus disebut juga dengan spin ion. Suatu

    cara yang sederhana untuk menggambarkan adanya interaksi pertukaran antar

    ion-ion Mn adalah dengan menggunakan model Heisenberg .

    Beberapa material magnetik yang menarik secara keilmuan dan penting secara

    teknologi, ada yang isotropik dan ada yang anisotropik . Sifat isotropik dan

    anisotropik ini berkaitan dengan karakteristik dari besaran fisis suatu sistem zat

    padat dalam merespon gangguan eksternal yang berupa vektor. Jika responnya

    tidak bergantung pada arah maka sistem tersebut dikatakan isotropik. Sebaliknya

    jika responnya bergantung pada arah, maka sistem tersebut dikatakan

    anisotropik .

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 13

    Universitas Indonesia

    Sifat-sifat yang bergantung pada arah ini muncul dari struktur kristal atau tekstur

    material yang khas. Karena itu, sifat-sifat yang anisotropik biasanya hanya

    muncul pada zat padat yang dalam bentuk kristal tunggal. Ketika material berada

    dalam bentuk polikristal, maka sifat anisotropik ini menjadi tidak tampak.

    Sehingga pada umumnya material dengan struktur polikristal bersifat isotropik.

    Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa fase ferromagnetik pada oksida mangan

    kristal tunggal dikontrol oleh interaksi pertukaran magnetik yang bersifat

    anisotropik.

    Untuk material yang bersifat anisotropik maka model interaksi pertukaran antar

    spin-spin ion yang terdapat di dalam kristal dapat ditulis dalam model Heisenberg

    dengan Hamiltonian yang dapat dituliskan sebagai berikut :

    (2.1)

    dimana dan masing-masing adalah spin ion pada site i dan j, adalah

    exchange coupling antar spin-spin ion dan merupakan indeks sumbu-sumbu

    kartesian dari matrik dalam koordinat x, y, dan z. merupakan parameter

    yang menggambarkan kekuatan interaksi antara momen magnetik ion di site i dan

    di site j. Interaksi spin-spin ion hanya terjadi antara ion Mn dengan ion Mn

    tetangga terdekatnya, dalam hal ini memiliki nilai. Sedangkan antara ion Mn

    dengan ion Mn yang bukan tetangga terdekat, tidak terjadi interaksi spin-spin

    antar ion, dengan demikian bernilai nol.

    Fisis dari model Heisenberg ini sangat tergantung pada paremeter . Jika bernilai

    positif maka spin-spin ionnya paralel atau berinteraksi dalam keadaan

    ferromagnetik, dan jika bernilai negatif maka spin-spin ionnya antiparalel atau

    berinteraksi dalam keadaan antiferromagnetik. Jika persamaan 2.1 ditulis dalam

    bentuk matrik maka bentuknya adalah :

    (2.2)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 14

    Universitas Indonesia

    Untuk lebih menyederhanakan perhitungan maka dipilih sumbu kristal sebagai

    kerangka koordinat, sehingga pengaruh anisotropik ditinjau hanya pada arah yang

    berimpit dengan sumbu utama yaitu pada arah x, y dan z, dan responnya terhadap

    arah selain itu dianggap 0 sehingga matrik J dapat disederhanakan menjadi :

    (2.3)

    Bentuk matrik J dapat juga dituliskan secara lengkap sebagai berikut :

    (2.4)

    dalam matrik suku pertama di atas adalah parameter coupling interaksi

    pertukaran antar ion Mn yang pada dasarnya sudah terangkum di dalam

    perhitungan DMFT dengan model TB dan DE murni. Sedangkan matrik suku

    kedua sebelah kanan merupakan suku koreksi anisotopik yang akan

    diperhitungkan di dalam penelitian ini.

    Selanjutnya, untuk lebih menyederhanakan perhitungan maka diambil dua arah

    koreksi anisotropik, yaitu arah planar dan arah axial. Arah planar diibaratkan

    sebagai bidang dua dimensi, dalam hal ini ditentukan dalam arah sumbu x dan

    sumbu y, sedangkan arah axial diibaratkan sebagai arah sumbu yang tegak lurus

    dengan bidang x-y, dalam hal ini berimpit dengan arah sumbu z. Bila dikaitkan

    dengan Pers. (2.4), perbedaan kedua arah tersebut mengikuti syarat berikut ini :

    - Bila , dan , maka pengaruh suku koreksi

    anisotropik diperhitungkan pada arah planar

    - Bila , dan , maka pengaruh suku koreksi

    anisotropik diperhitungkan pada arah axial.

    Dengan definisi parameter di atas maka Hamiltonian untuk suku koreksi

    anisotropik ini dapat dituliskan kembali sebagai :

    (2.5)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 15

    Universitas Indonesia

    atau

    (2.6)

    Dalam koordinat bola operator spin dapat ditulis sebagai :

    (2.7)

    (2.8)

    (2.9)

    Dengan mensubsitusikan Pers. (2.7), (2.8) dan (2.9) ke Pers. (2.6) maka akan

    diperoleh Hamiltonian untuk interaksi pertukaran anisotropik sebagai fungsi sudut

    polar dan sudut azimutal :

    cos cos (2.11)

    Di dalam studi ini pengaruh anisotropik tidak dapat dimasukkan ke dalam

    algoritma DMFT, karena algoritma DMFT yang murni itu hanya dapat

    menangkap gejala kemagnetan dan isotropik, selain itu di dalam DMFT terdapat

    proses perata-rataan sehingga apabila pengaruh anisotropik ini dimasukkan ke

    dalam perhitungan DMFT maka proses perata-rataan akan menghilangkan efek

    anisotropik tersebut. Salah satu cara yang bisa diambil adalah dengan

    memasukkan suku koreksi anisotropik ini secara ad hoc ke dalam aksi efektif

    (Seff). Untuk lebih jelasnya perhitungan aksi efektif akan dibahas di dalam bab 3.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 16

    Universitas Indonesia

    2.2 Model Tight-Binding

    Model Tight-Binding adalah model untuk menghitung struktur pita energi elektron

    dengan menggunakan kumpulan pendekatan dari fungsi gelombang, yaitu

    berdasarkan superposisi dari fungsi-fungsi gelombang atom yang terisolasi berada

    pada setiap site atom .

    Sesuai namanya model kuantum mekanik ini menjelaskan sifat dari elektron-

    elektron yang terikat kuat pada zat padat. Elektron-elektron pada model ini harus

    terikat kuat pada atom di mana elektron tersebut berasal, dan elektron-elektron ini

    hanya mempunyai interaksi yang terbatas dengan keadaan-keadaan atau potensial

    di sekitar atom-atom di zat padat tersebut. Akibatnya fungsi gelombang dari

    elektron akan mirip dengan orbital atom dari elektron pada atom bebas. Energi

    dari elektron ini juga berada dekat dengan energi ionisasi dari elektron yang

    berada pada atom bebas atau ion, karena interaksi dengan potensial-potensial dan

    keadaan-keadaan atom tetangga menjadi terbatas.

    Jika digunakan penulisan secara second quantization, maka akan lebih mudah

    memahami konsep model TB. Dengan menggunakan orbital atom sebagai

    keadaan dasar (basis state), maka operator Hamiltonian dalam bentuk second

    quantization adalah sebagai berikut :

    (2.13)

    dimana : = operator kreasi (anihilasi) elektron

    = parameter hopping

    = indeks untuk tetangga terdekat

    = indeks spin polarisasi

    Parameter hopping t menyatakan transfer integral atau kemampuan elektron

    untuk berpindah tempat. Untuk kasus ekstrim, bila t bernilai 0 , maka tidak

    mungkin elektron-elektron dapat hoping atau melompat ke site tetangga terdekat,

    keadaan ini menunjukkan sistem atom yang terisolasi. Jika nilai hopping ini ada

    maka elektron-elektron bisa hopping ke site tetangga terdekat.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 17

    Universitas Indonesia

    Dengan menggunakan transformasi Fourier, persamaan TB pada persamaan (2.13)

    di atas dapat ditulis sebagai :

    (2.14)

    Dimana adalah spektrum energi. Spektrum energi untuk simple cubic adalah

    seperti pada persamaan berikut ini :

    (2.15)

    2.3 Model Double Exchange

    Mekanisme Double Exchange merupakan suatu tipe magnetic exchange yang

    dapat muncul antara ion-ion dalam keadaan oksidasi berbeda. Teori ini

    diperkenalkan oleh Zener (1951) dan kemudian di sempurnakan oleh Anderson

    dan Hasegawa (1953) dan oleh De Gennes (1960).

    Mekanisme double exchange terjadi dengan adanya pertukaran coupling antar ion

    yang saling bertetangga yang dimediasi oleh elektron yang berasal dari ion Mn+3

    ke ion Mn+4

    melalui ion O-2

    . Tiga elektron di orbital ion Mn+3

    dan Mn+4

    cenderung membentuk spin inti dengan total spin 3/2, sementara satu elektron di

    orbital ion Mn+3

    overlap secara kuat dengan orbital 2p dari tetangga

    terdekatnya yaitu oksigen. Sebagai contoh anggaplah interaksi ferromagnetik

    Mn+3

    -O-2

    -Mn+4

    sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 2.1, orbital atom

    Mn secara langsung berinteraksi dengan orbital 2p atom O, dan salah satu ion Mn

    mempunyai kelebihan 1 elektron dibandingkan dengan atom Mn yang lainnya.

    Dalam keadaan dasar, elektron-elektron pada masing-masing ion Mn diselaraskan

    sesuai dengan aturan Hund, jika O memberikan elektron spin up nya pada Mn+4

    ,

    maka orbital kosongnya selanjutnya dapat diisi oleh sebuah elektron dari Mn+3

    .

    Yang pada akhir dari proses ini telah terjadi transfer elektron dari ion Mn+3

    ke ion

    Mn+4

    . Jadi dalam mekanisme ini elektron dari Mn+3

    dianggap seolah-olah

    melakukan hopping dua kali dari Mn+3

    ke O-2

    kemudian baru ke Mn+4

    . Sehingga

    mekanisme pertukaran coupling yang terjadi antara Mn+3

    dan Mn+4

    disebut juga

    dengan mekanisme double exchange.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 18

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.1. Mekanisme double exchange .

    Untuk pemodelan double-exchange ini secara matematis digambarkan oleh

    Hamiltonian dibawah ini :

    dimana : = Hunds coupling

    = spin ion ke-i

    = spin elektron ke-i

    Hamiltonian di atas merupakan pengambaran terjadinya interaksi antara spin ion

    dan spin elektron di site i. Yang dalam hal ini adalah interaksi antara ion t2g dan

    elektron eg dari Mn+3

    kemudian elektron eg ini berjalan menuju ion Mn+4

    melalui

    O-2

    .

    2.4 Hamiltonian Model

    Dalam penelitian ini akan menggunakan model yang mengacu pada model-model

    yang telah dibahas. Secara lengkap model dalam studi ini dapat dituliskan sebagai :

    (2.18)

    dimana :

    H = Hamiltonian total untuk seluruh sistem

    = Hamiltonian untuk tight-binding

    (2.16)

    (2.17)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

    http://en.wikipedia.org/wiki/File:Double-exchange.PNG

  • 19

    Universitas Indonesia

    = Hamiltonian untuk double exchange

    = Hamiltonian untuk interaksi pertukaran anisotropik model Heisenberg

    Dengan besar Hamiltonian masing-masing :

    (2.19)

    (2.20)

    cos cos (2.21)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 20

    Universitas Indonesia

    BAB III

    ALGORITMA PERHITUNGAN

    3.1 Dynamical Mean Field Theory (DMFT)

    Hamiltonian model yang telah dituliskan di dalam bab 2 selanjutnya akan

    diselesaikan dengan metode Dynamical Mean Field Theory (DMFT). Asumsi

    yang digunakan dalam DMFT adalah problem sistem banyak partikel yang saling

    berinteraksi satu sama lain, atau bisa juga disebut sebagai problem kisi yang

    disederhanakan menjadi problem satu site yang dipengaruhi oleh medan rata-rata

    dari site-site di sekitarnya [24]. Ide dari perhitungan DMFT ini diilustrasikan pada

    gambar di bawah ini :

    Gambar 3.1. Ilustrasi dari pendekatan DMFT [25].

    Studi ini dilakukan pada bahan oksida mangan, dengan asumsi bahwa di dalam

    sistem tersebut selain adanya interaksi double exchange, juga dipengaruhi oleh

    adanya interaksi pertukaran anisotropik antar ion-ion Mn. Dalam penelitian ini,

    satu site yang dipandang sebagai site yang dipengaruhi oleh medan rata-rata dari

    site-site di sekitarnya, terdiri dari 2 kali unit sel primitif yang dipandang sebagai

    unit sel A dan unit sel B yang masing-masing ditempati oleh satu ion Mn.

    Sehingga bentuk matriknya menjadi 4 x 4 yang mengakomodir spin up dan spin

    down pada masing-masing unit sel.

    Problem kisi yang sebenarnya Problem satu site dalam pengaruh medan

    dari site-site yang ada di sekitarnya

    DMFT

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 21

    Universitas Indonesia

    3.2 Fungsi Green

    Penggunaan fungsi Green adalah salah satu cara untuk menyelesaikan persamaan

    gelombang dari sistem banyak partikel. Bentuk matrik dari fungsi Green untuk

    sistem yang berinteraksi adalah sebagai berikut :

    (3.1)

    z adalah frekuensi, dimana pada pemakaiannya nanti dilakukan perhitungan dalam

    dua domain frekuensi yaitu frekuensi real dan frekuensi Matsubara, yang ditulis

    secara matematis :

    Dalam domain frekuensi real :

    (3.2)

    Dalam domain frekuensi Matsubara :

    (3.3)

    isinya adalah suku kinetik elektron atau , yang nilainya tergantung

    pada bentuk kisi, dan kisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk

    simple cubic yang dirumuskan dengan :

    (3.4)

    Sehingga persamaan 3.1 Juga bisa ditulis dalam bentuk :

    (3.5)

    Bentuk fungsi Green untuk sistem oksida mangan dalam studi ini dapat ditulis

    sebagai berikut:

    (3.6)

    adalah matrik identitas, sebagaimana telah dituliskan di atas bahwa matrik

    yang digunakan disini adalah matrik 4x4, yang mewakili spin up dan spin down

    elektron di site A dan site B. adalah self energy yang merupakan suku yang

    mengandung informasi seluruh interaksi yang dialami oleh elektron.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 22

    Universitas Indonesia

    Semua interaksi yang tidak berhubungan dengan elektron akan diperhitungkan

    dalam aksi efektif Sef, termasuk dalam hal ini adalah interaksi pertukaran

    anisotropik antar ion-ion Mn. Di awal perhitungan, self energy ini berupa tebakan

    yang digunakan untuk menghitung fungsi Green, yang nilainya boleh saja

    diambil nol.

    3.3 Algoritma DMFT

    Mengacu pada Hamiltonian model yang telah dirumuskan sebelumnya, secara

    umum hamiltonian tersebut dapat juga dituliskan sebagai :

    (3.7)

    Dimana adalah Hamiltonian untuk sistem tanpa gangguan, yang berasal dari

    suku tight binding murni. adalah semua suku interaksi yang dialami oleh

    elektron dari sekitarnya, termasuk dalam hal ini adalah interaksi double exchange.

    Bentuk matrik fungsi Green dari hamiltonian model pada persamaan (3.6) setelah

    diinverskan adalah :

    (3.8)

    Dengan memasukkan nilai tebakan awal untuk self energy, maka akan diperoleh

    fungsi Green . Dan selanjutnya dilakukan perata-rataan terhadap nilai ke

    seluruh brillouin zones yang bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan

    terhadap momentum agar fungsi Green ini bersifat lokal dan tidak lagi tergantung

    terhadap posisi sehingga diperoleh fungsi Green yang hanya sebagai fungsi z saja

    tanpa mengandung . Untuk melakukan sumasi terhadap titik dalam brillouin

    zones digunakan pendekatan , yaitu sumasi terhadap ditransformasi menjadi

    integral terhadap variabel energi, proses ini mengacu pada :

    (3.9)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 23

    Universitas Indonesia

    Atau

    (3.10)

    Dalam hal ini :

    = integrand yang merupakan fungsi dari (spektrum energi

    kinetik).

    = bare density of states (DOS) atau rapat keadaan dasar dari spektrum

    energi kinetik.

    Di dalam model tight-binding, untuk kristal yang berbentuk simple cubic nilai

    bare DOS dari spektrum energi kinetiknya dihitung dengan rumus :

    (3.11)

    Dengan mengacu pada persamaan 3.10 Perata-rataan fungsi Green ini akan

    menghasilkan bar Green function, yang dapat ditulis sebagai berikut:

    (3.12)

    Atau dapat juga ditulis :

    (3.13)

    Mengingat tujuan studi ini difokuskan pada hasil secara kualitatif, maka dalam

    pelaksanaannya dapat kita hitung dengan pendekatan analitik dengan tujuan

    untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perhitungan komputasi, dengan

    syarat tidak mengubah batas-batas atau lebar dari bare DOS itu sendiri. Maka

    bentuk bare DOS melalui pendekatan diasumsikan berbentuk setengah lingkaran.

    Bare DOS untuk simple cubic menurut model tight-binding dapat dilihat

    pada Gambar 3.2. berikut :

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 24

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.2. Ilustrasi bare-dos untuk simple cubic [26].

    Bentuk bare DOS simple cubic seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, akan

    sedikit menimbulkan kesulitan dalam perhitungan. Sedangkan Bare DOS yang

    berbentuk setengah lingkaran, akan memiliki deskripsi analitik, sehingga akan

    memudahkan perhitungan. Bare DOS setengah lingkaran di peroleh dari kisi

    Bethe. Kisi Bethe merupakan kisi fiktif, yang diciptakan semata-mata untuk

    menghasilkan DOS yang memiliki deskripsi analitik. Ilustrasi bare DOS dari kisi

    Bethe dapat dilihat pada Gambar 3.3.

    Gambar 3.3. Ilustrasi gambar bare dos untuk kisi Bethe melalui pendekatan

    analitik [26].

    Secara matematis bare DOS yang kita peroleh dari pendekatan dapat ditulis

    sebagai :

    (3.14)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 25

    Universitas Indonesia

    Dengan menggunakan nilai di atas, maka dapat diperoleh.

    Langkah selanjutnya adalah mencari fungsi Green mean field, dimana dalam

    langkah ini self energy diekstrak dari bar Green function, sehingga fungsi Green

    mean field tidak lagi mengandung suku self energy. Secara matematis fungsi

    Green mean field dituliskan sebagai :

    (3.15)

    Langkah ini dilakukan dengan terlebih dahulu menginverskan bar Green function,

    baru selanjutnya mengekstrak self energy.

    Tahapan selanjutnya adalah mencari self energy lokal, yang membawa informasi

    suku interaksi yang dialami oleh elektron dalam satu site, self energy lokal ini

    akan dipakai untuk menghitung fungsi Green lokal. Di dalam penelitian ini ada

    dua interaksi yang diperhitungkan yaitu interaksi double exchange dan interaksi

    pertukaran anisotropik. Karena interaksi pertukaran anisotropik di dalam sistem

    merupakan interaksi pertukaran yang dialami antar ion-ion Mn yang tidak melibat

    elektron, maka interaksi pertukaran anisotropik tidak dimasukkan ke dalam self

    energy lokal. Sehingga self energy lokal hanya mengandung interaksi yang

    dialami oleh elektron karena adanya mekanisme double exchange saja. Self

    energy lokal ini dapat ditulis sebagai berikut :

    (3.16)

    Hamiltonian dari model double exchange pada persamaan 2.6 pada bab 2 dapat

    dituliskan kembali sebagai :

    (3.17)

    merupakan interaksi antar ion dan elektron di site i. Karena dalam

    penelitian ini diasumsikan satu unit sel simple cubic yang terdiri dari dua unit sel

    primitif yang dipandang sebagai unit sel A dan unit sel B, maka interaksi yang

    dialami oleh elektron ditinjau untuk site A dan site B. Sebelumnya dihitung

    terlebih dahulu dot product untuk masing-masing site, yaitu interaksi elektron di

    site A dan interaksi elektron di site B.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 26

    Universitas Indonesia

    Untuk site A, dapat ditulis :

    (3.18)

    (3.19)

    (3.20)

    cos 00cos (3.21)

    (3.22)

    Atau :

    (3.23)

    Untuk site B dapat ditulis :

    (3.24)

    (3.25)

    (3.26)

    cos 00cos (3.27)

    (3.28)

    atau

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 27

    Universitas Indonesia

    (3.29)

    Sedangkan untuk :

    (3.30)

    Persamaan (3.30) menjelaskan bahwa tidak ada interaksi antara ion di site A

    dengan elektron di site B. begitu juga dengan ion di site B tidak berinteraksi

    dengan elektron di site A.

    Dengan demikian bentuk matrik dari self energy lokal yang lengkap, dapat

    dituliskan sebagai :

    (3.31)

    Self energy lokal ini digunakan untuk menghitung fungsi Green lokal. Fungsi

    Green lokal ini merepresentasikan fungsi Green untuk satu site dalam sistem yang

    dapat ditulis sebagai berikut :

    (3.32)

    Tahapan dalam menghitung fungsi Green lokal ini dilakukan dengan terlebih

    dahulu menginverskan fungsi Green mean field dan selanjutnya memasukkan self

    energy lokal dan setelah itu diinverskan.

    Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa fungsi Green lokal ini belum

    merepresentasikan fungsi Green untuk sistem secara keseluruhan. Sehingga untuk

    memperoleh fungsi Green yang merepresentasikan sistem secara keseluruhan,

    perlu dilakukan perata-rataan secara termodinamika, yang bertujuan untuk

    mencari probabilitas dari setiap spin untuk berada di setiap state. Perata-rataan ini

    memerlukan pemberat termodinamika yang dalam hal ini menggunakan pemberat

    Bolztman yang dirumuskan dengan :

    (3.33)

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 28

    Universitas Indonesia

    Sef adalah aksi efektif, di dalam aksi efektif ini kita memasukkan suku koreksi

    interaksi pertukaran anisotropik yang dapat ditulis sebagai berikut :

    2 + +

    + + (3.34)

    Suku kedua pada aksi efektif di atas berasal dari interaksi pertukaran anisotropik

    antar ion Mn di site A dan ion Mn di site B, yang sudah diturunkan sebelumnya di

    bab 2 pada persamaan (2.12). Jp adalah exchange coupling antar ion Mn di arah

    planar dan Ja adalah exchange coupling antar ion Mn di arah axial. Dan suku

    ketiga adalah pengaruh medan magnet eksternal (H).

    Sedangkan Z adalah fungsi partisi yang diperoleh menurut persamaan :

    (3.35)

    Dengan menggunakan pemberat Boltzman dilakukan perata-rataan fungsi Green

    lokal yang menghasilkan fungsi Green average, secara matematis ditulis :

    (3.36)

    Fungsi Green average ini sudah merepresentasikan fungsi Green sistem, sehingga

    bila diekstrak nilai self energy-nya akan diperoleh self energy yang

    merepresentasikan nilai self energy untuk sistem tersebut. Secara matematis

    pengekstrakan ini dapat ditulis :

    (3.37)

    Self energy baru yang diperoleh ini selanjutnya digunakan untuk menghitung

    fungsi Green dalam iterasi selanjutnya, demikian seterusnya dilakukan iterasi

    mengikuti langkah yang sama hingga diperoleh perhitungan yang konvergen dan

    diperoleh nilai self energy yang konsisten. Untuk algoritma DMFT yang lebih

    skematif dapat dilihat pada Gambar 3.3.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 29

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.4. Algoritma DMFT

    Mulai dengan memberi

    harga tebakan

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 30

    Universitas Indonesia

    Perhitungan yang konvergen akan menghasilkan fungsi Green, pemberat

    Boltzman dan besaran-besaran lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung

    besaran-besaran fisis dari sistem La0,7Ca0,3MnO3. Beberapa besaran fisis yang

    penting untuk diketahui dari sistem La0,7Ca0,3MnO3 ini adalah density of state

    murni (bare DOS) untuk sistem tanpa koreksi yang hanya terdiri dari suku tight-

    binding, DOS untuk sistem dengan pengaruh double exchange, DOS untuk sistem

    dengan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik, potensial kimia dan

    magnetisasinya.

    Besarnya DOS dapat dihitung dengan rumus :

    (3.38)

    Setelah DOS diperoleh, dan jika besar , T, dan b juga diketahui, maka

    selanjutnya dapat dihitung besarnya potensial kimia untuk sistem yang di dop

    dengan menggunakan persamaan berikut :

    (3.39)

    (3.40)

    dimana adalah kerapatan partikel tanpa doping, adalah fungsi distribusi

    Fermi-Dirac, adalah potensial kimia, adalah energi, dan adalah temperatur.

    3.4 Perhitungan Magnetisasi

    Dengan menggunakan perhitungan pada persamaan (3.33),

    maka kita dapat menghitung besar magnetisasi total yang dialami oleh sistem

    dengan rumus sebagai berikut :

    (3.26)

    Dimana MA dan MB masing-masing adalah magnetisasi yang dialami oleh ion Mn

    di site A dan di site B yang diperoleh dari persamaan :

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 31

    Universitas Indonesia

    (3.27)

    dan

    (3.28)

    Penghitungan magnetisasi ini dilakukan untuk setiap nilai suhu dalam interval

    yang diinginkan, dengan mencari parameter-parameter coupling yang optimal

    untuk dapat menjelaskan data eksperimen transisi orde ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3

    kristal tunggal. Dengan diperoleh data magnetisasi, maka dapat diplot data

    magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) untuk berbagai nilai exchange coupling

    anisotropik, interaksi antar spin ion ditinjau secara antiferomagnetik dan

    ferromagnetik. Untuk melihat ada tidaknya pengaruh koreksi anisotropik

    terhadap tendensi transisi fase magnetik orde ke-1 pada oksida mangan, maka plot

    data M terhadap T dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan hanya

    memperhitungkan interaksi double exchange. Sehingga dapat dibandingkan profil

    M vs T ketika hanya ada suku double exchange dan ketika ada pengaruh suku

    koreksi interaksi pertukaran anisotropik.

    Untuk tambahan bahwa di dalam proses perhitungan DMFT semua konstanta

    seperti konstanta Planck (h), konstanta Boltzman (k), konstanta kisi , tetapan

    cahaya (c), dan integral hopping (t) diset sama dengan 1.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 32

    Universitas Indonesia

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Di bagian bab ini akan didiskusikan data-data yang diperoleh dari hasil

    perhitungan dalam studi ini. Data-data itu di antaranya adalah data DOS,

    parameter-parameter coupling, potensial kimia dan data magnetisasi.

    4.1 DOS

    Data DOS yang didapatkan dari hasil perhitungan dalam studi ini ditampilkan

    dalam bentuk grafik DOS terhadap energi. DOS yang ditampilkan antara lain

    DOS tight-binding kisi Bethe, DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan

    model double exchange murni, dan DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan

    model yang memasukkan pengaruh interaksi pertukaran anisotropik.

    4.1.1 DOS dengan Tight-Binding untuk Kisi Bethe

    DOS yang diperoleh dengan memasukkan suku tight-binding untuk kisi Bethe

    merupakan DOS dari perhitungan di mana Hunds coupling Jh diset sama dengan

    nol, dan exchange coupling dari interaksi pertukaran anisotropik Ja dan Jp juga

    diset sama dengan nol. Artinya baik pengaruh interaksi double exchange maupun

    pengaruh interaksi pertukaran anisotropik sama-sama tidak diperhitungkan.

    Perhitungan dilakukan pada temperatur 11,6 K.

    Perhitungan DOS dengan tight-binding untuk kisi Bethe ini perlu dilakukan

    untuk mengetahui apakah program yang telah dibuat dapat menghasilkan bare

    DOS yang benar. Gambar 4.1 adalah hasil plot DOS dari perhitungan dengan

    tight-binding untuk kisi Bethe. Dari plot DOS ini kita dapat memperoleh

    informasi bahwa program yang dibuat telah berjalan dengan baik. Dalam

    perhitungan ini semua suku interaksi yang dialami oleh elektron tidak

    diperhitungkan, sehingga DOSnya berbentuk DOS kisi Bethe seperti pada

    Gambar 4.1. Untuk nilai doping x=0 maka potensial kimia berada di bagian luar

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 33

    Universitas Indonesia

    dan sebelah kanan DOS yang berarti bahwa material bersifat isolator hal ini sesuai

    dengan karakteristik bahan induk oksida mangan yaitu LaMnO3 yang bersifat

    sebagai isolator.

    -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

    0.0

    0.5

    1.0

    1.5

    2.0

    2.5

    DOS

    E (eV)

    Gambar 4.1. DOS dengan tight-binding untuk kisi Bethe

    Ketika bahan induk oksida mangan mendapatkan doping dengan mensubsitusi

    Ca+2

    ke La+3

    dengan nilai x=0,3 maka akan tercipta hole atau sejumlah ruang

    kosong pada posisi B pada struktur oksida mangan perovskite (dengan rumus

    struktur ABO3). Dengan adanya doping, ion Mn yang dalam hal ini mengisi posisi

    B dapat berupa ion Mn+3

    atau ion Mn+4

    . Ruang kosong yang tercipta akan

    memungkinkan elektron untuk dapat berpindah dari Mn+3

    ke Mn+4

    . Potensial

    kimia yang semula berada di bagian luar dan sebelah kanan DOS, karena adanya

    doping dengan konsentrasi x tertentu akan bergeser ke dalam DOS, yang artinya

    pita valensi yang semula penuh menjadi terisi sebagian dengan sejumlah elektron

    yang tergantung pada konsentrasi doping tersebut, dan pada kondisi seperti ini

    sistem berada dalam keadaan metal.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 34

    Universitas Indonesia

    4.1.2 DOS dari Hasil Perhitungan dengan Pengaruh Double Exchange

    Dengan memasukkan interaksi double exchange dapat menjelaskan sifat metal

    dari bahan oksida mangan. Hal ini berhubungan dengan adanya transfer elektron

    dari Mn+3

    ke Mn+4

    akibat adanya doping. DOS yang dihasilkan dari model yang

    memperhitungkan interaksi double exchange dapat dilihat pada Gambar 4.2. DOS

    ini dihitung pada temperatur 11,6 K dengan J = 1,5.

    -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.00.0

    0.5

    1.0

    DOS

    E (eV)

    DOS TB+DE

    MU

    Gambar 4.2. DOS hasil perhitungan dengan memasukkan pengaruh double

    exchange (warna merah), garis putus-putus (warna biru)

    menunjukkan posisi potensial kimia.

    Medan magnet luar pada awalnya diberikan sebesar 57,5 T untuk memagnetisasi

    sistem. Seiring dengan berjalannya perhitungan besar medan magnet luar ini

    dikurangi secara bertahap sampai bernilai nol.

    Hasil plot data DOS pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa adanya interaksi

    double exchange, menyebabkan DOS mengakami splitting menjadi dua keadaan

    yang digambarkan dengan munculnya pita konduksi. Potensial kimia yang semula

    berada pada pita valensi dengan adanya interaksi double exchange bergeser ke

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 35

    Universitas Indonesia

    pita konduksi dan berada hampir pada nilai maksimum DOS. Hal ini

    menunjukkan bahwa sistem berada dalam keadaan metal.

    Terpecahnya dua keadaan DOS akibat adanya interaksi double exchange juga

    dapat dijelaskan atas dasar asumsi bahwa transfer elektron berlangsung dengan

    memori spin, dan integral hopping t tergantung pada sudut antara spin yang

    berdekatan sehingga menghasilkan keadaan dengan energi positif dan keadaan

    dengan energi negatif. Keadaan-keadaan ini berkaitan dengan sudut antara spin

    elektron dengan spin ion Mn. Bila dilihat kembali pada persamaan self energy

    lokal, persamaan yang dirumuskan menggambarkan bahwa interaksi antara spin

    ion dengan spin elektron dipengaruhi oleh sudut antara keduanya. Keadaan

    dengan energi positif berhubungan dengan cos() yang bernilai negatif.

    Sedangkan keadaan dengan energi negatif berhubungan dengan cos() yang

    bernilai positif.

    4.1.3 DOS dari Hasil Perhitungan dengan Memasukkan Pengaruh

    Interaksi Pertukaran Anisotropik

    DOS yang dihasilkan dari perhitungan dengan memasukkan pengaruh interaksi

    pertukaran anisotropik dan interaksi double exchange dapat dilihat pada

    Gambar 4.3.

    Pada gambar tersebut ditampilkan dua profil DOS. Profil yang pertama

    merupakan DOS dari hasil perhitungan yang memperhitungkan pengaruh

    anisotropik yang berupa koreksi antiferromagnetik pada arah axial. Nilai

    parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan diambil pada Jh = 1,5

    dan Ja = -0.001. Sedangkan profil yang kedua merupakan DOS dari hasil

    perhitungan yang memperhitungkan pengaruh anisotropik yang berupa koreksi

    ferromagnetik pada arah planar. Nilai parameter diambil untuk Jh = 1,5 dan

    Jp = 0.001. Kedua profil ini merupakan hasil perhitungan yang dilakukan pada

    temperatur 11,6 K.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 36

    Universitas Indonesia

    -2 -1 0 1 2

    0.0

    0.5

    1.0

    DOS

    DOS Jh=1,5 Jp=0,001

    DOS Jh=1,5 Ja=0,001

    MU Jh=1,5 Jp=0,001

    MU Jh=1,5 Ja=0,001

    E (eV)

    Gambar 4.3. DOS hasil perhitungan dengan double exchange pengaruh interaksi

    pertukaran anisotropik.

    Kedua profil DOS yang dihasilkan pada perhitungan ini tidak memiliki

    perbedaan. Demikian juga bila dibandingkan dengan profil DOS hasil perhitungan

    yang dilakukan hanya dengan memasukkan pengaruh interaksi double exchange.

    Hal ini berarti bahwa interaksi pertukaran anisotropik tidak banyak

    mempengaruhi dinamika elektron, sehingga tidak banyak berpengaruh pada DOS.

    Hal ini dapat dipahami, karena suku koreksi interaksi pertukaran anisotropik

    merupakan interaksi yang terjadi antar ion-ion Mn yang tidak melibatkan elektron

    sehingga perhitungannya hanya dilakukan secara ad hoc di dalam aksi efektif Sef

    di luar fungsi Green. Dengan demikian penambahan suku koreksi pertukaran

    anisotropik ini menghasilkan DOS yang tidak jauh berbeda dengan DOS yang

    dihasilkan dari perhitungan yang hanya melibatkan adanya interaksi double

    exchange.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 37

    Universitas Indonesia

    4.2 Pengaruh Exchange Coupling Anisotropik di Arah Planar dan Axial

    untuk Interaksi Ferromagnetik dan Antiferromagnetik terhadap

    Magnetisasi

    Hasil ekplorasi pengaruh koreksi pertukaran anisotropik pada arah axial dan

    planar terhadap magnetisasi ditampilkan dalam bentuk grafik magnetisasi sebagai

    fungsi temperatur. Eksplorasi dilakukan pada nilai Jh = 1.5. dan hasil yang

    diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.4. Eksplorasi dilakukan untuk suku koreksi

    anisotropik yang berupa koreksi ferromagnetik dan antiferromagnetik pada arah

    panar dan axial.

    Gambar 4.4. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari

    eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik pada arah

    planar dan axial, (Warna merah dan biru) dengan coupling

    antiferromagnetik, (warna hijau dan hitam) dengan coupling

    ferromagnetik.

    Dari profil magnetisasi yang dihasilkan, kecenderungan adanya transisi magnetik

    orde ke-1 ditunjukan oleh dua profil. Pertama adalah profil magnetisasi dari

    pengaruh suku koreksi pertukaran anisotropik berupa koreksi ferromagnetik

    dalam arah planar (kurva berwarna hijau). Kedua adalah profil magnetisasi yang

    0 50 100 150 200 250

    0.00

    0.25

    0.50

    0.75

    1.00

    M/M

    SA

    T

    Temperatur (K)

    Ja = - 0,005

    Jp = - 0,005

    Ja = 0,005

    Jp = 0,005

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 38

    Universitas Indonesia

    dihasilkan dari pengaruh suku koreksi pertukaran anisotropik berupa koreksi

    antiferromagnetik dalam arah axial (kurva berwarna hitam). Sedangkan dua profil

    magnetisasi lainnya , yaitu koreksi ferromagnetik dalam arah axial dan koreksi

    antiferromagnetik dalam arah planar cenderung memimik profil transisi fase

    magnetik orde ke-2.

    Grafik pada Gambar 4.4 juga memperlihatkan bahwa profil magnetisasi yang

    menunjukkan kecenderungan terjadinya transisi magnetik orde ke-1, memiliki

    nilai Tc sekitar 130 K, nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan nilai Tc

    yang diperoleh dalam eksperimen Phan et al. (2004) [12] yaitu sekitar 227 K.

    Nilai Tc ini terlihat mengalami reduksi yang cukup signifikan. Hal ini mungkin

    disebabkan oleh nilai parameter-paremeter coupling yang digunakan dalam

    perhitungan seperti coupling Hund (Jh), exchange coupling untuk

    antiferromagnetik axial (Ja), ataupun exchange coupling untuk ferromagnetik

    planar (Jp) belum merupakan padanan yang pas. Untuk itu perlu dilakukan

    eksplorasi lebih lanjut dalam menentukan padanan nilai parameter-parameter

    coupling yang dapat menghasilkan data magnetisasi yang menunjukkan

    kecenderungan terjadinya transisi magnetik orde ke-1 dengan Tc yang mendekati

    nilai eksperimen.

    4.3 Pengaruh Nilai Exchange Coupling Anisotropik yang Berupa Koreksi

    Ferromagnetik di Arah Planar (Jp) terhadap Magnetisasi

    Ekspolasi pengaruh nilai parameter exchange coupling anisotropik terhadap

    transisi fase magnetik ditampilkan pada Gambar 4.5. eksplorasi dilakukan pada

    pengaruh anisotropik yang berupa koreksi ferromagnetik di arah planar. Koreksi

    ferromagnetik di arah planar ini dipilih semata-mata karena hasil yang diperoleh

    dari perhitungan sebelumnya (pada Gambar 4.4) lebih menunjukkan tendensi

    transisi fase magnetik orde ke-1 dengan Tc yang lebih tinggi, artinya ada

    kecenderungan bahan untuk mempertahankan magnetisasinya sebelum drop

    pada Tc.

    Eksplorasi dilakukan pada nilai Jh yang lebih besar yaitu Jh = 2,0. Nilai Jh

    diperbesar dengan asumsi dapat memperbesar pengaruh interaksi double

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 39

    Universitas Indonesia

    exchange, dengan harapan nilai magnetisasi dapat dipertahankan ketika

    temperatur dinaikkan. Sedangkan nilai Jp divariasikan mulai dari nilai yang

    terkecil, yaitu pada Jp = 0,0005, Jp = 0,001 dan Jp = 0,005. Dari hasil perhitungan

    diperoleh untuk nilai Jp = 0,005 menyebabkan pengaruh koreksi pertukaran

    anisotropik terhadap jatuhnya magnetisasi terlalu besar, sehingga magnetisasi

    terlalu cepat drop ketika temperatur dinaikkan. Sedangkan untuk nilai

    Jp = 0,0005 memberikan profil perubahan magnetisasi terhadap temperatur yang

    lebih bertendensi pada transisi magnetik orde ke-2.

    Hasil yang lebih memadai terlihat ketika nilai Jp diset sama dengan 0,001.

    Sedangkan medan magnet luar diberikan diawal perhitungan sebesar 57,5 T dan

    akan berkurang seiring dengan berjalannya perhitungan sampai medan magnet

    luar ini bernilai nol.

    Gambar 4.5. Plot magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) yang diperoleh dari

    eksplorasi pengaruh interaksi pertukaran anisotropik dengan

    coupling ferromagnetik pada arah planar.

    Hasil eksplorasi ini selanjutnya akan digunakan sebagai acuan eksplorasi

    selanjutnya, khususnya pada penentuan parameter-parameter yang menghasilkan

    0 20 40 60 80 100

    0.00

    0.25

    0.50

    0.75

    1.00

    M/M

    SA

    T

    Temperatur (K)

    Jp = 0,0005

    Jp = 0,001

    Jp = 0,005

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 40

    Universitas Indonesia

    data yang paling optimal. Hasil yang paling optimal yang dimaksud adalah data

    magnetisasi yang menunjukkan transisi magnetik orde ke-1 dengan Tc yang

    paling besar. Untuk tujuan ini, maka dengan berpatokan dari hasil yang sudah

    diperoleh, ekplorasi dilanjutkan dengan memperbesar nilai Jh dan nilai exchange

    coupling anisotopik dipilih sebesar 0,001. Perhitungan selanjutnya akan dilakukan

    untuk kedua sifat interaksi yaitu untuk koreksi ferromagnetik di arah planar dan

    koreksi ferromagnetik di arah axial.

    4.4. Hasil Perhitungan Magnetisasi Paling Optimal

    Berdasarkan hasil perhitungan dengan berbagai variasi parameter yang telah

    didapatkan, maka dilakukan perhitungan dengan satu set nilai parameter yang

    diharapkan dapat memberikan hasil yang paling optimal. Perhitungan dilakukan

    dengan nilai Jh = 2,4 dengan Ja = -0,001 dan Jp = 0,001.

    Gambar 4.6. Grafik magnetisasi (M) terhadap temperatur (T) hasil perhitungan

    yang paling optimal, (kurva hijau) ketika hanya ada pengaruh DE,

    (kurva merah dan biru) masing-masing ketika diperhitungkan

    koreksi anisotropik dengan coupling antiferromagnetik di arah axial

    dan coupling ferromagnetik di arah planar.

    Hasil perhitungan magnetisasi dari satu set nilai parameter ini ditampilkan pada

    Gambar 4.6. gambar tersebut memperlihatkan bahwa dengan hanya meninjau

    0 100 200 300 400

    0.0

    0.5

    1.0

    M/M

    sa

    t

    Temperatur (K)

    Jh=2.4 Jp=o Ja=0

    Jh=2.4 Jp=0 Ja=-0.01

    Jh=2.4 Jp=0.01 Ja=0

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 41

    Universitas Indonesia

    pengaruh interaksi double exchange saja (yang ditunjukkan oleh kurva merah)

    tidak dapat menjelaskan adanya tendensi transisi fase kemagnetan orde ke-1 pada

    bahan oksida mangan kristal tunggal, ini ditunjukkan oleh profil kurva

    magnetisasi terhadap temperatur yang cenderung memimik profil transisi fase

    magnetik orde ke-2.

    Namun ketika pengaruh interaksi pertukaran anisotropik diperhitungkan di dalam

    sistem, diperoleh hasil koreksi yang sangat signifikan dalam menghasilkan

    tendensi transisi fase kemagnetan orde ke-1, hal ini dapat dilihat dari profil kurva

    ketergantungan magnetisasi terhadap temperatur, dimana nilai magnetisasinya

    tiba-tiba drop dengan sangat drastis terhadap temperatur. Ketika nilai Ja diambil

    sebesar -0,001, yang artinya pengaruh anisotropik berupa koreksi

    antiferromagnetik di arah axial, diperoleh nilai magnetisasi jatuh secara drastis di

    sekitar temperatur 116 K. Demikian juga ketika pengaruh anisotropik berupa

    koreksi ferromagnetik di arah planar, nilai magnetisasi sistem jatuh secara drastis

    disekitar temperatur 92 K.

    Hasil eksperimen Phan et al. (2004) [12] pada Gambar 1.4 menunjukkan bahwa

    jatuhnya nilai magnetisasi pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal terjadi disekitar

    temperatur sekitar 227 K. Bila dibandingkan dengan hasil perhitungan di atas,

    maka nilai tempertur Tc hasil perhitungan mengalami reduksi yang cukup

    signifikan. Akan tetapi kurva magnetisasi yang dihasilkan dari perhitungan

    memiliki profil yang cukup mendekati hasil eksperimen. Maka bila dilihat dari

    profilnya, dapat dikatakan bahwa interaksi pertukaran anisotropik berpengaruh

    pada adanya tendensi transisi magnetik orde ke-1 pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal

    tunggal, yang dapat terjadi jika koreksi anisotropiknya yang berupa koreksi

    ferromagnetik di arah planar dan koreksi antiferromagnetik di arah axial. Untuk

    kedua sifat koreksi ini, niai Tc bisa saja berbeda.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 42

    Universitas Indonesia

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dalam studi ini telah dilakukan perhitungan dengan menggunakan model yang

    memperhitungkan adanya pengaruh interaksi pertukaran anisotropik untuk

    mempelajari tendensi transisi fase magnetik orde ke-1 pada bahan oksida mangan

    kristal tunggal. Metode yang digunakan dalam perhitungan adalah metode DMFT.

    Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan

    beberapa hal antara lain :

    1. Pendekatan yang hanya memperhitungkan pengaruh double exchange yang

    dihitung dengan algoritma DMFT hanya dapat menangkap gejala kemagnetan

    dan sifat isotropik saja. Sehingga pengaruh pertukaran anisotropik

    dimasukkan secara ad hoc ke dalam aksi efektif. Penambahan suku koreksi

    anisotropik ke dalam aksi efektif ini tidak banyak mempengaruhi dinamika

    elektron sehingga bentuk DOS-nya tidak jauh berbeda dari profil DOS yang

    hanya memperhitungkan interaksi double exchange saja.

    2. Dari hasil perhitungan diperoleh tendensi transisi kemagnetan orde ke-1 dapat

    terjadi jika terdapat koreksi anisotropik yang dapat berupa :

    - Koreksi ferromagnetik di arah planar

    - Koreksi antiferromagnetik di arah axial

    3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa koreksi anisotropik yang optimal

    dapat menghasilkan transisi fase kemagnetan orde ke-1 pada nilai Jh=2,4,

    Jp=0,001 dan Ja= -0,001. Walaupun magnitud dari koreksi anisotropik ini

    sangat kecil, namun efeknya sangat besar dalam mereduksi Tc sistem dan

    mengubah transisi magnetik dari orde ke-2 menjadi orde ke-1.

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 43

    Universitas Indonesia

    5.2 Saran

    Meskipun studi ini cukup memberikan gambaran adanya tendensi transisi

    magnetik orde ke-1 sebagai akibat dari adanya pengaruh interaksi pertukaran

    anisotropik pada La0,7Ca0,3MnO3 kristal tunggal, namun masih ada beberapa hal

    yang belum cukup baik bila dibandingkan dengan hasil eksperimen. Terutama

    nilai Tc yang diperoleh masih cukup jauh dari nilai yang diharapkan. Untuk itu

    ada beberapa hal yang disarankan untuk studi selanjutnya, antara lain :

    1. Perlu dilakukan eksplorasi terhadap pengaruh nilai konstanta Jh pada Tc.

    Dalam simulasi ini digunakan nilai Jh=2,4 yang dianggap optimal, namun

    dengan nilai Jh=2,4 seakan-akan memberikan Tc yang jauh lebih rendah dari

    eksperimen. Tc yang bernilai lebih rendah ini mungkin juga dapat disebabkan

    oleh penggunaan skala energi yang tidak sesuai dengan skala energi kisi Bethe

    pada tight-binding.

    2. Interaksi yang terjadi di dalam sistem kristal hampir seluruhnya dipengaruhi

    oleh elektron. Karena keterbatasan perangkat perhitungan maka dalam

    perhitungan DMFT ini koreksi pertukaran anisotropik hanya diperhitungkan

    secara ad hoc di dalam aksi efektif (Sef) yang hasilnya tentu tidak seakurat

    hasil yang diperoleh dari perhitungan yang sebenarnya. Oleh karena itu akan

    sangat menarik apabila kita dapat membuat suatu model yang dapat

    mengakomodir segala bentuk interaksi yang terjadi di dalam suatu sistem

    kristal, paling tidak dapat mengakomodir interaksi untuk beberapa sel yang

    saling berjauhan dan memecahkan model tersebut tanpa pendekatan ad hoc,

    sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih eksak dan studi yang dilakukan

    tidak hanya sekedar meninjau problem satu site saja, tapi lebih dari itu dapat

    melakukan perhitungan untuk problem banyak site yang saling berinteraksi

    satu sama lain sehingga lebih mempresentasikan dinamika interaksi yang

    sebenarnya. Jika hanya didukung oleh perangkat perhitungan sederhana

    tentunya banyak keterbatasan, misalnya dengan menambah unit sel berarti

    memperbesar ukuran matrik di dalam program, hal ini tentunya akan

    memperberat kerja dari perangkat PC yang digunakan dan proses running

    dalam memproduksi data menjadi sangat lama. Sehingga untuk dapat

    melakukannya maka kami menyarankan pada studi selanjutnya agar dapat

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 44

    Universitas Indonesia

    mengupayakan suatu perangkat perhitungan yang jauh lebih baik dari hanya

    sekedar PC ataupun laptop (seperti penggunaan cluster atau paralel

    computing).

    Studi komputasi..., Cobi Hemerli, FMIPAUI, 2012

  • 45

    Universitas Indonesia

    DAFTAR REFERENSI

    [1] S. Jin, M. McCormack, T. H. Tiefel, dan R. Ramesh. Colossal

    magnetoresistance in La-Ca-Mn-O ferromagnetic thin films, Journal of

    Applied Physics, 76, 6929 (1994).

    [2] A. R. Dinesen, Magnetocaloric and magnetoresistif properties of

    La0.67Ca0.33-xSrxMnO3, Ph.d Thesis, Technical University of Denmark

    (2004).

    [3] M. H. Phan dan S. C. Yu, Review of the magnetocaloric effect in

    manganite materials, Journal of Magnetism and Magnetic Materials,

    308, 325-340 (2007).

    [4] S. Jeppensen. Magnetocaloric materials, Ph.D Thesis, Niels Bohr

    Institute, University of Copenhagen (2008).

    [5] G. J. Snyder, Magnetism and electron transport in magnetoresistive

    lanthanum calcium manganites, Ph.D Tesis, Department of Applied

    Physics, Standford University (1997).

    [6] L. P. Gorkov dan V. Z. Kresin, Mixed-valence manganites:

    fundamentals and main properties, Physics Reports, 400, 153 (2004).

    [7]