studi komparasi pemikiran kh. hasyim · 2017-01-16 · (yogyakarta: diva press, 2013), h. 22. 3...

113
STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI DAN HAMKA TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Disusun Oleh: Nuriah Miftahul Jannah NIM. 1112011000024 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M

Upload: others

Post on 28-Jul-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM

ASY’ARI DAN HAMKA TENTANG PENDIDIKAN

KARAKTER

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

Nuriah Miftahul Jannah

NIM. 1112011000024

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M

Page 2: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 3: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 4: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 5: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

i

ABSTRAK

Nuriah Miftahul Jannah (1112011000024), “Studi Komparasi Pemikiran KH.

Hasyim Asy’ari dan Hamka tentang Pendidikan Karakter”

Kata kunci: Komparasi, Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, Pemikiran Hamka,

Pendidikan Karakter

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan

Hamka tentang konsep pendidikan karakter, serta mengetahui persamaan dan

perbedaan pemikiran pendidikan karakter dari kedua tokoh tersebut. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat analisis deskriptif, dengan metode

komparasi dan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan/library research,

yaitu pengumpulan data yang bersifat kepustakaan

Dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa mempelajari dan

mengidentifikasikan data-data melalui berbagai literatur bersumber pada buku primer

dan buku sekunder yang berkaitan dengan kedua tokoh yang dibahas. Adapun data

primer bersumber dari personal dokumen dari KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka. Dan

data sekunder diperoleh dari publikasi ilmiah berupa buku, jurnal, artikel, skripsi,

tesis, yang mengkaji tentang pemikiran kedua tokoh tersebut terkait pendidikan

karakter.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa pendidikan karakter perspektif

KH. Hasyim Asy’ari adalah adanya usaha yang mendorong terbentuknya karakter

yang positif dalam berperilaku adalah dengan menghayati nilai-nilai luhur dan

berpegang teguh pada ketauhidan. Segala kondisi yang terjadi, para pelaku

pendidikan senantiasa meresponnya dengan kebaikan budi dan akhlaq al-karimah.

Sedangkan pendidikan karakter dalam perspektif Hamka adalah usaha bersama dari

orang tua, guru dan masyarakat untuk membangun budi pekerti. Pendidikan orang

tua, pengetahuan dasar agama, dan keteladanan guru sebagai pelengkap terbentuknya

kesempurnaan jiwa yang berdasarkan pada nilai-nilai budi pekerti luhur.

Page 6: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

ii

ABSTRACT

Nuriah Miftahul Jannah (1112011000024), "The Comparative Study of Thought

KH. Hasyim Asy’ari and Hamka about Character Education"

Keyword: The Comparative, The Thought of KH. Hasyim Asy’ari, The Thought of

Hamka, Character Education

This study aims to determine the thought of KH. Hasyim Asy’ari and Hamka

about the concept of character education, and to know the similarities and differences

in educational character the both of tought. This study used a qualitative approach

that is both descriptive analysis, the comparison method and the type of study is a

literature / library research, namely the collection of data literaturely.

Using the techniques of data collection in the form of studying and identifies

data related to both personage discussed ideas through various literature sourced in

the primer and sekunder about thought of personage both in the researched. The

primary data sourced from personal documents of KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka.

And secondary data sourced from scientific publication (books, journals, articles,

thesis and mini thesis, etc) about tought of personage both which especially character

education.

The results obtained from this study that the character education in the

perspective of KH. Hasyim Asy’ari is there are efforts that encourage the formation

of a positive character in the act is to live up to the noble values and sticking to

monotheism. All conditions that occur, the perpetrators of education always responds

with kindness and morality al-karimah. While character education in the perspective

of Hamka was a joint effort of parents, teachers and the community to build

character. Parent education, basic knowledge of religion, and exemplary of teachers

as a complement to the formation of the perfection of soul based on the values of

noble character.

Page 7: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya yang telah memberikan nikmat sehat

dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan

skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam, suri tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia dan sosok yang

penuh rahmat bagi alam semesta

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit

menghadapi rintangan dan hambatan. Maka adanya bimbingan, pengarahan

dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

iv

5. Dr. Akhmad Shodiq, M.A, Dosen Pembimbing yang telah bersedia

memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan saran kepada penulis

selama menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Achmad Gholib, M.Ag, Dosen Penasihat Akademik yang telah

memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama studi.

7. Ayahanda tercinta Mahlil Mochsen (almarhum) dan Ibunda tersayang

Fatmah Ibrahim yang selalu jadi inspirasi dan doa yang tak terhingga,

(semoga Allah membalas segala kebaikan dan pengorbanan mereka).

8. My lovely brothers Ndoa, Boya, Iki, Bamal yang selalu ada buat

penulis yang telah memberikan dukungan moril maupun materil. My

sisters in law Mbak Dwi, Mbak Tin, Mbak Ni, dan Mbak Yuli yang

senantiasa memberi semangat dan motivasi kepada penulis.

9. Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam dan seluruh staf Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan yang dengan sabar memberikan bekal ilmu dan

pengalaman kepada penulis selama menempuh studi.

10. Ibu Sabngati Istinganah, Staf administrasi Jurusan Pendidikan Agama

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu

Tarbiyah UIN Jakarta yang telah memberikan keleluasaan dalam

peminjaman buku-buku yang dibutuhkan.

12. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Jakarta, Perpustakaan Daerah Nyi Ageng Serang Jakarta yang telah

memberikan keleluasaan dalam peminjaman buku-buku yang

dibutuhkan.

13. Terima kasih buat sahabat sejati, sahabat seperjuangan yang

menginspirasi Arruum Arinda, Farisha, Hanny Puspitasari, Syifa

Alawiyah, Bahiyatul Musfaidah yang selalu bersama baik suka maupun

duka.

Page 9: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

v

14. Terima kasih buat sahabat terbaik yang pertama kali bersama

menempuh studi Evia Fajriati Kusmana, Annisa Khanza Fauziah,

Mutia Anggraini dan Masturah Yasmin Hafidzoh yang selalu

membantu dan peduli dari awal hingga sekarang.

15. Teman-teman PAI angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebut satu per

satu yang selalu menjaga komitmen untuk terus bersama dan saling

membantu, memotivasi dalam proses belajar di kampus UIN Jakarta.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, bagi mereka semua yang telah

membantu dan berkonstribusi dalam menyelesaikan skripsi ini tiada kata yang

paling indah selain ucapan terima kasih dan syukur, semoga Allah SWT

membalas semua amal baik mereka semua dan penulis berharap mudah-

mudahan skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca

pada umumnya.

Jakarta, 31 Oktober 2016

Penulis

Page 10: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 12

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan ......................................................................... 14

2. Tujuan Pendidikan .............................................................................. 18

3. Pendidik .............................................................................................. 21

4. Peserta Didik ....................................................................................... 23

B. Konsep Karakter

1. Pengertian Karakter ............................................................................. 25

2. Nilai-nilai Pembentukan Karakter....................................................... 28

C. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter .......................................................... 33

Page 11: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

vii

2. Tujuan Pendidikan Karakter ............................................................... 34

3. Fungsi Pendidikan Karakter ................................................................ 37

4. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Islam ............. 38

D. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................ 40

BAB III METODOLOGI PENELITAN

A. Objek dan Waktu Penelitian...................................................................... 43

B. Metode Penelitian...................................................................................... 43

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .......................................... 45

D. Analisis Data ............................................................................................. 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. KH. Hasyim Asy’ari.................................................................................. 47

1. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari .................................................. 47

2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari ............................... 48

3. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari....................................................... 50

4. Pemikiran Pendidikan Karakter KH. Hasyim Asy’ari ........................ 52

a. Pendidikan ..................................................................................... 53

b. Tujuan Pendidikan ........................................................................ 54

c. Pendidik ........................................................................................ 55

d. Peserta didik .................................................................................. 57

e. Pendidikan Karakter ...................................................................... 58

B. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) ........................................ 60

1. Riwayat Hidup Hamka ........................................................................ 60

2. Latar Belakang Pendidikan Hamka ..................................................... 61

3. Karya-karya Hamka ............................................................................ 64

4. Pemikiran Pendidikan Karakter Hamka .............................................. 66

a. Pendidikan ..................................................................................... 66

b. Tujuan Pendidikan ........................................................................ 68

c. Pendidik ........................................................................................ 69

d. Peserta didik .................................................................................. 71

Page 12: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

viii

e. Pendidikan Karakter ...................................................................... 72

C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka

tentang Pendidikan Karakter ..................................................................... 74

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter KH. Hasyim Asy’ari

dan Hamka ................................................................................................ 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 83

B. Implikasi .................................................................................................... 84

C. Saran ......................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 92

Page 13: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa ................................... 30

Tabel 4.1 Konsep pendidikan karakter KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka ........... 78

Page 14: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Problematika masyarakat modern ditunjukkan dengan meningkatnya

kontrol diri pada materi ruang dan waktu sehingga menimbulkan evolusi

ekonomi, gaya hidup, dan pola pikir yang semakin sekuler. Dunia

pendidikan juga turut merasakan dampak dari kemodernan. Semua

penemuan teknologi canggih saat ini mempunyai efek yang tidak terduga.

Perkembangan peradaban yang semakin maju membawa pengaruh yang

signifikan, terlihat dari sikap yang ditampilkan dalam kehidupan

keseharian telah jauh dari kepribadian bangsa.

Dampak globalisasi yang terjadi saat ini, membuat masyarakat

Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan

karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu

ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. Hal itu karena globalisasi telah

membawa kita pada penuhanan materi sehingga terjadi ketidakseimbangan

antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat.1

Pupuh Fathurrohman dalam hal ini menjelaskan “Sejarah telah

mencatat bahwa suatu negara dan bangsa bisa hancur bukan karena

ekonomi, bukan karena militernya lemah, bukan karena tsunami alam yang

menimpa, akan tetapi suatu bangsa dan negara akan hancur karena akhlak

dan moral bangsanya telah rusak”.2

Adapun kasus datang dari dunia pendidikan, misalnya baru-baru ini

bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional terjadi peristiwa seorang

mahasiswa FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) yang tega melukai

1 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 1

2

Pupuh Faturrohman, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama,

2013), h.2

Page 15: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

2

leher dan menebas tangan dosennya sendiri hingga tewas. Kejadian ini

sangatlah miris mengingat dilakukan oleh seseorang yang berpendidikan

tinggi.3 Dengan demikian, tidak ada jaminan bahwa semakin tinggi ilmu

semakin baik akhlaknya.

Data yang bersumber dari mantan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, Anies Baswedan menyebutkan bahwa Indonesia menjadi

peringkat 103 dunia, negara yang dunia pendidikannya diwarnai aksi suap-

menyuap dan pungutan liar. Selain itu, Anies mengatakan, pada Oktober

hingga November 2015, angka kekerasan yang melibatkan siswa di dalam

dan luar sekolah di Indonesia mencapai 230 kasus. Kejahatan terorganisir

juga menjadi masalah dalam pendidikan di Indonesia. Bahkan mengenai

kejahatan terorganisir di bidang pendidikan ini Indonesia berada di

peringkat 109 dunia.4 Informasi tersebut semakin mempertegas bahwa

adanya masalah dalam dunia pendidikan sudah dianggap lazim sehingga

menjadi potret buruk pendidikan Indonesia.

Menurut Ali Ibrahim Akbar, praktik pendidikan di Indonesia cendrung

berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis),

yang lebih mengembangkan pada ranah intelegensi. Sedangkan,

kemampuan soft skill sangat kurang diperhatikan. Dilihat dari

pembelajaran sekolah hingga perguruan tinggi, lebih menekankan pada

perolehan nilai ujian. Pandangan ini menilai bahwa peserta didik dikatakan

baik kompetensinya apabila nilai hasil ujiannya tinggi.5 Dalam hal ini,

pelaksanaan pendidikan belum menyeimbangkan antara kemampuan soft

skill dan hard skill dengan baik dan benar mulai dari pendidikan dasar

hingga ke tingkat pendidikan tinggi.

Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini.

Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan, padahal

3 Mei Leandha, Cekcok Soal Skripsi Mahasiswa Bunuh Dosennya, diakses 2016/05/02 10:45

a.m (http://www.kompas.com)

4 Ika Akbarwati, Anies Baswedan Nyatakan Pendidikan Indonesia Gawat Darurat, diakses

16/08/2016 11:15 a.m (http://www.selasar.com)

5

Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22

Page 16: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

3

pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur.

Pendidikan nasional telah kehilangan rohnya lantaran tunduk terhadap

pasar bukan pencerahan peserta didik. Pasar tanpa karakter akan hancur

dan akan menghilangkan aspek-aspek manusia dan kemanusiaan, karena

telah kehilangan karakter itu sendiri.6

Selain itu, karakter kependidikan yang berlandaskan pada pendekatan

nilai-nilai al-Qur‟an saat ini telah jauh sebagaimana yang diharapkan.

Banyak dari pendidik hanya menonjolkan aspek kemampuan

intelektualitas belaka (cognitive domain) dan meninggalkan nilai-nilai

etika (affective domain). Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan

yang diajarkan al-Qur‟an yang mengajarkan keseimbangan dalam segala

hal.7

Berbicara mengenai pendidikan nasional, pendidikan Islam menjadi

bagian yang tidak terpisahkan. Meskipun pendidikan Islam di bawah

Kementerian Agama Republik Indonesia, ia tidak pernah terpisahkan

dalam kaitannya dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian

Pendidikan Nasional, terutama hal-hal yang substansial. Oleh karena itu,

ketika pemerintah mencanangkan pendidikan karakter bagi perbaikan

mutu dan kualitas peradaban bangsa, pendidikan Islam terlibat dan ikut

berpartisipasi secara aktif di dalamnya.8

Beberapa ahli Islam menilai, adanya pergeseran misi dan orientasi

pendidikan Islam dalam institusi pendidikan Islam. Sebagai bagian tak

terpisah dari sistem pendidikan nasional, pendidikan Islam yang semula

ditujukan untuk membentuk karakter anak didik selaku generasi muda

yang memiliki tanggung jawab mengemban visi dan masa depan bangsa,

6Ibid., h. 2

7 Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h. 55 8 Sumedi, Tahap-tahap Pendidikan Karakter dalam Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram dan

Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak Islam, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2,

Desember 2012, h. 185

Page 17: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

4

secara metodologis ternyata telah terjebak pada pola pendidikan satu arah

bersifat pengajaran semata.9

Dalam konteks Islam, persoalan pendidikan merupakan masalah

manusia yang berhubungan dengan kehidupan baik duniawi maupun

ukhrawi. Dewasa ini, dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari

bahwa banyak orang yang kehilangan karakternya sebagaimana manusia.

Mereka yang kehilangan karakternya cenderung perilakunya akan

didominasi oleh nafsu dan kepentingan-kepentingan instan. Meningkatnya

intensitas tawuran antar warga, antar pelajar, serta kekerasan dalam rumah

tangga hingga kekerasan terhadap anak, semakin meneguhkan bahwa ada

yang tidak beres dalam karakter bangsa.10

Kartadinata menegaskan bahwa telah terjadi penyempitan makna

pendidikan dilihat dari perspektif penerapannya di lapangan.

Pendidikan telah diarahkan untuk membentuk pribadi cerdas invidual

semata dan mengabaikan aspek-aspek spiritualitas yang dapat

membentuk karakter peserta didik dan karakter bangsa, yang

merupakan identitas kolektif, bukan pribadi.11

Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, BAB I Pasal 1

menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara.12

BAB II Pasal 3 undang-undang Sisdiknas, bahwa pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

9 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta: Ittaqa

Press, 2001), h. 1

10

Sholeh Hasan, “Analisis Komparatif Konsep Pendidikan Karakter Perspektif Thomas

Lickona dan Al-Zarnuji serta implikasinya terhdap implikasinya terhadap pendidikan Agama

Islam, Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia, 2016.

30 Maret. Semarang : Universitas Negeri Semarang 2016, h.779

11 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar & Implementasi, (Jakarta:

Prenada Media Grup, 2014), h. 123

12 Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita

Utama, 2004), h. 4

Page 18: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

5

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung

jawab.13

Sisdiknas telah jelas menguraikan tujuan pendidikan nasional bukan

sekedar membentuk peserta didik cerdas dalam berilmu tetapi lebih dari itu

pendidikan juga berfungsi membangun karakter, watak, serta kepribadian

bangsa. Sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh

berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta

agama. Disadari atau tidak bahwa dengan kondisi pendidikan sekarang ini,

khususnya mengenai pembentukan karakter belum menjadi prioritas utama

dalam implementasinya.

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 menjadikan pembentukan karakter

sebagai tujuan dari pendidikan nasional. Namun dalam pelaksanannya,

pendidikan karakter justru dikesampingkan. Dalam pemikiran guru-guru di

sekolah yang penting anak cerdas atau berhasil mencapai kriteria kelulusan

di setiap mata pelajaran, soal baik tidaknya sikap dan perilaku anak didik

tidak menjadi persoalan. Hal ini menggambarkan bahwa mindset guru

harus dirubah.

Pendidikan karakter bukan hal yang baru dalam sistem pendidikan

Islam sebab roh atau inti dari pendidikan Islam adalah pendidikan karakter

yang semula dikenal dengan pendidikan akhlak.14

Oleh karena itu, kajian

pendidikan karakter dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari kajian

pendidikan Islam pada umumnya. Konsep pendidikan karakter sebenarnya

telah ada sejak zaman Rasulullah Saw, terbukti dari perintah Allah bahwa

misi utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya.

Pembahasan substansi makna dari karakter sama dengan konsep akhlak

dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan prilaku manusia.15

13 Ibid.., h. 7

14

Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 5 15 Nur Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al-Ulum

(Jurnal Studi Islam), Vol. 13 Nomor 1, Juni 2013, h. 30

Page 19: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

6

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdar dari akhlaqa,

yukhliqu, ikhlaqon. Yang berarti kelakuan tabiat, perangai, watak, dasar.16

Sedangkan akhlak menurut istilah yang disampaikan Al-Ghazali

sebagaimana dikutip oleh Mahjuddin merupakan suatu sifat yang tertanam

dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang

gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama).

Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut

ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi

manakala tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.17

Selain itu, dalam Ensiklopedi al-Qur‟an pengertian akhlak (khuluq)

adalah watak yang diperoleh seseorang dari pergaulannya dengan orang

lain atau atas bimbingan orang tua dan pihak-pihak yang bertanggung

jawab dalam proses pendidikan.18

Al-Qurtuby mengatakan bahwa “Suatu

perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut

akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya. Akhlak

merupakan bagian dari kejadian manusia yang dapat mempengaruhi setiap

perbuatan manusia”.19

Implementasi akhlak dalam Islam terdapat pada pribadi Rasulullah

Saw. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan

agung. Al-Qur‟an dalam Q.S Al-Ahzab ayat 21 menyatakan :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.20

16 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h.1

17

Mahjuddin, Akhlak Tasawuf , (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 4

18 Ensiklopedi Al-Qur‟an Tematis Jilid 3, (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2006 ), h. 11

19

Mahjuddin, op. cit, h. 3

20 Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid VII

h. 638

Page 20: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

7

Demikian juga misi diutusnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk

menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah Saw bersabda:

ممكارماألخالقإ نمابعثتألتم ”Sungguh aku diutus menjadi (Rasul) untuk menyempurnakan akhlak

yang baik” (H.R. Imam Baihaqi).21

Hadis tersebut menggambarkan bahwa yang menjadi tolak ukur dalam

pembentukan karakter mulia adalah kita harus mencontoh atau meneladani

karakter Nabi Muhammad Saw yang memiliki karakter yang sempurna.

Karakter atau tabiat manusia merupakan kemampuan psikologis yang

terbawa sejak kelahirannya. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku

moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter biasanya erat hubungannya

dengan personalitas (kepribadian) seseorang. 22 Karakter adalah watak,

sifat-sifat kejiwaan, akhlak yang membedakan seseorang dengan orang

lain.23

Pendidikan karakter bukan hanya berguna bagi pertumbuhan dan

perkembangan individu secara akademik dan moral. Pendidikan karakter,

jika dilaksanakan dengan baik, akan dapat membantu individu agar dapat

menjalani hidup lebih bahagia dan bermakna. Kebermaknaan individu

akan hidupnya ini dapat meningkatkan perbaikan dan memberikan

kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan.24

Selain itu, pendidikan karakter tidak sekedar memberikan pengertian

atau definisi-definisi tentang yang baik dan yang buruk, melainkan sebagai

upaya mengubah sifat, watak, kepribadian dan keadaan batin manusia

sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap luhur dan terpuji.25

21 Aḥmad Ibnu al Ḥusaīn Ibnu „Alī Abū Bakar al Baīhaqī, Sunan al Baīhaqī al-Kubra, Juz 51

bab Kesempurnaan Akhlak dan Keutamaannya No. Hadis 21301 (Makkah: Maktabah Dār Bāz,

1994 ), h. 472

22

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 52

23

Saliman, Kamus Pendidikan Pengajaran Dan Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 116

24 Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh, (Yogyakarta: PT. Kanisius,

2015), h. 24

25

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja oleh Grafindo Persada,

2012), h. 165

Page 21: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

8

Oleh karenanya, melalui pendidikan karakter diharapkan dapat

melahirkan manusia yang memiliki kebebasan menentukan pilihannya

tanpa paksaan dan penuh tanggung jawab. Yaitu manusia-manusia

merdeka, dinamis, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab, baik terhadap

Tuhan, manusia, masyarakat, maupun dirinya sendiri.

Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak

memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya didefinisikan sebagai suatu

tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran (spontan) karena sudah

tertanam dalam pikiran sehingga melahirkan perbuatan yang bernilai baik

terhadap Tuhan, maupun manusia. Dengan demikian, pendidikan akhlak

bisa dikatakan pendidikan karakter dalam tinjauan pendidikan Islam.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa “Pendidikan

akhlak adalah ruhnya dalam pendidikan Islam, dimana para ulama Islam

telah sepakat bahwa pendidikan akhlak adalah ruhnya pendidikan Islam,

dan untuk mencapai akhlak yang sempurna itulah yang menjadi tujuan

yang sebenarnya dari pendidikan”.26

Tujuan tertinggi pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter

positif dalam perilaku manusia. Karakter positif ini bersumber dari

penghayatan dan pengamalan ajaran Allah SWT dalam rutinitas kehidupan

manusia. Keduanya membutuhkan tindakan nyata sebagai ekspresi nilai

personal yang tidak bisa lepas dari nilai-nilai spiritualitas, agama, bahkan

budaya.27

Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban misi

pembentukan karakter (character building) sehingga melahirkan peserta

didik yang dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dan berperan

sebagai agent of change di masa sekarang dan masa yang akan datang

tanpa mengabaikan ajaran agama dan meninggalkan karakter mulia.

26 Musli, Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Media Akademika, Vol. 26, No. 2, April 2011,

h. 217

27

Mochamad Ziaulhaq, Sekolah Berbasis Nilai, (Bandung: Ihsan Press, 2015), h.18

Page 22: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

9

Diantara tokoh-tokoh intelektual muslim di Indonesia yang memiliki

perhatian besar dan kontribusi dalam dunia pendidikan adalah KH..

Hasyim Asy‟ari dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).

Keduanya adalah ulama yang memiliki integritas dan keteguhan dalam

ilmu agama serta banyak melahirkan karya. Kedua tokoh ini merupakan

ulama pejuang dan pejuang yang ulama dalam perlawanannya terhadap

kolonial Belanda.

“Suatu bangsa tidak akan maju jika warganya bodoh. Hanya dengan

pengetahuan, suatu bangsa akan menjadi baik”. Ini pernyataan KH.

Hasyim Asy‟ari ketika menyikapi kondisi pendidikan kita yang

terbelakang saat itu, ia tidak hanya ngomong melainkan membuktikannya

dengan membuka pengajian dan membangun pesantren.28

KH. Hasyim

Asy‟ari membawa perubahan baru sepulangnya dari Makkah, dengan

mendirikan pesantren Tebu Ireng yang terkenal di Jombang sampai

sekarang. Tebu Ireng berhasil memadukan tradisi pesantren dan

perkembangan ilmu pengetahuan umum.

Hasyim Asy‟ari merupakan tokoh agama, yang semenjak kecil

dibesarkan di lingkungan pesantren Nggedang dimana ia belajar agama

langsung dari ayahnya yang seorang ulama yang sangat mendukung

kemajuan ilmu agama. Karena merasa haus akan ilmu, Hasyim Asya‟ari

kemudian pergi untuk menuntut ilmu ke berbagai pesanteren di Jawa.

Karakteristik dari Kiai Hasyim adalah kekonsistenannya dalam

memegang tradisi. Dengan pandangan tradisionalisme yang

dipertahankannya KH. Hasyim Asy‟ari banyak mengadopsi tradisi

pendidikan Islam klasik yang lebih mengedepankan normativitas.29

KH.

Hasyim Asy‟ari adalah ulama sekaligus penulis yang banyak melahirkan

karya. Sebagaimana nampak dalam karya-karyanya yang meliputi bidang

pendidikan, teologi, akhlak, fiqh, tasawuf, politik dan sebagainya.

28 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta: Ittaqa

Press, 2001), h. 19

29 Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h. 82

Page 23: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

10

Keinginan yang sangat kuat untuk mempertahankan bangunan tradisi

tersebut, maka bersamaan dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai

Hasyim Asy‟ari mendirikan Nahdatul Ulama atau kebangkitan ulama

(NU). Organisiasi Islam terbesar di tanah air.30

Akan tetapi ketokohan dan

keharuman nama beliau bukan hanya karena aktivitas beliau sebagai

pendiri NU, melainkan karena beliau juga termasuk pemikir dan

pembaharu pendidikan Islam yang dilahirkan dari keluarga elit kiai di

Jombang.31

Zamakhsyari Dhofier melukiskan pribadi Hasyim Asy‟ari sebagai

seorang yang memiliki kedalaman ilmu yang luar biasa, melalui tangan

beliau inilah lahir ulama-ulama terkemuka di Jawa yang nyaris seluruhnya

menjadi pendiri dan pengasuh pesantren di daerah masing-masing.32

Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang biasa dikenal dengan Hamka

adalah seorang ulama dan tokoh Islam yang sangat toleran dalam

kehidupan, tetapi di sisi lain beliau sangat kuat dan tegas ketika berbicara

menyangkut akidah.33

Ia adalah putra dari seorang tokoh dan ulama

berdarah minang bernama Dr. H. Abdul Karim Amrullah yang sangat

menginginkan anaknya kelak menjadi seorang ulama. Selain belajar dari

ayahnya, ia juga belajar agama secara otodidak.34

Menurut Sutan Mansyur, dari kecil dalam diri Abdul Malik Karim

Amrullah memang sudah ada tanda-tanda ia akan menjadi orang besar.

Kata dan pikirannya selalu didengar oleh teman-teman sebayanya,

menjadikan dia selalu menonjol dalam pergaulan.35

Hamka menurut

30 Ibid., h. 83

31

Khoiruddin, “Pendidikan Karakter Menurut K.H Hasyim Asy’ari (Studi Kepustakaan dalam

kitab Adab al-Alim Wal Muta’allim)”. Tesis pada Pascasarjana Universitas Muhammadiyah

Ponorogo : 2016. tidak dipublikasikan, h. 3

32

Ibid., h. 6

33 Irfan Hamka, Ayah, (Republika: Jakarta, 2014), Pengantar Penerbit Republika dalam Novel

Ayah, h. viii

34 Sapiudin Shidiq, Pendidikan Menurut Buya Hamka, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama

Islam Vol. II, No. 2, Juli 2008, h. 109

35 Shalahuddin Hamid, Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia,

(Jakarta: Intimedia, 2003), h. 63

Page 24: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

11

Abdurrahman Wahid adalah seorang intelektual yang mempunyai

pengetahuan yang banyak, baik pengetahuan agama maupun umum.36

Buya Hamka dikenal sebagai seorang yang optimis, karena ia percaya

bahwa semua orang pada dasarnya baik dan punya kemungkinan untuk

menjadi lebih baik. Dengan berpegang pada prinsip tersebut, buya

bersikap untuk berbuat apa adanya tanpa harus takut pada siapapun. Sikap

tegas dalam mempertahankan prinsip terbukti saat ia mundur dari ketua

MUI karena tetap mempertahankan fatwa haram menghadiri natal bersama

bagi umat Islam.37

Hamka adalah salah satu tokoh Indonesia yang pemikirannya banyak

dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan, dan teori-teori

beliau cetuskan dalam bukunya banyak digunakan untuk memecahkan

masalah baik yang terkait dengan masalah sosial, politik, agama, maupun,

pendidikan. Selain itu, beliau juga melahirkan karya fenomenal berupa

tafsir Al-Azhar yang banyak digunakan masyarakat dalam memahami al-

Qur‟an.38

KH. Hasyim Asy‟ari dan Buya Hamka adalah sosok yang tidak

diragukan lagi, selain menonjol dalam hal- hal yang telah disebutkan di

atas, keduanya dikenal cukup concern dan sangat peduli dengan nasib

pendidikan umat serta berwawasan jauh ke depan. Dilihat dari sikap dan

karakter mereka yang mempengaruhi pemikiran terhadap sesuatu. Dalam

hal pendidikan, keduanya memfokuskan pentingnya pendidikan akhlak

atau budi pekerti dalam proses pendidikan.

Beranjak dari apa yang dipaparkan di atas, dipahami bahwa karakter

atau budi pekerti adalah perilaku manusia menuju sifat-sifat baik yang

berdampak postif untuk lingkungan sekitar. Berdasarkan hal tersebut,

peneliti termotivasi untuk menyusun karya ilmiah yang berjudul:

36 Sudin, Pemikiran Hamka Tentang Moral, Esensia, Vol. XII, No. 2 Juli 2011, h. 224

37

Ibid., h. 66

38

Laeli Nafilah, “Konsep Pendidik Menurut Buya Hamka (Telaah buku “Lembaga Hidup”

Karya Hamka)” Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta: 2011,

tidak dipublikasikan, h.4

Page 25: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

12

“Studi Komparasi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka

Tentang Pendidikan Karakter”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,

beberapa masalah mendasar dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Degradasi moral yang dialami bangsa Indonesia

2. Paradigma guru yang belum mengetahui pentingnya

pelaksanaan pendidikan karakter

3. Media pertelevisian yang kurang memperioritaskan pendidikan

4. Minimnya pengetahuan dasar agama, pendidikan dari orang tua

serta pengawasan kepada anak dalam menghadapi arus

globalisasi

5. Pola hidup bangsa Indonesia yang cendrung westernisasi akibat

perkembangan zaman.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar permasalahan yang berkenaan dengan judul di atas tidak melebar,

maka dalam pembahasannya penulis membatasi dan merumuskan

permasalahan pada hal-hal ini sebagai berikut :

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, untuk lebih terarahnya

penelitian ini dibatasi pada pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka

terhadap pendidikan karakter.

2. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalah penelitian yang akan dikaji, yaitu:

a. Bagaimana pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka tentang

pendidikan karakter?

b. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran KH. Hasyim

Asy‟ari dan Hamka tentang pendidikan karakter?

Page 26: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

13

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian atau penulisan

karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka

tentang pendidikan karakter

b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran KH.

Hasyim Asy‟ari dan Hamka tentang pendidikan karakter

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, menemukan dam menambah pemahaman tentang

pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka terkait pendidikan

karakter. Dan sebagai salah satu syarat menempuh jenjang

strata satu.

b. Bagi civitas akademik, untuk memperluas khazanah keilmuan

dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan karakter.

c. Bagi masyarakat, untuk menambah literature dan bahan

bacaan, sehingga masyarakat bisa mengambil pelajaran positif

dari pemikiran kedua tokoh ini.

Page 27: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

14

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu, “pedagogia”, atau

“peadgogos” yang berarti pembimbing anak, atau seseorang yang

tugasnya membimbing anak dalam pertumbuhannya ke arah kemandirian

dan sikap tanggung jawab.1 Pendidikan berasal dari kata “didik” yang

artinya memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan

pikiran. Mendapat awalan “pen” dan akhiran “an” yang berarti proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.2

Dari pengertian di atas, pendidikan pada dasarnya adalah proses

membimbing, mengarahkan dan memberi latihan kepada seseorang atau

sekelompok orang dalam rangka memelihara dan menumbuhkembangkan

kemandirian, kecerdasan pikiran, serta sikap yang baik dalam

pertumbuhan ke arah kedewasaan.

Sedangkan dalam konteks Islam pendidikan dikenal dengan tiga

istilah, yaitu al-tarbiyah, al-ta‟lim, dan al-ta‟dib. Istilah “tarbiyah” (تربية)

dari kata ( mengandung arti mengasuh, memelihara, memperbaiki, dan (رب

menumbuh kembangkan dengan penuh kasih sayang. Pengertian “ta‟lim”

1 Chairul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 32

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2012), h. 326

Page 28: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

15

yang berarti pengajaran, pengarahan, dan (عل م) dari kata kerja (تعليم)

pendidikan. Dan “ta‟dib” (تعدب) dari kata (أدب) yang berarti pendidikan,

kepatuhan, sopan santun.3

Makna al-tarbiyah atau pendidikan adalah istilah yang berkaitan

dengan usaha menumbuhkan atau menggali segenap potensi fisik, psikis,

bakat, minat, talenta dan berbagai kecakapan lainnya yang dimiliki

manusia, atau mengaktualisasikan berbagai potensi manusia yang

terpendam, kemudian mengembangkannya dengan cara merawat dan

memupuknya dengan penuh kasih sayang. Yang di dalam proses tersebut

terdapat unsur pendidik, peserta didik, dan unsur caranya.4

Kata al-ta‟lim banyak dijumpai di dalam al-Qur‟an, dan umumnya

diartikan dengan pengajaran atau mengajar. Menurut Quraish Shihab

sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata mengartikan kata yu‟allimu

dengan artian mengajar yang tidak lain kecuali hanya mengisi benak anak

didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta

fisik. Kata al-ta‟lim ini termasuk yang paling popular dan banyak

digunakan di Indonesia untuk kegiatan pendidikan non formal, seperti

pada kegiatan majelis ta‟lim.

Sedangkan kata al-ta‟dib merupakan kegiatan pendidikan sebagai

sarana tranformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada ajaran

agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar bagi terjadinya proses

Islamisasi ilmu pengetahuan.5

Ketiga istilah tersebut jelas dipahami bahwa pendidikan adalah upaya

yang dilakukan pendidik dalam rangka menumbuhkembangkan potensi

3 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2010), h. 8-14

4 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h.

19

5 Ibid., h. 20

Page 29: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

16

peserta didik baik jasmani maupun rohani melalui serangkaian proses

bimbingan dan arahan agar pesera didik menjadi individu yang lebih baik.

Islam sangat memberikan perhatian yang sangat besar kepada kegiatan

pendidikan. Islam memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi

siapa saja yang menumbuhkembangkan fungsi akal melalui berbagai

proses belajar mengajar, mendidik dan mencerahkan. Bahkan wahyu

pertama yang turun kepada Rasulullah Saw adalah perintah untuk

membaca (iqra‟) yang terdapat dalam Q.S. al-„Alaq (ayat 1-5).6

Dan Allah akan mengangkat seorang mencapai derajat yang setinggi-

tingginya karena menguasai ilmu. Bagi mereka yang berilmu dan

menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah akan mencapai

derajat yang paling tinggi di sisi Allah.

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-

lapanglah dalam majlis, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka

berdirilah, niscahaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa

derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S

Mujadilah : 11)7

Selanjutnya pengertian pendidikan menurut Drikarya yang

mengungkapkan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia

6 Shobahussurur, Pembaruan Pendidikan Islam Perspektif Hamka, Jurnal TAQAFAH, vol.5, No.1,

Jumadal ula,1430, h.79

7 Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid X h. 22

Page 30: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

17

muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut

mendidik. Ahmad D. Marimba, mengartikan pendidikan adalah bimbingan

atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani

dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.8

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan menuntun segala

kodrat yang terdapat dalam diri anak sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya.9 Pengertian ketiganya mengenai pendidikan lebih

ditekankan pada proses bimbingan individu menuju pada pembentukan

karakter atau kepribadian menjadi manusia yang seutuhnya.

Pendidikan yang dirumuskan dalam Sistem Pendidikan Nasional

merupakan upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan

pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia

yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berkarakter

mulia. Bahwa dalam hal ini, pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa.10

Dalam buku Higher Education for American Democracy, Education is

an institution of civilized society, but the purpose of education are not the

same in all societies. Pendidikan merupakan suatu lembaga dalam tiap-

tiap masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama

dalam setiap masyarakat.11

Oleh karenanya, pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan

secara sadar berupa pembinaan, pengajaran pikiran dan jasmani anak didik

8 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.3

9 Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaung

Persada Press, 2007), h. 3

10 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 3

11

Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 21

Page 31: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

18

berlangsung sepanjang hayat untuk meningkatkan kepribadiannya, agar

dapat menjalankan peranan dalam lingkungan masyarakat secara tepat

sesuai dengan kondisinya.

Pendidikan pada umumnya menghasilkan pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, nilai-nilai sikap yang lumrah dapat dikategorikan menjadi

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan yang merupakan proses

mendidik, dalam hal ini tidak hanya pada ranah kognitif (mentransfer

pengetahuan), akan tetapi mendidik berarti mempersiapkan sumber daya

manusia yang unggul lahir batin yang memiliki pengetahuan,

keterampilan, dan nilai-nilai luhur kehidupan sehingga menjalankan peran

manusia sebagaimana mestinya.12

Jadi, upaya yang dilakukan secara sadar dalam rangka pengajaran,

bimbingan, pelatihan, dan penanaman nilai-nilai luhur pada diri anak

dengan tujuan mempersiapkan mereka sebagai sumber daya manusia

unggul untuk dapat menjalankan kehidupan yang lebih baik di masa

sekarang dan masa yang akan datang. Itulah yang dinamakan dengan

pendidikan.

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan merupakan komponen utama yang terlebih dahulu harus

dirumuskan, peranan tujuan sangat penting sebab menentukan arah proses

pendidikan. Tidak ada tujuan di luar proses pendidikan yang memberi

makna bahwa pendidikan adalah sepanjang hayat.13

John Dewey berpendapat bahwa tujuan pendidikan ialah

mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik sehingga

dapat berfungsi secara individual dan sebagai anggota masyarakat melalui

12 Tafsir Al-Qur‟an Tematik Jilid 8, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Alqur‟an, 2014), h. 3

13

Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 7

Page 32: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

19

penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif.14

Maksudnya dengan pendidikan yang dimiliki oleh peserta didik bertujuan

untuk menjalankan perannya sebagai individual dan anggota masyarakat

sesuai yang diharapkan.

Muhammad al-Toumy al-Syaibany mengatakan bahwa hubungan

antara tujuan dan nilai-nilai amat berkaitan erat, karena tujuan pendidikan

merupakan masalah itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan kemana

arah perkembangan murid-murid akan diarahkan. Nilai-nilai yang dipilih

sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada

akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui

pendidikan.15

Tujuan pendidikan pada umumnya adalah membentuk kepribadian

yang utama sesuai dengan cita-cita dan falsafah hidup suatu bangsa.

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis, serta bertanggung jawab.16

Sedangkan tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk

kepribadian anak didik yang kuat jasmani, rohani dan nafsaninya (jiwa)

yakni kepribadian muslim yang dewasa.17

Sesuai dengan bimbingan yang

dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani

peserta didik menuju kedewasaan.

14

Sukardjo, Ukim Komarudin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Rajawali

Press, 2012), h. 14

15

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001), h.47

16 Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita

Utama, 2004), h.4

17 Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Media Grup, 2014), h. 167

Page 33: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

20

Pada hakikatnya pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada

penguasaan kompetensi yang bersifat kognitif, tetapi yang lebih penting

adalah pencapaian pada aspek afektif. Hasil dari pendidikan Islam adalah

sikap dan perilaku (karakter) peserta didik sehari-hari yang sejalan dengan

ajaran Islam.18

Abdurrahman Saleh Abdullah dalam buku Educational Theory A

Qur‟anic Outlook, sebagaimana yang dikutip oleh Heri Gunawan,

menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus meliputi empat aspek, yang

meliputi :

a. Tujuan jasmani (ahdaf al-jismiyah). Bahwa proses pendidikan

ditujukan dalam rangka mempersiapkan diri manusia sebagai

pengemban tugas khalifah fi al-ardh, melalui keterampilan fisik.

b. Tujuan rohani dan agama (ahdaf al-ruhaniyah wa ahdaf al-

diniyah). Bahwa proses pendidikan ditujukkan dalam rangka

meningkatkan pribadi manusia dari kesetiaan yang hanya kepada

Allah semata, dan melaksanakan akhlak qurani yang diteladani

oleh Nabi Saw sebagai perwujudan perilaku keagamaan.

c. Tujuan intelektual (ahdaf al-aqliyah). Bahwa proses pendidikan

ditujukan dalam rangka mengarahkan potensi intelektual manusia

untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan

menelaah ayat-ayat-Nya yang membawa kepada perasaan

keimanan kepada Allah.

d. Tujuan sosial (ahdaf al-ijtimayyah). Proses pendidikan ditujukan

dalam rangka pembentukan kepribadian yang utuh. Pribadi yang

tercermin sebagai al-nas yang hidup pada masyarakat plural.19

18 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 13

19

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2014), h. 11

Page 34: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

21

Terkait dengan keempat aspek yang harus diperhatikan dalam

menyusun tujuan pendidikan sebagaimana disebut di atas, memiliki artian

bahwa pendidikan tidak saja mengarahkan pada pengembangan potensi

intelektual, tetapi lebih dari itu perlu keseimbangan antara terpenuhinya

kebutuhan jasmani, kerohaniaan, dan sosial peserta didik. Dalam hal ini,

pendidikan harus mengacu pada ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.

3. Pendidik

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi

bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani

dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan

tugasnya sebagai makhluk Allah.20

Dalam hal ini, pendidik sebagai

pelaksana pendidikan dengan sasarannya adalah peserta didik.

Mempunyai peran dan tanggung jawab dan pada umumnya ditujukan

untuk orang tua, guru, dan pelatih.21

Dari uraian di atas, bahwa pendidik adalah siapa saja yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, baik jasmani dan

rohaninya dalam memberikan bimbingan menuju kedewasaannya.

Abuddin Nata menyebutkan pendidik secara fungsional menunjukan

kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan

pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.22

Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pendidik ialah tiap

orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai

kedewasaan, pendidik diantaranya adalah orang tua, dan orang dewasa

lain yang bertanggung jawab tentang kedewasaan anak.23

20 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), h. 65

21

Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 25

22 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h.62

23 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 81

Page 35: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

22

Menurut Langeveld, pendidik adalah orang yang bertanggung jawab

terhadap pendidikan atau kedewasaan seorang anak. Yang disebut

pendidik karena adanya peranan dan tanggung jawab dalam mendidik

seorang anak.24

Dari pengertian ketiga ahli tersebut, dipahami bahwa pendidik ialah

orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan

rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia

mampu melaksanakan tugas-tugas kemanusiaannya. Oleh karena itu,

pendidik bukan saja guru yang bertugas di sekolah, melainkan semua

orang yang terlibat dalam proses pendidikan mulai sejak kecil sampai ia

dewasa terutama orang tua.

Dalam perspektif Islam, pendidik menempati posisi penting dalam

proses pendidikan. Dialah yang bertanggung jawab terhadap

perkembangan anak didik. Potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik

yang terdapat pada anak didik harus diperhatikan perkembangannya agar

tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang diharapkan sesuai dengan

nilai-nilai ajaran Islam.25

Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan

juga figur teladan yang memiliki karakteristik baik, sedang hal itu belum

tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim

haruslah aktif dari dua arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan

atau membimbing peserta didik dan secara internal dengan jalan

menginternalisasikan karakteristik akhlak mulia.26

Mendidik yang merupakan peran dari seorang guru mempunyai tugas

dan fungsi yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia

24 Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1998), h. 10

25

Abuddin Nata, Fauzan, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),

h. 205

26Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari

Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 112

Page 36: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

23

Nomor.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

jalur formal.27

Sejalan dengan tugas yang harus diemban oleh pendidik yang

dimaksudkan dalam undang-undang tersebut, maka yang dinamakan

pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan

peserta didik baik dalam kegiatan pendidikan, pengajaran dan

menginternalisasikan nilai-nilai luhur atau karakter mulia dari pendidikan

anak usia dini hingga menengah melalui jalur formal maupun informal.

4. Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur

pendidikan baik pendidikan formal maupun informal, pada jenjang

pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.28

Peserta didik berstatus sebagai

subjek didik karena ia pribadi yang otonom, yang ingin diakui

keberadaannya, yang ingin mengembangkan diri secara terus-menerus

guna memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya.29

Dari keterangan tersebut, peserta didik selain sebagai anggota

masyarakat juga merupakan subjek dan objek pendidikan yang

memerlukan bimbingan orang lain secara berkesinambungan dalam proses

pengembangan potensi diri yang dimiliki, baik pada jalur pendidikan

formal maupun informal.

27 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, h.2

28

Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita

Utama, 2004), h. 5

29 Nanang Purwanto, Pengantar Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 25

Page 37: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

24

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang

yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar

yang masih perlu dikembangkan. Disini peserta didik merupakan makhluk

Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai

taraf kematangan, baik bentuk, ukuran maupun keseimbangan pada bagian

lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak,

perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.30

Melalui paradigma di atas, jelas bahwa aktivitas pendidikan tidak akan

terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Dengan demikian,

untuk mengarahkan tujuan pendidikan dan merancang kurikulum keadaan

mereka harus menjadi perhatian utama.

Selanjutnya, menurut Asma Hasan Fahmi yang dikutip oleh Isnawati,

bahwa tugas dan kewajiban peserta didik ialah :

a. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya

sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah

ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih

b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan

berbagai sifat keutamaan

c. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di

berbagai tempat

d. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya

e. Peserta didik hendaknya belajar dengan sungguh-sungguh dan

tabah dalam belajar.31

Berdasarkan hal tersebut unsur yang paling penting pada diri peserta

didik ialah harus meluruskan niat terlebih dahulu, karenanya menuntut

30 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari

Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h. 47

31

Isnawati. skripsi, Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al-Banna dan Ahmad Dahlan Tentang

Konsep Pendidikan Islam, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2015), h.20

Page 38: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

25

ilmu adalah sebuah ibadah yang memerlukan hati yang bersih. Peserta

didik diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi diri dan mencari

pengetahuan dari berbagai sumber sesuai dengan kebutuhannya.

B. Konsep Karakter

1. Pengertian Karakter

Istilah karakter berasal dari charaassein bahasa Latin yang berarti

“dipahat atau diukir”.32

Membentuk karakter diibaratkan mengukir di atas

permukaan besi yang keras. Dalam kamus psikologi, karakter adalah

kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran

seseorang, dan biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif

tetap.33

Kata karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sifat-

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan sesorang

dengan yang lain.34

Dalam bahasa Inggris diterjemahkan menjadi

character yang berarti, tabiat, budi pekerti, watak.35

Secara istilah,

karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung

pada faktor kehidupannya sendiri.36

Dapat dikatakan bahwa karakter adalah nilai-nilai yang baik yang

terpatri dalam diri manusia dan diimplementasikan dalam perilaku

keseharian. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang

khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter tidak diwariskan,

32 Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Inrenalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 27

33

Ibid., h.28

34

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2012) h, 623

35

Jhon M. Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2005), h.107

36

Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Nilai & Etika di Sekolah, (Jakarta:

, Ar-Ruzz Media, 2012), h. 20

Page 39: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

26

tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari

melalui pikiran dan perbuatan,37

Character is the sum of all the qualities that make you who you are.

It‟s your values, your thoughts, your words, and your action” (Karakter

adalah keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, perkataaan, dan perilaku atau

perbuatan yang telah membentuk diri seseorang). Individu yang

berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.38

Terkait pengertian karakter ada beberapa ahli yang memiliki berbagai

pemahaman. Mereka memberikan pemaknaan karakter sesuai dengan

pendekatan yang dilakukan oleh ahli tersebut. Sudewo menyatakan bahwa

karakter merupakan kumpulan dari tingkah laku baik dari seorang anak

manusia. Tingkah laku ini merupakan perwujudan dari kesadaran

menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya mengembangkan amanah dan

tanggung jawab.39

Adiwimarta mengartikan karakter sebagai sifat-sifat

kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

lainnya.40

Dalam hal ini Sudewo lebih menekankan pengertian karakter pada

perwujudan perilaku baik manusia yang bersumber dari kesadaran

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam kehidupan. Simon

Philips mengungkapkan karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju

pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang

ditampilkan.

37 Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2011), 41

38

Muhammad Jafar Anwar, Membumikan Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw,

2015), h. 120

39

Husaini, Pembinaan Pendidikan Karakter, Jurnal kependidikan dan keIslaman, Vol. XXI, No. 1

Januari-Juni 2014, h.77

40 Jafar Anwar, Op. cit, h. 21

Page 40: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

27

Berbeda dengan Doni Kusuma yang mengartikan karakter adalah

kepribadian yang dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau

sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari berbagai bentukan yang

diterima dari lingkungan. Misalnya, lingkungan keluarga.41

Adapun istilah karakter dalam pandangan Islam menurut Quraish

Shihab dinamai rusyd. Ia bukan hanya nalar, tetapi gabungan antara nalar,

kesadaran moral, dan kesucian jiwa. Ia terbentuk melalui perjalanan hidup

seseorang. Karakter dibangun oleh pengetahuan, pengalaman, serta

penilaian terhadap pengalaman tersebut. Karakter terpuji merupakan hasil

internalisasi nilai-nilai agama dan moral pada diri seseorang yang ditandai

oleh sikap dan perilaku positif. Karena ia erat kaitannya dengan kalbu.42

Dalam terminologi psikologi, karakter (character) adalah watak,

perangai, sifat dasar yang khas, tetap, dan bisa dijadikan ciri untuk

mengidentifikasi seorang pribadi.43

Pada dasarnya karakter tidak dapat

dikembangkan secara cepat dan segera (instan) semuanya harus melewati

proses yang panjang, cermat, dan sistematis. Pendidikan karakter harus

dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak usia dini sampai

dewasa.44

Karakter merupakan sifat batin yang mempengaruhi segenap pikiran

dan perbuatannya. Apa yang seorang pikirkan dan perbuat sebenarnya

merupakan dorongan dari karakter yang ada padanya. Dengan adanya

karakter (watak, sifat, tabiat, ataupun perangai) seseorang dapat

memperkirakan reaksi-reaksi dirinya terhadap fenomena yang muncul

41 M. Najib, Novan Ardhy Wiyani, Manajemen Strategik Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia

Dini, (Yogyakarta: Gava Media,2016), h. 59

42

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), h. 714

43 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Media Group, 2008), h. 61

44

Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, ( Bandung: PT.Remaja

RosdaKarya, 2011), h. 108

Page 41: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

28

dalam diri ataupun hubungan dengan orang lain, dalam berbagai keadaan

serta bagaimana mengendalikannya.45

Ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed menjelaskan terdapat empat

tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yang meliputi, tahap

pembiasaan, sebagai awal perkembangan karakter anak. tahap pemahaman

dan penalaran terhadadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa tahap

penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-

hari. Dan selanjutnya tahap pemaknaan, yaitu suatu tahap refleksi dari

para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang

telah mereka pahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan manfaatnya

dalam kehidupan.46

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas

moral atau budi pekerti individu yang merupakan ciri khas yang

membedakan dengan lainnya dan menjadi pendorong untuk melakukan

sesuatu yang bernilai baik yang diperoleh dari lingkungannya. Seseorang

bisa dikatakan berkarakter apabila telah berhasil menyerap nilai-nilai

luhur yang dikehendaki masyarakat yang dapat digunakan sebagai

kekuatan dalam kehidupannya.

2. Nilai-nilai Pembentukan Karakter

Nilai adalah suatu keyakinan, misi, atau filosofi yang penuh makna.

Nilai dapat bergerak dari sesuatu yang umum dan mengandung arti, tujuan

dan manfaat yang seimbang.47

Adapun nilai-nilai pendidikan Islam yang dikembangkan dalam

pendidikan karakter, antara lain :

a. Empat karakter utama Rasulullah saw, yaitu:

45 Nur Zaini, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, e-Journal Kopertais, Vol. 8, No.1, 2014, h.12

46

Abdul Majid, Op.cit., h. 109

47 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 97

Page 42: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

29

1) Shiddiq / Honesty (kejujuran) memupuk nilai pembentukan

karakter untuk tidak berbohong atau tidak berdusta kepada

diri sendiri dan orang lain

2) Amanah / Trustable (bertanggung jawab) memupuk nilai

pembentuk karakter keadilan dan kepemimpinan yang baik,

integritas, disiplin dan tanggung jawab yang tinggi

terhadap kepercayaan yang diberikan

3) Tabligh / Reliable (menyampaikan) memupuk nilai-nilai

pembentukan karakter pecaya diri, bijaksana, toleransi,

cinta damai dan saling menghargai pendapat orang lain

4) Fathonah / smart (cerdas) memupuk nilai-nilai

pembentukan karakter keberanian, mandiri, kreatif, arif,

dan rendah hati.48

b. Nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa, yang bersumber

dari agama, pancasila dan tujuan pendidikan nasional.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendidikan

Nasional, mencanangkan pendidikan karakter bangsa mulai

tahun 2010 dengan bertitik tolak pada empat nilai utama, yaitu

kejujuran (jujur), ketangguhan (tangguh), kepedulian (peduli),

dan kecerdasan (cerdas).49

Dari empat nilai utama ini, masing-masing lembaga pendidikan dalam

berbagai jenjang bisa mengembangkannya menjadi berbagai macam nilai

karakter yang diinginkan. Tentu saja untuk merealisasikannya tidak bisa

sekaligus, tetapi harus bertahap. Keempat nilai utama tersebut

menggambarkan peserta didik sangat ditentukan oleh perangainya dari

48 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,

2005), h.7

49 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 44

Page 43: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

30

olah hati (jujur), olah pikir (cerdas), dan olah raga (tangguh) serta olah

rasa dan karsa (peduli).

Kemendiknas kemudian mencanangkan 18 nilai-nilai pembentukan

karakter yang dijabarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

No. Nilai Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang

dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan

hidup rukun dengan pemeluk agama

lain

2. Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai

perbedaan agama, suku, etnis,

pendapat, sikap, dan tindakan orang

lain yang berbeda dari dirinya

4. Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku

tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukan upaya

sungguh-sungguh dalam mengatasi

Page 44: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

31

berbagai hambatan belajar dan tugas,

serta menyelesaikan tugas dengan

sebaik-baiknya

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari

sesuatu yang dimiliki

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah

bergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak

yang menilai sama hak dan kewajiban

dirinya dan orang lain

9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan selalu berupaya

untuk mengetahui lebih mendalam dan

meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat dan didengar

10. Semangat kebangsaan Cara berfikir, bertindak, dan

berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya

11. Cinta tanah air Cara berfikir, bersikap dan berbuat

yang menunjukan kesetiaan

penghargaan yang tinggi terhadap

bahasa, lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, dan politik bangsa

12. Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk mengasilkan sesuatu

yang berguna bagi masyaraat, dan

Page 45: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

32

mengakui, serta menghormati

keberhasilan orang lain

13. Bersahabat/komunikatif Tindakan yang mmeperlihatkan rasa

senang berbicara, bergaul, dan bekerja

sama dengan orang lain

14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa

senang dan aman atas kehadiran

dirinya

15. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya

16. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu

berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan

melakukan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang

sudah terjadi

17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin

memberi bantuan pada orang lain dan

masyarakat yang membutuhkan

18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya

dilakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial,

budaya), negara dan Tuhan Yang

Maha Esa

Page 46: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

33

C. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi adalah sebuah usaha

sadar untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan

bijak dan memperhatikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya.50

Menurut Elkind dan Freddy Sweet sebagaimana dikutip

oleh Pupuh Faturahman bahwa “Character education is the deliberate

effort to help people understand, care about, and act upon core ethical

values”(Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk

membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan inti nilai

etika).51

Sudrajat mengartikan pendidikan karakter sebagai proses

pembelajaran penguasaan dan pemilikan nilai-nilai karakter, atau nilai-

nilai keimanan kepada Allah SWT yang dilakukan dengan membiasakan

kebenaran dan menanamkan nilai akhlak mulia di dalam hati dan

dilaksanakan oleh panca indera.52

Dalam pengertian yang sederhana,

pendidikan karakter adalah hal-hal positif apa saja yang dilakukan oleh

guru yang berpengaruh pada karakter anak yang diajarnya.

Pendidikan karakter dapat didekati dengan menumbuhkan dan

menanamkan keyakinan tentang nilai-nilai baik dan buruk dalam diri

anak. Metodenya antara lain dengan penyampaian kisah-kisah tentang

50 Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT.

Remaja RosdaKarya, 2011), h.5

51

Pupuh Faturrohman, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2013),

h.15

52 Muhammad Jafar Anwar, Membumikan Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw,

2015), h. 38

Page 47: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

34

figur-figur yang kokoh kepribadiannya, membiasakannya, dan

menerapkan reward and punishment.53

Terdapat tiga unsur pokok dalam pembentukan karakter, yaitu

mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the

good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan

karakter, kebaikan itu seringkali dirangkum dengan sifat-sifat baik yang

diberdayakan melalui proses yang panjang.

Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan upaya untuk

membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku tentang sifat-

sifat baik. Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika,

tetapi praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan penting yang

mencakup perkembangan sosial individu.54

Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan

mana yang salah kepada peserta didik, tetapi juga menanamkan kebiasaan

tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan

mau melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter tidak hanya terjadi pada lingkungan sekolah, akan

tetapi setiap elemen dalam kehidupan mulai dari lingkungan rumah,

tempat bermain, dan bermasyarakat perlu melakukan usaha bersama

dalam menumbuhkan nilai-nilai karakter mulia pada diri individu.

Sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong

royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu

53 Salman Harun, Tafsir Tarbawi, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2013), h.30

54 Lanny Octavia, Ibi Syatibi, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:

Yayasan Rumah Kita Bersama, 2014), h. 18

Page 48: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

35

pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.55

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir,

sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang berakhlakul

karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab.56

Pendidikan yang

bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat juga pernah

ditegaskan oleh Martin Luther King, “Intelligence plus character, that is

goal of true education” (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir

pendidikan yang sebenarnya).57

Islam selalu memposisikan pembentukan akhlak atau karakter anak

pada pilar utama tujuan pendidikan. Untuk mewujudkan pembentukan

akhlak pada anak, Al-Ghazali menawarkan sebuah konsep pendidikan

yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah. Menurutnya mendekatkan

diri kepada Allah merupakan tolak ukur kesempurnaan manusia, dan

untuk menuju kesana ada jembatan yang disebut ilmu pengetahuan.58

Hal

tersebut menjadi fokus bahwa akhlak atau pembentukan karakter adalah

tujuan utama pendidikan dalam Islam.

Tujuan utama pendidikan karakter dalam Islam adalah agar manusia

berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan

yang telah digariskan oleh Allah SWT. inilah yang akan mengantarkan

manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat.59

55 Daryanto, Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta:

Gava Media, 2013), h. 44

56

Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Nilai & Etika di Sekolah, (Jakarta:

Ar-Ruzz Media, 2012), h. 22

57

Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

(Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 29

58 Nur Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al-Ulum (Jurnal

Studi Islam), Vol. 13 Nomor 1, Juni 2013, h.32

59

Pupuh Faturrohman, Pengembangan Pendidikan Karakter, (Bandung: Refika Aditama, 2013), h.

98

Page 49: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

36

Menurut Mulyasa pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan

mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan

karakter dan akhlak mulia peserta secara utuh, terpadu dan seimbang

sesuai standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.60

Kemudian ia menambahkan bahwa pendidikan karakter sebagai proses

yang berkelanjutan tanpa akhir (never ending process), sehingga

menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (countinous

quality improvement), ditunjukkan pada terwujudnya sosok manusia

berkualitas dan memiliki daya saing.

Menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara lain :

a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai

manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan

bangsa

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religius

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi

manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai

lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan

persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh

kekuatan.61

Pendidikan karakter idealnya harus diimplementasikan secara utuh

agar dapat membantu siswa dalam hal mengidentifikasi nilai-nilai positif

60 Muhammad Jafar Anwar, Membumikan Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Suri Tatu‟uw,

2015), h. 34

61

Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Nilai & Etika di Sekolah, (Jakarta:

Ar-Ruzz Media, 2012), h. 24

Page 50: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

37

bagi diri sendiri serta orang lain, mampu berkomuniaksi secara terbuka

dan jujur dengan orang lain, dan mampu berpikir rasional dan memiliki

kesadaran emosional terhadap pola tingkah laku diri sendiri. Dalam hal ini

tujuan pendidikan karakter adalah membentuk kepribadian manusia

seutuhnya.62

3. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi, mengembangkan potensi dasar agar

berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. Memperkuat dan

membangun perilaku bangsa yang multikultur. Selanjutnya dilakukan

perbaikan terhadap perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku

yang sudah baik. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam

pergaulan dunia.63

Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, diantaranya ialah:

a. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan

karakter membentuk dan mengembangkan potensi siswa agar

berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku sesuai yang

mencerminkan falsafah pancasila dan karakter bangsa.

b. Fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter

memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan,

masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan

bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara

dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri,

sejahtera dan bermartabat.

c. Fungsi penyaring. Pendidikan karakter memilah budaya bangsa

sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai

62 Jafar Anwar, Op. Cit, h. 34-35

63

Daryanto, Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta:

Gava Media, 2013), h. 45

Page 51: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

38

dengan nilai-nilai budaya bangsa dan karakter bangsa yang

bermartabat.64

Ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui pengukuhan pancasila

sebagai falsafah dan ideologi negara, pengukuhan nilai dan norma agama

konstitusional UUD 1945, penguatan komitmen bangsa Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI), penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai

dengan konsep Bhineka Tunggal Ika, serta penguatan keunggulan dan

daya saing bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks global.65

4. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan

Islam

Pendidikan Islam, khususnya pendidikan agama Islam (PAI)

mempunyai posisi yang penting dalam sistem pendidikan nasional.

Pendidikan agama menjadi materi yang wajib diajarkan pada setiap

sekolah. Pendidikan agama Islam pada prinsipnya memberikan

pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai spiritualitas pada peserta didik

agar menjadi manusia yang berakhlak, beretika serta berbudaya sebagai

bagian dari tujuan pendidikan nasional.66

Akhlak merupakan pilar utama dalam pendidikan Islam, hal ini sesuai

dengan latar belakang perlunya diterapkan pendidikan karakter di sekolah

sebagaimana tujuan pendidikan nasional untuk menciptakan generasi

bangsa yang bermutu dimulai dengan pembangunan karakter.

64 Binti Maunah, Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Kepribadian Holistik

Siswa, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun V, No. 1, April 2015, h.92

65

Yopi Fajar Suryadi, skripsi, Konsep Pendidikan Karakter Menurut KH. Zainuddin Fananie Dan

Implikasinya Pada Pendidikan Islam,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013), h. 21

66 Nur Ainiyah, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Jurnal Al-Ulum (Jurnal

Studi Islam), Vol. 13 Nomor 1, Juni 2013, h. 30

Page 52: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

39

Akhlak Islam menyuguhkan banyak nilai tentang karakter manusia,

baik yang bernilai baik maupun yang bernilai buruk. Pendidikan karakter

Islam tetap harus berpijak kepada konsep dan praktik-praktik berkarakter

yang dicontohkan oleh Nabi Saw melalui sikap dan perilaku sehari-hari

yang merupakan cerminan dari akhlak al-Qur‟an.67

Pendidikan karakter secara implementatif telah tertuang secara

eksplisit yang merupakan nilai-nilai utama dalam pendidikan Islam yang

diinternalisasikan pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat

sehingga terbentuklah kepribadian yang Islami.

Sebagaimana diungkapkan M. Arifin, bahwa pendidikan Islam adalah

sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk

memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai

Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kehidupannya.68

Untuk membangun manusia yang memiliki nilai-nilai karakter mulia,

secara umum, pendidikan Islam mengemban misi utama memanusiakan

manusia, yaitu menjadikan manusia mampu mengembangkan seluruh

potensi yang dimiliki sehingga berfungsi maksimal sesuai dengan al-

Qur‟an dan hadis Nabi Saw yang pada akhirnya akan terwujud manusia

paripurna (insan kamil).

Dalam al-Qur‟an penjelasan tentang pendidikan karakter

mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua karakter yang berlawanan.

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa

67 Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), h. 38

68

H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Isam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.10

Page 53: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

40

itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S Asy-

Syam: 8-10)69

Berdasarkan ayat tersebut, pada hakikatnya manusia adalah makhluk

yang memiliki dua dimensi dalam tabiatnya, potensi-potensi yang telah

tercipta sebelumnya dan melekat menjadi tabiat yang dalam kecendrungan

arahnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan memiliki kadar yang

sama akhirnya dijadikan acuan dasar pendidikan karakter.

Pada dasarnya tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk

peserta didik yang berakhlak mulia, sebagai wujud keimanannya kepada

Allah SWT dan wujud kepatuhannya kepada syariat Islam. Pendidikan

Islam mengutamakan penanaman budi pekerti dan akhlak mulia dalam

semua komponen kurikulumnya. Melalui pembiasaan dan pemaknaan

setiap nilai-nilai kebaikan, maka pendidikan karakter akan menjadi kokoh

dalam pelaksanaan pendidikan Islam dan menjadi pondasi berbangsa dan

bernegara.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Khoiruddin, dengan judul

“Pendidikan Karakter Menurut KH. Hasyim Asy‟ari (Studi

Kepustakaan dalam Kitab Adab al „Alim wa al-Muta‟allim)”. Skripsi

ini memfokuskkan pada persoalan-persoalan etika dalam mencari dan

menyebarkan ilmu semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT,

faktor pendukung dan penghambat pendidik dan tenaga kependidikan

dalam pendidikan, serta penelitian ini cendrung memaparkan sistem

nilai yang dibangun KH. Hasyim Asy‟ari dalam teori maupun praktik

pendidikan.70

69 Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid X h.676

70

Khoiruddin, tesis, Pendidikan Karakter Menurut K.H Hasyim Asy‟ari (Studi Kepustakaan dalam

kitab Adab al-Alim Wal Muta‟allim), (Ponorogo : 2016. tidak dipublikasikan, h.17

Page 54: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

41

2. Penelitian yang dilakukan oleh Roudhatul Jannah, dengan judul

“Pemikiran Hamka tentang Nilai-Nilai Pendidikan Budi Pekerti”.

Skripsi ini membahasakan budi pekerti sangat luas, tetapi sebenarnya

kalau dispesifikan yang dimaksud nilai pendidikan budi pekerti

terhadap Allah tidak lain adalah penanaman nilai pendidikan akidah,

nilai pendidikan budi pekerti terhadap diri sendiri tidak lain adalah

penanaman nilai pendidikan tasawuf, nilai pendidikan budi pekerti

terhadap orang tua tidak lain adalah penanaman nilai pendidikan

birrul walidain, dan nilai pendidikan budi pekerti terhadap orang lain

tidak lain adalah penanaman nilai pendidikan sosial.71

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman Zuhdi dengan judul,

“Pendidikan Akhlak KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy‟ari

(Studi: Analisis dan Komparatif)”. Skripsi ini lebih menekankan studi

komparatif mengenai konsep pendidikan akhlak KH. Ahmad Dahlan

dan KH. Hasyim Asy‟ari dilihat dari persamaan dan perbedaan antar

kedua tokoh yang sama-sama memiliki pengaruh yang kuat di tengah

masyarakat dalam kurung waktu yang bersamaan.72

4. Penelitian yang dilakukan oleh Sudin, dengan judul Pemikiran Hamka

tentang Moral. Penelitian ini berkaitan dengan keseluruhan pemikiran

Hamka, tidak terkecuali dalam bidang filsafat moral, dibangun di atas

sendi-sendi agama. Ia sangat menekankan pentingnya memperkuat

tauhid. Tauhid bagi Hamka, selain sebagai sumber moral juga sebagai

sumber kekuatan diri untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Baik buruknya perbuatan menurut Hamka ditentukan oleh sejauh

71

Roudathul Jannah, skripsi, Pemikiran Hamka tentang Nilai-Nilai Pendidikan Budi Pekerti.

Salatiga: STAIN, 2015), h.10 72 Rahman Zuhdi, Skripsi, Studi: Analisis dan Komparatif Pendidikan Akhlak KH. Ahmad Dahlan

dan KH. Hasyim Asy‟ari (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013), h. 9

Page 55: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

42

mana seseorang berpegang teguh pada keimanannya kepada Tuhan,

yang tidak lain adalah tauhid itu sendiri.73

Dengan demikian, kajian ini berbeda dari sisi substansi dan

signifikansinya, karena lebih menegaskan perbandingan pendidikan karakter

dari KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka dilihat dari konsep pendidikan secara

keseluruhan yang akan memberikan implikasi baik dari aspek teoritis maupun

praktis pendidikannya. Adapun penelitan yang mengkaji tentang

perbandingan pendidikan karakter perspektif dari kedua tokoh tersebut belum

ditemukan.

73 Sudin. Pemikiran Hamka Tentang Moral, Jurnal Esensia, Vol. XII, No. 2 ,Juli 2011

Page 56: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul Studi Komparasi Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

dan Hamka tentang Pendidikan Karakter ini dilakukan dari bulan Mei sampai

dengan Oktober 2016, waktu tersebut digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai berbagai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari referensi yang ada

di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian terutama yang

berkaitan dengan konsep pendidikan karakter dari kedua tokoh yang diteliti

sebagai penguat dalam penulisan skripsi ini. Data yang diperoleh kemudian

dianalisis sesuai dengan kebutuhan.

B. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,

dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada

gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan

mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.1

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu data yang

diperoleh (berupa kata-kata, gambar, perilaku) tidak dituangkan dalam

bentuk bilangan atau angka melainkan tetap dalam bentuk kualitatif,

1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendeketan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,

(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 6

Page 57: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

44

sifatnya menganalisa dan memberi pemaparan mengenai situasi yang

diteliti dalam bentuk uraian naratif.2

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan/library

research yakni mengumpulkan, menelaah dan mengkaji data atau karya

tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan

data yang bersifat kepustakaan3

Penguraian dari seluruh konsep yang dikemukakan oleh tokoh yang

akan diteliti menggambarkan penelitian ini menggunakan metode

komparasi, yakni membandingkan secara objektif dari pemikiran dua

tokoh mengenai substansi yang akan dikaji dalam tulisan ini.

Dalam metode komparasi menggunakan pendekatan historis dan

filosofis dalam mengungkapkan persamaan dan perbedaan serta kemudian

membandingkan pemikiran dari dua tokoh tersebut. Adapun pendekatan

yang dimaksud adalah :

a. Pendekatan Historis

Pendekatan historis merupakan pendekatan yang digunakan

untuk mengkaji, menjelaskan biografi (riwayat hidup) KH. Hasyim

Asy’ari dan Buya Hamka yang diperoleh dari berbagai literatur

khususnya yang berkaitan dengan pendidikan karakter.

b. Pendekatan Filosofis

Pendekatan filosofis adalah pendekatan yang digunakan untuk

mengkaji pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan Buya Hamka secara

kritis, evaluative, dan reflektif yang berkaitan dengan pendidikan

karakter.

2. Sumber Data Penelitian

2S.Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.39

3 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), h.60-61

Page 58: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

45

Untuk mendapatkan data yang valid, maka diperlukan sumber data

penelitian yang valid pula. Dilihat dari sumber datanya, maka penelitian

ini menggunakan data primer dan data sekunder. Sumber data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari obyek yang diteliti. Dalam hal

ini, karya-karya KH. Hasyim Asy’ari dan Buya Hamka berupa buku-buku,

cuplikan dan naskah.

Adapun karya monumental dari KH. Hasyim Asy’ari yang menjadi

masterpiece dalam bidang pendidikan adalah kitab Adab al-‘Alim wa al-

Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi Ahwal Ta’limih wama

Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat Ta’limih yang banyak dikaji

isinya mengenai pendidikan karakter, yang menjelaskan karakter bagi para

pelajar dan pendidik. Kemudian karya Buya Hamka yang meliputi

Lembaga Budi, Lembaga Hidup, Falsafah Hidup turut menjadi sumber

rujukan.

Sedangkan data sekunder merupakan data-data yang mendukung data

primer, yaitu buku-buku atau literatur yang relevan dengan penelitian ini.

Data sekunder yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah buku-

buku, jurnal, skripsi, tesis, yang mengkaji pemikiran kedua tokoh tersebut

yang berhubungan dengan pendidikan karakter.

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Studi Dokumenter, yaitu studi yang dilakukan untuk mempelajari

dan mengkaji informasi dari sumber data yang telah terkumpul,

kemudian dijadikan dokumen. Dokumen lalu dibaca dan dipahami

secara keseluruhan. Dalam proses ini, data-data yang menjadi

Page 59: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

46

fokus penelitian dikelompokan secara sistematis selanjutnya

dilakukan analisis komparatif.

b. Studi Kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan penelusuran

pustaka dengan membaca dan mencatat literatur yang berkaitan

dengan masalah yang dibahas melalui riset kepustakaan untuk

memperoleh data dari bahan bacaan seperti buku, artikel, jurnal,

ensiklopedi, biografi, dan sebagainya.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul secara lengkap, selanjutnya yang penulis

lakukan adalah membaca, meneliti, menyeleksi, mempelajari dan

mengklasifikasi data-data yang relevan yang mendukung pokok bahasan

untuk selanjutnya penulis analisis dan dideksripsikan dalam satu

pembahasan yang utuh.

D. Analisis Data

Dalam menganalisis data, metode yang digunakan adalah analisis

deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat

mengenai objek penelitian disertai argumen-argumen. Kemudian menguraikan

data yang dibahas dengan mendeksripsikan secara sistematis dan

diformulasikan sedemikian rupa hingga pada suatu kesimpulan yang

komprehensif.

Page 60: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. KH. Hasyim Asy’ari

1. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’ari

KH. Muhammad Hasyim Asy’ari adalah pendiri pesantren Tebu Ireng,

tokoh ulama pendiri organisasi NU. Ia lahir di Gedang, desa Tambakrejo 2

km ke arah utara kota Jombang Jawa Timur, pada hari selasa kliwon, 24

Dzulqaidah 1287 H bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Putra ketiga

dari 11 bersaudara pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Kiai Asy’ari

adalah menantu Kiai Utsman, pengasuh pesantren Gedang. Dari jalur

ayah, nasab kiai Hasyim bersambung kepada Maulana Ishak hingga Imam

Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir. Sedangkan, dari jalur ibu,

nasabnya bersambung kepada Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng), yang

berputra Karebet atau Jaka Tingkir. Jaka Tingkir adalah raja Pajang

pertama (1568 M) dengan gelar Sultan Pajang atau pangeran Adiwijaya.1

KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 dini

hari bertepatan dengan 7 Ramadhan tahun 1366 H dalam usia 79 tahun.

Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri yang mengajarkan ilmu-ilmu al-

Qur’an dan beberapa literatur keagamaaan. Sejak kecil kiai Hasyim sudah

dikenal kegemarannya dalam membaca. Boleh jadi inilah yang menurun

pada cucunya KH. Abdurrahman Wahid yang menjadi kutu buku.

Ketokohannya tidak sekedar dalam bidang sosial, pendidikan dan

keagamaan melainkan juga dalam bidang kenegaraan. Kehadirannya di

ranah politik memberikan sumbangsih besar bagi tercapainya

kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam hal ini, berdasarkan keputusan

1 Mubarok Yasin, Fathurrahman Karyadi, Profil Pesantren Tebu Ireng, (Jombang: Pustaka

TebuIreng, 2011), h. 38

Page 61: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

48

Presiden No. 29/1964 kiai Hasyim Asy’ari yang bergelar Hadrat Asy-

Syaikh diakui sebagai pahlawan nasional.2

2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya

sendiri. Terutama pendidikan keagamaan. Ia mula-mula belajar ilmu

tauhid, fiqh, tafsir dan bahasa arab. Karena kecerdasannya, maka dalam

usia 13 tahun, Hasyim sudah menguasai materi pelajaran yang diajarkan

oleh guru dan ayahnya serta mulai membantu ayahnya mengajar para

santri senior.

Rasa dahaga akan ilmu pengetahuan, membuat Hasyim menjadi

seorang pengelana ilmu. Ia melanjutkan pendidikannya di berbagai

pondok pesantren khususnya di pulau Jawa seperti pesantren Wonokoyo,

Siwalan Buduran, Trenggilis, Langitan, Bangkalan, Demangan dan

Sidoarjo. Selama di pondok pesantren Sidoarjo, kiai Ya’kub selaku

pimpinan pondok merasa sangat tertarik dengan kecerdasan Hasyim dan

berfirasat bahwa ia kelak akan menjadi pemimpin besar dan sangat

berpengaruh. Karena itulah ia menjodohkan Hasyim Asy’ari dengan

putrinya, Nafisah. Pada tahun 1892, tepatnya berusia 21 tahun KH.

Hasyim Asy’ari menikah dengan Nafisah putri kiai Ya’kub.3

Setelah menikah, KH. Hasyim Asy’ari bersama istri segera melakukan

ibadah haji. Sekembalinya dari tanah suci, mertua KH. Hasyim

menganjurkannya untuk menuntut ilmu di Makkah. Karena didorong oleh

keinginan pada saat itu bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup

ilmunya apabila belum belajar di Makkah selama bertahun-tahun.

2Aguk Irawan MN, Penakluk Badai Novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Kalam

Nusantara, 2016), pengantar xxiii

3 Salahuddin Hamid, Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia, (Jakarta:

Intimedia, 2003), h. 2

Page 62: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

49

Pasca menikah, kiai Hasyim bersama istri dan mertuanya bermukim di

Makkah. Ketika tepatnya tujuh bulan menetap disana, istrinya melahirkan

seorang anak laki-laki dan diberi nama Abdullah. Akan tetapi, beberapa

hari setelah melahirkan, istri yang dicintainya meninggal dunia, disusul

putranya selang kurang empat puluh hari. Sungguhpun ia mendapatkan

cobaan bertubi-tubi, hal ini tidak mematahkan semangatnya dalam

menuntut ilmu.4

Dalam perjalanan menuntut ilmu di Makkah, ia bertemu dengan

beberapa tokoh terkenal dan dijadikannya sebagai guru. Diantaranya

adalah Syeikh Mahfudz al-Tarmisi seorang putra KH. Abdullah bin Abdul

Manan pemimpin pesantren Tremas yang sama-sama pernah belajar di

pesantren Darat Semarang. Syeikh Mahfudz lebih terkenal sabagai ahli

hadits Bukhari. Dari gurunya ini, KH. Hasyim Asy’ari memperoleh ijazah

sebagai pengajar Shahih Bukhari.

Selanjutnya KH. Hasyim Asy’ari berguru kepada Syaikh Ahmad

Khatib Minangkabawi, seorang hartawan yang mempunyai hubungan baik

dengan penguasa Makkah, serta berguru kepada Syeikh al-Allamah Abdul

Hamid al-Darustani dan Syaikh Muhammad Syuaib al-Maghribi. Dan

masih banyak lagi lainnya.

Diantara ilmu agama yang dipelajari oleh KH. Hasyim Asy’ari selama

di Makkah antara lain, fiqh dengan konsentrasi mazhab Syafi’i, tauhid,

tafsir, ulumul hadits, tasawuf, dan ilmu alat (nahwu, sharaf, mantiq,

balaghah, dan lain-lain).

Selama kurang lebih tujuh tahun menuntut ilmu di Makkah, membuat

KH. Hasyim Asyari memiliki kecakapan tersendiri, terutama dalam

pengetahuan agama. Ia memutuskan pulang ke tanah air, dengan

membawa bekal keteguhan iman dan kematangan jiwa untuk berjuang

4 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h.16-17

Page 63: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

50

menegakkan agama. Setelah kembalinya ke kampung halaman, ia mula-

mula mengajar di pesantren milik kakeknya kiai Usman, tetapi tidak lama

kemudian ia mulai merintis pendirian pesantren sendiri yang diberi nama

Tebu Ireng di Jombang.5

Dalam pendidikan pesantren, KH. Hasyim Asy’ari membawa

perubahan dan pembaruan dengan mengenalkan sistem belajar madrasah

dan memasukan kurikulum pendidikan umum, di samping pendidikan

keagamaan. Sebelumnya, Tebu Ireng hanya menggunakan sistem

pengajian sorogan dan bandongan atau dikenal dengan sistem halaqah.

Patut diketahui bahwa sistem madrasah merupakan sesuatu yang relatif

baru dalam dunia pesantren pada saat itu.6

3. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari

Karya-karya kiai Hasyim banyak merupakan jawaban atas berbagai

problematika kehidupan masyarakat. Beliau merupakan penulis yang

produktif disamping aktif mengajar, berdakwah dan berjuang. Adapun

karya-karya kiai Hasyim Asy’ari diantaranya :

a. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqatha’ah al-Arham wa al Aqarib wa al-

Ikhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim. Bahaya dan

pentingnya interaksi sosial.

b. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jamu’iyyah Nahdatul Ulama.

Pembukaan undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi

Nahdatul Ulama. Berisikan ayat-ayat Qur’an yang berkaitan dengan

Nahdatul Ulama’ dan dasar-dasar pembentukannya disertai dengan

hadis dan fatwa-fatwa Kiai Hasyim tentang berbagai persoalan.

5 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta: Ittaqa Press,

2001), h. 9

6 Ibid, h.20

Page 64: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

51

c. Risalah fi Ta’kid al-Akhdz bi Madzhab al-A’immah al Arba’ah.

Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat. Berisikan

tentang perlunya berpegang kepada salah satu diantara empat mazhab

(Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali). Di dalamnya juga terdapat

uraian tentang metodologi penggalian hukum (istinbath al-ahkam),

metode ijtihad, serta respon atas pendapat Ibn Hazm tentang taqlid.

d. Mawaidz. Beberapa nasihat, berisikan fatwa dan peringatan tentang

merajalelanya kekufuran, mengajak merujuk kembali kepada al-

Qur’an dan hadis, dan lain sebagainya.

e. Arbain Haditsan Tata’allaq bi Mabadi’ Jami’Iyah Nahdhatul Ulama’.

40 hadis yang terkait dengan dasar-dasar pmbentukan Nahdatul

Ulama’.

f. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin. Cahaya yang jelas

menerangkan cinta kepada pemimpin para rasul. Berisi dasar

kewajiban seorang muslim untuk beriman, menaati, meneladani, dan

mencintai Nabi Muhammad Saw.

g. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al Munkarat.

Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang

dicampuri dengan kemungkaran.

h. Risalah Ahli Sunnah Wal-Jama’ah fi Hadits al-Mauta wa Syarat as-

Sa’ah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah. Risalah Ahl Sunnah

Wal-Jama’ah berisikan tentang hadis-hadis yang menjelaskan

kematian, tanda-tanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan

bid’ah.

i. Ziyadat Ta’liqat a’la Mandzumah as-Syekh ‘Abdullah bin Yasin al-

Fasuruani. Catatan seputar nadzam Syeikh Abdullah bin Yasin

Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin

Yasin. Dan di dalamnya terdapat fatwa-fatwa Kiai Hasyim yang

berbahasa Jawa.

Page 65: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

52

j. Dhau’ul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang

benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah

secara syar’i, hukum-hukum, syarat, rukun dan hak-hak dalam

perkawinan.

k. Ad-durrah al-Muntasyiroh Fi Masail Tis’a ‘Asyarah. Mutiara yang

memancar dalam menerangkan 19 masalah. Berisikan kajian tentang

wali dan thariqah dalam bentuk tanya jawab sebanyak 19 masalah.

l. Al-Risalah fi al-‘Aqaid. Berbahasa Jawa, berisikan kitab kajian tauhid.

Jawaban atas berbagai problematika masyarakat yang belum paham

persoalan tauhid atau aqidah.

m. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tasawuf, penjelasan

tentang ma’rifat, syariat, thariqah, dan hakikat. Ditulis dengan bahasa

Jawa, dicetak bersama kitab Al-Risalah fi al-‘Aqaid

n. Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaju ilaih al-Muta’allim fi

Ahwal Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih al-Muallim fi Maqat

Ta’limih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi

para pelajar dan pendidik.7

4. Pemikiran Pendidikan Karakter KH. Hasyim Asy’ari

Pemikiran pendidikan berkembang sejak masa awal Islam hingga

sekarang. Ciri khas sebuah pemikiran dipengaruhi oleh konstruk sosial

politik dan keagamaan, sehingga sebuah pemikiran atau literatur dengan

keadaan sosial ketika itu memiliki korelasi yang signifikan. Artinya,

lingkungan sosial masyarakat dan pengalaman pribadi akan

mempengaruhi pola pikirnya.

Situasi pendidikan pada masa KH. Hasyim Asy’ari mengalami

perubahan dan perkembangan pesat dari kebiasaan lama (tradisional) ke

7 Aguk Irawan MN, Penakluk Badai Novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Kalam

Nusantara, 2016), h.672-675

Page 66: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

53

dalam bentuk pendidikan yang semakin modern, hal ini dipengaruhi oleh

sistem pendidikan imperialis Belanda yang semakin kuat di Indonesia.8

Berikut ini, akan dijelaskan lebih mendalam mengenai pemikiran KH.

Hasyim Asy’ari tentang konsep pendidikan karakter yang terdiri dari

makna dan tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, dan paradigma

pendidikan karakter.

a. Pendidikan

Karakter pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari dapat

digolongkan ke dalam garis mazhab Syafi’iyyah. Sebagai buktinya

adalah ia sering kali mengutip tokoh-tokoh Syafi’iyyah, termasuk

Imam al-Syafi’i sendiri. Hal ini dimungkinkan oleh faktor bahwa

pengalaman pendidikan, terutama pengajaran di beberapa

pesantren Jawa didominasi oleh kitab-kitab menurut mazhab

Syafi’i.9

Adapun hal lain yang menjadi kecendrungan pemikiran

pendidikan KH. Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-

nilai estetika yang bernafaskan sufistik. Oleh karenanya pandangan

tentang pendidikan selalu berorientasi pada landasan Islam yang

bersumber pada wahyu dan pendekatan diri melalui cara sufi.

Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengartikan bahwa yang menjadi

sentral pendidikan adalah hati.

Signifikansi pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari adalah

upaya memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa

taqwa (takut) kepada Allah SWT, dengan benar-benar

mengamalkan segala perintah-Nya mampu menegakan keadilan di

muka bumi, beramal saleh dan maslahat, pantas menyandang

8 Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h.25

9 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h. 60

Page 67: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

54

predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi

derajatnya dari segala jenis makhluk Allah lainnya.10

KH. Hasyim Asy’ari berpendapat fitrah manusia dan

lingkungan sama-sama saling mempengaruhi dalam membentuk

kepribadian seseorang. Hal ini dinilai bahwa pendidikan banyak

memberikan andil dalam rangka memperbaiki, menyempurnakan

dan mendidik moral manusia. Oleh karenanya, kiai memberikan

perhatian khusus dalam mendidik akhlak melalui pendidikan budi

pekerti.11

b. Tujuan Pendidikan

Tujuan merupakan penentuan sasaran yang ingin dicapai.

Dalam pendidikan tujuan menjadi hal yang sangat mendasar, sebab

peranan tujuan paling penting yang harus dirumuskan dalam

menentukan arah proses pendidikan.

Tujuan utama ilmu pengetahuan yang sesungguhnya menurut

KH. Hasyim Asy’ari adalah mengamalkan ilmu dalam tingkat

lebih praktis, yakni dengan memanifestasikan dalam bentuk

perbuatan. Perbuatan-perbuatan yang didasarkan atas ilmu

pengetahuan akan memberi kemanfaatan tersendiri yang menjadi

bekal dalam kehidupan di akhirat.12

Ada tiga dimensi yang hendak dicapai dalam konsep

pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, diantaranya dimensi keilmuan,

pengamalan dan religius. Dimensi keilmuan, berarti peserta didik

diarahkan untuk selalu mengembangkan keilmuannya, tidak saja

keilmuan agama melainkan pengetahuan umum. Peserta didik

dituntut bersikap kritis dan peka terhadap lingkungan.

10 Rohinah, Op.cit, h. 18

11

Ibid., h.30

12 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h. 44

Page 68: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

55

Dimensi pengamalan peserta didik bisa mengaktualisasikan

keilmuannya untuk kebaikan bersama dan bertanggung jawab

terhadap anugrah keilmuan dari Allah. Adapun dimensi religius,

adalah hubungan antara Tuhannya tidak sekedar ritual keagamaan

melainkan menyandarkan segalanya untuk mencari Ridha Allah.13

Dalam menetapkan tujuan pendidikan, sesunggguhnya KH.

Hasyim Asy’ari tidak lepas dari konsep Islam yang menjadi

sandaran berfikirnya yang mengharuskan pendidikan mencapai

dua hal. Pertama, mendorong manusia untuk mengenal Tuhannya

sehingga sadar dengan penuh keyakinan untuk menyembah-Nya.

Kedua, mendorong manusia untuk memahami sunnah Allah di

alam semesta yang bertugas sebagai khalifah fil ardh.14

Sehingga, bila dicermati bahwa tujuan pendidikan menurut

KH. Hasyim Asy’ari adalah menjadi insan purna yang bertujuan

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan, insan purna yang

bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh

karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan

melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya sekedar

menghilangkan kebodohan.

c. Pendidik

Menurut KH. Hasyim Asy’ari pendidik adalah ulama. Bahwa

ulama sebagai simbol manusia secara umum dijadikan tipologi

makhluk terbaik (khair al-bariyyah), sehingga derajatnya setingkat

lebih rendah di bawah nabi.15

KH. Hasyim Asy’ari melihat ulama

sebagai makhluk yang memiliki kedekatan kepada Tuhan dan

13 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta: Ittaqa Press,

2001), h.104

14 Rohinah, Op.,cit, h. 18

15

Suwendi, Op.,cit, h.65

Page 69: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

56

senantiasa mengembangkan pikirannya sebagai potensi yang luar

biasa dan adanya kesungguhan mencari ilmu harus diarahkan.

Pendidik sebagai orang yang mempunyai kapasitas keilmuan

patut diprioritaskan daripada peserta didik, mengingat kedudukan

pendidik sebagai ulama atau ahl al-ilm sangat dekat (taqwa) dan

derajatnya lebih tinggi dibanding ahli ibadah. Dalam hal ini, kiai

Hasyim berkeyakinan bahwa orang yang mampu menunjukkan

integritas ketuhanan dalam berperilaku sosial adalah makhluk

Tuhan yang terbaik. Sehingga, segala usaha keras dalam

pencapaian keilmuan dan sosial harus mencerminkan nilai-nilai

yang luhur dan segalanya disandarkan kepada Allah SWT.

KH. Hasyim Asy’ari memandang pendidik sebagai pihak yang

sangat penting dalam pendidikan. Baginya, pendidik adalah sosok

yang mampu mentransmisikan ilmu pengetahuannya di samping

pembentuk sikap dan etika peserta didik.16

Dilihat dari peran seorang pendidik menjadi sangat penting

dalam memperhatikan nilai-nilai moral dan etis, KH. Hasyim

Asy’ari tampak berusaha untuk menekankan bahwa pendidik

merasa berkewajiban untuk memberikan arahan-arahan dan nasihat

yang berarti bagi peserta didik untuk membiasakan sikap hidup

yang berlandaskan akhlakhul karimah dan membimbing peserta

didik menuju jalan yang diridhai Allah.17

Menurut KH. Hasyim Asy’ari seorang guru atau ulama yang

mengajarkan ilmu hendaknya mempunyai niat yang tulus, tidak

mengharapkan materi semata. Di samping itu, guru hendaknya

mampu menyesuaikan antara perkataan yang diucapkan di hadapan

16 Rijaluddin, Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam UHAMKA, 2008),

h.183

17 Ibid.,h.35

Page 70: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

57

peserta didik dengan tindakan perilaku yang diperbuat, sehingga

tidak sekedar hanya menyampaikan belaka.

Kriteria pendidik dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari

adalah, menjaga akhlak dalam pendidikan. Tidak hanya peserta

didik yang dituntut berkarakter baik, apalah artinya etika hanya

diterapkan pada peserta didik, jika guru yang mendidiknya tidak

mempunyai akhlak mulia.

Oleh karena itu, kiai Hasyim juga menawarkan beberapa etika

yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, antara lain senantiasa

mendekatkan diri kepada Allah, tidak menggunakan ilmunya untuk

meraih keduaniawian semata, karena akan merendahkan

keagungan ilmu, menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak disukai

Allah, menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu

pengetahuan, tidak menggunakan ilmu dengan cara

menyombongkannya.18

d. Peserta didik

KH. Hasyim Asy’ari mengharuskan peserta didik untuk patuh

dan tunduk pada anjuran dan perintah pendidik. Bahkan, meskipun

pendidik itu salah maka tetap harus diikuti. Kepatuhan peserta

didik dalam segala hal, merupakan kemestian. Sebab, kesalahan

yang ada pada pendidik lebih baik daripada kebenaran yang

dimiliki peserta didik. Selain itu, peserta didik tidak dibenarkan

mempunyai gagasan yang berlawanan dengan pendidik.19

Bagi peserta didik untuk tekun dan giat belajar dalam proses

mengoptimalkan potensi akal sebagai pemberian Tuhan yang

sangat istimewa. KH. Hasyim Asy’ari menganggap ilmu adalah

18 Sururin, Etika Pendidik dan Peserta didik menurut KH. Hasyim Asy’ari, Tahdzib Jurnal

Pendidikan Agama Islam Vol. III, No. 1, Januari 2009, h.50

19 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h.79

Page 71: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

58

sebuah anugrah yang sangat agung dan mencarinya merupakan

ibadah, karenanya peserta didik hendaknya membersihkan dirinya

dari segala perbuatan dan sifat tercela, ilmu yang suci juga

didekatkan oleh orang yang suci hatinya sehingga bermakna.

Niat bagi para penuntut ilmu hendaknya didasari oleh motivasi

semata-mata demi kepentingan Allah, tidak bertujuan duniawi atau

untuk kepentingan pribadi, mengamalkan ilmu, menghidupkan

syari’at, menerangi hati, menghias nurani, meluaskan daya berpikir

intelektual dan menjaga kesucian jiwa untuk mencapai ridho

Allah.

Peserta didik dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin

untuk belajar secara efektif. Waktu tersebut digunakan untuk

mempertajam pengetahuan. Pemanfaatan waktu lebih jelas

diperinci oleh KH. Hasyim Asy’ari antara lain waktu sahur untuk

menghafal, pagi untuk membahas dan diskusi, tengah siang untuk

menulis, dan malam untuk diskusi dan mengkaji ulang.20

e. Pendidikan Karakter

KH. Hasyim Asy’ari meyakini bahwa dalam meluruskan

karakter dan mendidik akhlak melalui pendidikan budi pekerti

adalah sebuah keniscayaan. Bahkan lebih lanjut dijelaskan

operasional pendidikan pada hakikatnya adalah proses saling

mempengaruhi antara fitrah dengan lingkungan. Dengan demikian,

peran pendidikan di samping berfungsi dalam mengembangkan

kreatifitas dan produktifitas, juga berperan besar dalam upaya

mengembangkan nilai-nilai, baik nilai-nilai insani maupun nilai-

nilai ilahi.21

20 Ibid, h. 90

21

Rijaluddin, Bunga Rampai Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam UHAMKA, 2008),

h.27

Page 72: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

59

Dalam proses belajar mengajar, agar mencapai tujuan yang

diharapkan, dengan cara mengaplikasikan perilaku-perilaku yang

luhur. Segala kondisi yang terjadi, peserta didik senantiasa

meresponnya dengan kebaikan budi dan akhlaq al-karimah.

Pembiasaan ini menjadi keharusan tersendiri bagi peserta didik

untuk mencapai tujuan belajarnya. Sehingga, pada akhirnya

kegiatan belajar memiliki makna dan mempunyai nilai mulia yang

mampu mengantarkan pelajar pada derajat yang lebih tinggi.22

Pendidikan karakter mempengaruhi fitrah manusia dengan

lingkungannya. Berada di tengah lingkungan rumah, sekolah

maupun masyarakat akan membentuk integritas kepribadian anak,

dan anak itu sendiri harus mampu menyaring nilai-nilai karakter

yang nantinya akan dipergunakan untuk kehidupannya. Dalam hal

ini, bagi peserta didik dan pendidik hendaknya meluruskan niat

dan memperhatikan etika (adab) yang mencerminkan budi pekerti

luhur dan segalanya disandarkan kepada Allah SWT.

Dengan demikian, dalam proses mencari dan menyebarluaskan

ilmu dilihat dari tujuan utamanya adalah mengharapkan ridho

Allah semata. Sehingga pentingnya usaha yang mendorong

terbentuknya karakter positif dalam perilaku manusia adalah

menghayati nilai-nilai luhur yang dianggap baik dan berpegang

teguh pada ketauhidan.

Sebelum pemerintah mencanangkan pendidikan karakter, jauh

sebelum itu KH. Hasyim Asy’ari telah terlebih dahulu menerapkan

nilai-nilai karakter pada kegiatan pendidikan di pesantren. Tahap

awal pendirian pesantren Tebu Ireng yang bersifat mandiri adalah

salah satu dari sekian banyak nilai-nilai yang dikembangkan

22 Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h.22

Page 73: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

60

pesantren. Kemudian pada saat perjuangan mengusir penjajah

peran KH. Hasyim Asy’ari sebagai ulama pejuang turut

berkontribusi dalam menanamkan rasa cinta tanah air kepada para

santri guna untuk menegakan jihad dalam merebut kemerdekaan

bangsa Indonesia.

Pesantren dalam hal ini sebagai lembaga pendidikan dipandang

berhasil membentuk karakter positif para santri, karena

menerapkan pendidikan yang holistik, berupa tarbiyah

(pembelajaran) yang meliputi ta’lim (pengajaran) dan ta’dib

(pembentukan karakter atau kedisiplinan).23

B. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)

1. Riwayat Hidup Hamka

Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Lahir di

desa Tanah Sirah, Sungai Batang di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat

pada tanggal 17 Februari 1908 atau bertepatan dengan 14 Muharram 1326

H dari pasangan Haji Abdul Karim Amrullah dan Shafiyah Tanjung binti

Haji Zakaria. Hamka dibesarkan dari sebuah keluarga yang taat beragama.

Ayahnya sering disebut Haji Rasul pernah belajar agama di Makkah yang

merupakan seorang ulama besar dan pembawa paham pembaharuan Islam

di Minangkabau, pelopor kebangkitan kaum muda dan tokoh

Muhammadiyah yang sangat berpengaruh. Ia hidup dan berkembang

dalam struktur masyarakat Minangkabau yang menganut sistem

matrineal.24

Hamka begitu ia disapa dikenal sebagai pribadi lembut namun

berkarakter, sosok halus tapi berprinsip, dan tokoh modernis yang

23 Lanny Octavia, Ibi Syatibi, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:

Yayasan Rumah Kita Bersama, 2014), h.10

24 Abdul Rouf, Dimensi Tasawuf HAMKA, (Selangor: Piagam Intan SDN.BHD, 2013), h.18-19

Page 74: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

61

kharismatik. Dakwahnya sejuk menyirami dahaga spiritual. Karya-

karyanya hidup mengurai berbagai problematika masyarakat, dapat

memberi solusi bagi kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga,

merekat sekat-sekat dan jurang pemisah dalam tatanan sosial, bahkan

mengkompromikan kesenjangan hubungan yang sering terjadi antara

pemerintah dan rakyat tanpa harus kehilangan jati diri.25

Ia wafat pada hari Jum’at 24 Juli 1981, pukul 10 lewat 37 menit di

Rumah Sakit Pertamina Jakarta dalam usia 73 tahun dan dikebumikan di

TPU Tanah Kusir.26

2. Latar Belakang Pendidikan Hamka

Masa kanak-kanak Hamka tidak jauh berbeda dengan anak seusianya

yaitu ingin bermain bebas dan mencari jati dirinya, tapi hal ini terkadang

dikekang oleh sifat oteriter sang ayah yang menginginkan Hamka menjadi

ulama besar sepertinya, sehingga membuat Hamka merasa tidak

menyenangkan. Sejak kecil, Hamka telah diajarkan langsung dasar-dasar

agama oleh ayahnya. Pada usia enam tahun ia dibawa ayahnya pindah ke

Padang Panjang. Sewaktu berusia tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah

desa di pagi hari dan malam harinya ia belajar mengaji al-Qur’an dengan

ayahnya sampai khatam.27

Dua tahun kemudian Hamka meneruskan belajar agama di sekolah

Diniyah Padang Panjang yang didirikan oleh Zainudin Labay el Yunuisi,

dan dilanjutkan pada malam harinya belajar mengaji di surau di samping

itu juga belajar pada ayahnya.28

Setelah itu, ayahnya memasukan Hamka

25 Shobahussurur, Pembaruan Pendidikan Islam Perspektif Hamka, Jurnal TAQAFAH, vol.5,

No.1, Jumadal ula,1430. h.82

26 Hamka, Irfan, Ayah, (Jakarta: Republika, 2014), h. 279

27

Ramayulis & Nizar, Syamsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press

Group, 2005), h. 261

28 Abdul Rouf., Op.cit, h.36

Page 75: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

62

ke pondok pesantren Sumatra Thawalib di Parabek. Alasannya, karena

intitusi tersebut dianggap sebagai tempat pendidikan terbaik dan modern

pada saat itu dan ayahnya merupakan salah satu guru di intitusi tersebut.

Meskipun dikatakan modern, kurikulum dan bahan pelajaran masih

menggunakan cara lama, dengan keharusan menghafal merupakan ciri

utama sekolah ini. Hal ini membuat Hamka cepat bosan dan merasa

pusing kepala. Oleh karena itu, ia tidak menyelesaikan sekolahnya secara

tuntas, ia hanya mengikuti pendidikan tersebut selama empat tahun dari

masa pendidikan yang seharusnya tujuh tahun.29

Akhirnya Hamka banyak menghabiskan waktu untuk belajar otodidak

di perpustakaan milik gurunya, Zainuddin Labay. Hamka banyak

membaca berbagai literatur yang ada di perpustakaan tersebut, mulai dari

buku-buku agama, filsafat, sampai sastra. Dengan membaca buku-buku,

cakrawala pemikiran Hamka semakin luas sehingga timbul motivasi

kegairahannya terhadap ilmu.

Dengan membaca buku-buku tersebut, membuat Hamka semakin

kurang puas dengan pelaksanaan pendidikan yang ada. Kegelisahan

intelektual yang dialaminya telah menyebabkan ia berkeinginan untuk

merantau guna menambah wawasannya. Ia memutuskan untuk ke

Yogyakarta, tinggal bersama pamannya, Ja’far Amrullah. Kemudian

Hamka mulai berkenalan dengan organisasi Muhammadiyah dan Serikat

Islam. sehingga ia bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, R.M.

Suryopranoto, H. Fachruddim, dengan HOS. Tjokroaminoto, Mirza Wali

Ahmad Baig, A. Hasan Bandung, Muhammad Natsir dan AR. Sutan

Mansur yang dijadikannya mereka guru.30

Ide-ide gerakan ini banyak

mempengaruhi pembentukan pemikiran Hamka tentang Islam sebagai

29 Ibid., h.38-39

30

Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 101

Page 76: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

63

sesuatu yang hidup dan dinamis yang ia lihat terdapat perbedaan di

Minangkabau yang bersifat statis dan tradisional.

Kemudian Hamka melanjutkan perjalanan ke Pekalongan, belajar

bersama iparnya, AR. Sutan Mansur tentang filsafat Islam dan juga

politik. Ia mulai mengenal paham Jamaluddin al-Afghani, Muhammad

Abduh, dan Rasyid Ridha, yang berupaya mendobrak kebekuan umat.

Segala kemajuan dalam hidup Hamka ia menyadari bahwa gurunya AR.

Sutan mansyur adalah yang banyak memberikan tuntunan dan sangat

berpengaruh.31

Setelah setahun berkelana di pulau Jawa, ia kembali pulang

ke Maninjau dengan membawa semangat baru tentang Islam.

Pada usia 17 tahun telah tampak dalam jiwa Hamka semangat dan

kesadaran untuk mengenalkan wawasan Islam yang modernis. Lalu ia

membuka kursus pidato untuk teman-temanya di surau Jembatan Besi.

Hasil kumpulan naskah pidato ia cetak menjadi sebuah buku dengan judul

Khatib al- Ummah.32

Berawal dari sinilah kemampuan menulisnya mulai dikembangkan. Ia

banyak menulis pada majalah seruan Islam, menjadi koresponden di

harian Pelita Andalas. Ia juga diminta untuk membantu pada harian

Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah Yogyakarta. Berkat

kepiawaiannya dalam menulis, Hamka diangkat sebagai pemimpin

majalah kemajuan Zaman.33

Di samping kegiatan menulisnya, Hamka sering diajak oleh ayahnya

untuk memberi tausiyah di setiap acara yang dihadiri oleh masyarakat

Padang Panjang. Namun, beliau mendapat celaan dan kritikan yang cukup

mengecewakan dari masyarakat hanya karena penggunaan bahasa

Arabnya tidak mengenal Nahwu dan Shorof. Mereka menilai bahwa

31 Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), Pengantar Prof. Dr. Hamka, h.

xiiii

32

Susanto, Op.cit, h.102

33 Ibid, h. 102

Page 77: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

64

Hamka hanya pandai berpidato saja. Untuk itu, Hamka merasa tidak

dibutuhkan lagi di Padang Panjang, ia memutuskan untuk mantap ke

Makkah, menimba ilmu agama lebih dalam.34

Setelah bermukim di Makkah selama kurang lebih tujuh bulan, Hamka

pulang ke tanah air dengan menyandang gelar haji. Karena pengalaman

hidup yang telah membentuk jiwa Hamka, ia mulai mengarang kisah-

kisah perjalanan hidupnya. Dan dengan kemampuan bahasa Arab yang

semakin lancar beliau terus menyebarkan ajaran Islam. Jalan dakwah

Islam menjadikan Hamka sebagai seorang ulama dan sastrawan yang

cukup dikenal baik di dalam negeri maupun di luar.

3. Karya-karya Hamka

Hamka bukan hanya memiliki kemajuan berpikir dalam hal ceramah

agama melalui berbagai mimbar, tetapi beliau juga merefleksikan

kebebasan berpikir yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Tidak heran

orientasi pemikirannya meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti teologi,

tasawuf, filsafat, pendidikan Islam, sejarah Islam, fiqh, sastra, tafsir dan

otobiografi. Sebagai penulis yang produktif Hamka menulis puluhan buku

yang tidak kurang dari 118 karya tulisan yang telah dipublikasikan.

Adapun beberapa karya-karya Hamka diantaranya :

a. Khatibul Ummah, diterbitkan tahun 1927 di Padang Panjang. Buku

ini berisi tentang kumpulan pidato pada lembaga pendidikan yang

ia dirikan di Padang Panjang.

b. Lembaga Hidup, Lembaga Budi berbicara tentang dunia

pendidikan.

c. Tasawuf Modern dan Filsafat Hidup, berisi tentang kaidah-kaidah

dalam pergaulan hidup.

34 Hamka, Irfan, Ayah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2014), h. 234-235

Page 78: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

65

d. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck¸ buku roman yang pertama

kali ditulis Hamka, yang berisi tentang konflik adat dan agama

e. Di Bawah Lindungan Ka’bah. Novel yang berisi sindiran kepada

masyarakat modern yang terpengaruh kehidupan materialistik.

f. Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Haji Amrullah dan Perjuangan Kaum

Agama di Sumatera.

g. Kenang-kenanan Hidup, jilid I-IV.

h. Sejarah Ummat Islam, buku yang berisi tentang keadaan dan

sejarah tanah Arab sampai pengaruh ajaran Muhammad datang.

i. Tasawuf; Perkembangan dan Pemurniaannya, buku yang

mengulas berbagai hal tentang tasawuf.

j. Pelajaran Agama Islam, buku tentang pendidikan dan pelajaran

agama dan filsafat.

k. Tafsir Al- Azhar, satu karya yang monumental tafsir al-Qur’an

yang terdiri dari 30 Juz. Ditulis pada tahun 1966, saat beliau

berada dalam tahanan pada masa pemerintahan Soekarno.

l. Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, dan lain-lain.35

Pada tahun 1961 Hamka mendapatkan berbagai gelar kehormatan,

yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir.

Dalam sejarah Al-Azhar di Kairo, ayah dan anak mendapatkan gelar

tersebut barulah Indonesia, Hamka dan ayahnya H. Abdul Karim

Amrullah pada tahun 1926. Gelar yang sama diperoleh Hamka dari

Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Dr. Moestopo

Beragama. Setelah meninggal dunia, Hamka mendapat Bintang Mahaputra

35 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 106-107

Page 79: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

66

Madya dari pemerintahan RI di tahun 1986. Dan terakhir, di tahun 2011,

Hamka mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional.36

4. Pemikiran Pendidikan Karakter Hamka

Pandangan Hamka tentang pendidikan adalah bahwa pendidikan

sebagai sarana yang dapat menunjang dan menimbulkan serta menjadi

dasar bagi kemajuan dan kejayaan hidup manusia dalam berbagai

keilmuan.37

Melalui pendidikan, eksistensi fitrah manusia dapat

dikembangkan sehingga tercapai tujuan budi.

a. Pendidikan

Ditinjau dari segi istilah, Hamka membedakan makna

pendidikan dan pengajaran. Menurutnya, pendidikan Islam

merupakan serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk

membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian

peserta didik, sehingga ia tahu membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. Sementara pengajaran Islam adalah upaya untuk

mengisi intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu

pengetahuan.38

Hamka menilai bahwa proses pengajaran tidak akan berarti bila

tidak dibarengi dengan proses pendidikan, begitu juga sebaliknya.

Tujuan pendidikan akan tercapai melalui proses pengajaran.

Dengan terjalinnya kedua proses ini, manusia akan memperoleh

kemuliaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

Pendidikan menurut Hamka bukan hanya soal materi, karena

yang demikian tidaklah membawa pada kepuasaan batin.

Pendidikan harus didasarkan kepada kepercayaan, bahwa di atas

36 Hamka, Irfan, Ayah, (Jakarta: Republika Penerbit, 2014), h. 290

37

Susanto, Op.cit, h.99

38

Ramayulis & Nizar, Syamsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press

Group, 2005), h. 266

Page 80: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

67

dari kuasa manusia ada lagi kekuasaan Maha Besar, yaitu Tuhan.

Sebab pendidikan modern tidak bisa meninggalkan agama begitu

saja. Kecerdasan otak tidaklah menjamin keselamatan kalau nilai

rohani keagamaan tidak dijadikan dasarnya.39

Pendidikan juga menanamkan rasa bahwa individu ialah

bagian anggota masyarakat dan tak dapat melepaskan diri dari

kehidupan masyarakat. Pendidikan yang sejati ialah membentuk

anak-anak berkhidmat kepada akal dan ilmunya. Bukan kepada

hawa dan nafsunya, bukan kepada orang yang menggagahi dia.40

Hamka berpandangan bahwa melalui akalnya, manusia dapat

menciptakan peradaban yang lebih baik. Potensi akal yang

demikian dipengaruhi oleh kebebasan berpikir dinamis, sehingga

akan sampai pada perubahan dan kemajuan pendidikan. Dalam hal

ini, potensi akal adalah sebagai alat untuk mencapai terbentuknya

kesempurnaan jiwa.

Dengan demikian, orintasi pendidikan Hamka tidak hanya

mencakup pada pengembangan intelektualitas berpikir tetapi

pembentukan akhlaq al-karimah dan akal budi peserta didik. Dan

melalui pendidikan manusia mampu menciptakan peradaban dan

mengenal eksistensi dirinya.

b. Tujuan Pendidikan

Segala sesuatu yang dapat dijadikan standar, arahan, dan

keberhasilan atas apa yang dilakukan diartikan tujuan. Tujuan

mempunyai peran penting dalam pendidikan. Tujuan pendidikan

menurut Hamka memiliki dua dimensi, yaitu bahagia di dunia dan

di akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut manusia harus

menjalankan tugas dengan baik, yaitu beribadah.

39 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 304

40

Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h.241

Page 81: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

68

Oleh karena itu, segala proses pendidikan pada akhirnya

bertujuan agar dapat menjadikan peserta didik sebagai hamba

Allah. Sehingga tujuan pendidikan dalam Islam sama dengan

tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yaitu untuk mengabdi dan

beribadah kepada Allah.41

Pentignya manusia mencari ilmu menurut Hamka adalah untuk

membantu manusia memperoleh penghidupan yang layak, tetapi

lebih dari itu dengan ilmu manusia akan mampu mengenal

Tuhannya, memperhalus akhlaknya, membangun budi pekerti dan

senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah.42

Hanya dengan

pendidikan yang demikian, manusia akan memperoleh

kebahagiaan (hikmat) dalam hidupnya.

Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan adalah mengenal

dan mencari keridhaan Allah, membangun budi pekerti yang luhur

agar terciptanya akhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik

dalam pengembangan kehidupan secara layak dan berguna di

tengah lingkungan sosialnya.

Tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan, tidak

terlepas dari ilmu, amal dan akhlak, serta keadilan. Menurut

Hamka ilmu yang dimiliki seseorang memberi pengaruh keimanan

sebab ilmu tanpa didasari iman, maka akan rusak hidupnya dan

membahayakan orang lain, oleh karena itu manusia semakin

berilmu semakin bertambah ketakwaannya kepada Allah. Salah

Ilmu yang dibarengi iman tidaklah cukup, namun harus

dibarengi dengan amal, kerja dan usaha. Hubungan antara iman

dan amal sama halnya hubungan antara budi dan perangai,

sehingga berbudi dan bergaul yang baik juga termasuk amal.

41 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 107

42

Hamka., Op.cit, h. 283

Page 82: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

69

Persamaan hak dalam hidup mendefinisikan adanya keadilan yang

diantaranya terkandung unsur keadilan dan kepemilikan. Untuk itu

eksistensi pendidikan merupakan hajat hidup manusia.43

Dengan demikian, tujuan pendidikan menurut Hamka sejalan

dengan tujuan hidup manusia yaitu mengabdi kepada Allah, karena

sejatinya pendidikan adalah menciptakan manusia sebagai hamba

Allah, sehingga dengan ilmu yang dimiliki dapat menjalankan

tugasnya sebagai khalifah yang utama ialah beribadah kepada

Allah. Adapun ilmu yang diperoleh tidak saja dengan iman, namun

harus ada amal, kerja dan usaha sungguh-sungguh untuk

mencapainya.

c. Pendidik

Pendidik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

kegiatan pendidikan. Pendidik menurut Hamka adalah seseorang

yang memiliki pengorbanan, kejujuran serta kelapangan hati untuk

mempengaruhi, melatih, membimbing peserta didik agar berguna

untuk kehidupan masyarakat.44

Dalam pandangan Hamka tugas pendidik pada umumnya

adalah membantu mempersiapkan dan mengantarkan peserta didik

untuk memiliki ilmu pengetahuan yang luas, berakhlak mulia, dan

bermanfaat bagi kehidupan masyarakat yang luas.45

Pendidik dituntut terlebih dahulu mengetahui tugas dan

tanggung jawabnya yaitu, berupaya membantu dalam rangka

membimbing peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang

luas, berakhlak mulia, dan menguasai keterampilan yang

bermanfaat, baik bagi dirinya maupun masyarakat. Pendidik dalam

43 Susanto., Op.cit, h. 108

44

Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 294

45Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang

Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008. h. 135

Page 83: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

70

hal ini guru tidak hanya mencukupkan ilmu dari sekolah guru,

akan tetapi diperluas pergaulan dan bacaannya, menjalin hubungan

baik dengan wali murid, membuka diri dengan kemajuan modern.

Pendidik menurut Hamka berfungsi sebagai lembaga yang

berupaya mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri

peserta didik secara maksimal, sesuai dengan irama

perkembangannya, baik jasmaniah maupun mental spiritual.46

Hamka memberikan posisi yang sangat tinggi terhadap

pendidik karena ia bekerja untuk mengisi rohani manusia. Maka

selayaknya pendidik harus memiliki sifat-sifat terpuji yang dapat

menjadi teladan oleh muridnya. Namun, Hamka tidak suka kepada

sikap guru yang otoriter dan melarang membangun sikap murid

yang terlalu mengkultuskan guru. Karena hal ini, akan

mengakibatkan pada sikap fanatik dan kemujudan berpikir pada

diri anak.47

Sebagaimana pandangan Hamka terkait pendidik sangatlah

besar upayanya dalam mewujudkan peserta didik yang mampu

mengoptimalkan akalnya, meraih cita-citanya, dan mengarahkan

cita-cita tersebut pada nilai-nilai yang dinamis dan religius.

Seorang pendidik dikatakan berhasil apabila peserta didik

mencapai kemajuannya.

d. Peserta Didik

Pandangan Hamka tentang peserta didik berangkat dari konsep

tentang manusia. Setiap manusia yang lahir membawa

gharizah/fitrah yang dilengkapi dengan akal, hati, dan panca

46 Ibid., h.148-149

47 Sapiudin Shidiq, Pendidikan Menurut Buya Hamka, Tahdzib Jurnal Pendidikan Islam Vol. II,

No. 2, Juli 2008, h.115

Page 84: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

71

indera yang dapat dijadikan sarana untuk memperoleh ilmu

pengetahuan.48

Sehingga melalui proses pendidikan dapat

memadukan berbagai potensi fitrah manusia akal pikiran, perasaan,

dan sifat-sifat kemanusiaannya secara seimbang dan serasi.

Dengan keluasan ilmu dan kehalusan akhlak yang dimiliki,

peserta didik dapat mengendalikan diri, membersihkan hati,

memiliki wawasan yang luas, meraih kesempurnaan. Melalui ilmu

yang dimilikinya, peserta didik dapat mengenal Khaliknya dan

menambah keimanannya.

Cara menuntut ilmu yang terbaik ialah pada guru yang banyak

pengalaman, luas pengetahuan, bijaksana dan pemaaf, tenang

dalam memberi pengajaran, tidak lekas bosan lantaran pelajaran itu

sulit dimengerti. Dan hendaknya peserta didik rindu dan cinta pada

ilmu, percaya pada keutamannya dan yakin pada manfaatnya.49

Terlepas dari kriteria memilih seseorang yang akan dijadikan

guru, dalam hal ini Hamka menegaskan bahwa hendaknya peserta

didik memiliki sikap kritis, tidak mengkultuskan gurunya. Tidak

langsung menerima dan mengikuti walaupun salah, dan taqlid

buta. Meski guru memiliki posisi yang terhormat, mengkramatkan

guru adalah hal yang tidak dapat dibenarkan. 50

e. Pendidikan Karakter

Menurut Hamka, fitrah setiap manusia pada dasarnya

menuntun untuk senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk

mengabdi kepada Khaliqnya. Jika ada manusia yang tidak berbuat

kebajikan, maka sesungguhnya ia telah menyimpang dari fitrahnya

tersebut. Hamka menambahkan, pada diri manusia terdapat tiga

48 Ibid., h.115

49

Hamka. Lembaga Hidup, ( Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 283

50

Ibid, h.287

Page 85: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

72

unsur utama yang menopang tugasnya sebagai khalifah fi al-ardh

maupun ‘abd Allah. Ketiga unsur tersebut antara lain akal, hati,

pancaindra.51

Agar fitrah dalam diri manusia berkembang secara optimal,

maka adanya kerja sama antara guru di sekolah, orang tua di

rumah serta peran masyarakat sebagai kontrol sosial dalam

mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti luhur dalam terciptanya

kepribadian yang berkarakter mulia.52

Dalam membentuk kepribadian anak, tidak terlepas dari

pendidikan orang tuanya. Salahlah pendidikan orang tua yang

ingin membuat anaknya seperti dia pula. Orang tuanya telah

membentuk anak-anaknya menurut pembentukan pada masanya

terdahulu. Orang tua seharusnya membentuk anaknya mengikuti

masa anaknya.53

Oleh karena itu, kepandaian dan pendidikan orang

tua dalam mendidik anaknya akan sangat membantu pekerjaan

guru.

Penanaman adab dan budi pekerti dalam diri anak hendaknya

dilakukan sedini mungkin. Upaya ini dilakukan dengan cara

menanamkan kebiasaan hidup yang baik. Pertama kali yang mesti

ditanamkan adalah nilai-nilai ilahiah. Pentingnya pendidikan

agama yang akan berpengaruh pada pola kepribadian seorang

anak. Menurut Hamka, pendidikan tersebut dimulai sejak anak

dilahirkan dianjurkan untuk mengazankan dan iqamah. Hal ini,

diharapkan agar jiwa anak akan tepatri oleh nilai-nilai ketundukan

kepada Khaliqnya.54

51 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 106

52

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang

Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008. h. 156

53 Hamka. Lembaga Hidup, ( Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h.264

54

Samsul Nizar,Op.Cit, h. 140

Page 86: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

73

Pembentukan karakter yang sederhana dapat diperolah dari

akal orang yang bijaksana, maka hubungannya dengan pendidikan

sangat berpengaruh. Maksud dari pendidikan ialah membentuk

anak supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna dalam

pergaulan hidup. Hal ini yang dimaksudkan Hamka dari

pendidikan karakter ialah membiasakan berkata terus terang

(jujur). Berani karena benar, sabar atas rintangan dan bantahan,

tahan kena kritik, dan kuat serta teguh. Perlu adanya pengorbanan

yang ditempuh walaupun tidak sedikit akan melewati berbagai

rintangan.55

Dengan demikian, pendidikan bukan saja sebagai proses

pengembangan intelektual dan kepribadian anak, akan tetapi juga

proses sosialisasi anak dengan lingkungan dimana ia berada.

Dalam membentuk kepribadian anak, orang tua memiliki peran

penting dalam menanamkan dasar-dasar agama, sebab dengan

iman yang kuat, maka anak akan mempunyai pegangan hidup yang

benar. Sama halnya dengan guru yang memberikan keteladanan di

sekolah dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur serta

dukungan masyarakat sebagai kontrol sosial.

Dalam hal pendidikan karakter, Buya Hamka adalah sosok

yang paling ideal untuk dijadikan panutan dalam toleransi. Buya

Hamka bersahabat baik dengan KH. Abdullah Syafi’i pendiri dan

pemimpin perguruan Asy-Syafi’iyah. Suatu ketika KH. Abdullah

Syafi’i mengunjungi Buya Hamka di masjid al-Azhar Jakarta

Selatan. Bertepatan dengan hari jumat, menurut jadwal seharusnya

Buya Hamka yang menjadi Khatib. Untuk menghargai sahabatnya

ia meminta KH. Abdullah Syafi’i naik mimbar untuk menjadi

55 Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h. 372

Page 87: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

74

khatib jumat. Dan adzan dikumandangkan dua kali, padahal

biasanya sekali saja. Rupanya Buya Hamka menghormati pendapat

ulama betawi mengenai ketentuan adzan sholat jumat.56

C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

dan Hamka tentang Pendidikan Karakter

Seperti yang dideskripsikan sebelumnya bahwa KH. Hasyim Asy’ari dan

Hamka adalah ulama sekaligus pengajar yang memfokuskan pada pentingnya

karakter/akhlak dalam proses pendidikan. Keduanya memilki latar belakang

dan pendekatan yang berbeda dalam pemikiran pendidikan. KH. Hasyim

Asy’ari yang dibesarkan di lingkungan pesantren dan kental dengan

kehidupan agama yang bergelut dengan kitab kuning dan pandangan mazhab

Syafi’iyyah.

Semasa hidupnya, kiai Hasyim mendapatkan pendidikan dari ayahnya

sendiri, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an dan beberapa penguasaan literatur

keagamaan. Namun, rasa dahaga akan ilmu pengetahuan, membuat kiai

Hasyim menjadi seorang pengelana ilmu. Mulai menuntut ilmu ke berbagai

pondok pesantren di Jawa sampai berguru langsung ke ulama di Masjid al-

Haram, Makkah. Di Makkah, kiai Hasyim bermukim selama kurang lebih

tujuh tahun, ia mendapatkan ijazah sebagai pengajar hadis Shahih Bukhari,

langsung dari gurunya Syekh Mahfudz al-Tarmisi.

Sedangkan Hamka, yang diharapkan oleh ayahnya menjadi seorang

ulama, sejak kecil Hamka disibukan dengan rutinitas sekolah dan mengaji

pada ayahnya sampai khatam. Sikap otoriter sang ayah membuat Hamka tidak

menyenangi belajar, dan merasa bosan dengan pendidikan saat itu. Ia

kemudian memilih belajar otodidak dengan membaca berbagai tulisan.

56 Lanny Octavia, Ibi Syatibi, dkk, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:

Yayasan Rumah Kita Bersama, 2014), h.105

Page 88: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

75

Sampai pada akhirnya ia merantau ke Jawa dan memperoleh pembaharuan

pemikiran yang dinamis dan modernis dari tokoh pembaharuan Islam di

Yogyakarta. Dan menurut Hamka kebebasan intelektualitas berpikir

merupakan pangkal kemajuan dunia.

Pada bagian ini, akan dibahas mengenai bagaimana persamaan dan

perbedaan pendidikan karakter antara KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka yang

berbeda latar belakang kehidupan dan pendidikan yang dilalui, akan tetapi

memiliki misi yang sama pada jalan dakwah untuk membina umat di masanya

masing-masing.

Persamaan pemikiran pendidikan karakter antara KH. Hasyim Asy’ari

dan Hamka, sebagai berikut :

1. Pendidikan

KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka memiliki pandangan yang sama

terkait pendidikan yang menekankan bahwa pendidikan merupakan

sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah dan yang bermanfaat

bagi manusia.

Pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari adalah memanusiakan

manusia secara utuh yang memiliki akhlak mulia dan menjadikan

manusia bertaqwa (takut) kepada Allah SWT.57

Menurut Hamka

pelaksanaan pendidikan diharapkan akan membantu peserta didik

memiliki kepribadian akhlaq al-karimah dan mewujudkan tujuan

hidupnya, baik hubungan antar manusia (khalifah fi al-ardh), maupun

hubungan kepada sang Khaliq (‘abd Allah).

2. Tujuan Pendidikan

Perlunya pengamalan ilmu pengetahuan yang diperoleh

merupakan kesamaan pandangan antara KH. Hasyim Asy’ari dan

Hamka. KH. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa tujuan utama ilmu

57 Rohinah M. Noor, KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam, (Jakarta:

Grafindo Khazanah Ilmu, 2010), h.18

Page 89: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

76

pengetahuan yang sesungguhnya adalah mengamalkan ilmu dalam

tingkat yang lebih praktis, yakni dengan memanifestasikan dalam

bentuk perbuatan. Sama halnya dengan Hamka yang berpendapat

bahwa ilmu yang tidak diikuti dengan amal perbuatan tidak berguna

bagi kehidupan. Ilmu pengetahuan mesti diamalkan, bukan hanya

untuk dipelajari saja.58

3. Pendidik

Dalam menanamkan akhlak mulia, pendidik hendaknya

memperbaiki sikap dan menjadi teladan bagi peserta didik. Menurut

KH. Hasyim Asy’ari pendidik adalah sosok yang mampu

mentransmisikan ilmu pengetahuannya di samping pembentuk sikap

dan etika peserta didik. Bagi Hamka, pendidik harus memiliki sifat-

sifat terpuji yang dapat menjadi teladan oleh muridnya, oleh karena ia

bekerja mengisi rohani manusia.

Berkaitan dengan ini, keduanya memposisikan kedudukan yang

tinggi dan terhormat kepada pendidik, karena selain mentrasfer ilmu,

pendidik juga membentuk dan menanamkan nilai-nilai luhur dan

karakter mulia kepada peserta didik. Oleh karenanya, pendidik

seharusnya memiliki perilaku terpuji dan menjauhi dari segala

perbuatan dan sifat-sifat tercela yang mengurangi derajat

keilmuannya.

4. Peserta Didik

Mengenai peserta didik KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka

mengasumsikan dalam pengembangan potensi akal sebagai pemberian

yang sangat istimewa dari Allah SWT. Maka menurut KH. Hasyim

Asy’ari bagi peserta didik untuk tekun dan betul-betul giat dalam

proses pencerdasan akal serta memiliki waktu tertentu untuk

58 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h.99

Page 90: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

77

pengembangan daya inteleknya. Menurut Hamka, untuk

mengembangkan potensi akal, maka harus memberikan kebebasan

berpikir dinamis bagi peserta didik untuk mendorong daya kreatif

dalam rangka pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

5. Pendidikan Karakter

Menurut KH. Hasyim Asy’ari pendidikan karakter

mempengaruhi fitrah manusia dengan lingkungannya. Berada di

tengah lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat akan

membentuk integritas kepribadian anak, dan anak itu sendiri harus

mampu menyaring nilai-nilai karakter yang nantinya akan

dipergunakan untuk kehidupannya. Sejalan dengan hal tersebut,

menurut Hamka fitrah setiap manusia pada dasarnya menuntun untuk

senantiasa berbuat kebajikan dan tunduk mengabdi kepada Khaliqnya.

Untuk mengoptimalkan fitrah manusia, maka adanya kerja sama

antara guru di sekolah, orang tua di rumah serta peran masyarakat

sebagai kontrol sosial dalam mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti

luhur dalam terciptanya kepribadian yang berkarakter mulia.

Untuk lebih jelasnya perbandingan pemikiran pendidikan karakter

menurut KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka dalam berbagai aspek pendidikan,

berikut ini penulis sajikan dalam bentuk tabel untuk mempermudah

memahami perbandingan kedua tokoh tersebut :

Tabel 4.1

Konsep Pendidikan Karakter menurut KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka

No. Aspek KH. Hasyim Asy’ari Hamka

1. Pendidikan Berorientasi pada wahyu

dan pendekatan diri

melalui cara sufi

Pendekatan

pendidikan melalui

cara berpikir yang

Page 91: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

78

Hati menjadi sentral

pendidikan

dinamis dan prinsip

pendidikan yang

ketauhidan

Akal (alat/sarana)

dalam pengembangan

intelektualitas dan

kemajuan peradaban

2. Tujuan Pendidikan Mencapai Ridho Allah

dan meraih kebahagiaan

dunia dan akhirat

Dimensi keilmuan,

pengamalan, dan religius

Beriman kepada Allah

dan membentuk anak-

anak berkhidmat

kepada akal dan ilmu

Dimensi ilmu, amal

(akhlak), dan keadilan

3. Pendidik Pendidik adalah makhluk

terbaik/ulama (pewaris

nabi)

Pendidik tidak pernah

salah

Menjaga akhlak dalam

pendidikan

Menjadi teladan bagi

siswanya

Menyesuaikan

perkembangan

jasmaniah dan mental

spiritual siswa

4. Peserta Didik Tidak ada alasan untuk

berlawanan dengan guru

Mensucikan diri/hati

terlebih dahulu

Bersikap kritis kepada

guru (tidak taqlid

buta)

Rindu dan cinta

kepada ilmu

5. Paradigma

Pendidikan Karakter

Segala kondisi yang

terjadi meresponnya

dengan kebaikan budi dan

Fitrah setiap manusia

pada dasarnya berbuat

kebajikan dan tunduk

Page 92: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

79

akhlaq al-karimah.

Dipengaruhi oleh

lingkungan keluarga,

sekolah dan masyarakat

kepada Khaliqnya.

Pengaruh pendidikan

orang tua dan agama

D. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter KH. Hasyim

Asy’ari dan Hamka

Tujuan pendidikan karakter pada intinya membentuk kepribadian

seseorang yang dijiwai oleh iman dan takwa sehingga melahirkan perilaku-

perilaku terpuji. Kebutuhan pendidikan karakter dalam proses pendidikan

merupakan sesuatu yang sangat penting dan berarti. Hal demikian sejalan

dengan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka yang memfokuskan

pentingnya pendidikan karakter dalam proses pendidikan.

Menurut KH. Hasyim Asy’ari bahwa pada dasarnya pendidikan harus

mampu untuk mengaplikasikan pengetahuan dengan perbuatan, tapi lebih dari

itu perlunya menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang luhur secara

integratif.59

Dalam pandangan Hamka ekspresi fitrah manusia akan terpancar

dalam tabiat kemanusiannya. Eksistensi fitrah hendaknya senantiasa

disempurnakan dan diperhalus supaya tercapai tujuan budi. Proses ini akan

terwujud secara efektif melalui pendidikan. 60

Pemikiran pendidikan karakter menurut KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka

sangat relevan untuk pendidikan saat ini, mengingat beberapa komponen

pendidikan karakter di Indonesia meliputi makna dan tujuan pendidikan,

makna dan landasan filosofis karakter, serta paradigma pendidikan karakter

memiliki keterkaitan yang signifikan. Terkait dengan pendidikan karakter

59 Suwendi, Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, (Ciputat: LekDis, 2005), h.77

60

Ramayulis & Nizar, Syamsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press

Group, 2005), h. 264

Page 93: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

80

pendidik dan peserta didik dapat dikatakan sebagai insan kamil, maka harus

berpegang teguh kepada tauhid dan moral.

Merujuk pada ide-ide pemikiran KH. Hasyim Asy’ari dan Hamka yang

paling mendasar ialah tentang konsep pendidikan karakter cukup relevan

dengan tujuan pendidikan nasional yang dicetuskan dalam UU Sisdiknas No.

20 Tahun 2003 adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.61

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,

mengangkat pendidikan karakter menjadi program prioritas pendidikan dan

kebudayaan. Kebijakan tersebut ditetapkan sebagai upaya mempersiapkan

generasi muda yang tangguh dan berkarakter kuat dalam menghadapi

perkembangan zaman. Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut,

Kemendikbud menetapkan Program Penguatan Karakter (PPK) dengan

menambahkan durasi waktu anak didik di sekolah ataupun di luar sekolah

dalam tanggung jawab sekolah sebagai rumah kedua.

Implementasi PPK akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan

kapasitas dan kapabilitas satuan pendidikan. Dengan tahapan pelaksanaannya

melalui kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler para siswa diluar jam

belajar merupakan jam pelajaran tambahan dalam rangka penguatan karakter,

yang dilakuakan di sekolah, dan/atau di luar sekolah dalam tanggungjawab

sekolah.62

Adapun manfaat dari implikasi program PPK diantaranya adalah

penguatan karakter siswa dalam mempersiapkan daya saing siswa dengan

61 Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Tamita

Utama, 2004), h.4

62 sumber: Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Jakarta: 8 September 2016, (http://www.kemendikbud.go.id)

Page 94: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

81

kompetensi abad 21, yaitu berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan

kolaborasi.

Dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter manusia dan

bangsa Indonesia agar memiliki karakter yang baik, unggul dan mulia. Upaya

yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki

peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk

potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang

dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari

yang tidak baik menjadi baik.63

Implementasi pendidikan karakter dikembangkan dalam proses

pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri peserta

didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pemberdayaan dan

pembudayaan (habitual). Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan

yakni dalam satuan pendidikan formal dan nonformal, keluarga, dan

masyarakat. Lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan terjadi proses

penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku

berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan formal dan

nonformal sehingga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan

masyarakat masing-masing.64

Pendidikan karakter sangatlah penting untuk dikembangkan, karena di

dalam pendidikan karakter terdapat pembelajaran hidup untuk untuk

mempertahankan eksistensi diri dalam bekerja sama sebagai anggota keluarga,

masyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga membantu dalam pengambilan

keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain,

perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan

keteladanan yang ditularkan, pembentukan karakter dapat diperoleh dari

63 Direktorat Pendidikan Nasional, Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Tahun Anggaran 2010,

h. 4

64

Ibid, h.24

Page 95: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

82

keteladanan tokoh, guru, orang tua dengan menjadikan mereka sebagai role

model dalam kehidupan keseharian.

Page 96: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai “Studi

Komparasi Pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari dan Hamka tentang

Pendidikan Karakter” maka, penulis menyimpulkan bahwa :

1. Pemikiran Pendidikan Karakter

a. KH. Hasyim Asy‟ari

Pemikiran pendidikan karakter KH. Hasyim Asy‟ari memiliki

kecendrungan mengetengahkan nilai-nilai estetika yang

bernafaskan sufistik dengan memberikan perhatian khusus

dalam mendidik akhlak yaitu melalui pendidikan karakter.

Proses mencari dan menyebarluaskan ilmu hanya bertujuan

untuk mengharapkan ridho Allah semata. Pendidik dan peserta

didik dituntut untuk menjaga akhlak dalam pendidikan, segala

kondisi yang terjadi senantiasa meresponnya dengan kebaikan

budi dan akhlaq al-karimah., dan pentingnya usaha yang

mendorong terbentuknya karakter positif dalam berperilaku

adalah dengan menghayati nilai-nilai luhur dan berpegang teguh

pada ketauhidan.

b. Hamka

Pemikiran pendidikan karakter Hamka berangkat dari konsep

tentang manusia yang memiliki fitrah untuk senantiasa berbuat

kebajikan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah fi al-

ardh dan hamba Allah hendaknya mengoptimalkan akal, hati,

dan pancaindera. Pendidikan menurut Hamka tidak hanya

mengoptimalkan kecerdasan intelektual, tetapi lebih dari itu

dengan ilmu manusia akan mampu mengenal Tuhannya,

memperhalus akhlaknya, membangun budi pekerti dan

senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah. Pendidikan orang

Page 97: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

84

tua di rumah dan keteladanan guru di sekolah dalam

menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur serta dukungan

masyarakat sebagai kontrol sosial yang bertanggung jawab

dalam pengembangan pendidikan karakter.

2. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Pendidikan Karakter

Persamaan pemikiran pendidikan karakter KH. Hasyim

Asy‟ari dan Hamka menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk

mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan perhatian khusus

dalam mendidik akhlak melalui pendidikan budi pekerti. Tujuan

pendidikan adalah mengamalkan ilmu pengetahuan dan meraih

Ridho Allah, pendidik mampu menjadi teladan bagi muridnya.

Pendidikan karakter mempengaruhi fitrah manusia dengan

lingkungannya.

Sedangkan perbedaannya terletak pada Hamka menegaskan

bahwa hendaknya peserta didik memiliki sikap kritis, tidak

mengkultuskan gurunya, tidak taqlid buta dan selalu membenarkan

apa yang disampaikan guru. Adapun KH. Hasyim Asy‟ari

memiliki pendekatan yang cendrung sufistik serta pusat

pendidikan terletak pada hati. Berbeda dengan Hamka yang

mengoptimalkan potensi akal, panca indera dan hati dalam proses

pendidikan.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan implikasi

dari pemikiran kedua tokoh tersebut bahwa:

1. Pendidikan hendaknya bukan pada ranah kognitif tapi lebih

kepada penanaman nilai dan makna sehingga melahirkan peserta

didik yang tidak hanya cerdas akal pengetahuan tetapi memiliki

karakter yang baik.

2. Pendidikan orang tua, keteladanan guru di sekolah dan kontrol

sosial dari masyarakat merupakan tri pusat pendidikan yang

Page 98: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

85

bertanggung jawab untuk bekerja sama dalam pengembangan

pendidikan karakter.

3. Guru memberikan pengetahuan tentang kebaikan, setelah siswa

menjadi paham, kemudian dilatih dan dibiasakan, mampu

merasakan sehingga siswa senantiasa berbuat baik (mencintai

kebaikan), dan mau melakukan kebaikan.

C. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Pendidik

Mengenai konsep pendidikan karakter yang diusung oleh KH.

Hasyim Asy‟ari dan Hamka, sebagai pelaksana dan penanggung jawab

pendidikan, selain untuk meningkatkan profesional dan kompetensi,

pendidik diharapkan senantiasa memperbaiki sikap dan tingkah laku

karena apa yang kita lakukan akan menjadi cerminan keteladanan bagi

peserta didik.

2. Bagi Orang Tua

Anak merupakan anugrah dan investasi akhirat bagi orang tua,

didiklah mereka dengan pengetahuan agama, penuhilah segala

kebutuhan jasmani dan spiritualnya, orang tua tidak harus menuntut

anaknya untuk pintar, tapi lahirlah anak yang berkarakter baik dan

takut kepada Khaliqnya.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat sebagai unsur pendidikan menjadi kontrol sosial dalam

berkontribusi pada pengembangan karakter seseorang. Karena

masyarakat adalah bagian dari lingkungan pendidikan dimana anak

tumbuh dan berkembang.

4. Bagi Pemerintah

Diharapkan untuk berkomitmen dalam mengembangkan kebijakan

pendidikan yang fokus pada pendidikan karakter sehingga terwujudnya

anak bangsa yang cerdas intelektualnya dan berkarakter mulia.

Page 99: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

86

DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, Nur. Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Jurnal

Al- Ulum (Jurnal Studi Islam), Vol. 13 Nomor 1, Juni 2013

Aḥmad Ibnu al Ḥusaīn Ibnu „Alī Abū Bakar al Baīhaqī, Sunan al Baīhaqī al-

Kubra, Juz 51 BAB Kesempurnaan Akhlak dan Keutamaannya No. Hadis

21301, Makkah: Maktabah Dār Bāz, 1994

Akbarwati, Ika. Anies Baswedan Nyatakan Pendidikan Indonesia Gawat Darurat,

diakses 16/08/2016 11:15 a.m (http://www.selasar.com)

Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Departemen Agama RI, Jakarta: Lentera Abadi, 2010

Aly, Hery Noer. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999

Anwar, Muhammad Jafar. Membumikan Pendidikan Karakter, Jakarta: CV. Suri

Tatu‟uw, 2015

Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara , 2009

Assegaf, Abd. Rahman. Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan

Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2011

Asmani, Jamal Ma‟mur. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di

Sekolah, Yogyakarta: Diva Press, 2013

Burhanudin, Tamyiz. Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak,

Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001

Chairul, Mahfud. Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Daryanto & Darmiatun, Suryatri. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,

Yogyakarta: Gava Media, 2013

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2012

Ensiklopedi Al-Qur‟an Tematis Jilid 3, Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2006

Faturrohman, Pupuh. Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung: Refika

Aditama, 2013

Fitri, Agus Zainul. Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Nilai & Etika di

Sekolah, Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

Page 100: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

87

Gunawan, Heri. Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh,

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014

Hamid, Shalahuddin & Ahza, Iskandar. 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di

Indonesia, Jakarta: Intimedia, 2003

Hamka. Lembaga Hidup, Jakarta: Republika Penerbit, 2015

---------. Falsafah Hidup, Jakarta: Republika Penerbit 2015

Hamka, Irfan. Ayah, Jakarta: Republika, 2014

Harun, Salman. Tafsir Tarbawi, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2013

Hasan, Sholeh. “Analisis Komparatif Konsep Pendidikan Karakter Perspektif

Thomas Lickona dan Al-Zarnuji serta implikasinya terhdap implikasinya

terhadap pendidikan Agama Islam, Makalah ini disampaikan pada Seminar

Nasional Pendidikan Serentak Se Indonesia, 2016. 30 Maret. Semarang :

Universitas Negeri Semarang 2016

Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2011

Husaini. Pembinaan Pendidikan Karakter, Jurnal kependidikan dan keIslaman,

Vol. XXI, No. 1 Januari-Juni 2014

Isnawati. “Studi Komparasi Pemikiran Hasan Al-Banna dan Ahmad Dahlan

Tentang Konsep Pendidikan Islam”. Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta: 2015. tidak dipublikasikan

Jannah, Roudathul. “Pemikiran Hamka tentang Nilai-Nilai Pendidikan Budi

Pekerti”. Skripsi pada jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama

Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga: 2015. tidak

dipublikasikan

Kesuma, Dharma. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,

Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2011

Koesoema, Doni. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh, Yogyakarta: PT.

Kanisius, 2015

Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Media Grup, 2014

Khoiruddin. “Pendidikan Karakter Menurut K.H Hasyim Asy’ari (Studi

Kepustakaan dalam kitab Adab al-Alim Wal Muta’allim)”. Tesis pada

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Ponorogo : 2016. tidak

dipublikasikan

Page 101: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

88

Leandha, Mei. Cekcok Soal Skripsi Mahasiswa Bunuh Dosennya, diakses

2016/05/02 10:45 a.m (http://regional.kompas.com)

M. Noor, Rohinah. KH. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU & Pendidikan Islam,

Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2010

MN, Aguk Irawan. Penakluk Badai Novel Biografi KH. Hasyim Asy’ari,

Yogyakarta: Kalam Nusantara, 2016

Margono, S. Metodelogi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007

Marzuki. Pendidikan Karakter Islam, Jakarta: Amzah, 2015

Mahjuddin. Akhlak Tasawuf , Jakarta: Kalam Mulia, 2009

Majid, Abdul & Andayani, Dian. Pendidikan Karakter Prespektif Islam,

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2011

Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Media Group, 2008

Maunah, Binti. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan

Kepribadian Holistik Siswa, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun V, No. 1,

April 2015

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT.

Grafindo Persada, 2005

Musli. Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Media Akademika, Vol. 26, No. 2,

April 2011, h. 217

Muslich, Masnur. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional, Jakarta: Bumi Aksara, 2015

Najib, Muhammad & Wiyani, Novan Ardhy. Manajemen Strategik Pendidikan

Karakter Bagi Anak Usia Dini, Yogyakarta: Gava Media,2016

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, 2012

------. Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja oleh Grafindo Persada,

2012

------. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Media Group, 2010

------. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012

Page 102: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

89

------. Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005

------. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001

Nafilah, Laeli. “Konsep Pendidik Menurut Buya Hamka (Telaah buku “Lembaga

Hidup” Karya Hamka)” Skripsi pada Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan

KaliJaga Yogyakarta: 2011, tidak dipublikasikan

Octavia, Lanny, dkk. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, (Jakarta:

Yayasan Rumah Kita Bersama, 2014

Purwanto, Nanang. Pengantar Pendidikan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014

Ramayulis & Nizar, Syamsul. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Ciputat: PT.

Ciputat Press Group, 2005

Rijaluddin. Bunga Rampai Pendidikan Islam, Jakarta: Pusat Kajian Islam

UHAMKA, 2008

Rouf, Abdul. Dimensi Tasawuf HAMKA, Selangor: Piagam Intan SDN.BHD,

2013

Sabri, Alisuf. Ilmu Pendidikan, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1998

Saliman. Kamus Pendidikan Pengajaran Dan Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994

Sagala, Syaiful. Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2012

Samani, Muchlas & Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter,

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011

Shobahussurur. Pembaruan Pendidikan Islam Perspektif Hamka, Jurnal

TAQAFAH, vol.5, No.1, Jumadal ula,1430

Shidiq, Sapiudin. Pendidikan Menurut Buya Hamka, Tahdzib Jurnal Pendidikan

Islam Vol. II, No. 2, Juli 2008

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2010

Sudin. Pemikiran Hamka Tentang Moral, Jurnal Esensia, Vol. XII, No. 2 Juli

2011

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendeketan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R & D, Bandung: Alfabeta, 2013

Sukardjo & Komarudin, Ukim. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,

Jakarta: Rajawali Press, 2012

Page 103: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

90

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2007

Sumedi. Tahap-tahap Pendidikan Karakter dalam Pemikiran Ki Ageng

Suryomentaram dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak Islam, Jurnal

Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2, Desember 2012

Sururin. Etika Pendidik dan Peserta didik menurut KH. Hasyim Asy’ari, Tahdzib

Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. III, No. 1, Januari 2009

Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010

Suwendi. Konsep Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari, Ciputat: LekDis, 2005

Syah, Darwyn. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam,

Jakarta: Gaung Persada Press, 2007

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997

Undang-Undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya, Jakarta:

CV. Tamita Utama, 2004

Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Yasin, Mubarok & Karyadi, Fathurrahman. Profil Pesantren Tebu Ireng,

Jombang: Pustaka TebuIreng, 2011

Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter Landasan, Pilar & Implementasi,

Jakarta: Prenada Media Grup, 2014

Yopi Fajar Suryadi. Konsep Pendidikan Karakter Menurut KH. Zainuddin

Fananie Dan Implikasinya Pada Pendidikan Islam,Skripsi pada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013. tidak

dipublikasikan

Zaini, Nur. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, e-Journal Kopertais, Vol. 8,

No.1, 2014

Ziaulhaq, Mochamad. Sekolah Berbasis Nilai, Bandung: Ihsan Press, 2015

Zuhdi, Rahman. “Pendidikan Akhlak KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim

Asy’ari (Studi: Analisis dan Komparatif). Skripsi pada jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta: 2013. tidak dipublikasikan

Page 104: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 105: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 106: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 107: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 108: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 109: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 110: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 111: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 112: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional
Page 113: STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN KH. HASYIM · 2017-01-16 · (Yogyakarta: Diva Press, 2013), h. 22. 3 pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur. Pendidikan nasional

BIODATA PENULIS

Nuriah Miftahul Jannah, kelahiran Ende, 13 Februari 1995.

Semenjak menjadi mahasiswa, penulis berdomisili di Kosan

Darwin, Jalan Kertamukti Gg H. Nipan, No.74 RT.001/008,

perumahan Griya Nipah, Pisangan, Ciputat Timur-Tangerang

Selatan. Ketika menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi

HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), HMJ PAI (Himpunan

Mahasiswa Jurusan). Pernah menjadi pengurus Asrama Putri

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012/2013. Penulis pernah

menjadi admin/staff di kantor jurusan PAI. Anggota di Lentera

Muda Ciputat. Selain itu, penulis adalah tim dalam akreditasi

jurusan PAI tingkat ASEAN (AUN-QA).