studi kebijakan pengembangan pai
DESCRIPTION
Studi Kebijakan Pendidikan IslamTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan
Islam, tetapi menurut penulis intinya ada dua, yaitu: pertama, pendidikan Islam
merupakan system pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan
dengan hasrat dan niat untuk mengejawentahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.4
Kedua, pendidikan Islam adalah system pendidikan yang dikembangkan dari dan
disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.5
Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi
kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain
pendidikan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan
agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang
bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.6
Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan
agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini,
memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.7
Hakikat pendidikan Islam adalah bahwa konsep dasarnya dapat difahami
dan dianalisis serta dikembangkan dari Al-Qur’an dan as-sunnah atau bertolak
dari spirit Islam. Konsep operasionalnya, dapat dipahami, dianalisis, dan
dikembangkan dari proses pembudayaan, pewaris dan pengembangan ajaran dan
nilai-nilai Islam, bidaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. 4 Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011) hal. 395 Ibid., hal. 406 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam:Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 757 Ibid., hal. 75-76
1
Sedangkan secara praktis, dapat dipahami, dianalisis, dan dikembangkan dari
proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim pada setiap
generasi dalam sejarah umat Islam.8
B. Pendidikan Agama di Sekolah dan PTU
Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum sesuai dengan ketentuan
undang-undang dapat dilihat pada beberapa pasal dari UUSP No. 20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 37 ayat (1) menyebutkan bahwa: Kurikulum pendidikan
dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan social, seni dan budaya,
pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.
Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) tersebut diatas ditegaskan
bahwa: Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa serta
berakhlak mulia.9
Adapun tujuan pendidikan agama, yaitu untuk berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam mengembangkan, memahami, menghormati, dan
mengamalkan nilai-nilai agama Islam, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Perlu diingat bahwa dalam pelaksanaan pendidikan agama harus
memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan pendidikan agama harus mengacu pada kurikulum pendidikan
agama yang berlaku sesuai dengan agama yang dianut peserta didik.
(2) Pendidikan agama harus mendorong peserta didik untuk taat menjalankan
ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai
landasan etika dan moral dalam berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan agama harus dapat menumbuhkan sikap kritis, kreatif, inovatif,
dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
(4) Pendidikan agama harus mampu mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan
rasa hormat internal agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
8 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya:Pustaka Pelajar) hal. 249 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada) hal. 16
2
(5) Satuan pendidikan yang berciri khas agama dapat menciptakan suasana
keagamaan dan menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan,
seperti tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalamannya.10
Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi baru dimulai sejak tahun 1960
dengan adanya ketetapan MPRS No. II/ MPRS/1960 yang berarti pendidikan
agama sebelum itu secara formalnya baru diberikan di Sekolah Rakyat sampai
dengan Sekolah Lanjutan Tingkat atas saja. Adapun dasar operasionalnya,
pelaksanaan pendidikan Agama di Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan dalam
UU No. 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam BAB III Pasal 9 ayat 2
sub b, terdapat ketentuan sebagai berikut: ”Pada Perguruan Tinggi Negeri
diberikan Pendidikan Agama sebagai mata pelajaran dengan pengertian bahwa
mahasiswa berhak tidak ikut serta apabila menyatakan keberatan”.
Berikutnya pada tanggal 27 Maret 1989 hadirlah UU No. 2 tahun 1989.
Kedudukan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dalam Undang-Undang
ini secara umum tertuang dalam tujuan Pendidikan Nasional tercantum dalam Bab
II pasal 4 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kemudian diperjelas dalam PP No. 30 tahun 1990 tentang Pendidikan
Tinggi tanggal 10 Juli 1990. Dalam PP ini tepatnya pada Bab II pasal 2 tentang
Tujuan Pendidikan Tinggi dinyatakan:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
10 Ibid., hal. 21
3
Mengacu pada kutipan di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan
pendidikan agama Islam di Perguruan Tinggi Umum dalam UU No. 2 tahun 1989
dan UU No. 20 tahun 2003 menempati posisi yang diperhitungkan, yaitu sebagai
mata kuliah wajib. Namun sayangnya masih ada Perguruan Tinggi Umum yang
belum melaksanakannya, terutama Perguruan Tinggi Umum swasta yang tidak
memiliki political will yang jelas.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi dalam proses
belajarnya menggunakan sistem kredit semester yang masing-masing perguruan
tinggi menggunakan jumlah dan besar SKS yang bervariasi. Rata-rata pendidikan
agama Islam di perguruan tinggi hanya mendapat 2 SKS dalam satu semester awal
yang dimasukkan dalam komponen mata kulian MKDU (Mata Kuliah Dasar
Umum).
Kemudian muncul SK Mendiknas No.232/U/2000 pada tanggal 20
Desember 2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pada Bab I; Ketentuan Umum, yaitu pada
pasal 1 ayat 7 dinyatakan bahwa Kelompok matakuliah pengembangan
kepribadian (MPK) adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk
mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri
serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.11
Sebenarnya pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih
belum maksimal, di samping karena kehetrogenan mahasiswa /mahasiswinya dan
dengan tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda. Maka pada dasarnya harus
juga dilakukan pendekatan yang berbeda kepada mereka. Kecuali beberapa
formulasi yang dianggap bisa digeneralisasi, seperti shalat dan puasa pada tataran
praktek. Tapi seperti membaca al-Qur’an tidak dapat digeneralisasi, karena
kemampuan mahasiswa dan mahasiswi berbeda-beda, maka pendekatan yang
dilakukan pun berbeda-beda.
Di sini diperlukan perubahan mindset terlebih dahulu oleh seorang dosen
agar mahasiswa/mahasiswi mempunyai arah pemahaman yang sama akan apa
yang dipelajari dalam Pendidikan Agama Islam, sehingga paling tidak membuat
11 http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-perguruan.html
4
mereka sadar akan apa yang dipelajari, sehingga mahasiswa/mahasiswi dapat
memperkirakan tingkat kemampuan mereka akan Pendidikan Agama Islam yang
dipelajari.
Yang tidak kalah penting adalah Perubahan kebijakan pendidikan agama
Islam, baik dari departemen yang membuat kebijakan tertinggi, sampai pada
tataran kebijakan di tingkat rektorat perguruan tinggi umum.
Kebijakan dapat berupa mata kuliah Pendidikan Islam sendiri atau
berkaitan dengan aplikasi waktu dan dana untuk pengembangan Pendidikan
Agama Islam, karena untuk memenuhi kebutuhan internalisasi agama
mahasiswa/mahasiswi diperlukan pendekatan yang berbeda dan tidak hanya
sekedar di dalam ruang kuliah. Mungkin diperlukan kuliah tamu dari pakar
tertentu, atau melakukan studi banding atau kegiatan-kegiatan keagamaan yang
dapat merangsang mreka untuk memahami Islam lebih baik. Tingkat lembaga lah
yang memerlukan mereka pada tahap awal, sehingga diperlukan anggaran untuk
mendukung kegiatan.12
C. Dasar Kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah
1. Landasan Juridis
a) UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31
1) Ayat 3, Pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan UU.
2) Ayat 5, Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
b) Tap MPR no.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dalam Bab
III dinyatakan bahwa arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan
berbangsa diimplementasikan secara berikut;
1) Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal, dan non-formal dan pemberian contoh
12 http://mrgzone.blogspot.com/2014/06/pai-di-perguruan-tinggi-umum-ptu.html
5
keteladanan dari para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin
masyarakat.
2) Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan
menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika
yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta
pendidikan watak dan budi pekerti yang menekankan keseimbangan antara
kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spiritual serta amal
kebijakan.
3) Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan
aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak
mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
c) Undang Undang No. 20 Tahun 2003
1) Pasal 3, Pendidikan Nasional mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
2) Pasal 12, ayat 1a “Setiap Peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya.
d) PP NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
1) Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1) kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5)
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan/
2) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatandan/ atau kegiatan agama, akhlak mulia,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olahraga, dan kesehatan.
6
e) Peraturan Presiden NO.7 Tentang Rencana Pembangnan Jangka Menengah
Tahun 2004 pada Bab 31 bidang Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama.
Dalam arah kebijakannya dinyatakan bahwa sesuai dengan agenda
pembangunan nasional, disebutkan pada ;
1) butir b, peningkatan kualitas pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
2) butir c, peningkatan kualitas tenaga kependidikan agama dan keagamaan.
2. Landasan Filosofis
Dalam membicarakan dasar kebijakan Direktorat Pendidikan Agama Islam
pada Sekolah (Ditpais) perlu diketengahkan visi dan misi yang dijadikan landasan
filosofis bagi pengembangan program-program yang akan dijalankan. Visi dan
misi tersebut juga merupakan arah pemikiran atau gambaran tentang harapan yang
dicita-citakan.
a. Visi dan Misi Departemen Agama RI
1) Visi
Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, maju, sejahtera
dan cerdas serta saling menghormati antar sesama pemeluk agama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Misi
a) Meningkatkan kualitas bimbingan, pemahaman, pengamalan, dan
pelayanan kehidupan beragama
b) Meningkatkan penghayatan moral dan etika keagamaan
c) Meningkatkan kualitas pendidikan umat beragama
d) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Haji
e) Memberdayakan umat beragama dan lembaga keagamaan
f) Memperkokoh kerukunan umat beragama
g) Mengembangkan keselarasan pemahaman keagamaan dengan wawasan
kebangsaan Indonesia.
b. Visi dan Misi Ditjen Pendidikan Islam
1) Visi
7
Memberdayakan masyarakat dan lembaga pendidikan Islam agar dapat
memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada peserta didik sehingga
mereka dapat menjadi orang sukses dan diridhoi Allah SWT.
2) Misi
a) Meningkatkan kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan
sistem pendidikan agama, sehingga lebih terpadu dan integral dengan
sistem pendidikan nasional yang didukung oleh sarana dan prasarana
yang memadai.
b) Menjadikan institusi pendidikan (sekolah dan luar sekolah) sebagai
basis penanaman moral dan akhlak di samping pendidikan di keluarga
dan masyarakat.
c) Mengupayakan terwujudnya Pendidikan Keagamaan dan Pondok
Pesantren yang berkualitas, mandiri, berdaya saing, dan kuat
kedudukannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, sehingga mampu
menjadi pusat unggulan pendidikan agama Islam dan pengembangan
masyarakat dalam rangka pembentukan watak dan kepribadian santri
sebagai muslim yang taat dan warga negara yang bertanggung jawab.
d) Meningkatkan peran dan fungsi lembaga keagamaan dalam mengatasi
dampak perubahan yang terjadi di semua aspek kehidupan untuk
memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa serta memperkuat
kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e) Meningkatkan pendidikan agama pada masyarakat dan pembinaan
kehidupan beragama dan masyarakat.
c. Visi dan Misi Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
1) Visi
Visi pendidikan Islam pada sekolah yang akan dituju oleh Direktorat
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah pada dasarnya memberikan dukungan
terhadap pembangunan Indonesia di masa depan yang bersandar pada visi
Indonesia jangka panjang, yakni terwujudnya negara –bangsa Indonesia
modern yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu, visi pendidikan Islam
8
pada sekolah juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan visi
Departemen Agama yaitu terwujudnya masyarakat yang taat beragama.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan visi Direktorat Pendidikan
Agama Islam pada Sekolah (Ditpais), yakni ; Terwujudnya lulusan sekolah
yang beriman dan bertaqwa, taat beragama, inklusif, cerdas, berpikiran
maju, dan berakhlak mulia.
2) Misi
a) Mengoptimalkan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada sekolah;
b) Mengembangkan pembelajaran pendidikan agama Islam yang berkualitas;
c) Menciptakan nuansa religius dalam tatanan kehidupan sekolah;
d) Menumbuhkan sikap terbuka, toleran, dan menghormati keyakinan agama
orang lain;
e) Meningkatkan kualitas pembinaan terhadap siswa
Dari world view yang inheren pada juridis hingga filosofis penyangga
tersebut, penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah yang
berkualitas dan mengglobal seyogiyanya diimplementasikan dengan bijak, karena
anak pada usia sekolah inilah tepatnya masa pembentukan utama dimana mudah
diarahkan dan sekaligus rentan terhadap pengaruh yang menjerumuskan jika
terlambat atau salah arah.13
3. Dasar/Landasan Religius
Yang dimaksud dasar religious dalam uraian ini adalah dasar-dasar yang
bersumber dari ajaran agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur’an maupun al
Hadits. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama adalah
merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya.
Dalam Al-Quran banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah
tersebut, antara lain:
a. Dalam surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:
�ِة� َن �َح�َس� اْل �َم�ْو�ِع�َظ�ِة� َو�اْل �َم�ِة� �َح�ْك �اْل ِب �َك� ِب َر� �يِل� ِب َس� �ْل�ى ِإ اْد�ُع�
Artinya: Ajaklah kepada Agama Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan
dengan nasehat yang baik.
b. Dalam surat Ali-Imran ayat 104, yang berbunyi:
13 httpwww.pendis.kemenag.go.idpaifiledokumenRenstraDitpais.pdf
9
�َه�ْو�َن� �َن َو�َي َوِف� �َم�ْع�ُر� �اْل ِب َوَن� ُم�ُر�� �ْأ َو�َي �ُر� ي �َخ� اْل �ى �ْل ِإ �ْد�ِع�ْوَن� َي ُم(ِة)
� ُأ �ْم� �ْك ُم�َن �ْن� �ْك �َت َو�ْل
�ُر� �ْك �َم�َن اْل ِع�ْن�
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar.
c. Dalam surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
ا �اَر. َن �ْم� �يْك �ْه�ِل َو�ُأ �ْم� ْك �ُف�َس� �َن ُأ ُق�ْوا �ْوا آُم�َن (ِذ�َيْن� اْل 6َه�ا َي� ُأ �ا َي
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka.14
D. Paradigma Pengembangan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah/Perguruan Tinggi Umum
1. Paradigma Dikotomis
Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat
sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya
dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada dan
tidak ada, bulat dan tidak bulat, pendidikan keagamaan atau pendidikan agama
dan pendidikan umum, demikian seterusnya. Pandangan dikotomis tersebut pada
gilirannya diembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia
dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan agama Islam
hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.
Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai seksi kerohanian.
Dengan demikian pendidikan keagamaan dihadapkan dengan pendidikan non-
keagamaan, pendidikan keislaman dengan non-keislaman, pendidikan agama
dengan pendidikan umum, demikian seterusnya.15
Paradigma dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan
pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan
masalah dunia dianggap tidak penting, serta menekankan pada pendalaman
al-‘ulum al-diniyah (ilmu-ilmu keagamaan) yang merupakan jalan pintas untuk
menuju kebahagiaan akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap
14 Zuhairini. dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya:Usaha Nasional) hal. 23-24 15 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2005) hal. 31
10
terpisah dari agama. Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat
keagamaan yang normatif, doktriner dan absolutis. Peserta didik diarahkan untuk
menjadi pelaku (actor) yang loyal (setia), memiliki sikap commitment
(keberpihakan), dan dedikasi (pengabdian) yang tinggi terhadap agama yang
dipelajari. Sementara itu, kajian-kajian keilmuan yang bersifat empiris, rasional,
analitis-kritis, dianggap dapat menggoyahkan iman, sehingga perlu ditindih oleh
pendekatan keagamaan yang normatif dan doktriner tersebut.16
2. Paradigma Mekanisme
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), secara etimologis
mechanism berarti: hal kerja mesin, cara kerja suatu organisasi, atau hal saling
bekerja seperti mesin, yang masing-masing bergerak sesuai dengan fungsinya.
Paradigma mechanism memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan
pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai
kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen,
yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu
dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.17
Paradigma tersebut tampak dikembangkan pada sekolah atau PT Umum
yang didalamnya diberikan seperangkat mata pelajaran atau ilmu pengetahuan
(mata kuliah), salah satunya adalah mata pelajaran atau mata kuliah pendidikan
agama yang hanya diberikan 2 atau 3 pelajaran per minggu, dan didudukkan
sebagai mata pelajaran atau mata kuliah dasar umum, yakni sebagai upaya
pembentukan kepribadian yang religius.
Kebijakan tentang PAI sebagai mata pelajaran atau mata kuliah dasar
umum, atau sebagai upaya pembentukan kepribadian yang religius, adalah sangat
prospektif dalam membangun watak, moral dan peradaban bangsa yang
bermatabat. Namun demikian, dalam realitasnya pendidikan agama Islam sering
termarginalkan, bahkan guru PAI di sekolah atau dosen PAI pada Perguruan
Tinggi Umum pun kadang-kadang terhambat kariernya untuk menggapai jabatan
fungsional tertinggi (guru besar), karena tidak tersedia program studi atau fakultas
sebagai induknya.
16 Ibid., hal. 3317 Ibid., hal. 35-36
11
Kebijakan tentang pembinaan pendidikan agama Islam secara terpadu di
sekolah umum misalnya, antara lain menghendaki agar pendidikan agama dan
sekaligus para guru/dosen agamanya mampu memadukan antara mata pelajaran
agama dengan pelajaran umum. Kebijakan ini akan sulit diimplementasikan pada
sekolah atau perguruan tinggi umum yang cukup puas hanya mengembangkan
pola relasi horizontal-lateral (independent). Barangkali kebijakan tersebut relatif
mudah diimplementasikan pada lembaga pendidikan yang mengembangkan pola
lateral-sekuensial. Hanya saja implikasi dari kebijakan tersebut adalah para
guru/dosen agama harus menguasai ilmu agama dan memahami substansial ilmu-
ilmu umum, sebaliknya guru/dosen umum dituntut untuk menguasai ilmu umum
(bidang keahliannya) dan memahami ajaran dan nilai-nilai agama. Bahkan
guru/dosen agama dituntut untuk mampu menyusun buku-buku teks keagamaan
yang dapat menjelaskan hubungan antara keduanya.18
3. Paradigma Organism
Organism dapat berarti susunan yang bersistem dari berbagai bagian jasad
hidup untuk suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, paradigma organism
bertolak dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem
yang terdiri atas komponen-komponen yang hidup bersama dan bekerja sama
secara terpadu menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau
dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama.19
Sistem pendidikan diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu
pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-
manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai
agama.20
PAI di Perguruan Tinggi Umum, menurut Keputusan Dirjen Dikti
Depdiknas RI Nomor: 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, merupakan salah
satu mata kuliah kelompok pengembangan kepribadian (MPK). Visi mata kuliah
ini menjadi sumber nilai dan pedoman bagi penyelenggaraan program studi dalam
18 Ibid., hal. 37-3819 Ibid., hal. 3920 Ibid.,
12
mengantarkan peserta didik mengembangkan kepribadiannya. Sedangkan misinya
adalah membantu peserta didik agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dalam
menerapkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa
tanggung jawab kemanusiaan (Pasal 1 & 2).
Dilihat dari fungsi PAI di sekolah serta visi dan misi PAI di PTU tersebut,
maka secara konseptual-teoretis PAI dikembangkan ke arah paradigma organisme
atau sistemik, yang ingin menjadikan PAI sebagai sumber nilai dan pedoman bagi
peserta didik untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, serta bagi
penyelenggaraan program studi di PTU, dan membantu peserta didik agar mampu
mewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Namun demikian, realitasnya di lapangan menunjukkan bahwa pada
umumnya PAI di PTU dikembangkan dengan menggunakan paradigma dikotomis
atau mekanisme, dan jarang menggunakan paradigm organisme atau sistemik. Hal
ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pendidikan agama islam di sekolah
umum.21
Paradigm organisme atau sistemik ini dapat dilakukan apabila pada guru
memahami keterkaitan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dengan mata
pelajaran/bidang studi yang dibinanya. Dalam konteks ini ada dua permasalahan
yang dihadapi para guru, yaitu: (1) para guru/dosen harus melek (menguasai)
bidang ilmunya; dan (2) para guru/dosen harus mampu menerjemahkan bidang
ilmu tersebut dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan yang terkandung dalam
ajaran agama Islam. Paradigm tersebut seyogyangnya berjalan secara alamiah,
tidak melalui proses yang mengada-ada. Sebab, dalam kenyataannya ada beberapa
konsep ilmu pengatahuan yang tidak bias diterjemahkan ke dalam nilai-nilai
tersebut. Melalui paradigma tersebut bukan berarti setiap pokok bahasan harus
dilegalkan dengan ayat-ayat Alquran atau al-hadis, malainkan dari setiap pokok
bahasan tersebut diambil hikmah yang dapat diambil peserta didik bagi kehidupan
(nilai spiritual)-nya.
Dengan demikian, diperlukan upaya spiritualisasi pendidikan atau
berupaya menginternalisasi nilai-nilai atau spirit agama melalui proses pendidikan
ke dalam seluruh aspek pendidikan di sekolah-sekolah atau Perguruan Tinggi
21 Ibid., hal. 40-41
13
Umum. Hal ini dimaksudkan untuk memadukan nilai-nilai sains dan teknologi
serta seni dengan keyakinan dan kesalehan dalam diri peserta didik. Ketika belajar
Biologi misalnya, maka pada waktu yang sama diharapkan pelajaran itu dapat
meningkatkan keyakinannya kepada Allah, karena di dalam ajaran agama
diterangkan bahwa Tuhanlah yang telah menciptakan keanekaragaman
(biodiversity) di muka bumi ini dan semuanya tunduk pada hukum-Nya.22
22 Ibid., hal. 42-43
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa bahwa
pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta
didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati
agama lain dalam hubungan kerukunan antar-umat beragama dalam masyarakat
untuk mewujudkan persatuan nasional.
Sebenarnya pendidikan Islam di perguruan tinggi umum saat ini masih
belum maksimal, di samping karena kehetrogenan mahasiswa /mahasiswinya dan
dengan tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda. Kebijakan Direktorat
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah antara lain:
1. Landasan Juridis
a. UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31
b. Tap MPR no.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dalam
Bab III
c. Undang Undang No. 20 Tahun 2003
d. PP NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
e. Peraturan Presiden NO.7 Tentang Rencana Pembangnan Jangka
Menengah Tahun 2004 pada Bab 31
2. Landasan filosofis
a. Visi dan Misi Departemen Agama RI
b. Visi dan Misi Ditjen Pendidikan Islam
c. Visi dan Misi Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah
3. Landasan Religius
a. surat An-Nahl ayat 125
b. surat Ali-Imran ayat 104
c. surat At-Tahrim ayat 6
15
Sedangkan Paradigma Pengembangan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah/Perguruan Tinggi Umum adalah:
1) Paradigma dikotomis
2) Paradigma mekanisme
3) Paradigma organism
16
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam,
Jakarta:Rajawali Pers, 2011
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam:Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa,
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta:PT
RajaGrafindo Persada, 2005
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya:Pustaka Pelajar
Zuhairini. dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya:Usaha Nasional
httpwww.pendis.kemenag.go.idpaifiledokumenRenstraDitpais.pdf
http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-
perguruan.html
http://www.ispi.or.id/2010/09/19/pengembangan-pendidikan-agama-islam-di-
sekolah/
https://usepsaepudin66.wordpress.com/kurikulum-pai-di-perguruan-tinggi-umum/
http://mrgzone.blogspot.com/2014/06/pai-di-perguruan-tinggi-umum-ptu.html
http://www.ibnushobah.web.id/2012/08/pai-di-ptu-sebuah-masalah-kritik-
dan.html
17