studi kasus perjanjian internasional

17
STUDI KASUS HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL POSISI INDONESIA DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA) 1. Perdagangan Bebas Perdagangan bebas (free trade) adalah prinsip perdagangan dengan menghilangkan berbagai hambatan perdagangan baik yang bersifat tariff barrier maupun non tariff barrier. Perdagangan yang dilandasi mekanisme pasar murni (berdasar pada permintaan dan penawaran) tanpa pengaruh-pengarih non ekonomi dan pengaruh-pengaruh intervensi regulasi yang menyebabkan eksklusivisme. Perdagangan bebas juga harus bebas dari pengaruh politis dari negara dan hubungan antar negara. Perdagangan bebas juga dipahami searah dengan pasar bebas. Negara-negara peserta World Trade Organisation (WTO) menandatangani perjanjian perdagangan bebas FTA (Free Trade Agreement). Negara-negara penandatangan menyerahkan kekuasaan yang dimilikinya (setelah melalui

Upload: ariechibi

Post on 21-Jan-2016

173 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

studi kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Perjanjian Internasional

STUDI KASUS HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

POSISI INDONESIA DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS

ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

1. Perdagangan Bebas

Perdagangan bebas (free trade) adalah prinsip perdagangan dengan

menghilangkan berbagai hambatan perdagangan baik yang bersifat tariff barrier

maupun non tariff barrier. Perdagangan yang dilandasi mekanisme pasar murni

(berdasar pada permintaan dan penawaran) tanpa pengaruh-pengarih non ekonomi

dan pengaruh-pengaruh intervensi regulasi yang menyebabkan eksklusivisme.

Perdagangan bebas juga harus bebas dari pengaruh politis dari negara dan

hubungan antar negara. Perdagangan bebas juga dipahami searah dengan pasar

bebas.

Negara-negara peserta World Trade Organisation (WTO) menandatangani

perjanjian perdagangan bebas FTA (Free Trade Agreement). Negara-negara

penandatangan menyerahkan kekuasaan yang dimilikinya (setelah melalui

pertimbangan mendalam dan proses perbandingan) untuk mengesampingkan

kebijakan nasional dan local demi norma yang lebih tinggi yaitu kesempatan

ekonomi oleh masyarakat internasional1. Setelah perjanjian FTA ini diterapkan,

kawasan-kawasan tertentu telah mengadakan kerjasama-kerjasama perdagangan

bebas antara lain AFTA (ASEAN Free Trade Area), EFTA (European Free

1 Yulianto S yahya, Hukum Antidumping di Indonesia, Ghalia Indonesia, 2008

Page 2: Studi Kasus Perjanjian Internasional

Trade Area) termasuk adanya perjanjian antaran ASEAN dengan China (ASEAN-

China Free Trade Area (ACFTA)2.

2. Perjanjian Area Perdagangan Bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade

Area)

Selain mengadakan perjanjian regional perdagangan bebas di wilayah

ASEAN yaitu wilayah Asia Tenggara, ASEAN juga mengadakan perjanjian

perdagangan bebas dengan negara-negara tertentu, contohnya adalah dengan

China. Pertimbangan melakukan perjanjian dengan CHINA adalah merupakan

negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tak terbendung.

Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh

kesepakatan para peserta ASEAN – China Summit di brunei Darusalam pada

Nopember 2001. Pada pertemuan antara China dan ASEAN di Bandar Seri

Begawan, Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal ASEAN-

China Free Trade Area untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Dalam prosesnya,

negosiasi tersebut berlanjut dalam tahapan-tahapan. Satu tahun kemudian, yaitu

tahun 2002 dilangsungkan penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama

Ekonomi (The Framework Agreement on a Comprehensive Economic

Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh, yang

didalamnya terdapat pula diskusi mengenai FTA. Tidak diragukan lagi bahwa

proposal yang ditawarkan oleh China sangat menarik karena China dan ASEAN

pada awalnya melihat kemungkinan besar akan adanya pertumbuhan ekonomi

2 Tongzon, Jose, 2005, ASEAN –China Free Trade Area: A bane or boon for ASEAN countries? The World Economy, Vol.28, No.2,

Page 3: Studi Kasus Perjanjian Internasional

yang lebih signifikan dengan adanya perjanjian tersebut, meskipun inisiatif untu

bekerjasama tersebut dating dari China.

Proposal yang diajukan oleh China tersebut, selanjutnya menjadi landasan

bagi pembentukan ACFTA dalam kurun waktu 10 tahun dengan suatu fleksibilitas

diberikan kepada negara tertentu seperti Kamboja, laos, Myanmar dan Vietnam.

Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen yaitu liberalisasi, fasilitas dan

kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi bidang perdagangan, servis atau

jasa dan investasi.

Mulai 1 Januari 2010, Indonesia telah membuka pasar dalam negeri secara

luas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar ini merupakan

implementasi dari perjanjian perdagangan bebas ACFTA. Produk-produk impor

dari ASEAN dan China lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena

adanya pengurangan tariff dan penghapusan tariff, serta tariff akan menjadi nol

persen dalam jangka waktu tiga tahun. Sebaliknya, Indonesia juga memiliki

kesempatan yang sama untuk mamasuki pasar dalam negri negara-negara ASEAN

dan China.

3. Pengaruh ACFTA bagi Indonesia.

Pada sejarahnya Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN hingga kini

masih mengalami kesulitan untuk menegakkan struktur hukum demi melindungi

ekonomi kerakyatan sesuai dengan mandat Pasal 33 UUD 1945. Bahkan upaya

untuk memproteksi badan-badan pengelola sumber0sumber hajat hidup orang

banyak, dilepaskan kepada asing. Keberadaan banyaknya perjanjian perdagangan

bebas yang diikuti, khususnya ACFTA akan kian menambah beratnya janji

Page 4: Studi Kasus Perjanjian Internasional

pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi siap tidak siap,

Indonesia telah terikat dengan perjanjian perdagangan bebas ACFTA dan perlu

mempersiapkan diri serta mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.

Ratifikasi menimbulkan akibat hukum baik eksternal maupun internal bagi

negara yang melakukannya. Akibat hukum eksternal yang timbul adalah bahwa

melalui tindakan tersebut berarti negara yang bersangkutan telah menerima segala

kewajiban yang dibebankan oleh persetujuan internasional yang dimaksud.

Sedangkan akibat hukum internal adalah kewajiban bagi negara yang

bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam persetujuan internasional yang bersangkutan. Sebagai

konsekuensi ratifikasi dan ikut sebagai subjek bagian dari ASEAN dalam

perjanjian perdagangan bebas ACFTA, semua produk perundang-undangan

nasional Indonesia harus mengacu pada prinsip-prinsip liberalisasi perdagangan

sebagaimana dirumuskan dalam WTO dan perjanjian perdagangan bebas yang

telah disepakati dan ditandatangani.

a. Indonesia Diserbu Produk China

Neraca Ekonomi Indonesia masih tumpang tindih antara ekspor

dan impor. Cukup sulit produk nasional untuk berkompetisi dengan

negara lain ketika berjalannya Free Trade, apalagi jika dibandingkan

dengan neraca ekspor impor China, dimana saat ini Indonesia banyak

ketergantungan barang-barang dari sector industry China. Serbuan produk

asing terutama dari China dapat mengakibatkan kehancuran sector-sektor

Page 5: Studi Kasus Perjanjian Internasional

ekonomi jika Indonesia tidak benar-benar mempersiapkan diri dan

melakukan penataan.

Sebelum tahun 2009 Indonesia telah mengalami proses

deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data Kamar Dagang

Industri (KADIN) Indonesia, peran industry pengolahan mengalami

penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada tahun 2008.

Diproyeksikan beberapa tahun ke depan, penanaman modal di sector

industry pengolahan mengalami penurunan US $ 5 miliar yang sebagian

besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM. Pasar

dalam negeri diserbu produk China dengan kualitas dan harga yang sangat

bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari

produsen di berbagai sector ekonomi menjadi importer atau pedagang.

Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstil China lebih murah antara

15 % hingga 25 . Bahkan produk seperti jarum harus impor. Jika banyak

sector ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sector-sektor vital

ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing terutama

China.

Impor elektronika dari China sudah mencapai 30 % atau seninai

300 juta dollar AS, 37 % dari 57 juta dollar AS produk tekstil, 60 %

mainan anak-anak dari total 17 juta dollar AS, 14 juta dollar AS atau 50 %

produk alas kaki, belum lagi dalam bentuk produk makanan dan minuman.

b. Indonesia berpotensi merugi

Page 6: Studi Kasus Perjanjian Internasional

Industri manufaktur berpotensi untuk merugi sebagai dampak dari

implementasi perjanjian perdagangan bebas ACFTA diperkirakan

mencapai Rp. 35 triliun per tahun. Nilai yang sangat besar tersebut

hanyalah potensi kerugian yang diderita oleh tujuh sector manufaktur

yakni industry petrokimia, pertekstilan, alas kaki dan barang dari kulit,

elektronik, keramik, makanan dan minuman, serta besi dan baja. Perkiraan

potensi kerugian tersebut merupakan hasil kajian Ikatan Sarjana Ekonomi

Indonesia (ISEI). Selain itu menurut data BPS hingga Juni 2009 nilai

impor perikanan Indonesia telah mencapai 72,68 juta dollar AS atau

melebihi 50 % dari impor perikanan tahun 2008.

Data Bulan April 2011 dari Harian Kompas mengenai

pertumbuhan Ekspor dan Impor negara ASEAn yang mengalami surplus

dan deficit. Terlihat beberapa negara seperti Malaysia, Filipina, Brunei

Darussalam dan SIngapura dapat memanfaatkan pertumbuhan ekspor,

sementara Indonesia masih masuk kategori deficit untuk ekspor.

No Negara Pertumbuhan Ekspor

Pertumbuhan Impor

(+) (-)

1 Vietnam 25,72 53,04 (-)2 Thailand 28,65 37,98 (-)3 Filipina 265,83 155,80 (+)4 Malaysia 137,65 51,04 (+)5 Brunei Darussalam 103,40 64,63 (+)6 Singapura 37,40 29,79 (+)7 Indonesia 25,08 54,97 (-)

Sumber data : Harian kompas 12 April 2011

c. Peraturan Perundangan di Indonesia belum mendukung

Hingga saat ini Indonesia belum memiliki perundang-undangan

yang integral dan komprehensif di bidang perdagangan, akibatnya,

Page 7: Studi Kasus Perjanjian Internasional

sebagian besar kebijakan pemerintah di bidang perdagangan dirumuskan

berdasarkan keputusan-keputusan ad hoc, lebih bersifat reaktif sesaat

terhadap permasalahan tertentu. Bahkan lebih parah lagi pada saat

kemajuan pesat teknologi informasi dan telekomunikasi serta transportasi

serta perkembangan hukum perdagangan internasional yang telah sampai

pada tahapan dimana transaksi perdagangan hamper tidak lagi mengenal

batas negara, sehingga biaya transaksi perdagangan internasional menjadi

semakin murah dan mudah dilakukan, landasan perdagangan masih

mengacu pada produk perundang-undangan colonial, yaitu

Bedrifsreglementeri ngs Ordonantie Stbl, 1934 (BRO 1934).

Keterbelakangan hukum perdagangan di negeri ini juga meliputi kesiapan

peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi

kesepakatan yang menyangkut Perjanjian Internasional di bidang

Perdagangan.

d. Apakah motif Indonesia mengikuti perjanjian perdagangan bebas jika

memang belum siap?

Hikmahanto menyebutkan bahwa setidaknya ada empat motif

keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian internasional :

1) perasaan tak enak dengan negara lain sebab Indonesia telah

tergabung dalam suatu organisasi atau asosiasi seperti ASEAN.

Sebagai salah satu negara anggota negara ASEAN tentunya

Indonesia turut menyukseskan apa yang menjadi program-program

Page 8: Studi Kasus Perjanjian Internasional

dan kebijakan ASEAN termasuk ikut serta menjadi bagian ASEAN

bekerjasama dengan negara lain seperti China melalui ACFTA.

2) Untuk mengangkat citra Indonesia dalam perjanjian perdagangan

bebas karena ingin disejajarkan dengan negara modern lain.

Padahal, agar perjanjian Internasional dapat berjalan di dalam

negeri, diperlukan proses transformasi ke dalam hukum nasional

dan infrastruktur penunjang.

3) Desakan negara atau lembaga keuangan internasional mengingat

Indonesia sangat bergantung secara ekonomi pada mereka.

Desakan dan dorongan tersebut akan cukup mempengaruhi

pertimbangan Indonesia turut serta dalam perjanjian perdagangan

bebas, tanpa terlebih dahulu mengkaji berbagai dampak yang

timbul dari perjanjian perdagangan bebas, sangat bertolak belakang

dengan negara lain yang mengkaji dan melakukan assessment

perjanjian perdagangan bebas sebelum negara mereka melakukan

penandatanganan.

4) Semata-mata karena proses tersebut telah dianggarkan tanpa persis

tahu kegunaan dan manfaat yang akan dihasilkan

e. Pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas oleh negara lain

Perjanjian internasional seperti perjanjian perdagangan bebas kerap

digunakan oleh negara-negara lain sebagai instrument politik untuk

kepentingan nasional mereka. Belum lagi perjanjian internasional kerap

dimanfaatkan untuk menintervensi kedaulatan hukum suatu negara

Page 9: Studi Kasus Perjanjian Internasional

sesudah era kolonialisme berakhir. Melalui perjanjian internasional dapat

dipastikan bahwa hukum suatu negara seragan dalam derajat tertentu

dengan hukum negara lain. Perjanjian internasional seperti penjanjian

perdagangan bebas pada dasarnya dimanfaatkan oleh negara yang

memiliki produsen untuk menghilangkan atau mengecilkan hambatan yang

terdapat dalam negara yang memiliki konsumen dan pasar. Dalam hal ini

terkait dengan ACFTA, Indonesia bagi negara adalah konsumen yang

potensial dan pasar yang sangat menjanjikan keuntungan yang sangat

besar.

4. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh Indonesia untuk memproteksi ekonomi dalam

negeri.

a. meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan China,

memperbaiki masalah infrastruktur sehingga memadai.

b. Indonesia perlu untuk memperhatikan struktur produksi dan ekspor mana

yang bebeda dari China. Jadi apa yang tidak diproduksi di China, maka

produk itu dapat dijadikan produk ekspor andalan Indonesia ke China.

c. Indonesia dengan China dapat melakukan Voluntary Export Restraint

(VER) yaitu dengan meminta secara sukarela kepada China untuk

membatasi ekspornya ke Indonesia dengan mencabut subsidi ekspor dan

membeli lebih banyak dari Indonesia, seperti yang pernah dilakukan uleh

AS.

Page 10: Studi Kasus Perjanjian Internasional

d. Membarantas dan meminimalkan variable ekonomi biaya tinggi seperti

pungutan liar danpenentuan harga jual produk, termasuk bentuk-bentuk

korupsi, termasuk pungli.

e. Menciptakan hambatan-hambatan non-tarif, seperti standarisasi produk

asing yang boleh masuk Indonesia. Termasuk di dalamnya sertifikasi halal

tidaknya terhadap produk makanan dan kosmetik, produk tekstil, obat-

obatan dan lain lain.

5. Kesimpulan

a. Perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan China memberikan

pengaruh terhadap Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN untuk ikut

serta melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian perdagangan

bebas tersebut .

b. Posisi Indonesia dalam ACFTA dapat dilihat dari implikasi dan

dampaknya yang cukup berarti yaitu dampak injuries terhadap produsen

tekstil dan elektronik serta makanan dan minuman.

c. Secara hukum, Indonesia sulit untuk mundur dari Perjanjian ACFTA

meskipun belum siap.

Penulis

RM.SULAIMANUDIN

Page 11: Studi Kasus Perjanjian Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Aksoy, M. Ataman dan John C. Beghin. Global Agricultural Trade and Developing Countries. Washington, DC: World Bank, 2004.

Altman, Andrew, Arguing About Law : An Introduction to Legal Philosophy, Belmont : Wadsworth, 2001.

Anonim. The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy. Washington, DC. 1993.

Azis, Yahya M. Abdul, ed. Visi Global Antisipasi Indonesia Memasuki Abad ke 21. Yogyakarta :Pustaka Pelajar. 1986.

Bhagwati. Free Trade, Fairness and The New Protectionism, Reflection on an Agenda for the World Trade Organization. The Institute of Economic Affairs for the Wincott Foundation : London. 1995

Bronckers, M C E J, A Cross-Section of WTO Law. Cameron May: Singapore. 2000

Cleveland, S H. Human Rights Sanction and International Trade: A Theory of Compatibility, Journal of International Economic Law. Oxford University Press: Oxford. 2002

E. Gomory, Ralph and William J. Baumol, “Global Trade and ConflictingNational Interests”, Cambridge, Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology Press, 2000.

Garcia, Frank, Trade, Inequality and Justice: Toward a Liberal Theory of Just Trade. Transnational Publisher, New York, 2003

Tongzon, Jose, 2005, “ASEAN–China free trade area: A bane or boon for ASEAN countries?” The World Economy, Vol. 28, No. 2.