studi kasus lendutan plat berbasis metode elemen hingga

18
Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga Dengan Program SAP2000 Devin, Sjahril A. Rahim, Yuskar Lase Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:[email protected] Abstrak Laporan skripsi ini akan membahas mengenai analisa terhadap plat lantai delapan dari suatu gedung X dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga. Analisa yang dilakukan mencakup analisa linear untuk mengecek lendutan jangka pendek dan jangka panjang yang terjadi serta membandingkan luas tulangan desain terhadap luas tulangan existing. Analisa non-linear dilakukan dengan menggunakan layer element yang dimiliki program SAP2000, untuk mengetahui kekuatan dari struktur lantai eksisting. Hasil analisa dari pemodelan dan juga survey di lapangan menunjukkan bahwa pada plat lantai terjadi lendutan yang melebihi syarat dan ketentuan. Selain itu, hasil analisa linear juga menunjukkan bahwa luas tulangan eksisting tidak cukup untuk menahan beban rencana. Meskipun demikian, hasil analisa non-linear membuktikan bahwa kondisi struktur eksisting masih kuat untuk menahan beban rencana. Untuk memulihkan lendutan plat yang telah terjadi, maka dicari solusi yang sesuai yaitu dengan melakukan external post-tension pre-stressing. Kata Kunci: Metode elemen hingga, plat, luas tulangan, lendutan, external post-tension pre-stressing. Study Case: Slab Deflection with Finite Element Method by Using SAP2000 Abstract The main discussion of this paper is about the analysis of a slab in an “X” building by using finite element method approach. The analysis includes linear analysis, which is done not only to check the immediate and long term deflection of the slab, but also to compare the steel cross section area between the model results and actual structure. By using SAP2000’s layer element, non-linear analysis is conducted to find the strength of existing structure. Both site observation and linear analysis show that the deflection of the slab is large and the current steel cross section area of the structure is insufficient. Even so, the existing slab is still capable to withstand the ultimate design load, as proven by the non-linear analysis. Since the main problem of the slab, which is its deflection, have been discovered, then it is mandatory to find the solution for the problem. In this paper, external post-tension pre-stressing will be utilized to restore the slab deflection. Keywords: Finite element method, slab, steel cross section area, deflection, external post-tension pre-stressing. 1. Pendahuluan Tingkat persaingan dunia konstruksi yang sangat ketat membuat hampir semua perencana sipil hanya mempertimbangkan kekuatan struktur untuk menahan beban yang bekerja kepadanya dalam proses perancangan tanpa memperhatikan faktor kenyamanan kepada para pengguna struktur. Faktor kenyamanan pada plat terutama muncul dari segi visualnya, seperti besarnya lendutan yang terjadi dan lebar retakan yang terbentuk pada Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga Dengan Program SAP2000

Devin, Sjahril A. Rahim, Yuskar Lase

Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

E-mail:[email protected]

Abstrak

Laporan skripsi ini akan membahas mengenai analisa terhadap plat lantai delapan dari suatu gedung X dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga. Analisa yang dilakukan mencakup analisa linear untuk mengecek lendutan jangka pendek dan jangka panjang yang terjadi serta membandingkan luas tulangan desain terhadap luas tulangan existing. Analisa non-linear dilakukan dengan menggunakan layer element yang dimiliki program SAP2000, untuk mengetahui kekuatan dari struktur lantai eksisting. Hasil analisa dari pemodelan dan juga survey di lapangan menunjukkan bahwa pada plat lantai terjadi lendutan yang melebihi syarat dan ketentuan. Selain itu, hasil analisa linear juga menunjukkan bahwa luas tulangan eksisting tidak cukup untuk menahan beban rencana. Meskipun demikian, hasil analisa non-linear membuktikan bahwa kondisi struktur eksisting masih kuat untuk menahan beban rencana. Untuk memulihkan lendutan plat yang telah terjadi, maka dicari solusi yang sesuai yaitu dengan melakukan external post-tension pre-stressing. Kata Kunci: Metode elemen hingga, plat, luas tulangan, lendutan, external post-tension pre-stressing.

Study Case: Slab Deflection with Finite Element Method by Using SAP2000

Abstract

The main discussion of this paper is about the analysis of a slab in an “X” building by using finite element method approach. The analysis includes linear analysis, which is done not only to check the immediate and long term deflection of the slab, but also to compare the steel cross section area between the model results and actual structure. By using SAP2000’s layer element, non-linear analysis is conducted to find the strength of existing structure. Both site observation and linear analysis show that the deflection of the slab is large and the current steel cross section area of the structure is insufficient. Even so, the existing slab is still capable to withstand the ultimate design load, as proven by the non-linear analysis. Since the main problem of the slab, which is its deflection, have been discovered, then it is mandatory to find the solution for the problem. In this paper, external post-tension pre-stressing will be utilized to restore the slab deflection. Keywords: Finite element method, slab, steel cross section area, deflection, external post-tension pre-stressing. 1. Pendahuluan

Tingkat persaingan dunia konstruksi yang sangat ketat membuat hampir semua

perencana sipil hanya mempertimbangkan kekuatan struktur untuk menahan beban yang

bekerja kepadanya dalam proses perancangan tanpa memperhatikan faktor kenyamanan

kepada para pengguna struktur. Faktor kenyamanan pada plat terutama muncul dari segi

visualnya, seperti besarnya lendutan yang terjadi dan lebar retakan yang terbentuk pada

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 2: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

struktur beton. Lendutan yang ekstrim dan retak yang relatif lebar dapat mengintimidasi para

pengguna struktur serta merusak komponen-komponen non-struktural yang berada di atas

struktur tersebut. Meskipun pada dasarnya struktur tersebut aman dan kuat terhadap berbagai

beban yang bekerja, namun para pengguna tetap akan meragukan keamanan struktur. Oleh

karena itu, besarnya besarnya lendutan yang terjadi hendaknya dapat dikontrol dan

disesuaikan dengan peraturan yang telah ditentukan. Begitu juga halnya yang terjadi pada plat

lantai pada suatu gedung, katakanlah gedung X, yang terdiri atas 18 lantai dan telah berumur

sekitar 15 tahun. Dari hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa lendutan yang terjadi pada

plat dari gedung X tersebut adalah sekitar 8 – 11 cm, yang tentunya nilai lendutan ini telah

melebihi persyaratan yang diizinkan. Oleh karena itu, maka dilakukan studi pada plat lantai

delapan tersebut dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga, yakni dengan

bantuan program SAP2000.

Penelitian cukup dibatasi hanya pada satu lantai gedung, yaitu pada lantai delapan

yang memiliki bentuk plat dan fungsi lantai yang cukup mirip dengan plat lantai lainnya.

Pemodelan plat pada lantai delapan diharapkan telah dapat mewakili analisa plat untuk plat

lantai gedung tersebut secara keseluruhan. Analisa yang akan dilakukan adalah melingkupi

pengecekan terhadap jumlah tulangan yang diperlukan, perbandingan antara jumlah tulangan

eksisting dengan jumlah tulangan yang dibutuhkan, analisa kekuatan lentur plat lantai dengan

kondisi tulangan eksisting secara non-linear, analisa lendutan jangka pendek serta lendutan

jangka panjang akibat beban rencana, dan menentukan alternatif yang efektif dalam

memulihkan lendutan yang terjadi pada kondisi eksisting plat. Dalam hal ini, metode yang

akan digunakan adalah berupa external post-tension pre-stressing.

2. Tinjauan Teoritis

Dalam teori klasik, terdapat dua teori utama mengenai plat, yaitu teori Kirchoff-Love

dan teori Reissner-Mindlin. Teori Kirchoff-Love menyatakan bahwa perubahan bentuk pada

plat terjadi sedemikian rupa sehingga garis lurus, yang semula tegak lurus bidang pusat plat,

tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang. Dengan demikian, teori Kirchoff-Love

hanya berlaku untuk plat tipis, yaitu plat dengan rasio !!> 20, di mana deformasi akibat gaya

geser transversal dapat diabaikan. Di lain hal, teori Reissner-Mindlin berlaku untuk plat tebal

dengan rasio 4 < !!< 20, di mana pengaruh gaya geser transversal tidak lagi dapat diabaikan.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 3: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Pada program SAP2000, dua elemen plat yang digunakan adalah elemen DSE dan juga

elemen DKE. Elemen DSE adalah elemen untuk plat tebal, di mana penurunannya berawal

dari teori Reissner-Mindlin, dengan definisi displacement function sebagai berikut:

! = !!!!!!!! (2.1)

!! = !!!!!!!!! + !!!!(∆!!)!!

!!!!! (2.2)

!! = !!!!!!!!! + !!!!(∆!!)!!

!!!!! (2.3)

Besarnya gaya geser transversal yang terjadi pada sisi tengah elemen plat (!!")adalah:

!!" =!!!!" − !!" − !"#!!"

!!!! + !!! + !"#!!"

!!!! + !!! − !

!∆!     (2.4)

Prinsip teorema Castigliano yang menyatakan bahwa total energi potensial dari suatu elemen

adalah:

Π =  Π!"# − Π!"# (2.5)

Selanjutnya, persamaan teorema castigliano dapat diturunkan lebih lanjut sehingga didapatkan

persamaan:

Π!"# =!!!! ∆! !!!! + !!!! !!!" + !!!"

!!!" + !!!" !!!! + !!!!!!∆! (2.6)

Oleh karena DOF ∆! merupakan derajat kebebasan yang diasumsikan pada elemen, maka ∆!

harus dihilangkan dengan melakukan proses static condensation:

!!!! + !!!! !!!" + !!!"!!!" + !!!" !!!! + !!!!

!∆! = !

0 (2.7)

Di lain hal, untuk elemen DKE, yaitu elemen untuk plat tipis, maka gaya geser transversal

diasumsikan bernilai 0, sehingga ∆! dapat dinyatakan menjadi:

∆! = !!!

!!" − !!" −! !"#!!"

!!!! + !!! + !"#$!!"

!!!! + !!! (2.8)

Untuk elemen membran pada SAP2000, definisi displacement function yang digunakan

adalah:

!! = !!!!!!!!! + !!"(∆!!)!!

!!!!! (2.9)

!! = !!!!!!!!! + !!"(∆!!)!!

!!!!! (2.10)

Untuk menghilangkan faktor ∆!!, maka dilakukan penambahan suatu matriks dengan rank

sebesar 1 kepada matriks kekakuan membrane, yakni:

! = !!!!!!! !" (2.11)

di mana variabel !! diperoleh dengan menggunakan selisih antara absolute rotation dan juga

average relative rotation, yaitu:

! = !! − !! =  !!! (2.12)

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 4: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Untuk elemen shell, maka cukup dilakukan superposisi dari teori elemen plat dan juga teori

elemen membran.

Dari hasil analisa linear tersebut, maka didapatkan lendutan jangka pendek (immediate

deflection) yang terjadi pada plat. Untuk mendapatkan lendutan jangka panjang, maka

digunakan ACI Multiplier. Detail mengenai ACI Multiplier yang digunakan dan pengecekan

terhadap batasan lendutan pada struktur, disesuaikan dengan peraturan ACI 318-11.

Pada perhitungan prategang, tegangan yang hilang (prestress loss) merupakan hal

penting yang harus diperhitungkan. Pada kasus external post-tension pre-stressing, besarnya

elastic shortening dan frictional loss adalah 0. Sementara itu, pada kasus ini umur bangunan

telah mencapai sekitar 15 tahun, maka efek creep dan shrinkage sangatlah kecil sehingga juga

dapat diabaikan. Dengan demikian, prestress loss yang harus diperhitungkan cukup dua, yaitu

anchorage slip untuk masa initial condition (sesaat setelah pengangkuran dilaksanakan) dan

steel relaxation untuk final condition (untuk jangka panjang). Detail perhitungan anchorage

slip disesuaian dengan peraturan ACI 318-11, sementara perhitungan prestress loss untuk

steel relaxation disesuaikan dengan peraturan ASTM A416-12a, ASTM A421-10, dan ASTM

A722-12.

Berbeda dengan analisa linear yang melakukan pembebanan secara penuh (full load)

dan menggunakan kekakuan yang langsung direduksi, maka analisa non-linear melakukan

pembebanan secara bertahap, seperti yang dinyatakan dalam persamaan (2.13) berikut:

!" = ! . !" (2.13)

Oleh karena pembebanan dilakukan dari awal, maka kekakuan struktur untuk analisa non-

linear dimulai dari 1, yakni sebelum beton mengalami retak. Reduksi kekakuan dilakukan

secara otomatis oleh program SAP2000 dengan menggunakan layer element. Prinsip utama

dalam layer element adalah untuk membagi penampang struktur menjadi beberapa lapisan

dan kemudian dicari besarnya tegangan-tegangan yang dihasilkan pada setiap lapisan

penampang akibat pembebanan bertahap yang dilakukan. Apabila tegangan pada salah satu

lapisan telah melebihi batas tegangan material yang ditentukan, maka secara otomatis lapisan

tersebut akan mengalami keretakan. Program SAP2000 kemudian akan menghitung kekakuan

dan luas penampang setelah mengalami retak.

Pada program SAP2000, kurva tegangan-regangan material yang digunakan adalah

berdasarkan teori Mander (1984) untuk material beton dan teori Park (1984) untuk material

baja. Definisi kurva tegangan-regangan yang digunakan dapat terlihat pada gambar 1 berikut:

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 5: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Gambar 1. Kurva Stress-Strain Baja menurut Park (kiri) dan Beton menurut Mander (kanan)

Khusus untuk material beton, kurva yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva

untuk beton unconfined karena fokus penelitian adalah lebih kepada plat lantai.

3. Metode Penelitian

Dari hasil percobaan di laboratorium, didapatkan bahwa mutu beton yang digunakan

pada plat adalah sebagai berikut: 25.55 MPa untuk balok dan plat, 24.085 MPa untuk dinding

dan 27.91 MPa untuk kolom. Sementara itu mutu tulangan baja yang digunakan adalah baja

dengan tegangan leleh sebesar 400 MPa. Data lainnya yang digunakan dalam sistem

pemodelan ini adalah: Ebaja= 200000 MPa dengan !  baja = 0.3; Ebeton= 4700 !"′ dengan !  

beton = 0.2. Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah 1.4(DL+SDL) dan

1.2(DL+SDL) + 1.6LL dengan detail pembebanan yang digunakan adalah:

Tabel 1. Detail Pembebanan Struktur

Jenis Beban Berat DL Beton Bertulang 2400 kg/m3

SDL Lantai Kantor 274 kg/m2 Lantai Lobby Lift 168 kg/m2

LL Lantai Kantor 250 kg/m2 Lantai Lobby Lift 300 kg/m2

Menurut peraturan pembebanan SKBI-1.3.53.1987, besarnya beban Live Load untuk

perencanaan balok induk (dalam kasus ini adalah perimeter beam) pada lantai office dapat

direduksi menjadi 0.6 Live Load.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 6: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Oleh karena struktur lantai yang simetris, maka hanya perlu dilakukan pemodelan

setengah dari struktur dengan memberikan boundary condition pada nodal yang berada di titik

simetris tersebut, yaitu hanya boleh mengalami deformasi pada arah sumbu Z, namun

besarnya rotasi yang terjadi pada arah sumbu Y adalah 0.

Gambar 2. Pemodelan Beam Sebagai Thick Shell Gambar 3. Pemodelan Beam Sebagai Frame Detail pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2. Detail Pemodelan yang Digunakan

Jenis Struktur Jenis Pemodelan Model Beam Sebagai Thick Shell Model Beam Sebagai Frame

Perimeter Beam Thick Shell Thick Shell dengan kekakuan ≈0 Frame

Plat Thin Shell Thin Shell Dinding Thick Shell Thick Shell Constraint Diaphragma Diaphragma, Beam, Body

Pada pemodelan beam sebagai frame, diberikan beam constraint untuk menjaga agar

lebar perimeter beam tetap sebesar 1.5 meter. Selain itu, juga diberikan body constraint

karena terdapat eksentrisitas antara as balok dan as kolom. Untuk menghindari terjadinya

kekakuan ganda pada balok, maka kekakuan thick shell di sepanjang balok direduksi

kekakuanya hingga mendekati 0, sementara kekakuan balok pada model frame tetaplah

dipertahankan seperti pada kondisi ultimate.

Pada prosedur desain (analisa linear), beban yang digunakan adalah beban dalam

kondisi ultimate, di mana material beton telah mengalami retak. Oleh karena itu, maka

seluruh struktur beton harus dikurangi kekakuannya yang disesuaikan dengan peraturan SNI

2847-2013. Untuk prosedur analisa non-linear, kekakuan struktur tetap dipertahankan bernilai

1, dan kemudian dilakukan pembebanan bertahap dengan memberikan displacement load

y, 2

x, 1

y, 2

x, 1

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 7: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

pada nodal yang ingin ditinjau. Dalam penelitian ini, displacement load diberikan pada nodal

yang memiliki nilai lendutan tertinggi dengan dua jenis pembebanan, yaitu:

a. Beban Dead Load dan Superimposed Dead Load secara bertahap hingga struktur

mengalami failure.

b. Beban Dead Load dan Superimposed Dead Load secara penuh, kemudian dilanjutkan

dengan pembebanan Live Load secara bertahap hingga struktur mengalami failure.

Selain itu, struktur balok dan plat pada analisa non-linear dimodelkan dengan menggunakan

layered model dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Lapisan teratas adalah lapisan selimut beton.

b. Lapisan kedua adalah lapisan tulangan dengan ketebalan sesuai dengan perbandingan

antara luas tulangan dan jarak antar tulangan yang digunakan pada setiap tulangan pada

arah yang bersesuaian.

c. Lapisan ketiga adalah lapisan beton, dengan jumlah lapisan minimum sebanyak 6 bagian.

d. Lapisan keempat adalah lapisan tulangan, seperti pada lapisan kedua namun tetap

disesuaikan dengan luasan tulangan dan jarak antar tulangan yang digunakan.

e. Lapisan terakhir adalah lapisan selimut beton.

Untuk kasus prategang, dua pendekatan dapat digunakan dalam proses analisa, yaitu

dengan memodelakan gaya prategang langsung sebagai gaya-gaya yang bekerja pada plat,

atau memodelkan gaya prategang dalam bentuk tendon element yang diberikan force pada

titik pengangkuran. Pada dasarnya kedua pendekatan tersebut tidak berbeda jauh, akan tetapi

pemodelan gaya prategang dalam bentuk tendon element tentunya akan memperhitungkan

faktor kekakuan, sehingga tentunya akan memberikan hasil yang lebih baik. Detail pemodelan

prategang yang digunakan dalam penelitian ini adalah: balok-balok yang berfungsi untuk

memikul gaya prategang akan dimodelkan sebagai elemen beam, sementara itu untuk tendon

akan dimodelkan sebagai tendon element. Material balok yang akan digunakan adalah

material baja, sehingga kekakuannya dipertahankan tetap bernilai 1. Sebagai tambahan pada

elemen beam, akan diberikan moment release pada kedua ujung balok.

Gambar 4. Detail Moment Release yang Digunakan

Moment Release

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 8: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Perlu diingat bahwa diaphragma constraint yang sebelumnya diberikan pada struktur lantai

harus dilepas, sehingga gaya-gaya prestress yang diberikan pada daerah pengangkuran dapat

disalurkan menuju plat lantai. Data lain yang digunakan dalam pemodelan prategang ini

adalah: diameter tulangan strand = 15 mm, mutu tulangan strandadalah low relaxation strand

dengan fu = 1860 MPa, gaya prestress yang diberikan adalah 0.75!! =  1395  !"#, dan alat

prategang yang digunakan adalah: VSL Multistrand Type E Stressing Anchorage.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil dari analisa linear adalah sebagai berikut:

a. Perbandingan lendutan untuk plat sudut:

Tabel 3. Perbandingan Lendutan Plat Sudut

Untuk  Plat  Sudut  Balok  Sebagai  Frame   Balok  Sebagai  Thick  Shell  

Jangka  Pendek  (m)  

Jangka  Panjang  (m)  

Jangka  Pendek  (m)  

Jangka  Panjang  (m)  

Defleksi  Maksimum:   -­‐0.034   -­‐0.113   -­‐0.027   -­‐0.089  Rata-­‐Rata:   -­‐0.020   -­‐0.066   -­‐0.014   -­‐0.048  

b. Perbandingan lendutan untuk plat atas dan plat bawah:

Tabel 4. Perbandingan Lendutan Plat Atas dan Plat Bawah

Untuk  Plat  Atas  dan  Plat  Bawah  

Balok  Sebagai  Frame   Balok  Sebagai  Thick  Shell  Jangka  

Pendek  (m)  Jangka  

Panjang  (m)  Jangka  

Pendek  (m)  Jangka  

Panjang  (m)  Defleksi  Maksimum:   -­‐0.025   -­‐0.084   -­‐0.023   -­‐0.075  Rata-­‐Rata:   -­‐0.017   -­‐0.055   -­‐0.012   -­‐0.039  

c. Perbandingan lendutan untuk plat samping:

Tabel 5. Perbandingan Lendutan Plat Samping

Untuk  Plat  Sudut  Balok  Sebagai  Frame   Balok  Sebagai  Thick  Shell  

Jangka  Pendek  (m)  

Jangka  Panjang  (m)  

Jangka  Pendek  (m)  

Jangka  Panjang  (m)  

Defleksi  Maksimum:   -­‐0.024   -­‐0.08   -­‐0.023   -­‐0.075  Rata-­‐Rata:   -­‐0.015   -­‐0.051   -­‐0.013   -­‐0.043  

Untuk plat tengah, lendutan yang terjadi sangat kecil, sehingga dapat diabaikan.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 9: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

d. Perbandingan luas tulangan plat sudut:

Tabel 6. Perbandingan Luas Tulangan Plat Sudut Daerah Tumpuan

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   3170.11   1515.74   7409.05   1704.54  Ast1  (bot)   3175.3   1483.95   7043.57   1553  Ast2  (top)   2655.42   1285.71   5575.62   1773.14  Ast2  (bot)   2644.04   1293.36   5215.97   2007.12  

e. Perbandingan luas tulangan plat atas dan plat bawah:

Tabel 7. Perbandingan Luas Tulangan Seluruh Plat Atas dan Plat Bawah

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   1632.09   1006.65   4250.53   1326.16  Ast1  (bot)   1536.19   816.45   4432.52   1617.31  Ast2  (top)   2729.95   2665.52   4600.12   1402.81  Ast2  (bot)   2798.6   2457.57   4782.65   1439.9  

f. Perbandingan luas tulangan plat samping dan plat tengah:

Tabel 8. Perbandingan Luas Tulangan Plat Samping dan Plat Tengah

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   2977.06   1546.4   6230.35   1637.16  Ast1  (bot)   3080.82   1506.94   6447.08   11626.2  Ast2  (top)   1912.19   785.3   3451.57   1180.74  Ast2  (bot)   2213.69   772.21   3662.89   2020.87  

g. Perbandingan luas tulangan Perimeter Beam arah X:

Tabel 9. Perbandingan Luas Tulangan Perimeter Beam Arah X

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   6896.85   4237.695   2483.38   1900.66  Ast1  (bot)   4732.56   4657.08   1900.66   4227  Ast2  (top)   5384.83   2464.66   625   625  Ast2  (bot)   3645.64   1793.77   625   625  

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 10: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

h. Perbandingan luas tulangan Perimeter Beam arah Y:

Tabel 10. Perbandingan Luas Tulangan Perimeter Beam Arah Y

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   4025.16   2806.06   625   625  Ast1  (bot)   3332.4   1580.75   625   625  Ast2  (top)   7669.45   1645.78   2621.55   1900.66  Ast2  (bot)   5338.11   1653.96   1900.66   4227  

i. Perbandingan luas tulangan Canopy Beam arah X:

Tabel 11. Perbandingan Luas Tulangan Canopy Beam Arah X

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   6724.26   4968.795   2687.46   1900.66  Ast1  (bot)   4457.895   3516.41   1900.66   4227  Ast2  (top)   5079.55   2180.93   625   625  Ast2  (bot)   2826.23   1618.58   625   625  

j. Perbandingan luas tulangan Canopy Beam arah Y:

Tabel 12. Perbandingan Luas Tulangan Canopy Beam Arah Y

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Daerah  Tumpuan  (mm2)  

Daerah  Lapangan  (mm2)  

Ast1  (top)   4025.16   1830.05   625   625  Ast1  (bot)   3074.84   1340.25   625   625  Ast2  (top)   7669.46   3322.85   2621.55   1900.66  Ast2  (bot)   5308.11   3204.05   1900.66   4227  

k. Perbandingan luas tulangan balok potongan:

Tabel 13. Perbandingan Luas Tulangan Balok Potongan 2 dan Balok Potongan 1

Luas  Tulangan  Beam  Sebagai  Thick  Shell   Beam  Sebagai  Frame  

Balok  Potongan  2  (mm2)  

Balok  Potongan  1  (mm2)  

Balok  Potongan  2  (mm2)  

Balok  Potongan  1  (mm2)  

Ast1  (top)   1605.33   1274   2818   3998.7  Ast1  (bot)   1935.87   1247.37   716.62   1915.33  Ast2  (top)   2298.87   1570.16   2575.81   3984.96  Ast2  (bot)   2093.18   1699.73   1801.93   1796.57  

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 11: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

l. Daktilitas balok:

Tabel 14. Pengecekan Daktilitas Balok

Jenis  Balok   !min   !top   !bot   !max  Syarat  Daktilitas:  

!min<!<!max   !bot≥½!top  Balok  Potongan  1   0.0035   0.00852   0.00852   0.02073   Terpenuhi   Terpenuhi  Balok  Potongan  2   0.0035   0.00852   0.00852   0.02073   Terpenuhi   Terpenuhi  Perimeter  Beam   0.0035   0.011364   0.005682   0.02073   Terpenuhi   Terpenuhi  Canopy  Beam   0.0035   0.01477   0.0074   0.02073   Terpenuhi   Terpenuhi  

Dari hasil analisa linear, terlihat bahwa lendutan yang terjadi pada plat sudut, plat atas,

plat bawah dan plat samping telah melebihi lendutan yang ditentukan oleh ACI, yaitu sebesar

17.5 mm. Selain itu, analisa linear juga menunjukkan bahwa sebagian besar luas tulangan

eksisting pada struktur adalah lebih sedikit dari luas tulangan desain, sehingga tentunya plat

eksisting tidak kuat untuk menahan beban rencana.

Hasil analisa non-linear:

a. Untuk kasus pembebanan DL+SDL secara bertahap hingga struktur mencapai failure.

Gambar 5. Kurva Step Terhadap Vertical Displacement Untuk DL+SDL

Gambar 6. Kurva Step Terhadap Total Vertical Support Reaction Untuk DL+SDL

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 12: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Gambar 7. Kurva Total Vertical Support Reaction terhadap Displacement Untuk DL+SDL

Dari kurva load terhadap step terlihat bahwa mutu plat mengalami perubahan

kemiringan bahkan mulai dari tahap pembebanan pertama. Hal tersebut terjadi karena

tegangan tarik pada plat samping, plat atas dan plat bawah telah mencapai batas tegangan

tarik pada material beton, yaitu sebesar 3 MPa. Apabila beban terus ditambahkan, maka suatu

saat kekuatan struktur lantai akan mulai mengalami penurunan kekuatan, dimulai dari sekitar

tahap pembebanan ketiga dan akan terus menurun hingga mencapai kondisi plastis, yaitu pada

sekitar tahap pembebanan kelima. Penurunan kekuatan struktur lantai terjadi karena tegangan

tekan pada struktur beton telah mencapai nilai 19 MPa, di mana kurva tegangan-regangan

material beton mulai mengalami perubahan kelandaian, sehingga tentunya apabila beban terus

ditambahkan, maka suatu saat akan struktur lantai akan mencapai suatu kondisi ultimate, yaitu

pada sekitar tahap pembebanan kelima yang ditandai dengan besarnya tegangan ultimate

selimut bawah pada beton telah mencapai tegangan 25.5 MPa.

Luas plat adalah sebesar 641.35 m2. Bedasarkan kurva step-load, maka didapatkan

besarnya beban maksimum yang dapat diteahan oleh plat adalah sebesar 34.4 MN. Dengan

demikian, kapasitas plat adalah sebesar 53.64 kN/m2. Dibandingkan dengan kombinasi beban

sebesar 1.4(DL+SDL), yaitu sebesar 22.5 kN/m2, maka kapasitas plat masih kuat untuk

menahan beban rencana.

b. Untuk kasus pembebanan 1.2(DL+SDL) secara penuh dan pembebanan LL secara

bertahap hingga struktur mencapai failure.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 13: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Gambar 8. Kurva Step Terhadap Displacement Untuk DL+SDL+LL

Gambar 9. Kurva Step Terhadap Total Vertical Support Reaction untuk DL+SDL+LL

Gambar 10. Kurva Total Vertical Support Reaction Terhadap Displacement Untuk DL+SDL+LL

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 14: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Pada kondisi awal pembebanan Live Load secara bertahap, tegangan beton pada

selimut terbawah untuk plat sudut telah mengalami crack, yang ditandai dengan nilai

tegangan beton bernilai 0.

Selain itu, terlihat bahwa degradasi kurva terjadi pada pembebanan tahap pertama

hingga kedua. Hal ini terjadi karena tegangan tarik pada selimut terbawah beton telah

melampaui 3 MPa, sehingga mutu tarik pada beton mulai mengalami penurunan secara

berangsur-angsur hingga mencapai 0 MPa yang ditandai dengan terjadinya fenomena

cracking.

Dari kurva total vertical support reaction terhadap step terlihat bahwa degradasi

kekuatan plat pada tahap pembebanan ketiga hingga kelima. Pada akhir tahap pembebanan

ketiga, tegangan tekan pada selimut terbawah balok yang bertumpu pada dinding telah

mencapai 19 MPa, di mana kurva tegangan-regangan pada material beton telah mengalami

degradasi kemiringan. Apabila pembebanan terus dilanjutkan, maka tegangan pada selimut

bawah akan mencapai batas tegangan ultimate pada beton yaitu sebesar 25.5 MPa dan pada

saat itulah kurva load terhadap step akan mencapai kondisi plastis yang ditandai dengan nilai

gradien kemiringan kurva load terhadap step sebesar 0.

Dari kurva displacement terhadap step juga terlihat bahwa terjadi perilaku yielding

pada struktur untuk tahap pembebanan kesembilan. Pada akhir tahap pembebanan kedelapan,

kontur tegangan baja baik untuk balok maupun plat tidak menunjukkan bahwa tulangan

memasuki tahap yielding, akan tetapi kontur tegangan beton pada balok menunjukkan bahwa

tegangan balok telah mencapai tahap failure, di mana tegangan selimut terbawah pada

struktur balok telah mencapai tegangan failure yaitu sekitar 21.5 MPa. Dengan demikian,

beton tidak lagi akan bersumbangsih dalam memberikan kekuatan kepada plat, dan seluruh

tegangan tarik akan ditahan oleh tulangan plat. Oleh karena seluruh beban dipikul oleh

tulangan secara tiba-tiba, maka terjadi fenomena yielding pada struktur yang ditandai dengan

regangan yang sangat besar pada struktur, sementara kekuatan struktur tidak mengalami

pertambahan secara signifikan.

Luas plat adalah sebesar 641.35 m2. Bedasarkan kurva step-load, maka didapatkan

besarnya beban maksimum yang dapat diteahan oleh plat adalah sebesar 32.4 MN. Dengan

demikian, kapasitas plat adalah sebesar 50.52 kN/m2. Dibandingkan dengan kombinasi beban

sebesar 1.2(DL+SDL) + 1.6LL, yaitu sebesar 24.08 kN/m2, maka kapasitas plat masih kuat

untuk menahan beban rencana.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 15: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Hasil Pemodelan Prategang.

Besarnya perbedaan loss antara shor-term dan long-term tidaklah signifikan, yaitu

sebesar 35 MPa, sehingga dapat diabaikan. Oleh karena itu, hanya akan dilakukan pengecekan

dengan menggunakan gaya prategang dalam kondisi long term yang juga dapat mewakili pada

kondisi short-term. Besarnya lendutan yang terjadi pada final condition adalah:

Tabel 28. Lendutan Plat Setelah Prategang

Defleksi   Plat  Sudut   Plat  Samping   Plat  Atas  +  Plat  Bawah  Maksimum  (mm)   -­‐12.946   -­‐6.054   -­‐12.878  Rata-­‐Rata  (mm)   -­‐5.836   -­‐2.748   -­‐6.636  

Tabel 28 menunjukkan bahwa lendutan yang terjadi pada plat telah sesuai dengan batas

lendutan yang ditetapkan oleh ACI Limitation, yaitu sebesar 17.5 mm. Sementara itu, kontur

luas tulangan dari plat sebelum dan setelah dilakukan pre-stressing pada kondisi ultimate

adalah:

                               

Gambar 11. Kontur Luas Tulangan Ast1(top) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang

                                 

Gambar 12. Kontur Luas Tulangan Ast1(bot) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 16: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

                               

Gambar 13. Kontur Luas Tulangan Ast2(top) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang

                               

Gambar 14. Kontur Luas Tulangan Ast2(bot) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang  

Dari kontur luas tulangan, terlihat bahwa aplikasi prategang dapat mereduksi luas tulangan

desain. Namun, konsentrasi tegangan yang tinggi pada daerah pengangkuran mengakibatkan

kenaikan luas tulangan pada plat. Besarnya luas tulangan tambahan yang terkonsentrasi pada

daerah pengangkuran haruslah dibatasi agar tidak melebihi luas tulangan eksisting.

5. Kesimpulan

a. Dari segi lendutan, pemodelan beam sebagai frame menghasilkan nilai lendutan yang

lebih mendekati kondisi di lapangan dibandingkan dengan pemodelan beam sebagai thick

shell. Lendutan yang terjadi pada plat sudut, plat atas, plat bawah dan plat samping telah

melebihi ketentuan ACI, sehingga perlu dipulihkan dengan menggunakan external post-

tension pre-stressing.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 17: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

b. Dari segi luas tulangan desain plat, pemodelan beam sebagai thick shell dan juga

pemodelan beam sebagai frame umumnya menghasilkan pola yang sama, di mana luas

tulangan desain di daerah lapangan lebih sedikit dari eksisting, sementara luas tulangan

desain di daerah tumpuan adalah lebih besar dari eksisiting. Akan tetapi, pemodelan

beam sebagai frame menghasilkan nilai luas tulangan desain plat di daerah tumpuan yang

tidak logis, yaitu sekitar tiga hingga empat kali dari luas tulangan eksisting. Hal ini terjadi

karena kekakuan thick shell di sepanjang balok yang direduksi hingga mendekati 0.

c. Dari segi luas tulangan desain balok, pemodelan beam sebagai thick shell menghasilkan

nilai luas tulangan lentur yang lebih mendekati kondisi eksisting, tetapi gagal

memberikan luas tulangan torsi yang sesuai. Di lain hal, pemodelan beam sebagai frame

berhasil memberikan luas tulangan torsi dan sengkang yang mendekati kondisi eksisting,

tetapi luas tulangan lentur yang dihasilkan sangatlah sedikit, bahkan mendekati

persyaratan luas tulangan minimum. Tidak terdapat suatu jawaban yang konklusif apakah

kedua pemodelan ini memberikan luas tulangan desain yang sesuai, karena pembatasan

studi kasus yang hanya meninjau beban gravitasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi

lebih lanjut mengenai perilaku kedua pemodelan balok dengan beban gempa.

d. Hasil analisa non-linear berhasil menunjukkan bahwa pemodelan kondisi eksisiting plat

masih kuat untuk menahan beban rencana, meskipun analisa linear menunjukkan bahwa

luas tulangan lentur tidak mencukupi kebutuhan. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi hal ini adalah seperti faktor reduksi kekuatan, faktor keamanan yang

diberikan selama proses desain, dan juga timbulnya efek redistribusi momen pada

struktur.

e. Aplikasi external post-tension pre-stressing dapat menjadi solusi yang sesuai untuk

memulihkan lendutan plat, akan tetapi solusi ini juga dapat menjadi senjata bermata dua

yang merusak struktur. Apabila tidak direncanakan dengan baik, maka akan timbul

konsentrasi tegangan yang tinggi pada daerah pengangkuran, dan mengakibatkan plat

lantai menjadi terangkat serta memerlukan luas tulangan lentur tambahan. Beberapa

faktor yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan aplikasi external post-tension

pre-stressing adalah posisi pengangkuran, eksentrisitas pengangkuran dan juga spacing

antar prategang.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014

Page 18: Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga

Daftar Pustaka

American Society for Testing and Materials (2012). ASTM A722-12: Standard Specification

for Uncoated High-Strength Steel Bars for Prestressing Concrete. USA.

American Society for Testing and Materials (2010). ASTM A421-10: Standard Specification

for Uncoated Stress-Relieved Steel Wire for Prestressed Concrete. USA.

American Society for Testing and Materials (2012). ASTM A416-12: Standard Specification

for Steel Strand, Uncoated Seven-Wire for Prestressed Concrete. USA.

American Concrete Institue (2011). ACI 318-11: Building Code Requirements for Structural

Concrete and Commentary. USA.

Buchanan, G.R. (1995). Theory and Problem of Finite Element Analysis. USA: Mc. Graw

Hill.

Computers and Structures, Inc. (2011). CSI Analysis Reference Manual. California: CSI.

Computers and Structures, Inc. (2008). SAP2000 v.15 Technical Notes: Material Stress-Strain

Curves. California: CSI.

Computers and Structures, Inc (2006). SAP2000 v.15 Technical Notes: Concrete Shell

Reinforcement Design. California: CSI.

Katili, Irwan (2000). Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Plat Lentur. Depok: Construction

and Structural Engineering Studies Center.

Nilson, Arthur H. (1987). Design of Prestressed Concrete. US: John Wiley & Sons, Inc.

Szilard, R. (1989). Teori dan Analisis Plat Metode Klasik dan Numerik. Jakarta: Erlangga.

Timoshenko, S. Krieger, S. W. (1989). Teori Pelat dan Cangkang. Jakarta: Erlangga.

Ugural, A.C. (1981). Stresses in Plates and Sheels. USA: Mc. Graw Hill.

Wilson, Edward L. (2002). Three-Dimensional Static and Dynamic Analysis of Structures: A

Physical Approach With Emphasis on Earthquake Engineering, Third Edition.

Calfornia: CSI.

Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014