studi kasus batas wilayah laut provinsi sumatera selatan dan

40

Upload: lethien

Post on 31-Dec-2016

241 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Koleksi DokumenProyek Pesisir1997 - 2003

Kutipan: Knight, M. dan S. Tighe, (editor) 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003;Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island,USA. (5 Seri, 30 Buku, 14 CR-ROM).

2

elama lebih dari 30 tahun terakhir, telah terdapat ratusan program —baik internasional,nasional maupun regional— yang diprakarsai oleh pemerintah, serta berbagaiorganisasi dan kelompok masyarakat di seluruh dunia, dalam upaya menatakelolaekosistem pesisir dan laut dunia secara lebih efektif. USAID (The United States Agency

for International Development) merupakan salah satu perintis dalam kerja sama dengan negara-negara berkembang untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir sejak tahun 1985.

Berdasarkan pengalamannya tersebut, pada tahun 1996, USAID memprakarsai ProyekPengelolaan Sumberdaya Pesisir (Coastal Resources Management Project—CRMP) atau dikenalsebagai Proyek Pesisir, sebagai bagian dari program Pengelolaan Sumberdaya Alam (NaturalResources Management Program). Program ini direncanakan dan diimplementasikan melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS), dan dengan dukungan Coastal Resources Center University of Rhode Island (CRC/URI) di Amerika Serikat. Kemitraan USAID dengan CRC/URI merupakan kerja sama yang amatpenting dalam penyelenggaraan program-program pengelolaan sumberdaya pesisir di berbagainegara yang didukung oleh USAID selama hampir dua dasawarsa. CRC/URI mendisain danmengimplementasikan program-program lapangan jangka panjang yang bertujuan membangunkapasitas menata-kelola wilayah pesisir yang efektif di tingkat lokal dan nasional. Lembaga inijuga melaksanakan analisis dan berbagi pengalaman tentang pembelajaran yang diperoleh daridan melalui proyek-proyek lapangan, lewat program-program pelatihan, publikasi, dan partisipasidi forum-forum internasional.

Ketika CRC/URI memulai aktivitasnya di Indonesia sebagai mitra USAID dalam programpengelolaan sumberdaya pesisirnya (CRMP, atau dikenal dengan Proyek Pesisir), telah adabeberapa program pengelolaan pesisir dan kelautan yang sedang berjalan. Program-programtersebut umumnya merupakan proyek besar, sebagian kecil di antaranya telah mencapai tahapimplementasi. CRC/URI mendisain Proyek Pesisir untuk lebih berorientasi pada implementasidalam mempromosikan pengelolaan wilayah pesisir dan tujuan-tujuan strategis USAID, sepertipengembangan ekonomi dan keamanan pangan, perlindungan kesehatan masyarakat, pencegahankonflik, demokrasi partisipatoris, dan perlindungan kelestarian lingkungan melalui pengelolaansumberdaya pesisir dan air.

Kegiatan Proyek Pesisir menempatkan Indonesia di garis depan pengembangan model baru danpeningkatan informasi baru yang bermanfaat bagi Indonesia sendiri dan negara-negara lain didunia dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir. Sebagai negara keempat terbesar di dunia,dengan kurang lebih 60 persen dari 230 juta penduduknya tinggal di dalam radius 50 kilometerdari pesisir, Indonesia secara sempurna berada pada posisi untuk mempengaruhi danmemformulasikan strategi-strategi pengembangan pengelolaan pesisir negara-negara berkembangdi seluruh dunia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari17.500 pulau, 81.000 kilometer garis pantai, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5,8 juta

S

Koleksi Proyek Pesisir–Kata Pengantar

3

ver the past 30 years, there have been hundreds of international, national and sub-national programs initiated by government, organizations and citizen groups thatattempted to more effectively govern the world’s coastal and marine ecosystems.Among these efforts, the U.S. Agency for International Development (USAID) has

been a pioneer since 1985 in working with developing countries to improve the management oftheir coastal ecosystem to benefit coastal people and their environment.

Building on its experience, as part of its Natural Resources Management Program, USAID initi-ated planning for the Indonesia Coastal Resources Management Project (CRMP, or Proyek Pesisir)in 1996. This program was planned and implemented in cooperation with the Government ofIndonesia through its National Development Planning Agency (BAPPENAS) and with the supportof the Coastal Resources Center at the University of Rhode Island (CRC/URI) in the United States.USAID’s partnership with CRC/URI has been central to the delivery of coastal resources manage-ment programs to numerous USAID-supported countries for almost two decades. CRC/URI de-signs and implements long-term field programs that work to build the local and national capacity toeffectively practice coastal governance. It also carries out analyses and shares experiences drawnfrom within and across field projects. These lessons learned are disseminated worldwide throughtraining programs, publications and participation in global forums.

When CRC/URI initiated work in Indonesia as a partner with USAID in its international CoastalResources Management Program, there were numerous marine and coastal programs alreadyongoing. These were typically large planning projects; few projects had moved forward into “on-the-ground” implementation. CRC/URI designed Indonesia’s CRMP to be “implementation ori-ented” in promoting coastal governance and the USAID strategic goals of economic developmentand food security, protection of human health, prevention of conflicts, participatory democracy andenvironmental protection through integrated management of coasts and water resources.

The CRMP put Indonesia in the forefront of developing new models and generating new informa-tion useful in Indonesia, and in other countries around the world, for managing coastal resources.Being the fourth largest country in the world, with approximately 60 percent of its 230 millionpeople living within 50 kilometers of the coast, Indonesia is perfectly positioned to influence andshape the coastal management development strategies of other developing countries around theworld. It is the world’s largest archipelago state, with 17,500 islands, 81,000 kilometers of coast-line, and an Exclusive Economic Zone covering 5.8 million square kilometers of sea –more thanthree times its land area. Indonesia is also the richest country in the world in terms of marine bio-

CRMP/Indonesia Collection–Preface

O

4

kilometer laut persegi -lebih tiga kali luas daratannya. Indonesia menjadi negara terkaya di duniadalam hal keragaman hayati (biodiversity). Sumber daya pesisir dan laut Indonesia memiliki artipenting bagi dunia inernasional, mengingat spesies flora dan fauna yang ditemukan di perairantropis Indonesia lebih banyak daripada kawasan manapun di dunia. Sekitar 24 persen dari produksiekonomi nasional berasal dari industri-industri berbasis wilayah pesisir, termasuk produksi gasdan minyak, penangkapan ikan, pariwisata, dan transportasi. Beragam ekosistem laut dan pesisiryang ada menyediakan sumberdaya lestari bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Hasil-hasillautnya mencukupi lebih dari 60 persen rata-rata kebutuhan bahan protein penduduk secaranasional, dan hampir 90 persen di sebagian desa pesisir. Masyarakat nelayan pedesaan cenderungmenjadi bagian dari kelompok masyarakat termiskin akibat eksploitasi berlebihan, degradasisumberdaya, serta ketidakmampuan dan kegagalan mereka memanfaatkan sumberdaya pesisirsecara berkelanjutan.

Di bawah bimbingan CRC/URI, Proyek Pesisir, yang berkantor pusat di Jakarta, bekerja samaerat dengan para pengguna sumberdaya, masyarakat, industri, LSM, kelompok-kelompok ilmiah,dan seluruh jajaran pemerintahan. Program-program lapangan difokuskan di Sulawesi Utara,Kalimantan Timur, dan Provinsi Lampung (sebelah selatan Sumatera) ditambah Provinsi Papuapada masa akhir proyek. Selain itu, dikembangkan pula pusat pembelajaran pada Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) di Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai perguruantinggi yang menjadi mitra implementasi Proyek Pesisir dan merupakan fasil itator dalampengembangan Jaringan Universitas Pesisir Indonesia (INCUNE).

Komponen program CRMP yang begitu banyak dikembangkan dalam 3 (tiga) lingkup strategipencapaian tujuan proyek. Pertama, kerangka kerja yang mendukung upaya-upaya pengelolaanberkelanjutan, telah dikembangkan. Kemudian, ketika proyek-proyek percontohan telah rampung,p en g alam an -p en g alam an d an telad an b ai k d ar i keg iata n -keg ia tan ter seb u td id oku men tasikan dan d ilemb ag akan dalam p emerin tah an, sebagai lembaga yangbertanggung jawab dalam jangka panjang untuk melanjutkan hasil yang sudah ada sekaligusmenambah lokasi baru. Kegiatan ini dilakukan lewat kombinasi perangkat hukum, panduan,dan pelatihan. Kedua, Departemen Kelautan dan Perikanan yang baru berdiri didukung untukmengembangkan peraturan perundangan dan panduan pengelolaan wilayah pesisir nasionaluntuk peng elolaan pesis ir terpadu yang terdesent ralisasi. Pengembangan peraturanperundangan ini dilakukan melalui suatu proses konsultasi publik yang partisipatif, terbuka danmelembaga, yang berupaya mengintegrasikan inisiatif-inisiatif pengelolaan wilayah pesisir secaravertikal dan horisontal. Ketiga, proyek ini mengakui dan berupaya memperkuat peran khas yangdijalankan oleh perguruan tinggi dalam mengisi kesenjangan kapasitas pengelolaan wilayahpesisir.

Strategi-strategi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip:• Partisipasi luas dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan pemberdayaan mereka

dalam pengambilan keputusan• Koordinasi efektif berbagai sektor, antara masyarakat, dunia usaha, dan LSM pada berbagai

tingkatan• Penitikberatan pada pengelolaan yang terdesentralisasi dan kesesuaian antara pengelolaan/

pengaturan di tingkat lokal dan nasional• Komitmen untuk menciptakan dan memperkuat kapasitas organisasi dan sumberdaya

manusia untuk pengelolaan pesisir terpadu yang berkelanjutan• Pembuatan kebijakan yang lebih baik yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan

Di Sulawesi Utara, fokus awal Proyek Pesisir terletak pada pengembangan praktik-praktik terbaikpengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat, termasuk pembuatan dan implementasi rencanadaerah perlindungan laut (DPL), daerah perlindungan mangrove (DPM), dan pengelolaan pesisirtingkat desa, serta pemantauan hasil-hasil proyek dan kondisi wilayah pesisir. Untuk melembagakankegiatan-kegiatan yang sukses ini, dan dalam rangka memanfaatkan aturan otonomi daerah yangbaru diberlakukan, Proyek Pesisir membantu penyusunan peraturan pengelolaan wilayah pesisir,baik berupa Peraturan Desa, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten, maupun Perda Provinsi. Selainitu, dikembangkan pula perangkat informasi sebagai alat bagi pengelolaan wilayah pesisir, sepertipembuatan atlas wilayah pesisir. Dalam kurun waktu 18 bulan terakhir, kegiatan perluasan pro-gram (scaling up) juga telah berhasil diimplementasikan di 25 desa pesisir di Kecamatan Likupang

5

diversity. Indonesia’s coastal and marine resources are of international importance with more plantand animal species found in Indonesia’s waters than in any other region of the world. Approxi-mately 24 percent of national economic output is from coastal-based industries such as oil andgas production, fishing, tourism and transportation. Coastal and marine ecosystems provide sub-sistence resources for many Indonesians, with marine products comprising on average more than60 percent of the protein intake by people, and nearly 90 percent in some coastal villages. Ruralcoastal communities tend to be among the poorest because of overexploitation and degradationof resources resulting from their inability to sustainably and successfully plan for and manage theircoastal resources.

Under the guidance of CRC/URI, the Jakarta-based CRMP worked closely with resource users,the community, industry, non-governmental organizations, academic groups and all levels of gov-ernment. Field programs were focused in North Sulawesi, East Kalimantan, and Lampung Prov-ince in South Sumatra, with an additional site in Papua in the last year of the project. In addition, alearning center, the Center for Coastal and Marine Resources Studies, was established at BogorAgricultural Institute, a CRMP implementation partner and facilitator in developing the eleven-member Indonesia Coastal University Network (INCUNE).

The many components of the CRMP program were developed around three strategies for achiev-ing the project’s goals. First, enabling frameworks for sustained management efforts were devel-oped. Then, as pilot projects were completed, experiences and good practices were docu-mented and institutionalized within government, which has the long-term responsibility to bothsustain existing sites and launch additional ones. This was done through a combination of legalinstruments, guidebooks and training. Second, the new Ministry of Marine Affairs and Fisher-ies (MMAF) was supported to develop a national coastal management law and guidelines fordecentralized integrated coastal management (ICM) in a widely participatory, transparent andnow institutionalized public consultative process that attempted to vertically and horizontally inte-grate coastal management initiatives. Finally, the project recognized and worked to strengthenthe unique role that universities play in fi l l ing the capacity gap for coastal management.

The strategies were based on several important principles:• Broad stakeholder partic ipation and empowerment in decision making• Effective coordination among sectors, between public, private and non-governmental entities

across multiple scales• Emphasis on decentralized governance and compatibility between local and national govern-

ance• Commitment to creating and strengthening human and organizational capacity for sustain-

able ICM• Informed and science-based decis ion making

In North Sulawesi, the early CRMP focus was on developing community-based ICM best prac-tices including creating and implementing marine sanctuaries, mangrove sanctuaries and village-level coastal management plans, and monitoring project results and coastal conditions. In order toinstitutionalize the resulting best practices, and to take advantage of new decentralized authori-ties, the CRMP expanded activities to include the development of village, district and provincialcoastal management laws and information tools such as a coastal atlas. In the last 18 months ofthe project, a scaling-up program was successfully implemented that applied community-basedICM lessons learned from four original village pilot sites to Likupang sub-district (kecamatan) with25 coastal villages. By the end of the project, Minahasa district was home to 25 community coralreef sanctuaries, five mangrove sanctuaries and thirteen localized coastal management plans. In

6

Barat dan Timur. Perluasan program ini dilakukan dengan mempraktikkan berbagai hasilpembelajaran mengenai pengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat dari 4 lokasi percontohanawal (Blongko, Bentenan, Tumbak, dan Talise). Pada akhir proyek, Kabupaten Minahasa telahmemiliki 25 DPL, 5 DPM, dan 13 rencana pengelolaan pesisir tingkat desa yang telah siapdijalankan. Sulawesi Utara juga telah ditetapkan sebagai pusat regional untuk Program KemitraanBahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsori oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dandifasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Kalimantan Timur, fokus dasar Proyek Pesisir adalah pengenalan model pengelolaan pesisirberbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), yang menitikberatkan pada rencana pengelolaan terpaduTeluk Balikpapan dan DAS-nya. Teluk Balikpapan merupakan pintu gerbang bisnis dan industriProvinsi Kalimantan Timur. Rencana Pengelolaaan Teluk Balikpapan (RPTB) berbasis DAS yangbersifat interyurisdiksi ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia dan menghasilkan sebuahmodel untuk dapat diaplikasikan oleh pemerintah daerah lainnya. Rencana pengelolaan tersebut,yang dirampungkan dengan melibatkan partisipasi dan konsultasi masyarakat lokal secara luas,dalam implementasinya telah berhasil menghentikan konversi lahan mangrove untuk budidayaudang di sebuah daerah delta, terbentuknya kelompok kerja (pokja) terpadu antarinstansi untukmasalah erosi dan mangrove, terbentuknya sebuah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) berbasismasyarakat yang pro aktif, dan jaringan Ornop yang didanai oleh sektor swasta yang berfokuspada isu-isu masyarakat pesisir. Selain itu, telah terbentuk Badan Pengelola Teluk Balikpapan,yang dipimpin langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur berikut 3 Bupati (Penajam Paser Utara,Pasir, dan Kutai Kartanegara), dan Walikota Balikpapan. Seluruh kepala daerah tersebut, bersamadengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, ikut menandatangani Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan tersebut. Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan ini telah mendorong pemerintahdaerah lain untuk memulai program-program serupa. Kalimantan Timur juga telah ditetapkansebagai pusat regional untuk Program Kemitraan Bahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsorioleh Departemen Kelautan dan Perikanan, dan difasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Lampung , kegiatan Proyek Pesisir berfokus pada proses penyusunan rencana dan pengelolaanstrategis provinsi secara partisipatif. Upaya ini menghasilkan Atlas Sumberdaya Pesisir Lampung,yang untuk pertama kalinya menggambarkan kualitas dan kondisi sumberdaya alam suatu provinsimelalui kombinasi perolehan informasi terkini dan masukan dari 270 stakeholders setempat, serta60 organisasi pemerintah dan non pemerintah. Atlas tersebut menyediakan landasan bagipengembangan sebuah rencana strategis pesisir dan progam di Lampung, dan saranapembelajaran bagi Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, yang telahmenangani program pengelolaan pesisir di Lampung. Sebagai contoh kegiatan pelaksanaan awaltingkat lokal dari Rencana Strategis Pesisir Provinsi Lampung, dua kegiatan berbasis masyarakattelah berhasil diimplementasikan.Satu berlokasi di Pematang Pasir, dengan titik berat pada praktikbudidaya perairan yang berkelanjutan, dan yang lainnya berlokasi di Pulau Sebesi di Teluk Lampung,dengan fokus pada pembentukan dan pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL). Model AtlasSumberdaya Pesisir Lampung tersebut belakangan telah direplikasi oleh setidaknya 9 (sembilan)provinsi lainnya di Indonesia dengan menggunakan anggaran provinsi masing-masing.

Di Papua, pada tahun terakhir Proyek Pesisir, sebuah atlas pesisir untuk kawasan Teluk Bintuni -yang disusun berdasarkan penyusunan Atlas Lampung-telah diproduksi Kawasan ini merupakandaerah yang lingkungannya sangat penting, yang tengah berada pada tahap awal aktivitaspembangunan besar-besaran. Teluk Bintuni berlokasi pada sebuah kabupaten baru yang memilikisumberdaya alam melimpah, termasuk cadangan gas alam yang sangat besar, serta merupakandaerah yang diperkirakan memiliki paparan mangrove terbesar di Asia Tenggara. Prosespenyusunan atlas sumberdaya pesisir kawasan Teluk Bintuni ini dilaksanakan melalui kerja samadengan Ornop lokal, perusahaan minyak BP, dan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Kegiatan inimengawali sebuah proses perencanaan partisipatif dan pengelolaan pesisir terpadu, yangmengarah kepada mekanisme-mekanisme perencanaan partisipatif untuk sumberdaya pesisir dikawasan tersebut. Para mitra-mitra lokal telah menunjukkan ketertarikan untuk menggunakanAtlas Teluk Bintuni sebagai rujukan awal (starting point) dalam mengembangkan ‘praktik-praktikterbaik’ mereka sendiri, misalnya pengelolaan pesisir berbasis masyarakat dan pengelolaan telukberbasis DAS bagi Teluk Bintuni.

7

the last few months, due to its significant capacity in coastal management, North Sulawesi wasinaugurated as a founding regional center for the new national university-based Sea PartnershipProgram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In East Kalimantan, the principal CRMP focus was on introducing a model for watershed-basedcoastal management focusing on developing an integrated coastal management plan for BalikpapanBay and its watershed. Balikpapan Bay is the commercial and industrial hub of East KalimantanProvince. The resulting inter-jurisdictional watershed-based Balikpapan Bay Management Plan(BBMP) was the first of its kind in Indonesia and provides a model for other regional governments.The BBMP, completed with extensive local participation and consultation, has already resulted ina moratorium on shrimp mariculture in one delta region, the creation of mangrove and erosioninterdepartmental working groups, a new proactive community-based NGO and a NGO-networksupported by private sector funding that is focused on coastal community issues. The BBMP alsoresulted in the formation of the Balikpapan Bay Management Council, chaired by the ProvincialGovernor and including the heads of three districts (Panajam Paser Utara, Pasir and KutaiKartengara), the Mayor of the City of Balikpapan and the Minister of Marine Affairs and Fisheries,who were all co-signatories to the BBMP. The BBMP has already stimulated other regional gov-ernments to start on similar programs. In the last few months, East Kalimantan was also inaugu-rated as a founding regional center for the new national university-based Sea Partnership Pro-gram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In Lampung, the CRMP focused on establishing a participatory provincial strategic planning andmanagement process. This resulted in the ground-breaking Lampung Coastal Resources Atlas,which defines for the first time the extent and condition of the province’s natural resources througha combination of existing information and the input of over 270 local stakeholders and 60 govern-ment and non-government organizations. The atlas provided the foundation for the developmentof a Lampung coastal strategic plan and the program served as a learning site for Bogor Agricul-tural Institute’s Center for Coastal and Marine Resources Studies that has since adopted themanagement of the Lampung coastal program. As a demonstration of early local actions under theLampung Province Coastal Strategic Plan, two community-based initiatives - one in PematangPasir with an emphasis on sustainable aquaculture good practice, and the other on Sebesi Islandin Lampung Bay focused on marine sanctuary development and management - were implemented.The atlas model was later replicated by at least nine other provinces using only provincial govern-ment funds.

In Papua, in the final year of Proyek Pesisir, a coastal atlas based upon the Lampung atlas formatwas produced for Bintuni Bay, an environmentally important area that is in the early stages ofmajor development activities. Bintuni Bay is located within the newly formed Bintuni District that isrich in natural resources, including extensive natural gas reserves, and perhaps the largest con-tiguous stand of mangroves in Southeast Asia. The atlas development process was implementedin cooperation with local NGOs, the petroleum industry (BP) and the University of Papua andbegan a process of participatory planning and integrated coastal management that is leading tomechanisms of participatory planning for the coastal resources in the area. Local partners haveexpressed their interest in using the Bintuni Bay atlas as a starting point for developing their ownset of “best practices” such as community-based coastal management and multi-stakeholder,watershed-based bay management for Bintuni Bay.

8

Pengembangan Universitas merupakan aspek penting dari kegiatan Proyek Pesisir dalammengembangkan pusat keunggulan pengelolaan pesisir melalui sistem Perguruan Tinggi di Indo-nesia, dan memanfaatkan pusat ini untuk membangun kapasitas universitas-universitas lain diIndonesia. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) yang dikembangkan di InstitutPertanian Bogor (IPB) telah dipilih sebagai mira utama, mengingat posisinya sebagai institusipengelolaan sumberdaya alam utama di Indonesia. Selain mengelola Lampung sebagai daerahkajian, PKSPL-IPB mendirikan perpustakaan sebagai referensi pengelolaan pesisir terpadunasional, yang terbuka bagi para mahasiswa dan kalangan profesional, serta menyediakan layananpeminjaman perpustakaan antaruniversitas untuk berbagai perguruan tinggi di Indonesia (situsweb: http://www.indomarine.or.id). PKSPL-IPB telah memprakarsai lokakarya tahunan pembelajaranpengelolaan pesisir terpadu, penerbitan jurnal pesisir nasional, serta bekerja sama dengan ProyekPesisir mengadakan Konferensi Nasional (KONAS) Pengelolaan Pesisir Terpadu, yang kini menjadiajang utama bagi pertukaran informasi dan studi kasus pengelolaan pesisir terpadu di Indonesia.Kegiatan dua tahunan tersebut dihadiri 600 peserta domestik dan internasional. Berdasarkanpengalaman positif dengan IPB dan PKSPL tersebut, telah dibentuk sebuah jaringan universitasyang menangani masalah pengelolaan pesisir yaitu INCUNE (Indonesian Coastal UniversitiesNetwork), yang beranggotakan 11 universitas. Jaringan ini menyatukan universitas-universitas diwilayah pesisir di seluruh Indonesia, yang dibentuk dengan tujuan untuk pertukaran informasi,riset, dan pengembangan kapasitas, dengan PKSPL-IPB berperan sebagai sekretariat. SelainINCUNE, Proyek Pesisir juga memegang peranan penting dalam mengembangkan ProgramKemitraan Bahari (PKB) di Indonesia, mengambil contoh keberhasilan Program Kemitraan Bahari(Sea Grant College Program) di Amerika Serikat. Program ini mencoba mengembangkan kegiatanpenjangkauan, pendidikan, kebijakan, dan riset terapan wilayah pesisir di berbagai universitaspenting di kawasan pesisir Indonesia. Program Kemitraan Bahari menghubungkan universitas didaerah dengan pemerintah setempat melalui isu-isu yang menyentuh kepentingan pemerintahlokal dan masyarakat, serta berupaya mengatasi kesenjangan dalam kapasitas perorangan dankelembagaan di daerah.

Proyek Pesisir mengembangkan usaha-usaha di tingkat nasional untuk memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul, seiring diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah.Pada periode 2000-2003, Proyek Pesisir bekerja sama dengan Departemen Kelautan danPerikanan, BAPPENAS, instansi nasional lainnya, pemerintah daerah, lembaga swadayamasyarakat (LSM), dan perguruan tinggi dalam menyusun rancangan undang-undang pengelolaanwilayah pesisir (RUU PWP). Rancangan undang-undang ini merupakan salah satu rancanganundang-undang yang disusun secara partisipatif dan transparan sepanjang sejarah Indonesia.Saat ini RUU tersebut sedang dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU disusunberbasis insentif dan bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat lokaldalam memperoleh hak-hak mereka yang berkaitan dengan isu-isu desentralisasi daerah dalampengelolaan pesisir. Dukungan lain yang diberikan Proyek Pesisir kepada Departemen Kelautandan Perikanan adalah upaya mengembangkan kapasitas dari para staf, perencanaan strategis,dan dibentuknya program baru yang bersifat desentralistik seperti Program Kemitraan Bahari.

Koleksi dokumen dan bahan bacaan ini bertujuan untuk mendokumentasikan pengalaman-pengalaman Proyek Pesisir dalam mengelola wilayah pesisir, memberikan kesempatan yang lebihluas kepada publik untuk mengaksesnya, serta untuk mentransfer dokumen tersebut kepada seluruhmitra, rekan kerja, dan sahabat-sahabat Proyek Pesisir di Indonesia. Produk utama dari koleksi iniadalah Pembelajaran dari Dunia Pengelolaan Pesis ir di Indonesia, yang dibuat dalam bentukCompact Disc-Read Only Memory (CD-ROM), berisikan gambaran umum mengenai Proyek Pesisirdan produk-produk penting yang dihasilkannya. Adapun Koleksi Proyek Pesisir ini terbagi kedalam5 tema, yaitu:

• Seri Reformasi Hukum, berisikan pengalaman dan panduan Proyek Pesisir tentang prosespenyusunan rancangan undang-undang/peraturan kabupaten, provinsi, dan nasional yangberbasis masyarakat, serta kebijakan tentang pengelolaan pesisir dan batas laut

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesis ir Regional, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukanProyek Pesisir mengenai Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), profilatlas dan geografis pesisir Lampung, Balikpapan, Sulawesi Utara, dan Papua

9

University development was an important aspect of the CRMP, and the marine center at BogorAgricultural Institute, the premier natural resources management institution in Indonesia, was itsprimary partner, and was used to develop capacity in other universities. In addition to managingthe Lampung site, the Center for Coastal and Marine Resources Studies established a nationalICM reference library that is open to students and professionals, and provides an inter-universitylibrary loan service for other universities in Indonesia (Website: http://www.indomarine.or.id). TheCenter initiated an annual ICM learning workshop, a national peered-reviewed coastal journal andworked with the CRMP to establish a national coastal conference that is now the main venue forexchange of information and case studies on ICM in Indonesia, drawing over 600 Indonesian andinternational participants to its bi-annual meeting. Building from the positive experience with Bogorand its marine center, an Indonesia-wide network of 11 universities (INCUNE) was developed thattied together key coastal universities across the nation for information exchange, academic re-search and capacity development, with the Center for Coastal and Marine Resources Studiesserving as the secretariat. In addition to INCUNE, the CRMP was instrumental in developing thenew Indonesia Sea Partnership Program, modeled after the highly successful U.S. Sea GrantCollege Program, that seeks to develop coastal outreach, education, policy and applied researchactivities in key regional coastal universities. This program, sponsored by MMAF, connects re-gional universities with local governments and other stakeholders through issues that resonatewith local government and citizens, and addresses the gap of human and institutional capacity inthe regions.

National level efforts expanded to take advantage of new opportunities offered by new laws onregional autonomy. From 2000 to 2003, the CRMP worked closely with the Ministry of MarineAffairs and Fisheries, the National Development Planning Agency (BAPPENAS), other nationalagencies, regional government partners, NGOs and universities to develop a new national coastalmanagement law. The National Parliament is now considering this law, developed through one ofthe most participatory and transparent processes of law development in the history of Indonesia.The draft law is incentive-based and focuses on encouraging local governments, NGOs and citi-zens to assume their full range of coastal management authority under decentralization on issuesof local and more-than-local significance. Other support was provided to the MMAF in developingtheir own organization and staff, in strategic planning, and in creating new decentralized programssuch as the Sea Partnership Program.

The collection of CRMP materials and resources contained herein was produced to document andmake accessible to a broader audience the more recent and significant portion of the CRMP’sconsiderable coastal management experience, and especially to facilitate its transfer to our Indo-nesian counterparts, colleagues and friends. The major product is Learning From the World ofCoastal Management in Indonesia , a CD-ROM that provides an overview of the CRMP (ProyekPesisir) and its major products. The collection is organized into five series related to generalthemes. These are:

• Coastal Legal Reform Series, which includes the experience and guidance from the CRMPregarding the development of community-based, district, provincial and national laws and poli-cies on coastal management and on marine boundaries

• Regional Coastal Management Series, which includes the experience, guidance and refer-ences from the CRMP regarding watershed planning and management, and the geographicaland map profiles from Lampung, Balikpapan, North Sulawesi and Papua

10

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, berisikan pengalaman dan panduanProyek Pesisir dan desa-desa percontohannya di Sulawesi Utara mengenai keberhasilankegiatan, serta proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pesisir

• Seri Perguruan Tinggi, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisir danPKSPL-IPB mengenai peranan dan keberhasilan perguruan tinggi dalam pengelolaan pesisir

• Seri Pemantauan Pesis ir, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisirmengenai pemantauan sumberdaya pesisir oleh masyarakat dan pemangku kepentingan,khususnya pengalaman dari Sulawesi Utara

Kelima seri ini berisikan berbagai Studi Kasus, Buku Panduan, Contoh-contoh , dan Katalogdalam bentuk hardcopy dan softcopy (CD-ROM), tergantung isi setiap topik dan pengalaman dariproyek. Material dari seri-seri ini ditampilkan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.Sedianya, sebagian besar dokumen akan tersedia baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris.Namun karena keterbatasan waktu, hingga saat koleksi ini dipublikasikan, belum semua dokumendapat ditampilkan dalam dua bahasa tersebut. Masing-masing dokumen dalam tiap seri berbeda,tetapi fungsinya saling mendukung satu sama lain, yaitu:

• Studi Kasus, mendokumentasikan pengalaman Proyek Pesisir, dibuat secara kronologis padahampir semua kasus, dilengkapi dengan pembahasan dan komentar mengenai proses danalasan terjadinya berbagai hal yang dilakukan. Dokumen ini biasanya berisikan rekomendasi-rekomendasi umum dan pembelajaran, dan sebaiknya menjadi dokumen yang dibaca terlebihdahulu pada tiap seri yang disebutkan di atas, agar pembaca memahami topik yang disampaikan.

• Panduan, memberikan panduan mengenai proses kegiatan kepada para praktisi yang akanmereplikasi atau mengadopsi kegiatan-kegiatan yang berhasil dikembangkan Proyek Pesisir.Mereka akan merujuk pada Studi Kasus dan Contoh-contoh, dan sebaiknya dibaca setelahdokumen Studi Kasus atau Contoh-contoh.

• Contoh-contoh, berisikan pencetakan ulang atau sebuah kompilasi dari material-material terpilihyang dihasilkan atau dikumpulkan oleh proyek untuk suatu daerah tematik tertentu. Dalamdokumen ini terdapat pendahuluan ringkas dari setiap contoh-contoh yang ada serta sumberberikut fungsi dan perannya dalam kelima seri yang ada. Dokumen ini terutama digunakansebagai rujukan bagi para praktisi, serta digunakan bersama-sama dengan dokumen StudiKasus dan Panduan, sehingga hendaknya dibaca setelah dokumen lainnya.

• Katalog, berisikan daftar atau data yang dihasilkan pada daerah tematik dan telah disertakanke dalam CD-ROM .

• CD-ROM, berisikan file elektronik dalam format aslinya, yang berfungsi mendukung dokumen-dokumen lainya seperti diuraikan di atas. Isi CD-ROM tersebut bervariasi tiap seri, dan ditentukanoleh penyunting masing-masing seri, sesuai kebutuhan.

Beberapa dokumen dari Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini dapat diakses melalui internet disitus Coastal Resources Center (http://www.crc.uri.edu), PKSPL-IPB (http://www.indomarine.or.id),dan Proyek Pesisir (http://www.pesisir.or.id).

Pengantar ini tentunya belum memberikan gambaran detil mengenai seluruh kegiatan, pekerjaan,dan produk-produk yang dihasilkan Proyek Pesisir selama tujuh tahun programnya. Karena itu,kami mempersilakan pembaca untuk dapat lebih memahami seluruh komponen dari koleksidokumen ini, sembari berharap bahwa koleksi ini dapat bermanfaat bagi para manajer pesisir,praktisi, ilmuwan, LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam meneruskan model-model dankerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Proyek Pesisir dan mitra-mitranya. Kami amatoptimis mengenai masa depan pengelolaan pesisir di Indonesia, dan bangga atas kerja samayang baik yang telah terjalin dengan seluruh pihak selama program ini berlangsung. Kami jugagembira dan bangga atas diterbitkannya Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini.

11

• Community-Based Coastal Resource Management Series, which includes the experience,and guidance from the CRMP and its North Sulawesi villages regarding best practices and theprocess for engaging communities in coastal stewardship

• Coastal University Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP and the Center for Coastal and Marine Resources Studies regarding the role and ac-complishments of universities in coastal management

• Coastal Monitoring Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP regarding community and stakeholder monitoring of coastal resources, primarily fromthe North Sulawesi experience

These five series contain various Case Studies, Guidebooks, Examples and Catalogues inhard copy and in CD-ROM format, depending on the content of the topic and experience of theproject. They are reproduced in either the English or Indonesian language. Most of the materials inthis set will ultimately be available in both languages but cross-translation on some documentswas not complete at the time of publishing this set. The individual components serve different, butcomplementary, functions:

• Case Studies document the CRMP experience, chronologically in most cases, with some dis-cussion and comments on how or why things occurred as they did. They usually contain gen-eral recommendations or lessons learned, and should be read first in the series to orient thereader to the topic.

• Guidebooks are “How-to” guidance for practitioners who wish to replicate or adapt the bestpractices developed in the CRMP. They will refer to both the Case Studies and the Examples,so should be read second or third in the series.

• Examples are either exact reprints of key documents, or a compilation of selected materialsproduced by the project for the thematic area. There is a brief introduction before each exampleas to its source and role in the series, but they serve primarily as a reference to the practitioner,to be used with the Case Studies or Guidebooks, and so should be read second or third in theseries.

• Catalogues include either lists or data produced by the project in the thematic area and havebeen included on the CD-ROMs.

• CD-ROMs include the electronic files in their original format that support many of the otherdocuments described above. The content of the CD-ROMs varies from series to series, andwas determined by the individual series editors as relevant.

Several of the documents produced in this collection of the CRMP experiences are also availableon the Internet at either the Coastal Resources Center website (http://www.crc.uri.edu), the BogorAgricultural Institute website (http://www.indomarine.or.id) and the Proyek Pesisir website (http://www.pesisir.or.id).

This preface cannot include a detailed description of all activities, work, products and outcomesthat were achieved during the seven-year CRMP program and reflected in this collection. Weencourage you to become familiar with all the components of the collection, and sincerely hope itproves to be useful to coastal managers, practitioners, scientists, NGOs and others engaged infurthering the best practices and frameworks developed by the USAID/BAPPENAS CRMP and itscounterparts. We are optimistic about the future of coastal management in Indonesia, and havebeen proud to work together during the CRMP, and in the creation of this collection of CRMP(Proyek Pesisir) products.

12

Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruhmitra di Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya, yang telah memberikan dukungan,komitmen, semangat, dan kerja keras mereka dalam membantu menyukseskan Proyek Pesisir dansegenap kegiatannya selama 7 tahun terakhir. Tanpa partisipasi, keberanian untuk mencoba hal yangbaru, dan kemauan untuk bekerja bahu-membahu -baik dari pihak pemerintah, LSM, universitas,masyarakat, dunia usaha, para ahli, dan lembaga donor-’keluarga besar’ pengelolaan pesisir Indone-sia tentu tidak akan mencapai kemajuan pesat seperti yang ada sekarang ini.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirektur Chief of PartyKantor Pengelolaan Sumber Daya Alam Proyek PesisirU.S. Agency for International Development/ Coastal Resources CenterIndonesia (USAID) University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirektur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Deputi Menteri Negara PerencanaanDepartemen Kelautan dan Perikanan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENASRepublik Indonesia Bidang Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Hidup

25 Agustus 2003

13

We would like to acknowledge and extend our deepest appreciation to all of our partners in Indo-nesia, the USA and other countries who have contributed their support, commitment, passion andeffort to the success of CRMP and its activities over the last seven years. Without your participa-tion, courage to try something new, and willingness to work together –government, NGOs, univer-sities, communities, private sector, experts and donors– the Indonesian coastal family could nothave grown so much stronger so quickly.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirector Chief of PartyOffice of Natural Resources Management Indonesia Coastal ResourcesU.S. Agency for International Management ProjectDevelopment/ Indonesia Coastal Resources Center

University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirector General for Coasts and Deputy Minister/Deputy Chairman forSmall Island Affairs Natural Resources and EnvironmentIndonesia Ministry of Marine Affairs Indonesia National Developmentand Fisheries Planning Agency

August 25, 2003

14

DAFTAR KOLEKSI DOKUMEN PROYEK PESISIR 1997 - 2003CONTENT OF CRMP COLLECTION 1997 - 2003

Yang tercetask tebal adalah dokumen yang tersedia sesuai bahasanyaBold print indicates the language of the document

PEMBELAJARAN DARI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIALEARNING FROM THE WORLD OF COASTAL MANAGEMENT IN INDONESIA

1. CD-ROM Latar Belakang Informasi dan Produk-produk Andalan Proyek PesisirCD-ROM Background Information and Principle Products of CRMP

SERI REFORMASI HUKUMCOASTAL LEGAL REFORM SERIES

1. Studi Kasus Penyusunan RUU Pengelolaan Wilayah PesisirCase Study Developing a National Law on Coastal Management

2. Studi Kasus Penyusunan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WIlayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

Case Study Developing a District Law in Minahasa on Community-BasedIntegrated Coastal Management

3. Studi Kasus Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka-Belitung

Case Study The Marine Boundary Between the Provinces of South Sumatera andBangka-Bilitung

4. Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUUCase Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

5. Panduan Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah MenurutUndang-Undang No.22/1999

Guidebook Establishing Marine Boundaries under Regional Authority Pursuant toNational Law No. 22/1999

6. Contoh Proses Penyusunan Peraturan Perundangan PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir

Example The Process of Developing Coastal Resource Management Laws

7. Contoh Dokumen-dokumen Pendukung dari Peraturan PerundanganPengelolaan WIlayah Pesisir

Example Example from Development of Coastal Management Laws

8. CD-ROM Dokumen-dokumen Pilihan dalam Peraturan PerundanganPengelolaan Wilayah Pesisir

CD-ROM Selected Documents from the Development of Coastal ManagementLaws

9. CD-ROM Pengesahan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

CD-ROM Enactment of a District Law in Minahasa on Community-Based Inte-grated Coastal Management

15

SERI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAERAHREGIONAL COASTAL MANAGEMENT SERIES

1. Panduan Penyusunan Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirGuidebook Developing A Coastal Resources Atlas

2. Contoh Program Pengelolaan WIlayah Pesisir di LampungExample Lampung Coastal Management Program

3. Contoh Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan dan Peta-peta Pilihan

Example Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan and Volumeof Maps

4. Contoh Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir PilihanExample Selected Compilation of Coastal Resources Atlases

5. CD-ROM Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk BalikpapanCD-ROM Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan

6. Katalog Database SIG dari Atlas Lampung (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Lampung Atlas GIS Database (Limited Edition, with 2 CDs)

7. Katalog Database SIG dari Atlas Minahasa, Manado dan Bitung (EdisiTerbatas, dengan 2 CD)

Catalogue Minahasa, Manado and Bintung Atlas GIS Database (with 2 CDs)(Limited Edition, with 2 CDs)

8. Katalog Database SIG dari Atlas Teluk Bintuni (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Bintuni Bay Atlas GIS Database (Limited Edition,with 2 CDs)

9. Katalog Database SIG dari Teluk Balikpapan (Edisi Terbatas, dengan 1CD)Catalogue Balikpapan Bay GIS Database (Limited Edition, with 1 CDs)

SERI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKATCOMMUNITY-BASED COASTAL RESOURCES MANAGEMENT SERIES

1. Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat diSulawesi Utara

Case Study Community Based Coastal Resources Management in North Sulawesi

2. Panduan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatGuidebook Community Based Coastal Resources Management

3. Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut BerbasisMasyarakat

Guidebook Developing and Managing Community-Based Marine Sanctuaries

4. Panduan Pembersihan Bintang Laut BerduriGuidebook Crown of Thorns Clean-Ups

5. Contoh Dokumen dari Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat di Sulawesi Utara

Example Documents from Community-Based Coastal Resources Managementin North Sulawesi

6. CD-ROM Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatCD-ROM Community-Based Coastal Resources Management

16

SERI PERGURUAN TINGGI KELAUTANCOASTAL UNIVERSITY SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Kemitraan Bahari di IndonesiaCase Study Developing the Indonesian Sea Partnership Program

2. Contoh Pencapaian oleh Proyek Pesisir PKSPL-IPB dan INCUNE (1996-2003)Example Proyek Pesisir’s Achievements in Bogor Agricultural Institute’s Center

for Coastal and Marine Resources Studies and the Indonesian CoastalUniversity Network (1996-2003)

3. Contoh Kurikulum dan Agenda Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu

Example Curriculum and Agenda from Integrated Coastal ResourcesManagement Training

4. Katalog Abstrak “Jurnal Pesisir dan Lautan” (1998-2003)Catalogue Abstracts from “Pesisir dan Lautan Journal” (1998-2003)

5. CD-ROM Dokumen Perguruan Tinggi KelautanCD ROM Coastal University Materials

SERI PEMANTAUAN WILAYAH PESISIRCOASTAL MONITORING SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Pemantauan Wilayah Pesisir oleh ParaPemangku Kepentingan di Sulawesi Utara

Case Study Developing a Stakeholder-Operating Coastal Monitoring Program inNorth Sulawesi

2. Panduan Pemantauan Terumbu Karang dalam rangka PengelolaanGuidebook Coral Reef Monitoring for Management (from Philippine Guidebook)

3. Panduan Metode Pemantauan Wilayah Pesisir oleh FORPPELA, jilid 1Guidebook FORPPELA Coastal Monitoring Methods, Version 1

4. Panduan Pemantaun Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan MetodeManta Tow

Guidebook Community-Based Monitoring of Coral Reefs using the Manta TowMethod

5. Contoh Program Pemantauan oleh Para Pemangku Kepentingan di SulawesiUtara Tahun Pertrama, Hasil-hasil FORPPELA 2002 (dengan 1 CD)

Example Year One of North Sulawesi’s Stakeholder-Operated Monitoring Pro-gram, FORPPELA 2002 Results (with 1 CD-ROM)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:For more information:

Coastal Resource Center CRMPUniversity of Rhode island Ratu Plaza Building, lt 18Narragansett, Rhode Island 02882, USA Jl. Jenderal Sudirman Kav. 9Phone: 1 401 879 7224 Jakarta 10270, IndonesiaWebsite: http//www.crc.uri.edu Phone: (021) 720 9596

Website: http//www.pesisir.or.id

Studi KasusBatas Wilayah Laut antaraProvinsi Sumatera Selatandan Provinsi Bangka-Belitung

Prof. Dr. Ir. Jacub Rais MSc.

Seri Reformasi HukumKoleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997 - 2003

Studi KasusBatas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatandan Provinsi Bangka-Belitung

Prof. Dr. Ir. Jacub Rais, MSc.

Kutipan : Rais, J. 2003. Studi Kasus Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan danProvinsi Bangka-Belitung, dalam Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003,Seri Reformasi Hukum, M. Knight, S. Tighe (editor), University of Rhode Island,Co astal Reso u rces Cen ter, Nar r agan sett, Rh o de Islan d . 15 pp.

Dicetak di Jakarta, Indonesia 2003

Dana untuk persiapan dan pencetakan dokumen ini disediakan oleh USAID sebagai bagian dari USAID/BAPPENAS Program Pengelolaan Sumberdaya A lam dan USAID/CRC-URI Proyek Pesisir.

Keterangan rinci tentang publikasi Proyek Pesisir bisa diperoleh melalui www.pesisir.or.idKeterangan rinci tentang publikasi NRM bisa diperoleh melalui www.nrm.or.idKeterangan rinci tentang publikasi NRM bisa diperoleh melalui crc.uri.edu

Editor Bahasa : Kun S. Hidayat, Ahmad HuseinFoto Cover : Tantyo BangunTata Letak : Pasus Legowo, Yayak M. Saat

Daftar Isi

Pengantar v

1. Pendahuluan 12. Penentuan Batas Secara Kartometri 23. Penentuan Batas di Lapangan 34. Siapa yang Melakukan Survei Lapangan 45. Tahap Rekonesen 56. Tahap Pekerjaan Lapangan 67. Tahap Perhitungan Koordinat Tit ik Batas di Kantor (Office Treatment) 78. Tahap Sosialisasi 89. Penggambaran Peta Batas Wilayah Kewenangan Laut Provinsi 910. Sistem Posisi (Koordinat) di Muka Bumi 1011. Survei Penentuan Posisi dengan GPS 1312. Daftar Acuan 15

iv

v

eri Reformasi Hukum ini menampilkan gambaran perkembangan kumulatifdalam reformasi hukum dan tata pamong dalam pengelolaan wilayah pesisirdi Indonesia, yang telah dilakukan sejak tahun 1997 sampai 2003. Selamakurun waktu tersebut, Proyek Pesisir, bekerja sama dengan BAPPENAS,Departemen Kelautan dan Perikanan R.I., dan pemerintah Provinsi Lampung,

Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur dalam mendorong reformasi hukum dengan segalaaktivitasnya. Kerja sama juga dijalin antara lain dengan Pemerintah Kota Balikpapan,Kabupaten Penajam Paser Utara, Pasir, dan Minahasa.

Proyek Pesisir telah memfasilitasi daerah dalam membidani pembentukan beberapaperaturan daerah untuk memformalkan pengelolaan daerah perlindungan laut diwilayahnya masing-masing. Proyek Pesisir juga memfasilitasi Kabupaten Minahasa dalaminisiatif mengembangkan dan melahirkan Peraturan Daerah (Perda) tentang PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Proyek Pesisir jugamemfasilitasi Provinsi Sulawesi Utara dalam mengembangkan dan melahirkan peraturandaerah yang lebih mengarah pada isu pengelolaan wilayah pesisir yang lebih luas ditingkat provinsi. Di Kalimantan Timur, Proyek Pesisir memfasilitasi Kabupaten PenajamPaser Utara dan Kota Balikpapan delam penyusunan Peraturan Daerah tentangpenatakelolaan pesisir. Selain itu, Proyek Pesisir membantu Departemen Kelautan danPerikanan RI untuk mengembangkan kebijakan nasional dalam pengelolaan wilayahpesisir dan pulau-pulau kecil, yang merupakan hal pertama kalinya di Indonesia.

Reformasi hukum sesungguhnya bukan hanya terletak pada perbaikan secara substantifsuatu produk kebijakan publik, melainkan lebih jauh lagi proses yang harus dilalui dalampembentukan suatu kebijakan publik. Hal tersebut berlaku mulai dari pengenalan konsep,penyusunan, konsultasi, pengesahan, sosialisasi, hingga implementasinya. Padadasarnya, suatu kebijakan publik yang ideal adalah hasil representasi kepentingan seluruhpihak yang tergantung di dalamnya. Dengan demikian, reformasi hukum dalam prosespembentukan dan kelahiran kebijakan publik di bidang pengelolaan wilayah pesisir selaludiupayakan agar memenuhi prinsip transparasi, luas, dan inklusif, serta pembangunankonsensus dari pihak yang tergantung pada keberadaan wilayah pesisir.

Proyek Pesisir memfasilitasi lembaga pemerintah, baik lokal maupun nasional untukmendukung penyusunan peraturan perundangan pengelolaan wilayah pesisir. Sebagaigambaran, dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Proyek Pesisir memfasilitasidiskusi terbentuknya strategi tiga jalur konsultasi publik. Strategi ini lahir dari hasilkolaborasi dengan lembaga non pemerintah, sebagai upaya mendorong mekanismepenyusunan kebijakan publik yang ideal. Sehingga di masa yang akan datang nanti,pendekatan tiga jalur konsultasi publik dapat terus disempurnakan dalam upayamembentuk kebijakan publik yang ideal. Di samping itu, sebagai contoh lain, Proyek

Pengantar

S

vi

Pesisir memfasilitasi DPRD Minahasa untuk merancang kerangka hukum dalampengelolaan wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat, yang saat ini menjadi modelbagi daerah lain untuk mengembangkannya.

Seri Reformasi Hukum ini berisi buku panduan, studi kasus, dan contoh-contoh yangmenunjukkan kinerja Proyek Pesisir dalam mendukung reformasi hukum dalampengelolaan wilayah pesisir. Sebagian besar dokumen yang ada disajikan dalam bahasaIndonesia, meskipun terdapat rencana untuk menerjemahkan bagian-bagian tertentu yangmungkin relevan untuk kalangan yang lebih luas di tingkat internasional. Dokumen-dokumen ini hendaknya dibaca bertalian satu dengan lainnya. Masing-masing dokumenjuga saling mengacu antara satu sama lain. Dalam konteks yang lebih luas, dokumen inijuga sebaiknya ditinjau dengan isu lainnya dalam 4 (empat) koleksi Dokumen ProyekPesisir lainnya yang sama-sama diterbitkan. Adapun isi Seri Reformasi ini secara lengkapadalah:

1. Studi Kasus: Penyusunan RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir (dalam bahasa Inggris).2. Studi Kasus: Penyusunan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Terpadu Berbasis Masyarakat (dalam bahasa Inggris).3. Studi Kasus: Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan Dan Provinsi Bangka-

Belitung.4. Studi Kasus: Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU (tersedia dalam bahasa

Indonesia dan Inggris).5. Panduan: Pedoman Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah Menurut

Undang-Undang No. 22/1999.6. Contoh: Proses Penyusunan Peraturan Perundangan Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir (dalam bahasa Inggris).7. Contoh: Dokumen-Dokumen Pendukung dari Peraturan Perundangan Pengelolaan

Wilayah Pesisir.8. CD-ROM: Dokumen-Dokumen Pilihan dalam Peraturan Perundangan Pengelolaan

Wilayah Pesisir9. CD-ROM: Pengesahan Perda Minahasa Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Berbasis Masyarakat.

Keseluruhan dokumen ini menawarkan materi pendidikan berikut ilustrasinya. Studi kasus,misalnya, menampilkan gambaran deskriptif kegiatan yang telah dilakukan oleh ProyekPesisir. Panduan mengambil pendekatan perspektif untuk kegiatan mendatang,membangun dengan berdasarkan pengalaman Proyek Pesisir. Keping CD dan Contohdokumen peraturan perundangan pengelolaan wilayah pesisir menawarkan kompilasidari berbagai material, tidak hanya produk perundangan, melainkan juga dokumen kerja,notulensi konsultasi publik, dan dokumen lain yang mendukung proses penyusunanperaturan perundangan tersebut.

Lebih dari itu, seri ini juga menampilkan beberapa proses penyusunan produk hukumtersebut, catatan hasil konsultasi publik, dan contoh-contoh pembelajaran lainnya, sebagaibukti bahwa reformasi hukum yang dilakukan merupakan suatu proses yang hidup,interaktif, dan akan terus berkembang. Seri Reformasi Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisirini dapat memberikan pelajaran penting di masa mendatang, baik bagi keberlanjutanreformasi hukum dalam desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir, maupun sebagai modelbagi kebijakan publik dan perundangan lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam.

•••

vii

uku “Studi Kasus Batas Wilayah Laut antara Provinsi Sumatera Selatan danProvinsi Bangka-Belitung” menggambarkan bagaimana prosedur penentuanbatas secara kartometri dan secara pengukuran lapangan. Selain itu, dijelaskanpula mengenai prosedur pengesahan-pengesahan oleh kedua pemerintahandari provinsi-provinsi tersebut.

Survei dan penentuan batas wilayah masih merupakan hal baru bagi banyak provinsidan kabupaten/kota, sejalan dengan diterapkannya Undang-Undang No. 22/1999 tentangOtonomi Daerah. Permasalahan menyangkut batas wilayah laut merupakah hal yangpenting diperhatikan, demi memastikan status hukum serta pengelolaan dan pemanfaatankawasan laut oleh masing-masing daerah.

Studi kasus ini hendaknya dibaca berkaitan dengan dokumen lain yang tergabung dalamSeri Reformasi Hukum seperti “Panduan Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangandaerah Menurut UU No. 22/1999”. Selain itu, materi-materi ini secara lebih luas terkaitdengan topik-topik pengelolaan wilayah pesisir lainnya dalam terbitan Koleksi DokumenProyek Pesisir. Semoga buku ini bermanfaat.

Jakarta, Agustus 2003

Prof. Dr. Jacub Rais MSc

B

1

1Pendahuluan

ndang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah untukpertama kali menyatakan adanya kewenangan Daerah di wilayah laut sejauh12 mil laut untuk Provinsi (Pasal 3) dan sepertiganya adalah kewenangan lautuntuk Kabupaten/Kota (Pasal 10, ayat 3). Mengapa disebut dengan istilah“sepertiganya” dan bukan langsung 4 mil laut, karena ada wilayah laut antara

dua Provinsi yang berhadapan yang lebarnya lebih kecil dari 2 x 12 mil laut, sehinggaapapun lebar laut antara kedua provinsi yang berhadapan, maka sepertiganya adalahkewenangan kabupaten/kota yang berhadapan dengan wilayah laut tersebut. Jadi tidakakan ada klaim kabupaten meminta kewenangan wilayah lauh selebar 4 mil laut.

Lebar laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai pada surut rendah (Pasal 2 UU No.22 Tahun 1999 jo. UU No.6 Tahun 1996). Berdasarkan Pedoman Penentuan Batas WilayahLaut Kewenangan Daerah menurut UU No. 22/1999 (Rais 2003) maka antara 2 provinsiyang berhadapan yang lebar lautnya kurang dari 2 x 12 mil laut, maka ditarik garis median.Hal ini berlaku untuk Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka-Belitung sebagaikasus studi ini.

Dalam makalah ini akan disampaikan prosedur penentuan batas secara kartometri dansecara pengukuran di lapangan, serta prosedur pengesahan pengesahan oleh keduapemerintahan dari provinsi-provinsi tersebut.

U

2

enentuan batas secara kartometri dilakukan pengukuran di atas peta. Untukini dipakai peta Lingkungan Laut Nasional (LNN) skala 1:500.000 yangditerbitkan oleh BAKOSURTANAL- Dinas Hidrografi AL Edisi I - 2000.

Mengingat skalanya yang kecil maka garis pantai di peta dianggap sama dengan garispantai pada surut rendah, sehingga dapat dipilih titik-titik dasar pada peta yang berupatitik-titik yang menonjol (salient points) pada kedua sisi dari masing-masing provinsi. Dipilih18 titik di sisi Provinsi Sumatera Selatan dan 22 titik di sisi Provinsi Bangka-Belitung yangsemuanya menghadap ke Selat Bangka (lihat Gb 1).

Karena lebar selat Bangka adalah kurang dari 24 mil laut maka batas antara kedua Provinsiadalah garis median. Garis median yang menghubungkan semua titik-titik pada masing-masing provinsi ditarik berdasarkan konsep bisek (Rais 2003). Selanjutnya lihat Gb.1

Peta batas secara karto-metri ini dipakai sebagaipeta kerja jika survey danpenegasan batas dilakukandi lapangan. Dalam istilahbahasa Inggeris ada yangdisebut “Survey and De-limitation” adalah pengu-kuran batas di atas peta,sedangkan “Survey andDemarcation” adalahpengukuran batas dilapangan dan menempat-kan tanda batas (mark) dilapangan yang umumnyaberupa pilar beton yangkokoh.

2Penentuan Batas SecaraKartometri

P

Gb 1. Peta Daerah Studi

3

da beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum tim survei ke lapangan

a. Membawa alat pengukur posisi dengan teknik penentuan posisi dari satelit GPS (GlobalPositioning System), type geodetik, dual frekuensi, minimal 2 buah untuk pengkurandengan konsep diferensial (differential positioning system)

b. Membawa alat GPS tipe navigasi untuk rekonesen ke titik-titik yang telah digambarpada peta kerja dan untuk menentukan secara kasar posisi titik dasar pada surutrendah.

c. Membawa theodolit untuk mengukur garis pantai pada surut rendah dengan teknikukur tanah.

d. Membawa bahan-bahan membuat pilar beton atau anggaran untuk membeli bahan-bahan tersebut untuk titik Acuan (reference point) dan titik-titik bantu, seperti pasir,semen, kerikil, air, dan sebagainya.

e. Alat peralatan untuk berkemah, jika ada kemungkinan tidak ada tempat atau rumahyang dapat disewa untuk tim pengukur bermalam (base camp)

f. Alat-alat bantu lain seperti lampu senter, kamera, payung, atau mantel hujan, alat-alatkomunikasi (sekarang ini dengan adanya tilpon selular sudah banyak kemudahan untukkomunikasi antar sesama tim maupun antara tim lapangan dengan tim pusat(homebase) di Jakarta

3Penentuan Batas di Lapangan

A

4

ada dasarnya pekerjaan penentuan batas wilayah kewenangan Daerah adalahtanggungjawab dan beban anggaran Pemerintah Daerah, sedangkanPemerintah Pusat, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan DepartemenKelautan dan Perikanan menyiapkan Tim Fasilitasi untuk pelatihan tim daerahdan memberikan bantuan teknis jika diperlukan. Daerah dapat mengkontrakkan

pekerjaan survey ini kepada dunia usaha atau instansi pemerintah pusat, sepertibakosurtanal dan/atau Dishidros-AL atau perguruan tinggi, disebut dengan “outsourcing”,sedangkan anggaran pekerjaan lapangan menjadi tanggungjawab daerah yangbersangkutan.

Setiap survey dan penegasan batas di lapangan selalu dilakukan secara bersama denganmembentuk tim gabungan antara kedua tim survey dari daerah yang bersangkutan (JointSurvey Team) dengan tujuan untuk memecahkan masalah di lapangan bersama, salingmengecek hasil pengukuran dan saling memberi informasi. Dengan kata lain, hasil surveyharus disetujui oleh Ketua-Ketua Tim dari ke-dua belah pihak. Ketentuan ini sudah menjadiprosedur baku di mana saja dalam survey dan penegasan batas antar dua negara.

Khusus untuk kasus studi ini, survey dan penegasan batas laut antara Provinsi SumateraSelatan dan Provinsi Bangka Belitung dilakukan oleh Tim Pemerintah Pusat sebagaimodel panduan (pilot model) batas antara 2 provinsi yang berhadapan. Ada kasus lainnyayang tidak masuk dalam tulisan ini adalah kasus batas antara 2 provinsi yangberdampingan, yaitu antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta.

4Siapa yang MelakukanSurvei Lapangan

P

5

5Tahap Rekonesen

Bentuk Pilar Acuan dan Pilar BantuPemasangan Pilar Titik Acuan- Pelacakan tanah yang cocok utk pilar permanen- Dilengkapi dengan tiga Pilar Bantu- Pilar Titik Acuan dan Titik-Titik Bantu diukur dgn GPS (dual frequency GPS)

Gb. 2 Bentuk Pilar Acuan dan Pilar Bantu

alam tahap rekonesen (reconnaissance) atau penjajakan di lapangan, Timmelakukan kegiatan utama, antara lain:

a. Menentukan titik air rendah dalam satu hari, bila perlu dua hari, secara visual ataumelalui pengukuran situasi dengan alat tehodolit, dan tetapkan letak titik dasar yangpasti di pantai. Karena titik dasar ini akan selalu berada di bawah muka air laut padasaat pasang, maka diperlukan suatu tit ik acuan pada posisi yang lebih stabil dan keringke arah darat dari garis pantai pada saat pasang (high tide shoreline).

b. Titik acuan ini berupa pilar beton dengan ukuran baku, yaitu 0,40 m x 0,40 m x 1 m diatas tanah dan 1,5 meter ke dalam tanah. Di atas tanah pilar diberi sayap denganukuran 2 m x 2 m x 0,30 m. Untuk kemungkinan pilar ini terganggu posisinya olehalam atau oleh manusia maka posisi pilar ini diikat dengan 3 titik Bantu. Pilar titikBantu berupa tabung pralon berdiameter 0,40 m dan diisi dengan beton. Tinggi di atastanah 0,50 m dan di dalam tanah 1,5 m. Konfigurasi Titik Bantu ini dibuat agar dapatmerekonstruksi kembali posisi pilar titik acuan bila pilar tersebut terganggu posisinyaatau hilang/rusak (lihat Gb.2) Jarak Titik Bantu ke pilar Acuan adalah 30 m. dengansudut 60 derajat antar ketiga arah titik bantu. Di atas pilar titik Acuan ditempat suatuplakat bundar dari kuningan sebagai tanda pilar batas dan milik Negara agar tidakdirusak oleh siapapun juga (Gb.3).

D

Gb. 3 Plakat di atas pilar Acuan

6

etelah Pilar Titik Acuan dibangun, maka dilakukan pengkuran-pengukuransebagai berikat:

a. Pengukuran jarak dalam meter (Dm) dan azimuth (Az) antara titik Acuan dan titik Dasardengan memakai theodolit, dapat sejenis Total Station, atau pada titik Acuan dan TitikDasar ditentukan posisinya dengan GPS, sehingga dapat dicari jarak dan azimuthantara kedua titik tersebut dengan software yang ada dalam alat GPS. Penentuanposisi dengan GPS navigasi di dua titik ini dilakukan untuk memperoleh jarak danazimuth, dengan titik Acuan sebagai “waypoint” dalam pengukuran GPS.

b. Pengukuran teliti titik Acuan dengan GPS tipe geodetik dilakukan berdasarkan metodediferensial dengan memakai minimal 2 alat GPS. Alat yang kedua diletakkan padajaringan GPS nasional terdekat, sehingga koordinat geodetik titik Acuan dapat dihitungdalam sistem koordinat nasional (Datum Geodesi Nasional Indonesia, DGNI 1995)agar konsisten dengan sistem perpetaan nasional (Bakosurtanal 1996; Abidin 2003)

Buat peta sketsa dari letak titik Acuan dan titik-titik Bantu, dengan kontur dan garis pantaisebagai bagian dokumen arsip dari titik Dasar dan titik Acuan. Kontur dapat dibuat denganpengukuran situasi dengan theodolit.

6Tahap Pekerjaan Lapangan

S

Gb 4 Profil Batas di LautMAT : Muka Air TinggiMAR : Muka Air Rendah yang dipakai dalam penentuan batas ke arah laut

7

engan terkumpulnya data lapangan, yaitu:

a. Koordinat lintang (L1) dan bujur (B1) titik Acuan (TA.b. Jarak (D) dan azimuth (A) antara titik Acuan TA dan titik Dasar TD.c. Jarak titik Dasar TD ke arah batas laut diberikan sejauh 12 mil laut atau jika 1 mil laut

sama dengan 1852 m, maka jarak yang diberikan: 22.224 meter.d. Maka, dengan software yang tersedia dapat dihitung koordinat titik batas TB, yaitu

(L2, B2)e. Karena titik TB berada di laut maka tidak ada patok ditempatkan di laut, tetapi koordinat

TB digambar di atas peta yang tersedia (Dapat skala yang lebih besar jika ada ataudibuat minute plan batas skala besar, seperti 1: 10.000).

Gambar 5 di berikut ini memperlihatkan posisi titik acuan di sebelah utara pulau Bangkadan Gb. 6 bagaimana alat GPS didudukkan di atas pilar titik acuan.

7Tahap Perhitungan Koordinat TitikBatas di Kantor (Office Treatment)

D

Gb.5 Posisi Titik Acuan di pulau Bangkapaling utara (dil ingkari).

Gb.6 Posisi titik bantu diukur dengan GPS

8

etelah pilar titik acuan selesai ditanam, perlu di sosialisasi kepada masyarakatdi sekitarnya tentang keberadaan pilar dan fungsinya. Ada beberapa kejadianyang dapat mengganggu pekerjaan penegasan batas di lapangan, karenaada penduduk yang menginterpretasi titik acuan sebagai titik batas antara 2

desa di pantai sehingga terjadi sengketa bahwa posisi titik acuan itu salah tempatnya,karena dikira titk batas antara desa yang berdampingan. Jika di lapangan bertemu denganpilar batas lama yang ditempatkan sebagai batas antara 2 provinsi yang berdampingandan pilar tersebut dianggap masih kokoh maka pilar ini dapat dipakai sebagai titik Acuandengan menempelkan plakat sebagai titik Acuan (kasus di selatan Jawa antara batasProvinsi Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta yang dipakai sebagai titik sekutu sejakazaman pemerintahan Belanda di tanah air, antara kedua provinsi yang berdampingan).Lihat Gambar berikut ini.

8Tahap Sosialisasi

S

9

asil pengukuran dan perhitungan koordinat titik batas di laut akhirnya harusdigambarkan dalam peta dengan spesifikasi sebagai berikut:

1. Skala peta yang dapat memuat cakupan yang luas dari 2 provinsi yang berdampinganatau berhadapan. Saat ini skala yang cocok adalah peta skala 1: 250.000 yangdinamakan Peta Batas Daerah Kewenangan di Wilayah Laut, dengan logo DepartemenDalam Negeri dan logo Departemen Kelautan dan Perikanan. Peta ini mempunyaicakupan yang cukup luas sehingga dapat memperlihatkan jalannya garis batas antarake dua provinsi dan tit ik-titik kedalaman laut (batimteri)

2. Peta harus memuat tabel koordinat titik-titik batas pada sebelah kanan muka peta.

3. Informasi tepi peta memuat selain legenda peta sebagaimana umumnya, yangterpenting adalah pengesahan batas peta yang berturut-turut ditandatangani oleh: KetuaTim Teknis Pemetaan dan Penegasan Batas Daerah, kemudian tandatangan padatingkatan direktur di Departemen Dalam Negeri (Direktur Bina Perbatasan DirektoratJenderal Umum dan Pemerintahan Daerah) dan di Departemen Kelautan dan Perikanan(Kepala Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-Hayati). Akhirnya keduaGubernur yang garis batas wilayah lautnya dimiliki bersama juga ikut mengesahkan,dalam hal ini Gubernur Sumatera Selatan dan Gubernur Kepulauan Bangka danBelitung.

4. Peta batas dianggap sah jika akhirnya peta tersebut ditandatangani oleh Menteri DalamNegeri. Kopi dari peta ini yang dikecilkan dipakai sebagai lampiran Undang-Undangtentang Pembentukaan Provinsi otonomi sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 1999Pasal 5, ayat (2).

9Penggambaran Peta Batas Wilayah

Kewenangan Laut Provinsi

H

10

osisi suatu tempat di muka Bumi ditentukan dengan koordinat lintang dan bujur.Umum banyak mengetahui posisi lintang dan bujur astronomis, di mana suatutempat ditentukan posisinya terhadap benda-benda langit (bintang). Lintangdan bujur astronomis ini menganggap bumi sebagai bidang bola dan titik pusatBumi sebagai titik nol dari sistem koordinat astronomis. Kadang-kadang sistem

lintang dan bujur ini disebut koordinat geografis, dengan menganggap bumi sebagai bidangbola dengan satu besaran radius Bumi yang perlu diketahui, sebagaimana kita belajargeografi di sekolah menengah. Bujur adalah busur pada bidang ekuator antara meridianGreenwhich (meridian baku) dengan meridian melalui titik yang akan ditentukankooridnatnya. Lintang adalah busur antara bidang ekuator dengan garis normal (garistegaklurus) melalui titik yang akan ditentukan posisinya,

Sejarah tentang bentuk dan ukuran Bumi telah dimulai sejak 850 sebelum masehi, ketikamanusia meninggalkan anggapan bahwa Bumi itu datar. Bumi bulat dibuktikan olehexperimen Erasthotenus (276 - 195 sebekum Masehi di Mesir sehingga diperoleh informasiradius Bumi yang kira-kira 16% lebih besar dari ukuran sekarang. Sejak abad ke-18 parasarjana menemukan bahwa Bumi itu tidak bulat dari berbagai pengukuran busur di daerahkutub dan di Ekuator. Bumi pada dasarnya gepeng di kutub, sehingga berbentuk ellipsoida(ellips yang berputar terhadap sumbu pendeknya), maka para ilmuan mulai melakukanpenelitian untuk menentukan besaran ellipsoida (a dan f) dengan berbagai teknik, dimana “a” adalah radius ekuator dan “f” adalah penggepengan Bumi. Ekuator tetapmerupakan lingkaran karena ellips yang diputar adalah terhadap sumbu pendeknya.

Penggepengan Bumi diukur melalui pengukuran panjang busur Bumi di kutub dan diekuator, di mana panjang busur 1 derajat di ekuator diperoleh lebih panjang daripadasatu derajat busur di kutub. Penggepengan Bumi di kutub Bumi juga dilaporkan olehsatelit Vanguard (USA) di tahun 1976 dengan memperoleh angka penggepengan 1/298yang sama dengan angka yang diperoleh oleh Ilmuan Sovyet Rusia F.N. Krasovskii padatahun 1938 melalui pengukuran busur di Seberia.

Ada beberapa karya dari ilmuan yang patut dicatat, seperti Lacaille 1752 di Afrika Selatan,Boscovich tahun 1766 di Italia, Mason and Dixon tahun 1766 di USA, Newton tahun1672 di Inggeris Jean Baptiste Delambre dan Pierre Francois tahun 1792-1798 dariPerancis. Legendre di tahun 1805 mengumumkan pertama kali penggepengan Bumisebesar 1/334 (artinya 1/334 dari radius ekuator), Bessel pada taun 1841 yang terkenaldengan ellipsoida Bessel (a = 6 377 397 m dan f : 1/299,15) yang dipakai di Indonesiasejak 1862 dalam pemetaan sampai tahun 1973, ketika muncul pertama kali penentuanposisi dengan satelit Transit NNSS (Navy Navigation Satellite System) dari USA yangterkenal dengan nama satelit Doppler. Pertama kali pula kita menyatakan bahwa ellipsoidaBessel yang selama ini kita pakai sudah tidak memenuhi syarat model matematika Bumiuntuk pemetaan, dan kita beralih dari sistem pengukuran optik ke sistem penentuan posisi

10Sistem Posisi (Koordinat)di Muka Bumi

P

11

dengan satelit. Istilah “Datum” geodetik diperkenalkan. Diperkenalkan datum baru yaituDatum Indonesia 1974 atau ID-74 secara internasional. (Rais 1975, 1976 dan 1979)

ID-74 mengadopsi parameter ellipoida GRS-67 (Geodetic Reference System 1967, dengana : 6 378 160 m; f : 1/298,27) dan menamakannya ellipsoida nasional atau IndonesianNational Spheroid (INS). Datum ditentukan dengan memilih satu posisi di Padang, yaitusuatu titik dari jaring kontrol lama (triangulasi), sebagai awal sistem posisi baru di Indonesia.Jadi kita pada waktu itu masih menganut sistem posisi relatif terhadap suatu titik di mukaBumi. Koordinat titik di Padang ini ditentukan dengan teknik posisi dengan pengamatansatelit Doppler dengan lintang dan bujurnya memakai ellipsoida sendiri yaitu NWL-9D(Naval Weapons Laboratory, USA), dan dengan demikian datum sudah berorientasiterhadap sumbu kutub Bumi yang dinamakan CIO (Conventional International Origin),yaitu sumbu kutub baku yang ditetapkan melalui pengukuran kutub nyata sesaat (instan-taneous) selama periode 1900-1905. Semua pengamatan astronomis di Bumi yangmengacu pada kutub Bumi sesaat (instantaneous) harus dikoreksi ke kutub baku CIO,agar dapat diperbandingkan. Sebagaimana kita ketahui sumbu kutub nyata (sesaat) selaluberpindah-pindah posisinya seperti gasing, yang dinamakan “polar motion”

Definisi datum ID-74 ditentukan dengan menadopsi GRS-67 sebagai ellipsoida nasional(INS), titik awal datum ditetapkan satu titik dalam jaringan triangulasi di Padang dengankoordinat (posisi) yang ditentukan dengan satelit Doppler dan ellipsoid NWL-9D untukkoordinat lintang dan bujur. Koordinat ini dan diadopsi sebagai koordinat pada ellipsoidnasional (INS). Koordinat lintang dan bujur terhadap NWL-9D diperoleh dari transformasidari koordinat kartesian (X1, Y1, Z1) yang diperoleh dari satelit Doppler. Koordinat bujurdan lintang yang sama dalam INS diperoleh kembali koordinat kartesiannya (X2, Y2, Z2)dengan memakai parameter ellipsoida GRS-67. Terdapat perbedaan antara keduakoordinat kartesian sebagai berikut:

Dengan rumus translasi sederhana ini semua pengamatan posisi dengan satelit Dopplerdi Indonesia dapat dihitung dalam Datum Nasional (ID-74). Dengan ini kita telahmenyatukan sistem koordinat dalam rangka pemetaan maupun dalam membangun sisteminformasi geografis di Indonesia, walaupun sistem koordinat tersebut adalah sistemkoordinat relatif. (Rais 1979), Sistem koordinat ini tentunya mempunyai kelemahan karenasistem relatif. Dengan munculnya satelit GPS dan meningkatnya kebutuhan penentuanposisi yang bersifat global, telah kami sadari bahwa sistem penentuan posisi absolut,atau disebut juga sistem koordinat geosentik, adalah yang terbaik dan jauh lebihmenguntungkan. Sebenarnya kami pernah mengusulkan sistem koordinat geosentrik padatahun 1971, sewaktu kami akan menghadiri General Assembly dari IUGG di Moskow,namun konsep ini belum dapat diterima oleh kalangan tertentu di Indonesia karena dilihathanya dari segi sekuriti, yang secara faktual tidak benar asumsinya.

Satelit Doppler hanya berjumlah 6 satelit yang operasional dan memerlukan pengamatanyang lama di wilayah ekuator. Pengukuran Doppler berlanjut hanya sampai tahun 1989,kemudian kita beralih ke sistem GPS yang sudah mulai mengorbit dalam tahap pertama.Satelit GPS yang kini telah mempunyai banyak aplikasi di segala bidang untuk menentukan

12

posisi dan navigasi, sehingga Indonesia memerlukan perobahan datum geodetiknya untukmenyesuaiakan diri dengan perkembangan teknologi. ID-74 terpaksa kita tinggalkandan beralih ke dalam sistem geosentrik (sistem koordinat yang berpusat pada titik pusatBumi) yang dinamakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) dengan juga menggantiellipsoida dari GRS-67 menjadi WGS-1984 (a = 6 378 137 m; f = 1/298,257). Ellipsoidaini sama dengan ellipsoida yang dipakai dalam sistem GPS, sehingga peta-peta yangdibuat dengan DGNI-95 dapat langsung dipakai dengan semua rekaman citra yangsemuanya berkoordinat geosentrik.

DGN-95 adalah geosentrik dengan demikian bersifat global, sehingga dapat dipakai dalamkonteks global seperti pengamatan gerakan teknonik lempeng (geodinamika), bidangkelautan, penentuan batas negara di darat dan laut, dan kedirgantaraan. GPS kini telahdipakai dalam navigasi dalam mobil, kapal, kapal-kapal nelayan, pesawat udara, bisnisdan hampir semua kegiatan manusia yang terkait dengan posisi di muka Bumi. Jumlahsatelit yang berorbit adalah 24 buah dengan cadangan 3 buah. Jenis alat penerima GPSpun ada berbagai macam ketelitian tergantung pada kegunaan, mulai dari tipe yang dapatdigenggam (handheld) yang umumnya dipakai untuk navigasi di lapangan, mobil, perahuatau rekonesen, sampai yang tipe geodetik yang sangat teliti untuk mengukur gerakanlempeng tektonik yang bergerak dalam tatanan millimeter.

Gb. 8 Posisi Titik Acuan Gb.9 Bentuk satelit GPS

13

ada dasarnya konsep penentuan posisi dengan GPS adalah menghitungkoordinat suatu titik atau tempat dimuka Bumi dengan menempatkan antennadi tempat tersebut. Yang diukur dari satelit adalah jarak (range) antara titik dimuka Bumi (antenna) dengan satelit , melalui rekaman sinyal yang dikirim olehsatelit dan diterima olah alat penerima GPS. Posisi satelit terhadap pusat Bumi

adalah besaran yang diketahui oleh pengelola satelit dan ditransmisi ke pengamat melaluisinyal yang diterima juga alat penerima GPS. Software telah dikembangkan untukmenghitung koordinat antenna dengan besaran yang diketahui, yaitu posisi satelit danjarak satelit ke antenna. Lihat Gb.10.

Ditentukan: vektor posisi satelit terhadap pusat Bumi (r), Yang diukur adalah vektor jarakantara satelit dan antenna (p), dan yang dicari adalah vektor posisi geosentrik antenna (R ), maka : R = r - p. Dalam rumus di atas dimasukkan faktor konstanta (e), yang merupakanbilangan anu, sehingga rumus lengkapnya: R - r - e.p

Pada pengamatan dengan GPS, yang dapat diukur hanyalah jarak antara pengamat(antenna) dengan satelit dan bukan vektornya (Abidin 2002). Oleh karena itu rumusyang tersebut dalam Gambar 10 tidak dapat diterapkan. Untuk mengatasi hal ini dilakukanpengamatan tidak hanya dari satu satelit, tetapi dari beberapa satelit secara simultan.

Prinsip dasar penentuan posisi di Bumi dengan GPS dengan menggunakan lebih darisatu satelit, sehingga posisi yang dicari adalah tempat kedudukan reseksi (interseksi)dari 3 atau lebih lingkaran yang dibentuk oleh jarak p (satelit - antenna).

Dalam GPS titik yang akan ditetapkan koordinatnya dapat diam (statik), sepertimenentukan titik-titik acuan, atau bergerak (kinematik) seperti posisi mobil yang bergerak.

Dapat juga posisi yang akan ditetapkan koordinatnya terhadap pusat Bumi, dinamakanposisi absolut atau koordinatnya relatif terhadap satu titik di muka Bumi yang telahdiketahui koordinatnya. Yang terakhir ini dinamakan sistem penentuan posisi relatif ataudiferensial dan untuk ini memerlukan 2 alat penerima sinyal satelit , satu di titik yang akanditentukan dan satu lagi di titik yang telah diketahui dengan pengamatan secara simultan.Dalam penegasan batas di wilayah laut dipakai sistem diferensial, dan titik yang diketahauiadalah titik yang telah ditetapkan dalam suatu sisem jaringan titik-titik kontrol nasional,sehingga semua titik berada dalam satu sistem.

Untuk mengetahui lebih mendalam tentang survey dengen GPS silahkan membaca acuan(Abidin et al. 2002).

11Survei Penentuan Posisi

dengan GPS

P

14

Gb. 10. Konsep Penentuan Posisi di Bumi dengan Satelit GPS(Sumber: Wells et al. 1980)

Gb.11 Konsep Dasar Penentuan Posisi dengan GPS.(Sumber: Wells et al. 1980)

15

Abidin, H.Z., A. Jones and J.Kahar. 2002, Survei dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta

Rais, J. 2003. Pedoman Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah Menurut UU No.22/1999. Publikasi Khusus. University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Narraganset,Rhode Island, USA

Rais, J. 1979. Doppler Surveying in Indonesia (1974-1979). Presented at the General Assembly ofthe International Association of Geodesy (IAG), General Assembly of the International Unionof Geodesy and Geophysics (IUGG). Canberra, Australia

Rais, J. 1977. The Present Geodetic Activities in Indonesia. Proceedings of the InternationalGeodetic Symposium for Regional Geodetic Networks for the Year 2000. National Commit-tee for Geodesy and Geophysics - Indonesian Institute of Sciences (LIPI). Jakarta

Rais, J. 1976. Geodesi: Tinjauan Singkat tentang Ruang Lungkup Umumnya dan Kegiatan Geodesidi Indonesia Dewasa Ini. Dokumen No. 07/1976. BAKOSURTANAL

Rais, J. 1975. The Problems of Datum Selection for Surveys and Mapping. Document No.03/1975. BAKOSURTANAL.

Daftar Acuan