studi baseline ekologi - coremap.or.idcoremap.or.id/downloads/baseline_kep_riau_2004.pdf · coral...
TRANSCRIPT
Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI
Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN KEPULAUAN RIAU
(2004)
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN KEPULAUAN RIAU
(2004)
Disusun oleh
CRITC- Jakarta 2005
STUDY BASELINE EKOLOGI
KEPULAUAN RIAU TAHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN : GIYANTO, S.SI , M.SC.
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN :
SISTIM INFORMASI GEOGRAFIS : DRS. WINARDI, M.SC.
KUALITAS PERAIRAN : - DRS. EDI KUSMANTO
- DRS. SALMIN
MANGROVE : DRS. SOEROYO
KARANG & MEGA BENTHOS : DRA. ANNA MANUPUTTY, M.SI
IKAN KARANG : DRA. SASANTI R. SUHARTI, M.SC.
DOKUMENTASI : R. SUTIYADI, A.MD.
ANALISA DATA : GIYANTO, S.SI , M.SC.
CRITC-COREMAP Jakarta ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ……………………………………... iv DAFTAR TABEL ………………………………………… xi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………… xiv RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………… xvii
A. Pendahuluan ………………………………………… xvii B. Hasil ……………….. ………………………………. xix C. Saran ………………………………………………… xxviii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………... 1 A. Latar Belakang ……………………………………… 1 B. Tujuan Penelitian ……………………………………. 3 C. Ruang Lingkup Penelitian …………………………... 3
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………... 5 A. Lokasi Penelitian ……………………………………. 5 B. Waktu Penelitian ……………………………………. 19 C. Pelaksana Penelitian ………………………………… 19 D. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data ……….. 19
1. Sistem Informasi Geografis ……………………... 20 2. Kualitas Perairan ………………………………… 23 3. Mangrove ………………………………………... 24 4. Karang …………………………………………… 25 5. Mega Benthos …...……………………………… 27 6. Ikan Karang ……………………………………… 27
CRITC-COREMAP Jakarta iii
Halaman
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………… 30 A. Sistem Informasi Geografis …………………………. 30
1. Geometri Citra …………………………………… 30 2. Kondisi Geografis Daerah Studi ………………… 31 3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove …. 36
B. Kualitas Perairan ……………………………………. 39 1. Temperatur ………………………………………. 39 2. Salinitas ………………………………………….. 41 3. Densitas ………………………………………... 43 4. Arus ……………………………………………… 46 5. Derajat keasaman (pH)…………………………... 51 6. Kandungan oksigen terlarut (O2) ……………….. 53 7. Fosfat …………………………………………….. 56 8. Nitrat (NO3) ……………………………………... 58 9. Nitrit (NO2) ……………...………………………. 60 10. Silikat (SiO3) …..……………………………… 62
C. Mangrove …………………………………………… 64 D. Karang ………………………………………………. 70 E. Mega Benthos …………………………………….. 91 F. Ikan Karang ………………………………………….. 102
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………………… 125 A. Kesimpulan …………………………………………. 125 B. Saran ………………………………………………… 127
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 129
CRITC-COREMAP Jakarta iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….. 6
Gambar 2.a. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan ………………………………… 9
Gambar 2.b. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan P. Mapur dan sekitarnya ……………………………….. 10
Gambar 3.a.. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan …………………….. 11
Gambar 3.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan P. Mapur dan sekitarnya ……………………. 12
Gambar 4.a.. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Kepulauan Tambelan …………… 13
Gambar 4.b. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan P. Mapur ………………………... 14
CRITC-COREMAP Jakarta v
Halaman
Gambar 5.a.. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan …… 15
Gambar 5.b. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mapur ………………… 16
Gambar 6.a. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan ………………………………… 17
Gambar 6.b. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan P. Mapur ….. 18
Gambar 7.a. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ……………… 40
Gambar 7.b. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ……………… 41
Gambar 8.a. Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ….. 42
Gambar 8.b. Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ….. 43
Gambar 9.a. Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ….. 44
Gambar 9.b. Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ….. 45
CRITC-COREMAP Jakarta vi
Halaman
Gambar 10. Pola arus di sekeliling P. Tambelan, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….. 46
Gambar 11. Pola arus di sekeliling bagian selatan P. Betung, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….. 47
Gambar 12. Pola arus di Sekeliling P. Benua, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….. 48
Gambar 13. Pola arus di selat antara P. Tambelan – P. Betung, selat P. Benua – P. Sedua, dan selat P. Sedua – P. Tambelan …………….. 49
Gambar 14. Pola arus di sekeliling P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ……………… 50
Gambar 15. Pola arus di sekeliling P. Marapas, Kabupaten Kepulauan Riau ……………… 51
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan …….. 72
Gambar 17. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Kepulauan Tambelan dengan metode RRI …………... 74
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ………. 75
Gambar 19. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ………………………………… 76
CRITC-COREMAP Jakarta vii
Halaman
Gambar 20. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ………… 80
Gambar 21. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ………………… 80
Gambar 22. Rerata persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di P. Mapur ………………… 82
Gambar 23. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup dengan metode RRI di masing-masing stasiun di perairan P. Mapur ………………………... 84
Gambar 24. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur …………………… 85
Gambar 25. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur …… 86
Gambar 26. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu …………………. 88
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu 89
Gambar 28. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Taambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ………………………………. 90
CRITC-COREMAP Jakarta viii
Halaman
Gambar 29. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ………… 91
Gambar 30. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ………………….. 93
Gambar 31. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan kelimpahan mega benthos …………………………………… 96
Gambar 32. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan kelimpahan mega benthos ….. 96
Gambar 33. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur ………………………………. 98
Gambar 34. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos ….. 100
Gambar 35. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos …………………………………… 100
Gambar 36. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos ………………... 101
Gambar 37. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos ….. 102
CRITC-COREMAP Jakarta ix
Halaman
Gambar 38. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di Kepulauan Tambelan …….. 104
Gambar 39. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan …………………….. 108
Gambar 40. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………………………….. 112
Gambar 41. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………………... 112
Gambar 42. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….. 115
Gambar 43. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ……… 119
Gambar 44. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang… 121
Gambar 45. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………………………………. 122
Gambar 46. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………... 123
CRITC-COREMAP Jakarta x
Halaman
Gambar 47. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah individu ikan karang ………………………………. 124
CRITC-COREMAP Jakarta xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Daftar nilai penting (%) kategori anak pohon di beberapa lokasi di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ………………………………... 69
Tabel 2. Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ………………………………………. 69
Tabel 3. Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ………… 70
Tabel 4. Gambaran mengenai struktur mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ………… 70
Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT ……………… 77
Tabel 6. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ……………………….. 79
Tabel 7. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur dengan metode LIT …………………………………. 87
CRITC-COREMAP Jakarta xii
Halaman
Tabel 8. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Mapur. 88
Tabel 9. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan …. 95
Tabel 10. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di P. Mapur ………………. 99
Tabel 11. Jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50% berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=36 stasiun) di Kepulauan Tambelan ………………………... 103
Tabel 12. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi di Kepulauan Tambelan ………………………... 105
Tabel 13. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di Kepulauan Tambelan … 107
Tabel 14. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT …
110
Tabel 15. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan untuk data kelimpahan ikan karang.
111
CRITC-COREMAP Jakarta xiii
Halaman
Tabel 16. Sepuluh besar ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=20 stasiun) di P. Mapur ……………………………………….
114
Tabel 17. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi di P. Mapur ……………………………………….
116
Tabel 18. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di P. Mapur ……………….
117
Tabel 19. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Mapur dengan metode LIT ………………….
120
Tabel 20. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di P. Mapur untuk data kelimpahan ikan karang ………………...
120
CRITC-COREMAP Jakarta xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.a. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …….
132
Lampiran 1.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
134
Lampiran 1.c. Posisi stasiun penelitian mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
136
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………………
137
Lampiran 1.e. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
139
Lampiran 2.a Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………….
140
Lampiran 2.b. Peta daerah cakupan untuk perhitungan luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……………………………. 141
CRITC-COREMAP Jakarta xv
Halaman
Lampiran 3.a. Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….
142
Lampiran 3.b. Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ……………..
142
Lampiran 4.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Kepulauan Tambelan dan sekitarnya ……
143
Lampiran 4.b. Hasil dan analisa zat hara di perairan P. Mapur dan sekitarnya ……………………
145
Lampiran 4.c. Kadar rata - rata zat hara di perairan Kepulauan Tambelan, P. Mapur dan sekitarnya ………………………………..
147
Lampiran 5. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
148
Lampiran 6. Jenis karang batu yang dijumpai di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau, berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas...
149
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …….
157
Lampiran 8. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur…….
161
CRITC-COREMAP Jakarta xvi
Halaman
Lampiran 9. Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………………..
162
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur yang diperoleh dengan metode UVC …………………………………….
163
CRITC-COREMAP Jakarta xvii
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama
15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki
fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi
baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah
Kabupaten Kepulauan Riau, yang secara administratif
masuk ke dalam Propinsi Riau.
Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten
Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup
andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki
berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat
hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem
mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya
waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta
krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya,
khususnya lingkungan perairannya.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan
untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut,
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan
juga kondisi l ingkungannya. Data-data yang diperoleh
diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
CRITC-COREMAP Jakarta xviii
karang secara lestari . Selain itu, dalam studi ini juga
dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi
baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang.
Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa
mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan
bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
Kegiatan penelitian di lapangan dilakukan
menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VII. Untuk
efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline
ekologi di perairan di wilayah Kota Batam (meliputi P.
Petong, P. Abang Besar dan P. Abang Kecil, serta P.
Pengelap) dan Kabupaten Natuna. Kegiatan lapangan di
ketiga lokasi tersebut berlangsung pada Oktober-
Nopember 2004.
Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf
CRITC (Coral Reef Information and Training Centre)
Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah
setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA,
serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswi
dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey
ini untuk melengkapi Tugas akhirnya.
Lokasi penelitian dilakukan di perairan Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur.
Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel
dilakukan, terlebih dahulu ditentukan peta sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi
CRITC-COREMAP Jakarta xix
data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper
Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak tit ik-
tit ik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun
untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda
disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang
tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup
mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan
di lokasi tersebut.
B. HASIL
Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian
dilakukan analisa data. Hasil dan pembahasannya adalah
sebagai berikut:
Luasan hutan mangrove di Kepulauan Tambelan adalah
3,5448 km2, sedangkan di P. Mapur adalah 1,3605 km2.
Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef ,
patch reef dan shoal di Kepulauan Tambelan adalah
31,2618 km2 sedangkan di P. Mapur adalah 18,1126
km2.
Kisaran temperatur pada bagian permukaan di perairan
Kepulauan Tambelan antara 29,16°C hingga 30,26°C,
dengan rerata temperature 29,60°C, sedangkan di P.
Mapur dan sekitarnya antara 28,93°C hingga 29,78°C,
dengan rerata temperature 29,50°C. Kisaran temperatur
pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat
dasar, di Kepulauan Tambelan mempunyai kisaran
antara 28,92°C hingga 30,67°C dengan rerata
temperatur 29,58°C, sedangkan di P. Mapur dan
CRITC-COREMAP Jakarta xx
sekitarnya antara 28,92°C hingga 29,78°C dengan
rerata temperatur 29,51°C.
Kisaran salinitas pada bagian permukaan berkisar di
perairan Kepulauan Tambelan antara 32,04 dan 33,41
PSU dengan rerata salinitas 33,06 PSU, sedangkan di P.
Mapur dan sekitarnya antara 31,82 dan 32,27 PSU
dengan rerata salinitas 32,08 PSU. Kisaran salinitas
pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat
dasar, di Kepulauan Tambelan mempunyai kisaran
antara 32,00 hingga 33,41 PSU dengan rerata salinitas
33,06 PSU, sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya
antara 31,66 hingga 32,32 PSU dengan rerata salinitas
32,12 PSU.
Kisaran densitas pada bagian permukaan berkisar di
perairan Kepulauan Tambelan antara 1019,77 kg/m3 –
1020,63 kg/m3 dengan rerata 1020,41 kg/m3, sedangkan
di P. Mapur dan sekitarnya antara 1019,56 kg/m3 –
1019,85 kg/m3 dengan rerata 1019,71 kg/m3. Kisaran
densitas pada kolom air mulai dari permukaan hingga
dekat dasar, di Kepulauan Tambelan mempunyai
kisaran antara 1019,77 kg/m3 – 1020,70 kg/m3 dengan
rerata 1020,52 kg/m3, sedangkan di P. Mapur dan
sekitarnya antara 1019,42 kg/m3 – 1019,90 kg/m3
dengan rerata 1019,76 kg/m3.
Untuk perairan di Kepulauan Tambelan, arah arus di
perairan sekeliling P. Tambelan mengikuti bentuk pulau
menuju ke selatan ataupun ke tenggara, dengan
kecepatan arus relatif rendah dibawah 500 mm/detik
kecuali perairan disisi t imur laut, antara 500 mm/detik
CRITC-COREMAP Jakarta xxi
hingga 1000 mm/detik. Sedangkan untuk perairan di
selatan P. Betung, arah arus menuju ke barat dengan
kecepatan dibawah 500 mm/detik. Untuk perairan P.
Benua pengaruh gelombang lebih dominan terutama
perairan di sisi utara pulau. Massa air yang
menghempas pantai akan terpantul kembali kearah laut
sedemikian sehingga arus yang terekam bolak balik,
kecuali pada sisi barat daya yang relatif aman terhadap
hempasan gelombang dan di selat antara pulau-pulau
yang ada disekitar P. Benua. Perairan di selat antara
pulau-pulau yang merupakan perairan terbuka
menunjukkan bahwa massa air menuju ke barat
kemudian ke selatan setelah membentur P. Tambelan.
Kecepatan arus yang terekam untuk selat antara P.
Benua dan P. Sedua adalah 821 mm/detik; sedangkan
untuk selat antara P. Tambelan dan P. Betung adalah
671 mm/detik.
Untuk perairan P. Mapur dan sekitarnya, massa air yang
mengalir di sisi utara P. Mapur menuju selatan
melewati sisi utara P. Mapur kemudian ke timur
menyusur pantai t imur. Sedangkan massa air yang ada
disisi barat P. Mapur mengalir ke selatan menyusur
pantai barat P. Mapur Kecepatan arus yang terekam di
sisi barat maksimum 1165 mm/detik sedangkan di sisi
t imurnya 1317 mm/detik. Sedangkan untuk perairan P.
Marapas, yaitu pulau kecil yang terletak di tenggara P.
Mapur, massa air yang mengalir di sekeliling pulau ini
didominasi adanya pengaruh gelombang yang relatif
CRITC-COREMAP Jakarta xxii
kuat sehingga arah arusnya tidak beraturan mengikuti
pola hempasan gelombang.
Nilai derajat keasaman (pH) antara permukaan dengan
dasar perairan di seluruh lokasi yang ditelit i di
Kepulauan Tambelan dan P. Mapur relatif homogen.
Mengacu pada nilai yang direkomendasikan KLH, maka
di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur masih
tergolong baik, dimana pHnya > 8.
Untuk Kepulauan Tambelan, pada umumnya kadar
oksigen dipermukaan lebih tinggi dibanding dengan
dasar perairan, kecuali di P. Sedua yang relatif
homogen. Sedangkan untuk P. Mapur dan sekitarnya,
kadar oksigen dipermukaan relatif homogen dengan
bagian dasarnya. Jika merujuk dari baku mutu KLH
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, secara
umum bisa dikatakan bahwa kandungan oksigen baik di
perairan Kepulauan Tambelan maupun P. Mapur masih
cukup baik, walaupun pada stasiun–stasiun tertentu
kadar oksigen terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L).
Kadar fosfat di seluruh lokasi yang ditelit i baik di
Kepulauan Tambelan maupun di P. Mapur lebih tinggi
di bagian permukaan dibandingkan dengan di bagian
dasar perairan. Ditinjau dari kadar fosfatnya, dengan
berpedoman pada baku mutu air laut yang
direkomendasikan KLH untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut yang tidak melebihi 0,015 ppm
(4,9 µg A/L) maka secara umum masih bisa
dikategorikan baik, kecuali pada daerah yang dekat
dengan pemukiman penduduk.
CRITC-COREMAP Jakarta xxiii
Kadar nitrat pada bagian permukaan dengan bagian
dasar perairan relatif homogen di semua lokasi
penelitian baik di Kepulauan Tambelan maupun di P.
Mapur. Berdasarkan nilai baku mutu untuk nitrat yang
dikeluarkan KLH, kadar nitrat di semua lokasi
penelitian bisa dikategorikan masih sangat baik untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut (nilainya
kurang dari 0,008 ppm atau 26,27 µg A/L).
Pada umumnya kadar nitrit pada bagian dasar perairan
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
permukaannya, kecuali di P. Tambelan di Kepulauan
Tambelan, dimana kadar nitritnya relatif homogen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun
yang ditelit i , kadar nitritnya jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kadar nitrat, sehingga bisa
dikatakan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik.
KLH tidak menetapkan nilai ambang batas kadar silikat
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Untuk
semua lokasi baik di Kepulauan Tambelan maupun di P.
Mapur memiliki kadar silikat pada bagian dasar
perairan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
permukaannya. Kenyataan ini membuktikan bahwa
sumber utama silikat di perairan ini berasal dari
sedimentasi pada dasar perairan.
Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di dapatkan
25 jenis mangrove sedangkan di P. Mapur didapatkan
14 jenis mangrove.
CRITC-COREMAP Jakarta xxiv
Untuk Kepulauan Tambelan, dari pencuplikan data
transek mangrove diperoleh kepadatan anak pohon
(diameter 2 - <10 cm) mencapai 2020 batang/ha dengan
rerata ketinggian 4,72 m dan basal area mencapai 4,24
m2/ha, yang didominasi oleh jenis Rhizophora stylosa
dengan nilai penting 175,38 %. Sedangkan kepadatan
pohon (diameter > 10 cm) mencapai 50 batang per
hektar dengan ketinggian rata-rata 9,5 m dan basal area
mencapai 1,13 m2 per hektar, yang didominasi
Sonneratia alba dengan nilai penting 197,80 %.
Untuk P. Mapur, berdasarkan hasil pencuplikan data
transek mangrove diperoleh kepadatan anak pohon
mencapai 3028 batang/ha dengan ketinggian rata-rata
mencapai 6,53 m dan basal area mencapai 9,12 m2/ha,
yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan
nilai penting 104,03 %. Sedangkan kepadatan pohon
(diameter >10 cm) mencapai 100 batang per hektar
dengan ketinggian rata-rata 12,37 m dan basal area
mencapai 1,15 m2/ha, yang didominasi oleh Rhizophora
mucronata dengan nilai penting 110,78 %.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
dijumpai 243 jenis yang termasuk dalam 20 suku
karang batu di Kabupaten Kepulauan Riau yang
meliputi Kepulauan Tambelan (181 jenis; 18 suku)) dan
P. Mapur (175 jenis; 19 suku).
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang
dilakukan di 36 stasiun di Kepulauan Tambelan
dijumpai persentase tutupan karang hidup antara
10,00%-90,00% dengan rerata persentase tutupan
CRITC-COREMAP Jakarta xxv
karang hidup 47,39%, sehingga dapat diperkirakan
luasan karang hidupnya sebesar 14,8150 km2.
Sedangkan dari 27 stasiun di P. Mapur dijumpai
persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-55,00%
dengan rerata persentase tutupan karang hidup 16,93%
(terdapat 5 stasiun yang persentase tutupan karang
hidupnya 0%) sehingga dapat diperkirakan luasan
karang hidupnya sebesar 3,0665 km2.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12
stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan
menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam
kategori baik sebanyak 11 stasiun, sedangkan 1 stasiun
sisanya masuk dalam kategori cukup. Sedangkan dari 6
stasiun transek permanen di P. Mapur menunjukkan
bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori baik
sebanyak 3 stasiun, sedangkan 3 stasiun sisanya masuk
dalam kategori cukup.
Dari hasil reef check di Kepulauan Tambelan terhadap
beberapa mega benthos bernilai ekonomis penting
ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai
kondisi kesehatan terumbu karang diperoleh
kelimpahan Acanthaster planci , yang merupakan hewan
pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah banyak,
yaitu hanya 631 individu/ha. Karang jamur
(CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang
sangat berlimpah yaitu 9119 individu/ha. Bulu babi
(Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak
yaitu 3756 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam)
dijumpai dalam jumlah yang sedikit , dimana untuk yang
CRITC-COREMAP Jakarta xxvi
berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya
sebesar 89 individu/ha, dan yang berukuran kecil
(panjang < 20 cm) sebesar 101 individu/ha. Pencil sea
urchin dijumpai dalam jumlah yang agak banyak
dimana kelimpahannya sebesar 393 individu/ha. Selama
pengamatan dilakukan, dijumpai sedikit tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20)
maupun yang berukuran kecil (diameter <20), dengan
kelimpahan berturut-turut 42 individu/ha dan 83
individu/ha.
Dari hasil reef check di P. Mapur terhadap beberapa
mega benthos bernilai ekonomis penting ataupun yang
bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi
kesehatan terumbu karang, tak dijumpai satu pun
Acanthaster planci. Karang jamur (CMR=Coral
Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang sangat
berlimpah yaitu 7702 individu/ha. Bulu babi (Diadema
setosum) dijumpai dalam jumlah sangat banyak yaitu
9500 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam)
dijumpai dalam jumlah yang tak banyak, dimana untuk
yang berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya
sebesar 274 individu/ha, dan yang berukuran kecil
(panjang < 20 cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea
urchin dijumpai dalam jumlah yang agak banyak
dimana kelimpahannya sebesar 1036 individu/ha.
Selama pengamatan dilakukan, tak dijumpai tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20)
maupun yang berukuran kecil (diameter <20).
CRITC-COREMAP Jakarta xxvii
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 12 Stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan
menjumpai sebanyak 155 jenis ikan karang yang
termasuk dalam 21 suku, sedangkan yang dilakukan di
6 stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 103
jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku.
Sehingga dari total 18 stasiun transek permanen yang
dilakukan di kedua lokasi tersebut dijumpai sebanyak
182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24 suku.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 18 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak
182 jenis ikan karang, dengan nilai kelimpahan ikan
karang sebesar 24543 individu /ha dengan kelimpahan
kelompok ikan major, ikan target, dan ikan indikator
berturut-turut adalah 19592 individu/ha, 4495
individu/ha dan 456 individu/ha, sehingga
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator adalah 43:10:1. Ini berarti bahwa untuk setiap
54 individu ikan yang dijumpai di perairan Kepulauan
Riau (Kepulauan Tambelan dan P. Mapur),
kemungkinan komposisinya terdiri dari 43 individu
ikan major, 10 individu ikan target dan 1 individu ikan
indikator. Untuk Kepulauan Tambelan saja,
Kelimpahan ikan karang di Kepulauan Tambelan
sebesar 29200 individu per hektarnya dengan
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator adalah 56:14:1, sedangkan di P. Mapur
sebesar 15229 individu per hektarnya dengan
CRITC-COREMAP Jakarta xxviii
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator adalah 24:3:1.
C. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama
melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin
tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi
perairan di Kabupaten Kepulauan Riau secara
keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan
hanya pada beberapa kawasan yang berada di
Kabupaten Kepulauan Riau yaitu di Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur.
Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini
dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan
karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan
terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah
sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang
ada tetap terjaga dan lestari .
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di Kabupaten
Kepulauan Riau, pasti akan membawa pengaruh
terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian
kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan
CRITC-COREMAP Jakarta xxix
untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga
hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para
stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang
secara lestari . Selain itu, data hasil pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi
keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama
15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki
fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi
baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah
Kabupaten Kepulauan Riau yang secara administratif
masuk ke dalam Propinsi Riau.
Pada kegiatan COREMAP Fase II, lokasi yang
dipilih mencakup wilayah Kecamatan Tambelan
(Kepulauan Tambelan, yang terdiri atas P. Tambelan dan
beberapa pulau di sekitarnya) serta Kecamatan Mapur (P.
Mapur dan beberapa pulau kecil di dekatnya).
Wilayah Kepulauan Tambelan terdiri dari beberapa
pulau besar dan kecil . Pulau yang relatif lebih besar
dibanding yang lainnya yaitu: P. Tambelan dan P. Benua,
sedangkan pulau-pulau lain yang relatif kecil yaitu P.
Menggirang Besar dan Kecil, P. Sedua Besar dan Kecil, P.
Selintang, P. Bedua, P. Lintang, P. Panjang, P. Mundaga,
P. Genting, P. Uwi, P. Sedulang Besar dan Kecil, serta
pulau-pulau kecil lainnya. Kesemuanya kurang lebih ada
28 pulau besar dan kecil .
Berbeda dengan Kepulauan Tambelan yang
umumnya berbukit-bukit, P. Mapur mempunyai topografi
CRITC-COREMAP Jakarta 2
secara umum landai dan hanya sebagian kecil yang
berbukit dan bergelombang yaitu di bagian utara pulau.
Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kecamatan
Kepulauan Tambelan dan Mapur yang termasuk dalam
Kabupaten Kepulauan Riau, memiliki potensi sumberdaya
yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini
memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan
tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem
mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya
waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta
krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya,
khususnya lingkungan perairannya.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan
untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut,
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan
juga kondisi l ingkungannya. Data-data yang diperoleh
diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
karang secara lestari . Selain itu, dalam studi ini juga
dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi
baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang.
Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa
mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan
bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 3
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai
berikut:
Mendapatkan data dasar ekologi di Kabupaten
Kepulauan Riau, termasuk kondisi ekosistem terumbu
karang, mangrove dan juga kondisi l ingkungannya.
Membuat transek permanen di beberapa tempat di
Kabupaten Kepulauan Riau agar dapat dipantau di
masa mendatang.
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi
empat tahapan yaitu:
1. Tahap persiapan , meliputi kegiatan administrasi,
koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di
Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan
mobilitas peralatan penelitian serta perancangan
penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survey di
lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan
persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian
yang akan dilakukan.
2. Tahap pengumpulan data , yang dilakukan langsung di
lapangan yang meliputi data tentang kualitas perairan
baik fisika maupun kimia perairan, terumbu karang,
ikan karang dan mangrove.
CRITC-COREMAP Jakarta 4
3. Tahap analisa data , yang meliputi verifikasi data
lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan
bisa disajikan dengan lebih informatif.
4. Tahap pelaporan , yang meliputi pembuatan laporan
sementara dan laporan akhir.
CRITC-COREMAP Jakarta 5
BAB II. METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan di perairan Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur (Gambar 1).
Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan penarikan
sampel, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu peta
sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan
peta sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil
interpretasi data citra digital Landsat 7 Enhanced
Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih
secara acak tit ik-tit ik penelitian (stasiun) sebagai sampel.
Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian
berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan
waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang
terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang
kondisi perairan di lokasi tersebut. Tetapi ada kalanya
tit ik-tit ik stasiun yang telah ditentukan tersebut tidak
seluruhnya dapat terambil dikarenakan banyak faktor
diantaranya kondisi cuaca yang kurang baik (ombak
besar).
CRITC-COREMAP Jakarta 6
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta 7
Untuk parameter temperatur, salinitas dan densitas
air laut, untuk perairan Kepulauan Tambelan dilakukan di
35 stasiun (Gambar 2.a.; Lampiran 1.a.) dari 36 stasiun
yang direncanakan. Terdapat 2 stasiun yang tidak
dilakukan pengambilan sampel (Stasiun 32 dan 33) karena
kondisi cuaca yang tidak memungkinkan (ombak besar),
tetapi terdapat penambahan 1 stasiun baru (Stasiun 0),
sehingga jumlah stasiun seluruhnya menjadi 35 stasiun.
Sedangkan untuk perairan P. Mapur dan sekitarnya
dilakukan di 26 stasiun dari 33 stasiun yang direncanakan
(Gambar 2.b.; Lampiran 1.b). Kondisi cuaca yang tidak
memungkinkan juga menjadi penyebab tidak terambilnya
semua stasiun yang telah direncanakan sebelumnya.
Untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut
berhasil dikumpulkan 4 lintasan di perairan Kepulauan
Tambelan (Gambar 2.a.). Karena secara geografis
Kepulauan Tambelan berdekatan dengan P. Kalimantan
dan berada di perairan laut Natuna maka diasumsikan
pasang surut di perairan ini mirip dengan Kalimantan
Barat. Oleh karena itu yang digunakan sebagai acuan
dalam analisa adalah pasang surut untuk daerah
Pemangkat. Selama penelitian dilakukan, kondisi perairan
menuju pasang hingga pasang maksimum. Sedangkan
untuk perairan P. Mapur berhasil dikumpulkan 2 lintasan
(Gambar 2.b.). Karena posisi P. Mapur yang berdekatan
dengan P. Bintan maka acuan pasang surut yang digunakan
adalah data pasang surut daerah Kijang. Selama
penelitian berlangsung di perairan P. Mapur pada pagi
hingga siang hari, kondisi air laut saat pasang maksimum.
CRITC-COREMAP Jakarta 8
Untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen
terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitri t
(NO2), dan sil ikat (SiO3) dilakukan di 61 stasiun
penelitian yang meliputi 33 stasiun di Kepulauan
Tambelan (dari 36 stasiun yang direncanakan) (Gambar
3.a. ; Lampiran 1.b.) dan 25 stasiun di P. Mapur (dari 36
stasiun yang direncanakan) (Gambar 3.b. ; Lampiran 1.b.).
Beberapa stasiun penelitian yang semula direncanakan
untuk diambil sampelnya tidak jadi dilakukan karena
faktor cuaca yang kurang mendukung.
Untuk mangrove, transek dilakukan di 11 stasiun
yang terdiri dari 8 stasiun di Kepulauan Tambelan
(Gambar 4.a. ; Lampiran 1.c.) dan 3 stasiun di P. Mapur
(Gambar 4.b. ; Lampiran 1.c.).
Untuk kelompok karang dan ikan karang,
pengamatan dilakukan di 64 stasiun yang meliputi 36
stasiun di Kepulauan Tambelan (Gambar 5.a.; Lampiran
1.d.). dan 27 stasiun di P. Mapur (Gambar 5.b. ; Lampiran
1.d.) dengan menggunakan metode RRI (Rapid Reef
Resources Inventory). Sedangkan untuk proses
pemantauan kondisi kesehatan karang di masa sekarang
dan yang akan datang, dipilih 18 stasiun yang meliputi 12
stasiun di Kepulauan Tambelan (Gambar 6.a.; Lampiran
1.e.) dan 6 stasiun di P. Mapur (Gambar 6.b. ; Lampiran
1.e.) sebagai stasiun transek permanen (permanent
transect) untuk karang, mega benthos yang memiliki nilai
ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan
terumbu karang, serta ikan karang.
CRITC-COREMAP Jakarta 9
Gambar 2.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk temperatur, sal ini tas dan densitas air laut serta l intasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 10
Gambar 2.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk temperatur, sal ini tas dan densitas air laut serta l intasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan P. Mapur dan sekitarnya.
CRITC-COREMAP Jakarta 11
Gambar 3.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2), dan s i l ikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 12
Gambar 3.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2), dan s i l ikat (SiO3) di perairan P. Mapur dan sekitarnya.
CRITC-COREMAP Jakarta 13
Gambar 4.a. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 14
Gambar 4.b. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 15
Gambar 5.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 16
.
Gambar 5.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 17
Gambar 6.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 18
Gambar 6.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 19
B. WAKTU PENELITIAN
Berhubung kegiatan penelitian di lapangan
dilakukan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VII.
Untuk efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline
ekologi di perairan Batam (meliputi P. Petong, P. Abang
Besar dan P. Abang Kecil, serta P. Pengelap) dan Natuna.
Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut berlangsung
pada Oktober-Nopember 2004.
C. PELAKSANA PENELITIAN
Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf
CRITC (Coral Reef Information and Training Centre)
Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah
setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA,
serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswi
dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey
ini untuk melengkapi Tugas akhirnya.
D. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA
Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan
beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil
untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa
data yang digunakan oleh masing-masing kelompok
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta 20
1. Sistem Informasi Geografis
Untuk keperluan pembuatan peta dasar sebaran
ekosistem perairan dangkal, data citra penginderaan
jauh (inderaja) digunakan sebagai data dasar. Data citra
inderaja yang dipakai dalam studi ini adalah citra
digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
(selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar
tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1, 2, 3, 4
dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dalam studi
ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan
mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat
ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih
berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna
untuk pembedaan mintakat mangrove.
Citra yang digunakan adalah citra dengan
cakupan penuh ( full scene) yaitu 185 km x 185 km
persegi. Ukuran piksel, besarnya unit areal di
permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital
citra, pada saluran multi-spectral (band 1, 2, 3, 4, 5,
dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang
digunakan dalam studi ini citra perekaman dengan
path-row 127-59 (Kecamatan Tambelan), path-row
125-59 dan 126-59 (Kecamatan Mapur).
Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium
terlebih dulu disusun peta tentatif . Pengolahan citra
untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat
lunak Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2.
Prosedur untuk pengolahan citra sampai mendapatkan
CRITC-COREMAP Jakarta 21
peta tentatif daerah studi meliputi beberapa langkah
berikut ini:
Langkah pertama, citra dibebaskan atau
setidaknya dikurangi terhadap pengaruh noise yang
ada. Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan
dengan teknik smoothing menggunakan filter low-pass .
Langkah kedua, memblok atau membuang daerah
tutupan awan. Ini dilakukan dengan pertama-tama
memilih areal contoh ( training area) tutupan awan dan
kemudian secara otomatis komputer diminta untuk
memilih seluruh daerah tutupan awan pada cakupan
citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi
format shape file . Konversi ini diperlukan agar
didapatkan data berbasis vektor (data citra berbasis
raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut
yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Dari
tabel i tu kemudian dilakukan pemilihan daerah yang
bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk
shape file . Daerah bukan awan inilah yang akan
digunakan untuk analisis lanjutan.
Langkah ketiga yaitu memisahkan mintakat darat
dan mintakat laut. Pada citra yang telah bebas dari
tutupan awan dilakukan digitasi batas pulau dengan
cara digitasi langsung pada layar komputer (on the
screen digitizing). Agar diperoleh hasil digitasi dengan
ketelit ian memadahi, digitasi dilakukan pada skala
tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini
dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi
band 4,2,1. Kombinasi ini dipilih karena dapat
CRITC-COREMAP Jakarta 22
memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling
baik. Agar kontrasnya maksimum, penyusunan
komposit citra mengunakan data yang telah dipertajam
dengan perentangan kontras non-linier model gamma .
Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara
yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar
dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan
adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan
kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas
sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain
yaitu kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini
disertai teknik perentangan kontras model gamma,
mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat
mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi
lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove
dan terumbu karang yang bersifat tentatif.
Berdasarkan peta tentatif tersebut kemudian
secara acak dipilih ti t ik-tit ik lokasi sampel serta
ditentukan posisinya. Titik-tit ik sampel itu di lapangan
dikunjungi dengan dipandu oleh alat penentu posisi
secara global atau GPS. Selain sampel model ti t ik-tit ik
ini digunakan pula sampel model garis transek dari
pantai kearah tubir yang juga dipilih secara acak. GPS
yang dipergunakan saat kerja lapang adalah merk
Garmin tipe 12CX dengan ketelit ian posisi absolut
sekitar 15 meter. Dari data yang terkumpul kemudian
di laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi
ulang agar diperoleh batas yang lebih akurat.
CRITC-COREMAP Jakarta 23
2. Kualitas Perairan
Untuk kualitas perairan yang terdiri dari
beberapa parameter fisika dan kimia oseanografi yaitu :
a. Parameter fisika
(1). Temperatur, salinitas dan massa jenis (densitas)
air laut diukur dengan menggunakan alat CTD
(Conductive Temperature Depth),
(2). Kecepatan dan arah arus air laut diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler
Current Profiler),
b. Parameter kimia
Untuk stasiun yang mencapai kedalaman > 5 m,
sampel air laut diambil dari permukaan dan dasar,
sedangkan untuk daerah ≤ 5 m sampel diambil pada
bagian permukaannya saja.
(1). Derajat keasaman (pH) langsung diukur
dilapangan dengan menggunakan alat pH meter.
(2). Untuk Oksigen terlarut, sampel disimpan dalam
botol gelas oksigen dan ditambahkan larutan
MnCl2 dan NaOH-KI, selanjutnya
dilaboratorium dianalisis dengan cara ti trasi
Iodometri dengan metode Winkler.
(3). Untuk nutrien PO4, NO3, NO2 dan SiO3, sampel
disimpan dalam botol plastik polietilen,
dilaboratorium sampel air laut disaring dengan
milipour 0,45 µ, selanjutnya dianalisis dengan
cara spektrofotometri berdasarkan metode dari
US. Hydrography Office, 1958.
CRITC-COREMAP Jakarta 24
3. Mangrove
Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis
mangrove dilakukan penelitian di lapangan baik
transek maupun koleksi bebas, untuk transek dilakukan
dengan membuat garis tegak lurus pantai yang masing-
masing transek dibuat plot-plot atau petak-petak
berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon
(diameter batang > 10 cm), ukuran 5 m x 5 m untuk
pengambilan data anak pohon (diameter batang antara 2
dan 10 cm). Dari data tersebut diatas dapat diperoleh
nilai kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN),
frekuensi nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang
merupakan penjumlahan dari 3 kriteria tersebut, seperti
yang dikemukakan Cox (1967).
Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100%
Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis
FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-ni lai frekuensi untuk semua jenis
Jumlah t i t ik pengambilan contoh jenis terdapat
Frekuensi = - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100% Jumlah semua t i t ik pengambilan contoh Jumlah luas bidang dasar untuk jenis
DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis
NP = KN + FN + DN
CRITC-COREMAP Jakarta 25
4. Karang
Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu
karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di
terumbu karang pada setiap stasiun penelitian
digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory
(RRI) (Long et al . , 2004). Dengan metode ini, di setiap
tit ik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya,
seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan
mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya.
Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan
dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya
selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas
tahan air yang dibawanya.
Pada beberapa stasiun penelitian dipasang
transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang
diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada
lokasi transek permanen, data diambil dengan
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT)
mengikuti English et al. , (1997), dengan beberapa
modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang
sebanyak 3 kali . Teknis pelaksanaan di lapangannya
yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran
sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi
pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT
ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-
70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di
garis tersebut dicatat dengan ketelit ian hingga
centimeter.
CRITC-COREMAP Jakarta 26
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai
persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota
dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain
itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan
ukuran panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index =
H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan
Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ;
Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-masing
stasiun transek permanen yang diperoleh dengan
metode LIT. Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah :
k H' = -Σ p i ln pi i=1 dimana pi = ni/N
ni = frekuensi kehadiran jenis i
N = frekuensi kehadiran semua jenis
J ' = (H'/H'max)
dimana H'max = ln S
S = jumlah jenis
Selain itu, beberapa analisa lanjutan dilakukan
dengan bantuan program statistik seperti analisa
pengelompokan (Cluster analysis) (Warwick and
Clarke, 2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS)
(Warwick and Clarke, 2001).
CRITC-COREMAP Jakarta 27
4. Mega Benthos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega
benthos, terutama yang memiliki nilai ekonomis
penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan
terumbu karang, dilakukan metode Reef Check pada
semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut
yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita
berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas
bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) =
140 m2.
Analisa lanjutan seperti analisa pengelompokan
(Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling
(MDS) (Warwick and Clarke, 2001) dilakukan terhadap
data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos
yang dijumpai.
5. Ikan Karang
Seperti halnya terumbu karang, metode RRI juga
diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara
umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada setiap ti t ik
pengamatan.
Sedangkan pada setiap tit ik transek permanen,
metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish
Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai
pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan
garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per
transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2.
CRITC-COREMAP Jakarta 28
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada
Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan
Myers (1994).
Sama seperti halnya pada karang, nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index =
H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan
Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ;
Zar, 1996) untuk jenis ikan karang di masing-masing
stasiun transek permanen dari hasil UVC.
Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan
karang dalam satuan unit individu/ha. Dari data
kelimpahan tiap jenis ikan karang yang dijumpai
dimasing-masing stasiun transek permanen dilakukan
analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi
Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke,
2001).
Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke
dalam 3 kelompok utama (ENGLISH, et al. , (1997),
yaitu :
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan
biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka
menjadikan terumbu karang sebagai tempat
pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan
target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan
kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan
lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae
(ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang),
Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak
tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
CRITC-COREMAP Jakarta 29
b. Ikan-ikan indikator , yaitu jenis ikan karang yang
khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi
indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.
Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c. Ikan-ikan major , merupakan jenis ikan berukuran
kecil , umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai
ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan
melimpah, baik dalam jumlah individu maupun
jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu
karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan
betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae
(ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta 30
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Peta akhir hasil analisis dideskripsi dan dibahas
berdasarkan data hasil pengamatan lapangan yang telah
dikumpulkan. Selain itu dibahas pula geometri citra dan
keterbatasan yang ada dalam pemrosesan citra sehingga
tersusun peta akhir.
1. Geometri Citra
Data mentah citra (raw data) sudah dalam
kondisi terkoreksi geometri karena produk data Landsat
7 ETM+ yang dipasarkan merupakan data level 1G.
Pada level ini data sudah terkoreksi geometri dengan
datum WGS’84 menggunakan sistem koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM). Berdasarkan
keterangan yang tertera pada dokumen produk data
Landsat 7, data yang direkam satelit mempunyai
tingkat kesalahan posisi kurang dari 50 meter.
Ketelit ian ini dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi
koreksi geometri menggunakan ground control points
(GCP) lokal sampai mencapai kurang dari 15 meter
kesalahannya.
Untuk studi kali ini, walaupun rencananya akan
diaplikasikan koreksi geometri citra ke koordinat lokal
dengan GCP lokal, hal ini t idak jadi dilaksanakan. Ini
didasari suatu kenyataan bahwa dari sekitar 36 tit ik
ground check (Kecamatan Tambelan) dan 32 tit ik
CRITC-COREMAP Jakarta 31
ground check (Kecamatan Mapur) di lapangan yang
tersebar pada terumbu dekat pantai, terumbu tengah
dan tubir, ternyata kesemuanya dapat diplot dengan
baik pada peta dasar. Ini mengindikasikan bahwa
tingkat kesalahan posisi karena kesalahan geometri
peta hasil interpretasi kurang dari 1 piksel citra
(kurang dari 30 meter). Untuk itu koreksi geometri
dengan koordinat lokal sudah tidak diperlukan lagi
karena seluruh posisi hasil pengukuran di lapangan
akan dapat diplotkan ke peta dasar dengan baik.
2. Kondisi Geografis Daerah Studi
Kondisi geografis, terutama kondisi fisik daerah
studi didekati dengan cara deskriptif. Deskripsi kondisi
fisik ini mendasarkan pada kenampakan fisik yang
terekam dan digambarkan oleh citra yang ditampilkan
dalam bentuk citra komposit warna semu. Pada studi
ini kombinasi yang digunakan dalam penyusunan
komposit citra warna semu untuk keperluan deskripsi
kondisi fisik daerah studi adalah 5,4,2 pada warna
merah, hijau dan biru. Juga dilakukan proses
pentapisan citra ( f i l tering) metode sharpen untuk
mendapatkan kenampakan kontras pada citra yang lebih
baik. Dengan pentapisan ini kenampakan fisiografi
semakin ditonjolkan. Demikian pula batas antar
penutupan lahan juga menjadi semakin jelas. Untuk
melakukan deskripsi, interpretasi visual citra ini
dibantu dan dicek-silangkan dengan data yang
diperoleh saat kerja lapang.
CRITC-COREMAP Jakarta 32
Wilayah Kepulauan Tambelan terdiri dari
beberapa pulau besar dan kecil dalam kelompoknya.
Ada dua pulau yang relatif lebih besar dibanding yang
lainnya yaitu: P. Tambelan dan P. Benua. Pulau-pulau
lainnya relatif kecil yaitu P. Menggirang Besar dan
Kecil, P. Sedua Besar dan Kecil, P. Selintang, P.
Bedua, P. Lintang, P. Panjang, P. Mundaga, P. Genting,
P. Uwi, P. Sedulang Besar dan Kecil, serta pulau-pulau
kecil lainnya. Kesemuanya kurang lebih ada 28 pulau
besar dan kecil . Secara administratif wilayah
kepulauan ini termasuk kedalam Kecamatan Tambelan.
Walaupun ada sekitar 28 pulau dalam kerja lapang,
karena keterbatasan waktu, hanya dikunjungi 8 pulau
besar dan kecil saja. Pulau-pulau yang dikunjungi
antara lain: P. Tambelan, P. Betunde, P. Kera, P.
Bedua, P. Benua, P. Untuk, P. Lipi, dan P. Jela.
Berdasarkan hasil interpretasi visual citra dan
pengamatan lapangan yang telah dilakukan, secara
umum keleruruhan pulau yang dikunjungi mempunyai
karakteristik batuan maupun fisiografi yang relatif
sama. Dengan hasil lapangan yang demikian, serta
mendasarkan pada karakteristik kenampakan di citra
yang ada, dapat dikatakan bahwa keseluruhan pulau-
pulau di Kepulauan Tambelan ini diprediksi
mempunyai kondisi yang kurang-lebih sama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah
dataran di pulau-pulau yang ada relatif sempit dan
sedikit persebarannya. Hal ini disebakan fisiografi
kepulauan yang umumnya berbukit-bukit dengan
CRITC-COREMAP Jakarta 33
lembah-lembah yang banyak bahkan kadang ditemukan
adanya lembah yang relatif curam. Dataran umumnya
berkembang di bagian barat pulau dan hanya sebagian
kecil saja yang berkembang di bagian yang lain.
Sedangkan bagian timur pulau umumnya mempunyai
lereng yang terjal. Bentuk-bentuk lembah, dengan
demikian, juga banyak yang mengarah ke barat.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada perkembangan
bentuk pantai di Kepulauan Tambelan. Pantai di bagian
barat pulau umumnya berteluk dan relatif datar.
Sedangkan pantai di bagian timur umumnya terjal dan
banyak ditemukan adanya singkapan batuan dasar.
Batuan dasar penyusun pulau-pulau umumnya
batu granit, dan sebagiannya ada yang andesit , shale ,
batu pasir (di lapangan hanya ditemukan di P.
Tambelan), serta ada sedikit batu pasir yang bersifat
calcareous (calcareous sand stone). Tentu saja jenis-
jenis ini belum seluruhnya mewakili keseluruhan jenis
batuan yang ada di Kepulauan Tambelan mengingat di
lapangan tidak dikhususkan untuk mengamati hal ini.
Kondisi batuan dasar suatu wilayah akan
senantiasa mempengaruhi kondisi hidrologis wilayah
bersangkutan. Berdasarkan kondisi batuan yang ada, P.
Tambelan diprediksi relatif mempunyai sumber air
tawar yang lebih baik dibanding pulau lainnya. Hal ini
didasari suatu kenyataan bahwa di pulau tersebut
ditemukan adanya batu pasir yang kemungkinan akan
dapat menjadi lapisan akifer. Dari pengamatan lapang
memang ditemukan kenyataan bahwa sumber air tawar
CRITC-COREMAP Jakarta 34
mudah dijumpai di P. Tambelan dibanding pulau lain
yang dikunjungi. Bahkan di daratan dekat Teluk
Tambelan dan juga di atas bukit di pulau ini ada
sumber air tawar yang cukup besar. Walaupun kecil , di
pulau ini ditemukan adanya sungai permanen yang
senantiasa mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di
pulau lainnya relatif t idak ada sungai dan kalau pun
ada hanyalah sungai-sungai intermiten .
Perkembangan tanah juga sangat dipengaruhi
oleh kondisi batuan dasar. Secara umum tanah di
pulau-pulau Tambelan masih relatif belum berkembang.
Sebagian besar masih berupa tanah regosol, dan hanya
sebagian kecil yang telah berupa tanah latosol dengan
ketebalan solum lebih dari 1 meter. Pada saat kerja
lapang, tanah latosol hanya ditemukan di P. Tambelan,
P. Bedua, serta P. Benua. Walaupun tanah di
Kepulauan Tambelan relatif t ipis dengan kelerengan
yang relatif terjal, oleh karena pada umumnya masih
tertutup hutan primer diperkirakan erosi masih belum
banyak. Hanya saja pada bagian-bagian tertentu yang
dibuka lahannya untuk pertanian harus diwaspadai.
Kondisi tutupan lahan di Kepulauan Tambelan
secara umum berupa hutan primer. Di P. Tambelan dan
P. Benua (dua pulau besar yang ada) sudah ada tutupan
lain dengan jenis penggunaan perkebunan/pertanian
serta permukiman. Menurut informasi hanya P.
Tambelan saja yang saat ini dihuni oleh penduduk. Jika
di pulau lain ada bangunan rumah, biasanya hanya
CRITC-COREMAP Jakarta 35
merupakan rumah singgah nelayan atau berfungsi
sebagai huma dalam kebun.
Berbeda dengan Kepulauan Tambelan yang
fisiografinya secara umum berbukit-bukit, P. Mapur
mempunyai topografi secara umum landai dan hanya
sebagian kecil yang berbukit dan bergelombang.
Topografi bergelombang sampai berbukit di P. Mapur
dijumpai di bagian utara pulau. Namun demikian secara
umum dapat dikatakan bahwa P. Mapur mempunyai ciri
fisiografi dengan lereng relatif lebih curam di bagian
utara sampai timur laut, dan lereng yang landai di
bagian lainnya. Kondisi fisiografi daratan ini tercermin
pula pada bentuk pantainya. Pantai di bagian barat,
selatan, dan tenggara sampai timur P. Mapur relatif
landai dan lebar. Pantai umumnya berupa pantai pasir
putih atau pantai mangrove. Pantai mangrove
ditemukan di bagian teluk (menghadap ke barat)
dengan sebaran cukupluas.
Batuan dasar di P. Mapur umumnya batuan
sedimen asal marin dengan sebaran yang cukupluas di
bagian selatan pulau. Di bagian utara pulau merupakan
batuan andesit dan batuan sisa-sisa daratan pra-tersier.
Kondisi batuan yang demikian ini berpengaruh pada
kondisi air tanah yang tidak begitu baik kualitasnya
walaupun ditinjau dari ketersediaan cukup melimpah.
Sungai-sungai juga tidak berkembang di P. Mapur ini.
Jikalau ada sungai pun hanya sungai kecil yang bersifat
intermiten.
CRITC-COREMAP Jakarta 36
Di P. Mapur tanah juga belum begitu
berkembang. Umumnya tanah di P. Mapur berupa tanah
regosol dengan solum sangat t ipis bahkan di tempat-
tempat tertentu masih berupa batuan dasar. Kondisi ini
dijumpai di bagian selatan pulau yang didominasai oleh
tanah yang masih berupa pasir koral.
Tutupan lahan dan penggunaan lahan di P. Mapur
sudah relatif lebih bervariasi j ika dibanding di Kep.
Tambelan. Hutan primer hanya ditemukan dengan
sebaran sempit. Penggunaan lahan yang relatif luas
sebarannya adalah perkebunan kelapa, dan bentuk
penggunaan pertanian lainnya seperti tegalan, kebun
campuran, dan tambak. Penggunaan lain berupa
permukiman yang diperkirakan mencapai sekitar 10
sampai 15% dari total luasan daratan yang ada.
3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove
Peta sebaran terumbu karang dan mangrove
daerah kajian diturunkan berdasarkan interpretasi
visual citra dengan cara delineasi menggunakan on
screen digitizing . Berdasarkan hasil digitasi, terlihat
bahwa baik pada Kepulauan Tambelan maupun P.
Mapur, semua pulaunya dikelilingi oleh rataan terumbu
karang. Pada kedua kawasan tersebut secara umum
terlihat bahwa sebaran terumbu relatif lebih sempit di
bagian timur pulau-pulaunya dibanding di bagian lain.
Hal ini berkorelasi dengan kondisi fisiografinya yang
secara umum bagian timur pulau mempunyai lereng
yang terjal dibanding bagian lainnya. Walaupun
sebaran terumbu karang di bagian barat pulau relatif
CRITC-COREMAP Jakarta 37
lebih lebar, namun karena umumnya di pantai bagian
barat ini merupakan wilayah yang menjadi
permukiman, sepertinya kondisi karang di bagian ini
relatif banyak mengalami gangguan manusia. Hal yang
dapat menjadi contoh adalah adanya pengerukan
terumbu karang untuk dermaga dan alur masuk ke
permukiman seperti di P. Tambelan. Demikian pula di
P. Mapur terumbu karang yang ada di depan
permukiman relatif lebih terganggu dengan adanya
kegiatan penduduk seperti permukiman di atas terumbu
dan sebagainya.
Seperti halnya terumbu karang, sebaran
mangrove juga lebih banyak ditemukan di bagian barat
pulau-pulau di kedua kawasan studi. Pada bagian timur
pulau hanya ditemukan mangrove pada wilayah pantai
yang berbentuk teluk atau pertelukan. Mangove di
teluk depan P. Tambelan, P. Benua dan P. Mapur relatif
mencakup daerah sebaran yang cukup luas sampai
masuk jauh ke darat. Yang menarik ditemukan adanya
semai yang cukup banyak pada mangrove di Teluk
Mapur. Diperkirakan sekitar 5 sampai sepuluh tahun
lagi tutupannya akan menyatu dengan wilayah induk
sehingga memperluas cakupan sebarannya.
Berdasarkan peta hasil interpretasi citra ini dapat
diturunkan informasi luas dari masing-masing jenis
tutupan di setiap kawasan. Tingkat ketelit ian informasi
ini sangat tergantung dari data citran yang digunakan.
Oleh karena citra yang digunakan untuk interpretasi
sebaran terumbu karang dan mangrove di Kepulauan
CRITC-COREMAP Jakarta 38
Tambelan mempunyai tutupan awan sekitar 18%,
diperkirakan ketelit ian informasi luas yang diturunkan
adalah sekitar 82%. Sedangkan untuk P. Mapur
diperkirakan mempunyai ketelit ian sekitar 88% karena
citra yang digunakan mempunyai tutupan awan 12%.
Perkiraan ini adalah secara teoritis dengan
mengabaikan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
ketelit ian interpretasi lainnya. Jika dihitung
berdasarkan perbandingan antara hasil interpretasi dan
hasil pengamatan lapangan diperoleh hasil yang sedikit
berbeda. Dari 36 tit ik lokasi pengamatan lapangan di
Kepulauan Tambelan, ditemukan ada 6 lokasi yang
salah interpretasi. Keenam lokasi ini ternyata ada di
daerah yang tertutup oleh awan ataupun bayangannya.
Berdasarkan hasil ini maka tingkat ketelit ian
interpretasinya adalah sekitar 89 persen, atau lebih
baik 7% dari perkiraan awal. Sedangkan untuk P.
Mapur, dari 32 tit ik yang dikunjungi di lapangan,
ditemukan hanya 2 ti t ik yang salah interpretasi. Ini
berarti peta sebaran terumbu karang dan mangrove P.
Mapur mempunyai ketelit ian sekitar 94 persen atau
lebih baik 6% dibanding perkiraan awal. Berdasarkan
peta hasil akhir ini kemudian dihitung luas mangrove
dan terumbu karang pada kedua kawasan studi. Luas
mangrove untuk Kepulauan Tambelan 3,5448 km2,
sedangkan di Tambelan 1,3605 km2. Luas terumbu
karang di Kepulauan Tambelan 31,2618 km2 sedangkan
di P. Mapur 18,1126 km2. Hasil lengkapnya disajikan
pada Lampiran 2.a., sedangkan daerah cakupan untuk
perhitungan luasnya tergambar pada Lampiran 2.b.
CRITC-COREMAP Jakarta 39
B. KUALITAS PERAIRAN
Penelitian mengenai kualitas perairan meliputi
parameter fisika dan kimia.
1. Temperatur
a. Kepulauan Tambelan
Variasi temperatur permukaan yang terekam
selama penelitian berlangsung mempunyai kisaran
antara 29,16°C hingga 30,26°C, dengan rerata
temperature 29,60°C (Lampiran 3.a.). Sedangkan
pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat
dasar mempunyai kisaran antara 28,92°C hingga
30,67°C dengan rerata temperatur 29,58°C
(Lampiran 3.b.).
Temperatur rendah ditemukan di hampir
sekeliling P. Benua, kecuali di sebelah utara P.
Selentang, karena dasar perairannya dangkal dan
pengambilan data dilakukan pada saat terik
matahari. Temperatur rendah ditemukan pula di
barat daya P. Tambelan dan di selatan P. Sedua.
Sedangkan temperature antara 29,53°C hingga
29,89°C ditemukan di perairan barat laut, utara
hingga tenggara P. Tambelan, sisi selatan P. Betung
dan sebelah timur dan selatan P. Sedua (Gambar
7.a.).
CRITC-COREMAP Jakarta 40
Gambar 7.a. Variasi temperatur pada stasiun peneli t ian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur
Variasi temperatur permukaan yang terekam
selama penelitian berlangsung mempunyai kisaran
antara 28,93°C hingga 29,78°C, dengan rerata
temperature 29,50°C (Lampiran 3.a.). Sedangkan
pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat
dasar mempunyai kisaran antara 28,92°C hingga
29,78°C dengan rerata temperatur 29,51°C
(Lampiran 3.a.).
Distribusi temperatur permukaan hampir
seragam, dimana kisarannya antara 29,50°C hingga
29,79°C, kecuali di dekat dermaga dan di stasiun 3
dan 33 dimana kisaran temperatur antara 29,21°C
hingga 29,50°C (Gambar 7.b.).
CRITC-COREMAP Jakarta 41
Gambar 7.b. Variasi temperatur pada stasiun peneli t ian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau.
2. Salinitas
a. Kepulauan Tambelan
Salinitas permukaan yang terekam di seluruh
perairan Kepulauan Tambelan berkisar antara 32,04
dan 33,41 PSU dengan rerata salinitas 33,06 PSU
(Lampiran 3.a.). Kecuali di perairan sisi barat P.
Benua, selatan P. Sedua dan di dalam teluk P.
Tambelan (Gambar 8.a.), pada umumnya memiliki
salinitas yang relatif lebih tinggi yaitu berkisar
antara 32,96 hingga 33,41 PSU (Gambar 8.a.).
Pada kolom air mulai dari permukaan hingga
dekat dasar mempunyai kisaran antara 32,00 hingga
CRITC-COREMAP Jakarta 42
33,41 PSU dengan rerata salinitas 33,16 PSU
(Lampiran 3.b.).
Gambar 8.a. Variasi sal ini tas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur
Salinitas permukaan yang terekam di
perairan P. Mapur dan sekitarnya berkisar antara
31,82 dan 32,27 PSU dengan rerata salinitas 32,08
PSU (Lampiran 3.b.). Di sisi t imur pulau,
salinitasnya didominasi oleh salinitas antara 31,97
hingga 32,12 PSU, sedangkan di sisi barat pulau
didominasi oleh salinitas antara 32,12 hingga 32,27
PSU (Gambar 8.b.). Salinitas rendah ditemukan di
CRITC-COREMAP Jakarta 43
stasiun 3 dan di dekat dermaga perkampungan
nelayan.
Pada kolom air mulai dari permukaan hingga
dekat dasar mempunyai kisaran antara 31,66 hingga
32,32 PSU dengan rerata salinitas 32,12 PSU
(Lampiran 3.b.).
Gambar 8.b. Variasi sal ini tas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau.
3. Densitas
a. Kepulauan Tambelan
Densitas air laut pada bagian permukaan
berkisar antara 1019,77 kg/m3 – 1020,63 kg/m3
dengan rerata 1020,41 kg/m3 (Lampiran 3.a.).
Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan
CRITC-COREMAP Jakarta 44
hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara
1019,77 kg/m3 – 1020,70 kg/m3 dengan rerata
1020,52 kg/m3 (Lampiran 3.b.).
Distribusi densitas permukaan mempunyai
pola yang mirip dengan pola sebaran salinitas
permukaan, dimana stasiun yang memiliki densitas
yang tinggi dijumpai pada stasiun yang memiliki
salinitas yang tinggi pula (Gambar 9.a.).
Gambar 9.a. Variasi densitas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur
Densitas air laut pada bagian permukaan
berkisar antara 1019,56 kg/m3 – 1019,85 kg/m3
dengan rerata 1019,71 kg/m3 (Lampiran 3.a.).
CRITC-COREMAP Jakarta 45
Densitas air laut yang ditemukan di bagian timur P.
Mapur didominasi oleh massa air dengan densitas
antara 1019,56 hingga 1019,66 kg/ m3 sedangkan
disisi barat P. Mapur massa air yang dominan
mempunyai kisaran antara 1019,75 hingga 1020,00
kg/m3 (Gambar 9.b.). Fenomena ini terjadi karena
adanya perbedaan massa air yang mengalir melewati
P. Mapur.
Sedangkan pada kolom air mulai dari
permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran
antara 1019,42 kg/m3 – 1019,90 kg/m3 dengan rerata
1019,76 kg/m3 (Lampiran 3.b.).
Gambar 9.b. Variasi densitas permukaan pada stasiun peneli t ian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta 46
4. Arus
a. Kepulauan Tambelan
Arah dan kecepatan arus di perairan P.
Tambelan dan sekitarnya menunjukkan bahwa
pengaruh topografi dasar perairan sangat dominan.
Untuk perairan di sekeliling P. Tambelan, arah arus
mengikuti bentuk pulau menuju ke selatan ataupun
ke tenggara (Gambar 10). Kecepatan arus yang
terekam relatif rendah dibawah 500 mm/detik
kecuali perairan disisi t imur laut, kecepatan arusnya
antara 500 mm/detik hingga 1000 mm/detik.
Sedangkan untuk perairan di selatan P. Betung, arah
arus menuju ke barat dengan kecepatan dibawah 500
mm/detik Gambar 11.
Gambar 10. Pola arus di sekeli l ing P. Tambelan,
Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta 47
Gambar 11. Pola arus di sekeli l ing bagian selatan P. Betung, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Untuk perairan P. Benua pengaruh
gelombang lebih dominan terutama perairan di sisi
utara pulau. Massa air yang menghempas pantai
akan terpantul kembali kearah laut sedemikian
sehingga arus yang terekam bolak balik, kecuali
CRITC-COREMAP Jakarta 48
pada sisi barat daya yang relatif aman terhadap
hempasan gelombang dan di selat antara pulau-
pulau yang ada disekitar P. Benua (Gambar 12).
Gambar 12. Pola arus di Sekeli l ing P. Benua, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Perairan di selat antara pulau-pulau pada
gugus P. Tambelan, yang merupakan perairan
terbuka menunjukkan bahwa massa air menuju ke
barat pada saat air laut menuju pasang (Gambar 13).
Massa air permukaan seragam menuju ke barat
kemudian ke selatan setelah membentur P.
Tambelan. Kecepatan arus yang terekam untuk selat
antara P. Benua dan P. Sedua adalah 821 mm/detik;
sedangkan untuk selat antara P. Tambelan dan P.
Betung adalah 671 mm/detik. Berdasarkan data di
CRITC-COREMAP Jakarta 49
perairan selat ini menunjukkan bahwa pola umum
pergerakan massa air untuk perairan ini adalah
timur barat.
Gambar 13. Pola arus di selat antara P. Tambelan – P. Betung, selat P. Benua – P. Sedua, dan selat P. Sedua – P. Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 50
b. P. Mapur
Massa air yang mengalir di sisi utara P.
Mapur berasal dari laut lepas menuju keselatan
melewati sisi utara P. Mapur kemudian ke timur
menyusur pantai t imur (Gambar 14). Sedangkan
massa air yang ada disisi barat P. Mapur
kemungkinan besar berasal dari sisi sebelah barat
pulau mengalir keselatan menyusur pantai barat P.
Mapur (Gambar 14). Kecepatan arus yang terekam
di sisi barat maksimum 1165 mm/detik sedangkan
disisi t imurnya 1317 mm/detik.
Gambar 14. Pola arus di sekeli l ing P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
Untuk perairan P. Marapas, yaitu pulau
kecil yang terletak di tenggara P. Mapur, massa air
yang mengalir di sekeliling pulau ini didominasi
CRITC-COREMAP Jakarta 51
adanya pengaruh gelombang yang relatif kuat
sehingga arah arusnya tidak beraturan mengikuti
pola hempasan gelombang (Gambar 15).
Gambar 15. Pola arus di sekeli l ing P. Marapas, Kabupaten Kepulauan Riau.
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu
indikator untuk mengetahui kualitas perairan. Suatu
perairan laut yang baik biasanya bersifat basa dengan
pH>7 sebagaimana yang direkomendasikan KLH
(Anonimous, 2004).
CRITC-COREMAP Jakarta 52
Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) yang
dilakukan di masing-masing stasiun penelitian di
Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a.
(Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur
dan sekitarnya). Sedangkan rerata derajat keasaman
(pH) pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan
pada Lampiran 4.c.
a. Kepulauan Tambelan
Pada perairan P. Tambelan, pH berkisar
antara 8,17–8,45, di perairan P. Benua berkisar
antara 8,07–8,50 dan di perairan P. Sedua berkisar
antara 8,24–8,46 (Lampiran 4.a.). Dengan demikian,
mengacu pada nilai pH yang direkomendasikan KLH
(Anonimous, 2004) maka di perairan Kepulauan
Tambelan masih tergolong baik ditinjau dari derajat
keasamannya.
Dengan membandingkan nilai rerata pH antara
permukaan dengan dasar (Lampiran 4.c.) terhadap
pH yang tertinggi diantara kedua kedalaman
tersebut, baik di perairan P. Tambelan, P. Benua
maupun di P. Sedua, ternyata pH pada bagian
permukaan relatif lebih rendah dibandingkan bagian
dasarnya tetapi perbedaannya tidak signifikan
(<3%), sehingga kadar pH-nya bisa dikatakan
homogen. Pada perairan P. Tambelan, perbedaan
rerata pH antara permukaan dengan dasar berkisar
0,98%, perairan P. Benua berkisar 0,48% dan daerah
P. Sedua berkisar 1,08%.
CRITC-COREMAP Jakarta 53
b. P. Mapur
Derajat keasaman (pH) di P. Mapur, pada
bagian permukaan berkisar antara 8,11–8,40,
sementara pada bagian dasarnya berkisar antara
8,29–8,46 (Lampiran 4.b.). Mengacu pada nilai pH
yang direkomendasikan KLH (Anonimous, 2004),
maka di perairan P. Mapur masih tergolong baik
ditinjau dari derajat keasamannya.
Dengan membandingkan nilai rerata pH
bagian permukaan dengan dasarnya yang dihitung
terhadap pH yang tertinggi diantara kedua
kedalaman tersebut, perbedaannya hanya sebesar
1,26%. Perbedaan ini t idak cukup signifikan (<3%),
sehingga bisa dikatakan pH di P. Mapur keadaannya
homogen.
5. Kandungan oksigen terlarut (O2)
Kandungan oksigen terlarut (O2) dalam perairan
turut menentukan kualitas perairan, karena oksigen
sangat dibutuhkan untuk pernapasan (respirasi)
makhluk hidup dan proses oksidasi dalam perairan.
Sebagai contoh ikan yang hidup dalam perairan yang
kekurangan oksigen akan terganggu fungsi insangnya
dan dapat menyebabkan insang ikan itu berlendir
(anoxia) dan mati. Fungsi lain dari oksigen adalah
sebagai oksidator senyawa–senyawa kimia di perairan.
Sumbangan oksigen terbesar berasal dari adsorpsi
udara bebas, sementara dari fitoplankton dan tumbuhan
CRITC-COREMAP Jakarta 54
hijau lain yang berklorofil menyumbang oksigen
sebagai produk fotosintesis.
Faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan
suatu perairan untuk mengadsorpsi oksigen adalah
salinitas, suhu, kekeruhan air, pergerakan massa air
dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut
(Raymont, 1963). Faktor kedalaman juga
mempengaruhi kadar oksigen terlarut (Tijssen ,1990).
Dalam kondisi yang normal, semakin dalam perairan
itu maka semakin menurun kadar oksigennya. KLH
telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar oksigen
terlarutnya > 5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004).
Hasil pengukuran kadar oksigen yang dilakukan
di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada
Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran
4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar
oksigen pada permukaan dan dasar perairan
ditampilkan pada Lampiran 4.c.
a. Kepulauan Tambelan
Di perairan P. Tambelan kadar oksigen
terlarut berkisar antara 3,10–4,41 ml/L, di perairan
P. Benua berkisar antara 2,98–4,11 ml/L dan
perairan P. Sedua berkisar antara 3,58–3,82 ml/L
(Lampiran 4.a.). Untuk perairan P. Tambelan dan P.
Benua, kadar oksigen terlarut di permukaan lebih
tinggi dibandingkan dengan dasarnya (Lampiran
4.c.) dengan perbedaan mencapai 4,41% di P.
Tambelan dan 5,75% di P. Benua. Akan tetapi di
CRITC-COREMAP Jakarta 55
perairan P. Sedua (Lampiran 4.c.) t idak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (<3%)
dengan tingkat perbedaan 2,71%, sehingga dapat
dikatakan bahwa di perairan P. Sedua, kandungan
oksigen terlarut di permukaan dan dasarnya
homogen. Nilai perbedaan tersebut dihitung
terhadap nilai yang tertinggi antara permukaan dan
dasar di masing-masing lokasi.
Jika merujuk dari baku mutu KLH untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut, secara
umum bisa dikatakan bahwa kandungan oksigen di
perairan Kepulauan Tambelan masih cukup baik.
Jika ada stasiun–stasiun tertentu dimana kadar
oksigen terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L), t idak bisa
dikatakan bahwa itu mewakili semua perairan, sebab
nilai reratanya tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
b. P. Mapur
Di perairan P. Mapur, kadar oksigen terlarut
berkisar antara 2,96–3,91 ml/L (Lampiran 4.b.).
Dengan membandingkan kadar oksigen terlarut pada
bagian permukaan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.),
perbedaannya tidak signifikan (<3%), sehingga bisa
dikatakan bahwa rerata kadar oksigen di perairan P.
Mapur homogen.
Jika merujuk dari baku mutu KLH untuk
kepentingan wisata bahari dan biota laut, seperti
halnya di Kepulauan Tambelan, secara umum bisa
dikatakan bahwa kandungan oksigen di perairan P.
CRITC-COREMAP Jakarta 56
Mapur masih bisa dikategorikan baik. Jika ada
stasiun–stasiun tertentu dimana kadar oksigen
terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L), t idak bisa dikatakan
bahwa itu mewakili semua perairan, sebab nilai
reratanya tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
6. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu nutrisi yang
dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada diperairan.
Sumbangan fosfat terbesar berasal dari sedimentasi
yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu, semakin
dalam perairan, semakin besar kandungan fosfatnya.
Kekecualian bisa terjadi, dimana kadar fosfat
dipermukaan lebih tinggi dibandingkan kolom air yang
lebih dalam bila di perairan tersebut banyak
mendapatkan pengaruh dari darat berupa sumbangan
“limbah penduduk”. Limbah penduduk yang banyak
menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen.
KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut
untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut,
memiliki kadar fosfat yang tidak melebihi 0,015 ppm
(4,9 µg A/L) (Anonimous, 2004).
Hasil pengukuran kadar fosfat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada
Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran
4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar
fosfat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan
pada Lampiran 4.c.
CRITC-COREMAP Jakarta 57
a. Kepulauan Tambelan
Pada perairan P. Tambelan kadar fosfat
berkisar antara 0,35–7,97 µg A/L, P. Benua berkisar
antara 0,18–9,69 µg A/L, dan P. Sedua berkisar
antara 0,40–4,47 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan
membandingkan rerata kadar fosfat antara
permukaan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.), di
perairan P. Tambelan perbedaannya sangat
signifikan dengan tingkat perbedaan mencapai
84,45%. Hal yang sama juga terjadi di P. Benua
dengan tingkat perbedaan mencapai 82,32% dan di
P. Sedua mencapai 71,98%. Nilai perbedaan tersebut
dihitung terhadap nilai tertinggi antara permukaan
dan dasar di masing-masing lokasi.
Dari perhitungan ini terbukti bahwa kadar
fosfat di bagian permukaan lebih tinggi
dibandingkan dengan di bagian dasarnya. Tingginya
kadar fosfat dipermukaan terlihat jelas sebagai
sumbangan dari daratan. Pengaruh “limbah
penduduk” juga nampak jelas pada stasiun 11, 12,
13, dan 14 yang cukup padat dengan pemukiman.
Ditinjau dari kadar fosfatnya, dengan
berpedoman pada baku mutu air laut yang
direkomendasikan KLH untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut maka pada umumnya stasiun-
stasiun penelitian yang dilakukan di Kepulauan
Tambelan masih bisa dikategorikan baik, kecuali
pada daerah yang dekat dengan pemukiman
penduduk.
CRITC-COREMAP Jakarta 58
b. P. Mapur
Kadar fosfat di perairan Mapur dan
sekitarnya berkisar antara 0,05–6,22 µg A/L
(Lampiran 4.b.). Dengan membandingkan rerata
kadar fosfat pada bagian permukaan dengan dasar
terhadap nilai yang tertinggi diantara kedua
kedalaman tersebut (Lampiran 4.c.), perbedaannya
sangat signifikan dengan tingkat perbedaan
mencapai 82,34% dimana kadar fosfat pada bagian
permukaan lebih tinggi dibandingkan dasarnya.
Dengan berpedoman pada baku mutu air laut
yang direkomendasikan KLH untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut, stasiun-stasiun
penelitian yang dilakukan di P. Mapur dan
sekitarnya pada umumnya masih bisa dikategorikan
baik ditinjau dari kadar fosfatnya. Adanya beberapa
stasiun penelitian yang memiliki kadar fosfat diatas
nilai yang direkomendasikan KLH, terutama pada
bagian permukaan perairan, merupakan sumbangan
dari daratan yang masuk ke perairan ini.
7. Nitrat (NO3)
Nitrat sebagaimana halnya fosfat merupakan
salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh mahluk hidup
yang ada dalam perairan. Fungsinya turut membantu
pembentukan asam amino sebagai komponen dasar
protein. Sumbangan terbesar nitrat berasal dari
sedimentasi di dasar perairan. Nilai baku mutu yang
dikeluarkan KLH, kadar nitrat untuk kepentingan
CRITC-COREMAP Jakarta 59
wisata bahari dan biota laut nilainya tidak melebihi
0,008 ppm (26,27 µg A/L) (Anonimous, 2004).
Hasil pengukuran kadar nitrat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada
Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran
4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar
nitrat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan
pada Lampiran 4.c.
a. Kepulauan Tambelan
Kadar nitrat di perairan P. Tambelan
berkisar antara 0,79–0,98 µg A/L, di P. Benua
berkisar antara 0,73–0,88 µg A/L, dan P. Sedua
berkisar antara 0,77–0,81 µg A/L (Lampiran 4.a.).
Dengan membandingkan rerata kadar nitrat di
bagian permukaan dengan bagian dasarnya terhadap
kadar nitrat yang tertinggi diantara kedua
kedalaman tersebut di masing-masing lokasi
(Lampiran 4.c.), t idak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (<3%), sehingga bisa dikatakan kadar
nitratnya homogen antara permukaan dan dasar
perairan di semua lokasi penelitian di Kepulauan
Tambelan.
Mengacu pada nilai baku mutu untuk nitrat
yang dikeluarkan KLH untuk kepentingan wisata
bahari dan biota laut, perairan di Kepulauan
Tambelan kondisinya masih sangat baik dan kadar
nitratnya masih jauh dari nilai ambang batas yang
ditetapkan KLH.
CRITC-COREMAP Jakarta 60
b. P. Mapur
Hasil pengukuran kadar nitrat di seluruh
stasiun di P. Mapur dan sekitarnya diperoleh kadar
nitrat berkisar antara 0,63–0,90 µg A/L (Lampiran
4.b.). Dengan membandingkan rerata kadar nitrat
pada bagian permukaan dengan dasarnya terhadap
nilai yang tertinggi diantara kedua kedalaman
tersebut (Lampiran 4.c.), terdapat perbedaan yang
tidak cukup signifikan (2,40%), sehingga bisa
dikatakan bahwa di perairan P. Mapur dan
sekitarnya, kadar nitratnya homogen pada bagian
permukaaan maupun dasar perairan.
Berdasarkan nilai baku mutu untuk nitrat
yang dikeluarkan KLH, kadar nitrat pada semua
perairan di P. Mapur dan sekitarnya, dikategorikan
masih sangat baik untuk kepentingan wisata bahari
dan biota laut.
8. Nitrit (NO2)
Nitrit merupakan senyawa kimia yang sangat
reaktif karena struktur molekulnya tidak stabil . Karena
reaktifnya ini, nitrit akan cepat bereaksi dengan logam
berat misalnya, membentuk senyawa garam nitrat yang
larut dalam air. Nitrit termasuk parameter yang dapat
dijadikan indikator kualitas perairan. Suatu perairan
yang baik, kadar nitritnya harus lebih kecil dari pada
kadar nitrat. Semakin kecil kadar nitritnya, semakin
baik kualitas perairannya.
CRITC-COREMAP Jakarta 61
Hasil pengukuran kadar nitrit yang dilakukan di
seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada
Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran
4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar
nitrit pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan
pada Lampiran 4.c.
a. Kepulauan Tambelan
Kadar nitrit di perairan P. Tambelan
berkisar antara 0,10–0,29 µg A/L, P. Benua berkisar
antara 0,04–0,16 µg A/L, dan di P. Sedua berkisar
antara 0,06–0,10 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan
membandingkan rerata kadar nitrit di bagian
permukaan dengan bagian dasarnya (Lampiran 4.c.),
di perairan P. Tambelan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan (<3%), atau dapat
dikatakan kondisinya homogen. Sedangkan di P.
Benua dan P. Sedua perbedaannya sangat signifikan
dengan tingkat perbedaan di P. Benua mencapai
18,26% dan di P. Sedua sebesar 12,50%. Pada
perairan P. Benua dan P. Sedua, kadar nitrit di
bagian dasarnya lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian permukaannya. Nilai perbedaan tersebut
dihitung terhadap nilai yang tertinggi antara
permukaan dan dasar di masing-masing lokasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua
stasiun yang ditelit i di Kepulauan Tambelan, kadar
nitritnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
kadar nitrat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
perairannya masih dalam kondisi baik.
CRITC-COREMAP Jakarta 62
b. P. Mapur
Hasil pengukuran kadar nitrit di seluruh
stasiun di P. Mapur dan sekitarnya diperoleh kadar
nitrit antara 0,06–0,14 µg A/L (Lampiran 4.b.).
Dengan membandingkan rerata kadar nitrit antara
bagian permukaan dengan bagian dasar yang
dihitung terhadap nilai yang tertinggi diantara
kedua kedalaman tersebut (Lampiran 4.c.),
perbedaannya signifikan dengan tingkat perbedaan
mencapai 4,46 %, dimana rerata kadar nitrit pada
bagian dasarnya lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian permukaannya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua
stasiun yang ditelit i di P. Mapur dan sekitarnya,
kadar nitritnya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan kadar nitrat. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa perairannya masih dalam kondisi baik.
9. Silikat (SiO3)
Silikat merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui kesuburan perairan, karena Silikat
dibutuhkan untuk perkembangan hidup fitoplankton
dilaut, seperti jenis sil icoflagellata dan beberapa jenis
diatom membutuhkan silikat untuk pembentukan
kerangka dinding selnya. Kadar silikat di estuarin,
selain dari perairan itu sendiri juga bisa berasal dari
daratan seperti proses erosi dan hujan (Nybakken,
1988). KLH tidak menetapkan nilai ambang batas kadar
silikat untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut.
CRITC-COREMAP Jakarta 63
Hasil pengukuran kadar silikat yang dilakukan di
seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada
Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran
4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar
silikat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan
pada Lampiran 4.c.
a. Kepulauan Tambelan
Kadar silikat di perairan P. Tambelan
berkisar antara 3,14–5,33 µg A/L, di P. Benua
berkisar antara 3,24–8,38 µg A/L, dan di P. Sedua
berkisar antara 3,24–6,38 µg A/L (Lampiran 4.a.).
Dengan membandingkan rerata kadar silikat antara
permukaan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.),
perbedaannya signifikan (>3%), untuk semua lokasi
di Kepulauan Tambelan dimana pada bagian dasar
lebih tinggi dibandingkan dengan permukaannya. Di
P. Tambelan perbedaannya sebesar 6,52% , di P.
Benua sebesar 8,56% dan di P. Sedua sebesar
26,28%. Nilai perbedaan tersebut dihitung terhadap
nilai yang tertinggi antara permukaan dan dasar di
masing-masing lokasi.
b. P. Mapur
Hasil pengukuran kadar silikat di P. Mapur
dan sekitarnya berkisar antara 1,33–9,77 µg A/L.
Kadar silikat pada bagian dasar lebih tinggi
dibandingkan dengan permukaannya, dengan
perbedaan mencapai 10,45 % dihitung terhadap
kadar silikat di dasar.
CRITC-COREMAP Jakarta 64
C. MANGROVE
1. Kepulauan Tambelan
Hasil pencuplikan data baik secara inventarisasi
maupun transek di beberapa pulau di Kepulauan
Tambelan adalah sebagai berikut:
a. Pulau Betunda
Secara physionomi bagian depan dari
mangrove didominasi oleh Rhizophora stylosa (0–10
m), dengan ketebalan mangrove mencapai 50 m.
Sedang di bagian belakang ditemukan jenis
Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza,
Excoecaria agallocha, Pemphis acidula, dan
beberapa jenis lainnya sehingga didapatkan 7 jenis
(Lampiran 5).
b. P. Kera
Ketebalan mangrove di pulau ini ada yang
mencapai 75 meter. Bagian depan banyak dijumpai
Rhizophora apiculata sedang di bagian belakang
dijumpai Sonneratia alba, aegiceras corniculatum,
Xylocarpus granatum, dan beberapa jenis lainnya
sehingga keseluruhannya didapatkan 11 jenis
(Lampiran 5).
c. Pulau Tambelan.
Pada umumnya mangrove di bagian depan
didominasi oleh Rhizophora stylosa dengan
ketinggian 4–6 m. Zona ini mempunyai ketebalan
bervariasi bahkan ada yang mencapai 100 m. Di
CRITC-COREMAP Jakarta 65
belakang zone tersebut atau bagian tengah ada
beberapa tempat yang didominasi jenis Bruguiera
gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, sedang di
bagian atau zone belakang jenis lain seperti yang
terlihat pada (Lampiran 5).
Pada tempat-tempat tertentu terutama yang
berada di muara sungai bagian depan mangrove
didominasi jenis Rhizophora mucronata . Kondisi
perairan di daerah muara umumnya keruh sedang di
daerah yang umumnya bagian depan yang
didominasi jenis Rhizophora stylosa kondisi
perairannya jernih dan di dekatnya masih ditemukan
kehidupan terumbu karang. Sedang untuk zone
mangrove yang bagian depan didominasi Rhizophora
mucronata di sekitarnya jarang ditemukan
kehidupan terumbu karang.
Dari pencuplikan data transek dimana
ditemukan 7 jenis anak pohon, jenis Rhizophora
stylosa mendominasi dengan nilai penting 134,84 %,
sedangkan jenis Heritiera li t toralis merupakan
codominan dengan nilai penting 30,14 % (Tabel 1)
d. P. Bedua
Ketebalan mangrove di pulau ini berkisar
150-200 m, zonasi depan diduduki oleh Rhizophora
stylosa dengan ketinggian 3–5 m. Bagian belakang
yang berbatasan dengan darat dijumpai Sonneratia
alba, Excoecaria agallocha dan di pulau ini
seluruhnya ditemukan 12 jenis (Lampiran 5).
CRITC-COREMAP Jakarta 66
Dari pencuplikan data transek ditemukan 5
jenis anak pohon yang didominasi jenis Rhizophora
stylosa dengan nilai penting 183,38 % dan
Sonneratia alba merupakan jenis codominan dengan
nilai penting 39,50 % (Tabel 1).
e. P. Selentang
Zone mangrove di bagian depan didominasi
jenis Rhizophora stylosa dengan ketinggian 4–6 m.
Bagian belakang ditemukan jenis Bruguiera
gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Sonnertia alba
dan Ceriops tagal (Lampiran 5).
Dari ketebalan mangrove yang mencapai 125
meter diketahui bahwa jenis Rhizophora stylosa
merupakan anak pohon yang dominan dengan nilai
penting 184,13 %, sedang Rhizophora apiculata
merupakan jenis codominan dengan nilai penting
42,22 % dan jenis lainnya mempunyai nilai penting
kurang dari 25 % (Tabel 1).
Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di
dapatkan 25 jenis dimana Rhizophora stylosa dan
Rhizophora mucronata dijumpai di semua tempat
pencuplikan (Lampiran 5).
Dari pencuplikan data transek untuk jenis anak
pohon (diameter batang antara 2 dan 10 cm) di
dapatkan 10 jenis yang didominasi oleh jenis
Rhizophora stylosa dengan nilai penting 175,38 % dan
Rhizophora apiculata sebagai codominan dengan nilai
CRITC-COREMAP Jakarta 67
penting 36,24 % (Tabel 2), untuk jenis lain mempunyai
nilai penting kurang dari 30%. Kepadatan anak pohon
mencapai 2020 batang per hektar dengan rerata
ketinggian 4,72 m dan basal area mencapai 4,24 m2 per
hektar (Tabel 4).
Untuk kategori pohon (diameter > 10 cm) di
Kepulauan Tambelan hanya ditemukan 3 jenis yang
didominasi Sonneratia alba dengan nilai penting
197,80 % (Tabel 3) dan Excoecaria agallocha
merupakan codominan dengan nilai penting 58,58 %.
Kepadatan pohon mencapai 50 batang per hektar
dengan rerata ketinggian 9,5 m dan basal area
mencapai 1,13 m2 per hektar.
2. P. Mapur
Hasil pencuplikan data baik koleksi bebas
maupun transek yang dilakukan di St. 9 (Gambar 4.b.)
tampak pada zone depan ditemukan campuran
Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa dengan
ketinggian 6–7 m. Bagian belakang lebih banyak jenis
lain yang ditemukan antara lain Rhizophora apiculata,
Sonneratia alba, Bruguiera parviflora, Bruguiera
gymnorrhiza dan beberapa jenis lainnya sehingga
didapatkan 12 jenis (Lampiran 5).
Pada St. 10 (Gambar 4.b.), zone depan mangrove
didominasi jenis Rhizophora stylosa dan bagian
belakang ditemukan Sonneratia alba, Lumnitzera
li t torea dan Bruguiera cylindrica dan beberapa jenis
lainnya sehingga jenis yang didapatkan 9 jenis
CRITC-COREMAP Jakarta 68
(Lampiran 5). Ketebalan mangrove di tempat ini hanya
sebatas 15–20 m.
Di St.11 (Gambar 4.b.) yang merupakan muara
sungai, di bagian depan didominasi jenis Rhizophora
mucronata sedangkan pada bagian belakangnya
didominasi oleh Rhizophora apiculata . Di tempat yang
jauh dari muara, zona depan tengah didominasi oleh
Rhizophora apiculata dengan ketinggian mencapai 10
m. Bagian belakang dari ketebalan mangrove sekitar 30
m ini ditemukan jenis Sonneratia alba, Lumnitzera
lit torea, Bruguiera gymnorrhiza , dan beberapa jenis
lainnya sehingga didapatkan 8 jenis mangrove
(Lampiran 5).
Hasil pencuplikan data transek menunjukkan
bahwa di P Mapur ini untuk anak pohon (diameter
batang antara 2 dan 10 cm) ditemukan 7 jenis yang
didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai
penting 104,03 % dan Rhizophora apiculata sebagai
codominan dengan nilai penting 70,45 % dan jenis
lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 50 %
(Tabel 1 dan Tabel 2). Kepadatan anak pohon mencapai
3028 batang per hektar dengan rerata ketinggian
mencapai 6,53 m dan basal area mencapai 9,12 m2 per
hektar (Tabel 4).
Untuk pohon (diameter > 10 cm) dari hasil
transek didapatkan 4 jenis mangrove yang didominasi
oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting
110,78 % dan Sonneratia alba merupakan codominan
dengan nilai penting 86,84 %, jenis lainnya mempunyai
CRITC-COREMAP Jakarta 69
nilai penting kurang dari 60 % (Tabel 3). Kepadatan
pohon mencapai 100 batang per hektar dengan rerata
ketinggian 12,37 m dan basal area mencapai 1,15 m2
per hektar (Tabel 4). Secara keseluruhan jenis yang
didapatkan mencapai 14 jenis.
Tabel 1. Daftar ni lai penting (%) kategori anak pohon di beberapa lokasi di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Kepulauan Tambelan No. Jenis
P. Tambelan P. Bedua P. Selentang P.
Mapur 1. Rhizophora stylosa 134,84 183,38 184,13 39,13 2. R. apiculata 23,12 37,62 42,22 70,45 3. Sonneratia alba - 39,50 24,55 39,43 4. Lumnitzera littorea 27,62 28,04 - 18,69 5. Bruguiera gymnorrhiza 34,96 - 24,55 12,92 6. Ceriops tagal - - 24,55 - 7. Heritiera littoralis 30,14 - - - 8. Excoecaria agallocha - 11,46 - - 9. Xylocarpus moluccensis 27,62 - - -
10. Rhizophora mucronata 21,70 - - 104,03 11. Bruguiera parviflora - - - 15,35
Tabel 2. Daftar ni lai penting (%) anak pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Nilai Penting (%) No. Jenis anak pohon
Kep. Tambelan P. Mapur 1. Bruguiera gymnorrhiza 15,22 12,92 2. B. parviflora - 15,35 3. Ceriops tagal 8,62 - 4. Excoecaria agallocha 5,28 - 5. Heritiera littoralis 5,56 - 6. Lumnitzera littorea 17,91 18,69 7. Rhizophora apiculata 36,24 70,45 8. R. mucronata 3,75 104,03 9. R. stylosa 175,38 39,13
10. Sonneratia alba 26,84 39,43 11. Xylocarpus moluccensis 5,02 -
CRITC-COREMAP Jakarta 70
Tabel 3. Daftar ni lai penting (%) pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Nilai Penting (%) No. Jenis anak pohon
Kep. Tambelan P. Mapur 1. Rhizophora mucronata - 110,78 2. Excoecaria agallocha 58,58 - 3. Sonneratia alba 197,80 86,84 4. Rhizophora apiculata 43,62 53,58 5. Bruguiera parviflora - 48,80
Tabel 4. Gambaran mengenai struktur mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Lokasi Atribut vegetasi
Kep. Tambelan P. Mapur
Banyak jenis 25 14
Basal area (m2/Ha)
Pohon 1,13 1,15
Anak pohon 4,24 9,12
Kepadatan (batang/Ha)
• Pohon 50 100
• Anak pohon 2020 3028
Rerata tinggi (m)
• Pohon 9,5 12,37
• Anak pohon 4,72 6,53
Rerata diameter (cm)
• Pohon 12,00 12,09
• Anak pohon 5,17 6,19
Pohon
• Dominan Sonneratia alba (197,89 %) Rhizophora mucronata (110,78 %)
• Codominan Excoecaria agallocha (58,58 %) Sonneratia alba (86,84 %)
Anak pohon
• Dominan Rhizophora stylosa (175,38 %) Rhizophora mucronata (104,03 %)
• Codominan Rhizophora apiculata (36,42 %) Rhizophora apiculata (70,45 %)
CRITC-COREMAP Jakarta 71
D. KARANG
1. Kepulauan Tambelan
Pantai berupa pasir, hutan mangrove ataupun
batuan. Pada beberapa lokasi, pantainya berbataskan
dataran tinggi berupa batuan cadas yang langsung terjal
ke arah laut. Pada saat penelitian dilakukan, perairan
tidak begitu jernih dimana sudut pandang di bawah air
hanya berkisar anatar 4-7 m. Rataan terumbu tidak
begitu lebar, hanya berkisar antara 40-100 m, dimana
dasar rataan berupa pasir, pasir lumpuran dan pecahan
karang mati. Alga dari marga Sargassum banyak
dijumpai pada daerah rataan terumbu. Lereng terumbu
tidak begitu curam dengan sudut kemiringan berkisar
antara 20o-50o. Karang masif dari jenis Porites dan
karang bercabang seperti Acropora dan Pocillopora
mudah dijumpai di perairan ini. Kima yang berukuran
agak besar juga banyak dijumpai. Pada kedalaman lebih
dari 15 m, karang sudah jarang dijumpai.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas yang
dilakukan di Kepulauan Tambelan berhasil dijumpai
181 jenis karang batu yang termasuk dalam 18 suku
(Lampiran 6).
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI
yang dilakukan di 36 stasiun di Kepulauan Tambelan
dijumpai persentase tutupan karang hidup antara
10,00%-90,00% dengan rerata persentase tutupan
karang hidup 47,39%.
CRITC-COREMAP Jakarta 72
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun
RRI di Kepulauan Tambelan untuk masing-masing
kategori biota dan substrat (yaitu Acropora , Non
Acropora , karang mati (dead scleractinia), karang mati
yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae),
karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed,
biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir
(sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada
Gambar 16.
Kepulauan Tambelan AcroporaNon AcroporaKarang mati dgn algaKarang matiKarang lunak SpongeFleshy SeaweedBiota lainPecahan karangPasir Lumpur Batuan
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 73
Dari 36 stasiun RRI di Kepulauan Tambelan ini,
terdapat 2 stasiun dikategorikan “sangat baik” (tutupan
karang hidup 75%-100%), 16 stasiun dikategorikan
“baik” (tutupan karang hidup 50%-74%), 13 stasiun
dalam kondisi “cukup” (tutupan karang hidup 25%-
49%), dan 5 stasiun dalam kondisi “kurang” (tutupan
karang hidup <25 %) (Gambar 17).
Berdasarkan hasil yang diperoleh sebelumnya
tentang luasan terumbu karang di Kepulauan Tambelan
(Lampiran 2.a) yaitu seluas 31,2618km2, dan rerata
persentase tutupan karang hidup berdasarkan hasil RRI
sebesar 47,39%, maka diperoleh luasan untuk karang
hidupnya sebesar 14,8150 km2.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT
di 12 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa
terumbu karang yang masuk dalam kategori “baik”
(tutupan karang hidup 50%-74%) sebanyak 11 stasiun,
sedangkan 1 stasiun sisanya masuk dalam kategori
“cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%). Persentase
tutupan untuk masing-masing kategori biota dan
substratnya di masing-masing stasiun transek permanen
yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada
Lampiran 8, Gambar 18 dan Gambar 19.
CRITC-COREMAP Jakarta 74
Gambar 17. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Kepulauan Tambelan dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta 75
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 76
Kepulauan Tambelan
0%
25%
50%
75%
100%K
RIL
01
KR
IL02
KR
IL03
KR
IL04
KR
IL05
KR
IL06
KR
IL07
KR
IL08
KR
IL09
KR
IL10
KR
IL11
KR
IL12
Batuan (RK)
Lumpur (SI)
Pasir (S)
Pecahan karang (R)
Biota lain (OT)
Fleshy Seaweed (FS)
Sponge (SP)
Karang lunak (SC)
Karang mati dgn alga (DCA)
Karang mati (DC)
Non Acropora (NA)
Acropora (AC)
Gambar 19. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing
kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
Dari hasil LIT yang dilakukan di 12 stasiun
transek permanen di Kepulauan Tambelan, terlihat
bahwa pada stasiun KRIL05 memiliki nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon yang tertinggi, dan
nilai indeks kemerataan Pielou yang tinggi juga
(walaupun masih sedikit lebih rendah dibandingkan
stasiun KRIL08) (Tabel 5). Ini menunjukkan bahwa
karang batu yang dijumpai di KRIL05 selain relatif
lebih beragam, juga penyebaran jenisnya merata. Hal
yang berbeda terjadi pada Stasiun KRIL06, dimana
pada stasiun ini diperoleh nilai indeks keanekaragaman
CRITC-COREMAP Jakarta 77
jenis Shannon dan nilai indeks kemerataan Pielou yang
terendah. Hal ini disebabkan karena kurang
beragamnya jenis karang batu yang dijumpai dan jenis
Heliopora coerulea yang dijumpai di stasiun penelitian
ini.
Dengan memperhatikan Tabel 5, terutama pada
jumlah individu (N) dan persentase tutupan karang batu
(%LC), maka dapat dikatakan bahwa ukuran koloni
karang batu yang dijumpai di stasiun KRIL05 relatif
lebih kecil dibandingkan dengan karang batu yang
dijumpai di stasiun KRIL06 dan juga stasiun-stasiun
lainnya.
Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) , Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT.
Stasiun S N H’ J’ %LC
KRIL01 24 95 2,61 0,82 69,83 KRIL02 24 93 2,49 0,78 74,80 KRIL03 31 86 2,97 0,86 61,43 KRIL04 16 83 2,33 0,84 60,80 KRIL05 31 70 3,16 0,92 27,53 KRIL06 8 68 1,59 0,77 72,63 KRIL07 22 62 2,42 0,78 73,20 KRIL08 24 87 2,98 0,94 55,20 KRIL09 27 92 2,98 0,90 65,43 KRIL10 19 65 2,32 0,79 67,10 KRIL11 38 85 3,18 0,88 57,10 KRIL12 28 70 2,93 0,88 52,17
CRITC-COREMAP Jakarta 78
Nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis
Similarity) yang dihitung berdasarkan jumlah
kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing
jenis karang batu di setiap stasiun transek permanen
ditampilkan pada Tabel 6. Selanjutnya dengan
menggunakan metode rerata kelompok (group average),
dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis)
dengan bantuan program PRIMER diperoleh
dendrogram seperti pada Gambar 20.
Dengan nilai kemiripan lebih dari 50 % (pada
Gambar 20 ditandai dengan garis merah untuk nilai
kemiripan 50%), terlihat bahwa stasiun KRIL03,
KRIL09 dan KRIL10 mengelompok dalam satu
kelompok, serta KRIL04 dan KRIL07 dalam kelompok
yang lain. Kelima stasiun tersebut mengelompok dalam
satu kelompok dengan nilai kemiripan 42,03 % (pada
Gambar 20 ditandai dengan garis biru untuk nilai
kemiripan 40%. Walaupun analisa MDS (Multi
Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,12 kurang
begitu jelas menggambarkan pengelompokan antara
KRIL03, KRIL09 dan KRIL10 dalam satu kelompok
serta antara KRIL04 dan KRIL07 dalam kelompok yang
lainnya, tetapi pengelompokan antar kelima stasiun
tersebut terlihat jelas (Gambar 21).
CRITC-COREMAP Jakarta 79
Tabel 6. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
Stasiun KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12
KRIL01 - KRIL02 7,41 - KRIL03 20,00 30,49 - KRIL04 19,85 30,97 31,58 - KRIL05 17,05 16,99 19,85 16,39 - KRIL06 28,30 6,15 7,41 6,06 14,43 - KRIL07 13,70 41,18 44,59 54,68 26,28 14,04 - KRIL08 16,51 16,54 34,23 27,45 28,00 12,99 30,77 - KRIL09 16,54 31,85 51,85 41,27 22,58 11,88 42,55 40,38 - KRIL10 9,60 33,56 59,84 44,07 10,34 4,30 48,12 22,92 50,00 - KRIL11 16,77 30,17 31,85 29,73 19,18 3,25 39,26 20,63 26,67 18,31 - KRIL12 5,97 39,24 33,82 28,35 25,60 1,96 36,62 28,57 32,56 34,71 33,11 -
CRITC-COREMAP Jakarta 80
Gambar 20. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek
permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
Gambar 21. MDS untuk stasiun transek permanen di
Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta 81
2. P. Mapur
Penduduk umumnya tinggal di bagian barat
pulau. Pantai berupa pasir, hutan mangrove ataupun
batuan. Pada saat penelitian, perairannya relatif t idak
begitu jernih. Rataan terumbu agar lebar, terutama
pada daerah dekat pemukiman penduduk, dimana dasar
rataan berupa pasir dan pasir lumpuran. Lamun dari
marga Enhalus dan Thalassia , serta alga dari marga
Sargassum banyak dijumpai pada daerah rataan
terumbu. Rataan terumbu landai, dan semakin ke arah
lereng terumbu kemiringannya bertambah, dimana pada
daerah lereng terumbu sudut kemiringan berkisar
antara 20o-60o. Terutama pada daerah-daerah yang
perairannya keruh, seperti pada perairan yang dekat
dengan pemukiman penduduk, banyak dijumpai bulu
babi (Diadema setosum) dan juga karang jamur seperti
Fungia . Karang dari jenis Porites, Fungia dan Acropora
yang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang dan
mendatar menyerupai meja (tabulate) banyak dijumpai
di perairan ini. Pada tempat yang akag dalam juga
dijumpai Montipora yang memiliki bentuk percabangan
foliose. Karang banyak tumbuh hanya sampai
kedalaman sekitar 10-15 m. Setelah itu hanya berupa
pasir, pecahan karang mati atau lumpur.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas yang
dilakukan di P. Mapur berhasil dijumpai 175 jenis
karang batu yang termasuk dalam 19 suku (Lampiran
6).
CRITC-COREMAP Jakarta 82
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI
yang dilakukan di 27 stasiun di P. Mapur dijumpai
persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-55,00%
dengan rerata persentase tutupan karang hidup 16,93%.
Ada 5 stasiun (KRIR39, KRIR43 ,KRIR44, KRIR46 dan
KRIR59) tidak dijumpai sama sekali karang hidup,
dimana pasir (S) ataupun karang mati yang telah
ditumbuhi alga (DCA) mendominasi daerah ini.
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun
RRI di Kepulauan Tambelan untuk masing-masing
kategori biota dan substrat (yaitu Acropora , Non
Acropora , karang mati (dead scleractinia), karang mati
yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae),
karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed,
biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir
(sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada
Gambar 22.
P. Mapur AcroporaNon AcroporaKarang mati dgn algaKarang matiKarang lunak SpongeFleshy SeaweedBiota lainPecahan karangPasir Lumpur Batuan
Gambar 22. Rerata persentase tutupan untuk masing-
masing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 83
Berdasarkan dari persentase tutupan karang
hidupnya, dari 27 stasiun RRI tersebut, tak satu pun
stasiun dikategorikan “sangat baik” (tutupan karang
hidup 75%-100%), 1 stasiun dikategorikan “baik”
(tutupan karang hidup 50%-74%), 8 stasiun dalam
kondisi “cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%), dan
18 stasiun dalam kondisi “kurang” (tutupan karang
hidup <25 %) (Gambar 23).
Berdasarkan hasil yang diperoleh sebelumnya
tentang luasan terumbu karang di P. Mapur (Lampiran
2.a) yaitu seluas 18,1126 km2, dan rerata persentase
tutupan karang hidup berdasarkan hasil RRI sebesar
16,93%, maka diperoleh luasan untuk karang hidupnya
sebesar 3,0665 km2.
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT
di 6 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa
terumbu karang yang masuk dalam kategori “baik”
(tutupan karang hidup 50%-74%) sebanyak 3 stasiun,
sedangkan 3 stasiun sisanya masuk dalam kategori
“cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%). Persentase
tutupan untuk masing-masing kategori biota dan
substratnya di masing-masing stasiun transek permanen
yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada
Lampiran 8, Gambar 24 dan Gambar 25.
CRITC-COREMAP Jakarta 84
Gambar 23. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup dengan metode
RRI di masing-masing stasiun di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 85
Gambar 24. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 86
P. Mapur
0%
25%
50%
75%
100%
KR
IL13
KR
IL14
KR
IL15
KR
IL16
KR
IL17
KR
IL18
Batuan (RK)
Lumpur (SI)
Pasir (S)
Pecahan karang (R)
Biota lain (OT)
Fleshy Seaweed (FS)
Sponge (SP)
Karang lunak (SC)
Karang mati dgn alga (DCA)
Karang mati (DC)
Non Acropora (NA)
Acropora (AC)
Gambar 25. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
Dari hasil LIT yang dilakukan di 6 stasiun
transek permanen di P. Mapur, terlihat bahwa pada
stasiun KRIL16 memiliki nilai indeks keanekaragaman
jenis Shannon dan kemerataan Pielou yang tertinggi,
(Tabel 7). Ini menunjukkan bahwa karang batu yang
dijumpai di KRIL16 selain lebih beragam, juga
penyebaran jenisnya lebih merata. Walaupun begitu,
dibandingkan dengan stasiun lainnya, ukuran koloni
karang batu yang dijumpai pada stasiun KRIL16
umumnya lebih kecil . Hal ini bisa diamati dari jumlah
individu (N) karang batu pada stasiun KRIL16 yang
lebih banyak tetapi dengan persentase tutupan (%LC)
yang lebih rendah.
CRITC-COREMAP Jakarta 87
Tabel 7. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indekskeanekaragaman jenis Shannon (H’) yangdihitung menggunakan ln (=log e) , Indekskemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan(%LC) untuk karang batu di masing-masingstasiun transek permanen di P. Mapur denganmetode LIT.
Stasiun S N H’ J’ %LC
KRIL13 25 51 2,87 0,89 36,40 KRIL14 35 67 3,33 0,94 53,30 KRIL15 22 51 2,85 0,92 42,17 KRIL16 39 64 3,44 0,94 36,20 KRIL17 23 56 2,74 0,87 55,53 KRIL18 34 88 3,12 0,89 64,83
Nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis
Similarity) yang dihitung berdasarkan jumlah
kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing
jenis karang batu di setiap stasiun transek permanen
ditampilkan pada Tabel 8. Kemudian dengan
menggunakan metode rerata kelompok (group average),
dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis)
dengan bantuan program PRIMER diperoleh
dendrogram seperti pada Gambar 26. Dengan memilih
tingkat kemiripan 50 %, terlihat bahwa tak satupun
stasiun terlihat mengelompok dalam satu kelompok.
Analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai
Stress=0,01 juga tidak memperlihatkan adanya
pengelompokan antar stasiun tersebut (Gambar 27). Ini
menunjukkan bahwa masing-masing stasiun saling
berbeda ditinjau dari jumlah kehadiran dari masing-
masing jenis karang batunya.
CRITC-COREMAP Jakarta 88
Tabel 8. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Mapur.
Stasiun KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
KRIL13 - KRIL14 25,42 - KRIL15 7,84 38,98 - KRIL16 17,39 25,95 33,04 - KRIL17 42,99 29,27 16,82 20,00 KRIL18 23,02 27,10 21,58 21,05 30,56 -
Gambar 26. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta 89
KRIL13KRIL14KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18Stress: 0.01
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua lokasi
penelitian (Kepulauan Tambelan dan P. Mapur), berhasil
dijumpai 243 jenis karang batu yang termasuk dalam 20
suku. Persentase tutupan karang batu dari hasil RRI di
Kepulauan Tambelan (n=36 stasiun) dan P. Mapur (n=27
stasiun), diperoleh rerata karang batu untuk Kabupaten
Kepulauan Riau (berdasarkan data dari 2 lokasi tersebut)
sebesar 34,34%.
Jika dilakukan analisa pengelompokan (cluster
analysis) menggunakan metode rerata kelompok (group
average) berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis terhadap
jumlah individu karang batu yang dijumpai di seluruh
CRITC-COREMAP Jakarta 90
stasiun transek permanen dengan bantuan program
PRIMER maka diperoleh dendrogram seperti pada Gambar
28. Sedangkan analisa MDS (Multi Dimensial Scaling)
dengan nilai Stress=0,15 ditampilkan pada Gambar 29.
Dari kedua gambar tersebut, walaupun kurang begitu jelas
terlihat, pada umumnya stasiun-stasiun yang diamati
mengelompok berdasarkan lokasinya, terutama pada
beberapa stasiun yang berada di Kepulauan Tambelan.
Gambar 28. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Taambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta 91
Gambar 29. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
E. MEGA BENTHOS
Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan
sampel dan analisa data, metode Reef check (yang
dimodifikasi) yang dilakukan pada lokasi transek
permanen dalam penelitian ini mencatat hanya beberapa
dari jenis mega benthos yang bernilai ekonomis penting
ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai
kondisi kesehatan terumbu karang.
1. Kepulauan Tambelan
Dari hasil Reef check di Kepulauan Tambelan
diperoleh bahwa kelimpahan Acanthaster planci , yang
CRITC-COREMAP Jakarta 92
merupakan hewan pemakan polip karang ditemukan
dalam jumlah banyak, yaitu hanya 631 individu/ha.
Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai
dalam jumlah yang sangat berlimpah yaitu 9119
individu/ha. Tingginya kelimpahan CMR terutama
dijumpai pada Stasiun KRIL03, KRIL05 dan KRIL09.
Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam
jumlah banyak yaitu 3756 individu/ha, dimana
kelimpahannya di stasiun KRIL03 sangat tinggi.
Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah
yang sedikit , dimana untuk yang berukuran besar
(panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 89
individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20
cm) sebesar 101 individu/ha. Pencil sea urchin
dijumpai dalam jumlah yang agak banyak dimana
kelimpahannya sebesar 393 individu/ha. Selama
pengamatan dilakukan, dijumpai sedikit tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20)
maupun yang berukuran kecil (diameter <20), dengan
kelimpahan berturut-turut 42 individu/ha dan 83
individu/ha.
Hasil reef check selengkapnya di masing-masing
stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 30
dan Lampiran 9. Beberapa jenis mungkin tidak
dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena
luas pengamatan yang dibatasi (luasan bidang
pengamatan = 140 m2/transek), sehingga tidak menutup
kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar
transek.
CRITC-COREMAP Jakarta 93
Gambar 30. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 94
Hasil analisa cluster dan MDS berdasarkan
kelimpahan mega benthos yang diamati dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya
memakai nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 9) dengan metode rerata kelompok
(group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 31
dan Gambar 32.
Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa dengan
nilai kemiripan 50 %, terdapat 4 kelompok berdasarkan
kelimpahan mega bentosnya, yaitu Kelompok I yang
terdiri dari stasiun KRIL02, KRIL03, KRIL05 dan
KRIL09; Kelompok II terdiri dari KRIL04, KRIL07,
KRIL10 dan KRIL12; Kelompok III terdiri atas KRIL01
dan KRIL06; serta Kelompok IV terdiri atas KRIL08 dan
KRIL11.
CRITC-COREMAP Jakarta 95
Tabel 9. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
STASIUN KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12
KRIL01 - KRIL02 45,00 - KRIL03 13,26 36,44 - KRIL04 44,62 48,96 23,36 - KRIL05 19,72 53,82 61,43 22,46 - KRIL06 71,94 42,59 14,25 47,35 25,39 - KRIL07 53,15 45,69 17,07 48,78 14,57 48,19 - KRIL08 40,00 18,69 5,18 20,51 12,50 49,56 51,28 - KRIL09 23,71 61,90 62,96 34,21 90,70 26,69 29,33 14,61 - KRIL10 43,48 37,89 15,43 56,39 12,31 40,22 69,15 47,41 29,08 - KRIL11 9,64 4,83 2,14 8,81 5,60 24,53 29,09 59,65 9,74 34,38 - KRIL12 56,12 51,88 25,13 54,12 21,74 56,62 76,23 37,65 36,03 58,92 29,45 -
CRITC-COREMAP Jakarta 96
Gambar 31. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan kelimpahan mega benthos.
Gambar 32. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan
Tambelan berdasarkan berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta 97
2. P. Mapur
Dari hasil Reef check di Kepulauan Tambelan
tak dijumpai satu pun Acanthaster planci , yang
merupakan hewan pemakan polip karang. Karang jamur
(CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang
sangat berlimpah yaitu 7702 individu/ha. Tingginya
kelimpahan CMR terutama dijumpai pada Stasiun
KRIL13 dan KRIL14. Bulu babi (Diadema setosum)
dijumpai dalam jumlah sangat banyak yaitu 9500
individu/ha, walaupun pada stasiun KRIL18, selama
pengamatan berlangsung di t idak dijumpai Bulu babi.
Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah
yang tak banyak, dimana untuk yang berukuran besar
(panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 274
individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20
cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea urchin dijumpai
dalam jumlah yang agak banyak dimana kelimpahannya
sebesar 1036 individu/ha. Selama pengamatan
dilakukan, tak dijumpai tripang (holothurian) baik yang
berukuran besar (diameter >20) maupun yang
berukuran kecil (diameter <20).
Hasil reef check selengkapnya di masing-masing
stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 33
dan Lampiran 9. Beberapa jenis mungkin tidak
dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena
luas pengamatan yang dibatasi (luasan bidang
pengamatan = 140 m2/transek), sehingga tidak menutup
kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar
transek.
CRITC-COREMAP Jakarta 98
Gambar 33. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta 99
Hasil analisa cluster dan MDS berdasarkan
kelimpahan mega benthos yang diamati dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya
memakai nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 10) dengan metode rerata kelompok
(group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 34
dan Gambar 35.
Tabel 10. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di P. Mapur.
STASIUN KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
KRIL13 - KRIL14 90,83 - KRIL15 52,77 48,68 - KRIL16 23,78 21,69 55,32 - KRIL17 79,73 83,72 55,00 26,45 - KRIL18 10,00 9,49 27,72 59,41 13,73 -
Dari Gambar tersebut terlihat bahwa dengan nilai
kemiripan lebih dari 50 %, terdapat dua kelompok
berdasarkan jumlah kelimpahan mega benthosnya yaitu
kelompok I yang terdiri dari stasiun KRIL13, KRIL14,
KRIL15 dan KRIL17, serta kelompok II yang terdiri dari
KRIL16 dan KRIL18.
CRITC-COREMAP Jakarta 100
Gambar 34. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
Gambar 35. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur
berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta 101
Analisa pengelompokan (cluster analysis)
menggunakan metode rerata kelompok (group average)
berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis terhadap
kelimpahan mega benthos di seluruh stasiun transek
permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur
memperoleh dendrogram seperti pada Gambar 36.
Sedangkan analisa MDS (Multi Dimensial Scaling)
ditampilkan pada Gambar 37. Dari kedua gambar tersebut,
terlihat kurang begitu jelas pengelompokan yang terjadi
berdasarkan lokasinya (Kepulauan Tambelan dan P.
Mapur), sehingga dapat dikatakan bahwa komposisi mega
benthos yang diamati pada kedua lokasi tersebut tidak
jauh berbeda. Hal ini bisa disebabkan letak geografis
keduanya yang berada pada garis l intang yang berdekatan
(Gambar 1) ataupun karena kualitas perairan di kedua
lokasi tersebut tidak begitu berbeda.
Gambar 36. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek
permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta 102
Gambar 37. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
F. IKAN KARANG
1. Kepulauan Tambelan
Dari 36 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan
karang dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan,
ikan karang jenis Pomacentrus moluccensis merupakan
jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan
RRI. Jenis ini berhasil dijumpai di 30 stasiun dari 36
stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan
jumlah stasiun RRI yang diamati= 83,33 %). Kemudian
diikuti oleh Lutjanus decussatus yang memiliki nilai
CRITC-COREMAP Jakarta 103
frekuensi relatif kehadiran 72,22% , serta
Amblyglyphidodon curacao memiliki nilai frekuensi
relatif kehadiran yang sama yaitu 63,89 %. Lutjanus
decussatus merupakan ikan target, yang biasa
dikonsumsi. Chaetodon octofasciatus yang merupakan
ikan indikator untuk kesehatan terumbu karang
menempati urutan ke 4 dengan frekuensi relatif
kehadiran 58,33%. Terdapat 7 jenis ikan karang yang
memiliki frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50%
(Tabel 11).
Tabel 11 . Jenis ikan karang yang memiliki ni lai frekuensirelat if kehadiran lebih dari 50% berdasarkanjumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpaiikan karang (n=36 stasiun) di KepulauanTambelan.
No. Jenis Frekuensi relatif kehadiran (%)
1. Pomacentrus moluccensis 83.33 2. Lutjanus decussatus 72.22 3. Amblyglyphidodon curacao 63.89 4. Chaetodon octofasciatus 58.33 5. Paraglyphidodon nigroris 58.33 6. Abudefduf sexfasciatus 55.56 7. Thalassoma lunare 52.78
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan
ikan indikator di masing-masing stasiun RRI
ditampilkan pada Gambar 38.
CRITC-COREMAP Jakarta 104
Gambar 38. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator
di masing-masing stasiun RRI di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 105
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang
dilakukan di 12 Stasiun transek permanen menjumpai
sebanyak 155 jenis ikan karang yang termasuk dalam
21 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar
29200 individu per hektarnya (Lampiran 10). Jenis
Neopomacentrus sp . merupakan jenis ikan karang yang
memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan
dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 3502
individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh Caesio teres
(3167 individu/ha) dan Chromis viridis (3150
individu/ha). Sepuluh besar jenis ikan karang yang
memiliki kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam
Tabel 12.
Tabel 12. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi di Kepulauan Tambelan.
No. Jenis Kelimpahan (jml individu/ha)
1. Neopomacentrus sp. 3502 2. Caesio teres 3167 3. Chromis viridis 3150 4. Chromis ternatensis 2805 5. Pomacentrus lepidogenys 1738 6. Pomacentrus moluccensis 1581 7. Archamia sp. 1214 8. Amblyglyphidodon curacao 1086 9. Pomacentrus alexanderae 1024
10. Cirrhilabrus cyanopleura 714
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis
penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek
CRITC-COREMAP Jakarta 106
permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku
Lutjanidae) yaitu 274 individu/ha, ikan kerapu
(termasuk dalam suku Serranidae) 112 individu/ha,
ikan ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae)
yaitu 4371 individu/ha.
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk
menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan
412 individu/ha. Sedangkan ikan Napoleon (Cheilinus
undulatus) masih dijumpai dengan kelimpahan 7
individu/ha. t idak dijumpai. Kelimpahan ikan karang
untuk masing-masing suku ditampilkan dalam Tabel 13.
Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang
yang dijumpai di masing-masing stasiun transek
permanen dengan menggunakan metode UVC bisa
dilihat pada Lampiran 10. Hasil UVC juga
menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok ikan major,
ikan target, dan ikan indikator berturut-turut adalah
22910 individu/ha, 5879 individu/ha dan 412
individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major,
ikan target dan ikan indikator adalah 56:14:1. Ini
berarti bahwa untuk setiap 71 individu ikan yang
dijumpai di perairan Kepulauan Tambelan,
kemungkinan komposisinya terdiri dari 56 individu
ikan major, 14 individu ikan target dan 1 individu ikan
indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan
target dan ikan indikator di masing-masing stasiun
transek permanen ditampilkan pada Gambar 39.
CRITC-COREMAP Jakarta 107
Tabel 13. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi t ransek permanen di Kepulauan Tambelan.
NO. SUKU KELIMPAHAN
(jml individu/ha)
1. POMACENTRIDAE 18619 2. CAESIONIDAE 4371 3. LABRIDAE 2593 4. APOGONIDAE 1626 5. SCARIDAE 619 6. CHAETODONTIDAE 412 7. LUTJANIDAE 274 8. POMACANTHIDAE 188 9. SIGANIDAE 157
10. SCOLOPSIDAE 145 11. SERRANIDAE 112 12. PSEUDOCHROMIDAE 29 13. EPHIPPIDAE 12 14. NEMIPTERIDAE 12 15. ACANTHURIDAE 10 16. BLENNIIDAE 5 17. KYPHOSIDAE 5 18. MONODACTYLIDAE 5 19. CARANGIDAE 2 20. HAEMULIDAE 2 21. MURAENIDAE 2
CRITC-COREMAP Jakarta 108
Gambar 39. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta 109
Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan
jenis Pielou (Tabel 14), terlihat bahwa untuk kedua
nilai indeks tersebut, pada stasiun KRIL11 memiliki
nilai yang tertinggi (H’=3,42 dan J’=0,84). Ini bisa
diartikan bahwa selain keragaman jenis ikan karangnya
tinggi, juga jumlah individunya terdistribusi lebih
merata pada setiap jenis ikan karang dibandingkan
dengan di stasiun lainnya. Sebaliknya pada stasiun
KRIL07, walaupun dijumpai lebih banyak jenis ikan
karang (72 jenis), tetapi karena ada jenis yang terlihat
lebih mendominasi sehingga nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan
jenis Pielou rendah. Jenis yang terlihat dominan yaitu
Neopomacentrus sp. dan Caesio teres .
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan
(cluster analysis) dan MDS (Multi Dimensial Scaling),
terlebih dahulu dihitung nilai kemiripan antar stasiun
menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan
data jumlah individu ikan karang yang dijumpai di
masing-masing stasiun transek permanen. Hasilnya
ditampilkan pada Tabel 15.
Dari hasil analisa pengelompokan berdasarkan
rerata kelompok (group average) (Gambar 40), terlihat
bahwa stasiun-stasiun yang mengelompok dalam satu
kelompok yaitu antara stasiun KRIL01 dan KRIL06,
antara stasiun KRIL03 dan KRIL09, serta antara
stasiun KRIL02, KRIL05 dan KRIL12 dengan nilai
kemiripan lebih dari 50 % (pada Gambar 40 dibatasi
CRITC-COREMAP Jakarta 110
dengan garis warna biru). Sedangkan stasiun-stasiun
lainnya masing-masing terpisah sendiri . Dengan
memilih nilai kemiripan diatas 40% (pada Gambar 40
dibatasi dengan garis warna merah), terdapat 4
kelompok yaitu Kelompok I terdiri atas KRIL02,
KRIL05, KRIL 11 dan KRIL12; Kelompok II terdiri
atas KRIL01, KRIL03, KRIL04, KRIL06, KRIL09 dan
KRIL10. Sedangkan KRIL07 dan KRIl08 masing-
masing sebagai kelompok tersendiri yaitu Kelompok III
dan Kelompok IV. Hasil analisa MDS (Gambar 41)
juga memperlihatkan dengan jelas hasil pengelompokan
yang terjadi antar stasiun penelitian di Kepulauan
Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang
yang dijumpai dalam setiap transeknya.
Tabel 14. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indekskeanekaragaman jenis Shannon (H’) yangdihitung menggunakan ln (=log e) dan Indekskemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang dimasing-masing stasiun transek permanen diKepulauan Tambelan dengan metode LIT.
Stasiun S N H’ J’ KRIL01 40 1141 2,37 0,64 KRIL02 71 862 3,17 0,74 KRIL03 33 622 2,46 0,70 KRIL04 33 434 2,89 0,83 KRIL05 59 1076 2,94 0,72 KRIL06 37 1109 2,15 0,60 KRIL07 72 3416 2,10 0,49 KRIL08 56 1028 2,33 0,58 KRIL09 35 589 2,71 0,76 KRIL10 42 626 2,35 0,63 KRIL11 58 379 3,42 0,84 KRIL12 76 982 3,15 0,73
CRITC-COREMAP Jakarta 111
Tabel 15. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan untuk data kelimpahan ikan karang.
STASIUN KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12
KRIL01 - KRIL02 23,86 - KRIL03 56,04 35,98 - KRIL04 44,06 27,78 46,59 - KRIL05 23,55 52,01 27,92 25,96 - KRIL06 59,29 21,11 52,92 40,83 20,50 - KRIL07 11,85 29,36 13,67 10,86 20,12 12,82 - KRIL08 16,04 41,80 26,18 26,40 36,12 20,40 20,57 - KRIL09 42,43 39,15 68,87 49,66 31,35 47,82 15,13 28,70 - KRIL10 43,24 32,80 48,08 43,96 25,73 53,26 11,08 22,61 51,69 - KRIL11 24,74 41,74 31,77 43,54 36,56 22,18 14,02 32,41 38,84 41,19 - KRIL12 24,12 57,59 31,67 32,20 52,09 23,53 27,79 41,09 37,30 30,47 42,62 -
CRITC-COREMAP Jakarta 112
Gambar 40. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
trasnek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
Gambar 41. MDS untuk stasiun transek permanen di
Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP Jakarta 113
2. P. Mapur
Dari 27 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan
karang dengan metode RRI, terdapat 7 stasiun tidak
dijumpai ikan karang sama sekali yaitu di stasiun
KRIR38, KRIR39, KRIR43, KRIR44, KRIR46, KRIR59
dan KRIR60.
Dari 20 stasiun yang dijumpai ikan karang
tersebut, ikan karang jenis Pomacentrus bankanensis
merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama
pengamatan RRI. Jenis ini berhasil dijumpai di 13
stasiun dari 20 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran
berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati= 65,00
%). Kemudian diikuti oleh Choerodon anchorago , yang
merupakan salah satu ikan target memiliki nilai
frekuensi relatif kehadiran 55,00%. Jenis Halichoeres
melanurus menempati urutan ke 3 dengan frekuensi
relatif kehadiran 50,00%. Untuk ikan jenis lainnya
memiliki frekuensi relatif kehadiran kurang dari 50%.
Sepuluh besar ikan karang yang memiliki nilai
frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun
RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=20
stasiun) di P. Mapur ditampilkan pada Tabel 16.
CRITC-COREMAP Jakarta 114
Tabel 16 . Sepuluh besar ikan karang yang memiliki ni laifrekuensi relat if kehadiran berdasarkan jumlahstasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikankarang (n=20 stasiun) di P. Mapur.
No. Jenis Frekuensi relatif kehadiran (%)
1. Pomacentrus bankanensis 65,00 2. Choerodon anchorago 55,00 3. Halichoeres melanurus 50,00 4. Abudefduf sexfasciatus 45,00 5. Abudefduf septemfasciatus 40,00 6. Amblyglyphidodon curacao 40,00 7. Thalassoma lunare 40,00 8. Paraglyphidodon melas 35,00 9. Pomacentrus moluccensis 35,00
10. Scarus ghobban 35,00
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan
ikan indikator di masing-masing stasiun RRI
ditampilkan pada Gambar 42.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang
dilakukan di 6 stasiun transek permanen menjumpai
sebanyak 103 jenis ikan karang yang termasuk dalam
17 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar
15229 individu per hektarnya (Lampiran 10). Jenis
Apogon quenquelineatus merupakan jenis ikan karang
yang memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan
dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 1562
individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh Pomacentrus
alexanderae (1467 individu/ha) dan Pomacentrus
moluccensis (1267 individu/ha). Sepuluh besar jenis
ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi
ditampilkan dalam Tabel 17.
CRITC-COREMAP Jakarta 115
Gambar 42. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta 116
Tabel 17. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi di P. Mapur.
No. Jenis Kelimpahan
(jml individu/ha)
1. Apogon quenquelineatus 1562 2. Pomacentrus alexanderae 1467 3. Pomacentrus moluccensis 1267 4. Apogon aureus 1143 5. Chromis viridis 881 6. Amblyglyphidodon curacao 843 7. Pomacentrus bankanensis 776 8. Chromis alpha 762 9. Caesio teres 619
10. Paraglyphidodon nigroris 452
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis
penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek
permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku
Lutjanidae) yaitu 95 individu/ha, ikan kerapu
(termasuk dalam suku Serranidae) 81 individu/ha, ikan
ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu
786 individu/ha.
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk
menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan
543 individu/ha. Sedangkan ikan Napoleon (Cheilinus
undulatus) t idak dijumpai selama pengamatan
berlangsung. Kelimpahan ikan karang untuk masing-
masing suku ditampilkan dalam Tabel 18.
CRITC-COREMAP Jakarta 117
Tabel 18. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai pada lokasi t ransek permanen di P. Mapur.
NO. SUKU KELIMPAHAN
(jml individu/ha)
1. POMACENTRIDAE 8495
2. APOGONIDAE 2986
3. LABRIDAE 1400
4. CAESIONIDAE 786
5. CHAETODONTIDAE 543
6. HAEMULIDAE 290
7. SCOLOPSIDAE 176
8. SCARIDAE 148
9. LUTJANIDAE 95
10. POMACANTHIDAE 86
11. SERRANIDAE 81
12. SIGANIDAE 57
13. HOLOCENTRIDAE 38
14. CENTRISCIDAE 19
15. NEMIPTERIDAE 19
16. MURAENIDAE 5
17. SAURIDAE 5
Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang
yang dijumpai di masing-masing stasiun transek
permanen dengan menggunakan metode UVC bisa
dilihat pada Lampiran 10. Hasil UVC juga
menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok ikan major,
CRITC-COREMAP Jakarta 118
ikan target, dan ikan indikator berturut-turut adalah
12957 individu/ha, 1729 individu/ha dan 543
individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major,
ikan target dan ikan indikator adalah 24:3:1. Ini berarti
bahwa untuk setiap 28 individu ikan yang dijumpai di
perairan P. Mapur, kemungkinan komposisinya terdiri
dari 24 individu ikan major, 3 individu ikan target dan
1 individu ikan indikator. Peta perbandingan antara
ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-
masing stasiun transek permanen ditampilkan pada
Gambar 43.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan
jenis Pielou (Tabel 19), terlihat bahwa nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon pada stasiun KRIL18
memiliki nilai yang tertinggi (H’=3,06), tetapi nilai
nilai kemerataan jenis Pielounya (J’=0,74) lebih rendah
dibandingkan dengan stasiun KRIL17 (J’=0,82) yang
memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon
yang rendah (H’=2,49). Ini bisa diartikan bahwa
walaupun pada stasiun KRIL17 ikan karangnya kurang
beragam, tapi kemerataan jumlah individu untuk
masing-masing jenis ikan karangnya lebih seragam
dibandingkan stasiun KRIL18 yang lebih banyak
dijumpai jenis ikan karangnya.
CRITC-COREMAP Jakarta 119
Gambar 43. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP 120
Tabel 19. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indekskeanekaragaman jenis Shannon (H’) yangdihitung menggunakan ln (=log e) dan Indekskemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang dimasing-masing stasiun transek permanen diMapur dengan metode LIT.
Stasiun S N H’ J’ KRIL13 32 479 2.66 0.77 KRIL14 37 445 2.83 0.78 KRIL15 27 203 2.56 0.78 KRIL16 42 936 2.40 0.64 KRIL17 21 332 2.49 0.82 KRIL18 61 803 3.06 0.74
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan
(cluster analysis) dan MDS (Multi Dimensial Scaling),
terlebih dahulu dihitung nilai kemiripan antar stasiun
menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan
data jumlah individu ikan karang yang dijumpai di
masing-masing stasiun transek permanen. Hasilnya
ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 12. Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di P. Mapur untuk data kelimpahan ikan karang.
STASIUN KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
KRIL13 - KRIL14 47.62 - KRIL15 18.48 18.83 - KRIL16 26.86 24.19 16.86 - KRIL17 60.67 42.21 17.20 27.60 - KRIL18 35.88 34.78 24.25 30.59 34.01 -
CRITC-COREMAP 121
Dari hasil analisa pengelompokan berdasarkan
rerata kelompok (group average) (Gambar 44), terlihat
bahwa hanya stasiun KRIL13 dan KRIL17 yang
mengelompok dalam satu kelompok dengan nilai
kemiripan lebih dari 50 % (pada Gambar 44 dibatasi
dengan garis warna biru). Sedangkan stasiun-stasiun
lainnya masing-masing terpisah sendiri . Dengan
memilih nilai kemiripan diatas 40%, stasiun KRIL14
mengelompok dengan stasiun KRIL13 dan KRIL17
(pada Gambar 44 dibatasi dengan garis warna merah).
Hasil analisa MDS (Gambar 45) juga memperlihatkan
dengan jelas hasil pengelompokan yang terjadi antar
stasiun penelitian di P. Mapur berdasarkan jumlah
individu ikan karang yang dijumpai dalam setiap
transeknya.
Gambar 44. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP 122
Gambar 45. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur
berdasarkan jumlah individu ikan karang.
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil yang
diperoleh baik dari Kepulauan Tambelan maupun P.
Mapur, dari hasil Underwater Fish Visual Census (UVC)
yang dilakukan di 18 Stasiun transek permanen menjumpai
sebanyak 182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24
suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 24543
individu per hektarnya. Jenis Chromis viridis merupakan
jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang
tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya,
yaitu sebesar 2394 individu/ha-nya.
Kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan
ikan indikator berturut-turut adalah 19592 individu/ha,
4495 individu/ha dan 456 individu/ha, sehingga
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator adalah 43:10:1. Ini berarti bahwa untuk setiap
54 individu ikan yang dijumpai di perairan Kepulauan
CRITC-COREMAP 123
Riau (Kepulauan Tambelan dan P. Mapur), kemungkinan
komposisinya terdiri dari 43 individu ikan major, 10
individu ikan target dan 1 individu ikan indikator.
Dengan bantuan program PRIMER, analisa
pengelompokan (cluster analysis) menggunakan metode
rerata kelompok (group average) berdasarkan nilai
kemiripan Bray-Curtis terhadap jumlah individu ikan
karang yang dijumpai di seluruh stasiun transek permanen
baik di Kepulauan Tambelan maupun P. Mapur
memperoleh dendrogram seperti pada Gambar 46.
Sedangkan analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan
nilai Stress=0,11 ditampilkan pada Gambar 47. Dari kedua
gambar tersebut, walaupun kurang begitu jelas terlihat,
pada umumnya stasiun-stasiun yang diamati mengelompok
berdasarkan lokasinya.
Gambar 46. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP 124
Gambar 47. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP 125
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Karakteritik massa air di perairan Kepulauan Tambelan
dan P. Mapur sangat dipengaruhi oleh pemanasan
matahari disamping oleh pengaruh massa air dari
daratan. Massa air dengan salinitas yang tinggi tidak
ditemukan diperairan ini.
Pola arus yang berkembang di perairan Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur tergantung pada pola umum
dan sistem arus yang berkembang di Laut Natuna dan
Laut Cina Selatan kemudian dibelokkan oleh masing-
masing pulau sesuai dengan kondisi topografi dan
lokasi perairannya.
Ditinjau dari kadar zat hara, kondisi perairan di
Kepulauan Tambelan dan P. Mapur masih
dikategorikan baik untuk kepentingan wisata bahari
dan biota laut.
Tingginya kadar fosfat pada bagian permukaan perairan
dibandingkan bagian dasarnya diduga kuat karena
adanya sumbangan dari daratan.
Kadar Silikat yang lebih tinggi di bagian dasar perairan
membuktikan bahwa kadar silikat dari semua daerah
CRITC-COREMAP 126
yang ditelit i sumber utamanya berasal dari sedimentasi
di bagian dasar perairan.
Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di dapatkan
25 jenis mangrove yang didominasi oleh Rhizophora
stylosa (untuk kategori anak pohon) dan Sonneratia
alba (untuk kategori pohon). Sedangkan di P. Mapur
didapatkan 14 jenis mangrove yang didominasi oleh
Rhizophora mucronata , baik untuk kategori anak pohon
maupun pohon.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
dijumpai 243 jenis yang termasuk dalam 20 suku
karang batu di Kabupaten Kepulauan Riau yang
meliputi Kepulauan Tambelan (181 jenis; 18 suku)) dan
P. Mapur (175 jenis; 19 suku).
Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya,
secara umum terumbu karang di perairan Kepulauan
Riau dapat dikategorikan “cukup” dimana persentase
tutupan karang hidupnya hanya sebesar 47,39% saja.
Sedangkan di P. Mapur dikategorikan “kurang” dimana
persentase tutupan karang hidupnya sebesar 16,93%.
Walaupun kadar zat hara di perairan sekitar Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur masih dibawah nilai ambang
batas maksimum yang dianjurkan KLH untuk biota
laut, tapi tanda-tanda adanya pencemaran di perairan
ini bisa terlihat dari t ingginya kelimpahan beberapa
mega benthos yang umum dijumpai pada daerah yang
tercemar perairannya.
CRITC-COREMAP 127
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 12 Stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan
menjumpai sebanyak 155 jenis ikan karang yang
termasuk dalam 21 suku, sedangkan yang dilakukan di
6 stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 103
jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku.
Sehingga dari total 18 stasiun transek permanen yang
dilakukan di kedua lokasi tersebut dijumpai sebanyak
182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24 suku.
Kelimpahan ikan karang yang memiliki nilai ekonomis
penting relatif rendah di perairan ini.
B. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama
melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin
tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi
perairan di Kabupaten Kepulauan Riau secara
keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan
hanya pada beberapa kawasan yang berada di
Kabupaten Kepulauan Riau yaitu di Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur.
Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini
dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan
karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
CRITC-COREMAP 128
perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan
terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah
sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang
ada tetap terjaga dan lestari .
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di Kabupaten
Kepulauan Riau, pasti akan membawa pengaruh
terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian
kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan
untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga
hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para
stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang
secara lestari . Selain itu, data hasil pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi
keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP 129
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No : 51 tahun 2004 Tentang Baku mutu Air
Laut
Cox, G.W. 1967. Laboratory manual of General Ecology.
M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota.
English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual
for Tropical Marine Resources. Second edition .
Australian Institute of Marine Science. Townsville:
390 p.
Heemstra, P.C and Randall, J.E., 1993. FAO Species
Catalogue . Vol. 16. Grouper of the World (Family
Serranidae, Sub Family Epinephelidae).
Kuiter, R. H., 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western
Pacific, Indonesia and Adjacent Waters . PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia.
Lieske E. & R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World .
Periplus Edition, Singapore. 400p.
Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004.
Sampling accuracy of reef resource inventory
technique. Coral Reefs : 1-17.
CRITC-COREMAP 130
Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984.
The Fishes of the Japanese Archipelago . Tokai
University Press.
Nybakken, J. W 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan
Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono,
D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia
Jakarta : 459 hal.
Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different
types of biological collections. J. Theoret. Biol. 13 :
131-144.
Randall, J.E and Heemstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes .
Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes:
Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five
New Species.
Raymont, J.E.G. 1963. Plankton and Productivity in the
Oceans . Pergamon Press. Oxford : 660 pp.
Shannon, C.E. 1948. A mathematical theory of
communication. Bell System Tech. J. 27: 379-423,
623-656.
Tijssen, S.B., M. Mulder and F.J. Wetsteyn 1990. Production
and consumption rates of oxygen, and vertical
oxygen structure in the upper 300 m in the eastern
Banda Sea during and after the upwelling season,
August 1984 and February/March 1985. Proc.
Snellius-II Symp., Neth. J. Sea Res. 25 : 485-499.
CRITC-COREMAP 131
U.S. Navy Hydrographic Office 1958 . Instruction manual for
oceanography observation. H. O. Publ. 607,
Washington, D.C.
Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine
communities: an approach to stasistical analysis and
interpretation, 2n d edition. PRIMER-E:Plymouth.
Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition .
Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP 132
LAMPIRAN
Lampiran 1.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk temperatur, sal ini tas dan densitas air laut serta l intasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU) 0 107o 34,577’ 0o 57,898’ 1 107o 35,557’ 0o 59,112’ 2 107o 36,299’ 1o 00,136’ 3 107o 35,323’ 1o 01,022’ 4 107o 34,177’ 1o 01,282’ 5 107o 32,861’ 1o 01,586’ 6 107o 31,755’ 1o 01,228’ 7 107o 31,906’ 1o 00,872’ 8 107o 31,717’ 0o 59,854’ 9 107o 32,151’ 0o 58,796’
10 107o 32,440’ 0o 58,371’ 11 107o 32,815’ 0o 58,396’ 12 107o 33,441’ 0o 58,722’ 13 107o 33,583’ 0o 58,754’ 14 107o 32,971’ 0o 57,608’ 15 107o 34,782’ 0o 58,602’ 16 107o 31,112’ 0o 56,888’ 17 107o 30,063’ 0o 57,112’ 18 107o 29,713’ 0o 56,240’ 19 107o 30,111’ 0o 55,458’ 20 107o 30,552’ 0o 56,358’ 21 107o 29,656’ 0o 58,050’ 22 107o 28,837’ 0o 58,091’ 23 107o 27,648’ 0o 58,611’ 24 107o 26,472’ 0o 58,384’ 25 107o 25,795’ 0o 58,707’
Kepulauan Tambelan
26 107o 25,222’ 0o 57,969’ bersambung
CRITC-COREMAP 133
Sambungan Lampiran 1.b. Posisi
Lokasi Stasiun Longitude (BT) Latitude (LU)
27 107o 25,702’ 0o 57,112’ 28 107o 26,574’ 0o 55,718’ 29 107o 27,650’ 0o 55,297’ 30 107o 28,702’ 0o 56,108’ 31 107o 31,258’ 1o 02,980’ 34 107o 29,379’ 1o 02,714’ 35 107o 30,545’ 1o 02,233’
Kepulauan Tambelan
36 107o 30,958’ 1o 01,612’ 3 104o 49,354’ 1o 01,144’ 9 104o 46,785’ 1o 00,793’
10 104o 46,931’ 1o 00,101’ 11 104o 47,735’ 1o 00,005’ 13 104o 47,792’ 0o 59,615’ 16 104o 46,925’ 0o 59,867’ 17 104o 47,493’ 0o 59,319’ 18 104o 47,638’ 0o 58,937’ 19 104o 47,962’ 0o 58,457’ 21 104o 48,339’ 0o 58,015’ 22 104o 48,727’ 0o 57,596’ 23 104o 49,299’ 0o 57,110’ 24 104o 50,041’ 0o 57,104’ 25 104o 50,561’ 0o 57,608’ 27 104o 51,495’ 0o 58,834’ 28 104o 51,441’ 0o 59,304’ 29 104o 50,89’ 0o 59,698’ 30 104o 51,137’ 1o 00,504’ 31 104o 50,723’ 1o 01,175’ 32 104o 50,254’ 1o 01,245’ 33 104o 49,700’ 1o 01,203’ 34 104o 50,969’ 0o 57,615’ 35 104o 51,331’ 0o 57,439’ 37 104o 55,046’ 0o 56,056’ 38 104o 55,513’ 0o 55,594’
P. Mapur
39 104o 55,690’ 0o 56,016’
CRITC-COREMAP 134
Lampiran 1.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), ni trat (NO3), ni tr i t (NO2), dan si l ikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU)1 107o 35,56’ 0o 59,12’ 2 107o 36,30’ 1o 00,14’ 3 107o 35,32’ 1o 01,02’ 4 107o 34,18’ 1o 01,28’ 5 107o 32,86’ 1o 01,59’ 6 107o 31,76’ 1o 01,23’ 7 107o 31,91’ 1o 00,87’ 8 107o 31,72’ 0o 59,85’ 9 107o 32,15’ 0o 58,80’
10 107o 32,44’ 0o 58,37’ 11 107o 32,82’ 0o 58,40’ 12 107o 33,44’ 0o 58,72’ 13 107o 33,58’ 0o 58,75’ 14 107o 32,97’ 0o 58,61’ 15 107o 34,78’ 0o 58,60’ 16 107o 31,11’ 0o 56,89’ 17 107o 30,06’ 0o 57,11’ 18 107o 29,71’ 0o 56,24’ 19 107o 30,11’ 0o 55,46’ 20 107o 30,55’ 0o 56,36’ 21 107o 29,66’ 0o 58,05’ 22 107o 28,84’ 0o 58,09’ 23 107o 27,65’ 0o 58,61’ 24 107o 26,47’ 0o 58,38’ 25 107o 25,80’ 0o 58,71’
Kepulauan Tambelan
26 107o 25,22’ 0o 57,97’ bersambung
CRITC-COREMAP 135
Sambungan Lampiran 1.b. Posisi
Lokasi Stasiun Longitude (BT) Latitude (LU)
28 107o 26,57’ 0o 55,78’ 29 107o 27,65’ 0o 55,30’ 30 107o 28,70’ 0o 56,11’ 31 107o 31,26’ 0o 62,98’ 34 107o 29,38’ 0o 62,71’ 35 107o 30,54’ 0o 62,23’
Kepulauan Tambelan
36 107o 30,96’ 0o 61,61’ 6 104o 49,35’ 0o 61,14’ 8 104o 46,79’ 0o 60,79’
10 104o 46,93’ 0o 60,10’ 11 104o 47,73’ 0o 60,00’ 13 104o 47,79’ 0o 59,01’ 16 104o 46,92’ 0o 59,87’ 17 104o 47,49’ 0o 59,32’ 18 104o 47,64’ 0o 58,94’ 19 104o 47,96’ 0o 58,46’ 21 104o 48,34’ 0o 58,02’ 22 104o 48,73’ 0o 57,60’ 23 104o 49,30’ 0o 57,11’ 24 104o 50,04’ 0o 57,09’ 25 104o 50,56’ 0o 57,61’ 27 104o 51,49’ 0o 58,83’ 28 104o 51,44’ 0o 59,30’ 29 104o 50,89’ 0o 59,70’ 30 104o 51,14’ 0o 60,50’ 31 104o 50,72’ 0o 61,17’ 32 104o 50,25’ 0o 61,25’ 33 104o 49,70’ 0o 61,20’ 34 104o 50,97’ 0o 57,62’ 35 104o 51,33’ 0o 57,94’ 37 104o 55,05’ 0o 56,06’ 38 104o 55,51’ 0o 55,59’
P. Mapur
39 104o 55,69’ 0o 56,02’
CRITC-COREMAP 136
Lampiran 1.c. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU)P. Betunda Selatan 1 107o 31,39’ 0o 59,30’
P. Kera 2 107o 32,09’ 0o 59,15’
3 107o 32,08’ 0o 59,51’
4 107o 32,18’ 0o 59,17’ P. Tambelan 5 107o 32,48’ 0o 58,53’
P. Bedua Selatan 6 107o 30,10’ 0o 56,12’
P. Selentang 7 107o 28,37’ 0o 57,04’
Teluk Lancang 8 107o 34,32’ 1o 00,18’
9 104o 50,20’ 0o 57,43’
10 104o 49,33’ 0o 58,19’ P. Mapur 11 104o 48,04’ 0o 59,10’
CRITC-COREMAP 137
Lampiran 1.d. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU) KRIR1 107o 35,59’ 0o 59,13’ KRIR2 107o 35,63’ 1o 00,14’ KRIR3 107o 35,03’ 1o 00,71’ KRIR4 107o 34,26’ 1o 01,25’ KRIR5 107o 32,79’ 1o 01,37’ KRIR6 107o 31,38’ 1o 01,49’ KRIR7 107o 31,94’ 1o 01,02’ KRIR8 107o 31,67’ 1o 00,01’ KRIR9 107o 31,65’ 0o 59,39’
KRIR10 107o 32,48’ 0o 59,03’ KRIR11 107o 32,62’ 0o 58,22’ KRIR12 107o 33,44’ 0o 59,00’ KRIR13 107o 33,69’ 0o 58,89’ KRIR14 107o 32,94’ 0o 57,52’ KRIR15 107o 34,81’ 0o 58,59’ KRIR16 107o 31,20’ 0o 56,90’ KRIR17 107o 30,21’ 0o 57,21’ KRIR18 107o 29,69’ 0o 56,45’ KRIR19 107o 30,10’ 0o 55,45’ KRIR20 107o 30,45’ 0o 56,27’ KRIR21 107o 29,66’ 0o 58,08’ KRIR22 107o 28,83’ 0o 58,05’ KRIR23 107o 27,68’ 0o 58,58’ KRIR24 107o 26,45’ 0o 58,39’ KRIR25 107o 25,76’ 0o 58,71’ KRIR26 107o 24,86’ 0o 58,77’ KRIR27 107o 24,94’ 0o 58,11’ KRIR28 107o 25,74’ 0o 57,09’
Kepulauan Tambelan
KRIR29 107o 26,47’ 0o 55,81’ bersambung
CRITC-COREMAP 138
Sambungan Lampiran 1.b. Posisi
Lokasi Stasiun Longitude (BT) Latitude (LU)
KRIR30 107o 27,53’ 0o 55,22’ KRIR31 107o 28,68’ 0o 56,19’ KRIR32 107o 29,97’ 1o 03,02’ KRIR33 107o 29,29’ 1o 03,36’ KRIR34 107o 29,38’ 1o 02,71’ KRIR35 107o 30,47’ 1o 02,19’
Kepulauan Tambelan
KRIR36 107o 30,89’ 1o 01,51’ KRIR37 104o 49,30’ 1o 01,44’ KRIR38 104o 49,14’ 1o 01,48’ KRIR39 104o 48,66’ 1o 01,53’ KRIR40 104o 46,94’ 1o 01,36’ KRIR41 104o 46,90’ 1o 00,77’ KRIR42 104o 46,85’ 1o 00,28’ KRIR43 104o 47,73’ 1o 00,05’ KRIR44 104o 48,23’ 1o 00,01’ KRIR45 104o 47,82’ 0o 59,70’ KRIR46 104o 47,51’ 0o 59,90’ KRIR47 104o 46,98’ 0o 59,80’ KRIR48 104o 46,92’ 0o 59,35’ KRIR49 104o 47,45’ 0o 59,31’ KRIR50 104o 47,66’ 0o 58,99’ KRIR51 104o 47,93’ 0o 58,53’ KRIR52 104o 48,32’ 0o 58,05’ KRIR53 104o 48,80’ 0o 57,55’ KRIR54 104o 49,36’ 0o 57,14’ KRIR55 104o 50,06’ 0o 57,12’ KRIR56 104o 50,57’ 0o 57,55’ KRIR57 104o 50,87’ 0o 58,20’ KRIR58 104o 51,17’ 0o 58,45’ KRIR59 104o 50,20’ 1o 00,89’ KRIR60 104o 49,84’ 1o 00,91’ KRIR61 104o 50,98’ 0o 57,64’ KRIR62 104o 55,13’ 0o 56,04’
P. Mapur
KRIR63 104o 55,50’ 0o 55,60’
CRITC-COREMAP 139
Lampiran 1.d. Posisi s tasiun peneli t ian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Posisi Lokasi Stasiun
Longitude (BT) Latitude (LU)
KRIL01 107o 34,24 1o 01,25
KRIL02 107o 31,67 0o 59,97
KRIL03 107o 32,92 0o 57,51
KRIL04 107o 34,93 0o 58,43
KRIL05 107o 30,23 0o 57,22
KRIL06 107o 30,09 0o 55,43
KRIL07 107o 28,85 0o 58,09
KRIL08 107o 26,45 0o 58,39
KRIL09 107o 25,73 0o 57,10
KRIL10 107o 27,53 0o 55,22
KRIL11 107o 29,30 1o 03,35
Kepulauan Tambelan
KRIL12 107o 30,50 1o 02,21
KRIL13 104o 46,94 1o 01,32
KRIL14 104o 47,66 0o 58,99
KRIL15 104o 49,34 0o 57,15
KRIL16 104o 51,06 0o 58,39
KRIL17 104o 49,87 1o 00,94
P. Mapur
KRIL18 104o 55,40 0o 55,66
CRITC-COREMAP 140
Lampiran 2.a. Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi peneli t ian di Kepulauan Tambelan* ) dan P. Mapur* )
Luas (km2) Jenis Tutupan
Kepulauan Tambelan **) P. Mapur ***)
Mangrove 3,5448 1,3605 Terumbu karang 31,2618 18,1126
Fringing reef 25,5860 15,1943 Patch reef - 2,0320 Shoal 5,6758 0,3605
Keterangan : *) daerah cakupan tergambar pada peta Lampiran 2b. **) tingkat ketelitian 89%. ***) tingkat ketelitian 94%.
CRITC-COREMAP 141
Lampiran 2.b. Peta daerah cakupan untuk perhitungan luas mangrove dan terumbu karang di lokasi peneli t ian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
( i) . Kepulauan Tambelan
(ii). P. Mapur
CRITC-COREMAP 142
Lampiran 3.a. Hasil pengukuran temperatur, sal ini tas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kep. Tambelan P. Mapur dan sekitarnya Temperatur Salinitas Densitas Temperatur Salinitas DensitasStatistik
(°C) (PSU) (kg/m3) (°C) (PSU) (kg/m3) Jumlah data 35 35 35 26 26 26 Minimum 29,16 32,04 1019,77 28,93 31,82 1019,56 Maximum 30,26 33,41 1020,63 29,78 32,27 1019,85
Kisaran 1,10 1,37 0,86 0,85 0,44 0,28 Rerata 29,60 33,06 1020,41 29,50 32,08 1019,71
Lampiran 3.b. Hasil pengukuran temperatur, sal ini tas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air , mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau.
Kep. Tambelan P. Mapur dan sekitarnya Temperatur Salinitas Densitas Temperatur Salinitas DensitasStatistik
(°C) (PSU) (kg/m3) (°C) (PSU) (kg/m3) Jumlah data 705 705 705 483 483 483 Minimum 28,92 32,00 1019,77 28,92 31,66 1019,42 Maximum 30,67 33,41 1020,70 29,78 32,32 1019,90 Kisaran 1,75 1,41 0,94 0,86 0,66 0,49 Rerata 29,58 33,16 1020,52 29,51 32,12 1019,76
CRITC-COREMAP 143
Lampiran 4.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Kepulauan Tambelan dan sekitarnya.
P a r a m e t e r O2 PO4 NO3 NO2 SiO3
No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)1 P 8,37 4,41 4,96 0,84 0,12 5,33
P 8,21 3,85 5,00 0,94 0,22 4,38 2
D 8,40 3,82 1,11 0,86 0,14 4,48 P 8,34 3,80 5,71 0,81 0,10 3,62
3 D 8,45 3,73 0,35 0,85 0,12 4,19 P 8,28 3,76 7,39 0,90 0,27 3,90
4 D 8,40 3,73 0,53 0,98 0,29 4,10
5 P 8,33 3,74 7,97 0,90 0,22 4,00 P 8,30 4,36 2,66 0,94 0,22 4,38
6 D 8,44 3,89 0,35 0,90 0,22 4,86
7 P 8,31 3,74 5,31 0,88 0,16 4,95 P 8,30 3,8 4,16 0,94 0,22 3,71
8 D 8,38 3,75 0,49 0,79 0,22 4,48
9 P 8,38 3,60 5,40 0,96 0,24 5,24 10 P 8,38 3,74 4,25 0,96 0,24 4,95
P 8,24 3,63 5,62 0,92 0,20 4,10 11
D 8,33 3,60 0,49 0,94 0,20 4,19 P 8,17 3,41 5,31 0,84 0,20 4,57
12 D 8,30 3,31 1,42 0,92 0,12 5,33 P 8,19 3,53 4,20 0,85 0,14 4,10
13 D 8,34 3,10 1,06 0,92 0,20 4,86 P 8,26 3,91 5,49 0,92 0,20 3,14
14 D 8,33 3,75 1,52 0,94 0,22 4,76
15 P 8,32 3,70 5,04 0,86 0,14 3,90 16 P 8,38 3,68 4,20 0,77 0,06 4,75 17 P 8,36 4,06 5,49 0,75 0,04 8,38 18 P 8,45 4,08 2,70 0,77 0,06 4,57 19 P 8,38 3,79 5,44 0,81 0,08 5,43
bersambung
CRITC-COREMAP 144
Sambungan Lampiran 4.a.
P a r a m e t e r O2 PO4 NO3 NO2 SiO3
No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)P 8,41 3,86 4,82 0,81 0,10 3,24
20 D 8,50 3,76 0,8 0,79 0,08 5,62
21 P 8,50 4,11 3,81 0,75 0,04 4,48 P 8,18 3,83 0,35 0,86 0,06 5,05
22 D 8,29 3,79 1,01 0,77 0,04 6,19 P 8,22 3,86 1,15 0,88 0,04 4,48
23 D 8,33 3,79 0,49 0,88 0,16 4,57 P 8,09 3,36 2,47 0,84 0,06 4,29
24 D 8,27 2,98 0,57 0,73 0,08 4,76 P 8,23 3,74 0,18 0,77 0,06 4,67
25 D 8,33 3,72 0,22 0,79 0,06 5,43
26 P 8,21 3,47 2,71 0,77 0,06 3,72 27 P 8,24 3,86 2,38 0,79 0,08 7,62 28 P 8,12 3,85 4,72 0,75 0,04 4,19
P 8,07 3,52 1,63 0,81 0,10 4,29 29
D 8,21 3,37 0,57 0,75 0,04 5,81 30 P 8,38 3,72 9,69 0,77 0,06 4,86
P 8,36 3,69 1,42 0,79 0,08 3,24 31
D 8,46 3,60 0,40 0,81 0,10 3,90 P 8,24 3,82 0,97 0,81 0,06 4,95
34 D 8,34 3,75 0,66 0,77 0,06 6,19 P 8,38 3,76 4,47 0,77 0,06 4,48
35 D 8,44 3,58 0,93 0,79 0,08 6,38
36 P 8,31 3,71 2,61 0,79 0,08 3,52
Keterangan : P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP 145
Lampiran 4.b. Hasil dan analisa zat hara di perairan P. Mapur dan sekitarnya.
P a r a m e t e r O2 PO4 NO3 NO2 SiO3
No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)P 8,26 3,67 6,22 0,67 0,06 5,88
6 D 8,34 3,45 0,93 0,71 0,10 6,07 P 8,31 3,88 2,29 0,71 0,08 3,70
8 D 8,39 3,83 0,05 0,75 0,10 5,21 P 8,25 3,49 6,00 0,82 0,06 4,65
10 D 8,33 3,28 0,07 0,73 0,06 5,60 P 8,19 3,52 4,99 0,67 0,06 5,69
11 D 8,29 3,32 0,84 0,69 0,08 7,12
13 P 8,2 3,47 4,19 0,69 0,08 6,07 16 P 8,23 3,57 3,66 0,63 0,06 1,33 17 P 8,24 3,57 3,57 0,88 0,06 5,60
P 8,22 3,62 4,54 0,75 0,14 5,22 18
D 8,33 3,60 0,79 0,71 0,10 7,02 19 P 8,21 3,13 3,66 0,69 0,08 5,79 21 P 8,21 3,45 3,79 0,73 0,08 7,12
P 8,17 3,3 2,56 0,67 0,06 6,45 22
D 8,29 2,96 0,84 0,67 0,06 9,11 P 8,23 3,73 3,18 0,71 0,10 6,36
23 D 8,32 3,68 0,66 0,69 0,08 6,64 P 8,11 3,57 3,26 0,69 0,08 4,17
24 D 8,31 3,09 0,79 0,67 0,06 5,69
25 P 8,26 3,62 5,21 0,69 0,08 9,77 27 P 8,28 3,66 3,18 0,73 0,08 3,80
P 8,29 3,87 2,43 0,67 0,06 4,55 28
D 8,40 3,80 0,35 0,82 0,06 5,03
Bersambung
CRITC-COREMAP 146
Sambungan Lampiran 4.a.
P a r a m e t e r O2 PO4 NO3 NO2 SiO3
No. Stn.
Kedalaman (m) pH
(ml/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l) (ugA/l)P 8,34 3,84 5,52 0,82 0,08 4,74
29 D 8,42 3,70 0,79 0,73 0,12 4,93
30 P 8,30 3,59 2,74 0,71 0,10 5,88 P 8,32 3,73 3,93 0,69 0,08 4,36
31 D 8,41 3,69 1,10 0,90 0,08 4,65 P 8,40 3,77 2,65 0,67 0,06 4,55
33 D 8,46 3,75 0,40 0,86 0,12 4,74
34 P 8,24 3,61 3,53 0,75 0,14 5,12 P 8,33 3,91 3,44 0,79 0,08 5,03
35 D 8,42 3,7 0,62 0,82 0,08 5,41 P 8,32 3,71 2,07 0,86 0,12 5,12
37 D 8,40 3,71 0,66 0,75 0,08 5,31 P 8,33 3,72 3,35 0,71 0,10 4,55
38 D 8,38 3,72 0,79 0,77 0,12 5,41 P 8,30 3,68 4,63 0,90 0,08 4,84
39 D 8,39 3,62 1,01 0,73 0,08 5,21
Keterangan :
P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP 147
Lampiran 4.c. Kadar rata - rata zat hara di perairan Kepulauan Tambelan, P. Mapur dan sekitarnya.
O2 PO4 NO3 NO2 SiO3 Lokasi pH Ml/L µg A/L µg A/L µg A/L µg A/L
P 8,29 3,80 5,23 0,90 0,19 4,28 A D 8,37 3,63 0,81 0,90 0,19 4,58
P 8,28 3,79 3,45 0,79 0,06 4,93 B D 8,32 3,57 0,61 0,79 0,08 5,40
P 8,32 3,75 2,37 0,79 0,07 4,05 C D 8,41 3,64 0,66 0,79 0,08 5,49
P 8,26 3,63 3,78 0,73 0,08 5,21 D D 8,37 3,56 0,67 0,75 0,09 5,82
Keterangan :
A = Perairan P. Tambelan dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau . B = Perairan P. Benua dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. C = Perairan P. Sedua dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. D = Perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP 148
Lampiran 5. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
No. Suku L o k a s i No. Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 I. Apocynaceae 1. Cerbera odullum - - - + - - - - - - - II. Baringtoniaceae 2. Baringtonia racemosa + - - - - - - - - - - III. Combretaceae 3. Lumnitzera littorea - - - + + + - + + + + IV. Euphorbiaceae 4. Excoecaria agallocha + - - + - + - + + - - V. Flagillariaceae 5. Flagellaria indica - - - - - - - + - - - VI. Lythraceae 6. Pemphis acidula + + - + + - - - - - - VII. Malvaceae 7. Hibiscus tiliaceus + - - + + - - - + - - 8. Thespesia populnea - + - - + - + - + - + VIII. Myrsinaceae 9. Aegiceras corniculatum - + - - - + - - - - - 10. Xylocarpus granatum - + - + + + - + - - - 11. X. moluccensis - - - - - + - - - - - IX. Myrtaceae 12. Osbornia octodonta - - - - - - - - + + - X. Palmae 13. Nypa fruticans - + - + + + - + - - - 14. Oncosperma tigillaria - - + + + - - + - + + XI. Polypodiaceae 15. Acrostichum aureum - - - - - - - + - - - XII. Rhizophoraceae 16. Bruguiera cylindrica - - - - + + - - - + - 17. B. gymnorrhiza + + + + + + + + + - + 18. B. parviflora - - - + + + - + + - - 19. Ceriops tagal - + - + + - + - + + - 20. Rhizophora apiculata - + - + + + + + + + + 21. R. mucronata - + + - + - - + + + + 22. R. stylosa + + + + + + + + + + + XIII. Rutaceae 23. Parmygnya angulata - - - - - - - + - - - XIV. Sonneraticeae 24. Sonneratia alba + + - + - + + + + + + XV. Sterculiaceae 25. Heritiera littoralis - - - + - - - + - - - XVI. Verbenaceae 26. Avicennia alba - - - + + - - - - - -
Keterangan: + = dijumpai ; - = tidak dijumpai ; St. 1. P. Betunda Selatan; St. 5. P. Tambelan; St. 9. P.Mapur;St. 2. P. Kera; St. 6. P. Bedua Selatan; St.10. P.Mapur;St. 3. P. Tambelan; St. 7. P. Selentang; St.11. P.Mapur;St. 4. P. Tambelan; St. 8. Teluk Lancang;
CRITC-COREMAP 149
Lampiran 6. Jenis karang batu yang dijumpai di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau, berdasarkan hasi l LIT dan koleksi bebas.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
I POCILLOPORIDAE 1 Madracis kirby + - 2 Pocillopora damicornis + + 3 P. eydouxi + + 4 P. meandrina + - 5 P. verrucosa + + 6 P. woodjonesi + - 7 Pocillopora sp. + + 8 Seriatopora caliendrum - + 9 S. guttatus - +
10 S. hystrix + + 11 Stylophora pistillata + + 12 Palauastrea ramosa + -
II ACROPORIDAE
13 Acropora abrolhosensis + + 14 A. aspera + + 15 A. brueggemanni + + 16 A. caroliniana + - 17 A. cerealis + + 18 A. clathrata - + 19 A. cuneata + - 20 A. cytherea + + 21 A. dendrum + - 22 A. digitata + - 23 A. digitifera + + 24 A. divaricata + + 25 A. echinata + - 26 A. florida - + 27 A. formosa + + 28 A. gemmifera + - 29 A. glauca - +
bersambung
CRITC-COREMAP 150
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
30 A. grandis + - 31 A. granulosa + - 32 A. humilis + - 33 A. hyacinthus + + 34 A. intermedia + - 35 A. latistella + - 36 A. loripes - + 37 A. microphthalma + + 38 A. millepora - + 39 A. nasuta + + 40 A. nobilis + - 41 A. palifera + - 42 A. pulchra + + 43 A. robusta + - 44 A. sarmentosa + - 45 A. selago - + 46 A. subglabra + - 47 Acropora sp. + + 48 A. tenuis + + 49 A. valenciennesi + - 50 A. valida + + 51 A. yongei - + 52 Astreopora explanata + - 53 A. gracilis + + 54 A. myriophthalma - + 55 Anacropora forbesi - + 56 A. puertogelerae + - 57 A. reticulata + - 58 Montipora aequituberculata + - 59 M. capricornis - + 60 M. digitata + + 61 M. efflorescens - + 62 M. foliosa + + 63 M. foveolata + - 64 M. grisea + + 65 M. hispida + +
Bersambung
CRITC-COREMAP 151
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
66 M. hoffmeisteri + - 67 M. informis + + 68 M. monasteriata + + 69 M. venosa + + 70 M. verrucosa + - 71 Montipora sp. + +
III PORITIDAE
72 Alveopora spongiosa - + 73 Goniopora columna - + 74 G. djiboutiensis + + 75 G. minor + + 76 G. pandoraensis - + 77 G. pendulus + - 78 G. stokesi - + 79 G. stutchburyi + - 80 G. tenuidens - + 81 Goniopora sp. + + 82 Porites annae + + 83 P. cylindrica + + 84 P. deformis + - 85 P. lichen + + 86 P. lobata + + 87 P. lutea + + 88 P. nigrescens + + 89 P. rus + + 90 P. solida + - 91 Porites sp. + +
IV SIDERASTREIDAE
92 Coscinaraea columna + - 93 C. marshae + - 94 Psammocora contigua + - 95 P. haimeana + - 96 P. profundacella + - 97 Psammocora sp. + - 98 Pseudosiderastrea tayami + -
bersambung
CRITC-COREMAP 152
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
V AGARICIIDAE 99 Pavona cactus + +
100 P. decussata + + 101 P. minuta + - 102 P. varians + - 103 Pavona sp. + + 104 Leptoseris mycetoseroides + - 105 L. yabei + - 106 Gardineroseris planulata + - 107 Coeloseris mayeri + + 108 Pachyseris rugosa + + 109 P. speciosa + +
VI FUNGIIDAE
110 Cycloseris patelliformis - + 111 Heliofungia actiniformis - + 112 Heliofungia sp. - + 113 Diaseris distorta + - 114 D. fragilis + - 115 Fungia concinna + + 116 F. echinata - + 117 F. fungites - + 118 F. horrida - + 119 F. molluccensis + - 120 F. paumotensis + + 121 F. repanda + + 122 F. scutaria + - 123 F. talpina - + 124 Fungia sp. + + 125 Polyphyllia talpina + + 126 Halomitra pileus + + 127 Lithophyllon edwardsi + + 128 Podabacia crustacea + + 129 Podabacia sp. + +
bersambung
CRITC-COREMAP 153
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
VII OCULINIDAE 130 Archelia horrescens + + 131 Archelia sp. + - 132 Galaxea astreata + + 133 G. fascicularis + + 134 Galaxea sp. + +
VIII PECTINIDAE
135 Echinophyllia aspera - + 136 Goniastrea favulus - + 137 Goniastrea retiformis - + 138 Goniastrea sp. - + 139 Oxypora glabra - + 140 O. lacera - + 141 Oxypora sp. - + 142 Mycedium elephantotus - + 143 Pectinia alcicornis + + 144 P. ayleni - + 145 P. lactuca + + 146 P. paeonia + + 147 Pectinia sp. + +
IX MUSSIDAE
148 Acanthastrea bowerbanki - + 149 Acanthastrea sp. + + 150 Blastomussa merleti - + 151 Cynarina lacrymalis + + 152 Scolymia vitiensis + + 153 Lobophyllia corymbosa + + 154 L. hataii - + 155 L. hemprichii + + 156 L. pachysepta + + 157 Lobophyllia sp. + + 158 Symphyllia agaricia - + 159 S. radians - + 160 S. recta + +
Bersambung
CRITC-COREMAP 154
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
161 S. valenciennesii + - 162 Symphyllia sp. + +
X MERULINIDAE
163 Hydnophora exesa + - 164 H. microconos + - 165 H. pilosa + + 166 H. rigida + + 167 Hydnophora sp. + + 168 Merulina ampliata + + 169 M. scabricula + - 170 Merulina sp. + + 171 Scapophyllia cylindrica + -
XI FAVIIDAE
172 Barabattoia amicorum + - 173 Barabattoia sp. + - 174 Caulastrea curvata + - 175 C. furcata - + 176 C. tumida - + 177 Cyphastrea chalcidicum + - 178 C. microphthalma - + 179 C. serailia - + 180 Cyphastrea sp. + + 181 Diploastrea heliopora + + 182 Echinopora gemmacea + + 183 E. horrida - + 184 E. lamellosa + + 185 E. mammiformis + + 186 E. pacificus + + 187 Echinopora sp. + + 188 Favia favus + + 189 F. lizardensis + + 190 F. matthaii + + 191 F. pallida + - 192 F. rotundata + +
Bersambung
CRITC-COREMAP 155
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
193 F. speciosa + - 194 Favia veroni + + 195 Favia sp. + + 196 Favites abdita - + 197 F. complanata + - 198 F. halicora + + 199 F. pentagona - + 200 Favites sp. + + 201 Goniastrea favulus + + 202 G. retiformis + + 203 Goniastrea sp. + + 204 Leptastrea pruinosa - + 205 L. purpurea + - 206 L. transversa + + 207 Leptastrea sp. + + 208 Leptoria phrygia + - 209 Montastrea annuligera - + 210 M. curta + - 211 Montastrea sp. + + 212 Oulophyllia bennettae - + 213 O. crispa - + 214 Oulophyllia sp. - + 215 Platygyra daedalea - + 216 P. lamellina - + 217 Platygyra pini + + 218 Platygyra sp. + +
XII TRACHYPHYLLIIDAE
219 Trachyphyllia geoffroyi - + XIII CARYOPHYLLIIDAE
220 Catalaphyllia jardinei - + 221 Euphyllia ancora + + 222 E. cristata + + 223 E. divisa - + 224 E. glabrescens + +
Bersambung
CRITC-COREMAP 156
Sambungan Lampiran 6.
L o k a s i NO. No.
SUKU Jenis Kep. Tambelan P. Mapur
225 Plerogyra sinuosa + + 226 Plerogyra sp. + + 227 Physogyra lichtensteini + +
XIV DENDROPHYLLIIDAE
228 Tubastrea faulkneri - + 229 Turbinaria peltata + - 230 T. mesenterina + - 231 T. stellulata + - 232 Turbinaria sp. + +
XV TUBIPORIDAE
233 Tubipora musica + + XVI HELIOPORIDAE
234 Heliopora coerulea + + XVII MILLEPORIDAE
235 Millepora. tenella + + 236 Millepora sp. + +
XVIII STYLASTERIDAE
237 Distichopora sp. + - 238 Stylaster sp. - +
XIX EUPHYLLIDAE
239 Euphyllia ancora + + 240 E. devisa - + 241 E. glabra - + 242 E. glabrescens - +
XX SIDERATREIDAE
243 Siderastrea sp. - +
Jumlah spesies 181 175
CRITC-COREMAP 157
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Stasiun Karang hidup Acropora Non
Acropora Karang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
KRIR01 57,55 0,94 56,60 0,00 28,30 0,94 0,94 0,94 1,89 9,43 0,00 0,00 0,00 KRIR02 15,24 3,81 11,43 0,00 71,43 0,95 0,95 4,76 1,90 0,00 4,76 0,00 0,00 KRIR03 70,83 8,33 62,50 0,00 0,00 4,17 4,17 20,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIR04 83,33 37,04 46,30 0,00 4,63 4,63 0,93 1,85 0,00 4,63 0,00 0,00 0,00 KRIR05 20,41 8,16 12,24 0,00 66,33 1,02 1,02 5,10 1,02 5,10 0,00 0,00 0,00 KRIR06 57,69 48,08 9,62 0,96 9,62 19,23 0,96 4,81 1,92 4,81 0,00 0,00 0,00 KRIR07 40,43 8,51 31,91 1,06 21,28 5,32 2,13 1,06 2,13 21,28 5,32 0,00 0,00 KRIR08 54,81 11,54 43,27 0,96 19,23 7,69 1,92 4,81 0,96 9,62 0,00 0,00 0,00 KRIR09 33,65 4,81 28,85 0,96 19,23 4,81 0,96 4,81 1,92 33,65 0,00 0,00 0,00 KRIR10 34,78 4,35 30,43 0,00 17,39 0,00 20,00 3,48 2,61 8,70 13,04 0,00 0,00 KRIR11 71,29 1,98 69,31 0,00 19,80 4,95 0,99 0,99 0,00 0,99 0,99 0,00 0,00 KRIR12 22,92 2,08 20,83 0,00 10,42 2,08 2,08 10,42 0,00 41,67 10,42 0,00 0,00 KRIR13 39,62 1,89 37,74 0,00 9,43 0,00 1,89 18,87 1,89 9,43 18,87 0,00 0,00 KRIR14 69,31 14,85 54,46 0,00 7,92 2,97 0,99 9,90 0,99 7,92 0,00 0,00 0,00 KRIR15 68,42 10,53 57,89 0,00 15,79 2,11 2,11 0,00 0,00 10,53 1,05 0,00 0,00 KRIR16 10,00 5,00 5,00 0,00 0,00 15,00 5,00 0,00 5,00 65,00 0,00 0,00 0,00 KRIR17 26,32 15,79 10,53 0,00 0,00 52,63 3,16 0,00 2,11 10,53 5,26 0,00 0,00
bersambung
CRITC-COREMAP 158
Sambungan Lampiran 7
Stasiun Karang hidup Acropora Non
Acropora Karang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
KRIR18 50,00 5,00 45,00 0,00 10,00 25,00 0,00 0,00 5,00 10,00 0,00 0,00 0,00 KRIR19 90,00 85,00 5,00 0,00 5,00 2,00 1,00 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIR20 70,00 10,00 60,00 0,00 5,00 15,00 3,00 0,00 2,00 5,00 0,00 0,00 0,00 KRIR21 25,00 5,00 20,00 0,00 10,00 5,00 3,00 0,00 2,00 55,00 0,00 0,00 0,00 KRIR22 70,00 15,00 55,00 0,00 15,00 5,00 4,00 0,00 1,00 5,00 0,00 0,00 0,00 KRIR23 27,78 5,56 22,22 0,00 38,89 11,11 3,33 0,00 2,22 0,00 16,67 0,00 0,00 KRIR24 40,00 5,00 35,00 0,00 30,00 10,00 5,00 2,00 2,00 3,00 8,00 0,00 0,00 KRIR25 45,00 10,00 35,00 0,00 35,00 5,00 3,00 0,00 2,00 5,00 5,00 0,00 0,00 KRIR26 35,00 10,00 25,00 0,00 30,00 15,00 5,00 0,00 5,00 5,00 5,00 0,00 0,00 KRIR27 20,00 0,00 20,00 0,00 10,00 5,00 3,00 0,00 2,00 60,00 0,00 0,00 0,00 KRIR28 45,00 15,00 30,00 0,00 15,00 30,00 3,00 0,00 2,00 5,00 0,00 0,00 0,00 KRIR29 45,00 10,00 35,00 0,00 35,00 10,00 0,00 0,00 1,00 4,00 5,00 0,00 0,00 KRIR30 50,00 10,00 40,00 0,00 30,00 5,00 5,00 0,00 3,00 7,00 0,00 0,00 0,00 KRIR31 31,31 1,01 30,30 0,00 40,40 10,10 5,05 0,00 1,01 10,10 2,02 0,00 0,00 KRIR32 56,60 18,87 37,74 0,00 28,30 1,89 1,89 0,94 0,94 9,43 0,00 0,00 0,00 KRIR33 56,82 5,68 51,14 0,00 22,73 11,36 2,27 0,00 0,00 5,68 1,14 0,00 0,00 KRIR34 49,59 4,13 45,45 0,00 9,92 1,65 0,83 3,31 18,18 8,26 8,26 0,00 0,00 KRIR35 61,11 5,56 55,56 1,11 11,11 5,56 2,22 5,56 2,22 11,11 0,00 0,00 0,00 KRIR36 61,40 35,09 26,32 0,00 3,51 8,77 3,51 3,51 3,51 12,28 3,51 0,00 0,00 KRIR37 3,00 0,00 3,00 0,00 85,00 0,00 0,00 10,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00
bersambung
CRITC-COREMAP 159
Sambungan Lampiran 7
Stasiun Karang hidup Acropora Non
Acropora Karang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
KRIR38 1,00 0,00 1,00 0,00 15,00 0,00 0,00 60,00 1,00 3,00 20,00 0,00 0,00 KRIR39 0,00 0,00 0,00 0,00 80,00 0,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIR40 40,40 5,05 35,35 0,00 40,40 0,00 0,00 2,02 2,02 15,15 0,00 0,00 0,00 KRIR41 32,71 4,67 28,04 0,00 28,04 0,93 0,93 8,41 0,93 18,69 9,35 0,00 0,00 KRIR42 15,00 5,00 10,00 0,00 70,00 0,00 0,00 5,00 0,00 10,00 0,00 0,00 0,00 KRIR43 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 KRIR44 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10,00 0,00 0,00 90,00 0,00 0,00 KRIR45 5,00 0,00 5,00 0,00 20,00 0,00 0,00 50,00 0,00 5,00 20,00 0,00 0,00 KRIR46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,00 0,00 0,00 80,00 0,00 0,00 KRIR47 4,00 0,00 4,00 0,00 20,00 0,00 0,00 60,00 1,00 5,00 10,00 0,00 0,00 KRIR48 25,00 15,00 10,00 0,00 30,00 5,00 5,00 0,00 3,00 30,00 2,00 0,00 0,00 KRIR49 1,00 0,00 1,00 0,00 10,00 0,00 0,00 70,00 1,00 3,00 15,00 0,00 0,00 KRIR50 25,00 15,00 10,00 0,00 55,00 7,00 0,00 5,00 3,00 5,00 0,00 0,00 0,00 KRIR51 30,00 10,00 20,00 0,00 30,00 5,00 0,00 20,00 0,00 10,00 5,00 0,00 0,00 KRIR52 20,00 10,00 10,00 0,00 40,00 0,00 0,00 30,00 3,00 5,00 2,00 0,00 0,00 KRIR53 6,80 1,94 4,85 0,00 58,25 1,94 1,94 4,85 1,94 19,42 4,85 0,00 0,00 KRIR54 45,22 1,74 43,48 0,00 21,74 1,74 1,74 17,39 6,09 4,35 1,74 0,00 0,00 KRIR55 41,18 1,96 39,22 0,00 29,41 1,96 1,96 19,61 0,98 2,94 1,96 0,00 0,00 KRIR56 22,64 3,77 18,87 0,00 18,87 0,00 0,00 9,43 1,89 18,87 28,30 0,00 0,00 KRIR57 25,77 0,00 25,77 0,00 20,62 1,03 0,00 30,93 1,03 10,31 10,31 0,00 0,00
bersambung
CRITC-COREMAP 160
Sambungan Lampiran 7
Stasiun Karang hidup Acropora Non
Acropora Karang
mati
Karang mati dgn
alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
KRIR58 9,71 0,00 9,71 0,00 9,71 0,00 0,00 38,83 0,97 38,83 1,94 0,00 0,00 KRIR59 0,00 0,00 0,00 0,00 70,00 0,00 0,00 10,00 0,00 20,00 0,00 0,00 0,00 KRIR60 55,00 15,00 40,00 0,00 20,00 5,00 3,00 0,00 2,00 10,00 5,00 0,00 0,00 KRIR61 14,85 2,97 11,88 0,00 54,46 0,00 0,00 9,90 0,99 19,80 0,00 0,00 0,00 KRIR62 19,00 4,00 15,00 0,00 50,00 0,00 0,00 10,00 1,00 15,00 5,00 0,00 0,00 KRIR63 14,85 1,98 12,87 0,00 49,50 0,00 0,00 14,85 0,99 19,80 0,00 0,00 0,00 Rerata
Kep. Tambelan 47,39 12,32 35,07 0,14 19,60 8,64 2,90 3,00 2,26 12,89 3,18 0,00 0,00
Rerata P. Mapur 16,93 3,63 13,30 0,00 34,30 1,10 0,54 19,86 1,22 10,71 15,35 0,00 0,00
Rerata seluruhnya 34,27 8,60 25,74 0,08 25,90 5,41 1,89 10,23 1,81 11,96 8,39 0,00 0,00
Keterangan : Karang hidup = Acropora + Non Acropora
Stas iun di Kepulauan Tambelan = ada 36 s tas iun yai tu KRIR01 - KRIR36 Stas iun di P . Mapur = ada 37 s tas iun yai tu KRIR37 - KRIR63
CRITC-COREMAP 161
Lampiran 8 . Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Stasiun Karang hidup Acropora Non
Acropora Karang
mati
Karang mati
dgn alga
Karang lunak Sponge Fleshy
seaweed Biota lain
Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
KRIL01 69,83 47,27 22,57 0,00 28,27 0,80 0,80 0,00 0,00 0,30 0,00 0,00 0,00 KRIL02 74,80 7,07 67,73 0,00 15,73 1,47 0,50 0,00 0,60 6,57 0,00 0,33 0,00 KRIL03 61,43 6,67 54,77 0,00 30,83 6,47 0,00 0,00 1,27 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL04 60,80 2,97 57,83 0,00 36,30 2,40 0,00 0,17 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 KRIL05 27,53 2,67 24,87 0,00 24,83 8,93 3,60 0,00 2,00 32,27 0,83 0,00 0,00 KRIL06 72,63 62,80 9,83 0,00 20,40 0,00 1,73 4,23 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL07 73,20 2,43 70,77 0,00 15,20 4,47 1,10 0,00 6,03 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL08 55,20 9,70 45,50 1,33 35,37 0,53 0,00 7,57 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL09 65,43 5,07 60,37 0,00 15,47 17,17 0,00 1,17 0,77 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL10 67,10 4,90 62,20 0,00 22,20 9,93 0,27 0,00 0,50 0,00 0,00 0,00 0,00 KRIL11 57,10 1,50 55,60 0,00 23,97 12,40 0,43 0,00 0,00 0,00 4,10 2,00 0,00 KRIL12 52,17 0,87 51,30 0,00 9,03 9,20 1,80 0,00 2,13 16,00 0,00 9,67 0,00 KRIL13 36,40 13,33 23,07 0,00 35,17 3,63 0,83 16,60 3,03 4,33 0,00 0,00 0,00 KRIL14 53,30 10,10 43,20 0,00 33,83 0,00 2,00 0,00 2,03 0,00 8,83 0,00 0,00 KRIL15 42,17 0,00 42,17 0,00 35,70 0,00 1,00 0,00 0,67 20,47 0,00 0,00 0,00 KRIL16 36,20 1,70 34,50 0,00 44,13 1,43 0,07 10,67 0,00 5,33 2,17 0,00 0,00 KRIL17 55,53 25,60 29,93 0,00 31,40 0,00 5,13 0,00 3,77 1,00 3,17 0,00 0,00 KRIL18 64,83 26,23 38,60 0,00 33,17 0,00 1,33 0,00 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan : Karang hidup = Acropora + Non Acropora Stas iun di Kepulauan Tambelan = ada 12 s tas iun yai tu KRIL01 – KRIL12 Stas iun di P . Mapur = ada 8 s tas iun yai tu KRIL13 - KRIL18
CRITC-COREMAP 162
Lampiran 9. Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Stasiun Acanthaster planci CMR Diadema
setosum DrupellaLarge Giant clam
Small Giant clam
Large Holothurian
Small Holothurian Lobster Pencil sea
urchin Trochus niloticus
KRIL01 0 37 17 0 1 0 0 0 0 0 3 KRIL02 0 141 39 1 0 0 0 0 0 1 0 KRIL03 11 472 310 2 2 12 0 0 0 2 6 KRIL04 72 53 43 3 1 1 4 14 2 3 6 KRIL05 0 355 5 4 0 0 0 0 0 4 0 KRIL06 0 44 10 5 0 0 1 0 0 5 16 KRIL07 0 20 52 6 1 0 0 0 0 6 0 KRIL08 0 12 6 7 0 0 0 0 0 7 0 KRIL09 0 338 39 8 6 2 2 0 3 8 0 KRIL10 23 16 36 9 1 2 0 0 6 9 1 KRIL11 0 2 1 10 2 0 0 0 0 10 0 KRIL12 0 42 73 11 1 0 0 0 0 11 0 KRIL13 0 199 208 12 2 0 0 0 0 12 13 KRIL14 0 218 252 13 14 1 0 0 0 13 3 KRIL15 0 101 35 14 4 0 0 0 0 14 0 KRIL16 0 14 21 15 2 0 0 0 0 15 0 KRIL17 0 115 282 16 1 0 0 0 0 16 2 KRIL18 0 0 0 17 0 0 0 0 0 17 0
Kelimpahan di Tambelan (ind./ha) 631 9119 3756 393 89 101 42 83 65 393 190 Kelimpahan Mapur (ind./ha) 0 7702 9500 1036 274 12 0 0 0 1036 214
Kelimpahan seluruhnya (ind./ha) 421 8647 5671 607 151 71 28 56 44 607 198
Keterangan : 12 s tas iun di Kep. Tambelan (KRIL01 – KRIL12) ; 8 s tas iun di P . Mapur (KRIL 13 – KRIL 18)
CRITC-COREMAP 163
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan ( jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kep. Tambelan dan P. Mapur yang diperoleh dengan metode UVC.
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
1 Abudefduf bengalensis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Abudefduf septemfasciatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 4 9 0 4
3 Abudefduf sexfasciatus POMACENTRIDAE MAJOR 35 60 36 0 20 0 50 5 0 0 0 25 15 0 2 5 0 14
4 Abudefduf vaigiensis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Acanthurus melanurus ACANTHURIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Aeoliscus strigatus CENTRISCIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
7 Aetaloperca rogha SERRANIDAE TARGET 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Amblyglyphidodon aureus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
9 Amblyglyphidodon curacao POMACENTRIDAE MAJOR 6 90 33 8 30 31 90 30 53 20 20 45 56 5 0 45 31 40
10 Amblyglyphidodon leucogaster POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
11 Amphiprion clarckii POMACENTRIDAE MAJOR 10 42 0 0 17 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
12 Amphiprion melanopus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
13 Amphiprion ocellaris POMACENTRIDAE MAJOR 0 6 0 0 0 7 10 4 11 0 4 12 0 0 0 0 0 0
14 Amphiprion perideraion POMACENTRIDAE MAJOR 0 2 0 0 0 0 1 2 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0
15 Amphiprion sandaracinos POMACENTRIDAE MAJOR 3 0 0 0 0 3 4 8 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0
16 Anampses geographicus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1
17 Anampses melanurus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 7 0 0 0 0 2 0 1 2 0 0 0 0 2 2
18 Anampses meleagrides LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
19 Anampses sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 3 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 164
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
20 Apogon aureus APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 240 0 0
21 Apogon compressus APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 105 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0
22 Apogon cyanomos APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 Apogon macrodon APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 30 0 4
24 Apogon quenquelineatus APOGONIDAE MAJOR 0 15 3 0 0 0 10 0 7 20 0 10 0 5 4 300 9 10
25 Apogon sealei APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1 10 0 0 0
26 Archamia sp. APOGONIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 10 500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Bleniid BLENNIIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 Bodianus mesothorax LABRIDAE MAJOR 0 0 0 1 0 0 1 2 6 0 0 2 0 0 0 0 0 2
29 Caesio coerulea CAESIONIDAE TARGET 35 5 0 0 10 0 200 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0
30 Caesio cuning CAESIONIDAE TARGET 80 0 0 50 0 90 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0
31 Caesio lunaris CAESIONIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0
32 Caesio teres CAESIONIDAE TARGET 0 120 0 0 40 0 1150 20 0 0 0 0 0 0 65 25 0 40
33 Caranx sp. CARANGIDAE TARGET 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Centropyge vrolicki POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
35 Cephalopholis argus SERRANIDAE TARGET 0 3 2 0 2 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
36 Cephalopholis boenak SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 4
37 Cephalopholis cyanostigma SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 3 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
38 Cephalopholis miniatus SERRANIDAE TARGET 0 2 0 0 1 0 1 0 0 0 1 4 1 0 0 0 0 0
39 Cephalopholis pachycentron SERRANIDAE TARGET 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 3
40 Cephalopholis sp. SERRANIDAE TARGET 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 165
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
41 Cephalopholis urodeta SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
42 Chaetodon adiergastos CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0
43 Chaetodon auriga CHAETODONTIDAE INDICATOR 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
44 Chaetodon baronessa CHAETODONTIDAE INDICATOR 8 0 0 0 0 3 2 0 2 0 2 0 0 0 0 0 0 0
45 Chaetodon bennetti CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Chaetodon melanotus CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
47 Chaetodon octofasciatus CHAETODONTIDAE INDICATOR 8 19 8 6 11 5 22 13 9 11 10 12 9 26 6 6 18 20
48 Chaetodon speculum POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0
49 Chaetodon trifasciatus CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 4 0 0 0 0 2 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 0
50 Chaetodontoplus mesoleucus POMACANTHIDAE MAJOR 0 8 3 1 8 13 13 8 2 2 2 3 3 7 0 0 0 8
51 Cheilinus chlorurus LABRIDAE MAJOR 3 0 0 1 2 0 5 3 0 0 2 1 1 0 0 2 0 2
52 Cheilinus diagrammus LABRIDAE MAJOR 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53 Cheilinus fasciatus LABRIDAE MAJOR 0 6 3 0 0 0 4 2 0 2 2 5 2 0 0 1 0 1
54 Cheilinus oxycephalus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
55 Cheilinus trilobatus LABRIDAE MAJOR 0 3 0 0 1 0 1 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0
56 Cheilinus undulatus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
57 Cheiloprion labiatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0
58 Chelmon rostratus CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 4 5 4 12 2 0
59 Choerodon anchorago LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 3 3 0 2
60 Chromis alpha POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 160
61 Chromis atripectoralis POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 60 0 0 0 0 50 0 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 166
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
62 Chromis ternatensis POMACENTRIDAE MAJOR 200 20 100 70 0 360 20 20 70 278 20 20 7 4 0 0 0 0
63 Chromis viridis POMACENTRIDAE MAJOR 450 40 220 23 50 230 30 20 150 50 25 35 75 0 0 15 75 20
64 Chromis weberi POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 15 0 0 10 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0
65 Chrysiptera cyanea POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 35 0 0 0 0 0 5 8 0 0 4 0 0 0
66 Chrysiptera parasema POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 8 0 0 0 0 4 0 6
67 Chrysiptera rollandi POMACENTRIDAE MAJOR 0 10 11 0 35 0 20 10 20 4 0 17 0 0 0 0 0 0
68 Cirrhilabrus cyanopleura LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 300 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
69 Coris gaimard LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
70 Coris sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
71 Dascyllus reticulatus POMACENTRIDAE MAJOR 13 0 0 0 30 0 0 0 0 3 0 140 0 0 0 0 0 70
72 Dascyllus trimaculatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 13
73 Diproctacanthus xanthurus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0
74 Dischistodus melanotus POMACENTRIDAE MAJOR 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
75 Dischistodus perspecillatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
76 Dischistodus prosopotaenia POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
77 Epibulus insidiator LABRIDAE MAJOR 3 6 0 2 0 0 5 4 0 0 2 3 0 0 0 1 0 3
78 Epinephelus miniata SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
79 Epinephelus ongus SERRANIDAE TARGET 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
80 Epinephelus sexfasciatus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
81 Gomphosus varius LABRIDAE MAJOR 13 2 0 23 0 3 2 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 1
82 Gymnothorax sp. MURAENIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 167
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
83 Halichoeres argus LABRIDAE MAJOR 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 0 0 3 0 0 2
84 Halichoeres chrysus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
85 Halichoeres gymnocephalus LABRIDAE MAJOR 0 2 0 0 1 0 1 2 0 0 1 2 0 0 0 1 0 2
86 Halichoeres hortulanus LABRIDAE MAJOR 0 2 1 1 1 0 1 1 0 3 5 5 0 0 0 0 0 1
87 Halichoeres leocurus LABRIDAE MAJOR 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 3 0
88 Halichoeres marginatus LABRIDAE MAJOR 0 1 2 2 4 0 2 2 0 2 0 3 17 29 1 5 4 5
89 Halichoeres melanurus LABRIDAE MAJOR 12 1 10 8 6 3 3 1 8 0 1 0 22 40 6 8 4 7
90 Halichoeres ornatissimus LABRIDAE MAJOR 17 0 18 13 0 3 0 0 1 11 0 0 0 0 3 0 0 0
91 Halichoeres prosopion LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0
92 Halichoeres purpurescens LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0
93 Halichoeres scapularis LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
94 Halichoeres sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
95 Halichoeres trimaculatus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 22 0 0 31 16 0 0 0 0 0 0 0 0
96 Halichoeres vroliki LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0 2 0
97 Hemiglyphidodon plagiometopon POMACENTRIDAE MAJOR 0 4 0 0 0 0 6 7 0 0 0 0 0 0 0 3 3 6
98 Hemigymnus fasciatus LABRIDAE TARGET 3 2 0 4 1 0 0 2 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0
99 Hemigymnus melapterus LABRIDAE TARGET 7 1 3 3 0 12 3 2 2 0 4 3 2 2 0 1 0 0
100 Heniochus varius CHAETODONTIDAE INDICATOR 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
101 Holocentron rubrum HOLOCENTRIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7
102 Kyphosus vaigiensis KYPHOSIDAE TARGET 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
103 Labrichthys unilineatus LABRIDAE MAJOR 2 1 6 6 1 8 1 0 0 2 0 2 0 0 0 0 0 0 Bersambung
CRITC-COREMAP 168
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
104 Labracinus cyclophthalmus PSEUDOCHROMIDAE MAJOR 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
105 Labracinus sp. PSEUDOCHROMIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
106 Labroides bicolor LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 6 2 0 0 0 0 0 0 0 1
107 Labroides dimidiatus LABRIDAE MAJOR 8 3 7 12 4 6 6 4 12 14 3 2 2 2 2 0 0 3
108 Lutjanus biguttatus LUTJANIDAE TARGET 0 5 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
109 Lutjanus carponotatus LUTJANIDAE TARGET 0 2 0 0 3 0 3 2 0 2 3 0 3 3 8 0 0 2
110 Lutjanus decussatus LUTJANIDAE TARGET 6 3 0 7 7 0 6 2 0 5 7 4 0 0 0 0 0 0
111 Lutjanus fulviflamma LUTJANIDAE TARGET 0 6 0 0 4 0 4 0 1 0 0 9 0 0 0 4 0 0
112 Lutjanus gibbus LUTJANIDAE TARGET 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
113 Lutjanus russeli LUTJANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
114 Lutjanus vitta LUTJANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
115 Monodactylus argenteus MONODACTYLIDAE TARGET 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
116 Muraena sp. MURAENIDAE MAJOR 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
117 Neopomacentrus filamentous POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0
118 Neopomacentrus sp. POMACENTRIDAE MAJOR 0 40 0 0 50 0 1180 46 0 0 15 140 0 0 0 0 0 0
119 Novaculichthys taeniourus LABRIDAE MAJOR 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
120 Oxycheilinus celebicus LABRIDAE TARGET 0 0 0 0 0 8 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0
121 Paraglyphidodon melas POMACENTRIDAE MAJOR 5 2 6 0 0 0 5 3 0 2 3 2 15 15 0 8 0 8
122 Paraglyphidodon nigroris POMACENTRIDAE MAJOR 6 19 26 18 12 13 23 20 33 30 7 15 20 20 1 20 29 5
123 Pentapodus caninus NEMIPTERIDAE TARGET 4 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
124 Pentapodus sp. NEMIPTERIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 169
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
125 Platax orbicularis EPHIPPIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
126 Platax teira EPHIPPIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
127 Plectorhinchus chaetodontoides HAEMULIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 61
128 Plectroglyphidodon lacrymatus POMACENTRIDAE MAJOR 16 6 0 13 2 3 0 0 7 6 7 8 0 0 0 0 13 3
129 Plectropomus leopardus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
130 Plectropomus maculatum SERRANIDAE TARGET 0 1 0 0 0 0 2 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0
131 Plectropomus truncatus SERRANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
132 Pomacanthus imperator POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
133 Pomacanthus sexfasciatus POMACANTHIDAE MAJOR 0 1 0 0 4 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
134 Pomacanthus sextriatus POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
135 Pomacentrus alexanderae POMACENTRIDAE MAJOR 0 100 11 0 100 0 40 60 9 0 0 110 25 107 20 55 36 65
136 Pomacentrus alleni POMACENTRIDAE MAJOR 47 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0
137 Pomacentrus bankanensis POMACENTRIDAE MAJOR 20 6 0 28 28 18 3 0 8 17 20 18 84 20 5 12 30 12
138 Pomacentrus burroughi POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 11 0 40
139 Pomacentrus chrysurus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0
140 Pomacentrus lepidogenys POMACENTRIDAE MAJOR 33 90 36 33 100 30 60 55 52 65 76 100 3 0 0 0 4 28
141 Pomacentrus moluccensis POMACENTRIDAE MAJOR 37 30 23 55 40 197 105 70 35 9 8 55 63 53 3 30 42 75
142 Pomacentrus philippinus POMACENTRIDAE MAJOR 0 4 0 0 0 0 6 13 0 0 8 12 0 0 0 3 0 0
143 Pomacentrus sp. POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0
144 Pomacentrus tripunctatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 2
145 Neopomacentrus filamentous POMACENTRIDAE MAJOR 0 0 3 0 0 0 0 0 8 5 0 0 0 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 170
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
146 Premnas biaculeatus POMACENTRIDAE MAJOR 0 6 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
147 Pseudocheilinus hexataenia LABRIDAE MAJOR 2 0 0 1 0 6 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0
148 Pseudochromis diadema PSEUDOCHROMIDAE MAJOR 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0
149 Pygoplites diacanthus POMACANTHIDAE MAJOR 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0
150 Salarias sp. BLENNIIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
151 Sargocentron melanospilos HOLOCENTRIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
152 Saurida sp. SAURIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
153 Scarus bicolor SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
154 Scarus bleekeri SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 4 0 2 0 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0
155 Scarus bowersi SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 2 0 3 0 0 0 3 1 0 0 0 0 0 0
156 Scarus dimidiatus SCARIDAE TARGET 2 1 0 0 0 0 2 1 0 0 5 2 0 0 0 3 0 2
157 Scarus ghobban SCARIDAE TARGET 5 3 11 6 3 0 6 4 7 10 4 4 0 1 0 10 0 5
158 Scarus hypselopterus SCARIDAE TARGET 0 2 8 9 0 0 0 3 0 0 3 4 0 0 0 0 0 2
159 Scarus longicep SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
160 Scarus niger SCARIDAE TARGET 6 1 0 0 0 0 0 2 0 2 0 3 0 0 0 0 0 0
161 Scarus sordidus SCARIDAE TARGET 4 1 4 0 2 0 1 3 4 2 3 1 0 3 0 1 0 2
162 Scarus spp. SCARIDAE TARGET 0 0 0 0 20 0 35 25 0 0 15 0 0 2 0 0 0 0
163 Scolopsis bilineatus SCOLOPSIDAE TARGET 3 2 0 0 8 3 4 1 0 2 3 3 1 2 0 4 3 0
164 Scolopsis ciliatus SCOLOPSIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
165 Scolopsis lineatus SCOLOPSIDAE TARGET 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 11 0 0
166 Scolopsis margaritifer SCOLOPSIDAE TARGET 0 5 0 2 2 1 1 2 0 2 3 5 0 9 0 0 3 0
Bersambung
CRITC-COREMAP 171
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK KRIL01
KRIL02
KRIL03
KRIL04
KRIL05
KRIL06
KRIL07
KRIL08
KRIL09
KRIL10
KRIL11
KRIL12
KRIL13
KRIL14
KRIL15
KRIL16
KRIL17
KRIL18
167 Scolopsis trilineatus SCOLOPSIDAE TARGET 0 2 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 3 0 0
168 Siganus canaliculatus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0
169 Siganus coralinus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0
170 Siganus guttatus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 3 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
171 Siganus punctatus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
172 Siganus spinus SIGANIDAE TARGET 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0
173 Siganus virgatus SIGANIDAE TARGET 8 2 0 5 2 0 0 0 0 0 6 1 0 0 0 4 0 0
174 Siganus vulpinus SIGANIDAE TARGET 3 8 0 0 2 0 2 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 0
175 Stegastes nigricans POMACENTRIDAE MAJOR 0 3 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 25 2 0 0 0
176 Stethojulis albovittata LABRIDAE MAJOR 0 2 0 0 4 0 0 0 0 0 1 3 0 0 0 0 0 2
177 Stethojulis bandanensis LABRIDAE MAJOR 0 1 8 0 2 0 0 0 4 0 3 0 0 0 0 0 0 0
178 Stethojulis strigiventer LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1
179 Thalassoma hardwickei LABRIDAE MAJOR 0 2 0 0 11 0 2 1 0 0 9 2 0 0 0 0 0 3
180 Thalassoma janseni LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
181 Thalassoma lunare LABRIDAE MAJOR 14 3 10 13 14 15 7 5 19 0 7 6 0 0 0 0 15 0
182 Thalassoma sp. LABRIDAE MAJOR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 16 13 0 0 0 8
Jumlah Individu 1141 862 622 434 1076 1109 3416 1028 589 626 379 982 479 445 203 936 332 803
a. Ikan Major 955 647 585 342 936 977 1915 930 561 580 283 911 438 391 98 840 306 648
b. Ikan Target 169 190 29 86 125 124 1475 85 16 33 80 57 28 23 95 76 6 135
c. Ikan. Indikator 17 25 8 6 15 8 26 13 12 13 16 14 13 31 10 20 20 20
Jumlah jenis 37 67 30 32 56 35 68 53 34 38 57 72 29 34 25 39 20 58