studi banding hukum waris -...

113
STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus Adat Minangkabau) Skripsi Diajukan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Disusun oleh : Yanti Febrina NIM: 106011000040 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Upload: dinhthien

Post on 18-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT DENGAN HUKUM

WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH MAWARIS

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Studi Kasus Adat Minangkabau)

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi

Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

Yanti Febrina NIM: 106011000040

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010

Page 2: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

LEMBAR PENGESAHAN

STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT DENGAN HUKUM

WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH MAWARIS

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Studi Kasus Adat Minangkabau

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi

Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam

Oleh :  

Yanti Febrina NIM: 106011000040

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 3: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS

ADAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH

MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus Adat

Minangkabau)” ditulis oleh Yanti Febrina (106011000040) diajukan kepada

Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah

pada tanggal 26 November 2010 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu,

penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan

Agama Islam.

Page 4: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Yanti Febrina

NIM : 106011000040

Fakultas/ Jurusan : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/ PAI

Judul Skripsi : STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT

DENGAN HUKUM WARIS ISLAM DALAM

KONTEKS FIQH MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM (Studi Kasus Adat Minangkabau)

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya dengan sebenar-benarnya untuk

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S.Pd.I) di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,

maka saya pun bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

ABSTRAK Yanti Febrina. 2010. ”Studi Banding Sistem Hukum Waris Adat Dengan Hukum

Waris Islam Dalam Konteks Fiqh Mawaris Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus Adat Minangkabau)”. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan. Pertama, untuk mendeskripsikan bagaimana sistem pembagian warisan dalam Islam untuk ahli waris laki-laki dan perempuan. Kedua, untuk menjelaskan perbedaan hak waris anak laki-laki dan anak perempuan dari sudut pandang adat Minangkabau.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitiatif dengan metode deskriptif analisis dengan mendeskripsikan konsep hak waris anak laki-laki dan perempuan dari sudut pandang adat dan agama. Dalam penelitian kualitatif akan dilengkapi dengan studi lapangan untuk mendapatkan informasi dari beberapa responden dan studi pustaka pada deskriptif analisis.

Data penelitian ini dikumpulkan secara deskriptif analisis dengan cara. Pertama,observasi dengan menggunakan alat rekaman suara untuk wawancara. Kedua, studi pustaka dengan mencari data mengenai hukum waris adat Minangkabau dan hukum waris Islam melalaui catatan, buku, jurnal, dan lain sebagainya. Ketiga, wawancara secara bebas dan terstruktur. Keempat, dokumentasi yang bertujuan untuk mengabadikan penelitian berupa wawancara yang dilakukan penulis terhadap pemuka adat dan pemuka agama berupa foto, pengambilan gambar atau pemotretan yang dilakukan juga untuk memperkuat data yang diperoleh selama penelitian.

Berdasarkan studi banding yang dilakukan penulis terhadap hukum waris Islam dengan hukum waris adat Minangkabau, dapat disimpulkan. Pertama, implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat Minangkabau tidak terlaksana pada pembagian harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Kedua, implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat Minangkabau hanya terlaksana pada pembagian harta pencaharian dan harta suarang yang dibawa suami istri dalam pernikahan. Akan tetapi, pelaksanaan pewarisan kedua harta tersebut tidak dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan hukum waris Islam yang benar. Ketiga, tidak terdapat keseimbangan antara agama dan adat dalam sistem pembagian harta waris adat Minangkabau, karena hukum waris Islam dengan hukum waris adat Minangkabau sangat berbeda. Hukum waris Islam dilaksanakan dengan sistem bilateral sedangkan hukum waris adat Minangkabau dilaksanakan dengan sistem matrilineal. Keempat, kesadaran masyarakat Minangkabau untuk menyeimbangkan hukum waris adat dengan hukum waris Islam belum tampak adanya disebabkan pola fikir masyarakat yang masih berpegang teguh kepada adat Minangkabau.

Page 6: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

KATA PENGANTAR

ÉΟó¡ Î0 «!$# Ç⎯≈ uΗ÷q §9$# ÉΟŠ Ïm §9$#

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan

kekuatan dan rahmatNya atas nikmat yang berlimpah bagi seluruh makhluk,

kepadaNya kita memohon pertolongan dan ampunan, kepadaNya pula kita

memohon perlindungan. Sholawat dan salam kita haturkan kepada Nabi dan Rasul

junjungan umat Islam, yakni baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga

beliau, sahabat dan seluruh pejuang Islam yang selalu dimuliakan oleh Allah swt.

Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul, ” Studi Banding Sistem Hukum Waris Adat Dengan Hukum Waris Islam

Dalam Konteks Fiqh Mawaris Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus Adat

Minangkabau)” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini bertujuan

untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar sarjana S1, Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam di Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses pembuatan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan

yang dialami penulis, baik yang berhubungan dengan pengaturan waktu,

pengumpulan data-data maupun lain sebagainya. Namun, berkat bantuan dan

motivasi berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan ini dapat diatasi

tentunya dengan izin Allah swt. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah

memberikan fasilitas dan dorongan yang sangat berharga bagi penulis

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Page 7: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

3. Dr. Hj. Siti Salmiah, M.A selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan fikirannya dalam memberikan pengarahan dan bimbingan

kepada penulis guna menyelesaikan tugas skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Agama Islam, yang telah membekali penulis

dengan ilmu yang berharga. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan

Tarbiyah, perpustakaan utama UIN, dan bagian Tata Usaha (TU) Pendidikan

Agama Islam yang telah memberikan pelayanan yang baik.

5. Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah mengizinkan penulis

mengadakan penelitian serta bersedia menjadi nara sumber dalam wawancara

yang dilakukan penulis di Kantor Urusan Kerapatan Adat Nagari Kecamatan

Koto Tangah Padang.

6. Ustadz Syamsuar selaku guru di Musholla Raudhatussalikin Sumatera Barat

yang telah bersedia menjadi nara sumber dalam wawancara yang dilakukan

penulis untuk studi hukum waris Islam.

Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada kedua orang

tua tercinta: Ayahanda Abdul Syair dan Erna yang dengan kasih sayang dan

kesabarannya telah memberi dan mencurahkan kasih sayang yang tak terhingga

kepada penulis, serta memotivasi baik secara moril, materil maupun spirituil. Juga

kepada seseorang yang teristimewa selalu memberi motivasi untuk tetap semangat

dan bertahan hidup jauh dari orang tua. Juga kepada kakak-kakakku tersayang:

Ronal Alexander dan Ulfatmi Sari Dewi yang selalu memberikan motivasi agar

bisa menamatkan pendidikan dan membanggakan orang tua.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman jurusan PAI

khususnya kelas A angkatan 2006 yang telah banyak membantu secara tenaga dan

fikirannya membantu penulis menyelesaikan tugas ini serta memberi motivasi

penulis sehigga skripsi ini cepat selesai. Terima kasih juga atas kebersamaan

selama berada di kampus tercinta. ”Shohibul Alif berbeda tetapi tetap bersama”.

Semoga persahabatan kita tetap terjaga dalam jalinan silaturahmi yang baik.

Page 8: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Akhirnya hanya kepada Allah swt., penulis memohon perlindungan.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para

pembaca yang budiman pada umumnya.

Jakarta, November 2010

Penulis

Page 9: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR ………………………………………..………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………….…….……..... v

DAFTAR TABEL………………………………………….…….……..... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………...... 1

B. Identifikasi Masalah …………………………………............ 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah.…………..……............ 4

D. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5

E. Manfaat Penelitian ………………………………….………. 5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoritis …………………………………………… 6

1. Sistem Pembagian Harta Waris Menurut Hukum

Waris Islam ………..……………………..……………... 6

a. Pengertian Hukum Waris ………...……………….… 6

b. Rukun-rukun Warisan ……………..……………...… 10

c. Syarat-syarat Pewarisan…………..…………………. 20

d. Hak Waris ………………………..…………………. 21

2. Sistem Pembagian Harta Waris Menurut Hukum

Waris Minangkabau ……..…………….……………....... 22

a. Hukum Waris Adat Matrilineal …………………….. 22

b. Ahli Waris ………………………..…………………. 24

c. Harta Pusaka ………………………………………… 26

d. Hak Waris ……………………….………………….. 32

B. Kerangka Berfikir …………………….……………………... 36

Page 10: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………………………………..………….. 38

B. Jenis dan Sumber Data ……………...……………………….. 39

C. Waktu dan Lokasi Penelitian …………….………………….. 39

D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………... 39

E. Teknik Analisis Data ………………………………………… 41

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data ……………………………………..………… 42

1. Sejarah Hukum Waris Islam ….………………………… 42

2. Sejarah Hukum Waris Adat Minangkabau ……………... 44

3. Sejarah Islam di Minangkabau …………......................... 46

B. Analisis Data ……………………………………………….... 48

1. Perbandingan Sistem Hukum Waris Adat dengan

Hukum Waris Islam ……….…………………………….. 48

2. Perbandingan Kasus Pewarisan ………….……………… 51

3. Pandangan Islam Terhadap Sistem Pewarisan Adat

Minangkabau ……….……………..…………………….. 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………... 64

B. Saran …………………………………………………………. 65

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..….… 66

LAMPIRAN……………………………………………………………….. 69

Page 11: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kerangka Konseptual……………………………………..... 37

Tabel 4.1 Pewarisan Menurut Hukum Islam Dengan Sistem Bilateral

(Studi Kasus Jika Istri yang Meninggal) ………..……...….. 54

Tabel 4.2 Pewarisan Menurut Hukum Adat Minangkabau Dengan Sistem

Matrilineal (Studi Kasus Jika Istri yang Meninggal) ...……. 56

Tabel 4.3 Perbandingan Sistem Hukum Waris Islam dengan Hukum Waris

Adat Minangkabau………………….……………….…….. 57

Page 12: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap suku bangsa sejak dari yang tertutup atau primitif sampai

kepada yang terbuka struktur masyarakatnya atau modern, umumnya

mempunyai pandangan hidup sendiri, yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Pandangan hidup suatu suku bangsa atau bangsa ialah perpaduan dari nilai-

nilai yang dimiliki oleh suku bangsa atau bangsa itu sendiri, yang mereka

yakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada suku bangsa atau bangsa

itu untuk mewujudkannya. Suku bangsa Minangkabau (orang Minang), yang

merupakan salah satu suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia

mempunyai pandangan hidup sendiri yang berbeda dengan pandangan hidup

suku-suku bangsa lainnya. Pandangan hidup orang Minang tertuang dalam

ketentuan adat, yang disebut dengan adat Minangkabau.

Dalam tesis yang ditulis oleh Zaim Rais, dikatakan bahwa: In general,

adat is usually understood as local custom which regulates the interaction of

the members of society. But the definition of adat Minangkabau embraces

more than this. It means not only local custom, but, more importantly, is also

conceived as the structural system of society as a whole, of which local custom

is only a component. In this complex sense, adat is believed to establish the

entire value system on which all ethical and legal judgements are based. In

Page 13: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

sum, it may well be said to represent the ideal pattern of behaviour.1 Hal ini

menjelaskan bahwa secara umum, adat pada umumnya dipahami sebagai adat

istiadat setempat yang mengatur interaksi anggota masyarakat. Hanya saja,

definisi adat Minangkabau memeluk lebih dari ini. Adat Minangkabau bukan

hanya sekedar adat istiadat setempat, tetapi juga dipahami sebagai sistem

masyarakat yang struktural secara keseluruhan. Adat dipercaya untuk

menetapkan nilai-nilai berdasarkan aturan-aturan yang etis yang dapat

mewujdukan pola perilaku teladan yang ideal.

Masyarakat provinsi Sumatera Barat menganut sistem adat

Minangkabau yang memiliki sistem matrilineal. Matrilineal berarti sistem ini

berdasarkan garis keturunan ibu. Baik dari segi keturunan maupun pembagian

harta warisan, keduanya ditarik dari garis keturunan ibu. Meskipun

masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal, tetapi adat

Minangkabau tidak mengingkari nasab dari keturunan bapak, buktinya tidak

ada orang Minang yang menyambung nama belakangnya dengan nama

ibunya. Prinsip matrilineal berlaku umum dan alami. Hal ini berarti, secara

alami anak lebih dekat kepada ibunya dibandingkan dengan bapak.

Budaya adat Minangkabau menyangkut persoalan nasab dan warisan

menjadi sorotan tajam pandangan agama Islam. Meskipun pada dasarnya adat

Minangkabau berfalsafahkan kepada “Adat basandi syara’, syara’ basandi

kitabullah”, akan tetapi falsafah ini tidak diterapkan secara seimbang karena

pada kenyataanya masyarakat Minangkabau lebih dominan kepada adat

daripada syara’. Padahal, seharusnya falsafah “Adat basandi syara’, syara’

basandi kitabullah” dipahami sebagai landasan agar adat dipertajam makna

dan fungsinya oleh kuatnya peran syariat. Adat Minangkabau seharusnya

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan ajaran agama Islam yang

berlandasakan kepada Al-Qur’an dan hadist Rasulullah saw., akan tetapi pada

kenyataannya masyarakat Minangkabau lebih banyak berpegang teguh kepada

adat.

                                                             1 Za’im Rais, The Minangkabau Traditionalist Response To The Modernist Movement, (Canada: Institute of Islamic Studies McGill University, 1994), h. 7

Page 14: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Ketidakseimbangan adat dan syara’ di Minangkabau tampak pada

persoalan nasab anak yang harus mengikuti suku2 sang ibu. Begitu juga dalam

perihal pembagian hak waris dan perihal harta pusaka. Anak laki-laki di

Minangkabau tidak memperoleh hak waris, karena harta pusaka diwariskan

menurut garis keturunan ibu. Hal ini tentu saja berlawanan dengan ajaran

Islam yang telah mengajarkan bahwa pelaksanaan hukum waris dilakukan

secara bilateral dimana anak laki-laki dan anak perempuan mendapat

bagiannya masing-masing.

Apalagi jika dilihat dari kacamata Pendidikan Agama Islam. Dalam

Pendidikan Agama Islam, khususnya dalam Fiqh Mawaris yang menjadi

modul pembelajaran dalam perkuliahan Pendidikan Agama Islam, perihal adat

yang membagi harta warisan kepada anak perempuan lebih besar daripada

anak laki-laki tentu saja menimbulkan ketidakseimbangan antara pandangan

hukum adat dan agama. Hal ini dikarenakan melihat begitu berbedanya sistem

pembagian harta warisan adat di Minangkabau dengan sistem hukum

pembagian harta warisan dalam Islam.

Adat Minangkabau yang melestarikan budaya pembagian harta

warisan lebih besar kepada wanita sangat bertentangan dengan pembagian

harta warisan dalam Islam lebih besar kepada laki-laki, padahal faktanya

Minangkabau memiliki falsafah “Adat basandi syara’, syara’ basandi

kitabullah”. Falsafah tersebut mengartikan bahwa adat yang berlaku atau

kebiasaan-kebiasaan yang di tengah masyarakat seperti jual beli, perkawinan,

pembagian harta waris dan lain-lain tidak boleh bertentangan dengan yang

telah disyariatkan di dalam Al-Qur’an.

                                                             2 MD. Mansoer, Amrin Imran dkk menuliskan dalam buku Sedjarah Minang, bahwa Yang dimaksud dengan “suku” artinya kaki. Sesuku mengandung makna “sekaki”, seperempat bagian dari seekor hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau dsb. Suku berarti seperempat bagian. Itulah asal mula pengertian kata “suku” di Minangkabau. Suku menggambarkan kelompok berdasarkan ikatan darah dari pihak atau garis ibu. Suku berdasarkan pengelompokkan ikatan darah dari pihak atau garis ibu mengandung pengertian “genealogis”.

Page 15: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Pada kenyataannya terjadi ketidakseimbangan antara pandangan adat

dan agama dalam hal pembagian harta pusaka kepada anak laki-laki di

Minangkabau. Hal ini tentu saja menimbulkan anggapan bahwa dalam

pandangan adat Minangkabau, anak laki-laki memiliki status yang rendah. Ini

tentu saja dilatarbelakangi oleh kurangnya kesadaran masyarakat

Minangkabau untuk menyeimbangkan hukum adat dan hukum agama dalam

masalah waris.

Dengan adanya latar belakang tersebut, maka saya bermaksud untuk

menjelaskan konsep hak waris untuk anak laki-laki dan perempuan dari sudut

pandang agama dan adat. Oleh itu judul skripsi yang akan saya ajukan

berjudul “STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT

DENGAN HUKUM WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH

MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus Adat

Minangkabau)”

B. Identifikasi Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka timbul pernyataan

atau masalah sebagai berikut:

1. Implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat Minangkabau

tidak terlaksana secara utuh.

2. Kurang terwujudnya falsafah “Adat basandi syara’, syara’ basandi

kitabullah”dalam kehidupan sosial keluarga.

3. Rendahnya status anak laki-laki dalam pandangan adat.

4. Kurangnya kesadaran masyarakat Minangkabau untuk menyeimbangkan

hukum adat dan hukum agama dalam masalah waris.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan memberi arahan yang tepat, maka penulis

memberi batasan dalam masalah ini, yaitu:

Page 16: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

a. Implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat

Minangkabau tidak terlaksana secara utuh.

b. Kurangnya kesadaran masyarakat Minangkabau untuk

menyeimbangkan hukum adat dan hukum agama dalam masalah waris.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

“ Sejauh mana implementasi hukum waris Islam dalam pelaksanaan

hukum waris adat Minangkabau dan adakah keseimbangan antara hukum

Islam dan hukum adat dalam pembagian harta waris adat Minangkabau ? “

D. Tujuan Penelitian

Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan :

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana sistem pembagian warisan dalam

Islam untuk ahli waris laki-laki dan perempuan.

2. Untuk menjelaskan perbedaan hak waris anak laki-laki dan anak

perempuan dari sudut pandang adat Minangkabau.

E. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, penulis mengharapkan adanya berbagai manfaat

sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan gambaran bagaimana sistem pembagian warisan

dalam Islam untuk ahli waris laki-laki dan perempuan.

2. Untuk mendapatkan gambaran tentang perbedaan hak waris anak laki-laki

dan anak perempuan dari sudut pandang adat Minangkabau

    

Page 17: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

BAB II

KAJIAN TEORI

STUDI BANDING SISTEM HUKUM WARIS ADAT DENGAN HUKUM

WARIS ISLAM DALAM KONTEKS FIQH

MAWARIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Studi Kasus Adat Minangkabau)

A. Deskripsi Teoritis

1. Sistem Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Waris Islam

a. Pengertian Hukum Waris

Hukum kewarisan Islam biasa disebut dengan faraidh. Adapun yang

dimaksud dengan faraidh adalah masalah-masalah pembagian harta

warisan. Kata al-fara’idh atau diIndonesiakan menjadi faraidh yakni

bentuk jamak dari al-faraidhah yang bermakna al-mufradhah atau sesuatu

yang diwajibkan. Artinya pembagian yang telah ditentukan kadarnya.3

Menurut syariat, faraidh didefinisikan sebagai hukum yang

mengatur pembagian harta waris, yang berdasarkan ketentuan Allah swt.

dan Rasulullah saw., karena langsung bersumber dari Allah swt. Tuhan

yang menciptakan manusia dan Maha Tahu kebutuhan manusia, maka

hakikatnya tidak ada lagi alasan bagi manusia khususnya kaum muslimin

                                                             3 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Puslishing, 2004), h. 11

Page 18: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

untuk menentangnya ataupun mengubahnya dari apa yang telah ditetapkan

oleh Allah swt. dan Rasulullah saw. tentang pembagian harta waris

tersebut.4

Sedangkan dalam pasal 171 huruf a dari Kitab Kompilasi

menyatakan: Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (irkah) pewaris menentukan

siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya

masing-masing. Sedangkan pewaris menurut pasal 171 huruf b, adalah

orang yang pada saat meninggalnya atau dinyatakan meninggal

berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli

waris dan harta peninggalan.5

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka penulis

menyimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang

pemberian harta warisan dari seseorang yang meninggal kepada ahli

warisnya yang telah ditentukan dalam syariat Islam.

Pada hakikatnya tidak ada lagi alasan bagi manusia khususnya

kaum muslimin untuk menentang ataupun mengubah apa yang telah

ditetapkan oleh Allah swt. dan Rasulullah saw. tentang pembagian harta

warisan tersebut.

Hukum faraidh dijelaskan sendiri oleh Allah swt. secara rinci

dalam Al-Qur’an karena Allah swt. menghendaki agar hukum faraidh ini

dilaksanakan secara konsisten tanpa adanya perbedaan penafsiran, tidak

dikalahkan oleh hukum adat, tidak pula dikalahkan oleh isu persamaan

gender.

Menurut hukum faraidh, bagian waris yang diterima oleh seorang

ahli waris sudah ditetapkan menurut ketentuan Allah swt. dan Rasulullah

saw. dan besar kecilnya sangat tergantung pada keberadaan ahli waris lain

                                                             4 Subchan Bashori, Al-Faraidh Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam, (Jakarta: Nusantara Publissher, 2009), h. 1 5 Idris Djakfar, SH dan Taufik Yahya, SH, MH, Kompilasi Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 3

Page 19: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

yang secara bersama-sama mempunyai hak waris sehingga bagian seorang

ahli waris dapat berbeda dalam kondisi yang berbeda.

Namun, meskipun demikian hak waris adalah hak individu, yang

boleh saja digunakan dan boleh pula tidak digunakan, tergantung kepada

pemilik hak waris. Misalnya jika seorang ahli waris tidak mengambil hak

warisnya karena merasa telah tercukupi kebutuhannya, selanjutnya hak

warisnya diberikan kepada ahli waris lain yang lebih membutuhkan, maka

hal ini dibolehkan asalkan ada kesepakatan dan kerelaan dari tiap-tiap ahli

waris, setelah masing-masing mengetahui dan memahami hak-haknya atau

bagiannya menurut ketentuan al-faraidh.

Dengan demikian, ada beberapa hal yang menjadi point penting

dalam sistem hukum waris Islam, yaitu:

1) Hukum waris Islam memberi kebebasan penuh kepada seseorang

untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada

orang lain.

2) Yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas

harta warisan.

3) Warisan terbatas pada lingkungan keluarga dengan adanya hubungan

perkawinan atau karena hubungan nasab.

4) Hukum waris Islam membagikan harta warisan dengan membagikan

bagian tertentu kepada beberapa ahli waris.

5) Warisan lebih banyak diberikan kepada anak laki-laki sebab anak laki-

laki yang akan memikul beban keluarga.

Mengingat pentingnya al-faraidh, maka setiap muslim tidak saja

diperintahkan untuk mempelajari al-faraidh, tetapi sekaligus diperintahkan

untuk mengajarkan ilmu faraidh kepada orang lain. Sebagaimana sabda

Nabi Muhammad saw. :6

                                                             6 Subchan Bashori, Al-Faraidh Cara Mudah…, h. 3

Page 20: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

تعلموا الفرائض وعلموه الناس فإنه « :قال -صلى اهللا عليه وسلم-ة أن النبى عن أبى هرير

7نصف العلم وهو ينسى وهو أول شىء ينتزع من أمتى

“Dari Abi Hurairah, sesungguhnya Nabi saw. bersabda: ‘pelajarilah al-faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain, maka sesungguhnya al-faraidh itu setengah dari ilmu, mudah dilupakan orang, dan yang pertama kali menghilang dari umatku’”.(H.R Baihaqi dan Hakim)

Hadis di atas menempatkan perintah mempelajari dan mengajarkan

ilmu faraidh sejalan dengan perintah mempelajari dan mengajarkan Al-

Quran. Hal ini tidak lain karena ilmu faraidh adalah salah satu cabang

ilmu yang penting dalam rangka mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Para ulama berpendapat bahwa mempelajari Fiqih Mawaris adalah

fardhu kifayah, artinya kewajiban yang apabila ada sebagian orang yang

telah memenuhinya, dapat menggugurkan kewajiban semua orang. Tetapi

apabila tidak ada seorang pun yang menjalani kewajiban itu, maka semua

orang menanggung dosa.

Di sisi lain, mempelajari ilmu faraidh menjadi fardhu ain bagi

orang-orang yang oleh masyarakat dipandang sebagai pemimpin, terutama

pemimpin keagamaan. Karena di dalam sebuah komunitas masyarakat,

pemimpin sangatlah berpengaruh terhadap kemaslahatan komunitas

masyarakat tersebut.

Oleh karena itu, dengan mempelajari atau memahami faraidh

diharapkan dapat menjamin bahwa harta waris benar-benar diberikan

kepada yang berhak, sekaligus menjamin agar terhindar dari perampasan

hak orang lain dengan cara yang batil. Dan Allah swt. telah mengingatkan

agar setiap manusia tidak melakukan kebiasaan seperti orang-orang kafir

yang suka memakan harta waris yang bukan menjadi haknya.

Sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Al-Fajr ayat 19:

                                                             7 Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz 6, h. 208

Page 21: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

šχθ è=à2 ù's?uρ y^#u—I9$# Wξ ò2 r& $ tϑ ©9 ∩⊇®∪

“Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)”

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa dan kamu senantiasa

memakan yakni mengambil dan menggunakan harta pusaka untuk

kepentingan diri sendiri dengan cara menghimpun yang halal bersama

yang haram. Kamu mengambil seluruh hak kamu dan mengambil juga

warisan anak-anak yatim serta warisan wanita-wanita.

Kata lammam dari lamma yang berarti menghimpun. Pada masa

jahiliah kaum musyrikin tidak memberi warisan kepada anak-anak yatim

dan istri yang ditinggal, bahkan istri yang suaminya mati pun tidak jarang

mereka warisi. Dalih mereka adalah bahwa warisan hanya diperuntukkan

bagi siapa yang terlibat dalam pereperangan atau membela suku, dalam hal

ini adalah para lelaki yang dewasa.

b. Rukun-rukun Warisan

Rukun warisan ada tiga: yakni si mayit sebagai pemberi warisan,

ahli waris dan harta yang hendak diwariskan.8

1) Si Mayit Sebagai Pemberi Warisan

Yang dimaksud dengan si mayit sebagai pemberi warisan,

adalah si mayit setelah memastikan wafatnya, baik itu dengan melihat

langsung atau dengan memperkirakan wafatnya dengan indikasi dan

tanda-tanda yang disetjui oleh syara’ dan telah meninggalkan sejumlah

harta bagi selain dia.

2) Ahli Waris

Yang dimaksud dengan ahli waris adalah mereka yang dalam

keadaan hidup ketika wafatnya si mayit, baik itu diketahui dengan

                                                             8 Abu Zakariya Al-Atsari, Penuntun Ringkas Ilmu Faraidh/ Warisan, (Bekasi: Pustaka Daar El-Salam, 2008), h. 35

Page 22: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

sebenar-benarnya ataukah diperkirakan keberadaannya setelah

wafatnya si mayit dan memiliki hubungan nasab, nikah dan sebab-

sebab pewarisan lainnya.

Pewaris adalah orang yang meninggal dunia, baik laki-laki

maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta benda maupun

hak-hak yang diperoleh selama hidupnya, baik dengan surat wasiat

maupun tanpa surat wasiat. Ahli waris adalah seseorang atau beberapa

orang yang berhak mendapat bagian dari harta peninggalan.

Pewaris ialah setiap orang yang meninggal dengan

meninggalkan harta kekayaan, sedangkan ahli waris ialah orang yang

bernisbah (memiliki akses hubungan) kepada si mayit karena ada salah

satu dari beberapa sebab yang menimbulkan kewarisan.9

Selain itu ahli waris juga dapat diartikan sebagai pemahaman

tentang sejumlah orang yang mempunyai hubungan sebab-sebab untuk

dapat menerima warisan harta atau perpindahan harta dari orang yang

meninggal tanpa terhalang secara hukum untuk memperolehnya.10

Ahli waris laki-laki secara terperinci, yaitu:11

a) Anak laki-laki b) Cucu laki-laki dari keturunan laki-laki betapapun rendah

menurunnya c) Ayah d) Kakek betatapapun tinggi menanjaknya e) Saudara laki-laki sekandung f) Saudara seayah g) Saudara seibu h) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung i) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah j) Paman sekandung k) Paman seayah l) Anak laki-laki paman sekandung m) Anak laki-laki paman seayah n) Suami

                                                             9 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 113 10 A. Sukris Sarmadi, Transedensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 34 11 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris…,h. 81

Page 23: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

o) Orang atau budak yang dimerdekakan

Pembagian ahli waris tersebut berdasarkan firman Allah dalam

QS. An-Nisa: 11 yang berbunyi:

ÞΟä3Š Ϲθ ムª!$# þ’ Îû öΝà2 ω≈ s9÷ρ r& ( Ìx.©%# Ï9 ã≅ ÷VÏΒ Åeáym È⎦ ÷⎫u‹sVΡW{$# 4 β Î* sù £⎯ä. [™!$ |¡ÎΣ s−öθ sù È⎦ ÷⎫tG t⊥ øO $#

£⎯ßγ n= sù $ sVè= èO $ tΒ x8ts? ( βÎ)uρ ôMtΡ% x. Zο y‰Ïm≡uρ $ yγ n= sù ß#óÁ ÏiΖ9$# 4 Ïμ ÷ƒ uθ t/L{uρ Èe≅ä3Ï9 7‰Ïn≡uρ $ yϑ åκ÷]ÏiΒ

⨠߉¡9$# $ £ϑ ÏΒ x8ts? βÎ) tβ% x. …çμ s9 Ó$ s!uρ 4 βÎ* sù óΟ©9 ⎯ä3tƒ …ã& ©! Ó$ s!uρ ÿ…çμ rO Í‘ uρ uρ çν#uθ t/r& Ïμ ÏiΒ T| sù ß]è= ›W9 $#

4 β Î* sù tβ% x. ÿ…ã& s! ×ο uθ ÷z Î) Ïμ ÏiΒ T| sù ⨠߉¡9$# 4 .⎯ÏΒ Ï‰÷è t/ 7π §‹Ï¹ uρ © Å»θ ム!$ pκÍ5 ÷ρ r& A⎦ ø⎪ yŠ 3 öΝä.äτ !$ t/#u™

öΝä.äτ !$ oΨö/r&uρ Ÿω tβρ â‘ ô‰s? öΝßγ •ƒ r& Ü>tø% r& ö/ä3s9 $ YèøtΡ 4 Zπ ŸÒƒÌsù š∅ ÏiΒ «!$# 3 ¨β Î) ©!$# tβ% x. $ ¸ϑŠ Î= tã

$ VϑŠ Å3ym ∩⊇⊇∪

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Pada ayat ini, Allah swt. memulainya dengan anak laki-laki

karena anak laki-laki didahulukan dalam hukum waris, termasuk

didahulukan daripada ayah. Hal tersebut dilakukan karena anak laki-

laki merupakan furu’ (keturunan) si mayit, dimana hubungan furu’

Page 24: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

dengan asalnya lebih utama ditimbang hubungan asal dengan furu’-

nya.

Ayat ini menegaskan bahwa ada hak buat lelaki dan perempuan

berupa bagian tertentu dari warisan ibu bapak dan kerabat yang akan

diatur Allah Tuhan Yang Maha Tinggi itu. Nah, ayat ini merinci

ketetapan-ketetapan tersebut dengan menyatakan bahwa Allah

mewasiatkan kamu, yakni mensyariatkan menyangkut pembagian

pusaka untuk anak-anak kamu, yang perempuan maupun lelaki,

dewasa maupun anak-anak.12

Yaitu, bagian seorang anak lelaki dari anak-anak kamu, kalau

bersamanya ada anak-anak perempuan dan tidak ada halangan yang

ditetapkan agama baginya untuk memperoleh warisan, misalnya

membunuh pewaris atau berbeda agama dengannya, maka dia berhak

memperoleh warisan yang kadarnya sama dengan bagian dua orang

anak perempuan sehingga jika dia hanya berdua dengan saudara

perempuannya maka dia mendapat dua pertiga dan saudara

perempuannya mendapat sepertiga, dan jika anak itu semuanya

perempuan lebih dari dua, dan tidak ada bersama keduanya seorang

anak lelaki maka bagi mereka dua pertiga dari harta warisan yang

ditinggalkan yang meninggal itu; jika anak perempuan itu seorang diri

saja tidak ada waris lain yang berhak bersamanya, maka ia

memperoleh setengah tidak lebih dari harta warisan itu.

Setelah mendahulukan hak-hak anak, kerena umumnya mereka

lebih lemah dari orang tua, kini dijelaskan hak ibu bapak karena

merekalah yang terdekat kepada anak, yaitu dan untuk kedua orang ibu

bapaknya, yakni ibu bapak anak yang meninggal, baik yang meninggal

lelaki maupun perempuan , bagi masing-masing keduanya, yakni bagi

ibu dan bapak seperenam dari harta yang ditinggalkan, jumlah itu

menjadi haknya jika yang meninggal itu mempunyai anak, tetapi jika

orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak baik lelaki maupun                                                              12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ....., vol. 2, h. 359

Page 25: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

perempuan dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya

mendapat sepertiga dan selebihnya buat ayahnya, ini jika yang

meninggal itu tidak mempunyai saudara-saudara.

Tetapi jika yang meninggal itu mempunyai beberapa yakni dua

atau lebih saudara baik saudara seibu sebapak maupun hanya seibu

atau sebapak, lelaki atau perempuan dan yang meninggal tidak

mempunyai anak-anak maka ibunya yakni ibu dari yang meninggal itu

mendapat seperenam dari harta warisan, sedang ayahnya mendapat

sisanya, sedang saudara-saudara itu tidak mendapat sedikitpun

warisan. Pembagian-pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi

wasiat yang ia buat sebelum kematiannya atau juga sesudah dipenuhi

wasiat yang ia buat sebelum kematiannya atau dan juga setelah

sesudah dilunasi utangnya bila ia berhutang.

Orang tua kamu dan anak-anak kamu yang Allah rinci

pembagiannya ini, ditetapkan Allah sedemikian rupa karena kamu

tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat dengan

manfaatnya bagi kamu sehingga kamu yang menetapkannya kamu

akan keliru. Karena itu laksanakanlah dengan penuh tanggung jawab

karena ini adalah ketetapan yang turun langsung dari Allah.

Sesugguhnya Allah sejak dahulu hingga kini dan masa datang selalu

Maha Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Bijaksana dalam segala

ketetapan-ketetapan-Nya.

FirmanNya “bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian

dua orang anak perempuan” mengandung penekanan pada bagian anak

perempuan. Karena dengan dijadikannya bagian anak perempuan

sebagai ukuran buatan bagian anak lelaki, maka itu berarti sejak semua

seakan-akan sebelum ditetapkannya hak anak lelaki dan hak anak

perempuan telah terlebih dahulu ada. Bukankah jika anda akan

mengukur sesuatu, terlebih dahulu anak harus memiliki alat ukur, baru

kemudian menetapkan kadar ukuran sesuatu itu? Penggunaan redaksi

Page 26: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

ini, adalah untuk menjelaskan hak perempuan memperoleh warisan,

bukan seperti yang diberlakukan pada masa jahiliah.

Pemilihan kata zakar yang diterjemahkan di atas dengan anak

lelaki dan bukan rajul yang berarti lelaki untuk menegaskan bahwa

usia tidak menjadi faktor pengahalang bagi penerimaan warisan,

karena kata zakar dari segi bahasa berarti jantan, lelaki kecil maupun

besar.

FirmanNya “bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian

dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan

lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan”, penggalan ayat ini tidak menjelaskan berapa bagian

yang diperoleh seandainya yang ditinggal dua orang perempuan.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa bagian dua orang perempuan

sama dengan bagian lebih dari dua orang perempuan. Riwayat tentang

sebab turunnya ayat ini, disamping sekian istinbath hukum yang ditarik

dari ayat-ayat waris menjadi alasan pendapat ini. Riwayat tersebut

menyatakan bahwa:

رأة سعد بن الربيع بابنتيها من سعد إلى رسول الله صلى عن جابر بن عبد الله قال جاءت اموم أحد شهيدا الله عليه وسلم فقالت یا رسول الله هاتان ابنتا سعد بن الربيع قتل أبوهما معك ی

مالهما فلم یدع لهما مالا ولا تنكحان إلا ولهما مال قال یقضي الله في ذلك وإن عمهما أخذتي سعد فنزلت آیة الميراث فبعث رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عمهما فقال أعط ابن

13لثين وأعط أمهما الثمن وما بقي فهو لكالث “Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : Istri Sa’ad bin Rabi’ pernah datang kepada Rasulullah saw. bersama kedua putrinya (Sa’ad bin Robi’) kemudia berkata: ‘Ya Rasulullah, inilah kedua putri Sa’ad bin Robi’, ayahnya gugur sebagai syahid bersamamu dalam perag Uhud. Sesungguhnya pamannya telah mengambil hartanya tanpa meninggalkan sedikitpun harta untuk mereka berdua. Dan mereka tidak dapat dinikahkan kecuali mereka punya harta.’ Rasulullah saw bersabda: ‘Allah akan memutuskan permasalahan ini.’ Lalu turunlah ayat waris, maka Rasulullah saw mengirim seseorang menemui paman mereka (kedua putri Sa’ad bin Robi’) dan bersabda: ‘Berilah kedua putrid Sa’ad dua pertiga, berilah ibu mereka (istri sa’ad)

                                                             13 Al-Albani, Sunan Tirmidzi, Juz. 7, h. 437

Page 27: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

seperdelapan dan sisanya untukmu (saudara laki-laki Sa’ad).” (H.R Tirmidzi, Ibnu Majah)14

Alasan berdasarkan istinbath, antara lain adalah bahwa Allah

saw. telah menjadikan bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian

dua orang anak perempuan. Sehingga bila seseorang meninggalkan

seorang anak lelaki dan dua orang anak perempuan, maka dalam kasus

ini anak lelaki mendapat dua pertiga dan saudara perempuannya

mendapat sepertiga. Nah, dua pertiga ketika itu dipersamakan dengan

hak dua orang perempuan. Bukankah Allah swt. menyatakan bahwa hak

anak lelaki dua kali banyaknya hak anak perempuan?

Adapun ahli waris perempuan yang telah disepakati dapat

mewarisi adalah:

a) Anak perempuan b) Cucu dan cicit perempuan serta generasi di bawahnya c) Ibu d) Nenek seibu e) Nenek seayah f) Saudara perempuan sekandung g) Saudara perempuan seayah h) Saudara perempuan seibu i) Istri j) Perempuan yang membebaskan budak

Berdasarkan keterangan di atas mengenai ahli waris laki-laki

dan perempuan, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini :

a) Yang dimaksud dengan kakek laki-laki adalah kakek laki-laki yang

dinasabkan pada si mayit dan dalam garis keturunannya tidak

dijumpai garis nasab wanita.

b) Yang dimaksud dengan paman dari nasab laki-laki adalah saudara

laki-laki bapak dari nasab laki-laki pula, baik itu saudara

kandungnya ataukah se-bapak saja.

                                                             14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ..., vol. 2, h. 361

Page 28: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

c) Yang dimaksud dengan anak wanita dari saudara laki-laki hingga

ke bawah adalah kemenakan dari nasab laki-laki yang bersambung

dalam garis nasab laki-laki saja.

d) Yang dimaksud dengan nenek dari pihak ibu pada nasab wanita

adalah semua nenek dalam garis nasab wanita saja. Artinya, jikalau

dalam garis nasab itu diselingi dengan nasab laki-laki maka ia

sama sekali bukan ahli waris si mayit.

e) Yang dimaksud dengan nenek dari pihak bapak baik dari nasab

wanita ataukah laki-laki dalam garis nasab wanita adalah garis

nasab yang tidak diselingi dengan nasab selainnya. Jika nenek itu

dari garis nasab wanita maka tidak boleh dijumpai adanya nasab

laki-laki di antara dua nasab wanita, demikian halnya jika dari

nasab laki-laki, maka tidak boleh dijumpai adanya nasab wanita

antara kakek si mayit dan si mayit itu sendiri.

f) Jikalau ke semua ahi waris laki-laki ada, maka yang berhak

mendapatkan warisan hanya lima saja, anak wanita, cucu wanita

dari nasab laki-laki, ibu, saudara kandung wanita dan istri.

g) Dan jika kesemua ahli waris wanita dan laki-laki bertemu/ ada,

maka warisan hanya berhak diberikan kepada lima orang saja,

yaitu: kedua orang tua si mayit (ibu atau bapak), anak laki-laki

maupun wanita, suami mayit ataukah istrinya.

3) Harta yang Hendak Diwariskan

Warisan atau harta peninggalan menurut hukum Islam yaitu

sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia

dalam keadaan bersih. Artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh

para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, setelah

dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan

Page 29: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si

peninggal waris.15

Sedangkan menurut Abu Zakariya Al-Atsary menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan harta warisan adalah harta baik itu

berupa harta benda, uang, atau kepemilikan yang memiliki nilai dan

serupa dengan itu, yang ditinggalkan oleh si mayit bagi para ahli

warisnya.16

Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan jenis harta yang dilarang

mengambilnya dan jenis harta yang boleh diambil dengan jalan yang

baik, diantara harta yang halal (boleh) diambil ialah harta pusaka. Di

dalam Al-Qur’an dan Hadis telah diatur cara pembagian harta pusaka

dengan seadil-adilnya, agar harta itu menjadi halal dan berfaedah.

Sebagaimana firman Allah swt. dalam Al-Qur’an surat An-Nisa: 7:17

ÉΑ% y Ìh= Ïj9 Ò=ŠÅÁ tΡ $ £ϑÏiΒ x8ts? Èβ#t$ Î!≡uθ ø9$# tβθç/tø% F{$#uρ Ï™!$ |¡ÏiΨ=Ï9uρ Ò=ŠÅÁ tΡ $ £ϑ ÏiΒ x8ts? Èβ#t$ Î!≡uθ ø9$#

šχθ ç/tø% F{$#uρ $ £ϑ ÏΒ ¨≅ s% çμ ÷ΖÏΒ ÷ρ r& uèYx. 4 $Y7ŠÅÁ tΡ $ZÊρ ãø¨Β ∩∠∪

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”

Ayat ini menjelaskan hak lain yang harus diturunkan dan yang

dalam kenyataan di masyarakat sering diabaikan, yaitu hak-hak waris.

Dapat juga dikatakan bahwa setelah ayat yang lalu memerintahkan

untuk menyerahkan harta kepada anak-anak yatim, wanita dan kaum

lemah, maka seakan-akan ada yang bertanya: “darimanakan wanita

dan anak-anak itu memperoleh harta?” maka diinformasikan dan

ditekankan disini bahwa bagi laki-laki dewasa atau anak-anak yang

                                                             15 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 13 16 Abu Zakariya Al Atsary, Penununtun Ringkas…, h. 36 17 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), h. 346

Page 30: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

ditinggal mati orang tua dan kerabat, ada hak berupa bagian tertentu

yang akan diatur Allah setelah turunnya ketentuan umum ini dari harta

peninggalan ibu bapak dan para kerabat. Karena ketika itu mereka

tidak memberi harta peninggalan kepada wanita dengan alasan mereka

tidak ikut berperang, maka secara khusus dan mandiri ayat ini

menekankan bahwa dan bagi wanita, baik dewasa maupun anak-anak

ada juga hak berupa bagian tertentu.18

Supaya tidak ada kerancuan menyangkut sumber hak mereka

itu, ditekankan bahwa hak itu sama sumbernya dari perolehan lelaki,

yakni dari harta peninggalan ibu bapak dan para kerabat dan agar lebih

jelas lagi persamaan hak itu, ditekankan sekali lagi bahwa baik harta

peninggalan itu sedikit atau banyak, yakni hak itu adalah menurut

bagian yang ditetapkan oleh Yang Maha Agung, Allah swt.

Kata rijali yang diterjemahkan lelaki, dan nisa yang

diterjemahkan perempuan, ada yang memahaminya dalam arti mereka

yang dewasa, dan ada pula yang memahaminya mencakup dewasa dan

anak-anak. Pendapat kedua ini lebih tepat, apalagi bila dikaitkan

dengan sebab turunnya ayat ini, yang menurut salah satu riwayat

bahwa seorang wanita bernama Ummu Kuhlah yang dikaruniai dua

orang anak perempuan hasil pernikahannya dengan Aus bin Tsabit

yang gugur dalam perang Uhud. Ummu Kuhlah datang kepada Rasul

saw. mengadukan paman putri itu, yang mengambil semua

peninggalan Aus, tidak menyisakan sedikitpun untuknya dan kedua

anaknya. Rasulullah saw. menyuruh mereka menanti, dan tidak lama

kemudian turunlah ayat ini dan ayat-ayat kewarisan.

Kata mafrudhan berarti wajib. Kata faradha adalah kewajiban

yang bersumber dari yang tinggi kedudukannya, dalam konteks ayat

ini adalah Allah swt. adalah kewajiban yang bersumber dari yang

tinggi kedudukannya, dalam konteks ayat ini adalah Allah swt. sedang

kata wajib tidak harus bersumber dari yang tinggi, karena bisa saja                                                              18 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah..., vol. 2, h. 352

Page 31: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

seseorang mewajibkan sesuatu atas dirinya. Dengan demikian, hak

warisan yang ditentukan itu bersumber dari Allah swt. dan jika

demikian tidak ada alasan untuk menolak atau mengubahnya.

Ada beberapa hak yang wajib didahulukan dari pembagian

harta warisan kepada ahli waris, yaitu:19

a) Yang terutama adalah hak yang bersangkutan dengan harta itu,

seperti zakat sewa menyewa. Hak ini hendaklah diambil lebih

dahulu dari jumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada ahli waris.

b) Biaya untuk mengurus mayat, seperti harga kafan, upah menggali

tanah kubur dan sebagainya.

c) Utang. Kalau si mayat meninggalkan utang, utang itu hendaklah

dibayar dari harta peninggalannya sebelum dibagi untuk ahli

warisnya.

d) Wasiat. Kalau si mayat mempunyai wasiat yang banyaknya tidak

lebih dari sepertiga harta peninggalannya, wasiat itu hendaklah

dibayar dari jumlah harta peninggalannya sebelum dibagi-bagi.

Firman Allah swt:

Þâ 4 .⎯ÏΒ Ï‰÷è t/ 7π §‹Ï¹ uρ © Å»θ ム!$ pκÍ5 ÷ρ r& A⎦ ø⎪ yŠ

“Pembagian harta pusaka itu sesudah dipenuhi wasiat yang ia (mayat)buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya” (An-Nisa: 11)

e) Sesudah dibayar semua hak tersebut di atas, barulah harta

peninggalan si mayat itu dibagi kepada ahli waris menurut

pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya yang

suci.

c. Syarat-Syarat Pewarisan

1) Memastikan wafatnya si mayit, baik itu secara pasti dengan melihat

secara langsung ataukah dengan kabar yang tersebar luas.

                                                             19 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam…., h. 347

Page 32: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

2) Memastikan keberadaan atau hidupnya ahli waris setelah wafatnya si

mayit, baik itu mengetahui keberadaan ahli waris dengan melihat,

ataukah kabar dari dua orang yang adil.

3) Mengetahui jalur-jalur pewarisan dan sebab-sebabnya, dimana

pewarisan adalah sesuatu yang didasarkan sifat-sifat tertentu antara si

mayit dan ahli waris yang merupakan pertalian kekeluargaan di antara

keduanya. Seperti hubungan keturunan, orang tua, saudara, suami istri

dan seterusnya.

d. Hak Waris

Al-Qur’an telah menetapkan ketentuan waris untuk ahli waris yang

utama dan langsung bersentuhan dengan mayit, yaitu: ayah, ibu, suami/

istri dan saudara.20

1) Hak waris anak, ayah dan ibu

a) anak laki-laki = ashabah21 (2x bagian anak perempuan)

b) anak perempuan = ½ bagian anak laki-laki

= ½ (jika hanya seorang anak perempuan)

= 2/3 (jika dua orang atau lebih)

c) ayah = 1/6 (jika ada anak)

= ashabah (jika tidak ada anak)

d) ibu = 1/6 (jika ada anak atau tidak ada anak tapi

ada beberapa orang saudara)

= 1/3 (jika ada anak)

2) Hak waris suami/ istri dan saudara seibu

a) Suami = ½ (jika tidak ada anak)

= ¼ (jika ada anak)

b) Istri = ¼ (jika tidak ada anak)

= 1/8 (jika ada anak)

                                                             20 Subchan Bashori, Al-Faraidh Hukum Waris….,, h. 55 21 Ashabah adalah kelompok ahli waris yang hak warisnya tidak tertentu bagiannya, tetapi bagiannya adalah menghabiskan seluruh harta waris atau seluruh sisa dari harta waris setelah dikurangi bagian dzawil furudh (keompok ahli waris ya.ng tertentu bagiannya).

Page 33: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

c) Saudara seibu (jika tidak ada anak dan ayah)

= 1/6 (jika hanya seorang)

= 1/3 (jika saudara seibu lebih dari seorang,

dibagi rata)

3) Hak waris saudara kandung

a) Saudara perempuan = ½ (jika hanya seorang)

= 2/3 (jika dua orang atau lebih)

b) Saudara laki-laki = ashabah

= 2x bagian saudara perempuan (jika ada

saudara laki-laki dan saudara perempuan)

Sedangkan Otje Salman menjelaskan bahwa bagian hak waris

untuk anak laki-laki dan anak perempuan adalah sebagai berikut:22

1) Bagian anak laki-laki adalah:

1) Masing-masing 1 bagian dari sisa jika mereka mewarisi bersama

dengan anak laki-laki lainnya.

2) Masing-masing 2 bagian dari sisa jika mereka mewarisi bersama

anak perempuan.

2) Bagian anak perempuan adalah:

a) 1/2 bagian jika seorang

b) 2/3 bagian jika beberapa orang

c) Masing-masing 1 bagian dari sisa jika mereka mewaris bersama

anak laki-laki.

2. Sistem Pembagian Harta Waris Menurut Hukum Waris Minangkabau

a. Hukum Waris Adat Matrilineal

Hukum waris menurut hukum adat Minangkabau senantiasa

menjadi masalah aktual dalam berbagai pembahasan. Hal itu mungkin

disebabkan karena kekhasan dan keunikan bila dibandingkan dengan

                                                             22 R. Otje Salman S. SH dan Mustofa Haffas, SH, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 57

Page 34: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

sistem hukum adat waris dari daerah-daerah lain di Indonesia ini. Seperti

telah dikemukakan, bahwa sistem kekeluargaan di Minangkabau adalah

sistem menarik garis keturunan dari pihak ibu (matrilineal) yang dihitung

menurut garis keturunan ibu, yakni saudara laki-laki dan saudara

perempuan, nenek beserta saudara-saudaranya, baik laki-laki maupun

perempuan.

Harta pusaka di Minangkabau menjadi milik kaum perempuan,

karena sistem kekerabatan di Minangkabau disusun berdasarkan garis

keturunan ibu. Sistem inilah yang disebut dengan sistem matrilineal.

Alasan berlakunya sistem matrilineal dalam urusan harta pusaka

adalah karena harta di Minangkabau menjadi milik kaum. Kemudian yang

memelihara keturunan kaum adalah pihak perempuan. Dengan demikian,

segala hak terhadap harta pusaka (tanah, sawah, rumah gadang, dan

barang-barang lainnya) berada pada pihak perempuan.23

Tujuan lain dari sistem ini adalah untuk keselamatan hidup kaum

perempuan. Hal ini dikarenakan menurut kodrat, kaum perempuan

bertulang lemah. Meskipun seorang perempuan tidak lagi mempunyai

seorang suami, ia masih tetap bisa menghidupi dirinya dan anak-anaknya,

karena adanya harta pusaka yang menjadi miliknya. Oleh karena itulah

pewarisan harta dilakukan berdasarkan sistem matrilineal.

Ciri-ciri khas sistem matrilineal yang membedakan dari sistem

patrilineal, adalah sebagai berikut:24

1) Keturunan ditelusuri melalui garis wanita.

2) Anggota kelompok keturunan direktrut melalui garis wanita.

3) Pewarisan harta pusaka dan suksesi politik disalurkan melalui garis

wanita.

Dengan sistem tersebut, maka semua anak-anak hanya mendapat

ahli waris dari ibunya sendiri, baik untuk harta pusaka tinggi yaitu harta                                                              23 Yulfian Azrial, Budaya Alam Minangkabau,(Padang: Angkasa Raya, 2008), h. 40 24 Jurnal Adat dan Budaya Minangkabau Edisi Kedua/ Vol.2/ Maret-Mei/ Jakarta: 2004, h. 12

Page 35: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

yang turun temurun dari beberapa generasi, maupun harta pusaka rendah

yaitu harta yang turun dari satu generasi. Misalnya harta pencaharian yang

diperoleh dengan melalui pembelian atau taruko, akan jatuh kepada

jurai25-nya sebagai harta pusaka rendah jika pemilik harta pencaharian itu

meninggal dunia. Jika yang meninggal dunia itu adalah seorang laki-laki,

maka anak-anaknya serta jandanya tidak menjadi ahli waris untuk harta

pusaka tinggi, sedang yang menjadi ahli warisnya adalah seluruh

kemenakannya.

b. Ahli Waris

Ahli waris adalah mereka yang mempunyai pertalian adat terdekat.

Pengertian hak milik perseorangan atas tanah tidak ada. Tanah pusaka

merupakan suatu bagian yang integral dengan kelompok kekerabatan.

Tanah pusaka tidak hanya merupakan sumber kegiatan-kegiatan ekonomi

tetapi sekaligus juga merupakan lambang atau status tertentu dalam

masyarakat.

“Kaum” dalam masyarakat Minangkabau merupakan persekutuan

hukum adat yang mempunyai daerah tertentu yang dinamakan “tanah

ulayat”. Kaum serta anggota kaum diwakili keluar oleh seorang “mamak

kepala waris”. Anggota kaum yang menjadi kepala waris lazimnya adalah

saudara laki-laki yang tertua dari ibu. Mamak kepala waris harus yang

cerdas dan pintar. Akan tetapi kekuasaan tertinggi di dalam kaum terletak

pada rapat kaum, bukan pada mamak kepala waris. Anggota kaum terdiri

atas kemenakan dan kemenakan itu adalah ahli waris. Menurut hukum

adat Minangkabau, ahli waris dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Waris bertali darah

                                                             25 Dalam Ensiklopedia Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia dijelaskan bahwa jurai yaitu bagian dari famili (persekutuan hukum adat), biasanya satu jurai merupakan satu rumah yang terdiri dari beberapa nenek dengan anak-anaknya lelaki dan perempuan. Suatu jurai dipimpin oleh seorang Tungganai atau mamak kepala waris.

Page 36: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Ahli waris bertali darah yaitu ahli waris kandung atau ahli waris

sedarah. Masing-masing ahli waris yang termasuk waris bertali darah

ini mewaris secara bergiliran.

2) Waris bertali adat

Ahli waris bertali adat yaitu ahli waris yang sesama ibu asalnya yang

berhak memperoleh hak warisnya bila tidak ada sama sekali waris

bertali darah. Setiap nagari di Minangkabau mempunyai nama dan

pengertian tersendiri untuk waris bertali adat.

Bagi masyarakat yang berstel-stel matrilineal seperti Minangkabau,

warisan diturunkan kepada kemenakan, baik warisan gelar maupun

warisan harta yang biasanya disebut sako26 atau pusako (saka atau

pusaka). Sebagai warisan, harta yang ditinggalkan pewaris tidak boleh

dibagi-bagi oleh yang berhak. Setiap harta yang telah jadi pusaka selalu

dijaga agar tinggal utuh, demi untuk menjaga keutuhan kaum kerabat,

sebagaimana yang diajarkan falsafah alam dan hukum adat mereka. Pada

gilirannya diturunkan pula kepada kemenakan berikutnya. Kemenakan

laki-laki dan perempuan yang berhak menerima warisan memiliki

kewenangan yang berbeda. Kemenakan laki-laki mempunyai hak untuk

mengusahakan, sedangkan kemenakan perempuan berhak memiliki.

Dalam mamangan disebutkan warih dijawek, pusako ditolong (waris

dijawat, pusaka ditolong). Maksudnya ialah bahwa sebagai warisan harta

itu harus dipelihara dengan baik.27

Menurut adat, mamak wajib menjaga keselamatan segala harta

pusakanya, dan membagi harta pusaka itu kepada segala kemenakannya

dengan peraturan yang adil menurut timbangan mamak. Yang banyak

dibanyakan, yang sedikit disedikitkan agar semua kemenakannya hidup

senang dengan tiada merasa iri hati satu sama lainnya dalam hal

menguasai atau memakai harta pusaka itu.                                                              26 Sako artinya warisan yang tidak bersifat benda seperti gelar pusaka. 27 A.A. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers, 1986), h. 158

Page 37: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Menurut sepanjang adat segala harta pusaka tidak boleh dibagi

menjadi hak sendiri-sendiri oleh orang yang menerima pusaka itu, tetapi

boleh dibagi oleh yang berkaum yang sama-sama menerima harta pusaka

itu untuk mengerjakan menurut aturan mamak.

Pembagian itu namanya genggam beruntuk-untuk, bukan berarti

pembagian itu untuk jadi kepunyaan masing-masing yang diwarisi harta

itu, tetapi harta itu tetap kepunyaan bersama juga. Hanya saja, hasil-hasil

yang dikeluarkan dari harta pusaka itu dibagi menurut aturan yang

berlaku. Misalnya hasil sawah atau hasil ladang yang dikerjakan oleh

pewaris, maka hasil itu dibagi dengan keadilan yang sudah diatur oleh

adat.

Jika yang meninggalkan warisan tanah pusaka adalah wanita, maka

ahli waris adalah seluruh anak-anaknya. Bila dia tidak mempunyai anak,

warisan tanah pusaka diterima oleh saudara-saudaranya. Jika yang

meninggalkan tanah pusaka adalah pria maka ahli waris adalah saudara-

saudaranya. Garis lain yang diturut seandainya mereka yang meninggalkan

tanah pusaka tidak mempunyai ahli waris menurut pertalian darah ibu

adalah penentu ahli waris menurut pertalian adat.

c. Harta Pusaka

Di Minangkabau bila orang menyebut harta, maka sering tertuju

penafsirannya kepada harta yang berupa materi saja. Harta yang berupa

material ini seperti sawah ladang, rumah gadang, emas perak, dan lain-

lain. Sebenarnya di samping harta yang berupa material ini, ada pula harta

yang berupa moril seperti gelar pusaka yang diwarisi secara turun

temurun. Orang yang banyak harta material, dikatakan orang berada atau

orang kaya. Tetapi menurut pandangan adat orang berada atau banyak

harta ditinjau dari banyaknya harta pusaka yang turun temurun

dimilikinya.

Harta pusaka adalah segala benda peninggalan orang yang sudah

meninggal. Harta itu menjadi hak perserikatan di dalam kaum oleh segala

Page 38: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

ahli warisnya, menurut tali warisnya masing-masing, maka dikatakan juga

harta pusaka itu adalah harta kongsi perserikatan bersama oleh orang yang

setali waris dengan orang yang meninggalkan harta itu.28

Amir M.S menjelaskan bahwa pusako atau harta pusako adalah

segala kekayaan materil atau harta benda yang juga disebut dengan pusako

harato. Yang termasuk pusako harato seperti:29

1) Hutan sawah 2) Sawah ladang 3) Tabek dan Parak (Tambak dan kebun) 4) Rumah gadang 5) Pandang pekuburan 6) Perhiasan dan uang 7) Balai dan mesjid 8) Peralatan dan lain-lain.

Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa harta

pusaka adalah harta yang diwariskan dari pewaris kepada ahli waris untuk

dipelihara.30

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa harta

pusaka Minangkabau adalah segala benda peninggalan seseorang yang

diwariskan kepada ahli waris berdasarkan garis keturunan ibu agar ahli

waris dapat terus menjaga dan melestarikan warisan tersebut.

Harta pusaka itu tidak boleh dibagi menjadi hak perorangan oleh

orang yang menerima pusaka, melainkan wajib selamanya menjadi hak

serikat dalam kaum yang menerima pusaka itu turun temurun. Hasil-hasil

yang keluar dari harta pusaka itu wajib dipergunakan untuk penambah

besarnya harta pusaka atau harta kongsi tadi.

Harta pusaka ini merupakan jaminan utama untuk kehidupan dan

perlengkapan bagi anak kemenakan di Minangkabau, terutama untuk

kehidupan yang berlatarbelakang kehidupan desa yang agraris.

                                                             28 Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang, (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2009), h. 221 29 Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2006), h. 95 30 Kamus Bahasa Indonesia

Page 39: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Perubahan kehidupan ekonomi ke arah industri dan usaha jasa dan

berkembangnya kehidupan kota, membuat peranan harta pusaka sebagai

sarana penunjang kehidupan ekonomi orang Minang menjadi makin lama

makin berkurang. Namun demikian, peranan harta pusaka sebagai simbol

kebersamaan dan kebanggan keluarga dalam sistem kekerabatan

matrilineal di Minangkabau tetap bertahan. Harta pusaka sebagai alat

pemersatu keluarga masih tetap berfungsi dengan baik.

Orang asli yang membuka tanah dan hutan dengan istilah

melancang melatih, mempunyai kekayaan dalam bentuk tanah, sawah,

ladang, tanah perumahan dan tanah pekuburan. Kekayaan ini berikut

dengan rumah gadang dan rangkiang di atasnya menjadi harta kelompok

kekerabatan dan karenanya diwariskan menurut garis ibu. Kekayaan ini

disebut pusako (pusaka).

Kekayaan imateril berupa gelar dan kedudukan dalam masyarakat

disebut sako. Kekayaan imateril ini juga diwariskan menurut garis ibu

kecuali pada golongan raja-raja. Tanah-tanah atau hutan-hutan yang belum

dimiliki oleh suatu kelompok kekerabatan dan yang dicadangkan untuk

anggota kelompok negeri di masa mendatang disebut tanah ulayat.

Penguasaan tanah pusaka suatu kelompok kekerabatan dilakukan

berdasakan genggam beruntuk. Seluruh tanah pusaka kelompok

kekerabatan saparuik (sekandung) dibagikan dan diusahakan oleh

kekerabatan samande (seibu). Secara keseluruan tanah pusaka yang telah

dikuasai oleh kelompok kerabat diatur menurut pertalian darah dari pihak

ibu.

Hamka menjelaskan bahwa menurut adat harta itu terbagi dua31:

1) Pusaka Tinggi 2) Pusaka Rendah

Pusaka tinggi didapat dengan tembilang besi, Pusaka Rendah di

dapat dengan tembilang emas. Harta pusaka rendah apabila sudah sekali

turun, naik dia menjadi harta pusaka tinggi.                                                              31 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), h. 96

Page 40: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Begitu kuatnya kedudukan pusaka tinggi itu, sehingga harta

pencaharian “urang sumando” misalnya rumah yang dibuatnya untuk anak

isterinya, tidak terletak di tanah pusaka isterinya, tidaklah berhak ia

menjualnya kembali, meskipun harta pencahariannya sendiri. Dia tercela

keras oleh adat berbuat demikian. Sebab itu kalau seorang laki-laki

menceraikan isterinya, rumahnya itu tinggallah menjadi hak milik

isterinya. Dan kalau si isteri bersuami baru, suami yang baru itu pun tidak

berhak atas rumah itu. Kalau bercerai, yang dibawa ke luar hanyalah

pakaiannya sehari-hari saja. Dan kalau isteri itu mati, yang punya harta itu

adalah anak-anaknya. Terutama anak yang perempuan, faraidh tidak dapat

masuk kemari.

Pagang-gadai seorang suami untuk anak isteri pun adalah

kepunyaan anak isteri itu. Dan harus diingat bahwa suku ayah yang mati

dengan suku anak-anaknya berlain. Oleh sebab itu rumah buatan Sutan

Indimo orang suku Tanjung, di tanah pusaka isterinya suku Guci, pada

hakikatnya adalah wilayah orang suku Guci. Seluruh orang suku Tanjung

tidak dapat menuntut rumah itu kembali. Dengan demikian, maka harta

pencaharian seorang suku lain, bisa menjadi harta pusaka rendah pada

mulanya (dicari dengan tembilang emas). Tidak berapa lama kemudian

menjadi harta pusaka tinggi dari suku isteri dan anaknya.

Yulfian Azrial menjelaskan bahwa harta pusaka dalam adat

Minangkabau terdiri dari:32

1) Harta Pusaka Tinggi

Harta pusaka tinggi adalah segala harta pusaka yang diwarisi

secara turun temurun. Harta pusaka tinggi dibagikan dengan cara

sistem kewarisan kolektif, yaitu seluruh harta pusaka tingggi diwarisi

oleh sekumpulan ahli waris dan tidak diperkenankan dibagi-bagi

kepemilikannya.

Harta pusaka tinggi didapatkan dari tembilang besi dan

tembilang emas dan diterima secara turun temurun dari mamak                                                              32 Yulfian Azrial, Budaya Alam Minangkabau…., h. 42

Page 41: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

(saudara ibu yang laki-laki) kepada kemenakan. Harta ini merupakan

lambang ikatan bagi kaum yang bertali darah.

Harta pusaka tinggi tidak bisa menjadi milik perseorangan.

Harta pusaka tinggi adalah hak milik bersama dari sebuah kaum.

Anggota kaum hanya mempunyai hak untuk menikmati atau

menggunakan selama hidupnya.

Harta pusaka tinggi diwariskan secara turun-temurun dalam

keadaaan yang sama (utuh), karena menurut hukum adat harta pusaka

tinggi tidak boleh diperjual belikan sehingga ia tetap utuh.

Contoh harta pusaka tinggi adalah rumah gadang, perlengkapan

adat, tanah, sawah, ladang, hutan, tanaman keras seperti kelapa,

cengkeh, pala, dan lain-lain.

2) Harta Pusaka Rendah

Harta pusaka rendah adalah harta pusaka yang diterima

kemenakan dari mamak kandung, yang berasal dari hasil pekerjaan

yang diuntukkan buat kemenakannya.

Harta pusaka rendah dimaksudkan untuk harta yang pewarisnya

hanya sedikit, sehingga tidak membutuhkan persetujuan kaum untuk

menggunakannya. Namun, bila harta ini diwariskan lagi dan

pewarisnya telah banyak, harta ini berubah menjadi harta pusaka

tinggi.

Harta pusaka rendah boleh diperjual belikan, namun harus ada

kesepakatan antara mamak dan kemenakan. Apabila ahli waris tetap

menjaga keutuhan harta pusaka rendah ini, kemudian diwariskan lagi

kepada ahli waris berikutnya, sehingga tidak mudah lagi mengatur

kesepakatan dalam pengelolaannya, maka harta ini telah dianggap

sebagai harta pusaka tinggi.

Contoh harta pusaka rendah adalah tanah, sawah, dan ladang

yang ditaruko/ diolah seorang mamak, lalu diwariskan kepada

kemenakannya.

Page 42: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

3) Harta Pancaharian (Harta Pencarian)

Harta pencarian adalah harta yang didapatkannya dari hasil

usahanya. Misalnya dengan menggarap sawah atau ladang, berdagang,

pegawai, buruh, dan sebagainya. Sangat jelas bahwa harta pencarian

adalah harta yang didapatkan seseorang dari hasil usahanya sendiri

baik dengan bekerja di kampung halamannya maupun dari hasil ia

merantau. Namun, harta ini pada umumnya tidak banyak berkaitan

dengan harta pusaka di kampung halamannya.

Orang yang berhak atas harta pencarian adalah orang yang

mendapatkan harta tersebut. Misalnya seorang bapak bekerja di sawah

atau ladang milik istrinya, maka hasil sawah dan ladangnya tersebut

adalah hak si bapak bersama istri dan anak-anaknya.

Begitu juga halnya dengan seseorang yang bekerja atau

berdagang, maka hasil dari usahanya tersebut adalah haknya bersama

anak dan istrinya. Pewarisan harta pencarian ini adalah menurut

hukum syara’ (agama), tidak menurut hukum adat dari mamak kepada

kemenakan. Kecuali apabila ia berladang di tanah milik kaumnya, atau

modal yang ia pakai berdagang adalah milik kaumnya, tentu tidak

semuanya menjadi hak ia bersama anak dan istrinya.

4) Harta Suarang (Harta Sendiri)

Harta suarang adalah harta yang diperoleh seseorang ketika ia

masih surang atau sendiri. Harta itu diperolehnya ketika ia belum

berumah tangga atau belum menikah. Jadi harta itu milik surang atau

milik seorang, bukan harta milik bersama.

Hak harta suarang adalah si pemilik harta itu sendiri. Harta

suarang Budi adalah milik Budi, begitu pula harta suarang Marni

adalah hak milik Marni, kecuali ada kesepakatan antara mereka berdua

setelah menjadi suami istri untuk menyatukan harta itu menjadi milik

bersama antara Budi dan Marni.

Page 43: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

d. Hak Waris

Petitih mengatakan bahwa sako (saka) dan (pusaka) diwariskan

kepada kemenakannya: “Dari niniak ke mamak, dari mamak turun ke

kemenakan (dari nenek (moyang) ke mamak, dari mamak ke

kemanakan)”. Pengertian nenek (moyang), sudah tentu berdasarkan stel

matrilineal itu, yaitu mamak dari mamak. Mamak merupakan saudara laki-

laki ibu. Pengertian turun dari nenek ke mamak, dari mamak ke

kemenakan ialah turunnya hak warisnya dari sako dan pusako. Sako

adalah warisan jabatan sedangkan pusako merupakan warisan harta benda.

Berhubung sistem ekonomi mereka bersifat komunal, maka dengan

sendirinya harta benda itu milik bersama seluruh kerabat atau seluruh

kaum yang secara geneologis menurut garis keturunan perempuan. Oleh

karena kaum itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka sifat warisan

itu menjadi bergaris yang paralel. Sako diwariskan pada kemenakan yang

di dalamnya melengket segala tugas, hak dan kewajiban laki-laki. Dalam

masalah pusako, kaum laki-laki merupakan kuasa, sedangkan kepemilikan

adalah seluruh kerabat. Dengan sendirinya, meskipun sebagai kuasa, laki-

laki tidak berhak menetapkan sendiri kedudukan pusako. Pihak perempuan

mempunyai hak yang sama.

Untuk kedudukan barang-barang yang bergerak berlaku juga

ketentuan adat, seperti halnya bendi, pedati serta ternak. Kemenakan laki-

laki dapat memakai atau memeliharanya sebagai sumber nafkahnya, tetapi

tidak dapat memilikinya. Namun, dalam perjalan sejarah, kuasa serta

pemilikan terhadap warisan yang demikian seperti ada suatu kesepakatan

yang telah menjadi kelaziman umum, yaitu harta pusaka demikian jatuh

kepada kemenakan laki-laki, sedangkan harta pusaka seorang ibu jatuh

menjadi milik perempuan. Seperti halnya rumah kediaman pribadi yang

Page 44: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

tidak diperoleh karena warisan, barang emas atau peralatan rumah

tangga.33

Terutama berkenaan dengan harta milik seorang ibu, anak laki-laki

akan merasa malu menggunakan haknya sebaga ahli waris. Ajaran mereka

“berpantang laki-laki memakan pencarian perempuan”, dapat

menghalanginya untuk menuntut warisan itu sebagai haknya. Harta itu

adalah harta hak saudara perempuannya. Seandainya saudara

perempuannya tidak ada, hak warisan itu akan diberikan kepada saudara

perempuan (anak dari saudara ibunya yang perempuan).

Membagi-bagi harta pusaka kepada ahli waris yang tidak berhak,

dengan sendirinya berakibat memecah belah keutuhan sistem kekerabatan.

Perbuatan itu dipandang tabu serta melanggar adat.

Lebih rinci Dr. Eman Suparman, S.H, M.H menjelaskan bahwa hak

mewarisi dari masing-masing ahli waris satu sama lainnya berbeda

tergantung pada jenis harta peninggalan yang akan ia warisi dan hak

mewarisinya diatur menurut prioritasnya. Hal tersebut akan dapat dilihat

dalam paparan di bahwah ini :34

1) Harta pusaka tinggi

Apabila harta peninggalan itu menyangkut harta pusaka tinggi,

cara pembagiannya berlaku sistem kewarisan kolektif, yaitu seluruh

harta pusaka tinggi diwarisi oleh sekumpulan ahli waris dan tidak

diperkenankan dibagi-bagi pemilikannya. Walaupun tidak boleh

dibagi-bagi pemilikannya antara ahli waris, harta pusaka tinggi dapat

diberikan sebagian kepada seorang anggota kaum oleh mamak kepala

waris untuk selanjutnya dijual atau digadaikan guna keperluan modal

berdagang atau merantau, asal saja dengan sepengetahuan dan seizin

seluruh ahli waris. Di samping itu harta pusaka tinggi dapat dijual atau

digadaikan, guna keperluan :

a) Untuk membayar hutang kehormatan.

                                                             33 AA. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru…, h. 161 34 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia…., h. 55

Page 45: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

b) Untuk membayar ongkos memperbaiki bandar sawah kepunyaan

kaum.

c) Untuk membayar hutang darah.

d) Untuk menutup kerugian bila ada kecelakaan kapal di pantai.

e) Untuk ongkos naik haji ke Mekkah.

f) Untuk membayar hutang yang dibuat oleh kaum secara bersama-

sama.

2) Harta pusaka rendah

Semula harta pusaka rendah adalah harta pencaharian. Harta

pencaharian mungkin milik seorang laki-laki atau mungkin juga milik

seorang perempuan. Pada mulanya harta pencaharian seseorang

diwarisi oleh jurai atau setidak-setidaknya kaum masing-masing. Akan

tetapi dalam perkembangan berikutnya karena hubungan seorang ayah

dengan anaknya bertambah erat dan juga sebagai pengaruh agama

Islam, maka seorang ayah dengan harta pencahariannya dapat

membuatkan sebuah rumah untuk anak-anaknya atau menanami tanah

pusaka isterinya dengan tanaman keras, seperti pohon kelapa, durian,

cengkeh, dan lain-lain. Ha ini dimaksudkan untuk membekali isteri

dan anak-anak manakala ayah telah meninggal dunia.

3) Harta suarang

Harta suarang berbeda sama sekali dengan harta pencaharian

sebab harta suarang adalah seluruh harta yang diperoleh suami dan

isteri secara bersama-sama selama dalam perkawinan. Kriteria unutk

menentukan adanya kerjasama dalam memperoleh harta suarang,

dibedakan dalam dua periode, yaitu dahulu ketika suami masih

merupakan anggota keluarganya, ia berusaha bukan untuk anak-

isterinya melainkan untuk orang tua dan para kemenakannya, sehingga

ketika itu sedikit sekali kemungkinannya terbentuk harta suarang sebab

Page 46: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

yang mengurus dan membiayai anak-anak dan isterinya adalah saudara

atau mamak isterinya.

Sedangkan pada dewasa ini adanya kerjasama yang nyata

antara suami-isteri untuk memperoleh harta suarang sudah jelas

nampak, terutama masyarakat Minangkabau yang telah merantau jauh

ke luar tanah asalnya, telah menunjukkan perkembangan ke arah

pembentukan hidup keluarga yaitu antara suami, isteri dan anak-anak

merupakan satu kesatuan dalam ikatan yang kompak. Dalam hal

demikian suami telah bekerja dan berusaha untuk kepentingan isteri

dan anak-anaknya, sehingga dalam kondisi yang demikian keluarga

tadi akan mengumpulkan harta sendiri yang merupakan harta keluarga

yang disebut harta suarang.

Harta suarang dapat dibagi-bagi apabila perkawinan bubar,

baik bercerai hidup atau salah seorang meninggal dunia. Harta suarang

dapat dibagi-bagi setelah hutang suami-isteri dilunasi terlebih dahulu.

Ketentuan pembagiannya sebagai berikut :

a) Bila suami isteri bercerai dan tidak mempunyai anak, harta

suarang dibagi dua antara bekas suami dan bekas isteri.

b) Bila salah seorang meninggal dunia dan tidak mempunyai anak,

maka sebagai berikut:

- Jika yang meninggal suami, harta suarang dibagi dua, separoh

merupakan bagian jurai si suami dan separoh lagi merupakan

bagian janda.

- Jika yang meninggal isteri, harta suarang dibagi dua, sebagian

untuk jurai istri dan sebagian lagi untuk duda.

c) Apabila suami-isteri bercerai hidup dan mempunyai anak, harta

suarang dibagi dua antara bekas suami dan bekas isteri, anak-anak

akan menikmati bagian ibunya.

d) Apabila salah seorang meninggal dunia dan mempunyai anak,

bagian masing-masing sebagai berikut :

-

Page 47: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

- Jika yang meninggal suami, harta suarang dibagi dua antara

jurai suami dengan janda beserta anak.

- Jika yang meninggal isteri, harta suarang ½ untuk suami

dan ½ untuk anak sebagai harta pusaka sendiri dan bagian

ibunya.

B. Kerangka Berfikir

Melihat begitu banyak perbedaan yang ada dalam sistem hukum waris

adat Minangkabau dengan sistem hukum waris Islam (Fiqh Mawaris) dalam

Pendidikan Agama Islam, membuat hal ini menjadi sangat penting untuk

dipelajari guna mengetahui sebab adanya perbedaan hukum waris adat

Minangkabau dengan hukum waris Islam.

Perbedaan yang mencolok tentu saja terdapat pada ahli waris. Ahli

waris dalam sistem adat Minangkabau lebih banyak memberikan harta

warisan kepada anak perempuan sebagai kepemilikan, sedangkan anak laki-

laki hanya mendapat harta untuk diolah tanpa adanya kepemilikan. Mereka

juga hanya mendapat tanggung jawab dari mamak (paman) mereka, sebab

ayah tidak terlalu berperan penting dalam tanggung jawab anaknya karena

ayah juga menjadi paman bagi kemenakannya, maka ayahnya juga

bertanggung jawab terhadap kemenakannya.

Berbeda dengan sistem hukum waris Islam yang memberikan harta

warisan lebih besar kepada anak laki-laki daripada perempuan. Tidak ada

istilah paman lebih bertanggung jawab daripada ayah seperti halnya di

Minangkabau. Ayah tetap berperan dan harus bertanggung jawab kepada

anaknya. Dari sinilah tampak jelas perbedaan yang terjadi antara sistem

hukum waris adat dengan hukum waris Islam (Fiqh Mawaris) dalam konteks

Pendidikan Agama Islam.

Page 48: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Tabel 2.1 Kerangka Konseptual

 

Sistem Hukum Waris

Pengertian Sistem Waris

Ahli Waris Harta Waris Hak Waris

Matrilineal Bilateral 

Studi Banding Sistem Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam

Sistem Hukum Waris Islam Sistem Hukum Waris Adat (Adat Minangkabau)

Page 49: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif analisis dengan mendeskripsikan konsep hak waris anak laki-laki

dan perempuan dari sudut pandang adat Minangkabau dan agama Islam.

Dalam penelitian kualitatif akan dilengkapi dengan studi lapangan untuk

mendapatkan informasi dari beberapa responden dan studi pustaka pada

deskriptif analisis.

Studi pustaka dilakukan untuk menggali berbagai informasi dari buku-

buku yang berkenaan dan menunjang dengan kasus yang diteliti atau untuk

mengetahui teori-teori yang telah ada sehingga berdasarkan informasi yang

didapatkan tersebut suatu masalah dapat dianalisa.35

Sedangakan studi lapangan dilakukan untuk mencari informasi

mengenai objek yang diteliti, hanya saja cara ini dilakukan melalui obsevasi,

studi pustaka, wawancara dan dokumentasi. Dalam pelaksanaan studi

lapangan ini perlu dipertimbangkan relevansi antara tekhnik pengumpulan

                                                             35 M. Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani, Tekhnik Menulis Skripsi dan Thesis, (Jogjakarta: Zenith Publisher, 2004), cet.1, h .37

 

Page 50: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

data yang digunakan, instrumen yang dipakai, sumber data tempat informasi

diperoleh, sifat data yang dicari dan tujuan yang hendak dicapai.36

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif

dengan metode deskriptif analisis, yakni menganalisa data yang diperoleh dari

responden berupa data dan informasi tentang hukum waris adat Minangkabau

dan hukum waris dalam ajaran Fiqh Mawaris.

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek

darimana data itu diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau

wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut

responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan

peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. 37

Yang menjadi repsonden dalam penelitian ini adalah pengurus

Kerapatan Adat Nagari dan Alim Ulama di kecamatan Koto Tangah Padang.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2010 di daerah

kecamatan koto Tangah khususnya di kantor pengurus Kerapatan Adat Nagari

dan Musholla Raudhatussalikin Sumatera Barat .

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini, penulis

menggunakan tiga teknik, yaitu:

1) Observasi

Observasi adalah pengamatan meliputi kegiatan pemusatan

perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.

Jadi, mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman,

                                                             36 Azyumardi Azra, et.al.,Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2002), cet.2, h. 6 37 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 130

Page 51: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

pendengaran, peraba dan pengecap. Apa yang dikatakan ini sebenarnya

adalah pengamatan langsung. Di dalam artian penelitian observasi dapat

dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar dan rekaman suara.38

Oleh karena itu, penulis melakukan observasi melalui rekaman

gambar untuk mengumpulkan data dengan mengadakan pengamatan

secara langsung pembagian harta warisan suku Minangkabau di kecamatan

Koto Tangah.

2) Studi Pustaka

Dalam studi pustaka, penulis mencari data mengenai hukum waris adat

Minangkabau dan hukum waris Islam melalaui catatan, buku, jurnal, dan

lain sebagainya. Studi pustaka digunakan untuk mempersiapkan teks-teks

yang digunakan, baik mengenai studi hukum waris Islam maupun

mengenai studi hukum waris adat Minangkabau.

3) Wawancara

Wawancara adalah pengambilan data untuk untuk mendapatkan informasi

dan data dari responden. Penulis berusaha memperoleh informasi tentang

sistem pembagian harta waris dan segala permasalahannya melalui

wawancara langsung kepada kepala adat dan para pemuka agama.

Wawancara dilakukan untuk penjelasan maksud atau tujuan yang terdapat

dalam dialog-dialog pemuka adat dan pemuka agama. Dalam penelitian

ini, ada dua macam wawancara yang digunakan, yaitu:

a. Wawancara bebas

Wawancara bebas yaitu wawancara informal/ tidak resmi yang bisa

terwujud dalam pembicaraan ringan. Namun demikian, keterangan-

keterangan yang diberikan pada arah yang diinginkan.

b. Wawancara terstruktur

Wawancara tersruktur bertujuan memperoleh keterangan khusus yang

berkaitan dengan masalah penelitian yang disusun dalam bentuk

instrument penelitian berupa daftar wawancara yang direkam dalam

tipe recorder.                                                              38 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian …, h. 156

Page 52: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

4) Dokumentasi

Dokumentasi bertujuan untuk mengabadikan penelitian berupa wawancara

yang dilakukan penulis terhadap pemuka adat dan pemuka agama berupa

foto, pengambilan gambar atau pemotretan yang dilakukan juga untuk

memperkuat data yang diperoleh selama penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui metode atau teknik mengumpulan data

seperti yang dikemukakan sebelumnya maka penganalisisan data dilakukan

dengan tahap:

1) Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemusatan perhatian dengan

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang terlihat

dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus

menerus.

2) Displat Data

Displat data yaitu analisis yang dilakukan dengan cara membuat berbagai

table dan keseluruhan data yang diperoleh sehingga lebih mudah untuk

menganalisis data yang diperoleh.

3) Penyajian Data

Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4) Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan dari satu kegiatan konfigurasi

yang utuh. Kesimpulan dan verifikasi dilakukan selama penelitian.

Kesimpulan awal longgar kemudian semakin rinci dan mengakar dengan

kuat.

Page 53: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN

PERBANDINGAN SISTEM PEMBAGIAN HARTA WARISAN ADAT

MINANGKABAU DENGAN SISTEM

HUKUM WARIS ISLAM

Pada bab ini diuraikan tentang deskripsi data dan pembahasan hasil

penelitian. Deskripsi data dilakukan terhadap sejarah hukum waris Islam dan

hukum waris adat Minangkabau serta bagaimana perkembangan Islam di

Minangkabau. Sedangkan analisis data yakni berupa perbandingan tentang sistem

hukum waris Islam dengan hukum waris adat Minangkabau yang dirinci dengan

perbandingan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hak waris, perbandingan

contoh kasus pewarisan baik dalam Islam maupun adat Minangkabau hingga

diakhiri dengan pandangan Islam terhadap pewarisan adat Minangkabau.

A. Deksripsi Data

1. Sejarah Hukum Waris Islam

Pada zaman Arab jahiliyah (periode sebelum Islam), cara pembagian

harta waris didasarkan pada nasab laki-laki, yaitu apabila seseorang meninggal

dunia, maka harta waris akan diwarisi oleh anak sulung si mayit, atau

saudaranya, atau pamannya. Tetapi harta waris tidak diberikan kepada wanita

dan anak-anak, dengan alasan wanita dan anak-anak tidak bisa memelihara

keamanan dan tidak bisa berperang.

Page 54: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Jadi, bangsa Arab yang menganut sistem patrilineal, harta waris hanya

diberikan kepada laki-laki saja, yaitu laki-laki yang sudah dewasa dan mampu

memanggul senjata (mampu berperang) dalam mempertahankan kehormatan

keluarga, kabilah dan negara serta mampu mendapatkan harta rampasan

perang.

Hal ini terbukti dari sebuah hadis yang mengungkapkan kasus yang

menimpa kedua putrid Sa’ad bin Rabi’, pada saat ayahnya meninggal dunia,

paman mereka mengambil seluruh harta peninggalan ayah mereka (Sa’ad bin

Rabi’). Ketika permasalahan tersebut sampai kepada Rasulullah saw. maka

beliau memerintahkan pamannya tersebut untuk memberikan keponakannya

dua pertiga, ibu mereka seperdepalan, dan sisanya untuk paman tersebut.

Sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdullah yang mengatakan :39

رسول الله صلى الله عليه عن جابر بن عبد الله قال جاءت امرأة سعد بن الربيع بابنتيها من سعد إلى دا وإن عمهما أخذ وسلم فقالت یا رسول الله هاتان ابنتا سعد بن الربيع قتل أبوهما معك یوم أحد شهي

ا ولهما مال قال یقضي الله في ذلك فنزلت آیة الميراث فبعث مالهما فلم یدع لهما مالا ولا تنكحان إلهما الثمن وما بقي رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى عمهما فقال أعط ابنتي سعد الثلثين وأعط أم

40كفهو ل “Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata : Istri Sa’ad bin Rabi’ pernah datang kepada Rasulullah saw. bersama kedua putrinya (Sa’ad bin Robi’) kemudian berkata: ‘Ya Rasulullah, inilah kedua putri Sa’ad bin Robi’, ayahnya gugur sebagai syahid bersamamu dalam perag Uhud. Sesungguhnya pamannya telah mengambil hartanya tanpa meninggalkan sedikitpun harta untuk mereka berdua. Dan mereka tidak dapat dinikahkan kecuali mereka punya harta.’ Rasulullah saw bersabda: ‘Allah akan memutuskan permasalahan ini.’ Lalu turunlah ayat waris, maka Rasulullah saw mengirim seseorang menemui paman mereka (kedua putri Sa’ad bin Robi’) dan bersabda: ‘Berilah kedua putrid Sa’ad dua pertiga, berilah ibu mereka (istri sa’ad) seperdelapan dan sisanya untukmu (saudara laki-laki Sa’ad).” (H.R Tirmidzi, Ibnu Majah)

Dan pada masa itu, harta waris juga diberikan atas dasar perjanjian

persaudaraan (bersumpah setia), yaitu apabila salah seorang dari pihak yang

mengikatkan diri tersebut meninggal dunia, maka pihak lain yang masih hidup

mendapat bagian warisan meskipun tidak seluruhnya. Namun, yang berhak                                                              39 Subchan Bashori, Al-Faraidh Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam, (Jakarta: Nusantara Publissher, 2009), h. 17 40 Al-Albani, Sunan Tirmidzi, Juz. 7, h. 437

Page 55: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

mendapat waris atas dasar perjanjian kesetiaan tersebut tetap harus laki-laki.

Pengangkatan anak juga menjadi sebab saling mewarisi. Akan tetapi syarat

yang harus dipenuhi tetap harus laki-laki dan telah dewasa.

Jadi orang-orang Arab jahiliyah menjadikan seluruh pembagian harta

waris hanya kepada laki-laki, tidak kepada perempuan. Oleh karenanya Allah

memerintahkan untuk berbagi sama dalam pembagian, dan telah menetapkan

ahli waris dari pihak laki-laki maupun perempuan.

2. Sejarah Hukum Waris Adat Minangkabau

Sejarah adat Minangkabau telah dijelaskan lama dalam Tambo Alam

Minangkabau. Mengenai asal usul Tambo tu sendiri diperkirakan telah

berawal sejak periode awal kedatangan Islam, atau bahkan lebih awal lagi,

namun dari data tertulis yang ditemukan semuanya berasal dari abad ke-19,

terutama setelah perang Paderi berakhir. Meskipun terdapat berbagai versi

tambo, tetapi kesemuanya memperlihatkan sikap kesejarahan yang sama.

Berikut ini adalah isi Tambo yang menjelaskan tentang pembagian

harta waris adat Minang: 41

“Waris atau peninggalan jaitu suatu barang jang ditinggalkan oleh satu orang jang sudah mati, diterima oleh ahli warisnja, baik tentangan harta pusaka baikpun tentang gelar pusaka. Kebanyakan ada orang menamakan, setelah ia ada hubungan satu perkara lama dari satu orang atau mamaknja dan dikatakanja bahasa ia mendjawat waris. Sebetulnja itu bukan mendjawat waris, hanja itu mendjawat tutur atau kata, jang dimaksut benar tenangan waris didjawat ini, jaitu waris penghulu jang didjawat seperti gelar pusaka jang mendjawat warisini sako namanja atau turunan. Adapun turunan ini ada dua matjam, pertama patriachat atau turunan dari bapak kedua matriachat jaitu turunan dari pada ibu. Menurut adat Minangkabau jang dipakai adat matriachat, jaitu turunan daripada ibu jang mendjawat waris ialah kemenakan. Kalau seorang penghulu mati, ialah kemenakan mendjawat waris kebesarannja sifat dan martabat penghulu itu.”

                                                             41 Tambo Alam Minangkabau, h. 27

Page 56: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Kemudian dijelaskan lebih lanjut, bahwa setelah beberapa lama dunia

berkembang, tiap-tiap negeri telah berpenghuni, timbul kata mufakat antara

penghulu, mamak dan kemenakan. Mereka kemudian berjalan ke Sungai

Solok yaitu yang bernama Batang Terandjur menuju ke rantau pesisir, dan

rantau pesisir itulah yang dinamakan dengan Tiku Pariaman.

Tidak beberapa lama anak perempuan (kemenakan) tadi memiliki

seorang anak laki-laki yang bernama Magek Djabang dan dialah yang

memegang barang pusaka adat limbago Tiku Pariaman.

Kemudian ketiganya (peghulu, mamak dan kemenakan) tersebut

kembali pulang ke Padang Panjang dan nama mereka semakin terkenal.

Pada saat itu, harta pusaka turun hanya kepada anak saja belum ada

yang diturunkan kepada kemenakan. Setelah beberapa lamanya, mufakatlah

orang yang bertiga itu di sebuah balai di Padang Panjang untuk membicarakan

bahwa Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang akan

belajar mulai dari Tiku Pariaman meunuju ke negeri Aceh.

Setelah beberapa jauh belajar, di tengah laut perahu mereka terhalang

oleh pasir pantai disebabkan karena air laut yang pasak tiba-tiba surut.

Maka, berkatalah kedua Datuk tersebut kepada kemenakannya, mari

kita menghela perahu ini bersama-sama. Akan tetapi anaknya tidak mau

menolong, hanya kemenakannya saja yang mau menghela perahu tersebut.

Setelah itu, berkatalah Cati Bilang Pandai: “Hai datuk-datuk sekalian

dan datuk yang berdua ini meminta hamba sungguh-sungguh jangan

diberikan juga pusaka itu kepada anak. Melainkan baiklah kita berikan

kepada kemenakan saja semuanya.”

Maka menjawab Datuk Katumanggungan: “Hai Cati Bilang Pandai

apa sebabnya maka demikian?”

Maka menjawab Cati Bilang Pandai: “Kita telah mencoba menyuruh

sekalin anak-anak itu menghela (menarik) perahu yang terhalang pasir itu,

tetapi sekalian mereka itu tidak mau menolong bapaknya yang sedang

menarik perahu itu.”

Page 57: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Oleh karena itulah, pusaka tersebut lebih baik diturunkan kepada

kemenakan berupa sawah, ladang, emas dan perak karena kemenakanlah yang

telah bersusah payah mau menolong. Itulah sebabnya pusaka mula-mula turun

kepada kemenakan pada masa itu sampai sekarang tidak berubah-rubah.

3. Sejarah Islam di Minangkabau

Menurut sejarah, Agama Hindu berpengaruh di Sumatera Barat dimasa

Adityawarman. Raja Minangkabau pertama yang memeluk agama Islam

adalah Sultan Alif pada abad ke 16.

Agama Islam dibawa oleh pedagang-pedagang melalui pusat pantai

dan kemudian menjalar ke darat. Masjid menjadi syarat untuk sahnya sebuah

nagari. Pusat pendidikan dan perkembangan agama Islam di Ulakan

(Pariaman) dibina oleh Syech Burhanuddin. Ajaran menafsirkan sesuatu

dalam alam sebagai wujud dari Allah swt. Dengan cepat ajaran ini bersatu

dengan unsur agama Hindu yang masih dianut oleh penduduk. Maka lahirlah

peyembahan dan peran orang-orang atau benda keramat, sihir, tenung dan

sebagainya. Antara agama Islam dan adat tidak dinyatakan ada pertentangan.

Warisan yang menurut adat Minangkabau diturunkan menurut garis

ibu tidak dinyatakan berlawanan dengan agama walaupun dalam hukum

faraidh dinyatakan berlawanan dengan agama. Pemerintahan berada di tangan

penghulu sedangkan urusan pengajian dipegang oleh alim ulama.

Keseimbangan ini berubah dengan masuknya paham Wahabi yang

menghendaki pemurnian ajaran dan ibadah agama Islam sesuai dengan

mazhab Hambali. Gerakan pembersihan dan pemurnian dipelajari oleh M.

Sumanik, H. Piobang dan H. Miskin yang baru kembali dari Mekkah pada

tahun 1803-1820 dan disebut dengan Perang Paderi. Gerakan-gerakan ini

dijalankan dengan teror dan kekerasan berubah menjadi kekuatan politik yang

berhadapan dengan kaum penghulu sebagai pemegang kekuasaan lama.

Kaum Paderi berhasil menanamkan kekuasaannya. Terjadilah suatu

asimilasi yang erat antara ajaran Islam dan adat sebagai pola bertingkah laku

dan bertindak.

Page 58: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Kalau dahulu persenyawaan adat dan agama Islam diungkapkan

dengan pernyataan “adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi adat”, maka

sekarang kita kenal pernyataan “adat bersendi syara’ syara’ bersendi

kitabullah”.

Kedudukan agama berada di atas kedudukan adat sebagaimana

dinyatakan dalam ungkapan, agama berperan dalam mengatakan dan adat

berperan dalam memakai yang berarti bahwa adat adalah pelaksanaan ajaran-

ajaran agama.

Dalam hal dan situasi ini maka sangat dibedakan antara adat jahiliyah

dan adat Islamiah. Adat jahiliah adalah adat yang tidak bersumber pada Al-

Qur’an dan Hadis, sedangkan adat Islamiah adalah pola yang mendasari cara

bertingkah laku dan bertindak sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama yang

terdapat dalam Al-Quran dan Hadis.

Sejarah Islam dalam adat Minangkabau tentu saja tidak lepas dari

adanya perang Paderi. Namun, dilihat dari rangkaian historis, perang Paderi

bukanlah merupakan gerakan pembaharuan Islam pertama di Minangkabau.

Setidak-tidaknya telah ada upaya ke arah itu, seperti yang telah dilakukan

Tuanku Nan Tuo. Ia menganjurkan agar semua perintah Al-Qur’an diamalkan.

Untuk itu, ia merasa perlu mengadakan perubahan. Perubahan pertama yang

dilakukannya adalah perbaikan terhadap surau-surau yang selama itu

tenggelam dalam tradisi tarekat. Surau-surau tersebut diorientasikan ke arah

syari’at (Fiqh Oriental). Ia menetapkan bahwa fiqh merupakan kajian utama

di suraunya. Murid-murid tidak hanya dibekali ilmu agama, juga berbagai

keterampilan lain sebagai bekal hidup mereka di masa depan.

Selain itu, ia juga melakukan perbaikan moral masyarakat dan

meluruskan ajaran yang telah diselewengkan. Usaha itu, tentunya dilakukan

dengan cara-cara persuasif, lemah lembut, tanpa kekerasan, agar tidak

menimbulkan konflik diantara masyarakat dengan ulama. Banyak kasus yang

diselesaikan dengan baik, misalnya, soal harta pusaka dan harta warisan yang

selama itu menjadi perdebatan diantara tetua adat dan masyarakat. Tuanku

Nan Tuo mengembalikan semua persoalan tersebut dengan pendekatan fiqh.

Page 59: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Untuk itu ia membagi harta pusaka menjadi dua macam; harta pusaka dan

harta pencarian. Harta pusaka diwariskan berdasarkan hukum adat, sedangkan

harta pencarian diwariskan kepada anak, walaupun tidak sepenuhnya menurut

faraidh (hukum pembagian menurut Islam). Tapi ia menganjurkan agar

masyarakat berpegang pada hukum Islam dalam penyelesaian setiap masalah

yang terjadi di masyarakat. Langkahnya ternyata banyak membawa perubahan

dan diikuti oleh murid-muridnya.42

Di seluruh Minangkabau, buku pedoman yang terkenal untuk kajian

syariat adalah sama, yaitu Minhaj al-talibin (Pedoman bagi Murid-murid yang

Percaya). Oleh orang-orang Minangkabau, buku pedoman ini disebut secara

sederhana sebagai “Kitab Fiqh”. Semua buku fiqh Islam yang terkenal sangat

mirip. Mula-mula dibahas lima rukun Islam; pengakuan iman, doa, puasa, naik

haji dan amal, yang biasa dicakup dalam ibadat atau hukum mengenai perilaku

manusia terhadap Allah. Yang ingin maju lebih lanjut bisa mempelajari juga

aspek-aspek hukum Islam mengenai hubungan manusia, seperti hukum

warisan, hukum perkawinan dan seterusnya.43

B. Analisis Data

1. Perbandingan Sistem Hukum Waris Adat dengan Hukum Waris Islam

1) Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan dalam Hak Waris Islam

Sebenarnya Al-Qur’an atau Islam menganut sistem bilateral44, tetapi

tidak seperti yang dipahami atau diterapkan oleh sekelompok masyarakat atau

golongan yang berpendapat bahwa pembagian harta waris harus sama antara

laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an melebihkan laki-laki memperoleh dua

kali bagian perempuan, mengingat laki-aki menanggung biaya nafkah,

tanggungan, beban usaha, serta menanggung segala permasalahan.

                                                             42 Murodi, Melacak Asal Usul Perang Paderi Di Sumatera Barat, (Jakarta: Logos, 1999), h. Xv 43 Christine Dobbin, Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi Minangkabau 1784-1847, (Depok: Komunitas Bambu, 2008), h. 195 44 Bilateral adalah bentuk kekerabatan yang menarik garis nasab melalui jalur ayah dan ibu atau laki-laki dan perempuan.

Page 60: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

ÞΟä3Š Ϲθ ムª!$# þ’ Îû öΝà2ω≈ s9÷ρ r& ( Ìx.©%# Ï9 ã≅÷VÏΒ Åeáym È⎦ ÷⎫u‹sVΡW{$#

“Allah mensyari’atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (An-Nisa’: 11)

Begitu pula jelas dinyatakan dalam Hadis Nabi Muhammad saw.

adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra.:

يه وسلم قال ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولى عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عل رجل ذآر

“Nabi Muhammad Saw. bersabda: ‘Berikanlah harta pusaka kepada orang yang berhak. Sisanya untuk (orang) laki-laki yang lebih utama.’”

Hadist tersebut mengatur tentang peralihan harta dari pewaris kepada

ahli waris, setelah itu jika terdapat sisa, maka porsi laki-laki lebih besar dari

porsi perempuan. Hal ini tentu saja didasarkan dengan alasan bahwasanya

laki-laki pada zaman sejarah memang lebih kuat untuk berperang daripada

wanita. Begitu pun pada zaman sekarang, laki-laki berhak mendapat porsi

harta warisan yang lebih besar dikarenakan laki-laki memiliki tanggung jawab

yang besar terutama jika laki-laki telah memiliki rumah tangga, ia memiliki

tanggung jawab yang besar terhadap anak-anak dan istrinya.

2) Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan dalam Hak Waris Adat

Minangkabau

Masyarakat Minangkabau merupakan bagian suku bangsa Indonesia

yang dalam pola kekerabatan menganut sisem matrilineal. Sistem matrilineal

berdasarkan kepada ikatan garis keturunan melalui garis ibu. merujuk kepada

garis keturunan ibu tersebut, saudara perempuan ditempatkan sebagai penerus

garis keturunan kesukuan, dalam hal ini termasuk penerus atau penerima dari

berbagai bentuk warisan material maupun yang berisifat adat istiadat. Di sisi

Page 61: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

lain, kaum laki-laki ditempatkan sebagai pengelola dan penjaga harta warisan

material yang disebut “Pusako”. 45

Sesuai dengan garis keturunan yang matrilineal, dapat juga kita

harapkan hal sama dengan itu dalam hubungan yang lain. Harta pusaka juga

diturunkan melalui garis ibu dan yang berhak menerimanya adalah anggota

perempuan dari sebuah keluarga. Anggota laki-laki dari sebuah keluarga

matrilineal sebenarnya tidak berhak terhadap harta pusaka, mereka hanya

mempunyai kewajiban untuk menjaga harta itu, sehingga harta itu tidak

menjadi hilang dan benar-benar memberikan kegunaan bagi kaum

kerabatnya.46

Memberikan harta kepada anak perempuan biasanya dilatarbelakangi

oleh alasan pribadi orang tua yakni rasa kasih sayang yang berlebihan kepada

anak perempuan. Di samping itu, juga karena alasan yang bersifat fisik

dimana anak perempuan memiliki fisik yang lebih lemah dibandingkan

dengan anak laki-laki. Oleh kelemahan fisik yang dimiliki anak perempuan

tersebut, maka anak perempuan harus didukung dengan harta pusaka. Berbeda

halnya dengan anak laki-laki, dengan kondisi fisiknya yang lebih kuat ia dapat

berusaha hidup mandiri dan mencari sumber harta lain tanpa harus

mengharapkan harta pusaka dari orang tuanya. Alasan lainnya adalah anak

laki-laki di Minangkabau setelah menikah akan pergi ke rumah isterinya atau

menjadi sumando di rumah isterinya. Itulah sebabnya maka anak laki-laki

tidak perlu diberikan harta waris oleh orang tuanya.

Pemberian harta pusaka rendah kepada anak perempuan lebih banyak

dibandingkan dengan anak laki-laki di samping alasan-alasan yang

dikemukakan di atas juga disebabkan oleh sistem perkawinan Minangkabau

yang matrilokal. Oleh sebab itu, apabila seorang saudara laki-laki dari seorang

perempuan mengalami perselisihan atau sebab lain sehingga mengakibatkan

perceraian dengan isterinya di rumah tangga maka saudara laki-laki itu akan

                                                             45 Indra Yuda, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Maret 2009,Vol. 15 No.2, (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, hal), h. 387 46 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,( Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982), h. 253

Page 62: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

kembali ke rumah keluarga asalnya yaitu ke rumah saudara perempuannya.

Dengan kembalinya saudara laki-laki tersebut ke keluarga asal maka tanggung

jawab terhadapnya merupakan kewajiban saudara perempuannya.

2. Perbandingan Kasus Pewarisan

1) Kasus Pewarisan Islam

Jika yang meninggal Istri dan ahli warisnya adalah:

Suami

Dua anak laki-laki

Satu orang anak perempuan

Seorang mayit meninggalkan ahli waris terdiri dari seorang suami,

dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Harta waris yang

ada merupakan harta bersama yang totalnya Rp. 100.000.000. Biaya yang

dikeluarkan untuk perawatan jenazah seluruhnya berjumlah Rp.

10.000.000, wasiat tidak ada, hutang juga tidak ada.

Pertanyaan:

Siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian tiap-tiap

ahli waris tersebut ?

Penyelesaian:

a) Menghitung harta peninggalan mayit

Antara suami dan istri adalah saling mewarisi, tergantung siapa yang

terlebih dahulu meninggal dunia. Apabila salah seorang dari suami istri

meninggal dunia, maka sebelum harta waris dibagikan perlu

dipisahkan antara hak milik suami dan harta milik istri. Apabila harta

diperoleh selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, maka menurut

KHI disebut harta bersama. Bagi janda atau duda yang ditinggal mati,

berhak mendapat separuhnya di luar hak warisnya sepanjang tidak ada

ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.

Page 63: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Jadi, jumlah harta peninggalan mayit adalah :

= ½ x Rp. 100.000.000 = Rp. 50.000.000

b) Menghitung harta waris yang dapat dibagikan

Harta waris yang dapat dibagikan kepada ahli waris adalah harta

peninggalan mayit setelah dikurangi untuk membayar perawatan

jenazah, wasiat dan hutang tidak ada.

= Rp. 50.000.000 – Rp. 10.000.000

= Rp. 40.000.000

c) Menentukan ahli waris yang berhak

Karena ada anak laki-laki, maka saudara terhalang (terhijab) mendapat

waris. Sehingga yang berhak mendapat waris adalah:

- Suami

- Dua anak laki-laki

- Satu orang anak perempuan

Dalam hal ini, suami termasuk ke dalam Dzawil Furudh (ahli waris

yang tertentu) yakni mendapat ¼ bagian warisnya. Oleh karena itu,

suami didahulukan pembagiannya dan sisanya dibagikan kepada anak

laki-laki dan anak perempuan.

Hasilnya adalah sebagai berikut ini:

Jumlah harta = 40.000.000

Suami = 41 x 40.000.000 = 10.000.000 -

30.000.000

- anak laki-laki 1 = 2 bagian

- anak laki-laki 2 = 2 bagian

- anak perempuan = 1 bagian ( ½ laki-laki)

- Total bagian =

Page 64: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Maka,

anak laki-laki 1 = 52 x 30.000.000 = 12.000.000

anak laki-laki 2 = 52 x 30.000.000 = 12.000.000

anak perempuan = 51 x 30.000.000 = 6.000.000

Bagian suami, disamping mendapat waris sebesar Rp. 10.000.000,

ditambah juga dengan harta miliknya yang telah dipisahkan dari harta

bersama sebesar Rp. 50.000.000 sehingga total hartanya Rp.

60.000.000.

Page 65: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Tabel 4.1

Pewarisan Menurut Hukum Islam

Dengan Sistem Bilateral

(Studi Kasus Jika Istri yang Meninggal)

Keterangan :

= istri (ibu)

= suami (ayah)

= anak perempuan

= anak laki-laki

= harta diwariskan ke

Page 66: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

2) Kasus Pewarisan Adat Minangkabau

Jika yang meninggal Istri dan ahli warisnya adalah:

1) Suami

2) Dua anak laki-laki

3) Satu orang anak perempuan

Pertanyaan:

Seorang mayit meninggalkan ahli waris terdiri dari seorang suami,

dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Harta waris yang

ada merupakan harta bersama yang totalnya Rp. 100.000.000. Siapa yang

berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian tiap-tiap ahli waris tersebut ?

Penyelesaian:

1) Suami

Suami tidak mendapat hak waris, karena suami bukan merupakan

keturunan satu suku seibu (matrilineal).

2) Satu orang anak perempuan

Satu orang anak perempuan mendapat hak waris penuh dari ibunya

karena merupakan keturunan satu suku seibu (matrilineal).

3) Dua anak laki-laki

- Kedua anak laki-laki tidak mendapat hak waris, tetapi

berkewajiban menjadi pengawas harta saudara perempuannya.

- Apabila saudara perempuannya telah mempunyai anak

(kemenakan), maka laki-laki tersebut menjadi mamak dari

kemenakan tersebut dan wajib bertanggung jawab terhadap

pewarisan harta dari saudara perempuan si laki-laki yang

diwariskan kepada kemenakannya yang perempuan (anak saudara

perempuannya) sehingga terjadi pewarisan menurut garis sesuku

(menurut garis keturunan ibu).

Page 67: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Tabel 4.2

Pewarisan Menurut Hukum Adat Minangkabau

Dengan Sistem Matrilineal

(Studi Kasus Jika Istri yang Meninggal)

Keterangan :

= istri (ibu/ nenek) = harta diwariskan ke

= suami (ayah/ kakek) = harta diawasi

= anak perempuan = tidak ada hak waris

= anak laki-laki (mamak)

= anak (cucu/ kemenakan perempuan)

= anak (cucu/ kemenakan laki-laki)

Page 68: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Tabel 4.3

Perbandingan Sistem Hukum Waris Islam dengan Hukum Waris Adat

Minangkabau

No. Segi Perbandingan Islam Adat

1. Sistem pewarisan Bilateral Matrilineal

2. Dasar hukum waris Al-Qur’an Hadist Tambo

3. Kedudukan laki-laki dan

perempuan dalam harta

waris

Laki-laki mendapat dua

kali perempuan

Laki-laki hanya

menjaga harta

waris, perempuan

mendapat hak

milik penuh

4. Alasan pemilihan ahli

waris

Laki-laki sebagai kepala

rumah tangga yang akan

bertanggung jawab

Perempuan lemah

dan harus menjaga

kelestarian anak

cucu yang

sekaum/ segaris

keturunan ibu.

Dari tabel di atas jelas bahwa ada empat segi perbandingan hukum

waris Islam dan hukum waris adat Minangkabau, yakni hukum waris Islam

dengan sistem bilateral dimana harta waris diberikan kepada laki-laki dan

perempuan dengan landasan hukum Al-Qur’an hadist yang mutawattir tidak

diragukan lagi kebenarannya. Berbeda dengan sistem hukum waris adat

Minangkabau yang menggunakan sistem matrilineal dimana harta waris hanya

diberikan kepada anak perempuan saja dengan landasan hukum yang tertulis

dalam Tambo yang turun temurun dari nenek moyang orang Minangkabau.

3. Pandangan Islam Terhadap Sistem Pewarisan Adat Minangkabau

Pada awal masuknya Islam ke Minangkabau sendiri, telah tampak

adanya perbandingan adat budaya Minang dengan budaya Islam. Hal ini

Page 69: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

tampak dari pendapat beberapa tokoh Minang yang belajar ke luar negeri

mempelajari Islam, kemudian menerapkan ilmu agama Islam yang mereka

kuasai, termasuk di dalamnya tentang ilmu fiqh.

Ahmad Khatib sebagai salah satu anak nagari Minangkabau yang kini

terkenal sebagai tokoh Islam, menganjurkan agar menyingkir dari kampung

halaman pergi ke negeri lain. Ia berkata:

“Janganlah bertolak-tolak kamu pada melakukan syariat nabi kita, tetapi kamu pada masalah yang tiada mudarat kepada kamu berbantah-bantah kamu dan berkelahi kamu pada masalah pusaka ini yang tiada ia mufakat dengan hawa kamu, tiada suka kamu melakukannya dan kamu jawab dengan tiada akan mungkin tiada melepaskan ia akan kamu dari Allah ta’ala. Dan jika betul kamu orang alim yang sebenarnya takut dari pada Allah ta’ala, karna apakah tiada kamu larikan agama kamu kepada negeri yang lain, jika tiada mungkin melakukan akan dia pada negeri kamu. Adakah tiada percaya kamu dengan Allah ta’ala pada janjinya dan adakah takut akan diputuskan oleh Allah ta’ala akan rezki kamu jika berpindah kamu dari negeri kamu kepada negeri yang lain karena melarikan agama kamu.” 47

Seruan ini disampaikannya setelah ia sendiri melaksanakannya. Dia

berangkat ke Mekkah pada tahun 1876, tidak pernah kembali ke Minangkabau

dan meninggal di tanah suci pada tahun 1916. Seruan Ahamd Khatib tersebut

mengandung ajakan kepada masyarakat Minangkabau agar dapat

melaksanakan syariat nabi Muhammad saw. dengan benar dan tidak

melaksanakan pembagian harta waris yang bertentangan dengan ajaran agama

Islam sebab seharusnya manusia yang alim akan takut pada hukuman yang

diberikan oleh Allah swt.

Ahmad Khatib juga mengarang sebuah kitab yang “Ad Doi' al Masmu'

fil Raddi 'ala Tawarisi al 'ikwati wa Awadi al Akawati ma'a Wujud al usuli wa

al Furu'I”, yang artinya : “Dakwah yang didengar Tentang Penolakan Atas

Pewarisan Pewarisan Saudara dan anak Saudara Disamping Ada Orang Tua

dan Anak. Kitab itu di Tulis di Mekah pada akhir abat ke XIX.48

                                                             47 Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1990), h. 168 48 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau, (Jakarta: IAIN Fakultas Syariah, 1984), h. 275

Page 70: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Meskipun demikian, Ahmad Khatib berbeda pendapat dengan murid

beliau seperti Syekh Dr.H.Abd.Karim Amrullah. Murid beliau Syekh Rasul

(H.Abdul Karim Amrullah) seorang ulama yang belakangan ini melihat harta

pusaka dalam bentuk yang sudah terpisah dari harta pencarian. Beliau

berpendapat bahwa harta pusaka itu sama keadaannya dengan harta wakaf

atau harta musabalah yang pernah diperlakukan oleh Umar ibn Khattab atas

harta yang didapatnya di Khaybar yang telah dibekukan tasarrufnya dan

hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Penyamaan harta pusaka

dengan harta wakaf tersebut walaupun ada, akan tetapi masih ada

perbedaannya, adalah untuk menyatakan bahwa harta tersebut tidak dapat

diwariskan. Karena tidak dapat diwariskan, maka terindarlah harta tersebut

dari kelompok hata yang harus diwarisklan menurut hukum faraidh, artinya,

hukum faraidh tidak berlaku dalam pewarisan harta tersebut. Pendapat beliau

ini diikuti oleh ulama lain di antaranya Syekh Sulaiman ar Rasuli.

Ahmad Khatib terkenal karena usaha-usahanya yang tak mengenal

lelah untuk memberantas hukum warisan berdasarkan sistem kuasa ibu

(matriakat). Jalan pikiran Ahmad Khatib terhadap adat, diterima juga oleh

Abdullah Ahmad. Hanya saja Abdullah Ahmad memperlunak pandangan

Ahmad Khatib. Adat Minangkabau menurut Ahmad Khatib adalah adat

jahiliah, hukum warisnya menyalahi hukum waris Islam. Warisan harus dibagi

berdasarkan berdasarkan hukum faraidh, baik warisan yang termasuk harato

pusako, ataupun warisan yang berwujud harato pencaharian.

Kaum Padri pun sudah menentang organisasi masyarakat berdasarkan

matriakat. Kaum pembaharuan dari awal abad ke-19 ini juga tidak menyukai

“adat pusaka” yang sama sekali bertentangan dengan sistem hukum keluarga

Islam. Oleh karena itu, Ahmad Khatib pun melanjutkan lagi perjuangan Padri

di bidang ini, yaitu perlawanan terhadap hukum warisan berdasarkan

matriakat. Ahmad Khatib menjelaskan bahwa barangsiapa masih mematuhi

lembaga-lembaga kafir, maka hal itu berasal dari syaitan. Yang tidak dapat

Page 71: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

dibiarkan disamping hukum Tuhan adalah seorang kafir dan ia akan masuk

neraka.49

Kemudian ada lagi salah seorang tokoh, yakni Syaikh Jalaluddin

Ahmad Koto Tuo yang pernah mengajarkan ilmu fiqh di Minangkabau. Beliau

mengatakan:

“Maka dalam masa itu juga adalah saya, Fqih Saghir, berhimupun dengan Tuanku Nan Renceh dalam mesjid Kota Hampalu di negeri Candung Kota Lawas jua adanya. Telah saya duduk bersenang menghafadkan ilmu fiqh. Itu pun saya telah dimasyhurkan orang pandai memahamkan ilmu fiqh pada masa saya muda umur sekali-kali. Maka sebab itu banyaklah orang berhimpun-himpun kepada tempat-tempat itu, mengambil ilmu, menghafadhkan kitab fiqh itu, karena ilmu yang terlebih dikasihi pada masa itu adalah ilmu fiqh. Maka sebab beberapa kalimat tammat saya mengajarkan ilmu fiqh itu, mengertilah saya apa-apa perkataan yang thabit dalam kitab itu, yakni ialah meyucikan segala anggota dari pada najis dan lata dan memandikan sekalian badan dari pada segala hadath dan wajib atas Islam mendirikan rukun yang lima itu, yaitu mengikrarkan kalimat yang dua patah serta mentashdiqkan dia dan mendirikan sembahyang yang lima pada segala waktunya dan mendatangkan zakat kepada segala fakir miskin dan miskin dan pada puasa pada bulan Ramadhan dan naik haji atas kuasa dan menyatakan berjual dan membeli dan yang harus dijual dan dibeli dan menyatakan sendiri dan bersyarikat dan menyatakan sekalian akadnya sahnya dan batalnya dan menyatakan membahagiakan area kepada segala warisnya dan menyatakan nikah dan iddah serta segala aqadnya dan wajib nakah atas segala karib dan menyatakan segala hukum sahnya dan batalnya dan menghukum antara segala manusia dengan adil dan menyuruh mereka itu dengan berbuat baik dan menengah daripada berbuat jahat. Inilah setengah kenyataan perkataan yang thabit dalam ilmu fiqh adanya.” 50

Dalam rentetan hikayat ini, ternyata pengajaran fiqh yang diberikan

oleh Jalaluddin tidak terbatas kepada persoalan ibadah saja, tetapi termasuk

juga muamalah dan nikah.

Dari banyaknya paparan sejarah di atas jelas bahwa dari semenjak

Islam masuk ke Minangkabau, Islam telah mengajarkan tentang hukum

mawaris kepada masyarakat Minangkabau lewat para tokoh Islam anak nagari.

                                                             49 B.J.O. Schrieke, Pergolakan Agama Di Sumatera Barat, (Jakarta: Bhratara, 1973), h. 35 50 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), h. 39

Page 72: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Masyarakat Minangkabau menurut adatnya melaksanakan hukum

waris terhadap kemenakan, sedangkan agama yang dipeluk oleh masyarakat

memiliki pula hukum waris melalui anak pada umum yaitu faraidh. Akan

tetapi dalam hukum waris kemenakan di Minangkabau tidak terdapat gezin

dalam satu kesatuan unit yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak, melainkan

hanya dikenal kaum yaitu kesatuan unit yang lebih besar dari gezin. Di daerah

Minangkabau pada umumnya sebagian besar masyarakat masih berkaum,

berkeluarga, berkampung dan bersuku. Sedangkan gezin famili itu relatif

sedikit sebab meskipun ada gezin, si ayah tetap menjadi anggota kaumnya.

Demikian pula si ibu masih tetap menjadi anggota keluarganya, sehingga

dalam masyarakat Minangkabau kita tidak dapat menemukan anak yatim atau

juga orang jompo yang tidak punya usaha atau pencaharian sebab sistem

kekeluargaan itulah yang membentuk demikian.51

KH. Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul Hukum Waris

Islam hal 145 mengatakan bahwa hukum kewarisan adat tidak terikat pada

ajaran agama tertentu, oleh karenanya masalah agama dalam hukum

pewarisan adat tidak menjadi perhatian, tetapi apakah benar demikian adanya

di dalam hukum kewarisan adat Minangkabau, karena orang Minang tidak

mengakui anggota kerabatnya yang beragama di luar Islam, sehingga hal-hal

yang melekat pada statusnya tersebut dicabut misalnya dalam hal ini tidak

berhak untuk mendapat harta warisan.52

Kedudukan dan fungsi harta pusaka adalah ibarat tiang agung

Minangkabau yang harus dilestraikan sehingga tidak boleh dijual ataupun

digadai. Sehingga dalam pewarisan harta pusaka tinggi masih berlaku hukum

adat yang berarti harta diwariskan kepada kemenakan kalau pewarisnya

adalah ayah/ mamak tapi apabila pewarisnya adalah ibu/ perempuan maka ahli

warisnya adalah anak-anaknya.

Ketentuan kewarisan Islam tidak bisa dijalankan dalam pewarisan

harta pusaka tinggi mengingat tidak ditemuinya unsur-unsur pewarisan Islam                                                              51 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 52 52 KH. Ahmad Azhar Basyir, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 145

Page 73: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

di sana, tapi proses tersebut tidak menyalahi dalam hukum Islam karena ada

yang menyamakan harta pusaka tinggi dengan harta wakaf. Sedangkan harta

pusaka rendah diperuntukkan untuk menghidupi keluarga yang lebih kecil

yaitu anak dan isteri, sehingga ahli waris dalam harta tersebut adalah anak-

anaknya. Dalam pembagian harta pusaka rendah ini adalah pengaruh dari

hukum waris Islam. Dengan demikian, hukum waris Islam tidak dijalankan

secara murni karena ada penyimpangan-penyimpangan terutama dalam proses

pembagian hak masing-masing ahli waris, ada yang membaginya sesuai

dengan hukum waris Islam, ada yang menyamaratakan pembagiannya sesama

ahli waris dan ada yang penyelesaiannya dengan jalan musyawarah.

Dasar filosofis adat Minangkabau adalah "adat basandi syarak, syarak

basandi kitabullah", tetapi dalam aplikasinya terutama dalam kewarisan

belum berjalan secara murni, di antara faktor penyebabnya adalah kurangnya

pemahaman masyarakat terhadap hukum waris Islam serta masih adanya

pengaruh hukum adat dalam menyelesaikan kewarisan. Titik taut antara

hukum waris Islam dengan hukum adat terletak pada berjalannya asas bilateral

dan individual. Walaupun demikian, hal tersebut belum berjalan secara murni

sedangkan perbedaannya adalah adanya penyimpangan yang dilakukan

sebagian masyarakat dalam pembagian hak masing-masing.

Dalam pewarisan harta pusaka menurut lahirnya ahli waris yang

kelihatan adalah pihak kemenakan, sedangkan anak-anak bukanlah ahli waris.

Hukum Islam menetapkan anak-anak sebagai ahli waris yang berhak,

sedangkan kemenakan kalaupun ada, berada dalam urutan belakang sekali.

Oleh karena itu, kalau ada hanya melihat lahirnya secara sepintas lalu dapat

dikatakan bahwa pelaksanaan pewarisan harta pusaka adat Minangkabau,

menyalahi hukum Islam.53

Allah telah menyatakan secara tegas, agar manusia selalu mematuhi

aturan yang sudah ditentukan oleh Allah swt., termasuk dalam hal pembagian

harta waris yang harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur oleh Al-

                                                             53 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau, (Jakarta: IAIN Fakultas Syariah, 1984), h. 549

Page 74: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

faraidh atau hukum faraidh. Sesungguhnya apa yang telah disyariatkan oleh

Allah swt. untuk manusia, itulah sebenarnya yang paling baik dan paling adil

bagi manusia.

Barang siapa menaati hukum faraidh, yaitu membagi harta waris

sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya, maka Allah

swt. akan memberikan balasan berupa surga Allah swt. dan itulah sukses yang

hakiki sebagaimana firman Allah swt. dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat

13:

šš ù= Ï? ߊρ ߉ãm «!$# 4 ∅ tΒ uρ ÆìÏÜム©!$# …ã& s!θ ß™ u‘ uρ ã& ù#Åz ô‰ãƒ ;M≈Ζy_ ” Ìôf s? ⎯ÏΒ $ yγ ÏFós s? ã≈ yγ ÷ΡF{$#

š⎥⎪ Ï$Î#≈ yz $ yγŠ Ïù 4 š Ï9≡sŒuρ ã— öθ xø9$# ÞΟŠ Ïàyè ø9$# ∩⊇⊂∪

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar.”

Sebaliknya bagi yang melanggar hukum faraidh, yakni yang

menyimpang dari ketentuan Allah swt. dan Rasul-Nya dalam membagi harta

waris, maka Allah swt. tidak segan-segan memasukkannya ke dalam neraka,

sebagaimana firman Allah swt. dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 14:

∅ tΒ uρ ÄÈ ÷è tƒ ©!$# …ã& s!θ ß™ u‘ uρ £‰yè tG tƒ uρ …çν yŠρ ߉ãn ã&ù#Åz ô‰ãƒ #·‘$ tΡ #V$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù …ã& s!uρ ÑU#x‹tã Ñ⎥⎫Îγ •Β

∩⊇⊆∪

“Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”

Maka orang yang tidak menggunakan hukum faraidh dalam

melakukan pembagian harta waris, sama halnya dengan orang yang tidak

berhukum dengan hukum Allah swt.

Page 75: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

 

 

 

 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian, kajian teori dan analisis data, maka

dapat disimpulkan bahwa :

1. Implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat Minangkabau

tidak terlaksana pada pembagian harta pusaka tinggi dan harta pusaka

rendah.

2. Implementasi hukum waris Islam dalam hukum waris adat Minangkabau

hanya terlaksana pada pembagian harta pencaharian dan harta suarang yang

dibawa suami istri dalam pernikahan. Akan tetapi, pelaksanaan pewarisan

kedua harta tersebut tidak dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan hukum

waris Islam yang benar.

3. Tidak terdapat keseimbangan antara agama dan adat dalam sistem

pembagian harta waris adat Minangkabau, karena hukum waris Islam

dengan hukum waris adat Minangkabau sangat berbeda. Hukum waris

Islam dilaksanakan dengan sistem bilateral dimana harta waris diberikan

kepada laki-laki dan perempuan dengan landasan hukum Al-Qur’an hadist

yang mutawattir tidak diragukan lagi kebenarannya, sedangkan hukum

waris adat Minangkabau menggunakan sistem matrilineal dimana harta

waris hanya diberikan kepada anak perempuan saja dengan landasan

Page 76: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

hukum yang tertulis dalam Tambo yang turun temurun dari nenek moyang

orang Minangkabau

4. Kesadaran masyarakat Minangkabau untuk menyeimbangkan hukum waris

adat dengan hukum waris Islam belum tampak adanya disebabkan pola

fikir masyarakat yang masih berpegang teguh kepada adat Minangkabau

yang mengajarkan pewarisan harta semestinya diberikan kepada pihak

wanita sebagai kaum yang lemah sehingga anak-anak dari wanita tersebut

tidak terlantar dan kelestarian kaum yang sesuku tetap bisa terjaga.

B. Saran

1. Diharapkan adat Minangkabau yang berlandaskan “adat basandi syara’

syara’ basandi kitabullah” bukan hanya menjadi semboyan semata, tetapi

dapat terbukti dalam pelaksanaannya, yakni adat benar-benar kembali pada

kitabullah (Al-Qur’an dan Hadis) ajaran agama Islam.

2. Diharapkan kepada para generasi penerus adat Minagkabau agar mengerti

tentang adat Minangkabau sehingga tetap bisa melestarikan adat

Minangkabau berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis.

Page 77: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

DAFTAR PUSTAKA

Albani, Al. Sunan Tirmidzi. Juz 7. Arikunto, Suharismi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta. 2006 Atsari, Al- Abu Zakariya. Penuntun Ringkas Ilmu Faraidh/ Warisan. Bekasi:

Pustaka Daar El-Salam. 2008 Azra, Azyumardi. et.al.,Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta:

UIN Jakarta Press. 2002 Azrial, Yulfian. Budaya Alam Minangkabau. Padang: Angkasa Raya. 2008 Baihaqi, Al. Sunan Al-Baihaqi al-Kubra. Juz 3. Bashori, Subchan. Al-Faraidh Cara Mudah Memahami Hukum Waris Islam.

Jakarta: Nusantara Publisher. 2009 Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Waris Islam. Yogyakarta: UII Press. 2001 Daya, Burhanuddin. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera

Thawalib. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1990 Djakfar,Idris dan Taufik Yahya. Kompilasi Hukum Kewarisan. Jakarta: PT. Dunia

Pustaka Jaya. 1995 Dobbin, Christine. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi

Minangkabau 1784-1847. Depok: Komunitas Bambu, 2008 Hadikisuma, Hilman. Ensiklopedia Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia.

Bandung: Alumni. 1984 Hamka. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1985 Hariwijaya, M. dan Bisri M. Djaelani, Tekhnik Menulis Skripsi dan Thesis.

Jogjakarta: Zenith Publisher. 2004 Jurnal Adat dan Budaya Minangkabau Edisi Kedua/ Vol.2/ Maret-Mei/ Jakarta:

2004 Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit

Djambatan. 1982

Page 78: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir. Hukum Waris. Jakarta:

Senayan Abadi Puslishing. 2004 Mansoer, MD, Amrin Imran, dkk. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara.

1970 M.S, Amir. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta:

Mutiara Sumber Widya. 2006 Murodi. Melacak Asal Usul Perang Paderi Di Sumatera Barat. Jakarta: Logos.

1999 Navis, A.A. Alam Terkembang Jadi Guru Adat Dan Kebudayaan Minangkabau.

Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers. 1986 Rais, Za’im. The Minangkabau Traditionalist Response To The Modernist

Movement. Canada: Institute of Islamic Studies McGill University. 1994 Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 1994 Salman, Otje dan Mustofa Haffas. Hukum Waris Islam. Bandung: PT. Refika

Aditama. 2006 Sanggoeno, Dt. Diradjo Ibrahim. Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat

Warisan Nenek Moyang Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia. 2009

Sarmadi, A. Sukris. Transedensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997 Schrieke, B.J.O. Pergolakan Agama Di Sumatera Barat. Jakarta: Bhratara, 1973 Shihab, M. Quraish .Tafsir al-Misbah : pesan , kesan, dan keserasian al-Quran,

Jakarta : Lentera Hati. 2002. Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19,

Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984 Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada 2004 Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan BW.

Bandung: PT. Refika Aditama. 2007

Page 79: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Syarifuddin, Amir Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan

Adat Minangkabau. Jakarta: IAIN Fakultas Syariah. 1984 Tambo Alam Minangkabau Yuda, Indra. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Maret 2009,Vol. 15 No.2. Badan

Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional

 

Page 80: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

LAMPIRAN 1

KONSEP WAWANCARA DENGAN PENGURUS

KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN)

(UNTUK STUDI HUKUM WARIS ADAT MINANGKABAU)

Pengantar

Assalamu’alaikum wr. wb

Sebelumnya saya mendoakan Bapak berada dalam keadaan sehat walafiat dan

selalu dalam lindungan Allah swt. sehingga Bapak dapat bermurah hati untuk

memberikan informasi kepada saya dengan sukarela dan penuh kejujuran. Daftar

pertanyaan ini saya susun semata-mata untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan guna menyelesaikan skripsi dan pendidikan yang saya ikuti di jurusan

Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan demikian, data dan informasi yang Bapak berikan tidak akan

menimbulkan masalah dikemudian hari. Atas kemurahan hati Bapak saya ucapkan

terima kasih.

Identitas Responden

Nama : Jamaan Rajo Alam

Umur : 56 tahun

Suku : Malinmansiang

Jabatan : Manti (Pengurus Sidang Harta Waris) di KAN Koto Tangah

Alamat : Jl. Pertanian No.27 Rt.03 Rw.05 Kelurahan Lubuk Minturun

Kecamatan Koto Tangah Padang

Page 81: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

1. Bagaimana pelaksanaan sistem hukum waris dalam adat Minangkabau?

Jawab:

Semua suku di Minangkabau memiliki sistem pembagian harta waris

menurut garis keturunan ibu, baik secara lisan maupun tulisan seperti

yang tercantum dalam Tambo, yaitu

“Taluak paku kacang balimbiang

Timpuruang tolong lenggang-lenggangan

Ndak taruih ka saruaso

Anak dipangku kamanakan dibimbiang (anak dipangku kemenakan

dibimbing)

Rang kampuang dipatenggangan (orang kampung ditenggang)

Jago nagari jan ka binaso (jagalah negeri ini jangan sampai binasa)”

2. Ada berapa macam harta waris dalam adat Minangkabau ?

Jawab:

Pembagian harta menurut adat Minangkabau ada empat macam, yaitu

harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah, harta pencaharian dan harta

suarang.

3. Bagaimana penjelasan dan bentuk masing-masing harta warisan tersebut?

Jawab:

Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwariskan dari nenek kepada

mande (ibu) dan dari ibu turun kepada saudara perempuaan kita.

Artinya, harta pusaka tinggi adalah harta turun temurun dari nenek

moyang dulu kepada pihak perempuan misalnya berupa tanah, sawah,

ladang dan harta pusaka tinggi ini tidak boleh dijual. Harta pusaka

tinggi ini diawasi oleh mamak, sehingga untuk pewarisannya dilakukan

oleh mamak kepada kemenakan melalui persetujuan kaum. Sedangkan

harta pusaka rendah adalah harta pusaka yang diterima oleh kemenakan

dari mamak kandung. Hasil pekerjaan mamak kandung diberikan

Page 82: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

kepada kemenakannya. Dinamakan harta pusaka rendah karea

pewarisnya hanya sedikit. Bila harta ini diwariskan lagi dan pewarisnya

telah banyak, harta ini berubah menjadi harta pusaka tinggi. Contoh

harta pusaka rendah ini adalah tanah, sawah, ladang yang dikelola oleh

mamak kemudian diwariskan kepada kemenakan. Kemudian harta

pencarian, yaitu harta yang didapat dari hasil usahanya. Misalnya

seorang ayah bekerja menggarap sawah atau merantau ke negeri orang

untuk berdagang, maka hasilnya itu diberikan kepada anaknya. Harta

ini pada umumnya tidak berkaitan dengan harta pusaka di kampung

halamannya. Dan yang terakhir harta suarang adalah harta yang

diperoleh seseorang ketika ia masih surang atau sendiri (belum

menikah). Jika sudah menikah pun harta tersebut tetap menjadi milik

masing-masing, kecuali ada kesepakatan untuk menyatukan harta

tersebut menjadi milik bersama.

4. Bagaimana bentuk keseimbangan antara agama (Islam) dan adat dalam

pelaksanaan sistem hukum waris mengingat keduanya memiliki sistem hukum

waris yang berbeda?

Jawab:

Tidak terdapat keseimbangan antara agama dan adat dalam sistem

pembagian harta waris, karena faktanya adat mewariskan harta pusaka

kepada anak perempuan atau menurut garis keturunan ibu, sedangkan

dalam agama, harta seharusnya diwariskan kepada pihak laki-laki. Hal

ini sangat bertentangan. Namun, sebenarnya mengapa adat bertindak

demikian adalah karena kodrat wanita baik dalam adat maupun dalam

agama adalah makhluk yang lemah. Oleh karena itu, pewarisan harta

terhadap wanita adalah supaya anak-anak dari wanita tersebut tidak

terlantar dan kelestarian kaum yang sesuku tetap bisa terjaga. Berbeda

dengan laki-laki yang masih bisa kuat untuk mencari berbagai macam

pekerjaan untuk hidupnya.

Page 83: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

5. Bagaimana penerapan adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah dalam

sistem waris adat ?

Jawab:

Adat salingka nagari, agamo salingka alam (adat seputar negeri, agama

seputar alam). Berarti yang dipakai dalam negeri kita ini adalah adat,

bukan agama. Memang, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah

seharusnyalah kita kembali pada Al-Qur’an dan hadits, namun hal

tersebut adalah maksud untuk menyeimbangkan antara adat dan agama

agar tidak terjadi perselisihan yang besar antara kaum adat dan kaum

agama. Pada kenyataannya, mengenai hak waris hingga sekarang

masyarakat masih berpegang pada adat.

Page 84: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

KUTIPAN WAWANCARA DENGAN PENGURUS

KERAPATAN ADAT NAGARI

(UNTUK STUDI HUKUM WARIS ADAT)

Bismillahirrahmanirrahim

Berikut ini adalah kutipan wawancara penulis dengan pengurus Kerapatan Adat

Nagari yang menjabat sebagai “Manti”, yakni seorang pengurus yang

berkecimpung dalam pengurusan sidang harta warisan.

Penulis : “Assalamua’alaikum, Bapak !”

Manti : “Wa’alaikumsalam !”

Penulis : “Sejak tahun berapa Bapak bekerja disini ?”

Manti :“Saya sudah bekerja disini sejak tahun 2005, saya sudah bekerja di

Kerapatan Adat Nagari ini 5 tahun yang lalu.”

Penulis :“Apa jabatan Bapak di Kerapatan Adat Nagari ini ?”

Manti :“Saya menjabat sebagai sebagai Manti, yaitu pengurus sidang harta

warisan.”

Penulis :“Berbicara mengenai pengurusan harta warisan dalam adat Minangkabau,

apakah sistem pembagian harta warisan dalam adat Minangkabau

dilaksanakan secara tertulis atau hanya secara lisan saja, Pak ?”

Manti :“Pada dasarnya sistem pembagian harta warisan dalam adat

Minangkabau telah tertulis di dalam Tambo hingga sistem pembagian

harta secara adat Minang tetap lestari hingga saat ini. Dalam

pelaksanaann pembagian harta waris ada yang diadakan secara

tertulis disertai materai dan ada pula yang hanya dilaksanakan secara

lisan.”

Page 85: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Penulis :“Apa yang dimaksud dengan Tambo, Pak ?”

Manti :“Baiklah, akan saya jelaskan. Tambo adalah tulisan berupa sejarah,

silsilah, keturunan dan riwayat zaman dahulu atau tatanan adat

warisan nenek moyang orang Minang.”

Penulis :“Minangkabau kaya dengan bermacam-macam suku yang berbeda pada

masing-masing daerah. Apakah masing-masing suku di Minangkabau

memiliki sistem pembagain harta waris yang berbeda Pak ?”

Manti :“Semua suku di Minangkabau memiliki sistem pembagian harta

waris yang sama, yaitu diwariskan menurut garis keturunan ibu,

seperti yang tercantum dalam Tambo, yaitu

“Taluak paku kacang balimbiang

Timpuruang tolong lenggang-lenggangan

Ndak taruih ka saruaso

Anak dipangku kamanakan dibimbiang (anak dipangku kemenakan

dibimbing)

Rang kampuang dipatenggangan (orang kampung ditenggang)

Jago nagari jan ka binaso (jagalah negeri ini jangan sampai binasa)”

Penulis :“Jika demikian, ada berapa macam bentuk harta warisan di Minangkabau,

Pak ?”

Manti :“Pembagian harta menurut adat Minangkabau ada empat macam,

yaitu harta pusaka tinggi, harta pusaka rendah, harta pencaharian

dan terakhir harta suarang.”

Penulis :“Bagaimana penjelasan masing-masing harta warisan tersebut, Pak ?”

Manti :“Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwariskan dari nenek

kepada mande (ibu) kita dan dari ibu turun kepada saudara

perempuaan kita. Artinya, harta pusaka tinggi adalah harta turun

temurun dari nenek moyang dulu kepada pihak perempuan misalnya

berupa tanah, sawah, ladang dan harta pusaka tinggi ini tidak boleh

Page 86: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

dijual. Harta pusaka tinggi ini diawasi oleh mamak, sehingga untuk

pewarisannya dilakukan oleh mamak kepada kemenakan melalui

persetujuan kaum. Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta

pusaka yang diterima oleh kemenakan dari mamak kandung. Hasil

pekerjaan mamak kandung diberikan kepada kemenakannya.

Dinamakan harta pusaka rendah karea pewarisnya hanya sedikit.

Bila harta ini diwariskan lagi dan pewarisnya telah banyak, harta ini

berubah menjadi harta pusaka tinggi. Contoh harta pusaka rendah

ini adalah tanah, sawah, ladang yang dikelola oleh mamak kemudian

diwariskan kepada kemenakan. Kemudian harta pencarian, yaitu

harta yang didapat dari hasil usahanya. Misalnya seorang ayah

bekerja menggarap sawah atau merantau ke negeri orang untuk

berdagang, maka hasilnya itu diberikan kepada anaknya. Harta ini

pada umumnya tidak berkaitan dengan harta pusaka di kampung

halamannya. Dan yang terakhir harta suarang adalah harta yang

diperoleh seseorang ketika ia masih surang atau sendiri (belum

menikah). Jika sudah menikah pun harta tersebut tetap menjadi

milik masing-masing, kecuali ada kesepakatan untuk menyatukan

harta tersebut menjadi milik bersama. Begitulah bentuk

pewarisannya, Nak!”

Penulis :“Demikian banyak penjelasan Bapak mengenai pewarisan masing-masing

harta pusaka, apakah ada pewarisannya yang mengikuti sistem pewarisan

hukum Islam sehingga terjadi keseimbangan antara hukum adat dan

hukum agama?

Manti :“Tidak ada. Karena faktanya adat mewariskan harta pusaka kepada

anak perempuan atau menurut garis keturunan ibu, sedangkan

dalam agama, harta seharusnya diwariskan kepada pihak laki-laki.

Hal ini sangat bertentangan. Namun, sebenarnya mengapa adat

bertindak demikian adalah karena kodrat wanita baik dalam adat

maupun dalam agama adalah makhluk yang lemah. Oleh karena itu,

Page 87: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

pewarisan harta terhadap wanita adalah supaya anak-anak dari

wanita tersebut tidak terlantar dan kelestarian kaum yang sesuku

tetap bisa terjaga. Berbeda dengan laki-laki yang masih bisa kuat

untuk mencari berbagai macam pekerjaan untuk hidupnya.”

Penulis :”Jika demikian, bagaimana hubungannya dengan Adat Basandi Syara’,

Syara’ Basandi Kitabullah ?”

Manti :“Adat salingka nagari, agamo salingka alam (adat seputar negeri,

agama seputar alam). Berarti yang dipakai dalam negeri kita ini

adalah adat, bukan agama. Memang, adat basandi syara’, syara’

basandi kitabullah seharusnyalah kita kembali pada Al-Qur’an dan

hadits, namun hal tersebut adalah maksud untuk menyeimbangkan

antara adat dan agama agar tidak terjadi perselisihan yang besar

antara kaum adat dan kaum agama. Pada kenyataannya, mengenai

hak waris hingga sekarang masyarakat masih berpegang pada adat

karena telah tercantum lama di dalam Tambo, yaitu:

“Sigirik ambiak ka tajak

Tajak rumpuik jo rantai

Dari niniak ka mamak (dari nenek ke paman)

Sampai kini kamanakan ka mamakai (sampai sekarang kemenakan

yang memakai)”

Penulis:“Dengan demkian, apa saja dampak positif dan negatif dari pembagian

harta warisan secara matrilineal ini, Pak ?

Manti :“Untuk dampak positifnya tentu saja terjaminnya keselamatan

hidup anak cucu sekaum. Sedangkan dampak negatifnya, jika ada

seorang perempuan yang mempunyai anak yang banyak kadang-

kadang terjadi pembagian harta yang tidak rata.”

Page 88: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Penulis :“Terakhir, apa harapan bapak terhadap perkembangan adat Minangkabau

saat ini terutama dalam hal pembagian harta waris ?”

Manti :“Kita telah mengetahui bahwa harta pusaka dalam adat

Minangkabau turun dari mamak ke kemenakan menurut garis

keturunan ibu, laki-laki tidak bisa memiliki. Jadi, pada saat sekarang

masih ada sebagian orang yang menyatakan harta tersebut menjadi

miliknya. Seperti masih adanya anak yang menuntut harta orang

tuanya, atau anak laki-laki menuntut haknya, padahal harta tersebut

telah digariskan untuk diwariskan dari mamak ke kemenakan,

kenapa masih ada saja yang mempermasalah hal ini dan menuntut

yang bukan haknya. Dengan demikian, harapan saya sebaiknya orang

Minang mulailah untuk mengerti tentang adat Minang dan jangan

ada lagi pertikaian karna sudah ketetapannya yang demikian bahwa

harta tersebut diwariskan menurut garis keturunan ibu.”

 

 

Page 89: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

KER

Gambar 1

Gambar 2

Rajo Alam

DOKUM

RAPATAN

. Penulis be

. Struktur p

m sebagai M

MENTASI W

N ADAT NA

(STUDI H

ersama deng

pengurus Ke

Manti

WAWANC

AGARI KE

HUKUM W

gan Manti K

erapatan Ad

CARA DEN

ECAMATA

WARIS AD

Kerapatan A

dat Nagari K

NGAN MA

AN KOTO

DAT)

Adat Nagari

Koto Tangah

ANTI

TANGAH

Koto Tang

h dan Jamaa

ah

an

Page 90: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Gambar 3

Adat Naga

Gambar 4

Adat Naga

. Penulis m

ari Koto Ta

. Penulis m

ari Koto Ta

mewawancar

angah

mewawancar

angah

ri Jamaan R

ri Jamaan R

ajo Alam se

ajo Alam se

ebagai Man

ebagai Man

nti Kerapatan

nti Kerapatan

n

n

Page 91: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Gambar 5

Minangka

Gambar 6

Kerapatan

. Manti men

abau

. Penulis di

n Adat Naga

nandatangan

gerbang Ba

ari (KAN)

ni konsep w

alai-balai A

wawancara s

Adat Nagari

studi hukum

Koto Tanga

m waris adat

ah atau

t

Page 92: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

LAMPIRAN 2

KONSEP WAWANCARA DENGAN USTADZ

MUSHOLLA RAUDHATUSSALIKIN

(UNTUK STUDI HUKUM WARIS ISLAM)

Pengantar

Assalamu’alaikum wr. wb

Sebelumnya saya mendoakan Ustadz berada dalam keadaan sehat walafiat dan

selalu dalam lindungan Allah swt. sehingga Ustadz dapat bermurah hati dapat

memberikan informasi kepada saya dengan sukarela dan penuh kejujuran. Daftar

pertanyaan ini saya susun semata-mata untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan guna menyelesaikan skripsi dan pendidikan yang saya ikuti di jurusan

Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan demikian, data dan informasi yang Ustadz berikan tidak akan

menimbulkan masalah dikemudian hari. Atas kemurahan hati Ustadz saya

ucapkan terima kasih.

Identitas Responden

Nama : Syamsuar

Umur : 33 tahun

Suku : Chaniago

Jabatan : Ustadz Musholla Raudhatussalikin Sumatera Barat

Alamat : Jl. Pasir Sebelah Rt. 03 Rw. 03 Kelurahan Pasia Nan Tigo

Kecamatan Koto Tangah Padang

Page 93: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

1. Bagaimana pendapat Ustadz mengenai sistem hukum waris adat Minangkabau

yang berbeda dengan system hukum waris Islam?

Jawab:

Adat dan agama memang berlawanan. Dalam Islam semua harta lebih

banyak kepada laki-laki. Perempuan mendapat harta waris, hanya saja

mendapatkan bagian yang kecil. Sedangkan dalam adat harta lebih

banyak kepada perempuan dan laki-laki hanya untuk menjaga. Jadi, jika

dihadapkan dengan syariat Islam, adat Minangkabau tentang pembagian

harta waris sangat kontras dengan ajaran agama Islam. Dalam ajaran

Islam harta diwariskan lebih banyak kepada laki-laki sedangkan dalam

Minangkabau harta lebih banyak diwariskan kepada perempuan.

Begitulah di Minang ini dari dulu, tidak pernah ada titik temu antara

agama dan adat, hanya saja persamaan ada. Untuk persamaan yang

selaras tidak akan bertemu. Karna adat di Minangkabau pada dasarnya

bukan bersumber dari agama. Jika dalam dalam adat perempuan

mendapat hak penuh untuk mewarisi harta waris, maka dalam Islam

perempuan hanya mendapat bagian kecil dibandingkan laki-laki. Yang

menjadi nasab dalam agama adalah keturunan ayah, sedangkan dalam

adat nasabnya adalah keturunan ibu. Ini membuktikan bahwa adat dan

agama sangat berlawanan. Dalam agama mutlak harta waris diwariskan

kepada laki-laki dan dalam adat juga mutlak diwariskan kepada

perempuan. Dalam Islam perempuan juga mendapatkan harta waris,

tapi hanya mendapatkan bagian yang kecil. Secara umum, adat

Minangkabau dan agama sangat berlawanan karena adat Minangkabau

tidak berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.

2. Bagaimana keseimbangan pelaksanaan agama Islam dengan adat

Minangkabau jika dikaitkan dengan falsafah Minang “adat basandi syara’

syara’ basandi kitabullah” terutama dalam hal pembagian harta waris ?:

Jawab :

Page 94: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Secara Islam yang kaffah (Islam yang menyeluruh) kenyataan yang

terjadi di Minangkabau tidak bisa diterima karna buktinya adat di

Minangkabau ini banyak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Contoh,

pakaian adat perempuan di Minang ini pun tidak sesuai dengan ajaran

Islam, terbuka pundak dan lehernya. Orang Minang berkata, “syara’

mangato adat mamakai”, begitu kata orang Minang sehingga dalam

realisasinya, “adat basandi syara’ syara basandi kitabullah”. Bila

dihadapkan dengan Al-Qur’an, sebenarnya banyak hal tentang adat yang

tidak sesuai dengan agama Islam. Tapi dari segi adat, sebagaimana orang

Minang yang pandai berbicara, mereka berkata bahwa adat basandi

syara’ syara’ basandi kitabullah, jika demikian mengapa adat tidak sesuai

dengan agama? Hal itu menunjukkan bahwa orang Minang hanya lihai

berbicara tapi dalam kenyataannya tidak demikian.”

3. Bagaimana cara menyeimbangkan adat dan agama dalam kehidupan pribadi

Ustadz ?

Jawab:

Dalam hidup saya, semuanya berjalan sesuai adat saja. misalnya dalam

keluarga saya ada sebidang tanah, kemudian tanah ini dibagi sesuai

dengan jumlah saudara perempuan saya begitu juga dengan harta yang

berada dalam pengawasan mamak saya, bahkan sekarang telah dijual

dan sampai ke tangan orang. itulah mamak yang tidak beradat. Mamak

sebenarnya bertugas menjaga anak kemenakan atau harta yang ada pada

anak kemenakan, malah kini mamak banyak yang menjual harta

tersebut untuk dijual demi kepentingan pribadi mereka. Makanya,

mamak-mamak sekarang banyak yang celaka karna malas bekerja karna

pada hakikatnya kewajiban mamak adalah membimbing kemenakannya

“anak dipangku kemenakan dibimbiang”. Bukannya saya memilih adat,

tetapi seperti yang kita ketahui bahwa bukan hanya di Minangkabau tapi

di semua pelosok negeri, adatlah yang berkuasa. Hanya saja karna harta

pusaka banyak yang dalam pengawasan mamak-mamak, maka anak

Page 95: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

kebanyakan mengandalkan harta dari orang tua. Tapi kalau saya pribadi

tidak ada harta yang bisa dibagi-bagi. Kalau pada zaman dulu banyak

datuk-datuk yang bertindak tidak beradat seperti menjual harta pusaka

sebagaimana yang saya jelaskan tadi. Banyak dari mereka yang akhirnya

menjadi gila. Jadi jika dilihat dari segi dosanya, maka okumnyalah yang

banyak salah. Dan dari segi adat tidak ada yang berubah, oknumnyalah

yang banyak berubah. Sejatinya mamak tidak boleh menjual harta

pusaka tersebut dan terus menerus harus mewariskan kepada

kemenakannya agar anak cucu bisa tetap berkembang.

4. Bagaimana perjuangan para tokoh agama Islam terhadap pelaksanaan adat

Minangkabau yang berbeda dengan ajaran agama?

Jawab:

Pada zaman dahulunya terjadinya sejarah pertikaian antara kaum adat

dan kaum agama hingga terjadi kesepakatan di bukit Marapalam,

sebenarnya kedua belah pihak tidak saling mendominasi, tetapi lebih

kepada mengikat kebersamaan, toleransi, kerjasama sehingga terjalin

persatuan dan kesatuan antara kaum adat dan kaum agama. Dari segi

Islam, sebenarnya tidak bisa demikian. Tetapi begitulah perjuangan para

pemuka agama Islam demi persatuan dan kesatuan. Itu tujuannya. Jadi

inilah bentuk kebersamaan antara pemuka adat dan pemuka agama ini.

Sebenarnya pada saat perjanjian Marapalam tersebut, urusan kaum

agama dalam berdakwah belumlah selesai hanya saja hal tersebut

dilakukan demi persatuan dan kesatuan intinya. Namun, hingga

sekarang perjuangan para pemuka agama masih berjalan. Seperti

adanya kasus pada tahun 2008, dimana seorang Datuk yang menghujat

kepada KAN (Kerapatan Adat Nagari). Ia ingin mengganti adat

Minangkabau secara keseluruhan karena menurutnya adat

Minangkabau sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam, namun

usahanya sia-sia sebab ia hanya sendiri memperjuangkan agama

sedangkan banyak kepala-kepala adat Minangkabau yang bertahan

Page 96: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

memperjuangkan tradisi adat yang sudah lama berkembang besar di

negeri ini. Tidak akan ada yang bisa merubah adat karna hal itu sangat

sulit. Adat di Minangkabau ini ndak lakang dek paneh ndak lapuak dek

hujan (tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan).

5. Apakah ada kesempatan bagi pemuka agama Islam untuk merubah adat

Minangkabau agar kembali pada syara’ yang sebenarnya yakni Al-Qur’an dan

Hadist ?

Jawab:

Sebenarnya saya lihat, bisa saja adat Minang ini dirubah. Hanya perlu

merubah beberapa segi dari adat ini. Jika ingin merombak adat tentu

saja harus semuanya menyeluruh. Sebagaimana yang anda tahu, pada

zaman dahulu nabi Muhammad saw. memutarbalikkan adat Jahiliyah.

Bagaimana kerasnya adat jahiliyah pada zaman dahulu langsung

diputarbalikkan oleh nabi Muhammad saw. Tidak ada istilah pilih-pilih.

Semua dirubah secara menyeluruh.

Page 97: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

KUTIPAN WAWANCARA DENGAN USTADZ

MUSHOLLA RAUDHATUSSALIKIN

(UNTUK STUDI HUKUM WARIS ISLAM)

Bismillahirrahmanirrahim

Berikut ini adalah kutipan wawancara penulis dengan seorang ustadz di Musholla

Raudhatussalikin di kota Padang.

Penulis : “Assalamua’alaikum Ustadz !”

Ustadz : “Wa’alaikumsalam !”

Penulis : “Sejak tahun berapa Ustadz mengajar di Musholla ini?”

Ustadz :“Saya sudah bekerja disini sejak tahun 2005.”

Penulis :”Jika dihadapkan dengan syariat Islam, adat Minangkabau tentang

pembagian harta waris sangat kontras dengan ajaran agama Islam.

Bagaimana pendapat Ustadz?”

Ustadz :”Adat dan agama memang berlawanan. Dalam Islam semua harta

lebih banyak kepada laki-laki. Perempuan mendapat harta waris,

hanya saja mendapatkan bagian yang kecil. Sedangkan dalam adat

harta lebih banyak kepada perempuan dan laki-laki hanya untuk

menjaga. Jadi, jika dihadapkan dengan syariat Islam, adat

Minangkabau tentang pembagian harta waris sangat kontras dengan

ajaran agama Islam.”

Page 98: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Penulis :”Pernahkah ada satu titik temu pembagian harta waris antara adat Minang

dan ajaran Islam?”

Ustadz :”Berbeda. Dalam ajaran Islam harta diwariskan lebih banyak

kepada laki-laki sedangkan dalam Minangkabau lebih banyak kepada

perempuan. Begitulah di Minang ini dari dulu, tidak pernah ada titik

temu antara agama dan adat, hanya saja persamaan ada. Untuk

persamaan yang selaras tidak akan bertemu. Karna adat di

Minangkabau pada dasarnya bukan bersumber dari agama. Jika

dalam dalam adat perempuan mendapat hak penuh untuk mewarisi

harta waris, maka dalam Islam perempuan hanya mendapat bagian

kecil dibandingkan laki-laki. Yang menjadi nasab dalam agama

adalah keturunan ayah, sedangkan dalam adat nasabnya adalah

keturunan ibu. Ini membuktikan bahwa adat dan agama sangat

berlawanan. Dalam agama mutlak harta waris diwariskan kepada

laki-laki dan dalam adat juga mutlak diwariskan kepada perempuan.

Dalam Islam perempuan juga mendapatkan harta waris, tapi hanya

mendapatkan bagian yang kecil. Secara umum, adat Minangkabau

dan agama sangat berlawanan karena adat Minangkabau tidak

berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.”

Penulis :”Begitulah Ustadz, yang saya maksud dengan perbandingan sistem

hukum waris adat dengan hukum waris Islam berdasarkan pendapat Ir. H.

Subchan Bashori dalam bukunya Al-Faraidh Hukum Waris, bahwa

keharusan mematuhi hukum Faraidh telah ada dalam firman Allah swt.

surat An-Nisa ayat 13 dan 14 yang berbunyi :

Page 99: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

š ù= Ï? ߊρ ߉ãm «!$# 4 ∅ tΒ uρ ÆìÏÜム©!$# …ã& s!θ ß™ u‘ uρ ã& ù#Åz ô‰ãƒ ;M≈Ζy_ ” Ìôf s? ⎯ÏΒ $ yγ ÏFós s?

ã≈ yγ ÷ΡF{$# š⎥⎪ Ï$ Î#≈ yz $ yγŠ Ïù 4 š Ï9≡sŒuρ ã— öθ xø9$# ÞΟŠ Ïàyè ø9$# ∩⊇⊂∪ ∅ tΒ uρ ÄÈ ÷ètƒ ©!$# …ã& s!θ ß™ u‘ uρ

£‰yè tG tƒ uρ …çν yŠρ ߉ãn ã& ù#Åz ô‰ãƒ #·‘$ tΡ #V$ Î#≈ yz $ yγ‹ Ïù …ã& s!uρ ÑU#x‹tã Ñ⎥⎫Îγ •Β ∩⊇⊆∪

(Hukum-hukum faraidh) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah.

Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah

memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-

sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang

besar.

Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar

ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api

neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang

menghinakan.

Bahwa bagi yang melanggar hukum faraidh, yakni mereka yang

menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya dalam membagi harta

waris, maka Allah tidak segan-segan memasukkannya ke dalam neraka

dan orang semacam ini dapat masuk ke dalam kategori kafir, zhalim dan

fasik. Bagaimana menurut pendapat Ustadz?”

Ustadz :”Itu benar. Adat adalah buatan manusia. Syara’ mangato adat

mamakai. Sebenarnya apa yang diajarkan agama seharusnya adat

menggunakannya sesuai agama. Seperti pada zaman dahulunya

terjadinya sejarah pertikaian antara kaum adat dan kaum agama

hingga terjadi kesepakatan di bukit Marapalam, sebenarnya kedua

belah pihak tidak saling mendominasi, tetapi lebih kepada mengikat

kebersamaan, toleransi, kerjasama sehingga terjalin persatuan dan

kesatuan antara kaum adat dan kaum agama. Dari segi Islam,

sebenarnya tidak bisa demikian. Tetapi begitulah perjuangan para

pemuka agama Islam demi persatuan dan kesatuan. Itu tujuannya.”

Page 100: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Penulis :”Namun bagaimana dengan falsafah adat Minang yang berbunyi “adat

basandi syara syara’ basandi kitabullah”, bukankah falsafah tersebut

menjelaskan bahwa adat semestinya berdasarkan agama, Ustad?”

Ustadz :”Iya, tetapi secara Islam yang kaffah (islam yang menyeluruh)

kenyataan yang terjadi di Minangkabau tidak bisa diterima karna

buktinya adat di Minangkabau ini banyak yang tidak sesuai dengan

ajaran Islam. Contoh, pakaian adat perempuan di Minang ini pun

tidak sesuai dengan ajaran Islam, terbuka pundak dan lehernya.

Jadi inilah bentuk kebersamaan antara pemuka adat dan pemuka

agama ini. Sebenarnya pada saat perjanjian Marapalam tersebut,

urusan kaum agama dalam berdakwah belumlah selesai hanya saja

hal tersebut dilakukan demi persatuan dan kesatuan intinya.”

Penulis :”Apakah pada zaman sekarang pernah ada kaum ulama yang menghujat

sistem adat Minangkabau yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam,

Ustadz?”

Ustadz :”Kurang lebih 2 tahun yang lalu, tahun 2008, ada seorang Datuk

yang menghujat kepada KAN (Kerapatan Adat Nagari) . Ia ingin

mengganti adat Minangkabau secara keseluruhan karena

menurutnya adat Minangkabau sama sekali tidak sesuai dengan

ajaran Islam, namun usahanya sia-sia sebab ia hanya sendiri

memperjuangkan agama sedangkan banyak kepala-kepala adat

Minangkabau yang bertahan memperjuangkan tradisi adat yang

sudah lama berkembang besar di negeri ini. Tidak akan ada yang bisa

merubah adat karna hal itu sangat sulit. Adat di Minangkabau ini

ndak lakang dek paneh ndak lapuak dek hujan (tidak lekang oleh

panas dan tidak lapuk oleh hujan).”

Page 101: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Penulis :”Hukum waris adat dan hukum waris Islam memang sangat berbeda.

Lalu, bagaimana implikasinya terhadap kehidupan Ustadz pribadi?”

Ustadz :”Orang Minang berkata, “syara’ mangato adat mamakai”, begitu

kata orang Minang sehingga dalam realisasinya, “adat basandi syara’

syara basandi kitabullah”. Bila dihadapkan dengan Al-Qur’an,

sebenarnya banyak hal tentang adat yang tidak sesuai dengan agama

Islam. Tapi dari segi adat, sebagaimana orang Minang yang pandai

berbicara, mereka berkata bahwa adat basandi syara’ syara’ basandi

kitabullah, jika demikian mengapa adat tidak sesuai dengan agama?

Hal itu menunjukkan bahwa orang Minang hanya lihai berbicara tapi

dalam kenyataannya tidak demikian.”

Penulis :”Kemudian bagaimana realisasinya terhadap kehidupan Ustadz pribadi?”

Ustadz :”Sebenarnya yang lihai disini adalah kebanyakan oknumnya. Dalam

hidup saya, semuanya berjalan sesuai adat saja dan harta yang akan

dibagi pun tidak ada. Hahaha…!!!”

Penulis :”Hahaha!!! Jika demikian, bagaimana dengan peran mamak Ustadz yang

seharusnya menurunkan harta waris kepada kemenakan?”

Ustadz :”Di Minang, misalnya dalam keluarga saya ada sebidang tanah,

kemudian tanah ini dibagi sesuai dengan jumlah saudara perempuan

saya begitu juga dengan harta yang berada dalam pengawasan

mamak saya, bahkan sekarang telah dijual dan sampai ke tangan

orang.”

Penulis :”Apakah boleh menjual harta pusaka tersebut Ustadz?”

Ustadz :”Ya itulah mamak yang tidak beradat. Mamak sebenarnya bertugas

menjaga anak kemenakan atau harta yang ada pada anak

kemenakan, malah kini mamak banyak yang menjual harta tersebut

untuk dijual demi kepentingan pribadi mereka. Makanya, mamak-

mamak sekarang banyak yang celaka karna malas bekerja karna

Page 102: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

pada hakikatnya kewajiban mamak adalah membimbing

kemenakannya ‘anak dipangku kemenakan dibimbiang’.”

Penulis :”Bagaimana dengan kondisi zaman sekarang Ustadz? Apakah adat

Minangkabau masih kenatal berlaku atau telah ada yang berubah?”

Ustadz :”Ada. Secara konteks, adat telah menetapkan seperti itu, hanya saja

pelaksanaannya yang berubah-berubah. Tapi tentang warisan, adat

ini masih tetap bertahan di Minangkabau.”

Penulis :”Apakah dengan demikian dalam hukum pewarisan Ustadz lebih memilih

adat?"

Ustadz :”Bukan seperti itu. Bukannya saya memilih adat, tetapi seperti yang

kita ketahui bahwa bukan hanya di Minangkabau tapi di semua

pelosok negeri, adatlah yang berkuasa. Hanya saja karna harta

pusaka banyak yang dalam pengawasan mamak-mamak, maka anak

kebanyakan mengandalkan harta dari orang tua. Tapi kalau saya

pribadi tidak ada harta yang bisa dibagi-bagi. Kalau pada zaman

dulu banyak datuk-datuk yang bertindak tidak beradat seperti

menjual harta pusaka sebagaimana yang saya jelaskan tadi. Banyak

dari mereka yang akhirnya menjadi gila. Jadi jika dilihat dari segi

dosanya, maka okumnyalah yang banyak salah. Dan dari segi adat

tidak ada yang berubah, oknumnyalah yang banyak berubah.

Sejatinya mamak tidak boleh menjual harta pusaka tersebut dan

terus menerus harus mewariskan kepada kemenakannya agar anak

cucu bisa tetap berkembang.”

Penulis :”Apakah masih ada peluang bagi kaum agama untuk merubah adat

Minangkabau agar kembali pada syara’ yang benar Ustadz?”

Ustadz :”Sebenarnya saya lihat, bisa saja adat Minang ini dirubah. Hanya

perlu merubah beberapa segi dari adat ini. Jika ingin merombak adat

tentu saja harus semuanya menyeluruh. Sebagaimana yang anda

Page 103: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

tahu, pada zaman dahulu nabi Muhammad saw. memutarbalikkan

adat Jahiliyah. Bagaimana kerasnya adat jahiliyah pada zaman

dahulu langsung diputarbalikkan oleh nabi Muhammad saw. Tidak

ada istilah pilih-pilih. Semua dirubah secara menyeluruh.

Berarti di Minangkabau penyiaran agama Islam oleh tokoh-tokoh

zaman dahulu masih terbengkalai atau belum tercapai tujuan

dakwahnya.

“Adat salingka nagari, agamo salingka alam”

Itu menunjukkan bahwa di alam ini juga banyak orang yang tidak

beragama. Agama dilaksanakan setengah-setengah. Orang zaman

sekarang banyak yang memakai agama jika ada manfaatnya untuk

dunia. Padahal hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Gunakanlah

dunia ini untuk beramal demi tujuan akhirat. Keseimbangan bukan

hanya dunia semata atau akhirat semata, tapi kedua-duanya

mengarah ke akhirat.”

Penulis :”Apa harapan Ustadz terhadap perkembangan agama Islam di

Minagkabau ke depan?”

Ustadz :”Semoga adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah tidak hanya

ucapan atau sekedar semboyan saja, tetapi terbukti di dalam

pelaksanaannya. Bukan hanya sekedar semboyan hendaknya terbukti

dalam realisasinya dan diaplikasikan dalam kehidupan. Semoga adat

basandi syara’ syara’ basandi kitabullah terbukti hendaknya karna

semboyan tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya agama lah yang

menang bukan adat. Artinya, adat lah yang seharusnya mengikuti

agama, bukan sebaliknya. Oleh karena itu adat yang tidak sesuai

dengan agama sebaiknya dirubah. Ayat Al-Qur’an merupakan

firman Allah swt. yang tidak bisa diganggu gugat, sedangkan adat

adalah buatan manusia yang masih bisa dirubah. Jadi pada dasarnya

perjuangan para tokoh agama Islam dari sejarah lampau belum

berhasil seratus persen. Akan tetapi, perjuangan tokoh agama Islam

Page 104: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

masih berjalan hingga saat ini. Itulah harapan saya secara pribadi

yakni mengharapkan realisasi adat basandi syara’ syara’ basandi

kitabullah benar-benar kembali pada kitabullah atau kembali pada

agama. Bahkan, sebenarnya ha-hal yang menyangkut adat apabila

tidak sesuai dengan ajaran agama maka kita wajib untuk

merubahnya.”

Page 105: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Gambar 1

Gambar 2

DOKUM

M

. Gerbang m

. Mushalla

MENTASI W

MUSHALL

(STUDI H

mushalla Ra

Raudhatuss

WAWANC

LA RAUDH

HUKUM W

audhatussali

salikin

ARA DEN

HATUSSA

WARIS ISL

ikin

NGAN USTA

LIKIN

LAM)

ADZ

Page 106: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Gambar 3

Raudhatus

Gambar 4

Raudhatus

 

. Penulis m

ssalikin

. Penulis be

ssalikin

mewawancar

ersama Usta

ri Ustadz Sy

adz Syamsu

yamsuar seb

uar sebagai u

bagai ustadz

ustadz mush

z mushalla

halla

Page 107: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

Hasil Tabulasi Wawancara

(Studi Kasus Hukum Waris Adat Minangkabau)

No. Kategori Pertanyaan Jawaban

Ustadz Manti

1. Pelaksanaan sistem hukum

waris adat

- Lisan

Tulisan

2. Sistem hukum waris adat yang

digunakan

Matrilineal Matrilineal

3. Jenis-jenis harta warisan di

Minangkabau

Harta pusaka

tinggi

Harta pusaka

rendah

Harta pencaharian

Harta suarang

Harta pusaka tinggi

Harta pusaka rendah

Harta pencaharian

Harta suarang

4. Keseimbangan hukum waris

adat dengan hukum waris

Islam

Adat dan agama

sangat berlawanan

Tidak ada.

5. Penerapan adat basandi

syara’ syara’ basandi

kitabullah dalam sistem waris

adat

Tidak terwujud Kurang Terwujud

Page 108: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya
Page 109: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya
Page 110: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya
Page 111: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya
Page 112: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya
Page 113: STUDI BANDING HUKUM WARIS - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/917/1/96135... · Bapak Jamaan Rajo Alam selaku Manti yang telah ... khususnya

SURAT KETERANGAN Nomor: 11/P. Mush/Raudhatussalikin/2010

Yang bertanda tangan di bawah ini Ketua Musholla Raudhatussalikin

menerangkan bahwa :

Nama : YANTI FEBRINA

BP/ NIM : 2006/ 106011000040

Program Studi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Telah selesai melaksanakan penelitian/ wawancara di Musholla

Raudhatussalikin untuk keperluan skripsi dengan judul “Studi Banding Sistem

Hukum Waris Adat Dengan Hukum Waris Islam Dalam Konteks Fiqh Mawaris

Pendidikan Agama Islam (Studi Kasus Adat Minangkabau)” pada bulan Agustus

2010.

Demikianlah surat keterangan ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat

dipergunakan seperlunya.

MUSHALLA RAUDATUSSALIKIN

SUMATERA BARAT  

PASIR SEBELAH RT 03 RW 03 KECAMATAN KOTO TANGAH                    KELURAHAN PASIE NAN TIGO PADANG, KODE POS 25172