studi agribisnis itik intensifikasi di nusa...

25
ICASERD WORKING PAPER No.61 STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA TENGGARA BARAT Bambang Rahmanto Agustus 2004 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Upload: lamcong

Post on 01-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

ICASERD WORKING PAPER No.61

STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA TENGGARA BARAT

Bambang Rahmanto Agustus 2004

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 2: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

ICASERD WORKING PAPER No. 61

STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA TENGGARA BARAT

BAMBANG RAHMANTO Agustus 2004

Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496 E-mail : [email protected]

No. Dok.063.61.8.04

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 3: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA TENGGARA BARAT

Bambang Rahmanto

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. Ahmad Yani No.70 Bogor 16161

ABSTRAK

Dalam upaya meningkatkan kembali pertumbuhan populasi, produksi telur dan daging ternak itik di Nusa Tenggara Barat telah dilakukan introduksi teknologi budidaya itik sistem terkurung melalui program SPAKU dan KUBA di Kabupaten Lombok Barat. Penerapan teknologi intensifikasi tersebut dalam agribisnis itik memiliki potensi sebagai upaya pemberdayaan masyarakat berpendapatan rendah yang berlahan sempit atau bahkan tidak memiliki lahan sawah/tegalan, karena dengan sistem budidaya itu peternak dapat memanfaatkan lahan pekarangan. Pada kondisi harga-harga pakan normal, hasil analisis finansial menun-jukkan indikasi kelayakan usaha. Permasalahannya adalah sering terjadinya kelangkaan pakan yang mengakibatkan harga dan biaya usahatani melonjak. KUBA itik merupakan salah satu KUBA yang menunjukkan kinerja yang baik dan memiliki potensi untuk berkembang. Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan kondisi lingkungan faktor internal dan eksternal yang kondusif. Strategi yang perlu ditempuh dalam pengembangan KUBA adalah mempertahankan stabilitas yang mencakup tiga unsur kegiatan: (1) menjaga terjaminnya kontinyuitas jumlah pasokan bahan baku pakan; (2) menjaga stabilitas harga pakan; dan (3) mengembangkan formulasi pakan yang lebih banyak menggunakan komponen lokal. Sementara itu dalam kaitan dengan diversifikasi produk yang perlu dilakukan KUBA adalah: (1) pengembangan usaha pembibitan; dan (2) pengelolaan pemasaran itik jantan dan itik afkir. Untuk mendorong kinerja KUBA menuju badan usaha yang mandiri diperlukan pembinaan kelembagaan yang lebih intensif dan sistematis.

Kata Kunci : agribisnis; itik; intensifikasi.

PENDAHULUAN

Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Pertanian dalam rangka

pembinaan dan pengembangan agribisnis di Indonesia adalah melalui pendekatan

sistem pengembangan komoditas unggulan dalam satuan wilayah kerja agribisnis yang

dikenal dengan sebutan SPAKU (Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditias

Unggulan), yang di dalamnya tercakup unsur pengembangan teknologi, sarana dan

prasarana, pengolahan, pemasaran, dan pembinaan.

Dalam menindaklanjuti program penumbuhan SPAKU tersebut, pada tahun

anggaran 1996/1997 telah ditetapkan tiga komoditas unggulan Provinsi Nusa Tenggara

Barat, yaitu komoditas itik, rumput laut, dan kedelai. Itik ditetapkan sebagai komoditas

unggulan di Kabupaten Lombok Barat, sedangkan rumput laut dan kedelai masing-

masing ditetapkan sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Lombok Timur dan

Kabupaten Bima. Komoditas unggulan tersebut merupakan komoditas yang telah

dikembangkan pada Proyek Pembangunan Rakyat Terpadu (P2RT) yang diharapkan

Page 4: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

2

dapat berperan di antaranya dalam meningkatkan sumbangan Produk Domestik

Regional Bruto sektor peternakan, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan

pendapatan per kapita.

Berdasarkan hasil analisis AHP (Analytical Hierarcy Process) yang dilakukan oleh

Tim IPB (1997), menunjukkan bahwa komoditas itik menduduki peringkat ketiga sebagai

komoditas unggulan ternak di Provinsi Nusa Tenggara Barat setelah ternak sapi dan

ayam buras. Program pengembangan komoditas itik di Provinsi Nusa Tenggara Barat

pada umumnya dan Kabupaten Lombok Barat pada khususnya, tampaknya didasarkan

pada pertimbangan yang salah satunya berkaitan dengan upaya mengantisipasi

kecenderungan penurunan tingkat pertumbuhan populasi, produksi telur, dan daging itik

di wilayah itu. Sementara itu, permintaan terhadap hasil ternak itik cukup prospektif

dalam mendukung perekonomian daerah maupun peningkatan pendapatan rumahtangga

masyarakat pedesaan.

Usaha pembudidayaan ternak itik telah sejak lama dilakukan oleh masyarakat

pedesaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tetapi, berdasarkan data sensus pertanian

yang dikutip Dirjen Peternakan (1996) menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga

peternak itik di Provinsi tersebut terus mengalami penurunan dari 32.535 rumah tangga

pada tahun 1973 menurun drastis menjadi 7.672 rumah tangga pada tahun 1983, dan

pada tahun 1993 tinggal 5.000 rumahtangga. Semakin terbatasnya lahan

penggembalaan itik sebagai akibat dari penerapan program intensifikasi padi di lahan

sawah berdampak pada semakin berkurangnya jumlah rumahtangga yang

mengusahakan ternak itik dengan sistem pemeliharaan secara tradisional.

Introduksi teknologi pemeliharaan itik dengan sistem terkurung dapat

menghindarkan adanya hambatan keterbatasan lahan penggembalaan tersebut di atas.

Pemanfaatan bibit unggul itik petelur yang tidak memerlukan kondisi keberadaan air yang

melimpah pada sistem pemeliharaan secara intensif (terkurung) memiliki potensi untuk

meningkatkan kembali pertumbuhan jumlah peternak itik di Provinsi Nusa Tenggara

Barat pada umumnya dan Kabupaten Lombok Barat pada khususnya, karena dengan

sistem ini pemeliharaan itik dapat dilakukan di lahan pekarangan dan penyediaan air

hanya diperlukan untuk kebutuhan pemberian air minum itik. Keuntungan lainnya adalah:

(1) Skala usaha dapat ditingkatkan hingga mencapai kondisi optimal. Laporan Kanwil Deptan Nusa Tenggara Barat (1998) menyebutkan bahwa jumlah ternak yang dipelihara secara terkurung (intensif) rata-rata mampu mencapai 146 ekor dengan kisaran 20-800 ekor, sedangkan kemampuan pemeliharaan oleh

Page 5: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

3

peternak tradisional rata-rata hanya mencapai 24 ekor dengan kisaran 10-55 ekor.

(2) Produktivitas dapat dioptimalkan selaras dengan jumlah dan kualitas ransum yang diberikan. Penelitian IPTP Mataram (1997) membuktikan bahwa itik yang dipelihara secara terkurung mampu berproduksi lebih awal (138 hari vs 153 hari) dan produksi telur lebih tinggi dibandingkan dengan cara digembala (1.827 vs 1.294 butir/100 ekor pada umur 32 minggu).

(3) Tingkat kematian itik lebih rendah karena pemeliharaan dengan sistem terkurung lebih mudah melakukan pengontrolan, baik melalui sanitasi maupun pemberian obat yang teratur. Hasil penelitian IPTP Mataram (1997) menunjukkan bahwa tingkat kematian ternak pada sistem terkurung lebih rendah (14,89% vs 27,56% hingga umur 32 minggu).

Manfaat dari segi pendapatan dalam usaha peternakan itik antara lain dapat

memberikan pendapatan tunai yang kontinyu setiap hari kepada peternak pada masa

umur itik produktif melalui penjualan hasil telur, sehingga peternak dapat memenuhi

kebutuhan hariannya, seperti pengeluaran untuk konsumsi pangan, pengeluaran untuk

kebutuhan anak sekolah, dan lain sebagainya. Hasil kotoran ternak dan itik afkir

merupakan hasil sampingan yang merupakan bagian dari sumber pendapatan peternak

yang memiliki nilai ekonomi yang cukup berarti. Hasil laporan Kanwil Deptan NTB (1997)

menyebutkan bahwa pendapatan rata-rata peternak itik dengan sistem terkurung

mencapai Rp 225.270 per bulan pada tingkat skala usaha 145 ekor, sedangkan untuk

sistem pemeliharaan digembala diperoleh pendapatan rata-rata Rp 53.615 per bulan

pada tingkat skala usaha 24 ekor.

Kelemahan sistem pemeliharaan itik secara terkurung bagi peternak dengan

modal kecil adalah pembiayaan pakan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan

sistem pemeliharaan dengan cara digembalakan. Meskipun demikian, biaya pakan

tersebut dapat ditekan dengan cara memanfaatkan bahan pakan lokal yang potensial

dan mudah diperoleh dengan harga murah, seperti dedak padi dan tepung katak atau

siput sebagai pakan alternatif pengganti konsentrat. Selain itu dapat pula dicari solusi

dengan mengatur komposisi ransum sedemikian rupa sehingga dapat dicapai tingkat

biaya yang minimum atau tingkat keuntungan yang maksimum.

Pada saat ini porsi peternakan itik secara intensif di Kabupaten Lombok Barat

baru mencapai sekitar 7,0 persen dimana jenis itik yang dipelihara sebagian besar

(92,86%) terdiri dari itik Kheki Cambell, dan sisanya adalah itik lokal Lombok (7,14%).

Sementara itu, jenis itik yang dipelihara secara tradisional (digembala) sebagian besar

Page 6: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

4

(87,84%) terdiri dari itik lokal Lombok, dan sisanya berupa itik Bali, Mojosari, dan Kheki

Cambell (Kanwil Deptan Nusa Tenggara Barat, 1997 dan 1998b).

Studi ini bertujuan untuk mempelajari keragaan agribisnis itik di Kabupaten

Lombok Barat, terutama di daerah pengembangan program SPAKU yang menerapkan

teknologi intensif. Studi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja Kelompok Usaha

Bersama Agribisnis (KUBA) itik dalam upayanya memberdayakan ekonomi rumahtangga

peternak itik melalui aktivitas usaha bersama yang terkoordinasi.

METODE PENELITIAN

Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei di lokasi pengembangan

KUBA itik di Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara

Barat pada bulan Juli – Agustus 1999. Sumber data diperoleh dari petani anggota dan

non anggota KUBA sebanyak 25 responden, pengurus KUBA, dan informan kunci

lainnya yang terdiri dari tokoh masyarakat, pembina dan pejabat dari instansi terkait serta

data sekunder sebagai pendukung dalam memahami kondisi daerah penelitian dan

identifikasi kondisi organisasi/managemen KUBA. Petani contoh dipilih secara acak.

Metode Analisis Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan model agribisnis yang berlaku

secara umum di lokasi contoh maupun yang dilaksanakan oleh organisasi KUBA guna

memberikan gambaran kinerja KUBA sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai

lemba-ga ekonomi rakyat. Analisis kelayakan finansial digunakan untuk melihat tingkat

kemampuan usahatani itik dalam memberikan profitabilitas, pendapatan dan nilai tambah

kepada peternak. Analisis SWOT dipergunakan untuk memformulasikan strategi

pengem-bangan KUBA. Berdasarkan identifikasi peubah-peubah internal (SW) dan

eksternal (OT) dibuat tabel analisis internal faktor (IFAS) dan tabel analisis eksternal

faktor (EFAS) dengan memberi bobot dan rating. Pemberian bobot didasarkan atas

keunggulan-keunggulan relatif terhadap faktor lainnya, sedangkan pemberian rating

didasarkan atas kondisi aktual atau prediksi kemampuan KUBA untuk masa datang.

Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis SWOT Matrik

(Diagram 1).

Page 7: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

5

Total skor faktor internal Kuat Rata-rata Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0

Kuat

3,0

I: Pertumbuhan Strategi

konsentrasi melalui integrasi

vertikal

II: Pertumbuhan Strategi konsentrasi

melalui integrasi horizontal

III: PenciutanStrategi

turn around

Menengah

2,0

IV: Stabilitas Strategi stabilitas

V: Pertumbuhan/stabilitas Strategi integrasi

horizontal/ stabilitas

VI: Penciutan Strategi divestasi

Rendah

1,0

VII: PertumbuhanStrategi

diversifikasi konsentrik

VIII: Pertumbuhan Strategi diversifikasi

konglomerat

IX: LikuidasiStrategi likuidasi/ bangkrut

Sumber: Rangkuti (1999)

Diagram 1. Alternatif strategi SWOT matrik

Indikator faktor internal yang mempengaruhi kinerja organisasi KUBA

diasumsikan mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

(1) Manajemen: struktur organisasi; pembagian tugas; dan kualitas kelengkapan pengurus.

(2) Produksi: kapasitas; kualitas produk; skala ekonomi; diversifikasi produk; biaya produksi; efisiensi biaya; ketersediaan bahan baku; dan integrasi vertikal.

(3) Pemasaran: harga jual; penguasaan pasar; akses terhadap informasi pasar; image, reputasi, dan kualitas; saluran distribusi; efektivitas promosi; dan pembentukan harga.

(4) Sumberdaya fisik: lahan usaha; gudang; bangunan kantor; dan peralatan.

(5) Sumberdaya manusia: personil managemen; efektivitas sistem intensive; spesialisasi keterampilan; dan pengalaman.

(6) Sumberdaya finansial: kemampuan peningkatan kapital jangka pendek; kemampuan peningkatan kapital jangka panjang; labor relation cost vs pesaing; consistency and barier to entry; dan ability to reduce cost.

Indikator faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja KUBA diasumsikan

mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

(1) Kebijakan pemerintah: prioritas pengembangan pemerintah; pembinaan pasar oleh petugas; adanya perkembangan teknologi; perubahan regulasi yang meningkatkan daya saing; pencabutan tarif/liberalisasi perdagangan; dan peningkatan infrastruktur perhubung-an dan telekomunikasi

Tota

l sko

r fak

tor e

kste

rnal

Page 8: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

6

(2) Kondisi pasar input/output: kondisi konsumen; harga input; peningkatan posisi tawar pembeli; dan segmen pasar yang terabaikan.

(3) Kondisi sosial/kemasyarakatan: kependudukan; dan peningkatan hubungan baik dengan konsumen.

(4) Kondisi perekonomian: kondisi ekonomi; dan keberadaan sumber modal dari luar.

(5) Perkembangan sektor swasta: perusahaan mitra; perusahaan pesaing; dan masuknya kompetitor baru.

(6) Kondisi politik dan keamanan.

(7) Cekaman hama/penyakit dan perubahan cuaca.

Untuk menentukan alternatif strategi pengembangan KUBA dilakukan evaluasi

dengan mengidentifikasi unsur-unsur mana yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari

aspek internal KUBA serta unsur-unsur mana yang menjadi peluang dan tantangan/

ancaman dari aspek eksternal KUBA. Selanjutnya dilakukan inventarisir terhadap unsur-

unsur kekuatan dan kelemahan maupun unsur-unsur peluang dan ancaman, masing-

masing dalam sebuah tabel analisis faktor internal dan tabel analisis faktor eksternal dan

memberikan nilai skor untuk setiap unsur. Nilai skor diperoleh dari hasil perkalian bobot

dan skala. Pemberian bobot didasarkan atas keunggulan relatif terhadap faktor lain,

sedangkan pemberian skala didasarkan didasarkan atas kondisi aktual atau prediksi

kemampuan organisasi di masa yang akan datang. Nilai bobot berkisar antara 0,0 (tidak

penting) sampai 1,0 (paling penting), sedangkan nilai skala berkisar antara 1 (sangat

buruk) sampai 4 (sangat baik). Hasil total nilai skor unsur kekuatan dan kelemahan pada

faktor internal dan total nilai skor unsur peluang dan ancaman pada faktor eksternal

memberikan indikasi alternatif strategi pengembangan KUBA dengan mengacu pada

kriteria seperti tersaji pada Diagram 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Agribisnis Itik

Pengadaan Sarana Produksi dan Modal Usaha

Adanya bantuan ternak itik dari P2RT telah mendorong motivasi anggota

kelompok untuk mengadakan ternak itik secara swadana. Jumlah ternak itik hasil

swadana hingga bulan Desember 1998 mencapai sekitar 30 persen dari jumlah bantuan

itik yang hidup. Sekitar 42 persen dari anggota kelompok melakukan penambahan

jumlah ternak secara swadana antara 20 - 140 ekor atau rata-rata 69 ekor per anggota

dengan cara membeli dari penangkar (60%) atau menetaskan sendiri (40%).

Page 9: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

7

Sumber pakan dan obat-obatan, selain diperoleh dari paket bantuan, peternak

juga melakukan pembelian di toko. Pada kondisi harga pakan mahal, peternak meramu

sendiri dengan menggunakan bahan-bahan lokal, seperti dedak dan siput. Modal usaha

diperoleh dari paket bantuan P2RT, swadana, atau pinjaman dari KUBA.

Produktivitas

Tingkat produktivitas itik dari anggota kelompok KUBA mencapai sebesar 10,1 -

38,2 persen pada umur itik 6 – 20 bulan (Tabel 1). Jika dibandingkan dengan tingkat

produktivitas dari petani sample binaan IPPTP Mataram (1997) di Desa Dasan Tereng,

maka tingkat produktivitas rata-rata dari anggota kelompok KUBA tersebut relatif masih

rendah, karena produksi dari sample IPPTP Mataram bisa mencapai sekitar 12,0 - 42,1

persen pada umur itik sekitar 5-8 bulan (Tabel 2). Hasil penelitian Yuwanta et al., (1979)

juga menunjukkan adanya indikasi tingkat produktivitas telur yang rendah dari

pengelolaan peternak penerima bantuan pemerintah di enam rukun kampung Kodya

Yoyakarta, yaitu sekitar 25,53 - 30,24 persen pada umur itik sekitar 6 -12 bulan (Tabel 3).

Faktor penyebab rendahnya tingkat produktivitas telur yang dicapai sebagian

besar anggota KUBA antara lain disebabkan oleh: (1) Penguasaan teknologi dan

pengalaman yang belum cukup; (2) penerapan formulasi pakan yang menyimpang dari

ransum pakan anjuran, yang disebabkan oleh peningkatan harga pakan yang tajam pada

masa krisis moneter hingga mencapai sekitar 45-100 persen; (3) Perubahan ransum

pakan secara mendadak, dimana komponen konsentrat digantikan dengan siput pada

saat terjadinya kelangkaan ketersediaan konsentrat di pasaran yang menyebabkan

terjadinya stagnasi atau bahkan penurunan produksi. Berdasarkan penuturan peternak

yang berhasil, teknik untuk menghindarkan terjadinya stagnasi atau penurunan produksi

adalah dengan melakukan perubahan ransum secara berangsur-angsur dengan

memperhatikan proporsi antara komponen konsentrat dengan siput. Menurut

Suriapermana et al., (1993), itik sangat peka terhadap perubahan jenis makanan.

Dari rata-rata produksi peternak yang berhasil (sample terpilih) menunjukkan

bahwa tingkat produktivitas telur yang diperoleh cukup tinggi, yaitu dari itik umur 7 bulan

rata-rata mencapai 21,0 persen, dan terus terjadi peningkatan hingga mencapai 40,8 -

61,1 persen pada itik umur 18-22 bulan (Tabel 1). Fakta ini mengindikasikan bahwa

penerapan teknologi budidaya itik dengan sistem terkurung memiliki potensi untuk

memberikan tingkat hasil yang tinggi dan sesuai untuk dikembangkan di lokasi

setempat apabila

Page 10: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

8

Tabel 1. Produksi dan produktivitas telur per 100 ekor itik dari seluruh sample anggota peternak dan sample terpilih

Seluruh sample anggota peternak yang telah berproduksi Sample terpilih

Produksi (butir) Produktivitas (%) Produksi (butir) Produktivitas (%) Umur

Itik (bulan) Rata-rata Estimasi

regresi1) Rata-rata Estimasi

regresi1) Rata-rata Estimasi

regresi2) Rata-rata Estimasi

regresi2)

6 303 352 10,1 11,7 300 448 10,0 14,9

7 498 458 16,6 15,3 630 539 21,0 18,0

8 514 555 17,1 18,5 803 627 26,8 20,9

9 633 643 21,1 21,4 764 712 25,5 23,7

10 732 723 24,4 24,1 925 793 30,8 26,4

11 895 794 29,8 26,5 905 871 30,2 29,0

12 829 857 27,6 28,6 908 945 30,3 31,5

13 944 911 31,5 30,4 988 1.015 32,9 33,8

14 1.073 956 35,8 31,9 983 1.083 32,8 36,1

15 922 993 30,7 33,1 1.005 1.146 33,5 38,2

16 905 1.021 30,2 34,0 1.025 1.206 34,2 40,2

17 1.011 1.040 33,7 34,7 1.174 1.263 39,1 42,1

18 1.077 1.051 35,9 35,0 1.224 1.316 40,8 43,9

19 1.130 1.054 37,7 35,1 1.550 1.366 51,7 45,5

20 1.147 1.047 38,2 34,9 1.547 1.413 51,6 47,1

21 - - - - 1.519 1.455 50,6 48,5

22 - - - - 1.832 1.495 61,1 49,8 SUMBER DATA : KOPERASI ITIK SEJAHTERA (HASIL CATATAN PRODUKSI TELUR DARI PARA ANGGOTA KELOMPOK) KETERANGAN : 1) PERSAMAAN REGRESI: Y = 237,89 + 118,5054 X - 4,3023 X2; R = 0,7654 2) PERSAMAAN REGRESI: Y = 353,06 + 96,6910 X - 1,7370 X2; R = 0,7510

Page 11: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

9

Tabel 2. Produksi dan produktivitas telur itik sample peternak binaan IPTP Mataram pada skala usaha 100 ekor di Desa Dasan Tereng, Narmada

Produksi (butir) Produktivitas (%) Umur itik (minggu)

Digembala Terkurung Digembala Terkurung

17 - 20 0 51 0 1,7

21 - 24 131 361 4,4 12,0

25 - 28 745 1.142 24,8 38,1

29 - 32 864 1.264 28,8 42,1

Sumber: IPTP Mataram (1997)

Tabel 3. Produksi dan produktivitas telur itik dari peternak penerima bantuan itik Alabio di enam rukun kampung Kodya Yogyakarta tahun 1979

Bulan produksi

Umur itik (bulan)

Produksi (butir)

Produktivitas (%)

Februari 6 8.241 25,53

Maret 7 9.937 30,78

April 8 9.545 29,57

Mei 9 8.247 25,55

Juni 10 8.319 25,77

Juli 11 8.819 27,32

Agustus 12 9.761 30,24 Sumber: Yuwanta et al (1979) Keterangan : - Populasi itik sebanyak 1086 ekor, termasuk jantan 10 ekor. - Pemeliharaan dimulai dengan induk itik produktif umur 6 bulan

dibarengi dengan keterampilan peternak dalam meramu komposisi pakan secara

optimal. Pengetahuan mengenai kesehatan hewan juga sangat penting, baik dari aspek

keterampilan pengobatan maupun sanitasi lingkungan. Itik peka terhadap kondisi

lingkungan dan kotorannya sangat berbau (Scot and Heuser, 1951). Hasil wawancara

dengan pengurus Kelompok Tani di Narmada mengindikasikan adanya peluang

terjadinya kematian ternak yang cukup tinggi, hingga mencapai di atas 20 persen

Page 12: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

10

sebagai akibat kurang diperhatikannya sanitasi lingkungan. Kematian ternak terjadi

secara tiba-tiba dan menyebar cepat kepada peternak lainnya.

Kelayakan Usahatani Hasil simulasi analisis kelayakan usahatani ternak itik sistem terkurung pada

Tabel 4 memberikan gambaran sebagai berikut:

(1) Pada tingkat harga pakan proporsional terhadap harga jual telur (harga dedak sebesar Rp 250/kg, konsentrat Rp 2.400/kg, dan harga telur Rp 650/butir), maka tingkat produktivitas telur yang dihasilkan berdasarkan rata-rata produksi telur dari keseluruhan sample anggota (model I) masih memberikan kelayakan usaha dengan NPV2%/bulan sebesar Rp 1.017.054, Net B/C ratio sebesar 1,34 dan IRR sebesar 3,74 persen. Keuntungan produksi mulai diperoleh pada tingkat produksi 643 butir/100 ekor/bulan atau 21,4 persen pada saat 8 bulan pemeliharaan, yaitu sebesar Rp 33.550/bulan.

(2) Pada saat harga dedak dan konsentrat masing-masing meningkat menjadi Rp 500/kg dan Rp 3.500/kg, sedangkan harga telur dan pola produksi tetap (Model II), maka usahatani tidak layak untuk dilakukan, karena NPV bernilai negatif.

(3) Pada kondisi harga pakan dan harga telur sama seperti pada model II, tetapi pola produksi mengikuti model sample terpilih (model III), maka kelayakan usahatani masih dapat dicapai, dimana NPV2%/bulan mencapai sebesar Rp 1.209.786, Net B/C ratio sebesar 1,27, dan IRR sebesar 3,19 persen (Tabel 4). Keuntungan produksi mulai diperoleh pada tingkat produksi 945 butir/100 ekor/bulan atau 31,5 persen pada saat 12 bulan pemeliharaan, yaitu sebesar Rp 2.250/100 ekor/bulan.

(4) Pada model IV disimulasikan terjadi kenaikan harga konsentrat dari Rp 2.400 menjadi Rp 3.500 pada saat pemeliharaan anak itik umur 2-5 bulan. Kemudian terjadi kelangkaan konsentrat pada saat itik umur produktif, sehingga petani mengganti dengan pakan alternatif, yaitu berupa siput. Harga dedak stabil sebesar Rp 250 dan pola produksi mengikuti model I. Hasil analisis model IV ini memberikan gambaran bahwa usahatani masih layak untuk dilakukan, meskipun besar-nya NPV2%/bulan hanya mencapai sekitar Rp 231.901 dan Net B/C ratio sebesar 1,07. Model IV ini menghasilkan IRR sebesar 2,44 persen (Tabel 4). Keuntungan produksi mulai diperoleh pada tingkat produksi 643 butir/100 ekor/bulan atau 21,4 persen pada saat 8 bulan pemeliharaan, yaitu sebesar Rp 9.950/100 ekor/bulan.

Hasil analisis simulasi pada Tabel 4 tersebut mengisyaratkan bahwa pemberian

bantuan bibit seyogyanya berupa induk produktif, sehingga peternak penerima bantuan

tidak harus menanggung beban biaya pemeliharaan anak itik yang relatif cukup besar.

Pengetahuan yang diperoleh dari kursus dan pelatihan belum menjamin tercapainya

tingkat kemampuan dan keterampilan yang profesional. Artinya, masih diperlukan waktu

atau proses adaptasi melalui praktek berusahatani sendiri, sehingga diperoleh

Page 13: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

11

pengalaman dan keterampilan untuk mencapai hasil yang optimal. Pengendalian mutu,

baik dari segi kuantitas maupun kualitas hasil perlu dilakukan secara kontinyu. Fungsi

pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui unit kepengurusan kelompok yang

didampingi oleh PPL, dengan tugas mengidentifikasi para peternak yang masih kurang

terampil untuk diberikan bimbingan secara lebih intensif dan sekaligus mencari dan

`menggali informasi teknologi alternatif yang lebih efisien untuk dikaji dan disebarluaskan

kepada anggota.

Tabel 4. Analisis kelayakan usaha ternak itik sistem terkurung dari anggota KUBA Sejahtera di Desa Babakan, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, NTB, 1999

Deskripsi Model I Model II Model III Model IV

1. Lama pemeliharaan (bulan) 28 22 36 28

2. Biaya investasi (Rp)1) 1.150.000 1.150.000 1.150.000 1.150.000

3. Biaya Produksi (Rp) a. Pemeliharaan 1-4 bulan b. Pemeliharaan 5-28 bulan

1.669.400 9.585.600

2.561.000

11.286.000

2.561.000

20.064.000

2.061.000

10.152.000

4. Pakan (kg/100 ekor/bulan) - Dedak (anak itik : itik produktif) - Konsentrat (anak : itik produktif) - Ganggang (itik produktif) 2) - Siput (Itik produktif) - Vitamin (itik produktif - Rp/100 ekor)

500 : 686

89 : 51 - -

18.000

500 : 686

89 : 51 - -

18.000

500 : 686

89 : 51 - -

18.000

500 : 686

89 : 0 1

0 : 480 18.000

5. Harga pakan (Rp/kg) - Dedak - Konsentrat - Ganggang (Rp/karung) - Siput

250

2400 - -

500

3.500 - -

500

3.500 - -

250

3.500 2.000 300

6. Tenaga kerja (Rp/100 ekor/bulan) - Pemeliharaan 1-4 bulan - Pemeliharaan 5-28 bulan

78.750 87.500

78.750 87.500

78.750 87.500

78.750 87.500

7. Produksi 3) Estimasi regresi I

Estimasi regresi I

Estimasi regresi II

Estimasi regresi I

8. Indikator kelayakan usaha - NPV (2%/bulan) - Net B/C Ratio (2%/bulan) - IRR (%)

1.017.054

1,34 3,74

- 3.317.404

0,25 -

1.209.786

1,27 3,19

231.901

1,07 2,44

Sumber: Data primer Keterangan: 1) Biaya investasi terdiri dari biaya kandang Rp 400.000 dan pembelian anak itik umur 2 bulan sebanyak 100 ekor @ Rp 3.500 2) Dalam satuan karung/100 ekor/bulan 3) Estimasi regresi I : Y = 237,89 + 118,5054 X - 4,3023 X2; R = 0,7654 Estimasi regresi II: Y = 353,06 + 96,6910 X - 1,7370 X2; R = 0,7510 Pendapatan diperoleh dari hasil telur dengan harga @ Rp 650, Kotoran ternak @ Rp 50 dan itik afkir @ Rp 18.000

Page 14: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

12

Kenaikan harga pakan yang selalu terjadi di musim kemarau, baik itu yang

berupa dedak, konsentrat, maupun siput perlu diantisipasi dengan melakukan stock

pakan menjelang hal itu terjadi. Pembangunan gudang pakan sangat penting dalam

mendukung keberlanjutan pengembangan sistem usahatani ternak itik terkurung pada

khususnya dan KUBA pada umumnya, karena kegiatan kepengurusan seksi pakan dapat

difungsikan secara optimal dan keberadaannya dapat dirasakan manfaatnya bagi

anggota kelompok.

Pemasaran Hasil

Berdasarkan kesepakatan anggota KUBA, pemasaran telur itik dilakukan secara

kolektif, yaitu dijual kepada pedagang pengumpul yang ditunjuk oleh koperasi, yang saat

ini dikoordinir oleh petugas PPL, sedangkan penjualan itik afkir dilakukan oleh pengurus

seksi pemasaran, yang telah berpengalaman sebagai pedagang ternak unggas.

Meskipun kesepakatan dalam penjualan telur telah dituangkan dalam aturan

koperasi, tetapi masih ada sebagian anggota kelompok yang tidak mentaatinya secara

penuh. Ada sekitar 30 persen dari sample anggota yang hanya menjual sekitar 50 persen

kepada pedagang pengumpul yang ditunjuk koperasi, sedangkan yang taat mengikuti

aturan mencapai 40 persen, dan 30 persen lainnya menjual sekitar 80 persen dari hasil

produksinya kepada pedagang yang ditunjuk koperasi. Penjualan di luar dari yang di

tunjuk koperasi dilakukan kepada pedagang pengumpul dari dalam atau luar desa dan

kepada tetangga yang memerlukannya (Gambar 1). Bagi non anggota KUBA, penjualan

telur umumnya dilakukan kepada pedagang pengumpul atau pedagang eceran di pasar.

Insentif yang diberikan oleh pedagang pengumpul yang ditunjuk koperasi kepada

anggota KUBA adalah pemberian uang muka maksimal Rp 500.000 bagi yang

memerlukannya, sedangkan pada kondisi transaksi normal dilakukan secara tunai sesuai

dengan harga pasar yang berlaku saat transaksi. Pada saat survei, koperasi belum

memperoleh fee atau uang jasa dari pedagang pengumpul yang bersangkutan. Dalam

hal ini yang dipentingkan adalah kelancaran pemasaran dan harga yang stabil serta

terpercaya, karena PPL melakukan pemantauan harga pasar secara kontinyu dan

menyebarluaskan kepada peternak, baik melalui komunikasi pribadi maupun

disampaikan dalam pertemuan kelompok.

Page 15: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

13

Tabel 5. Analisis input-output usaha pengolahan telur asin KUBA itik Sejahtera

No. Rincian Nilai (Rp)

I Biaya Pengolahan 311.500

1. Pembelian telur 500 butir @ Rp 600 300.000

2. Garam 2 kg 3.000

3. Tanah liat/tepung bata 2.000

4. Asam sendawa 1.500

5. Tenaga kerja 5.000

II Pendapatan (penjualan telur asin 500 butir @ Rp 800) 400.000

III Keuntungan 88.500

IV Marjin Keuntungan (Rp/butir) 177

Sumber: Informasi dari Penyuluh Pertanian

6%

Pedagang Pengumpul yang ditunjuk Koperasi

Volume: 10.000 bt/bulan

20 - 50% 50 - 100%

5-20%

20%

Pedagang Pengecer di pasar

Pedagang Pengumpul dari dalam/luar desa

Konsumen Lembaga: (a) Pelabuhan; (b) Perusahaan

pengasin

Konsumen Rumahtangga

80%

24% 50% 10%

Non Anggota (sistem gembala)

Anggota KUBA (Sistem terkurung)

Keterangan : - Telur asin - Telur belum diasinkan Sumber : Data Primer

Gambar 1. Alur pemasaran telur dari anggota dan non anggota KUBA

Page 16: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

14

Telur yang dihasilkan oleh oleh pedagang pengumpul yang ditunjuk koperasi

berupa telur yang belum diasinkan dan telur asin. Marjin yang diperoleh dari pengolahan

telur asin mencapai Rp 177/butir (Tabel 5), sedangkan marjin dari penjualan telur yang

belum diasinkan mencapai Rp 50/butir. Penjualan telur asin mencapai sekitar 4.000

butir/bulan, yang disalurkan kepada pihak pelabuhan 1.000 butir, pedagang pengumpul

termasuk perusahaan pemasok produk pertanian ke swalayan di Bali 2.400 butir dan

konsumen rumahtangga 600 butir. Sementara itu, penjualan telur yang belum diasinkan

mencapai 6.000 butir/bulan, yang disalurkan kepada pengusaha pengasin telur (home

industri) mencapai 5.000 butir (3 pedagang) dan kepada konsumen rumahtangga 1.000

butir (Gambar 1). Permasalahan penjualan kepada perusahaan besar seperti PD.

Garuda Emas dan UD. Hemat pada umumnya terkait dengan persyaratan-persyaratan

yang ditentukan oleh perusahaan, di antaranya adalah: (i) Ukuran telur harus seragam

dan memenuhi ukuran baku yang ditentukan oleh pihak perusahaan, (ii) Warna telur

harus seragam, sesuai dengan permintaan pihak perusahaan (biasanya yang diminta

yang warnanya biru); (iii) Pasokan harus kontinyu dalam jumlah besar, yaitu sekitar

2.000 - 5.000 butir/minggu.

Kinerja Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA)

Latar Belakang Pembentukan

Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) itik di Kabupaten Lombok Barat

pada awalnya merupakan kelompok tani peternak itik yang dibentuk dalam rangka

penumbuhan Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan (SPAKU) itik melalui kegiatan

Proyek Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT). Lokasi pengembangan komo-

ditas itik tersebut berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Narmada untuk RMC dan

Kecamatan Gerung untuk DMC. Jumlah kelompok tani peternak itik di Kecamatan

Narmada dan Kecamatan Gerung masing-masing ada sebanyak 5 dan 4 buah

Salah satu dari kelompok tani di Kecamatan Gerung, yaitu Kelompok Tani

Sejahtera yang dibentuk pada bulan Mei 1997 selanjutnya ditumbuhkembangkan

menjadi KUBA. Pada tanggal 5 Oktober 1998, kelompok ini dikukuhkan menjadi Koperasi

Pengembangan Agribisnis Komoditi Unggulan (KOPAKU) itik melalui surat akte

pendirian koperasi berbadan hukum nomor 11/BH/KCK.23.1/X/1998.

Page 17: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

15

Struktur Organisasi, Aturan Kelompok, dan Sumber Permodalan

KUBA itik Sejahtera memiliki struktur organisasi yang terdiri dari ketua, pengu-

rus dan pengawas. Pengurus meliputi sekretaris, bendahara dan 5 seksi, yaitu seksi

bibit, kandang, pakan, kesehatan hewan, dan pemasaran. Kelompok ini juga telah

menetapkan aturan-aturan yang wajib ditaati seluruh anggota, yaitu:

(1) Setiap anggota baru dikenakan iuran pokok disesuaikan dengan jumlah uang koperasi. Iuran wajib Rp 2.000/anggota

(2) Setiap anggota menyetor telur 10 butir/minggu, bila itiknya sudah bertelur ± 40 persen.

(3) Bila anggota menjual itik yang sudah afkir supaya dibelikan bibit yang baru. Wajib menyetor Rp 15.000 sebagai angsuran setoran telur.

(4) Setiap anggota yang meminjam uang kas dikenakan bunga 2 persen dan pengembaliannya 10 kali cicilan pokok dan bunga.

(5) Setiap anggota yang meminjam uang kas koperasi pengembaliannya disesuaikan dengan peminjaman. Kalau lewat waktu dikenakan denda.

(6) Semua anggota supaya menjual telur kepada pengumpul yang telah ditentukan koperasi.

Menilik dari usia KUBA yang relatif masih muda, wajar jika aturan-aturan yang

ditetapkan sebagai kewajiban setiap anggota terhadap kelompok masih diprioritaskan

pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan pemupukan modal

koperasi maupun upaya untuk memperlancar kewajiban pengembalian bantuan modal

dari P2RT dan sumber permodalan lainnya.

Salah satu usaha KUBA dalam memperoleh modal kelompok adalah melalui

pengumpulan iuran pokok dan iuran wajib dari para anggotanya. Besarnya iuran pokok

bagi setiap anggota ditetapkan sebesar Rp 20.000. Sedangkan iuran wajib sebesar Rp

2.000 per bulan. Pemupukan modal secara swadaya ini telah mencapai jumlah sebesar

Rp 1.382.000 selama periode bulan September 1998 - Juli 1999, dimana jumlah anggota

pada saat itu ada sebanyak 36 peternak.

Selain dari upaya swadaya tersebut, KUBA juga memperoleh dukungan modal

usaha dari berbagai sumber, di antaranya dari: (1) Paket bantuan P2RT dari Departemen

Pertanian melalui Kanwil Deptan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Peternakan

Kabupaten Lombok Barat, (2) Bantuan pinjaman modal dari Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) berupa Kredit Pembinaan Kemitraan Usaha (KPKU)

sebesar Rp 5.000.000, (3) Pinjaman modal dari Departemen Pertanian berupa bantuan

Page 18: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

16

kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K) sebesar Rp 9.000.000;

dan (4) Bantuan desa dari Dana Inpress/Jaring Pengaman Sosial (JPS) TA. 1998/1999

sebesar Rp 2.000.000.

Kegiatan P2RT dengan paket bantuannya merupakan cikal bakal tumbuhnya

KUBA itik di Kabupaten Lombok Barat, Bantuan yang diberikan P2RT kepada anggota-

anggota kelompok tani peternak itik untuk setiap satu paket terdiri dari : (1) anak itik

berumur 2 bulan sebanyak 55 ekor, (2) Pakan berupa dedak dan konsentrat masing-

masing sebanyak 200 dan 50 kilogram, dan (3) biaya pembuatan kandang serta tempat

pakan dan minum sebesar Rp 50.000. Nilai bantuan itu jika ditaksir berdasarkan harga

saat awal pemberian mencapai Rp 412.500. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa

terdapat 17 persen responden yang mengambil 3 paket, sedangkan 33 persen lainnya

mengambil 2 paket, dan selebihnya sekitar 50 persen mengambil 1 paket. Tabel 6. Modal tunai koperasi KUBA itik Sejahtera hingga periode Juli 1999

Nomer Sumber modal Volume (Rp)

1. Iuran pokok dan Iuran wajib 1.382.000 2. KPKU 5.000.000 3. P4K 9.000.000 4. Dana INPRES 2.000.000

Modal pokok 17.382.000

5. Fee dari kredit P4K 300.000 6. Bunga pinjaman anggota 178.450

Total 17.860.450

Secara keseluruhan, dana koperasi yang terkumpul dalam bentuk tunai dari

usaha swadaya maupun bantuan pinjaman sampai dengan periode Juli 1999 telah

mencapai Rp 17.860.450 (Tabel 6). Modal sebesar itu merupakan asset awal koperasi

yang perlu dimanfaatkan secara optimal untuk melakukan diversifikasi usaha, baik di

bidang usaha simpan-pinjam, pengadaan sarana produksi peternakan, penyediaan

bahan pokok kon-sumsi bagi rumah tangga anggota, dan berbagai usaha lainnya.

Menyimak dari besarnya penyaluran kredit yang baru mencapai Rp 2.595.000 atau

sekitar 15 persen dari modal pokok, mengisyaratkan bahwa koperasi masih perlu

mengintensifkan berbagai usaha di luar usaha simpan-pinjam, sehingga koperasi

berkemampuan untuk membayar bunga pinjaman dan sekaligus meningkatkan

akumulasi permodalannya secara lebih progresif.

Page 19: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

17

Prasarana dan Sarana

Dalam pengembangan suatu organisasi, ketersediaan sarana dan prasarana

untuk mendukung kegiatan organisasi mutlak diperlukan. Dalam kaitan itu, mengingat

usia koperasi KUBA itik Sejahtera yang relatif masih muda, maka dapat dimaklumi

apabila sarana dan prasarana yang tersedia masih sangat terbatas. Yang tersedia baru

tempat pertemuan kelompok, sedangkan kantor koperasi dan gudang penyimpanan

pakan sedang direncanakan akan dibangun dimana dananya masih menunggu kucuran

bantuan dari pemerintah. Pembangunan gudang ini mempunyai arti penting bagi

koperasi dalam penyediaaan pakan ternak secara kolektif, terutama menjelang musim

kemarau dimana pada saat itu biasanya ketersediaan pakan di pasaran cenderung

semakin terbatas, dan dalam kondisi yang demikian harga pakan menjadi semakin

mahal. Dalam pengem-bangan selanjutnya masih sangat diperlukan pembangunan

sarana-sarana usaha maupun penyediaan perangkat-perangkat keadministrasian yang

sangat penting guna menunjang kelancaran dan tertib administrasi koperasi.

Ketersediaan alsintan juga masih sangat terbatas, yaitu baru berupa alat tetas

yang berjumlah dua buah. Alat ini masing-masing merupakan bantuan dari P2RT dan

BPP (Balai Penyuluhan Pertanian). Pengadaan alsintan seperti antara lain alat tetas dan

alat pembuat pakan seyogyanya perlu dipikirkan dalam pengembangan koperasi guna

mem-buka peluang meningkatkan diversifikasi usaha dengan memperhitungkan secara

cermat tingkat kebutuhan bibit dan pakan jangka panjang, sehingga jumlah dan

kapasitas allsintan yang perlu disediakan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pengadaan

alsintan tersebut dapat dilakukan melalui dukungan penyediaan kredit jangka panjang.

Pembinaan

Sumberdaya manusia yang relatif masih rendah dari para pengurus koperasi

maupun anggota kelompok KUBA, baik ditinjau dari segi tingkat pendidikan maupun

wawasan dan tingkat pengetahuannya dalam pengelolaan organisasi dan manajemen

usahanya sangat membutuhkan bimbingan, penyuluhan, dan pembinaan dari instansi

dan institusi terkait secara intensif dan berkesinambungan. Bimbingan, penyuluhan, dan

pembinaan tersebut tidak saja terbatas pada aspek teknis saja, tetapi yang terpenting

adalah membuka wacana berfikir dari para pengurus dan anggota dalam meraih

peluang-peluang bisnis, cara-cara memperoleh akses informasi teknologi dan

pemasaran termasuk promosi produk yang dihasilkan, cara-cara memperoleh akses

permodalan, serta pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan organisasi, yang

Page 20: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

18

mencakup manajemen administrasi dan pengelolaan sumberdaya. Pada gilirannya,

upaya-upaya bimbingan, penyuluhan dan pembinaan tersebut seyogyanya juga dapat

menumbuhkan sumberdaya manusia yang mampu menjadi pioner dan motor penggerak

organisasi dalam meningkatkan usaha, dinamika kelompok dan kemandirian organisasi.

Upaya pembinaan yang telah dilakukan oleh beberapa instansi terkait terhadap

anggota kelompok KUBA dan kepengurusan koperasinya mencakup: (1) Kursus dan

pelatihan; (2) Pemagangan; (3) Temu usaha; (4) Studi banding, dan (5) Pengadaan

lomba antar kelompok. Pada umumnya kegiatan pembinaan ini masih bersifat introduksi

atau sosialisasi dari penerapan teknologi ternak itik sistem terkurung dan beberapa

aspek teknik pengolahan itik dan pembuatan telur asin. Kegiatan temu usaha belum

menghasilkan suatu transaksi atau suatu kesepakatan ikatan kerjasama kemitraan

antara pengusaha dengan kelompok-kelompok tani peternak itik. Meskipun demikian,

ada harapan bahwa kesulitan dari para peternak dalam pemasaran itik jantan

kemungkinan dapat teratasi dengan adanya tawaran dari INKUD Jakarta (melalui

PUSKUD Jawa Timur yang disampaikan kepada Kanwil Dep. Koperasi dan PPK) yang

siap menampung itik jantan berumur 5-6 bulan, dimana untuk sekali kirim jumlahnya

mencapai 2.000 ekor (Kanwil Departemen Pertanian NTB, 1998b). Tawaran ini belum

dapat terwujud dalam bentuk ikatan kerjasama, mengingat belum jelasnya mengenai

informasi harga itik, interval pengiriman dan kemampuan kelompok-kelompok dalam

penyediaan pasokan secara kontinyu sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Peran nyata Badan Agribisnis beserta Kanwil Departemen pertanian dan Kanwil

Departemen Koperasi dan Pembina Pengusaha Kecil Menengah adalah dalam

mendorong terwujudnya wadah koperasi KUBA itik Sejahtera yang berbadan hukum.

Melalui koperasi yang berbadan hukum, maka akses terhadap kredit perbankan relatif

lebih mudah. Selain itu, dengan adanya wadah koperasi yang berbadan hukum juga

membuka peluang lebih besar untuk menjalin hubungan kerjasama dengan mitra usaha.

Pembinaan lebih lanjut masih sangat diperlukan terutama yang bersifat

bimbingan manajemen, di antaranya dalam hal pengelolaan administrasi perkoperasian,

pengelolaan usaha koperasi, dan pengelolaan sumberdaya. Tugas pembinaan

manajemen itu seyogyanya tidak dibebankan kepada Penyuluh Pertanian Lapangan

(PPL), tetapi kepada aparat atau pihak lainnya, seperti misalnya petugas Penyuluh

Koperasi (Petugas Konsultasi Lapangan-PKL), tenaga sarjana pendamping atau tenaga-

tenaga dari LSM yang memiliki kemampuan profesional. Hal ini mengingat beban tugas

Page 21: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

19

PPL yang sudah cukup banyak, yang mencakup tugas penyuluhan, administrasi dan

pelaporan data, penyaluran dan pengembalian kredit/bantuan proyek, dan mengikuti

rapat-rapat koordinasi.

Peluang dan Strategi Pengembangan KUBA

Hasil analisis terhadap indikator-indikator faktor internal dan eksternal KUBA,

menunjukkan bahwa upaya pengembangan KUBA itik di Kabupaten Lombok Barat

didukung oleh kondisi lingkungan internal dan eksternal yang cukup kondusif, yaitu

masing-masing diperoleh nilai skor sebesar 3,2963 dan 2,8865 (Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 7. Analisis faktor internal KUBA itik di Kabupaten Lombok Barat, NTB

Faktor diskriminan Bobot Skala Skor Kekuatan 1. Struktur organisasi 0,0529 3 0,1587 2. Pembagian tugas 0,0529 3 0,1587 3. Kualitas kelengkapan pengurus 0,0265 4 0,1060 4. Kapasitas 0,0212 4 0,0848 5. Kualitas produk 0,0423 4 0,1692 6. Skala ekonomi 0,0423 4 0,1692 7. Harga jual 0,0529 4 0,2116 8. Penguasaan pasar 0,0423 4 0,1692 9. Akses informasi pasar 0,0423 4 0,1692 10. Saluran distribusi 0,0423 4 0,1692 11. Image, reputasi, dan kualitas 0,0423 4 0,1692 12. Lahan usaha 0,0265 3 0,0795 13. Gudang 0,0212 4 0,0848 14. Bangunan kantor 0,0212 3 0,0636 15. Peralatan 0,0265 4 0,1060 16. Personal management 0,0265 4 0,1060 17. Efektivitas sistem insentive 0,0212 3 0,0636 18. Spesialisasi keterampilan 0,0212 3 0,0636 19. Pengalaman 0,0212 3 0,0636 20. Kemampuan peningkatan kapital jangka pendek 0,0423 4 0,1692 21. Kemampuan peningkatan kapital jangka panjang 0,0423 4 0,1692 22. Labor relation cost vs pesaing 0.0265 3 0,0795 23. Consistency & barier to entry 0,0265 3 0,0795 24. Ability to reduce cost/efisiensi biaya 0,0265 4 0,1060

Sub total 0,8095 2,9691 Kelemahan 25. Diversifikasi produk 0,0265 1 0,0265 26. Biaya produksi 0,0265 2 0,0529 27. Ketersediaan bahan baku 0,0265 2 0,0529 28. Integrasi vertikal 0,0423 2 0,0847 29. Efektivitas promosi 0,0265 1 0,0265 30. Pembentukan harga 0,0423 2 0,0847

Sub total 0,1905 0,3280 Total 1,000 3,2963

Page 22: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

20

Tabel 8. Analisis faktor eksternal KUBA itik di Kabupaten Lombok Barat, NTB

Faktor diskriminan Bobot Skala Skor

Peluang 1. Kondisi politik dan keamanan 0,0709 3 0,2127 2. Kependudukan 0,0709 3 0,2127 3. Perusahaan mitra 0,0709 4 0,2836 4. Kondisi konsumen 0,0709 4 0,2836 5. Keberadaan sumber modal luar 0,0709 4 0,2836 6. Pembinaan pasar oleh petugas 0,0355 3 0,1420 7. Segmen pasar terabaikan yang dapat dilayani 0,0567 4 0,1701 8. Adanya perkembangan teknologi 0,0567 4 0,2268 9. Peningkatan hubungan baik dengan konsumen/mitra 0,0567 3 0,1702 10. Peningkatan infrastruktur perhubungan dan telekom. 0,0567 3 0,1702 11. Prioritas pengembangan pemerintah 0,0567 3 0,1702

Sub total 0,6738 2,3475

Tantangan/ancaman 12. Kondisi ekonomi 0,0709 2 0,1418 13. Perusahaan pesaing 0,0213 1 0,0213 14. Perubahan regulasi yang meningkatkan daya saing 0,0213 1 0,0213 15. Masuknya kompetitor baru 0,0213 1 0,0213 16. Peningkatan posisi tawar pembeli 0,0284 1 0,0284 17. Harga input 0,0709 2 0,1418 18. Serangan hama/penyakit 0,0709 2 0,1418 19. Pencabutan tarif/liberalisasi perdagangan 0,0213 1 0,0213

Sub total 0,3262 0,5390

Total 1,000 2,8865

Besarnya nilai skor tersebut mencerminkan bahwa strategi pengembangan KUBA berada

pada tahap mempertahankan stabilitas. Untuk tujuan itu, kegiatan yang perlu dilakukan

KUBA mencakup tiga unsur, yaitu (1) menjaga terjaminnya kontinyuitas jumlah pasokan

bahan baku pakan, yang meliputi konsentrat, dedak dan siput; (2) menjaga stabilitas

harga pakan; dan (3) mengembangkan formulasi pakan yang lebih banyak menggunakan

komponen lokal. Sementara itu dalam kaitan dengan diversifikasi produk, yang perlu

dilakukan KUBA adalah: (1) pengembangan usaha pembibitan; dan (2) pengelolaan

pemasaran itik jantan dan itik afkir. Peningkatan kualitas produk terutama perlu ditujukan

untuk memenuhi permintaan perusahaan besar, yang meliputi keseragaman ukuran dan

warna telur sesuai dengan persyaratan baku mutu yang diminta.

Page 23: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

21

KESIMPULAN

Penerapan teknologi usahatani itik sistem terkurung berpotensi besar untuk: (1)

meningkatkan kembali produksi telur, daging dan populasi itik guna mencukupi

kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi protein hewani; (2) sebagai alternatif upaya

pemberdayaan masyarakat berpendapatan rendah yang tidak memiliki lahan

sawah/tegalan atau berlahan sempit melalui pemanfaataan lahan pekarangan; dan (3)

sebagai alternatif upaya peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian.

KUBA itik di Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu KUBA yang

menunjukkan kinerja yang baik dan memiliki potensi untuk berkembang sebagai badan

usaha yang dikelola dengan menggunakan prinsip koperasi. Kunci keberhasilan KUBA

adalah adanya dukungan kondisi lingkungan faktor internal dan faktor eksternal yang

kondusif, dimana indikator unsur kekuatan dan peluangnya lebih menonjol dibandingkan

dengan unsur kelemahan dan ancamannya.

Kekuatan internal KUBA dilihat dari segi organisasi antara lain terlihat dari (1)

terbentuknya struktur organisasi yang telah mencerminkan kebutuhan operasional

koperasi; (2) adanya pembagian tugas, aturan main, dan musyawarah anggota yang

dilakukan dalam pertemuan rutin kelompok; (3) pemilihan kepengurusan dilakukan

secara demokratis dan terbuka; serta (d) tingkat pendidikan pengurus yang sebagian

besar telah mencapai jenjang di atas sekolah dasar. Menilik dari usia KUBA yang relatif

sangat muda, maka wajar apabila kinerja organisasi masih banyak yang perlu

disempurnakan, terutama dalam hal pemberdayaan fungsi kepengurusan seksi-seksi

agar mampu bekerja secara optimal dalam mendukung kegiatan organisasi.

Faktor-faktor eksternal yang memberikan peluang bagi KUBA untuk mengem-

bangkan usahanya antara lain adalah: (1) kondisi politik dan keamanan yang kondusif;

(2) adanya niat yang kuat dari pemerintah untuk mengembangkan sektor agribisnis

memberikan peluang terjadinya peningkatan infrastruktur perhubungan, kemudahan-

kemudahan memperoleh bantuan modal maupun pembinaan pasar; (3) keberadaan

instalasi pengkajian teknologi pertanian-IP2TP memberikan peluang besar bagi KUBA

untuk melakukan pengembangan teknologi guna meningkatkan produktivitas, efisiensi

biaya, dan kendali mutu; (4) potensi penyerapan produk itik, baik itu berupa telur, daging,

dan bibit itik masih terbuka luas. Penyerapan hasil telur masih terbuka bagi perusahaan-

perusahaan produsen telur asin maupun untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik

Page 24: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

22

itu untuk keperluan upacara adat bagi warga NTB dan Bali maupun untuk suvenir bagi

wisatawan yang berkunjung ke NTB. Kecenderungan daging itik semakin digemari

masyarakat tampak dari semakin menjamurnya warung makan kaki lima yang

menyediakan menu daging itik.

Faktor internal yang menjadi kelemahan KUBA antara lain adalah: (1) masalah

diversifikasi produk, dimana output produksi KUBA masih bertumpu pada telur; (2) biaya

produksi relatif masih tinggi; (3) ketersediaan bahan baku yang sering mengalami

kelangkaan, sedangkan KUBA belum bisa menjamin ketersediaannya secara cukup dan

kontinyu kepada anggota; (4) Integrasi vertikal belum dilakukan; (5) efektivitas promosi

masih kurang; dan (6) pembentukan harga yang masih banyak ditentukan oleh

pengusaha besar.

Faktor eksternal yang menjadi tantangan/ancaman KUBA itik antara lain adalah:

(1) kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih mengancam terjadinya ketidakstabilan

nilai tukar rupiah, yang secara langsung berpengaruh terhadap ketidakstabilan harga

pakan konsentrat yang komponennya banyak bersumber dari bahan impor; (2)

perusahaan/produsen pesaing; (3) masuknya kompetitor baru; (4) perubahan regulasi

yang meningkatkan daya saing; (5) peningkatan posisi tawar pembeli; (6) harga input; (7)

serangan hama/penyakit; dan (8) pencabutan tarif/liberalisasi perdagangan.

Strategi yang perlu ditempuh dalam pengembangan KUBA itik adalah

mempertahankan stabilitas yang mencakup tiga unsur kegiatan sebagai berikut: (1)

menjaga terjaminnya kontinyuitas jumlah pasokan bahan baku pakan, yang meliputi

konsentrat, dedak dan siput; (2) menjaga stabilitas harga pakan; dan (3)

mengembangkan formulasi pakan yang lebih banyak menggunakan komponen lokal.

Sementara itu dalam kaitan dengan diversifikasi produk, yang perlu dilakukan KUBA

adalah: (1) pengembangan usaha pembibitan; dan (2) pengelolaan pemasaran itik jantan

dan itik afkir. Peningkatan kuantitas dan kualitas produk perlu ditujukan untuk memenuhi

permintaan perusahaan besar, yang meliputi volume dan kontinyuitas pasokan, serta

keseragaman produk yang mencakup ukuran dan warna telur.

Mengingat berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapi KUBA, maka

untuk mendorong kinerjanya diperlukan pembinaan kelembagaan yang lebih intensif dan

sistematis.

Page 25: STUDI AGRIBISNIS ITIK INTENSIFIKASI DI NUSA …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_61_2004.pdf · Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian ... terdiri dari itik lokal Lombok,

23

DAFTAR PUSTAKA

Badan Agribisnis. 1999. Pedoman Penumbuhan SPAKU dan KUBA sebagai cikal bakal dari KOPAKU. Badan Agribisnis. Depaertemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1996. Buku Statistik Peternakan 1995.

Djauhari, A., R. Hendayana, K.M. Noekman, dan B. Rahmanto. 2000. Studi prospek dan kendala pengembangan Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA). Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hanafiah, T. Konsep dan Aplikasi Pengembangan Wilayah Agribisnis. 1997. Bahan kuliah matrikulasi Sistem Agribisnis program studi Magister Manajemen Agribisnis, program pasca sarjana - IPB, Angkatan XIV tahun 1997.

Kanwil Deptan NTB. 1997. Profil agribisnis ternak itik di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bagian Proyek Pengembangan Agribisnis Provinsi NTB T.A. 1997/1998. Kantor Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.

Kanwil Deptan NTB. 1998a. Statitistik Pertanian Nusa Tenggara Barat tahun 1997. Proyek Pengembangan Sumberdaya Sarana dan Prasarana pertanian SETJEN. Kantor Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kanwil Deptan NTB. 1998b. Laporan usaha pertanian dan identifikasi masalah agribisnis. Bagian Proyek Pengembangan Agribisnis Provinsi NTB T.A. 1997/1998. Kantor Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.

Kanwil Deptan NTB. 1999. Laporan Penumbuhan dan Pengembangan Kewirausahaan agribisnis di Nusa Tenggara Barat. Bagian Proyek Pengembangan Agribisnis Provinsi NTB T.A. 1998/1999. Kantor Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mataram.

Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Scott, M.L., and G.F. Heuser. 1951. Studies of protein and unidentified vitamin requirement. Poultry Sci. 31(2).

Setioko, A., Syamsudin, Rangkuti, H. Budiman, dan A. Gunawan. 1994. Budi daya ternak itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suriapermana, S., I. Syamsiah, P. Wardana, Z. Arifin, dan A.M. Fagi. 1993. Petunjuk Praktis Sistem usahatani padi-ikan dan parlabek di lahan sawah. Hermanto dan A. Musadad (eds). Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi.

Tim IPB. 1997. Laporan akhir pemantapan konsep dasar sentra pengembangan agribisnis komoditas unggulan. Kerjasama Biro Perencanaan Departemen Pertanian dengan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

IIPTP Mataram. 1997. Laporan pengkajian sistem usaha pertanian berbasis itik di Desa Dasan Tereng, Lombok Barat. Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram.

Yuwanta, T., S. Harimurti, dan M.A. Wiguna. 1979. Pengaruh pemeliharaan itik Alabio secara backyard terhadap sosial ekonomi masyarakat perkotaan. P. Sitorus et al (eds). Proceedings Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan.