struktur komunitas makrozoobentos sebagai bioindikator ... · 4 ro 2 (naki), hcl pekat, na 2s 2o 3...
TRANSCRIPT
30
3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2007 sampai dengan Februari
2008. Bertempat di sepanjang badan utama (main stream) Sungai Musi di bagian
hilir mulai dari Pulokerto sampai Tanjung Buyut di muara Sungai Sungsang dekat
Selat Bangka, Provinsi Sumatera Selatan. Pengambilan sampel dilakukan
sebanyak dua kali yaitu pada bulan April dan Juli 2007. Analisis dilakukan di
Laboratorium Hidrobiologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU)
Mariana, MUBA, Sumatera Selatan, Laboratorium Limnologi LIPI, Bogor,
Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB
Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah formalin 10 %, larutan lugol, larutan
pewarna rose bengal, akuades, es batu untuk pendingin, bahan kimia untuk
titrasi seperti H2SO4, NaOH, KI, Na-Thiosulfat, indikator amilum, nutrien, larutan
buffer pH 10, larutan erio T, EDTA 0,01 N, larutan metil orange H2SO4 0,02 N,
MnSO4 RO2 (NaKI), HCl pekat, Na2S2O3 0,02 N, akuades. Alat yang digunakan
untuk mengukur biota adalah eickman dredge, saringan makrozoobentos
berukuran 250 µm, mikroskop binokuler dan stereo, baki, cawan petri, ember
plastik (volume 10 liter), botol sampel (300 ml), botol film, pinset, kertas label,
alat tulis, kantong plastik, petri disk, buku identifikasi, botol BOD, secchi disk,
stop watch, tali meteran, termometer, pipet tetes, lup, kemmerer water sampler,
GPS, bola pelampung, perahu bermotor, perahu karet, kamera digital, kertas pH,
boks pendingin (Ice box), peralatan titrasi, software statistica 6.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel penelitian dilakukan dua kali yaitu :
1. Bulan April – Mei 2007 (mewakili kondisi musim hujan)
2. Bulan Juni -- Juli 2007 (mewakili kondisi musim kemarau)
Penentuan stasiun pengambilan sampling ini dilakukan dengan metode
purposive random sampling dan didasarkan pada pertimbangan topografi kondisi
lingkungan dan fungsi guna lahan serta pemanfaatan sungai di sekitar badan
31
utama Sungai Musi bagian hilir dan untuk menentukan posisi lokasi sampling
diukur dengan mengunakan GPS (Global positioning system).
Tabel 6 Stasiun di bagian hilir Sungai Musi sebanyak 18 titik stasiun yaitu :
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 1 Pulokerto Kec.Ilir barat II, Palembang Posisi : 01o771`LS dan 104o40`683”BT
Stasiun ini merupakan persimpangan pulau masih banyak vegetasi hijau di bagian hulu stasiun ± 500 m terdapat sub DAS anak sungai Musi, stasiun ini mewakili daerah alami di bagian hilir stasiun ini terdapat beberapa industri crumb rubber.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri Stasiun 2 Gandus Kec. Ilir barat II, Palembang, Posisi : 01o436`LS dan 104o43`904”BT
Di daerah ini merupakan daerah kawasan industri pengolahan karet (crumb rubber) dan pemukiman penduduk, tata guna lahan di pinggir sungai lahan persawahan, pertanian lahan kering, dan juga terdapat adanya kegiatan aktivitas penambangan pasir.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
32
Lokasi / posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 3 Pre Ogan daerah Musi II Kec. Ilir barat II, Palembang. Posisi : 01o375`LS dan 104o43`550”BT
Di stasiun ini terdapat beberapa industri crumb rubber. Di tepi kiri terdapat pemukiman penduduk dan aktivitas penambangan pasir.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 4 Post Ogan daerah Muara Musi Kramasan Kec Ilir Barat I, Palembang. Posisi : 01o159`LS dan 104o44`801”BT
Stasiun ini merupakan muara sub DAS anak Sungai Musi yaitu sungai Kramasan, tata guna lahan di pinggir sungai terdapat adanya lahan pertanian dan juga terdapat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
33
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 5 Muara Ogan Kec.Ilir barat II, Palembang. Posisi : 00o467`LS dan 104o45`077”BT
Stasiun ini merupakan muara Sungai Ogan yang bertemu langsung dengan Sungai Musi, terdapat pemukiman penduduk di sekitar tepi sungai yang cukup padat. Terdapat juga industri semen Baturaja, stasiun ini mewakili daerah industri dan daerah pemukiman padat penduduk.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 6 Ampera Kec. Ilir barat I, Palembang Posisi : 59o410`LS dan 104o45`957”BT
Daerah Jembatan Ampera ini merupakan kawasan pariwisata air, pemukiman padat penduduk, dan di sebelah kanan sungai terdapat aktivitas pasar tradisional, dan aktivitas lalu lintas kapal yang sangat padat, di sebelah kiri sungai terdapat aktivitas bongkar muat barang dan sistem pengisian bahan bakar.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
34
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 7 Wilmar di Kec.Ilir Timur I, Palembang. Posisi : 58o976`LS dan 104o47`248”BT
Di sebelah kanan stasiun terdapat industri minyak Wilmar, industri kopi, pemukiman penduduk di tepi sungai yang cukup padat. Lalu lintas kapal air sangat padat, di bagian hulu stasiun terdapat pelabuhan kapal dan perkantoran. Stasiun ini juga mewakili daerah kawasan industri dan pemukiman padat penduduk yang cukup padat .
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri Stasiun 8 PT. Pusri Kec. Ilir Timur I, Palembang Posisi : 59o078`LS dan 104o48`221”BT
Di daerah ini terdapat industri Pupuk Urea Sriwijaya, di sebelah kanan terdapat muara dari sub DAS anak Sungai Musi. Lalu lintas kapal air pada stasiun ini cukup padat, terdapat kapal-kapal besar di tepi kiri sungai yang sedang berlabuh.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
35
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 9 PT. Hoktong Kec.Seberang Ulu II, Palembang. Posisi : 59o076`LS dan 104o48`911”BT
Di sebelah kiri stasiun terdapat industri crumb rubber, juga terdapat pemukiman padat penduduk dan aktivitas penambangan pasir, tepian sungai sebelah kiri mempunyai kedalaman antara 5 – 7 meter akibat penggalian untuk keperluan industri sebagai tempat berlabuhnya kapal.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 10 Sungai Kundur (Muara Komering), Kab. Banyuasin Sum-Sel. Posisi : 58o530`LS dan 104o51`899”BT
Di bagian hulu stasiun terdapat industri Pertamina serta mobilitas kapal air dan kapal tanker cukup tinggi di sebelah kanan tepi sungai terdapat jalur-jalur pipa milik Pertamina, di sebelah kiri banyak terdapat pemukiman penduduk, stasiun ini merupakan muara dari Sungai Komering, stasiun ini mewakili daerah industri dan pemukiman penduduk.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
36
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 11 PT. SAP Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 56o242`LS dan 104o53`275”BT
Di tepi kiri sungai terdapat industri minyak kelapa sawit dan minyak goreng serta pemukiman penduduk, di sebelah kanan vegetasi hijau yang di dominasi semak, mobilitas kapal air di daerah ini cukup padat dan terdapat kapal-kapal besar yang berlabuh.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 12 Pulau Borang Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 51o958`LS dan 104o53`643”BT
Di daerah Pulau Borang terdapat pemukiman padat penduduk dan pabrik tekstil Metratex, di tepi kiri dan kanan terdapat vegetasi hijau, dan mempunyai areal pertanian dan banyak aktivitas penangkapan ikan.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
37
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 13 SST.pulau Burung Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 49o619`LS dan 104o54`509”BT
Di sebelah kiri banyak terdapat vegetasi hijau dan di sebelah kanan terdapat industri Pulp, pada beberapa tempat pinggiran sungai telah terjadi erosi dan perluasan badan perairan, di daerah ini juga merupakan daerah penangkapan ikan bagi sebagian masyarakat.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 14 Upang jaya Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 42o964`LS dan 104o57`595”BT
Di tepi kiri sungai terdapat pemukiman penduduk dan tempat pengisian bahan bakar umum, di sebelah kanan sungai merupakan lahan pertanian kering, perkebunan, persawahan. Terjadi erosi di pinggir sungai yang diakibatkan arus sungai dan ombak yang di hasilkan dari lewatnya kapal-kapal besar. Banyak aktivitas penangkapan ikan.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
38
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 15 Pre Selat Cemara Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 37o256`LS dan 104o54`350”BT
Di daerah ini juga terdapat lahan pertanian masyarakat di sekitarnya, di kanan dan kiri sungai di dominasi oleh tumbuhan manggrove, vegetasi nipah dan tumbuhan hijau lainnya, terdapat erosi di tepian sungai, badan sungainya lebar. daerah ini juga merupakan wilayah penangkapan ikan bagi masyarakat setempat yang memanfaatkan pasang surut maupun yang menggunakan alat tangkap berupa jaring. Stasiun ini mewakili daerah pertanian dan vegetasi hijau.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 16 Selat Cemara Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 42o108`LS dan 104o55`295”BT
Di sebelah kanan dan kiri sungai didominasi oleh tumbuhan manggrove dan tumbuhan hijau lainnya, terdapat erosi di tepian sungai, badan sungainya lebar, sudah ada pengaruh intrusi air laut yang mempengaruhi salinitas air sungai. Stasiun ini mewakili daerah vegetasi hijau yang merupakan stasiun referensi.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
39
Lokasi / Posisi Deskripsi area Gambar area
Stasiun 17 Pulau Payung Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 24o452`LS dan 104o55`874”BT
Di daerah ini merupakan wilayah perairan estuaria dan di sekitar perairannya mempunyai kegiatan perikanan, transportasi air, zona riparian di pinggir kiri dan kanan badan sungai terdiri dari vegetasi hijau yang didominasi oleh jenis manggrove seperti nipah, Sonerratia sp, adanya pengaruh langsung dari intrusi air laut.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Stasiun 18 Tanjung Buyut Kab. Banyuasin, Sum-Sel Posisi : 20o771`LS dan 104o54`453”BT
Di daerah Tanjung Buyut juga merupakan kawasan wilayah estuaria, di sini juga terdapat kawasan pemukiman dan dermaga kapal Desa Sungsang, yang dekat dengan muara Selat bangka, mobilitas kapal air cukup padat. Daerah ini mewakili daerah estuaria yang telah di pengaruhi oleh salinitas.
Tepi kanan
Tengah
Tepi kiri
Gambar 7 Peta lokasi pengambilan Sampling di Sungai Musi bagian Hilir.
3.3.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan dua cara yaitu pengumpulan
data sekunder dengan mengambil data pada instansi terkait seperti Bappeda
Provinsi Sumatera Selatan, BRPPU Mariana, Bapedalda TK.I Provinsi Sumatera
Selatan, dan PT. Pelindo sedangkan untuk pengumpulan data primer diambil
dengan survey inventarisasi di lapangan dan di analisa di laboratorium.
3.3.3 Pengukuran Parameter Fisika, Kimia, Biologi, Sedimen
Alat dan metode pengukuran terhadap paramater fisika, kimia, biologi dan
sedimen perairan dilakukan pada saat pengambilan contoh sampel selama
penelitian berdasarkan pedoman APHA (1989) seperti tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7 Satuan, alat dan metoda pengukuran parameter fisika-kimia, biologi, dan
sedimen Jenis Parameter Satuan Alat yang
digunakan Metoda Keterangan
Fisika - Suhu - Kecerahan - Kedalaman - Kecepatan Arus - TSS - TDS - Warna - DHL
o C meter meter
m/detik mg/l mg/l
-- µmhos/cm
Termometer Secchi disk Tali penduga Bola pelampung Gravimetri Gravimetri Conductivitymeter
Gravimetric Gravimetric Visual Conductivity
In situ In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium In situ In situ
Kimia - pH - Salinitas - Alkalinitas - DO - BOD5 - COD - DOC dan TOC - Kesadahan - Nitrat (NO3) - Nitrit (NO2) - Amonia (NH3) - fosfat Unsur logam berat - Oil / grease - Cl Biologi (Biota air) - Makrozoobentos
-- 0/00 mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
mg/l mg/l
Ind/m2
pH meter Refraktometer Peralatan titrasi
Peralatan titrasi
Botol gelap & alat titrasi
Peralatan titrasi Peralatan titrasi Peralatan titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer
Eickman Dredge & Mikroskop
pH meter digital analyzer Titrimetric Titrimetric-Winkler Titrimetric Titrasi - Inkubasi botol gelap Dichromate Reflux Titrimetric Titrimetric Spektrofotometric (Brusin) Spektrofotometric (Nesler)
Metode phenate Gas chromotography Gravimetric Titrimetric
Penyaringan, sortir, mikroskopis
In situ In situ In situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium Laboratorium Insitu & Laboratorium
42
Jenis Parameter Satuan Alat yang digunakan
Metoda Keterangan
Sedimen - Tekstur sedimen
Sieve shaker, oven segitiga Millar
Pemipetan Laboratorium
- Bahan organik (%) AAS analyzer Laboratorium - Suhu 0 C Pemanasan Laboratorium - pH - AAS analyzer Laboratorium Logam berat - Crom (VI) mg/l AAS analyzer Laboratorium - Pb mg/l AAS analyzer Laboratorium
Pengambilan Sampel Parameter Fisika Kimia Air
Pada masing-masing stasiun, dilakukan pengambilan sampel air dan
sedimen baik parameter fisika, kimia dan biologi. Contoh air diambil pada 3 titik (2
titik di tepi dan 1 titik di tengah pada setiap stasiun). Contoh air diambil dari atas
perahu motor dengan menggunakan kemmerer water sampler secara horizontal
pada kedalaman 1 meter dari permukaan badan air dan contoh air pada beberapa
titik tersebut digabungkan (dikomposit), dengan ember berukuran 10 liter dan
kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Volume contoh air yang diambil
sebanyak 1,5 liter terbagi atas 3 botol berukuran 0,5 liter, 2 botol langsung
disimpan ke dalam Ice box untuk pengukuran fisika-kimia di laboratorium (BOD,
DO, COD, TSS, TDS, TOC, DOC, kesadahan, unsur logam berat, serta unsur
nitrogen seperti nitrat, amonia, fosfat. Satu botol lagi digunakan untuk analisa pH,
alkalinitas, oksigen terlarut dilapangan. Untuk parameter DO dan BOD contoh
diambil hanya pada titik tengah dengan kedalaman seperti tersebut diatas. Contoh
air tersebut di simpan dalam botol ukuran 100-300 ml. Pengambilan Sampel DOC, TOC, Logam Berat pada Air
Pengambilan sampel air untuk analisa DOC, TOC dan Logam berat (minyak,
Cl) dengan mengunakan kemmerer water sampler. Contoh air pada masing-masing
stasiun diambil pada beberapa titik badan pada kedalaman 50 % dari kedalaman
maksimum. Contoh air tersebut selanjutnya digabungkan (dikomposit) dan
kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel 500 ml. Pengambilan sampel
parameter ini dilakukan 2 kali. Sampel ini disimpan ke dalam ice box pada suhu
kurang dari 40C dan dianalisa di laboratorium Limnologi LIPI.
43
Pengambilan Sampel Sedimen
Contoh sedimen diambil dengan mengunakan eickman dredge berukuran 20
x 20 cm2 (400 cm2) sebanyak 1 kg pada masing-masing stasiun. Contoh sedimen
dimasukkan ke dalam plastik dan di simpan pada kondisi gelap dan diberi label
sesuai dengan nomor stasiun. Contoh dikering-anginkan kemudian dianalisa lebih
lanjut untuk parameter tekstur dan kandungan bahan organik, selanjutnya contoh
sedimen di analisa di laboratorium.
Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Pengambilan sampel pada perairan yang bersubstrat halus atau lembut
dilakukan mengunakan eickman dredge dengan bukaan mulut 400 cm2 pada 10 titik
di kedua bagian tepi pada masing-masing stasiun, selanjutnya di dekomposit,
kemudian diayak lalu disortir serasah dan substrat sedimennya dengan air
kemudian disaring dengan menggunakan saringan makrozoobentos berukuran 250
µm selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi larutan pewarna
rose bengal 1 ml serta ditambahkan formalin 10 %, lalu diberi label lokasi
pengambilan sampel, setiap habitat pada setiap stasiun di foto, diidentifikasi kondisi
lingkungannya serta tipe substratnya.
Gambar 8 Posisi titik pengambilan sampel makrozoobentos
3.3.4 Identifikasi di Laboratorium
Sampel makrozoobentos yang didapat dari lapangan dibawa ke laboratorium,
kemudian sampel tersebut disortir kembali, lalu diawetkan dengan formalin 10 %,
dan dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi label, di identifikasi di bawah
mikroskop binokuler dan mikroskop stereo dimulai perbesaran 4 x 10 serta kunci
identifikasi menggunakan buku Borror et al. (1992), Darma (1995), Gosner (1971),
Needham & Needham (1962), Pennak (1978), McCafferty & Provonsha (1983),
Suwigyo et al. (1998), dan sumber acuan lainnya yang representatif.
44
3.4 Analisa Data
Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur komunitas
makrozoobentos pada ke 18 stasiun lokasi penelitian di perairan Sungai Musi
bagian hilir maka dilakukan analisa data yang meliputi :
3.4.1 kepadatan Jenis dan Relatif
Kepadatan jenis (Ki) makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah individu
makrozoobentos per satuan luas (m2). Contoh makrozoobentos yang telah
diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan formula Odum (1971) sebagai berikut :
Rumus : K = 10000 x a B x n Dimana ;
K = Kepadatan makrozoobentos (individu/m2) a = Jumlah individu makrozoobentos jenis ke-i yang diperoleh b = Luas bukaan/mulut jaring makrozoobentos yang digunakan (cm2) 10000 = Nilai konversi cm2 menjadi m2 n = Jumlah ulangan pengambilan (cuplikan)
Kepadatan relatif (KR) adalah perbandingan kepadatan jenis makrozoobentos ke-i
dengan jumlah total seluruh jenis makrozoobentos Cox (2002) sebagai berikut :
Kepadatan relatif (%) = Kepadatan jenis ke-i x 100 Kepadatan seluruh jenis
3.4.2 Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan makrozoobentos secara
matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman populasi dalam
suatu komunitas. Dalam perhitungan ini digunakan indeks diversitas Shanon-
Wiener (Krebs 1989) yaitu :
s Rumus : H’ = -∑ pi Log 2 pi ; pi = ni
i=1 N
Dimana :
H’ : Indeks diversitas Shannon-Wiener Pi : ni/N (proporsi jenis ke-i) ni : Jumlah individu tiap jenis ke-i N : Jumlah total individu S : Jumlah spesies
45
Kategori nilai indeks Shannon-Wiener mempunyai kisaran nilai tertentu yaitu :
H’ < 1 : keanekaragaman rendah 1 < H’ < 3 : keanekaragaman sedang H’ > 3 : keanekaragaman tinggi
3.4.3 Indeks Keseragaman
Keseragaman (Eveness) dapat dikatakan keseimbangan yaitu komposisi
individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus indeks
seseragaman (Brower & Zar 1990) yaitu :
H’ H’ Rumus : E = ; atau E =
H maks Log2 S Dimana :
E : Indeks keseragaman H’ : Indeks keanekaragaman H maks : Log2S (3.3219 Log S) S : Jumlah spesies
Dengan Kriteria : E ~ 0 = Terdapat dominansi spesies E ~ 1 = Jumlah individu tiap spesies sama
Indeks keseragaman berkisar antara nol sampai satu, semakin mendekati nol
semakin kecil keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap
spesies tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi. Semakin
mendekati nilai satu, maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada
spesies yang mendominasi.
3.4.4 Indeks Dominansi
Untuk melihat ada tidaknya dominansi oleh jenis tertentu pada
makrozoobentos maka digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1971) yang
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Rumus : C = ∑ [ ni/N]2
Dimana :
C = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu tiap jenis N = Jumlah total individu i = 1,2,……37 dan seterusnya
Dengan kategori indeks dominansi :
C mendekati 0 ( C < 0,5) = tidak ada jenis yang mendominansi C mendekati 1 ( C > 0,5) = ada jenis yang mendominansi
46
3.4.5 Pola Sebaran Individu
Untuk mengetahui pola sebaran makrozoobentos digunakan indeks dispersi
Morisita (Morisita 1978, diacu dalam Brower & Zar 1990) dengan formula :
( ∑ x2) - N Id = n N (N-1)
Keterangan :
Id = Indeks dispersi Morisita n = Jumlah unit pengambilan contoh (plot) x = Jumlah individu biota pada tiap plot N = Jumlah total individu biota Kriteria Indeks dispersi Morisita adalah sebagai berikut : Id = 1 : Pola sebaran acak Id < 1 : Pola sebaran seragam Id > 1 : Pola sebaran mengelompok
Untuk menguji nilai indeks diatas, digunakan sebaran chi- square dengan
persamaan :
∑ x2 X2 = n - N N
Di mana nilai X2 dari perhitungan diatas dibandingkan dengan nilai X2 tabel statistik dengan menggunakan selang kepercayaan 95 % (α = 0,05). 3.4.6. Indeks Biotik Makrozoobentos Modifikasi dari Hilsenhoff Biotic Index
(H-BI)
Indeks ini mempunyai kisaran nilai toleransi dari 0 sampai 10 (Lampiran 24).
Indeks ini merangkum berbagai jenis nilai toleransi dari komunitas
makrozoobentos. Famili biotik indeks (FBI) yang dikenalkan oleh Hilsenhoff (1988)
digunakan untuk mendeteksi pencemaran organik dan dasarnya adalah tingkatan
famili yang toleran dan tidak toleran. Modifikasi dari indeks ini juga termasuk jenis
non-arthropoda yang nilai toleransinya juga berdasarkan indeks biotik sampai pada
tingkatan spesies yang digunakan di dalam US-EPA (Bode et al. 1996 ; Barbour et
al. 1999).
Formula untuk menghitung indeks biotik ini adalah :
HBIx tni i=∑
47
Dimana : xi = Jumlah individu dalam taksa ti = Nilai toleransi spesies n = Jumlah total organisme yang ditemukan Tabel 8 Evaluasi kategori kualitas air berdasarkan nilai HBI
No. Nilai HBI Kategori Kualitas Air 1 0.00-3.75 Sangat bagus sekali 2 3.76-4,25 Bagus sekali 3 4.26-5.00 Bagus 4 5.01-5.75 Sedang 5 5.76-6.50 Agak buruk 6 6.51-7.25 Buruk 7 7.26-10.00 Sangat Buruk
3.4.7 Analisa Kualitas Air
Analisis dengan Metode STORET
Untuk mengetahui tingkat pencemaran air di Sungai Musi maka dilakukan
penghitungan indeks kualitas air dengan menggunakan metode STORET (Storage
and Retrieval of Water Quality Data System). Metoda ini dikembangkan oleh U.S.
Environmental Protection Agency (EPA) yang berisi data mentah (fisika, kimia dan
biologi) tentang kualitas air yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu indeks
yang dapat menyatakan tingkatan kualitas air. Dengan metode STORET ini dapat
di ketahui baik buruknya kualitas suatu sungai atau badan air untuk suatu
peruntukkan air serta dapat diketahui pula parameter apa saja yang telah
melampaui atau tidak memenuhi syarat baku mutu tertentu.
Langkah-langkah dalam pengunaan metode STORET yaitu sebagai berikut :
1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga
membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).
2. Membuat tabel hasil analisis kualitas air yang memuat semua nilai-nilai hasil
pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi. Mencantumkan nilai minimum,
maksimum dan rata-rata dan hasil pengukuran masing-masing parameter pada
tabel tersebut.
3. Pada tabel yang sama, dicantumkan pula nilai baku mutu (misalnya kelas III
untuk Sungai Musi berdasar Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No.16.
tahun 2005) untuk masing-masing parameter.
4. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air (nilai
minimal, maksimal, dan rata-rata) dengan nilai baku mutu yang telah
48
ditetapkan, sesuai dengan kelas air. Dalam hal ini mengacu pada Peraturan
Pemerintah No.82. Tahun 2001 tentang kriteria mutu air berdasarkan kelas dan
mengacu juga pada Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No.16 Tahun 2005.
5. Memberikan skor terhadap masing-masing parameter diatas sebagai berikut :
a. Skor nol (0), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran (baku mutu)
maka telah memenuhi nilai baku mutu yang telah ditetapkan.
b. Skor (-1 s / d -9) jika nilai-nilai (minimal, maksimal, rata-rata)
parameter hasil pengukuran telah melewati (>) nilai baku mutu yang
telah ditetapkan pemerintah dan jumlah contoh air yang dianalisis
kurang dari 10.
c. Skor (-2 s / d -18), jika nilai-nilai (minimal, maksimal, rata-rata)
parameter hasil pengukuran telah melewati ( >) nilai baku mutu yang
telah ditetapkan pemerintah dan jumlah contoh air yang di analisis
lebih dari 10.
Tabel 9 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu perairan berdasarkan metode STORET
Jumlah Contoh
Nilai
Parameter
Fisika Kimia Biologi < 10 Minimum
Maksimum Rata-rata
-1 -1 -3
-2 -2 -6
-3 -3 -9
≥ 10 Minimum Maksimum
Rata-rata
-2 -2 - 6
-4 -4
-12
-6 -6
-18 Sumber : Canter (1977).
6. Setelah masing-masing parameter memiliki nilai skor, lalu skor tersebut di
jumlahkan dari seluruh parameter (fisika, kimia dan biologi) dan
membandingkan jumlah tersebut dengan klasifikasi mutu air berdasarkan
US-EPA (Environmental Protection Agency 1986) seperti yang tercantum
pada Tabel 10.
49
Tabel 10 Klasifikasi mutu air berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency)
Kelas Jumlah total skor Mutu Air
A 0 Baik sekali
B -1 s/d - 10 Baik
C -11 s/d – 30 Sedang
D ≥ -31 Buruk
Sumber : Canter 1977, diacu dalam Kepmen LH No. 115 tahun 2003.
3.4.8 Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis)
Analisis komponen utama merupakan salah satu teknik ordinasi yang
memproyeksikan dispersi matriks data multi dimensional dalam suatu bidang datar
dengan cara mereduksi ruang, maka diperoleh sumbu-sumbu baru yang
mempresentasikan secara optimal sebagian besar variabilitas data matriks
dimensional, sehingga dapat ditemukan hubungan antara variabel dan hubungan
antar objek. Metode ini merupakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam matriks data dalam
bentuk grafik. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun pengamatan sebagai
individu statistik (baris) dan parameter fisika, kimia dan biologi sebagai variabel
kuantitatif (kolom). Data dari parameter-parameter tersebut tidak mempunyai unit
pengukuran dan ragam yang sama, karena itu sebelum melakukan analisis
komponen utama perlu dilakukan normalisasi data terlebih dahulu melalui
pemusatan dan pereduksian. Dengan demikian hasil analisis komponen utama
tidak direalisasikan dari nilai-nilai parameter inisial tetapi dari indeks sintetik yang
diperoleh dari korelasi linear parameter-parameter inisial (Legendre & Legendre
1983).
Analisis komponen utama ini berfungsi untuk mengidentifikasi peubah baru
yang mendasari data peubah ganda, mengurangi banyaknya dimensi himpunan
peubah biasanya terdiri dari peubah yang banyak dan saling berkorelasi menjadi
peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin
keragaman dalam data dan menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai
sumbangan informasi yang kecil.
Peubah-peubah baru memanfaatkan informasi dari peubah asal dan nilai
yang nantinya di peroleh dari masing-masing ordinat obyek-obyek tersebut dalam
peubah baru yang merupakan satu sumbu koordinat. Tidak adanya korelasi antar
50
peubah baru tersebut merupakan sifat yang diinginkan, karena peubah-peubah
tersebut mengukur dimensi yang berbeda dalam data.
Analisis ini membagi matriks korelasi parameter menjadi beberapa
komponen, kemudian menyusun keragaman komponen yang bersangkutan dari
yang terbesar pada sumbu komponen utama sehingga didapatkan distribusi
spasial parameter fisika dan kimia pada stasiun atau lokasi pengamatan.
Bengen (1998) menjelaskan bahwa, prinsip analisis komponen utama adalah
mentrasformasikan p parameter kuantitatif inisial yang berkorelasi ke dalam p
parameter kuantitatif baru yang disebut komponen utama, dengan demikian hasil
dari analisa ini tidak berasal dari parameter inisial tapi dari indeks sintetik yang
diperoleh dari kombinasi linear parameter inisial.
Diantara semua indeks sintetik yang mungkin, analisis ini mencari terlebih
dahulu indeks yang menujukkan ragam individu maksimum indeks inisial yang di
sebut komponen utama ke-1 atau sumbu utama ke-1. Suatu proporsi tertentu dari
variasi total individu dijelaskan oleh komponen utama ini. Komponen utama ke-1
ditunjukan oleh persamaan linear y1 = a11x1 + a21x2 + ...+ap1xp. Selanjutnya dicari
komponen utama ke-2 dengan syarat korelasi linear nihil dengan yang pertama dan
memiliki variasi individu terbesar. Komponen utama ke-2 ini memberikan informasi
pelengkap komonen utama ke-1. Komponen utama ke-2 ditunjukkan oleh
persamaan linear y2 = a12x1 + a22x2 + ...... + ap2Xp. Proses ini berlanjut terus hingga
diperoleh komponen utama ke-p atau komponen utama terakhir dimana bagian
informasi yang dijelaskan makin sedikit. Komponen utama ke-p ditunjukkan oleh
persamaan linear yp = a1px1 + a2px2 + ..... + anpxn.
Untuk mengetahui peranan variabel pengamatan dengan makrozoobentos
maka masing-masing kelompok data dibuat dalam matriks data (tabel tabulasi
data). Dan untuk mengetahui hubungan antara kualitas air dan sedimen dengan
struktur komunitas makrozoobentos dilakukan pendekatan sidik peubah ganda
yang dianalisis dengan menggunakan analisa komponen utama melalui software
Statistica 6 dengan mengkaji hubungan antara variabel fisika, kimia, biologi
perairan dan sedimen yang kemudian mendeterminasikan apakah terdapat
pengelompokan variabel pengamatan (fisika, kimia, biologi) dan sumber bahan
pencemar berdasarkan habitat (stasiun) dengan analisis kluster. Di samping itu,
analisa komponen utama juga dapat berfungsi untuk memudahkan dalam
penyajian data dan mempelajari suatu tabel atau matriks data dari sudut pandang
kemiripan antara individu parameter atau hubungan antar variabel parameter
51
kualitas air baik fisika maupun kimia dan makrozoobentos yang dilihat berdasarkan
keanekaragaman, keseragaman, dominansi yang mewakili kualitatif dan
kelimpahan mewakili kuantitatif. Semakin kecil jarak euklidien antara 2 stasiun
maka semakin mirip sifat fisika, kimia dan sedimen pada stasiun tersebut.