stroke iskemik anak
DESCRIPTION
gfhgfgjhyTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Stroke pada anak relatif lebih jarang dijumpai bila dibanding dengan pada orang dewasa.
Kasus stroke yang terjadi pada neonatus, anak-anak dan dewasa muda hanya berjumlah kurang
dari 5% dari seluruh kasus stroke1 . Sekalipun perhatian yang diberikan oleh para ahli neurologi
terhadap keadaan ini telah semakin besar, sayangnya sebagian besar penelitian mengenai stroke
pada anak-anak masih bersifat deskriptif2 . Sebelum ditemukannya teknik pencitraan otak yang
modern seperti head CT-scan dan brain MRI, serta teknik pencitraan jantung yang canggih,
sejumlah anak dikelompokkan ke dalam kelompok acute hemiplegia of the childhood, tanpa
terlalu memperhatikan kemungkinan bahwa hal tersebut dapat disebabkan oleh stroke. Gejala
yang ditimbulkan oleh stroke pada penderita anak-anak dapat berbeda dengan pada orang
dewasa1 .
Pada periode neonatus, stroke dapat bermanifestasi berupa kejang. Sedangkan pada masa
bayi, gejala stroke dapat berupa preferensi tangan secara dini yang patologis. Di samping itu,
penyebab gangguan serebrovaskuler pada anak sangat beragam dan tidak ada satu pun faktor
risiko yang menonjol2 . Apalagi sekalipun teknik diagnostik non invasif telah berkembang pesat,
ternyata masih cukup banyak dokter yang terbatas pengetahuannya mengenai gangguan
serebrovaskuler pada anak.
DEFINISI
Menurut WHO, 1986, stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
KEJADIAN
Insidens stroke yang terjadi pada anak relatif sama. Menurut Abram dkk, beberapa
penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa insidensnya berkisar antara 2,5-2,7 per 100.000
anak/tahun4,5. Angka ini hampir sama dengan yang ditemukan oleh Broderick dkk (2,7/100.000
anak/tahun)6, dan Schoenberg dkk (2.52/100.000anak/tahun) di Rochester, Minnesota,1,2,6. Di
Kanada, insidensnya relatif lebih kecil yaitu 1,2/100.000anak/tahun. Sedangkan menurut Nelson
Textbook of Pediatrics, insidensnya 1-3/100.000anak/tahun2 . Schoenberg dkk juga menemukan
bahwa insidens untuk stroke hemoragik adalah 1,89/100.000anak/tahun, sedangkan untuk stroke
iskemik 0,63/100.000anak/tahun 1,2 . Pada anak, 55% kasus disebabkan oleh stroke iskemik dan
45% sisanya oleh stroke hemoragik, sedangkan pada orang dewasa 80% kasus adalah stroke
iskemik 1 . Stroke dapat terjadi pada anak usia berapa saja. Insidens tertinggi dijumpai pada usia
< 2 tahun, dan kemudian menurun sesuai dengan pertambahan usianya. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna antara kedua jenis kelamin 7.
FAKTOR RISIKO
Mungkin, perbedaan yang paling mendasar dari stroke pada anak dengan stroke pada
dewasa adalah bahwa faktor risiko stroke pada anak sangat beragam. Misalnya, penyakit jantung
kongenital dan sickle cell disease adalah penyebab stroke yang sering dijumpai pada anak,
sedangkan aterosklerosis jarang. Penyebab stroke pada anak yang paling sering adalah penyakit
jantung kongenital8 . Pada sekitar 20% kasus stroke pada anak, penyebab pasti tidak diketahui.2
Faktor risiko stroke pada anak-anak adalah2,9 :
1. Penyakit jantung
a. kongenital: defek septum ventrikular, defek septum atrial, patent ductus arteriosus, stenosis
aorta, stenosis mitral, prolaps mitral, coarctatio aortae, rhabdomioma jantung, defek jantung
kongenital kompleks, penyakit jantung kongenital sianotik termasuk right-to-left shunt.
b. Penyakit jantung yang didapat: penyakit jantung rematik, katup jantung buatan, endokarditis
LibmanSacks, endokarditis bakterial, kardiomiopati, miokarditis, miksoma atrial, aritmia,
Kawasaki disease, emboli paradoksikal melalui patent foramen ovale.
2. Kelainan hematologis
Hemoglobinopati: Sickle cell (SS) disease, Sickle (SC) disease, polisitemia, leukemia/ limfoma,
trombositopeni, trombositosis, gangguan koagulasi darah seperti defisiensi protein C, defisiensi
protein S, faktor V Leiden, defisiensi antitrombin III, antikoagulan lupus, pil kontrasepsi oral,
kehamilan dan post partum, disseminated intravascular coagulation (DIC), hemoglobinuria
nokturnal paroksismal, inflammatory bowel disease, defisiensi C2 serum kongenital, gangguan
fungsi hati dengan defek koagulasi, defisiensi vitamin K, antibodi antikardiolipin.
3. Proses inflamasi
Meningitis: viral, bakterial, tuberkulosis; infeksi sistemik: viremia, bakterimia, infeksi lokal pada
kepala dan leher; inflamasi yang diinduksi oleh penyalahgunaan obat: amfetamin, kokain;
penyakit autoimun seperti Lupus eritematosus sistemik, artritis rematoid juvenil, arteritis
Takayasu, mixed connective tissue disease, poliarteritis nodosa, vaskulitis SSP primer,
sarkoidosis, sindrom Behcet, granulomatosis Wegener, dermatomiositis, hemolytic uremic
syndrome.
4. Gangguan/kelainan metabolisme yang menimbulkan vaskulopati
Homosisteinuria, pseudoxanthoma elasticum, Fabry disease, defisiensi sulfit oksidase, kelainan
mitokondrial: MELAS (mitochondrial encephalomyopathy, lactic acidosis and stroke), sindrom
Leigh., defisiensi transkarbamilase ornitin, sindrom Ehlers-Danlos, malignant atrophic
malignant, defisiensi reduktase NADH-CoQ.
5. Proses vaskuler intraserebral
Ruptur aneurisma, malformasi arteriovenous (AVM), displasia fibromuskular arterial, penyakit
Moyamoya, migren, vasospasme pasca perdarahan subarakhnoid, telangiektasi hemoragik
herediter, sindrom Sturge-Weber, diseksi arteri karotid, pasca varisella, agenesis atau hipoplasia
arteri karotis interna atau arteri vertebralis, keracunan ergot.
6. Trauma dan penyebab eksternal lainnya.
Penyiksaan anak, trauma kepala/leher, trauma oral, emboli cairan amnion/ plasental, emboli
lemak, air atau benda asing, Ligasi karotid (terapi ECMO, extracorporeal membrane
oxygenation), oklusi vertebra akibat rotasi leher yang tiba-tiba, diseksi arterial pasca trauma,
trauma tumpul pada arteri di servikal, arteriografi, posttraumatic carotid cavernous fistula, defek
koagulasi dengan trauma minor, trauma intrakranial penetrans.
7. Penyakit vaskuler sistemik:
hipertensi sistemik, deplesi volume atau hipotensi sistemik, hipernatremia, sindrom vena cava
superior, diabetes mellitus.
PATOFISIOLOGI9
Stroke Iskemik
Bila terjadi obstruksi/oklusi pembuluh arteri serebral oleh emboli maupun trombus, aliran darah
ke bagian otak yang diperdarahi arteri tersebut, baik korteks maupun substansia albanya, akan
berkurang secara drastis, atau bahkan dapat terhenti sama sekali. Akibatnya terjadilah iskemi di
daerah tersebut, yang bila berlanjut dapat berubah menjadi infark. Pada infark hemoragik, area
yang terlibat, umumnya substansia grisea, mengalami kongesti disertai perdarahan ptekial.
Sedangkan pada infark pucat, yang biasanya melibatkan substansia alba, jaringan terlihat pucat
diserta edema. Pada kedua jenis infark ini, secara mikroskopis terlihat nekrosis jaringan otak
yang masif, terutama di bagian tengah infark. Semakin ke pinggir kerusakan/nekrosis yang
terjadi semakin ringan. Proses perbaikan dimulai pada hari ke- 4 atau 5, yang dimulai dengan
infiltrasi polimorfonuklear, yang dilanjutkan oleh fagosit mononuklear, yang memfagositosis
semua hasil disintegrasi seluler dan mielin. Selanjutnya daerah yang rusak akan digantikan oleh
hipertrofi dan hiperplasia astrosit.
Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi sebagai akibat dari adanya defek di dinding pembuluh darah
serebral, akibat trauma, akibat malformasi vaskuler atau sekunder terhadap hipertensi sistemik.
Darah yang keluar dari pembuluh darah ini dapat memasuki ruang subarakhnoid atau ke dalam
parenkim, atau ke dalam sistem ventrikel otak. PSA disertai oleh meningitis aseptik dan
gangguan aktifitas serebrovaskuler. Pada stroke hemoragik, defisit neurologis yang terjadi
merupakan akibat dari perusakan jaringan otak oleh darah atau akibat adanya darah di dalam
ruang subarakhnoid. Darah di dalam ruang subarakhnoid, khususnya di sisterna basalis, dapat
menginduksi terjadinya vasospasme. Vasospasme yang berlanjut dapat menyebabkan terjadinya
infark serebri sekunder, yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan jaringan otak.
GEJALA KLINIS7
PERIODE PRENATAL, PERINATAL DAN NEONATAL
a. Stroke Iskemik
Stroke yang terjadi pada periode prenatal diketahui dari pemeriksaan ultrasound in utero dan
pencitraan dini pada neonatus yang memperlihatkan adanya infark yang terjadi sebelum lahir.
Pada neonatus yang mengalami infark prenatal, pemeriksaan fisik tidak terlalu bermanfaat dan
awalnya sering menunjukkan hasil yang normal. Infark prenatal atau neonatal pada neonatus
dapat tetap asimptomatik walaupun lebih sering menimbulkan gejala kejang. Kejang biasanya
dimulai pada usia 8-72 jam, dengan tipe bervariasi, termasuk kejang umum klonik atau kejang
fokal. Setelah penderita mulai mengalami kejang, ia dapat mengalami hipotoni umum persisten
atau episodik. Pada neonatus, hemiparese sering belum dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik,
sekalipun pada pemeriksaan CT-scan kepala atau ultrasound telah terlihat adanya infark. Gejala
lain yang lebih berat adalah hipotoni yang tiba-tiba, letargi dan koma, yang biasanya dijumpai
pada penderita yang disertai DIC. Daerah otak yang dialiri arteri serebri media merupakan
daerah yang palingsering mengalami infark, sedangkan infark pada daerah arteri serebri anterior
khususnya dijumpai pada iskemi global. Infark di daerah arteri serebri posterior paling jarang
dijumpai. Pada ketiga periode ini, 75-80% infark terjadi di hemisfer kiri.
b. Trombosis Vena Serebral
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) merupakan pemeriksaan yang bermanfaat untuk
mengidentifikasi trombosis vena serebral pada neonatus yang sebelumnya sehat. Hal ini terjadi
pada usia 1-90 hari (umumnya 3-7 hari) dengan gejala letargi dan/atau kejang. Pada CT scan
dapat terlihat patchy hemorrhages di ganglia basalis, talamus dan substansia alba. Trombosis
vena dapat terjadi pada anak yang menderita dehidrasi, sepsis, polisitemia dan koagulopati, atau
dapat pada anak yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
c. Stroke Hemoragik
Perdarahan serebral yang paling sering dijumpai pada neonatus adalah perdarahan matriks
germinalis yang dijumpai pada bayi prematur. Neonatus prematur dan aterm juga dapat
mengalami semua jenis perdarahan intrakranial lainnya. Perdarahan subarakhnoid (PSA) primer
mungkin merupakan perdarahan intrakranial yang paling sering dijumpai pada neonatus aterm.
Patogenese PSA primer ini belum diketahui secara jelas. PSA ringan dapat tidak menimbulkan
gejala apapun. Bila lebih berat, dapat dijumpai kejang, biasanya satu atau dua hari setelah lahir
pada neonatus aterm. Yang terberat dan jarang terjadi dapat menimbulkan kematian dengan
cepat, dan biasanya disertai riwayat asfiksia perinatal yang berat. Perdarahan intraserebral (PIS)
tanpa disertai perdarahan intraventrikuler umumnya hanya dijumpai pada neonatus aterm dan
tidak berhubungan dengan trauma maupun asfiksia. Gejala berupa kejang, fokal atau umum,
hemiplegi, hipotoni. Penyebab terjadinya PIS termasuk koagulopati, malformasi vaskuler,
aneurisma serebral dan perdarahan pada tumor kongenital atau infark serebral.
PERIODE KANAK-KANAK (CHILDHOOD)
a. Stroke Iskemik
Anak-anak, terutama yang berusia kurang dari 2 tahun, lebih sering mengalami kejang pada saat
terjadinya hemiparese, bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hemiparese merupakan defisit
neurologis yang paling sering dijumpai. Defisit neurologis lainnya, seperti defisit lapangan
pandang, gangguan pergerakan, gangguan kognitif dan fungsi luhur lainnya termasuk bahasa,
dapat ditemukan berdiri sendiri atau bersamaan dengan hemiparese. Sakit kepala dapat terjadi
segera sebelum atau segera setelah terjadinya parese.
b. Stroke Hemoragik
Gejala perdarahan serebral pada anak menyerupai gejala pada orang dewasa. Gejala dapat berupa
nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal atau penurunan kesadaran. Penyebab stroke
hemoragik yang paling sering adalah ruptur AVM. Penderita dengan AVM sering mempunyai
riwayat sakit kepala atau kejang sevblumnya. Hematoma intraparenkimal lebih sering dijumpai
daripada PSA.
PROSEDUR DIAGNOSTIK
Diagnosa stroke ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik/neurologis yang teliti,
serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. CT-scan kepala tanpa kontras
merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan jenis patologi stroke, lokasi dan ekstensi
lesi, serta menyingkirkan kemungkinan lesi non vaskuler3. Abram mengelompokkan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke pada anak atas 4 :
1. First line: diperiksa dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit. CT scan/MRI kepala, darah
lengkap termasuk LED, PT/PTT, elektrolit serum, kadar glukosa darah, fungsi hati, foto thoraks,
ANA, urinalisis, ureum, kreatinin, urine drug screen, EKG.
2. Second line: diperiksa dalam minggu pertama setalah masuk rumah sakit, atas indikasi.
Ekokardiografi, monitor Holter, transcranial and/or caotid doppler, MR angiogram, EEG,
evaluasi hiperkoagubilitas (antitrombin III, protein C, mutasi faktor V Leiden, antibodi
antifosfolipid, antikardiolipin, antikoagulan lupus), faktor reumatoid, asam amino serum, asam
organik dalam urine, kultur darah, elektroforesis hemoglobin, profil komplemen, VDRL,
laktat/piruvat, amonia, analisa cairan otak (jumlah sel, protein, glukosa, laktat) dan profil lipid.
3. Third line: diperiksa secara elektif, atas indikasi. HIV, titer Lyme, titer Mikoplasma, catsratch
titers, MRI jantung, trans-esofageal ekokardiografi, biopsi otot, test DNA untuk MELAS,
angiografi serebral (transfemoral), biopsi leptomening, homositein serum.
PENATALAKSANAAN
Edema serebri terjadi sejak mulai terjadinya stroke dan mencapai maksimal dalam 72
jam. Awalnya, edema yang terjadi adalah edema sitotoksik, yang setelah 2 atau 3 hari akan
terjadi edema vasogenik. Edema umumnya dapat di atasi dengan melakukan hiperventilasi dan
restriksi cairan. Secara umum penggunaan steroid dan cairan hiperosmotik tidak
direkomendasikan. Begitupun, bila gejala memburuk secara progresif, cairan mannitol dapat
diberikan untuk mengurangi edema serebri 4 .
Penggunaan antikoagulan pada anak dengan stroke iskemik masih kontroversial,
walaupun sering digunakan pada kasus dengan sumber emboli yang diketahui dengan jelas atau
pada evolving thrombotic stroke. Antikoagulan tidak boleh digunakan pada stroke hemoragik
dan pada hipertensi yang tidak terkontrol. Pemberian antikoagulan jangka panjang dengan
warfarin diindikasikan pada penderita defisiensi protein C, S, antitrombin III, atau bila dijumpai
antibodi antifosfolipid4 . Warfarin merupakan antikoagulan yang paling efektif pada penggunaan
jangka panjang pada anak. Indikasi utamanya adalah penyakit jantung, hiperkoagubilitas, diseksi
arterial, dan trombosis sinus duralis2 .Aspirin dosis rendah sering dipergunakan, walaupun
penelitian terkontrol pada anak yang mendukungnya belum dilakukan4. Dosis aspirin 2-3
mg/kgBB/hari dapat diberikan untuk memperoleh efek anti agregasi platelet, walaupun
efektifitasnya masih dapat diperdebatkan2 . Penggunaan low mollecular weight heparin (LMWH)
pada anak yang menderita stroke iskemik, terbukti efektif, aman dan ditoleransi dengan baik 9 .
Penggunaan heparin sebaiknya dibatasi pada anak dengan risiko tinggi untuk mengalami stroke
berulang dan dengan risiko perdarahan sekunder yang rendah. Untuk loading dose diberikan
heparin 75 unit/kgBB intra vena, diikuti 20 unit/kgBb/jam untuk anak usia lebih dari 1 tahun
(atau 28 unit/kgBB/jam.
Terapi akut untuk iskemi serebral umumnya bersifat suportif dan membutuhkan
penanganan di ruang perawatan intensif. Oksigenasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kejang
dan infeksi harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Bila penyebabnya dapat diidentifikasi,
terapi harus ditujukan kepada penyebab yang mendasarinya, misalnya transfusi darah berulang
pada penderita stroke dengan sickle cell disease, pemberian imunosupresan pada vaskulitis, dan
evakuasi hematom intrakranial 4,9. untuk usia di bawah 1 tahun) dengan target APTT 60-85 detik.
Belum ada penelitian berskala besar mengenai penggunaan heparin pada anak dengan stroke
iskemik. Pemberian LMWH pada anak dilakukan dengan dosis 1 mg/kgBB/dosis subkutan
sebanyak 2 dosis dengan interval 12 jam, sedangkan pada neonatus dosisnya 1,5 mg/kgBB/12
jam 2.
Pada penderita sickle cell disease, exchange transfusion dilakukan secara periodik karena
dapat menurunkan risiko mengalami stroke iskemik. Laporan mengenai pengunaan terapi
trombolitik secara dini pada anak dengan memberikan tissue plasminogen activator (tPA) masih
sangat terbatas sehingga belum dapat dinilai efektifitasnya pada anak yang menderita stroke
iskemik2,4.
PROGNOSA
Pada anak, prognosa stroke tergantung pada jenis stroke, lokasi lesi, usia penderita dan proses
patologis yang mendasarinya7. Stroke hemoragik lebih sering menimbulkan kematian daripada
stroke iskemik. Setelah 1 bulan sejak terjadinya stroke, 60-80% penderita stroke hemoragik
dapat bertahan, sedangkan penderita stroke iskemik 85-95%. Pada stroke iskemik dapat terjadi
late death, dalam waktu 2 tahun setelah terjadinya stroke, sering diakibatkan oleh intractable
seizure. Defisit neurologis, dalam berbagai derajat, dijumpai pada 75% penderita infark serebri.
Gejala sisa pasca stroke, baik hemoragik atau iskemik, dapat berupa parese, gangguan
pergerakan, kejang, hemianopsia, gangguan berbahasa, gangguan perilaku atau retardasi mental.
Bila terjadi kejang pada saat mengalami serangan stroke akut, maka prognosanya lebih jelek dan
gangguan intelektual serta perilaku yang terjadi lebih berat4,7.
KESIMPULAN
Stroke dapat terjadi pada masa prenatal, bayi dan kanak-kanak. Jenis stroke yang terjadi, seperti
halnya pada orang dewasa, dapat berupa stroke iskemik atau stroke hemoragik, walaupun dengan
persentase relatif yang berbeda. Perbedaan yang paling mendasar dengan orang dewasa adalah
bahwa faktor risiko stroke pada anak jauh lebih banyak dan lebih bervariasi. Demikian pula
gejala klinisnya yang sering tidak mudah didapatkan melalui pemeriksaan fisik/ neurologis.
Seperti halnya pada orang dewasa, pemeriksaan baku emas untuk stroke pada anak adalah CT
scan kepala. Gejala sisa pasca stroke sering berupa ketidakmampuan motorik atau defisit
kognitif. Pengetahuan yang baik tentang stroke pada anak akan sangat membantu penegakan
diagnosa secara dini, sehingga dapat segera diberikan terapi yang tepat, yang akhirnya dapat
menghasilkan prognosa yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Love BB, Orencia AJ, Biller J. Stroke in Children and Young Adults: Overview, Risk Factors
and Prognosis. In: Biller J, editor. Stroke in Children and Young Adults. Newton, MA:
Butterworth-Heinemann; 1994.p.1-14.
2. The Child Neurology Society Ad Hoc Committee on Stroke in Children. Recognition and
treatment of Stroke in Children. Available from: http://www. ninds.org/research/facts/stroke.htm
3. Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. Konsensus Nasional Pengelolaan
Stroke di Indonesia. Jakarta: Perdossi; 1999 Mei: hal. 1-11. 4. Abram HS. Childhood Strokes:
Evaluation and Management. Available from: http://www.asha.org/research/facts/ stroke.htm.
5. Wiebers DO, Feigin VL, Brown Jr RD. Cerebrovascular Disease in Clinical Practice. 1st ed.
Boston: Little, Brown and Co; 1997.p.347-56.
6. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 5th ed. Baltimore: Williams & Wilkins;
1995.p.702-24.
7. Mathews KD. Stroke in Neonates and Children: Overview. In: Biller J, editor. Stroke in
Children and Young Adults. Newton, MA: Butterworth-Heinemann; 1994.p.15-29.
8. Castrogiovanni A. Special Populations Stroke and Communication Disorders. ASHA
Communication Facts. 1999 Edition. Available from: http://www.asha.org/
research/facts/stroke.htm.
9. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics. 16th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co.: 2000.p. 1854-7.