strategi penerjemahan untuk konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima
TRANSCRIPT
STRATEGI PENERJEMAHAN UNTUK KONSEP YANG TIDAK DIKENAL DALAM BAHASA PENERIMA
(Sebuah Kajian tentang Strategi Penerjemahan Konsep yang tidak dikenal dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris)
Oleh:
Dr. Mashadi Said, M.Pd., dkk.
MAGISTER SASTRAPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS GUNADARMA
JUNI 2003
1
RINGKASAN
STRATEGI PENERJEMAHAN UNTUK KONSEP YANG TIDAK DIKENAL DALAM BAHASA PENERIMA
(Sebuah Kajian tentang Strategi Penerjemahan Konsep yang tidak dikenal dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris)
Salah satu masalah serius yang dihadapi penerjemah dalam aktivitas
penerjemahan ialah menerjemahkan kata atau ungkapan yang mengandung unsur
sosial budaya yang sangat khas pada budaya bahasa sumber. Banyak penerjemah
pemula gagal mengungkapkan kembali makna yang terkandung dalam bahasa
sumber karena tidak memahami strategi yang dapat ditempuh untuk mengalihkan
konsep tersebut dari bahasa sumber ke bahasa penerima.
Munculnya masalah kenirpadanan dalam bahasa penerima disebabkan karena
tidak ada padanan kata atau frasa yang tepat yang langsung dapat digunakan untuk
mengungkapkan kembali isi pesan yang terkandung dalam kata atau frasa bahasa
sumber. Kata seperti rumah dalam bahasa Indonesia memiliki padanan langsung
dalam bahasa Inggris, yaitu house, tetapi kata seperti bersila tidak ditemukan dalam
bahasa Inggris. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang, adat
istiadat, kepercayaan, perbedaan geografis, dan berbagai faktor lain.
Tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi penerjemahan yang
ditempuh oleh penerjemah profesional dalam menerjemahkan kata atau ungkapan
yang tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima, dalam hal ini dari
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Dengan menggunakan karya sastra terjemahan
bahasa Inggris dari bahasa Indonesia yang diproduksi oleh The Lontar Foundation,
2
Jakarta, sebagai sumber data, dan dengan menggunakan analisis kualitatif-
komparatif, strategi penerjemahan untuk kata atau konsep yang tidak memiliki
padanan langsung dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, dan beberapa strategi
penerjemahan dapat terungkap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah kata atau ungkapan yang
tidak memiliki padanan langsung dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Kata-kata
itu adalah kata yang terkait erat dengan kebudayaan khas Indonesia (sistem religi
dan kepercayaan, sistem pelapisan sosial, sistem organisasi, mata pencaharian,
kebiasaan, artifak, dan lingkungan). Untuk mengatasi masalah tersebut, strategi yang
digunakan oleh penerjemah profesional meliputi pola khusus-umum, modifikasi
dengan ciri dan bentuk, modifikasi dengan bentuk dan fungsi, padanan budaya,
padanan deskriptif, kata serapan, pentransferan, pola umum-khusus, dan harfiah.
Ditemukan pula bahwa strategi penerjemahan yang paling umum digunakan adalah
padanan deskriptif dan budaya.
3
KATA PENGANTAR
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan strategi penerjemahan untuk konsep
yang mengandung aspek sosial budaya dari suatu budaya tertentu ke dalam bahasa
penerima, yaitu dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Penelitian ini dapat
terlaksana dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Karena itu peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Gunadarma, Jakarta.
2. Ketua Penelitian Universitas Gunadarma
3. Koordinator Program pascasarjana Universitas Gunadarma
4. Para mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Gunadama yang telah
membantu dalam pengumpulan data penelitian.
Semoga bantuan mereka mendapat rahmat dari Allah SWT.
Jakarta, Juni 2003
Mashadi Said
4
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL …………………………………………………… 1
RINGKASAN ………………………………………………………... 2
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. 4
DAFTAR ISI …………………………………………………………. 5
I. PENDAHULUAN …………………………………………………. 6
1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………. 6
1.2 RUMUSAH MASALAH …………………………………………. 7
II. KAJIAN PUSTAKA …………………………………..………….. 8
III. TUJUAN, MANFAAT HASIL PENELITIAN ………………….. 15
3.1 Tujuan …………………………………………………………….. 15
3.2 Manfaat Hasil Penelitian …………………………………………. 15
IV. METODE PENELITIAN ………………………………………… 16
4.1 Rancangan Penelitian …………………………………………….. 16
4.2 Sumber Data ………………………………………………………. 16
4.3 Data dan Jenis Data ………..……………………………………… 17
4.4 Pengumpulan Data ………………………………………………… 17
4.5 Analisis Data …………………………………………….………… 18
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….………… 22
5.1 Hasil Penelitian ………………………………….……….……….. 22
5.2 Pembahasan …..………………………………….……….……….. 38
VI. SIMPULAN DAN SARAN ….……………….………….……….. 47
6.1 Simpulan ….…………………………………….……….………… 47
6.2 Saran …………………………………………….………………… 47
DAFTAR PUSTAKA ………………………………….……………… 49
LAMPIRAN …………………………………………………. 50
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah dalam penerjemahan ialah menemukan padanan leksikal
untuk objek atau kejadian yang tidak dikenal (asing) dalam budaya bahasa penerima.
Hal ini disebabkan karena tidak ada padanan kata atau frasa dalam bahasa penerima
yang dapat digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pesan yang terkandung
dalam kata atau frasa bahasa sumber. Konsep dalam bahasa sumber mungkin tidak
mempunyai padanan leksikal dalam bahasa penerima disebabkan karena perbedaan
cara pandang, adat istiadat, geografi, kepercayaan, dan berbagai faktor lain.
Said (1994: 50) dalam penelitian tesisnya mengungkapkan bahwa ada empat
masalah utama yang dihadapi oleh penerjemah untuk menerjemahkan konsep yang
tidak dikenal. Masalah itu adalah:
1) ide-ide yang meliputi kepercayaan, nilai, dan kelembagaan
2) prilaku yang meliputi kebiasaan dan adat istiadat,
3) produk yang meliputi produk karya seni, musik, dan artefak, dan
4) ekologi yang meliputi flora dan fauna
Jika konsep yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal
dalam kebudayaan sasaran, maka tugas penerjemah menjadi lebih berat. Dalam
situasi yang demikian, Larson (1984: 163) mengungkapkan:
“ Penerjemah tidak hanya harus mencari cara terbaik untuk merujuk ke sesuatu yang sudah merupakan bagian dari pengalaman pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik untuk mengungkapkan konsep yang sama sekali baru kepada penutur bahasa penerima.”
6
B. Masalah Penelitian
Penelitian ini merupakan studi tentang strategi penerjemahan yang berfokus
pada bagaimana menerjemahkan kata atau frasa yang tidak dikenal dalam bahasa
penerima. Kata atau frasa yang tidak dikenal dalam bahasa penerima itu meliputi
kata atau frasa yang terkait dengan unsur-unsur budaya, seperti kata yang terkait
dengan ekologi, sosial budaya, artefak, dan sejenisnya.
Masalah penelitian ini meliputi dua hal yaitu:
a) Kata atau frasa apa saja yang termasuk dalam kategori yang tidak
dikenal dalam budaya bahasa penerima?
b) Strategi penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah
profesional dalam menerjemahkan kata atau frasa yang tidak memiliki
padanan langsung dalam bahasa penerima, dalam hal ini dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris?
c) Bagaimana persentasi penggunaan strategi penerjemahan itu?
7
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat (1975) membagi wujud kebudayaan itu ke dalam tiga, yaitu
wujud kebudayaan berupa ide-ide, wujud kebudayaan berupa perilaku atau
kebiasaan, dan wujud kebudayaan berupa benda-benda atau produk (artifak).
Umumnya kata yang mengandung unsur kebudayaan mudah dideteksi, selama kata
itu diasosiasikan dengan bahasa tertentu. Pada dasarnya wujud kebudayaan itu
meliputi tiga, yaitu 1) wujud kebudayaan berupa ide-ide, 2) wujud kebudayaan
berupa adat istiadat, dan 3) wujud kebudayaan berupa produk kebudayaan (artefak).
Menurut Newmark (1988:95) kata atau ungkapan yang mengandung unsur
kebudayaan dapat dikategorikan menjadi 5 yaitu: ekologi, kebudayaan material
(artefak), kebudayaan sosial, organisasi, dan kebiasaan. Kata atau ungkapan yang
mengandung wujud kebudayaan itu sulit diterjemahkan ke dalam bahasa penerima
karena konsep yang terkandung di dalamnya sangat khas pada kebudayaan yang
bersangkutan.
2.2 Strategi Penerjemahan
Secara teoretis, menurut Beekman dan Callow (dalam Larson 1984:163) cara
menerjemahkan konsep yang tidak dikenal meliputi tiga alternatif, yaitu:
a) kata generik dengan frasa deskriptif
b) kata pinjaman
c) pengganti kebudayaan
8
Lebih lanjut Larson (1984:163-5) menjelaskan bahwa untuk menemukan
padanan leksikal yang baik, perlu diketahui hubungan bentuk dan fungsi. Ada empat
kemungkinan. Pertama, benda atau kejadian dalam satu bahasa dan kebudayaan
mungkin mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dalam bahasa lain. Misalnya,
telinga memiliki bentuk dan fungsinya sama dalam semua budaya dan bahasa.
Kedua, bentuk mungkin sama tetapi fungsinya berbeda. Kata roti memiliki bentuk
yang sama dalam dua kebudayaan, tetapi fungsinya berbeda. Pada satu kebudayaan
roti berfungsi sebagai makanan pokok, tetapi dalam budaya yang lain berfungsi
sebagai makanan ringan. Kemungkinan ketiga, bentuk yang sama tidak terdapat
dalam bahasa penerima, tetapi ada benda atau kejadian yang mempunyai fungsi yang
sama. Misalnya, dalam satu kebudayaan, roti mungkin merupakan ‘bahan pokok
dalam kehidupan” atau makanan utama. Dalam kebudayaan lain, seperti kebanyakan
kelompok bahasa di daerah hutan tropis, ‘bahan pokok dalam kehidupan” adalah
singkong. Roti dan singkong mempunyai bentuk yang berbeda, tetapi fungsinya sama
dalam kedua kebudayaan itu. Kemungkinan keempat ialah bahwa bentuk dan fungsi
mungkin sama sekali tidak ada hubungannya. Kata itu mungkin merujuk ke sesuatu
yang tidak terdapat dalam kebudayaan sasaran, dan dalam kebudayaan sasaran tidak
ada unsur lain yang mempunyai fungsi yang sama. Dalam keadaan demikian, harus
dipakai frasa deskriptif untuk bentuk dan fungsi.
Larson (1984: 166-172) menawarkan tiga bentuk kesepadanan untuk
menerjemahkan konsep yang tidak dikenal (asing), yaitu:
a. Padanan dengan memodifikasi kata generik, yang meliputi:
9
(1) Dimodifikasi dengan ciri bentuk, seperti: harta benda diterjemahkan
banyak benda berharga (Mazahua, Meksiko)
(2) Dimodifikasi dengan pernyataan fungsi, seperti: kapal diterjemahkan
sesuatu yang dengannya kita dapat berjalan di atas air (Chichimeca
Pame, Meksiko)
(3) Dimodifikasi dengan bentuk dan fungsi, seperti: ani-ani diterjemahkan
pisau kecil untuk memotong padi, gandum (Inggris)
(4) Dimodifikasi dengan perbandingan, seperti: Kemudi diterjemahkan benda
seperti dayung (Sierra Otomi, Meksiko)
b. Padanan dengan memodifikasi kata asing, yang meliputi:
(1) Dimodifikasi dengan penggolong, seperti: merpati diterjemahkan burung
yang disebut merpati (Wantoat, papua Nugini)
(2) Dimodifikasi dengan pemerian bentuk, fungsi, atau keduanya, seperti:
Imam diterjemahkan imam, orang yang berhubungan dengan sesuatu
yang diberikan kepada Allah (Kalinga, Filipina). Kemenyan
diterjemahkan minyak yang mahal dan harum yang disebut kemenyan
(Aguaruna, Peru)
c. Padanan dengan pengganti kebudayaan, seperti: Kayotes diterjemahkan wolves
(Meksiko)
Strategi penerjemahan kata atau frasa asing yang ditawarkan oleh Larson di
atas, hanya cocok dengan jenis naskah naratif atau deskriptif. Naskah puisi
memerlukan pola penerjemahan lain karena pemakaian katanya hemat dan ringkas.
10
Selanjutnya, Newmark (1988: 81-93) menawarkan prosedur penerjemahan
secara umum, yaitu pentrasferan, naturalisasi, padanan budaya, padanan fungsi,
padanan deskriptif, sinonim, terjemahan langsung, transposisi, modulasi, terjemahan
dikenal, kompensasi, eduksi dan ekspansi, parafrasa, pencatatan, dan penambahan.
Prosedur penerjemahan yang ditawarkan oleh Newmark juga dapat menjadi acuan
bagi penerjemah untuk konsep-konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima.
Prosedur itu bersifat umum. Artinya, belum dimaksudkan untuk jenis naskah
tertentu. Namun, sejauhmana prosedur itu diimplementasikan oleh penerjemah
dalam menerjemahkan konsep-konsep yang tidak dikenal dia juga tidak secara
spesifik menawarkan untuk jenis naskah apa prosedur itu dan belum diketahui
bagaimana.
Menurut Baker (1992) strategi penerjemahan untuk kata/ungkapan yang tidak
dikenal dalam bahasa penerima meliputi:
a. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum.
Strategi ini adalah strategi yang paling umum yang dipakai oleh penerjemah
untuk mencari padanan dari berbagai macam kata yang tidak memiliki padanan
langsung.
b. Penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih netral.
Strategi ini digunakan untuk mengurangi kesan negatif yang ditimbulkan oleh
kata dalam bahasa sumber, yang dikarenakan oleh makna yang dimiliki oleh kata
dalam bahasa sumber tersebut.
c. Penerjemahan dengan menggunakan pengganti kebudayaan.
11
Strategi penerjemahan ini adalah dengan mengganti konsep kebudayaan pada
bahasa sumber dengan konsep kebudayaan bahasa penerima yang setidaknya
memiliki makna yang menyerupai dalam bahasa sumber tersebut.
d. Penerjemahan dengan menggunakan kata serapan atau kata serapan yang disertai
dengan penjelasan.
Strategi ini sering digunakan dalam menerjemahkan kata yang berhubungan
dengan kebudayaan, konsep moderen dan kata yang tidak jelas maknanya.
e. Penerjemahan dengan parafrase
Strategi ini digunakan ketika konsep yang diungkapkan dalam bahasa sumber
memiliki makna kamus dalam bahasa penerima tetapi memiliki bentuk yang
berbeda, dan frekwensi kemunculan kata tersebut lebih sering dalam bahasa
sumber. Penerjemahan dengan parafrase ini dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menggunakan kata-kata yang berbeda atau menggunakan kalimat
untuk mengungkapkan makna kata yang terdapat dalam bahasa sumber.
2.3 Kata Yang Tidak Memiliki Padanan dan Beberapa Strategi Umum Untuk Mengatasinya
Kata yang tidak berpadan adalah apabila kata tersebut dalam bahasa sumber
tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa target. Jenis dan tingkat kesulitan
dalam mencari padanan langsung dari kata tersebut tergantung pada sifat, konteks
dan tujuan penerjemahan kata tersebut. Setiap kata yang tidak memiliki padanan
langsung memiliki strategi penerjemahan yang berbeda pula.
12
Berikut ini adalah beberapa jenis permasalahan secara umum mengapa suatu kata
dalam bahasa sumber tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima:
a. Jika kata tersebut berhubungan dengan kebudayaan.
Kata dalam bahasa sumber kemungkinan akan mengungkapkan sebuah konsep
yang sama sekali tidak dikenal dalam kebudayaan bahasa penerima. Konsep
tersebut bersifat abstrak atau kongkret, misalnya konsep yang berhubungan
dengan kepercayaan keagamaan, adat istiadat dalam masyarakat, jenis makanan,
dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut digolongkan dalam spesifik-
kebudayaan.
b. Jika susunan kata dalam bahasa sumber secara semantik sangat kompleks.
Hal ini sangat umum dalam penerjemahan, dimana kata tunggal yang terdiri dari
beberapa morfem yang tunggal kadang-kadang memiliki beberapa makna yang
lebih kompleks dibandingkan dengan sebuah kalimat.
c. Jika bahasa penerima tidak memiliki kata yang umum.
d. Jika bahasa penerima tidak memiliki kata yang khusus.
e. Jika terdapat perbedaan perspektif fisik.
Perspektif fisik adalah a) segala sesuatu apakah itu benda atau orang yang
berhubungan dengan orang lain atau tempat yang diungkapkan dalam sebuah
kata; b) hubungan antara penutur dalam wacana (tenor).
f. Jika terdapat perbedaan dalam mengungkapkan makna.
Mungkin ada beberapa kata dalam bahasa penerima yang memiliki makna yang
sama seperti pada bahasa sumber, namun kata tersebut menggunakan ungkapan
yang berbeda.
13
g. Jika terdapat perbedaan dalam bentuk kata.
Dalam bahasa penerima seringkali tidak ditemukan padanan untuk bentuk kata
tertentu dalam bahasa sumber. Misalnya awalan atau akhiran tertentu yang
meyertai kata yang membentuk suatu bentuk kata tidak memiliki padanan
langsung dalam bahasa penerima.
h. Jika bahasa sumber menggunakan kata serapan.
Penggunaan kata serapan dalam bahasa sumber akan menimbulkan permasalahan
dalam penerjemahan, karena mungkin dalam bahasa penerima belum tentu
memiliki kata serapan yang bermakna sama.
14
III. TUJUAN DAN MANFAAT HASIL PENLITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menemukan kata atau frasa yang tidak dikenal dalam bahasa
penerima.
2. Untuk mendeskripsikan strategi penerjemahan yang ditempuh oleh
penerjemah profesional dalam menerjemahkan kata atau ungkapan yang
tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa penerima, dalam hal ini
dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
3.2 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap
pengembangan teori penerjemahan dan bagi praktisi penerjemahan.
a) Bagi pengembangan teori penerjemahan, hasil penelitian ini memberikan
informasi mengenai strategi penerjemahan konsep yang tidak dikenal dalam
bahasa penerima, khususnya dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris secara lebih
cermat dan rinci.
b) Bagi praktisi penerjemah, hasil penelitian ini, yaitu berupa strategi penerjemahan
konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima, khususnya dari bahasa
Indonesia ke bahasa Inggris dapat dijadikan sebagai pedoman dalam praktek
penerjemahan.
15
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif. Baik data maupun hasil
yang diperoleh dari penelitian ini adalah data verbal yang berupa kata atau frasa
yang mengandung konsep yang tidak dikenal dalam bahasa penerima (bahasa
Inggris). Tidak ada manipulasi data dalam penelitian ini. Data diperoleh dari latar
alami berupa naskah puisi yang berbahasa Indonesia dan terjemahannya dalam
bahasa Inggris.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode komparatif, yaitu
membandingkan naskah sumber dengan naskah sasaran (hasil terjemahan). Hasil
pembandingan diharapkan diperoleh model pemadanan yang digunakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan puisi serta alasan mengapa penerjemah
menggunakan model tertentu untuk kata atau frasa tertentu. Perhatian peneliti
diarahkan pada konsep yang khas dalam kebudayaan Indonesia yang kemungkinan
besar tidak ditemukan dalam kebudayaan Inggris. Konsep yang khas itu berupa kata
atau frasa yang terkait erat dengan budaya bahasa sumber. Dengan kata lain, inti
unsur kebahasaan yang diambil adalah suatu kata atau frasa yang dianggap memiliki
unsur kebahasaan yang mengungkapkan konsep khas dalam kebudayaan Indonesia
yang tidak dikenal dalam bahasa Inggris (NSa).
4.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah:
16
1. On Foreign Shores: Kumpulan puisi bahasa Indonesia dan terjemahannya dalam
bahasa Inggris. Ada 69 puisi yang dijadikan sebagai sumber data yang ditulis
oleh 21 penyair Indonesia. Ke 69 puisi itu diterjemahkan oleh John Mc Glynn
dan diterbitkan dalam rangka Festival Indonesia 1990-1991 di Amerika Serikat
yang diberi judul Di Negeri Asing (On Foreign Shores).
2. Trouser Doll terjemahan dari Celana yang ditulis oleh Joko Pinurbo, terjemahan
oleh Linda Owens dan Harry Aveling pada tahun 2002.
3. The Rape of Sukreni terjemahan dari Sukreni Gadis Bali yang ditulis oleh Anak
Agung Pandji Tisna, terjemahan oleh George Quinn tahun 1998.
4. The Barber terjemahan dari Buku kumpulan cerpen oleh Gus tf Sakai yang
berjudul Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta, terjemahan oleh Justine Fitzrald,
Anna Netheim, dan Linda Owens tahun 2002.
Adapun dasar pemilihan sumber data itu adalah 1) naskah itu sarat dengan
kata atau ungkapan budaya Indonesia yang diduga tidak memiliki padanan langsung
dalam bahasa Inggris; 2) Naskah itu telah diterjemahkan oleh penerjemah
profesional; 3) Sebagian dari hasil terjemahan itu telah diikutsertakan dalam festival
kebudayaan di New York yang mencerminkan kebudayaan Indonesia melalui karya
sastra.
4.3 Data dan Jenis Data
Data penelitian ini berupa ungkapan verbal dari karya sastra berbahasa
Indonesia dan terjemahannya dalam bahasa Inggris, yaitu satu kata atau frasa yang
17
dianggap mengandung unsur yang mengungkap konsep kebudayaan yang tidak
dikenal dalam naskah sasaran (Nsa).
4.4 Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
a) Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi kata atau frasa yang
mengandung konsep yang kemungkinan besar tidak dikenal dalam
kebudayaan Inggris dan tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa
Inggris.
b) Kata atau frasa yang diidentifikasi mengandung konsep yang tidak dikenal
dalam bahasa Inggris ditandai dengan menggunakan marker, lalu dicatat
dalam kartu.
c) Langkah ketiga adalah mencari padanan kata atau frasa yang diidentifikasi
pada langkah (b) dalam karya sastra terjemahan dalam bahasa Inggris dan
mencatatnya pada kartu yang sama dengan kata atau frasa bahasa Indonesia.
4.5 Analisis Data
Terjemahan bahasa Inggris dalam karya sastra yang sama (Nsa) dianalisis
dengan menggunakan model interaktif yang disarankan oleh Miles and Huberman
(1984:23). Dalam analisis, ditempuh langkah reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan dan verifikasi.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
18
naskah sumber berupa karya sastra Indonesia dan naskah sasaran berupa terjemahan
dalam bahasa Inggris
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
Penyajian data dimaksudkan sebagai sajian data dalam bentuk bagan-bagan dari
hasil abstraksi. Terakhir, penarikan kesimpulan dan verifikasi, sebagai bagian dari
suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh, dimaksudkan sebagai usaha untuk
menentukan “makna”. Kesimpulan itu diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Dalam kegiatan verifikasi, makna yang muncul dari data diuji kebenarannya dan
kekokohannya yang sekaligus merupakan proses validasinya.
Reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah
sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan
data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum terhadap objek
penelitian. Dalam pengertian ini, analisis data merupakan upaya yang berlanjut,
berulang-ulang dan terus-menerus. Kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data
itu sendiri merupakan siklus dan bersifat interaktif (lihat diagram).
19
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan:Penarikan/Verifikasi
Adapun langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam analisis data adalah
sebagai berikut.
a. Data penelitian ini adalah ungkapan verbal (verbal expressions) berupa suatu
kata atau frasa yang mengungkapkan konsep yang tidak dikenal dalam
bahasa Inggris. Kata dan ungkapan itu kemudian direduksi dengan cara
mengatagorisasikan kata/ungkapan yang mengandung konsep kebudayaan
khas Indonesia ke dalam kategori budaya yang meliputi ide-ide, kebiasaan,
dan artifak. Dengan kata lain, kata yang telah diidentifikasi tidak memiliki
padanan langsung dalam bahasa Inggris dikategorisasi menurut wujud
kebudayaan.
b. Selanjutnya, data berupa terjemahan kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam
bahasa penerima dikategorisasi menurut strategi penerjemahan yang
digunakan oleh para penerjemah. Hal ini dilakukan dengan mengunakan teori
yang dikemukakan oleh Larson, Newmark, dan Baker.
c. Hasil dari kategorisasi-kategorisasi di atas dimasukkan ke dalam matrik yang
meliputi matrik mengenai kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa
penerima dan matrik mengenai strategi penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah profesional dalam menangani ketidaksepadanan.
d. Langkah selanjutnya adalah mengukuhkan kesimpulan yang telah ditarik
sejak pengumpulan dan yang sebelumnya dipegangi secara longgar, terbuka,
dan skeptis. Pengukuhan kesimpulan (verifikasi) dilakukan dengan
melakukan diskusi dengan teman sejawat. Diskusi dilakukan secara intensif
dengan memeriksa kembali setiap data dan kesesuaian kategorisasi-
20
kategorisasi yang telah dilakukan. Langkah ini dimaksudkan untuk
mengembangkan kesepakatan intersubjektif yang selanjutnya makna-makna
yang muncul dari data diuji kebenarannya, kekokohannya yang sekaligus
merupakan kevalidannya.
21
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5. 1 HASIL PENELITIAN
5.1.1 Kata/Ungkapan yang tidak Memiliki Padanan Langsung
Dari sumber data, diidentifikasi 86 kata/ungkapan yang tidak memiliki
padanan langsung dalam bahasa sasaran. Kata atau ungkapan itu dapat digolongkan
ke dalam kategori kebudayaan sebagai berikut.
5.1.1.1 Ide dan Gagasan
Wujud kebudayaan ini terdapat dalam alam pikiran manusia. Ide dan gagasan
manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat memberi jiwa kepada
masyarakat itu (lampian 1).
a. Sistem Religi
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
tawakal, toya tirta, saptagangg, batara sri, dewa, mantera, palasik, ilmu pelintuh,
dan widi
b. Sistem pelapisan sosial
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
Wesia, Sateria, Jaba, Sengguhu, Orang Jaba.
c. Sistem organisasi
Hanya ada satu kata yang ditemukan dalam kategori ini yaitu arisan
22
d. Kesenian
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
bapak pocung, dandanggul, megatruh blues, dangdut, kuda lumping, sabung ayam,
megatruh.
e. Sapaan
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
Junjungan, emak, laki
f. Pekerjaan/mata pencaharian
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut.
tukang becak, kernet, peronda, ustad, pencari beling, kerama desa, punggawa,
tukang panjat, kaki tangan, penggawa kota, satpam, juru tulis.
5.1.1.2 Kebiasaan/Aktivitas
Aktivitas adalah tindakan berpola, digolongkan dalam wujud sistem sosial,
terdiri atas aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul dengan
sesamanya dari waktu ke waktu menurut pola-pola tertentu (lampiran 2).
a. Upacara
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah aben dan palebuhan
b. Tolong menolong antar warga
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah bekerja rodi
c. Kebiasaan atau Tindakan
23
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah berpupur, gengsot, dan
bersila
5.1.1.3 Artefak
Artefak adalah benda-benda hasil karya manusia (lampiran 3).
a. Peralatan
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah guci tuak, lampu
minyak tanah, tepak sirih, jimat, keris, belati, sembilu, tungku, lampu sentir,
sanggul, gamelan, getek, badik, becak, pusaka
b. Makanan/minuman/selingan
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah kerupuk, bayuan, arak,
rokok kretek, dan kapur sirih.
c. Pakaian
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah senteng, bulang,
kain lepas, kebaya, kerudung, kain kafan, ikat kepala cara buleleng, dan telengkung
d. Bangunan
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah balai-balai, balai
lumbung, lumbung, dan kedai.
5.1.1.4 Lingkungan/Ekologi
Kata/ungkapan yang mengandung konsep lingkungan/ekologi meliputi flora
dan fauna. (lampiran 4).
a. Tumbuhan
24
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah daun ketapang,
manggis
gayam, kangkung, dan rotan
b. Hewan
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah bengkarung dan
kutu busuk
c. Lingkungan/tempat
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah Wonosari
d. Keadaan/sifat alam
Kata atau ungkapan yang termasuk dalam kategori ini adalah sundari.
5.1.2 Strategi Penerjemahan Untuk Konsep yang Tidak Dikenal
Strategi yang digunakan oleh penerjemah profesional untuk menerjemahkan
kata/ungkapan spesifik dalam kebudayaan Indonesia meliputi 10 strategi, yaitu
padanan deskriptif, padanan budaya, pola khusus-umum, kata serapan (dengan dan
tanpa modifikasi), modifikasi dengan ciri dan bentuk, penerjemahan harfiah,
modifikasi dengan pernyataan fungsi, pentransferan, modifikasi dengan bentuk dan
fungsi, dan pola umum-khusus.
5.1.2.1 Strategi penerjemahan dengan menggunakan padanan deskriptif
Strategi padanan deskriptif adalah strategi yang paling sering digunakan oleh
penerjemah profesional untuk menangani kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam
bahasa sasaran. Dari 86 kata yang teridentifikasi tidak memiliki padanan langsung
dalam bahasa Inggris, penerjemah menggunakan pola tersebut terhadap 31 (36.04%)
25
kata/ungkapan untuk mengungkapkan padanannya dalam bahasa Inggris. Ke-31
kata/ungkapan yang menggunakan strategi tersebut dapat dilihat pada lampiran 5.
Contoh:
1. Tukang panjat kelapa
Teks sumber: Tukang panjat kelapa itulah yang selalu datang makan ke kedai
kecil itu.
Teks sasaran : Throughout the area the work of harvesting coconuts went on
ceaselessly, and the men who climbed the trees took their meals at the food
stall.
2. Bayuan
Teks sumber: “ Ada bayuan, Emak?” tanya seorang dengan membau-baui guci
tuak.
Teks sasaran: “ Still got some of that wine from last night?” one of them asked
Men Negara while sniffing at the wine jar.
3. Pelebuan
Teks sumber: Dari situ keduanya pun berangkat ke Karangasem akan
menyaksikan “pelebuan” yang hebat itu.
Teks sasaran: From Denpasar they set off together from Karangasem to become
spectators at the imposing spectacle of the royal cremation ceremony.
Kata/ungkapan di atas diterjemahkan secara deskriptif untuk
mengkomunikasikan makna secara akurat. Tukang panjat tidak memiliki padanan
26
langsung dalam bahasa Inggris sehingga diterjemahkan dengan the men who climbed
the trees. Bayuan adalah tuak yang didiamkan selama semalam diterjemahkan
dengan wine from last night. Pelebuan adalah upacara pembakaran mayat khusus
untuk orang-orang berkasta tinggi diterjemahkan dengan royal cremation ceremony,
demikian seterusnya.
5.1.2.2 Strategi Penerjemahan dengan Menggunakan Padanan Budaya
Strategi padanan budaya adalah strategi yang juga sering digunakan oleh
penerjemah profesional untuk menangani kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam
bahasa sasaran. Dari 86 kata yang teridentifikasi tidak memiliki padanan langsung
dalam bahasa Inggris, penerjemah menggunakan pola tersebut terhadap 17 (19.76%)
kata/ungkapan untuk mengungkapkan padanannya dalam bahasa Inggris. Ke-17
kata/ungkapan yang menggunakan strategi tersebut dapat dilihat pada lampiran 6.
Contoh:
1. satpam
Teks Sumber: Seorang satpam, sejenak, seperti tertegun menatap Santi.
Teks Sasaran: A security guard glanced at her…
2. aben (mengaben)
Teks Sumber: Ia disuruh bapaknya mengundang Ida Gde, karena beberapa
hari lagi bapaknya akan mengaben.
Teks Sasaran: “Her father is going to be holding a cremation, and he asked
her to bring Ida Gde back to Manggis for the ceremony.
27
4. tungku
Teks Sumber: …,seperti tungku-tungku yang menjengkelkan.
Teks sasaran: …, like sputtering camp fires.
Dalam bahasa sumber, satpam adalah singkatan dari Satuan Pengamanan,
dalam bahasa Inggris padanan yang menyerupai Satpam adalah Security Guard.
Aben termasuk dalam upacara pembakaran mayat di Bali. Penerjemah menggunakan
cremation sebagai padanan untuk kata itu karena kata cremation maknanya hampir
sama dalam kebudayaan Inggris. Tungku adalah salah satu sarana dapur yang
menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya dan berfungsi sebagai perapian untuk
memasak, sehingga diterjemahkan dengan campfire yang bentuknya mirip dengan
tungku.
5.1.2.3 Strategi Penerjemahan dengan Menggunakan Pola Khusus-Umum
Strategi pola khusus-umum digunakan oleh penerjemah profesional untuk
menangani kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran terhadap 10
(11.62%) kata/ungkapan. Kedelapan kata/ungkapan yang menggunakan strategi
penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 7.
Contoh:
1. belati
Teks Sumber: …Di mana subuh hari
di muka gedung komedi bisa bertemu
tubuh lelaki diam terbaring dengan belati
28
di dada.
Teks sasaran: …Where dawn outside the opera
might reveal
the outstretched body of a man, a knife
in his chest
2. Daun
Teks Sumber: …daun ketapang makin lebat berguguran…
Teks sasaran: …leaves fall more thickly…
Belati merupakan sejenis senjata tajam yang digunakan untuk membela diri
atau menyerang orang lain. “Belati” adalah salah satu senjata khas dari Indonesia
yang mungkin karena bentuk dan ukurannya, belati tidak ada padanannya dalam
bahasa Inggris, sehingga untuk kata belati, knife lebih sesuai karena knife (pisau)
adalah kata yang lebih umum dari belati. “Daun ketapang” merupakan salah satu
jenis daun yang tidak dijumpai pada lingkungan Inggris. Karena kata ini tidak
mempunyai padanan dalam bahasa Inggris, maka cara untuk menerjemahkannya
adalah dengan menggunakan kata generik yaitu leaves yang berarti daun secara
umum.
5.1.2.4 Strategi penerjemahan dengan menggunakan kata serapan
Strategi penerjemahan dengan kata serapan dilakukan oleh penerjemah
profesional dengan dua cara yaitu 1) dengan modifikasi dan 2) tanpa modifikasi.
29
Kata/ungkapan yang menggunakan strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada
lampiran 8.
5.1.2.4.1 Kata Serapan dengan Modifikasi
Strategi ini hanya digunakan untuk 2 kata (2.32%), yaitu wolon dan Batara Sri.
Contoh:
wolon
Teks Sumber: Mereka menyebutnya wolon,…
Teks sasaran: They call wolon, the resting period…
Kata “wolon” diserap ke dalam bahasa Inggris sebagai bahasa sasaran,
kemudian diberi penjelasan sebagai modifikasi kata wolon.
5.1.2.4.2 Kata Serapan tanpa Modifikasi
Strategi ini digunakan untuk 8 kata/ungkapan (9.30%).
Contoh:
Segguhu, dangdut, gamelan
Teks Sumber: Dan sengguhu adalah pangkat upacara agama Wisnu.
Teks sasaran: In Visnuite ritual there is the rank of sengguhu.
Teks Sumber: “Ah, ia sedang nonton dangdut di kuburan,” monyet berkata.
Teks Sasaran: “He is probably watching a dangdut show at the cemetery,”
said the monkey.
Teks Sumber: Kaudengarkah suara gamelan
30
tak putus-putusnya dilantunkan…
Teks Sasaran: Can you hear the sound of the gamelan
endlessly rolling out…
Penerjemah menyerap kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung
itu secara langsung tanpa memberikan suatu penjelasan. Kata sengguhu, dangdut,
gamelan langsung diserap ke dalam naskah sasaran tanpa modifikasi.
5.1.2.5 Dimodifikasi dengan ciri dan bentuk
Strategi penerjemahan dengan menjelaskan ciri dan bentuk kata/ungkapan
digunakan oleh penerjemah profesional untuk 4 (4.65%) kata/ungkapan.
Kata/ungkapan yang menggunakan strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada
lampiran 9.
Contoh:
Kapur sirih (mengapur sirih)
Teks Sumber: Men Negara duduk di balai, lalu mengapur sirih.
Teks Sasaran: Men Negara sat down on the sleeping platform and prepared a
wad of betel.
Kapur sirih diterjemahkan sesuai dengan ciri dan bentuknya. Demikian pula
kata lumbung, ikat kepala cara Buleleng dan sundari.
5.1.2.6 Strategi Penerjemahan Transposisi
Strategi penerjemahan transposisi digunakan oleh penerjemah profesional
untuk 4 (4.65%) kata/ungkapan. Kata/ungkapan yang menggunakan strategi
penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 10.
31
Contoh:
1. tepak sirih
Teks Sumber: Ni Sukreni duduk di sebelah bapaknya sambil memangku
tepak sirih.
Teks Sasaran: Ni Sukreni sat beside her father holding his betel box on her
lap.
2. kuda lumping
Teks Sumber: Di dalam rumah banyak tamu asing
lagi asyik main kuda lumping.
Teks Sasaran: There were many foreign guests dancing,
trancelike, on straw horses.
Tepak sirih, kerama desa, dan sabung ayam diterjemahkan langsung secara kata per
kata dengan menyesuaikan struktur bahasa Inggris dalam bahasa sasaran.
tepak - box ; sirih - betel
Dahulu, kuda lumping terbuat dari kulit sapi atau kulit kerbau yang keras dan
telah dikeringkan. Seiring dengan perkembangan zaman, kulit sapi dan kerbau keras
itu semakin mahal untuk dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan kuda lumping,
sehingga masyarakat menggunakan “jerami” sebagai gantinya, tetapi Kuda Lumping
tetap dinamakan Kuda Lumping, bukan Kuda Jerami. Hal inilah yang mendasari
penerjemah untuk menerjemahkan kata lumping menjadi “straw”.
32
5.1.2.7 Dimodifikasi dengan Pernyataan Fungsi
Strategi penerjemahan dengan modifikasi pernyataan fungsi digunakan oleh
penerjemah profesional untuk 4 (4.65%) Kata/ungkapan. kata/ungkapan yang
menggunakan strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 11.
Contoh:
1. Guci Tuak
Teks Sumber: Di sebelah kanan meja itu, ada meja kecil sebuah lagi, tempat
beberapa guci tuak dan beberapa botol arak.
Teks Sasaran: To its right was a smaller table, this one bearing jars of
coconut wine and bottles of rice beer.
2. Kain kafan
Teks Sumber: 1. Hanya ada seorang perempuan sedang sembahyang
berkerudung kain kafan
2. …, para serdadu berebutan kain kafan,…
Teks Sasaran: 1. There was only a woman, praying,
her head covered in funeral cloth,
2. …, soldiers fought for His burial cloth,…
Guci tuak adalah guci atau kendi yang digunakan untuk menyimpan tuak,
sehingga diterjemahkan dengan Jars of coconut wine . Kain kafan adalah sejenis
kain yang digunakan untuk pemakaman sehingga diterjemahkan dengan
funeral/burial clothe.
33
5.1.2.8. Strategi Penerjemahan dengan Pentransferan
Strategi penerjemahan dengan pentransferan digunakan oleh penerjemah
profesional untuk 3 (3.48%) kata/ungkapan. kata/ungkapan yang menggunakan
strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 12.
Contoh:
Keris
Teks Sumber: “Keris dan kain-kain itu?” tanya kawannya sambil
memperbaiki kedudukannya.
Teks Sasaran: One of the other two men shifted himself on his haunches.
“What about the kris? He asked ,”and all the pieces of
clothes? What happened to them?”
Kata “keris”, umpamanya, ditransfer ke dalam bahasa Inggris dengan
menyesuaikan pelafalan dalam bahasa Inggris, yaitu “kris”.
5.1.2.9 Dimodifikasi dengan Bentuk dan Fungsi
Strategi penerjemahan dengan modifikasi bentuk dan fungsi digunakan oleh
penerjemah profesional hanya untuk 1 (1.16%) kata/ungkapan. Kata/ungkapan yang
menggunakan strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 13.
Contoh:
Balai-balai
34
Teks Sumber: “Jadi apa gunanya kita memotong hari ini, bila takkan ada
orang datang membeli?” kata Men Negara dengan cemasnya,
lalu duduk di atas balai-balai di sebelah meja itu.
Teks sasaran: Men Negara looked anxious. “We shouldn’t have killed that
pig,” she mumbled, “not if no one is going to eat here today.”
She sat down on the sleeping platform but once stood up
again.
Balai-balai adalah sejenis bangku yang berbentuk seperti panggung dan
digunakan untuk istirahat atau tidur, sehingga diterjemahkan dengan the sleeping
platform.
5.1.2.10 Strategi Penerjemahan dengan Menggunakan Pola Umum-Khusus
Strategi penerjemahan dengan pola umum-khusus digunakan oleh
penerjemah profesional hanya untuk 2 (2.32%) kata/ungkapan. Kata/ungkapan yang
menggunakan strategi penerjemahan itu dapat dilihat pada lampiran 14.
Contoh:
Pencari beling
Teks Sumber: …mengajakmu mengenang keluarga tukang beca,
gelandangan, stasiun Senen dan pencari beling
Teks sasaran: … inveigling you to remember the families of pedicab drivers,
itinerants, Senen station and used bottle collectors
35
Beling mengandung makna yang lebih umum. Beling mencakup botol,
keramik, dan sejenisnya. Penerjemah hanya memilih salah satu cakupan makna
beling, yaitu botol, sehingga padanan untuk pencari beling adalah used bottle
collector.
5.1.3 Proporsi Penggunaan Strategi Penerjemahan
Menangani kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran, dalam
hal ini dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris memiliki proporsi penggunaan yang
sangat bervariasi. Namun demikian, ada 3 strategi yang paling umum digunakan,
yaitu padanan deskriptif, padanan budaya, dan pola khusus-umum. Strategi
penerjemahan lainnya memiliki bobot kurang dari 10%.
Proporsi penggunaan dari kesebelas strategi tersebut dalam dilihat pada
bagan berikut.
36
37
5.2 PEMBAHASAN
Pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian dibedakan ke dalam 2 hal,
yaitu (1) mengenai kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dalam
bahasa sasaran dalam hal ini dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan (2)
mengenai strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah profesional dalam
menangani ketidaksepadanan dalam penerjemahan kata/ungkapan Indonesia ke
dalam bahasa Inggris. Kedua hal tersebut dikemukakan sebagai berikut.
5.2.1 Kata/Ungkapan Yang Tidak Memiliki Padanan Langsung Dalam Bahasa Sasaran
Sebagaimana disajikan di depan bahwa kata/ungkapan yang tidak memiliki
padanan langsung dalam bahasa sasaran, dalam hal ini dari bahasa Indonesia ke
bahasa Inggris dikategorikan berdasarkan kategori kebudayaan yang terdiri atas tiga
wujud, yaitu wujud kebudayaan berupa ide-ide, wujud kebudayaan berupa perilaku
atau kebiasaan, dan wujud kebudayaan berupa benda-benda atau produk (artefak).
Untuk melacak kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa
sasaran, Newmark (1988:95) menambahkan unsur ekologi yang meliputi flora dan
fauna.
Temuan penelitian, berdasarkan sumber data yang telah ditentukan,
menunjukkan bahwa kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dalam
bahasa sasaran, dalam hal ini dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris meliputi
keempat kategori yang dikemukakan di atas. Kenyataan itu diyakini karena karya
38
yang diteliti meliputi karya sastra (fiksi) yang latarnya adalah kebudayaan dan
ekologi Indonesia.
Kata/ungkapan kebudayaan Indonesia yang tidak dikenal dalam bahasa
Inggris dalam kategori ide dan gagasan meliputi sub kategori sistem religi, sistem
pelapisan sosial, sistem organisasi, kesenian, sapaan, dan pekerjaan/mata
pencaharian. Dari 6 sub kategori itu, tiga di antaranya menempati porsi yang cukup
tinggi yaitu sistem religi, kesenian, dan pekerjaan/mata pencahaian. Hal ini
diperkirakan karena (1) di Indonesia terdapat berbagai macam agama yang dianut
oleh bangsa Indonesia tidak terdapat pada kebudayaan Inggris, seperti agama Hindu,
budha, dan Islam, (2) aneka ragam kesenian rakyat yang tumbuh subur di Indonesia
ikut serta memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia sekaligus terhadap kosa
katanya, (3) mata pencaharian masyarakat di desa zaman dahulu yang masih sangat
tradisional dan bergantung kepada alam, seperti tukang panjat, pencari beling, dan
tukang becak sangat khas bagi masyarakat Indonesia.
Kata/ungkapan yang termasuk dalam kategori kebiasaan/aktivitas, yang
meliputi sub kategori upacara, tolong menolong, dan kebiasaan atau tindakan, tidak
banyak menjadi permasalahan dalam kategori ketidaksepadanan. Pada sub-kateori
kategori ini hanya ada 6 kata/ungkapan seperti aben, bekerja rodi, berpupur, gengsot,
dan bersila.
Kata/ungkapan yang termasuk dalam kategori artefak meliputi 4 sub-kategori
yaitu peralatan, makanan/minuman/selingan, pakaian, dan bangunan. Sub-kategori
yang menempati porsi yang paling tinggi adalah peralatan dan pakaian. Padanan kata
seperti guci tuak, lampu minyak tanah, tepak sirih, jimat, keris, belati, sembilu,
39
gamelan, getek, badik, becak, senteng, bulang, kain lepas, kebaya, kerudung, ikat
kepala cara buleleng, dan telengkung tidak ditemukan dalam bahasa Inggris. Hal ini
disebabkan karena benda-benda kebudayaan itu sangat khas bagi kebudayaan
Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksepadanan
disebabkan karena karya sastra dalam hal ini fiksi Indonesia yang menjadi sumber
data penelitian ini sarat dengan ungkapan kebudayaan khas Indonesia. Karya sastra
yang menjadi sumber data menceriterakan tentang berbagai permasalahan kehidupan
di Indonesia. Sukreni Gadis Bali, umpamanya menceriterakan tentang kehidupan
seorang gadis Bali bernama Sukreni yang bernasib kurang beruntung. Mula-mula
diperkosa oleh seorang bangsawan hidung belang yang sekaligus menjabat sebagai
Mantri Polisi. Setelah itu, Sukreni masih terus menemui kepapaan sehingga akhirnya
ia hanya rela menerima nasibnya seperti yang telah ditakdirkan oleh Hyang Widhi
Wasa. Karena latar penceritaannya adalah Bali dan kebudayaan Bali, maka sudah
pasti ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam karya fiksi ini adalah ungkapan-
ungkapan khas Bali yang kemungkinan besar tidak dimiliki oleh masyarakat di luar
Bali, khususnya dalam kebudayaan Inggris.
Temuan penelitian yang dikemukakan di depan didukung oleh teori
penerjemahan seperti yang dikemukakan oleh Baker (1992) bahwa masalah umum
yang dijumpai oleh penerjemah dalam menerjemahkan karya sastra adalah adanya
konsep yang sama sekali tidak dikenal dalam kebudayaan bahasa sasaran. Konsep
yang sama sekali tidak dikenal dalam bahasa sasaran merupakan konsep yang
menggambarkan kebudayaan khas masyarakat tertentu. Hal tersebut dperkuat pula
40
oleh Newmark (1988) bahwa salah satu hal yang menyebabkan terjadinya
ketidaksepadanan adalah karena teks bahasa sumber mengungkapkan unsur ekologi
yang khas pada daerah tertentu, seperti tergambar dalam data penelitian seperti daun
ketapang, manggis, bengkarung, dan kutu busuk.
5.2.3 Strategi Penerjemahan Yang Digunakan Oleh Penerjemah Profesional Dalam Menerjemahkan Kata/Ungkapan yang Tidak Memiliki Padanan Langsung
Jika konsep yang diterjemahkan merujuk ke sesuatu yang tidak dikenal
dalam bahasa sasaran, maka tugas penerjemah manjadi lebih berat. Penerjemah tidak
hanya harus mencari cara terbaik untuk merujuk ke sesuatu yang sudah merupakan
bagian dari pengalaman pembaca sasaran, tetapi juga harus mencari cara terbaik
untuk mengungkapkan konsep yang sama sekali baru kepada penutur bahasa sasaran,
demikian ungkapan Larson (1984:163).
Berdasarkan analisis data, ada 10 strategi penerjemahan yang digunakan oleh
penerjemah profesional dalam menangani konsep yang tidak dikenal dalam bahasa
sasaran yaitu, padanan deskriptif, padanan budaya, pola khusus-umum, kata serapan
(dengan dan tanpa modifikasi), modifikasi dengan ciri dan bentuk, penerjemahan
harfiah, modifikasi dengan pernyataan fungsi, pentransferan, modifikasi dengan
bentuk dan fungsi, dan pola umum-khusus.
Menentukan strategi terjemahan mana yang digunakan oleh penerjemah
dalam konteks tertentu mempunyai masalah tersendiri. Dalam setiap konteks,
penerjemah dihadapkan pada strategi penerjemahan mana yang paling tepat
41
digunakan untuk konsep tertentu. Dalam menerjemahkan konsep yang tidak dikenal
dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, penerjemah menggunakan 3 strategi utama,
yaitu (1) padanan deskriptif (36.04%), (2) padanan budaya (19.76%), dan (3) pola
khusus-umum (11.62%).
Ungkapan “tukang panjat kelapa” umpamanya, yang dianggap tidak
memiliki padanan langsung dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan “the men
who climbed the trees”. Terjemahan “the men who climbed the trees” merupakan
deskripsi mengenai “tukang panjat kelapa”. Dalam hal ini penerjemah berusaha
mengungkap makna ungkapan “tukang panjat kelapa” dengan sebuah penjelasan.
Dalam ungkapan yang sama, penerjemah menerjemahkan “kelapa” dengan ungkapan
generik, yaitu “trees”. Mungkin dalam pikiran penerjemah, tukang panjat kelapa,
pekerjaannya bukan hanya memanjat kelapa, tetapi juga buah-buahan lain, seperti
cempedak, atau pinang, langsat, dan pohon-pohon buah-buahan, sehingga ungkapan
“kelapa” diterjemahkan dengan “trees”. Dalam contoh lain ungkapan “pelebuan”
diterjemahakan dengan “the royal cremation ceremony”.
Dari dua contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam menemukan padanan
bagi konsep yang tidak dikenal, penerjemah berusaha menemukan komponen makna
bahasa sumber. Setelah itu penerjemah menggunakan kata generik dan modifikasi
deskriptif.
Strategi “padanan budaya” digunakan oleh penerjemah profesional dalam
porsi yang cukup tinggi untuk menangani kata/ungkapan yang tidak dikenal dari
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Dari 86 kata yang teridentifikasi tidak memiliki
padanan langsung dalam bahasa Inggris, penerjemah menggunakan pola tersebut
42
terhadap 17 (19.76%) kata/ungkapan. Contoh ungkapan “ satpam”, yaitu satuan
pengaman dalam budaya Indonesia diterjemahkan dengan “security guard”,
ungkapan “tungku” diterjemahkan dengan “camp fires”. Dalam budaya Indonesia,
satpam adalah singkatan dari Satuan Pengaman (One who keeps guard). Dalam
bahasa Inggris ungkapan Security Guard digunakan karena pembaca orang Inggris
lebih mengenal ungkapan security guard untuk kungkapan satuan pengaman..
“Tungku” adalah salah satu sarana dapur berupa batu atau terbuat dari tanah liat
yang digunakan sebagai penyanggah periuk atau kuali untuk memasak. Berbeda
dengan makna campfire (unggun) yang biasanya digunakan oleh anggota pramuka
menyalakan di perkehaman. Penggunaan ungkapan “campfire” adalah usaha
penerjemah untuk memberikan pemahaman kepada pembaca karena “campfire”
sudah tidak asing lagi bagi pembaca penutur bahasa Inggris.
Strategi dengan padanan budaya yang oleh Larson memiliki kekurangan
karena bisa mengakibatkan penyimpangan makna tertentu. Namun, padanan
kebudayaan juga memiliki kelebihan karena dapat membangun padanan dinamis.
Dalam menangani konsep yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran,
penerjemah menggunakan pola khusus-umum pada 10 (11.62%) ungkapan.
Penggunaan pola khusus-umum diberlakukan pada ungkapan seperti belati, sembilu,
daun ketapang, wonosari, lampu sentir, sanggul, kebaya, gayam, bengkarung, dan
kerudung. Strategi ini merupakan strategi yang paling umum digunakan oleh
penerjemah profesional, yang oleh Baker (1992:26) disebutkan sebagai
penerjemahan dengan penggunaan kata yang lebih umum (superordinat). Salah satu
43
strategi umum ini digunakan untuk menangani berbagai jenis ketidaksepadanan,
khususnya pada bidang makna proposisional.
Selain dari tiga strategi umum yang digunakan oleh penerjemah profesional
dalam penelitian ini yang disebutkan didepan, penerjemah, dalam penelitian ini, juga
menggunakan strategi kata serapan tanpa dan dengan modifikasi, modifikasi dengan
ciri dan bentuk, transposisi, modifikasi dengan pernyataan fungsi, pentransferan,
modifikasi dengan bentuk dan fungsi, dan pola umum-khusus.
Strategi dengan kata serapan tanpa modifikasi digunakan oleh penerjemah
profesional dalam penelitian ini pada ungkapan seperti manggis, sapta gangga, jaba,
wesia, sateria, sengguhu, gamelan, dan dangdut. Strategi ini dipilih oleh penerjemah
profesional untuk menangani ungkapan yang menyatakan benda seni, konsep
mengenai kepercayaan/keyakinan, dan istilah lingkungan yang khas pada
kebudayaan tertentu.
Strategi dengan kata serapan disertai modifikasi dipilih oleh penerjemah
untuk menangani ungkapan seperti wolon dan batara sri. Ungkapan wolon
diterjemahkan dengan wolon, the resting period, ungakapan batara sri
diterjemahkan dengan lady sri the goddess of rice. Penerjemah menggunakan istilah
generik, kemudian menambahkan penjelasan dengan deskripsi mengenai kata
generik tersebut.
Strategi penerjemahan dengan modifikasi ciri dan bentuk dipilih oleh
penerjemah untuk menangani ungkapan seperti kapur sirih, lumbung, ikat kepala
cara buleleng, dan sundari. Ungkapan kapur sirih diterjemahkan dengan a wad of
betel, ungkapan lumbung diterjemahkan dengan the raised rice barn, ungkapan ikat
44
kepala cara buleleng diterjemahkan dengan a head cloth. Dalam penelitian ini
penerjemah menggunakan modifikasi ciri dan bentuk. Terjemahan the raised rice
barn menunjukkan tempat untuk menyimpan padi yang masih disertai dengan
tangkai yang biasanya diikat dalam jumlah tertentu, lalu ditempatkan di lumbung
dengan cara bersusun. Inilah yang dimaksudkan oleh penerjemah dengan raised rice.
Penerjemahan kata/ungkapan yang menggunakan strategi transposisi
digunakan oleh penerjemah untuk menangani kata/ungkapan seperti tepak sirih,
kerama desa, sabung ayam, dan kuda lumping. Menurut Newmark (1988:85),
penggunaan transposisi disarankan oleh Vinay dan Darbeltnet yaitu prosedur
penerjemahan yang melibatkan perubahan posisi kata sifat. Dalam penelitian ini
ungkapan kerama desa diterjemahkan dengan village elder dimana kerama sebagai
orang yang dituakan di desa dan desa merupakan keterangan bagi kerama. Dalam
terjemahan village elder, kata elder dan village berubah posisinya mengikuti urutan
kata pemodifikasi dan yang dimodifikasi.
Strategi penerjemahan modifikasi dengan pernyataan fungsi dipilih oleh
penerjemah untuk menerjemahkan guci tuak, kain kafan, bulang, dan senteng.
Keempat ungkapan itu masing-masing dengan jars of coconut wine, funeral/burial
clothe, breast clothe, waist cloth. Ungkapan guci tuak adalah sebuah bejana untuk
menyimpan arak. Penerjemah menggunakan ungkapan deskripsi fungsi bejana
tersebut untuk menyatakan makna guci tuak kepada pembaca.
Di samping strategi yang disebutkan di depan, penerjemah juga
menggunakan strategi pentransferan untuk menerjemahkan ungkapan keris, mantera,
dan rotan. Untuk menyampaikan makna kata-kata tersebut, penerjemah
45
mengkonversinya dengan menggunakan ejaan yang berbeda seperti keris menjadi
kris, mantera menjadi mantra, dan rotan menjadi rattan.
Strategi lain yang dipilih oleh penerjemah untuk menangani kata/ungkapan
khas kebudayaan Indonesia adalah modifikasi dengan bentuk dan fungsi. Kata balai-
balai diterjemahkan dengan the sleeping flatform karena balai-balai digunakan untuk
tidur-tiduran atau istirahat yang bentuknya seperti bangku yang permukaannya rata
dan selebar dengan tempat tidur, terbuat dari papan atau bambu.
Dalam penelitian ini ditemukan 10 jenis strategi yang digunakan oleh
penerjemah dalam menangani kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung
dalam bahasa sasaran. Namun, ada 1 strategi yang belum dipernah disebutkan dalam
penelitian-penelitian terdahulu, yaitu strategi penerjemahan dengan “pola umum-
khusus”. Sejauh ini strategi yang paling umum digunakan oleh penerjemah adalah
strategi dengan pola “khusus-umum” seperti “daun ketapang” diterjemahkan dengan
“leaves” dan “belati” diterjemahkan dengan “knife”. Namun, dalam penelitian ini
pola umum-khusus juga ditemukan seperti tergambar dalam penerjemahan berikut.
Teks Sumber: …mengajakmu mengenang keluarga tukang beca,
gelandangan, stasiun Senen dan pencari beling.
Teks sasaran: … inveigling you to remember the families of pedicab drivers,
itinerants, Senen station and used bottle collectors
Beling mengandung makna yang lebih umum. Beling mencakup botol,
keramik, dan sejenisnya. Penerjemah hanya memilih salah satu cakupan makna
beling, yaitu botol, sehingga padanan untuk pencari beling adalah used bottle
collector. Penerjemah mungkin berpikir bahwa para pencari beling pada dasarnya
46
hanya mengumpulkan botol-botol bekas yang berserakan di tempat sampah. Botol-
botol bekas itu dikumpulkan untuk dijual kembali ke pabrik-pabrik minuman yang
menggunakan botol sebagai kemasannya.
Cara menemukan padanan untuk kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam
bahasa sasaran pada dasarnya amat bergantung pada konteks. Penerjemah harus
memikirkan kemungkinan alternatif strategi untuk menentukan strategi yang paling
tepat untuk konsep tertentu.
47
VI. Simpulan dan Saran
6.1 Simpulan
a. Dalam menangani kata/ungkapan yang tidak memiliki padanan langsung dalam
bahasa sasaran (dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris), penerjemah
profesional menggunakan strategi a) padanan deskriptif, b) padanan budaya, c)
pola khusus-umum, d) serapan, e) modifikasi dengan ciri dan bentuk, f)
transposisi, g) modifikasi dengan pernyataan fungsi, h) pentransferan, i)
modifikasi dengan bentuk dan fungsi, dan j) pola umum-khusus.
b. Untuk memilih strategi yang paling tepat untuk menemukan padanan
kata/ungkapan yang tidak dikenal dalam bahasa sasaran, penerjemah tidak
terlepas dari konteks. Konteks merupakan pertimbangan utama dalam memilih
strategi yang tepat. Namun, tujuan utama penerjemah adalah bagaimana makna
dalam bahasa sumber dapat disampaikan kepada pembaca bahasa sasaran tanpa
mengenyampingkan perinsip kejelasan dan kewajaran.
6.2 Saran
Penelitian ini belum mengungkapkan secara rinci mengenai apa saja
pertimbangan penerjemah atau dalam konteks apa saja yang menjadi bahan
48
pertimbangan bagi penerjemah dalam memilih strategi untuk kata/ungkapan tertentu.
Karena itu diperlukan penelitian lanjutan mengenai hal tersebut.
49
DAFTAR PUSTAKA
Baker, Mona (Ed.) 1998. Routlegde Encyclopedia of Translation Studies. London: TJ International Ltd.
Baker, Mona. 1992. In Other Words. New York: Routledge.
Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. England: Longman Group UK Ltd.
Budick, Sanford and Wolfgang Iser. 1996.The Translatability of Cultures. USA: Stanford University Press.
Duff, Alan. 1981. The Third Language: Recurrent Problems of Translation into English. England: Pergamon Press.
Hatim, Basil. 2001.Teaching and Researching Translation. London: Pearson Education Ltd.
Larson, Mildred. 1984. Meaning-Based Translation. A Guide to Cross Language Equivalence. Lanham. University Press of America.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. Hertfordshire: Prentice Hall International Ltd.
Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. England: Pegamon Press.
Said, Mashadi. 1984. Sociocultural Problems in the Translation of Indonesian Poems into English: A Case Study on “On Foreign Shores”, Unpublished Master’s Thesis. Fakultas Pascasarjana IKIP Malang.
50
LAMPIRAN 1: Kata/Ungkapan Yang Tidak Dikenal Dalam Bahasa Sasaran
dalam Kategori Budaya (Ide dan Gagasan)
Sistem Religi
Sistem Pelapisan Sosial
Sistem Organisasi
KesenianSapaan
Pekerjaan/Mata Pencaharian
tawakal
toya tirta
saptagangga
batara sri
dewa
mantera
palasik
ilmu pelintuh
widi
wesia
sateria
jaba
sengguhu
orang jaba.
arisan bapak po-
cung
dandanggula
megatruh
blues
dangdut
kuda lum-
ping
sabung ayam
megatruh
junjungan
emak
laki
tukang becak
kernet
peronda
ustad
pencari beling
kerama desa
punggawa
tukang panjat
kaki tangan
punggawa kota
satpam
juru tulis
51
LAMPIRAN 2: Kata/Ungkapan Yang Tidak Dikenal Dalam Bahasa Sasaran
dalam Kategori Budaya (Kebiasaan/Aktivitas)
Upacara Tolong Menolong Antar
Warga
Kebiasaan/Tindakan
aben palebuhan bekerja rodi berpupur
gengsot
bersila
52
LAMPIRAN 3: Kata/Ungkapan Yang Tidak Dikenal Dalam Bahasa Sasaran dalam Kategori Budaya (Artefak)
Peralatan Makanan/Minuman/Selingan
Pakaian Bangunan
guci tuak
lampu minyak tanah
tepak sirih
jimat
keris
belati
sembilu
tungku
lampu sentir
sanggul
gamelan
getek
badik
becak
pusaka
kerupuk
bayuan
arak
rokok kretek
kapur sirih
senteng
bulang
kain lepas
kebaya
kerudung
kain kafan
ikat kepala ca-
ra buleleng
telengkung
balai-balai
lumbung
kedai
53
LAMPIRAN 4 : Kata/Ungkapan Yang Tidak Dikenal Dalam Bahasa Sasaran dalam Kategori Budaya (Lingkungan/Ekologi)
Tumbuhan Hewan Lingkungan/Tempat
Keadaan/Sifat Alam
daun ketapang
manggis
gayam
kangkung
toge
rotan
bengkarung
kutu busuk
Wonosari Sundari
54
LAMPIRAN 5: Strategi Penerjemahan (Strategi Penerjemahan Dengan Menggunakan Padanan Deskriptif)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
5. tukang panjat
6. bayuan
7. pelebuan
8. kernet
9. bersila
10. megatruh
11. bapak pocung
12. dandanggula
13. bekerja rodi
14. lampu minyak
tanah
15. panakawan
16. juru tulis
17. kaki tangan
18. ilmu pelintuh
19. telengkung
20. tawakal
the men who climbed the
trees
wine from last night
royal cremation
ceremony
driver’s assistant
cross legged/sit in lotus
position
traditional javanese blues
ancient verses
ancient song
collective task
ancient kerosene lamp
pack of clown
one who works in office
faithful servant
type of witching power
girl’s prayer robes
prepared to follow will of
God
21. toya tirta
22. orang jaba
23. rokok kretek
24. kerupuk
25. balai lumbung
26. berpupur
27. toge
28. ustad
29. palasik
30. tukang becak
31. gengsot
32. pusaka
33. arak
34. punggawa
kota
35. kutu busuk
holy water
Outer commoner caste
clove cigarette
shrimp crackers
storeroom floor
thick with face powder
bean sprout
prayer teacher
the devil worshipper
pedicab driver
chug a legs
goods and heirlooms
rice beer
town authorities
rotten parasite
55
LAMPIRAN 6: Strategi Penerjemahan (Strategi Penerjemahan dengan Menggunakan Padanan Budaya)
Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. satpam
2. aben
3. tungku
4. getek
5. becak
6. junjungan
7. kangkung
8. jimat
9. dewa
Security guard
Cremation
Campfires
The raft
Pedicab
Husband
spinach
amulets
god
10. samadi pasifik
11. peronda
12. arisan
13. kanda
14. peronda
15. punggawa
16. penggawa kota
17. kedai
the pacific ocean
patrolman
playing cards
dearest
patrolman
officer
town authorities
food stall
56
LAMPIRAN 7: Strategi Penerjemahan (Strategi Penerjemahan dengan Menggunakan Pola Khusus-Umum)
Bahasa Sumber
Bahasa sasaran
Bahasa Sumber
Bahasa sasaran
1. belati
2. sembilu
3. daun ketapang
4. wonosari
5. lampu sentir
knife
knife
leaves
indonesia
lamp
6. sanggul
7. kebaya
8. gayam
9. bengkarung
10. kerudung
hair
blouse
fruit
lizard
cover
57
LAMPIRAN 8: Strategi Penerjemahan (Strategi Penerjemahan Dengan Menggunakan Kata Serapan)
8a: Kata Serapan Dengan Modifikasi
Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
1. wolon
2. batara sri
Wolon, the resting period
lady sri, the goddess of rice
8b: Kata Serapan Tanpa Modifikasi
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
Bahasa Sumber
Bahasa Sasaran
1. manggis
2. saptagangga
3. jaba
4. wesia
manggis
saptagangga
jaba
wesia
5. sateria
6. sengguhu
7. gamelan
8. dangdut
sateria
sengguhu
gamelan
dangdut
58
LAMPIRAN 9: Strategi Penerjemahan (Dimodifikasi Dengan Ciri dan Bentuk)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
kapur sirih
2. lumbung
3. ikat kepala cara buleleng
4. sundari
a wad of betel
the raised rice barn
a head cloth
a magic of bamboo singing
59
LAMPIRAN 10: Strategi Penerjemahan (Transposisi)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. tepak sirih
2. kerama desa
3. sabung ayam
4. kuda lumping
betel box
village elder
cockfight
straw horse
60
LAMPIRAN 11: Strategi Penerjemahan (Dimodifikasi dengan Pernyataan
Fungsi)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. guci tuak
2. kain kafan
3. bulang
4. senteng
jars of coconut wine
funeral/burial clothe
breast clothe
waist cloth
61
LAMPIRAN 12: Strategi Penerjemahan (Pentransferan)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. keris
2. mantera
3. rotan
kris
mantra
rattan
62
LAMPIRAN 13: Strategi Penerjemahan (Dimodifikasi Dengan Bentuk dan
fungsi)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
balai-balai the sleeping platform
LAMPIRAN 14: Strategi Penerjemahan (Pola Umum-Khusus)
Bahasa Sumber Bahasa Sasaran
1. (pencari) beling
2. kain lepas
bottle (collector)
sarong
63
64
65