strategi guru pendidikan agama islam (tunanetra)...
TRANSCRIPT
i
STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(TUNANETRA) DALAM PEMBELAJARAN BACA
TULIS AL QURAN PADA ANAK TUNANETRA DI
SLB WANTUWIRAWAN SALATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
MILKHATUNNIKMAH
NIM: 111-12-068
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
“Orang yang tidak mengetahui dan mensyukuri nikmat
Allah berupa indera adalah orang yang tidak
mengetahui sumber kehidupan yang amat besar”
(Abbas As-Siisy)
vii
PERSEMBAHAN
Segenap rasa syukur dari hati yang paling dalam
terselesainya skripsi ini, saya persembahkan kepada:
Untuk kedua orang tuaku Ayahanda Joko Siswanto
dan Ibunda Juwarni yang tak kenal lelah memberikan
doa, semangat dan bimbingannya hingga saat ini.
Sehingga aku mampu melangkah jauh kedepan dan
menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Untuk kakak dan adikku , Mba Hesti Vita Sari, Mas’ud,
Kakakku Saechudin, Mba Muntamah dan saudara-
saudaraku keluarga besar Materojo yang selalu
memberi doa dan dukungan dalam segala hal.
Untuk seluruh sahabatku satu angkatan, satu
perjuangan yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu
yang selalu memberi bantuan, dukungan, dan motivasi
setiap langkahku.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “STRATEGI GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TUNANETRA) DALAM
PEMBELAJARAN BACA TULIS AL QURAN PADA ANAK TUNANETRA
DI SLB WANTUWIRAWAN SALATIGA TAHUN AJARAN 2015/2016”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
ix
4. Ibu Dr. Hj. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. selaku Pembimbing Akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepala sekolah, guru, dan siswa SLB WANTUWIRAWAN Salatiga yang
telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di
sekolah tersebut.
8. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 31 Agustus 2016
Penulis
Milkhatunnikmah
NIM. 111-12-068
x
ABSTRAK
Milkhatunnikmah, 2016. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra)
dalam Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB
Wantuwirawan Salatiga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.Pembiming Dr. Hj. Lilik Sriyanti M.Si.
Kata kunci : Strategi dan Tunanetra
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi yang digunakan guru
PAI berkebutuhan khusus dalam pembelajaran BTA pada anak tunanetra sesuai
dengan kompetensi siswa pada pendidikan menengah atas di SLB Wantuwirawan
Salatiga.
Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1) Strategi
yang digunakan oleh guru PAI (tunanetra)?, 2) Bagaimana pelaksanaan dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran, problematika yang dihadapi, dan Solusi yang
pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga ?.
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi
lapangan, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Subyek penelitian
adalah Guru PAI, Kepala Sekolah, dan siswa tingkat menengah atas di SLB
Wantuwirawan Salatiga.
Hasil dari penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa 1) strategi
pembelajaran baca tulis Al Quran yang diterapkan oleh guru PAI (low vision) di
SLB Wantuwirawan berbeda dengan guru – guru PAI pada umumnya yaitu
dengan menggunakan strategi yang berpusat pada siswa dengan prinsip individual
dan lebih memilih duduk di tempat dekat siswa. Metode yang digunakan adalah
metode ceramah, praktek dan metode diskusi, 2) Pelaksanaan yang terstruktur dari
awal pengenalan huruf hijaiyah sampai tajwid dengan menggunakan media Al
Quran braille, riglet dan buku braille secara bergantian berdasarkan kemampuan
siswa dengan cara mendikte. Memberlakukan simakan bagi yang sudah membaca
dengan bimbingan satu per satu dan perkata bukan per ayat, adanya diskusi agar
siswa tidak merasa jenuh, memberikan masukan terhadap hasil siswa setiap
selesai pembelajaran, memberikan motivasi dan reward, Problematika yang
muncul dalam proses pembelajaran berasal dari siswa karena masih kurang dalam
perabaan, sulitnya menghafal tajwid, dan pengucapan huruf hijaiyah, kesulitan
menulis dengan reglet, sering lupa dengan tugas, sedangkan guru karena
keterbatasan melihat membuat guru kurang begitu menguasai kelas dan
pemantauan terhadap siswa. Solusi untuk mengatasi problematika, siswa
memperbanyak latihan baik menulis maupun membaca dengan cara
memanfaatkan waktu jam pelajaran yang kosong, mengadakan lomba ketika
pesantren kilat dengan menghafal surat pendek, ada bimbingan tersendiri bagi
siswa yang belum bisa, sedangkan guru sering bekerjasama dengan guru lain dan
mengikuti latihan baik tingkat kota maupun provinsi.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ........................................................................... 7
F. Metode Penelitian .......................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 16
A. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 18
B. Landasan Teori ............................................................................... 20
xii
1. Strategi Mengajar.. ............................................................. 20
2. Guru Pendidikan Agama Islam...... .................................... 25
3. Pembelajaran Baca Tulis Al Quran.......... .......................... 28
4. Tunanetra............................................................................ 32
5. Pembelajaran bagi Anak Tunanetra. .................................. 35
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ......................... 39
A. Paparan Data SLB Wantuwirawan Salatiga .................................. 39
B. Temuan Penelitian ......................................................................... 50
1. Strategi Guru PAI Berkebutuhan Khusus dalam Pembelajaran
Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan
Salatiga .................................................................................... 50
2. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca
Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan
Salatiga .................................................................................... 54
BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................. 63
A. Strategi Guru PAI Berkebutuhan Khusus di SLB Wantuwirawan
Salatiga .......................................................................................... 63
B. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca
Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga
....................................................................................................... 70
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 76
A. Kesimpulan.................................................................................... 77
B. Saran .............................................................................................. 79
xiii
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80
RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 83
LAMPIRAN-LAMPIRAN. ..............................................................................
xiv
DAFTAR BAGAN / TABEL
Bagan 3.1 Struktur Organisasi SLB Wantuwirawan Salatiga .......................... 43
Tabel 3.2 Daftar Guru ...................................................................................... 46
Tabel 3.3 Daftar Barang/ Perkakas .................................................................. 49
Tabel 3.4 Daftar Sarana Ibadah ........................................................................ 50
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Hasil Wawancara
5. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al Quran merupakan kitab suci yang dijadikan sebagai pegangan
hidup umat Islam sedunia yang diturunkan kepada Rasulullah SAW untuk
seluruah umat manusia. Al Quran mengajarkan kepada manusia tentang
akidah tauhid juga mengajarkan manusia tata cara beribadah kepada Allah
untuk membersihkan sekaligus menunjukkan kepada manusia kebaikan
dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatannya. Berbagai kemuliaan
yang ada di dalam Al Quran seluruh umat muslim diperintahkan untuk
mempelajari Al Quran yang dimulai dengan belajar membaca,
mengartikan, menafsirkan, menulis, dan mengamalkan Al Quran dalam
kehidupan. Seperti yang telah ditegaskan dalam firman Allah QS Al A’la :
1-5
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia
telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan
perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tdak
diketahuinya.
Jelas dari ayat di atas bahwa Allah memerintahkan umatNya untuk
belajar salah satunya dengan cara membaca. Membaca adalah pintu
gerbang ilmu pengetahuan dimana dengan membaca segala informasi
2
dapat diperoleh dengan indera kemudian dicerna oleh otak dan
memberikan respon untuk diaplikasikan. Apalagi mempelajari Al Quran
dengan berbagai kemuliaan yang dapat diamalkan sehingga mendapat
pahala dari Sang Maha Segalanya. Untuk dapat mempelajari Al Quran
yang pertama dilakukan umat muslim adalah dengan membaca bagi yang
mereka memiliki kemampuan melihat dengan indera penglihatan normal.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang memiliki keterbatasan penglihatan
ketika akan mempelajari Al Quran. Padahal pendidikan membaca bukan
hanya diperuntukan untuk anak yang normal, lalu bagaimana untuk anak
yang berkebutuahan khusus, seperti anak yang tidak dapat melihat.
Mereka yang memiliki keterbatasan tentu membutuhkan bantuan orang
lain untuk dapat melakukan aktivitas yang dikehendaki. Dengan adanya
anak yang memiliki keterbatasan banyak dari mereka yang masuk
kesekolah – sekolah karena sadar akan pendidikan. Allah juga berjanji
akan meninggikan derajat – derajat orang yang berilmu seperti yang telah
dijelaskan dalam QS. Al Mujadilah : 11
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
3
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Islam menganggap pendidikan begitu penting, maka seluruh umat
Allah diwajibkan mencari ilmu sejak dari dalam kandungan sampai akhir
hayat, dan dalam keadaan apapun termasuk bagi anak yang memiliki
kekurangan dari segi fisik maupun psikis (anak berkebutuhan khusus).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Heward adalah anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik
(Suharlina &Hidayat,2010 :5).
Hak pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ditekankan dalam
UU Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, meliputi jenjang,
jalur, satuan, bakat , minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. UU
Nomor 4 tahun 1997 pasal 12 juga mewajibkan lembaga – lembaga
pendidikan umum menerima para ABK sebagai siswa (Santoso, 2010
:136). Dengan adanya undang – undang yang ada untuk ABK merupakan
bentuk perhatian pemerintah terhadap pendidikan ABK sama dengan anak
lain pada umunya.
Allah tidak mebeda – bedakan ketika melihat hambaNya dalam
belajar, semuanya sama. Allah menciptakan semua makhluk mempunyai
maksud dan tujuan serta adanya hikmah yang dapat diambil para
hambaNya. Sebagai umat muslim, wajib baginya untuk mempelajari Al
Quran karena Al Quran kitab suci sekaligus menjadi pedoman hidup umat
Islam.
4
Belajar Al Quran dilakukan sejak dini, dengan segala usaha untuk
memperoleh pendidikan Al Quran diantaranya datang ke masjid belajar
dengan guru ngaji, adanya tempat pendidikan Al Quran yang begitu
banyak dijalankan di masjid – masjid saat ini. Tak kalah pentingnya di
sekolah sekarang memberikan pendidikan Al Quran kepada anak didik
supaya lebih memahami kandungan dalam Al Quran dan tentu menjadi
penghargaan tersendiri ketika anak mampu membaca dengan tartil,
menulis ayat suci Al Quran dengan indah bahkan menjadi juara dalam
lomba. Belajar membaca dan menulis Al Quran juga diperuntukkan bagi
anak yang memiliki hambatan, seperti anak yang mempunyai hambatan
penglihatan tetap belajar dengan keadaan dan kemampuan yang dimiliki.
Di Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan Salatiga yang terletak di
Jalan Argoboga 282 Salatiga ini telah menerima berbagai anak yang
memiliki dengan keterbatasan seperti anak tunarungu, tunanetra,
tunadaksa, dan tunagrahita. Mereka semua diberikan pendidikan Agama
Islam bagi yang muslim bahkan peserta didik tunanetra sudah menjuarai
MTQ sekota Salatiga, terbukti sekolah luar biasa ini memiliki cara
tersendiri yang diperuntukkan untuk peserta didiknya, khususnya
diperoleh dari guru itu sendiri yang tak lepas bekerja sama dengan
lembaga dan wali murid. Menurut Depag RI Pendidikan Agama Islam
adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak
setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran –
ajaran Islam serta menjadikannya sebagai way of life (jalan hidupnya)
5
(Majid,2012 :21). Agama Islam tak lepas dari kitab sucinya yaitu Al
Quran, maka sebagai guru Pendidikan Agama Islam dalam penyampaian
pembelajaran agama Islam tidak lepas dari pendidikan Al Quran dengan
berbagai cara dalam penyampaiannya, demi kesuksesan anak didiknya
dalam mempelajari Al Quran.
Adanya penghargaan tersendiri ketika guru agama Islam yang
mendidik juga memiliki keterbatasan dalam melihat bisa menyampaikan
materi agama Islam kepada anak didik di sekolah luar biasa termasuk
mengajar bagaimana membaca dan menulis Al Quran bagi anak yang
berkebutuhan khusus pasti memerlukan usaha keras untuk bisa
berinteraksi dan mendidik anak agar berhasil dengan hambatan yang
dimiliki anak. Maka disini penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(TUNANETRA) DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL
QURAN (BTQ) PADA ANAK TUNANETRA (STUDI KASUS SLB
WANTU WIRAWAN SALATIGA )
B. Fokus Penelitian
Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Strategi apa yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra)
dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB
Wantu Wirawan Salatiga?
6
2. Bagaimana pelaksanaan, problematika dan solusi dalam pembelajaran
baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan
Salatiga?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui strategi guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB
Wantuwirawan.
2. Mengetahui pelaksanaan, problematika, dan solusi dalam pembelajaran
baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB Wantuwirawan
Salatiga.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi yang jelas tentang
strategi guru Pendidikan Agama Islam berkebutuhan khusus dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra, sehingga dapat
memberikan manfaat :
1. Secara teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra.
b. Diharapkan penelitian ini memberikan pengetahuan tentang strategi
guru Pendidikan Agama Islam berkebutuhan khusus dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra.
7
2. Secara praktis
a. Sebagai masukan pada orang tua untuk meningkatkan pengetahuan
baca tulis Al Quran pada anak tunanetra.
b. Sebagai masukan pada guru untuk memperbaiki proses pembelajaran
baca tulis Al Quran pada anak tunanetra.
E. Penegasan istilah :
Untuk menghindari salah pengertian dan salah penafsiran pada judul
diatas, perlu penulis jelaskan sesuai dengan interprestasi yang
dimaksudkan:
1. Strategi
Strategi pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer
saja, tetapi kemudian berkembang ke berbagai bidang yang bebeda
seperti strategi bisnis, olah raga, catur, ekonomi, pemasaran,
perdagangan, manajemen strategi dan pendidikan. Sedangkan dalam
kamus Psikologi, strategi adalah (Kartono, 2000: 488).
a. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah.
b.Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan permasalahan.
2. Guru Pendidikan Agama Islam
Pendidik adalah sebutan lain dari seorang guru. Guru adalah suatu
jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi profesional
(Hamalik, 1991 :9). Menurut Asdiqoh (2013 :17) Guru adalah orang
yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik, guru
8
adalah seorang arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak
didik, guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap
yangdapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan
negara.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam
mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al
Quran, dan Al Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman (Majid, 2014 :11).
Dapat diambil kesimpulan guru Pendidikan Agama Islam adalah
seseorang yang memiliki tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa
dengan menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Disini yang dimaksudkan
guru pendidikan Agama Islam dalam penelitian ini adalah guru yang
memiliki keterbatasan melihat (tunanetra) akan tetapi masih bisa
melihat dengan samar – samar dengan kata lain low vision. Guru
tersebut mengajar anak didik dari SD sampai SMA di SLB
Wantuwirawan Salatiga.
3. Pembelajaran Baca Tulis Al Quran bagi Tunanetra
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan pelayanan khusus
diperuntukan bagi siswa (peserta didik) (Tohirin, 2008:18) . menurut
Gagne dan Brigga dalam (Majid, 2012 :269) pembelajaran adalah
9
rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi pembelajaran sehingga
proses belajar dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran adalah
suatu proses komunikasi dalam aktivitas pendidikan (Majid, 2012:
265). Membaca Al Quran adalah kegiatan melafalkan ayat – ayat Al
Quran dengan tartil serta mengamalkan dalam kehidupan (Khaled, 2011
:274). Jadi pembelajaran baca tulis Al Quran adalah pelayanan
mendidik kepada peserta didik dengan menulis dan melafalkan ayat Al
Quran dengan tartil. Di SLB Wantuwirawan ini pembelajaran baca tulis
Al Quran bagi anak tunanetra ini menggunakan Al Quran Braille
dengan mengandalkan indera perabaan untuk dapat membaca Al Quran
dengan menerapkan sistem “simakan” dan prinsip individual.
4. Anak tunanetra
Tunanetra adalah gangguan daya penglihatan berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, menurut Somantri tunanetra tidak hanya
ditujukan kepada orang buta, tetapi juga mencakup mereka yang
hanya mampu melihat secara terbatas sehingga cukup menghambat
kegiatan sehari – hari terutama belajar (Putranto, 2015 :95). Anak
tunanetra yang dijadikan objek penelitian adalah anak yang duduk di
Sekolah Menengah Atas di SLB Wantuwirawan Salatiga.
F. Metode penelitian :
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan penelitian ini jika ditinjau dari segi tempat
penelitian, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Sebab
10
data – data yang dikumpulkan dari lapangan terhadap obyek yang
bersangkutan yaitu guru yang mempunyai kebutuhan khusus di
sekolah luar biasa Wantuwirawan jika dilihat dari pendekatan
penelitian maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif
yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematis
mengenai fakta – fakta yang ditemukan di lapangan yang bersifat
verbal, kalimat, keadaan, dan tidak berupa angka yang terjadi di SLB
Wantuwirawan.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, seacara holistik
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moleong, 2009:6).
2. Kehadiran peneliti
Peneliti kualitatif kedudukan peneliti sebagai instrumen utama.
Kehadiran peneliti dilapangan untuk melakukan pengamatan dan
wawancara mendalam untuk mendapatkan data dari informan yang
diperlukan peneliti guna untuk melengkapi data penelitian. Penelitian
ini peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa mewakilkan
kehadirannya pada orang lain agar data dari informan didapat secara
akurat.
11
3. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Wantuwirawan, tepatnya di
Jalan Argoboga 282 Salatiga, Jawa Tengah. Adapun strata
pendidikan mencakup : TKLB (Taman kanak Luar Biasa), SDLB
(Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa), SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa). Objek
yang digunakan oleh peneliti adalah SMALB Wantuwirawan
Salatiga.
4. Sumber data
a. Data primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan
oleh peneliti dari sumber pertanyaan (Suryabrata, 2003 :39).
Sumber data langsung yang peneliti dapatkan berasal dari
lembaga SLB Wantu Wirawan, guru, serta informan yang bisa
membantu berlangsungnya dalam usaha pengumpulan data ini.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah tersusun dan
sudah dijadikan dalam bentuk dokumen – dokumen
(Suryabrata, 2003 :40). Peneliti menggunakan data sekunder
berupa dokumen – dokumen grafis untuk memperkuat dan
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui arsip,
dokumen, dan catatan dari sekolah SLB Wantuwirawan
12
Salatiga. Data tersebut diambil supaya laporan yang diperoleh
benar – benar valid.
5. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah :
a. Observasi
Observasi sering diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dari sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki,
(Sutrisno,2005:136). Metode observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan yang digunakan dengan mengadakan pengamatan
fenomene-fenomena yang dijadikan pengamatan.
Peneliti mengamati dan mencatat gejala yang tampak pada
objek pnelitian. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan data
mengenai kondisi lembaga, proses belajar, guru, fasilitas, dan
letak geografis yang terdapat di SLB Wantu Wirawan.
b. Wawancara
Wawacara adalah percakapan dengan maksud tetentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwwancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2009 :186) . Teknik wawancara yang digunakan
adalah wawancara terbuka yaitu wawancara yang dilakukan
13
peneliti dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang
tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan yang
mengundang jawaban terbuka (Emzir, 2011 :51). Peneliti
mewawancarai informan untuk menggali data mengenai
strategi guru berkebutuhan khusus dalam pembelajaran baca
tulis Al Quran pada anak tunanetra. Informan yang
diwawancarai diantaranya kepala sekolah, guru PAI, dan anak
tunanetra yang dijadikan informan adalah anak dengan jenjang
SMA yang duduk dikelas satu dan dua karena jumlah siswa
yang terbatas.
c. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya
barang – barang tertulis (Arikunto, 1993 :149) . Peneliti
mencari data mengenai hal – hal yang berkaitan dengan objek
penelitian untuk memberikan bukti gambaran adanya kegiatan
pembelajaran baca tulis Al Quran yang dilaksanakan di SLB
Wantuwirawan. Dokumentasi ini meliputi foto kegiatan
pembelajaran BTA, selain foto dokumentasi yang berupa data
arsip sekolah.
6. Analisis data
Menurut Bogdan & Biklen analisis data kualitatif adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
14
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain
(Moleong, 2009 :248). Berdasarkan hasil pengumpulan data,
selanjutnya peneliti akan melakukan analisa dan pembahasan
secara deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh disusun
sedemikian rupa sehingga dikupas secara runtut.
7. Pengecekan keabsahan data
Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh
peneliti melakukan beberapa upaya, disamping menanyakan
langsung pada subjek, peneliti juga beupaya mencari jawaban dari
sumber lain.
Keabsahan data merupakan konsep penting yang
diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan
(realibilitas). Dalam penelitian ini , peneliti mendasarkan pada
prinsip objektifitas, yang dinilai dari validitas dan reliabilitasnya.
Validitas dibuktikan dengan dimilikinya kredibilitas temuan
beserta penafsirannya, yaitu agar penemuan dan penafsirannya
sesuai yang sebenarnya dan temuan disetujui oleh subjek yang
diteliti. Reliabilitas diperoleh dari konsistensi temuan penelitian
yang diperoleh dari para subjek / informan.
Peneliti mengupayakan keabsahan data dengan cara
mendalami wawancara secara kontinyu, sambil mengenali subjek
dan memperhatikan suatu peristiwa secara lebih cermat. Hasil
15
analisis sementara selalu dikonfirmasikan dengan informasi baru
yang diperoleh dari sumber lain. Prosedur ini juga dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik yang berbeda, misalnya observasi,
wawancara, dan dokumentasi, yang masing – masing dibandingkan
sebagai upaya pengecekan temuan.
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data
diantaranya
a. Keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten
interprestasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses
analisis yang konstan atau tentatif. Memungkinkan peneliti
terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor – faktor
kontekstual dan pengaruh bersama pada peneliti dan subjek
yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti (Moleong,
2009 :329).
b. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Dengan triangulasi peneliti
dapat me -recheck temuannya dengan jalan membandingkannya
dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Maka peneliti dapat
melakukan denagn jalan :
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.
2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data.
16
3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan
kepercayaan data dapat dilakukan (Moleong, 2009 :330).
8. Tahap – tahap penelitian
Tahap – tahap penelitian pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini mengkaji buku – buku yang
berkaitan dengan strategi guru Pendidikan Agama Islam
(tunanetra) dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak
tunanetra.
b. Tahap penelitian di lapangan
Setelah mengetahui bagaimana pembelajaran baca tulis Al
Quran pada anak tunanetra maka peneliti melakukan wawancara
langsung kepada kepala sekolah dan guru.
c. Tahap analisis dan pelaporan
Peneliti mengkaji antara informasi yang terdapat dalam
buku mengenai pembelajara baca tulis Al Quran dengan data
yang diperoleh di lapangan. Setelah data terkumpul maka
dilakukan penilaian secara selektif dan disesuaikan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian.
17
G. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusun untuk
mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi.
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan
Bab II strategi guru Pendidikan Agama Islam, pembelajaran baca
tulis Alquran , anak tunanetra.
Bab III merupakan paparan data dan temuan penelitian meliputi :
deskripsi letak geografis SLB Wantu Wirawan, dan hasil penelitian.
Bab IV merupakan analisis data yang meliputi strategi guru
pendidikan Agama Islam berkebuthan khusus dalam pembelajaran baca
tulis Al Quran pada SLB Wantu Wirawan Salatiga beserta pelaksanaan,
hambatan yang dihadapi dan solusi.
Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya ditemukan beberapa hasil penelitian yang
hampir sama dengan penelitian ini yang berkaitan dengan anak
berkebutuhan khusus diantaranya terdapat judul penelitian Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada siswa penyandang autis di SMPLB N
Salatiga tahun pelajaran 2013/2014 yang ditulis oleh Fitriyah tahun 2014
yang menjelaskan bahwa sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam
pada siswa autis di SMPLB Negeri Salatiga berpedoman pada kurikulum
KTSP dengan modifikasi guru dengan materi yang disampaikan bersifat
praktis dengan beberapa metode seperti ceramah, quantum teaching, tanya
jawab, praktek, dan keteladanan yang menunjukkan siswa autis sudah
menjalankan ritual keagamaan dalam keseharian dan berperilaku seperti
tuntunan agama.
Selanjutnya terdapat judul Metode Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada siswa Tuna Rungu di SLBN Kec. Kowangan Kab. Temanggung
tahun 2014 yang ditulis oleh Fatmawati tahun 2014. Skripsi ini
menjelaskan metode artikulasi dan metode latihan yang digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dimana metode tersebut sama
dengan sekolah umum tetapi berbeda dalam pengaplikasiannya.
Kemudian terdapat lagi judul Implementasi Pendidikan Agama Islam
bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi SMP N 4 Mojosongo
19
Boyolali tahun pelajaran 20123/2014 yang ditulis oleh Widiastuti tahun
2014. Dalam tulisan ini menjelaskan bagaimana pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang
mempunyai kesultan belajar di sekolah inklusi dimana anak berkebutuhan
khusus berbaur jadi satu dengan anak normal lainnya. Penelitian ini
membahas pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
diawali dari penyususunan perencanaan, pengukuran, dan penyusunan
program yang sesuai bagi anak yang bersangkutan. Pembelajaran ABK
yang dilaksanakan disekolah inklusi sendiri melalui pelayanan individual
yaitu sering didekati dan diberi pertanyaan agar tidak tertinggal dengan
anak lainnya.
Dari beberapa judul yang sudah ada penulis mencoba menyudutkan
dengan fokus penelitian yang berbeda yaitu Strategi Guru Pendidikan
Agama Islam Berkebutuhan Khusus dalam Pembelajaran Baca Tulis Al
Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan Salatiga. Penelitian
ini hampir sama dengan penelitian – penelitian sebelumnya yang
membahas pembelajaran PAI pada anak autis dengan kurikulum KTSP,
metode pembelajaran PAI pada anak tunarungu dengan metode artikulasi
dan latihan, dan implementasi PAI anak berkebutuhan khusus yaitu anak
dengan kesulitan belajar dalam sekolah inklusi melalui pelayanan
individual. Bahwa yang membedakan dalam penelitian ini membahas cara
atau langkah – langkah yang ditempuh seorang guru yang memiliki
keterbatasan dalam melihat dalam proses pembelajaran baca tulis Al
20
Quran pada anak tunanetra bukan pembelajaran Agama Islam secara
mengglobal jika sebelumnya pada anak autis,tunarungu, anak kesulitan
belajar, maka penelitian ini khususnya kepada anak tunanetra.
B. Landasan Teori
1. Strategi Mengajar
Strategi sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “ Strategy” yang
oleh As Hornby dalam Oxford Advance Learners Dictionary (Oxford
University Press,1997 p 870) disebutkan sebagai “the art of planning
operations in war, expecially of the movements of armies and navies
into favourable positions for fighting” yang artinya “ seni dalam
gerakan – gerakan pasukan darat dan laut untuk menempati posisi –
posisi yang menguntungkan alam pertempuran”. Strategi juga berasal
dari bahasa Yunani “strategia” yang artinya “the art of the general”
seninya seorang jenderal / panglima (Darwis dkk, 1998 :195)
Beberapa pengertian strategi menurut para ahli, antara lain :
a. Menurut Pearce dan Robinson
Strategi menurut mereka adalah rencana main dari suatu
perusahaan, yang mencerminkan kesadaran suatu perusahaan
mengenai kapan, dimana dan bagaimana ia harus bersaing dalam
menghadapi lawan dengan maksud dan tujuan tertentu.
b. Menurut Johnson dan Scholes
Strategi ialah arah dan ruang lingkup dari sebuah organisasi
atau lembaga dalam jangka panjang., yang mencapai keuntungan
21
melalui konfigurasi dari sumber daya dalam lingkungan yang
menantang, demi memenuhi kebutuhan pasar dan suatu
kepentingan.
c. A.Halim
Strategi merupakan suatu cara dimana sebuah lembaga atau
organisasi akan mencapai tujuannya sesuai peluang dan ancaman
lingkungan eksternal yang dihadapi serta kemampuan internal dan
sumber daya.
Strategi adalah (Kartono, 2000: 488) :
1. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk
mencapai tujuan - tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu
masalah.
2. Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan -
permasalahan.
Strategi ini jika dimasukkan dalam dunia pendidikan secara makro
dalam skala global, strategi merupakan kebijakan – kebijakan, yang
mendasar dalam pengembangan pendidikan sehingga tercapai tujuan
pendidikan secara lebih terarah, lebih efektif dan efisien. Jika dilihat
secara mikro dalam strata operasional khususnya dalam proses belajar
mengajar maka pengertiannya adalah langkah – langkah tindakan
yang mendasar dan berperan besar dalam proses belajar mengajar
untuk mencapai sasaran pendidikan (Darwis dkk, 1998 :196).
22
Menurut Newman dan Logan dalam proses belajar mengajar
terdapat empat strategi dasar (Darwis dkk, 1998 :196) :
1. Pengindentifikasian dan penetapan spesifikasi dari kualifikasi
tujuan yang akan dicapai dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
2. Pertimbangan dan pemilihan cara pendekatan utama yang dianggap
ampuh untuk mencapai sasaran.
3. Pertimbangan dan penetapan langkah – langkah yang ditempuh
sejak titik awal pelaksanaan sampai titik akhir pencapaian sasaran.
4. Pertimbangan dan penetapan tolak ukur untuk mengukur taraf
keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dijadikan sasaran.
Agar suatu susunan strategi dapat berfungsi maksimal diperlukan
tahapan atau rincian sebagai berikut :
1. Perumusan strategi
Perumusan strategi adalah proses memilih tindakan
utama (strategi) untuk mewujudkan misi organisasi. Proses
mengambil keputusan untuk menetapkan strategi seolah-olah
merupakan konsekuensi mulai dari penetapan visi-misi, sampai
terealisasinya program.
23
2. Perencanaan Tindakan
Langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi
yang telah ditetapkan adalah pembuat perencanaan strategi. Inti
dari apa yang ingin dilakukan pada tahapan ini adalah
bagaimana membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana
kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan
arahan (visi, misi, goal) dan strategi yang telah ditetapkan
organisasi.
3. Implementasi
Untuk menjamin keberhasilan strategi yang telah
berhasil dirumuskan harus diwujudkan dalam tindakan
implementasi yang cermat. Strategi dan unsur - unsur organisasi
yang lain harus sesuai, strategi harus tercermati pada rancangan
struktur budaya organisasi, kepemimpinan dan sistem
pengelolaan sumber daya manusia. Karena strategi
diimplementasikan dalam suatu lingkungan yang terus berubah,
maka implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan.
Dalam proses pembelajaran, tidak lepas dari strategi yang
digunakan oleh guru demi terlaksananya proses kegiatan belajar mengajar
yang lebih efektif dan efisien. Beberapa strategi pembelajaran menurut
(Iskandarwasit dan Sunendar, 2015 :26) :
24
1. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Pengajar
Pengajar harus berusaha mengalihkan pengetahuannya kepada
peserta didik dan menyampaikan keterangan atau informasi sebanyak –
banyaknya kepada peserta didik. Teknik pembelajaran ini adalah teknik
ceramah. Teknik team teaching, teknik sumbang saran, teknik
demonstransi, dan teknik antar disiplin.
2. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik
Tujuan mengajar adalah membelajarkan peserta didik. Strategi
yang berpusat pada peserta didik adalah strategi pembelajaran yang
memberi kesempatan seluas – luasnya kepada peserta didik untuk aktif
dan berperan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini
pengajar sebagai fasilitator. Teknik yang digunakan diantaranya adalah
inkuiri, teknik satuan pengajaran, teknik advokasi, teknik eksperimen,
dan teknik penemuan.
3. Strategi Pembelajaran yang Berpusat pada Materi Pengajaran
Strategi yang berpusat pada materi ini disebut juga dengan material
center strategis bertitik tolak dari pendapat yang mengemukakan bahwa
belajar adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai informasi.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi berkembang seiring
dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
disertai arus globalisasi yang berakibat pengajar tidak lagi menjadi satu-
25
satunya sumber informasi. Teknik yang digunakan diantaranya adalah
tutorial, modular, terpadu, dan demonstrasi.
Jadi strategi mengajar adalah cara atau metode yang dilaksanakan
guru dalam mencapai sebuah tujuan dengan melihat peluang yang
sesuai untuk memberikan informasi (mengajar) kepada peserta didik
dengan menggunakan teknik tertentu.
2. Guru Pendidikan Agama Islam
Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau
memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas (Asdiqoh,
2013 :38). Dari pengertian tersebut berarti guru merupakan orang
yang berkecimpung didalam lingkungan pendidikan yang bertugas
menyampaikan ilmu kepada peserta didik guna membentuk pribadi
yang unggul. Menjadi guru tidaklah hanya sekedar memiliki ilmu
mata pelajaran saja tapi harus memenuhi berbagai syarat untuk
menjadi seorang guru. Menurur Zakiah Daradjat menjadi guru
harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain (Asdiqoh, 2013
:38) :
1). Takwa kepada Allah SWT
Menjadi seorang guru harus bertakwa kepada Allah
dengan melakukan segala apa yang di perintahkan dan
meninggalkan segala yang di larangNya sehingga bisa
memberikan arahan kepada peserta didik untuk bertakwa
kepada Allah.
26
2). Berilmu
Menjadi sosok yang berilmu adalah salah satu kunci yang
penting dimiliki guru supaya dapat menyampaikan materi
kepada peseta didik
3). Sehat jasmani
Kesehatan jasmani merupakan hal yang begitu penting bagi
seorang guru, ketika guru mengalami sakit maka tidak bisa
menyampaikan materi secara maksimal..
4). Berkelakuan baik
Guru yang memiliki perilaku yang baik bisa
menjadikan teladan tersendiri bagi peserta didik. Maka
memiliki perilaku baik menjadi salah satu syarat menjadi
seorang guru.
Menjadi seorang guru salah satu syaratnya adalah bertakwa
kepada Allah. Apalagi menjadi guru Pendidikan Agama Islam yang
tugasnya menyampaikan materi keagamaan Islam yang didalamnya
menyampaikan perihal ibadah kepada Allah sesuai dengan Al Quran
dan As Sunah. Pendidikan Agama Islam menurut kurikulum PAI (
Majid, 2012 :11) adalah:
Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani,
bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari sumbernya kitab suci Al Quran dan Al
Hadist melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman disertai dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
27
kerukunan antar umat beragama dalam msyarakat hingga
terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Menyampaikan materi pendidikan Agama Islam merupakan tugas
pokok seorang guru PAI. Tetapi tidak semua memiliki fisik yang
sempurna, ada yang memiliki keterbatasan dalam inderanya yang
sering disebut orang dengan kebutuhan khusus. Orang berkebutuhan
khsusus adalah yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi,
dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran khusus (Kosasih,
2012 :1).
Maka guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang
bertugas mengajar dan mendidik peserta didik dengan keahlian khusus
berdasarkan kemampuan yang dimiliki dalam mengenalkan dan
memahami serta mengaplikasikan agama Islam sesuai dengan Al
Quran dan Al Hadist supaya bertakwa kepada Allah.
b. Tugas Guru
Menjadi seorang guru tentu memiliki tugas tertentu yang harus
di penuhi supaya hak seorang peserta didik terpenuhi dengan baik.
Berikut tugas guru menurut Koestiyah (Asdiqoh, 2013 :20)
diantaranya:
1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa
kepandaian, kecakapan dan pengalaman – pengalaman.
2) Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai etika – etika
dan dasar negara kita Pancasila.
3) Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik.
28
4) Sebagai perantara dalam belajar. Didalam proses belajar. guru
mnjadi perantara dan anak harus berusaha sendiri.
5) Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik
kearah kedewasaan.
6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
7) Sebagai penegak disiplin.
8) Guru sebagai perencana kurikulum.
9) Guru sebagai pemimpin.
10) Guru sebagai sponsor anak, yaitu ikut dalam segala kegiatan
anak.
3. Pembelajaran Baca Tulis Al Quran
Menurut Nata pembelajaran secara sederhana dapat diartikan
sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan
spritual sorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri
(Fathurrohman dan Sulistyorini, 2012 :6). Sedangkan menurut
Gagne pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa sendiri
(Fathurrohman dan Sulistyorini, 2012 :9). Jadi pembelajaran adalah
usaha mempengaruhi seorang dengan serangkaian kegiatan yang
direncanakan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak
disampaikan oleh penulis melalui kata-kata/bahasa tulis sedangkan
29
Menulis adalah suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke
dalam lambang - lambang tulisan.
Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh
Allah SWT Tuhan Seru Sekalian Alam kepada junjungan kita Nabi
besar dan Rasul terakhir Muhammad saw melalui malaikat Jibril,
untuk diteruskan penyampaiaannya kepada seluruh umat manusia
di muka bumi ini sampai akhir zaman nanti (Wardhana, 2009 :46).
Al Quran adalah Kalam Allah yang bernilai mukjizat, yang
diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan
Malaikat Jibril diriwayatkan kepada umat dengan mutawatir.
Dari beberapa penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran baca tulis Al Quran adalah usaha seseorang dalam
proses memahami kata – kata atau bahasa Al Quran (kitab suci
umat Islam) dengan tata cara baca yang baik dan mencoba
menuangkan kata – kata Al Quran ke dalam tempat (kertas) berupa
tulisan arab sesuai dengan kaidah – kaidah bahasa Al Quran yang
benar untuk memperoleh makna Al Quran dengan tujuan
memperoleh manfaat dalam mempelajari Al Quran.
Berikut ini beberapa manfaat mempelajari, membaca, dan
mengamalkan Al Quran, diantaranya adalah :
1. Al Quran sebagai pedoman hidup manusia untuk menuntun
kepada jalan kebaikan dan keselamatan.
30
2. Al Quran sebagai penyejuk hati bagi siapa saja yang
membacanya.
3. Al Quran sebagai pelebur segala emosi dan amarah yang mampu
mendamaikan dan memberi ketenangan yang tidak dapat
dilukiskan atau digambarkan seperti halnya yang terjadi pada
Sayyid Quthb Rahimakumullah.
b. Adab Membaca Al Quran
Dalam pembelajaran baca tulis Al Quran terdapat beberapa adab
yang dipenuhi. Berikut adab membaca Al Quran (Ahsin, 1994 :32):
1. Membaca Al Quran sesudah berwudhu.
2. Membaca di tempat yang suci dan bersih.
3. Membaca dengan khusyu’, tenang dan hikmat.
4. Bersiwak, membersihkan mulut sebelum memulai membaca.
5. Membaca ta’awudz sebelum membaca ayat Al Quran.
6 Membaca basmalah pada setiap permulaan surah.
7. Membaca dengan tartil.
8. Tadabur / memikir terhadap ayat – ayat yang dibacanya.
9. Membacanya dengan jahr, yaitu dengan suara keras yang lebih
utama.
10. Membaguskan bacaannya dengan lagu yang merdu.
c. Tujuan Baca Tulis Al Quran
Al quran al karim , kitab suci umat islam yang memang
merupakan hudal lin naas atau petunjuk bagi seluruh umat manusia
31
tanpa memandang bangsa, suku atau golongan manusia (Wardhana,
2009 :50). Tujuan belajar Al Quran diantaranya adalah :
1) Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk
mencapai kebahagiaan hidup dunia akhirat.
2) Sumber motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk
meningkatkan kualitas hidup beragama, bermasyarakat,
danbernegara.
3) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan peserta didik dalam meyakini kebenaran ajaran
agama Islam, melanjutkan upaya yang telah dilaksanakan
dalam lingkungan keluarga maupun jenjang pendidikan.
4) Perbaikan, yaitu memperbaiki kesalahan – kesalahan dalam
keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam
kehidupan sehari – hari.
5) Pencegahan, yaitu mencegah hal – hal negatif dari
lingkungan atau budaya lain dan menuju manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
(http://asrofudin.blogspot.co.id/2010/05/tujuan-dan-fungsi-
mapel-quran-hadits.html diakses pada tanggal 21 Juli 2016
pada pukul 07.30).
32
4. Tunanetra
a. Pengertian tunanetra
Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya
(kedua - duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima
informasi dalam kegiatan sehari – hari seperti halnya orang awas
(Somantri, 2006 :65). Sedangkan menurut Putranto (2015 :95)
tunanetra merupakan gangguan daya penglihatan berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian. Jadi tunanetra adalah seseorang yang
mempunyai gangguan penglihatan yang bersifat sebagian atau
menyeluruh sehingga tidak memiliki fungsi dalam menerima
informasi setiap kegiatan.
Pada umumnya, yang digunakan sebagai ukuran seseorang
anak dikatakan tunanetra atau tidak ditentukan berdasarkan tingkat
ketajamannya penglihatannya. Seorang tunanetra apabila hanya
memiliki ketajaman penglihatan (visus) kurang dari 6/21 artinya
anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter di mana
orang awas mampu membacanya pada jarak 21 meter.
Anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
yaitu buta dan low vision. Dikatakan buta jika anak sama sekali
tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0)
dan dikatakan low vision bila anak masih mampu menerima
rangsang cahaya dari luar tetapi ketajamannya lebih dari 6/21 atau
33
jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar
(Somantri, 2006 :66).
b. Penyebab tunanetra
1) Faktor internal
Hal – hal yang termasuk faktor internal berkaitan erat
dengan keadaan bayi selama masih berada di dalam
kandungan, seperti gen (sifat pembawa keturunan), kondisi
psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan gizi, keracunan obat
,dan sebagainya (Putranto, 2015 :96). Jadi faktor internal
adalah keadaan yang terjadi sebelum dilahirkan dengan
berbagai macam gangguan yang dialami oleh kondisi ibu
selama mengandung.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal terjadi pada saat atau sesudah bayi
dilahirkan, seperti contoh kecelakaan, terkena penyakit sifilis
yang mengenai mata bayi saat dilahirkan, pengaruh alat bantu
medis saat melahirkan,serta peradangan mata akibat serangan
racun, bakteri, atau virus (Putranto, 2015 :97).
c. Berbagai perkembangan anak tunanetra
1) Perkembangan kognitif anak tunanetra
34
Akibat dari ketunanetraan, maka pengenalan atau
pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh
secara lengkap dan utuh akibatnya perkembangan kognitif
anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan
anak – anak normal umumnya (Somantri, 2006 :67). Indera
penglihatan adalah salah satu indera yang penting dalam
menerima informasi yang kemudian diteruskan ke otak dan
munculah persepsi dan pengertian berasal dari luar. Anak
tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan akan
memiliki hambatan dalam menerima informasi dan menjadi
terhambatnya perkemabangan kognitif anak.
2) Perkembangan motorik anak tunanetra
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat,
kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku
motorik diperlukan adanya koordinasi fungsional antara
neuromuscular system (sistem persyarafan dan otak) dan
fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif) , serta kesempatan
yang diberikan oleh lingkungan. Pada anak tunanetra mungkin
fungsi neuromuscular system nya tidak bermasalah tapi fungsi
psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan
tersendiri dalam perkembangan motoriknya (Somantri, 2006
:76). Untuk dapat berjalan saja seorang anak tunanetra harus
memiliki terlebih dahulu gerakan – gerakan psikomotorik yang
35
mendasarinya seperti berguling, terlentang, telungkup, duduk
dan berdiri dengan bebas baru kemudian berjalan.
3) Perkembangan emosi anak tunanetra
Anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan
dibandingkan dengan anak yang awas. Keterlamabatan ini
terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak
tunanetra dalam proses belajar, pada awal masa kanak – kanak
anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar
mencoba – coba untuk menyatakan emosinya namun hal ini
tetap dirasakan tidak efisien karena tidak dapat melakukan
pengamatan terhadap reaksi lingkungan secara tepat (Somantri
, 2006 :81).
5. Pembelajaran bagi Anak Tunanetra
Sebelum menerapkan pembelajaran pada anak tunanetra, guru
harus terlebih dahulu menguasai karakteristik atau strategi
pembelajaran yang biasa di berikan kepada siswa – siswa awas
meliputi tujuan, cara, materi, alat, lingkungan dan aspek lainnya.
Selanjutnya adalah menganalisis komponen – komponen yang perlu
diubah /dimodifikasi serta sejauh mana penyesuaian itu dilakukan.
Berikutnya pemanfaatan indra yang masih berfungsi secara optimal
dan terpadu dalam praktik / proses pembelajaran memegang peran
yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar. Orang
36
tunanetra juga sering memiliki kelebihan yang sifatnya positif seperti
kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam
memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap nlai –
nilai moral dan agama (Somantri, 2006 :88). Untuk mengembangkan
kemampuan yang dimiliki maka diperlukan strategi pembelajaran
yang sesuai dengan prinsip pembelajaran anak tunanetra. Beberapa
prinsip pembelajaran bagi anak tunanetra yang dikemukaan oleh
Subagya yang dikutip oleh Putranto (2015 :100)
a. Individual
Prinsip ini individual merupakan kaidah pokok dalam
setiap jenis pembelajaran (baik pendidikan luar biasa maupun
umum). Guru dituntut untuk memerhatikan adanya perbedaan –
perbedaan individu. Selain adanya perbedaan – perbedaan
umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial,
dan budaya, anak tunanetra menunjukkan sejumlah perbedaan
khusus yang menunjukkan sejumlah perbedaan yang terkait
dengan kebutaan. Maka adanya perbedaan antara siswa low
vision dan buta total (Putranto, 2015 :101). Dengan prinsip
individual ini akan ada pelayanan pendidikan yang lebih optimal
bagi anak tunanetra apa lagi untuk pendidikan agama Islam yang
dimana pembelajaran terkait dengan nilai religi, akhlak, dan
hukum ibadah untuk anak tunanetra.
b. Kekonkretan / pengalaman pengindraan
37
Strategi pembelajaran yang diterapkan guru harus
memungkinkan siswa tunanetra mendapatkan pengalaman
secara nyata yang dipelajari dari alat inderanya langsung. Siswa
tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual. Siswa
tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mendengar, mencium,
mengecap, mengalami situasi secara langsung serta melihat
semampunya (bagi anak low vision).
c. Totalitas
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman objek serta
situasi secara utuh. Guru mendorong siswa untuk melibatkan
semua pengalaman penginderaanya secara terpadu dalam
memahami sebuah konsep. Siswa tunanetra tidak dapat
menggunakan penglihatannya maka siswa bisa menggunakan
indera lainnya untuk digunakan secara menyeluruh untuk
memahami sebuah konsep atau benda.
d. Aktivitas mandiri
Prinsip ini menekankan strategi pembelajaran harus
memungkinkan siswa untuk bekerja dan mengalami, bukan
sekadar mendengar dan mencatat. Keharusan ini berimplikasi
terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, serta menjalani
proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Guru
memungkinkan siwa untuk belajar mandiri, sementara guru
38
bertindak sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa
didalam belajar serta sebagai motivator. Prinsip ini melatih
siswa untuk lebih mandiri dengan kemampuan yang dimiliki
dengan menggunakan prinsip – prinsip sebelumnya.
39
BAB III
PAPARAN DATA dan TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Wantuwirawan di Kota
Salatiga
1. Sejarah dan Profil Sekolah SLB Wantuwirawan
a. Sejarah Sekolah
Berdirinya sekolah luar biasa Wantuwirawan melalui
perjalanan panjang dimulai sejak tahun 1982 tepatnya bulan Juni.
Pada awalnya sekolah ini baru menerima anak berkebutuhan
khusus tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita yang baru ditangani
oleh tiga orang guru. Berkembang lagi sampai tahun 1984 barulah
ada penambahan guru dan ada yang sudah menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS), dengan bertambahnya guru maka bertambah
pula anak luar biasa yang diterima oleh sekolah luar biasa
Wantuwirawan ini.
Awalnya belum begitu banyak yang mengetahui hadirnya
sekolah ini, kemudian dari pihak yayasan dan sekolah melakukan
sosialisasi kepada masyarakat sekitar melalui radio, media, dan
jamaah ibu pengajian. Melalui perjuangan yang panjang sekolah
luar biasa akhirnya mempunyai gedung resmi yang berdiri dari
tahun 1986 sampai sekarang tepatnya di jalan Argoboga no 282 di
kota Salatiga. Saat ini sudah banyak guru yang menjadi PNS dan
siswa yang bersekolah di sekolah dengan jenjang TKLB hingga
40
SMALB ini sekitar 30 siswa. Berdirinya sekolah luar biasa
Wantuwirawan ini tidak lepas dari Dinas Pendidikan yang cukup
membantu akan berdirinya sekolah tersebut.
b. Profil sekolah
Nama Sekolah : SLB (A) (D) WANTUWIRAWAN
Alamat sekolah : Jl. Argoboga No .282 Argomulyo
Kota Salatiga
Nomor telp & fax sekolah : (0298) 311396,322635
Website : -
Email sekolah : [email protected]
Status sekolah : swasta
NSS : 862.036.201.001
NIS : 280010
Akreditasi sekolah : Jenjang SDLB A Wantuwirawan
(B)
Jenjang SMPLB A Wantuwirawan
(B)
Jenjang SMALB A Wantuwirawan
(B)
Tahun akreditasi : SLB – AD Wantuwirawan 2008 -
2009
Tahun berdiri / SK Pendirian: 1982/ No 42501/0004132.tgl 03
Juni 2002
41
Nama penyelenggara : Yayasan Siwi Peni
Nama Ketua Yayasan : Retno Adiwati, SH
Tahun berdirinya yayasan : Akta Notaris Ny. El Mattu No . 09
Tgl, 24 – 12-1979
Ijin pembaharuan Yayasan : Akta Notaris Supriyadi, SH No 182
Tgl, 23 – 12 – 2015
SK Kemenkumham RI No. AHU –
0034474 AH 01.04 Th 2015
42
c. Struktur Organisasi
Bagan 3.1
Struktur Organisasi SLB Wantuwirawan Salatiga
PENDIRI
1.Sigit Margono,M.Pd
2. H. Ir. Soebito
KETUA UMUM
Retno Adiwati,SH
BENDAHARA
H Ismawati Prabandari
SEKRETARIS
Enik M Mawarni,S.Pd
KETUA III
Bag. Kesehatan
BENDAHARA PENDIDIKAN
Susilaningsih,S.Pd
KETUA II
Bag. Rumah Tangga
KETUA I
Bag. Pendidikan
RUMAH TANGGA
Wahyu Joko W,S.Pd
43
Siswa yang belajar di sekolah SLB Wantuwirawan diantaranya
adalah:
1. Tunanetra
Tunanetra merupakan gangguan penglihatan kedua mata
atau sebagian. Anak tunanetra yang ada di SLB Wantuwirawan
terdapat keduanya yaitu anak dengan buta total dan anak buta
sebagian atau low vision. Dilihat dari jumlahnya antara buta total
dan low vision itu sama (fifty -fifty). Terdiri dari empat buta total
dan empat low vision.
2. Tunadaksa
Tunadaksa ialah seseorang yang memiliki kekurangan
secara fisik atau ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya. di SLB Wantuwirawan terdapat anak
dengan tunadaksa berjumlah 11 anak yang terdiri laki – laki
maupun perempuan.
2. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
a. Visi
Visi dari sekolah SLB A-D Wantuwirawan adalah
terwujudnya pelayanan secara optimal bagi PK – LK agar
beriman, bertakwa, cerdas, terampil supaya bisa mandiri.
44
b. Misi
Misi yang diterapkan di SLB A-D Wantuwirawan adalah
1) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan efektif
sehingga setiap siswa mengenali potensi dirinya dan dapat
berkembang secara optimal
2) Menumbuhkan rasa percaya diri untuk menjadikan
pengetahuan sebagai jendela menguak kegelapan dan
percaya diri serta menjadikan keterampilan sebagai sarat
untuk bekal hidup.
c. Tujuan
Tujuan dari sekolah SLB A-D Wantuwirawan adalah :
1) Dapat menggunakan ajaran agama hasil proses pembelajaran
serta meraih prestasi akademik maupun non akademik.
2) Membentuk anak hidup mandiri.
3. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di SLB A-D Wantuwirawan ini masih
menggunakan kurikulum KTSP tapi juga sedikit demi sedikit
menggunakan kurikulum 2013. Sekolah luar biasa Wantuwirawan
mulai tahun 2017 keseluruhan sudah menggunakan kurikulum 2013
dan menyeseuaikan dengan kemampuan siswa sendiri karena
keterbatasan yang dimiliki. Dengan kurikulum tersebut bertujuan
menjadikan pserta didik dapat mengembangkan prestasinya.
45
4. Guru SLB AD Wantuwirawan Salatiga
Guru yang mengajar di SLB (A) (D) Wantuwirawan Salatiga
berjumlah 10 yang terdiri dari PNS, guru tetap, dan guru tidak tetap.
Tabel 3.2
Daftar Guru SLB Wantuwirawan Salatiga
No Nama / NIP
Jenis
Kepegawai
an
Jabatan
Mapel yang
diajarkan/
Guru kelas
1
Sigit margono, M. Pd
19621228 198403 1
005
PNS
Kepala
Sekolah
PKN
2
Dra. Ida Priyanti
19601128 198703 2
004
PNS Guru
Bahasa
Inggris
3
Susilaningsih, S.Pd
19610404 198903 2
001
PNS Guru Guru kelas
4
Wahyu Joko .W, S.Pd
19700407 199403 1
004
PNS Guru Guru kelas
46
5
Huru Tyastri, S. Sos.I
19800930 200604 2
004
PNS Guru PAI
6
Anggun Triraka Aji
1979012301001
GTY Guru
Kesenian
TIK
7
Tentrem.S, S.Pd.SD
1974120102002
GTY Guru Guru kelas
8
Said Kamal, S.Pd I
1977080801003
GTY Guru IPS
9
Yudiono
1968011001004
GTTY Guru Massage
10
Ika Yulianti, S.Pd
1990072102005
GTY Guru Guru kelas
5. Guru dan siswa
a. Guru
Guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di
SLB Wantuwirawan Salatiga adalah
Nama : Huru Tyastri, S.sos.I
NIP : 19800930 200604 2 004
TTL : 30 September 1980
47
Golongan : III/C
Alamat : Perumahan Argomas Timur no 253
b. Siswa
Siswa tunanetra yang diteliti oleh penulis adalah siswa dengan
jenjang SMA kelas X dan XI yaitu :
1) Nama : Aditya Pratama
Kelas : XI
TTL : Salatiga, 09 April 1999
Alamat :Surawangsan RT 02/02 , Kauman Kidul, Salatiga
2) Nama : MM Kurniawan
Kelas : X
TTL : Salatiga, 10 Oktober 1999
Alamat : Cebongan, Argomulyo, Salatiga
6. Sarana dan Prasarana Sekolah
SLB (A) (D) Wantuwirawan Salatiga yang menempati lahan 1090
dengan luas bangunan kurang lebih 900 dan halaman 17 x 11
. Sarana dan prasarana yang dimiliki SLB A-D Wantuwirawan
Salatiga yaitu :
48
a. Gedung dan Ruang
Terdiri dari ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang ruang
tamu, ruang ibadah, ruang kelas,ruang perpustakaan, ruang
keterampilan, gudang, ruang terapi, kamar mandi, dan ruang
sirkulasi.
b. Barang / Perkakas
Barang / perkakas sebagai penunjang proses kegiatan belajar
mengajar
Tabel 3.3
Daftar Barang / Perkakas SLB Wantuwirawan Salatiga
No Nama Barang
1 Meja kursi kepala sekolah
2 Meja kursi guru
3 Meja kursi tamu
4 Meja kursi siswa
5 Almari
6 Komputer
7 Mesin ketik
8 Papan pajang
9 Rak hasil karya siswa
10 Alat Olah Raga
49
11 Alat peraga IPA
12 Alat peraga IPS
13 Alat peraga Bahasa
14 Alat peraga Berhitung
15 Alat peraga Terapi
16 Buku teks pelajaran
17 Buku penunjang
18 Buku referensi
19 Buku perpustakaan
Tabel 3.4
Sarana Ibadah
No Nama barang Jumlah
1 Mushola 1
2 Tempat wudhu
3 Tikar
4 Mukena 6
5 Pecis 6
6 Sajadah 10
7 Al Quran braille 2 set
8 Al Quran awas 3
50
B. Temuan Penelitian
1. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembelajaran Baca
Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil penelitian yang
menunjukkan strategi guru pendidikan agama Islam berkebutuhan
khusus dengan keterbatasannya dalam melihat (low vision) di SLB
Wantuwirawan Salatiga.
Berdasarkan wawancara dengan guru PAI dan siswa, strategi yang
dilakukan ketika memberikan pembelajaran baca tulis Al Quran
menggunakan prinsip individual, seperti yang telah dijelaskan oleh
HT selaku guru pendidikan agama Islam :
Saya mengajarinya sendiri-sendiri mba, gantian gitu. Kalau
awal mengajari Al Quran braille, biar siswa juga lebih ngerti
(W/G/HT/9-06-2016/09:10).
Hal serupa juga disampaikan salah satu siswa yang berinisial MK:
Kalau ibu Tyas itu, diajari satu-satu, gantian gitu. Apa lagi
kalau praktek baca sama nulis (W/S/MK/17-06-2016/10:00).
Alasan menggunakan prinsip individual karena HT selaku guru
PAI berkebutuhan khusus bisa lebih leluasa memberikan materi,
sesuai dengan paparan guru sebagai berikut:
Kalau mengajari sendiri-sendiri kan lebih enak mba, jadi lebih
fokus ke materi (W/G/HT/9-06-2016/09:15).
Selain dekat dengan siswa, dengan prinsip individual juga
membantu dalam memantau siswa dalam proses pembelajaran
51
Saya kan juga kurang menguasai kelas mba, jadi ya lebih
memilih dekat dengan siswa, karena bisa membantu saya untuk
memantau siswa, memperhatikan atau tidak (W/G/HT/9-06-
2016/09:15).
Untuk metode yang digunakan dalam penyampaian materi, HT
lebih menggunakan metode ceramah, karena siswa tunanetra selain
mengandalkan indera peraba juga indera pendengaran, sesuai dengan
pemaparan guru PAI, sebagai berikut :
Biar materi bisa sampai ke siswa, ya dengan metode ceramah
itu to mba, saya terangkan dulu materinya. Anak tunanetra kan
selain indera peraba juga mengandalkan indera pendengaran
sebagai alat untuk memperoleh informasi (W/G/HT/9-06-
2016/09:15).
Hal serupa juga dipaparkan oleh MK selaku siswa, sebagai berikut:
Caranya bu Tyas ngajar ya menerangkan materi dulu
(W/S/MK/17-06-2016/10:00).
Selain menggunakan metode ceramah, juga menggunakan metode
praktek dan diskusi, seperti yang dipaparkan HT selaku guru PAI
sebagai berikut:
Selanjutnya, setelah menyampaikan materi saya suruh praktek
dengan menggunakan Al Quran braille biar siswa langsung tahu.
Saya juga mengadakan diskusi di tengah jam pembelajaran biar
siswa tidak jenuh (W/G/HT/9-06-2016/09:15).
Media yang digunakan guru PAI dalam pembelajaran BTA meliputi
Al Quran braille, buku braille, dan reglet sebagai alat menulis,
sebagaimana pemaparan HT selaku guru, sebagai berikut:
Kalau medianya, ya seperti yang dibutuhkan siswa mba, yang
bisa membantu siswa ketika pembelajaran, ada Al Quran braille,
buku braille, ada buku bicara tapi saya lebih suka menggunakan
52
buku braille,terus reglet buat nulisnya (W/G/HT/9-06-
2016/09:30).
Sebagai acuan pembelajaran mengikuti kurikulum yang digunakan
sekarang. Di SLB Wantuwirawan saat ini adalah kurikulum KTSP dan
sedang menjalankan kurikulum 2013, sebagai tujuan dan harapan
menunjang hasil belajar siswa dengan menyesuaikan kebutuhan siswa.
Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh guru
Pendidikan Agama Islam ibu HT:
Saat ini kurikulum yang digunakan di SLB Wantuwirawan ialah
KTSP dan Kurikulum 2013 mba, tetapi tetap menyesuaikan
kebutuhan anak (W/G/HT/9-06-2016/09:30)
Hal serupa juga disampaikan oleh kepala sekolah SLB
Wantuwirawan pak SM:
Untuk menunjang kualitas sekolah juga siswa sendiri kami
mengikuti kurikulum dari pemerintah tapi saat ini masih
menggunakan kurikulum KTSP juga kurikulum 2013 tapi tetap
menyesuaikan kemampuan anak - anak .(W/KS/SM/27-05-
2016/11:10).
Guru PAI juga mempersiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) dengan menyesuaikan kondisi siswa meliputi bahan,
metode maupun sistem penilaiannya. Hal tersebut sesuai dengan
penjelasan yang dikemukakan oleh guru Pendidikan Agama Islam
ibu HT:
Ada beberapa yang perlu dipersiapkan ketika akan
melaksanakan pembelajaran, yaitu RPP yang dirancang sesuai
kondisi dan kebutuhan siswa, seperti bahan atau materi,
metode, dan penilaiannya, karena tidak mungkin persiapan
untuk anak dengan memiliki ketunaan disamakan dengan anak
reguler mba.(W/G/HT/09-06-2016/09:30).
53
Strategi yang paling ditekankan kepada anak tunanetra
dalam pembelajaran BTA ini adalah pemberian motivasi kepada
siswa sebagai penyemangat agar siswa tidak malas ketika belajar
membaca maupun menulis Al Quran. Sebagaimana penjelasan ibu
HT, sebagai berikut:
Ketika pembelajaran BTA kepada anak – anak saya lebih
memberikan motivasi supaya mereka terus memiliki
semangat dalam belajar mba.(W/G/HT/09-06-2016/ 09
:45)
Selain motivasi guru PAI juga memberlakukan reward atau
penghargaan kepada anak, salah satunya ketika anak berhasil dalam
mengikuti pembelajaran seperti pujian kepada siswa tersebut. Guru
lebih cenderung memberikan reward dan motivasi daripada
hukuman atau punishment dikarenakan siswa menjadi semakin
down dan malas ketika diberikan hukuman. Penjelasan tersebut
sesuai dengan penjelasan guru PAI sebagai berikut:
Saya lebih memberikan reward dalam membimbing siswa,
karena dengan memberikan penghargaan akan menjadi
semangat tersendiri kepada siswa. Ketika anak memiliki
semangat maka dalam proses belajar pun menjadi lebih baik.
Sedangkan punishment atau hukuman saya tidak berlakukan
karena pernah siswa yang diberi hukuman cenderung menjadi
malas dan menjadi membande/. (W/G/HT/09-06-2016/09:45)
54
2. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran Baca
Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB Wantuwirawan
Pertama yang dilakukan guru dalam membimbing siswa tunanetra
ketika pembelajaran BTA seperti biasanya membuka kegiatan
pembelajaran diawali dengan salam kemudian dilanjutkan doa.
Kegiatan tersebut setiap hari dilakukan khususnya untuk pembelajaran
BTA. Pada awal pembelajaran BTA siswa masing – masing memegang
Al Quran Braille, setelah itu guru mulai mengenalkan huruf hijaiyah
terlebih dahulu, dilanjutkan dengan syakal dan tajwid, selanjutnya
siswa praktek membaca Al Quran secara individual terlebih dahulu
kemudian membaca secara bersamaan. Setelah siswa memahami huruf
hijaiyah dan bisa membaca dengan lancar maka guru membiasakan
kegiatan tadarus Al Quran setiap awal kegiatan pembelajaran BTA.
Penjelasan tersebut sesuai dengan pemaparan dari Guru PAI ibu HT
sebagai berikut
Begini mba, pada awalnya kegiatan pembelajaran BTA ini siswa
saya kenalkan dengan huruf hijaiyah, itu merupakan kunci utama
untuk bisa membaca Al Quran, tetapi siswa harus sudah faham
huruf abjad dalam Braille karena huruf hijaiyah sendiri dalam Al
Quran Braille prinsipnya hampir sama dengan huruf abjad hanya
saja ada penambahan tanda dalam huruf hijaiyah. Setelah itu
dilanjutkan dengan mengenalkan anak dengan syakal dan tajwid.
Dilanjtukan dengan praktek membaca Al Quran. (W/G/HT/09-06-
2016/10:00)
Siswa tunanetra untuk bisa membaca perlu ketlatenan karena harus
mengasah indera peraba mereka supaya dapat membaca dengan baik,
masing-masing siswa membutuhkan waktu yang berbeda untuk bisa
55
membaca dan menulis dengan menggunakan huruf braille. Seperti yang
dikemukakan AP, sebagai berikut:
Saya mulai belajar Al Quran braille mulai kelas empat, dan kelas
lima saya sudah lancar, untuk nulisnya saya sehari sudah
lumayan (W/S/AP/17-16-2016/11:00).
Beda dengan MK, berikut pemaparannya:
Saya kalau bacanya butuh waktu hampir setengah tahun, kalau
nulis saya sebulan baru bisa (W/S/MK/17-16-2016/11:00).
Pembelajaran BTA kepada anak tunanetra ini menggunakan
beberapa metode yang digunakan guru PAI supaya kegiatan
pembelajaran membaca Al Quran khususnya menjadi lebih aktif. Salah
satu cara metode yang dilakukan oleh guru PAI yaitu menggunakan
metode “simakan”. Dengan simakan siswa cenderung lebih
memperhatikan dengan cara salah satu anak membaca dari kata per kata
yang tidak lepas dari bimbingan oleh guru itu sendiri kemudian yang
lainnya menyimak dan bergantian membaca. Jika dalam satu kelas ada
banyak siswa maka membaca dilakukan secara bergantian dengan
teman tapi jika hanya ada satu anak maka hanya disimak oleh guru itu
sendiri. Sesuai dengan apa yang dikemukakan guru PAI ibu HT sebagai
berikut
Kegiatan BTA yang saya laksanakan untuk anak tunanetra ialah
dengan cara menyuruh salah satu anak membaca dan yang
lainnya mendengarkan kemudian melanjutkan bacaan tersebut.
kalau tidak menyimak ya ketinggalan bacaannya. (W/G/HT/09-06-
2016/10:15).
Setelah kegiatan simakan secara bergantian siswa diminta untuk
mengomentari bacaan temannya sendiri, jadi anak tidak hanya sekedar
56
menyimak, dan memperhatikan bacaan teman tapi juga memberikan
pendapat bagaimana hasil bacaan dari teman. Karena keterbatasan guru
PAI dalam penglihatan ketika kegiatan simakan guru duduk didekat
siswa yang sedang menyimak agar lebih bisa memperhatikan siswa
supaya tidak mengobrol dengan teman sebelahnya. Hal tersebut
dijelaskan Ibu HT guru PAI di SLB AD Wantuwirawan, sebagai
berikut:
Biasanya saya duduk didekat siswa mba, untuk lebih memantau
siswa. Beda dengan guru yang awas bisa melihat dan memantau
secara jelas dari jauh karena keterbatasan saya dalam melihat
jadi saya duduk didekat anak. InsyaAllah saya paham mba kalau
anak itu memperhatikan atau tidak. (W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Baca tulis Al Quran (BTA) pembelajaran yang tidak hanya
membaca Al Quran tetapi juga menulis Al Quran. Kegiatan menulis
dilaksanakan setelah kegiatan membaca siswa praktek menulis
menggunakan alat khusus yang namanya reglet. Dengan bimbingan dari
guru, siswa berlatih menulis Al Quran secara perlahan. Kegiatan
menulis Al Quran pertama – tama guru mendikte kepada siswa simbol
titik yang menunjukkan huruf hijaiyah, kemudian disuruh membaca
hasil tulisannya, sebagaimana penjelasan HT selaku guru PAI:
Untuk membimbing siswa dalam menulis Al Quran, saya
mendiktekan huruf hijaiyah kemudian saya suruh baca hasil
tulisannya, jadi selesai teori siswa bisa langsung praktek
(W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Sedangkan untuk pemahaman mengenai tajwid, terlebih dahulu
guru memberikan materi mengenai hukum tajwid dengan menggunakan
buku braille, siswa disuruh untuk membaca materi kemudian dibimbing
57
untuk mempraktekan bagaimana letak dan pengucapannya.
Sebagaimana penjelasan guru sebagai berikut:
Pengenalan tajwid saya gunakan buku braille mba, tapi juga saya
bimbing, karena kadang dalam buku braille masih kurang
penjelasan. Baru saya suruh praktek cara membaca sesuai tajwid
(W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Supaya siswa lebih paham, guru meminta siswa untuk mencari hukum
tajwid di dalam Al Quran, berikut penjelasan dari HT :
Biar siswa lebih paham, saya suruh mencari hukum tajwid dalam
Al Quran braille, terus ditulis (W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Mengenai pembelajaran BTA di SLB Wantuwirawan Salatiga tidak
hanya sekedar membaca dan menulis, ada tambahan yaitu dengan
menghafal khususnya untuk surat – surat pendek dari surat An Nas
sampai Ad Duha. Kegiatan hafalan untuk siswa tunanetra satu ayat bisa
dalam sehari, tapi juga ada yang bisa sampai berminggu sesuai
kemampuan siswa. Hasil hafalan siswa disetorkan kepada guru tiap kali
masuk pembelajaran BTA, sebagaimana penjelasan ibu HT:
Setiap pelajaran BTA, biasanya kan ada tadarus bareng mba,
sebelumnya siswa setor hafalan dulu, semampunya (W/G/HT/09-
06-2016/10:10).
Pelaksanaan dengan menggunakan metode hafalan ini siswa tunanetra
ada yang sudah hafal surat-surat pendek khususnya juz tiga puluh,
seperti yang dikemukakan oleh MK selaku siswa, sebagai berikut:
Alhamdulilah saya sudah hafal juz tiga puluh, sekarang dirumah
mau menghafal juz dua puluh sembilan. Dalam sehari bisa hafal
satu ayat kadang bisa lebih (W/S/MK/17-06-2016/11:00).
58
Menurut HT selaku guru PAI, metode yang diterapkan kepada siswa
sudah cukup efektif, karena siswa yang awalnya belum bisa sampai saat
ini sudah mengalami kemajuan yang baik, berikut penjelasannya:
Saya rasa dengan metode tersebut, ya sudah mba ya, karena saya
lihat anak-anak mempunyai kemajuan yang begitu baik seperti MK
dan AP, mereka sudah lancar bacanya, bahkan mereka juga sering
ikut lomba (W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Pada pembelajaran BTA menurut guru PAI anak tunanetra
cenderung lebih fokus dan memperhatikan karena kondisi anak yang
tidak bisa melihat lingkungan sekitar. Selain lebih fokus anak tunanetra
juga lebih semangat dalam belajar terbukti ketika pembelajaran
berlangsung siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, jadi sering
bertanya kepada guru mengenai materi yang disampaikan kepada siswa.
Setelah kegiatan pembelajaran BTA guru memberikan masukan
hasil siswa, bertujuan supaya siswa bisa memperbaiki kesalahannya,
berikut penjelasan guru PAI:
Pasti saya kasih masukan mba, kamu masih kurang ini, kamu
sebaiknya begitu. kalau ga gitu ya nanti siswa malah ngerasa
bener terus. Padahal kan masih ada kesalahan kalau ga lupa
materi (W/G/HT/09-06-2016/10:10).
Guru juga mengadakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana
anak memahami materi yang disampaikan guru. Diantaranya sistem
evaluasi yang diterapkan guru PAI adalah diadakan test dengan model
nilai angka, ada jadwal khusus untuk UTS dan UKK, seperti yang
sudah dijelaskan tadi setelah kegiatan pembelajaran diadakan diskusi.
Karena pembelajaran BTA merupakan kegiatan ekstra dan diluar jam
59
pelajaran jadi sistem penilaiannya digabung dengan materi agama Islam
yang lainnya seperti sholat berjamaah, sholat dhuha, dan materi lainnya.
Setiap kegiatan pembelajaran berlangsung tentu terdapat
beberapa problem atau hambatan yang dihadapi baik siswa maupun
guru itu sendiri. Pertama hambatan atau problem yang dihadapi siswa
ketika pembelajaran adalah masih adanya kesulitan dalam perabaan
ketika membaca Al Quran Braille, selain itu dalam hal penulisan anak
masih kurang karena tangan yang kadang kurang kuat untuk menulis
menggunakan alat riglet. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan guru
PAI ibu HT, sebagai berikut :
Ketika pembelajaran kesulitan yang biasanya dihadapi anak
masih kurangnya perabaan mba, apalagi anak yang masih
awal belajar huruf braille. Padahal huruf Al Quran prinsipnya
hampir sama dengan huruf abjad jadi itu menjadi hambatan
tersendiri bagi siswa mba. Selain itu ketika menulis anak yang
tangannya kurang kuat dalam menekan paku dikertas juga
menjadi hambatan mba karena jika tekanannya paku masih
kurang maka hasil tulisannya juga kurang bisa dibaca.
(W/G/HT/09-06-2016/10:15).
Sebagaimana AP salah satu siswa juga memaparkan kesulitan
ketika pembelajaran baca tulis Al Quran, sebagai berikut:
Kalau dalam pembelajaran BTA, saya merasa kesulitan pas
belajar nulisnya (W/S/AP/17-06-2016/11:05)
Sedangkan MK memaparkan kesulitannya, sebagai berikut:
Kesulitan saya di pelajaran BTA ini, ketika belajar huruf
hijaiyah dan cara pengucapannya (W/S/MK/17-06-
2016/11:10).
60
Selain menulis dan pengucapan siswa juga masih sering kurang
faham akan tajwid, sebagaimana yang disampaikan guru, sebagai
berikut:
Siswa yang masih kurang dalam pemahaman tajwid juga
menjadi problematika, karena membaca Al Quran kan harus
sesuai tajwid (W/G/HT/09-06-2016/10:20).
Selanjutnya yang menjadi problem ketika pembelajaran BTA
karena kurangnya waktu untuk belajar. Jadwal yang digunakan untuk
pembelajaran BTA hanya seminggu sekali pada hari jumat sebelum
waktu duhur dan pembelajaran berlangsung kurang lebih satu
setengah jam saja. Kemudian ada lagi yang menjadi problem yaitu
kurangnya bimbingan di rumah dikarenakan orang tua yang cukup
sibuk dengan pekerjaan menjadikan anak mudah lupa dengan materi
yang disampaikan guru. Dari penjelasan tersebut sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh guru PAI, sebagai berikut :
Ada lagi mba yang menjadi hambatan bagi anak, ketika kurang
dalam perabaan untuk memahami tajwid anak jadi kesuitan
memahami tajwid mba, selain tajwid juga kurangnya waktu untuk
pembelajaran BTA sendiri karena hanya seminggu sekali dan
hanya kurang lebih satu setengah jam pembelajaran. Untuk orang
tuanya yang cukup sibuk maka anak masih kuarng bimbingan
dirumah jadi anak mudah lupa.(W/G/HT/09-06-2016/10:15).
Segala problematika yang dihadapi tentunya ada jalan untuk
dijadikan solusi Dalam pembelajaran BTA pada anak tunanetra solusi
yang diberlakukan guru untuk mengatasi problem siswa yang masih
memiliki kesulitan dalam hal perabaan, tajwid maupun cara menulis
ialah dengan memperbanyak latihan baik baca maupun menulis dengan
61
memanfaatkan waktu luang atau jam kosong. Karena selain sebagai
solusi untuk memperbanyak latihan juga sebagai solusi kurangnya
waktu pembelajaran BTA. Jam pelajaran yang kosong dimanfaatkan
guru untuk mengajak siswa – siswinya untuk belajar membaca dan
menulis Al Quran Braille. Penjelasan tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan guru PAI, sebagai berikut :
Karena waktu pembelajaran yang masih kurang maka
saya manfaatkan waktu luang seperti waktu usai tes misalnya
kan ada waktu luang sampai pengambilan raport mba, saya
gunakan untuk mengajak siswa belajar baca tulis Al Quran
(W/G/HT/09-06-2016/11:00).
Selain jam kosong, guru PAI juga mengadakan bimbingan sendiri
mengenai materi yang belum dipahami. Berikut penjelasannya:
Kalau ada siswa yang belum bisa, saya adakan bimbingan
sendiri mba ke siswa, jadi bisa membutuhkan waktu lebih dari
teman-temannya (W/G/HT/09-06-2016/11:00).
Guru PAI juga mengadakan lomba di pesantren kilat ketika bulan
ramadhan. Walaupun hadiah yang diberikan nilainya tidak seberapa
namun bisa menjadikan siswa lebih bersemangat dalam belajar karena
siswa bersaing dalam hal yang positif, sebagaimana yang dikemukakan
oleh HT:
Pas puasa itu to mba, kan ada pesantren kilat, saya punya
inisiatif buat mengadakan lomba buat anak-anak. hadiahnya
ya ga seberapa mba tapi bisa menjadi motivasi tersendiri buat
siswa. Selain itu saya bisa punya waktu lebih untuk memberi
masukan materi kepada siswa (W/G/HT/09-06-2016/11:00).
Selain bimbingan, lomba dan memanfaatkan waktu luang guru PAI
juga memberikan cerita figur-figur yang berhasil sebagai motivasi
62
siswa. Dan untuk memudahkan ketika penilaian HT sering bekerjasama
dengan guru lain. Sebagaimana pemaparan HT, sebagai berikut:
Solusinya ketika anak down ya saya kasih motivasi, terus
saya ceritakan sosok-sosok yang patut dicontoh, sebagai
dorongan semangat dan untuk membantu saya dalam
penilaian kadang saya minta tolong sama guru lain. saya juga
kasih reward bagi yang punya prestasi. Jadi mereka lebih
terpacu ketika belajar mba (W/G/HT/09-06-2016/11:05).
63
BAB IV
ANALISIS DATA
Berdasarkan wawancara dan hasil observasi yang dilakukan di SLB
Wantuwirawan Salatiga terkait strategi guru PAI (tunanetra) dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra. Analisis ini di
dasarkan pada data-data hasil yang telah diuraikan pada bab sebelumnya
yang menggambarkan kondisi konkrit yang ada di SLB Wantuwirawan
Salatiga. Peneliti merangkum beberapa bagian.
A. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam (Tunanetra) dalam
Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB
Wantuwirawan Salatiga
Strategi adalah prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu
upaya untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu
masalah (Kartono, 2000: 488). Sebagaimana yang dilakukan oleh guru
PAI di SLB Wantuwirawan Salatiga menerapkan menerapkan beberapa
prosedur agar materi bisa tersampaikan dengan baik khususnya dalam
penelitian ini pembelajaran baca tulis Al Quran. Beberapa prosedur
yang dilakukan guru PAI meliputi pembuatan RPP, materi, dan metode
yang disampaikan strategi yang digunakan guru PAI adalah strategi
yang berpusat pada peserta didik sebagaimana yang dijelaskan oleh
(Iskandarwasit dan Sunendar, 2015 :26) Strategi yang berpusat pada
peserta didik adalah strategi pembelajaran yang memberi kesempatan
64
seluas – luasnya kepada peserta didik untuk aktif dan berperan dalam
kegiatan pembelajaran. Guru PAI di SLB Wantuwirawan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk aktif berpendapat dan memberikan
waktu untuk mempraktekan langsung materi yang disampaikan seperti
membaca, menulis, dan mencari hukum tajwid dalam Al Quran.
Apalagi ketika kegiatan diskusi siswa dianjurkan untuk aktif dan
menemukan materi – materi terkait, maka pembelajaran semakin aktif
dan siswa lebih luas pengetahuannya.
Sebagai guru yang memiliki keterbatasan dalam melihat, guru PAI
memiliki cara tersendiri ketika memberikan materi kepada siswanya
yang juga memiliki keterbatasan dalam melihat. Meskipun guru PAI
memiliki keterbatasan dalam melihat (low visison), tetap berusaha agar
siswa siswinya mendapatkan pendidikan yang optimal khususnya dalam
penelitian ini mengenai pendidikan baca tulis Al Quran.
Strategi yang dijalankan guru PAI berkebutuhan khusus dengan
guru pada umumnya tentu memiliki beberapa perbedaan dalam
membawakan materi pembelajaran tapi juga ada beberapa kesamaan
sebagaimana guru lainnya. Dalam temuan penelitian ini guru PAI
terlebih dahulu mengatur posisi duduk antara guru dan siswa yang
selalu berdekatan, karena memang guru PAI tidak bisa memberikan
materi secara berjauhan, disebabkan keterbatasan melihat yang
dimilikinya. Posisi duduk yang berhadap – hadapan antara guru dengan
65
siswa menjadi salah satu strategi guru PAI supaya apa yang akan
disampaikan lebih dimengerti siswa.
Siswa yang juga memiliki keterbatasan melihat lebih
mengandalkan indera pendengaran, indera pendengaran digunakan
untuk memperhatikan intruksi atau ceramah dari guru, maka
menggunakan posisi duduk yang berdekatan. Jika guru pada umumnya
bisa memantau siswa dari jarak jauh dan bisa sambil berjalan
mengelilingi kelas beda dengan guru PAI membutuhkan kedekatan
untuk memperhatikan siswanya dan lebih banyak duduk di tempat (di
dekat siswa).
Dari posisi yang selalu berdekatan inilah guru PAI menggunakan
sistem pembelajaran secara bergantian antara siswa satu dengan lainnya
dengan menyesuaikan kemampuan siswa, yang biasa dikenal dengan
prinsip individual. Prinsip individual merupakan kaidah pokok dalam
setiap jenis pembelajaran (baik pendidikan luar biasa maupun umum).
Guru dituntut untuk memerhatikan adanya perbedaan – perbedaan
individu. Selain adanya perbedaan – perbedaan umum seperti usia,
kemampuan mental, fisik, kesehatan, sosial, dan budaya, anak tunanetra
menunjukkan sejumlah perbedaan khusus yang menunjukkan sejumlah
perbedaan yang terkait dengan kebutaan. Maka adanya perbedaan
antara siswa low vision dan buta total (Putranto, 2015 :101).
Prinsip individual ini yang selalu digunakan dalam memberikan
pembelajaran, karena dengan prinsip ini guru menjadi lebih dekat
66
dengan siswanya dan tentu lebih memudahkan ketika memberikan
materi. Jika pada umumnya guru PAI menggunakan sistem rombongan
belajar sebagai alternatif dalam memberikan materi tapi juga ada
beberapa yang menggunakan prinsip ini, tetapi guru PAI ini lebih sering
menggunakan prinsip individual selain bisa memanfaatkan kemampuan
melihat yang seadanya untuk memantau siswa juga lebih leluasa
menyampaikan materi dengan menyesuaikan kondisi siswa.
Metode yang digunakan dalam penyampaian materi pada
awalnya menggunakan metode ceramah. Metode ceramah adalah cara
penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan
kepada siswa atau khalayak ramai. Metode ini dapat diikuti karena guru
menjelaskan dengan lisan dan siswa mendengarkan (Widjaya, 2012
:63). Alasan menggunakan metode ceramah bagi siswa tunanetra karena
siswa tunanetra mengandalkan indera pendengaran untuk memperoleh
segala informasi, kepekaan terhadap suara menjadi kelebihan tersendiri
bagi siswa tunanetra. Guru yang juga memiliki keterbatasan melihat
(low vision) pada dasarnya menggunakan metode seperti guru pada
umumnya, karena masih bisa melihat dari jarak kedekatan meskipun
hanya samar-samar. Metode ini diterapkan karena siswa tidak hanya
mengandalkan informasi dari buku bacaan saja, perlu penjelasan lebih
agar materi bisa tersampaikan dengan baik. Selain memberikan
penjelasan langsung kepada siswa juga mempermudah siswa
mendapatkan materi bagi yang masih kurang perabaan dalam membaca.
67
Setelah mendapat materi siswa diminta untuk praktek baik menulis
maupun membaca dengan bimbingan guru satu per satu dengan tujuan
siswa mengenal langsung huruf braille dengan indera perabanya secara
perlahan.
Selain menggunakan metode ceramah juga menggunakan metode
diskusi sebagai alternatif penyampaian materi. Metode diskusi adalah
salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru
dikelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan
pendapat para siswa (Widjaya, 2012 :63). Alasan menggunakan metode
diskusi ini selain sebagai selingan kegiatan pembelajaran, juga
memberikan kesempatan siswa untuk aktif dan terlibat dalam proses
pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh (Iskandarwasit dan
Sunendar, 2015 :26) Tujuan mengajar adalah membelajarkan peserta
didik. Strategi yang berpusat pada peserta didik adalah strategi
pembelajaran yang memberi kesempatan seluas – luasnya kepada
peserta didik untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut guru tersebut dengan menggunakan beberapa metode
yang diterapkan terhadap siswa sudah cukup efektif terbukti degan hasil
siswa sampai saat ini menunjukkan hasil yang baik, terbukti sekarang
siswa mampu membaca Al Quran dengan lancar dan bisa menghafal
surat-surat pendek.
Beberapa media yang digunakan ketika pembelajaran yaitu:
68
1. Al Quran braille
Al Quran yang dimiliki saat ini ada dua set, jadi antara guru
dan siswa bisa sama – sama memegang Al Quran sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif. Al Quran braille adalah Al
Quran yang didalamnya menggunakan sisitem huruf braille. Huruf
braille adalah huruf sederhana dan praktis yang tampak menonjol
atau seperti timbul diatas kertas, jenis tulisan ini terdiri dari 6 titik
atau lubang serta dijadikan dua baris, masing-masing tiga titik dari
atas ke bawah (Putranto,2015:107).
Al Quran yang bercirikan satu jilid satu juz, tiga puluh juz tiga
puluh jilid. Cara membaca Al Quran sendiri berbeda dengan Al
Quran awas yaitu:
a. Membaca dengan meraba perlahan.
b. Membaca dari kiri ke kanan, berbeda dengan aksara arab Al
Quran awas dari kanan ke kiri.
c. Susunannya secara berurutan dari kiri ke kanan yaitu huruf,
harokat, dan seterusnya sampai ketemu tanda wakof.
d. Susunan surahnya sama dengan susunan Al Quran awas.
e. Huruf arab braille tertuang dalam kode titik. Titik-titik tersebut
merangkum semua huruf, harokat dan tanda wakof dalam Al
Quran.
(https://m.tempo.co/read/news/2015/06/24/155677877/mesin-
cetak-al-quran-braille-di-bandung-tertua-di-dunia(diakses pada
tanggal 11 Agustus pukul 10:11)
69
Manfaat dari belajar Al Quran braille, kini siswa berani
membaca bersama dengan orang yang menggunakan Al Quran
awas (tidak minder). Selain itu siswa juga mampu menjuarai lomba
MTQ sekota Salatiga yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi
siswa, orang tua, maupun pihak sekolah.
2. Reglet
Alat tulis ini yang tidak bisa lepas dari siswa maupun guru.
Reglet atau yang biasa dikenal juga dalam bahasa Inggris sebagai
slate, adalah sebuah teknologi paling tua yang diciptakan untuk
membantu komunikasi bagi penderita tunanetra. Reglet digunakan
untuk membuat titik – titik timbul yang akan membentuk suatu
pola yang mengacu pada huruf – huruf braille. Benda ini yang
sangat membantu berkembangnya pelajaran di kalangan tunanetra
yang tidak dapat membaca secara normal.
(https:id.wikipedia.org/wiki/Reglet(Slate) diakses pada tanggal 11
Agustus 2016 pada pukul 10:05).
3. Buku braille
Buku braille adalah buku yang didalamnya menggunakan
huruf braille yaitu sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan
oleh orang buta. Buku ini merupakan media yang tidak bisa lepas
untuk anak tunanetra, karena memang alat bantu untuk
mendapatkan informasi salah satunya dengan buku braille dengan
70
menggunakan indera peraba siswa. Buku braille biasanya
digunakan ketika awal akan mempelajari hukum tajwid. Caranya
guru PAI memberikan kepada siswa untuk dibaca kemudian guru
memberikan penjelasan terkait materi hukum tajwid.
B. Pelaksanaan, Problematika, dan Solusi dalam Pembelajaran
Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB
Wantuwirawan Salatiga
Pelaksanaan merupakan salah satu unsur strategi, apabila telah
merumuskan hal apa saja yang hendak dilakukan akan tiada artinya
bila tidak dilaksanakan. Sebagaimana menurut Darwis dkk (1998
:196) bahwa agar suatu susunan strategi dapat berfungsi maksimal
diperlukan tahapan atau rincian sebagai berikut yaitu perumusan
strategi, perencanaan tindakan dan implementasi. Implementasi inilah
menjadi dasar pelaksanaan dari segala persiapan tindakan dalam
proses pembelajaran. Proses belajar yang dilaksanakan tentu sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan siswa sehingga siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran baca tulis ini seperti yang dijelaskan
seperti biasa pada sekolah pada umunya yaitu diawali dengan salam
sebagaimana orang muslim yaitu “assalamualaikum warrahmatullahi
wabarakatuh“ kemudian membaca doa sebelum belajar. Doa yang
dipimpin oleh salah seorang siswa secara bergantian setiap pertemuan.
71
Setelah berdoa dan sebelum proses pembelajaran guru mengatur
posisi duduk siswa supaya lebih fokus ketika proses pembelajaran.
Posisi duduk siswa dibuat berdekatan dengan guru sehingga
menjadikan guru dan siswa lebih mudah berinteraksi. Apalagi, ketika
ada siswa mendapatkan giliran dalam membaca siswa tersebut duduk
berdekatan dengan guru supaya guru lebih fokus menilai hasil bacaan
para siswanya.
Pelaksanaan pembelajaran baca tulis Al Quran guru
memberlakukan tadarus dengan cara simakan. Satu per satu siswa di
bimbing ketika membaca Al Quran kata demi kata. Jika guru pada
umumnya membimbing ayat demi ayat beda dengan Al Quran braille
harus kata demi kata, karena Al Quran yang sifatnya ada spasi dari
tiap kata jadi membimbingnya pun juga kata demi kata.
Selanjutnya, siswa yang belum kebagian membaca, dianjurkan
untuk menyimak bacaan temannya. Kemudian guru meminta untuk
memberikan komentar dari hasil bacaan siswa yang sedang membaca.
Jika ada siswa yang masih belum bisa membaca karena tingkat
kemampuan yang berbeda – beda, selaku guru PAI berusaha
mengenalkan huruf hijaiyah sebagai dasar untuk memahami ayat suci
Al Quran. Maka dalam pelaksanaan ini guru PAI mengenalkan kepada
anak satu persatu karena tidak memungkinkan secara bersamaan
seperti kelas reguler yang dijelaskan lewat papan tulis kemudian
dibahas bersama. Tapi, di sini guru begitu sabar mengenalkan huruf
72
hijaiyah kepada siswa secara bergiliran karena faktor keterbatasan
dalam melihat. Pembelajaran dilakukan secara perlahan karena sifat
dari huruf hijaiyah hampir sama dengan huruf abjad dalam braille, jadi
lebih memudahkan siswa. Selanjutnya siswa dikenalkan dengan
syakal baru bisa melanjutkan belajar tajwid. Jika siswa pada umumnya
bisa belajar huruf sekaligus syakal beda dengan siswa tunanetra, yang
belajar secara bertahap dalam waktu yang relatif lama sesuai dengan
kemampuan masing – masing siswa, tapi juga ada siswa yang begitu
cepat menerima materi yang disampaikan guru.
Setelah membaca siswa diminta untuk mencoba menulis ayat –
ayat dalam Al Quran, sebagai upaya untuk melatih kemampuan siswa
belajar menulis Al Quran dengan menggunakan reglet. Untuk
mengenalkan ayat dengan tulisan braille biasanya guru mendikte
siswa karena sifat huruf braille yang menggunakan kode titik satu,
titik dua dan seterusnya. Jika biasanya guru mengenalkan dengan
menulis di papan tulis, lain hal nya dengan Al Quran braille. Dengan
teknik mendikte ini guru lebih cenderung untuk duduk mendekat
dengan siswa agar apa yang disampaikan bisa dimengerti siswa.
Karena pada prinsipnya dalam pembelajaran baca tulis Al Quran ini
antara teori dan praktek berjalan secara bersamaan. Ketika
pembelajaran berlangsung setelah guru memberikan materi dan
contoh, siswa diminta praktek baik untuk membaca maupun menulis
ayat Al Quran.
73
Selain membaca dan menulis, juga menerapkan sistem hafalan
bagi siswa, terutama surat – surat pendek dari An Nas sampai Ad
Dhuha. Jika siswa pada umumnya bisa menghafal beberapa ayat
dalam waktu yang relatif singkat, beda dengan anak tunanetra satu
ayat bisa memakan waktu satu bulan, tapi juga ada yang satu ayat bisa
hafal dalam satu hari, kembali kepada kemampuan masing-masing
siswa. Hasil hafalan disetorkan kepada guru setiap pertemuan kegiatan
baca tulis Al Quran. Pemberian motivasi kepada siswa baik ketika
sebelum dan sesudah proses pembelajaran menjadikan siswa lebih
semangat dalam belajar.
Di tengah jam pembelajaran guru juga mengajak siswa untuk
berdiskusi supaya siswa tidak merasa bosan. Biasanya siswa
mengeluh lelah karena membaca huruf braille yang mengandalkan
indera peraba (tangan), memberikan jeda untuk istirahat dengan
berdiskusi santai dengan siswa sekaligus sebagai hiburan siswa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan berdiskusi siswa cenderung
lebih senang dan antusias karena bisa bertukar pendapat dengan guru
maupun teman.
Setiap pelaksanaan pembelajaran baik guru maupun murid
memiliki beberapa problematika yang dapat menghambat selama
kegiatan belajar mengajar. Di SLB Wantuwirawan dalam
pembelajaran baca tulis Al Quran bagi anak tunanetra memiliki
beberapa hambatan diantaranya adalah:
74
1. Siswa
Hambatan tersendiri bagi siswa salah satunya karena
keterbatasan dalam melihat. Dari keterbatasan tersebut maka siswa
harus menggunakan alat untuk belajar Al Quran, yaitu dengan Al
Quran Braille. Untuk dapat membaca dan memahami Al Quran
siswa tunanetra harus mengasah indera peraba supaya dapat
memahami Al Quran Braille tersebut. hambatan yang dialami siswa
ketika belajar Al Quran ialah sebagai berikut :
a. Masih kurang peka dalam perabaan.
b. Sedangkan dalam belajar menulis Al Quran problematika yang
dihadapi ialah tangan siswa yang masih tidak begitu kuat
menggunakan alat tulis reglet karena cara menulis dengan cara
menusuk – nusukan paku pada kertas.
c. Kesulitan menghafal tajwid, bagi siswa yang baru belajar Al
Quran braille mengalami kesulitan huruf dan cara pengucapan.
d. Siswa yang kadang kurang minat dalam membaca, sehingga
membuat siswa menjadi ketinggalan.
2. Guru
Guru PAI yang mengajar di sekolah SLB Wantuwirawan
Salatiga bukan lulusan asli pendidikan luar biasa jadi dalam
pembelajaran terkadang masih memerlukan strategi lebih untuk
memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Selain bukan lulusan asli
pendidikan luar biasa guru PAI juga memiliki keterbatasan dalam
75
melihat (low vision). Keterbatasan melihat yang dimiliki guru
menjadi kurangnya pemantauan guru terhadap aktivitas belajar
siswa dan penguasaan kelas.
3. Selain problematika dari siswa dan guru, terdapat problematika
terkait jam pembelajaran yang masih kurang, hanya seminggu
sekali. Jadi siswa sangat terbatas dan kurang maksimal sekali
ketika belajar.
Untuk menjawab segala problematika yang dihadapi ketika proses
pembelajaran, guru PAI mencoba mengambil solusi untuk mengatasi
hal – hal yang dapat menghambat proses pembelajaran, solusi yang
diambil sebagai berikut :
1. Memperbanyak latihan baca tulis Al Quran baik di sekolah
maupun di rumah, seperti yang dikemukakan oleh siswa yang
berinisial AP dan MK :
Untuk mengurangi kesulitan yang saya hadapi, ya itu saya
memperbanyak latihan supaya lebih lancar dalam baca tulis Al
Quran.
2. Guru sering memberikan motivasi sebagai pendorong siswa dalam
belajar supaya lebih semangat belajar Al Quran.
3. Guru PAI dalam pembelajaran juga sering bekerjasama dengan
guru lain untuk membantu memantau perkembangan hasil belajar
siswa.
76
4. Guru memberikan reward untuk siswa yang memiliki prestasi,
sebagai alat untuk memberikan dorongan siswa belajar lebih giat
lagi
5. Menceritakan tentang figur – figur yang berhasil kepada siswa,
karena menurut dengan menceritakan hal yang menyenangkan
menjadi arti tersendiri bagi siswa, bahwa kelak siswa juga bisa
menjadi orang yang berhasil.
6. Memanfaatkan waktu luang untuk menambah pengetahuan siswa
tentang baca tulis Al Quran.
7. Mengadakan lomba di pesantren kilat. Ketika bulan Ramadhan
siswa tunanetra diajak untuk berlomba dalam mempelajari Al
Quran, ketika kegiatan pesantren kilat ini siswa diberikan tugas
dari guru untuk menghafal surat pendek. Selain menambah
semangat siswa, guru juga bisa mengetahui tingkat kemampuan
masing-masing siswa.
8. Guru PAI diikutsertakan dalam pelatihan – pelatihan tingkat kota
sebagai upaya menambah wawasan ketika memberikan materi
maupun pengetahuan lainnya serta dapat mengembangkan strategi
dan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang Strategi Guru (Tunanetra) pada
Pembelajaran Baca Tulis Al Quran pada Anak Tunanetra di SLB
Wantuwirawan Salatiga dan kajian pustaka yang telah tersaji dalam karya
tulis ini, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran baca tulis Al Quran
pada anak tunanetra, guru PAI menggunakan strategi yang berpusat pada
peserta didik karena siswa diberi kebebasan untuk aktif berpendapat dan
memberikan waktu untuk mempraktekan langsung materi yang
disampaikan seperti membaca, menulis, dan mencari hukum tajwid dalam
Al Quran. Pembelajaran untuk anak tunanetra dalam baca tulis Al Quran
ini menggunakan prinsip individual dan lebih mendekat kepada siswa agar
materi dapat tersampaikan dengan baik. Metode yang digunakan sama
dengan guru lain yaitu metode ceramah, praktek, dan diskusi. Guru juga
memanfaatkan media untuk menunjang pembelajaran diantaranya ialah Al
Quran Braille, buku braille, dan alat tulis reglet.
Pelaksanaan pembelajaran Al Quran seperti biasa pada sekolah lain
yaitu diawali dengan salam dan dilanjutkan berdoa sebelum belajar. Pada
awal guru mengatur tempat duduk yang berdekatan antara siswa satu
dengan siswa lainnya supaya anak juga lebih bisa mendengar teman ketika
membaca dan ketika ada siswa yang mendapat giliran membaca maka
78
guru duduk didekat siswa untuk lebih mempermudah dalam penilaian.
Pertama materi yang diberikan kepada siswa adalah tentang pengenalan
huruf hijaiyah , dilanjutkan dengan syakal, dan ilmu tajwid sebagai dasar
siswa untuk dapat membaca Al Quran. Selain membaca anak tunanetra
juga disuruh menghafal surat – surat pendek dan disetorkan kepada guru
tiap kali masuk pembelajaran baca tulis Al Quran. Dalam pembelajaran
baca tulis Al Quran guru juga menerapkan tadarus bersama dengan sistem
simakan dengan membimbing satu per satu dan per kata. Disela – sela
pembelajaran guru mengadakan diskusi ringan supaya siswa tidak merasa
bosan ketika pembelajaran.
Problematika yang dihadapi guru adalah kurangnya pemantauan
terhadap siswa karena keterbatasannya dalam melihat. Selain itu ketika
siswa masih kurang peka dalam perabaan, tangan yang kurang kuat untuk
menekan alat tulis reglet dan anak yang masih belum bisa huruf braille.
Kurangnya waktu untuk kegiatan pembelajaran baca tulis Al Quran, hal
tersebut menjadi hambatan tersendiri baik guru maupun siswa membuat
penyampaian materi dan waktu latihan yang kadang belum tercapai
maksimal.
Solusi yang diambil guru PAI untuk meminimalkan hambatan
pembelajaran diantaranya memperbanyak latihan baik membaca maupun
menulis, selalu memberikan motivasi, memberikan reward untuk siswa
yang berprestasi sebagai dorongan untuk siswa belajar lebih giat lagi,
bekerjasama dengan guru lain dalam pemantauan ketika pembelajaran,
79
mengadakan lomba ketika pesantren kilat sebagai jam tambahan juga
untuk mengetahui prestasi siswa, guru PAI yang bukan lulusan asli
pendidikan luar biasa sering diikutsertakan pelatihan – pelatihan tingkat
kota maupun provinsi.
B. Saran
Setelah mengumpulkan data, menganalisa, dan menyajikan dalam
karya tulis ini, penulis menganggap perlu memberikan saran bagi strategi
dalam pembelajaran baca tulis Al Quran pada anak tunanetra di SLB
Wantuwirawan, yaitu :
1. Sebaiknya menambah guru PAI supaya proses pembelajaran menjadi
lebih efektif.
2. Menambah jam pembelajaran baca tulis Al Quran supaya anak jadi
lebih leluasa untuk mengembangkan potensi membaca maupun
menulis Al Quran.
3. Adanya kerjasama lebih antar guru supaya pembelajaran menjadi
lebih terpantau.
4. Diadakannya kerjasama kepada orang tua dengan menggunakan buku
penghubung, supaya guru maupun orang tua mengetahui
perkembangan prestasi siswa.
80
DAFTAR PUSTAKA
Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Alquran. Bumi Aksara. Jakarta:1994
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Suatu Penelitian Suatu Pendekatan. Rineka Cipta.
Jakarta:2002
Asdiqoh, Siti. Etika Profesi Keguruan. Trust Media Publising. Yogyakarta: 2013
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara. Jakarta: 2011
Darwis, Djamaluddin dkk. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam
Disekolah Eksistensi. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
bekerjasama Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 1998
Emzir,Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta Utara: 2011.
Fathurrohman Muhammad, Sulistyorini. Belajar&Pembelajaran. Teras.
Yogyakarta:2012
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta: 2011
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Konsep dan Strategi. CV Mandar Maju.
Bandung: 1991
Iskandarwassid, Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran Bahasa. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung:2015
Khaeruddin, Mahfud Junaedi. KTSP.Pilar Media. Jogjakarta: 2007
Khaled, Amr. Karunia Beribadah. Zaman. Jakarta: 2011
Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Yrama Widya.
Bandung:2012
Kurinasih, Imas. Sani, Berlin. Implementasi Kurtilas Konsep dan Penerapan.
Kata Pena. Surabaya:2014.
81
Madjid, Abdul. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT Remaja
Rosda Karya, Bandung: 2012
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung:2009
Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kotekstual. PT
Bumi Aksara. Jakarta: 2008
Purwanta, Edi. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus. Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 2012
Putranto, Bambang. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian
Khusus. Diva Press. Yogyakarta:2015
Santoso, Budi Satmoko. Sekolah Alternatif. Diva Press. Jogjakarta: 2010
Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. PT Refika Aditama. Bandung:
2006
Sriyanti, Lilik dkk. Teori – Teori Belajar. Salatiga: 2013
Sukiman. Pengembangan Media Pembelajaran. PT Pustaka Insan Madani.
Yogyakarta:2012
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Raja Grafindo Persada. Jakarta:2003
Sutikno, Sobry. Metode & Model – Model Pembelajaran. Holistica. Lombok:
2014
Suyanti Dwi, Retno. Strategi Pembelajaran Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta:
2010.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. PT Rajagrafindo
Persada. Jakatrta:2008
Wardhana, Arya Wisnu. Alquran dan Energi Nuklir. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta:2009.
82
Widjaya, Ardhi. Seluk Beluk Tunanetra dan Strategi Pembelajarannya.
Javalitera. Jogjakarta:2012
(http://asrofudin.blogspot.co.id/2010/05/tujuan-dan-fungsi-mapel-quran-
hadits.html
(https:id.wikipedia.org/wiki/Reglet(Slate)
(https://m.tempo.co/read/news/2015/06/24/155677877/mesin-cetak-al-quran-
braille-di-bandung-tertua-di-dunia)
83
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Milkhatunnikmah
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 5 Juli 1994
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Dsn. Bejiwetan RT 03 RW 04,
Ds Kalibeji, Kec. Tuntang, Kab. Semarang
5. Riwayat Pendidikan :
a.TK Mekarsari : 1998-2000
b.SD N Rowoboni 02 : 2000-2006
c.SMP N 1 Salatiga : 2006-2009
d.SMA N 3 Salatiga : 2009-2012
e.IAIN Salatiga : 2012-2016
6. Pengalaman Organisasi
Konselor Sebaya PIK (Pusat Informasi Konseling) SAHAJASA, Biro Tazkia,
IAIN Salatiga
7. Motto : Keberanian adalah kesabaran
mengahadapi kesulitan dan penderitaan
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 31 Agustus 2016
Penulis
Milkhatunnikmah
NIM. 111-12-068
84