stie-igi.ac.id · web viewargumentasi rostow tentang pertanian sebagai ciri keterbelakangan tidak...
TRANSCRIPT
BAB VIII
Teori Pembangunan Ekonomi
Semua negara pasti melakukan pembangunan nasional – merupakan proses sistematis dan
multidimensi yang dilakukan oleh sebuah negara untuk meningkatkan kemampuan seluruh
komponen negara untuk mampu meningkatkan taraf hidup warga negara dan kemandirian
negara, – jadi pembangunan nasional lebih fokus kepada pembangunan ekonomi dengan
tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan, baik dari segi material dan
non material.
Pembangunan ekonomi sangat menentukan eksistensi suatu negara telah mendorong
para ekonom untuk menciptakkan konsep tentang pembangunan ekonomi yang relevan
dengan kondisi ekonomi, politik dan sosial serta budaya sebuah negara. Karena itu banyak
konsep pembangunan ekonomi yng ditawarkan oleh para ekonom. Konsep pembangunan
pada dasarnya memberikan pandangan untuk kesuksesan dan kegagalan pembangunan
ekonomi, persaingan pembangunan ekonomi antar negara, dan perbandingan antar konsep
pembangunan ekonomi.
Teori Pembangunan Ekonomi Klasik: Empat pendekatan
Menurut Todaro dan Smith ( 2006 ), terdapat empat pendekatan yang dilakukaan oleh
teori pembangunan ekonomi klasik. Kedua pakar mengemukakan pendapatnya berdasarkan
bukti pada negara-negara yang sukses melaksanakan pembangunan ekonomi, seperti negara-
negara di Amerika Utara, Eropa, Jepang, Australia, Amerika Latin, Afrika, Pasifik Selatan
dan Asia. Sejak selesai PD II terdapat empat pendekatan teori klasik pembangunan ekonomi
yang saling bersaing untuk menjadi yang paling relevan untuk pembangunan ekonomi.
Keempat pendekatan dimaksuud adalah: (1) Model pertumbuhan tahapan linier ( liniar stages
of growth models ), (2) teori dan pola perubahan struktural ( theories and patterns of
structural change ), (3) Revolusi ketergantungan international (the international dependence
revolution), dan (4) kontrarevolusi pasar bebas neoklasik ( the neoclassical, free market
counter revolution ).
Model PertumbuhanTahapan Linier
Teori pembangunan ekonomi ini merupakan turunan dari teori ekonomi klasik. Teori ini
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi di sebuah negara yang berhasil ( pada negara-
negara maju ) harus melalui tahapan-tahapan. Juga teori ini berpendapat bahwa pembangunan
ekonomi hanya dapat berlangsung dan berkelanjutan, jika ekonomi dapat melakukan
akumulasi modal dan meningkatkan sumber daya manusia atau produktivitas.
Tahap pertumbuhan Rostow
Teori ini muncul di tengah-tengah perang dingin ( the cold war ) antara Blok Barat pimpinan
Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Sovyet, kedua blok berusaha
mendapatkan pengikut setia sebanyak mungkin dari negara-negara berkembang yang baru
merdeka. Pada kondisi perang dingin tersebut dengan disponsori negara Amerika Serikat,
ekonom W.W. Rostow memperkenalkan dan menyebarluaskan model pembangunan tahapan
pertumbuhan. Inti dari model pembangunan ekonomi Rostow adalah perubahan dari
keterbelakangan ekonomi menuju kemajuan ekonomi dapat dijelaskan di dalam suatu
urutan tahapan yang harus dilalui oleh semua ekonomi atau negara. Model Rostow juga
dapat diakui sebagai upaya melawan atau menentang konsep perkembangan masyarakat Karl
Marx yang berpendapat tahapan masyarakat di sebuah negara pada akhirnya akan menjadi
masyarakat sosialis. Model Karl Marx gagal dengan runtuhnya Uni Sovyet dan Tiongkok
menganut sistem politik dengan sistem komunis dan sistem ekonomi dengan sistem liberal.
Dasar pemikiran Rostow bertumpu pada kesuksesan pembangunan ekonomi pada
negara-negara maju secara otomatis dengan soko guru ekonomi pasar dan semakin kecil
peranan pemerintah di bidang ekonomi, dan semakin besar peranan masyarakat dalam hal ini
para pengusaha atau kapitalis. Pendekatan model ini, dapat dinyatakan sebagai pendekatan
pembangunan ekonomi kapitalis. Dan pembangunan menurut Rostow adalah modernisasi
berupa perubahan masyarakat dari masyarakat tradisional dengan lapangan usaha
pertanian ke arah ekonomi yang mempunyai fokus pada rasional, industri dan jasa dan
konsumsi massal.
Menurut Walt Whitman Rostow, tahapan masyarakat suatu negara adalah lima tahap
atau ( the Stages of Economic Growth ) dengan rincian sebagai berikut:
1. Tahap masyarakat tradisional (the traditional society), dengan karakteristiknya:
Pertanian padat karya ( labor intensive ).
Belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Hasil-hasil tidak disimpan atau diperdagangkan ( pertanian subsistence ); dan
Adanya sistem barter.
2. Tahap pembentukan prasyarat tinggal landas (the preconditions for takeoff),
yang ditandai dengan:
Pendirian industri-industri pertambangan.
Peningkatan penggunaan modal dalam pertanian.
Lembaga ekonomi kapitalis ( bank, asuransi, pasar uang ) sudah beroperasi.
Perlunya pendanaan asing.
Tabungan dan investasi masyarakat meningkat.
Terdapat lembaga dan organisasi tingkat nasional.
Adanya elit-elit baru.
Perubahan seringkali dipicu oleh gangguan dari luar.
3. Tahap tinggal landas (the take-off), yaitu ditandai dengan:
Industrialisasi meningkat.
Tabungan dan investasi semakin meningkat.
Peningkatan pertumbuhan regional.
Tenaga kerja di sektor pertanian menurun.
Stimulus ekonomi berupa revolusi politik.
Inovasi teknologi.
Perubahan ekonomi internasional.
Laju investasi dan tabungan meningkat 5 – 10 persen dari pendapatan nasional,
Sektor usaha pengolahan (manufaktur).
Pengaturan kelembagaan liberal (misalnya sistem perbankan dan pasar uang liberal).
4. Tahap pergerakan menuju kematangan ekonomi (the drive to maturity), ciri-cirinya:
Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Diversifikasi industri.
Penggunaan teknologi secara meluas.
Pembangunan di sektor-sektor baru.
Investasi dan tabungan meningkat 10 – 20 persen dari pendapatan nasional.
5. Tahap era konsumsi-massal tingkat tinggi (the age of high mass-consumption) dengan:
Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi dan terbesar di bidang jasa;
Meluasnya konsumsi atas barang-barang yang tahan lama dan jasa;
Peningkatan atas belanja jasa-jasa kemakmuran ( jasa entertain )
Pada saat model Rostow Diperkenalkan dan disebarluaskan, kondisi atau tahapan
ekonomi negara maju sudah sampai pada tahapan empat dan lima sedangkan negara
berkembang baru mencapai tahap kedua, dan sebagian kecil tiga dan empat. ( Korea Selatan,
Taiwan, Singapura, Argentina, Indonesia Malaysia, Thailand, Brasil, Afrika Selatan, Chili,
Meksiko ). Negara-negara ini menurut Rostow adalah sudah mampu untuk melaksanakan
pembangunan dengan mayoritas modal dari dalam negeri yang berasala dari akumulasi
tabungan masyarakat.
Dengan demikian, dasar pembedaan proses pembangunan ekonomi menjadi lima
tahap tersebut adalah didasarkan kepada karateristik perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan
politik, serta nilai-nilai dalam masyarakat. Jadi, Titik sentral dari argumentasi Rostow adalah
bahwa cepat atau lambat, semua masyarakat dunia akan melewati rentetan dari kelima tahap
pertumbuhan ekonomi di atas. Faktor penentunya adalah kondisi alam, ekonomi, politik, dan
budaya.
Kritik terhadap Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi.
Sejumlah kritik terhadap teori Rostow dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Teori Rostow dianggap terlalu sederhana.
2. Rostow menyebut tentang tabungan dan investasi namun tidak mengklarifikasi
mengenai perlunya infrastruktur keuangan untuk menyalurkan tabungan yang ada ke
dalam investasi.
3. Bahwa investasi yang dimaksud Rostow belum tentu akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi.
4. Rostow tidak memasukkan unsur-unsur lain sebagai pendorong pertumbuhan
ekonomi. Perlunya infrastruktur lainnya seperti sumber daya manusia (pendidikan),
jalan-jalan, jalur kereta api, jaringan-jaringan komunikasi.
5. Teori Rostow tidak menjelaskan bahwa efisiensi dari penggunaan investasi apakah
ditujukan untuk aktivitas-aktivitas produksi ataukah untuk penggunaan lainnya.
6. Bahwa pernyataan Rostow mengenai ekonomi negara-negara di dunia akan saling
mempelajari satu sama lain dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk
pembangunan pada kenyataannya belum pernah terjadi.
7. Argumentasi Rostow tentang pertanian sebagai ciri keterbelakangan tidak beralasan.
8. Rostow berargumentasi bahwa tahapan pertumbuhan ekonomi di Eropa akan juga
terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
9. Bahwa sejarah pada kenyataannya tidak akan berulang dengan cara yang sama.
Dengan kata lain, bahwa setiap pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia tidak
selalu sama, tetapi justru punya karakteristik masing-masing.
Tampilan 6.1. Karakteristik Ekonomi Berdasarkan Tahapan dari W.W. Rostow.
Model Pertumbuhan Harrod-Domar
Model Harrod-Domar menyatakan setiap pembangunan ekonomi untuk dapat
berkesinambungan, pada ekonomi harus mampu menciptakan tabungan dengan tingkat
pertumbuhan yang memadai agar tetap positif setelah dikurangi atau digunakan untuk
mengganti modal yang menyusut. Jadi, teori pembangunan ini berpendapat akumulasi modal
merupakan dasar untuk terjadi pembangunan ekonomi.
Berikut beberapa variabel untuk dasar model Harrod-Domar. (1) rasio modal
output ( k ), (2) rasio tabungan nasional ( s ), Tabungan ( S ) gross domestic bruto ( Y ),
Investasi ( I ), Modal ( K ), perubahan stok modal ( ∆K ).
Beberapa pengertian dari model Harrod-Domar:
1. Tabungan ( S ) adalah bagian dalam bentuk tertentu atau s ( kecendrungan menabung )
terhadap pendapatan nasional ( Y ). Dengan demikian, relasi tabungan ( S ) dengan
kecendrungan menabung ( s ), dan pendapatan nasional ( Y ) adalah:
S = sY ( 6.1)
Jika s = 0.2, dan Y = $ 30.000 triliun, maka S = 0.2(30.000) = $ 6.000 triliun
2. Investasi netto atau investasi bersih ( jumlah investasi dikurangi penyusutan modal ), atau
perubahan stok atau persediaan modal ( K ) yang dapat dinyatakan sebagai ∆ K atau
investasi sama dengan perubahan stok modal. Sehingga kita dapat membuat persamaan
sebagai berikut:
I = ∆ K
( 6.2)
Ingat! Bahwa I = S, maka S = I=∆ K
Sebagaimana sudah kita ketahui dari ilmu ekonomimakro, jumlah stok modal K
mempunyai relasi dengan jumlah pendapatan nasional ( Y ), seperti yang telah ditunjukan
oleh rasio-modal output, k, maka :
KY
=k atau ∆ K∆ Y
=k
Maka
∆ K=k ∆ Y
Atau
∆ K∆ Y
=k
3. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa di ekonomi dalam kondisi seimbang harus terjadi:
S = I ( 6.4)
Dan
S = sY
Maka
I = ∆ K=k ∆ Y
Maka
S = sY = k∆ Y =∆ K=I ( 6.5)
Atau diringkas menjadi
sY = k∆ Y
( 6.6 )
Selanjutnya, jika kedua sisi persamaan (3.6) dibagi dengan Y dan kemudian dengan k,
maka kita dapatkan:
∆ YY
= sk ( 6.7
)
Jika s = 0.2, dan Y = $ 30.000 triliun, maka S = 0.2(30.000) = $ 6.000 triliun, dan
∆ Y =3.000.
∆ YY
= sk= 3.000
30.000=0.2
k=0.1=0.2
k=0.1 k=0.2 .maka
k = 0.20.1 = 2
∆ K=k ∆ Y =2 x 3.000=6.000
sY = k∆ Y =2x 3.000=0.2 x30.000=6.000 ( terbukti )
∆ K∆ Y
=k=6.0003.000
=2 ( terbukti )
KY
=k= K30.000
=2. maka K=60.000
S = I = sY = 0.2 (30.000) = 6.000
Capital Output Ratio (COR) dan Incremental Output Ratio
(ICOR)
Capital Output Ratio (COR) atau perbandingan modal-output merupakan ukuran
tentang ketersediaan sumberdaya di sebuah ekonomi atau negara. COR digunakan
untuk mengukur rasio modal yang dapat digunakan untuk memproduksi beberapa
output dalam periode waktu tertentu seperti, triwulan, semester dan tahunan. Nilai
COR cendrung meningkat atau tinggi jika modal yang tersedia di sebuah ekonomi
mempunyai biaya lebih murah dibandingkan dengan biaya inputs produksi. Karena
itu, negara-negara yang kaya atau banyak sumber daya alam mempunyai nilai COR
lebih rendah ( artinya diperlukan modal lebih sedikit untuk menghasilkan tambahan
satu unit output, dibandingkan dengan negara dengan nilai COR lebih tinggi )
dibandingkan dengan negara sedikit atau miskin sumber daya alam ( ceteris paribus ).
Hal tersebut disebabkan negara dengan sumber daya alam kaya dapat dengan cepat
dan mudah mensubstitusi modal dengan sumber daya alam dalam rangka untuk
meningkatkan output. Ketika negara-negara menggunakan sumber daya alam sebagai
pengganti modal, maka nilai COR menurun. Sebagai contoh, negara Norwegia,
negara tersebut tidak cukup banyak memiliki sumber daya alam, karena itu nilai COR
adalah tinggi.
Ukuran COR hanya dapat ditentukan ketika jumlah modal yang sudah
digunakan untuk memproduksi output sudah diketahui. Jika penyusutan modal
diasumsikan sebagai konstan atau tetap, maka COR dapat dihitung dengan cara
sebagai rasio investasi bersih dengan GDP setipa tahun..
Formula untuk menghitung COR adalah:
COR = IY
Misal, I=1.000 dan Y=10.000 , maka nilaiCOR=0.1, berarti untuk
meningkatkan output sebanyak 1 unit diiperlukan tambahan modal 10 unit. Cara lain
untuk menghitung COR dengan memasukan inovasi dan teknologi baru. Jika
sejumlah modal yang digunakan dalam rangka untuk melaksanakan beberapa proyek
dengan menggunakan teknologi tinggi dan efisien, maka nilai COR akan tinggi. Pada
sisi lain, negara-negara yang membangun proyek-proyek mengandalkan tenaga kerja (
labor intensive ), akan mempunyai nilai COR rendah.
Selain dari faktor tersebut, faktor lainnya yang penting menentukan nilai COR
adalah investasi. Semakin tinggi tingkat investasi, demikmian juga dengan semakin
tinggi nilai COR. Dengan cara sama, nilai rasio investasi rendah, berarti nilai COR
juga rendah. Negara-negara yang dapat meningkatkan modalnya dua kali dalam
waktu sepuluh tahun dibandingkan dengan negara negara yang mampu duapuluh
tahun, maka negara yang disebut lebih dahulu mempunyai nilai COR lebih tinggi
dibandingkan dengan negara yang disebut belakangan.
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) secara mendasar adalah ukuran yang
mengacu kepada tambahan unit modal yang diperlukan guna menghasilkan tambahan
satu unit output di ekonomi.
Mengapa tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara turun? Salah satu
jawaban pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan menyatakan bahwa tingkat
tabungan atau investasi di negara tersebut turun dan semakin rendah tingkat investasi.
Jadi, tingkat pertumbuhan ekonomi disebuah negara merupakan fungsi daripada
tingkat tabungan dan tingkat investasi ( ceteris paribus ). Setiap tambahan satu output
dari investasi yang diperlukan ( the marginal amount of investment capital ) di
ekonomi disebut ICOR.
Sebagai contoh, sebuah ekonomi memerlukan tambahan modaal 10 persen
untuk mendorong terjadi peningkatan nilai output sebesar satu persen, maka nilai
ICOR sebesar 10, jadi semakin kecil nilai ICOR semakin baik atau efisien ekonomi
dalam memanfaaatkan akumulasi modal. Dengan demikian, ICOR merupakan ukuran
atau alat untuk mengukur tingkat efisiensi sebuah ekonomi dalam memanfaatkan
modal.
Berikut formula ICOR:
ICOR = ∆ K∆ Y
Di dalam kerangka pemikiran model Harrod-Domar, mereka menetapkan asumsi
bahwa di ekonomi tidak terjadi diminishing return to capital ( tidak terjadi penurunan hasil
pada modal ketika jumlah modal ditambah di ekonomi ), juga tidak terdapat kesenjangan atau
keterlambatan antara investasi dengan produksi dan di ekonomi, sehingga terjadi produksi
dengan penggunaan full capacity production.
Dengan demikian, model Harrod-Domar menganjurkan setiap negara untuk dapat
menumbuhkan ekonomi harus melakukan akumulasi modal ( meningkatkan nilai COR ) dan
efisiensi pada proses produksi ( menurunkan nilai ICOR ). Kedua hal tersebut bagi negara
berkembang sangat sulit. Karena akumulaasi modal dalam negeri sangat terhaambat oleh
kemampuan menabung masyarakat dan pemerintah yang disebabakan penghasilan dan
produktivitas rendah dan anggaran negara selalu defisit, dan ekonomi tidak efisien
disebabkan masih tumbuh dan berkembang KKN.
Model Perubahan Struktur
Pendekatan ini fokus pada mekanisme atau cara yang memunngkinkan negara berkembang
untuk mentransformasi struktur ekonomi tradisionl berupa pertanian subsistence ke struktur
ekonomi lebih modern yang lebih berorientasi pada perekonomian kota, serta memiliki sektor
industri manufaktur yang lebih bervariasi dan sektor jasa keuangan ( lembaga bank dan non
bank ). Model perubahan struktur dalam analisisnya menggunakan perangkat-perangkat
neoklasik berupa mekanisme pasar, teori harga dan alokasi sumber daya, serta metode
ekonomi modern untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi.
Teori Pembangunan Lewis
Seorang ekonom yang bernama W. Arthur Lewis, memperkenalkan model dasar
teoritis dengan pusat perhatian kepada transformasi ( perubahan besar atau mendasar )
struktural ( structural transformation ) untuk perekonomian pertanian subsistence. Model dua
sektor Lewis ( Lewis two sector model ) telah diakui sebagai teori umum yang membahas
proses pembangunan di negara berkembang yang mengalami kelebihan tenaga kerja atau
tingkat pengangguran tinggi.
Menurut model pembangunan yang diajukan Lewis, perekonomian tradisional terdiri
dari dua sektor, yaitu: (1) sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan dengan struktur pertaniaan
subsistence dan kelebihan penduduk, dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja
sama dengan nol – ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan
kondisi surplus tenaga kerja ( surplus labor ) merupakan sebuah fakta bahwa jika sebagian
tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian, maka sektor pertanian di pedesaan
mempunyai output sama sekali tidak terpengaruh atau berkurang outputnya – dan (2) sektor
industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat
penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor pertanian
subsistence di pedesaan. Perhatian utama model ini adalah pada terjadinya proses pengalihan
tenaga kerja serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor
modern di kota. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja dimungkinkan
oleh adanya peningkatan output pada sektor modern. Adapaun laju atau kesempatan
perluasan kesempatan kerja ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industri dan
akumulasi modal secara keseluruhan disektor modern. Peningkatan investasi itu ssendiri
dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan di sektor modern yang berasal dari selisih
upah dengan asumsi bahwa para pemilik perusahaan atau kapitalis di sektor modern bersedia
menanam kembali seluruh keuntungannya. Asumsi lain,tingkat upah di sektor modern
konstan, tetapi tetap lebih tinggi dari upah rata-rata di sektor pertanian ( Lewis berasumsi
bahwa tingkat upah di sektor modern sekurang-kurangnya harus lebih tinggi 30 persen
daripada pendapatan rata-rata di pedesaan guna memaksa para pekerja pindah dari desa ke
kota ). Pada tingkat upah di daerah perkotaan yang konstan, maka kurva penawaran tenaga
kerja di pedesaan dianggap elastis sempurna ( setiap permintaan tenaga kerja sektor modern
selalu dipenuhi oleh penawaran tenaga kerja dari sektor tradisional atau pertanian di desa.
Secara singkat kita dapat mengilustrasikan model pertumbuhan sektor modern dalam
perekonomian dua sektor menurut Lewis pada tampilan 6.1. Sektor pertama, yaitu: sektor
pertanian subsistence tradisional ditunjukan oleh dua tampilan sebelah kanan. tampilan
sebelah kanan atas memperlihatkan perubahan produksi pangan subsistence dengan adanya
kenaikan pada input tenaga kerja. hal tersebut merupakan fungsi produksi khas ( production
function ) sektor pertanian, dimana produk total (TPA) berupa bahan pangan ditentukan oleh
satu-satunya perubahan pada variabel input yaitu: tenaga kerja (LA), sedangkan input
modal ( K A), dan teknologi pertanian tradisional (t A), diasumsikan tetap. Pada panel di
sebelah kanan bawah, kita dapati kurva produktivitas tenaga kerja marjinal (MPL), dan kurva
produktivitas tenaga kerja rata-rata ( APLA), yang merupakan turunan dari kurva produksi total
yang ditunjukan tepat diatasnya. Kuantitas tenaga kerja sektor pertanian (QLA) yang tersedia
pada kedua sumbu horisontal dan dinyatakan dalam jutaan tenaga kerja adalah sama,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Lewis bahwa dalan suatu perekonomian terbelakang
adalah 80 sampai 90 persen tenaga kerja berkumpul atau terkonsentrasi di daerah pedesaan
serta bekerja di sektor prtanian.
Lewis mengemukakan dua asumsi tentang sektor tradisional. Pertama adalah terdapat
surplus tenaga kerja, karena itu MPLA sama dengan nol ( MPLA=0 ), artinya penambahan
tenaga kerja di sektor pertanian di desa tidak meningkatkan output. Kedua adalah semua
pekerja di sektor pertanian menghasilkan output yang sama, sehingga tingkat upah ril ( W R)
di sektor pertanian ditentukan oleh produktivitas tenaga kerja rata-rata ( APLA), bukan oleh
produktivitas tenaga kerja marjinal ( MPLA), seperti pada sektor modern. Asumsikanlah ada
sejumlah tenaga kerja di sektor pertanian (LA) yang menghasilkan output produk pangan
sebanyak TPA, dan masing-masing tenaga kerja menghasilkan output produk pangan dalam
jumlah persis sama, yakni sebanyak W A ( ini sama dengan hasil hitungan TPA
LA ).
Produktivitas marjinal tenaga kerja sebanyak LA tersebut sama dengan nol (LA=0),
sebagaimana tampak pada tampilan di sebelah kanan bawah 6.1.b, dengan demikian, asumsi
surplus tenaga kerja berlaku pada seluruh tenaga kerja yang melebihi LA ( perhatikan bahwa
kurva TPA berbentuk horisontal setelah melewati jumlah pekerja LA pada tampilan kanan atas
6.1b ).
Sedangkan tampilan di sebelah kiri atas pada 3.1a, memperlihatkan kurva produksi
total ( fungsi produksi ) untuk sektor industri modern. Sekali lagi, tingkat output dari,
katakanlah barang-barang manufaktur (TPM) merupakan fungsi dari input variabel tenaga
kerja (LM), dengan catatan stok modal (K M) dan teknologi (tM) sama sekali tidak berubah.
Pada sumbu horisontal, kuantitas tenaga kerja yang dikerahkan untuk menghasilkan sejumlah
output, misalkan TPM1, dengan stok modal KM1, dinyatakan dalam ribuan pekerja perkotaan
L1. Dalam model Lewis, stok modal di sektor modern dimungkinkan untuk bertambah dari
KM1 menjadi KM2, kemudian menjadi KM3 dan seterusnya sebagai akibat dari adanya
kegiatan reinvestasi terhadap hasil keuntungan atau laba perusahaan di sektor modern atau
kaum kapatalis. Seperti pada tampilan di sebelah kiri bawah 6.1a, hal tersebut akan
menggeser kurva produksi total ke atas, dari TPM(K M 1) ke TPM(K M 2) dan akhirnya ke TPM(
K M 3). Proses yang akan menghasilkan keuntungan bagi para kapitalis dari reinvestasi dan
pertumbuhan ekonomi ditampilkan pada sebelah kiri bawah 6.1a. Disini kita mendapati kurva
produksi tenaga kerja marjinal dari sektor modern yang merupakan turunan kurva-kurva TPM
pada tampilan di atasnya. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sektor modern bersifat
persaingan sempurna, maka kurva-kurva produksi marjinal tenaga kerja tersebut
menggambarkan tingkat permintaan aktual akan tenaga kerja. Semua itu merupakan
mekanisme dari sistem dua sektor menurut Lewis.
Pada tampilan di sebelah bawah 6.1a dan 6.1.b, W A menunjukan tingkat pendapatan
rata-rata ril dari sektor ekonomi pertanian di pedesaan. Dengan demikian, W M pada tampilan
6.1.a memperlihatkan tingkat upah ril pada sektor industri atau sektor kapitalis di perkotaan.
Pada tingkat upah terebut, penawaran tenaga kerja pedesaan diasumsikan tidak terbatas atau
elastis sempurna, dan ini diperlihatkan oleh kurva penawaran tenaga kerja yang berbentuk
horisontal, W M SL. Dengan kata lain, Lewis mengasumsikan bahwa pada tingkat upah di
perkotaan sebesar W M yang lebih tinggi daripada tingkat upah di pedesaan sebesar W A atau
W M>W A, maka para penyedia atau sektor permintaaan tenaga kerja di sektor modern dapat
merekrut tenaga kerja dari sektor pedesaan sebanyak yang diperlukan, tanpa harus
mengkuatirkan bahwa tingkat upah akan meningkat ( perhatikan bahwa kuantitas tenaga kerja
di sektor pedesaan, pada tampilan 6.1.b, dinyatakan dalam jutaan, sedangkan di sektor
modern, paada tampilan 6.1.a, dinyatakan dalam ribuan ). Dengan asumsi penawaran modal
sebesar K M 1 yang jumlahnya tetap dan sudah ditentukan, pada tahap awal pertumbuhan
sektor modern, maka kurva permintaan terhadap tenaga kerja, seperti yang ditunjukan oleh
kurva D1 ¿) adalah mempunyai kemiringan menurun atau negatif ( lihat pada tampilan di
sebelah kiri bawah 6.1.a ). Karena para kapitalis di sektor modern selalu berusaha
memaksimumkan tingkat laba dan mereka diasumsikan akan terus merekrut tenaga kerja
sampai ke titik dimana produk marjinal sama dengan upah ril di titik F yang merupakan
perpotongan antara kurva penawaran dengan kurva permintaan tenaga kerja, maka
kesempatan kerja total di sektor modern akan sama dengan L1. Output total sektor modern (
TPM1), ditunjukan oleh bidang yang dibatasi oleh titik-titik OD1FL1, berdasarkan tenaga kerja
total adalah L1. Bagian dari output total yang dibayarkan kepada para pekerja dalam bentuk
upah adalah sama dengan daerah empat peersegi panjang OW MFL1. Sisa output yang
ditunjukan oleh daerah segitiga W M D1 F adalah laba total yang diterima para kapitalis di
sektor modern. Karena Lewis berasumsi bahwa semua keuntungan tersebut akan
diinvestasikan kembali maka stok modal di sektor modern akan naik ( dari K M 1ke KM 2 ).
Stok modal yang lebih besar tersebut, menyebabkan kurva produksi secara keseluruhan pada
sektor modern meningkat menjadi TPM(K M 2) yang pda gilirannya akan mengakibatkan terus
meningkatnya kurva permintaan produk marjinal tenaga kerja. Pergeseran kurva permintaan
tenaga kerja ke atas ditunjukan oleh garis atau kurva D2(K M 2) di sebelah bawah pada
tampilan 6.1.a.
Model Pertumbuhan Sektor Modern dalam Perekonomian DuaSektor yang
Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis
Produksi total sektor modern Produksi total sektor pertanian
TPM = f( LM , K M , tM ) TPA = f(LA , K A , tA)
K M 1>K M 2>K M3
TPM(KM3)
TPM3 TPM(KM2) TPA TPA(K A)
TPM2 TPM(KM1) TPA
LA=W A
TPM3
0 L1 L2 L3 QLM 0 LA QLA
Upah ril = MPLM Produksi rata-rata mrjinal
KM3¿KM2¿KM1
APLA
WM F G H SL MPLA
WA D3(KM3) WA
D2(KM2)
D1(KM1) = MPLM MPLA APLA
Surplus tenaaga kerja
L1 L2 L3 LA
Kuatitas tenaga kerja (QLM) dalam ribuan Kuantitas tenaga kerja (QLA) dalam jutaan
(a) Sektor modern (b) Sektor pertanian atau tradisional
Kemudian titik keseimbangan baru berdasarkan tingkat penyerapan tenaga kerja oleh
sektor modern akan terbentuk di titik G dengan jumlah tenaga kerja di sektor modern
mmenjadi L2, jumlah output meningkat menjadi TPM 2 atau OD2GL2, sementara jumlah upah
para tenaga kerja dan keuntungan para kapitalis meningkat menjadi masing-masing OW MGL2
dan W M D2G. Dengan demikian, keuntungan kapitalis setelah menanam kembali laba menjadi
W M D2 G yang lebihbesar dari sebelumnya dan ditanam kembali oleh para kapitalis, akibatnya
stok modal meningkat menjadi K M 3 yang akan menggeser kurva permintaan tenaga kerja
masing-masing ke TPM (KM 3), serta meningkatkan daya serap tenaga kerja oleh sektor
modern menjadi L3.
Rangkaian proses pertumbuhan berkesinambungan ( self-sustaining growth ) dan
perluasan kesempatan kerja di sektor modern tersebut diasumsikan akan kontinue sampai
semua surplus tenaga kerja di pedesaan diserap habis oleh sektor industri. Selanjutnya tenaga
kerja tambahan yang berikutnya hanya dapat ditarik dari sektor pertanian dengan biaya yang
lebih tinggi, karena hal tersebut pasti akan mengakibatkan merosotnya produksi pangan.
Hanya penurunan rasio tenaga kerja terhadap tanah secara drastis sajalah yang akan
mampu membuat produksi marjinal tenaga kerja di sektor pertanian tidak sama dengan
nol lagi. Dengan demikian, ketika tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor modern
terus mengalami pertumbuhan, kemiringan kurva penawaran tenaga kerja menaik atau
bernilai positif. Transformasi struktural perekonomian dengan sendirinya akan menjadi
suatu kenyataan, dan perekonomian negara beralih dari pertanian tradisional yang
berpusat dipedesaan menjadi menjadi perekonomian modern yang berpusat di kota.
Model Pertumbuhan Sektor Modern dalam Perekonomian DuaSektor yang
Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan Lewis
Produksi total sektor modern Produksi total sektor pertanian
TPM = f( LM , K M , tM ) TPA = f(LA , K A , tA)
K M 1>K M 2>K M3
TPM(KM3)
TPM3 TPM(KM2) TPA TPA(K A)
TPM2 TPM(KM1) TPA
LA=W A
TPM3
0 L1 L2 L3 QLM 0 LA QLA
Upah ril = MPLM Produksi rata-rata mrjinal
KM3¿KM2¿KM1
APLA
WM F G H SL MPLA
WA D3(KM3) WA
D2(KM2)
D1(KM1) = MPLM MPLA APLA
Surplus tenaaga kerja
L1 L2 L3 LA
Kuatitas tenaga kerja (QLM) dalam ribuan Kuantitas tenaga kerja (QLA) dalam jutaan
(a) Sektor modern (b) Sektor pertanian atau tradisional
Tampilan: 6.2 Modifikasi Model Lewis berupa Akumulasi Modal yang Menghemat Tenaga
Kerja: Implikasi-Implikasi Ketenagakerjaan.
Upah ril ( MPLM )
D2
D1
Kririk Terhadap Model Lewis
Model Lewis terlalu menyederhanakan perekonomian di negara berkembang dan terlalu
optimistis terhadap perubahan struktural ekonomi di negara berkembang. Beberapa dari
asumsi Lewis yang tdak tepat antara lain: (1) laba kapitalis selalu di investasikan kembali di
ekonomi nasional, padahal banyak dan juga signifikan jumlah laba kapitalis dikirim ke luar
negeri ( capital flight ), (2) Sektor ekonomi modern selalu menampung tenaga kerja yang
dibutuhkan dari sektor pertanian, tidak cocok dengan situasi umum di negara berkembang,
sektor modern cendrung menggunakan tenaga kerja di kota yang lebih terdidik, di samping
itu, tidak selalu sektor modern mengalami pertumbuhan, siklus ekonomi resesi sampai
dengan booming selalu terjadi dengan berjalannya waktu, (3) pertumbuhan penduduk di
perkotaan lebih cepat daripada di pedesaan, kondisi ini hampir menutup kesempatan kerja
bagi penduduk desa, (4) kaum kapitalis cendrung menggunakan teknologi maju, sehingga
menghambat penciptaan lapangan kerja atau dengan kata lain sektor modern jumlah
permintaan tenaga kerja semakin menurun. Perhatikan pada tampilan 3.2, dengan teknologi
maju, permintaan tenaga kerja sektor modern turun dan juga tingkat upah ril turun.
Perubahan Struktural dan Pola-Pola pembangunan
Analisis pola pembangunan ( patterns-development analysis ), merupakan pendekatan dan
analisis yang mirip dengan model Lewis. Namun demikian. masih terdapat perbedaan antara
model Lewis dengan analisi pola pembangunan. Jika pendekatan Lewis fokus pada ekonomi
di dalam negeri. Pendekatan ini, menyarankan semua negara berkembang selain melakukan
akumulasi modal fisik dan sumber daya manusia, juga menggunakan atau memanfaatkan
Tampilan: 6.2 Modifikasi Model Lewis berupa Akumulasi Modal yang Menghemat Tenaga
Kerja: Implikasi-Implikasi Ketenagakerjaan.
Upah ril ( MPLM )
D2
D1
sumber modal dan teknologi serta pasar untuk produk yang tersedia di pasar internasional.
Sumber modal internasional dapan menjadi sumber mempercepat perubahan struktural
ekonomi pertanian menjadi struktur ekonomi industri.
Di samping memanfaatkan modal luar negeri, struktur politik, sosial dan ekonomi di
dalam negeri, juga harus diubah agar lebih adaptif terhadap ekonomi internasional. Karena
jika tidak, kondisi ekonomi internasional dapat menghambat perubahan struktur ekonomi di
negara berkembang. Dengan kata lain, ekonomi negara berkembang harus ramah terhadap
pasar atau mekanisme pasar dan struktur politik di ubah lebih demokratis, sedangkan sistem
sosial lebih terbuka terhadap nilai baru yang berasal dari luar masyarakat. Dengan kata lain,
seluruh fungsi ekonomi dan produksi ditransformasi, begitu juga dengan permintaan
konsumen.
Perubahan struktur ekonomi di negara berkembang tetap menghadapi masalah,
seperti: jumlah penduduk besar, produktivitas tenaga kerja rendah, penyebaran penduduk
yang tidak merata, sumber daya alam terbatas, dan kebijakan ekonomimakro pemerintah
yang masih mementingkan golongan dan konstituen serta kapitalis dan modal asing daripada
kepentingan keseluruhan masyarakat.
Revolusi Ketergantungan Internasional
Sebagai konsekwensi negara-negara berkembang melaksanakan pembangunan ekonomi
dengan mengubah struktur ekonomi yang adaptif terhadap ekonomi internasional atau global,
hampir semua negara berkembang menjadi sangat tergantung dengan kondisi ekonomi
internasional dan terutama kondisi ekonomi negara-negara maju ( USA, MEE dan Jepang ).
Keadaan tersebut menyadarkan pemimpin negara berkembang untuk lebih fokus lagi kepada
kekuatan dan pasar ekonomi nasional. Hal tersebut dilakukan untuk ke luar dari
perangkap ketergantungan ( depedence ) dan dominasi negara maju. Menurut Todaro dan
Smith ( 2006 ), pada pendekatan revolusi ketergantungan internasional, terdapat tiga aliran
pemikiran utama, yaitu: (1) model ketergantungan neokolonial ( neocolonial dependence
model ), model paradigma palsu ( false-paradgm model ) serta tesis pembangunan
dualistis ( dualistic-development thesis ).
Model Ketergantungan Neokolonial
Model ketergantungan neokolonial secara tidak langsung adalah suatu pengembangan
pemikiran dari kaum Marxis. Model ini menghubungkan keberadaan dan kelanggengan
negara-negara terbelakang terhadap evolusi sejarah hubungan internasional yang sama sekali
tidak seimbang antara negara-negara maju dan kaya dengan negara-negara miskin dan negara
berkembang di dalam suatu sistem kapitalis internasional atau kapitalis global. Walaupun di
negara maju tidak sepakat, mereka negara maju selama ini telah mengeksploitasi negara
berkembang, tetapi terpaksa bahwa koeksistensi negara kaya dengan negara miskin dalam
sistem ekonomi global sudah menjadi faktual. Koeksistensi atau hidup berdampingan tersebut
di dalam suatu sistem kekuasaan adalah sangat timpang antara pusat kekuasaan ( center atau
core ) pada negara maju dan kekuasaan pinggiran ( periphery ) pada negara berkembang.
Beberapa negara berkembang radikal ( India, Indonesia, Iran, Malaysia, Vietnam,
Afrika Selatan, Meksiko, Brasil dan Argentina ), telah secara radikal berusaha melepaskan
diri dari eksploitasi ekonomi oleh negara maju, dengan melaksanakan pembangunan dengan
lebih mengutamakan kekuatan dan sumber dalam negeri, walaupun dalam pelaksanaannya
dihambat oleh negara maju melalui agennya di lembaga internasional ( IMF, Bank Dunia,
Bank Pembangunan Asia ) dan perusahaan multinasional, dan juga di negara berkembang
sendiri, seperti yang disebut comprador ( kapitalis lokal, penguasa pro barat, dan ekonom
neolib ), karena mereka prihatin akan kehilangan kekuasaan, pengaruh dan kesempatan
memupuk kekayaan.
Pada dasarnya, kondisi ketergantungan negara berkembang ( karena keterbelakangan
yang sengaja diciptakan oleh kapitalis internasional ) terhadap ekonomi negara maju adalah
merupakan tindakan disengaja dan direncanakan dengan sangat baik oleh pihak eksternal dan
dibantu dengan comprador, sehingga tidak disadari oleh masyarakat negara berkembang.
Bagi pejuang untuk mandiri di negara berkembang mempunyai kesatuan suara yaitu
perubahan struktural pada sistem kapitalis internasional.
Model Paradigma Palsu
Model paradigma palsu ( false-paradigm model ) mencoba memahami lebih mendalam
tentang keterbelakangan yang terjadi di negara berkembang. Menurut pendukung model
tersebut, keterbelakangan negara berkembang terjadi karena kesalahan dan ketidaktepatan
saran dan bantuan yang diberikan oleh oleh pakar ekonomi internasional kepada pemimpin
negara berkembang. Sekalipun saran baik tetapi tetap bias dengan kepentingan kapitalis
internasional ( lembaga IMF, Bank Dunia dan Bank pembangunan Asia adalah agen negara
maju untuk mengeksploitasi negara berkembang ), tetapi juga kurang sosialisasi sehingga
salah dalam penerapannya oleh negara berkembang. Para pakar ekonomi tersebut
menawarkan konsep yang serba canggih, struktur teori yang bagus dan model-model
ekonometri yang serba rumit tentang pembangunan yang dalam praktiknya sering kali hanya
menjurus kepada terciptanya kebijakan-kebijakan yang tidak tepat dan melenceng sama
sekali. Para pakar ekonomi tersebut pada dasarnya tidak memperhitungkan peranan lembaga
sosial, politik dan ekonomi di negara berkembang yang masih sangat dominan. Sehingga
sebenarnya saran mereka tidak membumi atau tidak cocok untuk diterapkan di negara
berkembang.
Disamping itu, saran mereka tidak terlepas dari teori pembangunan ekonomi
neoklasik dan kapitalis, seperti meingkatkan tabungan nasional, meningkatkan stok kapital,
dan memaksimumkan pertumbuhan GDP, dan mereka sangat yakin kepada trickle-down
theory – sebuah teori yang berpendapat bahwa pendapatan dan laba perusahaan yang berasal
dari pembangunan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan
dengan sendirinya. – sebagai akibatnya reformasi kelembagaan dan struktural yang
sebenarnya paling dan sangat dibutuhkan oleh negara-negara berkembang demi menggalakan
pembangunan, berjuang tiada akhir untuk melepaskan diri dari kondisi keterbelakangan.
Teori Pembangunan Dualistik
Pokok pemikiran dari teori perubahan struktural secara eksplisit dinyatakan di dalam teori
ketergantungan internasional adalah gagasan akan adanya sebuah dunia dengan masyarakat
ganda ( a world of dual societies ). Secara garis besar, pandangan ini melihat dunia terbagi ke
dalam dua kelompok besar: (1) negara-negara kaya dan (2) negara-negara miskin, sedangkan
di negara berkembang terdapat segelintir penduduk yang kaya dan sebagian besar penduduk
yang miskin. Dualism atau dualisme adalah sebuah konsep yang dibahas secara luas di
dalam ilmu ekonomi pembangunan. Konsep ini menunjukan adanya jurang pemisah yang
semakin lama semakin melebar antara negara-negara kaya dengan negara-negara miskin,
serta antara orang-orang kaya dengan miskin pada berbagai tingkatan di setiap negara.
Pada dasarnya, menurut Todaro dan Smith ( 2006 ), konsep dualisme itu terdiri dari empat
elemen kunci seperti sebagai berikut:
1. Kondisi berbeda berdasarkan elemen superior dengan elemen inferior yang secara
bersamaan dan berdampingan di ekonomi atau berkoeksistensi dalam waktu dan tempat
yang sama. Contoh penerapan konsep dualisme, diterapkan oleh Lewis tentang
koeksistensi metode produksi modern di perkotaan dengan metode produksi tradisional di
pedesaan, koeksistensi kelompok elit kaya yang terdidik dengan banyaknya orang miskin
dan perpendidikan rendah bahkan buta huruf, juga adanya negara industri kaya raya yang
melakukan percaturan politik dan ekonomi dunia dengan negara agraris yang miskin dan
lemah dalam politik dan ekonomi internasional.
2. Koeksistensi itu bukan bersifat sementara atau transisional, tetapi sesutu yang bersifat
baku, permanen dan kronis. Koeksistensi tersebut tidak akan menghilangkan kondisi
superior dan inferior sejalan dengan berjalannya waktu. Dan merupakan fenomena sejarah
umat manusia yang akan membaik pada suatu saat, tetapi dalam kenyataannya dan di
prediksi akan terjadi sepanjang masa.
3. Kondisi elemen superioritas dan inferioritas tidak akan menghilang atau berkurang tetapi
justru semakin meningkat ( sebagai contoh pendapatan per kapita USA pada tahun 2016
USD 35.750 sedangkan Indonesia USD 3.230, kenaikan 1 persen untuk USA sebesar
357.5 dan Indonesia USd 32.30, jadi kenaikan USA 11 kali dari Indonesia ). Juga
produktivitas negara maju tumbuh semakin tinggi dan negara berkembang tumbuh dengan
sangat lambat.
4. Hubungan antara elemen superior dengan eleman inferior tersebut terbentuk dan
berlangsung tidak saling mendukung, bahkan elemen superior berjalan sendiri dengan
cepat. Dengan demikian, apa yang disebut dengan prinsip penetesan kemakmuran ke
bawah ( trickle down effect ) tidak dapat diterima di negara berkembang dan hubungan
ekonomi internasional. Bahkan justru elemen superior mengeksploitasi elemen inferior.
Jadi, elemen superior memberikan sumbangan sangat besar bagi kondisi keterbelakangan
negara-negara berkembang.
Kontrarevolusi Neoklasik: Fundamentalisme Pasar yang Merupakan
Tantangan bagi Model Statis melalui pendekatan Pasar Bebas, Pilihan
Publik dan Pendekatan Ramah Pasar.
Memasuki abad keduapuluh satu, pengaruh politik kaum konservatif di USA dan MEE serta
Jepang, telah menghadirkan kembali apa yang disebut sebagai kontrarevolusi neoklasik
dalam teori dan kebijakan ekonomi. bagi negara-negara maju, kontrarevolusi merupakan
aliran atau pemikiran mendasar tentang kebijakan makroekonomi yang lebih mementingkan
sisi penawaran ( supply side maacroeconomics ), teori ekspektasi nasional, dan privatisasi
perusahaan negara. Sedangkan bagi negara-negara berkembang, konrarevolusi berarti pasar
di dalam negeri lebih bebas dan ssemakin berkurang peranan pemerintah di bidang ekonomi
nasional ( pemilik perusahaan dan perencanaan ekonomi yang sentralistis ). Kondisi ini
didukung oleh IMF, Bank Dunia dan Bank pembangunan Asia, sehingga sulit dibendung oleh
negara berkembang, bagi elit yang berusaha menentang, disingkirkan melalui pendekatan
demokratis, pemilu yang bias untuk memenangkan para komprador. Jadi, kontrarevolusi
neoklasik telah menguasai dunia sampai saat ini.
Pendapat inti dari kontrarevolusi neoklasik terhadap kondisi keterbelakangan ekonomi
dan kemakmuran negara berkembang adalah kesalahan dan tidak efisien dalam
memanfaatkan sumber daya alam, yang selama ini bertumpu pada pengaturan harga oleh
pemerintah dan distorsi pasar oleh oligopoli dan monopoli, sebagai akibat campur tangan
pemerintah terlalu jauh di bidang ekonomi, sehingga negara berkembang mengalami kondisi
ekonomi yang merosot dibandingkan dengan sebelum merdeka. Di samping itu, tindakan atau
kebijakan pemerintah negara berkembang yang anti pasar bebas dan investasi dan
perdagangan bebas menambah kemerosotan ekonomi di negara berkembang.
Para inisiator kontrarevolusi neoklasik mengajurkan: (1) pendekatan pasar bebas, (2)
pendekatan pilihan publik, dan (3) ramah terhadap pasar. Sebenarnya pemikiran kritis untuk
ketiga pendekatan tersebut pada intinya membuat negara berkembang semakin tergantung
kepada negara kaya, dan negara kaya dapat dengan lebih leluasa mengeksploitsi potensi
ekonomi negara-negara berkembang. Kondisi negara berkembang seperti “ bagaikan buah
simalakama, dimakan ibu mati, dibiarkan bapak mati “.
Kondisi kontrarevolusi sudah sukses di banyak negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Di Indonesia sejak bail out IMF di masa rejim Soeharto sampai dengan sekarang,
cepat atau lambat semua pemerintahan Indonesia menerima konsep kontrarevolusi neoklasik.
Pertama: privatisasi telah dilakukan, kedua: pasar Indonesia semakin bebas ( pasar uang,
pasar modal, pasar ril, semua itu bebas dari pengaturan ketat dari pemerintah ),
ketiga: peranan pemerintah semakin rendah dan hanya ( bahkan didorong oleh kapitalis
internasional ) untuk pembangunan infra struktur yang dilaksanakan pemerintah.
Teori Pertumbuhan Neoklasik Tradisional
Dasar bagi argumen pasar bebas oleh kaum neoklasik adalah keyakinan bahwa liberalisasi
atau membuka pasar nasional untuk produk luar negeri dengan bea masuk rendah bahkan
bebas bea dan pajak penjualan ( melalui kerjasama perdagangan bebas bilateral dan
multilateral ), akan merangsang investasi dari dunia internasional ( tenyata pengalaman
Indonesia tidak mengesankan, karena investor hanya tertarik pada investasi di bidang
keuangan atau sektor non ril daripada sektor ril, sebagaimana sudah kita ketahui sektor ril
memberikan kesempatan lapangan kerja lebih luas dan meningkatkan GDP Indonesia ), -
semua untuk terciptanya akumulasi modal dan peningkatan stok modal di ekonomi negara
berkembang, dan peningkatan rasio modal terhadap pekerja di negara berkembang, sehingga
pendapatan per kapita dan tabungan meningkat dan investasi meningkat dan stok kapital
meningkat dan terakhir output atau GDP meningkat. Secara teoritis memang masuk akal dan
benar, tetapi sebagaimana sudah kita bahas di depan pada bab ini, kenaikan laba tidak
seluruhnya diinvestasikan di dalam negeri. Apalagi di negara berkembang yang mempunyai
risiko negara tinggi. Country risk adalah kumpulan risiko yang berkaitan dengan investasi di
negara asing. Risiko dimaksud termasuk risiko politik, risiko nilai tukar, risiko ekonomi,
risiko kedaulatan negara, dan risiko transfer, yang merupakan risiko pemblokiran atau
pembekuan aset dan modal oleh pemerintah negara asing.
Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, pertumbuhan GDP. Pendapatan per
kapita dan tabungan nasional akan meningkatkan rasio modal tenaga kerja ( capital-labor
ratios ) – rasio antara jumlah modal ( modal fisik tidak termasuk modal tenaga kerja ) dengan
jumlah tenaga kerja, – dan pendapataan per kapita negara-negara berkembang yang umumnya
memiliki kelangkaan modal. Dasar dari pertumbuhan model neoklasik bertolak dari pendapat
Harrod-Domar, dan Solow, yang mengutamakan akumulasi modal dan akumulasi tabungan
nasional.
Model pertumbuhan neoklasik Solow ( Solow neoclassical growth model ) merupakan
pilar yang sangat memberi konstribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Pada intinya
model tersebut merupakan pengembangan dari model Harrod-Domar dengan menambahkan
faktor tenaga kerja dan teknologi, di samping akumulasi modal dan tabungan, ke dalam
persamaaan pertumbuhan ( growth equation ). Namun, perbedaan dengan model Harrod-
Domar yang mengasumsikan skala tetap ( constant return to scale ) dengan koefisien baku,
model pertumbuhan Solow berpendapat bahwa skala hasil yang terus berkurang dari input
tenaga kerja dan modal ( the law of diminishing return ), jika keduanya dianalisis secara
terpisah .
Dalam bentuk yang lebih formal, model pertumbuhan Solow memakai fungsi
produksi agregat sebagai berikut:
Y = Kα ¿ (6.8)
Dimana:
Y = produk domestik bruto
K = Stok modal
L = Tenaga kerja
A = Produktivitas tenaga kerja
∝ = Elastisitas output terhaadap modal ( atau persentase kenaikan GDP yang bersumber dari
kenaikan 1 persen pada modal fisik dan modal manusia ).
Berdasarkan teori pertumbuhan neoklasik dari Harrod-Domar dan Solow dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah ditentukan dari salah satu atau bersamaan
dari variabel modal fisik, modal tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Berikut dasar dari teori
pertumbuhan ekonomi Solow:
Model Solow percaya bahwa terjadi atau terdapat di ekonomi pertumbuhan modal
secara berkelanjutan meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi secara temporer,
karena rasio modal terhadap pekerja naik.
Walaupun demikian, produk marjinal dari hasil tambahan unit modal mungkin
turun ( karena the law of capital diminishing return ), sehingga ekonomi bergerak
mengikuti jalur pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan GDP ril tumbuh
dengan tingkat sama ketika tingkat pertumbuhan tenaga kerja ditambah dengan faktor
yang merefleksikan peningkatan produktivitas.
Jalur pertumbuhan berkesinambungan ( a steady-state growth path ) dicapai ketika,
modal dan pekerja adalah semuanya tumbuh dengan persentase sama, sehingga output
per pekerja adalah konstan.
Ekonom klasik percaya bahwa trend kenaikan pada pertumbuhan ekonomi
memerlukan kenaikan pada penawaran tenaga kerja ditambah semakin tinggi tingkat
produktivitas pekerja dan modal.
Perbedaan kecepatan perubahan teknologi antar negara akan menyebabkan perbedaan
tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara.
Pertanyaan untuk Pendalaman Materi
1. Jelaskan kelemahan dari teori tahapan pertumbuhan dari Rostow.
2. Jelaskan kelemahan dari teori dua ektor dari Lewis.
3. Jelaskan yang dimaksud dengan COR dan ICOR, jika dua negara dengan masing-masing
nilai ICOR sebesar 2 dan 5, negara dengan ICOR berapa yang lebih efisien.
4. Jika s = 0.3, dan Y = $ 40.000 triliun, maka S = 0.3(40.000) = $ 12.000 triliun, hitung
nilai COR dan ICOR.
5. Sebutkan dann jelaskan tiga variabel pada teori pertumbuhan Saolow, dan jelaskan yang
dimaksud dengan the law of diminishing return menurut Solow.
6. Jelaskan jalan pemikiran dari pada pendukung kontrarevolusi neoklasik. Jelaskan pula
dampaknya bagi perekonomian negara-negara berkembang.