naskah akademik rancangan peraturan daerah … fileketidakmampuan masyarakat dalam mengakses...

52
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGARAAN PENDIDIKAN Naskah Akademik Disusun oleh: Lembaga Kajian Riset dan Debat (Lemkarisba) Periode 2018/2019 Pembimbing: Gandhi Pharmacista, S.H.,M.H. UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM 2018

Upload: buinhu

Post on 19-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGARAAN PENDIDIKAN

Naskah Akademik

Disusun oleh:

Lembaga Kajian Riset dan Debat (Lemkarisba)

Periode 2018/2019

Pembimbing:

Gandhi Pharmacista, S.H.,M.H.

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

FAKULTAS HUKUM

2018

1

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGARAAN PENDIDIKAN

A. Latar Belakang

Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah satu tujuan dalam

pelaksanaan pembangunan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan

mengemas sedemikian rupa sehingga seluruh masyarakat dapat menikmati pendidikan,

meningat pendidikan merupakan salah satu tujuan negara yang merupakan prioritas utama

adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang merupakan salah satu cara

dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mengadaptasi situasi dan kondisi

yang selalu mengalami perubahan secara dinamis. Berbagai permasalahan yang muncul

terkait pendidikan nasional, mulai fasilitas pendidikan yang memprihatinkan sampai

masalah mutu pendidikan yang masih rendah. Ditambah lagi akses pendidikan yang saat

ini kurang dapat dinikmati oleh masyarakat karena masalah ekonomi sehingga akan

semakin membuka jurang pemisah dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan

ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses pendidikan karena lemahnya faktor

ekonomi menyebabkan kebodohan dan keterbelakangan sehingga tentunya akan

mengganggu laju pembangunan nasional.

Pentingnya pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan mewajibkan setiap

pihak untuk melaksanakan pendidikan. Selain penyelenggaraan pendidikan, yang paling

utama adalah pengelolaan pendidikan itu sendiri. Dengan adanya pengelolaan diharapkan

peningkatan pendidikan dapat lebih lengkap dan bekerlanjutan. Hal ini perlu

diejawantahkan dalam bentuk peraturan daerah sebagai upaya untuk melengkapi dan

meningkatkan pendidikan melalui pengelolaan dan penyelenggaraannya sebagaimana

mestinya.

Sejalan dengan itu Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dan/atau Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2024

tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah

dan DPRD untuk membuat peraturan daerah. Kebutuhan akan peraturan daerah tentang

pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung. Dengan demikian,

2

mengacu pada paparan di atas bahwa dibutuhkan peraturan daerah tersebut di Kota

Bandung.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan identifikasi masalah,

yaitu:

1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pengelolaan dan penyelenggaran

pendidikan Kota Bandung?

2. Mengapa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Kota Bandung harus

dijadikan rancangan peraturan daerah?

3. Apakah yang menjadi pertimbangan landasan filosofis, yuridis dan sosiologis

pembentukan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan penyelenggaran

pendidikan Kota Bandung?

4. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,

dan arah pengaturan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan

penyelenggaran pendidikan Kota Bandung?

C. Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan

penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan dan

penyelenggaran pendidikan Kota Bandung.

2. Merumuskan permasalahan hukum yang menjadi pertimbangan landansan

filosofis, yuridis dan sosiologis pembentukan pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan Kota Bandung harus dijadikan rancangan peraturan daerah.

3. Merumuskan pertimbangan landansan filosofis, yuridis dan sosiologis

pembentukan rancangan peraturan daerah pengelolaan dan penyelenggaran

pendidikan Kota Bandung.

4. Merumuskan sasaran yang diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan,

dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan dan

Penyelenggaran Pendidikan Kota Bandung.

Kemudian yang menjadi kegunaan dalam penyusunan Naskah Akademik

dirumuskan sebagai berikut:

3

1. Meningkatkan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembangunan nasional.

2. Mendorong terciptanya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang

berbasis pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan,

kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam

hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

3. Mengakses pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dari berbagai sumber

baik dari jaringan internasional, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

4. Memberikan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang seluas-

luasnya bagi masyarakat Kota Bandung, khususnya masyarakat menengah ke

bawah.

D. Metode

Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya merupakan suatu kegiatan

penelitian penyusunan Naskah Akademik digunakan metode yang berbasiskan metode

penelitian hukum.1

1. Jenis Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat dua model jenis penelitian yaitu:2

a. Metode penelitian hukum normatif atau penelitian doctrinal,

mempergunakan data sekunder berupa: peraturan perundang-

undangan, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hukum

terkemuka, analisis data sekunder dilakukan secara normatif

kualitatif yaitu yuridis kualitataif.

b. Metode penelitian hukum sosiologis/empiris, mempergunakan

semua metode dan tehnik-tehnik yang lasim dipergunakan di dalam

metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial/empiris.

Bertitik tolak dari pemasalahan yang diangkat dalam kajian ini, maka

jenis penelitian dalam kajian ini mempergunakan penelitian hukum normatif.

Dalam beberapa kajian jenis penelitian seperti ini juga disebut dengan

1 Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Refleksi,

Yayasan Obor, hlm. 177-178. 2 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1985, hlm.

9.

4

penelitian dogmatik.3 Dalam penelitian hukum normatif, untuk mengkaji

persoalan hukumnya dipergunakan bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan

hukum primer (primary sources or authorities) bahan-bahan hukum

sekunder (secondary sources or authorities) dan bahan hukum tersier (tertier

sources or authorities). Bahan-bahan hukum primer dapat berupa peraturan

perundang-undangan, bahan-bahan hukum sekunder dapat berupa makalah,

buku- buku yang ditulis oleh para ahli dan bahan hukum tersier berupa kamus

bahasa hukum dan kamus bahasa Indonesia.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian hukum normative ada beberapa metode pendekatan

yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep

(conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach), pendekatan

perbandingan (comparative approach), pendekatan histories (historical

approach), pendekatan filsafat (philosophical approach),dan pendekatan

kasus (case approach).4 Dalam penelitian ini digunakan beberapa cara

pendekatan untuk menganalisa permasalahan. Dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan

kasus (case approach) dan pendekatan konsep hukum (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dilakukan dengan

menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan

pendelegasian kewenangan, antara lain UU Kearsiapan dan UU Pemda.

Pendekatan konsep hukum ( conceptual approach) dilakukan

dengan menelaah pandangan-pandangan mengenai pendelegasian

kewenangan sesuai dengan penelitian ini.5 Disamping itu digunakan

pendekatan kontekstual terkait dengan penrapan hukum dalam suatu waktu

yang tertentu.

3. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder.6 Bahan hukum primer adalah segala dokumen resmi yang

3 Jan Gijsels, 2005, Mark Van Hocke (terjemahan B. Arief Sidharta) Apakah Teori Hukum Itu?,

Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung, hlm. 109-110. 4 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta Interpratama Offset, hlm. 93-137. 5 Ibid, hlm. 19. 6 C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 2, Alumni,

Bandung, hlm. 134.

5

memuat ketentuan hukum, dalam hal ini adalah Undang-Undang Kearsiapan

dan Undang-Undang Pemerintah Daerah serta peraturan perundang- undangan

yang lain yang terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada

peraturan perundang-undangan.

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil penelitian

atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan penelitian ini,

termasuk di dalamnya kamus dan ensiklopedia. Selain itu akan digunakan data

penunjang, yakni berupa informasi dari lembaga atau pejabat di lingkungan

Pemerintah Kota Bandung.

4. Metode Pengumplan Bahan Hukum

Bahan hukum dikumpulkan melakukan studi dokumentasi, yakni

dengan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang relevan dengan masalah

yang diteliti yang ditemukan dalam bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan hukum tersier. Untuk mendukung bahan hukum

tersebut dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan yang

terkait dengan Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung.

5. Teknis Anaslisa Bahan Hukum

Teknik analisa terhadap bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam

kajian ini adalah teknik deskripsi, interpretasi, sistematisasi, argumentasi

dan evaluasi. Philipus M.Hadjon mengatakan bahwa tehnik deskripsi adalah

mencakup isi maupun struktur hukum positif.7 Pada tahap deskripsi ini

dilakukan pemaparan serta penentuan makna dari aturan-aturan hukum yang

dikaji dengan demikian pada tahapan ini hanya menggambarkan apa adanya

tentang suatu keadaan.

Dari sisi sumber dan kekuatan mengikatnya menurut I Dewa Gede

Atmadja secara yuridis interpretasi ini dapat dibedakan menjadi:

a. Penafsiran otentik, yakni penafsiran yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan itu sendiri. Penafsiran ini adalah merupakan

penjelasan-penjelasan yang dilampirkan pada undang-undang yang

7 Philipus M Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif) dalam Yuridika Nomor 6

Tahun IX, Nopember-Desember hlm. 33.

6

bersangkutan (biasanya sebagai lampiran). Penafsiran otentik

ini mengikat umum.

b. Penafsiran yurisprudensi merupakan penafsiran yang ditetapkan

oleh hakim yang hanya mengikat para pihak yang bersangkutan.

c. Penafsiran doktrinal ahli hukum merupakan penafsiran yang

diketemukan dalam buku-buku dan buah tangan para ahli sarjana

hukum. Penafsiran ini tidak mempunyai kekuatan mengikat, namun

karena wibawa ilmiahnya maka penafsiran yang dikemukakan,

secara materiil mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan undang-

undang.

Bertitik tolak dari pandangan Philipus M. Hadjon dan I Dewa

Atmadja di atas, maka untuk membahas persoalan hukum yang akan dikaji,

akan dipergunakan penafsiran otentik, penafsiran gramatikal dan penafsiran

sejarah hukum. Penafsiran otentik dalam kajian ini dimaksudkan adalah

penafsiran yang didasarkan pada penafsiran yang diberikan oleh pembentuk

undang-undang, melalui penjelasan-penjelasannya dan peraturan perundang-

undangan yang lain. Kemudian penafsiran gramatikal dalam kajian ini

dilakukan dalam kaitannya untuk menemukan makna atau arti aturan hukum,

khususnya aturan hukum yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Kearsipan.

7

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam UU Sisdiknas adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata

pendidikan berasal dari kata „didik‟ dan mendapat imbuhan „pe‟ dan akhiran „an‟,

maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.

Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Paradigma filsafat pendidikan, telah berulang kali dinyatakan

bahwa pendidikan adalah persoalan yang melekat secaca kodrati di dalam diri

manusia.1Pendidikan terbesar di seluruh sektor baik kegiatan kehidupan masyarakat baik

dalam dimensi horizontal maupun vertikal, ketika manusia berinteraksi dengan dirinya

disitulah ada pendidikan.Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya dalam setiap

kegiatan kemasyarakatan disitu ada pula pendidikan ketika manusia berinteraksi dengan

alamnya disitu juga ada pendidikan. Antara pendidikan dan manusia bagaikan wadah

dengan isinya. Dengan kata lain hubungan kodrat pendidikan dan manusia, pada taraf

eksistensial, bagaikan hubungan antara jiwa dan badan manusia. Jika jiwa berpotensi

menggerakkan badan kehidupan manusiapun digerakkan oleh pendidikan ke arah

pencapaian tujuan akhir, tanpa pendidikan manusia kehilangan roh penggerak kehidupan

sehingga kehidupan menjadi tidak kreatif dan pada akhirnya mengancam kelangsungan

seluruh kehidupan sendiri.

Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi anak didik menyangkut

intelektual, keterampilan serta kepribadiannya untuk memerankan dirinya ditengah-tengah

masyarakat. Tujuan pendidikan menurut Langeveld adalah pendewasaan diri dengan ciri-

ciri yaitu: kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan

tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan

atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain

dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain.

8

Tujuan pendidikan menurut Jacques Delors,cs.,dikenal Empat Pilar Pendidikan

versi UNESCO sebagai berikut:

1. Learning to know (belajar untuk mengetahui);

2. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat);

3. Learning to be (belajar untuk menjadi dirinya sendiri); dan

4. Learning to live together (belajar untuk hidup bersama dengan orang lain).

Upaya menyiapkan sumber daya manusia masa depan untuk membangun karakter

bangsa (national character building), tujuan pendidikan harus ada keseimbangan antara

membangun intelektual, emosional dan spiritualitas. Terlebih-lebih lagi dalam Negara

yang berdasarkan Pancasila, tugas pendidikan adalah untuk mengembangkan pribadi yang

bersusila, dan berada sebagai anggota dalam masyarakatnya, masyarakat sekitarnya,

masyarakat etnisnya, masyarakat bangsanya yang bhinneka dan sebagai anggota

masyarakat yang beradab.

B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan Norma

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang secara teoritik

meliputi asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat

formal dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat

materiil. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang bersifat formal

dituangkan dalam Pasal 5 UU P3 2011 (khususnya dalam pembentukan Peraturan Daerah,

asas-asas tersebut diatur dalam Pasal 137 UU Pemda), dengan sebutan “asas

pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik”, yang meliputi:

1. kejelasan tujuan;

2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

4. dapat dilaksanakan;

5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

6. kejelasan rumusan; dan

7. keterbukaan.

9

Asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik diatur

dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU P3 2011 (khususnya berkenaan dengan Perda diatur

dalam Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni: materi muatan Peraturan

Perundang-undangan mengandung asas:

1. pengayoman;

2. kemanusiaan;

3. kebangsaan;

4. kekeluargaan;

5. kenusantaraan;

6. bhineka tunggal ika;

7. keadilan;

8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain

sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang- undangan yang bersangkutan.

Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-

undangan tertentu dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU P3 2011, yang

dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara lain:

1. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa

kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; dan

2. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas

kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

Relevansi asas-asas formal pembentukan peraturan perundang- undangan yang baik

dengan pengaturan penyelenggaraan pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, kejelasan tujuan. Penyelenggaraan pendidikan bertujuan: (1)

memberikan kepastian bagi masyarakat mengenai siapa yang bertanggung jawab dan apa

tanggung jawabnya terhadap pengelolaan pendidikan; dan (2) memperkuat dasar hukum

bagi Pemerintah Daerah melakukan penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kepada

masyarakat.Tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah efektivitas, efisiensi, dan

akuntabilitas pengelolaan pendidikan.

10

Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh: Pengaturan

penyelenggaraan pendidikan dengan Peraturan Daerah dilakukan oleh WaliKabupaten

Jembrana dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten Jembrana. Rancangan dapat

berasal dari Bupati atau dari DPRD.

Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Penyelenggaraan Pendididkan

harus dengan Peraturan Daerah. Adapun materi pokok yang diatur dengan Peraturan

Daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah.

Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan

dibentuknya Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan adalah harus

memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofis, yakni ada jaminan keadilan dalam

pengenaan penyelenggaraan pendidikan; (2) yuridis, adanya jaminan kepastian dalam

penyelenggaraan pendidikan, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (3) sosiologis, pengaturan

penyelenggaraan pendidikan memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah

daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum.

Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas ini dapat diwujudkan sepanjang

pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara. Salah satu indikasi

pengaturan penyelenggaraan pendidikan memang benar-benar dibutuhkan adalah adanya

wajib penyelenggaraan pendidikan, sebagaimana telah dikemukakan dalam kondisi

eksisting di atas.

Keenam, kejelasan rumusan. Asas ini dapat terwujud dengan pembentukan

Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai persyaratan teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi,

serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Singkatnya, rumusan aturan hukum

dalam Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pendidikan yang menjamin kepastian.

Ketujuh, keterbukaan. Proses pembentukan Peraturan Daerah ini harus menjamin

partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin haknya untuk memberikan

masukan, baik tertulis maupun lisan, serta kewajiban Pemerintah Daerah untuk

menjamin masukan tersebut telah dipertimbangkan relevansinya. Untuk

11

terselenggaranya partisipasi masyarakat itu, maka terlebih dulu Pemerintah Daerah

memberikan informasi tentang proses pembentukan Peraturan Daerah bersangkutan.

Mengenai asas-asas materiil yang lain, sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentuka Peraturan Perundang-

undangan, dalam pengaturan tentang penyelenggaraan pendidikan, yakni:

1. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok

masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok

masyarakat.

2. secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dan

kesadaran pribadi untuk melaksanakan pendidikan.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelanggaraan, Kondisi Yang Ada Serta Permasalahan

Yang Dihadapi Masyarakat

Pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat diukur dari tingkat pemenuhan

kewajiban pemerintah daerah yang diukur dari layanan pendidikan pada semua anak yakni:

a) Apakah anak-anak yang masuk SD/MI sudah siap bersekolah, b) Apakah anak-anak

yang berusia SD/MI sudah bersekolah, c) Apakah anak-anak yang lulus SD/MI

melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP/MTs. Kondisi ini jika dimaknai bahwa

sesungguhnya bila ditinjau dari segi kesiapan secara fisik maupun mental dan intelengensi

anak-anak tersebut belum siap untuk memasuki jenjang SD/MI . Hal tersebut berdampak

pada prestasi belajar anak, utamanya di kelas 1 ketika baru mulai beradaptasi dengan

lingkungan pembelajaran di tingkat SD/MI. Tingginya jumlah kelurahan/desa yang masih

mempunyai APS tinggi dapat di sebabkan oleh salah satu atau keduanya dari dua faktor

yaitu ketersediaan layanan yang masih rendah atau karena kemampuan masyarakat yang

rendah.

Mutu Pendidikan menjadi salah satu hal penting di dalam menilai keberhasilan

pembangunan di bidang pendidikan yakni bahwa mutu pendidikan dapat dinilai dengan

indicator: a) Angka Mengulang Kelas (AMK), b) Angka Putus Sekolah (APS), c) Mutu

dan Pemerataan input Pendidikan,dan d) Mutu Lulusan. Berdasarkan hal tersebut maka

realitas mutu pendidikan dalam 3 tahun terakhir berupa nilai angka mengulang bagi

anak-anak SD dan SMP, serta SLTA, dan angka putus sekolah masih cukup besar.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas terlihat jelas bahwa terdapat sejumlah

masalah dalam bidang pendidikan yang tidak boleh dibiarkan berlangsung terus menerus,

12

karena hal tersebut jika diabaikan akan menghambat pelaksanaan visi dan misi serta garis-

garis besar program pembangunan khususnya di bidang pendidikan, yang pada akhirnya

akan semakin jauh dari cita-cita bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mensejahterakan kehidupan bangsa Indonesia.Berdasarkan paparan tersebut dapat

diperoleh pemahaman, bahwa beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik

penyelenggaraan Penyelenggaraan Pendidikan, yang juga merupakan permasalahan yang

dihadapi masyarakat, perlu mendapat perhatian.

Selain hal tersebut, pembangunan pendidikan di diarahkan sejalan dengan rencana

strategis program pendidikan yakni pada pelayanan di bidang pendidikan akan

mencakupi:

1. Pendidikan anak usia dini (PAUD).

2. Wajib belajar Sembilan Tahun pada jenjang Sekolah Dasar dan jenjang

Sekolah Menengah Pertama.

3. Pendidikan Menengah.

4. Pendidikan Non formal.

5. Peningkatan Mutu Pendidik dan ke Pendidikan.

6. Manajemen Layanan Pendidikan.

Dengan demikian ada 6 (dua) isu hukum tentang kepastian hukum yang perlu

mendapat perhatian.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam

Undang-Undang atau Peraturan Daerah Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara

Dalam lingkup pengaturan penyelenggaraan pendidikan, terdapat dua komponen

yaitu komponen yang sifatnya statis, dan komponen yang sifatnya dinamis. Komponen

yang sifatnya statis meliputi:

1. Asas, fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan.

2. Struktur atau kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan.

3. Tugas dan wewenang kelembagaan dalam penyelenggaraan pendidikan.

4. Komposisi keanggotaan di dalam setiap kelembagaan penyelenggaraan

pendididkan.

5. Kelengkapan organisasi/kelembagaan penyelenggaraan pendidikan.

6. Ketenagaan.

7. Kekayaan.

13

8. Sanksi.

Sedangkan yang dimaksud pengaturan penyelenggaran pendidikan yang sifatnya

dinamis adalah pengaturan kelembagaan pendidikan yang meliputi tata cara atau prosedur,

yang antara lain meliputi:

1. Pendirian sekolah.

2. Pengisian kelembagaan pendidikan.

3. Pengambilan keputusan di dalam satuan pendidikan.

4. Kerja sama sekolah dengan institusi lain.

5. Status aset sekolah.

6. Pengawasan penyelenggaraan pendidikan.

7. Pengadaan ketenagaan.

8. Penggabungan dan pembubaran sekolah.

9. Pengalihan bentuk sekolah.

Memperhatikan uraian tersebut di atas, maka adanya Peraturan Daerah tentang

Penyelenggaraan Pendidikan ini tidak akan menimbulkan dampak terhadap beban

keuangan daerah, justru sebaliknya, akan ada penambahan target penerimaan PAD dari

sektor ini.

14

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Kondisi Hukum Yang Ada dan Statusnya

Dalam rangka menyempurnakan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan

Pendidikan Kota Bandung, berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

menentukan bahwa:

(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan

menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(6) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 29 Ayat (2) Huruf F, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/

Walikota Berhak Membentuk Kebijakan Daerah Dalam Bentuk Peraturan Daerah di

Bidang Pendidikan. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan

pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal itu juga disebutkan bahwa Pengelolaan

dan Penyelenggaraan Pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sekalipun ada dasar

hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan,

diperlukan pula argumentasi tentang urgensi membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang

secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis.

B. Keterkaitan Peraturan Daerah Baru Dengan Peraturan Perundang-Undangan

Yang Lain

Materi Pokok Penyelenggaraan pendidikan yang hendak diatur dalam Peraturan

Daerah yang sedang disusun Naskah Akademiknya, mempunyai keterkaitan dengan

sejumlah peraturan perundang-undangan.

15

Materi Muatan Keterkaitan Dengan

UU Pendidikan UU 23 Tahun 2014

Pasal 29 ayat (2) PP No.

17 Tahun 2010

Kebijakan daerah bidang

pendidikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

dituangkan dalam:

a. Rencana pembangunan

jangka panjang

kabupaten/kota;

b. rencana pembangunan

jangka menengah

kabupaten/kota;

c. rencana strategis

pendidikan

kabupaten/kota;

d. rencana kerja

pemerintah

kabupaten/kota;

e. rencana kerja dan

anggaran tahunan

kabupaten/kota;

f. peraturan daerah di

bidang pendidikan; dan

g. peraturan bupati/

walikota di bidang

pendidikan

Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7)

Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional menentukan bahwa:

(5) Pemerintah

Kabupaten/Kota mengelola

pendidikan dasar dan pendidikan

menengah, serta satuan pendidikan

yang berbasis keunggulan lokal.

(7) Ketentuan mengenai

pengelolaan pendidikan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat

(2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan

ayat (6) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah

Dalam Pasal 11 ayat (2): Urusan

Pemerintahan Wajib yang

berkaitan dengan Pelayanan Dasar

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. pendidikan;

Lampiran, huruf a Pembagian

Urusan Pemerintahan Bidang

Pendidikan. Sub Bidang:

Manajemen pendidikan

Meliputi :

a. Pengelolaan pendidikan dasar.

b. Pengelolaan pendidikan anak

usia dini dan pendidikan non

formal

Selain itu ada keterkaitan peraturan daerah baru dengan peraturan perundang-

undangan yang lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam rangka menyempurnakan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan

Pendidikan Kota Bandung, berdasarkan Pasal 50 ayat (5) dan ayat (7)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional menentukan bahwa:

16

(5) Pemerintah Kabupaten/Kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan

menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

(6) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), ayat (2),ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

2. Dalam Pasal 29 ayat (2) huruf f PP No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, Bupati/Walikota berhak membentuk kebijakan

daerah dalam bentuk peraturan daerah di bidang pendidikan. Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen suatu

pendidikan pada satua atau program pendidikan pada jalur, jenjang, jenis

pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan

pendidikan nasional.

3. Pasal 29 ayat (2) PP No.17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan bahwa kebijakan daerah di bidang pendidikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:

a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota;

b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota;

c. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;

d. rencana kerja anggaran tahun kabupaten/kota;

e. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan

f. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan.

4. Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pemerintahan

Daerah menyatakan bahwa urusan pemerintah wajib berkaitan dengan

pelayanan dasar meliputi pendidikan. Kemudian urusan pemerintahan di bidang

pendidikan meliputi:

a. pengelolaan pendidikan dasar;

b. pengelolaan pendidikan anak usia dini dan pendidikan nonformal.

17

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Fiolosofis

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

bertujuan untuk memberikan pengayoman dan memajukan kesejahteraan masyarakat

dalam rangka mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera, dan

berkeadilan. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 ditentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang

tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Masing-

masing pemerintahan daerah itu mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi dimaksud adalah otonomi seluas-luasnya.

Ketentuan konstitusional tersebut dilaksanakan dengan Undang- Undang Nomor 23

tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali

terakhir denganUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, maka pengelolaan dan

penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang

seluas-luasnya, disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi

daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung merupakan salah satu

sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan

daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian

daerah, perlu dilakukan perluasan objek penyelenggaraan pendidikan daerah dan

pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Kebijakan pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,

peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditegaskan, landasan filosofis pengaturan

pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan adalah bahwa pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna

membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada

18

masyarakat, sehingga perlu pengaturan penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip

demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan

memperhatikan potensi daerah.

Jadi, Pemerintahan Daerah membuat Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan Pendidikan, berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan,

peran serta masyarakat, dan akuntabilitas. Adapun tujuan pembentukan Peraturan Daerah

ini adalah sebagai landasan hukum pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, yang

merupakan satu salah satu sumber pendapatan Kota Bandung yang penting guna

membiayai pelaksanaan pemerintahan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat di Kota Bandung.

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai

aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai

perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Unsur sosiologis adalah

gejala dan masalah sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang

menjadi latar belakang dan alasan pembuatan undang-undang atau peraturan daerah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kota Bandung:

1. bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Kota Bandung telah

diatur dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2002 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung;

2. bahwa Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20 Tahun 2002 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Bandung dalam perkembangannya tidak

memadai dan perlu disempurnakan agar sesuai dengan perubahan peraturan

perundang-undangan di bidang pendidikan dan tuntutan pembangunan;

3. bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan di Kota Bandung agar lebih berdayaguna dan berhasil guna maka

diperlukan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pengawasan dan

pengendalian, pemberian pelayanan serta pengelolaan di bidang pendidikan

secara optimal;

Dengan demikian, perlu dibentuk Peraturan Daerah Kota Bandung tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan.

19

C. Landasan Yuridis

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

yakni Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), penyelenggaraan pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak

dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan

kepada masyarakat.

Penyelenggaran Pemerintahan Daerah selanjutnya diatur dalam Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa

kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan

Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, dan kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 10 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang, ditentukan sebagai urusan pemerintah (pusat). Dalam menyelenggarakan

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan

otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan

daerah untuk kabupaten dan kota yaitu, meliputi:

1. Pelaksanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan;

7. Penanggulangan masalah sosial;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

20

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum dan pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

21

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

A. Ketentuan Umum

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka arah pengaturan adalah mengarahkan agar

pengaturan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dirumuskan secara berkeadilan,

berkemanfaatan, dan berkepastian hukum.

Jangkauan pengaturannya adalah agar pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan secara abasah berdasarkan Peratruran Daerah. Jadi, pentingnya disusun

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan Kota

Bandung ini adalah memberikan landasan hukum pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan, yang disusun berdasarkan pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis,

untuk pencapaian keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam pengelolaan dan

penyelenggaraan pendidikan tersebut.

B. Materi Yang Diatur

Ruang lingkup materi muatan raperda penyelenggaraan pendidikan adalah

jangkauan materi pengaturan yang khas yang dimuat dalam raperda penyelenggaraan

pendidikan, yang meliputi materi yang boleh dan materi yang tidak boleh dimuat dalam

raperda penyelenggaraan pendidikan.

Jadi, yang dimaksud dengan materi muatan baik mengenai batas materi muatan

maupun lingkup materi muatan. Lingkup materi yang boleh dimuat ditentukan oleh asas

otonomi daerah dan tugas pembantuan maupun yang ditentukan secara objektif- normatif

dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai materi muatan Perda

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Pengelompokan tersebut mesti mengacu pada Teknik Penyusunan Peraturan

Perundang-undangan, angka 1 dan angka 62 TP3, mengenai kerangka Peraturan

Perundang-undangan dan pengelompokkan batang tubuh Peraturan Perundang-undangan,

yakni:

22

1. Judul

2. Konsideran

3. Bab I Ketentuan Umum

4. Bab II Tujuan, Ruang Lingkup dan Prinsip

5. Bab III Hak dan Kewajiban

6. Bab IV Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan

7. Bab V Wajib Belajar

8. Bab VI Bahasa Pengantar

9. Bab VII Standar Nasional Pendidikan

10. Bab VIII Pendanaan Pendidikan

11. Bab IX Pengelolaan Pendidikan

12. Bab X Peran Serta Masyakat Dalam Pendidikan

13. Bab XI Pengawasan

14. Bab XII Larangan

15. Bab XIII Sanksi

16. Bab XIV Ketentuan Pidana

17. Bab XV Ketentuan Peralihan

18. Bab XVI Ketentuan Penutup

23

C. Ketentuan Sanksi

1. Sanksi Administrasi

a. Walikota berwenang memberikan sanksi administratif terhadap penyelenggara

pendidikan pada semua tingkatan, yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan

Daerah ini.

b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

1) teguran/peringatan;

2) pencabutan izin;

3) pembubaran.

c. Pelanggaran terhadap peraturan daerah ini bagi Pegawai Negeri Sipil dikenakan

sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Ketentuan Pidana

a. Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Walikota atau Kepala

Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) diancam pidana

kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima

puluh juta rupiah).

b. Barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (4), ayat (5) dan ayat (6),

Pasal 18 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 37, Pasal

38 ayat (4), Pasal 39 ayat (1), pasal 52 ayat (4) dan Pasal 67 ayat (1), ayat (2),

ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9) diancam pidana kurungan

paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah).

c. Selain tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat

dikenakan pidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

24

D. Ketentuan Peralihan

Ketentuan peralihan diperlukan apabila materi hukum dalam peraturan perundang-

undangan sudah pernah diatur. Ketentuan peralihan harus memuat pemikiran tentang

penyelesaian masalah/keadaan atau peristiwa yang sudah ada pada saat mulai berlakunya

peraturan perundang-undangan yang baru. Ketentuan peralihan memuat:

1. Ketentuan-ketentuan tentang penerapan peraturan perundang-undangan

baru terhadap keadaan yang terdapat pada waktu peraturan daerah itu mulai

berlaku.

2. Ketentuan-ketentuan tentang melaksanakan peraturan daerah itu secara

berangsur-angsur.

3. Ketentuan-ketentuan tentang penyimpangan untuk sementara waktu dari

peraturan daerah itu.

4. Ketentuan-ketentuan mengenai aturan khusus bagi keadaan atau hubungan yang

sudah ada pada saat mulai berlakunya peraturan daerah itu.

5. Ketentuan-ketentuan tentang upaya apa yang harus dilakukan untuk

memasyarakatkan peraturan daerah itu.

25

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

NOMOR …. TAHUN 2018

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANDUNG,

Menimbang: a. bahwa pendidikan adalah hak setiap orang yang hakiki dan dijamin secara

legal untuk pengembangan moral, peradaban, dan kesejahteraan;

b. bahwa hak atas pendidikan mencakup hak terhadap pendidikan menengah

di mana pemerintah daerah berkewajiban untuk memperhatikan dan

memenuhinya;

c. bahwa pendidikan menengah harus tersedia secara bermutu, relevan,

merata, dan terjangkau supaya setiap orang memperoleh ilmu

pengetahuan dan teknologi yang maju dan modern dengan menjunjung

tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa;

d. bahwa untuk meningkatkan mutu, relevansi, pemerataan, dan

keterjangkauan pendidikan, pemerintah daerah wajib memajukan

pendidikan dengan mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di

daerah secara baik berdasarkan sistem pendidikan nasional;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Kota Bandung.

Mengingat: a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 78, Tambahan

lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

c. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara

26

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

d. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara

Republik Indonesia 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3413 jo. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3764;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496)

sebagaimana telah diubah beberapakali, terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);

f. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan

Penyelenggaraan pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5157);

g. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga

Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3484 jo. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3974);

27

h. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta

Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3485);

i. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2007 tentang Urusan

Pemerintah Daerah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota Bandung

Tahun 2008 Nomor 05);

j. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun

2008 Nomor 05);

k. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung Tahun

2005 - 2025 (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 08).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG

Dan

WALIKOTA BANDUNG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG PENGELOLAAN

DAN PENYELENGGARAN PENDIDIKAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung.

4. Daerah adalah Kota Bandung.

5. Walikota adalah Walikota Bandung.

28

6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang

dan mendapat pendelegasian wewenang dari Walikota.

7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung.

8. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah yang selnjutnya disingkat RAPBS

adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja yang disusun oleh Satuan Pendidikan.

9. Pendidikan adalah Usaha Sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

10. Penyelenggaraan Pendidikan adalah pengelolaan pendidikan yang mencakup seluruh

kegiatan pendidikan formal, nonformal dan informal sesuai dengan kewenangan

Pemerintah Daerah.

11. Biaya Pendidikan adalah biaya yang meliputi biaya satuan pendidikan, biaya

penyelenggaran dan/atau pengelolaan dan biaya pribadi peserta didik.

12. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

13. Pendidik adalah anggota masyarakat yang berkualitas sebagai guru, pamong belajar, tutor,

instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta

berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

14. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat

untuk menunjang penyelenggaran pendidikan.

15. Jalur Pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi

diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

16. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang

dikembangkan.

17. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan

suatu satuan pendidikan.

18. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis

pendidikan.

19. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

29

20. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

21. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

22. Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan

melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut.

23. PAUD terdiri atas:

a. Taman Penitipan Anak, yang disingkat TPA;

b. Kelompok bermain, yang disingkat KB;

c. Taman Kanak-kanak, yang disingkat TK;

d. Raudhatul Athfal, yang disingkat RA.

24. Sekolah atau Madrasah adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah

Daerah dan masyarakat yang terdiri atas:

a. Sekolah Dasar, yang disingkat SD;

b. Madrasah Ibtidaiyah Pertama, yang disingkat MI;

c. Sekolah Menengah Pertama Yang disingkat SMP;

d. Madrasyah Tsanawiyah, yang disingkat MTs;

e. Sekolah Menengah Atas, yang disingkat SMA;

f. Madrasyah Aliyah, yang disingkat MA;

g. Sekolah Menengah Kejuruan, yang disingkat SMK;

h. Madrasyah Aliyah Kejuruan, yang disingkat MAK.

25. Pembelajaran jarak jauh adalah proses belaja mengajar yang peserta didiknya terpisah dari

pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi

komunikasi, informasi dan media lain.

26. Pendikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan

dalam mengukuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

27. Pendidikan Layanan Khusus adalah Pendidikan bagi peserta didik didaerah yang

mengalami bencana alam, bencana sosial, dan anak yang berada dalam kondisi tertentu,

sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan.

28. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh

wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

30

29. Wajib belajar adalah Program Pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara

Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

30. Program Wajib Belajar dua belas tahun adalah program pendidikan minimal yang harus

diikuti oleh Warga Kota atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang

meliputi pendidikan dasar sembilan tahun dan pendidikan menengah tiga tahun.

31. Bahasa pengantar adalah bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran pada satuan

pendidikan.

32. Standar Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,

pengetahuan dan keterampilan.

33. Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam

kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran,

dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis

pendidikan tertentu.

34. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

35. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mencapai standar pendidikan prajabatan

dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

36. Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olahraga, tempat ibadah, perpustakaan,

laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi, serta sumber belajar lain,

yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi

informasi dan komunikasi.

37. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pendidikan.

38. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi

satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

39. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

mekanisme, prosedur, dan instrimen penilaian hasil belajar peserta didik.

40. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengatuaran mengenai tujuan, isi dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

41. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didk dengan pendidik dan sumber belajar

31

yang dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

42. Sumber Daya Pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam dalam

penyelenggaraan pendidikan yang meliputi dengan tenaga kependidikan, masyarakat, dana,

sarana, dan prasarana.

43. Pengelolaan adalah kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,

dan pengawasan kegistsn pendidikan pada tingkat satuan pendidikan di daerah agar

tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

44. Manajemen Berbasis Sekolah yang selanjutnya disingkat MBS adalah model pengelolaan

yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong

pengembalian keputusan partisipatif yang melibatkan unsur-unsur secara langsung semua

warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

45. Penjamin Mutu Pendidikan adalah upaya/usaha yang dilakukan secara bertahap,

sistematis, dan terencana dengan target dan kerangka waktu yang jelas untuk memenuhi

atau melampaui Standar Nasional Pendidikan guna mewujudkan yang relevan dengan

kebutuhan masyarakat, mendorong keunggulan lokal, dan memiliki daya saing global.

46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjamin dan penetapan mutu

pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis

pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

48. Sertifikasi peserta didik adalah penerbitan bukti pencapaian kompetensi akhir dan/atau

tanda bahwa peserta didik telah lulus dari satuan pendidikan dalam bentuk dokumen ijazah

dan/atau sertifikat kompetensi.

49. Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia Non Pemerintah yang mempunyai

perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

50. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur

masyarakat yang peduli pendidikan.

51. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua atau

wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

52. Warga Kota adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Daerah dan dibuktikan

dengan dokumen kependudukan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

32

BAB II

TUJUAN, RUANG LINGKUP DAN PRINSIP

Bagian Kesatu

Tujuan

Pasal 2

Pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan bertujuan untuk menjamin:

a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau;

b. mutu dan relevansi dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat;

c. akuntabilitas pengelola dan penyelenggara pendidikan;

d. keharmonisan dan keseimbangan serta interaksi yang optimal dari unsur-unsur esensial

pendidikan;

e. efektivitas dan efisiensi operasional pendidikan.

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan meliputi:

a. pengelolaan pendidikan;

b. penyelanggaraan pendidikan;

c. pendanaan pendidikan;

d. peran serta masyarakat; dan

e. pengawasan pendidikan.

Bagian Ketiga

Prinsisp

Pasal 4

Prinsip pengelolaan dan penyelanggaraan pendidikan meliputi:

a. pendidikan dikelola/diselenggarakan secara professional, transparn dan akuntabel serta

menjadi tanggunjawab bersama Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha/industri;

b. pendidikan dikelola/diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematis dengan sistem

terbuka dan multimakna;

33

c. pendidikan dikelola/diselenggarakan sebagai satu proes pembudayaan dan pemberdayaan

secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.

d. pendidikan dikelola/diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif

dengan menjunjung tinggi hukum dan hak azasi manusia, nilai agama dan nilai budaya

lokal dan kebhinekaan;

e. pendidikan dikelola/diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang,

mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandaskan keteladanan;

f. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan

belajar melalui gerakan literasi bagi segenap warga masyarakat;

g. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen

pemerintah daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat

untuk berperan serta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan;

h. pendidikan dikelola/diselenggarakan dengan menerapkan prinsip manajemen berbasis

sekolah.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Warga Kota

Pasal 5

(1) Setiap Warga Kota mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu.

(2) Warga Kota yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial

berhak memperoleh pendidikan khusus.

(3) Warga Kota yang mengalami bencana alam, bencana sosial, dan/atau yang berada dalam

kondisi tertentu sehingga tidak bisa mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan berhak

memperoleh pendidikan layanan khusus.

(4) Warga Kota yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh

pendidikan khusus.

(5) Setiap Warga Kota berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang

hayat.

(6) Setiap Warga Kota berhak untuk berperan serta dalam penguasaan, pemanfaatan dan

34

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan olahraga untuk

meningkatkan kesejahteraan pribadi, kota dan bangsa.

Pasal 6

(1) Setiap Warga Kota yang berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun wajib

mengikuti pendidikan dasar.

(2) Setiap Warga Kota bertanggungjawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan

pendidikan.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Orangtua

Pasal 7

(1) Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh

informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.

(2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada

anaknya.

(3) Orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk

memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan, minat, dan bakat anak tersebut.

(4) Setiap orangtua berkewajiban untuk membiayai pendidikan anaknya, kecuali bagi

orangtua yang tidak mampu secara ekonomi dibebaskan dari kewajiban tersebut sampai

anaknya menyelesaikan jenjang pendidikan menengah.

Bagian Ketiga

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan.

Pasal 9

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan semberdaya dalam penyelenggaraan

pendidikan.

35

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Pasal 10

Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, mengawasi dan

mengendalikan penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah Wajib:

a. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terserenggaranya pendidikan

yang bermutu bagi setiap warga kota tanpa diskriminasi;

b. menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya program wajib belajar pendidikan

dasar dan program rintisan wajib belajar pendidikan menengah bagi setia warga kota;

c. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang

diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;

d. membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah;

e. membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan

formal yang diselenggarakan oleh masyarakat;

f. memenuhi sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang dikelola

oleh Pemerintah Daerah secara bertahap sesuai dengan standar Nasional Pendidikan;

g. mengupayakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan

menengah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah secara bertahap sesuai dengan standar

Nasional Pendidikan;

h. memberikan beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi; dan

i. memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang berprestasi.

(2) Tata cara pemberian beasiswa dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

h dan huruf i, diatur lebih lanjut oleh Walikota.

36

Bagian Kelima

Hak dan Kewajiban Peserta Didik

Pasal 12

(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan

oleh pendidik yang seagama serta memperoleh jaminan untuk menjalankan ibadah

menurut agama yang dipeluknya;

b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampauannya;

c. mendapatkan beasiswa, penghargaan, pengakuan dan/atau bentuk lain bagi yang

berprestasi dibidang akademik maupun non akademik;

d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tua atau walinya tidak mampu

membiayai pendidikan dasar dan menengah;

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;

f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing

dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan, dan

g. mendapatkan perlakuan secara adil dan manusiawi serta perlindungan dari setiap

gangguan dan ancaman;

(2) Setiap peserta didik berkewajiban:

a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan

keberhasilan pendidikan;

b. menjaga etika dan norma-norma dalam pergaulan, tingkah laku, dan penampilan di

lingkungan satuan pendidikan, dan

c. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang

dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

37

BAB IV

JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 13

(1) Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya.

(2) Jalur pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem

terbuka melalui pembelajaran tatap muka dan/atau pembelajaran jarak jauh dengan

menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan

media lain.

Pasal 14

Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Pasal 15

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan,

dan pendidikan khusus.

Pasal 16

Jalur, Jenjang dan, Jenis Pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.

Bagian Kedua Pendidikan Formal

Paragaf 1

Pendidikan Dasar

Pasal 17

(1) Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjeng pendidikan

menengah.

(2) Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau

38

bentuk lain yang sederajat, serta Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah

Tsanawiyah (MTs) atau Bentuk lain yang sederajat.

Paragraf 2

Pendidikan Menengah

Pasal 18

(1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

(2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah

kejuruan.

(3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah

(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau

bentuk lain yang sederajat.

Bagian Ketiga

Pendidikan Nonformal

Pasal 19

(1) Pendidikan nonformal dapat diselenggarakan oleh masyarakat dan Pemerintah Daerah.

(2) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(3) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan

penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsi serta pengembangan

sikap dan kepribadian profesional.

(4) Hasil Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan

formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh

Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Walikota.

39

Bagian Keempat

Pendidikan Informal

Pasal 20

(1) Kegiatan Pendidikan informal yang dilakukan oleh keluaraga dan lingkungan berbentuk

kegiatan belajar secara mandiri.

(2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan

formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian kesetaraan sesuai dengan standar

Nasional Pendidikan

(3) Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimaa dimaksud pada ayat

(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.

Bagian Kelima

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pasal 21

(1) PAUD bertujuan untuk membantu meletakan dasar kearah perkembangan sikap,

pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan peserta didik dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan

selanjutnya.

(2) PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

(3) PAUD diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan

merupakan prasyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar.

(4) PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau

informal.

(5) PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul

Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

(6) PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman

penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

(7) PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan

yang diselenggarakan oleh lingkungan.

(8) Ketentuan mengenai PAUD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6),

diatur lebih lanjut oleh Walikota.

40

Bagian Keenam

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pasal 22

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat

kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,

sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

(2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang mengalami

bencana alam, bencana sosial, dan/atau tidak mampu dari segi ekonomi.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus

sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.

BAB V

WAJIB BELAJAR

Bagian Kesatu

Fungsi dan Tujuan

Pasal 23

(1) Wajib Belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan

memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga kota.

(2) Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga kota untuk dapat

mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Wajib Belajar

Pasal 24

(1) Wajib belajar diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan

pendidikan informal.

(2) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur formal dilaksanakan minimal pada jenjang

pendidikan dasar yang meliputi SD, MI, SMP, MTs, dan bentuk lain yang sederajat.

(3) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan nonformal dilaksanakan melalui

pendidikan paket A, program paket B, dan bentuk lain yang sederajat.

41

(4) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur pendidikan informal dilaksanakan melalui

pendidikan keluarga dan/atau pendidikan lingkungan

(5) Ketentuan mengenai penyetaraan pendidikan nonformal dan pengakuan hasil pendidikan

informal penyelenggara program wajib belajar terhadap pendidikan dasar jalur diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan dan

pengelolaan pendidikan.

Pasal 25

Warga kota yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya

tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.

Bagian Ketiga

Penjaminan Wajib Belajar

Pasal 26

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar

minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya pendidik, tenaga kependidikan,

dan biaya operasi untuk setiap satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar

dengan pembagian beban dan tanggungjawab sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang pendanaan pendidikan.

BAB VI

BAHASA PENGANTAR

Pasal 27

(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam

penyelenggaraan pendidikan.

(2) Bahasa Sunda digunakan sebagai baha pengantar dalam pembelajaran muatan lokal

Bahasa Sunda.

(3) Bahasa Asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu

untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

42

BAB VII

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pasal 28

(1) Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi

lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar

pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

(2) Untuk penjamin dan pengendalian mutu pendidikan sesuaui dengan Standar Nasional

Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

(3) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan

sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.

(4) Pemerintah Daerah bertanggung jawab memberikan pembinaan dan bantuan kepada

satuan pendidikan untuk terselenggaranya Standar Nasional Pendidikan di Daerah.

BAB VIII

PENDANAAN PENDIDIKAN

Pasal 29

(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab

menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

BAB IX

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Pasal 30

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan paling kurang 1 (satu) satuan pendidikan pada

semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf

internasional.

(2) Pemerintah Daerah mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan

pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

43

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.

BAB X

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN

Pasal 31

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok,

keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil

pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) diatur lebih lanjut oleh Walikota.

BAB XI

PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah/Madrasah melakukan

pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan

sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparasi dan

akuntabilitas.

(3) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut

oleh Walikota.

BAB XII

LARANGAN

Pasal 33

Satuan pendidikan dilarang:

a. melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi satuan pendidikan yang telah ditutup;

b. memaksa atau mewajibkan peserta didik membeli Lembaran Kerja Siswa (LKS) dan

44

sejenisnya;

c. memaksakan atau mewajibkan kepada peserta didik membeli seragam dan/atau keperluan

sekolah lainnya;

d. melakukan komersialisasi dalam penerimaan peserta didik baru maupun pindahan melalui

jalur akademik maupun jalur prestasi non akademik;

e. melakukan pembebanan biaya pendaftaran kepada peserta didik baru; dan

f. melakukan pungutan yang dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan

peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari

satuan pendidikan.

BAB XIII

SANKSI

Bagian Kesatu

Pasal 34

(1) Walikota berwenang menetapkan sanksi administrasi terhadap pelanggaran Pasal 33.

(2) Penerapan Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatalan atau penundaan pemberian subsidi sumber daya pendidikan;

c. pencabutan izin pendirian; dan

d. penutupan satuan pendidikan.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 35

(1) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan, membantu

dan menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi dan/atau vokasi

tanpa hak dipidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau

dipidana penjara penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(2) Penyelenggara pendidikan yang memberikan gelar tanpa hak kepada tenaga kependidikan

dipidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau dipidana

penjara penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

45

(3) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan dipidana denda

paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan/atau dipidana penjara penjara

paling lama 10 (sepuluh) tahun.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

Semua ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yang telah ditetapkan

sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Daerah ini.

Pasal 37

Satuan Pendidikan wajib menyesuaikan diri dalam pemenuhan Standar Nasional Pendidikan

sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak Peraturan

Daerah ini diundangkan.

BAB XXIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus diselesaikan paling lambat (1) tahun

terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

Pasal 39

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan penempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Bandung.

46

Ditetapkan di Bandung

Pada tanggal 29 April 2018

WALIKOTA BANDUNG,

MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN

Diundangkan di Bandung

Pada tanggal 29 April 2018

SEKRETARIAT DAERAH KOTA BANDUNG,

HANNI INNAYU MAULADY

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN ………… NOMOR ……….

47

PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG

NOMOR …. TAHUN 2018

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. UMUM

Pendidikan merupakan nilai yang penting dalam pemerintahan modern, tidak ada

pemerintahan modern yang tidak memberikan perhatian kepada penyediaan pendidikan.

Pendidikan bersifat instrumental bagi pengembangan moral, peradaban, dan kesejahteraan.

Pendidikan memfasilitasi transfer pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh

setiap orang untuk dapat terlibat secara positif dan aktif dalam masyarakat demokratif dan

perekonomian yang berbasis pengetahuan. Maslahat pendidikan bukan saja melampaui

batas-batas administratif pemerintahan tetapi juga menjembatani generasi sekarang dan

generasi mendatang.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen

Keempat meletakkan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, menjamin pendanaannya sesuai

kebutuhan dan kemampuan keuangan, dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa. Konstruksi tersebut

menunjukkan bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan harus berpusat pada dan

diorganisir oleh pemerintah pada semua level sesuai dengan kewenangannya.

Dalam rangka melaksanakan amanat 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan

pendidikan daerah, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah yang berkaitan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan

daerah di bidang pendidikan, perlu ditetapkan peraturan daerah yang mencakup:

1. pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota,

penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan;

2. penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah daerah atau masyarakat yang

menyelenggarakan satuan pendidikan baik pendidikan menengah, pendidikan

khusus, maupun pendidikan layanan khusus;

48

3. pendanaan pendidikan daerah yang mencakup sumber pendanaan dan

pengalokasiannya;

4. peran serta masyarakat, baik perseorangan, kelompok, maupun organisasi dalam

pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan;

5. pengawasan pendidikan oleh pemerintah daerah, dewan pendidikan daerah, dan

komite sekolah pada jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangannya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan pengelolaan pendidikan adalah pengelolaan

pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pemerintah

kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan

satuan pendidikan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan adalah

penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah atau

masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan baik pendidikan

menengah, pendidikan khusus, maupun pendidikan layanan khusus.

Huruf c

Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah pendanaan

pendidikan daerah yang mencakup sumber pendanaan dan

pengalokasiannya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan peran serta masyarakat adalah peran serta

masyarakat yang dilakukan baik perseorangan, kelompok, maupun

organisasi dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

49

Huruf e

Yang dimaksud dengan pengawasan pendidikan adalah pengawasan

pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dewan pendidikan

daerah, dan komite sekolah pada jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan

kewenangannya.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

50

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

51

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN …… NOMOR ……

Bandung, 29 April 2018

Penulis,

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ)